PELAKSANAAN PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN
BAGI PEMBAYAR ZAKAT DI BADAN AMIL ZAKAT
NASIONAL (BAZNAS) KABUPATEN SEMARANG PASCA
BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NO 23 TAHUN 2011
TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh:
ZAINAB
NIM: 214-13-001
JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
2017
i
PELAKSANAAN PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN
BAGI PEMBAYAR ZAKAT DI BADAN AMIL ZAKAT
NASIONAL (BAZNAS) KABUPATEN SEMARANG PASCA
BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NO 23 TAHUN 2011
TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh:
ZAINAB
NIM: 214-13-001
JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
2017
ii
iii
iv
v
MOTTO
SERUPA AIR KADANG TAK HARUS MENGALIR. SESEKALI
ANGKAT KEATAS UNTUK MENCIPTAKAN SESUATU YANG BARU
ATAU SESUATU YANG BERULANG.
(Zainab)
JANGAN BANYAK MENCARI BANYAK, CARILAH BERKAH.
BANYAK BISA DIDAPAT DENGAN HANYA MEMINTA. TAPI
MEMBERI AKAN MENDATANGKAN BERKAH.
(Gus Mus)
KAU AKAN BERHASIL DALAM SETIAP PELAJARAN, DAN KAU
HARUS PERCAYA AKAN BERHASIL, DAN BERHASILAH KAU;
ANGGAP SEMUA PELAJARAN MUDAH, DAN SEMUA AKAN
MENJADI MUDAH; JANGAN TAKUT PADA PELAJARAN
APAPUN, KARENA KATAKUTAN ITU SENDIRI KEBODOHAN
AWAL YANG AKAN MEMBODOHKAN SEMUA.
(Pramoedya Ananta Toer)
vi
PERSEMBAHAN
1. Apakku Ahmad Itqon dan Mamaku Muallimah yang telah mencurahkan kasih
sayang dan do’anya kepada saya.
2. Abah Mahfudh Ridlwan,L.c. selaku Pengasuh Pondok Pesantren Edi Mancoro
yang telah memberikan suri tauladan serta doanya.
3. Kakak dan adek-adekku tercinta dek Nasirotul Ulya (adek sekaligus Sahabat),
Kak Lu’luatus Salamah , Kak Sihab, dek alul, dek obih, Kak Nurul Mubin,
Kak Fidzin, Kak Bus yang telah memberikan dukungan dan doanya.
4. Pamanku yang selalu mendukung kemauanku serta memberi arahan ketika
aku kehilangan arah Samsul Bahri.
5. Dosen pembimbing sekaligus dosen favorit Ibu Evi Ariyani, M.H., yang telah
meluangkan waktunya untuk membimbing saya tidak hanya dalam
penyelesaian skripsi ini.
6. Untuk seseorang yang telah rela membantu dalam penyusunan skripsi ini,
H. Muhammad Ali Zakariya Ansori, Jazaakallahu Khairan bang..
7. Mas Muhammad Haris dan mbakyuku Durrotun Nashihah, terimakasih atas
dedikasinya selama saya berada di Salatiga.
8. Sahabat-sahabatku Khoiriyatun Kholidiyah, Qisthi Faradina, Faiqotul
Himmah, Arfias Wirda, Sabilatul Masruroh, Niken Rinda Safitri, Selly Ulvia
Kholida, M. Faidlul Ma’ali, Imam Ahmad Shodiqin, Adib Baihaqi, Endang Tri
Wahyuni, Sirril Inay, Siti Azizah, Athiyah Atsniah, Vj Taufik, munandarares
yang senantiasa menginspirasi dan memberikan semangat.
vii
9. Keluarga besar Ya Bismillah (Youth Association of Bidikmisi Limardhotillah)
IAIN Salatiga.
10. Keluarga Besar Pondok Pesantren Edimancoro
11. Teman seperjuanganku seluruh mahasiswa Hukum Ekonomi angkatan 2013
viii
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan
hidayah-Nya kepada penyusun, sehingga penyusun dapat menyelesaikan skripsi
ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi
Agung Muhammad SAW yang senantiasa dinanti-nantikan syafa‟atnya kelak di
yaumul qiyamah.
Penyusunan skripsi dengan Judul “Pelaksanaan Pengurangan Pajak
Penghasilan bagi Pembayar Zakat di Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS)
Kabupaten Semarang pasca berlakunya Undang-Undang No 23 Tahun 2011
Tentang Pengelolaan Zakat” adalah untuk memenuhi salah satu syarat
memperoleh gelar akademik Sarjana Hukum di Institut Agama Islam Negeri
(IAIN) Salatiga.
Penyusun menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan berjalan
dengan baik tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, penyusun
menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor Institut Agama Islam
Negeri (IAIN) Salatiga.
2. Ibu Dr. Siti Zumrotun, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Syariah
3. Ibu Evi Ariyani, S.H., M.H., selaku Ketua Jurusan Hukum Ekonomi Syariah
dan Dosen Pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan dan
bimbingan hingga skripsi ini selesai.
ix
4. Bapak Prof. Dr. Muh. Zuhri, M.A. selaku dosen pembimbing akademik yang
telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiranya guna memberikan bimbingan
dan arahan dengan penuh kesabaran dan keikhlasan.
5. Bapak dan Ibu dosen serta seluruh karyawan IAIN Salatiga yang telah
memberikan ilmu dan bimbinganya kepada penulis.
6. Kedua orang tua yang selalu memberikan dukungan moral dan material.
7. Kepada Pengurus BAZNAS Kabupaten Semarang yang telah membantu dan
berkenan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang saya ajukan guna
menyelesaikan skripsi ini.
8. Kepada Pegawai KPP Pratama Salatiga, khususnya Bu imey yang telah
membantu dan berkenan memberikan masukan dan arahan kepada saya guna
menyelesaikan skripsi ini.
Selanjutnya penyusun hanya dapat berdo‟a “jazakumullahu khairal jaza’
jazaan katsiran”. Penyusun sangat menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari
pembaca sangat berharga bagi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya, penyusun
hanya bisa berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada
umumnya dan penyusun pada khususnya.
Salatiga, 11 Mei 2017
x
ABSTRAK
Zainab. 2017. (Pelaksanaan Pengurangan Pajak Penghasilan bagi Pembayar
Zakat di Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Kabupaten Semarang Pasca
Berlakunya Undang-undang No 23 Tahun 2011). Skripsi Fakultas Syari‟ah.
Jurusan Hukum Ekonomi Syariah. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.
Pembimbing : Evi Ariyani, S.H., M.H.
Kata Kunci: Pajak, Zakat, UU No 23 Tahun 2011.
Lahirnya Undang-undang No 23 Tahun 2011 sebagai pengurang
penghasilan kena pajak bagi pembayar zakat merupakan salah satu perpaduan
yang menarik yang mana selain untuk menggugurkan kewajiban membayar zakat
akan mendorong untuk saling mendukung program pemerintah. Dari latar
belakang tersebut, dilakukan penelitian guna mengkaji rumusan masalah,
diantaranya yaitu: (1) Bagaimana Pelaksanaan Pengurangan Pajak Penghasilan
bagi Pembayar zakat di Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Kabupaten
Semarang Pasca Berlakunya Undang-undang No 23 tahun 2011 tentang
Pengelolaan Zakat? ; (2) Apakah hambatan-hambatan yang dihadapi terkait
Pelaksanaan Pengurangan Pajak Penghasilan bagi Pembayar zakat di Badan Amil
Zakat Nasional BAZNAS Kabupaten Semarang Pasca Berlakunya Undang-
undang No 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat?
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Jenis penelitian
kualitatif yaitu dengan pendekatan yuridis normatif empiris. Penulis meneliti
terhadap pelaksanaan Pengurangan Pajak dengan mencocokkan norma atau
peraturan yang ada dalam perundang-undangan dan juga implementasi ketentuan
hukumnya. Pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh melalui observasi,
wawancara dan dokumentasi.
Pelaksanaan di BAZNAS Kabupaten Semarang telah sesuai peraturan
yang ada namun masih dalam prosentase sedikit. Adapun pelaksanaan
administratifnya dengan cara pihak BAZNAS menerbitkan Bukti Setor Zakat
(BSZ) kepada Wajib Pajak dan Wajib Pajak melampirkannya Surat
Pemberitahuan Tahunan (SPT) pajak. Ketentuan zakat yang menjadi Pengurang
Pajak diperkenankan apabila nyata-nyata dibayarkan Wajib Pajak Orang Pribadi
Pemeluk agama Islam. Cara melakukan Pengurangan Pajak Penghasilan hanya
mencantumkan jumlah zakat dibawah kolom penghasilan kotor (Bruto). Adapun
hambatannya adalah Kurang optimalnya sosialisasi baik dari Badan Amil Zakat
Nasional (BAZNAS) dan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama; kurang
percayanya pihak muzakki untuk menyalurkannya di Badan Amil Zakat Nasional
(BAZNAS); adanya perbedaan penafsiran perhitungan pengurangan pajak bagi
lembaga terkait; masyarakat tidak sadar hukum; pihak pajak merasa tidak
diuntungkan dengan adanya peraturan pengurangan pajak bagi pembayar zakat.
xi
DAFTAR ISI
SAMPUL
LEMBAR BERLOGO
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN NOTA PEMBIMBING ii
HALAMAN PENGESAHAN iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN iv
HALAMAN MOTTO v
HALAMAN PERSEMBAHAN vi
KATA PENGANTAR viii
ABSTRAK x
DAFTAR ISI xi
DAFTAR TABEL xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Rumusan Masalah 6
C. Tujuan Penelitian 7
D. Kegunaan Penelitian 7
E. Penegasan Istilah 8
F. Tinjauan Pustaka 10
G. Metode Penelitian 13
H. Sistematika 17
BAB II KAJIAN PUSTAKA
xii
A. Tinjauan Umum Tentang Zakat 19
1. Pengertian Zakat 19
2. Pihak yang Berhak atas Zakat 22
3. Prinsip, Fungsi dan Tujuan Zakat 25
4. Macam-Macam Zakat 29
5. Zakat Profesi 32
B. Tinjauan Umum Tentang Pajak 35
1. Pengertian Pajak 35
2. Fungsi Pajak 37
3. Jenis Pajak 38
4. Sistem Pemungutan Pajak 39
5. Tata Cara Pemungutan Pajak 42
6. Tarif Pajak 44
7. Pajak Penghasilan 54
8. Wajib Pajak 58
C. Pajak Menurut Syari‟ah 58
BAB I PENDAHULUAN
A. Tinjauan Umum tentang (BAZNAS) Kabupaten Semarang 65
1. Sejarah Berdirinya 65
2. Visi Misi 66
3. Dasar Hukum 66
4. Struktur Organisasi 67
5. Tugas dan Fungsi Pokok 70
xiii
6. Layanan 71
7. Pengumpulan dan Sumber Dana 72
8. Penganggaran Dana 73
9. Pemtasyarufan Dana 74
10. Prosedur Pentasyarufan 76
B. Pelaksanaan Prosedur di BAZNAS 79
BAB IV PELAKSANAAN PENGURANGAN PPH BAGI PEMBAYAR
ZAKAT
A. Tinjauan Umum Tentang KPP Pratama Salatiga 84
1. Sejarah 84
2. Visi dan Misi 87
3. Tugas Pokok 88
4. Fungsi 80
5. Struktur Organisasi 89
6. Uraian Tugas 90
B. Prosedur Pengurangan Pajak di KPP Pratama 95
C. Contoh Pelaksanaan Wajib Pajak 101
D. Hambatan-hambatan 108
BAB V PENUTUP
A. KESIMPULAN 111
B. SARAN 112
DAFTAR PUSTAKA 114
LAMPIRAN
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1Perhitungan PKP Orang Pribadi .................................................................. 44
Tabel 2.2 Perhitungan PTKP Tidak Kawin ................................................................ 51
Tabel 2.3 Perhitungan PTKP Kawin Istri Tidak Bekerja ............................................ 52
Tabel 2.4 Perhitungan PTKP Kawin Istri Bekerja ...................................................... 52
Tabel 2.5 Perhitungan PTKP Badan ........................................................................... 54
Tabel 2.6 Perhitungan PTKP Orang Pribadi ............................................................... 54
Tabel 3.1 Susunan Pengurus BAZNAS Dewan Pertimbangan ................................... 68
Tabel 3.2 Susunan Pengurus BAZNAS Dewan Pengawas ......................................... 68
Tabel 3.3 Susunan Pengurus BAZNAS Dewan Pelaksana ......................................... 69
Tabel 4.1 Susunan Pegawai KPP Pratama Salatiga .................................................... 89
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Zakat merupakan rukun Islam yang ketiga setelah syahadat dan sholat,
sehingga merupakan ajaran yang sangat penting bagi kaum muslimin. Bila
saat ini kaum muslimin sudah faham tentang kewajiban sholat dan
manfaatnya dalam membentuk kesholehan pribadi. Namun tidak demikian
pemahamannya terhadap kewajiban terhadap zakat yang berfungsi untuk
keshalehan sosial. Implikasi keshalehan sosial ini sangat luas, kalau saja kaum
muslimin memahami tentang hal tersebut. Pemahaman sholat sudah merata
dikalangan kaum muslimin, namun belum demikian terhadap zakat.
Indonesia sebagai negara yang berpenduduk mayoritas Islam memiliki
potensi yang besar dari penerimaan pajak melalui zakat. Seperti diketahui
penerimaan negara didominasi oleh penerimaan dari sektor pajak. Seiring
dengan perkembangan ekonomi, peraturan-peraturan perpajakan tentu banyak
pula yang tidak sesuai dengan tuntutan perekonomian, sehingga pemerintah
perlu untuk melakukan informasi undang-undang perpajakan yang diharapkan
dapat menjawab dan menyelesaikan masalah-masalah dibidang perpajakan.
Selama ini sebagian dari masyarakat, baik aparat pajak akan berusaha untuk
mengenakan pajak yang sebesar-besarnya, sedangkan wajib pajak akan
berusaha untuk membayar pajak yang sekecil-kecilnya. Seolah-olah terdapat
2
jurang pertentangan yang besar antara aparat pajak dengan wajib pajak
(Sangudi, 2000:27).
Pada hakikatnya zakat adalah bagian tertentu yang ada pada harta
orang Islam yang wajib dikeluarkan atas perintah Allah untuk kepentingan
orang lain menurut kadar yang ditentukan-Nya. Pengeluaran itu diwajibkan
sebagai tanda syukur manusia atas nikmat dan karunia Allah, mendekatkan
diri kepada-Nya dan juga sebagai pembersih harta itu sendiri serta diri muslim
yang melaksanakannya.
Sebagaimana firman Allah dalam surah Al-Baqarah: 267
األسض آأخشخب نكى ي ي ءايا أفقا ي طجبد يبكغجزى ب انز بأ
ل ا أ اعه ضا ف إ أ رغ نغزى ثئبخز رفق ا انخجث ي ر
ذ ح هللا غ
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan
Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa
yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih
yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu
sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata
terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.
(QS.Al-Baqarah: 267)
Sedangkan pajak, pada hakikatnya adalah kewajiban material seorang
warga pada negaranya untuk dibayar menurut ukuran yang telah ditentukan
mengenai kekayaan dan pribadi seseorang, dan dipergunakan untuk
membiayai pengeluaran-pengeluaran negara (Ali, 1988: 50).
3
Dari pemaparan diatas maka zakat dan pajak sama-sama kewajiban
yang harus dilakukan. Namun, dualisme pemungutan ini pada gilirannya tentu
akan menyulitkan pemilik harta atau pemilik penghasilan. Kontraksi dana
dengan dualisme sistem ini potensial menimbulkan efek yang kontra produktif
dalam konteks mensejahterakan rakyat.
Memperbincangkan relasi zakat dan pajak di Indonesia adalah sebuah
hal penting, karena beberapa hal berikut ini:
1. Keduanya merupakan hal yang signifikan di dalam upaya pensejahteraan
rakyat, karena kenyataan mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam
dan kenyataan lain bahwa pajak adalah primadona penerimaan negara.
2. Keduanya memiliki kesamaan. Qardhawi mengungkapkan persamaan
antara zakat dan pajak dalam beberapa hal; (a) keduanya miliki unsur
paksaan, (b) keduanya harus disetorkan kepada lembaga (c) keduanya
tidak menyediakan imbalan tertentu, (d) keduanya memiliki tujuan ke
masyarakatan, ekonomi, politik disamping tujuan keuangan.
3. Keduanya memiliki perbedaan. Masih menurut Qardhawi, keduanya
memiliki perbedaan dalam beberapa hal yakni dalam hal nama dan
etikanya, dalam hal hakikat dan tujuannya, dalam hal nisab dan
ketentuannya, dalam hal kelestarian dan kelangsungannya, dalam hal
pengurangannya, dalam hal hubungan dengan penguasa dan dalam hal
maksud dan tujuannya(Qardhawi, 1988:995).
Lahirnya UU No 38 Tahun 1999 yang kemudian diganti oleh UU No
23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat merupakan bukti adanya perhatian
4
serius dari pemerintah dalam mengatur kaitannya antara zakat yang
dibayarkan masyarakat sebagai pelaksanaan kewajiban beragama dengan
pajak yang dibayarkan kepada negara yang merupakan kewajiban kenegaraan
bagi setiap negara. Dalam UU No 23 Tahun 2011 yang secara khusus diatur
dalam Pasal 22 dan Pasal 23 yang menyebutkan bahwa “Zakat yang
dibayarkan oleh muzaki kepada BASNAS atau LAZ dikurangkan dari
penghasilan kena pajak”. Dan Pasal 23 menyebutkan “BAZNAS dan LAZ
wajib memberikan bukti setoran zakat kepada muzakki, yang nantinya bukti
setoran tersebut digunakan sebagai pengurang penghasilan kena pajak”.
Dengan berlakukannya peraturan mengenai pajak UU No 36 Tahun
2008 tentang perubahan UU No 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
yang diberlakukan mulai tahun pajak 2009 kendala tersebut dapat diatasi,
karena perlakuan zakat sebagai pengurangan telah diatur dalam UU PPh yang
baru yaitu bahwa zakat (yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga
amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima
oleh penerima zakat yang berhak) bukan merupakan objek pajak bagi si
penerima serta zakat atas penghasilan boleh dikurangkan dari penghasilan
kena pajak. Salah satu yang dipungut oleh pemerintah terkait dengan zakat
sebagai pengurang pajak adalah pajak atas penghasilan. Dalam UU No 36
Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan diatur dalam Pasal 4 ayat 1
“Penghasilan didefinisikan sebagai setiap tambahan kemampuan ekonomis
yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia
maupun dari luar Indonesia”. Kemudian didukung dengan adanya Peraturan
5
Pemerintah No 18 Tahun 2009 tentang “Bantuan atau sumbangan termasuk
zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib yang dikecualikan dari
objek pajak penghasilan.”
Dalam hal ini juga diperkuat adanya Peraturan Pemerintah No 14
Tahun 2014 tentang pelaksanaan UU No 23 Tahun 2011 mengenai zakat
sebagai Pengurangan Pajak. Dan didukung adanya Inpres Nomor 3 Tahun
2014 semakin menguatkan peran negara dalam pengaturan zakat, sebagai
salah satu sumber dana untuk mengurangi kemiskinan di Indonesia.
Berdasarkan undang-undang diatas zakat dan pajak ternyata memiliki
hubungan reduktif yaitu zakat atas pengahasilan kena pajak sebagai dasar
perhitungan pajak. Adapun syarat zakat agar dapat dibiayakan
(diperhitungkan sebagai pengurang) menurut Pasal 9 UU No 36 Tahun 2008
adalah ”Dibayarkan kepada Badan Amil Zakat (BAZ) atau Lembaga Amil
Zakat (LAZ) yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah”.
Dari tinjauan singkat ini dapat disimpulkan bahwa Negara Indonesia
sudah mengakomodasi kerancuan sistem pajak dan zakat. Disamping itu pun
banyak masyarakat yang belum memahami bahwa zakat yang sudah
dikeluarkan dapat dijadikan pengurang penghasilan bruto dengan
menempatkan zakat sebagai unsur pengurang penghasilan bruto yang akan
diproses lebih lanjut untuk menjadi dasar pengenaan pajak. Sistem ini juga
dianggap belum sepenuhnya membuat pajak dan zakat saling menggantikan
karena dampak pengurangan ini tidak signifikan dan hanya zakat yang
6
diserahkan ke LAZ atau BAZ yang didirikan atau disahkan oleh pemerintah.
Jika pemenuhan kewajiban zakat sudah optimal dan peranannya bagi ekonomi
negara makin besar maka ada kemungkinan posisinya makin sejajar dengan
pajak sehingga dapat betul betul saling menggantikan.
Dengan demikian penelitian posisi zakat yang dikaitkan dengan pajak
dalam kasus Indonesia khususnya di Kabupaten Semarang yang memberikan
peluang bagi umat Islam yang menunaikan zakat untuk dapat mengurangkan
zakat yang dibayar itu kepada penghasilan kena pajak kiranya sangat penting
untuk ditelaah lebih lanjut sehingga dapat memberikan pemahaman yang utuh
dan akurat kepada masyarakat.
Atas dasar itulah penyusun berkeinginan untuk melakukan penelitian
mengenai bagaimana PELAKSANAAN PENGURANGAN PAJAK
PENGHASILAN BAGI PEMBAYAR ZAKAT DI BAZNAS
KABUPATEN SEMARANG PASCA BERLAKUNYA UNDANG-
UNDANG NO 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana pelaksanaan pengurangan pajak penghasilan bagi pembayar
zakat di Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) kabupaten semarang
pasca berlakunya UU No 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat?
2. Apakah hambatan-hambatan yang dihadapi terkait pelaksanaan
pengurangan pajak penghasilan bagi pembayar zakat di Badan Amil
7
Zakat Nasional (BAZNAS) Kabupaten Semarang pasca berlakunya UU
No 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat?
