LEMBAR JAWABAN
LANDASAN PEDAGOGIK (UJIAN AKHIR SEMESTER)
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Menyelesaikan
Mata Kuliah Landasan Pedagogik (PS701) yang diampu oleh
Dr. Ocih Setiasih, M. Pd.
Penulis:
(1302448) Syakti Perdana Sriyansyah
Program Studi Pendidikan Fisika
Sekolah Pascasarjana
Universitas Pendidikan Indonesia
Bandung
2014
LEMBAR JAWABAN
LANDASAN PEDAGOGIK (UJIAN AKHIR SEMESTER)
Penulis: Syakti Perdana Sriyansyah
Copyright©2014 oleh Syakti Perdana Sriyansyah
All right reserved
Hak penerbitan pada Syakti P. Sriyansyah
Cetakan I, Januari 2014
Diterbitkan oleh Syakti P. Sriyahsyah
Jl.Pak Gatot V No. KPAD 10H RT 01/RW 02
Geger Kalong, Bandung, 40153
Telp. +6281917130062
email: [email protected]
Desain sampul: Syada
©2013 by Syakti Perdana S.
Indonesia University of Education
Postgraduate School
Department of Physics
Bandung
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat dan
karunia-Nya, lembar jawaban yang berjudul ”Lembar Jawaban Landasan
Pedagogik (Ujian Akhir Semester)” dapat terselesaikan dengan baik.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi
sebagian dari syarat untuk menyelesaikan mata kuliah Landasan Pedagogik
(PS701) yang diampu oleh Dr. Ocih Setiasih, M.Pd. pada Program Studi
Pendidikan Fisika Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.
Lembar jawaban ini berisi jawaban Ujian Akhir Semester (UAS) dengan metode
Take Home pada Mata Kuliah Landasan Pedagogik.
Teriring ucapan terima kasih kepada Dr. Ocih Setiasih, M.Pd. yang
telah membimbing dengan sabar selama perkuliahan, rekan-rekan mahasiswa
fisika pascasarjana angkatan 2013, dan semua pihak yang telah membantu hingga
terselesaikannya tugas ini tepat pada waktunya.
Penulis menyadari jawaban ini masih banyak kekurangannya. Untuk itu
kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan untuk
kesempurnaan tulisan berikutnya. Penulis juga berharap semoga jawaban ini dapat
bermanfaat untuk semua pihak. Amiin.
Bandung, 1 Januari 2014
Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman Judul ..................................................................................................... i
Kata Pengantar ..................................................................................................... ii
Daftar isi .............................................................................................................. iii
SOAL 1 ................................................................................................................ 1
SOAL 2 ................................................................................................................ 4
SOAL 3 ............................................................................................................... 11
SOAL 4 ............................................................................................................... 13
SOAL 5 ............................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 36
1
1. Rujuk Pasal 1 ayat 1 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2003, jika diperlukan pasal lain dapat dirujuk. Analisis kandungan
nilai-nilai pedagogik yang terdapat di dalam pasal tersebut, dan
implikasinya terhadap kurikulum/program pendidikan serta
peranan pendidik khususnya pada jenjang SLTP dan SLTA.
Jawaban:
Berikut bunyi Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang pengertian pendidikan:
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara”
dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab”
Berdasarkan analisis saya, saya mengawali penjelasan dengan
meninjau Pasal 1 ayat 1 terlebih dahulu. Terdapat beberapa poin penting
yang saya garis bawahi. Secara umum apabila kita bandingkan dengan
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentu akan semakin nampak
perbedaan esensial antara hakekat pendidikan yang dirumuskan di dalam
2
kedua Undang-Undang tersebut. Saya akan mengambil beberapa poin
penting dalam menyampaikan penjelasan saya.
