DOKUMEN AKREDITASI POKJA SKP
RSU SARI MUTIARA MEDAN 2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Saat ini isu penting dan global dalam Pelayanan Kesehatan adalah Keselamatan
Pasien (Patient Safety). Isu ini praktis mulai dibicarakan kembali pada tahun 2000-an,
sejak laporan dan Institute of Medicine (IOM) yang menerbitkan laporan: to err is
human, building a safer health system. Laporan itu mengemukakan penelitian di rumah
sakit di Utah dan Colorado serta New York. Di Utah dan Colorado ditemukan KTD
(Adverse Event) sebesar 2.9%, dimana 6.6% diantaranya meninggal. Sedangkan di New
York KTD adalah sebesar 3.7% dengan angka kematian 13.6%. Angka kematian akibat
KTD pada pasien rawat inap diseluruh Amerika yang berjumlah 33.6 juta pertahun
sberkisar 44.000 – 98.000 per tahun. Publikasi WHO pada tahun 2004, mengumpulkan
angka-angka penelitian rumah sakit di berbagai Negara : Amerika, Inggis, Denmark dan
AuStandardalia, ditemukan KTD dengan rentan 3.2 – 16.6%. dengan data tersebut,
berbagai Negara segera melakukan penelitian dan mengembangan Sistem Keselamatan
Pasien.Keselamatan pasien adalah suatu disiplin baru dalam pelayanan kesehatan yang
mengutamakan pelaporan, analisis, dan pencegahan medical error yang sering
menimbulkan Kejadian Tak Diharapkan (KTD) dalam pelayanan kesehatan. Frekuensi
dan besarnya KTD tak diketahui secara pasti sampai era 1990-an, ketika berbagai Negara
melaporkan dalam jumlah yang mengejutkan pasien cedera dan meninggal dunia akibat
medical error. Menyadari akan dampak error pelayanan kesehatan terhadap 1 dari 10
pasien di seluruh dunia maka World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa
perhatian terhadap Keselamatan Pasien sebagai suatu endemis. Organisasi kesehatan
dunia WHO juga telah menegaskan pentingnya keselamatan dalam pelayanan kepada
pasien: “Safety is a fundamental principle of patient care and a critical component of
quality management.” (World Alliance for Patient Safety, Forward Programme WHO,
2004), sehubungan dengan data KTD di Rumah Sakit di berbagai negara menunjukan
angka 3 – 16% yang tidak kecil.
Sejak berlakunya UU No. 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen dan UU No. 29
tentang Praktik Kedokteran, muncullah berbagai tuntutan hukum kepada Dokter dan
Rumah Sakit. Hal ini hanya dapat ditangkal apabila Rumah Sakit menerapkan Sistem
Keselamatan Pasien. Sehingga Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI)
1
DOKUMEN AKREDITASI POKJA SKP
RSU SARI MUTIARA MEDAN 2015
membentuk Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKP-RS) pada tanggal 1 Juni
2005. Selanjutnya Gerakan Keselamatan Pasien Rumah Sakit ini kemudian dicanangkan
oleh Menteri Kesehatan RI pada Seminar Nasional PERSI pada tanggal 21 Agustus 2005,
di Jakarta Convention Center Jakarta. KKP-RS telah menyusun Panduan Tujuh Langkah
Menuju Keselamatan Pasien bagi staf RS untuk mengimplementasikan Keselamatan
Pasien di Rumah Sakit. Di samping itu pula KARS (Komisi Akreditasi Rumah Sakit)
Depkes telah menyusun Standard Keselamatan Pasien Rumah Sakit yang akan menjadi
salah satu Standard Akreditasi Rumah Sakit. Pada tahun 2011 Kementerian Kesehatan RI
mengeluarkan Permenkes 1691 tahun 2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit
sebagai pedoman bagi penerapan Keselamatan Pasien di rumah sakit. Dalam permenkes
1691 tahun 2011 dinyatakan bahwa rumah sakit dan tenaga kesehatan yang bekerja di
rumah sakit wajib melaksanakan program dengan mengacu pada Kebijakan Nasional
Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
(1) Setiap rumah sakit wajib membentuk Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit
(TKPRS) yang ditetapkan oleh kepala rumah sakit sebagai pelaksana kegiatan
keselamatan pasien.
(2) TKPRS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab kepada kepala
rumah sakit.
(3) Keanggotaan TKPRS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari manajemen
rumah sakit dan unsur dari profesi kesehatan di rumah sakit.
(4) TKPRS melaksanakan tugas:
1. Mengembangkan program keselamatan pasien di rumah sakit sesuai dengan
kekhususan rumah sakit tersebut;
2. Menyusun kebijakan dan prosedur terkait dengan program keselamatan pasien
rumah sakit;
3. Menjalankan peran untuk melakukan motivasi, edukasi, konsultasi, pemantauan
(monitoring) dan penilaian (evaluasi) tentang terapan (implementasi) program
keselamatan pasien rumah sakit;
4. Bekerja sama dengan bagian pendidikan dan pelatihan rumah sakit untuk
melakukan pelatihan internal keselamatan pasien rumah sakit;
5. Melakukan pencatatan, pelaporan insiden, analisa insiden serta mengembangkan
solusi untuk pembelajaran;
2
DOKUMEN AKREDITASI POKJA SKP
RSU SARI MUTIARA MEDAN 2015
6. Memberikan masukan dan pertimbangan kepada kepala rumah sakit dalam rangka
pengambilan kebijakan keselamatan pasien rumah sakit; dan
7. Membuat laporan kegiatan kepada kepala rumah sakit.
Dalam pelaksanaannya, Keselamatan Pasien akan banyak menggunakan prinsip
dan metode manajemen risiko mulai dan identifikasi, asesmen dan pengolahan risiko.
Diharapkan, pelaporan & analisis insiden keselamatan pasien akan meningkatkan
kemampuan belajar dari insiden yang terjadi untuk mencegah terulangnya kejadian yang
sama dikemudian hari.
Mengingat keselamatan pasien sudah menjadi tuntutan masyarakat dan
berdasarkan atas latar belakang itulah maka pelaksanaan program keselamatan pasien di
RSU Sari Mutiara Medan perlu dilakukan. Untuk dapat meningkatkan mutu pelayanan
RSU Sari Mutiara Medan terutama didalam melaksanakan keselamatan pasien sangat
diperlukan suatu pedoman yang jelas sehingga angka KTD dapat dicegah sedini
mungkin.
1.2 TUJUAN
1. Tujuan Umum
Sebagai pedoman bagi manajemen RSU Sari Mutiara Medan untuk dapat
melaksanakan program keselamatan pasien dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan
rumah sakit.
2. Tujuan Khusus
a. Sebagai acuan yang jelas bagi manajemen RSU Sari Mutiara Medan didalam
mengambil keputusan terhadap keselamatan pasien.
b. Sebagai acuan bagi para dokter untuk dapat meningkatkan keselamatan pasien.
c. Terlaksananya program keselamatan pasien secara sistematis dan terarah.
1.3 SASARAN Semua petugas keseatan di RSU Sari Mutiara Medan ( DPJP, Perawat, Petugas
Kesehatan lainya), dan petugas lainya yang mendukung dalam pemberian pelayanan
kesehtan kepada pasien di RSU sari Mutiara Medan.
3
DOKUMEN AKREDITASI POKJA SKP
RSU SARI MUTIARA MEDAN 2015
1.4 RUANG LINGKUP1.4.1 Panduan Ketepatan Identifikasi Pasien
1.4.2 Panduan Peningkatan Komunikasi yang Efektif.
1.4.3 Panduan Peningkatan Keamanan Obat yang Perlu Diwaspadai (High-Alert)
1.4.4 Panduan Kepastian Tepat-Lokasi, Tepat-Prosedur, Tepat-Pasien Operasi
1.4.5 Panduan Pengurangan Risiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan
1.4.6 Panduan Pengurangan Risiko Pasien Jatuh.
1.5 DASAR HUKUM
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 1691/Menkes/VIII/2011 tentang
Keselamatan pasien Rumah sakit.
4
DOKUMEN AKREDITASI POKJA SKP
RSU SARI MUTIARA MEDAN 2015
BAB II
KETENTUAN UMUM
2.1 PENGERTIAN
Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan
pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden,
kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh
kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil (Kemenkes RI, 2011).
Sasaran Keselamatan Pasien merupakan syarat untuk diterapkan di semua rumah
sakit yang diakreditasi oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit. Penyusunan sasaran ini
mengacu kepada Nine Life-Saving Patient Safety Solutions dari WHO Patient Safety
(2007) yang digunakan juga oleh Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit PERSI
(KKPRS PERSI), dan dari Joint Commission International (JCI).
Maksud dari Sasaran Keselamatan Pasien adalah mendorong perbaikan spesifik
dalam keselamatan pasien. Sasaran menyoroti bagian-bagian yang bermasalah dalam
pelayanan kesehatan dan menjelaskan bukti serta solusi dari konsensus berbasis bukti dan
keahlian atas permasalahan ini. Diakui bahwa desain sistem yang baik secara intrinsik
adalah untuk memberikan pelayanan kesehatan yang aman dan bermutu tinggi, sedapat
mungkin sasaran secara umum difokuskan pada solusi-solusi yang menyeluruh.
5
ANGGOTA I
PENUNJANG MEDIK & NON MEDIK
ANGGOTA II
1.PELAYANAN MEDIS2. INSTALASI PELAYANAN
ANGGOTA II
PELAYANANKEPERAWATAN
KETUAWKL KETUA
DIREKTUR
SEKRETARIS
DOKUMEN AKREDITASI POKJA SKP
RSU SARI MUTIARA MEDAN 2015
2.2 PENGORGANISASIAN
Uraian Tugas
1. Ketua:
a. Memimpin pelaksanaan tugas komite keselamatan pasien rumah sakit.
b. Mengkordinasikan pelaksanaan tugas dengan unit terkait dalam keselamatan
pasien.
c. Menyusun kebijakan dan tata cara pelaporan kejadian tak diharapkan, kejadian
nyaris cedera dan kejadian sentinel.
d. Menyusun dan membuat program kerja komite keselamatan pasien rumah sakit.
e. Menyusun dan membuat Standardd keselamatan pasien rumah sakit
f. Menyusun dan membuat langkah-langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit.
g. Menyusun langkah-langkah kegiatan komite keselamatan pasien rumah sakit.
h. Melakukan pencatatan dan pelaporan insiden/Kejadian Nyaris Cedera (KNC),
Kejadian Tak Diharapkan (KTD) dan Kejadian Sentinel.
i. Monitoring dan Evaluasi pada unit-unit kerja di lingkungan rumah sakit terkait
dengan pelaksanaan keselamatan pasien di unit kerja dan membuat laporan
6
DIREKTUR
DOKUMEN AKREDITASI POKJA SKP
RSU SARI MUTIARA MEDAN 2015
kegiatan Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit Menyusun setiap bulan,
triwulan, semester dan tahunan kepada atasan.
2. Wakil Ketua:
a. Membantu tugas-tugas ketua terutama bila berhalangan hadir.
b. Melakukan kordinasi pelaksanaan tugas dengan unit kerja-unit kerja yang ada
dilingkungan rumah sakit.
c. Bersama ketua menyusun program komite keselamatan pasien rumah sakit.
d. Bersama ketua melaksanakan tugas-tugas sesuai program yang telah disusun.
3. Sekretaris:
a. Mengatur pelaksanaan adminiStandardasi komite keselamatan pasien rumah
sakit.
b. Menyusun dan membuat jadwal pertemuan komite keselamatan pasien rumah
sakit.
c. Mengatur pelaksanaan pertemuan komite keselamatan pasien rumah sakit dengan
anggota.
d. Membantu ketua dalam menyusun laporan pelaksanaan program keselamatan
pasien rumah sakit kepada atasan langsung setiap
bulan/triwulan/semester/tahunan.
4. Anggota:
a. Menyusun program keselamatan pasien di lingkungan unit kerja masing-masing
bidang.
b. Mencatat setiap kejadian/insiden yang terjadi pada pasien di unit pelayanan pada
formulir pencatatan dan pelaporan insiden (Insident Report)
c. Melaporkan setiap kejadian/incident yang terjadi pada pasien pada komite
keselamatan pasien.
d. Melakukan pembahasan kasus/kejadian yang tak diharapkan, kejadian nyaris
cedera dan kejadian sentinel yang dialami pasien di rumah sakit
e. Monitoring keselamatan pasien selama dirawat di rumah sakit di unit kerja sesuai
bidang.
f. Melakukan evaluasi kasus/insiden yang terjadi pada pasien
g. Menyusun dan membuat laporan tugas setiap bulan, triwulan, semester dan tahun
kepada atasan.
2.3 KEBIJAKAN
7
DOKUMEN AKREDITASI POKJA SKP
RSU SARI MUTIARA MEDAN 2015
1. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 1691/Menkes/VIII/2011 tentang
keselamatan pasien Rumah sakit.
2. Surat Keputusan Direktur Rumah Sakit Umum Sari Mutiara Medan No.
949/XII.1/RSU-SM/VI/2015 tentang Kebijakan Identifikasi Pasien di Rumah Sakit
Umum Sari Mutiara Medan.
3. Surat Keputusan Direktur Rumah Sakit Umum Sari Mutiara Medan No.
1503/XII.1/RSU-SM/VI/2015 tentang Kebijakan Identifikasi Pasien dan Bayi Baru di
Rumah Sakit Umum Sari Mutiara Medan.
4. Surat Keputusan Direktur Rumah Sakit Umum Sari Mutiara Medan No.
786/XII.1/RSU-SM/VI/2015 tentang kebijakan Pemberian informasi dan edukasi di
Rumah Sakit Umum Sari Mutiara Medan.
5. Surat Keputusan Direktur Rumah Sakit Umum Sari Mutiara Medan No.
1376/XII.1/RSU-SM/VI/2015 tentang kebijakan pelayanan pencegahan dan
pengendalian infeksi di Rumah Sakit Umum Sari Mutiara Medan.
6. Surat Keputusan Direktur Rumah Sakit Umum Sari Mutiara Medan No.
951/XII.1/RSU-SM/VI/2015 tentang Kebijakan pelayanan anastesi dan bedah di
Rumah Sakit Umum Sari Mutiara Medan.
7. Surat Keputusan Direktur Rumah Sakit Umum Sari Mutiara Medan No.
1174/XII.1/RSU-SM/VI/2015 tentang Kebijakan Pencegahan Infeksi di Rumah Sakit
Umum Sari Mutiara Medan.
8. Surat Keputusan Direktur Rumah Sakit Umum Sari Mutiara Medan No.
945/XII.1/RSU-SM/VI/2015 tentang Kebijakan pelayanan pasien resiko jantuh di
Rumah Sakit Umum Sari Mutiara Medan.
BAB III
MATERI/ ISI PEDOMAN
3.1 Elemen Penilaian SKP.I.
8
DOKUMEN AKREDITASI POKJA SKP
RSU SARI MUTIARA MEDAN 2015
Surat Keputusan Direktur Rumah Sakit Umum Sari Mutiara Medan No. 949/XII.1/RSU-
SM/VI/2015 tentang Kebijakan Identifikasi Pasien di Rumah Sakit Umum Sari Mutiara
Medan.
Surat Keputusan Direktur Rumah Sakit Umum Sari Mutiara Medan No.
1503/XII.1/RSU-SM/VI/2015 tentang Kebijakan Identifikasi Pasien dan Bayi Baru di
Rumah Sakit Umum Sari Mutiara Medan.
KETEPATAN IDENTIFIKASI PASIEN
A. Latar Belakang
Proses identifikasi pasien perlu dilakukan dari sejak awal pasien masuk rumah sakit
yang kemudian identitas tersebut akan selalu dan konfirmasi dalam segala proses di
rumah sakit, seperti saat sebelum memberikan obat, darah atau produk darah atau
sebelum mengambil darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan. Sebelum memberikan
pengobatan dan tindakan atau prosedur . Hal ini dilakukan agar tidak terjadi kesalahan
identifikasi pasien yang nantinya bisa berakibat fatal jika pasien menerima prosedur
medis yang tidak sesuai dengan kondisi pasien seperti salah pemberian obat, salah
pengambilan darah bahkan salah tindakan medis
Kesalahan karena keliru pasien terjadi di hampir semua aspek/tahapan diagnosis dan
pengobatan. Kesalahan identifikasi pasien bisa terjadi pada pasien yang dalam keadaan
terbius/tersedasi, mengalami disorientasi, tidak sadar, bertukar tempat tidur/kamar/lokasi
di rumah sakit, adanya kelainan sensori; atau akibat situasi lain. Maksud sasaran ini
adalah untuk melakukan dua kali pengecekan: pertama untuk identifikasi pasien sebagai
individu yang akan menerima pelayanan atau pengobatan; dan kedua, untuk kesesuaian
pelayanan atau pengobatan terhadap individu tersebut.
Kebijakan dan/atau prosedur yang secara kolaboratoriumoratif dikembangkan
untuk memperbaiki proses identifikasi, khususnya pada proses untuk mengidentifikasi
pasien ketika pemberian obat, darah/produk darah, pengambilan darah dan spesimen lain
untuk pemeriksaan klinis; memberikan pengobatan atau tindakan lain. Kebijakan
dan/atau prosedur pada gelang identifikasi dituliskan nama pasien, nomor rekam medis,
tanggal lahir. Nomor kamar pasien atau lokasi tidak bisa digunakan untuk identifikasi.
Panduan ini mengemukakan salah satu sasaran keselamatan pasien, sebagai syarat
untuk diterapkan di semua rumah sakit yang sedang diakreditasi oleh Komisi Akreditasi
Rumah Sakit. Penyusunan sasaran ini mengacu kepada Nine Life-Saving Patient Safety
9
DOKUMEN AKREDITASI POKJA SKP
RSU SARI MUTIARA MEDAN 2015
Solutions dari WHO Patient Safety (2007) yang juga digunakan oleh Komite
Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS PERSI), dan dari Joint Commission
International (JCI). Maksud dari Sasaran Keselamatan Pasien adalah mendorong
perbaikan spesifik dalam keselamatan pasien. Sasaran ini menyoroti bagian-bagian yang
bermasalah dalam pelayanan kesehatan dan menjelaskan bukti serta solusi dari consensus
para ahli atas permasalahan ini. Diakui bahwa desain sistem yang baik secara intrinsic
adalah untuk memberikan pelayanan kesehatan yang aman dan bermutu tinggi, sedapat
mungkin sasaran secara umum, difokuskan pada solusi-solusi sistem yang menyeluruh.
B. TUJUAN
Tujuan identifikasi pasien antara lain :
1.Untuk memberikan identitas pada pasien.
2.Untuk membedakan pasien.
3.Untuk menghindari kesalahan medis ( Mal praktek ).
C. SASARAN
1. Seluruh staf RSU Sari Mutiara Medan
a. Memahami dan menerapkan prosedur identifikasi pasien.
b. Memastikan identifikasi pasien yang benar ketika pemberian obat, darah, atau
produk darah; pengambilan darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis,
pemberian pengobatan atau tindakan lain.
c. Melaporkan kejadian salah identifikasi pasien, termasuk hilangnya gelang
identifikasi.
2. Perawat yang bertugas
a. Bertanggung jawab memakaikan gelang identifikasi pasien dan memastikan
kebenaran data yang tercatat di gelang identifikasi.
b. Memastikan gelang identifikasi terpasang dengan baik. Jika terdapat kesalahan
data, gelang identifikasi harus diganti, dan bebas coretan.
3. Kepala Instalasi / Kepala Ruang
a. Memastikan seluruh staf di Instalasi memahami prosedur identifikasi pasien dan
menerapkannya.
10
DOKUMEN AKREDITASI POKJA SKP
RSU SARI MUTIARA MEDAN 2015
b. Menyelidiki semua insidens salah identifikasi pasien dan memastikan
terlaksananya suatu tindakan untuk mencegah terulangnya kembali insidens
tersebut.
c. Memastikan semua insidens report terkumpul dan ditindak lanjuti.
4. Kepala Bidang Keperawatan
a. Memantau dan memastikan panduan identifikasi pasien dikelola dengan baik
oleh Kepala Instalasi/Kepala Ruang
b. Menjaga standarisasi dalam menerapkan panduan identifikasi pasien.
c. Meminta laporan Insidens report dari Instalasi.
