Pembahasan Soal Ujian Tengah Semester II Tahun 2014/2015
Mata Kuliah Hukum Perdata
Halaman 1
Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) www.mnj.my.id
PEMBAHASAN SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER II
TAHUN 2014/2015
MATA KULIAH HUKUM PERDATA
Disusun oleh
MUHAMMAD NUR JAMALUDDIN
NPM. 151000126
KELAS D
UNIVERSITY
Muh_Nur_Jamal
D070AF70
16jamal
muh.jamal08
081223956738
muh.nurjamaluddin
Pembahasan Soal Ujian Tengah Semester II Tahun 2014/2015
Mata Kuliah Hukum Perdata
Halaman 2
Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) www.mnj.my.id
Silakan follow ya
muhnurjamaluddin.blogspot.co.id
mnurjamaluddin.blogspot.co.id
creativityjamal.blogspot.co.id
SAAT INI
Jalan PH. Hasan Mustapa Nomor 28, Gang Senang Raharja,
RT 02, RW 15, Kelurahan Cikutra, Kecamatan Cibeunying Kidul,
Kode POS 40124, Kota Bandung, Provinsi Jawa Barat, Indonesia
ASAL
Kampung Pasir Galuma, RT 02, RW 06, Desa Neglasari,
Kecamatan Kadungora, Kabupaten Garut,
Provinsi Jawa Barat, Indonesia
Muhammad Nur Jamaluddin
Pembahasan Soal Ujian Tengah Semester II Tahun 2014/2015
Mata Kuliah Hukum Perdata
Halaman 3
Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) www.mnj.my.id
Renungan
Ya Tuhan, saya lupa
Saya benar-benat lupa, padahal sudah belajar dan menghafalnya
Ingat:
Ingatlah Aku, maka akan Ku ingatkan pula semua yang kamu lupa?
Ya Tuhan, karena saya lupa
Izinkan saya untuk melihat pekerjaan temanku
Izinkan pula saya untuk menyontek melalui Hand Phone
Atau melalui buku yang sudah saya bawa ini
Atau melalui catatan kecil yang sudah saya siapkan ini
Ingat:
Bukankah Aku lebih mengetahui apa yang kamu tidak ketahui?
Bukankah Aku lebih dapat melihat apa yang kamu sembunyikan itu?
Ya Tuhan, karena saya ingin mendapat nilai terbaik
Supaya dapat membanggakan diriku, kelurgaku dan juga yang
lainnya
Izinkan saya mengahalalkan semua cara ini
Ingat:
Bukankah yang memberikan nilai terbaik itu Aku?
Dosen hanyalah sebagai perantara saja dariku?
Jikalau kamu ingin mendapatkan kebahagian di dunia
Dan juga kebahagiaan di akhirat
Jangan pernah menghalalkan semua yang telah Aku haramkan
Ingat:
Kebahagian di dunia itu hanya bersifat sementara bagimu
Aku akan siapkan 99% lagi kebahagiaan untukmu kelak di akhirat
Pembahasan Soal Ujian Tengah Semester II Tahun 2014/2015
Mata Kuliah Hukum Perdata
Halaman 4
Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) www.mnj.my.id
UNIVERSITAS PASUNDAN BANDUNG
FAKULTAS HUKUM
Jalan Lengkong Besar Nomor 68 Bandung 40261
UJIAN AKHIR SEMESTER TAHUN AKADEMIK 2014/2015
MATA KULIAH : HUKUM PERDATA
HARI, TANGGAL : SENIN, 16 MARET 2015
KELAS/SEMESTER : A-B-C-D-E-F-G-H-I/II
WAKTU : 90 MENIT
DOSEN : TIM DOSEN
SIFAT UJIAN : CLOSE BOOK
SOAL
1. Soalnya, yaitu:
a. Jelaskan dasar hukum berlakunya Burgerlijke Wetboek (BW) di Indonesia, dan bagaimana
menurut SEMA No. 3 Tahun 1963, apakah BW suatu rechtboek ataukah wetboek!
Jawaban:
1) Dasar Hukum Berlakunya Burgerlijke Wetboek (BW) Di Indonesia
Pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945 menentukan:
“Segala badan negara dan peraturan yang masih langsung berlaku, selama belum diadakan
yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini.”
Kemudian Pasal IV Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945 juga menyatakan:
“Sebelum Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan
Pertimbangan Agung dibentuk menurut Undang-Undang Dasar ini, segala kekuasaan
dijalankan oleh Presiden dengan bantuan sebuah Komite Nasional Pusat.”
Berdasarkan Aturan Peralihan dalam Undang-Undang Dasar 1945 itu, pada tanggal 10
Oktober 1945 Presiden mengadakan dan megumumkan Peraturan Pemerintah Nomor 2
Tahun 1945 yang bunyinya sebagai berikut:
“Kami Presiden Republik Indonesia, untuk ketertiban masyarakat, bersandae atas Aturan
Peralihan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Pasal II berhubung dengan Pasal IV
menetapkan peraturan sebagai berikut:
Pembahasan Soal Ujian Tengah Semester II Tahun 2014/2015
Mata Kuliah Hukum Perdata
Halaman 5
Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) www.mnj.my.id
Pasal 1
“Segala badan-badan negara dan peraturan yang ada sampai berdirinya Negara Republik
Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, selama belum diadakan yang baru menurut
menurut Undang-Undang Dasar masih berlaku asal saja tidak bertetangan dengan
Undang-Undang Dasar tersebut.”
