PELAKSANAAN PEMBELAJARAN APRESIASI DRAMA
DI KELAS XI IPA 5 SMA NEGERI 4 SURAKARTA
TAHUN AJARAN 2009/2010
(Studi Kasus)
SKRIPSI
Oleh :
GANCAR ADHIWICAKSONO
K1206021
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
PELAKSANAAN PEMBELAJARANAPRESIASI DRAMA
DI KELAS XI IPA 5 SMA NEGERI 4 SURAKARTA
TAHUN AJARAN 2009/2010
(Studi Kasus)
Oleh :
GANCAR ADHIWICAKSONO
NIM K1206021
Skripsi
Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Syarat
Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan
Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
PERSETUJUAN
Skripsi yang berjudul “Pelaksanaan Pembelajaran Apresiasi Drama di
Kelas XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010” ini telah ini
telah disahkan dan disetujui oleh pembimbing I dan pembimbing II pada:
Hari :
Tanggal :
Surakarta, Juni 2010
Persetujuan Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Nugraheni Eko W, M. Hum. Drs. Yant Mujiyanto, M. Pd. NIP 19700716 200212 2 001 NIP 19540520 198503 1 00
PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima
untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan
Pada hari :
Tanggal : Juli 2010
Tim Penguji Skripsi:
Nama Terang Tanda Tangan
Ketua : Drs. Slamet Mulyono, M. Pd. ___________
Sekretaris : Dra. Raheni Suhita, M. Hum. ____________
Anggota I : Dr. Nugraheni Eko W, M. Hum. ___________
Anggota II : Drs. Yant Mujiyanto, M. Pd. ____________
Disahkan oleh
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret
Dekan,
Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd. NIP 19600727 198702 1 001
ABSTRAK
GANCAR ADHIWICAKSONO. K1206021. PELAKSANAAN PEMBELAJARAN APRESIASI DRAMA DI KELAS XI IPA 5 SMA NEGERI 4 SURAKARTA (Studi Kasus) Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, Maret 2010.
Tujuan Penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan, 1) perencanaan pembelajaran apresiasi drama di kelas XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta; 2) pelaksanaan pembelajaran apresiasi drama di kelas XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta; 3) kendala-kendala yang timbul dalam pembelajaran apresiasi drama di kelas XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta; 4) upaya mengatasi kendala yang dihadapi dalam pembelajaran apresiasi drama di kelas XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian deskriptif kualitatif dalam bentuk naturalistik studi kasus tunggal terpancang tunggal. Subjek penelitian ini adalah siswa XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta yang berjumlah 38 siswa. Sumber data pada penelitian ini adalah: 1) tempat dan peristiwa; 2) informan; dan 3) dokumen. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini terdapat tiga cara, yaitu 1) analisis dokumen; 2) observasi; 3) wawancara. Dalam penelitian ini, validitas data diperoleh melalui 1) triangulasi data; 2) triangulasi meode; 3) dan review informant. Teknik analisis data yang digunakan adalah model analisis interaktif. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa perencanaan pelaksanaan pembelajaran apresiasi drama di kelas XI IPA 5 Negeri Surakarta berdasarkan silabus yang dibuat oleh tim MGMP, prota dan promes yang digunakan, dibuat secara bersama oleh guru bahasa Indonesia yang mengajar pada kelas XI yang dikembangkan dan disesuaikan dengan kondisi sekolah dan kondisi siswa. Silabus, prota dan promes digunakan sebagai patokan atau dasar dalam membuat RPP oleh guru dalam mengajar bahasa Indonesia dan khususnya dalam pembelajaran apresiasi drama. Pelaksanaan pembelajaran apresiasi drama di kelas XI IPA 5 SMA Negeri sudah mengacu pada pembelajaran yang bersifat PAIKEM. Kendala-kendala di dalam pembelajaran apresiasi drama, yaitu: (1) rendahnyanya motivasi dan minat pada beberapa siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran, walaupun banyak siswa yang antusias mengikuti pembelajaran drama; (2) alokasi waktu pembelajaran yang banyak tersita oleh kegiatan ujian mid semester, jadwal study tour persiapan ujian untuk kelas XII, ujian akhir nasional, dan ujian praktik; (3) evaluasi dalam pembelajaran, dikarenakan banyaknya kelas yang diampu dalam mengajar oleh guru dan tuntutan bahwa evalusi diharuskan bukan hanya dalam segi kognitfnya saja melainkan dari segi afektif dan psikomotoriknya, jadi dalam pelaksanaan evaluasi guru kesulitan dalam memantau dan menilai tiap-tiap siswa. Upaya-upaya untuk mengatasi kendala tersebut yaitu: (1) guru memberikan motivasi, bimbingan, dan arahan bagi siswa yang mempunyai motivasi dan minat belajar yang rendah untuk mengikuti pembelajaran apresiasi drama. Motivasi yang diberikan berupa penjelasan mengenai tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran dan memberitahu manfaat yang dapat diambil setelah mengikuti pembelajaran. Serta
menggunakan media pembelajaran yang kreatif supaya siswa lebih tertarik lagi dalam mengikuti pembelajaran; (2) guru menyuruh siswa untuk banyak menonton film dalam belajar drama. Dengan menonton film, siswa dapat belajar mengenai penghayatan karakter atau ekspresi, tata kostum, tata rias, alur, setting, amanat, dan lainnya yang berkaitan dengan apresiasi drama. Jadi, siswa bukan hanya belajar mengenai teori saja melainkan dapat pula belajar dengan hal yang nyata; (3) guru mewajibkan setiap kelompok membuat laporan kegiatan yang berisi tentang keterlibatan setiap siswa dalam membuat film. Dengan membuat laporan kegiatan dapat diketahui keaktifan dan partisipasi setiap siswa. Hal tersebut untuk mengetahui dan sebagai dasar untuk menilai segi afektif dan psikomotorik siswa, bukan hanya laporan kegiatan tetapi dengan pemantauan langung dalam pelaksanaan pembuatan film dan juga pengamatan dari keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran di dalam kelas.
MOTTO
”Setiap masalah atau cobaan yang kita alami pasti akan ada jalan keluar untuk
mengatasi dan pasti ada hikmah yang akan didapat buat diri sendiri maupun orang
lain”
(Penulis)
”Mimpi, impian, dan harapan merupakan awal untuk mencapai apa yang akan
dituju, jangan takut untuk bermimpi dan banyak-banyalah mempunyai impian”
(Penulis)
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan karya ini sebagai wujud
syukur, sayang, cinta, dan terima kasihku
teruntuk:
1. Bapak dan Ibu tercinta yang tak pernah
lelah untuk terus menyalakan pelita
kasih sayang dan perhatian yang tulus
dalam setiap pijakan langkah-langkahku
2. Kakakku Agung Mahardika Prabandani
dan Adikku Danang Pangesti Wibowo
tersayang.
3. Almamater.
4. Semua pihak yang telah membantu
selesainya penulisan ini.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena berkat rahmat
dan hidayah-Nya skripsi ini dapat terselesaikan untuk memenuhi sebagian
persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam penyelesaian
penulisan skripsi ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya
kesulitan-kesulitan yang timbul dapat diatasi. Untuk itu, atas segala bentuk
bantuannya penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:
1. Prof. Dr. Furqon Hidayatullah, M. Pd., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberi izin
penyusunan skripsi;
2. Drs. Suparno, M. Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni FKIP
UNS yang telah memberikan izin penyusunan skripsi;
3. Drs. Slamet Mulyono, M. Pd., selaku Ketua Program Pendidikan Bahasa, dan
Sastra Indonesia yang telah memberikan izin penyusunan skripsi kepada
penulis;
4. Dr. Nugraheni Eko W, M. Hum., selaku Pembimbing I yang telah
membimbing penulis selama ini dengan penuh perhatian dan kesabaran dan
Drs. Yant Mujiyanto, M. Pd., selaku Pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan dan arahan kepada penulis;
5. Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M. Pd., selaku Pembimbing Akademik yang telah
membimbing penulis dalam menyelesaikan studi;
6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Sebelas Maret Surakarta, khususnya Program Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia yang telah memberikan sebagian ilmunya kepada penulis dengan
tulus ikhlas selama ini;
7. Drs. Sari Gunanto, selaku Guru Kelas XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta yang
telah meluangkan sebagian waktunya untuk membantu penulis dalam
melakukan penelitian;
8. Seluruh siswa kelas Kelas XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta, yang telah
menunjukkan sikap kerjasamanya selama proses penelitian;
9. Rekan-rekan Bastind ’06 yang telah banyak menorehkan kenangan manis
yang tak terlupakan;
10. Pak Umar beserta keluarganya, yang telah banyak memberikan bantuan dan
perhatiannya yang teramat sangat banyak;
11. Keluarga besarku, yang telah memberikan dukungan dan semangat.
12. Sahabat-sahabatku Widya, Agung, Fauzi, dan Ega yang telah banyak
memberikan semangat dan makna sebuah persahabatan;
13. Penghuni E9 yang berjuang bersama di tanah perantauan untuk hari esok yang
lebih cerah dan masa depan yang lebih baik, Pulung, Deni, Husin, Ardi Yan,
Candra, dan penghuni gelap,;
14. Berbagai pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan satu-persatu.
Semoga kebaikan-kebaikan semua pihak mendapatkan imbalan dari Allah
SWT, Amien.
Surakarta, Juni 2010
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................ i
PENGAJUAN .......................................................................................... ii
PERSETUJUAN ..................................................................................... iii
PENGESAHAN ...................................................................................... vi
ABSTRAK .............................................................................................. v
MOTTO ................................................................................................... vii
PERSEMBAHAN .................................................................................... viii
KATA PENGANTAR ............................................................................. ix
DAFTAR ISI ............................................................................................ xi
DAFTAR TABEL ................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ xv
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................ 6
C. Tujuan Penelitian ......................................................................... 7
D. Manfaat Penelitian ....................................................................... 7
BAB II KAJIAN TEORETIS, PENELITIAN YANG RELEVAN,
DAN KERANGKA BERPIKIR ............................................................. 9
A. Kajian Teoretis ............................................................................. 9
1. Hakikat Drama ......................................................................... 9
a. Pengertian Drama .................................................................. 9
b. Struktur Naskah Drama ......................................................... 12
c. Jenis-Jenis Drama .................................................................. 16
2. Hakikat Pembelajaran Drama ................................................... 17
a. Pengertian Pembelajaran ........................................................ 17
b. Pengertian Apresiasi ............................................................... 25
c. Pengertian Apresiasi Drama ................................................... 26
d. Strategi Pembelajaran Apresiasi Drama ……………………. 28
e. Hakikat Pembelajaran Apresiasi Drama ……………………. 34
f. Evaluasi Pembelajaran Apresiasi Drama ……………………. 38
B. Penelitian yang Relevan ................................................................. 44
C. Kerangka Berpikir ......................................................................... 46
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................. 50
A. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................ 50
B. Bentuk dan Strategi Penelitian ....................................................... 50
C. Sumber Data ................................................................................... 51
D. Teknik Pengumpulan Data ............................................................. 52
E. Uji Validitas Data .......................................................................... 53
F. Teknik Analisis Data ...................................................................... 54
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………………... 56
A. Deskripsi Latar Penelitian ……………………………………….. 56
B. Hasil Penilitian ………………………………………………….. 60
C. Pembahasan ……………………………………………………… 85
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ……………………… 108
A. Simpulan …………………………………………………………. 108
B. Implikasi …………………………………………………………. 111
C. Saran ……………………………………………………………… 113
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 115
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Waktu dan Kegiatan Penelitian ……………………………………. 50
2. Waktu Pelaksanaan Pembelajaran ……………………………….... 58
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Alur Kerangka Berpikir ............................................................ 49
2. Teknik Analisis Data ................................................................ 55
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Catatan Lapangan Hasil Observasi ............................................................ 118
2. Catatan Lapangan Hasil Observasi ............................................................ 123
3. Catatan Lapangan Hasil Wawancara ......................................................... 126
4. Catatan Lapangan Hasil Wawancara ......................................................... 138
5. Catatan Lapangan Hasil Analisis Dokumen .............................................. 143
6. Catatan Lapangan Hasil Analisis Dokumen .............................................. 146
7. Catatan Lapangan Hasil Analisis Dokumen .............................................. 147
8. catatan Lapangan Hasil Analisis Dokumen ............................................... 152
9. Denah SMA Negeri 4 Surakarta ................................................................ 154
10. Daftar Siswa Kelas XI IPA 5 ..................................................................... 156
11. Silabus ........................................................................................................ 157
12. Prota dan Promes ....................................................................................... 159
13. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran .......................................................... 163
14. Foto ............................................................................................................ 167
15. Surat-surat Izin Menyusun dan Penelitian Skripsi ..................................... 169
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembelajaran adalah pemerolehan pengetahuan tentang satu hal atau
keterampilan melalui pengalaman. Belajar adalah perubahan disposisi atau
kemampuan seseorang yang dicapai melalui orang tersebut dan diperoleh bukan
secara langsung dari proses pertumbuhan dirinya secara alamiah (Gagne dalam
Sudjana, 2000: 97). Materi pelajaran yang diberikan pada anak didik pun berbagai
macam mata pelajaran. Salah satunya adalah bahasa Indonesia.
Isi dari materi pembelajaran bahasa Indonesia berupa kebahasaan dan
kesusastraan. Pembelajaran sastra pada umumnya masih menyatu atau bagian dari
pelajaran bahasa Indonesia. Keadaan tersebut dapat terlihat di semua jenjang
pendidikan atau sekolah. Salah satu alasan menempatkan pembelajaran sastra
Indonesia sebagai bagian dari pelajaran bahasa Indonesia ialah sastra Indonesia
tidak bisa lepas dengan bahasa Indonesia. Dalam kaitannya dengan kepentingan
pembelajaran bahasa Indonesia, pembelajaran sastra Indonesia sangat membantu
pencapaian tujuan pembelajaran bahasa Indonesia. Oleh karena itu, dalam
penyajian pada pendidikan formal, pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia
tidak dapat dipisahkan.
Berbagai jenis karya sastra, seperti puisi, cerita pendek, novel, drama, dan
masih banyak lagi yang lainnya, telah diperkenalkan kepada siswa sejak mereka
duduk di bangku Sekolah Dasar (SD). Dengan belajar sastra, siswa dapat belajar
membaca, menulis, berbicara, dan menyimak. Jadi, dapat disimpulkan, siswa
dapat meningkatkan kemampuan berbahasanya dengan baik. Jenis sastra yang
dipelajari bisa berupa apa saja.
Pembelajaran sastra yang dilakukan di sekolah harus mempunyai tujuan.
Tujuan dari pembelajaran tersebut adalah siswa mampu mengapresiasi sebuah
karya sasrta. Kemampuan mengapresiasi sastra diharapkan dapat mendorong
siswa untuk berani menuangkan pengalaman, gagasan, dan perasaan dalam bentuk
2
karya sastra. Begitu juga kemampuan kebahasaaannya. Pembelajaran sastra
merupakan bentuk seni yang dapat diapresiasi, sehingga pelaksanaan
pembelajaran harus bersifat apresiatif. Oleh karena itu, pembelajaran sastra
hendaknya ditekankan pada segi apresiatif. Apresiasi karya sastra meliputi
apresiasi prosa, puisi, dan drama. Pembelajaran apresiasi sastra khususnya
pembelajaran apresiasi drama merupakan salah satu aspek yang harus diajarkan
kepada siswa agar mampu mengenal, memahami, menikmati, dan memanfaatkan
karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan
kehidupan, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa.
Hasan Alwi (dalam Sarumpaet, 2002: 16) menyatakan minat dan apresiasi
pembaca hendaknya mulai dibangkitkan dan ditumbuhkan sejak dini, yaitu ketika
pembaca masih berusia sekolah. Mutu dan tingkat pemahaman apresiasi sastra
yang telah dilalui oleh siswa di sekolah akan menjadi modal bagi perkembangan
lebih lanjut pada saat mereka nanti terjun sebagai anggota masyarakat.
Sastra sangat penting diajarkan kepada siswa dalam perkembangan pola
pikir. Seperti dijelaskan oleh Yuni Pratiwi (2005: 132) bahwa karya sastra yang
bernilai tinggi mengandung pesan-pesan moral yang tinggi. Sastra yang
mengandung pesan moral yang tinggi dapat menjadi medium untuk
menggerakkan dan mengangkat manusia pada harkat yang tinggi. Karya sastra
tersebut dapat berupa prosa, puisi, dan drama. Pembelajaran sastra ditekankan
pada bagaimana mengapresiasikan karya, bukan pada menghafal karya sastra.
Kenyataan yang ada di lapangan tidak sesuai dengan tujuan yang diharapkan
karena pengajaran apresiasi sastra masih dinilai masih belum menunjukkan hasil
yang memuaskan dan masih rendahnya kualitas pembelajaran.
Kondisi pembelajaran sastra di lembaga pendidikan formal sejauh ini
dapat dikatakan masih mengecewakan. Darmojo (2007: 1) mengungkapkan: (1)
pada dasarnya pembelajaran sastra berpengaruh pada minat murid terhadap sastra,
namun tidak terdapat hubungan antara teori yang diajarkan dan kemampuan
apreasi sastra; (2) pengajar tidak memiliki waktu serta tidak tahu bagaimana
caranya mengikuti perkembangan sastra di luar wacana; dan (3) murid tidak
3
mampu mangaitkan nilai sastrawi dengan nilai-nilai etis/moral budaya dalam
kehidupan.
Pembelajaran apresiasi drama merupakan salah satu bagian dari
pengajaran apresiasi sastra yang tidak terlalu diminati oleh siswa dan banyak
menemui kesulitan. Yus Rusyana (dalam Herman J. Waluyo, 2002: 1) menarik
kesimpulan bahwa minat sastra dalam membaca karya sastra yang terbanyak
adalah prosa, menyusul puisi, baru kemudian drama. Perbandingannya adalah 6 :
3 : 1. Hal ini disebabkan karena menghayati naskah drama yang berupa dialog itu
cukup sulit dan harus tekun. Penghayatan naskah drama lebih sulit daripada
penghayatan naskah drama.
Pembelajaran apresiasi drama selama ini masih dapat dikatakan belum
menunjukkan hasil yang memuaskan. Rendahnya kualitas pembelajaran tentunya
disebabkan oleh beberapa faktor, seperti penyajian yang tidak mengenai sasaran,
saran belajar yang kurang menunjang dalam proses pembelajaran, atau guru yang
kurang menguasai materi sastra. Keadaan tersebut sangat disesalkan jika terus
berlanjut mengingat bahwa karya sastra dan proses pembelajarannya dapat
meningkatkan pendidikan moral seseorang.
Pembelajaran drama sangat penting bagi siswa karena dapat membentuk
manusia yang memiliki pengetahuan luas sekaligus memiliki moral dan
kepribadian yang baik. Namun kenyataan yang terjadi di lapangan, pembelajaran
drama belum sesuai dengan harapan. Pembelajaran drama masih menekankan
pengetahuan belum menekankan pada aspek apresiasi. Herman J. Waluyo (2006:
165) menyatakan bahwa pembelajaran drama sebagai penunjang pemahaman
bahasa berarti untuk melatih keterampilan membaca (teks drama) dan menyimak
atau mendengarkan (dialog dalam drama, mendengarkan drama radio, televisi,
dan sebagainya). Sementara sebagai penunjang latihan penggunaan bahasa dengan
maksud yaitu melatih keterampilan menulis (teks drama, resensi drama, dan
sebagainya) dan wicara (dialog-dialog dalam pementasan drama).