D. RUANG LINGKUP
1. Panduan ini diterapkan kepada semua pasien rawat inap, pasien Instalasi Gawat
Darurat (IGD), pasien poli rawat jalan yang akan rawat inap dan pasien yang akan
menjalani suatu prosedur.
2. Pelaksana panduan ini adalah para tenaga kesehatan (medis, perawat, farmasi,
bidan, dan tenaga kesehatan lainnya) staf di ruang rawat, staf administratif, dan
staf pendukung yang bekerja di RSU Sari Mutiara Medan.
3. Pasien diidentifikasi saat di Instalasi Gawat Darurat atau poliklinik untuk pasien
yang akan rawat inap.
E. DASAR HUKUM
1. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 1691/Menkes/VIII/2011
tentang keselamatan pasien Rumah sakit.
2. Surat Keputusan Direktur Rumah Sakit Umum Sari Mutiara Medan No.
949/XII.1/RSU-SM/VI/2015 tentang Kebijakan Identifikasi Pasien di Rumah
Sakit Umum Sari Mutiara Medan.
3. Surat Keputusan Direktur Rumah Sakit Umum Sari Mutiara Medan No.
1503/XII.1/RSU-SM/VI/2015 tentang Kebijakan Identifikasi Pasien dan Bayi
Baru di Rumah Sakit Umum Sari Mutiara Medan.
F. TATA LAKSANA
1. Pengertian
Identifikasi adalah pengumpulan data dan pencatatan segala keterangan tentang
bukti bukti dari seseorang sehingga kita dapat menetapkan dan mempersamakan
11
DOKUMEN AKREDITASI POKJA SKP
RSU SARI MUTIARA MEDAN 2015
keterangan tersebut dengan individu seseorang. Pasien adalah seorang individu yang
mencari atau menerima perawatan medis. Identifikasi pasien adalah suatu sistem
identifikasi kepada pasien untuk membedakan antara pasien satu dengan yang lain
sehingga memperlancar atau mempermudah dalam pemberian pelayanan kepada pasien.
Identifikasi pasien adalah upaya yang dilakukan untuk membedakan pasien satu
dengan yang lain sehingga memperlancar atau mempermudah pemberian pelayanan
kepada pasien sehingga dapat mencegah kejadian kejadian potensial cidera.
2. Prinsip
Semua pasien rawat inap, IGD, dan yang akan menjalani suatu prosedur harus
diidentifikasi dengan benar saat masuk rumah sakit dan selama masa perawatannya.
1. Kapanpun dimungkinankan, pasien rawat inap harus menggunakan gelang identifikasi
dengan minimal 3 data (nama pasien, tanggal lahir dan nomor rekam medik).
2. Tujuan utama tanda pengenal ini adalah untuk mengidentifikasi pemakainya.
3. Gelang ini digunakan pada proses untuk mengidentifikasi pasien ketika pemberian
obat, darah, atau produk darah, pengambilan darah dan spesimen lain untuk
pemeriksaan klinis, atau pemberian pengobatan atau tindakan lain.
3. Warna pada Gelang Identifikasi
Untuk mengidentifikasi nama pasien dengan tepat, RSU Sari Mutiara Medan
memasang gelang yang mencakup:
1. Biru untuk pasien laki-laki
2. Merah jambu untuk pasien wanita.
3. Merah untuk pasien alergi
4. Kuning untuk pasien resiko jatuh.
5. Ungu untuk pasien DNR.
12
DOKUMEN AKREDITASI POKJA SKP
RSU SARI MUTIARA MEDAN 2015
4. Prosedur Pemakaian Gelang Identifikasi.
1. Semua pasien harus diidentifikasi dengan benar sebelum pemberian obat, darah, atau
produk darah, pengambilan darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis, atau
pemberian pengobatan atau tindakan lain.
2. Pakaikan gelang identifikasi di pergelangan tangan pasien yang dominan, jelaskan
dan pastikan gelang tepasang dengan baik dan nyaman untuk pasien.
3. Pada pasien dengan fistula arterio-vena (pasien hemodialisis), gelang identifikasi
tidak boleh dipasang di sisi lengan yang terdapat fistula. Jika tidak dapat dipakaikan
di pergelangan tangan, pakaikan di pergelangan kaki. Pada situasi di mana tidak
dapat dipasang di pergelangan kaki, gelang identifikasi dapat dipakaikan di baju
pasien di area yang jelas terlihat. Hal ini harus dicatat di rekam medis pasien. Gelang
identifikasi harus dipasang ulang jika baju pasien diganti dan harus selalu menyertai
pasien sepanjang waktu.
4. Pada kondisi tidak memakai baju, gelang identifikasi harus menempel pada badan
pasien dengan menggunakan perekat transparan/tembus pandang. Hal ini harus
dicatat di rekam medis pasien.
5. Gelang identifikasi hanya boleh dilepas saat pasien keluar/pulang dari rumah sakit.
6. Gelang identifikasi pasien sebaiknya mencakup 3 detail wajib yang dapat
mengidentifikasi pasien, yaitu:
7.1 Nama pasien dengan minimal 2 suku kata
7.2 Tanggal lahir pasien (tanggal/bulan/tahun)
7.3 Nomor rekam medis pasien
7. Detail lainnya adalah warna gelang identifikasi sesuai jenis kelamin pasien.
8. Nama tidak boleh disingkat. Nama harus sesuai dengan yang tertulis di rekam medis.
9. Jangan pernah mencoret dan menulis ulang di gelang identifikasi. Ganti gelang
identifikasi jika terdapat kesalahan penulisan data.
10. Jika gelang identifikasi terlepas, segera berikan identitas yang baru.
11. Gelang identifikasi harus dipakai oleh semua pasien selama perawatan di rumah
sakit.
12. Jelaskan prosedur identifikasi dan tujuannya kepada pasien.
13. Periksa ulang 3 detail data di gelang identifikasi sebelum dipakaikan ke pasien.
13
DOKUMEN AKREDITASI POKJA SKP
RSU SARI MUTIARA MEDAN 2015
14. Saat menanyakan identitas pasien, selalu gunakan pertanyaan terbuka, misalnya:
‘Siapa nama Anda? (jangan menggunakan pertanyaan tertutup seperti ‘Apakah nama
anda Ibu Susi?’)
15. Jika pasien tidak mampu memberitahukan namanya (misalnya pada pasien tidak
sadar, bayi, disfasia, gangguan jiwa), verifikasi identitas pasien kepada keluarga /
pengantarnya. Jika mungkin, gelang identifikasi jangan dijadikan satu-satunya bentuk
identifikasi sebelum dilakukan suatu intervensi. Tanya ulang nama dan tanggal lahir
pasien, kemudian bandingkan jawaban pasien dengan data yang tertulis di gelang
identifikasinya.
16. Pengecekan gelang identifikasi dilakukan tiap kali pergantian jaga perawat.
17. Sebelum pasien ditransfer ke unit lain, lakukan identifikasi dengan benar dan
pastikan gelang identifikasi terpasang dengan baik.
18. Unit yang menerima transfer pasien harus menanyakan ulang identitas pasien dan
membandingkan data yang diperoleh dengan yang tercantum di gelang identifikasi.
19. Pada kasus pasien yang tidak menggunakan gelang identifikasi:
Hal ini dapat dikarenakan berbagai macam sebab, seperti:
21.1 Menolak penggunaan gelang identifikasi
21.2 Gelang identifikasi menyebabkan iritasi kulit
21.3 Gelang identifikasi terlalu besar
21.4 Pasien melepas gelang identifikasi.
20. Pasien harus diinformasikan akan risiko yang dapat terjadi jika gelang identifikasi
tidak dipakai. Alasan pasien harus dicatat pada rekam medis.
21. Jika pasien menolak menggunakan gelang identifikasi, petugas harus lebih waspada
dan mencari cara lain untuk mengidentifikasi pasien dengan benar sebelum
dilakukan prosedur kepada pasien.
5. Identifikasi pasien dilakukan pada saat :
1. Pada saat sebelum pemberian obat.
2. Pada saat pemberian darah atau produk darah.
3. Pada saat sebelum pengambilan darah atau spesimen lain untuk pemeriksaan klinis.
4. Pada saat sebelum pemberian pengobatan dan tindakan atau prosedur.
14
DOKUMEN AKREDITASI POKJA SKP
RSU SARI MUTIARA MEDAN 2015
6. Saat pemasangan gelang identifikasi petugas :
1. Jelaskan manfaat gelang pasien.
2. Jelaskan bahaya untuk pasien yang menolak, melepas, menutupi gelang.
3. Meminta pasien untuk mengingatkan petugas bila akan melakukan tindakan atau
memberi obat, memberikan pengobatan tidak mengkonfirmasi nama dan
mengecek gelang identifikasi.
7. Prosedur yang Membutuhkan Identifikasi Pasien dengan Benar
1) Berikut adalah beberapa prosedur yang membutuhkan identifikasi pasien:
a) Pemberian obat-obatan
b) Prosedur pemeriksaan radiologi (rontgen, MRI, dan sebagainya)
c) Intervensi pembedahan dan prosedur invasif lainnya
d) Transfusi darah
e) Pengambilan sampel (misalnya darah, tinja, urin, dan sebagainya)
f) Transfer pasien
g) Konfirmasi kematian
2) Para staf RSU Sari Mutiara harus mengkonfirmasi identifikasi pasien dengan
benar dengan menanyakan nama dan tanggal lahir pasien, kemudian
membandingkannya dengan yang tercantum di rekam medis dan gelang
identifikasi. Jangan menyebutkan nama, tanggal lahir, dan alamat pasien dan
meminta pasien untuk mengkonfirmasi dengan jawaban ya / tidak.
3) Jangan melakukan prosedur apapun jika pasien tidak memakai gelang identifikasi.
Gelang identifikasi harus dipakaikan ulang oleh perawat yang bertugas
menangani pasien secara personal sebelum pasien menjalani suatu prosedur.
4) Identifikasi pasien yang menjalani prosedur pemeriksaan radiologi:
Operator harus memastikan identitas pasien dengan benar sebelum melakukan
prosedur, dengan cara:
a. Meminta pasien untuk menyebutkan nama lengkap dan tanggal lahirnya.
b. Periksa dan bandingkan data pada gelang identifikasi dengan rekam medis.Jika
data yang diperoleh sama, lakukan prosedur.
c. Jika terdapat ≥2 pasien di departemen radiologi dangan nama yang sama,
periksa ulang identitas dengan melihat alamat rumahnya.
15
DOKUMEN AKREDITASI POKJA SKP
RSU SARI MUTIARA MEDAN 2015
d. Jika data pasien tidak lengkap, informasi lebih lanjut harus diperoleh sebelum
pajanan radiasi (exposure) dilakukan.
Identifikasi pasien yang menjalani tindakan operasi:
a. Petugas di kamar operasi harus mengkonfirmasi identitas pasien
b. Jika diperlukan untuk melepas gelang pengenal selama dilakukan operasi,
tugaskanlah seorang perawat di kamar operasi untuk bertanggungjawab
melepas dan memasang kembali gelang identifikasi pasien.
c. Gelang pengenal yang dilepas harus ditempelkan di depan rekam medis pasien.
8. Prosedur Pengambilan dan Pemberian Produk / Komponen Darah
1. Identifikasi, pengambilan, pengiriman, penerimaan, dan penyerahan komponen
darah (transfusi) merupakan tanggungjawab petugas yang mengambil darah.
2. Dua orang staf RS yang kompeten harus memastikan kebenaran: data demografik
pada kantong darah, jenis darah, golongan darah pada pasien dan yang tertera
pada kantong darah, waktu kadaluasanya, dan identitas pasien pada gelang
pengenal.
3. Staf RS harus meminta pasien untuk menyebutkan nama lengkap dan tanggal
lahirnya Jika staf RS tidak yakin / ragu akan kebenaran identitas pasien, jangan
lakukan transfusi darah sampai diperoleh kepastian identitas pasien dengan benar.
9. Identifikasi Pasien Khusus
9.1 Prosedur identifikasi neonatus
1. Gunakan gelang pengenal di ekstremitas yang berbeda
2. Untuk bayi baru lahir yang masih belum diberi nama, data di gelang pengenal
berisikan nama ibu, dan nomor rekam medis bayi. Jika bayi kembar brikan
penomoran satu atau dua.
3. Saat nama bayi sudah didaftarkan, gelang pengenal berisi data ibu dapat dilepas
dan diganti dengan gelang pengenal yang berisikan data bayi.
4. Gunakan gelang pengenal berwarna merah muda (pink) untuk bayi perempuan dan
biru untuk bayi laki-laki.
5. Pada kondisi di mana jenis kelamin bayi sulit ditentukan, gunakan gelang
pengenal berwarna putih.
16
DOKUMEN AKREDITASI POKJA SKP
RSU SARI MUTIARA MEDAN 2015
9.2 Prosedur identifikasi pasien anak
1. Gelang identifikasi anak berisi nama pasien, nomor rekam medis, medical ricord.
2. Gelang identifikasi untuk bayi perempuan pink dan biru untuk laki- laki.
9.3 Prosedur identifikasi pasien dengan alergi
1. Pasien harus di pastikan memilik riwayat alergi atau tidak sebelum di rawat inap.
2. Gelang identifikasi alergi berwarna merah dikenakan di salah satu pergelangan
tangan dan harus dicatumkan nama alergen dengan jelas.
3. Data alergi harus terdokumentasi di rekam medis pasien.
4. Satu gelang alergi dapat memuat maximal 3 ( tiga ) identifikasi alergi pasien, jika
lebih dari tiga alergi dapat ditambahkan gelang identifikasi alergi baru sesuai
dengan kelipatan tiga.
5. Jika ditemukan alergi baru, gelang identifikasi alergi baru harus dikenakan.
9.4 Prosedur identifikasi pasien dengan resiko jatuh
1. Pasien dengan resiko jatuh adalah pasien dengan agitasi, agresi, delirium yang
belum membaik, geriatri dan pasien lain dengan kebutuhan kekang.
2. Gelang identifikasi pasien dengan resiko jatuh berwarna kuning yang dikenakan
di salah satu pergelangan tangan dengan mencantumkan nama pasien, jenis
kelamin, nomor rekam medis, dan tanggal lahir.
3. Pasien agitasi, agresi dan kebutuhan kekang yang beresiko membahayakan
dirinya dan merusak gelang yang dikenakan dipergelangan tangan dapat
dikenakan di pergelangan kaki dan apabila pasien sudah membaik dan tenang,
gelang tidak perlu dipindahkanpada Bayi Baru Lahir atau Neonatus.
9.5 Pasien Rawat Jalan
1. Tidak perlu menggunakan gelang pengenal (kecuali pasien yang mengunjungi
poliklinik mata).
2. Pasien poliklinik mata yang akan menjalani prosedur berikut ini harus
menggunakan gelang pengenal.
a. Angiogram fluoresens
b. Terapi fotodinamik (photo dynamic therapy)
c. Infus intravena
17
DOKUMEN AKREDITASI POKJA SKP
RSU SARI MUTIARA MEDAN 2015
3. Sebelum melakukan suatu prosedur/ terapi, tenaga medis harus menanyakan
identitas pasien berupa nama dan tanggal lahir. Data ini harus dikonfirmasi
dengan yang tercantum pada rekam medis.
4. Jika pasien adalah rujukan dari dokter umum / puskesmas / layanan kesehatan
lainnya, surat rujukan harus berisi identitas pasien berupa nama lengkap, tanggal
lahir, dan alamat. Jika data ini tidak ada, prosedur / terapi tidak dapat
dilaksanakan.
5. Jika pasien rawat jalan tidak dapat mengidentifikasi dirinya sendiri, verifikasi
data dengan menanyakan keluarga / pengantar pasien.
9.6 Pasien dengan Nama yang Sama di Ruang Rawat
1. Jika terdapat pasien dengan nama yang sama, harus diinformasikan kepada
perawat yang bertugas setiap kali pergantian jaga.
2. Berikan label / penanda berupa pasien dengan nama yang sama’di lembar
pencatatan, lembar obat-obatan, dan lembar tindakan.
3. Kartu bertanda‘ pasien dengan nama yang sama’ harus dipasang di tempat tidur
pasien agar petugas dapat memverifikasi identitas pasien.
9.7 Pasien yang identitasnya tidak diketahui
1. Pasien akan dilabel menurut prosedur setempat sampai pasien dapat diidentifikasi
dengan benar. Contoh pelabelan yang diberikan berupa: Pria/Wanita Tidak
Dikenal; Alfa alfa, dan sebagainya.
2. Saat pasien sudah dapat diidentifikasi, berikan gelang pengenal baru dengan
identitas yang benar.
9.8 Prosedur Identifikasi Pasien pada Unit Gangguan Jiwa
1. Kapanpun dimungkinkan, pasien gangguan jiwa harus menggunakan gelang
pengenal.
2. Akan tetapi terdapat hal-hal seperti kondisi pasien atau penanganan pasien yang
menyebabkan sulitnya mendapat identitas pasien dengan benar sehingga perlu
dipertimbangkan untuk menggunakan metode identifikasi lainnya.
3. Identifikasi pasien dilakukan oleh petugas yang dapat diandalkan untuk
mengidentifikasi pasien, dan lakukan pencatatan di rekam medis.
18
DOKUMEN AKREDITASI POKJA SKP
RSU SARI MUTIARA MEDAN 2015
4. Pada kondisi di mana petugas tidak yakin / tidak pasti dengan identitas pasien
(misalnya saat pemberian obat), petugas dapat menanyakan nama dan tanggal
lahir pasien (jika memungkinkan) dan dapat dicek ulang pada rekam medis.
5. Jika terdapa t ≥2 pasien dengan nama yang sama di ruang rawat, berikan tanda /
label notifikasi pada rekam medis, tempat tidur pasien, dan dokumen lainnya.
9.9 Pasien yang Meninggal
1. Pasien yang meninggal di ruang rawat rumah sakit harus dilakukan konfirmasi
terhadap identitasnya dengan gelang pengenal dan rekam medis (sebagai bagian
dari proses verifikasi kematian).
2. Semua pasien yang telah meninggal harus diberi identifikasi dengan
menggunakan 2 gelang pengenal, satu di pergelangan tangan dan satu lagi di
pergelangan kaki.
3. Satu salinan surat kematian harus ditempelkan di kain kafan. Salinan kedua harus
ditempelkan di kantong jenazah (body bag). Salinan ketiga disimpan di rekam
medis pasien.
10. Melepas Gelang Pengenal
1. Gelang pengenal hanya dilepas saat pasien pulang atau keluar dari rumah sakit.
2. Yang bertugas melepas gelang pengenal adalah perawat yang bertanggungjawab
terhadap pasien selama masa perawatan di rumah sakit.
3. Gelang pengenal dilepas setelah semua proses selesai dilakukan. Proses ini
meliputi: pemberian obat-obatan kepada pasien dan pemberian penjelasan
mengenai rencana perawatan selanjutnya kepada pasien dan keluarga.
4. Gelang pengenal yang sudah tidak dipakai harus digunting menjadi potongan-
potongan kecil sebelum dibuang ke tempat sampah.
5. Terdapat kondisi-kondisi yang memerlukan pelepasan gelang pengenal sementara
(saat masih dirawat di rumah sakit), misalnya lokasi pemasangan gelang pengenal
mengganggu suatu prosedur. Segera setelah prosedur selesai dilakukan, gelang
pengenal dipasang kembali.
11. Insidens / Kejadian Kesalahan Identifikasi Pasien
19
DOKUMEN AKREDITASI POKJA SKP
RSU SARI MUTIARA MEDAN 2015
1. Setiap petugas yang menemukan adanya kesalahan dalam identifikasi pasien
harus segera melapor kepada petugas yang berwenang di ruang rawat /
departemen tersebut, kemudian melengkapi laporan insidens.
2. Petugas harus berdiskusi dengan Kepala Instalasi atau Manajer mengenai
pemilihan cara terbaik dan siapa yang memberitahukan kepada pasien / keluarga
mengenai kesalahan yang terjadi akibat kesalahan identifikasi.
