PELAKSANAAN BIMBINGAN KEAGAMAAN ISLAM TERHADAP
WARGA BINAAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS IIB
KUALA TUNGKAL KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu
(S1) dalam Ilmu Bimbingan Penyuluah Islam
Fakultas Dakwah
Oleh
GUSTI RANDA
NIM: UB 131173
PRODI BIMBINGAN PENYULUHAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SAIFUDDIN
JAMBI
2018
i
ii
iii
iv
MOTTO
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah
jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-
Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan. (QS. Al-Maaidah:35).1
1Tim Penterjemah dan Penafsir al-Qur‟an, Al Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta:
Departemen Agama RI., 1981), 165.
v
ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh realitas sejumlah warga binaan yang
kurang memahami ajaran agama Islam. perkembangan perilaku keagamaan warga
binaan Lembaga Pemasyarakatan (lapas) belum banyak perubahan ketika di
lembaga Pemasyarakatan. Bimbingan keagamaan Islam nampak tidak optimal
merubah kepribadian warga binaan seperti yang diharapkan. Lingkungan yang
buruk pasca pembinaan di lapas mendorong warga binaan kembali melakukan
kejahatan. Peneliti menemukan bentuk-bentuk pelaksanaan bimbingan keagamaan
Islam terhadap warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kuala
Tungkal, mengetahui faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan bimbingan
keagamaan Islam warga binaan di Lembaga Pemasarakatan, memahami upaya
pembimbing keagamaan Islam warga binaan di Lembaga Pemasarakatan Lapas
Kelas II B Kuala Tungkal.
Pendekatan Penelitian yang penulis gunakan adalah deskriptif kualitatif.
Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi terhadap aktivitas
bimbingan keagamaan Islam, wawancara dengan 15 narasumber yang terdiri dari
2 orang pembimbing keagamaan Islam dan 13 orang warga binaan dan
dokumentasi. Teknik analisis data dilakukan dengan reduksi data, penyajian data
dan penarikan kesimpulan serta verifikasi keterpercayaan hasil penelitian
diperoleh dengan teknik triangulasi guna memenuhi kriteria kredibilitas,
keteralihan, ketergantungan dan obyektifitas.
Hasil penelitian ini berbentuk bimbingan keagamaan Islam pada awalnya
hanya belajar membaca Al-Qur‟an, Fiqih, namun warga binaan mengusulkan
adanya pengajian dan belajar tajwid ini untuk menambah wawasan warga binaan
tentang Al-Qur‟an. Kendala Pembimbing Keagamaan dalam Membimbing Warga
binaan, kesibukan bekerja bagi tenaga pembimbing, rendahnya wawasan dan
kesadaran beragama warga binaan. Upaya pemberian bimbingan keagamaan islam
oleh pembimbing agama Islam dalam meningkatkan bimbingan keagamaan Islam.
Memberi pembinaan strategi pembinaan bimbingan keagamaan dan meningkatkan
kerjasama pembimbing keagamaan Islam dengan pihak-pihak yang dapat
membantu mereka.
.
vi
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan Skripsi ini kepada:
Ayahku terhormat Baharuddin
Ibundaku termulya Indok Emang
Serta teman-teman seperjuangan PERSEMBAHAN
Kupersembahkan Skripsi ini kepada:
Ayahku terhormat Baharuddin
Ibundaku termulya Indok Emang
Serta teman-teman seperjuangan
vii
KATA PENGANTAR
Ahamdulillahi robbil‟alamin segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena
atas berkah, rahmat, dan hidayah-Nya, sehingga penulis Skripsi ini dapat
diselesaikan dengan judul: “Pelaksanaan Bimbingan Keagamaan Islam
terhadap Warga Binaan Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Kuala
Tungkal Kabupaten Tanjung Jabung Barat”. Sholawat serta salam semoga
tetap terlimpah kepada nabi Muhammad SAW yang telah menuntun manusia
kejalan yang benar, jalan menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.
Penelitian dan penulisan Skripsi ini bertujuan untuk memenuhi persyaratan
memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S.1) dalam Prodi Bimbingan dan
Penyuluhan Islam pada Fakultas Dakwah Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha
Saifuddin Jambi.
Dalam penyelesaian Skripsi ini, penulis banyak mendapatkan arahan ddan
bimbingan dari berbagai pihak, baik yang bersifat moril maupun materil. Pada
kesempatan ini penulis menghaturkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Bapak Drs. H. Lahmuddin, M.Ag, dan Arfan, M. Soc.Sc., Ph.D selaku
Pembimbing I dan II yang telah membimbing saya dalam penyusunan skripsi
ini.
2. Bapak Sya‟roni, S.Ag.,M.Pd selaku ketua jurusan BPI (Bimbingan Penyuluhan
Islam) Fakultas Dakwah Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin
Jambi
3. Bapak, Samsu, M.Pd.I., P.hD Selaku Dekan Fakultas Dakwah Universitas
Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
4. Bapak Dr. Ruslan Abdul Gani, M.Hum Selaku wakil Dekan I Fakultas Dakwah
Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
5. Bapak Dr. H. Hadri Hasan, M.A selaku Rektor Universitas Islam Negeri
Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
6. Bapak Prof. Dr. H. Su‟aidi As‟ari, M.A. Ph.D selaku Wakil Rektor I, Bapak
Dr. H. Hidayat, M.Pd selaku Wakil Rektor II, Ibu Dr. Fadhila Jamil, M.Pd
selaku Wakil Rektor III Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin
Jambi
7. Bapak dan Ibu dosen yang mengajar di Fakultas Ushuluddin Universitas Islam
Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
8. Bapak Kabag TU dan Karyawan Fakultas Dakwah dan Bapak Karyawan/I
Perpustakaan Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
viii
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................... i
NOTA DINAS ............................................................................................. ii
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI ............................. iii
PENGESAHAN ........................................................................................... iv
MOTTO ....................................................................................................... v
ABSTRAK ................................................................................................... vi
PERSEMBAHAN ........................................................................................ vii
KATA PENGANTAR ................................................................................. viii
DAFTAR ISI ................................................................................................ x
DAFTAR TABEL ...................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xiii
TRANSLITERASI ..................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ....................................................... 1 B. Permasalahan ........................................................................ 4 C. Batasan Masalah.................................................................... 5 D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian .......................................... 5 E. Metode Penelitian ................................................................. 5 F. Kerangka Teori ..................................................................... 15 G. Studi Relevan ....................................................................... 19
BAB II PROFIL LAPAS KELAS IIB KUALA TUNGKAL
A. Historis dan Geografis........................................................... 21 B. Visi dan Misi ......................................................................... 22 C. Stuktur Organisasi ................................................................. 22
BAB III PROGRAM BIMBINGAN KEAGAMAAN ISLAM
LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS IIB KUALA
TUNGKAL
A. Program Bimbingan Keagamaan Islam Warga Binaan ....... 29 1. Belajar Tajwid. ............................................................... 29 2. Siraman Rohani .............................................................. 30 3. Belajar Fiqih ................................................................... 36 4. Halaqoh Al-Qur‟an ......................................................... 37 5. Amalan Pribadi ................................................................ 37 6. Latihan Kompangan ........................................................ 38
B. Program Tahunan .................................................................. 39 C. Teknik Bimbingan Keagamaan di Lembaga
Pemasyarakatan kelas IIB Kuala Tungkal ........................... 41
BAB IV TEMUAN LAPANGAN DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Bimbingan Keagamaan Islam di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Kuala Tungkal .......................... 46
B. Kendala Pembimbing Keagamaan Islam dalam Membimbing Warga Binaan ................................................. 50
C. Upaya Pembimbing Keagamaan Islam Meningkatkan Bimbingan Keagamaan terhadap Warga Binaan .................. 53
x
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................. 58 B. Saran-saran ............................................................................ 59 C. Kata Penutup ......................................................................... 60
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
CURRICULUM VITAE
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 1: Keadaan Tenaga Pembimbing di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB
Kuala Tungkal
26
Tabel 2: Jdwal Kegiatan Bimbingan Keagamaan
26
Tabel 3: Keadaan Warga Binaan dan Jumlah Kamar Hunian
28
Tabel 4: Penghuni Lembaga Pemasyarakatan Berdasarkan Agama dan
Kepercayaan
28
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1: Struktur Organisasi Seksi Binadik & Giatja Lapas Kelas IIB Kuala
Tungkal 23
Gambar 2: Kesatuan Pengamanan Lapangan Lapas Kelas IIB Kuala Tungkal 24
Seksi Administrasi Keamanan dan Tatatertib Lapas Kelas IIB Kuala Tungkal 25
xiii
TRANSLITERASI2
A. Alfabet
Arab Indonesia Arab Indonesia
t ط ا z ظ b ة
„ ع t ث
gh غ th ث
f ف j ج
q ق h ح
k ك kh خ
l ل d د
m م dh ذ
n ى r ر
h ه z ز
w و s ش
, ء sh ش
y ي s ص
d ض
B. Vokal dan Harakat
Arab Indonesia Arab Indonesia Arab Indonesia
i ِاى a َب A َا
aw َاو á َاى U ُا
ay َاى u ُاو I ِا
2Tim Penyusun, PanduanPenulisanKaryaIlmiahMahasiswaFakultasUshuluddin IAIN STS
Jambi (Jambi: Fak. Ushuluddin IAIN STS Jambi, 2014), 136-137.
xiv
C. Ta’ Marbutah
Transliterasi untuk ta’marbutah ini ada tiga macam:
1. Ta’ Marbutah yang mati atau mendapat harakat sukun, maka transliterasinya adalah /h/.
Arab Indonesia
Salah صال ة
Mir‟ah هر ا ة
2. Ta’ Marbutah hidup atau yang mendapat harakat fathah, kasrah dan dammah, maka transliterasinya adalah /t/.
Arab Indonesia
Wizarat al-Tarbiyah وزارة التر بيت
Mir‟at al-zaman هر اة الس هي
3. Ta’ Marbutah yang berharakat tanwin maka transliterasinya adalah /tan/tin/tun/.
Arab Indonesia
فجئت
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Lembaga Pemasyarakatan (LP) Kuala Tungkal Tanjung Jabung Barat
berdiri pada tanggal 27 April 1978. LP ini telah berstatus kelas II B yang
berarti penghuni LP tidak boleh lebih dari 500 orang sementara jumlah napi
berdasrkan pengamatan peneliti di Lembaga Pemasyarakatan kelas II B Kuala
Tungkal berjumlah 226 orang jumlah ini setiap satnya mengalami perubahan.3
Peristilahan Lembaga Pemasyarakatan atau disingkat lapas adalah
sebutan baru penggati sebutan penjara yang dimulai pada tahun 1995
mengikuti Undang-Undang Pemasyarakatan. Lahirnya istilah Lembaga
Pemasyarakatan dipilih sesuai dengan visi dan misi lembaga itu untuk
menyiapkan para narapidana kembali ke masyarakat. Istilah ini dicetuskan
pertama kali oleh Rahardjo, yang menjabat Menteri Kehakiman RI saat itu.