Pembelajaran apresiasi harus benar-benar sampai kepada tahap apresiasi,
pembelajaran apresiasi drama hendaknya memperhatikan konsep-konsep sebagai
berikut, yaitu; (1) pembelajaran apresiasi drama diupayakan tidak hanya
4
mengarah aspek teoritis dan kognitif; (2) pembelajaran apresiasi drama hendaknya
melibatkan secara langsung peran serta siswa dalam proses apresiasi; (3) guru
hendaknya memberi kesempatan kepada siswa untuk mendapatkan kenikmatan
dan kemanfaatan dalam berapresiasi dengan memerankan drama; (4) pemelajaran
apresiasi drama diarahkan pada pemerolehan pengalaman batin siswa dengan turut
berperan serta dalam kegiatan pementasan drama.
Menurut Imam Syafe’i (dalam Marmi, 2006: 1) tujuan pembelajaran
drama adalah untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam mengapresiasi drama.
Ini berarti bahwa setelah selesai mengikuti kegiatan belajar mengajar drama
diharapkan siswa dapat meningkatkan kemampuannya dalam mengapresiasi
drama, yaitu mampu mengenal, menghayati, dan menghargai drama sebagai karya
sastra secara kreatif. Selain itu, diharapkan pula mereka mampu
mengomunikasikan hasil kegiatan mengapresiasi bentuk sastra itu kepada orang
lain, baik secara lisan maupun tulis. Kemampuan mengapresiasi drama secara
kreatif itu diharapkan pula dapat mendorong siswa untuk berani menuangkan
pengalaman, gagasan, dan perasaannya dalam bentuk drama.
Keberhasilam pembelajaran apresiasi drama ini, dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu; kurikulum, guru, siswa, sarana, dan kondisi lingkungan.
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi ketidakberhasilan pembelajaran apresiasi
drama adalah minimnya buku-buku tentang drama yang tersedia di perpustakaan,
alokasi waktu pembelajaran yang masih kurang pada materi apresiasi drama, dan
kurang minatnya siswa terhadap materi bahasa Indonesia, khususnya pada
pembelajaran drama. Membangkitkan minat siswa dalam kegiatan apresiasi sastra
bukan merupakan hal yang mudah dilakukan.
Keadaan seperti di atas dapat menyebabkan siswa kurang dapat mengenal
berbagai bentuk drama hasil karya sastrawan. Dengan demikian, siswa tidak akan
dapat memahami dan menghayati drama apalagi mengapresiasikan drama sebagai
salah satu bentuk karya seni yang penuh makna dan keindahan. Padahal
pembelajaran drama ternyata mempunyai dampak yang begitu besar bagi
keterampilan berbahasa yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.
5
Faktor yang cukup penting dan dominan terhadap keberhasilan
pembelajaran drama di kelas adalah guru. Salah satu hal yang harus dilakukan
oleh guru adalah memahami kurikulum yang berlaku, yaitu Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP). Penguasaan guru terhadap kurikulum akan
mempengaruhi tingkat keberhasilan pembelajaran drama di kelas. Seorang guru
dituntut mampu membuat perencanaan pembelajaran dengan baik, memilih materi
pelajaran yang sesuai dengan kompetensi dasar, memilih metode yang sesuai
dengan tujuan pembelajaran, menggunakan media pembelajaran dengan tepat
yang disesuaikan dengan karakteristik tingkat kemampuan siswa. Jika
pembelajaran sesuai dengan rencana pembelajaran, mengetahui cara untuk
mengatasi kendala yang ada, dan pelaksanaan evaluasi yang tepat, maka
pembelajaran berlangsung dengan baik.
Guru kerap menghadapi kesulitan dalam menentukan strategi yang tepat
untuk meningkatkan keberhasilan pengajaran apresiasi sastra. Pengajaran
apresiasi drama sebagai salah satu contoh pengajaran apresiasi sastra yang harus
mendapatkan perhatian serius karena dalam drama banyak nilai penting yang
dapat memperkaya khasanah budi pekerti manusia. Akan tetapi, terkadang dalam
pembelajaran apresiasi drama di sekolah hanya sebatas pembelajaran yang
menyangkut aspek kognitif tentang drama saja sehingga siswa hanya sebatas tahu
tentang drama tanpa mereka bisa merasa bahwa ada sesuatu yang menarik dalam
drama.
Pembelajaran apresiasi drama mementingkan aspek apresiasi yang lebih
besar dibandingkan dengan aspek kognitif siswa tentang drama. Dalam apresiasi,
siswa tidak hanya tahu tentang drama, tetapi ia (siswa) mempunyai minat dan
mampu merespon bahkan menaruh penghargaan terhadap drama. Pengajaran
apresiasi drama meliputi apresiasi terhadap naskah dan terhadap pementasan.
Namun, hal yang memungkinkan dapat diajarkan di kelas adalah apresiasi naskah
drama, berdasarkan dari hal itu kemudian siswa mampu mengapresiasi naskah
yang ia (siswa) baca atau yang mereka buat untuk kemudian mereka gubah dalam
bentuk pementasan atau latih akting.
6
Dalam setiap pelakasanaan pembelajaran di kelas pasti terdapat
problematika yang menjadikan pembelajaran tidak sesuai dengan tujuan yang
diharapkan. Kendala atau hambatan berasal dari faktor intern maupun ekstern.
Seperti di jelaskan pada pembahasan sebelumnya bahwa faktor intern berasal dari
diri guru dalam mengajar dan siswa pada saat mengikuti pembelajaran. Pada
faktor ekstern berasal dari sarana dan prasarana yang ada dalam menunjang
pelakasanaan pembelajaran. Begitu pula dalam pembelajaran apresiasi drama.
Berdasarkan kondisi pembelajaran drama sebagaimana telah dipaparkan di
atas maka peneliti tertarik untuk mencoba meneliti bagaimanakah gambaran atau
apa yang terjadi pada pelaksanaan pembelajaran apresiasi drama di kelas XI IPA 5
SMA Negeri 4 Surakarta. Dengan penelitian yang bersifat studi kasus, peneliti
ingin mengetahui bagaimana proses kegiatan pembelajaran drama yang dimulai
dari tahap persiapan sebelum pelakasanaan pembelajaran, tahap pelakasanaan
pembelajarana, dan kendala atau hambatan yang terjadi dalam pelaksanaan juga
upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala yang dihadapi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan di atas,
permasalahan utama dalam penelitian ini adalah bagaimanakah pelaksanaan
pembelajaran apresiasi drama di SMA Negeri 4 Surakarta, secara lebih terperinci
dijabarkan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah perencanaan pelaksanaan pembelajaran apresiasi drama di
kelas XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010?
2. Bagaimanakah pelaksanaan pembelajaran apresiasi drama di kelas XI IPA 5
SMA Negeri 4 Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010?
3. Kendala apa saja yang dihadapi oleh guru dalam pelaksanaan pembelajaran
apresiasi drama di kelas XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta Tahun Ajaran
2009/2010?
4. Upaya apa saja yang ditempuh oleh guru untuk mengatasi kendala dalam
pelaksanaan pembelajaran apresiasi di kelas XI IPA 5 SMA Negeri 4
Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010?
7
C. Tujuan Penelitian
Sesuai rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mendeskripsikan perencanaan pelaksanaan pembelajaran apresiasi drama di
kelas XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010?
2. Mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran drama di kelas XI IPA 5 SMA
Negeri 4 Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010?
3. Mendeskripsikan kendala-kendala apa saja yang dihadapi oleh guru dalam
pelaksanaan pembelajaran drama di kelas XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta
Tahun Ajaran 2009/2010?
4. Mendeskripsikan upaya mengatasi kendala yang dihadapi dalam pembelajaran
drama di kelas XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010?
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
Hasil dari penilitian yang hendak dilakukan diharapkan dapat memperkaya
khazanah keilmuan khususnya dalam hal pembelajaran drama di SMA.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Peneliti
Sebagai pengembangan secara lengkap potensi dan kreativitas dalam diri
peneliti terkait dengan aspek pembelajaran drama dan sekaligus dapat
menjadi bahan perbandingan dalam kenyataan di lapangan.
b. Bagi Guru
Memberikan gambaran mengenai pembelajaran apresiasi sastra, pada
drama khususnya sehingga dapat menjadi alternatif pemecahan masalah
dan memunculkan kreativitas serta inovasi dalam pelaksanaan
pembelajaran.
c. Bagi Sekolah
Memberi masukan dan pertimbangan demi upaya meningkatan mutu
pembelajaran apresiasi sastra, khususnya pada drama.
8
d. Bagi Peneliti Lain
Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan bagi peneliti lain lebih
lanjut sehingga bermanfaat bagi perkembangan dan kemajuan
pembelajaran apresiasi sastra, pada drama khususnya.
9
BAB II
KAJIAN TEORETIS, PENELITIAN YANG RELEVAN,
DAN KERANGKA BERPIKIR
A. Kajian Teoretis
1. Hakikat Drama
a. Pengertian Drama
Kata drama berasal dari bahasa Greek, dalam hal ini berasal dari kata kerja
dran yang berarti “berbuat, to act atau to do”. Namun, ada juga pendapat istilah
drama berasal dari termologi Yunani “draomai” yang berarti berbuat, berlaku,
bertindak atau beraksi. Herman J. Waluyo (2002: 1), mengungkapkan bahwa
drama merupakan tiruan kehidupan manusia yang diproyeksikan di atas pentas.
Drama adalah potret kehidupan manusia, potret duka, pahit manis, hitam putih
kehidupan manusia. Drama adalah sebuah genre sastra yang penampilan fisiknya
memperlihatkan secara verbal adanya dialog atau cakapan di antara tokoh-tokoh
yang ada (Melani Budianta, 2002: 95).
Atar Semi (2000: 156) mengemukakan bahwa drama cerita atau tiruan
perilaku manusia yang dipentaskan. Di mana kita dapat melakukan tiruan dengan
mudah tentang sesuatu hal dalam kehidupan sehari-hari dan sesuai dengan cerita,
hal tersebut akan menimbulkan kesan atau reaksi dari penonton. Drama adalah
salah satu jenis karya yang ditulis dalam bentuk dialog yang didasarkan atas
konflik batin dan mempunyai kemungkinan untuk dipentaskan, sedangkan
Panuti Sudjiman (2000: 22) berpendapat bahwa drama adalah karya sastra
yang bertujuan menggambarkan kehidupan dengan mengemukakan tikaian dan
emosi lewat lakuan dan dialog, dan lazimnya dirancang untuk pementasan
panggung. Drama merupakan salah satu bentuk karya sastra yang memiliki ciri
tersendiri yang membedakan dengan karya sastra yang lain. yaitu dalam
naskahnya didominasi dengan dialog-dialog antar pemeran atau tokoh. Drama
adalah sebuah karya sastra yang ditulis dalam bentuk dialog dengan maksud untuk
10
dipentaskan para aktor. Adapun unsur-unsur pembantu sebuah drama dalam
pementasan adalah sebagai berikut:
1) Babak : bagian dari suatu lakon drama
2) Adegan : bagian dari suatu babak
3) Prolog : kata pendahuluan sebagai pengantar suatu lakon
4) Monolog : percakapan seorang pelaku dengan dirinya
5) Dialog : percakapan antar pelaku dalam pementasan
6) Epilog : kata penutup yang mengakhiri suatu lakon
7) Mimik : ekspresi (gerak-gerik) air muka pelaku untuk memberikan
gambaran emosi
8) Pantomim : ekspresi anggota tubuh untuk menggambarkan emosi
pelaku.
Selain didominasi oleh cakapan langsung (dialog antartokoh), lazimnya
sebuah karya drama juga memperlihatkan adanya semcam petunjuk
pemanggungan yang akan memberikan gambaran tentang suasana, lokasi, atau
apa yang dilakukan oleh pelaku atau tokoh (Melani Budianta, 2002: 97).
Penjelasan menegenai drama, maka istilah drama akan berhadapan dengan dua
kemungkinan yaitu drama naskah dan drama pentas (Herman J. Waluyo, 2006: 2).
1) Drama Naskah
Drama naskah merupakan dasar dari telaah drama. Drama naskah
dapat dijadikan bahan studi sastra, dapat dipentaskan, dan dapat
dipagelarkan dalam media audio, berupa sandiwara radio atau kaset.
Drama naskah dapat diberi batasan sebagai salah satu jenis karya sastra
yang ditulis dalam bentuk dialog yang didasarkan atas konflik batin dan
mempunyai kemungkinan dipentaskan. Drama naskah merupakan salah
satu genre sastra yang dijajarkan dengan puisi dan prosa.
Sebagai karya sastra, bahasa drama adalah bahasa sastra karena itu
bersifat konotatatif juga dimiliki. Pemakaian lambang kiasan, irama,
pemilihan kata yang khas, dan sebagai berprinsip sama dengan karya
sastra yang lainnya. Dalam pementasan drama banyak menggunakan
dialog-dialog, maka bahasa drama tidak selalau puitis dan lebih cair
11
daripada bahasa prosa. Sebagai potret atau tiruan kehidupan, dialog drama
banyak berorientasi pada dialog yang hidup.
Hasanudin WS (2009: 71) menyebutkan bahwa sebagai genre sastra,
secara umum dapatdikatakan drama mendekati atau bahkan dapat
diidentifikasi dengan fiksi. Pada umumnya rumusan tentang keidentikan
ini diperoleh dari penelusuran tantang bagaimana unsur cerita atau
peristiwa yang dihadirkan oleh pengarang. Naskah drama yang ditulis
dimungkinkan bersifat komunikatif dan bahasanya adalah bahasa yang
hidup dalam masyarakat, bahasa speech-act. Nilai literel memang tidak
boleh ditinggalkan, tatapi sifat komunikatif harus diperhatikan.
2) Drama Pentas atau Teater
Karya drama adalah karya pentas, maksudnya bahwa drama sebagai
karya sastra akan memiliki arti atau nilai setelah melewati tahap
pementasan. Dengan pementasan maka drama sebagai karya seni
eksistensinya menjadi sempurna. Dengan dipentaskan, dialog yang ada
akan menjadi hidup. Dialog harus diperankan dengan didukung oleh olah
vokal yang prima, jelas, fasih, intonasi dan penjedaan yang tepat serta
didukung dengan acting yang ekspresif. Pementasan drama merupakan
visualisasi dan konkretisasi cerita sehingga keindahan drama dapat
dinikmati dengan segenap perasaan dan pancaindera. Dengan pementasan
drama dapat dapat dilatih kan kemampuan praktik kemampuan berbahasa
siswa. Drama pentas adalah jenis kesenian mandiri, yang merupakan
integrasi antara berbagai jenis kesenian seperti musik, tata lampu, seni
lukis (dekor, panggung), seni kostum, tata rias, dan sebagainya ( Heman J.
Waluyo, 2006: 2)
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa drama adalah bentuk
sastra yang dapat merangsang gairah dan mengasyikkan para pemain dan
penonton sehingga sangat digemari oleh masyarakat dan drama merupakan
sebuah bentuk tontonan yang mengandung cerita yang dipertunjukkan
dalam orang banyak. Drama merupakan tiruan kehidupan manusia yang
12
diproyeksikan di atas pentas dan konflik yang disajikan dalam drama sama
dengan konflik batin mereka sendiri, juga merupakan potret kehidupan.
b. Struktur Naskah Drama
Dalam memerankan drama dengan baik, setiap pemeran harus memahami
naskah drama. Untuk mampu memahami naskah drama dibutuhkan pemahaman
dan analisis struktural naskah drama yang unsur-unsurnya saling terkait dan
terjalin membentuk satu kesatuan. Herman J. Waluyo (2002: 136) menyatakan
bahwa cerita rekaan adalah wacana yang dibangun oleh beberapa unsur yang
membentuk satu kesatuan, kebulatan dan regulasi diri atau membangun struktur.
Unsur-unsur tersebut bersifat fungsional, maksudnya dicipta oleh pengarang untuk
mendukung maksud secara keseluruhan, dan maknanya ditentukan oleh
keseluruhan cerita. Lebih lanjut Herman J. Waluyo (2006: 8-29) menjelaskan
bahwa unsur-unsur penting yang membentuk sebuah struktur naskah drama, yaitu:
(1) penokohan, (2) alur (plot), (3) latar (setting), (4) tema, (5) amanat, dan (6)
cakapan (dialog dan monolog)
1) Penokohan
Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang
ditampilkan dalam sebuah cerita (Burhan Nurgiyantoro, 2000: 165). Antara
tokoh dan perwatakannya memang merupakan suatu kepaduan yang utuh.
Berdasarkan peranannya terhadap jalan cerita, terdapat tokoh protagonis,
antagonis, dan tritagonis. Berdasarkan peranannya dalam lakon dan fungsinya,
terdapat tokoh sentral, tokoh utama, dan tokoh pembantu. Menurut Bakdi
Soemanto (dalam Suranto, 2006: 3) tokoh (penokohan) adalah unsur yang
penting di dalam sebuah karya drama karena di samping menjadi materi utama
untuk menciptakan plot, tokoh juga merupakan sumber action dan percakapan.
Panuti Sudjiman (2000: 79) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan
tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau kejadian di
dalam sebuah cerita. Penokohan adalah masalah bagaimana watak tokoh-
tokoh tersebut di dalam suatu karya sastra. Ada pebedaan makna antara tokoh
dan penokohan. Tokoh berarti individu yang mengalami peristiwa, sedangkan
13
penokohan adalah proses menampilkan individu tersebut di dalam sebuah
cerita.
Menurut Atar Semi (2000: 39-40) ada dua macam teknik memperkenalkan
tokoh dan perwatakan dalam karya fiksi, yaitu: (a) secara analitik, adalah
pengenalan watak tokoh dengan cara pengarang memaparkan watak atau
karakter tokoh secara langsung. Pengarang secara langsung menyebutkan
tokoh tertentu berwatak keras hati, penyanyang, lembut atau romantis. (b)
Secara dramatik, yaitu penggambaran watak tokoh dengan tidak dipaparkan
secara langsung, tetapi melalui pilihan nama tokoh, penggambaran fisik atau
postur tubuh, cara berpakaian, melalui dialoga antar tokoh, dan sebagainya.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa penokohan atau
perwatakan adalah suatu teknik bagaimana menampilkan tokoh-tokoh dan
bagaimana mengembangkan dan membangun watak tokoh-tokoh tersebut di
dalam sebuah cerita rekaan (termasuk drama).
2) Alur atau Plot
Herman J. Waluyo (2006: 8) menjelaskan bahwa alur atau plot merupakan
jalinan cerita atau kerangka cerita dari awal hingga akhir yang merupakan
jalinan konflik antara dua tokoh yang berlawanan (protagonis dan antagonis)
dan merupakan hubungan sebab akibat. Plot adalah cerita yang berisi urutan
kejadian, namun tipe kejadian itu dihubungkan sebab akibat, peristiwa yang
satu disebabkan peristiwa lain (Burhan Nurgiyantoro, 2000: 113). Panuti
Sudjiman (2000: 4) mengatakan bahwa plot atau alur adalah jalinan peristiwa
di dalam karya sastra untuk mencapai efek tertentu.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
alur atau plot adalah kontruksi, bagan, skema, atau pola rentetan peristiwa
yang terjadi dari awal sampai akhir untuk mencapai efek tertentu, yang
pautannya diwujudkan oleh hubungan waktu dan hubungan sebab akibat yang
direka dan dijalin dengan seksama dari konflik antar tokoh-tokoh yang
berlawanan sehingga menggerakkan jalan cerita melalui rumitan ke arah
klimaks dan merupakan jalan utuh cerita yang menyebabkan pembaca atau
penonton tegang dan ingin tahu.
14
Dalam karya sastra terdapat beberapa macam alur yang dapat dilihat
setelah kita menikmatinya. Sudiro Satoto (2001: 53-54) mengemukakan
bahwa ada beberapa jenis alur, yaitu: (1) alur menanjak (rising plot), (2) alur
menurun (falling plot), (3) alur maju (progressive plot), (4) alur mundur
(regressive plot), (5) alur lurus (straigt plot), (6) alur patah (break plot), (7)
alur sirkule (circular plot), (8) alur linear (linear plot), (9) alur episodik
(episodic plot).