3. Contoh kesalahan yang dapat terjadi adalah:
a. Kesalahan penulisan alamat di rekam medis
b. Kesalahan informasi / data di gelang pengenal
c. Tidak adanya gelang pengenal di pasien
d. Mis identifikasi data / pencatatan di rekam medis
e. Mis identifikasi pemeriksaan radiologi (rontgen)
f. Mis identifikasi laporan investigasi
g. Mis identifikasi perjanjian (appointment)
h. Registrasi ganda saat masuk rumah sakit
i. Salah memberikan obat ke pasien
j. Pasien menjalani prosedur yang salah
k. Salah pelabelan identitas pada sampel darah
4. Kesalahan juga termasuk insidens yang terjadi akibat adanya misidentifikasi,
dengan atau tanpa menimbulkan bahaya, dan juga insidens yang hampir terjadi di
mana mis identifikasi terdeteksi sebelum dilakukan suatu prosedur.
5. Beberapa penyebab umum terjadinya misidentifikasi adalah:
a. Kesalahan pada administrasi / tata usaha
b. Salah memberikan label
c. Kesalahan mengisi formulir
d. Kesalahan memasukkan nomor / angka pada rekam medis
e. penulisan alamat yang salah
f. pencatatan yang tidak benar / tidak lengkap / tidak terbaca
6. Kegagalan verifikasi
a. Tidak adekuatnya / tidak adanya protokol verifikasi
b. Tidak mematuhi protokol verifikasi
7. Kesulitan komunikasi
20
DOKUMEN AKREDITASI POKJA SKP
RSU SARI MUTIARA MEDAN 2015
a. Hambatan akibat penyakit pasien, kondisi kejiwaan pasien, atau
keterbatasan bahasa
b. Kegalan untuk pembacaan kembali
c. Kurangnya kultur / budaya organisasi
8. Jika terjadi insidens akibat kesalahan identifikasi pasien, lakukan hal berikut ini
a. Pastikan keamanan dan keselamatan pasien
b. Pastikan bahwa tindakan pencegahan cedera telah dilakukan
c. Jika suatu prosedur telah dilakukan pada pasien yang salah atau dilakukan
di tempat yang salah, para klnisi harus memastikan bahwa langkah-langkah
yang penting telah diambil untuk melakukan prosedur yang tepat pada
pasien yang tepat.
G. MONITORING DAN EVALUASI
1. Kebijakan ini akan dikaji ulang dalam kurun waktu 2 tahun
2. Rencana audit akan disusun dengan bantuan kantor audit medik dan akan
dilaksanakan dalam waktu 6 bulan setelah implementasi kebijakan. Audit klinis
ini meliputi:
a. Jumlah persentase pasien yang menggunakan gelang pengenal
b. Akurasi dan reliabilitas informasi yang terdapat di gelang pengenal
c. Alasan mengapa pasien tidak menggunakan gelang pengenal
d. Efikasi cara identifikasi lainnya
e. Insidens yang terjadi dan berhubungan dengan mis identifikasi
3. Setiap pelaporan insidens yang berhubungan dengan identifikasi pasien akan
dipantau dan ditindak lanjuti saat dilakukan revisi kebijakan.
21
DOKUMEN AKREDITASI POKJA SKP
RSU SARI MUTIARA MEDAN 2015
RUJUKAN
PMK No. 1691/MENKES/PER/VIII/2011 Tentang keselamatan pasien rumah sakit.
Departement of Health, Government of Western Australia. Western Australian patient
identification policy 2010; 2010.
World Health Organization Collaborating Centre for Patient Safety Solutions. Patient
identification. Dalam: Patient Safety Solutions. Volume 1. Solution 2. 2007.
Critical Management Solutions. Patient identification policy. Diunduh dari
www.kraskerhc.com. 2009.
Mid Western Regional Hospital, Mid Western Regional Orthopaedic Hospital, Mid
Western
Regional Maternity Hospital. Patient identification policy and procedure; 2010.
Tameside Hospital NHS Foundation Trust. Patient identification policy; 2010.
Royal United Hospital Bath. Policy for the positive identification of patients; 2010.
Primary Care Provision. Patient identification policy. Diunduh dari www.bolton.nhs.uk.
2009.
Bath and North Somerset. Patient identification policy and procedure; 2009.
California Association for Medical Laboratory Technology Distance Learning Program.
Patient identification; 2010.
Royal Free Hampstead NHS Trust. Patient identification policy; 2008.
22
DOKUMEN AKREDITASI POKJA SKP
RSU SARI MUTIARA MEDAN 2015
3.2 Elemen Penilaian SKP.II.
Surat Keputusan Direktur Rumah Sakit Umum Sari Mutiara Medan No. 786/XII.1/RSU-
SM/VI/2015 tentang Kebijakan Pemberian Informasi Dan Edukasi kepada pasien di
Rumah Sakit Umum Sari Mutiara Medan.
PANDUAN PEMBERIAN INFORMASI DAN EDUKASI
A. LATAR BELAKANG
Kegiatan komunikasi sudah menjadi sebagian besar kegiatan kita sehari-hari,
mulai antar teman/pribadi, kelompok, organisasi atau massa. Kegiatan komunikasi pada
prinsipnya adalah aktivitas pertukaran ide atau gagasan. Secara sederhana, kegiatan
komunikasi dipahami sebagai kegiatan penyampaian dan penerimaan pesan atau ide dari
satu pihak ke pihak lain, dengan tujuan untuk mencapai kesamaan pandangan atas ide
yang dipertukarkan tersebut. Begitu pula dengan pelayanan rumah sakit, keberhasilan
misi sebuah rumah sakit sangat ditentukan oleh keluwesan berkomunikasi setiap
petugas, perawat dan dokter. Pelayanan rumah sakit selalu berhubungan dengan berbagai
karakter dan perilaku pasien yang berkepentingan dengan jasa perawatan sehingga
petugas, perawat dan dokter harus memahami dan mengerti bagaimana cara komunikasi
yang bisa diterapkan di segala situasi. Dalam profesi kedokteran, komunikasi dokter
dengan pasien merupakan salah satu kompetensi yang harus dikuasai dokter.
Kompetensi komunikasi menentukan keberhasilan dalam membantu penyelesaian
masalah kesehatan pasien. Di Indonesia, sebagian dokter merasa tidak mempunyai waktu
yang cukup untuk berbincang-bincang dengan pasiennya, sehingga hanya bertanya
seperlunya. Akibatnya, dokter bisa saja tidak mendapatkan keterangan yang cukup untuk
menegakkan diagnosis dan menentukan perencanaan dan tindakan lebih lanjut. Dari sisi
pasien, umumnya pasien merasa berada dalam posisi lebih rendah di hadapan dokter
sehingga takut bertanya dan bercerita atau mengungkapkan diri. Hasilnya, pasien
menerima saja apa yang dikatakan dokter. Paradigma inilah yang harus kita perbaiki.
Pasien dan dokter harus berada dalam kedudukan setara sehingga pasien tidak merasa
23
DOKUMEN AKREDITASI POKJA SKP
RSU SARI MUTIARA MEDAN 2015
rendah diri dan malu untuk bisa menceritakan sakit/keluhan yang dialaminya secara
jujur dan jelas. Komunikasi yang efektif mampu mempengaruhi emosi pasien dalam
pengambilan keputusan tentang rencana tindakan selanjutnya.
Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan yang dipahami
oleh pasien, akan mengurangi kesalahan, dan menghasilkan peningkatan keselamatan
pasien. Komunikasi dapat berbentuk elektronik, lisan, atau tertulis. Komunikasi yang
mudah terjadi kesalahan kebanyakan terjadi pada saat perintah diberikan secara lisan
atau melalui telepon. Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan yang lain adalah
pelaporan kembali hasil pemeriksaan kritis, seperti melaporkan hasil laboratorium
klinik cito melalui telepon ke unit pelayanan.
Rumah sakit secara kolaboratoriumoratif mengembangkan suatu kebijakan
dan/atau prosedur untuk perintah lisan dan telepon termasuk: mencatat/ (memasukkan ke
komputer) perintah secara lengkap atau hasil pemeriksaan oleh penerima perintah;
kemudian penerima perintah membacakan kembali (read back) perintah atau hasil
pemeriksaan; dan mengkonfirmasi bahwa apa yang sudah dituliskan dan dibaca ulang
adalah akurat. Kebijakan dan/atau prosedur pengidentifikasian juga menjelaskan bahwa
diperbolehkan tidak melakukan pembacaan kembali (read back) bila tidak
memungkinkan seperti di kamar operasi dan situasi gawat darurat di IGD atau ICU.
B. Pengertian
Komunikasi adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang kepada
orang lain dengan menggunakan lambang-lambang yang bermakna bagi kedua pihak,
dalam situasi yang tertentu komunikasi menggunakan media tertentu untuk merubah
sikap atau tingkah laku seorang atau sejumlah orang sehingga ada efek tertentu yang
diharapkan (Effendy, 2000 : 13).
Informasi adalah suatu pesan yang disampaikan oleh komunikator kepada
komunikan, yang berupa data, fakta, gagasan, konsep, kebijakan, aturan, standar, norma,
pedoman atau acuan yang diharapkan dapat diketahui, dipahami, diyakini, dan
diimplementasikan oleh komunikan.
Edukasi adalah penambahan pengetahuan dan kemampuan seseorang melalui teknik
praktik belajar atau instruksi, dengan tujuan untuk mengingat fakta atau kondisi nyata,
24
DOKUMEN AKREDITASI POKJA SKP
RSU SARI MUTIARA MEDAN 2015
dengan cara memberi dorongan terhadap pengarahan diri, aktif memberikan informasi-
informasi atau ide baru (Craven dan Hirnle, 1996 dalam Suliha, 2002).
C. Tujuan
Secara umum tujuan penyusunan pedoman komunikasi efektif ini adalah :
1. Memberikan pengetahuan dan pedoman bagi petugas, perawat dan dokter mengenai
cara berkomunikasi dengan pasien dan keluarganya.
2. Agar petugas, perawat dan dokter dapat melakukan komunikasi yang efektif dengan
pasien dan keluarganya.
3. Menghindarkan kesalah pahaman yang bisa menimbulkan dugaan malpraktik.
D. Ruang Lingkup
Panduan komunikasi efektif ini diterapkan dilingkup rumah sakit yang ditujukan kepada:
1. Pemberi pelayanan saat memberikan informasi lisan atau melalui telepon tentang
pelayanan, jam operasional, dan proses untuk mendapatkan pelayanan dirumah sakit
kepada masyarakat.
2. Antar pemberi pelayanan didalam dan keluar rumah sakit.
3. Petugas informasi saat memberikan informasi pelayanan rumah sakit kepada
pelanggan
4. Petugas PKRS saat memberikan edukasi kepada pasien
5. Semua karyawan saat berkomunikasi via telpon dan lisan.
E. Fungsi Komunikasi
Fungsi komunikasi adalah :
1. Kendali : komunikasi bertindak untuk mengendalikan prilaku anggota dalam
beberapa cara, setiap organisasi mempunyai wewenang dan garis panduan formal
yang harus dipatuhi oleh karyawan.
2. Motivasi : komunikasi membantu perkembangan motivasi dengan menjelaskan
kepada para karyawan apa yang harus dilakukan bagaimana mereka bekerja baik dan
apa yang dapat dikerjakan untuk memperbaiki kinerja jika itu di bawah standar.
3. Pengungkapan emosional : bagi banyak karyawan kelompok kerja mereka
merupakan sumber utama untuk interaksi sosial, komunikasi yang terjadi di dalam
25
DOKUMEN AKREDITASI POKJA SKP
RSU SARI MUTIARA MEDAN 2015
kelompok itu merupakan mekanisme fundamental dengan mana anggota-anggota
menunjukkan kekecewaan dan rasa puas mereka oleh karena itu komunikasi
menyiarkan ungkapan emosional dari perasaan dan pemenuhan kebutuhan sosial.
4. Informasi : komunikasi memberikan informasi yang diperlukan individu dan
kelompok untuk mengambil keputusan dengan meneruskan data guna mengenai dan
menilai pilihan-pilihan alternatif (Robbins, 2002 : 310-311).
F. Komponen komunikasiKomponen komunikasi adalah hal-hal yang harus ada agar komunikasi bisa berlangsung dengan baik.Menurut Laswell komponen-komponen komunikasi adalah
1) Pengirim atau komunikator (sender) adalah pihak yang mengirimkan pesan
kepada pihak lain.
2) Pesan (message) adalah isi atau maksud yang akan disampaikan oleh satu pihak
kepada pihak lain.
3) Saluran (channel) adalah media dimana pesan disampaikan kepada komunikan.
dalam komunikasi antar-pribadi (tatap muka) saluran dapat berupa udara yang
mengalirkan getaran nada/suara.
4) Penerima atau komunikate (receiver) adalah pihak yang menerima pesan dari
pihak lain
5) Umpan balik (feedback) adalah tanggapan dari penerimaan pesan atas isi pesan
yang disampaikannya.
6) Aturan yang disepakati para pelaku komunikasi tentang bagaimana komunikasi
itu akan dijalankan ("Protokol").
G. Langkah Awal Assesmen Pasien dan Keluarga
Assesment merupakan proses pengumpulan menganalisis dan
menginterpretasikan data atau informasi tentang peserta didik dan lingkungannya.
Kegiatan ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran tentang berbagai kondisi individu
dan lingkungannya sebagai dasar untuk memahami individu dan untuk pengembangan
program pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan. Pengkajian pasien
merupakan langkah guna mengidentifikasi sejauh mana kebutuhan pasien akan
pelayanan kesehatan.
26
DOKUMEN AKREDITASI POKJA SKP
RSU SARI MUTIARA MEDAN 2015
Keputusan mengenai jenis pelayanan yang paling tepat untuk pasien, bidang
spesialisasi yang paling tepat, penggunaan pemeriksaan penunjang diagnostik yang
paling tepat, sampai penanganan perawatan gizi, psikologis dan aspek lain dalam
penanganan pasien di rumah sakit merupakan keputusan yang diambil berdasarkan
pengkajian (assessment). Sebelum pendidikan kesehatan diberikan, lebih dulu dilakukan
pengkajian/analisis terhadap kebutuhan pendidikan dengan mendiagnosis penyebab
masalah kesehatan yang terjadi. Hal ini dilakukan dengan melihat faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku kesehatan.
Lawrence Green (1980), perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor:
1. Faktor pendukung (predisposing factors), mencakup:
Pengetahuan, sikap, tradisi, kepercayaan/keyakinan, sistem nilai, pendidikan, sosial
ekonomi, dan sebagainya.
2. Faktor pemungkin(enambling factors), mencakup:
Fasilitas kesehatan, mis: spal, air bersih, pembuangan sampah, mck, makanan bergizi,
dan sebagainya.. Termasuk juga tempat pelayanan kesehatan seperti RS, Poliklinik,
Puskesmas, RS, Posyandu, Polindes, Bidan Desa, Dokter, Perawat dan sebagainya.
3. Faktor penguat (reinforcing factors), mencakup:
Sikap dan perilaku: Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, Petugas Kesehatan,
Kebijakan/peraturan/Undang-Undang , Lembaga Swadaya Masyarakat.
Informasi tersebut dapat diperoleh melalui kegiatan :
1. Observasi
2. Wawancara
3. Angket/Questioner
4. Dokumentasi
Jenis informasi yang diperlukan dalam pengkajian antara lain:
1. Pentingnya masalah bagi individu, kelompok dan masyarakat yang dibantu
2. Masalah lain yang kita lihat
3. Masalah yang dilihat oleh petugas lain
4. Jumlah orang yang mempunyai masalah ini
5. Kebiasaan yang dapat menimbulkan masalah
6. Alasan yang ada bagi munculnya masalah tersebut
27
DOKUMEN AKREDITASI POKJA SKP
RSU SARI MUTIARA MEDAN 2015
7. Penyebab lain dari masalah tersebut.
Tujuan pengkajian
1. Untuk mengetahui besar, parah dan bahayanya masalah yang dirasakan.
2. Menentukan langkah tepat untuk mengatasi masalah.
Memahami masalah
1. Mengapa muncul masalah
2. Siapa yang akan memecahkan masalah dan siapa yang perlu dilibatkan
3. Jenis bantuan yang akan diberikan
Prioritas masalah
Disusun berdasarkan hirarki kebutuhan Maslow:
Agar edukasi dapat dipahami dengan baik dilakukan dahulu assesment/penilaian
terhadap pasien dan keluarga meliputi :
1. Kepercayaan dan nilai-nilai agama yang dianut pasien dan keluarganya
2. Kecakapan baca tulis, tingkat pendidikan, dan bahasa mereka
3. Hambatan emosional dan motivasi
4. Keterbatasan fisik dan kognitif
5. Kemauan pasien untuk menerima informasi
H. Cara Penyampaian Informasi dan Edukasi yang Efektif
Semua aktifitas manusia melibatkan komunikasi, namun karena kita sering
menerimanya begitu saja, kita tidak selalu memikirkan bagaimana kita berkomunikasi
dengan yang lain dan apakah efektif atau tidak. Komunikasi yang baik melibatkan
pemahaman bagaimana orang-orang berhubungan dengan yang lain, mendengarkan apa
yang dikatakan dan mengambil pelajaran dari hal tersebut.
Komunikasi adalah tentang pertukaran informasi, berbagai ide dan pengetahuan.
Hal ini berupa proses dua arah dimana informasi, pemikiran, ide, perasaan atau opini
28
Aktualisasi diri
Aman / nyaman
Biologis / Fisiologi
Harga diri
DOKUMEN AKREDITASI POKJA SKP
RSU SARI MUTIARA MEDAN 2015
disampaikan/dibagikan melalui kata-kata, tindakan maupun isyarat untuk mencapai
pemahaman bersama. Komunikasi yang baik berarti bahwa para pihak terlibat secara
aktif. Hal ini akan menolong mereka untuk mengalami cara baru mengerjakan atau
memikirkan sesuatu. Pengertian komunikasi efektif adalah sebuah proses penyampaian
pikiran atau informasi dari seseorang kepada orang lain melalui suatu cara tertentu
sehingga orang lain tersebut mengerti betul apa yang dimaksud oleh penyampai pikiran-
pikiran atau informasi”. (Komaruddin, 1994; Schermerhorn, Hunt & Osborn, 1994;
Koontz & Weihrich, 1988). Proses komunikasi efektif dengan prinsip, terima, catat,
verifikasi dan klarifikasi dapat digambarkan sebagai berikut:
1. Teori komunikasi
1.1 Proses komunikasi:
Komunikasi dapat efektif apabila pesan diterima dan di mengerti sebagaimana
dimaksud oleh pengirim pesan/komunikator, pesan ditindak lanjuti dengan sebuah
perbuatan oleh penerima pesan/komunikan dan tidak ada hambatan untuk hal itu
(Hardjana, 2003). Gambar berikut memberikan ilustrasi proses komunikasi.
Umpan Balik
29
Pesan Saluran KomunikanKomunikato
DOKUMEN AKREDITASI POKJA SKP
RSU SARI MUTIARA MEDAN 2015
Ganguan
1.2 Unsur-Unsur/Elemen dalam Komunikasi Efektif
a. Sumber/pemberi pesan/komunikator (dokter, perawat, administrasi dan lain-lain),
adalah orang yang memberikan pesan.
Sumber (yang menyampaikan informasi): adalah orang yang menyampaikan isi
pernyataannya kepada penerima/komunikan. Hal-hal yang menjadi tanggung
jawab pengirim pesan adalah mengirim pesan dengan jelas, memilih media yang
sesuai, dan meminta kejelasan apakah pesan tersebut sudah di terima dengan
baik. (konsil kedokteran Indonesia, hal.8).
Komunikator yang baik adalah komunikator yang menguasai materi,
pengetahuannya luas dan dalam tentang informasi yang yang disampaikan, cara
berbicaranyanya jelas dan menjadi pendengar yang baik saat dikonfirmasi oleh
si penerima pesan (komunikan)
b. Isi Pesan, adalah ide atau informasi yang disampaikan kepada komunikan.
Panjang pendeknya, kelengkapannya perlu di sesuaikan dengan tujuan komunikasi,
media penyampaian, penerimanya.
c. Media/saluran pesan (Elektronic,Lisan,dan Tulisan) adalah sarana komunikasi dari
komunikator kepada komunikan.