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Untuk mengetahui pelaksanaan pengurangan pajak penghasilan bagi
pembayar zakat di Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Kabupaten
Semarang Pasca Berlakunya Undang-undang No 23 tahun 2011 tentang
Pengelolaan Zakat.
2. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi terkait pelaksanaan
pengurangan pajak penghasilan bagi pembayar zakat di Badan Amil
Zakat Nasional (BAZNAS) Kabupaten Semarang Pasca Berlakunya
Undang-undang No 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.
D. KEGUNAAN PENELITIAN
Adapun kegunaan Penelitian yang diharapkan dari adanya penelitian
ini, yaitu:
a. Secara teoritis dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan yang lebih
mendalam tentang pengurangan pajak bagi pembayar zakat serta untuk
memberikan acuan referensi dan saran pemikiran bagi kalangan
akademisi untuk menunjang perkembangan penulisan selanjutnya.
b. Secara praktis diharapkan penelitian ini memberikan pengetahuan bagi
masyarakat untuk mengetahui lebih jauh adanya pengurangan pajak bagi
pembayar zakat.
8
E. PENEGASAN ISTILAH
Agar tidak menimbulkan masalah dalam pemahaman terhadap judul
skripsi ini maka perlu kiranya penulis menegaskan istilah tersebut
1. Zakat
Perkataan zakat berasal dari kata zaka artinya tumbuh dengan
subur. Makna lain kata zaka, sebagaimana digunakan dalam al-Qur‟an
adalah suci dari dosa. Dalam kitab-kitab hukum Islam, perkataan zakat itu
artikan dengan suci, tumbuh dan berkembang serta berkah. Dan jika
pengertian itu dihubungkan dengan harta, maka menurut ajaran islam,
harta yang dizakati itu akan tumbuh berkembang, bertambah karena suci
dan berkah (membawa kebaikan bagi hidup dan kehidupan yang punya)
(Daud, 1988: 12).
Dapat dirumuskan zakat adalah distribusi kekayaan dikalangan
umat Islam, untuk mempersempit jurang pemisah antara orang kaya
dengan orang miskin dan menghindari pemupukan kekayaan ditangan
seseorang.
Sebagaimana firman Allah:
لح ا انص أق اكع اسكعا يع انش كبح آرا انض
Artinya : “ dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah
beserta orang-orang yang ruku’”. (QS. Al-Baqarah:43)
Zakat yang dapat dijadikan sebagai pengurang pajak hanyalah
zakat mal yang termaktub dalam Pasal 4 UU No 23 Tahun 2011 bahwa “
9
zakat meliputi zakat mal dan zakat fitrah, zakat mal sendiri meliputi (a)
emas, perak, dan logam mulia lainnya (b) uang dan surat berharga
lainnya (c) perniagaan (d) pertanian, perkebunan dan kehutanan (e)
peternakan dan perikanan (f) pertambangan (g) perindustrian (h)
pendapatan dan jasa (i) rikaz. Zakat mal yang dimaksud dalam pasal ini
merupakan harta yang dimiliki oleh muzakki perseorangan atau badan
usaha. Syarat dan tata cara perhitungan zakat mal dan zakat fitrah
dilaksanakan sesuai dengan syariat Islam.”
2. Pajak Penghasilan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pajak diartikan sebagai
pemugutan wajib, biasanya berupa uang yang harus dibayar oleh
penduduk sebagai sumbangan wajib kepada negara atau pemerintah
sehubungan dengan pendapatan, pemilikan, harga beli barang dan
sebagainya (Soemitro, 1988:1).
Pajak menurut para ahli keuangan ialah kewajiban yang ditetapkan
terhadap wajib pajak, yang harus disetorkan kepada negara sesuai dengan
ketentuan, tanpa mendapat prestasi kembali dari negara dan hasilnya
untuk membiayai pengeluaran umum satu pihak untuk merealisir
sebagian tujuan ekonomi, sosial, politik, dan tujuan-tujuan lain
(Qardhawi:999).
Pajak adalah gejela masyarakat, artinya pajak hanya ada didalam
masyarakat. Jika tidak ada masyarakat, tidak akan ada pajak. Masyarakat
10
adalah kumpulan manusia yang ada pada suatu waktu yang berkumpul
untuk tujuan tertentu (Hafidudin, 2002:14).
3. Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS)
Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) adalah lembaga yang
melakukan pengelolaan zakat secara nasional. BAZNAS merupakan
lembaga pemerintah nonstrultural yang bersifat mandiri dan
bertanggungan jawab kepada presiden melalui Menteri Agama.
BAZNAS sendiri dibentuk berdasarkan UU No 23 Tahun 2011
tentang Pengelolaan Zakat. Pembentukan BAZNAS pertama kali
ditetapkan dengan Keputusan Presiden No 8 Tahun 2001 tentang Badan
Amil Zakat Nasional sesuai amanat UU No 38 Tahun 1999 tentang
Pengelolaan Zakat yang berlaku saat itu. Setelah perubahan regulasi
BAZNAS berstatus sebagai lembaga pemerintah nonstruktural yang
bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri
Agama.
F. TINJAUAN PUSTAKA
Penulis menemukan beberapa judul skripsi yang pernah ditulis oleh
mahasiswa sebelumnya yang berkaitan dengan judul skripsi yang akan diteliti
oleh penulis yang sekiranya dapat dijadikan sebagai studi review, yaitu:
Dalam bentuk skripsi, studi tentang zakat dan pajak telah banyak
dilakukan. Adapun yang membahas tentang zakat dan pajak salah satunya
adalah Penelitian yang dilakukan oleh Mariah. Dengan judul “Zakat sebagai
pengurang penghasil kena pajak (studi terhadap pelaksanaan UU zakat di
11
kabupaten Bekasi)” penelitian ini menjawab bahwa adanya UU Nomor 17
tahun 2000 bahwasanya zakat dapat menjadi pengurang penghasilan kena
pajak sehingga dapat mengurangi beban ganda kewajiban yang harus dibayar
oleh orang muslim. UU tersebut cukup berhasil menjawab permasalahan
kewajiban antara zakat dan pajak, namun pelaksanaannya nampaknya belum
bisa maksimal. Dalam skripsi ini pengurangan pajak yang dilakukan adalah
menggunakan UU yang lama dimana posisi Badan Amil Zakat Nasional
(BAZNAS) sangat tidak berperan dalam pemerintah, berbeda dengan UU
yang baru dimana posisi Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) berada
dalam lembaga nonstruktur pemerintah. Selain itu, pelaksanaan yang ada
dalam skripsi ini hanya menggambarkan pelaksanaan di Badan Amil Zakat
Nasional (BAZNAS) saja tanpa memperdulikan pelaksanaan dikantor
pajaknya.
Skripsi Mia Yulfitria dalam skripsi yang berjudul “Sikap Masyarakat
atas Kewajiban Ganda Membayar Zakat dan Pajak (Studi di Desa Sitimulyo,
Piyungan, Bantul, Yogyakarta)”, dimana masyarakat cenderung untuk lebih
memilih membayar pajak dari pada membayar zakat, karena mereka lebih
cenderung membayar zakatnya langsung kepada orang-orang yang
membutuhkan yang berada di lingkungan sekitarnya daripada
membayarkannya di lembaga zakat dengan tujuan agar lebih mudah. Skripsi
ini cenderung mengkaji sikap seseorang dalam membayar zakat tidak
menyangkut tentang mekanisme pengurangan pajak bagi pembayar zakat
yang penyusun lakukan.
12
Penelitian yang dilakukan oleh Nur Hasan. Dengan judul “Pengaturan
Zakat dan Pajak untuk Keadilan Sosial (Studi Pemikiran Masdar Farid
Mas‟udi)” penelitian ini menyimpulkan bahwa pada dasarnya spirit zakat itu
sama dengan spirit pajak yang sepenuhnya dipergunakan untuk kesejahteraan
rakyat dan operasional negara, bahwasanya Masdar ingin mengembalikan
konsep zakat dan pajak seperti zaman Rasullah SAW, yakni dikelola
sepenuhnya oleh Negara, namun untuk konteks Negara Indonesia yang
berbentuk Republik maka zakat dan pajak harus disatukan agar tidak terjadi
dua beban kewajiban terutama pada orang Islam. Pemikiran Masdar untuk
menyatukan zakat ke dalam pajak adalah berdasarkan dalil qath’i dan zanni.
Penelitian membahas pemikiran tokoh terhadap penyatuan zakat dan pajak
tentunya sangat berbeda dengan pelaksanaan atau mekanisme pengurangan
pajak bagi pembayar zakat.
Dari sekian banyak yang membahas antara zakat dan pajak, maka
penulis membahas tentang pelaksanaan pengurangan pajak penghasilan bagi
pembayar zakat di Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Kabupaten
Semarang pasca berlakunya Undang-Undang No 23 Tahun 2011 tentang
Pengelolaan Zakat.
G. METODE PENELITIAN
1. Jenis Penelitian dan Pendekatan
Jenis penelitian ini adalah kualitatif yaitu dengan pendekatan
yuridis normatif empiris. Penulis meneliti Pelaksanaan terhadap
pengurangan pajak bagi pembayar zakat yang kemudian mencocokkan
13
dengan Undang-Undang yang ada. Kemudian mengenai implementasi
ketentuan hukum yang ada dalam pelaksanaan pengurangan pajak.
2. Kehadiran Peneliti
Pada penelitian ini penulis hadir di Kantor BAZNAS Kabupaten
Semarang dan KPP Pratama Salatiga untuk mengetahui secara langsung
bagaimana proses pelaksanaan pengurangan pajak bagi pembayar zakat.
3. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di BAZNAS Kabupaten Semarang Jl.
Slamet Riyadi No.03 Ungaran dan KPP Pratama Salatiga Jl. Diponegoro
No. 163, Sidorejo Lor Kota Salatiga.
4. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Sumber data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari
responden dan yang diperoleh dari lapangan yang menjadi objek
penelitian (Munawaroh, 2012:82).
1) Informan
Informan adalah orang yang dapat memberikan informasi
tentang situasi dan kondisi latar penelitian (Moleong, 2000: 90).
Dalam penelitian yang menjadi informan adalah pegawai
BAZNAS, pegawai KPP Pratama Salatiga, dan wajib pajak yang
membayarkan zakatnya di BAZNAS.
14
2) Dokumen
Dalam hal penelitian ini dokumen yang digunakan adalah
formulir, surat keterangan dan surat-surat penting yang
berhubungan dengan pelaksanaan pengurangan pajak penghasilan
bagi pembayar zakat.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah sumber data yang digunakan untuk
mendukung data primer. Misalnya berupa Undang-Undang No 23
Tahun 2011, buku-buku atau hasil penelitian yang terkait dengan
pengurangan pajak penghasilan bagi pembayar zakat.
5. Teknik pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan secara langsung dari sumbernya ditempat
penelitian. Pada pengumpulan data secara primer, penulis menggunakan
beberapa teknik guna memperoleh data antara lain:
a. Observasi adalah sebuah pengamatan dan pencatatan dengan
sistematik mengenai fenomena yang diteliti (Parmono: 131). Pada
pedoman ini berisi tentang pengamatan peneliti terhadap kesesuaian
pelaksanaan pengurangan pajak penghasilan bagi pembayar zakat di
Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Kabupaten Semarang pasca
berlakunya Undang-Undang No 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan
Zakat hasil dari informasi tersebut hingga kendala-kendala yang
dihadapi Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Kabupaten
Semarang mengenai pengurangan pajak penghasilan bagi pembayar
15
zakat.
b. Wawancara/ interview adalah metode pengumpulan data dengan
proses tanya jawab dengan cara lisan dimana dua orang atau lebih
saling berhadapan secara fisik Wawancara yang akan dilakukan oleh
peneliti menggunakan pedoman wawancara terstruktur. Dalam
wawancara terstruktur ini, peneliti akan memberikan pertanyaan
terhadap pengurus BAZNAS Kabupaten Semarang mengenai
pengurangan pajak penghasilan bagi pembayar zakat dan
mencatat/merekam setiap hasil wawancara yang sudah dilaksanakan.
c. Dokumentasi adalah merupakan teknik pengumpulan data yang
peneliti gunakan untuk mengumpulkan data dari dokumen yang ada
kaitannya dengan penelitian skripsi.
6. Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif,
yaitu menganalisa data yang tersedia dari hasil wawancara, catatan
lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke
dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa,
menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan
dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah difahami oleh diri
sendiri maupun orang lain (Sugiyono: 244). Analisis data dianalisa secara
induktif yaitu dengan cara pengambilan kesimpulan dimulai dari
pernyataan atau fakta-fakta khusus menuju pada kesimpulan yang bersifat
16
umum (Munawaroh, 2012:20). Mengumpulkan informasi dari Pengurus
BAZNAS dan Pegawai KPP Pratama Salatiga.
7. Pengecekan Keabsahan Data
Pengambilan data-data melalui tiga tahapan, diantaranya yaitu
tahap pendahuluan, tahap penyaringan dan tahap melengkapi data yang
masih kurang. Dari ketiga tahap itu, untuk pengecekan keabsahan data
banyak terjadi pada tahap penyaringan data. Oleh sebab itu, jika terdapat
data yang tidak relavan dan kurang memadai maka akan dilakukan
penyaringan data sekali lagi dilapangan, sehingga data tersebut memilki
kadar validitas yang tinggi.
Moleong (2011) berpendapat bahwa dalam pengertian diperlukan
suatu teknik pemeriksaan keabsahan data. Sedangkan untuk memperoleh
keabsahan temuan perlu diteliti kredibilitasnya dengan menggunakan
teknik trianggulasi yaitu pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan
suatu yang lain diluar data untuk keperluan pengecekan atau pembanding
terhadap data. Trianggulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
trigulasi sumber data dengan cara membandingkan dan mengecek balik
derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu alat
yang berbeda dalam metode kualitatif. Sehingga perbandingan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah pengamatan terhadap bagaimana
pelaksanaan pengurangan pajak penghasilan bagi pembayar zakat di
BAZNAS Kabupaten Semarang pasca berlakunya UU No 23 Tahun 2011
tentang Pengelolaan Zakat.
17
8. Tahap-tahap Penelitian
Setelah menentukan tema yang akan diteliti, maka penulis
melakukan penelitian pendahuluan terhadap pelaksanaan pengurangan
pajak penghasilan bagi pembayar zakat dengan bertanya kepada Pengurus
BAZNAS dan Pegawai KPP Pratama Salatiga serta mengetahui
hambatan-hambatan pelaksanaan pengurangan pajak penghasilan bagi
pembayar zakat. Kemudian membuat proposal penelitian dilanjutkan
dengan melakukan penelitian dan menyusun hasil penelitian tersebut.
H. Sistematika penulisan
Untuk mengetahui gambaran tentang isi dan mempermudah
pembaca dalam memahami sistematika penulisan penelitian ini,
berikut kami sampaikan penjelasannya:
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini membahas latar belakang masalah, rumusan masalah,
tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah, tinjauan
pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II KAJIAN TEORI
Dalam bab ini penulis akan memaparkan beberapa teori-teori yang
berkaitan dengan judul skripsi ini diantaranya tentang tinjauan umum
tentang zakat dan pajak, dan pajak menurut syariat.
18
BAB III PELAKSANAAN PEMBAYARAN ZAKAT DI BADAN AMIL
ZAKAT NASIONAL (BAZNAS) KABUPATEN SEMARANG
Dalam bab ini membahas data dan pelaksanaan pembayaran zakat di
BAZNAS Kabupaten Semarang berisi tentang gambaran umum BAZNAS
Kabupaten Semarang dan analisisnya.
BAB IV PELAKSANAAN PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN
BAGI PEMBAYAR ZAKAT DI KPP PRATAMA SALATIGA
Dalam bab ini membahas mengenai analisis pelaksanaan pengurangan
pajak penghasilan bagi pembayar zakat di KPP Pratama Salatiga dan
analisisnya serta hambatan-hambatan yang dihadapi terkait pelaksanaan.
BAB V PENUTUP
Dalam bab ini membahas kesimpulan dan saran.
19
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Zakat
1. Pengertian Zakat
Zakat adalah ibadah maaliyyah ijtima’iyyah yang memiliki
posisi sangat penting, strategis, dan menentukan, baik dilihat dari sisi
ajaran Islam maupun dari sisi pembangunan kesejahteraan umat.
Sebagai suatu ibadah pokok, zakat termasuk salah satu rukun (rukun
ketiga) dari rukun Islam yang lima (Hafidhuddin, 2002: 1).
Secara etimologis kata zakat berasal dari kata dasar zaka yang
berarti suci, berkembang, tumbuh, bersih, baik. Tetapi yang terkuat
kata zaka berarti bertambah dan tumbuh sehingga bisa dikatakan
tanaman itu zaka artinnya tumbuh, sedangkan tiap sesuatu yang
tumbuh disebut zaka artinya bertambah (Ali, 1995: 231).
Secara terminologis zakat didefenisikan sebagai bagian tertentu
dari sebagian harta yang diwajibkan Allah SWT untuk sejumlah orang
yang berhak menerimanya, dengan syarat tertentu pula(Hafidhuddin,
2007:108).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa zakat
itu adalah bagian dari harta dengan persyaratan tertentu, yang Allah
SWT mewajibkan kepada pemiliknya, untuk diserahkan kepada yang
20
berhak menerimanya, dengan persyaratan tertentu pula. Hal ini
sebagaimana dinyatakan dalam surah at-Taubah ayat 103 dan surah ar-
Ruum ayat 39 :
ى إ صم عه ى ثب رضك ى صذقخ رطشى ان أي خز ي
ع عهى ع هللا نى صلرك عك
Artinya: ”Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan
zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah
untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman
jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.” (QS. At-Taubah:103)
يب ذ هللا ال انبط فل شث ع ف أي سثب نشث زى ي يب آر
ضعف ئك ى ان فؤن خ هللا صكبح رشذ زى ي آر
Artinya: “Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan
agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak
menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat
yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang
berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan
(pahalanya).”(QS. Ar-Rum:39).
Qardhawi menjelaskan bahwa selain sebagai sarana untuk
menyucikan jiwa dan harta, zakat juga merupakan tips bagi jaminan
perlindungan, pengembangan dan pengaturan peredaran serta distribusi
kekayaan.
Cara memanfaatkannya didasarkan pada fungsi sosialnya bagi
kepentingan masyarakat yang menyentuh kalangan miskin maupun
kaya. Selain itu dalam pandangan ajaran Islam, didalam harta orang
kaya terdapat harta orang miskin dan penekun agama yang harus
21
dikeluarkan dalam bentuk zakat, infak, shadaqoh, dan sebagainya.
Perintah menafkahkan harta guna membantu mereka yang kurang
beruntung dan tekun menegakkan syiar agama merupakan ibadah yang
berdimensi prinsip keadilan sosial dan pemerataan kesejahteraan
(Khasanah, 2010: 52).
Dalam al-Quran zakat disebut sebanyak 82 kali. Antara lain
terdapat dalam surah al-Baqarah: 43, surah al-An‟am: 141, yaitu:
اكع اسكعا يع انش كبح آرا انض لح ا انص أق
Artinya : “ Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan
ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’”. (QS. Al-Baqarah:43)
Selain dalam al-Qur‟an, perintah zakat juga terdapat dalam
hadist. Antara lain yaitu hadist dari Ibnu „Umar radhiyallahu „anhuma,
ia berkata Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam bersabda,
عجذ هللا ح أث عجذ انش هللا ع انخطبة سض ش ث ع ث
اإلعلو عه ل : ث ل هللا صه هللا عهى ق عذ سع ب قبل : ع ع
لح إقبو انص ل هللا ذا سع يح أ ل إن إل هللا ظ : شبدح أ خ
زبء انض إ .]سا انزشيز يغهى [ و سيضب ص ذ حح انج كبح
Artinya: “Dari Abu Abdurrahman, Abdullah bin Umar bin Al-
Khottob radiallahuanhuma, dia berkata : saya mendengar Rasullah
Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : Islam dibangun diatas lima
perkara; Bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah selain
Allah dan bahwa nabi muhammad utusan Allah, menegakkan shalat,
menunaikan zakat, melaksanakan haji dan puasa ramadhan.”
(HR.Turmuzi dan Muslim)
22
2. Pihak yang Berhak atas Zakat (Mustahiq)
Dalam firman Allah surah at-Taubah : 60 disebutkan:
ف ؤنفخ قهثى ان ب عه انعبيه ك غ ان ذ نهفقشاء ذق ب انص إ
عهى هللا هللا جم فشضخ ي انغ اث ف عجم هللا انغبسي قبة انش
حكى
Artinya: “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk
orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat,
para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak,
orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka
yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang
diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Bijaksana.” (QS At-Taubah : 60)
Para ulama‟ masih memilah-milih mereka yang berhak atas
zakat tersebut, sebab pada suatu kesempatan, ketika berhadapan
dengan orang miskin yang berbadan kuat, Nabi SAW tidak langsung
memberikan zakat melainkan lebih dahulu bertanya: “Kalau kamu
mau, aku beri kamu shadaqah, tetapi orang yang kaya yang berbadan
kuat hendaklah mengupayakan untuk tidak menerima zakat.”
Berdasarkan hadist ini, para ulama mengkategorikan antara mereka
yang lebih berhak dan yang kurang berhak.
Menurut QS. At-Taubah yang lebih berhak antara lain: (1)
Orang-orang Fakir Miskin yang lemah; (2) Orang-orang Fakir Miskin
yang tidak pernah meminta-minta; (3) Orang-orang yang tekun
menuntut ilmu. Sedangkan mereka yang kurang berhak anatara lain:
23
(1) yang kuat dan masih mampu, dan (2) orang yang hanya beribadah
dan sangat jarang bermuamallah.
