1 | P a g e
Oleh : YAKUB DEDY KARYAWAN
Meningkatnya tren kepemilikan mobil dan penggunaannya berdampak
terhadap peningkatan biaya sosial dan lingkungan, seperti kemacetan, kebisingan,
polusi udara, dan penipisan energi sebagai bentuk konsekuensi masa depan yang
dirasakan oleh semua negara (Goodwin, 1996; Greene dan Wegener, 1997;
Sperling, 1995).
Jakarta sebagai Ibu kota Negara Republik Indonesia, sekaligus menjadi pusat
ekonomi, politik, budaya dan sosial menghadapi permasalahan transportasi
perkotaan yang sangat kompleks. Dalam keseharian, permasalahan yang dapat
dilihat adalah kemacetan di hampir seluruh jaringan jalan di kota Jakarta dan
berimbas di kota sekitarnya. Tingkat kemacetan di kota Jakarta, apabila
dibandingkan dengan kota-kota lain di dunia, sudah termasuk dalam kategori yang
membahayakan baik dari segi ekonomi dan sosial.
Kondisi kemacetan Jakarta yang semakin parah ini dikarenakan kemampuan
ruas jalan di Jakarta untuk menampung arus atau volume lalu lintas dalam satuan
waktu tertentu semakin menurun. Dengan menurunnya kapasitas jalan ini akan
sangat mempengaruhi efisiensi dari pergerakan lalu lintas dan kinerja jalan. Hal ini
merujuk pada data bahwa panjang jalan di wilayah DKI Jakarta adalah 7.650 Km
dengan luas jalan 42,3 Km2 atau sama dengan 6,2 % luas wilayah DKI Jakarta
(sedangkan idealnya adalah 10-20%), adapun angka pertumbuhan panjang jalan
hanya 0,01 % per tahun. Kondisi ini tentunya sangat tidak sebanding dengan laju
pertumbuhan rata-rata kendaran bermotor, yaitu ± 11,23% per tahun di wilayah
Jadetabek (DKI = 8,7% per tahun dan Detabek = 15,3% pertahun).
Guna meningkatkan efisiensi dan efektifitas penggunaan ruang jalan di Jakarta
memang diperlukan suatu kebijakan pengendalian pergerakan lalu lintas kendaraan
di jalan. Dan kebijakan pembatasan lalu lintas kendaraan pribadi di Jakarta yang
sampai saat ini diberlakukan adalah 3 in 1. Yaitu dengan menetapkan kawasan
pengendalian lalu lintas dan kewajiban mengangkut minimal 3 (tiga) orang per
kendaraan pada ruas – ruas jalan dan waktu tertentu. Bagaimana hasilnya ?
Ternyata kebijakan ini tidak efektif dalam mengatasi kemacetan di Jakarta. Dan
justru menimbulkan dampak sosial lain seperti semakin menjamurnya joki-joki 3 in 1.
Saat ini Pemprov DKI Jakarta dan Polda Metro Jaya secara intensif melakukan
kajian ulang tentang rencana penerapan sistem pembatasan kendaraan berbasis
plat nomor ganjil dan genap. Sistem tersebut sebenarnya sudah lama menjadi
2 | P a g e
wacana dan urung diterapkan karena ada kendala tehnis. Dan direncanakan pada
awal tahun 2013 akan diterapkan pada Koridor 3 in 1 eksisting dan Jalan Rasuna
Said – Kuningan, Jakarta Selatan.
HASIL KAJIAN AWAL
Kondisi VCR ruas jalan arteri di Jakarta pada tahun 2005 sudah ada banyak
yang > 1 atau dalam kondisi arus lalu lintas macet. Di antaranya : Jl. Gatot Subroto
(V/C = 2,7), Jl. Daan Mogot (V/C= 2,1), Jl. S. Parman (V/C= 1,7), Jl. MT. Haryono
(V/C= 1,3), Jl. DI. Panjaitan (V/C=1,9), Jl. Jendral A.Yani (V/C= 1,6) dan Jl. Raya
Bekasi (V/C=1,2). Menurut hasil riset Japan International Corporation Agency (JICA),
Jika arah perkembangan kota dan sistem transportasi tidak segera dibenahi dengan
serius, maka diprediksi pada tahun 2014 sistem transportasi Jakarta akan
mengalami permanent gridlock (lumpuh total).
3 | P a g e
Tingkat Volume lalu lintas di semua ruas jalan di Jakarta dari tahun ke tahun
mengalami peningkatan yang tajam. Hal ini dapat terlihat dalam grafik di bawah ini :
Guna meningkatkan efisiensi dan efektifitas penggunaan ruang jalan di Jakarta,
maka idealnya usulan penerapan sistem ganjil genap dapat diberlakukan pada
koridor Extended CBD Area (lihat peta di bawah ini).
4 | P a g e
Dengan diberlakukanya sistem ganjil genap pada koridor Extended CBD Area,
maka diharapkan akan terjadi penurunan volume lalu lintas yang pada akhirnya
berdampak bagi peningkatan kemampuan ruas jalan menampung lalu lintas
kendaraan. Sehingga keadaan arus lalu lintas akan lebih lancar.