Pertama, pada UU No. 20 Tahun 2003 tertulis: “…peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya …” Hal ini menunjukkan
bahwa orientasi filosofis yang digunakan pada UU No. 20 Tahun 2003 telah
berubah dibanding sebelumnya. Kalimat ini mengindikasikan bahwa
pembelajaran lebih mengarah kepada siswa dimana siswa yang dituntuk
untuk lebih aktif mengembangkan potensinya sendiri. Pengertian ini
memandang siswa sebagai subjek utama pembelajaran di kelas, sehingga
siswa dituntut untuk aktif dalam rangka “…mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran belajar…” yang kondusif. Nampak jelas bahwa
peran guru hanya sebagai fasilitator dimana guru hanya membantu bukan
memberi pengetahuan. Perubahan filosofis pendidikan ini mengarah kepada
filosofi progresivisme yang lebih modern, dimana pendidikan telah
diarahkan kepada kebutuhan, minat, bakat siswa.
Perubahan filosofis ini sejalan dengan filosofis yang digunakan para
ahli pendidikan dalam rangka menyusun kurikulum yang berpusat pada
siswa (Orstein, 2011). Jika sebelumnya Pasal 1 ayat 1 UU No. 2 Tahun
1989 merujuk kepada kurikulum yang berpusat pada pelajaran, dimana guru
lebih banya menyampaikan isi pelajaran dan siswa hanya diam
mendengarkan dan mencatat. Hal ini nampak jelas pada implementasi
kurikulum 1989 sampai dengan 1994 pada saat itu. Tentu saja kurikulum
merupakan implikasi dari hakekat pendidikan yang dirumuskan pada saat
itu.
Sesuai dengan hakekat pendidikan yang tercantum pada UU No. 20
Tahun 20013 tersebut, maka penyusunan kurikulum pun berorientasi pada
siswa sebagai subjek pembelajar. Hal ini telah terlihat dalam kebijakan
pemerintah merancang kurikulum 2013 yang menggunakan pendekatan
saintifik, dimana siswa yang dituntut untuk menemukan dan membangun
sendiri pengetahuannya. Sementara peran guru hanya sebagai pembimbing
3
sekaligus fasilitator yang mengarahkan ke arah pencapaian tujuan
pembelajaran yang diharapkan.
Kedua, pada UU No. 20 Tahun 2003 tertulis “…kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya…” Hal ini semakin menegaskan
bahwa potensi yang diharapkan berkembang dalam diri siswa bukanlah
potensi kognitif (kecerdasan) semata, melainkan juga keterampilan
(kompetensi) dan juga karakter. Sudah tentu ini akan berimplikasi pada
penyusunan kurikulum, diman orientasi penyusunan kurikulum diarahkan
menuju pencapaian ketiga aspek ini, yaitu kecerdasan (kognitif),
keterampilan (kompetensi/psikomotor), dan karaketer (afektif).
Implementasi yang nyata pada kurikulum 2013 ialah adanya pendidikan
karakter yang diintegrasikan ke setiap pembelajaran. Hal ini menandakan
bahwa hakikat pendidikan yang dirumuskan dalam Pasal 1 ayat 1 UU No.
20 Tahun 2003 memang bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta
didik seutuhnya, seperti yang tertulis dalam Pasal 3 ayat 2 “…bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab”. Sejalan dengan itu, fungsi pendidikan
dalam UU No. 20 Tahun 2003 juga lebih menjurus ke sasaran, yaitu “
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa”, melalui berkembangnya
kemampuan dan terbentuknya karakter serta peradaban bangsa.
Kemudian kaitan peran guru dalam pendidikan karakter adalah
sebagai teladan bagi peserta didik. Peran guru selengkapnya tersirat dalam
Pasal 4 ayat 4 yang menyebutkan bahwa ”Pendidikan diselenggarakan
dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan
kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran” Hal ini jelas terlihat
jika peran guru adalah sebagai teladan, motivator, dan pemicu semangat
siswa dalam suatu proses pembelajaran.
4
Lebih dalam lagi, makna penyelenggaraan pendidikan bukanlah
hanya sebatas sebagai tempat proses pemerolehan pengetahuan semata,
melainkan tempat pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang
berlangsung sepanjang hayat. Dengan jelas terlihat bahwa ini mengarah
pada pendidikan seumur hidup. Hal ini tercantum dalam Pasal 4 ayat 3 UU
No. 20 Tahun 2003.
“Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses
pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang
berlangsung sepanjang hayat”
Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat diambil beberapa garis besar:
a) pendidikan menurut UU No. 20 Tahun 2003 bukanlah hanya sebagai
proses memperoleh pengetahuan melainkan suatu proses
pemberdayaan segalam kemampuan, nilai, dan sikap dalam rangka
mengmbangkan kemampuan (intelektual, sosial, kultur, dan
ekonomi) dan membentuk watak (karakter).
b) pendidikan menurut UU No. 20 Tahun 2003 memandang peserta
didik sebagai subjek pembelajar di kelas yang dapat
mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran yang
terencana dan menyenangkan.
2. Rujuk Buku Karya : “Ki Hadjar Dewantara”.
a. Kemukakan filsafat pendidikan Ki Hadjar Dewantara yang
meliputi pandangannya tentang: hakikat pendidikan, tujuan
pendidikan, isi pendidikan, alat pendidikan, hakikat pendidik
dan hakikat peserta didik. Berikan analisis saudara atas
pandangan beliau tentang hal tersebut di atas!
b. Jelaskan pula nilai-nilai pendidikan Taman Siswa yang relevan
dengan Sistem Pendidikan Nasional Indonesia saat ini, serta
implikasinya bagi penyelenggaraan pendidikan.
5
Jawaban:
a. Berikut dijabarkan filsafat pendidikan Ki Hadjar Dewantara
Hakekat Pendidikan
Ki Hadjar Dewantara dalam tulisannya (Soemantrie, 2010)
menerangkan bahwa menurut pengertian umum, “Pendidikan yaitu tuntunan
di dalam hidup tumbuhnya anak-anak. Adapun maksudnya pendidikan
yaitu: menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar
mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah
mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya”
Pengertian pendidikan lainnya yang diajukan oleh KHD sebagai berikut
Soemantrie, 2010):
“Pendidikan. umumnya berarti daya-upaya untuk memajukan
bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan – batin, karakter), pikiran
(intellect) dan tubuh anak; dalam pengertian Taman Siswa tidak
boleh dipisah-pisahkan dengan bagian–bagian itu, agar supaya
kita dapat memajukan kesempurnaan hidup, yakni kehidupan
dan penghidupan anak-anak yang kita didik selaras dengan
dunianya..”
Sedangkan menurut beliau Pendidikan Nasional didefinisikan sebagai
berikut:
“Pendidikan nasional menurut paham Taman Siswa ialah
pendidikan yang beralaskan garis-hidup dari bangsanya
(cultureel–national) dan ditujukan untuk keperluan
perikehidupan (maatschappelijk) yang dapat mengangkat
derajat negara dan rakyatnya, agar dapat bekerja bersama-sama
dengan lain-lain bangsa untuk kemuliaan segenap manusia
diseluruh dunia”
Apabila kita analisis dari definisi yang beliau berikan tentang
pendidikan, terlihat KHD menekankan pada pendidikan budi pekerti luhur.
Menurut beliau penekanan pada pendidikan budi pekerti ini harus
6
menggunakan syarat-syarat yang selaras dengan jiwa kebangsaan menuju
kepada kesucian, ketertiban, dan kedamaian lahir bathin dan orientasi
pendidikannya adalah kehidupan bermasyarakat dimana beliau juga
menekankan kepada sumber daya yang dihasilkan sesuai dengan tuntutan
zaman akan tetapi tidak mengabaikan kepribadian dan identitas kebangsaan,
melainkan justru akan mengangkat derajat negara dan rakyatnya.
Tujuan Pendidikan
Pendangan KHD mengenai tujuan pendidikan dapat di tinjai dari dua
sudut pandang tujuan, yaitu tujuan bagi individu dan bagi sosial
(Syaripudin, 2013).
Pertama, tujuan pendidikan bagi individu adalah memajukan hidupnya
lahir bathin anak, yaitu memerdekakan anak, memajukan tumbuhnya budi
pekerti, pikiran (intellect) dan tubuh anak agar dapat mencapai
kesempurnaan hidup atau mencapai tertib damai-selamat bahagia.
