PEMBAHASAN PARAMETER STANDARISASI
Setelah mendapatkan ekstrak kental dari tanaman sereh (Cymbopogon nardus),
dilakukan penetapan standar mutu dari ekstrak tersebut. Persyaratan mutu ekstrak meliputi
parameter standar umum dan parameter standar spesifik. Standarisasi ini dimaksudkan agar
dapat menjamin bahwa produk ekstrak mempunyai nilai parameter tertentu yang konstan
(Depkes RI, 2000)
Pada pemeriksaan organoleptik ekstrak meliputi bentuk, warna, bau, dan rasa. Dari
pengamatan didapatkan hasil : ekstrak berkonsistensi kental, berwarna coklat kehitaman,
berbau khas aromatik dan berasa agak pedas. Penentuan organoleptik ini termasuk salah satu
parameter spesifik yang ditentukan dengan menggunakan panca indera dan bertujuan untuk
pengenalan awal secara sederhana dan subyektif.
Kadar senyawa yang terlarut dalam air dan dalam etanol dari ekstrak adalah 56,03%
untuk senyawa yang larut dalam air dan 19,27% untuk senyawa yang larut dalam etanol.
Berdasarkan Materia Medika Indonesia Jilid V, untuk ekstrak tanaman sereh, kadar sari yang
larut dalam air adalah tidak kurang dari 4,5 % dan kadar sari yang larut dalam alkohol adalah
tidak kurang dari 3 %. Hal ini menunjukkan bahwa hasil praktikum sesuai dengan teori dan
berarti ekstrak lebih banyak terlarut dalam air dibandingkan dalam etanol. Kadar zat terlarut
ini merupakan uji kemurnian ekstrak yang dilakukan untuk mengetahui jumlah terendah
bahan kimia kandungan ekstrak yang terlarut dalam pelarut tertentu. Untuk syarat kemurnian
dari simplisia maupun ekstrak minimum harus dilakukan uji penetapan kadar zat terekstraksi
dalam air dan etanol (Soetarno dan Soediro, 1997).
Susut pengeringan ekstrak diperoleh sebesar 91, 8536 %. Nilai ini menyatakan jumlah
maksimal senyawa yang mudah menguap atau hilang pada proses pengeringan. Nilai susut
pengeringan dalam hal khusus identik dengan kadar air jika bahan tidak mengandung minyak
atsiri dan sisa pelarut organik yang menguap. Susut pengeringan ditentukan untuk menjaga
kualitas ekstrak yang berkaitan dengan kemungkinan tumbuhnya jamur pada ekstrak.
Kadar air dalam ekstrak diperoleh 32,17%. Kadar air ditetapkan untuk menjaga
kualitas ekstrak. Di samping untuk penentuan kadar air, dapat juga untuk menentukan jumlah
zat lain yang mudah menguap pada ekstrak. Menurut literatur kadar air dalam ekstrak tidak
boleh lebih dari 10 %. Hal ini bertujuan untuk menghindari cepatnya pertumbuhan jamur
dalam ekstrak (Soetarno dan Soediro, 1997). Namun, dari hasil yang didapat menunjukkan
bahwa kadar air yang diperoleh melebihi dari batas literatur yang ada. Meskipun kadar air ini
identik dengan susut pengeringan, tetapi karena ekstrak sereh ini mengandung miyak atsiri,
maka nilai kadar air dan susut pengeringan menjadi tidak identik, sehingga nilai susut
pengeringan tidak bisa disamakan dengan nilai kadar air.
Penentuan kadar abu bertujuan untuk memberikan gambaran kandungan mineral
internal dan eksternal, disini ekstrak dipanaskan hingga senyawa organik dan turunannya
terdestruksi dan menguap sampai tinggal unsur mineral dan anorganik saja. Kadar abu
ekstrak didapat sebesar 4,91 %. Berdasarkan Materia Medika Indonesia Jilid V, untuk ekstrak
tanaman sereh, kadar abu yang diperbolehkan adalah tidak lebih dari 5 %. Hal ini
menunjukkan bahwa kadar abu yang didapat sesuai dengan teori dan dapat juga menunjukkan
bahwa sisa anorganik yang terdapat dalam ekstrak sebesar 4,91 %.
Bobot jenis ekstrak dihitung dengan menggunakan piknometer. Ekstrak yang
digunakan adalah ekstrak yang telah diencerkan 5 % dan 10 %. Didapatkan bobot jenis
sampel 5 % sebesar 1,015 m/v dan bobot jenis sampel 10 % sebesar 1,032 m/v. Ini
menggambarkan besarnya massa persatuan volume untuk memberikan batasan antara ekstrak
cair dan ekstrak kental, bobot jenis juga terkait dengan kemurnian dari ekstrak dan
kontaminasi (Depkes RI, 2000). Menurut standar yang telah ditetapkan, selisih dari bobot
jenis ekstrak 5% dengan 10% berkisar antara 0,3-0,5. Dari hasil praktikum pada ekstrak
dengan kadar 5 % dan 10 % didapatkan selisih sebesar 0,017. Hal ini menunjukkan bahwa
ekstrak yang didapatkan sudah sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Sampel yang
diuji masih bisa dikatakan murni karena memiki selisih bobot jenis yang sesuai dengan
literatur.