Pemasyarakatan dinyatakan sebagai suatu sistem pembinaan terhadap para
pelanggar hukum dan sebagai suatu pengejawantahan keadilan yang bertujuan
untuk mencapai reintegrasi sosial atau pulihnya kesatuan hubungan antara
warga binaan atau narapi dana sesuai dalam Undang-Undang Nomor 12
Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, terpidana adalah seseorang yang di
pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap pemasyarakatan dengan masyarakat.
Bimbingan agama di LP menjadi salah satu faktor penting dalam
pebinaan warga binaan LP. Pembinaan agama, khususnya Islam, merupakan
sarana mengimplementasikan akidah, akhlak serta nilai-nilai yang telah
ditentukan oleh agama Islam. Bimbingan keagamaan Islam juga membantu
warga binaan untuk menjadi makhluk sosial, yang berpengaruh positif kepada
orang lain. Meskipun pengaruh bimbingan agama tidak terjadi secara
3 Wawancara penulis dengan Haswan Affandi, tanggal 06 November 2017 di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II B Kuala Tungkal.
2
langsung, tetapi ia menjadi salah satu faktor penentu bagi setiap perubahan
perilaku manusia ketika hidup bermasyarakat.
Bimbingan keagamaan Islam di LP juga telah dibantu oleh kemajuan
teknologi informasi yang berkelanjutan. Bimbingan keaagamaan secara Islam
adalah ajaran amar ma‟ruf nahi mungkar bertujuan menegakkan agama Allah
dan menghidupkan sunnah Rasul-Nya tanpa riya‟, dan sikap munafik.4
Fungsi bimbingan keagamaan bagi warga binaan di dalam Lembaga
Pemasyarakatan adalah untuk lebih banyak memberikan bekal bagi warga
binaan lembaga pemasyarakatan dalam menyongsong kehidupan setelah
selesai menjalani masa hukuman (bebas). Kegiatan keagamaan di dalam
Lembaga Pemasyarakatan bukan sekedar untuk menghukum atau menjaga
warga binaan tetapi mencakup proses pembinaan agar warga binaan
menyadari kesalahan dan memperbaiki diri serta tidak mengulangi tindak
pidana yang pernah dilakukan yang bertentangan dengan ajaran agama.
Fungsi pembinaan ini dapat dilihat jika warga binaan Lembaga
Pemasyarakatan kelak bebas dari hukuman. Mereka dapat diterima kembali
oleh masyarakat dan lingkungannya dan dapat hidup secara wajar seperti
sediakala. Fungsi Pemidanaan tidak lagi sekedar pemenjaraan, tetapi juga
merupakan suatu proses rehabilitasi dan reintegrasi sosial warga binaan yang
ada di dalam Lembaga Pemasyarakatan.
Perkembangan Sistem Pemasyarakatan mulai dilaksanakan sejak tahun
1964. Perubahan sistem terjadi setelah lahirnya UU No 12 Tahun 1995 tentang
Pemasyarakatan. Undang-Undang Pemasyarakatan itu menguatkan usaha-
usaha untuk mewujudkan suatu sistem pemasyarakatan yang merupakan
tatanan pembinaan baik hukum, agama, ekonomi bagi warga binaan
pemasyarakatan.5
Seorang warga binaan ketika menjalani vonis yang dijatuhkan oleh
pengadilan, maka hak-haknya sebagai warga binaan negara akan dibatasi.
Sesuai UU No.12 Tahun 1995, narapidana adalah terpidana yang menjalani
4Abdul Aziz bin Ahmad, Tuhan Tak Pernah Memaksa, (Jakarta: Hikmah, 1996), h. 58.
5Tim Redaksi Fokus Media, Undang-Undang RI, (Jakarta: 2008), h. 15.
3
pidana hilang kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan. Walaupun terpidana
kehilangan kemerdekaannya, tapi ada hak-hak narapidana yang tetap
dilindungi dalam sistem pemasyarakatan Indonesia. UU No.12 tahun 1995
sebagai payung sistem pemasyarakatan Indonesia, menyelenggarakan sistem
pemasyarakatan yang bertujuan agar narapidana dapat memperbaiki diri dan
tidak mengulangi tindak pidana yang telah dilakukannya. Sistem itu juga
bertujuan agar narapidana dapat diterima kembali dalam lingkungan
masyarakat. Mereka diharapkan kembali aktif berperan dalam pembangunan
serta hidup secara wajar sebagai seorang warga binaan negara.6
Proses pembinaan keagamaan di dalam LP dilakukan secara aktif dan
bertahap. Seorang warga binaan lazimnya menjalani 2/3 masa pidana yang
sebenarnya atau sekurang-kurangnya 9 bulan. Pada tahap akhir ini kegiatan
didalam LP meliputi: perencanaan, dan pelaksanaan program integrasi yang
dimulai sejak berakhirnya tahap lanjutan sampai dengan selesainya masa
pidana. Pada tahap ini juga, bagi narapidana yang memenuhi syarat diberikan
cuti menjelang bebas atau pembebasan bersyarat. Pembinaan dilakukan diluar
Lapas oleh Balai Pemasyarakatan (BAPAS) yang kemudian disebut
pembimbingan Klien lembaga Pemasyarakatan.
Narapidana sebagai subjek yang sedang mencari jati dirinya tidak bisa
tidak memerlukan bimbingan agama secara terus menerus. Mereka perlu
dibantu mengembangkan segenap potensinya melalui pembiasaan bertingkah
laku terpuji dan bertanggung jawab, kreatif dan didasari keimanan dan
ketaqwaan kepada Allah SWT. Pada fase ini terjadi pencarian jati diri yang
membuat warga binaan mengalami kebingungan dalam mencari sosok untuk
merujuk. Tokoh agama penting menjadi sosok tauladan dan sumber rujukan
bagi warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan.
Berdasarkan grandtour penulis di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B
Kuala Tungkal Tanjung Jabung Barat yang terlibat dalam memberikan
bimbingan keagamaan adalah H. Suparto sebagai pembimbing agama, Usman
Simin, M. Yusuf, Saiful Hadi M. Husaini, M.Nasir, Samian simi dan Tajul
6 Undang-undang No.12 Tahun 1995, h. 19
4
Muin mereka ini adalah pembimbing umum yang ikut membantu,7 penulis
menemukan bahwa: pertama, masih ada warga binaan LP yang tidak
memahami ajaran agamanya. Ini diperkuat dengan keterangan dari Haswan
Affandi , salah seorang pengurus Lembaga Pemasyarakatan.8Kedua,
perkembangan perilaku keagamaan warga binaan lapas belum banyak
perubahan ketika sudah menjadi warga binaan di lembaga Pemasyarakatan.
Bimbingan keagamaan nampak tidak optimal merubah kepribadian warga
binaan Lembaga Pemasyarakatan seperti yang diharapkan. Ketiga, lingkungan
yang buruk pasca pembinaan di lapas mendorong warga binaan kembali
melakukan kejahatan dan menghambat warga binaan untuk hijrah
sepenuhnya.9
Berdasarkan uraian tersebut maka peneliti merasa perlu untuk
mengangkat masalah ini menjadi objek kajian penelitian dan melakukan kajian
yang lebih dalam, dengan judul: Pelaksanaan Bimbingan Keagamaan Islam
terhadap Warga Binaan Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Kuala
Tungkal Kabupaten Tanjung Jabung Barat.
B. Permasalahan
Berkaitan dengan latar belakang di atas, maka rumusan masalah
utama dalam penelitian ini adalah Bagaimana pelaksanaan bimbingan
keagamaan terhadap warga binaan lembaga pemasyarakatan Kelas II B Kuala
Tungkal Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Secara khusus masalah yang akan
diteliti melalui karya tulis ini yaitu:
1. Apa saja bentuk-bentuk pelaksanaan bimbingan keagamaan Islam terhadap
warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kuala Tungkal?
2. Apa faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan bimbingan
keagamaan Islam warga binaan di Lembaga Pemasarakatan lapas kelas II
B Kuala Tungkal?
7Grandtour dilakukan pada tanggal 06 Nopember 2017
8 Wawancara Haswan Affandi dilakukan pada 06 November 2017.
9Observasi 06 Nopember 2017.
5
3. Bagaimana upaya pembimbing Keagamaan Islam Meningkatkan
Bimbingan Keagamaan Islam terhadap Warga binaan di Lembaga
Pemasarakatan Lapas Kelas II B Kuala Tungkal?
C. Batasan Masalah
Batasan masalah penulisan ini pelaksanaan bimbingan keagamaan
khususnya bimbingan Agama Islam di blok A Lembaga Pemasyarakatan
Kelas II B Kuala Tungkal Kabupaten Tanjung Jabung Barat tahun 2017.
Dengan demikian pembahasan diluar topik ini tidak menjadi fokus penulis.
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan utama penelitian ini adalah mengkaji tentang bagaimana
pelaksanaan bimbingan keagamaan terhadap warga binaan Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II B Kuala Tungkal Kabupaten Tanjung Jabung
Barat. Tujuan khusus penelitian yaitu:
a. Meneliti bentuk-bentuk pelaksanaan bimbingan keagamaan terhadap
warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kuala Tungkal.
b. Mengetahui faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan
bimbingan keagamaan warga binaan di Lembaga Pemasarakatan lapas
kelas II B Kuala Tungkal.
c. Memahami upaya pembimbing Keagamaan Meningkatkan Bimbingan
Keagamaan terhadap Warga binaan di Lembaga Pemasarakatan Lapas
Kelas II B Kuala Tungkal.
2. Kegunaan Penelitian
a. Sebagai bahan masukan kepada pihak terkait tentang pelaksanaan
bimbingan keagamaan warga binaan di lapas kelas II B Kuala tungkal
b. Sebagai wahana untuk pengembangan ilmu Bimbingan Penyuluhan
Islam yang bermanfaat guna diaplikasikan dalam kehidupan
masyarakat.
E. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan pendekatan
kualitatif deskriptif, karena data yang akan digunakan merupakan data dalam
bentuk hasil observasi, pendapat, pandangan, komentar, kritik, alasan dan
6
sebagainya. Kemudian. Penelitian harus memahami dan menafsirkan makna
suatu peristiwa interaksi tingkah laku manusia.10
1. Jenis dan Sumber Data
Dalam penelitian ini menggunakan 2 (dua) jenis data, yaitu data
primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh
langsung dari sumber pertama melalui observasi atau wawancara di
lapangan. Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari
sumber kedua berupa dokumentasi serta peristiwa yang bersifat lisan dan
tertulisan seperti data-data pendukung.
Sumber data primer dalam penelitian ini dari wawancara 15 orang
informan yaitu 2 orang pembimbing keagamaan Islam dan 13 orang warga
binaan dari observasi.
sumber data dokumen catatan seperti masalah statistik warga binaan
literatur atau berbagai referensiyang menjadi bahan rujukan dan berkaitan
langsung dengan masalah yang di teliti dan dapat dijadikan dokumen
penelitian.