Usulan awal penerapan sistem ganjil genap yang ideal pada koridor Extended
CBD Area ini lebih sulit diterapkan, dengan alasan : banyaknya kelengkapan atau
sarana prasarana penunjang yang harus disiapkan (sarana transportasi baik jumlah
armada dan peningkatan sistem pelayanan, penempatan rambu, kantong-kantong
parkir, peralatan pengawas, dan lain-lain); banyaknya perumahan yang ada di CBD
dan sekitarnya sehingga berpotensi terjadi kebocoran / banyak pelanggaran dan
sulitnya mendeteksi gerakan kendaraan; kurangnya jalan alternatif, membutuhkan
jumlah personil yang besar untuk melakukan pengawasan / law enforcement . Di
samping itu dipastikan potensi penolakan masyarakat sangat besar terhadap
penerapan kebijakan pembatasan lalu lintas kendaraan tersebut.
Dengan berbagai permasalahan di atas, maka fase I usulan penerapan sistem
ganjil genap diberlakukan pada koridor 3 in 1 eksisting (Jl. Sisingamangaraja, Jl.
Jendral Sudirman, Jl. MH. Thamrin, Jl. Medan Merdeka Barat, Jl. Majapahit, Jl.
Hayam Wuruk dan sebagian Jl. Jendral Gatot Subroto – Balai Sidang Senayan s.d
persimpangan Jl. HR Rasuna Said) dan sepanjang ruas Jl. HR Rasuna Said.
5 | P a g e
Analisis jam sibuk kawasan 3 in 1 eksisting dan Jl. HR. Rasuna Said sesuai
hasil pengamatan Konsultan PT. Pamentori pada tahun 2011 baik to CBD maupun
from CBD pada peak pagi pada pukul 07.00 s.d 10.00 WIB dan pada peak sore pada
pukul 16.30 s.d 19.30 WIB. Dan waktu inilah yang dianggap paling ideal diterapkan
sistem pembatasan ganjil genap (lihat tabel di bawah).
Komposisi plat nomor ganjil dan genap adalah 49,90% genap (angka akhir 0, 2,
4, 6 dan 8) dan 50,10% ganjil (angka akhir 1, 3, 5, 7 dan 9). Dari sisi komposisi
jumlah hampir berimbang , namun jika diterapkan setiap hari kerja Senin s.d Jum’at
(lima hari kerja) berarti masing-masing plat nomor kemungkinan dapat giliran off
dalam seminggu ada yang 2 kali dan ada yang 3 kali. Misalkan plat nomor ganjil
dilarang dioperasionalkan pada hari Senin, Rabu dan Jum’at. Sedangkan plat nomor
genap dapat giliran pada hari Selasa dan Kamis saja.
MUNGKINKAH SISTEM INI MAMPU MEREDUSIR 30 s.d 40 % KEMACETAN
JAKARTA ?
Secara matematis memang betul dengan melihat komposisi jumlah antara plat
nomor genap dan ganjil. Namun karena yang diberlakukan sistem ini hanya untuk
kendaraan roda empat sedangkan persentase jumlah kendaraan roda empat
dibanding jumlah sepeda motor di wilayah Jadetabek s.d bulan Oktober 2011 adalah
25,89% (2.507.008 unit) : 74,11% (9.682.427 unit). Apalagi kita ketahui bahwa
kebutuhan perjalanan harian masyarakat di Ibu kota 32% nya adalah untuk
kebutuhan bekerja (home to work) dan sesuai dengan hasil penelitian Preliminary
Figures of Jutpi Commuter Survey (2010) bahwa mode share perjalanan untuk
bekerja di wilayah DKI Jakarta adalah sebagai berikut :
6 | P a g e
Dengan demikian dimungkinkan sistem ini hanya mampu meredusir ± 11,74% volume lalu lintas kendaraan di koridor 3 in 1 eksisting dan Jl. HR. Rasuna Said pada jam pemberlakuan sistem genap ganjil saja.
Bagaimana dengan kemacetan di luar koridor tersebut ? Apakah juga mengalami penurunan ?
Dengan pemberlakuan kebijakan pembatasan ini akan muncul beberapa kemungkinan masalah, antara lain :
a. Mungkinkah masyarakat pengguna kendaraan pribadi yang biasa melewati
ataupun bertujuan akhir pada kawasan pemberlakuan sistem ini beralih ke
angkutan umum ? Dengan melihat tren penurunan minat masyarakat
menggunakan transportasi umum sepertinya sangat sedikit yang akan
mencoba beralih ke angkutan umum.
Justru yang akan terjadi, masyarakat berlomba-lomba mencari jalur alternatif
ataupun juga beralih menggunakan sepeda motor. Dengan demikian pada
ruas-ruas jalan lain sangat kecil kemungkinan terjadi penurunan volume
kendaraan pribadi. Dan kalaupun mengalami penurunan , maka volume sepeda
motor semakin meningkat.