3) Latar atau Setting
Panuti Sudjiman (2000: 48) menyatakan bahwa setting atau latar adalah
segala keterangan mengenai waktu, ruang, dan suasana terjadinya lakuan
dalam suatu karya sastra. Setting atau tempat kejadian cerita sering pula
disebut latar cerita. Setting biasanya meliputi tiga dimensi, yaitu tempat,
ruang, dan waktu. Menurut Sudiro Satoto (dalam Suranto, 2006: 45) istilah
setting atau latar dalam arti yang lengkap meliputi aspek ruang dan waktu
terjadinya peristiwa. Latar mencakup aspek penting, yaitu: (1) aspek ruang;
(2) aspek waktu; dan (3) aspek suasana.
Lebih rinci, Herman J. Waluyo (2002: 197) menjelaskan bahwa setting
atau latar berkaitan dengan waktu dan tempat pencritaan. Waktu dapat berarti
siang atau malam, tanggal, bulan, dan tahun. Dapat pula berarti lama
berlangsungnya cerita. Aspek tempat dalam nashkah drama, kadang meliputi
tempat yang luas atau kecil, seperti sebuah ruangan, taman, kota, daerah
negara, dunia, atau bahkan mengambil latar di khayangan atau sebuah negeri
antah berantah yang tidak pernah ada di dunia.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa latar atau
setting adalah sebuah media cerita untuk melukiskan berlangsungnya sebuah
peristiwa atau kejadian, baik menyangkut ruang, tempat, ataupun waktu.
4) Cakapan atau Dialog
Cakapan merupakan hal yang penting dan mendominasi dalam sebuah
drama, sehingga menjadi ciri khas dan membedakan drama dengan genre
sastra lainnya. Kata cakapan dengan maksud adalah berbicara atau omongan.
Sudiro Satoto (2001: 63) menyatakan ada bermacam-macam cakapan atau
15
dialog dalam drama, yaitu: (1) monolog, adalah berbicara seorang diri, dengan
membicarakan hal-hal yang lampau. Monolog dibedakan menjadi sampingan
dan soliloquy. Sampingan adalah berbicara seorang diri tetapi ditujukan
kepada pembaca atau penonton, sedangkan sosiloquy adalah berbicara seorang
diri membicarakan hal-hal yang akan datang; (2) dialog, yaitu percakapan
yang melibatkan dua tokoh atau lebih.
Ciri khas suatu drama adalah naskahnya yang berbentuk percakapan atau
dialog. Ragam bahasa dalam dialog adalah bahasa lisan yang komunikatif dan
mencerminkan percakapan sehari-hari. Di samping dalam hal ragam, masalah
diksi juga harus diperhatikan. Dialog harus bersifat estetis dari segi bahasa.
Terkadang juga dituntut agar bersifat filosofis atau puitis. Dialog juga harus
hidup, artinya mewakili tokoh yang dibawakan.
5) Tema
Herman J. Waluyo (2006: 24) menyatakan bahwa tema merupakan
gagasan pokok yang terkandung dalam drama. Tema berhubungan dengan
sudut pandang atau point of view. Sudut pandang sering dihubungkan dengan
peran pengarang dalam cerita. Sudiro Satoto (2001: 34) menjelaskan bahwa
tema adalah gagasan, ide, atau pikiran utama di dalam karya sastra, baik
terungkap secara tersurat maupun tersirat. Tema dalam drama memiliki
kedudukan yang sangat penting, karena tema menjadi dasar pengarang untuk
menciptakan sebuah karya sastra. Pada saat menulis sebuah drama, seseorang
tentu telah memiliki ide, gagasan, atau persoalan tertentu yang akan
disampaikan kepada pembaca atau penonton.
Berdasar dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksudkan dengan tema adalah ide, gagasan, atau persoalan tertentu yang
dijadikan dasar cerita dan ditentukan oleh pengarang. Tema di dalam suatu
karya sastra dapat diungkapkan oleh pengarang secara langsung maupun tidak
langsung, eksplisit maupun implisit.
6) Amanat
Amanat biasanya mencerminkan pandangan hidup pengarang, pandangan
tentang nilai-nilai kebenaran yang hendak disampaikan kepada pembaca atau
16
penonton (Burhan Nurgiyantoro, 2002: 321). Herman J. Waluyo (2006: 29)
menjelaskan bahwa amanat biasanya memberikan manfaat dalam kehidupan
secara praktis. Dengan demikian, karya sastra yang jelek sekali pun akan
memberikan manfaat kepada kita, jika kita mampu memetik manfaatnya.
Sedangkan Sudiro Satoto (dalam Suranto, 2006: 35) mengatakan bahwa ajaran
moral yang ingin disampaikan pengarang kepada pihaknya disebut amanat.
Pendapat senada diungkapkan oleh Panuti Sudjiman (2000: 5) yang
menyatakan bahwa pesan yang ingin disampaikan pengarang itulah yang
disebut amanat.
Dari beberapa penjelasan di atas mengenai amanat, dapat disimpulkan
bahwa yang dimaksudkan dengan amanat adalah sesuatu yang menjadi
pendirian, sikap, atau pendapat pengarang mengenai inti persoalan yang
merupakan pesan moral yang ingin disampaikan pengarang kepada publik.
c. Jenis-Jenis Drama
Pembagian jenis drama berdasarkan pada jenis sterotip manusia dan
tanggapan manusisa terhadap hidup dan kehidupan (Herman J. Waluyo, 2006:
39). Drama dapat diklasifikasikan menjadi empat jenis, yaitu: (1) tragedi (duka
cita), (2) melodrama, (3) komedi (drama ria), dan dagelan.
1) Tragedi
Tragedi atau drama duka adalah drama yang melukiskan kisah sedih yang
besar dan agung. Tokoh-tokohnya terlibat dalam bencana yang besar. Dengan
kisah tentang bencana ini, pengarang naskah mengharapkan agar penonton
memandang kehidupan secara optimis. Kenyataan hidup yang dilukiskan
berwana romantis atau idealis, sebab itu lakon yang dilukiskan sering kali
mengungkapkan kekecewaan hidup karena mengharapkan sesuatu yang
sempurna atau yang paling baik di dunia ini.
2) Melodrama
Melodrama adalah lakon yang sentimentil, dengan tokoh dan cerita yang
mendebarkan hati dan mengharukan. Tokoh dalam melodrama adalah tokoh
yang tidak ternama (bukan tokoh agung seperti tragedi). Dalam kehidupan
sehari-hari, sebutan melodramatik kepada seeorang seringkali merendahkan
17
martabat orang tersebut, karena dianggap berperilaku yang melebih-lebihkan
perasaannya.
3) Komedi
Drama ringan yang sifatnya menghibur dan di dalamnya terdapat dialog
kocak dan bersifat menyindir dan biasanya berakhir dengan kebahagian yaitu
disebut drama komedi. Lelucon bukan tujuan utama dalam komedi, tetapi
hanya untuk menimbulkan kelucuan atau tawa riang. Nilai dramatik dari
komedi masih tetap dipelihara. Hal ini berbeda dengan dagelan (farce) yang
mudah mengorbankan nilai dramatik dari lakon demi kepentingan mencari
kelucuan. Drama komedi ditampilkan tokoh yang tolol, konyol, atau tokoh
bijaksana tetapi lucu.
4) Dagelan
Dagelan (farce) disebut juga banyolan. Seringkali jenis drama ini disebut
dengan komedi murahan atau komedi picisan. Seering pula disebut tontonan
konyol atau tontonan murahan. Dagelan adalah drama kocak dan ringan,
alurnya tersusun berdasarkan arus situasi dan tidak berdasarkan arus situasi,
tidak berdasarkan perkembangan struktur dramatik dan perkembang cerita
sang tokoh. Isi cerita dagelan ini biasanya kasar, lentur, dan vulgar. Jika
melodrama berhubungan dengan tragedi, dagelan berhubungan dengan dengan
komedi.
2. Hakikat Pembelajaran Apresiasi Drama
a. Pengertian Pembelajaran
Sebelum mengetahui definisi pembelajaran, perlu diketahui terlebih
dahulu pengertian belajar. Pembelajaran berasal dari kata "belajar" mendapat
imbuhan pe- an. Kata belajar berarti suatu proses usaha yang dilakukan seseorang
untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai
hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Imbuhan pe-
an dapat berarti proses atau hal. Jadi, pembelajaran berarti proses membelajarkan
siswa (Slameto, 2003: 2).
Menurut Ausubel (dalam Martins Yamin, 2007: 102) belajar merupakan
proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat
18
dalam struktur kognitif seseorang. Sedangkan menurut Martins Yamin (2007:
104) belajar merupakan kegiatan yang membawa manusia pada perkembangan
pribadi yang seutuhnya, meliputi perkembangan kognitif, afektif, dan
psikomotorik. Istilah pembelajaran memiliki makna yang berbeda dengan istilah
pengajaran. Brown H. Douglas (2000: 7) mengemukakan bahwa pembelajaran
(learning) adalah pemerolehan pengetahuan tentang suatu hal atau keterampilan
melalui belajar pengalaman, sedangkan pengajaran (teaching) adalah upaya untuk
membantu seseorang untuk belajar dan bagaimana melakukan sesuatu,
memberikan pengajaran, membantu dalam menyelesaikan sesuatu, memberi
pengetahuan, dan membuat seseorang menjadi mengerti.
Proses belajar mengajar merupakan suatu kegiatan yang komponennya
bekerja sama sejak awal kegiatan sampai dengan kegiatan berakhir. Pembelajaran
bahasa diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berpikir dan
bernalar, mempertajam kepekaan sosial dan kepekaaan perasaan siswa, menikmati
dan menghayati keindahan bahasa melalui karya-karya sastra. Hendaknya
pembelajaran yang terjadi dapat dipersisapkan dan dilaksanakan dengan sungguh-
sungguh agar tujuan dari setiap pembelajaran mencapai hasil akhir yang
memuaskan. Oemar Hamalik (2001: 57) menuturkan bahwa pembelajaran adalah
susunan unsur-unsur meliputi: manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan
prosedur yang saling mempengaruhi dan berkombinasi untuk mencapai tujuan
pembelajaran.
Dalam kegiatan belajar mengajar terdapat berbagai ciri khas, yaitu: (1)
aktivitas yang menghasilkan perubahan tingkah laku pada diri pelajar individu
yang belajar, baik aktual ataupun potensial; (2) perubahan itu pada pokoknya
didapatkan kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relatif lama; (3)
perubahan itu terjadi karena usaha (Gino dkk, 2000:15).
Mulyasa (2003: 100) mengatakan bahwa pembelajaran adalah proses
interaksi antara peserta didik dengan lingkungan, sehingga terjadi perubahan
perilaku ke arah yang lebih baik. Dalam interaksi tersebut terdapat banyak faktor
dan unsur yang mempengaruhi, baik faktor internal yang datang dari dalam diri
individu maupun faktor eksternal yang datang dari lingkungan. Unsur-unsur
19
saling menyatu atau berkombinasi membentuk sebuah proses belajar mengajar
untuk mencapai tujuan pembelajaran itu sendiri.
Situasi yang memungkinkan kegiatan belajar mengajar berjalan secara
optimal adalah situasi, di mana siswa mampu berinteraksi dengan guru dan faktor
intern lain yang telah diatur dalam rangka tercapainya tujuan pembelajaran. Hal
ini menunjukkan bahwa dalam proses pembelajaran melibatkan komponen-
komponen. Adapun yang dimaksudkan dengan komponen tersebuat antara lain:
1) Guru
Guru adalah pihak yang bertindak sebagai pengelola kegiatan belajar-
mengajar, sebagai mediator antara siswa dengan materi, dan peran lainnya
yang memungkinkan terjadinya suatu kegiatan belajar-mengajar yang
efektif. Guru merupakan salah satu komponen yang penting dalam
kegiatan pendidikan, yang bertugas menyelenggarakan kegiatan mengajar,
melatih, meneliti, mengembangkan, mengelola, dan memberikan
pelayanan teknis dalam bidang pendidikan. Lebih lanjut diuraikan bahwa
sebagai tenaga profesional yang memiliki kualifikasi, peranan guru dalam
pendidikan, diantaranya: sebagai fasilitator, sebagai pembimbing, sebagai
evaluator, sebagai inovator, dan sebagainya (Oemar Hamalik, 2001 : 9).
Peran guru di atas juga selaras dengan pendapat Hadi (2005 : 23) yang
secara ringkas mengelompokkan tugas seorang guru pada dasarnya
meliputi tiga hal, yakni: (1) tugas edukasional (mendidik), (2) tugas
instruksional (mengembangkan kemampuan afektif, kognitif, dan
psikomotorik), dan (3) tugas managerial (mengelola kelas dan kegiatan
belajar).
2) Siswa
Siswa adalah pihak yang bertindak sebagai penerima, pencari, dan
penyimpan materi yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Siswa dituntut
beperan lebih aktif dalam proses pembelajaran dan tidak diharapkan hanya
sekedar menerima, menurut, dan pasrah terhadap segala materi yang
diberikan.
20
Setiap siswa mempunyai kebutuhan dan minat yang berbeda-beda.
Dalam pembelajaran drama bahan ajar dan penyampaian sedapat mungkin
disesuaikan dengan minat dan kebutuhan siswa. Segala sesuatu yang
menarik dan dibutuhkan siswa tentu akan menarik perhatian siswa
tersebut. Dengan demikian, siswa akan bersungguh-sungguh dalam
belajar.
Minat merupakan sesuatu yang menjadikan anak didik tertarik dalam
proses belajar. Untuk menarik minat siswa, dapat dilakukan dengan
memilih media dan metode yang sesuai sehingga menjadikan anak lebih
tertarik dalam proses pembelajaran. Misalnya, dapat dilakukan dengan
mengajak siswa untuk belajar di luar kelas dan penggunaan media yang
berwarna. Motivasi merupakan suatu dorongan yang timbul pada diri
seseorang secara sadar atau tidak untuk melakukan suatu tindakan untuk
mencapai tujuan tertentu. Oemar Hamalik (2001: 86-87) mengungkapkan
bahwa motivasi belajar dapat bersumber dari dalam diri siswa sendiri
berdasarkan kebutuhan, dorongan, dan kesadaran pada tujuan belajar.
Motivasi ini disebut motivasi intrinsik. Motivasi belajar dapat juga tumbuh
berkat rangsangan atau tekanan dari luar, misalnya hadiah, ganjaran,
tekanan, yang disebut dengan motivasi ekstrinsik. Kedua motivasi ini
berdaya guna dalam proses belajar dan sangat berpengaruh terhadap tujuan
pembelajaran.
3) Tujuan
Tujuan adalah pernyataan tentang perubahan tingkah laku yang
diinginkan terjadi pada siswa setelah mengikuti kegiatan belajar-mengajar.
Perubahan tingkah laku ini mencakup perubahan aspek kognitif, afektif,
dan psikomotorik.
Pada hakikatnya mempelajari sastra adalah mempelajari tentang hidup
dan kehidupan. Melalui karya sastra manusia akan memperoleh gizi batin
sehingga sisi gelap dalam hidup dan kehidupannya dapat tercerahkan lewat
kristalisasi nilai yang terkandung dalam karya sastra. Pembelajaran sastra
pada hakikatnya adalah upaya untuk menanamkan pada anak didik rasa
21
cinta dan peka terhadap sastra sehingga kelak setelah anak didik dewasa
maka dewasa pula ia dalam kegemaran, kemampuan penangkapan
(apresiasi) dan penilaian terhadap nilai-nilai sastra. Dengan demikian
pengajaran sastra itu tidak hanya mempunyai aspek-aspek latihan teori dan
praktik, tetapi mempunyai pembentukan nilai watak dan sikap, di samping
unsur-unsur kesenangan dan kenikmatan artistik.
4) Materi
Materi adalah merupakan segala bentuk informasi yang diperlukan
untuk mencapai tujuan. Materi dalam pembelajaran berhubungan dengan
isi yang tercantum dalam kurikulum yang berlaku. B. Rahmanto (1998:
27-33) menyebutkan tiga aspek yang tidak boleh dilupakan jika ingin
memilih bahan pembelajaran sastra, yaitu:
(a) bahasa, agar pengajaran sastra dapat berhasil, guru kiranya perlu
mengembangkan keterampilan khusus untuk memilih bahan
pengajaran yang bahasanya sesuai dengan tingkat penguasaan bahasa
siswa;
(b) psikologis, dalam memilih materi pengajaran sastra hendaknya
guru memperhatikan tahap ini karena sangat besar pengaruhnya
terhadap minat dan keengganan anak didik dalam banyak hal. Tahap
perkembangan psikologis ini sangat besar pengaruhnya bagi daya
ingat, kemauan mengerjakan tugas, kesiapan bekerja sama, dan
kemungkina pemecahan masalah yang dihadapi; dan
(c) latar belakang budaya, masalah-masalah yang ditampilkan oleh
suatu karya seyogyanya mendekati dengan apa yang dihadapi oleh para
siswa dalam kehidupan sehari-hari.
5) Metode dan Model Pembelajaran
Metode adalah cara yang digunakan oleh guru dalam menyampaikan
materi pelajaran. Dalam usaha pemudahan ini guru memerlukan cara-cara
(metode) tertentu. Guru yang baik, pada umumnya, selalu berusaha untuk
menggunakan metode mengajar yang paling efektif, dan memakai
alat/media yang terbaik (Sri Utari Subyakto-Nababan, 2003: 5).
22
Winarno Surakhmad (1994: 131) menyatakan bahwa metode
merupakan cara utama yang dipergunakan untuk mecapai tujuan. Dengan
kata lain, metode dalam hal ini adalah cara yang digunakan untuk memberi
kesempatan kepada siswa untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan
dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Untuk mencapai
suatu tujuan pembelajaran yang baik tentunya diperlukan suatu cara yang
efektif dan efisien sehingga ketercapaian pembelajaran yang baik dapat
terealisasikan.
Pada kurikulum KTSP guru diberikan kebebasan untuk memanfaatkan
berbagai macam metode dan model pembelajaran. Guru perlu
memanfaatkan berbagai macam metode pembelajaran yang dapat
membangkitkan minat, perhatian, dan kreativitas peserta didik, seperti
ceramah, tanya jawab, demonstrasi. Selain metode, penggunaan model
pembelajaran yang sesuai akan menjadikan pembelajaran menjadi menarik
dan menyenangkan.
Model pembelajaran CTL, kooperatif, dan quantum merupakan
beberapa alternatif model pembelajaran PAIKEM yang dapat diterapkan
oleh guru.
Trianto (2007: 103-104) pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran kontekstual, yaitu (1) konstruktivisme (constructivism), (2) inkuiri (inquiry), (3) bertanya (questioning), (4) masyarakat belajar (learning community), (5) pemodelan (modeling), (6) refleksi (reflection), dan (7) penilaian outentik (authentic assessment). Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu bentuk pembelajaran
di mana siswa diharapkan mampu belajar dalam kelompok kecil yang
mempunyai kemampuan berbeda. Tujuan dibentuknya kelompok tersebut
untuk memberikan kesempatan kepada semua siswa untuk dapat terlibat
secara aktif dalam proses berpikir dan mengeluarkan pendapat dalam
kegiatan belajar-mengajar (Trianto, 2007: 41).
23
Model pembelajaran quantum berorientasi pada penciptaan pola
interaksi pembelajaran yang efektif. Beberapa cara yang dilakukan dengan
quantum learning, yakni: berpartisipasi dengan cara mengubah keadaan
kelas dari yang semula biasa menjadi kelas yang menarik; memotivasi dan
menumbuhkan minat siswa dengan menerangkan kerangka rancangan
yang dikenal.