Pasal 2
“Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal 17 Agustus 1945.”
Dalam penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1945 ini disebutkan bahwa,
diadakannya Peraturan Pemerintah tersebut untuk lebih menegaskan berlakunya Pasal II
Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945.
Jadi, berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945 dan Peraturan
Pemerintah Nomor 2 Tahun 1945, maka keadaan hukum perdata pada tanggal 17 Agustus
1945 diteruskan berlaku di Indonesia.
Kemudian untuk daerah Jawa dan Madura telah dikeluarkan Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1942, dimana dalam Pasal 3 dinyatakan:
“Semua badan-badang Pemerintah dan kekuasaanya, hukum dan undang-undang dari
Pemerintah yang dahulu, tetap diakui sah buat sementara waktu, asal saja tidak
bertentangan dengan aturan Pemerintah Militer.”
Selanjtunya berdasarkan konsideran ke-4 Undang-undang No. 5 Tahun 1960 Tentang
Dasar Pokok-Pokok Agraria, yang menyatakan:
“Buku II KUHPerdata dicabut, sepanjang mengenai bumi, air serta kekayaan alam yang
terkandung didalamnya kecuali ketentuan-ketentuan mengenai hypooteek yang masih
berlaku pada mulai berlakunya undang-undang” ini.
Dengan berlakunya UUPA berarti menunjukan bahwa buku II KUHPerdata dicabut dan
membawa konsekuensi berlakunya buku I, III, dan buku IV da pasal-pasal lain, misalnya:
a) Ada pasal-pasal yang masih berlaku penuh, karena tidak mengenai bumi air, dan
kekayaan alam yang terkandung didalamnya. Misalnya: Pasal 505, 509, 518, 612, 613,
826, 827, 830-1130, 1131, 1149, 1150-1160 KUHPerdata.
Pembahasan Soal Ujian Tengah Semester II Tahun 2014/2015
Mata Kuliah Hukum Perdata
Halaman 6
Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) www.mnj.my.id
b) Ada Pasal-pasal yang menjadi tidak berlaku lagi, yaitu Pasal yang melulu mengatur
mengenai bumi, air dan kekayaaan alam yang terkandung didalamnya misalnya : pasal
tentang benda tak bergerak yang hanya berhubungan dengan hak-hak atas tanah,
Pasal-pasal tentang cara memperoleh hak milik melulu mengenai tanah, Pasal-pasal
mengenai penyerahan benda-benda tak bergerak, dan Pasal 625-672, 673, 674-710,
711-719, 720-736, 737-755 KUHPerdata.
Ada Pasal-pasal yang masih berlaku tetapi tidak penuh, dalam arti bahwa ketentuan-
ketentuan bumi, air dan kekayaan alam yang erkandung didalamnya tidak berlaku lagi dan
masih berlaku sepanjang mengenai benda-benda lainnya. Misalnya: Pasal-pasal tentang
benda umum.
Kemudian untuk perkawinan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan
berdasarkan atas Undang-undang ini, maka dengan berlakunya Undang-undang ini
ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk
Wetboek), Ordonansi Perkawinan Indonesia Kristen (Huwelijks Ordonantie Christen
Indonesiers S.1933 No. 74), Peraturan Perkawinan Campuran (Regeling op de gemengde
Huwelijken S. 1898 No. 158), dan peraturan-peraturan lain yang mengatur tentang
perkawinan sejauh telah diatur dalam Undang-undang ini, dinyatakan tidak berlaku.
Artinya : ketentuan lain selain tentang perkawinan di dalam KUHPerdata dinyatakan
masih berlaku. ( ----- penafsiran argumentum a contrario )
Jadi dapat disimpulkan bahwa dasar hukum berlakunya hukum perdata di Indonesia itu:
a) Pasal II Aturan Peralihan Undang-undang Dasar 1945
b) Pasal IV Aturan Peralihan Undang-undang Dasar 1945
c) Pasal 1 dan Pasal 2 Peratuan Pemerintah No. 2 Tahun 1945
d) Pasal 3 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1942
e) Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Dasar Pokok-Pokok Agraria
f) Pasal 66 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
Pembahasan Soal Ujian Tengah Semester II Tahun 2014/2015
Mata Kuliah Hukum Perdata
Halaman 7
Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) www.mnj.my.id
2) Keadaan BW Menurut Surat Edaran Mahkamah Agung No. 3 Tahun 1963
Menurut Surat Edaran Mahkamah Agung No 3 Tahun 1963 tentang gagasan menganggap
Burgerlijke Wetboek tidak sebagai undang-undang ini masih pantas harus secara resmi
dicabut dulu untuk menghentikan berlakunya di Indonesia sebagai undang-undang.