7 | P a g e
b. Terjadinya peningkatan volume kendaraan pada koridor pararel sehingga menimbulkan kemacetan yang lebih parah. Adapun koridor pararel tersebut, antara lain : Koridor Casablanca – Satrio , Koridor Mas Mansyur – Cideng, Koridor Sultan Agung - Pejompongan, Koridor Asia Afrika – Palmerah dan Koridor Senopati – Mampang. Peningkatan volume ini bisa saja terjadi akibat menunggu batas akhir pemberlakuan pembatasan kendaraan , akibat antrian panjang kendaraan karena harus mencarai jalan-jalan sempit perumahan / gang sebagai jalur alternatif ataupun juga akibat antrian kendaraan / penyempitan jalan karena adanya penegakan hukum petugas terhadap kendaraan-kendaraan yang melanggar sistem ini.
PERMASALAHAN LAIN YANG AKAN DIHADAPI :
Pembatasan penggunaan kendaraan di jalan berdasarkan lisensi plat
kendaraan bermotor umumnya diterapkan sebagai tindakan sementara selama
keadaan darurat polusi udara, atau untuk mengurangi kemacetan lalu lintas selama
peristiwa besar / event kegiatan yang besar seperti olimpiade di Beijing - China
beberapa tahun yang lalu.
Dampak perjalanan tergantung pada bagaimana pembatasan diterapkan dan
kualitas alternatif transportasi. Pembatasan geografis penggunaan kendaraan,
seperti larangan mengemudi di daerah pusat kota, hanya menggeser perjalanan
kendaraan ke bagian lain dari wilayah perkotaan kecuali diimplementasikan dengan
disinsentif lain untuk mengemudi dan perbaikan-perbaikan pedestrian untuk berjalan,
jalur bersepeda dan peningkatan pelayanan angkutan umum. Demikian pula,
pembatasan berdasarkan nomor lisensi memiliki sejumlah masalah (Goddard, 1997),
antara lain :
Banyak perjalanan hanya bersifat ditangguhkan/ tidak dihilangkan. Jika pengendara berencana untuk pergi berbelanja dengan mobil, mereka hanya akan menundanya sampai jam berikutnya, sehingga tidak ada penurunan aktual dalam jarak tempuh atau emisi; Dengan demikian, pembatasan ini hanya sedikit mengurangi lalu lintas pada periode puncak (peak hours) pada ruas-ruas jalan tertentu saja dan lebih tinggi tingkat efektifitasnya dalam mengurangi dampak perjalanan (kemacetan, polusi, biaya, pemborosan BBM, dan lain-lain) bila lebih mengutamakan peningkatan penyediaan dan pelayanan angkutan umum sebagai moda utama transportasi, peningkatan penggunaan sepeda maupun berjalan kaki;
Dampak Perjalanan Penilaian Komentar Mengurangi lalu lintas total. 1 Tergantung pada tindakan yang dilakukan. Mengurangi lalu lintas periode puncak. 2 Untuk waktu berbasis pembatasan. Pergeseran puncak ke off-peak periode. 2 " Meningkatkan akses, mengurangi kebutuhan
untuk perjalanan. 1 Mengurangi lalu lintas dapat
meningkatkan kondisi bersepeda dan
berjalan Peningkatan angkutan umum. 3 Sangat bermanfaat Peningkatan bersepeda. 3 Sangat Bermanfaat Peningkatan berjalan. 3 Sangat Bermanfaat
8 | P a g e
Banyak rumah tangga kaya membeli mobil kedua dengan nomor yang tidak sama ganjil atau genap dengan kendaraan yang sebelumnya, sehingga mereka memiliki satu kendaraan yang siap dioperasionalkan setiap hari. Hal ini terjadi di Mexico City saat penerapan pembatasan kendaraan berbasis plat nomor ini diterapkan. Di mana masyarakat kaya cenderung membeli kendaraan kedua yang murah, lebih tua, dan menghasilkan polutan tinggi. Sehingga akibat adanya kebijakan tersebut, di Mexico City terjadi lonjakan jumlah kepemilikan kendaraan; Untuk itulah, pembatasan berdasarkan nomor lisensi atau sistem serupa harus dilaksanakan secara singkat, bila tidak maka pengendara cenderung mencari dan menemukan cara untuk menghindari kebijakan tersebut (contohnya : membeli kendaraan kedua).
Bagaimana dengan para pengendara di ibu kota Jakarta ? Akankah mereka
mencari dan menemukan cara menghindar ? Seperti yang telah diuraikan di atas, di
mana dimungkinkan akan terjadi lonjakan jumlah penggunaan sepeda motor di jalan,
mencari jalur alternatif dan atau menunggu di ruas-ruas jalan dekat kawasan
pemberlakuan sistem ganjil genap yang berdampak penumpukan volume lalu lintas
di luar koridor. Di samping itu, dimungkinkan juga terjadi peningkatan penggandaan
plat nomor / penggunaan nomor palsu di jalan raya.