6) Media
Media yakni alat atau bahan yang digunakan untuk menyampaikan
materi atau informasi pada siswa. Media tersebut dapat berupa media
elektronik maupun nonelektronik. Media yang digunakan oleh guru bisa
audio, visual, maupun audio-visual. Media pada umumnya berfungsi untuk
meningkatkan efektivitas dan efisiensi komunikasi dalam proses belajar
mengajar. Selain itu, dengan adanya penggunaan media diharapkan akan
menarik minat siswa dalam belajar. Media pembelajaran merupakan media
yang digunakan dalam pembelajaran, yaitu meliputi alat bantu guru dalam
mengajar serta sarana pembawa pesan dari sumber belajar ke penerima
pesan belajar (siswa). Wina Sanjaya (2008: 175) menjelaskan bahwa
media dalam proses pembelajaran dapat diartikan sebagai alat bantu untuk
mempermudah pencapaian tujuan pembelajaran. Penentuan media
pembelajaran harus sesuai dengan karakteristik peserta didik dan kondisi
lingkungan. Suatu media yang digunakan tidak mungkin cocok untuk
semua siswa.
William Burton (dalam Moh. Uzer Usman, 2005: 32) memberikan
petunjuk bahwa dalam memilih media yang akan digunakan dalam
pembelajaran, hendaknya perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Alat-alat yang dipilih harus sesuai dengan kematangan dan
pengalaman siswa serta perbedaan individual dalam kelompok.
b. Alat yang dipilih harus tepat, memadai, dan mudah digunakan.
c. Harus direncanakan dengan teliti dan diperiksa terlebih dahulu.
d. Penggunaan alat peraga disertai kelanjutannya, seperti dengan
diskusi, analisis, dan evaluasi.
24
e. Sesuai dengan batas kemampuan biaya.
Media pendidikan merupakan alat komunikasi untuk lebih
mengefektifkan proses belajar mengajar. Dengan demikian, media
pendidikan merupakan dasar yang sangat diperlukan, yang bersifat
melengkapi demi berhasilnya proses pembelajaran di sekolah. Kehadiran
media dalam proses pembelajaran sastra harus menunjang
keberlangsungan pola pikir, berbicara, dan bertanya siswa. Sesuai dengan
kondisi pendidikan di Indonesia, guru diharapkan secara kreatif dan
mempunyai daya inovatif untuk mengembangkan, mendayagunakan
imajinasinya untuk memilih media yang ada serta menciptakan dan
mengembangkan media yang baru sehingga dapat menciptakan
pembelajaran sastra yang aktif, kreatif, efektif, dan juga menyenangkan.
7) Evaluasi
Evaluasi adalah cara yang digunakan untuk memperoleh informasi
yang akurat mengenai penyelenggaraan pembelajaran dan keberhasilan
belajar siswa. Berdasarkan informasi tersebut dapat diketahui tingkat
keberhasilan dan kegagalan tujuan yang telah ditetapkan. Oemar Hamalik
(2001 : 30) mengungkapkan bahwa aspoek-aspek yang dinilai dalam
evalusi didasarkan pada, tujuan yang hendak dicapai dan kemampuan apa
yang hendak dikembangkan (pengetahuan, sikap, dan keterampilan).
Mengenai pembelajaran, disebutkan bahwa istilah pembelajaran sama
dengan instruksi atau pengajaran mempunyai arti yaitu cara (perbuatan)
mengajar atau mengajarkan. Jadi, pengajaran dapat pula disamakan
dengan proses belajar mengajar yang dilakukan oleh siswa dan guru
(dalam Gino dkk, 2000: 30). Dapat disimpulkan yaitu pengajaran dan
pembelajaran merupakan dua hal yang pada hakikatnya sama, meski
istilah yang digunakan tidak sama.
Saiful Sagala (2007 : 61) menyatakan bahwa pembelajaran merupakan
suatu kegiatan yang dirancang untuk membantu seseorang mempelajari
sesuatu kemampuan dan atau nilai yang baru. Dalam proses pembelajaran
seorang guru dituntut untuk mengetahui kemampuan dasar yang dimiliki
25
siswa baik meliputi kemampuan dasarnya, motivasinya, latar belakang
sosial ekonomi, dan lain sebagainya. Hal ini dikarenakan kesiapan seorang
guru untuk mengenal karakteristik siswa dalam pembelajaran merupakan
modal utama penyampaian bahan belajar dan menjadi indikator suksesnya
pelaksanaan pembelajaran.
Berdasarkan definisi-definisi pembelajaran yang diuraikan di atas, dapat
dikatakan bahwa pembelajaran adalah perpaduan antara guru dan siswa yang
terkemas dalam sebuah interaksi aktif dengan mengoptimalkan faktor internal
maupun eksternal untuk mencapai tujuan pembelajaran berupa perubahan yang
dialami oleh peserta didik, perubahan itu meliputi aspek kognitif, afektif, maupun
psikomotorik.
b. Pengertian Apresiasi
Kata “apresiasi” secara etimologis berasal dari bahasa Latin “apreciatio”
yang berarti “menghargai”. Dalam bahas Inggris “appreciate” berarti
“menyadari, memahami, dan menilai”, memiliki makna “penghargaan,
pemahaman, dan penghayatan”. Kata apresiasi dalam bahasa Indonesia memilliki
makna yang sejajar dengan kata apreciato (Latin), dan appreciation (Inggris)
tersebut. Apresiasi sastra berarti berusaha menerima karya sastra sebagai sesuatu
yang layak diterima dan menerima nilai-nilai sastra sebagai suatu kebenaran.
Dalam konteks yang lebih luas, apresiasi menurut Gove (dalam Suranto,
2006: 48) mengandung makna: (1) pengenalan melalui perasaan dan kepekaan
batin; dan (2) pemahaman dan pengakuan terhadap nilai-nilai keindahan yang
diungkapkan oleh pengarang. Herman J. Waluyo (2003: 44) menjelaskan bahwa
apresiasi biasanya dikaitkan dengan kegiatan seni. Apresiasi puisi berkaitan
dengan kegiatan yang ada sangkut pautnya dengan puisi, yaitu mendengar atau
membaca puisi dengan penghayatan yang sungguh-sungguh, menulis puisi,
mendeklamasikannya, dan menulis resensi puisi. Dengan demikian, apresiasi
drama berkaitan dengan kegiatan memahami, menghargai, menghayati,
mendengarkan, membaca, menyaksikan, memerankan, dan bahkan mementaskan
drama serta membuat resensi drama.
26
Pada pihak lain, Squire dan Taba (dalam Suranto, 2006: 48) berpendapat
bahwa suatu proses apresiasi melibatkan tiga unsur inti; (1) aspek kognitif,
berkaitan dengan keterlibatan intelek pembaca atau penikmat dalam memahami
unsur-unsur kesastraan yang bersifat objektif; (2) aspek emotif, berkaitan dengan
keterlibatan unsur emosi pembaca atau penikmat dalam upaya menghayati unsur-
unsur keindahan dalam karya sastra yang dibaca atau yang ditonton. Selain itu,
aspek emosi sangat berperan dalam memahami unsur-unsur yang bersifat
subjektif; (3) aspek evaluatif, berhubungan dengan kegiatan memberikan
penilaian terhadap baik buruk, indah tidak indah, sesuai tidak sesuai, serta jumlah
ragam lain yang tidak harus hadir dalam sebuah karya kritik, tetapi secara
personal dimiliki pembaca atau penikmat. Keterlibatan unsur penilaian dalam hal
ini masih bersifat umum, sehingga setiap apresiator yang telah mampu merespon
teks sastra yang dibaca sampai pada tahap pemahaman dan penghayatan,
sekaligus juga mampu mengadakan penilaian.
Berdasarkan dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
apresiasi drama adalah memahami, menghayati, menghargai karya drama dengan
jalan mendengarkan, membaca, menyaksikan, memerankan, mementaskan drama
serta membuat resensi drama.
Abdul Rozak Zaidan (dalam Herman J. Waluyo, 2003: 44) menjelaskan
bahwa syarat untuk mengapresiasi sastra adalah kepekaan batin terhadap nilai-
nilai karya sastra, sehingga seseorang dapat: (1) mengenal; (2) memahami; (3)
mampu menafsirkan; (4) mampu menghayati; (5) dapat menikmati karya sastra
tersebut.
c. Pengertian Apresiasi Drama
Herman J. Waluyo (2003: 44) menjelaskan bahwa apresiasi biasanya
dikaitkan dengan kegiatan seni. Apresiasi drama berkaitan dengan kegiatan
memahami, menghargai, menghayati, mendengarkan, membaca, menyaksikan,
memerankan, dan bahkan mementaskan drama serta membuat resensi drama.
apresiasi sastra adalah kegiatan menggauli karya sastra dengan sungguh-sungguh
sehingga tumbuh pengertian, penghargaan, kepekaan pikiran kritis, dan kepekaan
perasaan yang baik terhadap karya sastra. Apresiasi sastra adalah penaksiran
27
kualitas karya sastra serta pemberian nilai yang wajar kepadanya berdasarkan
pengamatan dan pengalaman yang jelas, sadar, serta kritis.
Dalam mengapresiasi drama diperlukan kecerdasan, kehalusan perasaan,
dan daya khayal yang cukup lincah. Demikan juga untuk mementaskannya. Hal
itu disebabkan kita harus menangkap makna drama dari dilog-dialog yang
kadang-kadang menggunakan bahasa yang bukan bahasa sehari-hari, bahkan
kadang-kadang dengan bahasa yang berkadar estetika atau filosofis tinggi
(Herman J. Waluyo, 2002: 194).
Fowler (dalam Herman J. Waluyo, 2006: 202) menjelaskan bahwa
apresiasi drama, khususnya pementasan drama dan prosa dapat dibagi atas empat
tingkat apresiasi, yaitu:
1) Pembaca yang telah dapat merasakan karya sastra itu sebagai sesuatu
yang hidup, dengan pelakunya-pelakunya yang mengagumkan. Mereka
telah dapat terbawa dalam cerita atau drama yang sedang dibacanya,
yang sering diiringi dengan tertawa, menangis, membeci seseorang
pelaku dan sebagainya. Jadi, mereka telah menggemari karya yang
dibaca atau ditontonnya.
2) Pembaca drama yang telah dapat melihat dalamnya perasaan manusia
atau jika mereka telah dapat mengungkapkan rahasia kepribadian para
pelaku suatu drama telah selangkah lebih maju dari pembaca di atas.
Pada tingkat ini pembaca drama tidak saja minikmati kejadian-
kejadian dalam drama secara badaniah, tetapi lebih banyak pada apa
yang terjadi dalam pikiran pelaku, tingkat ini juga dinamakan tingkat
menikmati.
3) Pembaca drama yang telah dapat membandingkan satu drama dengan
yang lain dapat memberi pendapatnya mengenai satu karya, telah dapat
membaca karya yang lebih sulit dengan kenikmatan. Tingkat ini dapat
dikatakan tingkat ketiga apresiasi drama, di mana telah dapat reaksi.
4) Pada tingkat keempat apresiasi drama, pembaca telah dapat melihat
keindahan susunan dialog, setting simbolis pemakaian kata-kata yang
berirama yang disajikan oleh sastrawan. Mereka telah mampu memberi
28
respon pada daya sastra yang merangsang mereka berpikir, diteruskan
dengan memberi respon pada seni yang disajikan sastrawan dan juga
mereka telah dapat menghasilkan karya sendiri. Tingkat ini disebut
tingkat kreatif.
Berdasarkan dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
apresiasi drama adalah memahami, menghayati, menanggapi, dengan jalan
mendengarkan, menyaksikan, memerankan, mementaskan drama, serta membuat
resensi drama dalam rangka menilai dan menghargai karya drama tersebut.
Kegiatan apresiasi drama ini menyebabkan seseorang memahami drama
secara mendalam, mampu merasakan apa yang ditulis oleh dramawan (penulis
naskah drama), mampu menyerap nilai-nilai yang terkandung di dalam drama,
menghargai drama sebagai karya seni dengan kekurangan dan kelebihannya.
d. Strategi Pembelajaran Apresiasi Drama
Pelaksanana pembelajaran akan menjadi semakin mudah apabila
mengunakan strategi tertentu dalam penyampaian materi, sehingga tujuan
pembelajaran dapat tercapai. Strategi pembelajaran drama yang menjadi patokan
pembahasan adalah strategi pembelajan yang berkaitan (1) strategi pembelajaran
teks drama dan (2) strategi pembelajaran drama pentas. Pada strategi bagian
strategi pembelajaran teks drama akan diuraikan strategi yang berbentuk: a)
strategi Stratta, b) langkah-langkah penyajian, c) strategi induktif model Taba, d)
strategi analisis, e) strategi sinektik (model Gordon), f) role playing (bermaian
peran), g) simulasi. Pada bagian strategi pembelajaran diuraikan strategi yang
berbentuk: a) pementasan drama di kelas, b) pementasan drama oleh teater
sekolah, c) teknik pembinaan apresiasi drama, dan d) catatan tambahan tentang
pemilihan materi.
1) Strategi Pembelajaran Teks Drama
a) Strategi Stratta
Strategi ini diciptakan oleh oleh Lesli StrattaI dan dapat diterapkan
untuk drama dan prosa fiksi. Wardani (dalam Herman J. Waluyo, 2006:
186) menjelaskan bahwa di dalam Strategi Stratta ada tiga tahap
pembelajaran, yaitu; (1) tahap penjelajahan, pada tahap ini di dalam
29
pengajaran drama, guru harus memberikan rangsangan untuk
mempersiapkan siswa untuk membaca atau menonton suatu drama; (2)
pada tahap interprestasi, hasil bacaaan atau tontotnan mereka (siswa)
didiskusikan dengan pertanyaan-pertanyaan menggali oleh guru, mengenai
kesan mereka, tokoh, latar, watak, dan lain-lain; (3) pada tahap rekreasi,
guru melatih siswa membaca peran-peranya dan mencoba mementaskan
kalau dapat. Kegiatan ini dapatr dilakukan dalam kelas tatap muka atau
dan dilanjutkan di luar kelas sebagai tugas terstruktur.
b) Langkah-langkah Penyajian
Sebelum guru melaksanakan kegiatan pembelajaran drama di kelas
harus melakukan persiapan terlebih dahulu. Persiapan tersebut antara lain
persiapan memilih bahan yang cocok dalam mengajar dan persiapan guru
sebelum membawa bahan tersebut di kelas, supaya dalam pelaksanaan
mengajarnya dapat terlaksana dengan baik seperti melakukan penjajagan
terlebih dahulu terhadap bahan yang akan diajarkan dan siswa yang diajar,
interprestasi yang dimaksudkan untuk membandingkan pemahaman atau
pendapat siswa mengenai drama dengan pendapat yang terdapat dari buku
materi, rekreasi ini adalah tingkat pelaksanaan atau praktik bermain
drama.
c) Strategi Induktif Model Taba
Strategi ini dikemukaan oleh Hilda Taba. Model pengajarannya
bersifat induktif dan biasanya strategi ini cocok untuk bagi pembahasan
sastra. Data-data sastra langsung diteliti oleh siswa, kemudian diadakan
penyimpulan-penyimpulan. Hilda Taba mengembangkan model
pengajaran yang berorientasi pada pengolahan orientasi. Adapun
langkahg-langkahnya yaitu, (1) pembentukan konsep, meliputi mendaftar
data, mengklasifikasikan, dan memberi nama, (2) penganalisasian data,
meliputi menafsirkan, membandingkan, dan menyimpulkan, (3) penerapan
prinsip, meliputi menganalisa, membuat hipotesis, menerangkan, dan
memeriksa hipotesis.
30
d) Strategi Analisis
Strategi ini menitikberatkan pada proses analisis terhadap tema sebagai
hasil akhir, setelah penokohan, plot, hubungan sebab akibat, dan
sebagainya, yang kemudian disusul dengan pemahan hal atau unsur yang
abstrak dari naskah drama. Strategi analisis di dalam kelas, menurut
Wardhani (dalam Herman J. Waluyo, 2006: 193) menempuh tiga langkah,
yaitu sebagai berikut.
(1) Membaca secara keseluruhan yang menimbulkan kesan pertama
bagi siswa, dimana mungkin akan timbul kesan yang berbeda-beda.
(2) Analisis, yang akan menimbulkan kesan yang lebih objektif.
(3) Memberikan pendapat akhir yang merupakan perpaduan antara
respon yang sebjektif dari siswa dengan analisis yang objektif yang
dilakukan.
e) Strategi Sinektik (Model Gordon)
Strategi ini dikombinasikan unsur-unsur yang berbeda dan nyata.
Strategi tersebut dikembangkan oleh Gordon. Ada tiga langkah dalam
metode sintetik ini, yaitu (1) analogi langsung (direct analogy),
memerlukan penjajaran problem yang dihayati setelah membaca atau
menonton drama secara pararel; (2) analogi personal merupakan hasil dari
analogi langsung yang harus dicatat, dianalisis secara personal. Dalam hal
ini siswa akan mengidentifikasi masalah yang dibahas. Siswa harus
mencoba berpikir dan merasa, bagaimanakah seandainya dia itu penulis
drama tersebut; (3) konflik kempaan merupakan hasil dari analisis
personal yang akan mempertahankan dua sudut pandangan yang berbeda.
Dengan konflik kempaan juga akan ditemukan pengertian atau wawasan
baru.
f) Bermain Peran
Strategi pembelajaran teks drama dengan bermaian peran ini
sebetulnya termasuk strategi yang sangat sederhana. Peran dapat diambil
dari kehidupan sehari-hari. Sebagaimana dikutip Herman J. Waluyo (2002:
189), Shafel menyebutkan adanya sembilan langkah dalam role playing,
31
yaitu (1) memotivasi kelompok, (2) memilih peran (casting), (3)
menyiapkan pengamat, (4) menyiapkan tahap-tahap peran, (5) pemeranan
(pentas di depan kelas), (6) diskusi dan evaluasi I (spontanitas), (7)
pemeranan (pentas ulang), (8) diskusi dan evaluasi (pemecahan masalah,
dan (9) membagi pengalaman dan menarik generalisasi. Melalui strategi
pembelajaran drama role playing dapat dicapai aspek perasaan, sikap,
nilai, persepsi, keterampilan pemecahan masalah, dan pemahaman
terhadap pokok permasalahan.
g) Simulasi
Dalam pembelajaran drama, strategi simulasi merupakan strategi yang
digunakan untuk memberikan kemungkinan kepada siswa agar dapat
menguasai suatu keterampilan melalui latihan dalam situasi tiruan. Prinsip-
prinsip simulasi adalah: (1) harus ada tujuan kegiatan artinya keterampilan
berbahasa apa yang harus dikuasai; (2) siswa dibagi dalam kelompok-
kelompok dengan tugas melakukan simulasi (sama atau beda); (3)
penentuan topik dan peran disesuaikan dengan kemampuan bahasa, tingkat
sekolah, dan situasi; (4) di samping tujuan pokok, diarahkan tujuan lain
baik kognitif, afektif, maupun psikomotorik; (5) berikan petunjuk tentang
peran, situasi, dan pembagian tugas-tugas (Herman J. Waluyo, 2002: 191).
2) Strategi Pembelajaran Drama Pentas
Dalam hal pementasan drama, guru dapat berperan sebagai sutradara,
akan tetapi dapat sebagai pengaruh. Dalam hal ini guru dibantu oleh
pekerja teater yang bertugas melatih aktor/aktris dan memimpin
pementasan. Pementasan drama ini dalam pelaksanaanya dapat
diselenggarakan di kelas sebagai bagian dari pengajaran bahasa dan dapat
juga sebagai kegiatan ekstrakurikuler berteater.
a) Pementasan Drama di Kelas
Pementasan drama di kelas dalam kaitannya dengan pelajaran bahasa
Indonesia aspek sastra, dapat berupa pementasan satu naskah drama oleh
satu kelompok, atau dapat juga beberapa kelompok yang dibentuk dari
sebagian atau seluruh siswa di kelas. Pada waktu pementasan setiap
32
kelompok mendapat giliran untuk berpentas, tentu saja dengan naskah
drama yang berdurasi pendek. Hal ini dikarenakan dalam pengajaran
drama di kelas, alokasi waktu di dalam kelas pun hanya sedikit. Setelah
melakukan pementasan, sisa waktu yang tersedia digunakan untuk
berdiskusi.