Sebagai konsekuensi, maka Mahkamah Agung menganggap tidak berlaku lagi pasal-pasal
berikut ini:
a) Pasal 108 dan 110 tentang kewenangan istri melakukan perbuatan hukum dan
menghadap di muka Pengadilan.
b) Pasal 284 ayat (3) mengenai pengakuan anak yang lahir diluar perkawinan oleh
seorang perempuan Indonesia asli. Dengan demikian, pengakuan anak itu tidak lagi
berakibat terputusnya perhubungan hukum antara ibu dan anak, sehingga juga tentang
hal ini tidak ada lagi perbedaan diantara semua WNI.
c) Pasal 1682 yang mengharuskan dilakukannya suatu penghibahan dengan akta notaris.
Dengan demikian penghibahan diantara semua WNI juga dapat dilakukan dengan akta
hibah dibawah tangan.
d) Pasal 1579 yang menentukan bahwa dalam hal sewa menyewa barang, si pemilik dapat
menghentikan persewaan dengan mengatakan, akan memakai sendiri barangnya. Saat
ini dapat terjadi apabila pada waktu membentuk perjanjian sewa-menyewa telah
disepakati.
e) Pasal 1238 yang menyimpulkan bahwa pelaksanaan suatu perjanjian hanya dapat
diminta di muka hakim, apabila gugatan didahului dengan suatu penagihan tertulis,
melainkan dapat dilakukan secara lisan.
f) Pasal 1460 menentukan bahwa suatu barang tertentu yang sudah dijanjikan dijual,
sejak saat itu adalah tanggungan si pembeli, meskipun penyerahannya belum
dilakukan. Jadi risiko dalam jual beli ditangan pembeli. Dengan tidak berlakunya pasal
ini, maka harus ditinjau dari tiap-tiap keadaan, apakah tidak sepantasnya
pertanggungan jawab atau resiko atas musnahnya barang-barang yang sudah
dijanjikan dijual tetapi belum diserahkan, harus dibagi antara kedua belah pihak, yaitu
si penjual dan si pembeli.
Pembahasan Soal Ujian Tengah Semester II Tahun 2014/2015
Mata Kuliah Hukum Perdata
Halaman 8
Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) www.mnj.my.id
g) Pasal 1603 ayat (1) dan (2) yang mengadakan diskriminasi antara orang Eropa disatu
pihak dan orang bukan Eropa dilain pihak mengenai perjanjian perburuhan.
Bertolak dari pendapat dan uraian di atas, maka dewasa ini kedudukan KUHPerdata di
Indonesia hanya merupakan rechtboek (buku hukum), bukan sebagai wetboek (buku
Undang-undang). Oleh karenanya, berlakunya KUHPerdata hanya sebagai pedoman saja.
Sehingga biasa juga dikatakan KUHPerdata itu hanya suatu ketentuan yang tidak tertulis
tetapi tertulis. Walaupun kenyataannya guna mengatasi kevacuuman (mengisi kekosongan
dalam hukum) adanya ketentuan KUHPerdata itu secara a priori harus diberlakukan secara
memaksa (dwingenrecht). Namun apabila ditinjau secara yuridis formil, KUH Perdata
masih tetap sebagai hukum positip karena sampai pada saat ini belum ada undang-undang
dan peraturan resmi mencabutnya.
Berdasarkan asas Res Judicata Provere bahwa setiap putusan pengadilan/hakim adalah
sah, kecuali dibatalkan oleh pengadilan yang lebih tinggi.
Asas ini menjadi alasan karena pada dasarnya putusan hakim itu sah menurut hukum
positif, dan di dalam pertimbangan yang terkandung dalam putusan hakim, hakim tersebut
menggunakan BW/Kitab Undang-undnag Hukum Perdata (KUHPer) sebagai sumber
hukum, maka diakuinya BW sebagai sumber hukum positif sesuai dengan apa yang
dilakukan oleh hakim dalam hal mempertimbangkan suatu putusan dalam persidangan,
baik BW yang diterjemahkan oleh Prof. Subekti ataupun yang lain, selama BW tersebut
dijadikan sumber hukum oleh hakim, secara tidak langsung BW tersebut menjadi sumber
hukum positif yang sah apabila dihubungkan dengan asas ini.
3) Keadaan BW Sekarang
Menurut Sahardjo, S. H., bahwa BW sekarang tidak lagi sebagai suatu undang-undang
melainkan sebagai suatu dokumen yang hanya menggambarkan suatu kelompok hukum
tidak tertulis. Dengan kata lain BW bukan lagi sebagai wetboek tetapi rechtsboek yang
hanya dipakai sebagai pedoman.
Pembahasan Soal Ujian Tengah Semester II Tahun 2014/2015
Mata Kuliah Hukum Perdata
Halaman 9
Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) www.mnj.my.id
b. Jelaskan disertai contoh perbuatan hukum yang tidak sah secara relatif (relatief nietig),
dan perbuatan hukum yang tidak sah secara mutlak (absolut nietig)!
Jawaban:
Perbuatan hukum adalah perbuatan yang dilakukan oleh subjek hukum (manusia atau badan
hukum) yang menimbulkan akibat hukum.