Permasalahan dalam penegakan hukum bagi pelanggar sistem pembatasan
lalu lintas kendaraan berbasis plat nomor ganjil genap antara lain :
Perlunya pengerahan petugas Polantas yang banyak untuk mengisi setiap titik ruas jalan terutama pada akses keluar/masuk kawasan yang jumlahnya cukup banyak dan dibutuhkan rambu yang cukup banyak sebagai dasar dari penegakan hukum itu sendiri ;
Contoh :
Jumlah petugas Polantas yang harus ditempatkan pada akses jalan masuk dan sekitaran koridor pararel menuju Jl. HR. Rasuna Said minimal diperlukan ± 45 personil. Belum lagi petugas yang harus ditempatkan untuk mengcover koridor 3 in 1 eksisting.
9 | P a g e
Tidak adanya area / kantong-kantong penindakan, sehingga bila terjadi pelanggaran dan dilakukan penegakan hukum dipastikan akan mengganggu kelancaran arus lalu lintas kendaraan yang lain. Apalagi bila pelanggaran tersebut dilakukan secara bersama-sama (dalam jumlah kendaraan yang cukup banyak);
Karena pembatasan berbasis plat nomor ganjil genap, maka petugas dituntut jeli dalam melakukan pengawasan dan tentunya membutuhkan konsentrasi petugas dan sangat menguras energi sehingga kegiatan lain petugas seperti penjagaan dan pengaturan lalu lintas juga ikut terganggu;
Banyaknya gang-gang kecil dan akses jalan lainnya menuju / dari kawasan , kecilnya obyek plat nomor yang harus diawasi serta tingginya volume lalu lintas baik yang akan masuk kawasan maupun keluar kawasan serta banyaknya tugas lain yang diemban petugas Polantas (pengamanan rute VVIP, pengamanan unjuk rasa, pengaturan dan penjagaan lalu lintas, TPTKP awal dan lain-lain) , maka sangat memungkinkan terjadi kebocoran (banyaknya kendaraan yang dilarang memasuki / berada di kawasan pada saat diberlakukan jam pembatasan).
EFEKTIFITAS ATURAN GANJIL GENAP DALAM MENGATASI KEMACETAN
Beberapa negara yang pernah menerapkan pembatasan kendaraan berbasis
plat nomor ini di antaranya adalah Mexico City dan Beijing.
Di Mexico City penerapan pembatasan kendaraan ini segera dihapus setelah
adanya trend lonjakan kepemilikan kendaraan kedua yang cenderung berusia tua
terutama bagi keluarga yang kaya, sehingga alih-alih untuk tujuan mengurangi
tingkat kemacetan malah muncul permasalahan baru yaitu meningkatnya polutan
dan volume kendaraan terutama pada peak di kawasan pemberlakuan aturan ini
tidak menunjukkan tren penurunan yang signifikan.
Sedangkan di Beijing, penerapan aturan plat nomor ganjil genap ini hanya
diberlakukan sementara saja selama perhelatan pesta olah raga Olimpiade ke 29
berlangsung. Pengaturan ganjil genap yang berlangsung hanya selama 2 (dua)
bulan itu, setiap harinya mampu mengambil sekitar 2 juta kendaraan off. Dampak
positif selama diberlakukan antara lain : volume lalu lintas berkurang ± 22,5%
dibanding dengan sebelumnya, emisi motor menurun dan kecepatan rata-rata
kendaraan pada peak pagi hari mencapai 30,2 Km/Jam (meningkat 6,7 Km/Jam)
sehingga travel time meningkat, jumlah kecelakaan berkurang 53,1%, 50%
pengguna kendaraan pribadi bergeser untuk menggunakan transportasi umum
(transportasi publik rata-rata mengangkut 19,3 juta penumpang setiap hari selama
Olimpiade). Angkutan bus mengangkut ± 13.140.000 penumpang setiap hari (68%),
Kereta bawah tanah mampu mengangkut 3,95 juta (meningkat 45% dibanding
sebelumnya) dan penumpang taxi meningkat 18% (2,24 juta penumpang).
Mengingat sistem pembatasan lalu lintas kendaran berbasis plat nomor ganjil
genap ini lebih cocok untuk diterapkan dalam waktu yang singkat, sehingga
10 | P a g e
kecenderungan pengguna jalan yang ingin selalu mencari dan menemukan cara-
cara menghindar yaitu seperti yang terjadi di Mexico City tidak terjadi, maka setelah
Olimpiade ke 29 di Beijing tepatnya pada tanggal 11 Oktober 2008, Pemerintah
mengeluarkan kebijakan TDM (Transportation Demand management) lainnya yaitu
dengan menerapkan kebijakan “ Drive one day less week “.