Pementasan drama di kelas ini hendaknya tidak dipentaskan di dalam
kelas. Hal tersebut dikarenakan ruang kelas tidak sepenuhnya mendukung
dalam sebuah pementasan. Aula merupakan salah satu tempat yang ideal
untuk melaksanakan sebuah pementasan. Dengan alasan, aula sendiri
sudah dirancang untuk sebuah pertunjukan, apabila pementasan dilakukan
di dalam ruang kelas tentu akan menggangu kelas yang berada di sekitar
kelas tersebut.
b) Pementasan Drama oleh Teater Sekolah
Herman J. Waluyo (2006: 200) berpendapat bahwa pementasan drama
yang dipentaskan oleh teater sekolah sebaiknya naskah yang digunakan
berdurasi antara 90 menit sampai 120 menit. Hal tersebut merupakan
waktu yang ideal dalam sebuah pementasan teater. Pemilihan naskah yang
digunakan dalam pementasan sekolah hendaknya dipilih naskah-naskah
yang komunikatif, mudah dipahami, mempunyai konflik kuat, dan atraktif.
Apabila naskah yang dibawakan membosankan dan terlalu lama, maka
penonton pun akan lebih cepat untuk meninggalkan atau bahkan membuat
kegaduhan sendiri. Hal tersebut akan merusak jalannya sebuah pementasan
drama. Sebaiknya, apabila pementasan drama yang disajikan terlalu lucu
maka efek yang ditimbulkan pun akan kurang baik.
Strategi ini akan mudah terlaksana apabila terdapat ekstrakurikuler
teater di sekolah. Akan tetapi, setiap sekolah belum tentu mempunyai
ekstrakurikuler teater. Keadaan yang seperti ini yang menjadi kendala
dalam menggunakan strategi pembelajaran drama pentas. Semua kembali
lagi pada kemampuan pengajar untuk mengatai hal-hal seperti ini dan
tidak menjadikan hambatan dalam pembelajaran apresiasi drama terhadap
siswa.
33
c) Teknik Pembinaan Apresiasi Drama
Pembinaan yang dimaksudkan yaitu membina hal yang sudah
terlaksana supaya lebih baik dan dapat juga berarti membuat yang belum
ada, menyelenggarakan pembinaan. Sulitnya naskah drama dan belum
tentu guru bahasa Indonesia mempunyai kemampuan menyutradarai
drama, yang menjadikan pembelajaran drama kurang memuaskan.
Tanpa pembacaan naskah sendiri oleh siswa dan menonton
pertunjukan drama sendiri, maka pembinaan sulit dilaksanakan.
Pembinaan dapat dilakukan berupa (1) pembinaan dan pengembangan
apresiasi drama. Dalam pembinaan ini guru dan siswa harus dilengkapi
dengan bahan yang serasi untuk kelompok-kelompok yang diajarkan dan
menguasai teknik mengajarkan drama dengan baik, serta dapat
menyesuaikan teknik dan bahan jika diperlukan. Dengan buku-buku atau
naskah-naskah drama yang cukup diberikan oleh guru yang mencintai
drama diharapkan apresiasi siswa akan berangsur-angsur dapat
berkembang; (2) aktivitas kelas dan kelompok, guru harus sering-sering
membacakan drama dengan nyaring untuk memberi contoh dan sekaligus
memperjelas watak pelaku. Pemutaran recorder atau video juga sangat
bermanfaat sebagai sarana dalam memberi contoh drama yang baik.
d) Catatan Tambahan tentang Pemilihan Materi
Pemilihan bahan naskah drama untuk diajarkan harus memenuhi
kriteria sebgai berikut.
(1) Sesuai dan menarik bagi tingkat kematangan para siswa.
(2) Tingkat kesulitan bahasanya sesuai tingkat kemapuan bahasa siswa
yang akan menggunkannya. Apabila bahasanya terlalu sulit, maka
apresiasi tidak mungkin baik.
(3) Bahasanya sedapat mungkin digunakan bahasa yang standar,
kecuali kalau cerita memang memasalahkan penggunaan dialek.
Penggunaan dialek sedikit mungkin tidaklah begitu jelek, tetapi
jika dapat dihindarkan sebaik mungkin dihindari saja.
(4) Isinya tidak bertentangan dengan haluan negara.
34
(5) Naskah hendaknya mempunyai ciri, yaitu adanya masalah yang
jelas, tema atau tujuan yang jelas, perwatakan peranan, adanya
penggunaan kejutan yang tepat, bertolak dari gagasan murni
penulis, dan menggunkan bahasa yang baik.
e. Hakikat Pembelajaran Apresiasi Drama
Drama merupakan salah satu bagian dari karya sastra. Oleh karena itu,
dalam mempelajari drama kita tidak dapat sepenuhnya lepas dari pembelajaran
sastra secara umum, sehingga sebelum mempelajari mengenai pembelajaran
apresiasi drama, ada baiknya apabila kita mempelajari terlebih dahulu mengenai
pembelajaran apresiasi sastra.
Sastra adalah seni. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengajaran
sastra adalah suatu kegiatan pembelajaran yang memacu siswa menemukan nilai-
nilai yang teradapat dalam karya sastra yang bersangkutan. Untuk itu, siswa harus
diarahkan dengan cara-cara yang tepat agar mampu memahami apa yang
terkandung dalam karya sastra itu sendiri.
Pembelajaran apresiasi sastra Indonesia ialah memperkenalkan kepada
siswa nilai-nilai yang terkandung di dalam karya sastra dan mengajak siswa ikut
menghayati pengalaman-pengalaman yang disajikan. Pembelajaran apresiasi
sastra Indonesia bertujuan mengembangkan kepada siswa terhadap nilai-nilai
indrawi, nilai akali, nilai afektif, nilai keagamaan, dan nilai sosial, secara sendiri-
sendiri, atau gabungan keseluruhan, seperti tercemin di dalam karya sastra. Pada
hakikatnya pengajaran sastra adalah menciptakan secara bersama dalam kelas.
“Creative drama in education increases durability of the knowledge that theindividuals experience in a learning environment where they can express themselves freely. Therefore, creative drama needs to be compulsory a part of all teacher education programs in each department of faculty of education aiming to prepare future classroom teachers for all grade levels. Also, the findings of this research suggest that creative drama should be an indispensable part of education and its use should be promoted in in-service teacher training programs and there needs to be efforts to make creative drama continually usable at schools.” (Ozdemir dan Cakmak, 2008: 27)
Drama kreatif di dalam pendidikan dapat meningkatkan pengetahuan bagi tiap
individu yang mengikuti suatu pelajaran tersebut dan dapat mengekspresikan diri
35
dengan bebas. Oleh karena itu, drama kreatif perlu dalam dari semua program
jenjang pendidikan dan semua tingkatan kelas. Drama kreatif sangat dibutuhkan
bagian dari pendidikan dan penggunaannya harus dikembangkan bagi guru
sehingga membuat drama kreatif yang secara terus menerus dapat dipakai di
sekolah.
Pembelajaran apresiasi drama merupakan bagian dari pembelajaran
apresiasi sastra. Moody (dalam B. Rahmanto, 1998: 16-25) mengungkapkan
bahwa pembelajaran apresiasi sastra dapat membantu pendidikan scara utuh
apabila cakupannya meliputi empat manfaat, yaitu:
1) Membantu keterampilan berbahasa
Dengan pengajaran apresiasi sastra, siswa dapat melatih keterampilan
menyimak dengan mendengarkan suatu karya sastra yang dibacakan oleh
guru, teman, atau pita rekaman. Siswa dapat melatih keterampilan berbicara
dengan ikut berperan dalam suatu drama. Siswa dapat juga meningkatkan
keterampilan membaca dengan membacakan puisi atau prosa cerita. Siswa
dapat mendiskusikannya dan kemudian menuliskan hasilnya sebagai latihan
keterampilan menulis.
2) Meningkatkan pengetahuan budaya
Setiap sistem pendidikan kiranya perlu disertai usaha untuk menanamkan
wawasan pemahaman budaya bagi setiap anak didik. Salah satu tugas yang
utama pengajaran adalah memperkenalkan anak didik dengan sederetan
kemajuan yang dicapai manusia di seluruh dunia tanpa merusak kebanggaan
atas kebudayaan yang mereka miliki sendiri. Begitu pula dengan pengajaran
apresiasi sastra, jika dilaksanakan dengan bijaksana, dapat mengantar anak
didik berkenalan dengan pribadi-pribadi dan pemikir-pemikir besar dunia serta
pemikiran-pemikiran utama dari zaman ke zaman.
3) Mengembangkan cipta dan rasa
Dalam pengajaran sastra, kecakapan yang perlu dikembangkan adalah
kecakapan yang bersifat indra, penalaran, efektif, sosial, dan religius.
Pengajaran sastra dapat digunakan untuk memperluas pengungkapan apa yang
diterima oleh panca indra seperti penglihatan, pendengaran, pengecapan, dan
36
peraba. Dengan tafsiran serta makna kata-kata yang diungkapkan pengarang
melalui karya-karyanya, anak didik akan diantar untuk mengenali berbagai
pengertian dan mampu membedakan satu hal dengan yang lain, misalnya
kuning dengan keemasan, bising dengan menggemparkan, harum dengan
busuk, serta masih banyak lagi.
4) Menunjang pembentukan watak
Dalam nilai pengajaran sastra ada dua tuntutan yang dapat diungkapkan
sehubungan dengan watak ini. Pertama, pengajaran sastra hendaknya mampu
membina perasaan yang lebih tajam. Seseorang yang telah banyak mendalami
berbagai karya sastra biasanya mempunyai perasaan yang lebih peka untuk
menunjuk hal mana yang bernilai dan mana yang tak bernilai. Tuntutan kedua,
bahwa pengajaran sastra hendaknya dapat memberikan bantuan dalam usaha
mengembangkan berbagai kualitas kepribadian siswa yang antara lain meliputi
ketekunan, kepandaian, pengimajian, dan penciptaan.
Herman J. Waluyo (2006: 165) menyatakan pembelajaran drama sebagai
penunjang pemahaman bahasa berarti untuk melatih keterampilan membaca (teks
drama) dan menyimak atau mendengarkan (dialog dalam drama, mendengarkan.
drama radio, televisi, dan sebagainya. Sementara sebagai penunjang latihan
penggunaan bahasa dengan maksud yaitu melatih keterampilan menulis (teks
drama, resensi drama, dan sebagainya) dan wicara (dialog-dialog dalam
pementasan drama).
Pembelajaran drama di sekolah dapat ditafsirkan menjadi dua macam,
yaitu pembelajaran teori dan pembelajaran apresiasi drama. Pembelajaran teori
mempelajari mengenai teori pembuatan dan pembacaan teks drama serta teori
tentang pementasan drama. Sedangkan dalam pembelajaran apresiasi drama
mempelajari mengenai apresiasi terhadap naskah dan apresiasi pementasan drama
(Herman J. Waluyo, 2002: 161). Dalam pembelajaran teori menitikberatkan pada
kemampuan kognitif siswa yang mengutamakan masalah pengetahuan yang
sifatnya teoretis. Sedangkan dalam pembelajaran apresiasi menitikberatkan pada
kemampuan afektif siswa yang mengutamakan kegiatan apresiasi. Namun, apabila
siswa sudah mulai belajar untuk mementaskan, maka pengajaran drama mulai
37
memasuki kawasan kemampuan psikomotorik, meskipun sebenarnya dalam
pengajaran drama di sekolah tidak dapat sepenuhnya lepas dari kemampuan
kognitif, sebab bagaimanapun siswa pasti diminta untuk dapat menguasai
beberapa materi yang bersifat teori.
Tujuan pembelajaran apresiasi drama untuk SMA menurut Herman J.
Waluyo (2002: 89) ádalah supaya siswa mampu membaca drama, dan gemar
membaca drama. Pokok-pokok bahasan pembelajaran drama meliputi: (1)
membaca teks drama dengan lancar dan penuh pemahaman; (2) membaca drama
untuk menambah pengetahuan; (3) membaca drama untuk menikmati nilai-nilai
yang terkandung di dalamnya; (4) membaca sastra (drama) terjemahan untuk
menambah pengetahuan dan mengetahui nilai-nilai adat istiadat dalam
masyarakat.
Pembelajaran apresiasi drama harus ditekankan pada aspek apresiasi
reseptis dan aspek apresiasi ekspresif. Aspek apresiasi reseptif ini antara lain
melalui kegiatan siswa dala mendengarkan dan menonton drama, membaca dan
menganalisis berbagai teks drama. Sementara itu aspek apresiasi ekspresif dapat
diwujudkan melalui kegiatan siswa dalam mengungkapakan pikiran, pendapat,
gagasan, dan perasan dan bentuk lisan meupun tulis tentang drama, seperti
membuat teks drama, yang sederhana, menyusun resensi teks drama, dan bermain
drama.
“Student engaged in drama play in this manner become active in colallaboration, dialogue and solution development because they are actively constructing their projects. The play take on the life of the the students and classroom. Moreover, the studens take owner shipof the projects. This dynamic sets the stage for the resulting learnig to likewise be their own. Much like ancient fables, the final drama play solution may be small, or short, but for the student (and teachers) it has profound meaning and depth.”(Karekes dan King, 2010: 4) Para siswa terlibat dalam permain drama, dengan cara ini menjadikan
kegiatan lebih aktif dalam bentuk kerja sama/kolaborasi, dialog dan pemecahan
solusi sebab dengan pelaksanaan yang aktip dapat membangun proyek mereka.
Dengan permainan siswa dapat saling menerima gagasan di dalam kelas. Lebih
dari itu, siswa mempunyai andil dalam pelaksanaannya. Kegiatan yang dinamis
38
ini menghasilkan pembelajaran yang baik bagi mereka sendiri. Penggunaan
dongeng masa lampau, solusi permainan drama yang pendek/singkat mempunyai
maksud dan bermakna bagi siswa (dan para guru).
Dalam pembelajaran drama di sekolah, pembelajaran apresiasi drama juga
harus menitikberatkan pada apresiasi siswa yaitu kegiatan atau aktivitas siswa
dalam pembelajaran drama di sekolah. Apresiasi siswa itu mencakup tiga hal,
yakni kreasi, resepsi, dan kreasi siswa terjadap drama. Adapun kegiatan siswa
yang berupa kreasi yaitu kegiatan siswa ketika menulis naskah drama secara
individu atau kelompok yang berupa resepsi yaitu kegiatan siswa ketika membaca
dan menghafalkan naskah drama yang telah dibuat, sedangkan yang beupa
ekspresi yaitu ketika siswa mementaskan drama berdasarkan naskah drama
tersebut.
f. Evaluasi Pembelajaran Drama
Evaluasi atau penilaian drama dilaksanakan pada akhir proses
pembelajaran. Evaluasi merupakan faktor yang sangat penting dalam
mengetahui apakah siswa benar-benar telah memahami bahan yang telah
diajarkan guru atau belum. Berbagai jenis penilaian yang dapat diguanakan
menurut Sumarna (2004: 18) antara lain: tes tertulis, tes perbuatan, pemberian
tugas, penilaian produk, penilaian sikap, dan penilaian portofolio. Dalam
penilaian berbasis kelas, jenis penilaian yang harus dibuat oleh guru meliputi,
penilaian kinerja, penilaian sikap, penilaian proyek, penilaian produk, penialain
portofolio, dan penilaian diri (Sarwiji Suwandi 2009: 72-109). Semua jenis tes di
atas harus dilaksanakan oleh guru agar guru dapat melaksanakan evaluasi
pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan dalam KTSP.
Penilaian dalam KBK dan KTSP menganut prinsip penilaan
berkelanjutan dan komprehensif guna mendukung upaya memandirikan siswa
untuk belajar, bekerja sama, dan menilai diri sendiri. Karena itu, penilaian
dilaksanakan dalam kerangka penilaian berbasis kelas (selanjutnya disebut
PBK). Dikatakan PBK karena kegiatan penilaian dilaksanakan secara terpadu
dalam kegiatan pembelajaran. PBK merupakan suatu kegiatan pengumpulan
informasi tentang proses dan hasil belajar siswa yang dilakukan oleh guru yang
39
bersangkutan sehingga penilaian tersebut akan mengukur apa yang hendak
diukur dari siswa. Salah satu prinsip penilaian berbasis kelas ialah penilaian
dilakukan oleh guru dan siswa. Dalam praktiknya, PBK harus memperhatikan
tiga ranah, yaitu ranah pengetahuan (kognitif), ranah sikap (afektif), dan ranah
keterampilan (psikomotor). Ketiga ranah tersebut dinilai secara proporsional
sesuai dengan sifat mata pelajaran atau materi pembelajaran yang akan
dikenakan pada siswa (Masnur Muslich, 2007: 91).
Evalusi pembelajaran drama dapat dilakukan dalam dua jenis, yaitu
evaluasi pemahaman naskah drama yang lebih bersifat kognitif, dan evaluasi
terhadap pementasan drama yang lebih bersifat afektif dan psikomotorik. Evaluasi
pembelajaran drama ini harus direncanakan dengan baik agara dapat
mengevaluasi secara tepat kompetensi yang harus dikuasai siswa. Ketiga aspek
dapat dinilai dengan penilaian sebagai berikut:
1) Penilaian dengan Tes
Tes merupakan suatu bentuk pemberian tugas atau pertanyaan yang
harus dikerjakan oleh siswa yang sedang dites. Jawaban yang diberikan
siswa terhadap pertanyaan-pertanyaan itu dianggap sebagai informasi
terpercaya yang mencerminkan kemampuannya. Informasi tersebut
dinyatakan sebagai masukan yang penting untuk mempertimbangkan
siswa (Sarwiji Suwandi, 2009: 39).
Sarwiji Suwandi (2009: 44) memaparkan pada umunya tes
dipergunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan siswa dalam mencapai
tujuan dalam pembelajaran. Tingkat keberhasilan siswa dimaksudkan juga
tingkat kemampuan siswa yang diperoleh setelah mengikuti kegiatan
pembelajaran tersebut.
Bentuk tes dapat berupa tes esai dan tes objektif. Tes esai adalah suatu
bentuk pertanyaan yang menuntut jawaban siswa dalam bentuk uraian
dengan menggunakan bahasa sendiri. Tes ini menuntut siswa untuk
berpikir tentang dan mempergunakan apa yang diketahui yang berkenaan
dengan pertanyaan yang harus dijawab. Tes bentuk esai memberikan
kebebasan kepada siswa untuk menyusun dan mengemukakan jawaban
40
sendiri dalam lingkup yang secara relatif dibatasi. Oleh karena itu, tes esai
disebut sebagai tes subjektif. Tes subjektif memungkinkan siswa
menunjukan kemampuannya dalam menerapkan pengetahuan,
menganalisis, menghubungkan, dan mengevaluasi informasi baru yang
dihadapkan kepadanya. Alat ini dapat menilai berbagai jenis kompetensi,
misalnya mengemukakan pendapat, berpikir logis, dan menyimpulkan.
Sedangkan tes objektif yaitu disebut juga sebagai tes jawaban singkat
(short answer test). Jawaban terhadap tes objektif bersifat pasti, hanya ada
satu kemungkinan jawaban yang benar. Jenis tes objektif yang banyak
dipergunakan orang ádalah tes jawaban benar-salah (trae-false), pilihan
ganda (multipli choice), isian (complection), dan penjodohan (maching).
Jenis objektif yang telas disebutkan tadi merupakan alat yang hanya
menilai kemampuan berpikir rendah, yaitu kemampuan mengingat
(Sarwiji Suwandi, 2009: 47-49).