Adapun dari delapan asnaf itu Khasanah (2010:39)
mengatakan di Indonesia tinggal tujuh asnaf saja karena asnaf riqab
yang dalam arti memerdekakan budak di Indonesia tidak ada (karena
Indonesia tidak ada budak) untuk keputusan ini maka Majelis Ulama‟
Indonesia (MUI) mengalokasikan dana riqab untuk diberikan kepada
para PSK (Pekerja Seks Komersoal) yang tertindas dan mengangkat
mereka dari lembam hitam tersebut. Untuk menjelaskan kedelapan
asnaf tersebut pemerintah dalam hal ini Departemen Agama sudah
menguraikan walaupun masih perlu lebih rinci lagi yaitu;
a. Fakir, yang dimaksud kafir dalam persoalan zakat ialah orang yang
tidak mempunyai barang yang berharga, kekayaan dan usaha
sehingga dia sangat perlu ditolong keperluannya.
b. Miskin, yang dimaksud miskin dalam persoalan zakat ialah orang
yang mempunyai barang yang berharga atau pekerjaan yang dapat
menutup sebagian hajatnya akan tetapi tidak mencukupinya.
c. Amil, yang dimaksud Amil adalah orang yang ditunjuk untuk
mengumpulkan zakat, menyimpannya, membagikannya kepada
yang berhak dan mengerjakan pembukuannya.
d. Muallaf, yang dimaksud muallaf disini ada 4 macam yaitu; (1)
Muallaf ialah orang yang sudah masuk Islam tetapi niatnya atau
imannya masih lemah, maka diperkuat dengan memberi zakat (2)
24
orang yang telah masuk Islam dan niatnya cukup kuat, dan ia
terkemuka dikalangan kaum-Nya, dia diberi zakat dengan harapan
kawan-kawannya akan tertarik masuk Islam. (3). Muallaf yang
dapat membendung kejahatan orang kaum kafir disampingnya. (4)
Muallaf yang dapat membendung kejahatan orang yang
membangkang membayar zakat. Bagian ketiga dan keempat kita
diberi zakat sekiranya mereka perlukan, sedangkan golongan
pertama dan kedua maka akan kita beri zakat tanpa syarat.
e. Riqab, artinya mukatab ialah budak belian yang diberi kebebasan
usaha mengumpulkan kekayaan agar dapat menebus dirinya untuk
merdeka. Untuk asnaf ini di Indonesia tidak ada dan belum ada
penjelasan dari ulama Indonesia bahwa bagian untuk asnaf ini bisa
dialokasikan ke asnaf yang lainnya.
f. Gharim, yang dimaksud gharim disini ada 3 macam, yaitu (1)
Orang yang meminjamkan guna menghindarkan fitnah atau
mendamaikan pertikaian/ permusuhan (2) Orang yang
meminjamkan guna keperluan diri sendiri atau keluarganya untuk
hajat yang mubah (3) orang yang meminjamkan karena tanggungan
misalnya para pengurus masjid, madrasah/ pesantren menanggung
pinjaman guna keperluan masjid madrasah atau pesantren ini.
g. Sabilillah, yang dimaksud sabilillah ialah jalan yang dapat
menyampaikan sesuatu karena ridho Allah baik berupa ilmu
maupun amal. Pada zaman sekarang sabillah bisa diartikan guna
25
membiayai syiar Islam dan mengirim mereka ke lokasi non muslim
atau tempat minoritas muslim guna menyiarkan Agama Islam oleh
Lembaga-lembaga Islam yang cukup teratur dan terorganisasi.
Termasuk sabillillah ialah menafkahkan pada guru-guru sekolah
yang mengajar ilmu syariat dan ilmu-ilmu lainnya yang diperlukan
oleh masyarakat umum.
h. Ibnu sabil, yang dimaksud ibnu sabil ialah orang yang adakan
perjalanan dari negara dimana dikeluarkan zakat atau melewati
negara itu. Akan diberi zakat jika memang menghendaki dan tidak
berpergian untuk maksiat. Bagian ini tidak setiap waktu ada, akan
tetapi baiknya disediakan sekadarnya.
3. Prinsip, Fungsi dan Tujuan Zakat
Zakat merupakan salah satu komponen dalam sistem
kesejahteraan Islam. Oleh karena itu zakat memiliki beberapa tujuan,
antara lain:
a. Mengangkat derajat fakir miskin dan membantunya keluar dari
kesulitan hidup serta penderitaan.
b. Membantu memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh para
mustahiq.
c. Membentangkan dan membina tali persaudaraan sesama umat
muslim dan manusia pada umumnya.
d. Menghilangkan sifat kikir pemilik harta
26
e. Membersihkan sifat dengki dan iri (kecemburuan sosial) dari hati
orang-orang miskin.
f. Menjembatani jurang pemisah antara yang kaya dengan yang
miskin dalam suatu masyarakat.
g. Mengembangkan rasa tanggungjawab sosial pada diri seseorang,
terutama pada mereka yang mempunyai harta.
h. Mendidik manusia untuk berdisiplin menunaikan kewajiban dan
menyerahkan hak orang lain yang ada padanya.
i. Sarana pemerataan pendapatan untuk mencapai keadilan sosial.
Sebagai ibadah yang mengandung prinsip multidimensional,
zakat mengandung enam prinsip yang harus dipahami, yaitu: (Ali,
1988: 39)
a. Prinsip keyakinan keagamaan (faith), menyatakan orang yang
membayar zakat yakin bahwa pembayarannya tersebut
merupakan salah satu manifestasi kenyakinan agamanya,
sehingga kalau orang yang bersangkutan belum membayarkan
zakatnya, belum merasa sempurna ibadahnya.
b. Prinsip pemerataan dan keadilan, cukup jelas menggambarkan
tujuan zakat yaitu membagi lebih adil kekayaan yang telah
diberikan Tuhan kepada umat manusia
c. Prinsip produktifitas dan kematangan, menekankan bahwa zakat
memang wajar harus dibayar karena kepemilikan tertentu telah
menghasilkan produk tertentu. Dan hasil (produksi) tersebut
27
hanya dapat dipungut setelah jangka waktu satu tahun yang
merupakan ukuran normal memperoleh hasil tertentu.
d. Prinsip nalar, yaitu orang yang diharuskan bayar zakat adalah
seseorang yang berakal sehat dan bertanggung jawab. Dari sinilah
ada anggapan bahwa orang yang belum dewasa dan tidak waras
beban dari zakat yang dalam hal ini merupakan suatu ibadah.
e. Prinsip kebebasan, menjelaskan bahwa zakat hanya dibayar oleh
orang yang bebas dan sehat jasmani dan rohaninya, yang merasa
mempunyai tanggung jawab untuk membayar zakat untuk
kepentingan bersama. Zakat tidak dipungut untuk seseorang yang
dihukum atau orang yang sedang sakit jiwa.
f. Prinsip etika dan kewajaran, menyatakan bahwa zakat tidak akan
diminta secara semena-mena tanpa memperhatikan akibat yang
ditimbulkannya. Zakat tidak mungkin dipungut, kalau karena
pemungutan itu orang yang membayarnya akan menderita
(Djuanda, 2006:15).
Zakat memiliki hikmah dan manfaat yang demikian besar dan
mulia, baik yang berkaitan dengan yang berzakat (muzakki),
penerimanya (mustahik), harta yang dikeluarkan zakatnya, maupun
bagi masyarakat keseluruhan.
Adapun hikmah dan manfaat zakat menurut Hafidhuddin
(2002: 10) dapat disimpulkan menjadi tujuh aspek, yaitu:
28
a. Sebagai perwujudan keimanan kepada Allah SWT, mensyukuri
nikmatnya, menumbuhkan akhlak mulia dengan rasa
kemanusiaan yang tinggi, menghilangkan sifat kikir, rakus dan
matrealistis, menumbuhkan ketenangan hidup, sekaligus
membersihkan dan mengembangkan harta yang dimiliki.
Dengan bersyukur, harta dan nikmat akan semakin
bertambah dan berkembang, sebagaimana firman Allah:
عزاث نشذذ نئ كفشرى إ سثكى نئ شكشرى ألصذكى إر رؤر
Artinya: “Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu
memaklumkan; “sesungguhnya jika kamu bersyukur; pasti kami
akan menambah (nikmat) padamu, dan jika kamu mengingkari
(nikmati-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. (QS.
Ibrahim:7)
b. Zakat merupakan hak mustahik, maka zakat berfungsi untuk
menolong, membantu dan membina mereka terutama fakir
miskin, ke arah kehidupan yang lebih baik dan lebih sejahtera,
sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan
layak.
c. Sebagai pilar amal bersama antara orang-orang kaya yang
berkecukupan hidupnya dan para mujtahid yang seluruh
waktunya digunakan untuk berjihad di jalan Allah.
d. Sebagai salah satu sumber dana bagi pembangunan sarana
maupun prasarana yang harus dimiliki umat Islam seperti sarana
ibadah, pendidikan, kesehatan, sosial maupun ekonomi, sekaligus
sarana pengembangan kualitas sumber daya manusia muslim.
29
e. Memasyarakatkan etika bisnis yang benar. Sebab zakat itu
bukanlah membersihkan harta yang kotor, akan tetapi
mengeluarkan bagian dari hak orang lain dari harta kita yang kita
usahakan dengan baik dan benar sesuai ketentuan Allah SWT.
f. Sebagai instumen pemerataan pendapat
g. Sebagai bukti bahwa ajaran Islam mendorong umatnya untuk
mampu bekerja dan berusaha sehingga memiliki harta kekayaan
yang disamping dapat memenuhi kebutuhan hidup diri dan
keluarganya dan juga berlomba-lomba menjadi muzakki.
4. Macam-macam Zakat
Zakat dibedakan dalam dua kelompok besar, yaitu:
a. Zakat nafs (jiwa) atau zakat fitrah
Zakat fitrah merupakan zakat jiwa (zakah al-nafs) yaitu
kewajiban berzakat bagi setiap individu baik untuk orang yang
sudah dewasa maupun belum dewasa, dan dibarengi dengan
ibadah puasa (shaum). Zakat fitrah mempunyai fungsi antara lain
sebagai berikut:
1) Fungsi ibadah
2) Fungsi membersihkan orang yang berpuasa dari ucapan dan
perbuatan yang tidak bermanfaat.
3) Memberikan kecukupan kepada orang-orang miskin pada
hari raya fitri.
30
Zakat fitrah wajib dikeluarkan sebelum shalat idul fitri.
Namun, ada pula yang membolehkan mengeluarkannya mulai
pertengahan bulan puasa. Bukan dikatakan zakat fitrah apabila
dilakukan setelah shalat idul fitri. Ini pendapat yang paling kuat.
Zakat fitrah dibayarkan sesuai dengan kebutuhan pokok di
suatu masyarakat, dengan ukuran yang juga disesuaikan dengan
kondisi ukuran atau timbangan yang berlaku, juga dapat diukur
dengan satuan uang. Di Indonesia, zakat fitrah diukur dengan
timbangan beras sebanyak 2,5 kilogram (Mursyiadi, 2006: 78).
b. Zakat mal (harta/kekayaan)
Zakat yang dikeluarkan untuk menyucikan harta, apabila
harta itu telah memenuhi syarat-syarat wajib zakat. Qardhawi,
2002: 121) Dalam bukunya “Hukum Zakat” menjelaskan
mengenai kekayaan yang wajib dizakati, yaitu:
1) Zakat binatang ternak
2) Zakat emas dan Perak
3) Zakat dagang
4) Zakat pertanian (tanaman dan buah-buahan)
5) Madu dan produksi hewan
6) Barang tambang dari hasil laut
7) Investasi pabrik, gedung
8) Zakat pendapatan usaha (profesi)
31
Uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya
setiap harta kekayaan yang produktif dan bernilai ekonomis
apabila mencapai nishab maka wajib dikeluarkan zakatnya.
Seperti pada surah Al-Baqarah ayat 267 yaitu sebagai berikut:
ب أخشخب ي ذ يب كغجزى ا أفقا ي طج ءاي ب ٱنز ؤ
إل نغزى ثـ بخز رفق ا ٱنخجث ي ل ر ٱألسض نكى ي
غ ٱلل ا أ ٱعه ضا ف ذ أ رغ ح
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah
(di jalan allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan
sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu.
Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu
menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau
mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata
terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi
Maha Terpuji. (QS.Al-Baqarah: 267)
Dari penjelasan tersebut, dapat dipahami bahwa kewajiban
mengeluarkan zakat itu dikenakan pada setiap harta kekayaan
yang halal dan diperoleh dengan cara yang halal pula, baik hasil
usaha atau jasa, maupun berupa buah-buahan, binatang ternak,
dan kekayaan lain-lainnya.
Selain di nashkan dalam Al-Qur‟an jenis-jenis zakat juga
disebutkan dalam Pasal 4 UU No 23 Tahun 2011 bahwa “ Zakat
meliputi zakat mal dan zakat fitrah, zakat mal sendiri meliputi (a)
emas, perak, dan logam mulia lainnya (b) uang dan surat berharga
lainnya (c) perniagaan (d) pertanian, perkebunan dan kehutanan (e)
peternakan dan perikanan (f) pertambangan (g) perindustrian (h)
32
pendapatan dan jasa (i) rikaz. Zakat mal yang dimaksud dalam pasal
ini merupakan harta yang dimiliki oleh muzakki perseorangan atau
badan usaha. Syarat dan tata cara perhitungan zakat mal dan zakat
fitrah dilaksanakan sesuai dengan syariat Islam.”
5. Zakat Profesi
Sebelum menjelaskan mengenai zakat profesi terlebih dahulu
perlu adanya pengertian tentang zakat profesi. Zakat profesi terdiri dari
dua kata yaitu zakat dan profesi.
Dalam teori diatas telah dijelaskan mengenai pengertian zakat
baik dari bahasa maupun istilah yang dapat disimpulkan zakat adalah
hak yang dikeluarkan dari harta atau badan setelah mencapai nisabnya.
Sedangkan mengenai profesi, profesi sendiri dalam kamus
Bahasa Indonesia disebutkan sebagai bidang pekerjaan yang dilandasi
pendidikan keahlian (ketrampilan, kejujuran, dan sebagainya).
Dari definisi zakat dan profesi diatas dapat disimpulkan zakat
profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari penghasilan profesi bila
mencapai nisab.
Dalam firman Allah SWT menjelaskan tentang zakat profesi
dalam surah al-Baqarah (2): 219
33
ب إث فع نهبط ي ب إثى كجش غش قم ف ٱن ش ٱنخ غـ هك ع
نكى ٱلل نك ج كز قم ٱنعف غـ هك يبرا فق ب أكجش ي فع
ش ذ نعهكى رزفك ٱلءا
Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan
judi. Katakanlah: “Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan
beberapa manfa’at bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar
dari manfa’atnya.” Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka
nafkahkan. Katakanlah: “Yang lebih dari keperluan.” Demikianlah
Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berpikir.“
(QS.Al-Baqarah: 219)
Jenis-jenis usaha yang berhubungan dengan profesi seseorang.
Apabila ditinjau dari bentuknya, usaha profesi tersebut bisa berupa:
a. Usaha Fisik, seperti pegawai
b. Usaha pikiran, seperti konsultan,desainer dan dokter
c. Usaha modal, seperti investasi
Sedangkan apabila ditinjau dari hasil usahanya profesi bisa
berupa:
a. Hasil teratur dan pasti, baik setiap bulan, minggu atau hari; seperti
upah, pekerja dan gaji pegawai.
b. Hasil yang tidak tetap dan tidak dapat diperkirakan, seperti
kontraktor, pengacara, royalti pengarang, konsultan dan artis
Dalam Keputusan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 3
Tahun 2003 yang dimaksud dengan penghasilan adalah setiap
pendapatan seperti gaji, honorium, upah, jasa, dan lain-lain yang
34
diperoleh dengan cara halal, baik, rutin seperti pejabat negara, pegawai
atau karyawan, maupun tidak rutin seperti dokter, pengacara,
konsultan dan sejenisnya serta pendapatan yang diperoleh dari
pekerjaan bebas lainnya.
Ada beberapa pendapat Mengenai Nisab dan kadar zakat
profesi yaitu:
a. Menganalogikan zakat profesi kepada hasil pertanian, baik nishab
maupun kadar zakatnya. Dengan demikian nishab zakat profesi
adalah 520 kg beras dan kadarnya 5% atau 10% (tergantung
kadar keletihan yang bersangkutan) dan dikeluarkan setiap
menerima tidak perlu menunggu batas waktu setahun.
b. Menganalogikan dengan zakat perdagangan atau emas.
Nishabnya 85 gram emas, dan kadarnya 2,5 %. Dan dikeluarkan
setiap menerima, kemudian perhitungannya diakumulasikan atau
dibayar diakhir tahun.
c. Menganalogikan nishab zakat penghasilan dengan hasil pertanian.
Nishabnya senilai 520 kg beras, sedangkan kadarnya
dianalogikan dengan emas yaitu 2,5 % . Hal tersebut berdasarkan
qiyas atas kemiripan terhadap karakteristik harta zakat yang telah
ada.
Namun Majelis Ulama Indonesia telah memutuskan bahwa nishab
penghasilan halal adalah senilai emas 85 gram. Kadar zakat penghasilan
35
adalah 2,5 %. Untuk waktu pengeluaran zakat penghasilan dilaksanakan
pada saat menerima jika sudah cukup nishab. Jika tidak mencapai nishab,
maka semua penghasilan dikumpulkan selama satu tahun, kemudian zakat
dikeluarkan jika penghasilan bersihnya sudah cukup nishab.
B. Tinjauan umum tentang Pajak
1. Pengertian Pajak
Membahas mengenai perpajakan tidak terlepas dari pengertian
pajak itu sendiri, seperti pengertian pajak menurut UU No. 28 tahun
2007 tentang perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun
1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) UU
ini mendefinisikan bahwa:
“Pajak adalah kontribusi wajib kepada warga negara yang
terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara
bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”
Dalam definisi ini GusFahmi (2011 : 25) mengatakan bahwa
pajak lebih ditekankan sebagai “kontribusi” rakyat kepada negara,
bukan lagi sekedar “iuran wajib”, bisa dipaksakan dalam
pemungutannya, dan ditujukan untuk keperluan negara.
Pajak menurut prof. Dr. H. Rochmat Soemitro S.H dalam
bukunya Mardiasmo (2009:1) :
“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan
undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat
jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan
dan yang digunakan untuk membayar pengerluaran umum.”
36
Pajak menurut soemitro dalam bukunya Sumarsan (2010: 4):
“Suatu perikatan yang timbul karena adanya undang-undang
yang menyebabkan timbulnya kewajiban warga negara untuk
menyetorkan sejumlah penghasilan tertentu kepada negara,
negara mempunyai kekuatan untuk memaksa dan uang pajak
tersebut harus dipergunakan untuk penyelenggaraan
pemerintahan. “
Pajak menurut P. J. A Andriani dalam bukunya Waluyo
(2009:2) :
”Pajak adalah iuran mayarakat kepada negara (yang dipaksakan)
yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-
peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapatkan
prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang
gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran
umum berhubung tugas Negara untuk menyelenggarakan
pemerintah”
Dari definisi diatas maka karakteristik dari pajak dapat
disimpulkan sebagai berikut:
a) Pajak dipungut berdasarkan UU sehingga menjamin adanya
kepastian hukum;
b) Pembayaran pajak tidak menerima kontraprestasi secara langsung
dari pemerintah;
c) Pembayaran pajak yang terutang oleh orang pribadi atau (wajib
pajak) sifatnya dapat dipaksakan;
d) Pajak dipungut oleh negara, baik lewat pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah;
e) Penerimaan dari sektor pajak digunakan untuk pembiayaan
pengeluaran-pengeluaran pemerintah.
37
Jadi, dapat disimpulkan bahwa pajak adalah kewajiban rakyat
kepada negara yang sifatnya memaksa dikuatkan adanya undang-
undang yang mengatur pelaksanaannya sehingga memiliki kepastian
hukum yang mengikat, yang diperuntukkan untuk kepentingan umum.
2. Fungsi Pajak
Pajak merupakan peranan penting dalam kehidupan bernegara,
khususnya didalam pelaksanaan pembangunan karena pajak
merupakan sumber pendapatan negara untuk membiyai semua
pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan, berdasarkan hal
tersebut menurut Supramono (2005: 2) maka pajak mempunyai
beberapa fungsi, yaitu:
a. Fungsi penerimaan (Budgetair)
Dalam fungsi budgetair, pajak berfungsi sebagai sumber
dana untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Biaya
ini diperoleh dari penerimaan pajak. Contoh : Pajak sebagai
sumber penerimaan APBN
b. Fungsi Mengatur (Regulerend)
Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau
melaksanakan kebijakan negara dibidang sosial dan ekonomi.
Fungsi mengatur ini sering menjadi tujuan pokok dari sistem
pajak. Contoh: Pengenaan pajak yang tinggi untuk minuman
keras, barang mewah, dan rokok diberlakukan agar konsumsi atas
produk tersebut dapat ditekan.
38
3. Jenis Pajak
Menurut Resmi (2016: 7) Pajak memiliki beberapa jenis pajak
yang dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu pengelompokan menurut
golongan, menurut sifat, menurut lembaga pemungutanya.
a. Menurut Golongan
1) Pajak Langsung, pajak yang harus dipikul atau ditanggung
sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dilimpahkan atau
dibebankan kepada orang lain atau pihak lain. Contoh: Pajak
Penghasilan (PPh).
2) Pajak Tidak Langsung, pajak yang akhirnya dapat
dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain atau pihak
ketiga. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
b. Menurut Sifat
a. Pajak Subjektif, pajak yang pengenaannya memerhatikan
keadaan pribadi wajib pajak atau pengenaan pajak yang
memperhatikan keadaan subjeknya. Contoh : Pajak
Penghasilan (PPh)
b. Pajak Objektif, pajak yang pengenaannya memerhatikan
objeknya baik berupa benda, keadaan, perbuatan, atau
peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban
membayar pajak, tanpa memerhatikan keadaan pribadi subjek
pajak (wajib pajak) maupun tempat tinggal. Contoh : Pajak
39
Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang
Mewah (PPnBM), Pajak Bumi Bangunan (PBB).
c. Menurut Lembaga Pemungut
a. Pajak Negara (Pajak Pusat), pajak yang dipungut oleh
pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah
tangga negara pada umumnya. Contoh : PPh, PPN, PPnBM.
b. Pajak Daerah, pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah
tingkat (pajak provinsi) maupun daerah tingkat II (pajak
kabupaten/kota) dan digunakan untuk membiayai rumah
tangga daerah masing-masing. Contoh : Pajak kendaraan
bermotor, Bea Balik Nama kendaraan bermotor, pajak
restoran, pajak hotel, pajak reklame dll.