Pebuatan hukum yang tidak sah dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
1) Perbuatan Hukum Yang Tidak Sah Secara Relatif (Relatif Neitig)
Yaitu perbuatan hukum yang menjadi tidak sah karena tidak memenuhi syarat-syarat
tertentu dan terlebih dahulu ada pembatalan atau ada subjek hukum lain yang
membatalkan perbuatan hukum tersebut. Namun selama perbuatan hukum tersebut tidak
dimintakan pembatalan maka perbuatan hukum tersebut tetap dianggap sah. Contoh:
Dalam melakukan perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1313 KUHPerdata. Para
pihak harus memenuhi syarat-syarat sah perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320
KUHPerdata. Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat:
a) sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
b) kecakapan untuk membuat suata perikatan;
c) suatu hal tertentu;
d) seuatu seba yang halal.
Syarat pertama dan kedua disebut syarat subjektif. Apabila syarat subjektif tidak dipenuhi
maka perjanjian menjadi tidak sah secara relatif (relatif neitig) atau dapat dibatalkan oleh
salah satu pihak yang berhak membatalkan (biasanya yang merasa dirugikan). Misalnya
salah satu pihak melakukan perjanjian karena terpaksa, ditipu atau belum cakap.
2) Perbuatan Hukum Yang Tidak Sah Secara Mutlak (Absolute Neitig)
Yaitu perbuatan hukum yang menajdi tidak sah dengan sendirinya karena ada syarat-
syarat tertentu yang tidak dipenuhi. Akibat dari Perbuatan hukum yang tidak sah secara
mutlak (absolute neitig) maka hak dan kewajiban yang timbul menjadi gugur dengan
sendirinya tanpa harus dimintakan pembatalan terlebih dahulu. Contoh dalam melakukan
perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1313 KUHPerdata. Para Pihak harus
memenuhi syarat-syarat sah perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Untuk
sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat:
a) sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
b) kecakapan untuk membuat suata perikatan;
c) suatu hal tertentu;
d) seuatu seba yang halal.
Pembahasan Soal Ujian Tengah Semester II Tahun 2014/2015
Mata Kuliah Hukum Perdata
Halaman 10
Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) www.mnj.my.id
Syarat ketiga dan keempat disebut syarat objektif. Apabila syarat objektif tidak dipenuhi
maka perjanjian menjadi tidak sah secara mutlak (absolute neitig) atau menjadi batal demi
hukum. Jadi apabila terbukti syarat objektif tidak dipenuhi maka seketika itu hak dan
kewajiban antar para pihak yang melakukan perjanjian menjadi gugur dan perjanjan
dianggap tidak pernah ada. Misalnya perjanjian melanggar undang-undang, ketertiban
dan/atau kesusilaan.
c. Jelaskan apa yang dimaksud dengan cakap/dewasa, dan kriterianya menurut KUHPerdata,
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, dan menurut Hukum Adat!
Jawaban:
1) Pengertian Cakap/Dewasa
Cakap atau dewasa adalah keadaan seseorang yang dianggap mampu menurut hukum
untuk melakukan perbuatan hukum sendiri.
Dapat disimpulkan bahwa cakap/dewasa adalah setiap orang sebagai subjek hukum
(rechtspersoonlijkheid) yang memiliki hak dan kewajiban untuk melakukan perbuatan
hukum (rechtsbekwaamheid).
2) Kriteria Cakap/Dewasa Menurut KUHPerdata
Kriteria cakap/dewasa menurut KUHPerdata tercantum dalam Pasal 330 KUHPerdata
Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun,
dan tidak lebih dahulu telah kawin.
Apabila perkawinan itu dibubarkan sebelum umur mereka genap dua puluh satu tahun,
maka mereka tidak kembali lagi dalam kedudukan belum dewasa.
Jadi menurut pasal ini mereka yang cakap/dewasa adalah:
a) yang sudah berumur dua puluh satu tahun;
b) belum berumur dua puluh satu tahun tapi sudah menikah
c) mereka yang kawin sebelum usia dua puluh satu tahun dan kemudian
bercerai, kedudukannya tetap dianggap dewasa.
Dapat disimpulkan bahwa seseorang dapat dikatakan cakap/dewasa bila ditinjau dari
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 330 adalah mereka yang telah mencapai
umur genap 21 (dua puluh satu) tahun, atau telah terlebih dahulu melangsungkan
perkawinan.
Pembahasan Soal Ujian Tengah Semester II Tahun 2014/2015
Mata Kuliah Hukum Perdata
Halaman 11
Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) www.mnj.my.id
3) Kriteria Cakap/Dewasa Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
Pasal 47 ayat 1
Anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah
melangsungkan perkawinan ada dibawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak
dicabut dari kekuasannya,
Pasal 50 ayat 1
Anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas tahun atau belum pernah
melangsungkan perkawinan, yang tidak berada dibawah kekuasaan orang tua, berada
dibawah kekuasaan wali.
Artinya dewasa ketika sudah diperbolehkan menikah.
Pasal 7 ayat (1)
Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas)
tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun
Dapat disimpulkan bahwa menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan bahwa pria yang sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan wanita
yang sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun dianggap cakap/dewasa.