Media berperan sebagai jalan atau saluran yang dilalui isi pernyataan yang
disampaikan pengirim atau umpan balik yang disampaikan penerima. Pesan dapat
berupa berita lisan, tertulis, atau keduanya sekaligus. Pada kesempatan tertentu,
media dapat tidak digunakan oleh pengirim yaitu saat komunikasi berlangsung atau
tatap muka dengan efek yang mungkin terjadi berupa perubahan sikap. (konsil
kedokteran Indonesia, hal.8). Media yang dapat digunakan: melalui telepon,
menggunakan lembarlipat, buklet, vcd, (peraga).
d. Penerima pesan/komunikan (pasien, keluarga pasien, perawat, dokter, Administrasi.)
atau audience adalah pihak/orang yang menerima pesan.
Penerima pesan berfungsi sebagai penerima berita. Dalam komunikasi, peran
pengirim dan penerima bergantian sepanjang pembicaraan. Tanggung jawab
penerima adalah berkonsentrasi untuk menerima pesan dengan baik dan memberikan
30
DOKUMEN AKREDITASI POKJA SKP
RSU SARI MUTIARA MEDAN 2015
umpan balik kepada pengirim. Umpan balik sangat penting sehingga proses
komunkasi berlangsung dua arah. (konsil kedokteran Indonesia, hal.8).
e. Umpan Balik, adalah respon/tindakan dari komunikan terhadap respon pesan yang
diterimanya
2. Pemberi Pesan/Komunikator yang Baik:
Pada saat melakukan proses umpan balik, diperlukan kemampuan dalam hal-hal berikut
(konsil kedokteran Indonesia, hal 42):
a. Cara berbicara (talking), termasuk cara bertanya (kapan menggunakan pertanyaan
tertutup dan kapan memakai pertanyaan terbuka), menjelaskan, klarifikasi,
paraphrase, intonasi.
b. Mendengar (listening), termasuk memotong kalimat
c. Cara mengamati (observation) agar dapat memahami yang tersirat di balik yang
tersurat (bahasa non verbal di balik ungkapan kata/kalimatnya, gerak tubuh).
d. Menjaga sikap selama berkomunikasi dengan komunikan (bahasa tubuh) agar tidak
menggangu komunikasi, misalnya karena komunikan keliru mengartikan gerak
tubuh, raut tubuh, raut muka, dan sikap komunikator.
3. Sifat Komunikasi
Komunikasi itu bisa bersifat informasi (asuhan) dan edukasi (Pelyanan promosi).
Komunikasi yang bersifat infomasi asuhan didalam rumah sakit adalah:
a. Jam pelayanan
b. Pelayanan yang tersedia
c. Cara mendapatkan pelayanan
d. Sumber alternative mengenai asuhan dan pelayanan yang diberikan ketika
kebutuhan asuhan pasien melebihi kemampuan rumah sakit.
Akses informasi dapat di peroleh dengan melalui Customer Service, Admission,dan
Website. Sedang komunikasi yang bersifat Edukasi (Pelayanan Promosi) adalah :
a. Edukasi tentang obat.
b. Edukasi tentang penyakit.
c. Edukasi pasien tentang apa yang harus di hindari
d. Edukasi tentang rehabilitasi
e. Edukasi tentang apa yang harus dilakukan pasien untuk meningkatkan
qualitas hidupnya pasca dari rumah sakit.
31
DOKUMEN AKREDITASI POKJA SKP
RSU SARI MUTIARA MEDAN 2015
Akses untuk mendapatkan edukasi ini bisa melalui medical information dan
nantinya akan menjadi sebuah unit PKRS (Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit).
4. Syarat Komunikasi Efektif.
Syarat dalam komunikasi efektif adalah:
1. Tepat waktu,
2. Akurat
3. Lengkap
4. Jelas.
5. Mudah dipahami oleh penerima, sehingga dapat mengurangi tingkat kesalahan
(kesalahpahaman).
5. Proses Komunkasi Efektif
1. Untuk mendapatkan komunikasi efektif, dilakukan melaui prinsip terima, catat,
verifikasi dan klarifikasi:
a. Pemberi pesan secara lisan memberikan pesan
b. Penerima pesan menuliskan secara lengkap isi pesan tersebut
c. Isi pesan dibacakan kembali (Read Back) secara lengkap oleh penerima
pesan.
d. Pemberi pesan memverifikas isi pesan kepada pemberi penerima pesan.
e. Penerima pesan mengklarifikasi ulang bila ada perbedaan pesan dengan
hasil verifikasi.
2. Baca ulang dan verifikasi dikecualikan untuk kondisi darurat di IPI dan IGD
a. Penggunaan code alfabetis internasional digunakan saat melakukan klarifikasi
hal-hal penting, misal nama obat, nama pasien, dosis obat, hasil laboratorium
dengan mengeja huruf-huruf tersebut saat membaca ulang (read back) dan
verifikasi.
b. Tujuan utama panduan komunikasi efektif ini adalah untuk memperkecil
terjadinya kesalahan penerima pesan yang diberikan secara lisan.
Proses komunikasi efektif dengan prinsip, terima, catat, verifikasi dan klarifikasi dapat
digambarkan sebagai berikut :
32
DOKUMEN AKREDITASI POKJA SKP
RSU SARI MUTIARA MEDAN 2015
Dalam berkomunikasi ada kalanya terdapat informasi misalnya nama obat, nama orang ,
dan lain sebagainya. Untuk menverifikasi dan mengklarifikasi, maka komunikan
sebaiknya mengeja huruf demi huruf menggunakan menggunakan alfabeth standart
internasional yaitu
33
Jadi isi pesannya ini yah pak…
Yah..benar.
KomunikanDibacakanDitulisIsi pesanKomunikato
A Alfa N November
B Bravo O Oscar
C Charlie P Papa
D Delta Q Quebec
E Echo R Romeo
F Foxtrot S Sierra
G Golf T Tango
H Hotel U Uniform
I India V Victor
J Juliet W Whiskey
K Kilo X X ray
L Lima Y Yankee
M Mike Z Zulu
DOKUMEN AKREDITASI POKJA SKP
RSU SARI MUTIARA MEDAN 2015
Sumber: Wikipedia
6. Hukum dalam komunikasi efektif
Lima Hukum Komunikasi Yang Efektif (The 5 Inevitable Laws of Efffective
Communication) terangkum dalam satu kata yang mencerminkan esensi dari komunikasi
itu sendiri yaitu REACH, yang berarti merengkuh atau meraih. Karena sesungguhnya
komunikasi itu pada dasarnya adalah upaya bagaimana kita meraih perhatian, cinta kasih,
minat, kepedulian, simpati, tanggapan, maupun respon positif dari orang lain.Hukum
komunikasi efektif yang pertama adalah
a. Respect, pengertiannya:
Hukum pertama dalam mengembangkan komunikasi yang efektif adalah sikap
menghargai setiap individu yang menjadi sasaran pesan yang kita sampaikan.
Jika kita membangun komunikasi dengan rasa dan sikap saling menghargai dan
menghormati, maka kita dapat membangun kerja sama yang menghasilkan sinergi
yang akan meningkatkan efektifitas kinerja kita baik sebagai individu maupun
secara keseluruhan sebagai sebuah tim.
b. Hukum komunikasi efektif yang kedua adalah Empathy
Empati adalah kemampuan kita untuk menempatkan diri kita pada situasi atau
kondisi yang dihadapi oleh orang lain. Salah satu prasyarat utama dalam
memiliki sikap empati adalah kemampuan kita untuk mendengarkan atau
mengerti terlebih dulu sebelum didengarkan atau dimengerti oleh orang lain. Rasa
empati akan menimbulkan respek atau penghargaan, dan rasa respek akan
membangun kepercayaan yang merupakan unsur utama dalam membangun
teamwork. Jadi sebelum kita membangun komunikasi atau mengirimkan pesan,
kita perlu mengerti dan memahami dengan empati calon penerima pesan kita.
Sehingga nantinya pesan kita akan dapat tersampaikan tanpa ada halangan
psikologis atau penolakan dari penerima.
c. Hukum komunikasi efektif yang ketiga adalah Audible
Makna dari audible antara lain: dapat didengarkan atau dimengerti dengan baik.
Jika empati berarti kita harus mendengar terlebih dahulu ataupun mampu
menerima umpan balik dengan baik, maka audible berarti pesan yang kita
34
DOKUMEN AKREDITASI POKJA SKP
RSU SARI MUTIARA MEDAN 2015
sampaikan dapat diterima oleh penerima pesan. Hukum ini mengatakan bahwa
pesan harus disampaikan melalui media atau delivery channel sedemikian hingga
dapat diterima dengan baik oleh penerima pesan. Hukum ini mengacu pada
kemampuan kita untuk menggunakan berbagai media maupun perlengkapan atau
alat bantu audio visual yang akan membantu kita agar pesan yang kita sampaikan
dapat diterima dengan baik.
d. Hukum komunikasi efektif yang keempat, adalah Clarity
Selain bahwa pesan harus dapat dimengerti dengan baik, maka hukum keempat
yang terkait dengan itu adalah kejelasan dari pesan itu sendiri sehingga tidak
menimbulkan multi interpretasi atau berbagai penafsiran yang berlainan. Karena
kesalahan penafsiran atau pesan yang dapat menimbulkan berbagai penafsiran
akan menimbulkan dampak yang tidak sederhana. Clarity dapat pula berarti
keterbukaan dan transparansi. Dalam berkomunikasi kita perlu mengembangkan
sikap terbuka (tidak ada yang ditutupi atau disembunyikan), sehingga dapat
menimbulkan rasa percaya (trust) dari penerima pesan atau anggota tim kita.
Karena tanpa keterbukaan akan timbul sikap saling curiga dan pada gilirannya
akan menurunkan semangat dan antusiasme kelompok atau tim kita.
e. Hukum komunikasi efektif yang kelima adalah Humble
Hukum kelima dalam membangun komunikasi yang efektif adalah sikap rendah
hati. Sikap ini merupakan unsur yang terkait dengan hukum pertama untuk
membangun rasa menghargai orang lain, biasanya didasari oleh sikap rendah hati
yang kita miliki. Sikap Rendah Hati pernah yang pada intinya antara lain: sikap
yang penuh melayani (dalam bahasa pemasaran Customer First Attitude), sikap
menghargai, mau mendengar dan menerima kritik, tidak sombong dan
memandang rendah orang lain, berani mengakui kesalahan, rela memaafkan,
lemah lembut dan penuh pengendalian diri, serta mengutamakan kepentingan
yang lebih besar.
Jika komunikasi yang kita bangun didasarkan pada lima hukum pokok
komunikasi yang efektif ini, maka kita dapat menjadi seorang komunikator yang handal
dan pada gilirannya dapat membangun jaringan hubungan dengan orang lain yang penuh
dengan penghargaan (respect), karena inilah yang dapat membangun hubungan jangka
panjang yang saling menguntungkan dan saling menguatkan.
35
DOKUMEN AKREDITASI POKJA SKP
RSU SARI MUTIARA MEDAN 2015
I. VERIVIKASI
Tahap Cara verifikasi bahwa pasien dan keluarga menerima dan memahami edukasi
yang diberikan:
1. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, kondisi
pasien baik dan senang, maka verifikasi yang dilakukan adalah: menanyakan
kembali edukasi yang telah diberikan.
Pertanyaannya adalah: “ Dari materi edukasi yang telah disampaikan, kira-kira
apa yang bpk/ibu bisa pelajari ?”.
2. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, pasiennya
mengalami hambatan fisik, maka verifikasinya adalah dengan pihak
keluarganya dengan pertanyaan yang sama: “Dari materi edukasi yang telah
disampaikan, kira-kira apa yang bpk/ibu bisa pelajari ?”.
3. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, ada
hambatan emosional (marah atau depresi), maka verifikasinya adalah dengan
tanyakan kembali sejauh mana pasiennya mengerti tentang materi edukasi
yang diberikan dan pahami. Proses pertanyaan ini bisa via telepon atau datang
langsung ke kamar pasien setelah pasien tenang.
Dengan diberikannya informasi dan edukasi pasien, diharapkan komunikasi yang
disampaikan dapat dimengerti dan diterapkan oleh pasien. Dengan pasien mengikuti
semua arahan dari rumah sakit, diharapkan mempercepat proses penyembuhan pasien.
36
DOKUMEN AKREDITASI POKJA SKP
RSU SARI MUTIARA MEDAN 2015
3.3 Elemen Penilaian SKP.III.
Surat Keputusan Direktur Rumah Sakit Umum Sari Mutiara Medan No.
949/XII.1/RSU-SM/VI/2015 tentang Kebijakan Identifikasi Pasien di Rumah Sakit
Umum Sari Mutiara Medan.
PENINGKATAN KEAMANAN OBAT YANG PERLU DIWASPADAI (HIGH ALERT)
A. LATAR BELAKANG
Bila obat-obatan menjadi bagian dari rencana pengobatan pasien, manajemen
harus berperan secara kritis untuk memastikan keselamatan pasien. Obat-obatan yang
perlu diwaspadai (high-alert medications) adalah obat yang sering menyebabkan terjadi
kesalahan/kesalahan serius (sentinel event), obat yang berisiko tinggi menyebabkan
dampak yang tidak diinginkan (adverse outcome) seperti obat-obat yang terlihat mirip
dan kedengarannya mirip (Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip/NORUM, atau Look
Alike Sound Alike/LASA).
Obat-obatan yang sering disebutkan dalam issue keselamatan pasien adalah
pemberian elektrolit konsentrat secara tidak sengaja (misalnya, kalium klorida 2meq/ml
atau yang lebih pekat, kalium fosfat, natrium klorida lebih pekat dari 0.9%, dan
magnesium sulfat =50% atau lebih pekat. Kesalahan ini bisa terjadi bila perawat tidak
mendapatkan orientasi dengan baik di unit pelayanan pasien, atau bila perawat kontrak
tidak diorientasikan terlebih dahulu sebelum ditugaskan, atau pada keadaan gawat
darurat. Cara yang paling efektif untuk mengurangi atau mengeliminasi kejadian tersebut
adalah dengan meningkatkan proses pengelolaan obat-obat yang perlu diwaspadai
termasuk memindahkan elektrolit konsentrat dari unit pelayanan pasien ke farmasi.
Rumah sakit secara kolaboratoriumoratif mengembangkan suatu kebijakan
dan/atau prosedur untuk membuat daftar obat-obat yang perlu diwaspadai berdasarkan
data yang ada di rumah sakit. Kebijakan dan/atau prosedur juga mengidentifikasi area
mana saja yang membutuhkan elektrolit konsentrat, seperti di IGD atau kamar operasi
serta pemberian laboratoriumel secara benar pada elektrolit dan bagaimana
37
DOKUMEN AKREDITASI POKJA SKP
RSU SARI MUTIARA MEDAN 2015
penyimpanannya di area tersebut, sehingga membatasi akses untuk mencegah pemberian
yang tidak disengaja/kurang hati-hati.
Kesalahan obat adalah salah satu masalah penyelenggaraan kesehatan yang sangat
bermakna, dan sering kali sebenarnya dapat dicegah. Walau kebanyakan kesalahan obat
tidak menyebabkan bahaya yang mengancam bagi pasien; namun bisa menghasilkan
kejadian yang katastrofik (bencana) bagi hasil pengobatan.
Sejumlah obat memiliki batas keamanan yang sangat tipis, dan berpotensi
menyebabkan bahaya yang tinggi, sehingga diimplikasikan sebagai kejadian yang tidak
diinginkan dari sebuah obat. Konsekuensi kesalahan terkait dengan obat-obat ini bisa
mengarah terhadap kejadian cedera pada pasien, dan harus diawasi pengelolaan secara
ketat. Ini adalah obat kewaspadaan tinggi. Saat ini, rujukan yang digunakan adalah ISMP
– Institute for Safe Medication Practice, yang sudah memiliki 19 kategori dan 14 obat
khusus pada daftar Obat Kewaspadaan Tinggi.
B. TUJUAN
1. Menyediakan panduan untuk rumah sakit / fasilitas kesehatan lainnya mengenai
kebijakan manajemen dan pemberian obat-obatan yang tergolong dalam kategori
high alert medications (obat-obatan dengan pengawasan) sesuai standar
pelayanan farmasi dan keselamatan pasien rumah sakit.
2. Meningkatkan keselamatan pasien rumah sakit.
3. Memberikan pelayanan kesehatan dengan kualitas tinggi dan meminimalisasi
terjadinya kesalahan-kesalahan medis dan menurunkan potensi risiko terhadap
pasien.
4. Meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit.
C. SASARAN
Pelaksana panduan ini adalah seluruh pemberi pelayanan, petugas laboratorium,
petugas radiologi, petugas informasi, pelaksana PKRS, dan semua karyawan di rumah
sakit.
D. RUANG LINGKUP
1. Panduan ini diterapkan kepada semua pasien rawat inap, pasien Instalasi Gawat
Darurat (IGD), pasien poli rawat jalan yang akan rawat inap dan pasien yang akan
menjalani suatu prosedur.
38
DOKUMEN AKREDITASI POKJA SKP
RSU SARI MUTIARA MEDAN 2015
2. Pelaksana panduan ini adalah para tenaga kesehatan (medis, perawat, farmasi,
bidan, dan tenaga kesehatan lainnya) staf di ruang rawat, staf administratif, dan
staf pendukung yang bekerja di RSU Sari Mutiara Medan.
3. Pasien diidentifikasi saat di Instalasi Gawat Darurat atau poliklinik untuk pasien
yang akan rawat inap.
E. DASAR HUKUM
1. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 1691/Menkes/VIII/2011
tentang keselamatan pasien Rumah sakit.
2. Surat Keputusan Direktur Rumah Sakit Umum Sari Mutiara Medan No.
949/XII.1/RSU-SM/VI/2015 tentang peningkatan komunikasi yang efektif di
Rumah Sakit Umum Sari Mutiara Medan.
F. TATA LAKSANA
1. Pengertian
High alert medications adalah obat-obatan yang memiliki risiko lebih tinggiuntuk
menyebabkan/ menimbulkan adanya komplikasi / membahayakan pasien secara
signifikan jika terdapat kesalahan penggunaan (dosis, interval, dan pemilihannya).
Obat yang Perlu Diwaspadai (High-Alert Medications) adalah sejumlah obat-
obatan yang memiliki risikotinggi menyebabkan bahaya yang besar pada pasien jika
tidak digunakan secara tepat (drugs that bear a heightened risk of causing significant
patient harm when they are used in error (ISMP - Institute for Safe Medication Practices).
Obat yang Perlu Diwaspadai (High-Alert Medications) merupakan obat yang
persentasinya tinggi dalam menyebabkan terjadinya kesalahan / error dan / atau kejadian
sentinel (sentinel event), obat yangberisiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak
diinginkan (adverse outcome) termasuk obat-obat yang tampak mirip (nama Obat, lupa
dan "capan mirip, norum atau Look-Alike Sound-Alike, LASA, termasuk pula elektrolit
konsentrasi tinggi. Jadi, obat yang perlu diwaspadai merupakan obat yang memerlukan
kewaspadaan tinggi, terdaftar dalam kategori obat berisiko tinggi, dapat menyebabkan
cedera serius pada pasien jika terjadi kesalahan dalam penggunaan.
2. Daftar Obat Yang Perlu Di Waspadai
39
DOKUMEN AKREDITASI POKJA SKP
RSU SARI MUTIARA MEDAN 2015
a. Obat yang perlu diwaspadai dapat dibedakan menjadi kelompok obat yang
memiliki rupa mirip (Look-Alike)
b. Kelompok obat yang memiliki nama mirip (Sound-Alike)
c. Kelompok obat elektrolit konsentrasi tinggi.