Cara menghitung untuk mendapatkan nilai dengan tes, yaitu sebagai
berikut.
banyak jawaban benar Nilai = x 100
banyak soal
2) Penilaian Sikap
Sarwiji Suwandi (2009, 80-81) memaparakan bahwa sikap bermula
dari perasaan yang terkait dengan kecenderungan seseorang dalam
merespon sesuatu atau objek. Sikap juga suatu ekspresi dari nilai-nilai atau
pandangan hidup yang dimiliki oleh seseorang. Secara umum, objek sikap
yang perlu dinilai dalam proses pembelajaran adalah sebagai berikut.
a) Sikap terhadap materi pelajaran.
b) Sikap terhadap guru atau pengajar.
c) Sikap terhadap proses pembelajaran.
d) Sikap berkaitan dengan nilai atau norma yang berhubungan dengan
suatu materi pelajaran.
41
Penilain sikap dapat dilakukan dengan beberapa cara atau teknik.
Teknik-teknik tersebut antara lain:
a) Observasi Perilaku
Perilaku seseorang pada umunya menunjukan kecenderungan
seseorang dalam sesuatu hal. Guru dapat melakukan observasi
terhadap peserta didik yang dibinanya. Hasil pengamatan dapat
dijadikan sebagai umpan balik dalam pembinaan.
b) Pertanyaan Langsung
Dengan menanyakan secara langsung atau wawancara tentang
sikap seseorang berkaitan dengan suatu hal. Jawaban atau reaksi yang
diberikan dapat dipahami sikap siswa terhadap objek sikap.
c) Laporan Pribadi
Penggunaan teknik ini siswa diminta membuat ulasan yang berisi
pandangan atau tanggapan tentang suatu masalah, keadaan, atau hal
yang menjadi objek sikap. Dalam penilai sikap dapat menggunakan
format penilain sebagai berikut.
No Nama
Siswa
Aspek yang Dinilai Skor Nilai
antusias
terhapadap
drama
memperhatikan
guru pada saat
pembahasan
drama
Keaktifan
dalam pada saat
pembelajaran
apresiasi drama
Keaktifan
dalam
berlatih
peran
(Pengembangan dari format penilaian Sarwiji Suwandi, 2009: 83)
Catatan:
a. Kolom perilaku diisi dengan angka yang sesuai dengan kriteria
berikut.
1 = sangat kurang
2 = kurang
42
3 = sedang
4 = baik
5 = amat baik
b. Nilai merupakan jumlah skor-skor tiap indikator perilaku.
c. Keterangan diisi dengan kriteria berikut.
Nilai 18-20 berarti amat baik
Nilai 14-17 berarti baik
Nilai 10-13 berarti sedang
Nilai 6-9 berarti kurang
Nilai 0-5 berarti sangat kurang
3) Penilain Proyek
Penilaian proyek merupakan kegiatan penilai terhadap tugas yang
harus diselesaikan dalam periode/waktu tertentu. Tugas tersebut berupa
suatu investigasi sejak dari perencanaan, pengumpulan data,
pengorganisasian, pengolahan, dan penyajian data. Dalam penilain proyek
setidaknya ada tiga hal perlu dipertimbangkan, yaitu:
a) Kemampuan pengelolaan.
b) Relevansi, yaitu kesesuaian dengan mata pelajaran.
c) Keaslian, proyek yang dilakukan oleh siswa merupakan hasil
karyanya (Sarwiji Suwandi, 2009: 86-87).
Penilaian proyek dilakukan mulai dari perencanaan, proses kegiatan,
sampai hasil akhir. Dalam penilain proyek dapat menggunkan format
penilaian sebagai berikut.
o
Aspek S
kor
(
1-5)
Perencanaan:
a. Persiapan
b. Rumusan naskah drama
43
Pelaksanaan:
a. Sistematika pelaksanan
b. Keakuratan dengan waktu pengerjaan
c. Kerja sama dan kekompakan tim
d. Penggunaan alat pendukung
Laporan Proyek:
a. Performans
b. Kualitas hasil
Jumlah
(Pengembangan dari format penilaian Sarwiji Suwandi, 2009: 87)
Penilaian sikap merupakan penilaian terhadap suatu konsep psikologis
yang bersifat kompleks. Penilaian sikap dilakukan dengan menilai sikap siswa
terhadap guru pada saat mengajar, sikap siswa dalam proses pembelajaran.
Pedoman penilaian pembelajaran drama seharusnya memuat aspek kognitif,
afektif, dan psikomotorik. Berdasarkan pendapat di atas penilaian yang sesuai
untuk pembelajaran drama adalah penilaian tes, penilaian sikap, dan penilaian
proyek.
Sarwiji Suwandi (2004: 4) mengemukakan tujuan dan fungsi penilaian,
khususnya penilaian hasil belajar dapat bermacam-macam, antara lain adalah:
(a) Mengetahui ketercapaian tujuan.
(b) Mengetahui kinerja berbahasa siswa.
(c) Mendiagnosis kesulitan belajar siswa.
(d) Memberikan umpan balik terhadap peningkatan mutu progam
pembelajaran.
(e) Menjadi alat pendorong dalam peningkatan kemampuan siswa.
(f) Menjadi bahan pertimbangan dan penentuan jurusan, kenaikan kelas,
atau kelulusan.
(g) Menjadi alat penjamin, pengawas, dan pengendali mutu pendidikan
Penilaian dalam pembelajaran drama meliputi empat tingkatan, yaitu: (1)
tingkatan informasi (pengetahuan); (2) tingkat konsep (pemahaman); (3) tingkat
prespektif (cara pemikiran pengarang dan pembaca); (4) tingkat apresiasi
44
(penghargaan karya sastra dan pemahaman jalan pikiran pengarang) (Herman J.
Waluyo, 2002: 176).
Dapat diketahui tingkat penghafalan (apresiasi) siswa terhadap drama.
Dalam mengevaluasi, tes atau ujian disusun dengan sedemikian rupa, sehingga
porsi untuk tingkat yang semakin tinggi semakin sedikit jumlahnya. Apresiasi
adalah jenis tes yang paling tinggi tingkatannya, dan biasanya berupa esai dan
hendaknya tidak bersamamaan dengan tes informasi, konsep, dan perspektif.
Tes informasi merupakan tingkatan tes paling rendah, sebab butir soal
dapat lebih banyak. Misalnya ditanyakan siapa pelakunya, tempat kejadian di
mana, siapa pengaranganya, dan sebagainya. Tes konsep lebih tinggi tingkatannya,
karena siswa telah memahami penerapan dan pemahaman terhadap sesuatu.
Misalnya, sikap pelaku utama di mana klimaks cerita, siap tokoh antagonis,
bagaimana tema, watak tokoh, dan sebagainya. Pertanyaan-pertanyan pada tes
prespektif menyangkut latar belakang dan lebih mendalam lagi, misalnya sifat tiap
babak atau adegan, bagaimana corak dari lakon dan aliran falsatnya, apakah kritik
sosial dan termasuk dalam jenis drama apa, dan sebagainya. Sedangkan pada tes
apresiasi merupakan tingkatan yang paling tinggi, seperti dijelaskan di atas.
Untuk menguji pada bagian ini, siswa dituntuk untuk mampu mementaskan atau
mengapresiasi drama dengan penghayatan yang baik. Evaluasi dalam
pembelajaran drama mementingkan aspek apresiasi dan bukan penjelasan hafalan
teoritis. Jika seseorang memiliki pemahaman yang luas dan mendalam tentang
drama, tentu mereka akan memiliki kemampuan apresiasi yang tinggi.
Evaluasi/penilaian sangat penting untuk dilakukan karena dengan adanya
evaluasi dapat diketahui keberhasilan seseorang dalam pembelajaran dan dari
hasil yang diperoleh akan dapat membuat seseorang lebih termotivasi untuk
belajar. Evaluasi pembelajaran apresiasi drama tentu harus dapat mengukur tujuan
pembelajaran apresiasi drama, yakni apresiasi siswa terhadap drama bukan semata
tentang pengetahuan siswa terhadap drama.
B. Penelitian yang Relevan
45
Penelitian yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan yakni
penelitian Joko Kristianto dengan berjudul “Pembelajaran Apresiasi Drama Pada
Siswa Kelas XI SMA N 6 Surakarta Tahun Ajaran 2007/2008”. Melalui temuan
penelitian di lapangan dan dari hasil analisis data pada Bab IV dapat disimpulkan:
(1) guru Bahasa dan Sastra Indonesia di kelas XI SMA Negeri 6 Surakarta telah
memiliki pemahaman yang positif terhadap Kurikulum Tingkatan Satuan
Pendidikan (KTSP), (2) perencanaan pembelajaran yang telah dibuat oleh guru
sudah sesuai dengan KTSP. Hal tersebut dapat dilihat dari dibuatnya prota,
silabus, dan rencana pembelajaran, (3) pelaksanaan pembelajaran apresiasi drama
di SMA Negeri 6 Surakarta sudah mengarah pada pembelajaran yang bersifat
apresiatif dan inovatif, (4) kendala-kendala dalam pembelajaran apresiasi drama
di SMA Negeri 6 Surakarta, yaitu: setiap siswa sulit untuk menghafal naskah
drama, siswa disuruh menampilkan pementasan drama sulit, dengan alasan tidak
berani dan malu; siswa hanya memiliki sedikit pengetahuan tentang
pengapresiasian drama, (5) tindakan yang dilakukan guru untuk mengatasi
kendala-kendala dalam pembelajaran apresiasi drama di SMA 6 Surakarta, yaitu:
guru menyediakan LKS; memberikan tugas pada siswa untuk mengapresiasi
drama; memacu siswa untuk berkaya membuat naskah drama; memberikan
pengarahan kepada siswa yang kesulitan dalam mengapresiasi drama; guru
menggunakan waktu seefisien mungkin untuk mengatasi masalah waktu yang
terbatas dalam pembelajaran apresiasi drama.
Penelitian yang dilakukan oleh Dwi Nugroho dengan judul “Pembelajaran
Apresiasi Drama Pada Siswa Kelas VIII SMP Tahun Ajaran 2007-2008”. Melalui
temuan penelitian yang dilapangn dan dari hasil analisis data pada Bab IV dapat
disimpulkan: (1) guru Bahasa dan Sastra Indonesia di kelas VIII A SMP Negeeri
Ngemplak telah memiliki pemahaman yang positif terhadap Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan; (2) perencanaan pembelajaran yang telah dibuat oleh guru
sudah sesuai dengan KTSP, yaitu terlihat dalam pembuatan prota, silabus, dan
rencana pembelajaran; (3) pelaksanaan pembelajaran di SMP Negeri 1 Ngemplak
sudah mengarah pada pembelajaran yang bersifat apresiatif; (4) kendala-kendala
dalam pembelajaran apresiasi drama di SMP Negeri 1 Ngemplak, yaitu:
46
kurangnya alokasi waktu dalam proses pembelajaran apresiasi drama, terbatasnya
sarana dan prasaran pendukung dalam pembelajaran, kurangnya minat pada siswa
terhadap pembelajaran apresiasi drama.
C. Kerangka Berpikir
Pembelajaran apresiasi drama dipengaruhi beberapa komponen, antara
lain: kurikulum sebagai pedoman guru dalam melaksanakan pembelajaran, guru
sebagai motivator dan fasilitator pembelajaran diharapkan mengetahui keadaan
siswa, siswa sebagi subjek belajar dengan berbagai perkembangannya,
penggunaan dan pemilihan media pembelajaran yang tepat agar siswa lebih
mudah termotivasi menangkap dan memahami materi yang disampaikan, juga
evaluasi untuk mengetahui hasil dari pembelajaran sesuai dengan tujuan yang
hendak dicapai. Pembelajaran pada hakikatnya adalah proses interaksi antara
peserta didik dengan lingkungannya sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah
yang lebih baik. Dalam interaksi tersebut banyak sekali faktor yang
mempengaruhinya, baik faktor internal yang datang dari dalam diri individu,
maupun faktor eksternal yang datang dari lingkungannya.
Pada dasarnya kurikulum dibuat dan dirancang untuk mengembangkan
potensi siswa agar mampu melaksanakan peranan-peranannya. Kurikulum
merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai sisi dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
belajar mengajar. Kurikulum juga memuat tentang sejumlah tujuan (standar
kompetensi ) dalam pembelajaran. Selain itu, di dalam kurikulum juga dijadikan
pedoman dalam segala kegiatan pembelajaran, termasuk pembelajaran apresiasi
drama.
Persiapan pembelajaran apresiasi drama dikaji mengenai perencanaan
yang sebagai dasar pelakasanaan pembelajarana anatara lain sialabus mata
pelajaran dan promes (program semester) dan rencana pelaksanaan pembelajaran
yang disusun oleh guru. Dengan adanya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan,
47
kurikulum yang sudah diterapkan di berbagai sekolah, guru dituntut untuk lebih
kreatif dan inovatif dalam mengajar, baik dari segi materi ataupun dari segi
metode mengajar. Hal tersebut menjadi objek pengamatan oleh peneliti yaitu
bagamana mengembangkan kurikulum tersebut sehingga dapat sesuai dan dapat
diterima oleh siswa yang memiliki berbagai karakteristik yang berbeda. Untuk
itulah, pemahaman guru terhadap kurikulum sangat diperlukan. Oleh karena itu,
guru juga harus membuat rencana pelaksanaan pembelajaran yang sesuai dengan
kondisi dan latar belakang siswa.
Seorang guru dapat menentukan materi pembelajaran yang sesuai tingkat
perkembangan pikiran siswa yang diselaraskan dengan tujuan yang akan dicapai
dan mudah diterima siswa. Dalam pelaksanaan pembelajaran disertai pula dengan
metode yang tepat, efektif, dan efisien. Pelaksanaan eveluasi yang dilakukan
untuk mengetahui apakah pengguanaan media, metode, dan materi sudah sesuai
dengan tujuan yang akan dicapai. Dengan pelaksanaan tersebut dapat diketahui
keberhasilan pembelajaran apresiasi sastra, kendala yang dihadapi, dan upaya
untuk mengatasi kendala yang ada.
Pada pelakasanaan pembelajaran di kelas menyoroti bagaimana
pembelajaran berlangsung. Ketersedian sarana dan prasaran penunjang yang
tersedia sebagai alat atau media dalam membantu dalam pelaksanaan
pembelajaran juga diperhatikan. Apakah dalam pelaksanaan guru kreatif dalam
mengolah pembelajaran apreasiasi drama agar pembelajaran dapat berjalan sesuai
dengan tujuan yang diharapkan dan dapat tersampaiakan dengan baik kepada
semua siswa.. Selain itu, apakah relevan dengan perencanaan pembelajaran pada
saat berlangsungnya kegiatan pembelajaran. Pada saat pembelajaran berlangsung
apabila terdapat kendala-kendala guru sebagai fasilitator juga harus mempunyai
kiat-kiat tertentu untuk mengatasi kendala yang terdapat pada saat pembelajaran
apresiasi drama berlangsung.
Belajar pada dasarnya merupakan suatu proses pemerolehan inforamsi dan
pengembangan potensi yang dimiliki seseorang. Keberhasilan dalam
pembelajaran berkaitan dengan peran dan upaya guru dan siswa yang
menjalaninya. Oleh karena itu, komunikasi dan interaksi sangat diperlukan agar
48
apa yang dipelajari pada setiap pelaksanaan pembelajaran dapat tersampaikan
dengan baik dan tepat. Demikian pula dengan metode dan penggunaan media
yang juga mempengaruhi keberhasilan dalam proses pembelajaran.
Pembelajaran sastra khususnya drama harus ditekankan pada aspek
apersiai reseptif dan aspek apresiasi ekspresif. Aspek apresiasi reseptif ini antara
lain melalui kegiatan siswa dalam mendengarakan (menyimak) dan menonton
drama, membaca dan memerankan drama. Sementara itu, aspek apresiasi
ekspresif dapat diwujudkan melalui kegiatan siswa dalam mengungkapkan
pikiran, pendapat, gagasan, dan perasaan dalam bentuk lisan (berbicara) maupun
tulis (menulis) tentang drama, seperti membuatkan teks drama yang sederhana,
menyusun resensi teks drama, dan bermain drama.
Berdasarkan dari proses pembelajaran yang telah dilaksanakan dan dari
kegiatan evalusai dapat diketahui kendala atau hambatan apa saja yang terjadi.
Kendala-kendala yang ada dalam pembelajaran apresiasi drama dapat berupa dari
faktor intern yaitu guru dan sebagai pelaksana pembelajaran. Sedangkan pada
faktor ekstern dapat berupa sarana dan prasarana dalam pelaksanaan pembelajaran
apresiasi drama Berdasarkan temuan kendala dan hambatan tersebut dapat
dijadikan dasar upaya-upaya yang hendak dilakukan atau yang telah dilakukan
untuk membenahi pelaksanaan pembelajaran apresiasi drama dan untuk
kedepannya, sehingga dapat diantisipasi dan diminimalisasi ketidakberhasilan
pembelajaran tersebut.
Semua penjelasan dan paparan yang telah dijelaskan di atas nantinya akan
ditarik sebuah kesimpulan mengenai pembelajaran apresiasi yang terjadi di SMA
Negeri 4 Surakarta yang pada khususnya pada kelas XI IPA 5. Oleh karena itu,
peneliti berusaha untuk mengetahui bagaimana persiapan yang dilakukan sebelum
melakukan pembelajaran, mengetahui sejauh mana pelaksanaan pembelajaran
apresiasi drama yang akan diterapkan pada proses belajar mengajar, mengetaui
kendala-kendala yang dihadapi saat pembelajaran dilakukan, serta mengetahui
upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala atau hambatan
pembelajaran yang dihadapi di kelas. Berikut ini alur kerangka berpikir.
49
Gambar 1: Alur Kerangka Berpikir
Pembelajaran Apresiasi Drama di Kelas XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta
Perencanaan Pelaksanaan Kendala Upaya
Simpulan
50
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penilitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 4 Surakarta yang beralamatkan
di Jl. LU Adi Sucipto No 1 Surakarta. Dilaksanakan pada kelas XI, karena materi
pembelajaran apresiasi drama terdapat pada jenjang kelas tersebut di semester
genap. Penelitian difokuskan pada satu kelas saja, yaitu di kelas XI IPA 5.
2. Waktu Penelitian
Waktu untuk melaksanakan penelitian, yaitu antara bulan Januari 2010
sampai dengan Mei 2010, rincian kegiatan penelitian ini dapat dilihat dala tabel
berikut:
Tabel 1. Waktu dan Kegiatan Penelitian
No
Waktu/Jenis
Kegiatan
Februari
2010
Maret
2010
April
2010
Mei
2010
Juni
2010
1
Penyusunan
Proposal
--xx
2
Penyiapan
Instrument
---x xxxx
3
Pengumpulan
Data
--xx xxxx xx--
4
Analisis Data xxxx
5
Penyusunan
Laporan
---x xxxx
B. Bentuk dan Strategi Penelitian
Berdasarkan masalah penelitian yang telah dirumuskan di depan, tujuan
penelitian, jenis penelitian yang tepat dalam melakukan penelitian ini adalah
51
penelitian deskriptif kualitatif dalam bentuk naturalistik. Deskriptif dapat
diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan
menggambarkan atau melukiskan objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan
pada fakta-fakta yang ditemukan. Strategi yang dimaksudkan yaitu studi kasus
tunggal terpancang tunggal. Disebut tunggal karena dalam penelitian ini
menggunakan satu tempat penelitian dan sampel dari satu kelas, yakni kelas XI
IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta. Terpancang, yakni permasalahan yang dibahas
hanya mengenai pelaksanaan pembelajaran apresiasi apresiasi drama.