2. Setting dan Subjek Penelitian
a. Setting Penelitian
Setting penelitian ini adalah di Lembaga Pemasyaratan kelas II B
Kuala Tungkal Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Pemilihan lokasi
penelitian berdasarkan pembacaan penulis terhadap beberapa karya
ilmiyah sebelumnya bahwa Lembaga Pemasyarakatan tersebut kurang
mendapat bimbingan keagamaan jika dibandikan dengan lembaga
pemasyarakatan Kelas IIA Kota Jambi.
b. Subjek Penelitian
Subjek penelitian berpusat pada warga binaan di Lembaga
Pemasyaratan kelas II B Kuala Tungkal Kabupaten Tanjung Jabung
Barat. Disebabkan adanya kendala tenaga, waktu, dan dana, peneliti
10
John W. Creswell, Reseach Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed,
Terjemahannya, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h. 215
7
terpaksa membatasi banyaknya subjek penelitian disesuaikan dengan
kemampuan yang ada pada dirinya.11
3. Teknik Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data dalam studi ini menggunakan tiga teknik
yang dilakukan secara berulang-ulang agar keabsahan datanya dapat
dipertanggung- jawabkan. Ketiga teknik tersebut adalah:
a. Observasi
“Metode observasi merupakan kegiatan pemuatan perhatian semua
objek dengan menggunakan seluruh indera.”12
Observasi yang
dilakukan penulis untuk mendapatkan data tulisan ini melalui izin riset
dari petugas lembaga pemasyarakatan dan menggunakan panduan
observasi yang disiapkan untuk memudahkan dan membantu peneliti
dalam memperoleh data. Panduan tersebut dikembangkan dan
diperbaharui selama penulis berada di lokasi penelitian.
Metode observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode observasi partisipan, yang mana peneliti melibatkan diri secara
langsung dalam lingkungan penelitian mengenai pelaksanaan
bimbingan keagamaan di Lembaga Pemasyaratan kelas II B Kuala
Tungkal Kabupaten Tanjung Jabung Barat.
Pengamatan Tidak Terlibat (non-participant observation)
menurut Moleong, pengamatan tidak terlibat merupakan pengamatan
yang dilakukan tanpa keterlibatan peneliti dalam aktivitas yang
diamati, peneliti dalam hal ini hanya melakukan satu fungsi, yaitu
mengadakan pengamatan. Fungsi teknik ini selain untuk mencari data
juga sekaligus untuk mengadakan cross check terhadap data lain
sehingga hasil pengamatan dapat dimaknai dan diinterpretasikan lebih
lanjut.13
Data yang akan di amati peneliti berupa kegiatan pelaksanaan
11
Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h. 119. 12
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), h. 156. 13
Setna Yuwana Sudican, Penuntun Penyusunan Karya Ilmiah (Semarang : Aneka Ilmu,
1998), h. 39.
8
bimbingan keagamaan di Lembaga Pemasyaratan kelas II B Kuala
Tungkal Kabupaten Tanjung Jabung Barat.
b. Wawancara
“Wawancara adalah “Suatu percakapan dengan maksud tertentu,
percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara yang
mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai yang memberikan
jawaban pertanyaan tersebut.14
Jenis wawancara yang digunakan
dalam penelitian ini adalah wawancara terstruktur atau terpimpin.
Yaitu wawancara dengan cara hanya mengumpulkan data yang
relevan dengan permaslahan yang diteliti. Situasi evaluasi tertentu,
keperluan dari orang yang diwawancarai, dan gaya personal
pewawancara semuanya secara bersama-sama menciptakan situasi
yang unik untuk setiap wawancara.15
Wawancara tidak terstuktur penulis gunakan sebagai instrumen
pelengkap observasi untuk mengumpulkan data di lapangan tentang
pelaksanaan bimbingan keagamaan di Lembaga Pemasyaratan kelas II
B Kuala Tungkal Kabupaten Tanjung Jabung Barat.
Sedangkan metode wawancara adalah teknik memperoleh
informasi secara langsung melalui permintaan keterangan keterangan
kepada pihak pertama yang dipandang dapat mendirikan keterangan
atau jawaban terhadap pertanyaan yang diajukan.16
Dalam penelitian
ini, penulis mewawancarai 15 orang informan 2 orang pelaksana
bimbingan keagamaan Islam di Lembaga Pemasyaratan kelas II B
Kuala Tungkal Kabupaten Tanjung Jabung Barat, dan 13 orang warga
binaan.
14
Lexy J. Moleong, (Bandung: PT. Remaja Rosda, 2014), h. 186. 15
Emizir, Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif dan Kualitatif, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2008), h. 169. 16
Emizir, Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif dan Kualitatif, h. 49.
9
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah data yang diperoleh dari dokumentasi dapat
dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan, bahkan meramalkan.17
Dokumentasi adalah cara mengumpulkan data melalui peninggalan
tertulis, seperti arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku tentang
pendapat, teori atau hukum-hukum dan lain-lain yang berhubungan
dengan masalah penelitian.18
Dokumentasi merupakan metode pengumpulan data melalui data-
data dokumenter, berupa catatan, transkrip, buku, surat Kabupatenar,
majalah. agenda ataupun jurnal yang dapat memberikan informasi
tentang objek yang diteliti. Data dokumentasi yang digunakan untuk
melengkapi data yang diperoleh dari wawancara dan observasi berupa
foto kegiatan-kegiatan, data jumlah warga binaan berdasarkan jenis
kelamin dan agama. Ketiga teknik pengumpulan data di atas digunakan
secara simultan dalam penelitian ini, dalam arti digunakan untuk saling
melengkapi antara data satu dengan data yang lain. Sehingga data yang
penulis peroleh memiliki validitas dan keabsahan yang baik untuk
dijadikan sebagai sumber informasi.19
4. Teknik Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model
analisis data menurut Miles dan Huberman yang pada prinsipnya kegiatan
analisis data ini dilakukan sepanjang kegiatan penelitian (during data
collection), dan kegiatan yang paling inti mencakup menyederhanaan data
(data reduction), penyajian data (data display) serta menarik kesimpulan
(making conclusion).20
Analisis data ini dilakukan sejak pengumpulan data secara
keseluruhan. Data kemudian di cek kembali, secara berulang, dan
17
Lexy J. Moleong, Suatu Kajian Penelitian Kualitatif, h. 77. 18
Sanapiah Faisal, Penelitian Kualitatif Dasar-Dasar dan Aplikasi, (Malang: Yayasan Asih
Asuh, 1990), h. 46. 19
Sanapiah Faisal, Penelitian Kualitatif Dasar-Dasar dan Aplikasi, h. 64. 20
Michael A. Huberman dan Matthew B Miles, Analisis Data Kualitatif, (Jakarta: UI,
1992), h. 16.
10
disistimatikan dan diinterpretasikan secara logis,sehingga diperoleh data
yang absah dan kredibel.21
Suatu analisis melaui data kualitatif dengan menggunakan analisis
sebagai berikut:
a. Reduksi Data (Data Reductions)
Menurut Miles dan Hubberman, mereduksi data berarti
merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan hal-hal yang
penting, dicari pola dan temanya. Dengan demikian, mereduksi data
yang telah di reduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan
mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data
selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.22
Dalam hal ini, menggunakan teknik reduksi data adalah untuk
mereduksikan data yang diperoleh dari lapangan penelitian yang
bersifat umum tentang pelaksanaan bimbingan keagamaan di
Lembaga Pemasyaratan kelas II B Kuala Tungkal Kabupaten Tanjung
Jabung Barat.
b. Penyajian data (Display Data)
Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam
bentuk uraian singkat, bagan, dan hubungan antar kategori, flowchart
dan sejenisnya. Namun yang sering digunakan untuk menyajikan data
dalam metode penelitain ini adalah teks yang bersifat naratif.
Maka dalam hal ini, peneliti ingin mengalisis datanya
menggunakan penyajian data agar dapat menganalisis lebih dalam
gambaran yang terjadi di lapangan.
c. Penarikan kesimpulan (Conclution Drawing Verification)
Verification merupakan langkah ketiga analisis data yang berupa
penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang
dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak
21Lexsi J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, h. 6. 22
Lexsi J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, h. 163.
11
ditemukan bukti-bukti yang kuat untuk mendukung pada tahap
pengumpulan data berikutnya.
Maka dalam hal ini peneliti ingin menggunakan analisis
verifikasi agar dapat menyimpulkan data yang diperoleh dilapangan,
sehingga temuan awal yang sebelumnya masih bersifat sementara akan
lebih jelas gambaran masalah yang telah diteliti.
5. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data
Adapun tingkat kepercayaan data (trustworthiness) dalam penelitian
dilakukan suatu teknik pemeriksaan data antara lain; melakukan
perpanjangan keikutsertaan, ketekunan pengamatan, triangulasi dan
diskusi sejawat.23
Untuk memperoleh data yang terpercaya (trustworthiness) dan dapat
dipercaya (reliabe), maka peneliti melakukan teknik pemeriksaan
keabsahan data yang didasarkan atas sejumlah kriteria. Dalam penelitian
kualitatif, upaya pemeriksaan keabsahan data dapat dilakukan lewat empat
cara yaitu:
a. Perpanjangan keikutsertaan
Pelaksanaan perpanjangan keikutsertaan dilakukan lewat
keikutsertaan peneliti di lokasi secara Iangsung dan cukup lama,
dalam upaya rnendeteksi dan memperhitungkan penyimpangan yang
mungkin mengurangi keabsahan data, karena kesalahan penilaian data
(data distortion) oleh peneliti atau responden, disengaja atau tidak
sengaja.
Distorsi data dari peneliti dapat muncul karena adanya nilai-nilai
bawaan dari peneliti atau adanya keterasingan peneliti dari lapangan
yang diteliti Sedangkan distorsi data dari responden, dapat timbul
secara tidak sengaja, akibat adanya kesalahpahaman terhadap
pertanyaan, atau muncul dengan sengaja, karena responden berupaya
memberikan informasi fiktif yang dapat menyenangkan peneliti,
ataupun untuk menutupi fakta yang sebenarnya.
23
Lexsi J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif,, h. 175.
12
b. Ketekunan Pengamatan
Ketekunan pengamatan dilakukan dengan cara mengadakan
pengamatan secara teliti, rinci. dan berkesinambungan terhadap
faktor-faktor yang menonjol dalam penelitian. Faktor-faktor tersebut
selanjutnya.sehingga peneliti dapat memahami faktor-faktor tersebut.
Ketekunan pengamatan dilakukan dalam upaya mendapatkan
karakteristik data yang benar-benar relevan dan terfokus pada objek
penelitian. Permasalahan dan fokus penelitian. Hal ini diharapkan pula
dapat mengurangi distorsi data yang mungkin timbul akibat
keterburuan peneliti untuk menilai suatu persoalan, ataupun distorsi
data yang timbul dari kesalahan responden yang memberikan data
secara tidak benar, misalnya berdusta, menipu, dan berpura-pura.
c. Triangulasi Data
Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan suatu yang lain di luar data itu untuk keperluan
pengecekan atau sebagai perbandingan terhadap data itu. Jadi dalam
hal ini mengecek sumber data yang diperoleh di lapangan berkenaan
dengan penelitian ini. Ada empat macam triangulasi yaitu dengan
menggunakan sumber, metode, penyidik dan teori.