4) Kriteria Cakap/Dewasa Menurut Hukum Adat
Hukum adat tidak mengenal batas umur belum dewasa dan dewasa. Hukum Adat
mengenal secara insidental saja apakah seseorang itu, berhubung umur dan berkembang
jiwanya patut dianggap cakap atau tidak cakap, mampu atau tidak mampu melakukan
perbuatan hukum tertentu dalam hubungan hukum tertentu pula.
Apabila kedewasaan itu dihubungkan dengan perbuatan kawin, hukum adat mengakui
kenyataan bahwa apabila seorang pria dan seorang wanita itu kawin dan dapat anak,
mereka dinyatakan dewasa, walaupun umur mereka itu baru 15 tahun. Sebaliknya apabila
mereka dikawinkan tidak dapat menghasilkan anak karena belum mampu berseksual,
mereka dikatakan belum dewasa.
Pembahasan Soal Ujian Tengah Semester II Tahun 2014/2015
Mata Kuliah Hukum Perdata
Halaman 12
Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) www.mnj.my.id
Profesor Soepomo dalam bukunya tersebut di atas, seseorang sudah dianggap dewasa
dalam hukum adat, apabila ia antara lain sudah:
a) Kuwat gawe (dapat/ mampu bekerja sendiri).
Cakap untuk melakukan segala pergaulan dalam kehidupan kemasyarakatan serta
mempertanggungjawabkan sendiri segala- galanya itu.
b) Cakap mengurus harta bendanya serta lain keperluan sendiri.
Menurut hukum adat “dewasa” ini baru mulai setelah tidak menjadi tanggungan orang
tua dan tidak serumah lagi dengan orang tua. Jadi bukan asal sudah kawin saja.
d. Sebutkan dan jelaskan 5 (lima) peristiwa hukum dalam kehidupan manusia yang perlu
dilakukan pencatatan!
Jawaban:
1) Kelahiran
Kelahiran adalah proses akhir dari kehamilan yang sukses sehingga manusia/seorang Ibu
yang menghasilkan bayi dilahirkan.
Diatur dalam UU No. 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan
Pasal 27 ayat (1)
Setiap kelahiran wajib dilaporkan oleh Penduduk kepada Instansi Pelaksana di tempat
terjadinya peristiwa kelahiran paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak kelahiran.
Pasal 27 ayat (2)
Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Pencatatan Sipil
mencatat pada Register Akta Kelahiran dan menerbitkan Kutipan Akta Kelahiran.
2) Perkawinan
Berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974
Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai
suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Pasal 1 ayat (1)).
Pasal 2
(1) Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya
dan kepercayaannya itu.
(2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Mengatur Mengenai Tatacara
Pencatatan UU No. 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan
Pembahasan Soal Ujian Tengah Semester II Tahun 2014/2015
Mata Kuliah Hukum Perdata
Halaman 13
Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) www.mnj.my.id
Perkawinan yang sah berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan wajib
dilaporkan oleh Penduduk kepada Instansi Pelaksana di tempat terjadinya perkawinan
paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak tanggal perkawinan.
Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Pencatatan
Sipil/mencatat pada Register Akta Perkawinan dan menerbitkan Kutipan Akta
Perkawinan.
3) Perceraian
Perceraian berakhirnya perkainan yang telah dibina oleh pasangan suami istri yang
disebabkan oleh beberapa hal seperti kematian dan atas keputusan pengadilan.
Diatur dalam UU No. 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan
Pasal 40
(1) Perceraian wajib dilaporkan oleh yang bersangkutan kepada Instansi Pelaksana paling
lambat 60 (enam puluh) hari sejak putusan pengadilan tentang perceraian yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap.
(2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Pencatatan Sipil
mencatat pada Register Akta Perceraian dan menerbitkan Kutipan Akta Perceraian.
4) Adopsi
Diatur dalam UU No. 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan
Pasal 49
(1) Pengakuan anak wajib dilaporkan oleh orang tua pada Instansi Pelaksana paling
Iambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal Surat Pengakuan Anak oleh ayah dan
disetujui oleh ibu dari anak yang bersangkutan.
(2) Kewajiban melaporkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan bagi orang
tua yang agamanya tidak membenarkan pengakuan anak yang lahir diluar hubungan
perkawinan yang sah.
(3) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Pencatatan Sipil
mencatat pada Register Akta Pengakuan Anak dan menerbitkan Kutipan Akta
Pengakuan Anak.
Pembahasan Soal Ujian Tengah Semester II Tahun 2014/2015
Mata Kuliah Hukum Perdata
Halaman 14
Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) www.mnj.my.id
5) Kematian
Kematian adalah akhir dari kehidupan, ketiadaan nyawa dalam organisme biologis.
Pasal 44
(1) Setiap kematian wajib dilaporkan oleh keluarganya atau yang mewakili kepada
Instansi Pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal kematian.
(2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pejabat Pencatatan Sipil
mencatat pada Register Akta Kematian dan menerbitkan Kutipan Akta Kematian.
(3) Pencatatan kematian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan berdasarkan
keterangan kematian dari pihak yang berwenang.