4. Sistem Pemungutan Pajak
Dalam Bukunya Sardana (2014: 3) Sistem pemungutan pajak
merupakan kewenangan yang diberikan kepada pihak untuk
melakukan perhitungan besarnya pajak yang harus dibayar. Sistem
pemungutan pajak ini terdapat 3 (tiga) bentuk yaitu:
a. Official Assessment System
Official Assessment System adalah suatu sistem pajak yang
memberikan wewenang kepada pemerintah (fiskus atau petugas
pajak) untuk menentukan pajak yang terutang. Ciri-ciri Official
Assessment System ini yaitu:
40
1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang
berada pada fiskus;
2) Wajib pajak bersifat pasif
3) Utang yang timbul setelah diterbitkan surat ketetapan pajak
atau surat pemberitahuan pajak terutang oleh fiskus.
Contoh dari Official Assessment System adalah Pajak Bumi
Bangunan (PBB).
b. Self Assessment System
Self Assessment System adalah suatu sistem pemungutan
pajak yang memberikan wewenang, kepercayaan, tanggung
jawab kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan,
membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak terutang yang
harus dibayar. Ciri-ciri sitem pemungutan ini yaitu:
1) Pajak terutang dihitung sendiri oleh wajib pajak:
2) Wajib pajak bersifat aktif dengan melaporkan dan membayar
sendiri pajak terutang yang seharusnya dibayar;
3) Pemerintah tidak perlu mengeluarkan surat ketetapan pajak
kecuali oleh kasus-kasus tertentu seperti adanya pemeriksaan
pajak keterlambatan pelaporan atau pembayaran.
c. Witholding Assessment System
Witholding Assessment System adalah suatu sistem yang
memberikan wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong
atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.
41
Pajak yang telah dipotong atau dipungut oleh pihak lain dapat
menjadi kredit pajak atau merupakan pelunasan atas pajak
terutang.
Di Indonesia telah menerapkan Official Assessment System
dalam pelaksanaan kewajiban pada Pajak Bumi Bangunan (PBB).
Dalam menetapkan besarnya PBB terutang dilakukan oleh
Direktur Jendral Pajak dengan menerbitkan Surat Pemberian
Pajak Terutang (SPPT). Sedangkan Indonesia juga menganut
sistem Self Assessment System sebagaimana telah terdapat
penjelasan dalam UU KUP yang menyatakan bahwa: wajib pajak
diberikan kepercayaan untuk melaksanakan kegotong-royongan
nasional melalui sistem menghitung, memperhitungkan,
membayar dan melaporkan sendiri pajak yang terutang, sehingga
dalam hal ini dapat terlaksana dengan lebih rapi, terkendali,
sederhana dan mudah untuk dipahami oleh para wajib pajak.
Selain itu Indonesia juga menjalankan sistem Witholding
Assessment sebagaimana telah dijelaskan dalam Pasal 1 angka 2
Undang-Undang KUP dimana wajib pajak yang merupakan orang
pribadi atau badan yang meliputi sebagai pembayar pajak,
pemotong pajak, dan pemungutan pajak, yang mempunyai hak
dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
42
5. Tata Cara Pemungutan Pajak
Dalam Pemungutan Pajak menurut Siti Resmi (2016:8) dapat
dilakukan dengan 3 stelsel yaitu:
1) Stelsel Nyata (Rill)
Pengenaan pajak didasarkan pada objek yang
sesungguhnya terjadi (untuk PPh maka objeknya adalah
penghasilan). Oleh karena itu, pemungutan pajaknya baru dapat
dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah semua
penghasilan yang sesungguhnya dalam suatu tahun pajak
diketahui.
2) Stelsel Anggapan (Fictive)
Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang
diatur oleh undang-undang sebagai contoh, penghasilan suatu
tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya, sehingga pajak
yang terutang pada suatu tahun juga dianggap sama dengan pajak
yang terutang tahun sebelumnya.
3) Stelsel Campuran
Stelsel ini menyatakan bahwa pengenaan pajak didasarkan
pada kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan.
6. Tarif Pajak
Dalam buku ciptaan Mardiasmo (2016:9) ada 4 macam tarif
pajak, yaitu:
43
a) Tarif Sebanding/ Proposional
Tarif berupa presentase yang tetap, terhadap berapapun
jumlah yang dikenal pajak sehingga besarnya pajak yang terutang
proporsionalnya terhadap besarnya nilai yang dikenai pajak.
Contoh: Untuk penyerahan Barang Kena Pajak di dalam
daerah akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10%.
b) Tarif Tetap
Tarif berupa jumlah tetap (sama) terhadap berapapun
jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang
tetap. Contoh: Besarnya tarif Bea Materai untuk cek dan bilyet
giro sesuai dengan nilai nominal berapapun Rp.1000,00.
c) Tarif Progresif
Presentase tarif yang digunakan semakin besar bila
jumlah yang dikenai pajak semakin besar. Contoh: Pasal 17
Undang-Undang Pajak penghasilan 2008
Tabel 2.1
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak Orang Pribadi
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
Sampai dengan Rp 50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah)
5%
(lima persen)
44
Diatas Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah) sampai dengan Rp 250.000.000,00
(dua ratus lima puluh juta rupiah)
15%
(lima belas persen)
Diatas Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah) sampai dengan Rp 500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah)
25%
(dua puluh lima
persen)
Diatas Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah)
30%
(tiga puluh persen)
Sumber: Primandita, Yuda, Aug: 2010
d) Tarif Degresif
Presentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah
yang dikenai pajak semakin besar.
7. Pajak Penghasilan
Menurut Siti Resmi (2016:80) Pajak Penghasilan yaitu pajak
yang dikarenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang
diterima atau diperoleh dalam tahun pajak.
Subjek pajak penghasilan berdasarkan Pasal 2 ayat 1 UU No.
36 Tahun 2008, yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi,
warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang
berhak, badan hukum, serta bentuk usaha tetap.
Subjek pajak dibedakan menjadi dua subjek pajak yaitu
45
a. Subjek Pajak Dalam Negeri
1) Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang
pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam
jangka waktu 12 bulan atau orang pribadi yang dalam suatu
tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk
bertempat tinggal di Indonesia.
2) Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di
Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang
memenuhi kriteria:
(a) Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(b) Pembiyaan bersumber dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah.
(c) Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah
Pusat atau pemerintah Daerah, dan
(d) Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan
fungsional negara.
(e) Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan
menggantikan yang berhak.
b. Subjek Pajak Luar Negeri
Adapun Subjek Pajak Luar Negeri meliputi:
46
1) Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia,
orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183
hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak
didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk
usaha tetap di Indonesia, dan
2) Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia,
orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183
hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak
didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia tidak
dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui
bentuk usaha tetap di Indonesia.
c. Bentuk usaha tetap
Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang
dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di
Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari
183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak
didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia yang
dapat berupa:
(1) Tempat kedudukan manajemen;
(2) Cabang perusahaan;
(3) Kantor perwakilan;
47
(4) Gedung kantor;
(5) Pabrik;
(6) Bengkel;
(7) Gudang;
(8) Ruang untuk promosi dan penjualan;
(9) Pertambangan dan penggalian sumber alam;
(10) Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi;
(11) Perikanan, perternakan, pertanian, perkebunan, atau
kehutanan;
(12) Pronyek kontruksi, instalasi, atau proyek perakitan;
(13) Pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau
orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 hari dalam
jangka waktu 12 bulan;
(14) Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang
kedudukannya tidak bebas;
(15) Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak
didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang
menerima premi asuransi atau menanggung risiko di
Indonesia; dan
(16) Komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang
dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara
transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha
melalui internet.
48
Tempat tinggal orang pribadi atau tempat kedudukan badan
ditetapkan oleh Direktur Jendral Pajak menurut keadaan yang
sebenarnya.
Menurut UU Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 3 menjelaskan
beberapa yang tidak termasuk subjek pajak sebagaimana dimaksud
dalam pasal 2 adalah
1) Kantor perwakilan negara asing.
2) Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-
pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang
diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat
tinggal bersama-sama mereka dengan syarat bukan warga Negara
Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh
penghasilan di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta
negara bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.
3) Organisasi-organisasi internasional
4) Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional.
Yang menjadi objek pajak penghasilan berdasarkan UU No 36
Tahun 2008 Pasal 4 ayat (1) adalah pengahasilan, yaitu setiap
tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib
pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia,
yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan wajib
pajak yang bersangkutan, dengan nama dan bentuk apapun, termasuk:
49
1) Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa
yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan,
honorium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan
dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-
undang ini.
2) Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan
3) Laba usaha
4) Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta
5) Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan
sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak
6) Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan
pengembalian utang
7) Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun termasuk dividen
dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian
sisa hasil usaha koperasi
8) Royalti atau imbalan atas penggunaan hak
9) Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
10) Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala
11) Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan
jumlah tertentu yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah
12) Keuntungan selisih kurs mata uang asing
13) Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva
14) Premi asuransi.
50
Pasal 4 ayat 3 UU No 36 Tahun 2008 menjelaskan tentang
beberapa yang tidak termasuk objek pajak penghasilan diantaranya
adalah bantuan atau sumbangan, harta hibahan dan warisan. Termasuk
zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat
yang dibentuk oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat
yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi
pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga
keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang
diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya
diatur dengan atau berdasarkan peraturan pemerintah.
Yang akan dibahas oleh penulis adalah tentang pengurangan
pajak bagi pembayar zakat (muzakki) yang dikuatkan adanya Pasal 4
ayat 3 UU No 36 Tahun 2008 yang berisi pengecualian objek pajak
penghasilan.
PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) menurut Siti Resmi
(2016:104) merupakan jumlah penghasilan tertentu yang tidak
dikenakan pajak. Untuk menghitung besarnya Penghasilan Tidak Kena
Pajak (PTKP) orang pribadi dalam negeri, penghasilan netonya
dikurangi dengan jumlah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
Penerapan besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak dalam
perhitungan PPh Pasal 21 orang pribadi Tahun Pajak 2017 dan 2016.
Penerapan tersebut ditentukan oleh keadaan pada awal tahun pajak
atau awal bagian tahun pajak.
51
Besarnya penghasilan tidak kena pajak (PTKP) Untuk Tahun
Pajak 2017 dan 2016 sebagai berikut:
(a) Rp.54.000.000 (lima puluh empat juta rupiah) untuk diri Wajib
Pajak orang pribadi
(b) Rp.4.500.000 (empat juta lima ratus ribu rupiah) tambahan untuk
wajib pajak yang kawin
Tabel 2.2
Penerapan besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak dalam
perhitungan PPh Pasal 21 orang pribadi Tahun Pajak 2017
dan 2016 untuk Wajib Pajak Tidak Kawin
STATUS TK/0 TK/1 TK/2 TK/3
Wajib
Pajak
Rp.
54.000.000
Rp.
58.500.000
Rp.
63.000.000
Rp.
67.500.000
Penjelasan:
(a) TK/0 : Tidak kawin tidak ada tanggungan PTKP sebesar Rp.
54.000.000,00
(b) TK/1 : Tidak kawin memiliki 1 (satu) tanggungan PTKP sebesar
Rp. 58.500.000 ( Rp.54.000.000,00+ Rp. 4.500.000,00)
(c) TK/2 : Tidak kawin memiliki 2 (dua) Tanggungan PTKP sebesar
Rp. 63.000.000 ( Rp.54.000.000,00+ Rp. 4.500.000,00+ Rp.
4.500.000,00)
(d) TK/3 : Tidak kawin memiliki 2 (dua) Tanggungan PTKP sebesar
Rp. 67.500.000 ( Rp.54.000.000,00+ Rp. 4.500.000,00+ Rp.
4.500.000,00+ Rp. 4.500.000,00)
52
Tabel 2.3
Penerapan besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak dalam
perhitungan PPh Pasal 21 orang pribadi Tahun Pajak 2017
dan 2016 untuk Wajib Pajak sudah kawin dan isteri tidak
bekerja
STATUS K/0 K/1 K/2 K/3
Wajib
Pajak
Rp.
58.500.000
Rp.
63.000.000
Rp.
67.500.000
Rp.
72.000.000
Penjelasan:
(a) K/0 : kawin tidak ada tanggungan PTKP sebesar Rp. 58.500.000 (
Rp.54.000.000,00+ Rp. 4.500.000,00)
(b) TK/1 : kawin memiliki 1 (satu) Tanggungan PTKP sebesar Rp.
63.000.000 ( Rp.54.000.000,00+ Rp. 4.500.000,00+ Rp.
4.500.000,00)
(c) TK/2 : kawin memiliki 2 (dua) Tanggungan PTKP sebesar Rp.
67.500.000 ( Rp.54.000.000,00+ Rp. 4.500.000,00+ Rp.
4.500.000,00+ Rp. 4.500.000,00).
(d) TK/3 : kawin memiliki 3 (tiga) Tanggungan PTKP sebesar Rp.
72.000.000 ( Rp.54.000.000,00+ Rp. 4.500.000,00+ Rp.
4.500.000,00+ Rp. 4.500.000,00+ Rp. 4.500.000,00).
Tabel 2.4
Penerapan besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak dalam
perhitungan PPh Pasal 21 orang pribadi Tahun Pajak 2017
dan 2016 untuk Wajib Pajak sudah kawin dan isteri bekerja
STATUS K/1/0 K/1/1 K/1/2 K/1/3
53
Wajib
Pajak
Rp.
112.500.000
Rp.
117.000.000
Rp.
121.500.000
Rp.
126.000.000
Penjelasan:
(a) Untuk isteri yang bekerja pada satu pemberi kerja tidak digabung
dengan suami, yang digabung dengan PTKP suami hanya yangg
bekerja pada lebih dari satu pemberi kerja dan/ atau isteri yang
memiliki usaha (penghasilan digabung dengan penghasilan
suami)
(b) K/1/0 : kawin tidak ada tanggungan PTKP sebesar
Rp.112.500.000 ( Rp. 54.000.000,00 + Rp. 54.000.000,00 + Rp.
4.500.000,00)
(c) TK/1/1 : kawin tidak ada tanggungan PTKP sebesar Rp.
117.000.000 ( Rp. 54.000.000,00 + Rp. 54.000.000,00 + Rp.
4.500.000,00 + Rp. 4.500.000,00)
(d) TK/1/2 : kawin tidak ada tanggungan PTKP sebesar Rp.
121.500.000 ( Rp. 54.000.000,00 + Rp. 54.000.000,00 + Rp.
4.500.000,00 + Rp. 4.500.000,00+ Rp. 4.500.000,00)
(e) TK/1/3 : kawin tidak ada tanggungan PTKP sebesar Rp.
126.000.000 ( Rp. 54.000.000,00 + Rp. 54.000.000,00 + Rp.
4.500.000,00 + Rp. 4.500.000,00+ Rp. 4.500.000,00+ Rp.
4.500.000,00).
54
Dasar pengenaan Pajak Penghasilan untuk menghitung PPh,
terlebih dahulu harus diketahui dasar pengenaan pajaknya. Untuk
Wajib Pajak dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap, yang menjadi
dasar pengenaan pajaknya adalah Penghasilan Kena Pajak, sedangkan
untuk Wajib Pajak luar negeri, yang menjadi dasar pengenaan
pajaknya adalah penghasilan bruto.
Besarnya Penghasilan Kena Pajak untuk Wajib Pajak badan
dihitung sebesar penghasilan neto, sedangkan untuk Wajib Pajak orang
Tabel 2.5
Pribadi dihitung sebesar penghasilan neto dikurangi dengan
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Yang secara singkat
dirumuskan sebagai berikut.
Tabel 2.6
8. Wajib pajak
Wajib pajak menurut UU No 28 Tahun 2007 adalah orang
pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak , dan
pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Sedangkan kewajiban pajak menurut UU No 28 Tahun 2007
adalah sebagai berikut:
Penghasilan Kena Pajak (PKP) Badan = Penghasilan Neto
Penghasilan Kena Pajak (PKP) Orang Pribadi = Penghasilan Neto - PTKP
55
a. Mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jendral Pajak yang
wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan
wajib pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP), apabila telah memenuhi persyaratan subjektif dan
objektif.
b. Melaporkan usahanya pada kantor Direktorat Jendral Pajak yang
wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan
pengusaha dan tempat kegiatan usaha yang dilakukan untuk
dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP).
c. Mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas,
dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka
arab, satuan mata uang rupiah, serta menandatangani dan
menyampaikannya ke kantor Direktorat Jendral Pajak tempat wajib
pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan
oleh Direktur Jendral Pajak.
d. Menyampaikan Surat Pemberitahuan dalam Bahasa Indonesia
dengan menggunakan mata uang selain rupiah yang diizinkan, yang
pelaksanaannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan.
e. Membayar dan menyetorkan pajak yang terutang dengan
menggunakan surat setoran pajak ke kas negara melalui tempat
pembayaran yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan.
56
f. Membayar atau menyetorkan pajak yang terutang dengan
menggunakan Surat Setoran Pajak ke kas negara melalui tempat
pembayaran yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri keuangan.
g. Menyelenggarakan pembukuan bagi wajib pajak orang pribadi
yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan wajib
pajak badan, dan melakukan pencatatan bagi wajib pajak orang
pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
h. Memperlihatkan dan meminjamkan buku atau catatan, dokumen
yang menjadi dasarnya, dan dokumen lain yang berhubungan
dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan
bebas wajib pajak, atau objek yang terutang pajak. Selain itu juga
memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang
dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran
pemeriksaan serta memberikan keterangan lain yang diperlukan
apabila diperiksa.
Sedangkan hak-hak wajib pajak menurut UU Nomor 28 Tahun
2007 adalah sebagai berikut:
a. Melaporkan beberapa masa pajak dalam 1 (satu) surat
pemberitahuan masa.
b. Mengajukan surat keberatan dan banding bagi wajib pajak dengan
kriteria tertentu.
57
c. Memperpanjang jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan
Tahunan (SPT) pajak penghasilan untuk paling lama 2 (dua) bulan
dengan cara menyampaikan pemberitahuan secara tertulis atau
dengan cara lain kepada Direktur Jendral Pajak.
d. Membetulkan surat pemberitahuan yang telah disampaikan dengan
menyampaikan pernyataan tertulis, dengan syarat Direktur Jendral
Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan.
e. Mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran
pajak
f. Mengajukan keberatan kepada Direktur Jendral Pajak atas suatu:
1) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
2) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
3) Surat Ketetapan Pajak Nihil
4) Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar
5) Pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
g. Mengajukan permohonan banding kepada badan peradilan pajak
atas Surat Keputusan Keberatan.
h. Menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk
menjalankan hak dan memenuhi kewajiban sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
58
i. Memperoleh pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi
berupa bunga atas keterlambatan pelunasan kekurangan
pembayaran pajak dalam hal wajib pajak menyampaikan
pembetukan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan
sebelum Tahun Pajak 2007, yang mengakibatkan pajak yang masih
harus dibayar menjadi lebih besar dan dilakukan paling lama dalam
jangka waktu 1 (satu) tahun setelah berlakunya UU No. 28 Tahun
2007 (Resmi, 2016: 23).
C. Pajak Menurut Syari’at
Secara etimologi, pajak dalam bahasa arab disebut dengan istilah
Dharibah yang berasal dari kata dasar ضشة ضشة ضشثب (dharaba,
Yadhribu, dharban) yang artinya mewajibkan, menetapkan, menentukan,
memukul, menerangkan atau membebankan, dan lain-lain (Munawwir,
Kamus Munawwir: 815 ).
Dalam Al-Qur‟an, kata dengan akar kata dha-ra-ba terdapat
beberapa ayat antara lain pada QS. Al-Baqarah : 61 :
احذ فبدع نب سثك طعبو صجش عه ن إر قهزى ب يع
عذعب فيب قثبئب ثقهب جذ األسض ي ب ر خشج نب ي
ثصهب قبل أرغزجذن جطا ش ا خ ثبنز أد انز
ثبءا غكخ ان نخ ى انز ضشثذ عه نكى يب عؤنزى يصشا فئ
59
ان قزه ثآبد هللا ى كبا كفش نك ثؤ ر هللا ثغضت ي ج
كبا عزذ ا ب عص نك ث ش انحق ر ثغ
Artinya: “Dan (ingatlah), ketika kamu berkata: "Hai
Musa, kami tidak bisa sabar (tahan) dengan satu macam makanan
saja. Sebab itu mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu, agar
Dia mengeluarkan bagi kami dari apa yang ditumbuhkan bumi,
yaitu sayur-mayurnya, ketimunnya, bawang putihnya, kacang
adasnya, dan bawang merahnya". Musa berkata: "Maukah kamu
mengambil yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik?
Pergilah kamu ke suatu kota, pasti kamu memperoleh apa yang
kamu minta". Lalu ditimpahkanlah kepada mereka nista dan
kehinaan, serta mereka mendapat kemurkaan dari Allah. Hal itu
(terjadi) karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan
membunuh para Nabi yang memang tidak dibenarkan. Demikian
itu (terjadi) karena mereka selalu berbuat durhaka dan melampaui
batas.
Dharaba adalah bentuk kata kerja (fi’il), sedangkan bentuk kata
bendanya (isim) adalah dharibah ( ضشىجخ ) yang dapat berarti beban.
Dharibah adalah isim mufrad (kata benda tunggal) dengan bentuk
jamaknya adalah dharaaib ضشائت . ia disebut beban, karena merupakan
kewajiban tambahan atas harta setelah zakat, sehingga dalam
pelaksanaannya akan dirasakan sebagai sebuah beban (pikulan yang berat).