Tabel Obat-obatan dalam Kategori High Alert Medications-Kategori/ kelas obat-obatan Jenis ObatAgonis adnergik IV Epinefrin, fenilefrin, norepinefrin,
isoproterenolAntagonis adrenergic IV Propanolol, metoprolol, labetalolAgen anestesi (umum, inhalasi, dan IV) Propofol, ketaminAnti-trombotik, termasuk:a. Antikoagulanb. Inhibitor faktor Xac. Direct thrombin inhibitorsd. Trombolitike. Inhibitor glikoprotein IIb/IIIa
Warfarin, LMWH (low-molecular-weightheparin), unfractionated heparin IVFondaparinuxArgatroban, bivalrudin, dabigatran etexilate,lepirudinAlteplase, reteplase, tenecteplaseEptifibatide , abciximab, tirofiban
Larutan / solusio kardioplegikAgen kemoterapi (parenteral dan oral)Dekstrosa hipertonik ( ≥ 20%)Larutan dialysis (peritoneal dan hemodialisis)Obat-obatan epidural atau intratekalObat hipoglikemik (oral)Obat inotropik IV Digoksin, milrinoneInsulin (SC dan IV) Insulin regular, aspart, NPH, glarginObat-obatan dengan bentuk liposomal amfoterisin B liposomalAgen sedasi moderat / sedang IV Dexmedetomidine, midazolam
Agen sedasi moderat / sedang oral, untuk anak
Chloral hydrate, ketamin, midazolam
Opioid / narkose:a. IVb. Transdermalc. Oral (termasuk konsentrat cair, formularapid dan lepas lambat)
Agen blok neuromuscular Suksinilkolin, rokuronium, vekuronium,atrakurium, pankuronium
Preparat nutrisi parenteralAgen radiokontras IVAkua bi destilata, inhalasi, dan irigasi (dalamkemasan ≥ 100ml)
40
DOKUMEN AKREDITASI POKJA SKP
RSU SARI MUTIARA MEDAN 2015
NaCl untuk injeksi, hipertonik, dengankonsentrasi > 0,9%Konsentrat KCl untuk injeksiEpoprostenol IVInjeksi Magnesium Sulfat (MgSO4)Digoksin IVMetotreksat oral (penggunaan non-onkologi)Opium tinctureOksitosi IVInjeksi natrium nitroprusideInjeksi kalium fosfatPrometazin IVKalsium intravenaVasopressin (IV atau intraoseus)Antikonvulsan benzodiazepin
3. Identifikasi Area Yang Membutuhkan Elektrolit Konsentrat
Berdasarkan pelayanan medis yang diberikan kepada pasien maka unit yang dinilai
membutuhkan penempatan elektrolit konsentrasi tinggi di unit pelayanan hanya berada di
: Intensive care unit (IGD)
Elektrolit konsentrat tidak boleh berada di ruang perawatan, kecuali di ruang tersebut
di atas, dengansyarat disimpan di tempat terpisah, akses terbatas, jumlah terbatas dan
diberi label yang jelas untukmenghindari penggunaan yang tidak disengaja.
Peresepan, penyimpanan, penyiapan, pemberian elektrolit konsentrat di ruangan
tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku tentang manajemen obat yang perlu
diwaspadai (high-alert medications).
4. Peresepan Dan Instruksi Medis
Penulisan resep untuk obat yang termasuk kelompok obat yang perlu diwaspadai
(High-Alert Medications) harus sesuai dengan ketentuan penulisan resep yang baku serta
beberapa hal pentingberikut :
3.1 Dokter memeriksa kelengkapan dan ketepatan resep, penulisan resep, indikasi,
ketepatan obat, dosis,rute pemberian
3.2 Penulisan obat yang termasuk kelompok obat LASA/NORUM harus menggunakan
huruf kapital semua serta mencantumkan dengan jelas dosis dan satuan obat,
Contoh : IR 15 IU seharusnya dituliskan IR 15 Internasional unit
41
DOKUMEN AKREDITASI POKJA SKP
RSU SARI MUTIARA MEDAN 2015
3.3 Instruksi lisan hendaknya dihindari, jika sangat terpaksa diperbolehkan dalam
keadaan emergensi yangdiatur sesuai dengan pedoman komunikasi efektif dengan
tekhnik SBAR.
3.4 Apoteker atau asisten apoteker yang menerima resep, harus melakukan konfirmasi
jika terdapat penulisan yang tidak sesuai (nama obat/sediaan, satuan, dll
3.5 Penulisan instruksi terapi oleh dokter dan perawat di rekam medis pasien (catatan
terintegrasi) juga sesuai dengan penulisan resep, yaitu:
3.5.1 Ditulis dengan huruf capital
3.5.2 Nama pasien dan nomor rekam medis
3.5.3 Tanggal dan waktu instruksi dibuat
3.5.4 Satuan tertentu harus ditulis lengkap
3.5.5 Dosis dan rute pemberian harus ditulis jelas
3.5.6 Pemberian elektrolit konsentrat hendaknya memberikan penjelasan
untuk mengingatkan perawat tentang dosis dan cara pemberiannya
3.5.7 Satuan obat yang harus ditulis lengkap
3.6 Dokter harus mempunyai diagnosis, kondisi, dan indikasi penggunaan setiap high
alert medications secara tertulis
3.7 Sistem instruksi elektronik akan memberikan informasi terbaru secara periodic
mengenai standar pelayanan, dosis, dan konsentrasi obat (yang telah disetujui oleh
Komite Farmasi dan Terapeutik), serta informasi yang dibutuhkan untuk
mengoptimalisasi keselamatan pasien.
3.8 Jika memungkinkan, peresepan high alert medications haruslah terstandarisasi
dengan menggunakan instruksi tercetak.
3.9 Instruksi kemoterapi harus ditulis pada ‘Formulir Instruksi Kemoterapi’ dan
ditandatangani oleh spesialis onkologi, informasi ini termasuk riwayat alergi
pasien, tinggi badan, berat badan, dan luas permukaan tubuh pasien. Hal ini
memungkinkan ahli farmasi dan perawat untuk melakukan pengecekan ganda
terhadap penghitungan dosis berdasarkan berat badan dan luas permukaan tubuh.
5. Penyimpanan
Lokasi penyimpanan Obat yang perlu diwaspadai berada di logistik farmasi dan
pelayanan farmasi, khusus untuk elektrolit konsentrasi tinggi terdapat juga di unit
pelayanan, yaitu ICU dan kamar bersalin (VK) dalam jumlah yang terbatas. Obat
disimpan sesuai dengan kriteria penyimpanan perbekalan farmasi, utamanya dengan
42
DOKUMEN AKREDITASI POKJA SKP
RSU SARI MUTIARA MEDAN 2015
memperhatikan jenis sediaan obat (rak/kotak penyimpanan, lemari pendingin), sistem
FIFO dan FEFO serta ditempatkan sesuai ketentuan obat“High Alert”.
5.1 Penyimpanan Obat Hight Alert Di Farmasi
1. Apoteker/ asisten apoteker memverifikasi resep obat high alert sesuai
Pedoman Pelayanan farmasi penangana High Alert
2. Garis bawahi setiap obat high alert pada lembar resep dengan tinta merah.
3. Jika apoteker tidak ada di tempat, maka penanganan obat high alert dapat
didelegasikan pada asisten apoteker yang sudah ditentukan.
4. Dilakukan pemeriksaan kedua oleh petugas farmasi yang berbeda sebelum
obat diserahkan kepada perawat
5. Petugas farmasi pertama dan kedua, membubuhkan tanda tangan dan nama
jelas di bagian belakang resep sebagai bukti telah dilakukan double check.
6. Obat diserahkan kepada perawat/pasien disertai dengan informasi yang
memadai dan menandatangani buku serah terima obat rawat inap.
5.2 Persiapan dan Penyimpanan di Pos Perawat
1. High alert medications disimpan di pos perawat di dalam troli atau cabinet
yang memiliki kunci.
2. Semua tempat penyimpanan harus diberikan label yang jelas dan dipisahkan
dengan obat-obatan rutin lainnya. Jika high alert medications harus disimpan
di area perawatan pasin, kuncilah tempat penyimpanan dengandiberikan label
‘Peringatan: high alert medications’ pada tutup luar tempat penyimpanan
3. Jika menggunakan dispensing cabinet untuk menyimpan high alert
medicationsI, berikanlah pesan pengingat di tutup cabinet agar pengasuh /
perawat pasien menjadi waspada dan berhati-hati dengan high alert
medications. Setiap kotak /tempat yang berisi high alert medications harus
diberi label.
4. Infus intravena high alert medications harus diberikan label yang jelas dengan
menggunakan huruf / tulisan yang berbeda dengan sekitarnya.
5.3 Penyimpanan Elektrolit Konsentrasi Tinggi
43
DOKUMEN AKREDITASI POKJA SKP
RSU SARI MUTIARA MEDAN 2015
1. Asisten apoteker (logistik farmasi / pelayanan farmasi) yang menerima obat
segera memisahkan obat yang termasuk kelompok obat yang “High
Alert”sesuai Daftar Obat Hight alert di RSU Sari Mutiara Medan
2. Tempelkan stiker merah bertuliskan “High Alert” pada setiap kemasan obat
high alert.
3. Berikan selotip merah pada sekeliling tempat penyimpanan obat high alert
yang terpisah dari obat lain.
5.4 Penyimpanan Obat Lasa ( Look Alike)
1. LASA (look Alike Sound Alike) merupakan sebuah peringatan (warning)
untuk keselamatan pasien (patient safety) : obat-obatan yang bentuk /
rupanya mirip dan pengucapannya / namanya mirip tidak boleh diletakkan
berdekatan.
2. Walaupun terletak pada kelompok abjad yang sama harus diselingi dengan
minimal (dua) obat dengan kategori LASA diantara atau ditengahnya.
3. Biasakan mengeja nama obat dengan kategori LASA saat
memberi/menerima instruksi
6. Pemberian Label
Label untuk obat yang perlu diwaspadai dapat dibedakan menjadi dua jenis :
6.1 Hight alert untuk elektrolit konsentrasi tinggi, jenis injeksi atau infuse tertentu,
mis. heparin, insulin, dll.
Penandaan obat High Alert dilakukan dengan stiker Hight Alert Double Check”
pada obat.
6.2 Lasa untuk obat-obat yang termasuk kelompok Lasa/Norum
Obat kategori Look Alike Sound Alike (LASA) diberikan penanda dengan
stiker LASA pada tempat penyimpanan obat.
Apabila obat dikemas dalam paket untuk kebutuhan pasien, maka diberikan
tanda LASA pada kemasan primer obat.
7. Pemberian Obat
Penyiapan dan pemberian obat kepada pasien yang perlu diwaspadai termasuk
elektrolit konsentrasi tinggi harus memperhatikan kaidah berikut:
1) Setiap pemberian obat menerapkan PRINSIP 7 BENAR
44
DOKUMEN AKREDITASI POKJA SKP
RSU SARI MUTIARA MEDAN 2015
2) Pemberian elektrolit pekat harus dengan pengenceran dan penggunaan label
khusus.
3) Pastikan pengenceran dan pencampuran obat dilakukan oleh orang yang
berkompeten.
4) Pisahkan atau beri jarak penyimpanan obat dengan kategori LASA
5) Tidak menyimpan obat kategori kewaspadaan tinggi di meja dekat pasien tanpa
pengawasan.
6) Biasakan mengeja nama obat dengan kategori obat LASA/NORUM) Look Alike
Sound Alike = nama obat mirip rupa, saat memberi / menerima instruksi.
7) Perawat harus selalu melakukan pengecekan ganda (double-check) terhadap
semua high alert medications sebelum diberikan kepada pasien.
a) Kesesuaian antara obat dengan rekam medik/instruksi dokter.
b) Ketepatan perhitungan dosis obat.
c) Identitas pasien.
8) Pengecekan Ganda Terhadap High Alert Medications
Tujuan: identifikasi obat-obatan yang memerlukan verifikasi atau pengecekan
ganda oleh petugas kesehatan lainnya (sebagai orang kedua)sebelum memberikan
obat dengan tujuan meningkatkan keselamatan dan akurasi.
Kebijakan:
Pengecekan ganda diperlukan sebelum memberikan high alert
medicationstertentu / spesifik dan di saat pelaporan pergantian jaga atau saat
melakukan transfer pasien.
Pengecekan ganda ini akan dicatat pada rekam medis pasien atau pada catatan
pemberian medikasi pasien.
Pengecekan pertama harus dilakukan oleh petugas yang berwenang untuk
menginstruksikan, meresepkan, atau memberikan obat-obatan, antara lain:
perawat, ahli farmasi, dan dokter.
Pengecekan kedua akan dilakukan oleh petugas yang berwenang, teknisi,
atau perawat lainnya. (petugas tidak boleh sama denganpengecek pertama)
Kebutuhan minimal untuk melakukan pengecekan ganda /verifikasi oleh
orang kedua dilakukan pada kondisi-kondisi seperti berikut:
Setiap akan memberikan injeksi obat
Untuk infuse:
45
DOKUMEN AKREDITASI POKJA SKP
RSU SARI MUTIARA MEDAN 2015
- Saat terapi inisial
- Saat terdapat perubahan konsentrasi obat
- Saat pemberian bolus
- Saat pergantian jaga perawat atau transfer pasien
- Setiap terjadi perubahan dosis obat
- Pengecekan tambahan dapat dilakukan sesuai dengan instruksi dari
dokter.
9. Obat high alert infus harus dipastikan :
a. Ketepatan kecepatan pompa infus (infuse pump).
b. Jika obat lebih dari satu, tempelkan label nama obat pada syringe pump
dan di setiap ujung jalur selang.
c. Obat high alert elektrolit konsentrasi tinggi harus diberikan sesuai
perhitungan standar yang telahbaku, yang berlaku di semua ruang
perawatan.
10. Setiap kali pasien pindah ruang rawat, perawat pengantar menjelaskan kepada
perawat penerima pasien bahwa pasien mendapatkan obat high alert dan
menyerahkan formulir pencatatan obat.
11. Dalam keadaan emergency yang dapat menyebabkan pelabelan dan tindakan
pencegahan terjadinya kesalahan obat high alert dapat mengakibatkan
tertundanya pemberian terapi dan memberikan dampak yang buruk pada pasien,
maka dokter dan perawat harus memastikan terlebih dahulu keadaan klinis
pasien yang membutuhkan terapi segera (cito) sehingga double check dapat
tidak dilakukan,namun sesaat sebelum memberikan obat, perawat harus
menyebutkan secara lantang semua jenis obat yang diberikan kepada pasien
sehingga diketahui dan di dokumentasikan dengan baik oleh perawat yang
lainnya.
High alert medications yang Memerlukan Pengecekan Ganda untuk Semua DosisTermasuk Bolus
Obat-obatanKemoterapi
Heparin
Insulin
46
DOKUMEN AKREDITASI POKJA SKP
RSU SARI MUTIARA MEDAN 2015
Infuse Magnesium sulfat pada pasien obstetric
Infuse kateter saraf epidural dan perifer
*abciximab
Argatroban
Bivalirudin
*eptifibatide
Lepirudan
Citrate ACD-AKalsium klorida 8 gm/1000ml infuse (untuk CRRT)
*obat-obatan yang sebaiknya tidak diberikan sebagai bolus dari kantong infuse / vial
Obat-obatan yang Memerlukan Pengecekan Ganda jika Terdapat Perubahan KantongInfus3
Obat-obatanInfuse benzodiazepine
Kemoterapi
Infuse opioid
Infuse epidural
Infuse kateter saraf perifer
Obat-obatan yang Memerlukan Pengecekan Ganda jika Terdapat Perubahan Dosis /Kecepatan Pemberian3
Obat-obatanEpoprostenol
Kemoterapi
Treprostinil
Infuse bensodiazepin
47
DOKUMEN AKREDITASI POKJA SKP
RSU SARI MUTIARA MEDAN 2015
Infuse opioid, epidural
Heparin
8. PEMBERIAN HIGH ALERT MEDICATIONS PADA PEDIATRIK DAN NEONATUS
8.1 High alert medications pada neonatus dan pediatric serupa dengan obat-obatan
pada dewasa, dan obat-obatan di bawah ini:
a) Regicide (semua jalur pemberian)
b) Chloral hydrate (semua jalur pemberian)
c) Insulin (semua jalur pemberian)
d) Digoksin (oral dan IV)
e) Infuse dopamine, dobutamin, epinefrin, norepinefrin
8.2 Pemberian chloral hydrate untuk sedasi:
a) Kesalahan yang sering terjadi:
Dosis tertukar karena terdapat 2 sediaan: 250 mg/5ml dan 500 mg/5ml.
Instruksi sering dalam bentuk satuan volume (ml), dan bukan dalam dosis
mg.
Pasien agitasi sering mendapat dosis multipel sebelum dosis yang pertama
mencapai efek puncaknya sehingga mengakibatkan terjadinya overdosis.
b) Tidak boleh untuk penggunaan di rumah
c) Monitor semua anak yang diberikan chloral hydrate untuk sedasi pre-operatif
sebelum dan setelah prosedur dilakukan. buatlah rencana resusitasi dan pastikan
tersedianya peralatan resusitasi.
8.3 Prosedur pemberian obat:
a) Lakukan pengecekan ganda oleh 2 orang petugas kesehatan yang
berkualitas(perawat, dokter, ahli farmasi)
b) Berikut adalah konsentrasi standar obat-obatan untuk penggunaan secara
kontinu infuse intravena untuk semua pasien pediatric yang dirawat, PICU, dan
NICU. Berikan label ‘konsentrasi …….’ untuk spuit atau botol infuse dengan
konsentrasi modifikasi.
48
DOKUMEN AKREDITASI POKJA SKP
RSU SARI MUTIARA MEDAN 2015
Tabel Konsentrasi Standar Obat-obatan untuk Pediatric, PICU, dan NICU
Obat Konsentrasi 1 Konsentrasi 2 Konsentrasi 3
KCl 0,1 mEq/ml(10 mEq/100ml)
0,2 mEq/ml(20 mEq/100ml),hanya untuk infus vena sentral
Spesifik untuk pediatric / PICUDopamin 1600 mcg/ml
(400 mcg/250ml)
3200 mcg/ml(800 mcg/250ml
Dobutamin 200 mcg/ml(500 mcg/250ml)
4000 mcg/ml(1 mg g/250ml)
Epinefrin 16 mcg/ml(4 mg/250ml)
64 mcg/ml(16 mg/250ml)
Norepinefrin 16 mcg/ml(4 mg/250ml)
32 mcg/ml(8 mg/250ml)
64 mcg/ml(16 mg/250ml)
Insulin, regular 0,5 unit/ml 1 unit/ml
Spesifik untuk NICUDopamine 400 mcg/ml 800 mcg/ml 1600 mcg/ml
Dobutamin 500 mcg/ml 1000 mcg/ml 2000 mcg/ml
Epinefrin 20 mcg/ml 40 mcg/ml
Insulin, regular 0,1 unit/ml 0,5 unit/ml
Fentanil 4 mcg/ml 12,5 mcg/ml
c) Hanya staf yang berpengalaman dan kompeten yang diperbolehkan
memberikan obat.
d) Simpan dan instruksikan hanya 1 (satu) konsentrasi
e) Harus memberikan instruksi dalam satuan milligram, tidak boleh menggunakan
satuan milliliter
49
DOKUMEN AKREDITASI POKJA SKP
RSU SARI MUTIARA MEDAN 2015
f) Jangan menginstruksikan penggunaan obat-obatan ini sebagai rutinitas / jika
perlu.
g) Jika diperlukan pemberian obat secara pro re nata (jika perlu), tentukan dosis
maksimal yang masih diperbolehkan (misalnya: dosis maksimal 500 mg.
8. HAL - HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN
1. Setiap depo farmasi, ruang rawat, poliklinik harus memiliki daftar obat High alert
2. Setiap tenaga kesehatan harus mengetahui penanganan khusus untuk obat
high alert.