Pertama, Triangulasi sumber yakni membandingkan dan
mengecek balik derajat kepercayaan atau informasi yang diperoleh
melalui sumber yang berbeda. Hal ini dapat dicapai dengan jalan
membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai
pendapat dan pandangan orang.24
Trianggulasi dengan sumber berarti membandingkan dan
mengecek kembali derajat keterpercayaan suatu informasi yang
diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode
kualitatif. Konsep trianggulasi dengan metode yang berbeda
mengimplikasikan adanya model-model pengumpulan data secara
berbeda (observasi dan wawancara) dengan pola yang berbeda.
24
Lexsi J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, h. 330-331
13
Trianggulasi dengan sumber ini dapat dilaksanakan dalam bentuk,
mengkomparasikan data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan
pengamatan langsung peneliti di lapangan.
Komparasi ini terutama dilakukan untuk melihat pelaksanaan
bimbingan keagamaan di Lembaga Pemasyaratan kelas II B Kuala
Tungkal Kabupaten Tanjung Jabung BaratKedua, Triangulasi teori
yaitu membandingkan data dengan teori-teori yang sesuai dengan
permasalahan dalam penelitian. Trianggulasi dengan teori didasarkan
pada asumsi bahwa fakta tertentu tidak dapat diperiksa
keterpercayaannya hanya dengan satu teori. Artinya, fakta yang
diperoleh di dalam penelitian harus dapat dikonfirmasikan dengan dua
teori atau lebih. Patton menamakan teori ini sebagai penjelasan
pembanding. Trianggulasi dengan teori ini penulis terapkan dalam
bentuk. Pelaksanaan bimbingan keagamaan terhadap narapidana di
lapas kelas II B Kuala tungkal25
.
Teknik pemeriksaan data dilakukan dalam penelitian ini
didasarkan atas satu kriteria kepercayaan (credibility). Standar
kredibibilitas diperlukan agar hasil penelitian kualitatif dapat
dipercaya oleh pembaca dan dapat disetujui kebenarannya oleh
partisipan yang diteliti. Dalam pengecekan keabsahan data ada
beberapa teknik yang dapat digunakan, yaitu: perpanjangan
keikutsertaan, ketekunan dan kecermatan pengamatan, triangulasi dan
diskusi sejawat,26
yaitu:
1) Perpanjangan Keikutsertaan
Perpanjangan keikutsertaan ini menuntut peneliti untuk terjun
langsung ke dalam lokasi dan dalam waktu yang cukup panjang
untuk mendeteksi dan memperhitungkan distorsi (penyimpangan)
yang mungkin akan merusak data, baik distorsi peneliti secara
25
Lexsi J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, h 1332. 26
Lexsi J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, h 163.
14
pribadi, maupun distorsi yang ditimbulkan oleh responden; baik
yang disengaja maupun yang tidak disengaja.
Melalui perpanjangan keikutsertaan ini, diharapkan peneliti
dapat menentukan distorsi yang terjadi dalam penelitian sehingga
peneliti dapat mengatasi hal ini. Penelitian yang direncanakan
dilaksanakan tiga bulan, dan dikarenakan peneliti khawatir akan
terjadinya distorsi baik yang berasal dari peneliti sendiri maupun
yang distorsi yang berasal dari responden, maka dianggap perlu
menambah masa penelitian.
2) Ketekunan dan Kecermatan Pengamatan
Ketekunan pengamatan merupakan upaya peneliti dalam
mengamati secara cermat, rinci dan berkesinambungan terhadap
berbagai gejala atau fenomena yang terjadi. Dengan teknik ini,
peneliti bermaksud menemukan cirri-ciri dan unsur-unsur dalam
situasi relevan dengan persoalan yang sedang dicari, lalu
memuastkan diri pada hal-hal tersebut secara kelaboratif. Teknik
ini diharapkan akan mengurangi terjadinya berbagai distorsi data
yang timbul akibat kurang teliinya peneliti dalam menilai suatu
persoalan.
Ketelitian pengamatan ini dimaksudkan untuk
mengidentifikasikan karakteristik dan elemen dalam suatu situasi
yang sangat relevan dengan permasalahan atau isu yang sedang
diteliti dan memfokuskannya secara terperinci.
Peneliti berupaya mengadakan observasi atau pengamatan
secara teliti dan rinci secara terus-menerus terhadap faktor-faktor
yang menonjol, dan kemudian peneliti menelaahnya secara terinci
sampai pada suatu titik sehingga pada pemeriksaan tahap awal akan
kelihatan salah satu atau keseluruhan faktor yang telah dipahami27
.
Triangulasi dengan penyidik yaitu teknik pengecekan data
melalui perbandingan hasil daya yang diperoleh dari satu pengamat
27
Lexsi J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, h 330
15
dengan hasil penyelidikan pengamat lainnya. Cara ini dapat
dilakukan bila penelitian dilakukan dalam suatu kelompok, di mana
masing-masing peneliti kemudian membandingkan hasil
penelitiannya. Trianggulasi dengan teori, yaitu pengecekan
keabsahan data melalui perbandingan dua atau lebih teori yang
berbicara tentang hal sama, dimaksudkan untuk mendapatkan
penjelasan banding tentang suatu hal yang diteliti. Penerapan
teknik tersebut, dapat dilakukan dengan memasukkan teori-teori
pembanding untuk memperkaya dan membandingkan penjelasan
pada teori utama yang digunakan dalam penelitian.
F. Kerangka Teori
1. Lembaga Pemasyarakatan
Lembaga Pemasyarakatan disebut LAPAS adalah tempat untuk
melaksanakan pembinaan warga binaan dan anak didik Pemasyarakatan.
(Pasal 1 Angka 3 UU Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan).
Sebelum dikenal istilah lapas di Indonesia, tempat tersebut di sebut
dengan istilah penjara. Lembaga Pemasyarakatan merupakan unit
pelaksana teknis di bawah direktorat Jenderal Pemasyarakatan
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dahulu Departemen
Kehakiman28
.
Penghuni Lembaga Pemasyarakatan biasa disebut narapidana
(napi) atau Warga binaan Pemasyarakatan (WBP) bisa juga yang
statusnya masih tahanan, maksudnya orang tersebut masih berada dalam
proses peradilan dan belum ditentukan bersalah atau tidak oleh hakim.
Pegawai negeri sipil yang menangani pembinaan narapidana dan tahanan
di lembaga pemasyarakatan disebut petugas Pemasyarakatan, atau dahulu
lebih dikenal dengan istilah sipir penjara. Konsep pemasyarakatan
pertama kali digagas oleh Menteri Kehakiman Sahardjo pada tahun 1962.
Ia menyatakan bahwa tugas jawatan kepenjaraan bukan hanya
melaksanakan hukuman, melainkan juga tugas yang jauh lebih berat
28
https://id.wikipedia.org/wiki/Lembaga_Pemasyarakatan ( di akses 20 Desember 2017)
http://id.wikipedia.org/wiki/Penjarahttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Unit_Pelaksana_Teknis&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Unit_Pelaksana_Teknis&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Direktorat_Jenderal_Pemasyarakatanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Kementerian_Hukum_dan_Hak_Asasi_Manusia_Indonesiahttps://id.wikipedia.org/wiki/Narapidanahttps://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Warga_Binaan_Pemasyarakatan&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Tahanan&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/wiki/Hakimhttps://id.wikipedia.org/wiki/Petugas_Pemasyarakatanhttps://id.wikipedia.org/wiki/Sipirhttps://id.wikipedia.org/wiki/Sahardjohttps://id.wikipedia.org/wiki/1962https://id.wikipedia.org/wiki/Lembaga_Pemasyarakatan
16
adalah mengembalikan orang-orang yang dijatuhi pidana ke dalam
masyarakat.29
2. Bimbingan Keagamaan Islam
Pengertian Keagamaan-Secara Etimologi, istilah keagamaan itu
berasal dari kata “Agama” yang mendapat awalan “ke” dan akhiran “an”
sehingga menjadi keagamaan. Kaitannya dengan hal ini, memberikan arti
keagamaan sebagai berikut: Keagamaan adalah sifat-sifat yang terdapat
dalam agama atau segala sesuatu mengenai agama, misalnya perasaan
keagamaan, atau soal-soal keagamaan. Adapun secara istilah Nurhasanah
Bakhtiar memberi pengertian “Agama” dapat dilihat dari dua (2) aspek
yaitu: a. Aspek Subyektif (pribadi manusia), b. Aspek Objektif.
Aspek subyektif agama mengandung pengertian tingkah laku
manusia yang dijiwai oleh nilai-nilai keagamaan yang berupa getaran
batin yang dapat mengatur dan mengarahkan tingkah laku tersebut
kepada pola hubungan antar manusia dengan Tuhannya dan pola
hubungan dengan masyarakat serta alam sekitarnya.30
Aspek objektif agama dalam pengertian ini mengandung nilai-nilai
ajaran Tuhan yang bersifat manuntun manusia kearah tujuan sesuai
dengan kehendak ajaran tersebut. Sedangkan bimbingan keagamaan
adalah menunjukkan, memberikan jalan atau menuntun ke arah tujuan
yang bermanfaat bagi kehidupan masa kini dan mendatang. Berarti
tuntunan yang diberikan tidak hanya bersifat sementara, ada sebuah
penanganan yang berkelanjutan. Bimbingan keagamaan memperhatikan
juga penanganan pada pemecahan masalah, tetapi titik beratnya pada
pencegahan dan pengembangan.31
Islam sering diidentikkan dengan perilaku kaum Muslim atau umat
Islam. Padalah, sebagaimana perilaku penganut agama lainnya, perilaku
29
Dwidja Priyatno, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia, (Bandung,:Refika
Aditamma, 2006), h. 8.7 30
Nurhasanah Bakhtiar, Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi, (Yogyakarta:
Aswaja Pressindo, 2013), h. 1-2 31
Achmad Juntika Nurihsan, Akur Sudianto, Manajemen Bimbingan dan Konseling di
SMA,(Jakarta; Grasindo, 2005), h. 9.
17
seorang Muslim belum tentu mencerminkan ajaran atau syariat Islam.
Islam adalah agama yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi
Muhammad Saw sebagai nabi dan rasul terakhir untuk menjadi pedoman
hidup seluruh manusia hingga akhir zaman. Islam (Arab: al-islām, اإلسالم,
"berserah diri kepada Tuhan") adalah agama yang mengimani satu
Tuhan, yaitu Allah SWT. Dalam Al-Quran, Islam disebut juga Agama
Allah atau Dienullah (Arab: ِديِن اللّ ِه).