Sesuai dengan tujuan penelitian, penelitian ini berusaha memberikan
gambaran secara detail tentang proses pembelajaran apresiasi drama di SMA
Negeri 4 Surakarta. Dalam pembelajaran drama, yaitu tentang perencanaan
pembelajaran apresiasi drama, pelaksanaan pembelajaran, kendala pembelajaran
apresiasi drama, dan upaya yang dilakukan guru sekolah untuk mengatasi
kendala-kendala yang ada dalam pembelajaran apresiasi drama. Strategi yang
dimaksudkan yaitu studi kasus tunggal terpancang tunggal. Disebut tunggal
karena dalam penelitian ini menggunakan satu tempat penelitian dan sampel dari
satu kelas, yakni kelas XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta. Terpancang, yakni
permasalahan yang dibahas hanya mengenai pelaksanaan pembelajaran apresiasi
apresiasi drama.
C. Sumber Data
Sumber data pada penelitian ini meliputi tiga macam, yaitu:
1. Tempat dan Peristiwa
Tempat yang relevan bagi penelitian ini yaitu kelas XI IPA 5 SMA Negeri
4 Surakarta. Lokasi ini dipilih karena objek yang hendak diteliti berkenaan dengan
pendidikan formal. Peristiwa berkaitan dengan aktivitas pembelajaran yang
dilakukan oleh guru dalam kelas yang terfokuskan pada pola interaksi guru
dengan siswa dan siswa dengan siswa yang lainya untuk menspesifikasikan
penelitian dan memudahkan dalam pengambilan data, karena peristiwa mudah
diamati.
52
2. Informan
Pengambilan informasi dilakukan pada informan yang telah dipilih yaitu
guru mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia yaitu guru SG serta beberapa
siswa kelas XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta yaitu ARF, DBS, HLF, KDW,
NML, dan NKP, sebagai pelaku kegiatan pembelajaran dalam kelas. Lebih
diutamakan untuk mencari kendala yang timbul pada saat pembelajaran apresiasi
drama di kelas, serta upaya guru bahasa Indonesia yang dilakukan untuk
mengatasi kendala tersebut.
3. Dokumen
Pengambilan data dilakukan melalaui dokumen-dokumen (silabus, prota,
promes, RPP, dan soal-soal evaluasi) yang berkaitan secara langsung dengan
pokok pembahasan dalam penelitian ini yaitu pembelajaran apresiasi drama.
D. Teknik Pengumpulan Data
Ada tiga teknik pengumpulan data yang diterapkan sebagai alat untuk
menjaring data secara lengkap dan akurat sehubungan dengan masalah yang
diteliti, yaitu:
1. Analisis dokumen
Analisis dokumen dilakukan dengan mengamati dan mempelajari
perangkat pembelajaran yang dirancang dan disiapkan oleh guru, antara lain
berupa; perangkat kurikulum, rancangan silabus, program tahunan, program
semester, rencana pembelajaran, dan pengembangan evaluasi.
2. Observasi
Peneliti mengadakan pengamatan langsung terhadap proses pembelajaran
di kelas XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta. Dalam hal ini, peneliti berperan
sebagai partisipan pasif, di mana peneliti diketahui namun tidak mempengaruhi
proses pembelajaran. Dalam melakukan observasi peneliti mencatat hal-hal pokok
yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran apresiasi drama di kelas,
meliputi: bahan/materi yang diajarkan, pendekatan yang digunakan, metode yang
digunakan, langkah-langkah perencanaan pembelajaran apresiasi drama,
pelaksanaan pembelajaran apresiasi drama, media yang digunakan, dan kendala
53
yang timbul dalam pembelajaran apresiasi drama beserta upaya yang dilakukan
oleh guru untuk mengatasinya.
3. Wawancara
Wawancara mendalam kepada informan untuk mendapatkan data yang
tidak bisa didapatkan melalui teknik observasi. Untuk itu, peneliti melakukan
wawancara secara langsung (face to face), isi wawancara difokuskan kepada
pertanyaan yang menguji tingkat apresiasi siswa terhadap pembelajaran drama.
Guru mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia yaitu guru SG serta beberapa
siswa kelas XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta, yaitu ARF, DBS, HLF, KDW,
NML, dan NKP, sebagai pelaku kegiatan pembelajaran dalam kelas. Wawancara
digunakan untuk mengetahui kendala yang timbul dalam pengajaran apresiasi
drama.
E. Uji Validitas Data
Untuk menguji validitas data dalam penelitian ini, peneliti menggunakan
teknik triangulasi (sumber/data dan metode) dan dan review informan:
1. Triangulasi data, yaitu peneliti menggunakan beberapa sumber untuk
mendapatkan/mengumpulkan data. Untuk mendapatkan data tersebut, peneliti
menggunakan beberapa sumber, yaitu dokumen (hasil rekaman maupun catatan
ujaran-ujaran yang disampaikan guru dan siswa), peristiwa (proses pembelajaran),
dan informan (guru dan murid)
2. Triangulasi metode, yaitu peneliti menggunakan metode yang berbeda untuk
mendapatkan data yang sama. Peneliti menggunakan metode pengumpulan data
yang berupa analisis dokumen, observasi, dan wawancara. Peneliti melakukan
pengecekan hasil secara silang dengan menggunakan teknik pengumpulan data
yang berupa observasi langsung.
3. review informan, pada penelitian ini digunakan sebagai alat penjamin validitas
data. Pada waktu peneliti sudah mendapatkan data yang sudah cukup lengkap dan
berusaha menyusun sajiannya, walaupun mungkin masih belum utuh dan
menyeluruh, tetapi unit-unit laporan yang telah disusun perlu dikomunikasikan
dengan informan. Hal tersebut berfungsi untuk mengecek kembali kebenaran data
54
yang diperoleh dari informan. Informan-informanya yaitu guru mata pelajaran
Bahasa dan Sastra Indonesia yaitu guru SG serta beberapa siswa kelas XI IPA 5
SMA Negeri 4 Surakarta yaitu ARF, DBS, HLF, KDW, NML, dan NKP, sebagai
pelaku kegiatan pembelajaran dalam kelas.
F. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model
analisis interaktif (interactive model of analysis). Analisis model interaktif ini
merupakan interaksi dari empat komponen, yaitu: pengumpulan data, reduksi
data, penyajian data (display data), dan penarikan simpulan (verivikasi). Pada
saaat melakukan tahap pengumpulan data sekaligus sesuai dengan kemunculan
data yang diperlukan. Adapun langkah-langkah analisis interaktif adalah sebagai
berikut:
1. Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah dengan cara
analisis dokumen, observasi, dan wawancara. peneliti mengumpulkan data
sebanyak-banyaknya yang berkaitan dengan segala sesuatu yang berhubungan
dengan pelaksanaan pembelajaran apresiasi drama di kelas XI IPA 5 SMA Negeri
4 Surakarta.
2. Reduksi Data
Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan, dan tranformasi data “kasar” yang muncul dari
catatan-catatan tertulis di lapangan (Miles dan Hubberman, 1992: 16). Teknik ini
mengambil langkah yang berupa pencatatan data yang diperoleh dari hasil
observasi. Dalam pencatatan tersebut dilakukan seleksi, pemfokusan dan
penyederhanaan data, data mana yang akan diambil. Hal tersebut bertujuan untuk
lebih memudahkan dalam mengambil data-data yang dianggap penting, yakni
tentang pembelajaran apresiasi drama di kelas XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta.
Proses reduksi terus berlangsung sampai laporan akhir penelitian selesai ditulis.
55
3. Display Data
Melalui sajian data, data yang telah terkumpul dikelompokan dalam
beberapa bagian dengan jenis permasalahannya supaya mudah dilihat dan
dimengerti, sehingga mudah untuk dianalisis. Penyajian data penelitian yang
diperoleh melalui analisis dokumen ataupun pada saat proses belajar mengajar
berlangsung di kelas maupun diperoleh melalui wawancara dengan informan. Hal
tersebut meliputi: rencana pelaksanaan pembelajaran apresiasi drama yang dibuat
oleh guru, data hasil observasi yang diperoleh peneliti pada saat pembelajaran
apresiasi drama di kelas XI IPA 5 berlangsung, hasil wawancara dengan kepala
sekolah, guru bahasa Indonesia, dan siswa kelas XI IPA 5 berupa kendala yang
ada pada saat pembelajaran apresiasi drama, serta upaya guru bahasa Indonesia
dan pihak sekolah SMA Negeri 4 Surakarta dalam mengatasi kendala tersebut.
4. Penarikan Simpulan
Berdasar dari hasil analisis terhadap ujaran dan pembicaraan antara guru
dengan murid yang terjadi pada proses pembelajaran dan pada saat diwawancarai,
kemudian ditarik simpulan. Simpulan-simpulan tersebut diverifikasi selama
penelitian berlangsung. Pada penelitian ini data yang diverifikasi meliputi:
perencanaan pembelajaran apresiasi drama, pelaksanaan pembelajaran, kendala
yang timbul dalam pembelajaran apresiasi drama, serta upaya guru bahasa
Indonesia. Visualisasi proses analisis tersebut sebagai berikut:
Gambar 2. Analisis Interaktif (Miles & Huberman dalam Tjetjep R, 1992:23).
Pengumpulan Data
Penarikan Kesimpulan
Reduksi Data Display Data
102
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Latar Penelitian
1. Letak Geografis SMA Negeri 4 Surakarta
SMA Negeri 4 Surakarta terletak di Jln. LU Adi Sucipto 1, Surakarta, telepone 0271-711943, kode Pos 57128. SMA Negeri 4 Surakarta terletak di kota Surakarta dengan batas-batas sebagai berikut:
a. Sebelah Timur : Jalan Kampung Gremet
b. Sebelah Selatan : Rumah warga Kampung Gremet
c. Sebelah Barat : Kampung Gremet dan SMK Negeri 2 Surakarta
d. Sebelah Utara : Jalan raya dan kantor Polwiltabes Surakarta
Berdasarkan letak geografisnya, SMA Negeri 4 Surakarta dapat dikatakan berada di pusat kota, sehingga mudah dicapai untuk menuju ke sekolah dan strategis melaksanakan kegiatan pembelajaran. Letak SMA Negeri 4 Surakarta berada di samping jalan raya, sehingga ada beberapa gangguan bagi ruangan kelas yang berada di dekat jalan raya yaitu suara kebisingan kendaraan yang berlalu-lalang di jalan raya. Jadi, membuat suasana pembelajaran menjadi kurang kondusif.
2. Sejarah SMA Negeri 4 Surakarta
SMA Negeri 4 Surakarta bukan suatu sekolah yang terbentuk secara
langsung menjadi SMA Negeri, tetapi diawali dengan sekolah swasta yang
bernama SMA Bagian C. Didirikan oleh Drs. G. P. H. M. Prawironegoro pada
tahun 1946. berdasarkan SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.
7371/13/1950 tanggal 2 September 1950, SMA Bagian C resmi menjadi SMA
Negeri 3 Bagian C dengan kepala sekolah G. P. H. M. Prawironegoro dan dibantu
wakil kepala sekolah Drs. Kabul Dwijolaksono.
SMA Negeri 3 Bagian C menempati gedung SD Kesatriyan Baluwarti
pada tahun 1950 sampai dengan tahun 1951, selanjutnya dari tahun 1951 sampai
1958 menempati dua lokasi, yaitu gedung SMP Kristen Banjarsari dan Gedung
SMP Negeri 4 Surakarta. SMA Negeri Bagian C dari tahun ke tahun mulai
menampakkan peningkatan baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Terbukti dari
daya tampung SMA ini yang semakin meningkat, maka Menteri P dan K
mengeluarkan SK No. 4083/B III tanggal 5 Agustus 1955 yang berisikan bahwa
SMA Negeri 3 Bagian C dipecah. Sejak saat itu nama SMA Negeri 3 Bagian C
tidak digunakan lagi. SMA Negeri 3 Bagian C dipecah menjadi dua bagian yaitu:
57
a. SMA Negeri 4 Bagian C dengan Kepala Sekolah Drs. G. P. H. M.
Prawironegoro yang menempati gedung SMP Kristen Banjarsari
Surakarta.
b. SMA Negeri 5 Bagian C dengan Kepala Sekolah Drs, Kabul
Dwijolaksono yang menempati gedung SMP Negeri 4 Surakarta.
Kedua SMA tersebut pada bulan Agustus 1958 pindah ke gedung baru di
Jl. LU Adi Sucipto No.1 Surakarta, sedangkan kegiatan akademik atau proses
belajar mengajar dilaksanakan pada waktu:
a. SMA Negeri 4 Bagian C pada pagi hari jam 07.00 – 12.00 WIB
b. SMA Negeri 5 Bagian C pada siang hari jam 13.00 – 18.00 WIB
Sejak bulan September 1974 untuk SMA Negeri 5 Bagian C menempati
gedung baru di daerah Bibis, Cengklik Surakarta. Sedangkan lokasi yang berada
di Jalan LU. Adisucipto No. 1, digunakan seluruhnya oleh SMA Negeri 4 Bagian
C yang telah diubah namanya menjadi SMA Negeri 4 Surakarta sampai sekarang.
3. Keadaan Guru, Siswa, dan Karyawan di SMA Negeri 4 Surakarta
Hasil pembelajaran dapat tercapai secara maksimal salah satunya
disebabkan oleh hubungan antara guru, siswa, maupun karyawan yang terjalin
dengan harmonis. Keadaan seperti itu juga peneliti temukan di SMA Negeri 4
Surakarta.
a. Guru
SMA Negeri 4 Surakarta mempunyai 88 tenaga edukatif yang terdiri dari
77 guru PNS dan 11 orang guru tidak tetap (GTT). Guru mempunyai tugas untuk
mengajar sesuai dengan mata pelajaran yang diampunya. Selain itu, beberapa
orang guru juga bertanggung jawab menjadi wali kelas yang bertugas mengajar
mata pelajaran yang diampunya dan bertanggung jawab terhadap kelas yang
menjadi perwaliannya. Dalam hal ini seorang wali kelas juga dituntut untuk
membuat laporan hasil belajar siswa tiap tengah semester maupun semester
termasuk dalam pemuntukan rapor dan membagikannya kepada orang tua siswa.
b. Siswa
Siswa di SMA Negeri 4 Surakarta berasal dari latar belakang sosial yang
beraneka ragam. Meskipun demikian, mereka mampu berinteraksi dengan baik
dengan teman lain, guru, ataupun karyawan yang ada di SMA Negeri 4 Surakarta.
58
Pada tahun ajaran 2009/2010 SMA Negeri 4 Surakarta memiliki 32 kelas yang
terdiri dari; kelas XI berjumlah sepuluh kelas dengan pembagian kelas XI A-XI J,
kelas XI berjumlah sebelas kelas dengan pembagian kelas XI IPS 1-XI IPS 6, dan
kelas XI IPA 1-XI IPA 5, juga kelas XII berjumlah sebelas kelas dengan
pembagian kelas XII IPA 5 –XI IPA 5. Jumlah seluruh siswa SMA Negeri 4
Surakarta adalah 1164 siswa.
c. Karyawan
Karyawan merupakan salah satu komponen yang mempunyai andil dalam
penyelenggaraan pendidikan di sekolah. SMA Negeri 4 Surakarta mempunyai 23
tenaga nonedukatif. Tugas tenaga nonedukatif tersebut adalah; sebagai
koordinator staf TU, mengurusi kepegawaian bendahara, bagian perlengkapan,
petugas administrasi, urusan kesiswaan, sebagai penjaga sekolah, sebagai petugas
perpustakaan, sebagai petugas komputer, sebagai petugas laborat, dan mengurusi
urusan luar.
4. Waktu Pelaksanaan Pembelajaran di SMA Negeri 4 Surakarta
Mengenai waktu pelaksanaan pembelajaran di SMA Negeri 4 Surakarta
menggunakan sistim semester sama dengan sekolah yang lain, yakni dalam satu
tahun terdapat dua semester. Adapun waktu pelaksanaan kegiatan belajar di SMA
Negeri 4 Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010 dapat dijelaskan dalam tabel berikut.
Tabel 2. Waktu Pelaksanaan Pembelajaran Nomor Hari Nama Kegiatan Waktu
1 Senin KBM 07.00 - 02.00 2 Selasa KBM 07.00 - 02.00 3 Rabu KBM 07.00 - 02.00 4 Kamis KBM 07.00 - 02.00 5 Jumat KBM 07.00 - 11.00 6 Sabtu KBM 07.00 - 01.15
5. Sarana dan Prasarana di SMA Negeri 4 Surakarta
Sarana dan prasarana sangat diperlukan untuk menunjang pembelajaran.
Sarana dan Prasarana yang dimiliki SMA Negeri 4 Surakarta antara lain: ruang
kelas, ruang tata usaha, ruang kepala sekolah, ruang guru, dan lain-lain. Rincian
lebih lengkap mengenai sarana dan prasarana yang dimiliki SMA Negeri 4
Surakarta. Denah dapat dilihat lebih jelas pada lampiran No 9.
59
6. Letak dan Sarana Prasarana Kelas XI IPA 5
SMA Negeri 4 Surakarta a. Letak
Kelas XI IPA 5 terdapat di lantai dua gedung satu SMA Negeri 4 Surakarta. Apabila memasuki pintu gerbang SMA Negeri 4 Surakarta kemudian ke Selatan, gedung ini tepat berada di sebelah kanan. Kelas XI IPA 5 terletak di bagian Utara berada di pojok dan bersebelahan dengan kelas XI IPA 4 dan di depan kelas XI IPS 2. Kelas XI IPA 5 tertata rapi dan bersih sehingga siswa merasa cukup nyaman pada saat mengikuti kegiatan belajar-mengajar.
b. Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana merupakan salah satu faktor pendukung dalam kegiatan pembelajaran. Sarana dan prasarana yang dimilik kelas XI IPA 5 antara lain: meja siswa, kursi siswa, meja guru, kursi guru, papan tulis, proyektor, speaker, spidol, penghapus, sapu, ikrak, taplak meja, jam dinding, papan pengumuman, foto presiden dan wakil presiden, serta gambar pahlawan.
7. Daftar Siswa Kelas XI IPA 5
Siswa kelas XI IPA berjumlah 38 orang yang terdiri dari 16 siswa laki-laki
dan 22 siswa perempuan. Guru yang menjadi wali kelas adalah Ibu Dra. Rahayu
Sukantari. Untuk lebih jelas tentang daftar siswa kelas XI IPA 5 dapat dilihat pada
lampiran No 10.
8. Guru Pengajar Bahasa Sastra Indonesia di Kelas XI IPA 5
Mata pelajaran Bahasa Sastra Indonesia diampu oleh Drs. Sari Gunanto
(SG). Beliau merupakan lulusan dari perguruan tinggi IKIP Veteran, lalu mulai
mengajar pada tahun 1990 di SMA swasta di Bengkulu. Pada tahun 1992 beliau
menjadi pegawai negeri juga di Bengkulu, SMA di Bengkulu, lalu sampai 2002
mulai mengajar SMA 4 sampai sekarang. Selain mengajar di kelas XI IPA 5,
beliau juga mengajar di kelas XI IPA 2-XI IPA 4 dan XI IPS 3-XI IPS 6.
B. Hasil Penelitian
1. Perencanaan Pembelajaran Apresiasi Drama di Kelas XI IPA 5
SMA Negeri 5 Surakarta a. Silabus
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru SG, peneleti dapat mengetahui bahwa guru SG menggunakan silabus yang dibuat oleh MGMP. Hal tesebut relevan dengan apa yang diungkapkan oleh guru SG pada saat diwawancarai oleh peneliti, yaitu.
60
Peneliti mencermati silabus yang disusun oleh tim Musyawarah Guru
Mata Pelajaran (MGMP) yang terkait dengan pembelajaran apresiasi drama dapat
dikatakan komponen-komponen telah sesuai dengan kurikulum yang berlaku,
yaitu KTSP. Komponen-komponen tersebut meliputi: (1) Standar Kompetensi; (2)
kompetensi dasar; (3) indikator; (4) alokasi waktu; (5) materi pokok; (6) kegiatan
pembelajaran; (7) sumber relajar; dan (8) penilaian. Untuk lebih jelas mengenai
bentuk silabus yang digunakan dapat dilihat pada lampiran No 11.