Dalam contoh pemakaian, jawatan perpajakan disebut maslahah adh-
dharaaib يغهحخ انضشائت.
Secara bahasa maupun tradisi, dharibah dalam penggunaannya
memang mempunyai banyak arti, namun para ulama dominan memakai
ungkapan dharibah untuk menyebutkan harta yang dipungut sebagai
kewajiban. Hal ini tampak jelas dalam ungkapan bahwa jizyah dan kharaj
60
dipungut secara dharibah, yakni secara wajib. Bahkan sebagian ulama
menyebut kharaj merupakan dharibah. Jadi dharibah adalah harta yang
dipungut secara wajib oleh Negara untuk selain jizyah atau kharaj,
sekalipun keduannya bisa dikategorikan dharibah.
Dalam buku GusFahmi (2011:28) menyebutkan berbagai istilah
Pajak yang diterjemahkan dari kitab Al-Ahkam al Sulthaniyah karya Imam
Mawardi, Kharaj diterjemahkan dengan kata pajak (pajak tanah),
sedangkan jizyah tidak diterjemahkan dengan pajak, melainkan tetap
disebut jizyah. Dalam kitab Shahih Abu Daud, seorang pemungut jizyah
diterjemahkan dengan seorang pemungut pajak, padahal yang dimaksud
adalah petugas jizyah. Dalam kitab Al-Umm karya Imam Syafi‟I jizyah
diterjemahkan pajak. Dari berbagai penerjemahan ini tampaknya
pengertian jizyah, kharaj, dan lain-lain disatukan kedalam istilah pajak.
Padahal seharusnya tidak demikian, masing-masing nama tentu berbeda
subjek dan objeknya.
GusFahmi juga menyebutkan, pajak dalam sistem ekonomi
konvensional (non Islam) disebut (tax) seperti dalam definisi pajak yang
dikemukan oleh Prof. Rahmat Soemitro pajak (tax) disini maknanya
adalah sebuah pungutan wajib berupa uang yang harus dibayar oleh
penduduk sebagai sumbangan wajib kepada negara atau pemerintah
sehubung dengan pendapatan, pemilikan, harga beli barang, dan lain-lain.
Jadi Pajak (tax) adalah harta yang dipungut dari rakyat untuk keperluan
pengaturan negara. Pengertian ini adalah realitas dari dharibah sebagai
61
harta yang dipungut secara wajib dari rakyat untuk keperluan pembiyaan
Negara. Dengan demikian, dharibah bisa kita artikan dengan pajak
(muslim). Istilah dharibah dalam arti pajak (tax) secara syar‟i dapat
dipakai sekali pun istilah pajak (tax) itu berasal dari Barat, karena
realitasnya ada dalam sistem ekonomi Islam.
Untuk menghindari kerancunan makna antara pajak menurut
syariah dengan pajak (tax) non-Islam, maka Istilah dharibah sebagai
padanan dalam bahasa Arab. Dharibah sendiri adalah pajak tambahan
dalam Islam, yang sifat dan karakteristiknya berbeda dengan pajak (tax)
menurut teori ekonomi non-Islam.
Dengan mengambil istilah dharibah sebagai padanan pajak
dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa pajak itu sesungguhnya adalah
beban tambahan yang ditimpakan kepada kaum Muslim setelah adanya
beban pertama, yaitu zakat. Sedangkan kharaj dan jizyah tidak dapat
menjadi padanan pajak secara umum dikarenakan kharaj sendiri obyeknya
tanah yang diberikan oleh non muslim kepada pemerintah. Demikian juga
jizyah obyeknya adalah jiwa yang juga diberikan oleh non muslim kepada
pemerintah. jadi yang paling tepat untuk mengartikan Pajak secara
padanan bahasa syariah adalah dharibah.
Ada tiga ulama yang memberikan definisi tentang pajak, yaitu
Yusuf Qardhawi dalam kitabnya fiqh az-Zakah, Gazy Inayah dalam
kitabnya Al-Iqtishad al-Islami az-Zakah wa ad-Dharibah, dan Abdul
62
Qadim Zallum dalam kitabnya Al-Amwal fi Daulah al-Khilafah,
ringkasannya sebagai berikut:
1. Dalam bukunya (Hafidhuddin, 1999: 998) Yusuf Qardhawi
berpendapat: “Pajak adalah kewajiban yang ditetapkan terhadap
Wajib pajak, yang harus disetorkan kepada negara sesuai dengan
ketentuan, tanpa mendapat prestasi kembali dari negara, dan hasilnya
untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum di satu pihak dan
untuk merealisasi sebagian tujuan ekonomi, sosial, politik, dan
tujuan-tujuan lain yang ingin dicapai oleh negara.”
2. Dalam bukunya (Adnan,2003: 24 ) Gazy Inayah berpendapat : “Pajak
adalah kewajiban untuk membayar tunai yang ditentukan oleh
pemerintah atau pejabat berwenang yang bersifat mengikat tanpa
adanya imbalan tertentu. Ketentuan pemerintah ini sesuai dengan
kemampuan si pemilik harta dan dialokasikan untuk mencukupi
kebutuhan pangan secara umum untuk memenuhi tuntutan politik
keuangan bagi pemerintah.”
3. Dalam bukunya (Ahmad, 2002: 138) Abdul Qadim Zallum ”Pajak
adalah harta yang diwajibkan Allah SWT, kepada kaum Muslim
untuk membiyai berbagai kebutuhan dan pos-pos pengeluaran yang
memang diwajibkan atas mereka, pada kondisi Baitul Mal tidak ada
uang/ Harta.”
63
Dengan definisi diatas, jelas terlihat bahwa pajak adalah kewajiban
yang datang secara temporer. Diwajibkan oleh Pemerintah sebagai
pemasukan negara yang berfungsi untuk kemaslahatan ummat.
Menurut Ilfi (2008:43) pajak memang tidak sama dengan zakat,
namun membayar pajak yang dibebankan oleh Negara pada warganya
bukan sekedar kebolehan, tetapi merupakan kewajiban. Hal ini dilihatdari
penggunaan dana pajak itu sendiri untuk kemaslahatan ummat maka wajib
hukumnya membayar pajak. Hal ini diperkuat adanya hadist yang
diriwayatkan oleh Imam al-Tirmidzi, dari Syuraik, dari Hamzah, dari As-
Sya‟bi, dari Fatimah binti Qais:
عبيش ع د ث ثب األع حذ يذ ذ ث أح ذ ث ثب يح حذ
انشع ضح ع أث ح ظ قبنذ ششك ع ذ ق خ ث فبط ع ج
ف كبح فقبل إ انض عهى ع عه صه هللا عئم انج عؤنذ أ
خ انز ف انجقشح ا كبح ثى رل ز انض بل نحقب ع ان
خ ........ }ا ظ انج ه خك ا ن ر ش أ }
Artinya :“Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin
Ahmad bin Madduwaih telah menceritakan kepada kami Al Aswad bin
'Amir dari Syarik dari Abu Hamzah dari Asy Sya'bi dari Fathimah binti
Qais dia berkata, saya bertanya kepada Nabi Shalallahu 'alaihi wa salam
tentang zakat, lalu beliau bersabda: "Sesungguhnya pada harta ada
kewajiban/hak (untuk dikeluarkan) selain zakat." Kemudian beliau
membaca firman Allah Ta'ala yang terdapat dalam surat Al Baqarah:
"Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu
kebajikan…(ayat) (HR. Tirmidzi)
64
Yang dimaksud kewajiban selain zakat dalam hadist tersebut
adalah kewajiban sosial lainnya yaitu berupa pajak, sedekah sunnah, infaq,
hibah dan juga waqaf. Islam mengajarkan agar tidak hanya menunaikan
zakat yang terbatas jumlah dan pemanfaatannya, tetapi juga menganjurkan
membayar pajak, menunaikan sedekah sunnah dan juga infaq yang tak
terbatas jumlahnya sesuai kemampuan yang dimiliki, dan pemanfaatannya
pun sangat luas dan sangat fleksibel.
65
BAB III
PELAKSANAAN PEMBAYARAN ZAKAT DI BAZNAS KABUPATEN
SEMARANG
A. Tinjauan Umum tentang BAZNAS Kabupaten Semarang
1. Sejarah Berdirinya BAZNAS Kabupaten Semarang
Pada awal berdirinya Badan Amil Zakat Infaq dan Shadaqah
(BAZIS) Kabupaten Semarang ini didirikan atas dua dasar pertimbangan,
yakni pertimbangan hukum dan pertimbangan sosial religi. Latar belakang
pertimbangan hukum disebabkan keberadaan BAZIS merupakan
implementasi dari Peraturan Daerah Nomor 04 Tahun 2008 tentang
Pengelolaan Zakat, Infaq, Shadaqah. (www.baziskabsemarang.com)
Sedangkan dasar pertimbangan sosio-religi berkaitan dengan
keadaan masyarakat Kabupaten Semarang dan tujuan dari zakat, infaq, dan
shadaqah. Hal ini tidak berlebihan karena mayoritas penduduk Kabupaten
Semarang adalah muslim. Selain itu, angka kemiskinan Kabupaten
Semarang mencapai 32% atau sekitar 233.000 orang. Oleh sebab itulah,
maka kemudian pada bulan Maret 2008 BAZIS didirikan.
BAZIS kemudian dikukuhkan oleh pemerintah Kabupaten
Semarang pada tanggal 28 Maret 2008 yang kemudian ditetapkan melalui
keputusan Bupati Semarang Nomor: 451.12/047/2008. Pada tahun 2008
juga BAZIS sudah mulai berjalan dengan baik namun belum optimal
dalam pengumpulan maupun pendayagunaanya.
66
Setelah dikeluarkan Peraturan Pemerintah RI No 14 Tahun 2014,
mengenai pelaksanaan UU No 23 Tahun 2011, BAZIS berubah nama
menjadi BAZNAS sesuai SK Dirjend No DJ.II/568 Tahun 2014 ditetapkan
pembentukannya sebagai BAZNAS Kabupaten yang merupakan lembaga
yang melakukan pengelolaan zakat secara nasional.
2. Visi dan Misi BAZNAS Kabupaten Semarang
Adapun Visi dan Misi Badan Amil Zakat Nasional atau disingkat
BAZNAS kabupaten semarang adalah sebagai berikut:
a. Visi
Terlaksananya pengelolaan zakat, infaq dan shadaqah secara
optimal dan profesional serta mandiri guna mewujudkan
kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Semarang.
b. Misi
1) Mewujudkan pengelolaan zakat, infaq dan shadaqah secara
profesional, amanah, dan mandiri sesuai tuntunan agama;
2) Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menyalurkan zakat,
infaq dan shadaqah;
3) Meningkatkan peran dan hasil guna zakat, infaq dan shadaqah;
4) Merubah mustahiq menjadi muzakki.
3. Dasar Hukum
a. Undang-Undang Nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat
b. Keputusan Mentri Agama RI No: Kw.11.7/4/BA.03.2/2102/2014
c. Keputusan Bupati Semarang Nomor: 451.12/047/2008
67
d. Peraturan Pemerintah RI No 14 Tahun 2014
4. Struktur Organisasi BAZNAS Kabupaten Semarang
Struktur organisasi merupakan kerangka atau bagian yang berisi
penggarisan atau penetapan tugas, tanggung jawab dan wewenang atas
setiap fungsi yang harus dijalankan oleh orang-orang yang berada didalam
organisasi tersebut. Dari struktur organisasi dapat dilihat pembagian dan
pendistribusian tugas dari atau setiap orang yang didalamnya secara tegas
dan jelas. Sehingga administrasi dan manajemen mempunyai peran
dominan didalam organisasi tersebut.
Pembentukan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Kabupaten
Semarang disahkan dengan Keputusan Bupati. Personalita pengurus Badan
Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Kabupaten Semarang disahkan oleh
Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten Semarang dan Kepala
Bagian Kesejahteraan rakyat Kabupaten Semarang setelah melakukan
tahapan-tahapan sebagai berikut:
a) Membentuk tim penyeleksi yang terdiri dari atas unsur Departemen
Agama, unsur Pemerintah Daerah, masyarakat dan unsur terkait.
b) Menyusun kriteria calon pengurus Badan Amil Zakat Nasional
(BAZNAS) Kabupaten Semarang.
c) Mempublikasikan dan mensosialisasikan rencana pembentukan Badan
Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Kabupaten Semarang
d) Melakukan penyeleksian terhadap calon Badan Amil Zakat Nasional
(BAZNAS) Kabupaten Semarang.
68
Susunan Organisasi Badan Amil Zakat Nasional Kabupaten
Semarang terdiri atas unsur pertimbangan, unsur pengawasan dan unsur
pelaksana. Sedangkan anggota pengurus Badan Amil Zakat Nasional
(BAZNAS) Kabupaten Semarang terdiri atas unsur masyarakat dan
pemerintah. Adapun unsur masyarakat terdiri dari ulama‟, cendekiawan,
tokoh masyarakat, dan lembaga profesional. Sedangkan unsur pemerintah
terdiri dari Departemen Agama dan instansi terkait.
Tabel 3.1 Susunan Pengurusan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS)
Tingkat Kabupaten Semarang
Periode 2014-2017
Dewan Pertimbangan
Ketua Dr. Mundjirin ES, SpOG (Bupati
Semarang)
Wakil Ketua Bambang Kusriyanto (Ketua DPRD
Kabupaten Semarang)
Sekertaris Drs. Heru P
Wakil Sekertaris Drg. H. Saefudin Ali Anwar.
Anggota KH. Tadzkir Mansyur
KH. Imam Muhadi Al Hafidz
KH. Faturrahman
H. Ahmad Toha, S.H., M.M.
Drs. H. Mukadi
Tabel 3.2
Komisi Pengawas
Ketua Ir. H. Warnadi,MM (Wakil Bupati
Semarang)
Wakil Ketua Ketua Pengadilan Agama Kabupaten
69
Semarang
Sekertaris Kabag. Hukum Setda Kabupaten
Semarang
Wakil Sekertaris Drs. H. Matori, M.Pd
Anggota Drs. H. Miftahuddin, S.H.
Drs. H.Syamani, M.M.
Drs. H. Tugiman
H. Abdullah Masykur, S.E., M.Si.
Drs. H. Achsin Ma‟ruf
Tabel 3.3
Dewan Pelaksana
Ketua Drs. H Anwar Hudaya, M.M.
(Sekertaris Daerah Kabupaten
Semarang)
Wakil Ketua I Drs. Subadi, M.Si. (Kepala
Kankemenag Kabupaten Semarang)
Wakil Ketua II Drs. H. Munashir, M.M.
Sekertaris Nur Edi Susilo, S.Ag, M.Si. (Gara
Syariah Kemenag Kabupaten
Semarang)
Wakil Sekertaris I Agus Sujiyatin (Kasubag Bina
Sosial Bag Kesra Setda)
Wakil Sekertaris II Ahmad Mujahidin, S.H.
Bendahara DR. H. Zahrul Faisal, S.Ag., S.H.,
M.Si.
Wakil Bendahara Moh. Edi Sukarno, S.Stp., M.M.
Seksi Pengumpulan Ir. Arif Sunandar
Muhammad Solichin, S.Ag., M.Si.
M. Taufiqurrahman, S.Ag., M.Si.
H. Subagiyo Santoso, S.Pdi,. M.Pd.
Seksi Pendistribusian Drs. H. Abdul Kholiq Rifai
Choirur Rozak. S.Pd. I.
Heru Mulyant, S.Pd. I.
Imam Nur Ihsan
Muhammad Muntaha, S.E.
Seksi Pendayagunaan H. Muhammad Sholeh Miyanto
Ali Ahsan, S.T., M.T.
Bambang Setia Budi, S.H.
Muhammad Maksum, S.Pd. I.
Indra Aris Uripno, S.Pt.
Seksi Pengembangan Drs. H. Soliminuddin.
Mu‟alim, S.Ag.
70
Muhammad Asrofik
Marhani, S.Sos.I.
Sodri Said, S.Pd.I.
5. Tugas dan Fungsi Pokok BAZNAS Kabupaten Semarang
Tugas pokok BAZNAS Kabupaten Semarang adalah sebgai berikut:
a. Menyelenggarakan pengumpulan dan pendayagunaan zakat, infaq, dan
shadaqah sesuai dengan fungsi tujuannya;
b. Dalam melaksanakan tugasnya, BAZNAS bersifat objektif dan
transparan.
Fungsi pokok BAZNAS Kabupaten Semarang adalah sebagai berikut:
a. Penyusunan program kerja;
b. Pengumpulan segala macam zakat, infaq, dan shadaqah dari
masyarakat termasuk pegawai di wilayah Kabupaten Semarang;
c. Pendayagunaan zakat, infaq, dan shadaqah sesuai dengan ketentuan
hukumnya;
d. Penyuluhan kepada masyarakat dalam upaya peningkatan kesadaran
menunaikan ibadah zakat, infaq, dan shadaqah;
e. Pembinaan pemanfaatan zakat, infaq, dan shadaqah agar lebih
produktif dan terarah;
f. Koordinasi, bimbingan dan pengawasan kegiatan pengumpulan zakat,
infaq, dan shadaqah yang diilaksanakan oleh pelaksana pengumpulan
BAZNAS;
71
g. Penyelenggaraan kerja sama dengan Badan Amil Zakat, Infaq, dan
Shadaqah dan lembaga Amil Zakat yang lain;
h. Pengendalian atas pelaksanaan pengumpulan dan pendayagunaan
zakat, infaq, dan shadaqah;
i. Pengurusan fungsi-fungsi ketatausahaan, perlengkapan, kerumah-
tanggaan dan sumber daya manusia.
6. Layanan BAZNAS Kabupaten Semarang
Sesuai tugas fungsi pokoknya, BAZNAS Kabupaten Semarang
memberikan pelayanan kepada masyarakat sebagai upaya meningkatkan
kesejahteraan masyarakat khususnya di Kabupaten Semarang. BAZNAS
Kabupaten Semarang mengelola dan mendistribusikan dana ZIS dengan
memberikan berbagai pelayanan guna memenuhi dan membantu
kebutuhan masyarakat yang kurang mampu. Layanan tersebut ialah
sebagai berikut:
a. Beasiswa Pendidikan
Bantuan biaya pendidikan (beasiswa) dari BAZNAS
Kabupaten Semarang yang diprioritaskan bagi siswa kurang mampu
diwilayah Kabupaten Semarang.
b. Ambulan Gratis
BAZNAS kabupaten Semarang memberikan layanan ambulan
gratis bagi masyarakat yang kurang mampu.
72
7. Pengumpulan dan Sumber Dana Keuangan BAZNAS Kabupaten
Semarang
Dalam melakukan pengumpulan, pengelolaan zakat, infaq dan
shadaqah BAZNAS dibantu UPZIS (Unit Pengumpulan Zakat, Infaq dan
Shadaqah). Dalam pelaksanaanya, UPZIS secara teknis dan taktis
operasional bertanggung jawab kepada kepala instansi yang bersangkutan
dan secara fungsional bertanggung jawab kepada Badan Pelaksana
BAZNAS.
Dalam melaksanakan tugasnya, UPZIS mempunyai fungsi mendata
munfiq (pembayar zakat, infaq, shadaqah), dan mustahik di instansi tingkat
pemerintah, tingkat kabupaten, tingkat kecamatan, dan tingkat kelurahan.
Setelah mencatat, membukukan hasil pengumpulan zakat, infaq dan
shadaqah kemudian pengurus UPZIS menyetorkan hasil pengumpulan
zakat, infaq dan shadaqah kepada BAZNAS melalui bank yang ditunjuk
atau kepada bendahara BAZNAS. UPZIS tersebut tersebar diwilayah
Kabupaten Semarang. Sedangkan sumber keuangan BAZNAS Kabupaten
Semarang diperoleh dari:
a) SKPD Kabupaten Semarang, Pendapatan dana dari zakat dihitung
sebesar 2.5% dari para gaji pegawai perangkat daerah Kabupaten
Semarang. Sedangkan perolehan dana infaq, shadaqah, dan dana
sosial sejumlah pengeluaran sukarela dari para pegawai.
b) Instansi Vertikal Kabupaten Semarang, Menurut UU Nomor 23 Tahun
2004 tentang Pemerintah Daerah. Instansi Vertikal adalah perangkat
73
kementerian dan/atau lembaga pemerintah nonkementerian yang
mengurus urusan pemerintahan yang tidak diserahkan kepada daerah
otonom dalam wilayah tertentu dalam rangka dekonsentrasi.
Perolehan dana zakat ini dihitung sesuai dengan ketentuan zakat
sebesar 2,5 % dari gaji para pegawai. Sedangkan dana infaq, shadaqah
dan dana sosial pengeluaran sukarela para pegawai.
c) BUMN, BUMD, Bank dan Lembaga di Kabupaten Semarang,
Perolehan dana zakat ini dihitung sesuai dengan ketentuan yaitu
sebesar 2,5% dari gaji para pegawai atau sesuai pendapatan yang
diperoleh perusahaan pertahunnya. Sedangkan dana infaq, shadaqah
dan dana sosial pengeluaran sukarela dari para pegawai.
d) Perorangan, perolehan dana ZIS dari siapa saja yang memberikan
zakat atau sumbangan ke BAZNAS dengan mendatangi langsung ke
kantor.
e) BAZNAS tingkat kecamatan, perolehan dana ZIS dari BAZNAS
tingkat kecamatan Kabupaten Semarang. Dana ZIS yang sudah
dikumpulkan oleh BASNAS Tingkat kecamatan diserahkan langsung
ke BAZNAS Kabupaten Semarang untuk dikelola.
8. Penganggaran Dana BAZNAS
Sebagai badan pengelola zakat, infaq dan shadaqah, BAZNAS
Kabupaten Semarang menganggarkan dana ZIS tersebut sesuai undang-
undang dan pedoman Al-Qur‟an dan Hadist tentang pengelolaan dana
zakat. Penganggaran tersebut terbagi menjadi 2:
74
a. Penganggaran operasional
Penganggaran pada pembiyaan operasional BAZNAS
Kabupaten Semarang diambil dari perolehan dana ZIS sebesar 12,5%.