٣٨َجُعوَى ِه ُيرۡا َوِإَليۡٗ ها َوَكرۡٗ عِض َطوَۡأرۡلۡٱِث َوَوَٰلسََّوَٰٱَلَن َهي ِفي َأسۡ ۥُٓغوَى َوَلُهللَِّه َيبۡٱَر ِديِي َأَفَغيۡ
“Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah,
padahal kepada-Nya-lah menyerahkan diri segala apa yang di langit
dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada
Allahlah mereka dikembalikan. (QS. Ali Imran: 83).32
Dien (agama) sendiri dalam Al-Quran artinya agama (QS 3:83),
ketaatan (QS 16:52), dan ibadah (QS.40:65). Berikut ini ulasan tentang
makna, arti, defisi, atau pengertian Islam menurut bahasa, istilah, dan Al-
Quran. Pengertian Islam secara harfiyah artinya damai, selamat, tunduk,
dan bersih. Kata Islam terbentuk dari tiga huruf, yaitu S (sin), L (lam), M
(mim) yang bermakna dasar “selamat” (Salama). Dari pengertian Islam
secara bahasa ini, dapat disimpulkan Islam adalah agama yang membawa
keselamatan hidup di dunia dan di akhirat (alam kehidupan setelah
kematian). Islam juga agama yang mengajarkan umatnya atau
pemeluknya (kaum Muslim/umat Islam) untuk menebarkan keselamatan
dan kedamaian, antara lain tercermin dalam bacaan shalat sebagai ibadah
utama yakni ucapan doa keselamatan "Assalamu'alaikum
warohmatullah" (اهلل و ر ْحم ُة ع ل ْيُكْن السّ ال ُم) semoga keselamatan dan kasih
sayang Allah dilimpahkan kepadamu sebagai penutup shalat. Pengertian
Islam secara harfiyah artinya damai, selamat, tunduk, dan bersih. Kata
Islam terbentuk dari tiga huruf, yaitu S (sin), L (lam), M (mim) yang
32
Tim Penterjemah dan Penafsir al-Qur‟an, Al Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta:
Departemen Agama RI., 1981), h. 56
https://id.wikipedia.org/wiki/Agama
18
bermakna dasar “selamat” (Salama). Dari pengertian Islam secara bahasa
ini, dapat disimpulkan Islam adalah agama yang membawa keselamatan
hidup di dunia dan di akhirat (alam kehidupan setelah kematian). Islam
juga agama yang mengajarkan umatnya atau pemeluknya (kaum
Muslim/umat Islam) untuk menebarkan keselamatan dan kedamaian,
antara lain tercermin dalam bacaan shalat sebagai ibadah utama yakni
ucapan doa keselamatan "Assalamu'alaikum warohmatullah" (ع ل ْيُكْن السّ ال ُم
semoga keselamatan dan kasih sayang Allah dilimpahkan (الل و ر ْحم ُة
kepadamu sebagai penutup shalat.
Sasaran bimbingan keagamaan Islam adalah membantu individu
atau kelompok untuk mencegah timbulnya masalah-masalah dalam
kehidupannya. Sesuai dengan tingkat perkembangan budaya manusia,
muncullah kemudian upaya-upaya bimbingan yang selanjutnya disebut
dengan bimbingan formal, bentuk isi dan tujuan, serta aspek-aspek
penyelenggaraan bimbingan formal itu mempunyai rumusan yang
nyata.33
Bimbingan keagamaan adalah proses pemberian bantuan terhadap
individu agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk
Allah, sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di
akhirat. Untuk mencapai itu manusia mempunyai dua pedoman utama
agar tidak tersesat, dan akan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di
akhirat, pedoman tersebut termaktub dalam al-Qur‟an dan al-Hadist.
Sebagaimana disiplin ilmu lainnya bimbingan keagamaan juga
mempunyai. Objek (garapan) bimbingan Islam adalah hal-hal yang
berkaitan:
a. Upaya-upaya mencegah problem yang berkaitan dengan ketidak
beragamaan
b. Upaya-upaya mencegah problem yang berkaitan dengan kesulitan
memilih agama
33
Prayitno dan Errman Ampti, Dasar- Dasar Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: Rineka
Cipta, 1999), h. 93.
19
c. Upaya-upaya mencegah problem yang berkaitan dengan kegoyahan
iman (kekufuran)
d. Upaya-upaya mencegah problem yang berkaitan dengan konflik
pandangan/ wawasan keagamaan
e. Upaya-upaya mencegah problem yang berkaitan dengan kekurang
pahaman mengenai syariat Islam
f. Upaya-upaya mencegah problem yang berkaitan dengan
ketidakmauan dan ketidakmampuan menjalankan syariat Islam
dengan baik dan benar.34
Dari beberapa rumusan tentang pengertian bimbingan keagamaan
di atas dapat disimpulkan bahwa bimbingan keagamaan merupakan
proses pemberian bantuan melalui wawancara keagamaan oleh seorang
yang ahli terhadap individu yang sedang mengalami masalah yang
bertujuan untuk membantu narapidana mengatasi masalahnya untuk
mencapai kesejahteraan hidupnya.
3. Warga binaan
Pengertian warga binaan kamus besar Bahasa Indonesia
memberikan arti bahwa warga binaan adalah anggota masyarakat.35
Sementara itu, menurut kamus induk istilah ilmiah menyatakan bahwa
warga binaanbinaan adalah warga binaan masyarakat yang menjalani
proses pembinaan di lemabga pemasyarakatan. Konsep warga binaan
sama artinya dengan narapidana. Selanjutnya berdasarkan kamus hukum
narapidana diartikan sebagai berikut: warga binaan adalah orang yang
menjalani pidana dalam Lembaga Pemasyarakatan.
Berdasarkan Pasal 1 ayat (7) Undang-Undang Nomor 12 Tahun
1995 tentang Pemasyarakatan, narapidana adalah terpidana yang
menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan.
Menurut Pasal 1 ayat (6) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang
34
Prayitno dan Errman Ampti, Dasar- Dasar Bimbingan dan Konseling, h, 411. 35
Tim Redaksi Fokus Media, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Bandung: Fokusmedia,
2006), h. 99
20
Pemasyarakatan, terpidana adalah seseorang yang di pidana berdasarkan
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.36
Dari pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa narapidana
adalah orang atau terpidana yang sedang menjalani masa hukumannya di
Lembaga Pemasyarakatan dimana kemerdekaannya hilang. Narapidana
adalah sebutan yang diberikan kepada individu atau orang-orang yang
melakukan pelanggaran hukum, yang dikenai pidana. Mantan Menteri
Hukum dan HAM Hamid Awaludin mengatakan bahwa lembaga
pemasyarakatan adalah suatu proses pembinaan yang dilakukan oleh
negara kepada para narapidana dan tahanan untuk menjadi manusia yang
menyadari kesalahannya. Selanjutnya pembinaan diharapkan agar
mereka mampu memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana
yang pernah dilakukannya.
G. Studi Relevan
Penelitian ini agar lebih ilmiah dan orisinal, maka berikut ini ada
beberapa karya ilmiah yang memiliki kedekatan isi dan metodologi dengan
penulis. Penelitian Fakhrurazi 2013 mengenai”Pemberian Bimbingan
Keagamaan terhadap Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA
Teluk dalam Banjarmasin”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
bagaimana pemberian bimbingan keagamaan di Lapas Klas IIA Teluk Dalam
Banjarmasin secara kualitas dan kuantitas pembinaan, juga untuk mengetahui
faktor apa saja yang menjadi penunjang dan penghambat dalam pembinaan
keagamaan di Lapas, dan juga ingin mengetahui hasil yang telah dicapai dari
pembinaan yang dilaksanakan.32
Penelitian Fakhrurazi lebih dekat
subtansinya dengan penelitian penulis, yaitu tentang Pemberian Bimbingan
Keagamaan terhadap Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA
Teluk dalam Banjarmasin sedangkan penelitian penulis tentang Pelaksanaan
bimbingan keagamaan terhadap warga binaan lembaga pemasyaratan kelas
36
Tim Redaksi Fokus Media, Undang-Undang Otonomi daerah, ( Bandung: Fokusmedia,
2008), h. 24
21
IIB Kuala Tungkal Tanjung Jabung Barat. Bedanya dengan penelitian penulis
adalah dari segi pelaksanaan dengan pemberian bimbingan.
Penelitian Nelson Sihombing tahun 2012 mengenai “Pola Pembinaan
Narapidana dalam Bidang Keagamaan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II
B Tanjung Jabung Barat”. Penelitian ini menemukan bahwa Pembinaan
bertujuan agar Narapidana setelah selesai menjalani masa pidananya tidak
akan mengulangi perbuatannya (kejahatan) dan dapat hidup bermasyarakat
secara wajar serta ikut berpartisipasi di dalam pembangunan33.
Bedanya
penelitian Nelson Sihombing dengan penelitian penulis terletak pada pola
pembinaan narapida dalam bidang keagamaan sedangkan penulis pelaksanaan
bimbingan keagamaan.
Penelitian Sudin, “Pengaruh Bimbingan Rohani Islam Terhadap
Keberagamaan Narapidana di Lembaga Pemesyarakatan Kelas IIB
Indramayu”. Bimbingan rohani yang dilakukan di lembaga pemasyarakatan
kelas IIB Indramayu lebih berpengaruh terhadap keberagamaan narapidana
dengan tingkat pengaruh yang tinggi,maka dari itu bimbingan rohani di
Lembaga Pemasyarakatn kelas IIB terus ditingkatkan.37
Beda penelitian
Sudin dengan penelitian penulis terletak pada Pengaruh Bimbingan Rohani
Islam Terhadap Keberagamaan Narapidana sedangkan penelitian penulis
Pelaksanaan bimbingan keagamaan terhadap warga binaan lembaga
pemasyarakatan.
Lain halnya dengan penelitian yang sedang penulis teliti sekarang,
penelitian ini lebih memusatkan pada Pelaksaan Bimbingan Keagamaan
Terhadap warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Kuala
Tungkal Kabupaten Tanjung Jabung Barat.
37
Fakhrurazi, Pelaksanaan Bimbingan Keagamaan Terhadap Narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan Klas IIA Teluk Dalam Banjarmasin, Banjarmasin: Institut Agama Islam Negeri
Antasari Fakultas Dakwah dan Komunikasi Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam. 2013. 37
Nelson Sihombing,Pola Pembinaan Narapidana Dalam Bidang Keagamaan di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II B Tanjung Jabung Barat, Jambi: Universitas Jambi. 2012. 37
Sudin, Pengaruh Bimbingan Rohani Islam Terhadap Keberagamaan Narapidana di
Lembaga Pemesyarakatan Kelas IIB Indramayu, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah: 2014.