Standar kompetensi tertera di atas kolom. Standar kompetensi yang
diajarkan di kelas XI yang berkenaan dengan pembelajaran apresiasi drama
meliputi dua keterampilan berbahasa, yaitu:
1) Keterampilan berbicara: mengungkapkan wacana sastra dalam bentuk
pementasan drama.
2) Keterampilan menulis: menulis naskah drama.
Berdasarkan dua standar kompetensi tersebut, kompetensi dasar yang
harus dicapai oleh siswa yang berkaitan dengan pembelajaran apresiasi drama
adalah:
1) Kompetensi dasar dari standar kompetensi ”mengemukakan wacana
sastra dalam bentuk pementasan drama”, yaitu.
a) Mengekspresikan dialog para tokoh dalam pementasan drama.
b) Mengunakan gerak-gerik, mimik, dan intonasi, sesuai dengan
watak tokoh dalam pementasan drama.
2) Kompetensi dasar dari standar kompetensi ”menulis naskah drama”,
yaitu.
a) Mendeskripsikan perilaku manusia melalui dialog naskah.
b) Menarasikan pengalaman manusia dalam bentuk adegan dan latar
pada naskah.
oh ya...kalau silabus biasanya sudah ada tim penyusunnya yang dinamakan tim MGMP. Dalam perumusan silabus dilakukan rapat untuk menentukan isi silabus, nah dari hasil tersebut setiap guru mata pelajaran bahasa Indonesia dijadikan patokan dalam membuat RPP. Jadi, silabus itu disusun oleh tim MGMP sedangkan RPP itu ya dibuat sendiri.(CLHW No. 1)
61
Materi pembelajaran yang diajarkan dan indikator yang harus dicapai oleh
siswa apabila mengacu pada kompetensi dasar tersebut juga teknik penilaian
alokasi waktu dan sumber ajar adalah sebagai berikut.
1) Kompetensi Dasar : Mengekspresikan dialog para tokoh dalam
pementasan drama.
Materi Pembelajaran : Teks drama (penghayatan watak dan pengekspresikan dialog).
Indikator : a) Mampu menghayati watak tokoh yang akan diperankan.
b) Mampu mengekspresikan dialog para tokoh dalam pementasan
drama.
c) Dapat menanggapi penampilan dialog para tokoh dalam
pementasan drama.
Penilaian : a) Jenis tagihan (tugas individu dan kelompok)
b) Bentuk instrument ( unjuk kerja dan format pengamatan)
Alokasi Waktu : 2 x 45menit Sumber/Bahan/Alat : buku drama 2) Kompetensi Dasar : Mengunakan gerak-gerik, mimik, dan intonasi,
sesuai dengan watak tokoh dalam pementasan
drama.
Materi Pembelajaran : teks drama (gerak, mimik, dan intonasi) Indikator :
a) Mampu memerankan drama dengan memperhatikan penggunaan
lafal, imtonasi, nada/tekanan, mimik/gerak-gerik yang tepat sesuai
dengan watak tokoh.
b) Dapat menanggapi peran yang ditampilkan dalam pementasan
drama.
Penilaian : a) Jenis tagihan ( tugas individu dan kelompok)
b) Bentuk instrumen (unjuk kerja dan format pengamatan)
Alokasi waktu : 2 x 45 menit Sumber/Bahan/Alat : buku drama 3) Kompetensi Dasar : Mendeskripsikan perilaku manusia melalui
dialog naskah.
62
Materi Pembelajaran : teks drama (unsur-unsur drama yaitu; tema, penokohan, dan lain-lain)
Indikator : a) Mampu menulis teks drama dengan menggunakan bahasa yang
sesuai untuk:
§ Mendeskripsikan perilaku manusia melalui dialog.
§ Menghidupkan konflik.
§ Memunculkan penampilan (performance).
Penilaian : a) Jenisi tagihan (tugas kelompok dan individu)
b) Bentuk istrument ( uraian bebas)
Alokasi waktu : 2 x 45 menit Sumber/Bahan/Alat : buku drama 4) Kompetensi Dasar : Menarasikan pengalaman manusia dalam bentuk
adegan dan latar pada naskah.
Materi Pembelajaran : teks drama dan unsur-unsur drama Indikator :
a) Mempu mendaftar pengalaman sendiri yang menarik.
b) Menarasikan pengalaman sendiri dalam bentuk adegan drama.
c) Menghadirkan latar yang mendukung adegan.
Penilaian : a) Jenis tagihan (tugas individu, kelompok, dan ulangan)
b) Bentuk instrumen (uraian bebas, jawaban singkat, pilihan ganda)
Kegiatan pembelajaran yang terdapat dalam silabus disesuaikan dengan
indikator. Silabus dapat dikembangkan lagi oleh guru dalam penyusuna Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Secara umum, dapat dikatakan bahwa silabus
yang dibuat oleh tim MGMP dan digunakan oleh guru SG sudah mengacu pada
pembelajaran apresiasi yang bersifat PAIKEM.
b. Prota dan Promes (Program Tahunan dan Program Semester)
Berdasarkan analisis dokumen mengenai prota dan promes pembelajaran bahasa Indonesia untuk kelas XI dapat diketahui dalam prota terdapat informasi mengenai alokasi waktu untuk setiap SK, KD, dan indikator yang harus dilaksanakan dan diajarkan kepada siswa dalam satu tahun pembelajaran. Promes yang dibuat dan digunakan oleh guru SG berisi perencanaan mengenai jumlah minggu efektif, jadwal mengadakan ulangan blok, jadwal mengadakan ulangan harian, jadwal ulangan umum bersama, dan jadwal libur semester. Dengan adanya
63
perencanaan program tersebut, guru dapat membagi waktu dan merencanakan berbagai kegiatan lain yang berkaitan dengan pembelajaran supaya menjadi lebih baik.
Berdasarkan analisis dokumen dan wawancara, dapat disimpulkan bahwa prota, dan promes yang digunakan oleh guru SG dibuat dan direncanakan oleh guru bahasa Indonesia yang mengajar pada kelas XI. Prota dan promes tersebut dikembangkan dan disesuaikan dengan kondisi sekolah dan kondisi siswa yang berpedoman pada silabus.
c. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Berdasarkan analisis dokumen Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) bahasa Indonesia tentang pembelajaran apresiasi drama di kelas XI IPA 5 Negeri Surakarta sudah dibuat oleh guru sendiri. RPP dibuat dengan dasar pengembangan dari Silabus yang telah disusun oleh tim MGMP. Hal tersebut juga relevan dengan yang dikatakan oleh guru SG pada saat diwawancari oleh peneliti, yaitu:
Pada saat penyusunan RPP guru SG terlebih dahulu melihat kondisi sarana
dan prasarana, sehingga dalam pelaksanaan sudah disiapkan materi, metode, dan media yang akan digunakan. Pada saat mengajar guru SG terlebih dahulu mempelajari RPP yang sudah dibuat supaya tujuan yang hendak dicapai berdasarkan pengembangan silabus dapat tercapai. Guru SG sudah membuat RPP sendiri. Hal tersebut juga relevan dengan pernyataan oleh guru SG pada saat diwawancari oleh peneliti, yaitu:
Dari jawaban yang diberikan oleh guru SG seperti di atas menjelaskan
juga bahwa dalam penyusunan RPP merupakan pengembangan dari silabus yang telah dibuat oleh tim MGMP. Penyusunan RPP melihat kondisi karakteristik tiap kelas juga sarana dan prasarana yang tersedia dan yang akan digunakan nantinya.
Rencana pelaksanaan pembelajaran apresiasi drama di kelas XI IPA 5
SMA Negeri 4 Surakarta yang disusun oleh guru SG dan digunakan sebagai
patokan dalam pelakasanaanya. Begitu juga analisis mengenai penyusunannya
adalah sebagai berikut.
oh ya...kalau silabus biasanya sudah ada tim penyusunnya yang dinamakan tim MGMP. Dalam perumusan silabus dilakukan rapat untuk menentukan isi silabus, nah dari hasil tersebut setiap guru mata pelajaran bahasa Indonesia dijadikan patokan dalam membuat RPP. Jadi, silabus itu disusun oleh tim MGMP sedangkan RPP itu ya dibuat sendiri.(CLHW No. 1)
sebelum saya mengajar kan pasti guru masuk kelas itu kan harus membuat RPP. Dari RPP itu kan sudah ada tujuan pokoknya sudah ada di sana dijabarkan. Butiran-butirannya juga di sana sudah ada, nah..dari situ nanti dari tujuannya itu kita ketahui itu kira-kira untuk mencapai keberhasilannya memerlukan media atau tidak. Seandainya ada media yang bisa mendukung kan kita bisa gunakan. Apalagi medianya itu bisa menarik siswa. Sehingga pencapaian tujuannya menjadi lebih mudah. Itu begitu Mas! Jadi semuanya itu kita mengajar itu harus menggunakan tujuannya, dan tujuannya bisa juga dari RPP, tanpa itu kita kan cuma asal mengajar saja akhirnya.(CLHW No.1)
64
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
UNIT : 17
KEBUDAYAAN
Sekolah : SMA Negeri 4 Surakarta Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia Kelas / Semester : VIII / 2 Standar Kompetensi : 15.1 Mengungkapkan wacana sastra dalam bentuk
pementasan drama. Kompetensi Dasar : 15.2 Mengekspresikan dialog para tokoh dalam
pementasan drama. Indikator :
a) Siswa mampu menghayati watak tokoh yang akan diperankan.
b) Siswa mampu mengekspresikan dialog para tokoh dalam pementasan
drama.
c) Siswa mampu menanggapi penampilan dialog para tokoh dalam
pementaqsan drama.
Alokasi Waktu : 4 x 45 menit (2 x pertemuan) 1. Tujuan Pembelajaran
a. Siswa mampu menghayati watak tokoh yang akan diperankan dalam
pementasan.
b. Siswa mampu mengekspresikan dan menanggapi dialog para tokoh dalam
pementasan drama.
2. Materi Pembelajaran
Teks drama : penghayatan watak dan pengekspresian dialog 3. Metode Pembelajaran
a. Inkuiri
b. Tanya jawab
c. Diskusi
d. Demonstrasi
e. Penugasan
4. Langkah-langkah Pembelajaran
Pertemuan pertama: a) Kegiatan awal
65
1) Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan manfaat yang bisa diambil
setelah kegiatan pembelajaran.
2) Guru bertanya jawab dengan siswa mengenai drama.
b) Kegiatan inti
1) Guru menjelaskan materi drama.
2) Siswa diberi naskah drama dan mengerjakan soal-soal.
3) Siswa membuat cerita pendek sebagai bahan pemuntukan naskah
dialog.
4) Siswa maju memabacakan hasil karyanya dan siswa yang lain
menganggapi.
c) Kegiatan akhir
1) Siswa dan guru melakukan refleksi.
Pertemuan Kedua a) Kegiatan awal
1) Guru dan siswa bertanya jawab mengenai kesulitan yang dihadapi.
b) Kegiatan ini
1) Guru menjelaskan materi.
2) Siswa maju mendemonstrasikan adegan dalam drama.
3) Siswa diputarkan sebuah film dan mengerjakan soal-soal.
4) Guru dan siswa berdiskusi mengenai film berdasrkan jawaban siswa.
c) Kegiatan akhir
1) Siswa dan guru melakukan refleksi.
5. Sumber/Media/Alat Pembelajaran
a. Buku materi
b. Teks drama
c. laptop
d. film
6. Penilaian
a. Teknik : tugas individu dan kelompok
b. Bentuk instrumen : soal uraian, unjuk kerja dan format pengamatan
Format Pengamatan: No Nama siswa Keaktifan siswa Keaktifan siswa Jumlah Nilai Ket
66
mengikuti pembelajaran
dalam membuat film
skor
Kolom penilaian sikap diisi dengan angka yang sesuai dengan kriteria berikut.
1 = sangat kurang 2 = kurang 3 = cukup 4 = baik 5 = sangat baik
Menghitung nilai Skor perolehan Nilai = x 100 = Skor maksimal (10) Keterangan diisi dengan kriteria berikut.
Nilai 10 – 29 = sangat kurang Nilai 30 – 49 = kurang Nilai 50 - 69 = cukup Nilai 70 – 89 = baik Nilai 90 – 100 = sangat baik
Berdasarkan temuan yang diperolah peneliti, dapat dijelaskan rincian RPP yang dipakai oleh guru SG adalah sebagai berikut.
1. RPP tersebut menuliskan Identitas Mata Pelajaran, yang meliputi: a. Satuan Pendidikan, yaitu SMA Negeri 4 Surakarta b. Kelas/Semester, yaitu kelas XI semester II c. Mata Pelajaran/Tema Pelajaran, yaitu Bahasa Indonesia d. Alokasi waktu, yaitu 4 x 45 menit (2 x pertemuan)
2. Standar Kompetensi Standar kompetensi merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta
didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diharapkan dicapai pada setiap kelas dan/atau semester pada suatu mata pelajaran. Pada bagian ini dituliskan standar kompetensi mata pelajaran bahasa Indonesia, yaitu mengungkapkan wacana sastra dalam bentuk pementasan drama. 3. Kompetensi Dasar
Kompetensi dasar adalah sejumlah kemampuan yang harus dikuasai peserta didik dalam mata pelajaran tertentu sebagai rujukan penyusunan indikator kompetensi dalam suatu mata pelajaran. Pada bagian ini dituliskan kompetensi dasar yang harus dimiliki peserta didik setelah proses pembelajaran berakhir, yaitu mengekspresikan dialog para tokoh dalam pementasan drama. 4. Indikator Pencapaian Kompetensi
Indikator kompetensi merupakan perilaku yang dapat diukur atau diobservasi untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar tertentu yang menjadi acuan penilaian mata pelajaran. Indikator pencapaian kompetensi
67
dirumuskan dengan menggunakan kata kerja operasional yang dapat diamati dan diukur, yang mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Contoh kata kerja operasional antara lain mengidentifikasi, menghitung, membedakan, menyimpulkan, menceritakan kembali, mempraktikkan, mendemonstrasikan, dan mendeskripsikan. Indikator pencapaian hasil belajar dikembangkan oleh guru dengan memperhatikan perkembangan dan kemampuan setiap peserta didik. Setiap kompetensi dasar dapat dikembangkan menjadi dua atau lebih indikator pencapaian hasil belajar dan disesuaikan dengan keluasan dan kedalaman kompetensi dasar tersebut. Indikator yang terdapat pada RPP yang dipakai oleh guru SG adalah sebagi berikut.
a. Menghayati watak tokoh yang akan diperankan.
b. Mengekspresikan dialog para tokoh dalam pementasan drama.
c. Menanggapi penampilan dialog para tokoh dalam pementasan drama.
5. Tujuan Pembelajaran Tujuan pembelajaranmenggambarkan proses dan hasil belajar yang
diharapkan dicapai oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi dasar. Tujuan
pembelajaran dibuat berdasarkan SK, KD, dan indikator yang telah
ditentukan. Tujuan yang terdapat pada RPP yang dipakai oleh guru SG adalah
sebagai berikut.
a. Siswa mampu menghayati watak tokoh yang akan diperankan.
b. Siswa mampu mengekspresikan dialog para tokoh dalam pementasan
drama.
c. Siswa mampu menanggapi penampilan dialog para tokoh dalam
pementasan drama.
6. Materi Ajar Materi ajar memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan,
yang ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator
pencapaian kompetensi. Materi ajar yang terdapat pada RPP yang dipakai oleh
guru SG berupa penghayatan watak dan pengekspresian dialog. Masih dirasa
kurang, apabila hanya menyebutkan butir-butir mengenai materi ajar tanpa
penjelasan yang spesifik. Hal tersebut menjadikan terlihat kurang persiapan
dalam mempersiapkan materi yang akan digunakanan dalam pembelajaran.
7. Metode Pembelajaran yang Akan Digunakan Metode pembelajaran digunakan oleh guru untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik mencapai kompetensi dasar
68
atau seperangkat indikator yang telah ditetapkan. Pemilihan metode
pembelajaran disesuaikan dengan situasi dan kondisi peserta didik serta
karakteristik dari setiap indikator dan kompetensi yang hendak dicapai pada
setiap mata pelajaran. Pada bagian ini dituliskan semua metode yang akan
digunakan selama proses pembelajaran berlangsung. Metode pembelajaran
yang terdapat pada RPP yang dipakai oleh guru SG yaitu, inkuiri, diskusi,
demonstrasi, tanya jawab, dan penugasan.
Mengenai metode yang digunakan menurut peneliti sudah sangat variatif
dan sesuai dengan pembahasannya yaitu pembelajaran apresiasi drama.
8. Kegiatan Pembelajaran Pertemuan pertama
a. Pendahuluan Pendahuluan merupakan kegiatan awal dalam suatu pertemuan pembelajaran yang ditujukan untuk membangkitkan motivasi dan memfokuskan perhatian peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Pada pendahuluan kegiatan yang akan dilakukan oleh guru SG adalah memberitahu tujuan pembelajaran dan manfaat yang bisa diambil setelah kegiatan pembelajaran. b. Inti Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD. Kegiatan pembelajaran dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Kegiatan inti ini dilakukan secara sistematis dan sistemik melalui proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Kegiatan inti yang terdapat pada RPP yang dipakai oleh guru SG adalah sebagai berikut:
1) Guru menjelaskan materi drama.
2) Siswa diberi naskah drama dan mengerjakan soal-soal.
3) Siswa membuat cerita pendek sebagai bahan pemuntukan naskah
dialog.
4) Siswa maju memabacakan hasil karyanya dan siswa yang lain
menganggapi.
Pertemuan kedua a. Pendahuluan Pendahuluan merupakan kegiatan awal dalam suatu pertemuan pembelajaran yang ditujukan untuk membangkitkan motivasi dan
69
memfokuskan perhatian peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Pada pendahuluan kegiatan yang akan dilakukan oleh guru SG adalah bertanya jawab mengenai kesulitan yang dihadapi. b. Inti Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD. Kegiatan pembelajaran dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Kegiatan inti ini dilakukan secara sistematis dan sistemik melalui proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Kegiatan inti yang terdapat pada RPP yang dipakai oleh guru SG adalah sebagai berikut:
1) Guru menjelaskan materi.
2) Siswa maju mendemonstrasikan adegan dalam drama.
3) Siswa diputarkan sebuah film dan mengerjakan soal-soal.
4) Guru dan siswa berdiskusi mengenai film berdasarkan jawaban
siswa.
c. Penutup Penutup merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengakhiri aktivitas pembelajaran yang dapat dilakukan dalam bentuk rangkuman atau kesimpulan, penilaian dan refleksi, umpan balik, dan tindak lanjut, pada RPP yang dipakai oleh guru SG penutup tertulis siswa dan guru mengadakan refleksi.
9. Media/Alat/Bahan/Sumber Belajar Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi dan
kompetensi dasar, serta materi ajar, kegiatan pembelajaran, dan indikator
pencapaian kompetensi. Media yang tertulis pada RPP yang dipakai oleh guru
SG adalah sebagai berikut.
a. Bulu materi
b. Teks drama
c. Film
10. Penilaian Hasil Belajar Prosedur dan instrumen penilaian proses dan hasil belajar disesuaikan
dengan indikator pencapaian kompetensi dan mengacu kepada standar
penilaian. Penilaian hasil belajar yang tertulis pada RPP yang dipakai oleh
guru SG adalah sebagai berikut.
a. Teknik : tugas individu dan kelompok
b. Bentuk Instrumen : soal uraian, unjuk kerja dan format pengamatan
Top Related