3. Prosedur peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai dilakukan mulai dari
peresepan,penyimpanan, penyiapan di farmasi dan ruang perawatan dan pemberian
obat
4. Cek 7 (Tujuh) Benar Obat Pasien
Setiap penyerahan obat kepada pasien dilakukan verifikasi 7 (tujuh) benar untuk
mencapai medication safety
1. Benar obat
2. Benar waktu dan frekuensi pemberian.
3. Benar dosis.
4. Benar rute pemberian.
5. Benar identitas pasien
- Kenaran nama pasien
- Kenaran nomor rekam medis pasien
- Kebenaran umur/tanggal lahir pasien
- Kebenaran alamat rumah pasien
- Nama DPJP
6. Benar informasi
7. Benar dokumentasi
50
DOKUMEN AKREDITASI POKJA SKP
RSU SARI MUTIARA MEDAN 2015
G. DOKUMENTASI
DAFTAR OBAT HIGH ALERTDI INSTALASI FARMASI RSU SARI MUTIARA MEDAN
51
DOKUMEN AKREDITASI POKJA SKP
RSU SARI MUTIARA MEDAN 2015
DAFTAR OBAT HIGH ALERT DI INSTALASI FARMASI RSU SARI MUTIARA MEDAN
1. Epinefrin injeksi
2. Norephinefrin
3. Propanolol tab
4. Isosorbiddinitrat tab
5. Propofol tab
6. Warfarin
7. Heparin injeksi
8. Lovenox 0,4
9. Lovenox 0,6
10. Arixtra injeksi
11. Digoksin tab
12. Insulin regular
13. Miloz (midazolam)
14. Ketamin
15. Pethidin injeksi
16. Fentanyl injeksi
17. Morphin injeksi
18. Apidra insulin
NB: obat-obatan berlabel merah
19. Lantus insulin
20. Noverapid insulin
21. MgSo4 injeksi
22. KCL injeksi
23. Heparin
24. Perdipin injeksi
25. Dobutamin
26. Doxurubixim
27. Pylosphamide
28. Paclitaxel injeksi
29. Periprox syr/tab
30. Spiriva combo
31. Ventolin inhaler
32. Stesolid tab
33. Stesolid syr
34. Phenobarbital injeksi
35. Stesolid injeksi/supp
REFERENSI
Wisconsin Patient Safety Institute. Model high-alert medications policy &
procedures.Wisconsin: WPSI; 2004.
Institute for Safe Medication Practices (ISMP). ISMP’s list of high-alert medications.
ISMP; 2012.
52
DOKUMEN AKREDITASI POKJA SKP
RSU SARI MUTIARA MEDAN 2015
The University of Kansas Hospital. High alert medication double-check. Dalam:
Medication management. Corporate Policy Manual. Volume 2. Kansas; 2010.
John Dempsey Hospital-Department of Pharmacy. High alert medications. Dalam:
Pharmacy practice manual. Connecticut: University of Connecticut Health Center; 2008.
Cohen M, Kilo C. High-alert medications: safeguarding against errors. Dalam: Cohen M,
peny. Medication errors. USA: American Hospital Association, Health Research &
Educational Trust, Institute for Safe Medication Practices; 2002.
Regional Pharmacy Nursing Committee. Regional high-alert medication safety practices.
Regional Pharmacy and Terapeutic Committee; 2010.
Koczmara C. High alert medications: no room for errors. Kanada: ISMP; 2003.
Graham S, Clopp MP, Kostek NE, Crawford B. Implementation of a high-alert
medication program. The Permanente Journal. 2008;12:15-22.
Joint Commission on Accreditation of Healthcare Organizations (JCAHO). High-alert
medications and patient safety. Int J Qual Health Care. 2001;13:339-40.
Cabral K, Wendler L. High alert medications, polypharmacy & avoidable
hospitalizations: Practice Improvement Series Meeting (PRISM). 2011.
Kane J. High alert medications policy. The University of Toledo Medical Center. 2011.
Colorado Foundation for Medical Care. Campaign intervention fact sheet: high alert
medications. Medication Use Quality Committee. High alert medications: identification,
double-check and labeling. Saskatoon Health Region; 2009.
3.4 Elemen Penilaian SKP.IV.
Surat Keputusan Direktur Rumah Sakit Umum Sari Mutiara Medan No.
951/XII.1/RSU-SM/VI/2015 tentang Kebijakan pelayanan anastesi dan bedah di Rumah
Sakit Umum Sari Mutiara Medan.
53
DOKUMEN AKREDITASI POKJA SKP
RSU SARI MUTIARA MEDAN 2015
PANDUAN KEPASTIAN TEPAT LOKASI/SISI, TEPAT PROSEDUR DAN TEMPAT ORANG YANG OPERASI
A. LATAR BELAKANG
Salah-lokasi, salah-prosedur, salah pasien pada operasi, adalah sesuatu yang
mengkhawatirkan dan tidak jarang terjadi di rumah sakit. Kesalahan ini adalah akibat
dari komunikasi yang tidak efektif atau tidak adekuat antara anggota tim bedah,
kurang/tidak melibatkan pasien di dalam penan lokasi (site marking), dan tidak ada
prosedur untuk verifikasi lokasi operasi.
Di samping itu pula asesmen pasien yang tidak adekuat, penelaahan ulang catatan
medis tidak adekuat, budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka antar anggota
tim bedah, permasalahan yang berhubungan dengan resep yang tidak terbaca (illegible
handwriting) dan pemakaian singkatan adalah merupakan faktor-faktor kontribusi yang
sering terjadi.
Rumah sakit perlu untuk secara kolaboratoriumoratif mengembangkan suatu
kebijakan dan/atau prosedur yang efektif di dalam mengeliminasi masalah yang
mengkhawatirkan ini. Digunakan juga praktek berbasis bukti, seperti yang digambarkan
di Surgical Safety Checklist dari WHO Patient Safety (2009), juga di The Joint
Commission’s Universal Protocol for Preventing Wrong Site, Wrong Procedure, Wrong
Person Surgery.
Penandaan lokasi operasi perlu melibatkan pasien dan dilakukan atas satu pada
lingkaran yang dapat dikenali. Lingkaran itu harus digunakan secara konsisten di rumah
sakit dan harus dibuat oleh operator/ orang yang akan melakukan tindakan, dilaksanakan
saat pasien terjaga dan sadar jika memungkinkan, dan harus terlihat sampai saat akan
disayat. Penandaan lokasi operasi dilakukan pada semua kasus termasuk sisi (laterality),
multipel Standarduktur (jari tangan, jari kaki, lesi), atau multipel level (tulang
belakang).
B. TUJUAN
1. Mencegah terjadinya kesalahan bagian/sisi tubuh yang akan dioperasi
2. Memudahkan operator mengetahui lokasi operasi
3. Mencegah resiko dan komplikasi pada waktu operasi dan sesudah operasi
54
DOKUMEN AKREDITASI POKJA SKP
RSU SARI MUTIARA MEDAN 2015
C. SASARAN
1. Panduan ini diterapkan kepada semua pasien rawat inap, pasien Instalasi Gawat
Darurat (IGD), pasien poli rawat jalan yang akan rawat inap dan pasien yang akan
menjalani suatu prosedur.
2. Pelaksana panduan ini adalah para tenaga kesehatan (medis, perawat, farmasi,
bidan, dan tenaga kesehatan lainnya) staf di ruang rawat, staf administratif, dan
staf pendukung yang bekerja di RSU Sari Mutiara Medan.
3. Pasien diidentifikasi saat di Instalasi Gawat Darurat atau poliklinik untuk pasien
yang akan rawat inap.
D. RUANG LINGKUPa) Petugas/ Perawat kamar operasi
1. Memahami dan mengimplementasikan seluruh prosedur yang ada
2. Memastikan ketepatan pasien dan penandaan area yang akan dilakukan
tindakan pasien
3. Melaporkan jika terjadi kesalahan dalam identifikasi ataupun marking area
b) Kepala Sagian Ruang Operasi
1. Memastikan dan memantau petugas telah melaksanakan panduan tindakan
pre opesari, intra operasi dan post operasi dengan baik.
2. Melakukan penyelidikan jika telah terjadi kesalahan dalam melakukan
tindakan operasi
c) Ka.Sub Keselamatan Pasien
1. Melakukan Pemantauan atas tata kelola panduan tindakan operasi bersama
dengan kepala bagian ruang operasi
2. Melakukan ferifikasi dan penyelidikan jika terjadi kesalahan dalam
melakukan tindakan operasi.
E. DASAR HUKUM
1. Permenkes No. 129 tahun 2008 tentang standar pelayanan minimal RS
2. Undang-undang No.29 tahun 2004 tentang Praktek kedokteran
3. Undang-undang No.38 tahun 2014 tentang Praktek keperawatan.
55
DOKUMEN AKREDITASI POKJA SKP
RSU SARI MUTIARA MEDAN 2015
F. TATA LAKSANA
1. Pengertian
Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan
c a r a i n f a s i v e d e n g a n m e m b u k a a t a u m e n a m p i l k a n b a g i a n t u b u h y a n g
a k a n d i t a n g a n i ( R . S j a m s u h i d a j a t & W i m d e j o n g ) . P r o s e s o p e r a s i
m e r u p a k a n pembukaan bagian tubuh untuk dilakukan perbaikan yang diakhiri
dengan penutupan dan penjahitan luka.
2. Prinsip pelayanan bedah tepat lokasi,tepat prosedur dan tepat pasien operasi.
a) Sebelum tindakan petugas melakukan pengecekan ulang seluruh identifikasi
pasien dan kelengkapan berkas penunjang sebelum dilakukan tindakan
b) Sebelum tindakan dilakukan petugas melakukan penandaan area yang akan
dilakukan operasi
c) Dalam pelaksanaan tindakan operasi petugas melakukan tindakan berdasar atas
SPO yang berlaku
3. Dalam pembedahan/operasi terdapat beberapa macam tahapan yaitu:
3.1 Preoperatif
Preoperatif adalah fase dimulai ketika keputusan untuk menjalani operasi/
pembedahan dibuat dan diakhiri ketika pasien dipindahkan ke meja operasi. Dalam hal
ini persiapan fisik maupun pemeriksaan penunjang serta persiapan mental sangat penting
dilakukan, karena kesuksesan suatu tindakan pembedahan pasien berawal dari
kesuksesan persiapan yang dilakukan selama tahap preoperatif.
Kesalahan yang dilakukan pada saat tindakan pre operasi apapun bentuknya dapat
berdampak pada tahap-tahap selanjutnya, untuk itu diperlukan kerjasama yang baik
antara masing-masing komponen yang berkompeten untuk menghasilkan outcome yang
optimal.
1. Persiapan fisik
Persiapan fisik yang dilakukan sebelum operasi biasanya mencakup status ksehatan
fisik secara umum, status nutrisi, pencukuran daerah operasi, personal hygine, dll
2. Pesiapan pasien
56
DOKUMEN AKREDITASI POKJA SKP
RSU SARI MUTIARA MEDAN 2015
Persiapan penunjang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari tindakan
pembedahan/operasi. Pemeriksaan penunjang yang dimaksud berbagai pemeriksaan
radiologi, laboratorium maupun pemeriksaan lainnya.
3. Informent consent
Informent consent sebagau wujud dari upaya hukum rumah sakit, maka pasien atau
orang yang bertanggung jawab terhadap pasien wajib untuk menandatangani surat
pernyataan persetujuan operasi
4. Persiapan mental Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam proses persiapan
operasi karena mental pasien yang tidak siap dapat berpengaruh terhadap kondisi
fisiknya. Masalah mental yang biasanya muncul pada pasien pre operasi adalah
kecemasan. Untuk mengurangi/mengatasi kecemasan pasien yaitu dengan
menanyakan hal-hal yang terkait dengan persiapan operasi
5. Obat-obatan
Pasien akan diberikan obat-obatan antibiotik profilaksis yang biasanya diberikan
sebelum pasien dioperasi, untuk mencegah terjadinya infeksi selama tindakan
operasi. Antibiotik profilaksis ini biasanya diberikan 1-2 jam sebelum operasi dimulai
dan dilanjutkan pasca bed.
6. Tahapan post operasi
Tahapan post operasi adalah periode akhir dari tindakan operasi. Selama periode ini
proses keperawatan diarahkan pada menstabilkan kondisi pasien pada keadaan
equlibrium fisiologis pasien, menghilangkan nyeri dan pencegahan komplikasi.
Pengkajian yang cermat dan intervebsi segera membantu pasien kembali pada fungsi
optimalnya dengan cepat, aman dan nyaman.
4. Kebijakan
Selain tahap-tahap tersebut, dalam pelayanan bedah juga harus memperhatikan
ketepatan lokasi pembedahan, prosedur dan ketetapan pasien termasuk prosedur medis
dan tindakan pengobatan lainnya agar tidak terjadi kesalahan dan mengancam
keselamatan pasien. Ketepatan tersebut merupakan indikator keselamatan operasi yang
57
DOKUMEN AKREDITASI POKJA SKP
RSU SARI MUTIARA MEDAN 2015
harus diperhatikan dan diterapkan, karena akan berdampak fatal terhadap keselamatan
pasien jika tidak dilaksanakan.
5. Ketepatan lokasi
Ketepatan lokasi sangatlah penting dalam tindakan pembedahan/operasi, untuk
menghindari kesalahan dalam tindakan operasi. Ketepatan lokasi ini biasa dilakukan
biasa dialkukan dengan menggunakan tanda yang mudah dikenali pada area yang akan
dilakukan tindakan operasi. Penandaan ini memudahkan petugas untuk mengidentifikasi
lokasi operasi, sehingga dapat mengurangi resiko salah lokasi operasi.
6. Tandai lokasi operasi (Marking), terutama :
a. Pada organ yang memiliki 2 sisi, kanan dan kiri.
b. Multiple structures (jari tangan, jari kaki)
c. Multiple level (operasi tulang belakang, cervical, thorak, lumbal dll)
d. Multipel lesi yang pengerjaannya bertahap
7. Anjuran Penandaan Lokasi Operasi
a) Gunakan tanda yang telah disepakati yaitu dengan menggunakan tanda
LINGKARAN
b) Dokter yang akan melakukan operasi yang melakukan pemberian tanda
c) Tandai pada atau dekat daerah insisi
d) Gunakan tanda yang tidak ambigu (contoh : tanda “X” merupakan tanda yang
ambigu)
e) Daerah yang tidak dioperasi, jangan ditandai kecuali sangat diperlukan
f) Gunakan penanda yang tidak mudah terhapus (contoh : Gentian Violet)
g) Penandaan dilaksanakan saat pasien terjaga dan sadar jika memungkinkan, dan
harus terlihat sampai saat akan di insisi.
8. Ketepatan prosedurTepat prosedur operasi merupakan tahapan verifikasi yang harus dilakukan sebelum
tindakan pembedahan, yang bertujuan untuk memastikan bahwa tindakan yang dilakukan
sesuai dengan prosedur. Ketepatan prosedur ini biasanya dilakukan dengan tahapan :
58
DOKUMEN AKREDITASI POKJA SKP
RSU SARI MUTIARA MEDAN 2015
1. Menginformasikan kepada pasien dan keluarga mengenai prosedur, rencana
operasi, dan resiko operasi
2. Mendokumentasikan semua prosedur yaitu prosedur yang lengkap dan rencana
anastesi
3. Verifikasi dokumen inform consent untuk mengidentifikasi pasien secara benar
4. Mempersiapkan semua hasil laboratorium yang relevan dan verifikasi identitas
pasien
5. Mengecek tanda lokasi yang akan dilakukan pembedahan
6. Verifikasi rencana operasi
7. Verifikasi rencana operasi
8. Verifikasi posisi yang benar pada meja operasi.
9. Verivikasi kesiapan alat
9. Ketepatan pasien Tepat pasien merupakan prosedur pemastian ketepatan pasien sebelum dilakukan
tindakan pembedahan, yang bertujuan untuk memastikan kesesuaian identitas pasien yang akan dilakukan tindakan pembedahan. Ketepatan pasien ini biasa dilakukan dengan:
1. Slalu melakukan identifikasi pasien (cros check) dengan menanyakan nama maupun
dengan melihat gelang identitas pasien.
2. Mencocokan identitas tersebut dengan berkas rekam medis pasien
3. Identifikasi pasien dan prosedur juga dilakukan sebelum pasien masuk kamar
operasi, sebelum anastesi dan sebelum dilakukan tindakan insisi
4. Pastikan kelengkapan pemeriksaan penunjang yang mendukung.
Indikator Keselamatan Operasi :
1. Menggunakan tanda yang mudah dikenali untuk identifikasi lokasi operasi dan
mengikutsertakan pasien dalam proses penandaan.
2. Menggunakan checklist atau proses lain untuk verifikasi lokasi yang tepat, prosedur
yang tepat, dan pasien yang tepat sebelum operasi, dan seluruh dokumen serta
peralatan yang dibutuhkan tersedia, benar dan berfungsi.
3. Seluruh tim operasi membuat dan mendokumentasikan prosedur time out sesaat
sebelum prosedur operasi dimulai.
Proses verifikasi sebelum operasi.
59
DOKUMEN AKREDITASI POKJA SKP
RSU SARI MUTIARA MEDAN 2015
Tujuan verifikasi adalah:
1. Memastikan benar lokasi, benar prosedur, dan benar pasien.
2. Memastikan bahwa semua dokumentasi,gambar atau citra, dan penyelidikan yg
relevan telah tersedia, sudah diberi label dan ditampilkan.
3. Memastikan tersedianya peralatan khusus dan/atau implan yang diperlukan.
Maksud proses verifikasi praoperatif adalah untuk:
1) Memverifikasi lokasi, prosedur, dan pasien yang benar;
2) Memastikan bahwa semua dokumen, foto (imaging), hasil pemeriksaan yang relevan
tersedia, diberi laboratorium dengan baik, dan dipampang;
3) Lakukan verifikasi ketersediaan setiap peralatan khusus dan/atau implant-implant
yang dibutuhkan.
Time-out, yang dilakukan sesaat sebelum prosedur operasi dimulai
1. Time-out memungkinkan semua pertanyaan yang belum terjawab atau ketidakjelasan
terselesaikan
2. Time-out dilakukan di lokasi tempat prosedur akan dilakukan, tepat sebelum
melakukan prosedur, dan melibatkan seluruh tim operasi.
3. Rumah sakit menentukan bagaimana proses time out didokumentasikan.
3.5 Elemen Penilaian SKP.V.
Surat Keputusan Direktur Rumah Sakit Umum Sari Mutiara Medan No.
1174/XII.1/RSU-SM/VI/2015 tentang Kebijakan Pencegahan Infeksi di Rumah Sakit
Umum Sari Mutiara Medan.
PENDAHULUANPANDUAN HAND HYGINE
A. LATAR BELAKANG
60
DOKUMEN AKREDITASI POKJA SKP
RSU SARI MUTIARA MEDAN 2015
Health Care Associates Infections(HCAI) adalah masalah besar dalam patient
safety dimana pengawasan dan kegiatan pencegahan harus menjadi prioritas utama untuk
dilakukan, sehingga institusi kesehatan lebih berkomitmen untuk membuatinstitusinya
menjadi lebih aman. HCAI mempunyai banyak implikasi, diantaranya adalah
memanjangnya waktu rawat, disabilitas jangka panjang, meningkatnya resistensi
mikroorganisme terhadap antimikroba, tambahan beban biaya institusional yang besar,
biaya perawatan yang tinggi untuk pasien dan keluarga, dan yang paling parah adalah
kematian yang tidak diharapkan.
Walaupun resiko HCAI ada pada setiap fasilitas kesehatan di seluruh dunia,
beban global yang harus ditanggung oleh fasilitas kesehatan sampai saat ini belum
diketahui dengan pasti mengingat sulitnya mengumpulkan data diagnostik yang reliabel.
Namun secara umum, WHO (2009) memperkirakan lebih dari 1,4 juta pasien di negara
maju dan berkembang di seluruh dunia, terkena dampak HCAI saat ini. Menurut laporan
WHO (2009) di negara maju, HCAI berdampak pada 5-15% pasien yang dirawat di
bangsal rumah sakit, dan meningkat menjadi 9-37% pada pasien yang dirawat di ICU. Di
Eropa (HELICS, 2009) memperkirakan 5 juta kasus HCAI terjadi di unit-unit perawatan
di rumah sakit, mengakibatkan memanjangnya masa perawatan selama kurang lebih 25
juta hari di rumah sakit, dan bertanggung jawab terhadap bertambahnya biaya perawatan
sebanyak 13-24 poundsterling. Sementara di USA, HCAI mengakibatkan terjadinya
infeksi saluran kemih (36%), infeksi luka operasi (20%), infeksi aliran darah (11%) dan
pnemonia (11%).