22
H. Jadwal Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama enam bulan. Penelitian dilakukan
dengan pembuatan proposal, kemudian dilanjutnya dengan perbaikan hasil
seminar proposal skripsi. Setelah pengesahan judul dan izin riset, maka
penulis mengadakan pengumpulan data, verifikasi dan analisis data dalam
waktu yang berurutan. Hasilnya penulis melakukan konsultasi dengan
pembimbing sebelum diajukan kepada sidang munaqasah. Hasil sidang
munaqasah dilanjutkan dengan perbaikan dan penggandaan laporan penelitian
skripsi.
23
BAB II
PROFIL LAPAS KELAS IIB KUALA TUNGKAL
A. Historis dan Letak Geografis
1. Historis
Lembaga pemasyarakatan kelas IIB Kuala Tungkal berkedudukan
di Jalan Teluk Nilau Kecamatan Bram Itam Kiri Kabupaten Tanjung
Jabung Barat Provinsi Jambi berjarak lebih kuranag 20 Kilo Meter dari
pusat kota Kuala Tungkal. Lembaga pemasyarakatan kelas IIB Kuala
Tungkal di bangun pada tahun 2004 dan selesai tahun 2008 dibangun di
atas tanah seluas 5,7 Hektar yang bersetatus tanah hak pinjam pakai dari
pemerintah Kabupaten Tanjung Jabung Barat.
Lembaga Pemasyarakatan kelas IIB Kuala Tungkal diresmikan
secara simbolis oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Bapak
Patrialis Akbar pada tanggal 19 Oktober 2010 bersamaan dengan
peresmian Law Centre Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia Jambi di Jambi. Baru pada tanggal 10 Januari 2011
lembaga pemasyarakatan kelas IIB Kuala Tungkal mulai di operasikan dan
pada tanggal 17 Januari 2011 diresmikan pengeoprasiannya oleh
Sekretaris Jenderal Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Bapak
Prof. DR. Abdul Bari Azed, SH.,MH
2. Letak Geografis
Lembaga Pemasyarakatan kelas IIB Kuala Tungkal sendiri
memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Perumahan penduduk
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Perkebunan penduduk
c. Sebelah Barat berbatasan dengan Perumahan penduduk
d. Sebelah Timur berbatasan dengan Perumahan penduduk.38
38
Dokumentasi Lemaba Pemasyarakatan 15 Mei 2018
24
B. Visi dan Misi Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Kuala Tungkal
1. Visi “Masyarakat Memperoleh Kepastian Hukum”
2. Misi :
a. Mewujudkan peraturan perundang-undangan yang berkualitas
b. Mewujudkan pelayanan hukum yang berkualitas
c. Mewujudkan penegakan hukum yang berkualitas
d. Mewujudkan penghormatan, pemenuhan, perlindungan hak asasi
manusia
e. Mewujudkan layanan manajemen administrasi kementrian hukum
dan hak asasi manusia
f. Mewujudkan aparatur kementerian hukum dan hak asasi manusia
yang professional dan berintegritas
C. Struktur Organisasi
Lembaga Pemasyarakatan kelas IIB Kuala Tungkal merupakan
lembaga pemaysarakatan yang memiliki berbagai kegiatan dalam rangka
pencapaian tujuan pembinaan. Untuk mengatur dan menyusun program
kegiatan Lembaga Pemasyarakatan kelas IIB Kuala Tungkal agar dapat
berjalan dengan lancar dan terorganisir, diperlukan suatu organisasi untuk
pembagian tugas secara merata dan profesional yakni kepala Lembaga
Pemasyarakatan kelas IIB Kuala Tungkal yang sesuai dengan jabatannya
masing-masing. Struktur organisasi akan kelihatan menjadi kelas dan dapat
pula menegaskan apabila sudah digunakan dalam kegiatan organisasi
meskipun organisasi tersebut tidak dibuat struktur organisasinya. Maka
belumlah dapat kelihatan begitu jelas dalam melaksanakan berbagai aspek
kegiatan yang sedang dilaksanakan kalau hanya diberikan bahasan saja, akan
tetapi dapat digambarkan bentuk dari struktur tersebut.
Dengan adanya organisasi Lembaga Pemasyarakatan kelas IIB Kuala
Tungkal maka kegiatan-kegiatan dalam suatu Lembaga Pemasyarakatan dapat
terbentuk, sehingga personil dapat memangku jabatannya pada setiap program
kegiatan penyelenggaraan di Lembaga Pemasyarakatan dengan lancar dan
akan tercapai tata kerja yang baik menurut tugasnya masing-masing serta
25
penempatan dan pengaturan orang-orang dalam kelompok dengan tepat.
Susunan struktur organisasi pada suatu Lembaga Pemasyarakatan berarti
merupakan suatu kegiatan atau ikatan yang mempertemukan antara program
kegiatan-kegiatan dalam Lembaga Pemasyarakatan. Di samping itu juga
mempermudah pencapaian tujuan pembinaan yang ditetapkan. Adapun
susunan atau struktur organisasi Lembaga Pemasyarakatan adalah
sebagai berikut:
Gambar I
Struktur Organisasi Seksi Binadik & Giatja Lapas Kelas IIB Kuala
Tungkal39
39
Dokumentasi Lemaba Pemasyarakatan 15 Mei 2018
KETUA
Iman Iswoyo,
Bc.IP,SH
Kasi Binadik & Giatja
Haszuan Affandi, SH.,MH
Kasubsi Kegiatan & Humas
Danang Purbowo, S.Pd Kasubsi Perawatan
Iswahyudi, SE Kasubsi Kegiatan &
Kerja
Tarmizi
Staff Regestrasi & Bimkemas
Hj. Lusi Lovianawati, SH Staff Perawatan
Ryky Afrizal
Staff Regestrasi & Bimkemas
H. Suparto
Staff Regestrasi & Bimkemas
Susi Khoirony Nour, S.Kom.I
Staff Kegiatan Kerja
Darmanto, SH
26
Dari struktur organisasi di atas terlihat bahwa kegiatan yang
dilaksanakan lembaga pemasyarakatan kelas IIB Kuala Tungkal meliputi baik
berupa keagamaan maupun umum, dan mereka bertanggung jawab atas
kelancaran pelaksanaan kegiatan organisasi lembaga pemasyarakatan yang
bertujuan untuk meningkatkan kreativitas mereka terutama di bidang agama.
Sebab hal tersebut dilaksanakan bertujuan untuk menciptakan keserasian kerja
untuk mendapatkan hasil kerja yang semaksimal mungkin.
D. Kesatuan Pengamanan
Kepala Kesatuan pengamanan lembaga pemasyarakatan kelas IIB Kuala
Tungkal (KPLP) dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh 4 regu
pengamanan dan pengamanan pintu utama (SATGAS P2U) dan beberapa staff
pembantu kegiatan sebagai berikut:
Gambar 2
Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Kuala
Tungkal40
E. Seksi Administrasi Keamanan dan Tata Tertib
Seksi administrasi keamanan dan tata tertib mengkoordinir tugas
administrasi keamanan dan tata tertib, mengatur jadwal tugas dan penggunaan
perlengkapan sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku dalam
rangka terciptanya suasana aman dan tertib dilingkungan lembaga
pemasyarakatan kelas IIB Kuala Tungkal sebagai berikut:
40
Dokumentasi Lemaba Pemasyarakatan 15 Mei 2018
Ka. KPLP
BUKHORI, S.Pd
REGU JAGA
STAFF KPLP
27
Gambar 3
Seksi Administrasi Keamanan dan Tata Tertib Lembaga Pemasyarakatan
Kelas IIB Kuala Tungkal41
F. Keadaan Tenaga Pembimbing Keagamaan
1. Keadaan Tenaga Pembimbing
Peranan tenaga Pembimbing atau guru sebagai tenaga Pembimbing
sangatlah penting didalam memupuk minat dan menumbuhkan semangat
warga binaan dalam memberikan bekal ilmu pengetahuan melalui program
bimbingan keagamaan. Keberhasilan dalam setiap bimbingan tentunya
didukung oleh semangat pembimbing dalam menyampaikan materi
pelajaran. Tenaga Pembimbing yang baik adalah tenaga Pembimbing yang
memberikan pelajaran kepada warga binaannya secara efektif dan efesien
senantiasa membuat pelajaran, baik jangka pendek maupun jangka panjang
serta berusaha untuk menanamkan, memupuk dan mengembangkan sikap
cinta kepada pelajaran, serta memberikan semangat dalam setiap proses
bimbingan keagamaan.
Tenaga Pembimbing merupakan unsur dari terlaksananya proses
bimbingan keagamaan dan pembelajaran dalam suatu lembaga
pemasyaratakan. Tenaga Pembimbing merupakan alat untuk mentransfer
ilmu pengetahuan kepada warga binaan atau yang disebut sebagai pemberi
informasi. Tanpa tenaga Pembimbing suatu lembaga pemasyarakatan tidak
41
Dokumentasi Lemaba Pemasyarakatan 15 Mei 2018
Kasi ADM. KAMTIB
Mahfuz Hamdan
KASUBSI
KEAMANAN
M. Idris
KASUBSI
PELAPORAN
H. Sunarysk, S.Pd
28
akan berjalan sebagaimana mestinya. Sebagaimana di lembaga
pemasyarakatan Kelas IIB Kuala Tungkal dimana lembaga
pemasyarakatan lainnya yang memiliki tenaga-tenaga Pembimbing
berjumlah 3 orang. Untuk lebih jelas mengenai keadaan tenaga
Pembimbing di lembaga pemasyarakatan Kelas IIB Kuala Tungkal dapat
dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 1. Keadaan Tenaga Pembimbing di Lembaga Pemasyarakatan
Kelas IIB Kuala Tungkal42
No Nama L/P Keterangan
1 H. Suparto L Pembimbing Agama Islam
2 Usman Simin L Pembimbing Umum
3 M.Yusuf L Pembimbing Umum
4 Saiful Hadi L Pembimbing Umum
5 M.Husaini L Pembimbing Umum
6 M.Nasir L Pembimbing Umum
7 Samian Simi L Pembimbing Umum
8 Tajul Muin L Pembimbing Umum
Dilihat dari tabel 1 di atas, dapat dilihat bahwa tenaga Pembimbing
keagamaan warga binaan pada awalnya dipimpin oleh H. Suparto dan
pembimbing umum yang lainnya.