Perbandingan kecepatan rata – rata semua tingkat pada jalan Ring Road
kelima di Beijing ( Hari kerja : Km/Jam) baik saat sebelum dilakukan kebijakan
pembatasan lalu lintas kendaraan, pada saat diberlakukan aturan ganjil genap dan
pada saat diberlakukan “Drive one day less week) dapat kita lihat dalam tabel di
bawah ini :
Morning Peak (7:00-9:00) Evening Peak (17:00-19:00)
Non
Restriction
Odd-even
Number
Drive One
Day Less a
Week
Non
Restriction
Odd-even
Numbers
Drive One Day
Less a Week
Express
Way
31.1
41.6
37.7
25.4
37.8
31.2
Trunk
Road
20.9
27.8
23.8
18.1
24.1
20.1
Branch
road
18.2
23.8
20.6
16.1
21.3
17.8
Road
network
21.8
28.9
25.2
18.7
25.6
21.3
Sumber : Beijing Horizon Research Consultancy Company
Penerapan strategi dan kebijakan untuk mengurangi permintaan perjalanan
melalui langkah-langkah pembatasan penggunaan kendaraan pribadi yang dilakukan
pemerintah Beijing memberikan efek yang cukup baik pada peningkatan transportasi
perkotaan dan kualitas udara. Namun dampak positif tersebut terus merosot dan
kembali netral seiring dengan cepatnya pertumbuhan populasi kendaraan dan
meningkatnya penggunaannya. Untuk itulah pemerintah Beijing menerapkan
kombinasi langkah-langkah kebijakan untuk mengontrol penggunaan kendaraan
pribadi dan peningkatan transportasi umum. Adapun langkah-langkah yang diambil
antara lain :
a. Pengendalian Plat Nomor Kendaraan :
Pengaturan peningkatan jumlah mobil pribadi dengan melalui sistem
kuota, yang dikeluarkan melalui sistem lotere. Pada tahun 2010 kuota yang
ditetapkan adalah sebesar 700.000 unit plat nomor. Sedangkan pada tahun
2011, kuota plat nomor dibatasi menjadi 240.000 unit plat nomor. Plat nomor ini
hanya dikeluarkan untuk penduduk permanen di Beijing saja. Dengan kuota
terbatas, selain dilotere, calon pemilik mobil harus memiliki SIM, harus bayar
pajak dan bekerja di Beijing.
11 | P a g e
b. Pembatasan Lalu lintas Kendaraan dari luar Beijing pada Peak Hours :
Kendaraan yang terdaftar di luar Beijing tidak diijinkan masuk ke kota
pada saat jam sibuk pagi (07.00 s.d 09.00) dan jam sibuk sore (17.00 s.d
20.00). Pembatasan ini bertujuan mendorong orang/komuter untuk bepergian
dengan menggunakan moda transportasi umum yang telah ada, yaitu : Kereta
Api maupun Bus ke kota (dengan kata lain transportasi publik sudah siap
terlebih dahulu dibanding dengan penetapan aturan pembatasan penggunaan
kendaraan pribadi).
c. Kontrol Jumlah dan Operasionalisasi Kendaraan Dinas :
Pemerintah kota Beijing telah melakukan kampanye khusus yang
dilakukan secara intensif untuk mensosialisasikan dan memberlakukan
pembatasan pembelian dan pengoperasian kendaraan dinas resmi lembaga
pemerintah, organisasi maupun Badan Penasehat Politik. Pertumbuhan
kendaraan dinas juga merupakan salah satu alasan timbulnya kemacetan lalu
lintas di Beijing, mengingat kendaraan dinas berkonstribusi 15% dari
kepemilikan mobil kota.
d. Peningkatan Biaya Parkir :
Sejak tahun 2002, pemerintah kota Beijing secara bertahap meningkatkan
biaya parkir perkotaan untuk mencegah penggunaan kendaraan. Biaya parkir
pada daerah non – perumahan telah mengalami peningkatan hingga > 10 yuan
per jam pada April 2010 dan pada daerah non – perumahan, biaya parkir dibagi
menjadi 3 zona berdasarkan tingkat kemacetan. Pada zona yang padat biaya
parkir dinaikkan hingga > 15 yuan. Dan kenaikan biaya parkir harian bisa
mencapai ± 60 yuan. Dengan adanya biaya parkir yang besar dan terjadinya
kenaikan harga BBM, menyebabkan masyarakat kota Beijing banyak yang
beralih menggunakan moda transportasi Sepeda untuk bekerja;
12 | P a g e
e. Larangan Sepeda Motor Masuk Kota :
Pemerintah Kota Beijing melarang sepeda motor berbahan bakar bensin
beroperasi di Kota Beijing. Selain karena rawan kecelakaan , polusi dan
menambah kemacetan serta kesemrawutan lalu lintas kota. Sebagai
kompensasi atas kebijakan itu, pemerintah membangun jalur-jalur sepeda dan
membangun transportasi masal yang memadai. Untuk jalur sepeda misalnya,
dibangun dengan ruas jalan yang sangat lebar bahkan di beberapa ruas jalan,
lebar jalur sepeda hampir sama dengan jalur untuk mobil. Larangan ini
sekaligus untuk mengulang kejayaan bersepeda di China yang mulai tamat
riwayatnya pada awal tahun 2000 an sebagai akibat meningkatnya jumlah
populasi sepeda motor di kota.
Kesemrawutan sepeda motor ... capek deh !
f. Penerapan Congestion Charging :
Congestion Charging menurut Oxford Dictionary adalah : “ a charge
made to drive into an area, typically a city centre, that suffers heavy traffic ”
atau biaya yang dibuat untuk berkendara masuk ke suatu area, biasanya
sebuah pusat kota, yang menderita lalu lintas berat (macet).