(4) Dalam hal terjadi ketidakjelasan keberadaan seseorang karena hilang atau mati tetapi
tidak ditemukan jenazahnya, pencatatan oleh Pejabat Pencatatan Sipil baru dilakukan
setelah adanya penetapan pengadilan.
(5) Dalam hai terjadi kematian seseorang yang tidak jelas identitasnya, Instansi Pelaksana
melakukan pencatatan kematian berdasarkan keterangan dari kepolisian.
Kelima peristiwa di atas harus ditulis oleh kantor catatan sipil untuk digunakan sebagai data
kependudukan di suatu negara. Kemudian bisa digunakan oleh seseorang sebagai jaminan
administrasi kependudukan di suatu negara.
2. Kalau saudara melihat media online, saudara akan melihat kasus perkawinan antara Jessica
dengan Ludwig (WNA Jerman).
a. Berikan komentar terhadap perkawinan tersebut (keabsahan perkawinannya dan status
anaknya)!
Jawaban:
Penggugat: Ludwig Franz Willibald
Tergugat: Jessica Iskandar, Pihak Gereja Yesus Sejati, dan Pihak Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil DKI Jakarta.
Kronologi kasus:
1) Jessica dan Ludwig menikah pada 13 Desember 2013 silam.
2) Henry yang tak lain adalah kakak Jessica mendatangi Dinas kependudukan catatan sipil
DKI dengan membawa persyaratan untuk pencatatan perkawinan secara sipil pada tanggal
17 Desember 2013.
Pembahasan Soal Ujian Tengah Semester II Tahun 2014/2015
Mata Kuliah Hukum Perdata
Halaman 15
Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) www.mnj.my.id
3) Selain surat pengantar pernikahan dari kelurahan, Herny juga membawa surat
pemberkatan dari Gereja Yesus Sejati di Jl. Samahudi, Jakarta Pusat. Dari surat tersebut,
terdapat keterangan bahwa Jessica dan Ludwig telah menjalani pemberkatan pada 11
Desember 2013.
4) Pengajuan tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan verifikasi formal oleh pihak
Disdukcapil. Kemudian diumumkan pada 19 Desember 2013, bahwa Jessica dan Ludwig
akan menjalani pencatatan pernikahan di Dinas Catatan Sipil Jakarta Selatan.
5) Di kawasan Epicentrum, Kuning, Jakarta Selatan tepatnya di ruangan khusus di kantor
ANTV, pencatatan dilakukan pada 8 Januari 2014. Sebelumnya, pihak terkait memastikan
tak ada pihak yang keberatan dengan pencatatan tersebut.
6) Saat pencatatan, ternyata Ludwig juga ikut hadir. Kemudian, dilengkapi dengan dua saksi.
Salah satunya adalah Henry, kakak kandung Jessica.
7) Beberapa saat setelah pencatatan tersebut, diketahui Jessica menghilang dan menetap di
California, Amerika Serikat. Kemudian, Jessica juga dikabarkan melahirkan seorang
anak.
8) Pada 2 Juni 2014, pihak Gereja Yesus Sejati mengirimkan surat kepada Disdukcapil
bahwa gereja tidak pernah melakukan pemberkatan terhadap Jessica dan Ludwig. Nama
pendeta yaitu Simone Jonathan juga dinyatakan fiktif.
9) Kemudian pada 13 Oktober 2014, Ludwig mengajukan gugatan pembatalan pernikahan
ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan karena merasa tidak pernah menikah dengan Jessica.
10) Selain itu juga Ludwig melayangkan gugatan terhadap Pihak Gereja Yesus Sejati, dan
Pihak Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil DKI Jakarta ke Pengadilan Tata Usaha
Negara
a) Berdasarkan Putusan Hakim PTUN
Hakim PTUN memutuskan gugatan yang diajukan Ludwig ke Pengadilan Tata Usaha
Negara (PTUN) ditolak oleh Pengadilan TUN karena ternyata gugatan tersebut baru
masuk pada tanggal 28 Oktober 2014, dan dianggap telah lewat dari jangka waktu 90 hari
yang ditentukan dari perkawinan Pasal 55 UU No. 5 Tahun 1986 sebagaimana telah
diubah oleh Undang-undang No. 1 Tahun 2009 Tentang Pengadilan Tata Usaha Negara.
“Gugatan pengguguran akta pernikahan dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu 90
harti terhitung sejak diterimanya keputusan badan atau pejabat tata usaha Negara.”
Artinya putusan Hakim PTUN memenankan pihak tergugat (Jessica Iskandar).
Pembahasan Soal Ujian Tengah Semester II Tahun 2014/2015
Mata Kuliah Hukum Perdata
Halaman 16
Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) www.mnj.my.id
b) Berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri
Pada hari kamis tanggal 15 Oktober 2015 Gugatan pembatalan pernikahan oleh Ludwig
Franz Willibald pada Jessica Iskandar akhirnya dikabulkan dan Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan telah membatalkan perkawinan antara Jessica Iskandar dan Ludwig.). Ini
berarti pernikahan yang pernah dilakukan pada Desember 2013 silam dianggap tak pernah
ada.