Tabel 2. Jadwal Kegiatan Bimbingan Islam Keagamaan Lapas Kelas
IIB Kuala Tungkal43
Hari Jam Kegiatan Pembimbing
Agama Islam
Senin 09.30-09.55
10.00-11.00
12.00
15.00
16.00
Iqra‟ dan Al-Qur‟an
Belajar Tajwud
Sholat Zuhur
Sholat „Asar
Rotibbul Haddad
H.Suparto
H.Suparto
H.Suparto
H.Suparto
Tajul Muin
Selasa 09.30-09.55
10.00-11.00
Iqra‟ dan Al-Qur‟an
Siraman Rohani
H.Suparto
H.Suparto
42
Dokumentasi Lemaba Pemasyarakatan 15 Mei 2018 43
Dokumentasi Lemaba Pemasyarakatan 15 Mei 2018
29
12.00
15.00
16.00
Sholat Zuhur
Sholat „Asar
Rotibbul Haddad
H.Suparto
H.Suparto
Tajul Muin
Rabu 09.30-09.55
10.00-11.00
12.00
15.00
16.00
Iqra‟ dan Al-Qur‟an
Belajar Fiqih
Sholat Zuhur
Sholat „Asar
Rotibbul Haddad
H.Suparto
H.Suparto
H.Suparto
H.Suparto
Tajul Muin
Kamis 09.30-09.55
10.00-11.00
12.00
15.00
16.00
Iqra‟ dan Al-Qur‟an
Halakah Al-Qur‟an
Sholat Zuhur
Sholat „Asar
Rotibbul Haddad
H.Suparto
H.Suparto
H.Suparto
H.Suparto
Tajul Muin
Jum‟at 09.30-09.55
10.00-11.00
12.00
15.00
16.00
Iqra‟ dan Al-Qur‟an
Amalan Pribasi
Sholat Jum‟at
Sholat „Asar
Rotibbul Haddad
H.Suparto
H.Suparto
H.Suparto
H.Suparto
Tajul Muin
Sabtu 09.30-09.55
10.00-11.00
12.00
15.00
16.00
Iqra‟ dan Al-Qur‟an
Latihan Kompangan
Sholat Zuhur
Sholat „Asar
Rotibbul Haddad
H.Suparto
H.Suparto
H.Suparto
H.Suparto
Tajul Muin
2. Keadaan Warga Binaan
Keseluruhan proses pendidikan di lembaga binaan, kegiatan
bimbingan merupakan kegiatan yang paling pokok. Meskipun banyak hal
yang mempengaruhi dalam keberhasilan bimbingan warga binaan, namun
yang jelas keberhasilan warga binaan merupakan bagian utama dari
penyelenggaraan bimbingan keagamaan dan pembelajaran. Jumlah
30
keseluruhan warga binaan lembaga pemasyarakatan kelas IIB Kuala
Tungkal 226 orang. Hal ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 3. Keadaan Warga Binaan dan Jumlah Kamar Hunian44
No Nama Blok Jumlah
Blok
Keterangan
1
2
3
4
5
6
7
A (Arimbi)
B (Bisma)
C (Citrayuda)
D (Duryudana)
E (Ekalaya)
H (Hanoman)
G (Gatot Kaca)
3
10
10
6
10
10
3
Khusus tahanan Wanita
Khusus untuk tahanan
Khusus narapidana Narkoba
Straaf Cell/Pengasingan
Narapidana kreminal umum
Narapidana pekerja/tamping
Narapidana pekerja dapur, tamping,
listrik, air dan Masjid
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa jumlah ruangan 52
jumlah blok 7 kapasitas lembaga pemasyarakatan kelas IIB Kuala Tungkal
240 orang jumlah penghuni lembaga pemasyarakatan saat ini 226 orang
setiap saat mengalambi perubahan.
Tabel 4. Penghuni Lembaga Binaan berdasarkan Agama dan
Kepercayaan45
No Agama Laki-laki Perempuan Jumlah
1 Islam 39 24 63
2 Kristen 24 18 42
3 Hindu 26 6 32
4 Budha 38 3 41
5 Konghucu 33 15 48
Jumlah 160 66 226
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa jumlah narapidana
berdasarkan Agama dan Kepercayaa, Islam 39 laki-laki 24 perempuan, Kristen
24 laki-laki 18 perempuan, Hindu 26 laki-laki 6 perempuan, Budha 38 laki-laki
3, Konghucu 33 laki-laki 15 perempuan sehingga jumlah keseluruhan
narapidana di kelas II B Kuala Tungkal berjumlah 226 orang.
44
Dokumentasi Lemaba Pemasyarakatan 15 Mei 2018 45
Dokumentasi Lemaba Pemasyarakatan 15 Mei 2018
31
BAB III
Program Bimbingan Keagamaan Islam Lembaga Pemansyarakatan Kelas
IIB Kuala Tungkal
A. Program Bimbingan Keagamaan Islam Warga Binaan
Bentuk pembinaan keagamaan warga binaan adalah dengan membuat
program-program kegiatan keagamaan yang berbentuk kegiatan pendukung
lain yang berkaitan. Program keagamaan Warga Binaan dengan diadakannya
program khusus pembinaan keagamaan yaitu: Belajar tajwid, siraman rohani,
belajar fiqih, halakah Al-Qur‟an, amalan pribadi, dan latihan kompangan
kegiatannya di laksanakan setiap hari kecuali hari minggu libur.
1. Belajar Tajwid
Belajar ilmu tajwid yang mana merupakan suatu kewajiban bagi
kaum muslimin yang merupakan ilmu tentang bagaimana membaca Al-
Qur‟an dengan baik dan benar. Pembimbing keagamaan di lembaga
pemasyarakatan adalah orang yang sudah lama berkecimpung dalam
membina dan mengajarkan ilmu-ilmu agama Islam, ilmu dan ilmu tajwid
dari zaman dahulu sampai sekarang ini masih mempertahankan ciri-ciri
lembaga pemasyarakatan sebagai suatu ciri khas yang akan tetap
dipertahankan oleh pembimbing keagamaandi lembaga pemasyarakatan
kelas IIB Kuala Tungkal ini. Sebagaimana hasil wawancara penulis
dengan H. Suparto:
“[K]ami para pembimbing sangat memperhatikan kelangsungan warga
binaan ini ke depan, yang oleh sebab itu kami masih mempertahankan
ciri khas pembelajaran di lembaga pemasyarakatan. Karena lembaga
pemasyarakatan ini sudah dipercaya oleh masyarakat dari zaman
dahulu, yang telah banyak menghasilkan warga binaan yang taat
kepada agamanya dan diharapkan nanti setelah mereka bebas bisa
menjadi masyarakat yang bail dilingkungan tempat tinggal mereka.46
Adapun syarat-syarat yang harus dilakukan oleh warga binaan yang
ingin mengikuti pembelajaran tajwid di lembaga pemasyarakatan menurut
H.Suparto adalah:
46
H.Suparto, Wawancara dengan Penulis 16 Mei 2018
32
“[S]etiap warga binaan yang ingin mempelajari ilmu tajwid di
lembaga pemasyarakatan ini, harus bisa membaca Al-Quran, karena
tanpa bisa membaca Al-Quran sulit nantinya para warga binaan, harus
mempelajari tajwidnya, karena semua tajwid yang akan mereka
pelajari berbahasa Arab dan warga binaan juga diharuskan
mempelajari iqro‟ terlebih dahulu47
Berdasarkan penjelasan dari H.Suparto tadi jelaslah bahwa membaca
Al-Quran atau bisa membaca Al-Quran adalah syarat utama yang harus
dipunyai oleh warga binaan yang ingin mempelajari ilmu tajwid di
lembaga pemasyarakatan ini. Makanya tidak heran lagi bahwa bagi warga
binaan pemula tidak bisa langsung belajar tajwid mereka harus terlebih
dahulu mempelajari iqro‟ bawah yang mempelajari ilmu tajwid harus bisa
membaca Al-Qur‟an dan mengenal huruf-huruf Al-Qur‟an.
Dari keterangan di atas penulis dapat menganalisa berdasarkan
observasi di lapangan bahwa pembimbing keagamaan bila memberikan
bimbingan atau pelajaran tajwid kepada warga binaan umumnya masih
menggunakan metode bandongan. Dimana pembimbing sebagai pengajar
duduk di depan warga binaan dengan menggunakan meja kecil
membacakan ayat Al-Qur‟an sambil menjelaskan tajwidnya. Sedangkan
warga binaan mendengar dan membaca atau mengulanginya pada Al-
Qur‟an sendiri apa yang dijelaskan oleh pembimbing, dan untuk
sementara, pembelajaran diadakan di Aula atau masjid. Dengan ruang
terbuka tanpa menggunakan dinding pemisah masing-masing warga
binaan duduk secara terpisah dan berkelompok dan menggunakan meja
kecil.
2. Siraman Rohani
Wawancara penulis dengan H. Suparto, pembina rohani sebagai
berikut:
”[K]egiatan belajar melalui ceramah agama yang diadakan oleh
lembaga pemasyarakatan ini sering diikuti oleh Warga Binaan karena
kegiatan ini sangat positif sekali, dan nara sumber yang mengisi
47
H.Suparto, Wawancara dengan Penulis 16 Mei 2018
33
kegiatan ini adalah orang-orang yang sudah ahli dibidangnya, kegiatan
ini sangat baik sekali untuk para warga binaan, karena dalam kegiatan
ini warga binaan bisa langsung berkomunikasi dan diskusi dengan
nara sumbernya, sehingga apa yang disampaikan atau materi yang
diberikan nara sumber tersebut, bisa langsung menyerap kedalam diri
untuk di jadikan pegangan hidup dan juga apa yang ada di dalam diri
warga binaan yang masih perlu ditanyakan bisa langsung ditanyakan
kepada nara sumbernya.”48
Menyimak kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan lembaga
pemasyarakatan, sudah dapat dipastikan bahwa setiap kegiatan akan
mendapatkan berbagai masukan pengetahuan yang positif, dan yang lebih
penting adalah para warga binaan dapat mengisi waktu dengan kegiatan
yang bermanfaat. Dampak dari pembentukan sikap keagamaan lembaga
pemasyarakatan terhadap warga binaan adalah; Warga Binaan jadi rajin
datang kemasjid untuk melaksakan sholat berjama‟ah begitu terdengar
adzan berkumandang mereka segera kemasjid, sedangkan sebelum
mengikuti bimbingan keagamaan begitu adzan berkumandang di masjid
mereka biasa-biasa saja bahkan cuek dan mereka tetap berada di ruang
tahanan mereka. Dengan demikian, prongram pembinaan keagamaan
Warga Binaan dapat juga dilakukan dari adanya organisasi tersebut.
Salah satu sarana pokok dalam menyampaikan pendidikan agama
adalah melalui bimbingan keagamaan. Saat ini bimbingan keagaam telah
tumbuh menjadi handal sebagai sarana internalisasi nilai-nilai agama
kepada warga binaan. Sebagaimana yang dikatakan oleh H. Suparto,
tenaga pembimbing keagamaan di lembaga pemasyarakatan tentang
pentingnya bimbingan keagamaan di lingkungan mereka seperti kutipan
berikut ini:
”[K]edudukan bimbingan keagamaan sebagai lembaga non formal
menjadi penting antara lain berfungsi untuk 1) Membina dan
mengembangkan agama Islam dalam rangka membentuk warga binaan
yang bertaqwa kepada Allah Yang Maha Esa, 2) Sebagai taman rekreasi
rohani, karena diselenggarakan dengan serius tapi santai, 3) Sebagai
ajang silaturrahmi yang dapat menghidupkan suburnya pendidikan
agama dan ukhuwah Islamiyah, 4) Sebagai sarana dialog yang
48
H.Suparto, Wawancara dengan Penulis 16 Mei 2018
34
berkesinambungan antara warga binaan, dan pembimbing keagamaan 5)
Sebagai media penyampaian gagasan modernisasi yang bermanfaat bagi
pembangunan umat.”49
Berdasarkan wawancara di atas dapat ditekahui bahwa kedudukan
bimbingan keagamaan sebagai lembaga non formal menjadi penting antara
lain berfungsi untuk 1) Membina dan mengembangkan agama Islam dalam
rangka membentuk masyarakat yang bertaqwa kepada Allah Yang Maha
Esa, 2) Sebagai taman rekreasi rohani, karena diselenggarakan dengan
serius tapi santai, 3) Sebagai ajang silaturrahmi yang dapat menghidupkan
suburnya pendidikan agama dan ukhuwah Islamiyah, 4) Sebagai sarana
dialog yang berkesinambungan antara ulama, umara dan umat dan 5)
Sebagai media penyampaian gagasan modernisasi yang bermanfaat bagi
pembangunan umat.