Penganggaran tersebut digunakan untuk belanja amil/ pengurus
BAZNAS dan kebutuhan perlengkapan dan administrasi kantor
lainnya.
b. Penganggaran pentasyarufan
Penganggaran pentasyarufan (pendayagunaan/ pendistribusian
dana ZIS) ini merupakan anggaran dana ZIS yang nantinya akan
diberikan kepada mustahiq sesuai asnaf yang berhak untuk
menerimanya, baik secara langsung ataupun melalui program yang
sudah dibuat oleh pihak BAZNAS Kabupaten Semarang.
9. Pentasyarufan Dana ZIS
Tasyaruf adalah pengelolaan dan pembelajaran atau
pendayagunaan harta. Harta atau dana yang diperoleh BAZNAS adalah
dari pengumpulan zakat, infaq, shadaqah dan dana sosial. Harta tersebut
wajib untuk dikelola dengan baik untuk dapat didistribusikan kepada
masyarakat yang kurang mampu atau membutuhkan.
BAZNAS mendistribusikan zakat dengan membuat program-
program yang nantinya dapat memberikan bantuan dan santunan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Program pentasyarufan dari dana
zakat ialah:
75
a. Kabupaten Semarang Peduli :
1) Bedah rumah
2) Faqir miskin (konsumtif)
3) Fisabilillah
4) Gharimin
5) Muallaf
6) Yatim piatu
7) Tanggap Peduli Bencana
8) Peduli Musafir
b. Kabupaten Semarang Sehat :
1) Ambulan gratis bagi dhuafa
2) Pembayaran Angsuran Ambulan
3) Bantuan Kesehatan
4) Khitanan anak sholeh
c. Kabupaten Semarang Cerdas : Beasiswa Pendidikan
d. Kabupaten Semarang Makmur
1) Mitra Usaha Mandiri
2) Bina Wirausaha
e. Kabupaten Semarang Takwa
1) Pusat Kajian Al-Qur‟an Braille
2) Silaturrahmi Ulama
3) Pentasyarufan Kecamatan
76
10. Prosedur Pentasyarufan
Dari 8 asnaf (golongan), ada yang mempunyai hak menerima
bantuan, ada yang menerima hak santunan dan ada pula asnaf yang
disamping menerima hak santunan dan sekaligus dapat menerima hak
bantuan, yaitu fakir miskin. Dalam hal ini BAZNAS memberikan dana
untuk keperluan konsumtif, seperti untuk membeli makanan dan pakaian
dia menerima hak santunan. Tetapi bagi fakir miskin yang ingin berusaha
mandiri, dan karena itu kepadanya diberikan modal usaha, berarti dia
menerima bantuan.
Khusus bagi amilin, mereka adalah menerima hak imbalan. Karena
mereka bekerja yaitu memungut dan atau mengumpulkan ZIS maka
wajarlah mereka diberi imbalan.
Yang dimaksud dengan bantuan adalah dana yang diberikan oleh
BAZNAS yang dipergunakan untuk kepentingan usaha produktif, antara
lain:
a. Dana untuk membangun tempat ibadah, sarana prasarana pendidikan
Islam
b. Dana untuk membantu pelajar/ mahasiswa yang berupa beasiswa,
dana usaha seperti membuka warung nasi, jualan makanan, jualan
bakso dan lain-lain.
Sedangkan yang dimaksud dengan santunan adalah pemberian
sejumlah uang dari BAZNAS kepada mustahik yang sedang dilanda
kesulitan terutama fakir miskin, yang bersifat konsumtif.
77
Dalam perolehan bantuan mustahik harus mengajukan permohonan
kepada BAZNAS Kabupaten Semarang, dengan melengkapi persyaratan
yang ditentukan. Persyaratan dan prosedur tersebut sebagai berikut:
a. Bantuan Biaya Pendidikan
1) Mengajukan permohonan secara tertulis kepada BAZNAS
2) Permohonan sebagaimana angka 1 dilampiri dengan persyaratan
sebagai berikut:
a) Foto copy ijazah terakhir yang dilegalisir
b) Foto copy raport 2 (dua) semester terakhir yang dilegalisir
c) Surat keterangan dari kelurahan dan kepala desa yang
menyatakan
d) Bertempat tinggal di wilayah Kabupaten semarang
(1) Belum menikah
(2) Tidak mampu
e) Surat keterangan dari sekolah atau perguruan tinggi yang
menyatakan
(1) Masih tercatat sebagai siswa atau mahasiswa
(2) Tidak sedang menerima beasiswa dari instansi lain
f) Surat pernyataan tertulis bermaterai dari siswa atau
mahasiswa, menyatakan kesediaan mematuhi peraturan yang
ditetapkan oleh BAZNAS.
g) Pas foto 2 lembar
78
h) Persetujuan orang tua atau wali yang bersangkutan untuk
mendapatkan beasiswa dari BAZNAS.
i) Permohonan sebagaimana angka 1 selanjutnya diadakan
verifikasi oleh Seksi Pendistribusian BAZNAS Tingkat
Kecamatan atau Kabupaten.
j) Verifikasi sebagaimana angka 2 meliputi:
(a) Seleksi administrasi
(b) Wawancara langsung
(c) Peninjauan lapangan
3) Penentuan calon penerima bantuan ditetapkan oleh Ketua
Badan Pelaksana BAZNAS Kabupaten berdasarkan hasil
verifikasi sebagaimana angka 3.
b. Pelayanan Ambulan Gratis
Salah satu layanan BAZNAS Kabupaten Semarang adalah
pelayanan ambulan gratis 24 jam. Layanan ambulan ini dapat
dilakukan dengan konfirmasi/permintaan langsung ke Kantor
BAZNAS Kabupaten Semarang langsung ke (024) 6922354.
Layanan ini diberikan kepada masyarakat umum yang
memiliki tingkat perekonomian menengah kebawah. Sedangkan
proses memperoleh santunan dari pelayanan ambulan gratis hanya
dengan datang ke kantor BAZNAS Kabupaten Semarang dengan
mengutarakan maksud kedatangan (yaitu minta bantuan) serta
menunjukkan surat-surat keterangan, yang membenarkan bahwa dia
79
muallaf, atau seorang ghorimin (yang terlibat hutang) atau seorang
yang sedang melakukan berpergian dengan maksud baik, tetapi
kehabisan biaya (ibnusabil).
Staf BAZNAS Kabupaten Semarang, mencatat nama dan
identitas permohonan santunan yang diberikan, dilengkapi dengan
tanda bukti pemberian santunan (kuitansi penerimaan) yang
dipersiapkan oleh Petugas BAZNAS dan diketahui oleh Ketua
BAZNAS atau pejabat lain atas nama Ketua BAZNAS.
B. Pelaksanaan Prosedur Pengurangan Pajak Penghasilan bagi Pembayar
zakat di BAZNAS Kabupaten Semarang
Melalui Undang-undang No 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan zakat
yang telah mengatur bahwa menunaikan kewajiban zakat dapat mengurangi
pembayaran pajak. Latar belakang dari pengurangan ini dijelaskan dalam
Pasal 22 bahwasanya “Zakat yang dibayarkan oleh muzakki kepada
Organisasi Pengelola Zakat dikurangkan dari penghasilan kena pajak”.
Kemudian dikuatkan Pasal 1 ayat (1) PP No. 60 Tahun 2010 tentang
Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang boleh
dikurangkan dari penghasilan bruto maupun netto.
Keuntungan lahirnya Undang-undang No 23 Tahun 2011 tentang
pengelolaan zakat kian mengukuhkan peran Badan Amil Zakat Nasional
sebagai lembaga berwenang melakukan pengelolaan zakat secara nasional.
Karena untuk melakukan pengurangan pajak penghasilan bagi pembayar
zakat mesti dilakukan melalui Badan Amil Zakat dan Lembaga Amil Zakat
80
yang diakui pemerintah. Hal ini juga diatur dalam Undang-Undang Pajak
Pasal 9 UU Nomor 36 Tahun 2008 adalah ”Dibayarkan kepada Badan Amil
Zakat (BAZ) atau Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang dibentuk atau disahkan
oleh pemerintah”.
Dalam Undang-Undang No 23 Tahun 2011 secara khusus dijelaskan
tentang tata cara pelaksanaan di lembaga amil zakat dalam melakukan
pengurangan pajak yakni dalam Pasal 23 bahwasanya zakat yang dibayarkan
BAZNAS atau LAZ dikurangkan dari penghasilan kena pajak, BAZNAS atau
LAZ wajib memberikan bukti setoran zakat kepada wajib pajak yang nantinya
akan digunakan untuk pengurangan penghasilan kena pajak.
Badan Amil Zakat dan Lembaga Amil Zakat wajib menerbitkan bukti
setoran sebagai tanda terima atas setiap zakat yang diterima sebagai mana
dijelaskan pada Pasal 23 Undang-Undang No 23 Tahun 2011. Semua bukti
setoran zakat atas penghasilan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak Orang
pribadi pemeluk agama Islam diperhitungkan sebagai pengurang Penghasilan
Kena Pajak pada akhir tahun melalui Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan Wajib Pajak yang bersangkutan pada saat dibayarkannya zakat
tersebut.
BAZNAS Kabupaten Semarang selalu melakukan penerbitan bukti
setoran sebagai tanda terima kepada Muzakki yang telah membayar zakat
kepada BAZNAS, baik bukti setor tersebut digunakan untuk pengurangan
pajak ataupun tidak.
81
Bukti setoran zakat yang sah tersebut harus mencantumkan hal-hal
sebagai berikut:
a) Nama, alamat, dan nomor lengkap pengesahan Badan Amil Zakat atau
nomor lengkap pengukuhan Lembaga Amil Zakat;
b) Nomor urut bukti setor;
c) Nama, alamat muzakki dan Nomor Pokok Wajib Zakat;
d) Jumlah zakat atas penghasilan yang disetor dalam angka dan huruf serta
dicantum tahun haul;
e) Tanda tangan, nama, jabatan, petugas Badan Amil Zakat, tanggal
penerimaan dan stempel Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat.
Bukti setoran zakat yang sah tersebut dibuat dalam rangkap 3 (tiga)
dengan rincian sebagai berikut:
1) Lembar 1 (asli), diberikan kepada Muzakki yang dapat digunakan sebagai
bukti Pengurangan Penghasilan Kena Pajak;
2) Lembar 2, diberikan kepada Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat
sebagai arsip
3) Lembar 3, digunakan sebagai arsip bank Penerima, apabila zakat
disetorkan melalui Bank.
Untuk mendapatkan Bukti Setor Zakat (BSZ) tersebut yang harus
dilakukan antara lain;
82
1) Mengisi formulir permohonan Nomor Pokok Wajib Zakat (NPWZ) yang
dapat diperoleh di kantor, counter BAZNAS atau di situs
(http://www.baznas.or.id/registrasi/reg_muzakki.asp)
2) Melakukan pembayaran zakat ke kantor BAZNAS, muzakki langsung
mendapatkan bukti setor zakat (BSZ)
3) Untuk pembayaran via transfer, BSZ akan dikirimkan kemudian oleh
BAZNAS kepada muzakki
Sedangkan untuk Bukti Setor Zakat (BSZ) yang dapat digunakan
sebagai pengurangan pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut:
1) Paling lambat tanggal 31 Maret setelah tahun pajak berakhir, wajib pajak
menyampaikan SPT Tahunan
2) Pada SPT terdapat kolom pengurang zakat yang telah dibayarkan, sesuai
dengan Undang-Undang No.36 Tahun 2008 Pasal 9 ayat (1) huruf g, isikan
jumlah zakat yang telah dibayarkan pada kolom tersebut
3) Pada halaman dua SPT terdapat daftar lampiran. Pada daftar lampiran
tersebut salah satunya dituliskan BSZ
4) Pada saat penyampaian SPT, lampiran bukti setor zakat dari BAZNAS.
Jika di implementasikan dapat meringankan Wajib Pajak juga, yaitu
dengan membayar zakat atas penghasilan yang menyangkut ibadahnya pada
Tuhan dan hubungannya dengan sesama dapat mengurangi Penghasilan Kena
Pajak yang merupakan kewajibannya sebagai warga negara yaitu membayar
pajak.
83
Tapi pada pelaksanaannya masih banyak yang belum menyalurkan
zakat atas penghasilannya kepada Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil
Zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, khususnya di BAZNAS
Kabupaten Semarang karena ketidaktahuannya terhadap Badan Amil Zakat
atau Lembaga Amil Zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah. Dari
penduduk Islam di Kabupaten Semarang sekitar ± 899 926 orang yang
melakukan pembayaran zakat di BAZNAS Kabupaten hanya sekitar ± 8758
orang dan yang melakukan pengurangan pajak prosentasenya hanya 15%. Hal
itu dikarenakan muzakki lebih memilih menyalurkan langsung zakat
penghasilannya kepada masyarakat yang berhak menerima yang biasanya
diutamakan tetangga atau saudara mereka. Hal ini seperti disampaikan oleh
informan. (Imam Nur Ihsan Pengurus BAZNAS Kabupaten Semarang)
84
BAB IV
PELAKSANAAN PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BAGI
PEMBAYAR ZAKAT DI KPP PRATAMA SALATIGA
A. Tinjauan Umum tentang KPP Pratama Salatiga
1. Sejarah Singkat KPP Pratama Salatiga
Kantor Pelayanan Pajak Salatiga adalah Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Salatiga yang beralamat di jalan Diponegoro No. 163 Salatiga
pada awalnya Kantor ini merupakan Kantor Dinas Tingkat 1 dibawah
Kantor Inspeksi Pajak Semarang Barat. Seiring dengan meningkatnya
potensi fikskal yang dimiliki wilayah Kota Salatiga dan sekitarnya, maka
pada tahun 1989 dibentuklah Kantor Pelayanan Pajak Tipe B di Salatiga,
yang memiliki wilyah kerja Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang. Baru
pada tanggal 10 April 1997 berdasarkan KEP-162/KMK.01/1997 KPP
Salatiga ditetapkan sebagai Kantor Pelayanan Pajak tipe A.
Pembentukan Kantor Pelayanan Pajak Salatiga bermula menyewa
bangunan yang beralamat di Jalan Diponegoro No. 1 Salatiga, dengan
pertimbangan kondisi fisik bangunan saat itu maka seksi penagihan
menempati lokasi terpisah di Jalan Patimura No. 3 Salatiga (sekarang
menjadi rumah dinas kepala KPP Pratama Salatiga). Dengan berakhirnya
masa sewa gedung di Jalan Diponegoro No. 1 Salatiga, pada tahun 1992
Kantor Pelayanan Pajak Salatiga pindah gedung kantor dengan menyewa
bangunan di Jalan Brigjend Sudiarto No. 18 Salatiga. Baru pada tanggal
85
12 Maret 1998 Kantor Pelayanan Pajak Salatiga mendapati gedung kantor
sendiri di Jalan Diponegoro No.163 Salatiga, hingga saat ini.
Direktorat Jendral Pajak mengalami modernisasi sistem
administrasi perpajakan pada tahun 2002 mengakibatkan Kantor
Pelayanan Pajak bertransisi menjadi Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Salatiga. Pembentukan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Salatiga sendiri
berdasarkan Peraturan Mentri Keuangan Republik Indonesia Nomor
55/PMK.01/2007, tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal
Direktorat Jendral Pajak, bahwa dalam rangka pelaksanaan modernisasi
sistem perpajakan secara bertahab sebagai upaya di lingkungan Direktorat
Jendral Pajak maka dipandang perlu melanjutkan penerapan organisasi
dan tata kerja Kantor Wilyah (Konwil), Kantor Pelayanan Pajak Pratama
dan Kantor pelayanan, Penyuluhan, dan konsultasi Perpajakan.
Kantor Pelayanan Pajak Pratama bertugas melayani Wajib Pajak
Badan menengah ke bawah dan Wajib Pajak Orang pribadi meliputi jenis
pajak PPh, PPN, PBB, dan BPHTB.
Dalam struktur yang modern terdapat perbedaan yang cukup
radikal dan signifikan yakni yang dulunya struktur organisasi Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) Pra Modern berdasarkan jenis pajak diubah
menjadi berdasarkan fungsi guna debirokratisasi pelayanan seperti Seksi
Pelayanan dan Seksi Pemeriksaan dibentuk secara terpisah. Pelayanan
perpajakan pun sudah mulai satu atap (one stop service) karena semua
jenis pelayanan perpajakan baik jenis PPh, PBB dan BPHTB dilakukan di
86
Kantor Pelayanan Pajak Pratama sedangkan untuk Kantor Pelayanan
Pajak (KKP) Wajib Pajak Besar dan Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
Madya hanya jenis pajak PPh dan PPN, sehingga menyebabkan adanya
peleburan menjadi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama.
Agar dapat memberikan pelayanan prima, Direktorat Jendral Pajak
telah menyiapkan pelayanan ekstra pada setiap Kantor Pelayanan Pajak
Modern dalam hal ini Kantor Pelayanan Pajak Pratama. Tersedianya
Account Representatives (AR) sebagai ujung tombak pelayanan dan
perantaraan antara Direktorat Jendral Pajak dengan WP yang mengemban
tugas melayani setiap Wajib Pajak dalam hal antara lain:
a. Membimbing/menhimbau Wajib Pajak dan memberikan konsultasi
teknis perpajakan
b. Memonitor Penyelesaian pemeriksaan pajak, proses keberatan, serta
mengevaluasi hasil banding.
c. Melakukan pemutakhiran data Wajib Pajak dan menyusun profil
Wajib Pajak.
d. Menginformasilan ketentuan perpajakan terbaru.
e. Memonitor kepatuhan Wajib Pajak melalui pemanfaatan data dan
SAPT (Sistem Administrasi Perpajakan Terpadu)
f. Menyelesaikan permohonan surat keterangan yang diperlukan Wajib
Pajak.
g. Menganalisis kinerja Wajib Pajak.
h. Merekonsiliasi data Wajib Pajak dalam rangka intensifikasi.
87
Selain itu untuk memberikan pelayanan prima juga dibentuk
contact center yang terdiri dari: complain center, call center, non filers
activation center. Dimana pengaduan yang diterima oleh complain center
akan dikoordinasikan dengan unit terkait dan akan ditindaklanjuti dalam
waktu 3 hari kerja dan jenis-jenis pengaduan termasuk mengenai
pelayanan, konsultasi, pemeriksaan, keberatan, dan banding. Adapun
media penyampaian pengaduan dapat melalui e-mail, pos, nomor telepon
bebas biaya, atau langsung.
2. Visi dan Misi KPP Pratama Salatiga
Adapun Visi dan Misi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Salatiga
adalah sebagai berikut:
a. Visi: Menjadi Institusi Penghimpun Penerimaan Negara yang Terbaik
demi Menjamin Kedaulatan dan Kemandirian Negara.
b. Misi: Menjamin Penyelenggaraan Negara yang berdaulat dan mandiri
dengan
a) Mengumpulkan penerimaan berdasarkan kepatuhan pajak sukarela
yang tinggi dan penegakan hukum yang adil
b) Pelayanan berbasis teknologi modern untuk kemudahan
pemenuhan kewajiban perpajakan
c) Apartur pajak yang berintegrasi, kompeten dan profesional
d) Kompensasi yang kompetitif berbasis sistem manajemen kinerja.
88
3. Tugas Pokok KPP Pratama Salatiga
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Salatiga merupakan unit vertikal
Direktorat Pajak setingkat eselon III yang mempuyai tugas pokok yaitu
melaksanakan penyuluhan, pelayanan, dan pengawasan wajib pajak
dibidang Pajak penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak penjualan
atas Barang mewah, dan Pajak tidak langsung lainnya dalam wilayah
wewenangnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4. Fungsi KPP Pratama Salatiga
Fungsi dari Kantor Pajak Pratama Salatiga adalah sebagai berikut:
a. Pengumpulan, pencarian dan pengelolahan data, pengamatan potensi
perpajakan, penyajian informasi perpajakan, pendataan objek dan
subjek pajak, serta penilaian objek Pajak Bumi dan Bangunan;
b. Penetapan dan penerbitan prosedur hukum perpajakan;
c. Pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan
pengolahan surat pemberitahuan, serta surat lainnya;
d. Penyuluhan perpajakan;
e. Pelayanan perpajakan;
f. Pelaksanaan pendaftaran wajib pajak;
g. Pelaksanaan ekstensifikasi;
h. Penatausahaan piutang pajak dan pelaksanaan penagihan pajak;
i. Pelaksanaan konsultasi perpajakan;
j. Penatausahaan piutang pajak dan pelaksanaan penagihan pajak;
k. Pelaksanaan konsultasi perpajakan;
89
l. Pembetulan ketetapan pajak;
m. Pelaksanaan administrasi kantor.
5. Struktur Organisasi KPP Pratama Salatiga
Struktur organisasi merupakan kerangka atau bagian yang berisi
penggarisan atau penetapan tugas, tanggung jawab dan wewenang atas
setiap fungsi yang harus dijalankan oleh orang-orang yang berada
didalam organisasi tersebut. Dari struktur organisasi dapat dilihat
pembagian dan pendistribusian tugas dari atau setiap orang yang
didalamnya secara tegas dan jelas. Sehingga administrasi dan manajemen
mempunyai peran dominan didalam organisasi tersebut. Struktur
organisasi KPP Pratama Salatiga berbentuk staff dan lini.
Struktur oraganisasi ini banyak digunakan oleh perusahaan-
perusahaan lain karena menunjukkan tingkat perintah dari atasan kepada
bawahannya dan tingkat tanggung jawab dari bawahan kepada atasan.
Struktur organisasi KPP Pratama Salatiga dapat dilihat pada gambar
berikut ini:
Tabel 4.1
Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Salatiga
Kepala Kantor Toto Hendiarto,. S.E, M.Si
Supervisor Kelompok I Sugeg,AK. M.Si
Supervisor Kelompok II Nurcahyo Wibowo Putra,S.E.
Ketua Sub Bagian Umum Sri Widiastuti, S.E., M.M.