Artinya: Putusan Hakim memenangkan gugatan dari Pihak Penggugat (Ludwig).
Komentar Keabsahan Perkawinannya
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
Pasal 28
(1) Batalnya suatu perkawinan dimulai setelah keputusan Pengadilan mempunyai
kekuatan hukum yang tetap dan berlaku sejak saat berlangsungnya perkawinan.
Artinya:
Pasca dibatalkannya Perkawinan tersebut, maka membawa konsekuensi bahwa
perkawinan tersebut menjadi batal atau dianggap tidak pernah ada.
c) Status Anaknya:
Ada beberapa hal yang tidak berlaku surut atas putusan pengadilan mengenai batalnya
suatu perkawinan seperti yang dibahas dalam UU No. 1/1974 pasal 28 ayat (2) sebagai
berikut:
a) Anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut.
b) Suami atau istri yang bertindak dengan itikad baik, kecuali terhadap harta bersama,
bila pembatalan perkawinan didasarkan atas adanya perkawinan lain.
c) Orang-orang ketiga lainnya tidak termasuk dalam a dan b sepanjang mereka
memperoleh hak-hak dengan itikad baik sebelum keputusan tentang pembatalan
mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
Artinya:
Terhadap anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan
tersebut tetap merupakan anak yang sah dan tetap mempunyai hak untuk dipelihara
dan dibiayai semua kebutuhannya oleh kedua orang tuanya serta.
Pembahasan Soal Ujian Tengah Semester II Tahun 2014/2015
Mata Kuliah Hukum Perdata
Halaman 17
Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) www.mnj.my.id
b. Bisakah perkawinannya dibatalkan oleh Ludwig, dan bagaimana pengajuan pembatalannya?
Jawaban:
Bisa dengan proses pembatalan seperti di bawah ini:
1) Ludwig atau Kuasa Hukum Ludwig mendatangi Pengadilan Negeri (UU No.7/1989 pasal
73)
2) Kemudian Ludwig mengajukan permohonan secara tertulis atau lisan kepada Ketua
Pengadilan (HIR pasal 118 ayat (1)/Rbg pasal 142 ayat (1)), sekaligus membayar uang
muka biaya perkara kepada Bendaharawan Khusus.
3) Ludwig sebagai Pemohon, dan suami (atau beserta istri barunya) sebagai Termohon harus
datang menghadiri sidang Pengadilan berdasarkan Surat Panggilan dari Pengadilan, atau
dapat juga mewakilkan kepada kuasa hukum yang ditunjuk (UU No.7/1989 pasal 82 ayat
(2), PP No. 9/1975 pasal 26,27 dan 28 Jo HIR pasal 121,124 dan 125).
4) Ludwig dan Jessica secara pribadi atau melalui kuasanya wajib membuktikan kebenaran
dari isi (dalil-dalil) permohonan pembatalan perkawinan/tuntutan di muka Sidang
Pengadilan berdasarkan alat bukti berupa surat-surat, saksi-saksi, pengakuan salah satu
pihak, persangkaan hakim atau sumpah salah satu pihak (HIR pasal 164/Rbg pasal 268).
Selanjutnya hakim memeriksa dan memutus perkara tersebut.
5) Ludwig dan Jessica secara pribadi atau masing-masing menerima salinan putusan
Pengadilan Negeri atau Pengadilan Agama yang belum mempunyai kekuatan hukum
tetap.
6) Ludwig dan Jessica menerima Akta Pembatalan Perkawinan dari Pengadilan
7) Setelah anda menerima akta pembatalan, sebagai Ludwig segera meminta penghapusan
pencatatan perkawinan di buku register Kantor Catatan Sipil (KCS).
Pembahasan Soal Ujian Tengah Semester II Tahun 2014/2015
Mata Kuliah Hukum Perdata
Halaman 18
Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) www.mnj.my.id
c. Jelaskan asas perkawinan yang dianut oleh Undang-undang No. 1 Tahun 1974, dan bagaimana
dalam praktiknya?
Jawaban:
Asas perkawinan yang dianut oleh UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan adalah asas
monogami terbuka. Hal ini tampak jelas diatur dalam :
Pasal 3 ayat (1) yang menentukan bahwa pada asasnya dalam suatu perkawinan seorang pria
hanya boleh mempunyai seorang istri dan seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang
suami.
Namun ayat (2) menentukan bahwa pengadilan dapat memberikan izin kepada seorang suami
untuk beristri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
Formalitas untuk beristri lebih dari satu orang ini diatur dalam Pasal 4 dan 5 UU Perkawinan.
Yaitu harus dengan mengajukan permohonan kepada Pengadilan di daerah tempat tinggalnya.
Izin untuk berpoligami akan diberikan oleh Pengadilan apabila :
1) istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri;
2) istri mendapat cacat badan/atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan;
3) istri tidak dapat melahirkan keturunan.
Hal ini berbeda dengan asas perkawinan yang dianut oleh KUHPerdata yang menganut asas
mongami tertutup atau mutlak, yaitu bahwa suami hanya boleh mimiliki satu orang istri dalam
waktu yang sama dan sebaliknya.