Sebelum pengajaran dimulai pembimbing keagamaan mengenal
keadaan yang akan dihadapi misalnya keadaan lingkungan, peserta, tempat
dan sarana di dalamnya. Pengenalan mengenai peserta tidak saja mengenai
gambaran umum peserta tetapi juga pengetahuan, status sosial, sifat-sifat
khusus pada peserta. Pekerjaan, jabatan, ikatan kelompok serta minat dan
permintaan peserta. Karena ini merasa penting untuk menyusun bahan
pengajaran pengetahuan metode dan pendekatan serta memerlukan
motivasi yang kuat bagi peserta dalam pengaturan pengajaran juga harus
dibuat suatu program yang harus diajarkan. menurut H.Suparto,
pembimbing keagamaan di lembaga pemasyarakatan yang mengatakan:
“[A]dapun program kerja yang ada di lembaga pemasyarakatan adalah
pengajian Al-Qur‟an, shalat Isya berjam‟ah, belajar tajwid, dan fiqih
peringatan hari-hari besar Islam dan ceramah agama.”50
Hasil wawancara yang dilakukan dengan pembimbing keagamaan
tersebut di atas maka terlihat bahwa jumlah program kerja yang
dilaksanakan oleh pembimbing keagamaan cukup beragam dan meliputi
49
H.Suparto, Wawancara dengan Penulis 16 Mei 2018 50
H.Suparto, Wawancara dengan Penulis 16 Mei 2018
35
aspek yang ada dalam lembaga pemasyarakatan itu sendiri dan saat
diobservasi memang terlihat semua kegiatan yang dikatakan oleh Ketua
pembimbing keagamaan di lembaga pemasyarakatan itu benar.
Materi kegiatan bimbingan keagamaan dengan sendirinya berisikan
ajaran Islam dengan segala keluasannya. Oleh sebab itu bahan
pelajarannya dapat berupa tajwid, fiqih, hadits dan tarikh sebagai ilmu
alat, maupun masalah kehidupan masyarakat disorot dari segi ajaran Islam.
Tentu saja pembimbing keagamaan tidak perlu mengambil seluruh materi
tersebut, melainkan harus memilih dan memilah di antaranya dengan
mengingat waktu bimbingan yang ditetapkan, kesediaan pembimbing atau
pengajar, keinginan dan kondisi para peserta Menurut Hamzah
mengatakan:
”[P]eranan pembimbing keagamaan secara umum dapat terlihat dari
berbagai kegiatan yang telah diselenggarakan. Kegiatan-kegiatan
tersebut pada akhirnya akan membawa dampak positif bagi jama'ah
yang selanjutnya menjadi landasan kehidupan sehari-hari. Pembinaan
keagamaan warga binaan banyak dilakukan di lembaga pemasyarakatan
tersebut lebih banyak dikelola oleh kaum bapak-bapak, sehingga
banyak aktivitas-aktivitas keagamaan yang diramaikankan oleh kaum
bapak-bapak, dan memang kaum bapak-bapaklah yang lebih banyak
memiliki waktu luang. Kegiatan bimbingan keagamaan sifatnya
pengajian biasa yang tidak mengikat. Pemberi materi terdiri dari para
pembimbing keagamaan sesuai dengan disiplin ilmu yang mereka
miliki.”51
Peran pembimbing agama dalam pengembangan wawasan
keagamaan para warga binaannya, terlihat dari kegiatan-kegiatan yang
dilaksanakan. Dari berbagai kegiatan-kegiatan tersebut secara langsung
para warga binaan di lembaga pemasyarakatan tersebut dapat mengetahui
dan memahami lebih mendalam tentang wawasan agama Islam dan
akhirnya menambah pengetahuan mereka tentang Islam sebagai agama
yang mereka yakini serta mereka jadikan sebagai landasan hidup sehari-
hari.
51
Hamzah, Wawancara dengan Penulis 16 Mei 2018
36
Suatu organisasi tanpa program kerja yang jelas dan teratur akan
membuat semua kegiatan yang akan dilaksanakan akan terhambat,
H.Suparto. pembimbing keagamaan dan tenaga pengajar yang
mengatakan:
“[P]rogram bulanan di organisasi lembaga pemasyarakatan memiliki
beberapa kegiatan seperti ceramah agama yang mana kegiatan ini
dilaksanakan empat kali dalam satu bulan. Hal ini mengingat
kesempatan untuk melakukan pertemuan antara warga binaan tidak
mudah, ini dikarenakan sebagian warga binaan masih belum ada
memiliki kesadaran tentang pentingnya nilai-nilai agama.”52
Saat observasi, memang terlihat pembimbing keagamaan melakukan
kegiatan seperti ceramah agama, kegiatan ini berjalan sesuai dengan
program yang ada. Banyak warga binaan yang mengikuti kegiatan ini,
walaupun masih ada beberapa warga binaan yang tidak ikut, tetapi melihat
fenomenanya sekarang ini, kegiatan ceramah agama inilah yang paling
banyak membuat minat warga binaan untuk selalu aktif.53
Wawancara dengan H. Suparto, tenaga pembimbing keagamaan di
lembaga pemasyarakatan Kelas IIB Kuala Tungkal mengatakan:
”[K]ontribusi warga binaan terhadap pelaksanaan kegiatan ceramah
agama selama ini bisa dibilang sudah cukup baik, hal ini terlihat pada
pelaksanaan kegiatan ini, yang mana pembimbing keagamaan selalu
memberikan pengarahan kepada para warga binaan yang mengikuti
kegiatan tersebut, hal ini tidak lain adalah untuk membentuk
kepribadian para warga binaan yang bersifat Islami.”54
Pengamatan penulis terhadap kegiatan di lembaga pemasyarakatan
Kelas IIB Kuala Tungkal dimana kegiatan ini dilaksanakan 1 kali dalam 1
minggu. Penceramah didatangkan dari berbagai tempat yang dianggap
mampu mengisi acara ini. Sedangkan materi ceramah yang disampaikan,
di samping materi lain yang berkenaan dengan ilmu Islam.55
Wawancara dengan Taufik, salah satu warga binaan yang
mengatakan bahwa:
52
H.Suparto, Wawancara dengan Penulis 16 Mei 2018 53
Observasi, Penulis 19 Mei 2018 54
H.Suparto, Wawancara dengan Penulis 19 Mei 2018 55
Observasi, Penulis 19 Mei 2018
37
”[K]egiatan ceramah agama yang diadakan oleh lembaga
pemasyarakatan Kelas IIB Kuala Tungkal sering saya ikuti karena
kegiatan ini sangat positif sekali, dan nara sumber yang mengisi
kegiatan ini adalah orang-orang yang sudah ahli dibidangnya, kegiatan
ini sangat baik sekali untuk para warga binaan, karena dalam kegiatan
ini kita bisa langsung berkomunikasi dan diskusi dengan nara
sumbernya, sehingga apa yang disampaikan atau materi yang diberikan
nara sumber tersebut, bisa langsung menyerap kedalam diri untuk kita
jadikan pegangan hidup kita dan juga apa yang ada di dalam diri kita
yang masih perlu ditanyakan bisa langsung kita tanyakan kepada nara
sumbernya.”56
Menyimak kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan lembaga
pemasyarakatan Kelas IIB Kuala Tungkal sudah dapat dipastikan bahwa
setiap kegiatan akan mendapatkan berbagai masukan pengetahuan yang
positif, dan yang lebih penting adalah para warga binaan dapat mengisi
waktu dengan kegiatan yang bermanfaat. Dengan demikian, membina
pendidikan agama pada warga binaan dapat juga dilakukan dari adanya
kegeiatan bimbingan keagamaan tersebut.
Sesuai dengan hasil wawancara dengan H. Suparto, tenaga
pembimbing yang mengatakan bahwa: ”Materi yang diajarkan di lembaga
pemasyarakatan Kelas IIB Kuala Tungkal, sesuai dengan jadwal yang
telah terlampir pada BAB II.”57
Saat penulis observasi adapun hasil yang dicapai dari upaya
meningkatkan aktifitas keagamaan para warga binaan di lembaga
pemasyarakatan Kelas IIB Kuala Tungkal ini memang terlihat
memuaskan, hal ini tampak pada kegiatan ceramah agama, warga binaan
yang bertanya kepada nara sumber jika ada masalah yang tidak
diketahui.58
Program kerja yang dibentuk oleh lembaga pemasyarakatan Kelas IIB
Kuala Tungkal ini sudah cukup berjalan dengan baik, seperti dalam
kegiatan ceramah agama, kegiatan ini berjalan sesuai dengan apa yang
56
Taufik, Wawancara dengan Penulis 19 Mei 2018 57
H.Suparto, Wawancara dengan Penulis 19 Mei 2018 58
Observasi, Penulis 19 Mei 2018
38
diharapkan, walaupun para warga binaan yang mengikuti kegiatan itu
masih kurang ramai dan aktif.
3. Belajar Fiqih
Sebagaimana telah kita ketahui, bahwa warga binaan adalah orang
yang menjalanai masa tahanan atau masa pembinaan, yang diberikan
pembelajaran tentang fiqih. Karena pembelajaran yang dilaksanakan di
dalam Masjid yang ada dalam lembaga pemasyarakatan kelas IIB kuala
Tungkal. Ini berarti, kegiatan yang berorientasi pada Masjid selalu menjadi
program utama. Di dalam melaksanakan perannya, prioritas pada kegiatan-
kegiatan peningkatan keislaman, keilmuan dan keterampilan warga binaan
dalam melaksanakan ibadah melalui pembelajaran fiqih.
Sebagaimana hasil wawancara penulis dengan H. Suparto
Aktivitas warga binaan yang baik adalah yang dilakukan secara terencana,
kontinyu dan bijaksana; disamping itu juga memerlukan strategi, metode,
taktik dan teknik yang tepat. Untuk sampai pada aktivitas yang baik
tersebut, pada masa sekarang diperlukan pemahaman tentang fiqih untuk
melaksanakan iba
Top Related