90
Kepala Seksi Penagihan Suwarno, S.E., M.M.
Seksi Pemeriksaan
Kepala Seksi Pelayanan Hary Yuniarsi Madiunawati,
S.H.
Pengelolaan Data Sri Budhi Yuliastono, S.E.,
M.M.
Kepala Seksi (Pengawas dan
Konsultasi I)
Thoefuri, S.E., M.M.
Kepala Seksi (Pengawas dan
Konsultasi II)
Soliestijo, S.E.
Kepala Seksi (Pengawas dan
Konsultasi III)
Iwan Iswanto,S.E., M.A.
Kepala Seksi (Pengawas dan
Konsultasi IV)
Asrudin, S.R., M.M.
Kepala Seksi Ekstensifikasi dan
penyuluhan
Ir. Puji Harsiswi, M.M.
6. Uraian Tugas KPP Pratama Salatiga
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Salatiga dipimpin oleh seorang
kepala kantor dan dibantu oleh bagian umum dan seluruh seksi. Untuk
lebih rincinya tugas dan wewenang masing-masing dari struktur
oraganisasi dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Kepala Kantor
Pemimpin serta penanggung jawab yang secara keseluruhan
disemua bagian atau bidang, memberikan motivasi, semangat,
pembinaan, pengawasan, serta kebijaksanaan kepada semua seksi
91
supaya terbentuknya kerjasama yang efesien dan tercapainya tujuan
kerja.
b. Sub Bagian Umum
1) Pelayanan kesekretariatan terutama dalam pengaturan kegiatan
usaha dan kepegawaian.
2) Melakukan urusan keunangan
3) Melakukan urusan rumah tangga serta perlengkapan
4) Menyusun laporan berkala Kantor
5) Melaksanakan pelantikan, sumpah, dan serah terima jabatan serta
pengambilan sumpah Pegawai Negeri Sipil (PNS)
6) Melaksanakan penutupan buku kas umum.
c. Seksi Pelayanan
1) Melayani pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
2) Menyelesaikan permohonan pengukuhan pengusaha kena pajak;
3) Melayani perubahan identitas wajib pajak;
4) Melayani pendaftaran objek pajak baru dengan pemeriksaan
lapangan;
5) Melayani pendaftaran objek pajak baru dengan pemeriksaan
kantor;
6) Menyelesaikan pemindahan wajib pajak di kantor pelayanan
pajak lama;
7) Menyelesaikan pemindahan pengusaha kena pajak di Kantor
Pelayanan Pajak lama;
92
8) Menyelesaikan pemindahan wajib pajak di kantor pelayanan
Pajak baru;
9) Menyelesaikan pemindahan pengusaha kena pajak di Kantor
Pelayanan Pajak baru;
10) Menerima dan mengolah SPT Tahunan PPh;
11) Menerima dan mengolah SPT Masa PPN;
12) Menyelesaikan permohonan perpanjangan jangka waktu
penyampaian SPT Tahunan PPh;
13) Menyelesaikan permohonan percetakan salinan SPPT/SKP/STP;
14) Menyelesaikan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
15) Menerbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP).
d. Seksi Pengolahan Data dan informasi (PDI)
(1) Menyelesaikan pembagian hasil penerimaan PBB;
(2) Memanfaatkan bank data;
(3) Membentuk bank data;
(4) Membuat dan menyampaikan Surat Perhitungan (SPh) kirim ke
Kantor Pelayanan Pajak lain;
(5) Membuat laporan penerimaan PBB/BPHTB;
(6) Menatausaha penerimaan PBB non elektronik.
e. Seksi Pemeriksaan
(1) Menyelesaikan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran
PPn-BM;
93
(2) Menyelesaikan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran
PPN untuk selain Wajib Pajak patuh;
(3) Menyelesaikan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) PPh lebih
bayar;
(4) Pengamatan oleh KPP Pratama;
(5) Menetausaha Laporan Hasil Pemeriksaan (LPH) dan Nota
Perhitungan (NOTHIT).
f. Seksi pengawasan dan konsultasi
(1) Menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak
(SPMKP);
(2) Menerbitkan Surat Perintah Imbalan Bunga (SPMIB);
(3) Menyelesaikan permohonan penggunaan nilai buku dalam rangka
penggabungan usaha, pengambilalihan usaha atau pemekaran
usaha;
(4) Menyelesaikan permohonan keberatan;
(5) Menyelesaikan pembetulan ketetapan Pajak Penghasilan, Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah;
(6) Menyelesaikan permohonan Surat Permohonan Surat Keterangan
Bebas (SKB);
(7) Melayani permintaan pemusatan PPN;
(8) Melaksanakan ekualisasi.
g. Seksi Penagihan
(1) Menyelesaikan permohonan penundaan pembayaran pajak;
94
(2) Menerbitkan surat keputusan pencabutan sita;
(3) Menyelesaikan permohonan pembatalan lelang;
(4) Menerbitkan dan memberikan surat paksa;
(5) Menerbitkan surat perintah melakukan penyitaan;
(6) Menerbitkan surat tagihan pajak;
(7) Menagih pajak seketika dan sekaligus;
(8) Menghapus piutang pajak.
7. Kegiatan Pegawai KPP Pratama Salatiga
Dalam rangka peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia, Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Salatiga melaksanakan beberapa kegiatan
internal maupun eksternal kantor.
a. Kegiatan Internal Kantor dalam rangka Internalisasi Corporate Value,
antara lain:
1. EK atau Exchange of Knowledge, EK merupakan program yang
dilaksanakan diseluruh Kantor Pelayanan Pajak Jawa Tengah II.
Dalam Kegiatan ini, antar pegawai melakukan pertukaran
pengetahuan, baik yang sifatnya umum maupun pengetahuan
dibidang perpajakan.
2. IHT atau In House Training, kegiatan ini merupakan kepatuhan
internal yang bertujuan menambah ilmu pengetahuan pegawai
khususnya pada softkill sehingga meningkatkan kualitas dan
profesionalisme pegawai dalam melaksanakan tugasnya.
95
3. DJP Bugar adalah kegiatan Olahraga bersama rutin di KPP
Pratama Salatiga . Dengan diadakan kegiatan ini diharapkan
kesehatan dan kebugaran pegawai KPP Pratama Salatiga selalu
terjaga sehingga dapat memberikan pelayanan prima.
b. Kegiatan Eksternal Kantor dalam rangka Corporate Social
Responsiblity, antara lain:
1. Bakti sosial ke Panti Asuhan, pihak KPP Pratama Salatiga
melakukan kegiatan bakti sosial ke panti asuhan dalam rangka
kepedulian sosial
2. Kegiatan Sosialisasi dan Penyuluhan Perpajakan, dalam rangka
mendekatkan diri dengan masyarakat sekaligus mensosialisasikan
pentingnya membayar pajak, tatacara membayar pajak, serta
mensosialisasikan peraturan terbaru perpajakan. Kegiatan ini
rutin diadakan baik melalui penyuluhan kantor penyuluhan
lapangan.
B. Prosedur Pelaksanaan Pengurangan Pajak Penghasilan bagi Pembayar
zakat di KPP Pratama Salatiga
Sejak adanya UU No. 36 Tahun 2008 tentang perubahan ke-empat
atas UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak penghasilan. Yakni diatur dalam
Pasal 4 ayat (3) huruf a nomor 1, dengan perubahannya yang berbunyi, “Yang
dikecualikan dari objek pajak adalah bantuan atau sumbangan, termasuk
zakat yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan
96
keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di
Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk dan
disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang
berhak, yang ketentuannya diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah”.
Hal ini dikuatkan Pasal 9 ayat (1) huruf g UU PPh yaitu bagi Wajib
Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT), zakat yang diterima oleh
Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat yang dibentuk atau disahkan
oleh Pemerintah dapat dikurangkan dari PKP (Pengusaha Kena Pajak).
dengan cara nilai tersebut dikurangi atas Penghasilan Kena Pajak.
Frasa tersebut diterima oleh Badan Amil Zakat Nasional yang
disahkan oleh Pemerintah, dimaksudkan sebagai syarat untuk diakuinya zakat
sebagai pengurang Pajak Penghasilan yaitu hanya zakat yang benar-benar
diterima oleh Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat yang dibentuk
atau disahkan oleh Pemerintah. Selain itu, syarat tersebut juga merupakan alat
kontrol bagi Pemerintah dan Wajib Pajak terkait dengan kebenaran
pembayaran zakat yang dilakukan Wajib Pajak tersebut.
Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Salatiga Pengurangan Pajak bagi
Pembayar Zakat tersebut ternyata sudah ada dan dapat diketahui
implementasinya, namun masih dalam prosentase sedikit. Hal tersebut
dikarenakan tidak dapat dilihat zakat yang sudah dilakukan Wajib Pajak.
Berdasarkan wawancara dengan informan di Kantor Pajak Pratama
Salatiga juga sudah melakukan sosialisasi kepada Wajib Pajak, karena semua
97
aturan terbaru tentang Pajak harus disosialisasikan kepada Wajib Pajak.
Namun, sosialisasi secara khusus tentang Pengurangan Pajak bagi pembayar
Zakat Penghasilan dalam perhitungan Penghasilan Kena Pajak memang
belum ada. Sosialisasi baru dilakukan ketika Wajib Pajak mengisi SPT,
karena dalam Formulir SPT tercantum didalamnya zakat atas penghasilan.
Namun wajib pajak muslim merasa repot kalau harus mengurus pembayaran
zakatnya kepada Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat yang dibentuk
atau disahkan oleh pemerintah.
Dalam Undang-undang Pajak Penghasilan juga diatur pengurangan
Pajak terhadap penerima dan pemberi zakat yaitu:
(1) Perlakuan Zakat (dalam UU PPh) bagi si Penerima Zakat, dalam UU
Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (3) huruf a bagian 1) menyebutkan bahwa
yang tidak termasuk objek pajak adalah zakat yang diterima oleh Badan
Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat yang dibentuk atau disahkan oleh
pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak, dengan
demikian zakat bagi si penerima zakat adalah bukan objek pajak
penghasilan.
(2) Perlakuan zakat (dalam UU PPh) bagi si pemberi Zakat, dalam Undang-
Undang pajak penghasilan Pasal 9 ayat (1) huruf g menyebutkan bahwa
untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak (PKP) bagi Wajib
Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan harta
yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, kecuali zakat yang diterima
oleh Badan Amil Zakat Atau Lembaga Amil Zakat yang dibentuk atau
98
disahkan oleh pemerintah. Dengan demikian, hanya zakat atas
penghasilan saja bagi si pemberi zakat dapat dikurangkan dari
penghasilan kena pajak.
Pengurangan pajak bagi pembayar zakat dalam tinjauan keputusan
Direktur Jendral Pajak Nomor Kep-163/Pj/2003 yang kemudian diganti
dengan keputuasan Direktur Jendral Pajak nomor PER-6/PJ/2011
diperkenankan apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
(1) Nyata-nyata dibayarkan oleh wajib pajak orang pribadi pemeluk agama
Islam dan atau Wajib Pajak Badan Dalam Negeri yang dimiliki oleh
pemeluk agama Islam;
(2) Dibayarkan kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang
dibentuk atau disahkan oleh pemerintah sebagaimana dalam UU No 23
Tahun 2011 tentang Pengelolaan zakat;
(3) Besarnya zakat yang dapat dikurangkan dari penghasilan kena pajak
adalah 2,5% dari jumlah penghasilan;
(4) Pengurangan zakat atas penghasilan dilakukan dalam tahun pajak
dilaporkannya penghasilan tersebut dalam surat pemberitahuan (SPT)
Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak yang bersangkutan, sesuai
dengan tahun diterima/ diperolehnya penghasilan.
(5) Wajib melampirkan lembar ke-1 Surat Setoran Zakat (SSZ) atau
fotokopinya yang telah dilegalisir oleh Badan Amil Zakat atau Lembaga
Amil Zakat penerima setoran zakat pada SPT Tahunan Pajak Penghasilan
tahun pajak dilakukannya pengurangan zakat atas penghasilan tersebut.
99
Dalam Peraturan Direktur Jendral nomor PER-6/PJ/2011 yang
mengatur mengenai pelaksanaan pembayaran atas zakat atau sumbangan
keagamaan yang sifatnya wajib yang dapat dikurangkan dari penghasilan
bruto. Namun tidak semua zakat bisa dikurangkan dari penghasilan bruto
yang nantinya akan dikenakan pajak hanya pada zakat yang dibayarkan
kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk dan disahkan
oleh pemerintah.
Zakat atas penghasilan yang dibolehkan sebagai pengurang
penghasilan bruto harus memenuhi beberapa hal berikut ini:
1) Jenis zakat yang dibolehkan untuk dijadikan pengurang penghasilan bruto
adalah jenis zakat atas penghasilan. Zakat-zakat lain selain zakat atas
penghasilan tidak dapat dijadikan pengurang penghasilan bruto.
2) Pembayaran zakat atas penghasilan adalah wajib pajak orang pribadi
pemeluk agama Islam dan/atau wajib pajak badan dalam negeri yang
dimiliki oleh pemeluk agama Islam. Pengurangan Penghasilan bruto oleh
zakat penghasilan dilakukan pada akhir tahun dilaporkan dalam surat
pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan wajib pajak orang
pribadi dan atau oleh wajib pajak badan dalam negeri yang bersangkutan.
3) Zakat atas penghasilan dapat berupa uang atau yang disetarakan dengan
uang. Pembayaran dengan yang disetarakan dengan uang dinilai dengan
harga pasar pada saat zakat atas penghasilan tersebut dibayarkan.
4) Apabila dalam tahun pajak dilaporkannya penghasilan dalam Surat
Pemberitahuan (SPT) Tahunan, zakat atas penghasilan belum dibayar,
100
maka pengurangan zakat atas penghasilan dapat dilakukan dalam tahun
pajak dilakukannya pembayaran dan wajib pajak dapat menunjukkan
bahwa penghasilan bruto telah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan
(SPT) Tahunan tahun pajak sebelumnya.
5) Wajib Pajak yang melakukan pengurangan zakat atas penghasilan, wajib
melampirkan lembar Surat Setoran Zakat atau fotokopi yang telah
dilegalisir oleh Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat penerima
setoran yang bersangkutan pada SPT Tahunan Pajak Penghasilan tahun
pajak dilakukannya pengurangan zakat atas penghasilan tersebut. Surat
Setoran Zakat dapat diakui sebagai bukti sekurang-kurangnya harus
memuat:
(a) Nama Lengkap Wajib Pajak
(b) Alamat Lengkap Wajib Pajak
(c) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
(d) Jenis Penghasilan yang dibayar zakatnya
(e) Sumber/jenis penghasilan dan bulan/tahun perolehannya
(f) Besar zakat atas penghasilan
(g) Besarnya zakat atas penghasilan
6) Tempat pembayaran zakat atas penghasilan tersebut adalah badan amil
zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh
pemerintah. Apabila pengeluaran zakat atas penghasilan tersebut tidak
dibayarkan kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang
101
dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah, maka zakat tersebut tidak dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto.
Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Kabupaten semarang
menunjukkan grafik yang terus meningkat baik dalam jumlah pemberi zakat
(muzakki) maupun jumlah dana yang dikumpulkan oleh Badan Amil Zakat
Nasional tersebut.
Implementasi pengurangan pajak bagi pembayar zakat masih minim
dilakukan Wajib Pajak orang pribadi, salah satu penyebabnya yaitu bagi wajib
pajak yang tahu akan aturan tentang perlakuan zakat atas penghasilan dalam
perhitungan penghasilan kena pajak tetapi mereka cenderung belum bisa
melaksanakannya karena hal tersebut dianggap merepotkan. Sementara yang
belum tahu karena belum adanya sosialisasi secara umum akan adanya
pengurangan pajak bagi pembayar zakat yang dibentuk dan disahkan oleh
pemerintah.
C. Contoh Pelaksanaan Pengurangan Pajak Bagi Pembayar Zakat
1. Sebagai contoh Pengurangan Pajak bagi pembayar zakat yang melakukan
usaha/ pekerjaan bebas dan menyelenggarakan pembukuan yang sesuai
ketentuannya adalah sebagai berikut:
Penghasilan bruto Rp.A
Biaya untuk mendapatkan, menagih
dan memelihara penghasilan Rp.a
Penghasilan netto sebelum zakat (A-a) Rp.B
Zakat Penghasilan Rp.b
102
Penghasilan netto setelah zakat (B-b) Rp.C
Kompensasi kerugian Rp.D
Penghasilan netto setelah kompensasi (C-D) Rp.E
Penghasilan Tidak Kena Pajak Rp.F
Penghasilan Kena Pajak (E-F) Rp.G
PPh Terutang:
Rp.G x Tarif Rp.H
Zakat yang dicantumkan adalah zakat yang dibayarkan kepada
amil zakat atau lembaga amil yang dibentuk atau disahkan oleh
pemerintah.
Contoh Kasus:
Pak A seorang pedagang sebagai Wajib Pajak menikah dan mempunyai
anak (K/-2). Hasil Penjualan setahun Rp. 280.000.000,00. Harga Pokok
Penjualan Rp. 110.000.000,00, biaya umum dan administrasi Rp.
20.000.000,00.
Perhitungan pajak dan zakatnya adalah:
Penghasilan Bruto Rp. 280.000.000,00
Harga Pokok Penjualan Rp.(110.000.000,00)-
Laba bruto usaha Rp. 170.000.000,00
Biaya umum dan administrasi Rp. (30.000.000,00)
Penghasilan netto sebelum zakat Rp. 140.000.000,00-
103
Zakat telah dibayar
2.5% x Rp.140.000.000,00 Rp. (3.500.000,00)-
Penghasilan netto setelah zakat Rp. 136.500.000,00
Penghasilan Tidak Kena Pajak (K-2) Rp.(67.500.000,00)
Penghasilan Kena Pajak Rp. 69.000.000,00
PPh 5% x Rp.50.000.000,00: Rp.2.500.000
PPh 15%x Rp. 19.000.000: Rp. 2.850.000
Jumlah PPh Rp. 5.350.000,00
Jika tidak melakukan pengurangan zakat maka:
Penghasilan Bruto Rp. 280.000.000,00
Harga Pokok Penjualan Rp.(110.000.000,00)-
Laba bruto usaha Rp. 170.000.000,00
Biaya umum dan administrasi Rp. (30.000.000,00)
Penghasilan netto sebelum zakat Rp. 140.000.000,00-
Penghasilan Tidak Kena Pajak (K-2) Rp.(67.500.000,00)
Penghasilan Kena Pajak Rp. 72.000.000,00
PPh 5% x Rp.50.000.000,00: Rp.2.500.000
104
PPh 15%x Rp. 22.500.000: Rp. 3.375.000
Jumlah PPh Rp. 5.875.000,00
Apabila Wajib Pajak dalam setahun menderita rugi, maka zakat
tidak boleh dikurangkan dari Penghasilan Kena Pajak. dari perhitungan
PPh 21 Bapak A besarnya pajak terutang, setelah dikurangkan dengan
zakat adalah sebesar Rp. 5.350.000,00.
Dari kedua perhitungan diatas dapat terlihat bahwa setelah zakat
yang sifatnya wajib dijadikan sebagai pengurang pajak penghasilan dari
Wajib Pajak Bapak A dapat berkurang Rp. 525.000,00.
2. Sebagai contoh Pengurangan Pajak bagi pembayar zakat sebagai
Karyawan dan menyelenggarakan pembukuan yang sesuai ketentuannya
adalah sebagai berikut:
Penghasilan bruto Rp. T
Biaya Jabatan Rp. a
Penghasilan netto sebelum zakat (T-a) Rp.U
Zakat Penghasilan Rp. b
Penghasilan netto setelah zakat (U-b) Rp.V
Penghasilan Tidak kena Pajak Rp.c
Penghasilan Kena Pajak (V-c) Rp.W
105
PPh Terutang
Rp.WxTarif Rp.X
Contoh Kasus
Bapak B seorang karyawan sebagai Wajib pajak K/1 menerima gaji dan
tunjangan Rp. 4.500.000,00 perbulan dipotong uang pensiun Rp.
30.000,00 dan iuran THT Rp. 20.000,00.
Penghasilan bruto 12x Rp.4.500.000,00 Rp. 54.000.000,00
Pengurangan:
a. Biaya Jabatan 5% x Rp.54.000.000,00 Rp. 2.700.000,00
b. Iuran pensiun 12x Rp.30.000,00 Rp. 360.000,00
c. Iuran THT 12 x Rp. 20.000,00 Rp. 240.000,00-
Penghasilan netto sebelum zakat Rp. 50.700.00,.00
Zakat 2,5% x Rp.50.700.000.00 Rp. 1.267.500,00-
Penghasilan netto setelah zakat Rp. 49.432.500,00
PTKP (K/1) Rp. 42.000.000,00-
Penghasilan Kena Pajak Rp. 7.432.500,00
Pajak Penghasilan (PPh) 5% x Rp. 7.312.432,00 Rp. 365.621,00
Perhitungan Tanpa Zakat
106
Penghasilan bruto 12x Rp.4.500.000,00 Rp. 54.000.000,00
Pengurangan:
d. Biaya Jabatan 5% x Rp.54.000.000,00 Rp. 2.700.000,00
e. Iuran pensiun 12x Rp.30.000,00 Rp. 360.000,00
f. Iuran THT 12 x Rp. 20.000,00 Rp. 240.000,00-
Penghasilan netto Rp. 50.700.000,00
PTKP (K/1) Rp. 42.000.000,00-
Penghasilan Kena Pajak Rp. 8.700.000,00
Pajak Penghasilan (PPh) 5% x Rp. 8.700.000,00 Rp. 435.000,00
Apabila Wajib Pajak dalam setahun menderita rugi, maka zakat tidak
boleh dikurangkan dari Penghasilan Kena Pajak. dari perhitungan PPh 21
Bapak B besarnya pajak terutang, setelah dikurangkan dengan zakat
adalah sebesar Rp. 365.621,00
Dari kedua perhitungan diatas dapat terlihat bahwa setelah zakat
yang sifatnya wajib dijadikan sebagai pengurang pajak penghasilan dari
Wajib Pajak Bapak A dapat berkurang Rp. 69.379,00.