Pengujian cemaran bakteri termasuk salah satu uji untuk syarat kemurnian ekstrak.
Uji ini mencakup penentuan jumlah mikroorganisme yang diperbolehkan dan untuk
menunjukkan tidak adanya bakteri tertentu dalam ekstrak agar kita dapat mengetahui mutu
dari ektrak tersebut apakah sudah memenuhi standar kesehatan.. Setelah di inkubasi
didapatkan hasil koloni pada pengenceran 1:100 sebanyak 33 koloni dan pada pengenceran
1:1000 sebanyak 30 koloni. Hasil yang kami dapatkan sudah sesuai dengan literatur. Menurut
literatur semakin tinggi pengenceran maka jumlah koloni semakin sedikit. Tapi kondisi
pengujian tidak bisa dijadikan patokan yang baik dikarenakan pengujian ini tidak dilakukan
ditempat yang steril. Maka kemungkinan besar ada patogen dari luar ikut bercampur dalam
sampel ini. Hasil yang didapat jika dibandingkan dengan literatur yang ada, ekstrak ini sudah
memenuhi kelayakan, karena nilai ALT nya tidak melebihi standar yang ada, tapi pengujian
ekstrak tidak dilakukan ditempat yang tidak steril dan beserta alat-alatnya jadi hasil ini belum
bisa menentukan ekstrak ini sudah memenuhi standar yang baik.
Penentuan kandungan logam timbal (Pb), arsenik (As), dan kadmium (Cd) pada
ekstrak berguna untuk dapat menjamin bahwa ekstrak tidak mengandung logam berat
tersebut melebihi batas yang ditetapkan karena bersifat toksik terhadap tubuh. Agar
didapatkan data yang valid maka analisa dengan menggunakan metoda Spektrofotometri
Serapan Atom (SSA). SK Dirjen POM No 03725/B/SK/VII/89 tentang batas maksimum
cemaran logam dalam makanan menyatakan bahwa maksimum cemaran logam timbal dan
arsenik pada rempah-rempah sebesar 7 mg/kg dan 0,1 mg/kg. Menurut SNI 01-7387-2009
cemaran logam pada makanan sebesar 0,1 mg/kg. Setelah dilakukan pengujian diketahui
bahwa ekstrak tidak mengandung logam timbal, arsenik, maupun kadmium sehingga
memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
Kesimpulan dan Saran :
1. Secara organoleptik ekstrak adalah ekstrak kental, berwarna coklat kehitaman, bau
khas aromatis, dan rasa agak pedas. Kelarutan dalam air 56,03% dan kelarutan dalam
etanol 19,27%.
2. Susut pengeringan ekstrak 91, 8536 %. Kadar air ekstrak didapat sebesar 32,17%.
Kadar abu ekstrak 4,91 %. Bobot jenis ekstrak pada pengenceran 5 % sebesar 1,015
m/v dan pada pengenceran 10 % sebesar 1,032 m/v.
3. Total cemaran bakteri pada pengenceran 1:100 sebanyak 33 koloni dan pada
pengenceran 1:1000 sebanyak 30 koloni. Hasil yang kami didapat jika dibandingkan
dengan literatur yang ada, ekstrak ini sudah memenuhi kelayakan, karena nilai ALT
nya tidak melebihi standar yang ada, tapi pengujian ekstrak tidak dilakukan ditempat
yang tidak steril dan beserta alat-alatnya jadi hasil ini belum bisa menentukan ekstrak
ini sudah memenuhi standar yang baik.
4. Pada uji cemaran logam timbal, arsenik, dan kadmium dari ekstrak juga memenuhi
syarat standar yaitu sesuai dengan SK Dirjen POM No 03725/B/SK/VII/89 dan SNI
01-7387-2009 tentang batas maksimum cemaran logam dalam makanan.
Daftar pustaka :
Anonim. 1989. Materia Medika Indonesia Jilid V. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak
Tumbuhan Obat Edisi I. Jakarta : Direktorat Jenderal Pengawasan Obat Tradisional.
Soetarno, S dan I.S., Soediro. 1997. Standarisasi Mutu Simplisia dan Ekstrak Bahan Obat
Tradisional, Presidium Temu Ilmiah Nasional Bidang Farmasi.
Top Related