Dalam Praktiknya:
Dari ketentuan diatas dapat disimpulkan bahwa meskipun UU No. 1 Tahun 1974 menganut
asas monogami, namun dalam hal ini suami yang seharusnya hanya memiliki satu orang istri
dalam satu waktu ternyata dapat memiliki lebih dari seorang istri (poligami) jika memenuhi
alas an-alasan sebagaimana telah diuraikan diatas.
Pembahasan Soal Ujian Tengah Semester II Tahun 2014/2015
Mata Kuliah Hukum Perdata
Halaman 19
Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) www.mnj.my.id
d. Jelaskan bagaimana analisis saudara terhadap perkawinan siri, perkawinan kontrak, dan
perkawinan di bawah tangan!
Jawaban:
Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami
istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa [Pasal 1 ayat (1)].
Pasal 2 ayat (1)
Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan
kepercayaannya itu.
Pasal 2 ayat (2)
Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
1) Perkawinan Siri
Perkawinan yang dilakukan oleh wali atau wakil wali dan disaksikan oleh para saksi,
tetapi tidak dilakukan dihadapan Petugas Pencatat Nikah sebagai aparat resmi pemerintah
atau perkawinan yang dicatatkan di Kantor Urusan Agama bagi yang beragama Islam atau
Kantor Catatan Sipil bagi yang tidak beragama Islam.
Akibat Hukum:
Sebelum adanya putusan MK No 46/PUU-VII/2010
Berdasarkan Pasal 42 dan Pasal 43 UU Perkawinan, anak hanya mempunyai hubungan
keperdataan dengan ibu dan keluarga ibu. Artinya si anak tidak mempunyai hubungan
hukum terhadap ayahnya. Didalam akta pernikahannya pun status anak tersebut dianggap
sebagai anak luar kawin, sehingga hanya dicantumkan nama ibu yang melahirkannya.
Setelah adanya putusan MK No 46/PUU-VII/2010
Menurut Hakim Mahkamah Konstitusi Pasal 43 UU Perkawinan, yang menyatakan anak
hanya mempunyai hubungan keperdataan dengan ibu dan keluarga ibu. Pasal tersebut
dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat selama dimaknai menghilangkan
hubungan perdata dengan laki-laki yang dapat dibuktikan dengan ilmu pengetahuan dan
teknologi dan/atau alat bukti lainnya menurut hokum ternyata mempunyai hubungan
darah sebagai ayahnya.
Sehingga dengan demikian Pasal 43 tersebut harus dimaknai jika dapat dibuktikan laki-
laki tersebut adalah ayah biologis dari anak tersebut. Maka anak tersebut dapat memiliki
hubungan keperdataan dengan ayahnya.
Pembahasan Soal Ujian Tengah Semester II Tahun 2014/2015
Mata Kuliah Hukum Perdata
Halaman 20
Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) www.mnj.my.id
2) Perkawinan Kontrak
Kawin Kontrak dalam Islam disebut mut’ah yang secara etimologis memiliki pengertian
“kenikmatan dan kesenangan”, jadi tujuan dari perkawinan tersebut hanya untuk
meperoleh kesenangan seksual. Di lain pihak menurut Syara’ mut’ah adalah seorang laki-
laki menikahi wanita dengan imbalan harta (uang) dengan batas waktu tertentu. Dalam
perkawinan mut’ah, masa perkawinan akan berakhir dengan tanpa adanya perceraian dan
tidak ada kewajiban bagi laki-laki untukmemberi nafkah, tempat tinggal, serta kewajiban
lainnya.
Jika merujuk pada Pasal 1320 KUHPerdata yeng mengatur mengenai syarat sah
perjanjian, salah satu syarat objektif dari perjanjian adanya kausa atau sebab yang halal.
Dalam hal ini jika suatu perkawinan tidak didasarkan karena sebab yang halal maka
perjanjian tersebut batal demi hukum. Oleh karena itu secara yuridis, kawin konrak tidak
diperbolehkan.
Selain itu, perkawinan kontrak biasanya tidak dicatat sehingga melanggar ketentuan
dalam Pasal 2 ayat (1) dan (2) UU No. 1 Tentang Perkawinan yang menyatakan bahwa
perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut kepercayaan agama masing-masing dan
dicatat oleh pejabat yang berwenang.
3) Perkawinan Dibawah Tangan
Perkawinan dibawah tangan adalah istilah lain dari perkawinan yang tidak dicatat oleh
pejabat yang berwenang sehingga melanggar ketentuan Pasal 2 ayat (1) dan (2) UU No. 1
Tahun 1974 sehingga perkawinan dianggap tidak sah secara yuridis.
Istilah “Nikah Di Bawah Tangan” adalah nikah tanpa adanya suatu pencatatan pada
instansi yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan. Nikah dibawah tangan
timbul setelah berlakunya UU Perkawinan secara efektif tahun 1975. Hukumnya sah
menurut hukum Islam sepanjang tidak ada motif “sirri”, tentunya juga telah memenuhi
ketentuan syari’ah yang benar.
Top Related