3. Sebagai contoh Pengurangan Pajak bagi pembayar zakat sebagai pegawai
dan menyelenggarakan pembukuan yang sesuai ketentuannya adalah
sebagai berikut:
Penghasilan Netto Setahun Rp. T
107
PTKP (TK/0) Rp. a
PKP (T-a) Rp. U
PPh 21 terutang Rp. S+V
(5% X Rp. 50.000.00)= Rp.S
(15% X Kelebihan Tarif ) = Rp.V
Contoh Kasus :
Bu C seorang Pegawai, dengan status TK/0 serta memiliki NPWP
(Nomor Pokok Wajib Pajak). Total Penghasilan Rp. 119.000.000,00
setahun. Ibu C membayar zakat Profesi di BAZNAS. Dengan penghasilan
diatas Rp. 60.000.000,00.
Penghasilan Netto Setahun Rp. 119.000.000,00
PTKP (TK/0) Rp. 54.000.000,00
PKP (T-a) Rp. 65.000.000,00
PPh 21 terutang Rp. 4.750.000,00
(5% X Rp. 50.000.00)= Rp. 2.500.000,00
(15% X 15.000.000,00 ) = Rp. 2.250.000,00
Jadi besarnya Pajak Terutang Tanpa Zakat Bu C adalah sebesar Rp.
4.750.000,00
Perhitungan dengan Zakat
108
Penghasilan Netto Setahun Rp. 119.000.000,00
Zakat Rp. (2. 975.000,00)-
Penghasilan netto setelah zakat Rp. 116.025.000,00
PTKP (TK/0) Rp. (54.000.000,00)-
PKP (T-a) Rp. 62.025.000,00
PPh 21 terutang Rp. 4.300.000,00
(5% X Rp. 50.000.00)= Rp. 2.500.000,00
(15% X 12.000.000,00 ) = Rp. 1.800.000,00
Jadi besarnya Pajak Terutang setelah Zakat Bu C adalah sebesar
Rp. 4.300.000,00
Apabila Wajib Pajak dalam setahun menderita rugi, maka zakat tidak
boleh dikurangkan dari Penghasilan Kena Pajak. dari perhitungan PPh 21
Bu C besarnya pajak terutang, setelah dikurangkan dengan zakat adalah
sebesar Rp. Rp. 4.300.000,00
Dari kedua perhitungan diatas dapat terlihat bahwa setelah zakat
yang sifatnya wajib dijadikan sebagai pengurang pajak penghasilan dari
Wajib Pajak Bu C dapat berkurang Rp. 450.000,00.
D. Hambatan-Hambatan
Meskipun ketentuan pembayaran zakat sebagai pengurangan
penghasilan kena pajak (penghasilan bruto) telah berlaku sejak lama, namun
109
Pelaksanaan Pengurangan Pajak bagi pembayar zakat di BAZNAS Kabupaten
Semarang dan KKP Pratama Salatiga sampai saat ini masih banyak yang
enggan memanfaatkan pengurangan pajak bagi pembayar zakat. Hal ini yang
dilatarbelakangi oleh beberapa hambatan diantaranya sebagai berikut:
1. Kurang optimalnya sosialisasi dari BAZNAS karena pihak BAZNAS lebih
mengutamakan mengumpulkan infaq dan pengumpulan zakat diperoleh
melalui UPZ (Unit Pengumpul Zakat) Kemenag Kabupaten Semarang.
2. Pihak KPP Pratama Salatiga tidak melakukan sosialisasi khusus terhadap
pengurangan pajak bagi pembayar zakat Meskipun ketentuan pengurangan
Pajak jelas ada dalam Undang-undang Pajak namun sosialisasi baru akan
dilakukan ketika Wajib Pajak menayakan saat mengisi SPT, karena dalam
Formulir SPT tercantum didalamnya zakat atas penghasilan.
3. Dalam peraturan perundang-undangan tentang Pengurangan Pajak hanya
dikurangkan dalam kolom netto tidak langsung pajak dikurangkan zakat.
Hal ini menyebabkan pembayaran dengan cara mengurangkan pajak bagi
pembayar zakat dengan yang tidak mengurangkan Pajaknya dengan zakat
selisihnya hanya sedikit bagi penghasilan dibawah 60.000.000,-
4. Kurang percayanya pihak Muzakki untuk menyalurkan zakatnya kepada
BAZNAS yang secara hukum telah disahkan oleh pemerintah, Muzakki
lebih memilih menyalurkan langsung zakat penghasilannya kepada
masyarakat yang berhak menerima yang biasanya diutamakan tetangga
atau saudara mereka.
110
5. Terdapat perbedaan penafsiran perhitungan pengurangan pajak bagi
pembayar zakat antar pengurus. Yakni, perhitungan zakat dapat
dikurangkan dari penghasilan netto atau dikurangkan dari penghasilan
bruto.
6. Masyarakat tidak sadar hukum, masyarakat menganggap pajak dan zakat
adalah suatu hal yang tidak ada hubungannya. Sehingga regulasi zakat dan
pajak khususnya mengenai pengurangan pajak bagi pembayar zakat tidak
diketahui.
7. Masyarakat yang mengetahui mengenai pengurangan pajak bagi pembayar
zakat lebih cenderung acuh untuk melaksanakan, melaksanakannya
karena hal tersebut dianggap merepotkan.
111
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan Landasan teori yang didukung oleh hasil penelitian serta
mengacu pada tujuan penelitian, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan
sebagai berikut:
1. Pelaksanaan Pengurangan Pajak Penghasilan bagi Pembayar Zakat di
BAZNAS Kabupaten Semarang Pasca Berlakunya Undang-undang No 23
Tahun 2011
Dalam UU No 23 Tahun 2011 telah diatur kewajiban zakat dapat
mengurangi pembayaran Pajak. Hal ini disebutkan dalam Pasal 22 dan 23
bahwasanya zakat yang dibayarkan kepada BAZNAS yang disahkan
Pemerintah dapat digunakan sebagai Pengurangan Kena Pajak.
Pelaksanaan Pengurangan Pajak bagi pembayar zakat sudah efektif hal ini
dapat sudah diketahui Pelaksanaannya di BAZNAS Kabupaten Semarang
namun masih dalam prosentase sedikit. Adapun pelaksanaan administratif
dengan cara pihak BAZNAS menerbitkan BSZ (Bukti Setor Zakat)
kepada Wajib Pajak dan Wajib Pajak melampirkannya saat pelaporan
Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan pajak. Ketentuan zakat yang menjadi
Pengurang Pajak diperkenankan apabila nyata-nyata dibayarkan Wajib
Pajak Orang Pribadi Pemeluk agama Islam. Cara melakukan Pengurangan
Pajak Penghasilan hanya mencantumkan jumlah zakat dibawah kolom
penghasilan kotor (bruto).
112
2. Hambatan-hambatan Pelaksanaan Pengurangan Pajak Penghasilan bagi
Pembayar Zakat di BAZNAS Kabupaten Semarang Pasca Berlakunya
Undang-undang No 23 Tahun 2011,
Faktor penghambat dari pelaksanaan pengurangan pajak
diantaranya (a) Kurang optimalnya sosialisasi BAZNAS ; (b) Kurangnya
sosialisasi mengenai pengurangan pajak bagi pembayar zakat dari KPP
Pratama Salatiga; (c) Dalam peraturan pengurangan pajak bagi pembayar
pajak hanya dikurangkan di kolom bruto; (d) Kurang percayanya pihak
muzaki kepada BAZNAS; (e) Terdapat perbedaan penafsiran pengurangan
pajak; (f) Masyarakat kurang sadar hukum; (e) Masyarakat yang tahu
tentang peraturan tersebut lebih cenderung acuh.
B. Saran
1. Untuk BAZNAS dan KPP Pratama diharapkan lebih berkoordinasi dalam
melakukan sosialisasi agar masyarakat lebih mengetahui adanya
Pengurangan Pajak Penghasilan bagi Pembayar Zakat.
2. Untuk Pemerintah diharapkan mempertimbangkan agar zakat dapat
mengurangi pajak secara langsung bukan hanya penghasilan kena pajak
saja.
3. Bagi Wajib Pajak / Pengusaha Kena Pajak diharapkan dapat membayarkan
zakatnya melalui Badan Amil Zakat dan Lembaga Amil zakat yang
disahkan Pemerintah yang akan meringankan para Pengusaha dalam
pembayaran PPhnya.
113
4. Kepada insan akademik sedianya penelitian ini dapat memberikan rujukan
awal atau sementara, berikutnya dikembangkan penelitian yang lebih
mendalam, sehingga dapat memberikan manfaat bagi pengembang
keilmuan ekonomi syariah maupun perpajakan.
114
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Mohammad Daud. 1988. Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf. Jakarta: UI
Press.
Al-Qur‟an dan Terjemahnya, Departemen Agama RI, 1984.
Adnan, Zainuddin. 2003. Teori Komprehensif tentang Zakat dan Pajak.
Yogyakarta: Tiara wacana.
Ahmad S, dkk. 2002. Sistem Keuangan di Negara Khilafah. Bogor: Pustaka
Thariqul Izzah.
Ash-Shiddieqy, Hasbi TM. 1977 . Al-Islam. Jakarta: Bulan Bintang.
Djuanda, Gustian, dkk. 2006. Pelaporan Zakat Pengurang Pajak Penghasilan.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Gus Fahmi. 2011. Pajak Menurut Syariah. Jakarta: Rajawali Press.
Hafidhuddin, Didin. 1999. Hukum Zakat. Jakarta: PT.Pustaka Litera Antar Nusa.
________________ . 2002. Zakat dalam Perekonomian Modern. Jakarta: Gema
Insani Press.
________________ 2007. Zakat dalam Perekonomian Modern. Jakarta: Gema
Insani Press.
Hasan, Nur. 2010. Pengaturan Zakat dan Pajak Untuk Keadilan Sosial (Studi
Pemikiran Masdar Farid Mas’udi) . Skripsi. Fakultas Syari‟ah. IAIN
Walisongo Semarang.
Ilfi, Diana Nur. 2011. Hadist-hadist Manajemen. Malang: UIN Maliki Press.
115
Khasanah, Umurotul. 2010. Manajemen Zakat Modern Instrumen Pemberdayaan
Ekonomi Umat. Malang: UIN-Maliki Press.
Mardiasmo. 2009. Perpajakan. Yogyakarta: Andi.
Mariah. 2011. “Zakat sebagai pengurang penghasil kena pajak (studi terhadap
pelaksanaan UU zakat di kabupaten Bekasi)”. Skripsi. Fakultas
Syari‟ah. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Mas‟udi, Masdar Farid. 1993. Agama Keadilan: Risalah Zakat (Pajak) Dalam
Islam, cet. Ke III. Jakarta: P3M.
Moleong, Lexi.J. 2011. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda
Karya.
Munawaroh. 2012. Paduan Memahami Metodologi Penelitian. Cet.1. PT.
Intimedia.
Mursyidi. 2006. Akutansi Zakat Kontemporer. Bandung: PT.Remaja Rosydakarya
Nawawi, Syaikh Imam. 2006. Terjemahan Hadist Arba’i Nawawiyah. Solo:Era
Intermedia
Pernomo, Sjechul Hadi. 1993. Pemerintah Republik Indonesia Sebagai Pengelola
Zakat. Jakarta: Pustaka Firdaus.
Qardhawi, Yusuf. 1988. Hukum Zakat. Bogor: PT pustaka litera Antar Nusa.
Qardhawi, Yusuf. 2002. Muskilat al-Fakr, terj. Maimun Syam. Dkk). Yogyakarta:
Mitra Pustaka.
Resmi, Siti. 2016. Perpajakan. Teori dan Kasus. Edisi 8. Jakarta: Salemba Empat.
Sardana. 2014. Kenali Hak dan Kewajiban Perpajakan Anda. Bandung: Alfabeta.
116
Soemitro, Rochmad. 1988. Pengantar Singkat Hukum Pajak. Bandung:
PT.Eresco.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D, Bandung:
Alfabeta,
Sumarsan, Thomas. 2010. Perpajakan Indonesia. Jakarta: PT. Indeks.
Supramono, dan Damayanti, T.W. 2005. Perpajakan Indonesia: Mekanisme dan
Perhitungannya. Yogyakarta: Andi.
Waluyo. 2006. Perpajakan Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.
Yafie, Ali. 1995. Menggagas Fikih Sosial . Bandung: Mizan. Cet ke-3.
Yuda, Aryanto. 2011. Kompilasi Undang-undang Perpajakan Terlengkap.
Jakarta: Salemba Empat.
Yulfitria, Mia. 2011. ” Sikap masyarakat atas kewajiban ganda membayar zakat
dan pajak (Studi di Desa Sitimulyo, Piyungan, Bantul, Yogyakarta)”.
Skripsi. Fakultas Syariah UIN Sunan Kalijaga.
Undang-Undang
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan
Zakat.
Undang-undang Republik Indonesia No 36 Tahun 2008 Tentang Pajak
Penghasilan.
Undang-undang Republik Indonesia No 28 Tahun 2007 Tentang Tatacara
Perpajakan.
117
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 18 Tahun 2009 Tentang Bantuan
atau Sumbangan Termasuk Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang
Sifatnya Wajib yang Dikecualikan dari Objek Pajak Penghasilan.
Peraturan Pemerintah No 14 tahun 2014 Tentang Pelaksanaan Zakat sebagai
Pengurang Pajak.
Instrusi Presiden Republik Indonesia No 3 Tahun 2014 Tentang Optimalisasi
Pengumpulan Zakat di Kementrian.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
WAWANCARA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL (BAZNAS) KABUPATEN
SEMARANG
1. Bagaimana Sejarah Berdirinya BAZNAS Kab. Semarang?
2. Bagaimana Profil BAZNAS Kab. Semarang ?
3. Bagaimana struktur organisasi BAZNAS Kab. Semarang?
4. Apakah BAZNAS Kab. Semarang menerapkan secara penuh apa saja yang ada
dalam UU NO 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat?
5. Apa Sumber keuangan BAZNAS Kab. Semarang diperoleh dari mana saja?
6. Apa saja layanan yang diberikan BAZNAS Kab. Semarang?
7. Bagaimana BAZNAS Kab. Semarang dalam pentasyarufan dananya?
8. Adakah pelaksanaan Pengurangan Pajak bagi pembayar zakat di BAZNAS Kab.
Semarang?
9. Bagaimana Prosedurnya pelaksanaannya?
10. Apakah para muzakki di BAZNAS Kab. Semarang paham dengan adanya aturan
tersebut?
11. Berapa prosentasenya?
12. Kenapa prosentasenya sangat sedikit ?
13. Apakah BAZNAS Kab. Semarang tidak melakukan sosialisasi terhadap aturan
tersebut?
14. Apa yang menjadi penghambat pelaksanaan pengurangan pajak bagi pembayar
zakat?
HASIL WAWANCARA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL (BAZNAS)
KABUPATEN SEMARANG
Hari/Tanggal/Waktu : Kamis, 2 Maret 2017
Sumber Data : Imam Nur Ihsan
NO WAWANCARA JAWABAN
1. Bagaimana Sejarah Berdirinya BAZNAS
Kab. Semarang?
Diwebsite bazizkabsemarang.com
2. Bagaimana Profil BAZNAS Kab. Semarang
?
Diwebsite bazizkabsemarang.com
3. Bagaimana struktur organisasi BAZNAS
Kab. Semarang?
Diwebsite bazizkabsemarang.com
4. Apakah BAZNAS Kab. Semarang
menerapkan secara penuh apa saja yang ada
dalam UU NO 23 Tahun 2011 Tentang
Pengelolaan Zakat?
UU No 23 Tahun 2011 menjadi
sumber hukum di BAZNAS
Kabupaten Semarang. Jadi apapun
yang ada dalam UU No 23 Tahun 2011
ya semestinya harus diterapkan
sebagai pedoman pengelolaan zakat
disini. Apalagi mengingat BAZNAS
disini tidak hanya melakukan
pengelolaan pada zakat saja,
melainkan Infak shodaqah juga.
5. Sumber keuangan BAZNAS Kab. Semarang
diperoleh dari mana saja?
SKPD Kabupaten Semarang, Instansi
Vertikal Kabupaten Semarang,
BUMN, BUMD, Perorangan,
BAZNAS Tingkat Kecamatan.
6. Apa saja layanan yang diberikan BAZNAS
Kab. Semarang?
Pinjaman Qardhul Hasan, Beasiswa
Pendidikan, dan ambulan gratis.
7. Bagaimana BAZNAS Kab. Semarang dalam
pentasyarufan dananya?
Yaitu dengan didistribusikan kepada
masyarakat yang kurang mampu atau
membutuhkan.
8. Adakah pelaksanaan Pengurangan Pajak
bagi pembayar zakat di BAZNAS Kab.
Semarang?
Ada.
9. Bagaimana Prosedurnya pelaksanaannya?
Pihak BAZNAS memberikan bukti
setoran zakat kepada muzakki yang
nantinya akan digunakan untuk
pengurangan penghasilan kena pajak.
10. Apakah para muzakki di BAZNAS Kab.
Semarang paham dengan adanya aturan
tersebut?
Banyak yang tidak tau tentang aturan
tersebut. Tapi ada juga beberapa yang
paham namun cenderung acuh, karena
bagi mereka kewajiban zakat dan pajak
itu sendiri-sendiri.
11. Berapa prosentasenya? 15-20 %
12. Kenapa prosentasenya sangat sedikit ?
Ya karena meraka menganggap
kewajiban tersebut berdiri sendiri.
13. Apakah BAZNAS Kab. Semarang tidak
melakukan sosialisasi terhadap aturan
tersebut?
Kami pengurus BAZNAS memang
mengakui kami tidak melakukan
sosialisasi secara aktif, masih lebih
mementingkan sosialisasi untuk
kesadaran berzakat itu sendiri. Ya
kalau sosialisasinya ada.
14. Apa yang menjadi penghambat pelaksanaan
pengurangan pajak bagi pembayar zakat
Banyak sekali hambatan diantaranya
sikap acuhnya muzakki pada aturan
tersebut, kurang sadar hukum.
WAWANCARA KPP PRATAMA SALATIGA
1. Bagaimana Sejarah KPP Pratama Salatiga?
2. Bagaimana Profil KPP Pratama Salatiga?
3. Bagaimana struktur organisasi KPP Pratama Salatiga?
4. Dalam pelaksanaan PPh Orang Pribadi atau Badan Hukum. Adakah yang melakukan
pengurangan pajak bagi pembayar zakat?
5. Berapa Prosentasenya?
6. Bagaimana pelaksanaan pengurangan pajak bagi pembayar zakat di KKP Pratama
Salatiga?
7. Apa yang menjadi penghambat pelaksanaan pengurangan pajak bagi pembayar zakat
di KPP Pratama ini?
HASIL WAWANCARA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL (BAZNAS)
KABUPATEN SEMARANG
Hari/Tanggal/Waktu : Senin, 6 Maret 2017
Sumber Data : Lutfhillah, Imeydiana
No Wawancara Jawaban
1. Bagaimana Sejarah KPP Pratama Salatiga?
Nanti saya email
2. Bagaimana Profil KPP Pratama Salatiga?
Nanti saya email
3. Bagaimana struktur organisasi KPP Pratama
Salatiga?
Nanti saya email
4. Dalam pelaksanaan PPh Orang Pribadi atau Badan
Hukum. Adakah yang melakukan pengurangan pajak
bagi pembayar zakat?
Ada. Tapi untuk Pelaksanaan
Pengurangan Pajak bagi
pembayar zakat ini lebih banyak
orang pribadi dibanding badan
hukum
5. Berapa Prosentasenya?
15 %
6. Bagaimana pelaksanaan pengurangan pajak bagi
pembayar zakat di KKP Pratama Salatiga?
Adapun pelaksanaan
administratif dengan cara pihak
BAZNAS menerbitkan BSZ
(Bukti Setor Zakat) kepada
Wajib Pajak dan Wajib Pajak
melampirkannya saat pelaporan
Surat Pemberitahuan (SPT)
tahunan pajak. Ketentuan zakat
yang menjadi Pengurang Pajak
diperkenankan apabila nyata-
nyata dibayarkan Wajib Pajak
Orang Pribadi Pemeluk agama
Islam. Cara melakukan
Pengurangan Pajak Penghasilan
hanya mencantumkan jumlah
zakat dibawah kolom
penghasilan kotor (bruto).
7. Apa yang menjadi penghambat pelaksanaan
pengurangan pajak bagi pembayar zakat di KPP
Pratama ini?
(a) Kurang optimalnya sosialisasi
BAZNAS ; (b) Kurangnya
sosialisasi mengenai
pengurangan pajak bagi
pembayar zakat dari KPP
Pratama Salatiga; (c) Dalam
peraturan pengurangan pajak
bagi pembayar pajak hanya
dikurangkan di kolom bruto; (d)
Kurang percayanya pihak muzaki
kepada BAZNAS; (e) Terdapat
perbedaan penafsiran
pengurangan pajak; (f)
Masyarakat kurang sadar hukum;
(e) Masyarakat yang tahu
tentang peraturan tersebut lebih
cenderung acuh
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : ZAINAB
Jenis kelamin : Perempuan
Tempat, tgl lahir : Rembang, 11 Mei 1995
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Islam
Nama ayah : Ahmad Itqon
Nama Ibu : Muallimah
Alamat : Ds. Sidorejo RT/RW 01/02 Kecamatan Sedan Kabupaten
Rembang 59264
No.HP : 085600327071
Email : [email protected]
Pendidikan
1. RA Riyadlotut Thalabah Sedan
2. MI Riyadlotut Thalabah Sedan
3. MTs Riyadlotut Thalabah Sedan
4. MA Riyadlotut Thalabah Sedan
5. Mahasiswa Hukum Ekonomi IAIN Salatiga
Top Related