Di negara berkembang, HCAI masih belum terdata secara baik. Hal ini
disebabkan karena pencatatan, pelaporan dan penelitian yang terkait dengan HCAI masih
belum memenuhi syarat. Hal ini sangat berbahaya, mengingat perkiraan bahwa
prevalensi HCAI di negara berkembang lebih banyak, namun data yang akurat tidak
tersedia, sehingga resiko ini tidak tampak dengan jelas dan tidak mendapatkan perhatian
yang cukup. Ketidakadekuatan upaya terhadap resiko HCAI ini disebabkan karena
banyak faktor, diantaranya jumlah staf yang tidak proporsional, kebersihan dan sanitasi
yang buruk, tidak ada atau kurangnya sarana, struktur yang tidak memadai, dan
kurangnya dukungan finansial. Di luar fasilitas kesehatan, kondisi-kondisi sosial seperti
kurangnya jumlah sumberdaya kesehatan dan malnutrisi juga meningkatkan resiko
terjadinya infeksi akibat HCAI.
B. Tujuan
61
DOKUMEN AKREDITASI POKJA SKP
RSU SARI MUTIARA MEDAN 2015
1.Tujuan Umum
Meningkatkan budaya hand hygiene seluruh karyawan RSU Sari Mutiara Medan
2. Tujuan Khusus
a. Meningkatkan pengetahuan tentang hand hygiene
b. Menurunkan resiko infeksi pada pasien karena rumah sakit (health associates
infection/HAI) infeksi pada petugas kesehatan karena rumah sakit (Health Care
Associates Infection/HCAI)
c. Meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit.
C. SASARAN
Pelaksana panduan ini adalah seluruh pemberi pelayanan, petugas laboratorium,
petugas radiologi, petugas informasi, pelaksana PKRS, dan semua karyawan di rumah
sakit.
D. RUANG LINGKUP
1. Setiap orang yang kontak langsung dengan pasien seperti: dokter, perawat dan
petugas kesehatan lainnya (fisioterapi, laboratorium).
2. Setiap orang yang kontak dengan pasien, meskipun tidak langsung seperti : ahli
gizi, farmasi dan petugas tehnik
3. Setiap personil yang berkontribusi dengan prosedur yang dilakukan terhadap pasien
4. Setiap orang yang bekerja di lingkungan rumah sakit.
E. TATA LAKSANA
1. Pengertian
Hand hygiene adalah suatu upaya atau tindakan membersihkan tangan, baik
dengan menggunakan sabun antiseptik di bawah air mengalir atau dengan menggunakan
handrub berbasis alkohol dengan langkah-langkah yang sistematik sesuai urutan,
sehingga dapat mengurangi jumlah bakteri yang berada pada tangan.
Price (1938) menyatakan bahwa bakteri pada tangan dapat dikategorikan menjadi
dua jenis, dikenal sebagai resident flora dan transient flora. Resident flora, terdiri dari
mikroorganisme yang tersembunyi dibawah sel superfisial stratum korneum dan dapat
pula ditemukan pada permukaan tangan. Bakteri yang paling banyak ditemukan adalah
staphylococcus epiderdimis. Resident flora ini mempunyai dua fungsi protektif,
antagonis mikroba dan kompetisi untuk mendapatkan nutrisi di ekosistem. Secara umum,
62
DOKUMEN AKREDITASI POKJA SKP
RSU SARI MUTIARA MEDAN 2015
hubungan resident flora dan kejadian infeksi sangat kecil, namun mungkin dapat
menyebabkan infeksi pada bagian tubuh yang steril seperti mata.
Transient flora (transient microbiota), yang berkoloni pada lapisan superfisial
kulit, ukumnya lebih mudah disingkirkan dengan cuci tangan yang rutin.
Mikroorganisme transient tidak berkembang biak di dalam kulit, namun umumnya
berkembang biak di permukaan kulit. Mikroorganisme ini juga sering berpindah seiring
dengan adanya kontak antara petugas kesehatan dengan alat, pasien bahkan dengan
petugas kesehatan lain.
2. Hand Hygiene
2.1 LIMA Moment of Hand Hygiene
WHO (World Health Organization) mensyaratkan five moment of hand hygiene
(5 waktu hand hygiene) yang merupakan petunjuk waktu kapan petugas harus melakukan
hand hygienhe, yaitu :
5 Saat melakukan Hand Higiene ( Gambar 1)
1. Sebelum dan sesudah menyentuh pasien
2. Sebelum dan sesudah tindakan / aseptic
3. Setelah terpapar cairan tubuh pasien
4. Sebelum dan setelah melakukan tindakan invasive
5. Setelah menyentuh area sekitar pasien / lingkungan
LIMA Moment of Hand Hygiene
1. Sebelum kontak dengan pasien
63
DOKUMEN AKREDITASI POKJA SKP
RSU SARI MUTIARA MEDAN 2015
Kapan ? Bersihkan tangan sebelum menyentuh pasien
Kenapa ? Untuk melindungi pasien dari bakteri patogen yang ada pada tangan petugas
2. Sebelum melakukan tindakan aseptik
Kapan ? bersihkan tangan segera sebelum melakukan tindakan aseptik
Kenapa ? untuk melindungi pasien dari bakteri patogen, termasuk yang berasal
permukaan tubuh pasien sendiri, memasuki bagian dalam tubuh.
3. Setelah kontak dengan cairan tubuh pasien
Kapan ? Bersihkan tangan setelah kontak atau resiko kontak dengan cairan tubuh pasien
( dan setelah melepas sarung tangan)
Kenapa ? untuk melindungi petugas kesehatan dan area sekelilingnya bebas dari bakteri
patogen yang berasal dari pasien
4. Setelah kontak dengan pasien
Kapan ? bersihkan tangan setelah menyentuh pasien, sesaat setelah meninggalkan pasien
Kenapa ? untuk melindungi petugas kesehatan dan area sekelilingnya bebas dari
bakteri patogen yang berasal dari pasien
5. Setelah kontak dengan area sekitar pasien
Kapan ? bersihkan tangan setelah menyentuh objek atau furniture yang ada di sekitar
pasien saat meninggalkan pasien, walaupun tidak menyentuh pasien
Kenapa ? untuk melindungi petugas kesehatan dan area sekelilingnya bebas dari bakteri
patogen yang berasal dari pasien
Membersihkan tangan merupakan pilar dan indikator mutu dalam mencegah dan
mengendalikan infeksi, sehingga wajib dilakukan oleh setiap petugas rumah sakit.
Membersihkan tangan dapat dilakukan dengan mencuci tangan dengan air mengalir atau
menggunakan antiseptik berbasis alkohol (Handrub).
2.2 Enam langkah cuci tangan standar WHO adalah :
Buka kran dan basahi kedua telapak tangan Tuangkan 5 ml handscrub/sabun cair dan
gosokkan pada tangan dengan urutan TEPUNG SELACI PUPUT sebagai berikut :
1. Telapak tangan; gosok kedua telapak tangan
2. Punggung tangan; gosok punggung dan sela-sela jari sisi luar tangan kiri dan
sebaliknya.
3. Sela-sela jari, gosok telapak tangan dan sela-sela jari sisi dalam
4. KunCi; jari jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci
64
DOKUMEN AKREDITASI POKJA SKP
RSU SARI MUTIARA MEDAN 2015
5. Putar; gosok ibu jari tangan kiri dan berputar dalam genggaman tangan kanan dan
lakukan sebaliknya
6. Putar; rapatkan ujungjari tangan kanan dan gosokkan pada telapak tangan kiri
dengan cara memutar mutar terbalik arah jarum jam, lakukan pada ujung jari
tangan sebaliknya.
7. Ambil kertas tissue atau kain lap disposable, keringkan kedua tangan
8. Tutup kran dengan sikut atau bekas kertas tissue yang masih di tangan.
2.3 Hand Hygiene dengan air mengalir
Mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun merupakan teknik hand hygiene
yang paling ideal. Dengan mencuci tangan, kotoran tak terlihat dan bakteri patogen yang
terdapat pada area tangan dapat dikurangi secara maksimal. Hand hygiene dengan
mencuci tangan disarankan untuk dilakukan sesering mungkin , bila kondisi dan sumber
daya memungkinkan.
Pelaksanaan hand hygiene dengan mencuci tangan efektif membutuhkan waktu sekitar
40-60 detik.
65
DOKUMEN AKREDITASI POKJA SKP
RSU SARI MUTIARA MEDAN 2015
Cara melakukan Hand Wash ( Gambar 1
1. Basahi tangan dengan air mengalir
2. Tuangkan sabun kurang lebih 5cc untuk menyabuni seluruh permukaan tangan
3. Mulai teknik 6 langkah :
a. Gosok tangan dengan posisi telapak pada telapak.
b. Gosok telapak tangan kanan diatas punggung tangan kiri dengan jari-jari saling
menjalin dan sebaliknya.
c. Gosok kedua telapak tangan dan jari- jari saling menjalin.
d. Gosok punggung jari- jari pada telapak yang berlawanan dengan jari- jari saling
mengunci.
66
DOKUMEN AKREDITASI POKJA SKP
RSU SARI MUTIARA MEDAN 2015
e. Gosok memutar ibu jari kiri dengan tangan kanan mengunci pada ibu jari tangan
kiri dan sebaliknya.
f. Hand Hygiene Menggunakan antiseptik berbasis Gosok kuku jari-jari kiri
memutar pada telapak tangan kanan dan sebaliknya
4. Bilas tangan dengan air mengalir.
5. Keringkan tangan sekering mungkin dengan tissu.
6. Gunakan tissue untuk mematikan keran.
2.4 Hand Hygiene dengan antiseptik berbasis alkohol (Handrub)
Pada pelaksanaan hand hygiene, mencuci tangan terkadang tidak dapat dilakukan
karena kondisi atau karena keterbatasan sumber daya. Banyaknya pasien yang kontak
dengan petugas dalam satu waktu, atau sulitnya mendapatkan sumber air bersih yang
memadai menjadi kendalam dalam melaksanakan hand hygiene dengan mencuci tangan.
Dengan alasan ini, WHO menyarankan alternatif lain dalam melakukan hand hygiene,
yaitu dengan handrub berbasis alkohol.
67
DOKUMEN AKREDITASI POKJA SKP
RSU SARI MUTIARA MEDAN 2015
Cara melakukan Hand Rub ( Gambar 2 )
a. Keuntungan hand rub
WHO merekomendasikan handrub berbasis alkohol karena beberapa hal sebagai berikut:
1. Berdasarkan bukti, keuntungan intrinsik dari reaksinya yang cepat, efektif
terhadap aktivitas mikroba spektrum luas dengan resiko minimal terhadap
resistensi mikrobakterial
2. Cocok untuk digunakan pada area atau fasulitas kesehatan dengan akses dan
dukungan sumberdaya yang terbatas dalam hal fasilitas hand hygiene (termasuk
air bersih, tissue, handuk, dan sebagainya) .
68
DOKUMEN AKREDITASI POKJA SKP
RSU SARI MUTIARA MEDAN 2015
3. Kemampuan promotif yang lebih besar dalam mendukung upaya hand hygiene
karena prosesnya yang cepat dan lebih nyaman untuk dilakukan
4. Keuntungan finansial, mengurangi biaya yang perlu dikeluarkan rumah sakit.
5. Resiko minimal terhadap adverse event meningkatnya keamanan, berkaitan
dengan akseptabilitas dan toleransinya dibandingkan dengan produk lain.
b. Teknik mencuci tangan menggunakan hand rub
Pelaksanaan membersihkan tangan dengan menggunakan alcohol based handrub
efektif membutuhkan waktu sekitar 20-30 detik melalui 6 (enam) langkah kebersihan
tangan. Prosedur ini dimulai dengan menuangkan 3-5 ml handrub ke dalam telapak
tangan, dan kemudian memulai teknik 6 langkah :
1. Menggosok bagian dalam telapak tangan
2. Menggosok punggung tangan bergantian
3. Menggosok sela-sela jari tangan
4. Menggosok ruas jari tangan dengan mengkaitkan kedua tangan
5. Menggosok ibu jari tangan, bergantian
6. Menggosok ujung jari tangan
2.5 Hand Hygiene Metode bedah
Hand hygiene metode bedah adalah suatu upaya membersihkan tangan dari benda
asing dan mikroorganisme dengan menggunakan metode yang paling maksimal sebelum
melakukan prosedur bedah. Dengan tujuan tertinggi dalam upaya mengurangi
mikroorganisme patogen pada area tangan, mencuci tangan metode bedah dilakukan
dengan sangat hati-hati dan dalam waktu yang relatif lebih lama. Pelaksanaan
membersihkan tangan dengan mencuci tangan efektif membutuhkan waktu sekitar 2-6
menit melalui 3 tahapan dengan langkah-langkah :
a. Membasahi tangan dengan air mengalir, dimulai dari ujung jari sampai 2 cm diatas
siku.
b. Menempatkan sekitar 15 ml (3 x tekanan dispenser) cairan handscrub antiseptik di
telapak tangan kiri, dengan menggunakan siku lengan yang lain atau dengan dorongan
lutut untuk mengoperasikan dispenser.
c. Meratakan dan menggosok cairan handsrub
d. Ratakan dengan kedua telapak tangan, dilanjutkan dengan menggosok punggung,
sela- sela jari tangan kiri dan kanan dan sebaliknya.
69
DOKUMEN AKREDITASI POKJA SKP
RSU SARI MUTIARA MEDAN 2015
e. Kedua telapak tangan, jari -jari sisi dalam dari kedua tangan saling menggosok dan
mengait dilanjutkan dengan membersihkan kedua ibu jari dan ujung kuku jari
bergantian.
f. Mengambil pembersih kuku dan bersihkan dalam air mengalir
g. Mengambil sikat steril yang sudah berisi cairan handsrub
h. Menyikat tangan kanan dan tangan kiri bergantian.
i. Kuku dengan gerakan tegak searah dari atas ke bawah pada kedua tangan.
j. Jari-jari seakan mempunyai empat sisi, sela jari, secara urut mulai dari ibu jari sampai
dengan kelingking.
k. Telapak tangan, punggung melalui gerakan melingkar.
l. Daerah pergelangan tangan atas sampai dengan siku dengan gerakan melingkar.
m. Ulangi cara ini pada tangan kanan selama 2 menit.
n. Membilas tangan dengan air mengalir dari arah ujung jari ke siku dengan
memposisikan tangan tegak
o. sekali lagi menyikat tangan kanan dan tangan kiri secara bergantian
p. Kuku dengan gerakan tegak searah dari atas ke bawah pada kedua tangan
q. Jari-jari seakan mempunyai empat sisi, sela-sela jari, secara urut mulai dari ibu jari
sampai dengan kelingking
r. Telapak tangan dan punggung dengan gerakan melingkar
s. Daerah pergelangan tangan atas sampai dengan siku dengan gerakan melingkar
dilakukan selama 2 menit.
t. Membiarkan air menetes dari tangan sampai dengan siku.
u. Mengeringkan menggunakan handuk steril yang dibagi 2 bagian, satu bagian untuk
tangan kiri dan bagian yang lain untuk tangan kanan, memutar dari jari- jari tangan ke
arah siku.
v. Meletakkan handuk pada tempat yang disediakan.
2.6 Hal yang perlu diperhatikan dalam membersihkan tangan antara lain
Sebelum dan sesudah melakukan hand hygiene, ada hal hal yang harus diperhatikan
agar tujuan hand hygiene dapat tercapai, diantaranya adalah :
a. Perawatan kuku tangan Kuku tangan harus dalam keadaan bersih dan pendek. Kuku
yang panjang dapat menimbulkan potensi akumulasi bakteri patogen yang terdapat di
bawah kuku.
70
DOKUMEN AKREDITASI POKJA SKP
RSU SARI MUTIARA MEDAN 2015
b. Perhiasan dan aksesoris Tidak diperkenankan menggunakan perhiasan pada pada area
tangan seperti cincin, karena adanya resiko akumulasi bakteri patogen pada perhiasan
yang dipakai.
c. Kosmetik Kosmetik yang dipakai petugas kesehatan, seperti cat kuku, dapat
menyimpan bakteri patogen, juga dapat terlepas dari tangan dan berpindah saat
melakukan kontak dengan pasien. Hal ini sangat berbahaya dan disarankan untuk
tidak dilakukan.
d. Penggunaan handuk atau tissue Pengeringan tangan sebaiknya menggunakan tissue
disposable. Namun bila terdapat keterbatasan dalam sumber daya, handuk yang bersih
juga dapat digunakan, dengan catatan hanya digunakan sekali, dan kemudian harus
melalui proses pembersihan agar dapat dipakai kembali di kemudian hari.
F. MONITORING
a. Mengusulkan untuk melakukan penyegaran bagi karyawan lama dan sosialisasi
bagi pasien baru secara berkala.
b. Melakukan supervise secara rutin
c. Meningkatkan fasilitas dan sarana Hand Higiene.
PERSIAPAN :
Koordinasi dengan Ka Ruangan mengenai rencana kegiatan serta pertemuan dengan
karu beserta staf di aula menyampaikan rencana pelaksanaan kegiatan cuci tangan
ini. Pertemuan ini dilakukan saat pre comference. Pada minggu pertama selama
seminggu. Dengan sasaran seluruh staf mengetahui program ini dengan metode
tanya jawab / diskusi terarah.
Pembuatan format formulir observasi hand hygiene harian dengan jalan mengacu
pada sop timbang terima yang ada dengan Ka. Komite Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi untuk mendapatkan masukan standart format yang optimal dan mudah untuk
diaplikasikan di lapangan.
Penyusunan jadwal sosialisasi
PELAKSANAAN
Melakukan sosialisasi tentang Hand Hygiene dengan mengacu pada five moment
Hand Hygiene kepada seluruh staf seminggu 2 x, selama 2 minggu.
Melakukan sosialisasi formulir observasi harian Hand Higiene.
71
DOKUMEN AKREDITASI POKJA SKP
RSU SARI MUTIARA MEDAN 2015
Disamping itu dilaksanakannya Evaluasi bulanan dan tiga bulanan. secara berkala
saat pelaksanaan tindakan keperawatan sesuai dengan five moment.
Supervise yang dilakukan setiap hari.
KESINAMBUNGAN :
Palaksanaan kegiatan ini akan terus dimonitor dan dievaluasi oleh petugas IPCN
secara berkala serta akan dibuat laporannya secara tertulis dan akan diusulkan ke ruangan
untuk dapat melakukan penyegaran kembali tentang Hand Hygiene secara berkla bagi
karyawan lama dan sosialisasi bagi karyawan baru.
RENCANA WAKTU
NO KEGIATANJUNI JULI AGUSTUS
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4I PERSIAPAN
1. Pertemuan dengan seluruh pegawai Rs
medis/non medis
2. Menyusun format formulir observasi
harian Hand Hygiene 3. Menyusun jadwal sosialisasi II PELAKSANAAN
1.Sosialisasi tentang hand hygiene 2.Melakukan sosialisasi format
3.Evaluasi bulanan dan tiga bulanan secara
berkala
4. Supervise setiap hari oleh IPCN III EVALUASI Evaluasi harian Evaluasi bulanan RENCANA KESINAMBUNGAN
1V 1. Audit Hand Hygiene 2. Sosialisasi untuk karyawan baru dan penyegaran untuk karyawan lama
G. EVALUASI
72
DOKUMEN AKREDITASI POKJA SKP
RSU SARI MUTIARA MEDAN 2015
Evaluasi dilakukan semua staff di ruang secara random sebanyak 30% dari semua
staf. Apakah semua telah mengikuti sosialisasi sehingga dalam pelaksanaan Praktek
kebersihan tangan dapat dilakukan sebagaimana mestinya. Cara evaluasi dilakukan
dengan melakukan audit Hand Hygiene sesuai dengan format yang telah disusun.
Evaluasi akan dilaksanakan secara berkala setiap bulannya pada minggu ke IV yang
akan dilakukan oleh Problem Solver atau komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi.