Menurut teori Ekonomi, Congestion Charging merupakan konsep harga
kemacetan, yang mendalilkan bahwa pengguna akan dipaksa untuk membayar
eksternalitas negatif yang mereka ciptakan, membuat mereka sadar akan biaya
mereka memaksakan memasuki area tertentu ketika peakhours, dan lebih
sadar akan dampaknya terhadap lingkungan.
Sistem Congestion Charging sudah banyak diterapkan di beberapa
negara, khususnya di lingkungan perkotaan yang padat seperti : Sistem
Congestion Charging di London, Ecopass di Milan Itali dan mulai 16 Januari
2012 berubah dengan nama baru Area C , ERP (Electronic Road Pricing) di
Singapura dan Betalstation di Stockholm – Swedia.
13 | P a g e
Ibukota Cina telah mengambil beberapa langkah untuk mengurangi
tekanan lalu lintas sejak Olimpiade Beijing 2008, dari mulai pembatasan lalu
lintas kendaraan berbasis plat nomor genap ganjil , di mana kebijakan tersebut
belum berpengaruh banyak pada kondisi kemacetan yang semakin memburuk.
Penerapan sistem kuota plat nomor kendaraan dalam rangka menekan
jumlah populasi kendaran yang pada tahun 2009 seiring dengan meningkatnya
taraf ekonomi masyarakatnya menjadikan China sebagai pangsa pasar mobil
terbesar di dunia dan sekaligus menjadi mimpi buruk lalu lintas di Beijing,
sementara itu mulai banyak muncul kemarahan dan ketidakpuasan publik yang
hanya bisa berharap dapat membeli mobil sekaligus mendapatkan plat nomor
kendaraan sehingga bisa dioperasionalkan di jalan.
Untuk membantu mengurangi tekanan volume yang cenderung
mengalami peningkatan khususnya pada ruas jalan ramai di kota Beijing, maka
pemerintah mulai menerapkan sistem Congestion Charging pada sekitar bulan
September 2011. Dengan pemberlakuan sistem ini, diharapkan bisa
mendorong para pengguna kendaraan pribadi untuk mengurangi perjalanan
14 | P a g e
yang relatif tidak perlu khususnya pada jam sibuk, sehingga dapat membantu
meredusir tingkat kemacetan kota serta sebagai tambahan sumber dana
Pemerintah dalam upaya meningkatkan pelayanan transportasi publik,
peningkatan pedestrian dan pembangunan jalur-jalur sepeda.
Rencana penerapan pembatasan lalu lintas kendaraan berbasis plat nomor
ganjil genap di Jakarta bukanlah solusi mendasar dalam mengatasi kemacetan
Jakarta yang sudah kronis dan akan memberikan manfaat yang sangat terbatas.
Kebijakan ini sebagai langkah paliatif (pereda sementara) untuk mengurangi
tekanan volume lalu lintas yang begitu besar pada peak hours pagi dan sore yang
hanya dirasakan pada koridor 3 in 1 eksisting dan Jl. HR. Rasuna Said saja, yang
secara matematis dapat dikalkulasi hanya mampu mengurangi jumlah kendaraan ±
11,74% saja. Itupun bila tidak terjadi kebocoran sistem penegakan hukum dan
penambahan volume lalu lintas lain sebagai akibat letak geografis Jakarta sebagai
kota terbuka yang menampung semua perlintasan kendaran serta tumbuh pesatnya
populasi kendaraan.
Di samping itu, kebijakan ini dipastikan juga menimbulkan dampak bagi
peningkatan penggunaan sepeda motor di jalan yang tentunya berkolerasi terhadap
peningkatan polusi dan meningkatnya jumlah kecelakaan lalu lintas di jalan,
timbulnya kemacetan yang lebih parah khususnya pada koridor pararel serta
meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap moda transportasi umum (siapkah
pemerintah menyediakan dan memberikan pelayanan transportasi publik sesuai
SPM ?). Inilah yang harus dipikirkan dan dijadikan sebagai bahan pertimbangan
dalam memutuskan suatu kebijakan yang tidak mengadopsi secara sepotong-
sepotong.
Tidak perlu malu dan berkecil hati ! Lebih baik kita menganut paham ATM
(Amati, Tiru, dan Modifikasi) sistem transportasi negara tetangga secara utuh yang
memang patut untuk dicontoh dan telah terbukti hasilnya dalam mengatasi masalah
kemacetan di perkotaan. Hal ini sesuai dengan kata orang bijak , “ lebih baik berguru
dari pada sesat di jalan ! “ (bertanya kalee ... !).
Selain Beijing, ga ada salahnya kita ATM keberhasilan Singapura sebagai
salah satu dari beberapa kota besar di dunia yang mampu mempertahankan
kelancaran dalam wilayah kota pada setiap saat sepanjang hari. Setelah lebih dari 3
dekade pertumbuhan ekonomi yang kuat, dengan kegiatan komersial meningkat
lebih dari 20 kali sejak 1970, Singapore masih mampu mempertahankan sistem
transportasi darat yang efisien, dan menjaga transportasi perkotaan di bawah
kendali.
Bagaimana Caranya ?
Keberhasilan Singapura dalam pengembangan infrastruktur transportasi darat
yang efisien harus dilihat dalam totalitas dari perspektif penggunaan lahan terpadu
dan perencanaan transportasi.
15 | P a g e
Penataan Kota ( Relokasi dengan Penggunaan Lahan secara Terpadu) :
Pada tahun 1965, hampir 70% penduduk Singapore bertempat tinggal dalam
radius 5 Km dari Pelabuhan Singapura , yang juga merupakan pusat kota. Untuk
melakukan relokasi perumahan masyarakat tersebut, pada awal tahun 1970
pemerintah Singapore membangun perumahan publik (bangunan bertingkat) di zona
sesuai master plan yang telah ditetapkan lengkap dengan bangunan pendukung
komersial, pusat rekreasi dan publik area. Tujuannya adalah untuk mendorong
pembangunan perumahan di bagian lain dari pulau dan memberikan warga dalam
"kota satelit" baru yang nyaman dan terkoneksi antara rumah mereka dan tempat
kerja mereka (yang sebagian besar terletak di sekitar pusat kota), sehingga kondisi
kemacetan lalu lintas yang dulunya sering terjadi di wilayah distric kota bisa
dikurangi dan dikendalikan. Skema peluncuran perumahan bertingkat ini berhasil
menggerakkan 86% dari penduduk Singapore yang tinggal di pusat kota untuk
pindah ke zona perumahan yang telah disiapkan (MIA 2001).
Langkah Kebijakan Transportasi Berkelanjutan
Manajemen transportasi, dimulai dengan Rencana Konsep pertama yang
diimplementasikan pada tahun 1971 bersamaan dengan Proyek Perencanaan Kota
atau yang lebih dikenal dengan Konsep Perencanaan 1971. Dan dalam rencana
tersebut dibutuhkan investasi yang besar untuk mengembangkan infrastruktur
transportasi di seluruh pulau di Singapore pada awal-awal perkembangan kota.
Pada tahun 1991, revisi konsep perencanaan 1971 tersebut diterbitkan,
lengkap dengan Rencana Strategis Transportasi dalam rangka meengembangkan
jaringan transportasi darat yang layak dan yang bisa memenuhi permintaan
perjalanan masyarakat Singapore.
Pengendalian Populasi Kendaraan Sebagai Kunci
Pengendalian populasi kendaraan yang dilakukan pemerintah Singapore
melalui dua cara , yaitu : Pembatasan Kepemilikan Kendaraan dan Pembatasan
Penggunaan Kendaraan.
Tiga bentuk cara yang dilakukan dalam melakukan langkah-langkah
pembatasan kepemilikan kendaraan bagi masyarakat Singapore dalam rangka untuk
menekan pertumbuhan populasi kendaraan ke dalam tingkat yang dapat ditoleransi,
yaitu : (a). Melalui langkah-langkah fiskal untuk meningkatkan biaya kepemilikan
kendaraan pribadi, biaya operasional dan pemeliharaan kendaraan bermotor. Biaya
ini meliputi : Bea masuk, biaya STNK, Pajak bahan bakar dan jalan, dan Biaya wajib
pemeriksaan kendaraan; (b). Penerapan Sistem Kuota Kendaraan (Vehicle Quota
System) melalui cara : mewajibkan bagi siapapun yang berniat untuk membeli
kendaraan terlebih dahulu harus memperoleh Sertifikat Hak (SBH) melalui sistem
lelang terbuka. Berdasarkan kebijakan ini, jumlah kendaraan baru yang berhak
melakukan registrasi izin didasarkan pada data pertumbuhan kendaraan dan jumlah
kendaraan yang sudah habis masa berlakunya. Selama 12 tahun terakhir sejak VQS
diperkenalkan pada Mei 1990, tingkat pertumbuhan kendaraan pada setiap tutup
16 | P a g e
tahun tidak melebihi kebijakan yang telah ditetapkan, yaitu sekitar 3% dan sampai
dengan tahun 2011 diperkirakan jumlah populasi mobil di Singapore adalah sekitar
956.704 unit (di DKI Jakarta saja sudah 1.919.891 unit, belum lagi kiriman dari
wilayah Detabek yang sudah mencapai 621.460 unit dan belum lagi populasi sepeda
motor dengan populasi 9.861.451 unit untuk wilayah Jadetabek); (c). Penerapan
Preferential Additional Registration Fee (PARF) yang sudah dilakukan dari mulai
tahun 1975 dan bertujuan untuk mendorong para pemilik kendaraan pribadi untuk
membuang atau menyudahi pemakaiannya sebelum habis masa berlaku 10 tahun.