Evaluasi kegiatan dilakukan terhadap kepatuhan petugas kesehatan terhadap Hand
Higiene dengan menggunakan formulir observasi terhadap kepatuhan. Kegiatan
Sosialisasi tentang Hand Hygiene yang mengacu pada Five moment Hand Hygiene di
Ruang IGD , di laksanakan tiap akhir bulan minggu ke IV bulan juni,juli dan Agustus
serta tri wulan pada bulan agustus minggu ke IV. Tahun 2011. Yang akan di laksanakan
oleh problem solver atau Komite pencegahan dan Pengendalian Infeksi.
3.6 Elemen Penilaian SKP.VI.
73
DOKUMEN AKREDITASI POKJA SKP
RSU SARI MUTIARA MEDAN 2015
Surat Keputusan Direktur Rumah Sakit Umum Sari Mutiara Medan No. 945/XII.1/RSU-
SM/VI/2015 tentang Kebijakan Pelayanan Pasien Resiko Jatuh di Rumah Sakit Umum
Sari Mutiara Medan.
PANDUAN PENGURANGAN RISIKO CIDERA KARENA PASIEN JATUH
A. LATAR BELAKANG
Falls atau pasien jatuh merupakan insiden di RS yang sering terjadi dan dapat
mengakibatkan cedera serius dan kematian. Pasien jatuh merupakan adverse event kedua
terbanyak dalam institusi perawatan kesehatan setelah kesalahan pengobatan/medication
errors (AHRQ). Insiden pasien jatuh tidak hanya berdampak kepada fisik pasien tetapi
juga dampak keuangan yang ditanggung pasien dan rumah sakit (RS). Permasalahan
pesien jatuh telah menjadi perhatian penting bagi Pemerintah dalam pelayanan pasien di
RS melalui Peraturan Menteri Kesehatan No.1691 / MENKES / PER / VIII / 2011
tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit, Bab 4 pasal 8 bahwa: setiap RS wajib
mengupayakan pemenuhan sasaran keselamatan pasien. 6 (enam) sasaran keselamatan
pasien dan salah satunya adalah pengurangan risiko pasien jatuh. Dalam rangka
menurunkan risiko cedera akibat jatuh, maka petugas RS perlu melakukan asesmen dan
reasesmen/penilaian ulang terhadap kategori risiko pasien jatuh dan bekerja sama dalam
memberikan intervensi pencegahan pasien jatuh, sesuai prosedur.
Program keselamatan pasien Rumah Sakit atau yang lebih terkenal dengan istilah
Patient Safety adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien menjadi
lebih aman. Komponen-komponen yang termasuk di dalamnya adalah: pengkajian risiko,
identifikasi dan pengelolan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan
analisa insiden, kemampuan belajar dari insiden, dan tindak lanjutnya serta implementasi
solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko. Sistem ini mencegah terjadinya cedera
yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
Pasien yang dirawat di rumah sakit mempunyai hak untuk mendapatkan asuhan
pasien yang aman melalui suatu sistem yang dapat mencegah terjadinya kejadian yang
tidak diharapkan atau KTD Kesadaran akan hal tersebutlah yang mendasari pelaksanaan
program patient safety.
74
DOKUMEN AKREDITASI POKJA SKP
RSU SARI MUTIARA MEDAN 2015
Dalam upaya mencegah terjadinya kejadian yang tidak diharapkan pada pasien
yang dirawat perlu ditumbuh kembangkan kepemimpinan dan budaya rumah sakit yang
mencakup keselamatan pasien dan peningkatan mutu pelayanan. Dalam sarana pelayanan
kesehatan rumah sakit dalam hal ini terdapat berbagai pasien dengan berbagai keadaan
dan berbagai macam kasus penyakit. Tiap-tiap pasien adalah suatu pribadi yang unik
dengan berbagai kelainan dan kekhasan masing-masing.
B. TUJUAN
1. Identifikasi pasien yang mempunyai risiko jatuh
2. Optimalisasi penggunaan asesmen jatuh untuk menentukan kategori risiko jatuh
3. Membandingkan faktor risiko intrinsik dan ekstrinsik jatuh
4. Mendeskripsikan kebutuhan akan perlunya pemahaman faktor risiko jatuh,
pencegahan,dan penanganannya dalam meningkatkan klinis dan kepuasan pasien,
serta menurunkan biaya kesehatan.
5. Memahami kunci keberhasilan Program Faktor Risiko Jatuh, Pencegahan, dan
penanganannya.
6. Memperoleh sumber daya dalam mengembangkan dan meningkatkan program
faktor risiko jatuh, pencegahan, dan penanganannya.
C. SASARAN
Pelaksana panduan ini adalah seluruh pemberi pelayanan, petugas laboratorium,
petugas radiologi, petugas informasi, pelaksana PKRS, dan semua karyawan di rumah
sakit.
D. RUANG LINGKUP
1) Panduan ini diterapkan kepada semua pasien rawat inap, pasien Instalasi Gawat
Darurat (IGD), pasien poli rawat jalan yang akan rawat inap dan pasien yang akan
menjalani suatu prosedur.
2) Pelaksana panduan ini adalah para tenaga kesehatan (medis, perawat, farmasi,
bidan, dan tenaga kesehatan lainnya) staf di ruang rawat, staf administratif, dan
staf pendukung yang bekerja di RSU Sari Mutiara Medan.
3) Pasien diidentifikasi saat di Instalasi Gawat Darurat atau poliklinik untuk pasien
yang akan rawat inap.
75
DOKUMEN AKREDITASI POKJA SKP
RSU SARI MUTIARA MEDAN 2015
E. DASAR HUKUM
1 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 1691/Menkes/VIII/2011
tentang keselamatan pasien Rumah sakit.
2 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 129 tahun 2008 tentang
standar pelayanan Rumah sakit.
F. TATA LAKSANA
1. Pengertian
Pasien jatuh adalah suatu peristiwa dimana seorang pasien mengalami jatuh, dengan
arah jatuh ke lantai, dengan atau tanpa ada yang menyaksikan, dengan atau tanpa cedera.
Penyebab jatuh dapat disebabkan karena faktor fisik atau lingkungan. Penyebab jatuh ada
yang dapat diantisipasi sebelumnya dan ada yang tidak dapat diantisipasi.
Faktor-faktor risiko yang dapat diantisipasi harus dicari untuk mencegah jatuh. Faktor
tersebut adalah :
1. Intrinsik/fisik/berhubungan dengan kondisi pasien:1.1 Riwayat jatuh sebelumnya1.2 Inkontinensia1.3 Gangguan kognitif / psikologis1.4 Usia>65 th1.5 Osteoporosis1.6 Status kesehatan yang buruk1.7 Gangguan muskuloskletal
2. Ekstrinsik/lingkungan :
2.1 Lantai basah/silau, ruang berantakan, pencahayaan kurang, handrail tidak adekuat, kabel lepas
2.2 Alas kaki tidak pas2.3 Dudukan toilet yang rendah2.4 Kursi dan tempat tidur beroda 2.5 Rawat inap berkepanjangan 2.6 Peralatan yang tidak aman 2.7 Peralatan rusak 2.8 Tempat tidur ditinggalkan dalam posisi tinggi
2. Mengurangi Risiko Cidera Akibat Jatuha. Melakukan pengkajian ulang secara berkala mengenai resiko pasien jatuh,
termasuk resiko potensial yang berhubungan dengan jadwal pemberian obat
76
DOKUMEN AKREDITASI POKJA SKP
RSU SARI MUTIARA MEDAN 2015
b. Mengambil tindakan untuk mengurangi semua resiko yang telah di
identifikasikan tersebut
3. Assessment Resiko Jatuh
a. Memonitor pasien sejak masuk
b. Memonitor dengan ketat pada pasien yang mempunyai risiko tinggi : memberikan
tanda/ alert ( sesuai warna universal ).
c. Libatkan pasien atau keluarga dalam upaya pencegahan risiko jatuh.
d. Laporan peristiwa pasien jatuh.
4. DELAPAN ISSUE Yang Terkait Risiko Pasien Cidera Akibat Jatuh
a. Obat –obatan (Medication)
b. Penglihatan yang buruk atau tidak baik/tidak jelas (Poor vision)
c. Perubahan status mental secara tiba-tiba (Sudden mental status changes)
d. Sepatu impor atau sepatu lokal yang tidak cocok (United shoes/improper shoe
fit)
e. Lantai yang licin (Spills on the floor)
f. Terlalu banyak furniture (Too much forniture)
g. Medan tidak merata ( Uneven terrain)
h. Hidrasi yang kurang (Poor hydration)
5. SCORING RESIKO ASIEN JATUH
No. Keterangan Kriteria Score1. Usia 60-70 Tahun
> 70 Tahun21
2. Status Mental Bingung terus menerusKadang-kadang bingungPenurunan Tingak Koperatif
242
3. Riwayat jatuh dalam 1 (satu) bulan terakhir
1-2 KaliBerulang
23
4. Eliminasi Pakai Kateter/ostomiKebutuhan eliminasi dibantuIncontinensia/urgency
135
5. Gangguan penglihatan*
1
6. Mobilisasi Tidur berbaring di tempat tidur/duduk dikursiGaya berjalan melangkah lebarKehilangan keseimbangan
311
77
DOKUMEN AKREDITASI POKJA SKP
RSU SARI MUTIARA MEDAN 2015
berdiri/berjalan*Penurunan koordinasi ototKesukaran berjalan, sempoyonganMenggunakan alat bantu: kruk, walker
1111
7. Obat beresiko lihat daftar dibawah)
Menggunakan 1 obatMengunakan 2 atau lebih
12
8. Hospitalisasi 3 hari dirawat sejak masuk/dirujuk2 hari pembedahan atau melahirkan
22
9. Menggunakan alat IV lineTherapy anti embiolitik
11
Total score 43
Daftar Obat Beresiko:Alkohol Anti Kejang DiuretikPsycotropica Anti Histamin SedativeBenzodiazepine Narcotic HypoglicemicAntihyoertensiKeterangan: Pasien diobsrevasi selama 24 jam jika hasil score > 10 atau yang diberi
tanda bintang (*) pasien beresiko jatuh. Lakukan tindakan pencegahan (Patient Safety)
Untuk pasien anak digunakan skala Humpty Dumpty dalam table berikut:
78
DOKUMEN AKREDITASI POKJA SKP
RSU SARI MUTIARA MEDAN 2015
Skor asesment resiko jatuh (skor minimum 7, skor maksimum 23)
- Skor 7-11 Resiko rendah
- Skor ≥ 12 Resiko tinggi
6. PROTOKOL PENCEGAHAN PASIEN JATUH PASIEN ANAK
79
No Parameter Kriteria Nilai Skor1. Usia < 3 Tahun 4
3-7 Tahun 37-13 Tahun 2≥ 13 Tahun 1
2. Jenis Kelamin Laki-Laki 2Perempuan 1
3. Diagnosis Diagnosis Neurologi 4Perubahan oksigenasi (diagnosis, respiratorik, dehidrasi, anemia, anoreksia, sindop, pusing dsb)
3
Gangguan perilaku/psikiatri 2Diagnosis lainnya 1
Gangguan Kognitif Tidan menyadari keterbatasan dirinya 3Lupa akan adanya keterbatasan 2Orientasi baik terhadap diri sendiri 1
Faktor Lingkungan Riwayat jatuh/bayi diletakkan ditempat tidur dewasa
4
Pasien menggunakan alat Bantu/bayi diletakkan dalam tempat tidur bayi/perabot rumah
3
Pasien diletakkan di tempat tidur 2Area diluar rumah sakit 1
Pembedahan/Sedasi/Anastesi Dalam 24 Jam 3Dalam 48 Jam 2> 48 Jam atau tidak menjalani pembedahan/sedasi/anestesi
1
Penggunaan Medikamentosa Penggunaan multiple: sedative, obat hypnosis, barbiturate, fenotiazin, antidepresan, pencahar, diuretic, nakose
3
Penggunaan salah satu obat diatas 2Penggunaan medikasi lainnya/tidak ada medikasi
1
Jumlah Skor Humpty Dumpty
DOKUMEN AKREDITASI POKJA SKP
RSU SARI MUTIARA MEDAN 2015
a) STANDAR RESIKO RENDAH (Skor 7-11)
1. Orientasi ruangan
2. Posisi tempat tidur rendah dan ada remnya
3. Ada pengaman samping tempat tidur dengan 2 atau 4 sisi pengaman.
Mempunyai luas tempat tidur yang cukup untuk mencegah tangan dan kaki
atau bagian lain terjepit
4. Menggunakan alas kaki yang tidak licin untuk pasien yang dapat berjalan
5. Nilai kemampuan untuk ke kamar mandi & bantu bila dibutuhkan
6. Akses untuk menghubungi petugas kesehatan mudah dijangkau, jelaskan
kepada pasien fungsi alat tersebut
7. Lingkungan harus bebas dari peralatan yang mengandung resiko
8. Penerangan lampu harus cukup
9. Penjelasan pada pasien dan keluarga harus tersedia
10. Dokumen pencegahan pasien jatuh ini harus berada pada tempatnya
b) STANDAR RESIKO TINGGI (Skor>12)1. Pakailah gelang resiko jatuh berwarna kuning
2. Terdapat tanda peringatan pasien resiko jatuh
3. Penjelasan pada pasien atau orangtuanya tentang protokol pencegahan pasien
jatuh
4. Cek pasien minimal setiap satu jam
5. Temani pasien pada saat mobilisasi
6. Tempat tidur pasien harus disesuaikan dengan perkembangan tubuh pasien
7. Pertimbangkan penempatan pasien, yang perlu diperhatikan diletakan di dekat
nurse station
8. Perbandingan pasien dengan perawat 1:3, libatkan keluarga pasien sementara
perbandingan belum memadai
9. Evaluasi terapi sesuai. Pindahkan semua peralatan yang tidak dibutuhkan
keluar ruangan.
10. Pencegahan pengamanan yang cukup, batasi di tempat tidur
11. Biarkan pintu terbuka setiap saat kecuali pada pasien yang membutuhkan
ruang isolasi
80
DOKUMEN AKREDITASI POKJA SKP
RSU SARI MUTIARA MEDAN 2015
12. Tempatkan pasien pada posisi tempat tidur yang rendah kecuali pada pasien
yang ditunggu keluarga
13. Semua kegiatan yang dilakukan pada pasien harus didokumentasikan.
7. INTERVENSI JATUH STANDART:
1. Tingkatkan observasi bantuan yang sesuai saat ambulasi.
2. Keselamatan lingkungan: hindari ruangan yang kacau balau, dekatkan bel dan
telepon, biarkan pintu terbuka, gunakan lampu malam hari serta pagar tempat tidur.
3. Monitor kebutuhan pasien secara berkala (minimalnya tiap 2 jam): tawarkan ke
belakang(kamar kecil) secara teratur.
4. Edukasi perilaku yang lebih aman saat jatuh atau transfer
8. SKALA BRADEN UNTUK MENILAI RISIKO DEKUBITUS
No Faktor Deskripsi Score Jlh1 Persepsi sensori 1. Keterbatasan penuh
2. Sangat terbatas3. Keterbatasan ringan4. Tidak ada gangguan
2 Kelembaban 1. Selalu lembab2. Umumnya lembab3. Kadang-kadang lembab4. Jarang lembab
3 Aktivitas 1. Total di tempat tidur 2. Dapat duduk 3. Berjalan kadang-kadang 4. Dapat berjalan
4 Mobilitas 1. Tidak mampu be.rgerak sama sekali 2. Sangat terbatas 3. Tidak ada masalah 4. Tanpa keterbatasan
5 Nutrisi 1. Sangat buruk2. Kurang mencukupi 3. Mencukupi 4. Sangat baik
6 Pergeseran dan pergerakan
1. Bermasalah2. Potensial bermasalah 3. Keterbatasan ringan 4. Tanpa keterbatasan
Jumlah Score
81
DOKUMEN AKREDITASI POKJA SKP
RSU SARI MUTIARA MEDAN 2015
Keterangan:
Score : 20-23 point: risiko rendah terjadi dekubitus
Score : 15-19 point: risiko sedang terjadi dekubitus
Score : 11-14 point: risiko tinggi terjadi dekubitus
Score : 6-10 point: risiko sangat tinggi terjadi dekubitus
BAB IV. PENUTUP
Keamanan adalah prinsip yang paling fundamental dalam pemberian pelayanan
kesehatan maupun keperawatan, dan sekaligus aspek yang paling kritis dari manajemen
kualitas. Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman, mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh
kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil. Sistem tersebut meliputi pengenalan risiko, identifikasi dan
pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden,
kemampuan belajar dari insiden, tindak lanjut dan implementasi solusi untuk
meminimalkan risiko.
Sebenarnya petugas kesehatan tidak bermaksud menyebabkan cedera pasien,
tetapi fakta tampak bahwa di bumi ini setiap hari ada pasien yang mengalami KTD
82
DOKUMEN AKREDITASI POKJA SKP
RSU SARI MUTIARA MEDAN 2015
(Kejadian Tidak Diharapkan). KTD, baik yang tidak dapat dicegah (non error) maupun
yang dapat dicegah (error), berasal dari berbagai proses asuhan pasien.
Mengingat masalah keselamatan pasien merupakan masalah yang penting dalam
sebuah rumah sakit, maka diperlukan Standard keselamatan pasien rumah sakit yang
dapat digunakan sebagai acuan bagi rumah sakit di Indonesia. Standard keselamatan
pasien rumah sakit yang saat ini digunakan mengacu pada “Hospital Patient Safety
Standardds” yang dikeluarkan oleh Join Commision on Accreditation of Health
Organization di Illinois pada tahun 2002 yang kemudian disesuaikan dengan situasi dan
kondisi di Indonesia. Pada akhirnya untuk mewujudkan keselamatan pasien butuh upaya
dan kerjasama berbagai pihak dari seluruh komponen pelayanan kesehatan.
MEDAN, SEPTEMBER 2015
DAFTAR PUSTAKA
1. Depkes RI. 2008, Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety), 2 edn, Bakti Husada, Jakarta.
2. _____. 2008, Pedoman Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien (IKP) (Patient Safety Incident Report), 2 edn, Bakti Husada, Jakarta.
3. IOM, 2000. To Err Is Human: Building a Safer Health System http://www.nap.edu/catalog/9728.html
4. ___, 2004. Patient Safety: Achieving a New Standardd for Care http://www.nap.edu/catalog/10863.html
5. Kemkes RI. 2010. Pedoman Teknis Fasilitas Rumah Sakit Kelas B. Pusat Sarana, Prasarana dan Peralatan Kesehatan, Sekretariat Jenderal, KEMKES-RI
83
POKJA SKPRSU SARI MUTIARA MEDAN
RADEN MUAL PURBA S.kep, Ns
DISETUJUI OLEH:DIREKTUR
RUMAH SAKIT SARI MUTIARA MEDAN
Dr. TAHIM SOLIN, MMR.
DOKUMEN AKREDITASI POKJA SKP
RSU SARI MUTIARA MEDAN 2015
6. Manojlovich, M, et al 2007, ‘Healthy Work Environment, Nurse-Phycisian Communication, and Patient’s Outcomes’, American Journal of Critical Care vol. 16, pp. 536-43.
7. Millar, J, et al 2004, ‘Selecting Indicators for Patient Safety at the Health Systems Level in OECD Countries’. DELSA/ELSA/WD/HTP, Paris, OECD Health Technical Paper.
8. Pallas, LOB, et al 2005, Nurse-Physician Relationship Solutions and Recomendation for Change, Nursing Health Services Research Unit, Ontario. database.
9. Parwijanto, H 2008, ‘Kajian Komunikasi Dalam Organisasi’, in Perilaku Organisasi. uns.ac.id, Jakarta, 10 Desember 2009.
10. Robbins, SP 2003, Perilaku Organisasi, 10 edn, PT. Indeks Gramedia, Jakarta.
11. Vazirani, S, et al 2005, ‘Effect of A Multidicpinary Intervention on Communication and Collaboratoriumoration’, American Journal of Critical Care, Proquest Science Journal, vol. 14, p. 71.
12. Wakefield, JG & Jorm, CM 2009, ‘Patient Safety – a balanced measurements framework’, AuStandardalian Health Review, vol. 33, no. 3.
13. Yahya, A. 2009 Integrasikan Kegiatan Manajemen Risiko. Workshop Keselamatan Pasien & Manajemen Risiko Klinis. PERSI: KKP-RS
84