Biaya untuk PARF ini hampir sama dengan biaya untuk memiliki kendaraan baru
lagi, sehingga banyak penduduk Singapore yang memilih untuk menyudahi
pemakaian dan kemudian membeli baru. Akibatnya sebagian besar kendaraan
pribadi di Singapore adalah kendaraan baru, sehingga keamanan kendaraannya
terjamin dan bebas polusi emisi gas buang. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa pemerintah memiliki kontrol penuh terhadap laju pertumbuhan populasi
kendaraan.
Sedangkan cara-cara yang dilakukan pemerintah Singapore dalam rangka
untuk melakukan pembatasan penggunaan kendaraan di jalan antara lain :
1. Pada tahun 1975, Singapura adalah negara pertama di dunia yang
menerapkan Congestion Charging yang disebut dengan ALS (Area Licensing
Scheme). Di mana ALS diterapkan pada Zona Terbatas (Restricted Zone/RZ)
di Central Bussiness District (CBD) . Pada awalnya RZ meliputi area seluas 6
Km², kemudian meningkat menjadi 7,25 Km². Sebanyak 34 gantries overhead
yang didirikan di sepanjang batas-batas RZ, termasuk pusat perbelanjaan
Orchard Road. Gantries ini dipantau oleh petugas polisi tambahan yang
melakukan pengecekan visual dan dicatat setiap pelanggaran. Pengguna harus
membeli, di muka, lisensi kertas khusus dengan biaya sebesar US $ 3 per hari,
yang dijual di kantor pos, pompa bensin, stand khusus atau toko-toko, secara
bulanan atau harian. Lisensi ini dipajang di kaca depan mobil atau di handle bar
untuk sepeda motor selama jam operasi, pada awalnya, untuk masuk RZ
antara 7:30 pagi sampai 9:30 pagi setiap hari, kecuali pada hari Minggu dan
hari libur. Pada tahun 1989, peak malam dibatasi juga, dan pada tahun 1994,
ALS diperpanjang dari pukul 7:30 pagi sampai 18:30.
Pada bulan September 1998, ALS dihentikan dan upgrade ke ERP, yang
benar-benar otomatis dan memungkinkan melewati gantries kontrol pada
kecepatan normal. Denda terhadap pelanggaran ERP : Jika ditemukan
17 | P a g e
kendaraan masuk area RZ tanpa dilengkapi IU (In-vehicle Unit/OBU) maka
sanksi denda adalah S $ 70, pulsa tidak mencukupi atau tidak ada Cash Card
maka kena administrasi charge S $ 8 - S $ 10 dan ERP Charge.
2. The Revised Off-Peak Car (ROPC), Off-Peak Car (OPC) and Weekend Car
(WEC) yang merupakan suatu skema menawarkan pilihan kepada pemilik
mobil baru untuk menghemat biaya pendaftaran mobil dan pajak jalan, sebagai
imbalan atas pengurangan penggunaan / operasional mobil mereka.
Transportasi Umum di Singapore
Singapore adalah salah satu negara dengan transportasi publik terbaik di
dunia. Tersedia berbagai moda transportasi yang
memungkinkan baik penduduk maupun turis menjelalah
negara pulau ini secara efisien dan tepat waktu, mulai dari
MRT (Mass Rapid Transit), LRT, Bus Kota, dan Taksi.
Sebagai turis, Anda tidak perlu takut nyasar atau lost, karena
selain informasi rute dan petunjuk jalan sangatlah jelas dan mudah ditemukan.
Dari 5.308.000 perjalanan harian penduduk Singapore , setidaknya setengah
dari jumlah penduduknya menggunakan moda transportasi umum. Terutama
mengangkut kebutuhan perjalan masyarakat untuk bekerja (home to work) dan
sekolah (home to school). Sesuai dengan Sensus Penduduk Singapura tahun 2000
ada sekitar 52,4% dari penduduk Singapura (termasuk asing) pergi bekerja
menggunakan transportasi umum , 41,6% menggunakan transportasi pribadi dan
6,1% sisanya tidak memerlukan bentuk transportasi. Sedangkan kebutuhan
perjalanan penduduk untuk ke sekolah, 41,5% menggunakan angkutan umum,
24,9% menggunakan transportasi pribadi, dan 30,1% lebih tidak memerlukan bentuk
transportasi sama sekali. Dengan kondisi demikian, pemerintah terus berupaya
untuk meningkatkan trend penggunaan transportasi umum oleh penduduknya dalam
18 | P a g e
memenuhi kebutuhan perjalanannya naik hingga di atas 75% dari semua perjalanan
yang dilakukan.
Pengelolaan dan pelayanan sistem transportasi umum yang bagus di
Singapore seperti sekarang ini bukan tiba-tiba terjadi semalam , namun melalui
proses yang panjang dan adanya keseriusan, komitmen, dan perencanaan yang
matang serta keberanian dari pemerintah Singapore untuk melakukan pembenahan.
Mampukah Jakarta melepaskan diri dari kutukan kemacetan yang tak kunjung
menemukan solusi yang tepat dan terpola serta terencana matang dalam
mengatasinya ?
YAKUB DEDY KARYAWAN PENGAMAT AMATIR
MASALAH TRANSPORTASI