Kedua, tujuan pendidikan bagi sosial adalah mempertinggi hidup
masyarakat dalam arti memerdekakan masyarakat atau bangsa, serta
memelihara, memajukan, dan memperkembangkan kebudayaan menuju ke
arah keluhuran hidup kemanusiaan.
Sementara itu, tujuan pendidikan dalam Taman Siswa adalah tidak
hanya menghendaki pembentukan intelek, tetapi juga terutama pendidikan
dalam arti pemeliharaan dan latihan susila. Hal ini dapat dicapai dengan
menggunakan dasar kekeluargaan.
Apabila diperhatikan secara saksama, KHD menunjuk pada kata
“…memajukan hidupnya lahir bathin, yaitu memerdekakan anak…” Hal ini
memberi penguatan bahwa tujuan pendidikan yang diharapkan oleh KHD
harus mampu membentuk manusia Indonesia seutuhnya, seperti halnya
tujuan pendidikan nasional yan tercantum pada UU No.20 Tahun 2013.
Selain itu, arti kata “merdeka” di sini adalah pribadi yan bebas dari tekanan
politik, penjajahan, fisik, dan ekonomi. Tujuan pendidikan ini tetap juga
menyelaraskan dengan pentingnya keseimbangan intelektual dan spiritual
(karakter budi pekerti luhur), dimana tetap memegang identitas kebudayaan
7
bangsa. Pemikiran ini memang akan sangat relevan digunakan sampai
sekarang, dimana pendidikan memang bertujuan untuk mempertinggi
derajat kemanusiaan menuju sempurnanya hidup manusia seingga mencapai
keselamatan dan kebahagiaan (Syaripudin, 2013).
Isi Pendidikan
KHD menuliskan 5 jenis ilmu syarat-syarat pendidikan atau
“hulpwetenschappen”, antara lain (Soemantrie, 2010):
a. ilmu hidup batin manusia (ilmu jiwa, psychologie);
b. ilmu hidup-jasmani manusia (fysiologie);
c. ilmu keadaan atau kesopanan (ethika atau moral);
d. ilmu keindahan atau ketertiban-lahir (aesthetika);
e. ilmu tambo pendidikan (ikhtisar cara-cara pendidikan);
Adapun dalam lingkungan Taman Siswa, KHD menanamkan
nasionalisme yang disebut nasionalisme kultural. Nasionalisme kultural ini
selaras dengan kebutuhan masyarakat, maka cara memberikan pendidikan
kebangsaan pada saat itu adalah dengan melalui pendidikan etika, sejarah
kebudayaan, pelajaran bahasa, kesenian termasuk antara lain: permainan,
nyanyian, tarian dan musik, kepemudaan (Soeratman, 1985).
Peralatan Pendidikan.
Menurut KHD, arti kata “peralatan” sebenarnya alat-alat yang pokok,
cara-caranya mendidik. Cara-cara tersebut sangat banyak, tapi jika harus
dibagi KHD membaginya secara pokok sebagai berikut:
a. memberi contoh (voorbeeld);
b. pembiasaan (pakulinan, gewoontevorming);
c. pengajaran (leering, wulang wuruk);
d. perintah, paksaan dan hukuman (regeering en tucht);
e. laku (zelfbeheersching, zelfdiscipline);
f. pengalaman lahir dan batin (nglakoni, ngrasa, beleving).
8
KHD meyebutkan alat-alat pendidikan yang dapat digunakan sangat
banyak, asalkan menghindari paksaan, alat perintah, dan hukuman. Metode
yang digunakan oleh KHD disebut metode “Among”. Semboyan
pelaksanaan metode ini adalah “Tut Wuri Andayani”. Semboyan ini artinya
mendorong para anak didik untuk mebiasakan diri mencari dan belajar
sendiri. Metode ini dapat dikatakan berorientasi pada siswa, tetapi sekalipun
berorientasi pada siswa KHD juga memikirkan keseimbangan antara konten
materi yang harus dipelajari oleh siswa.
Hakikat Pendidik dan Peserta Didik
Pendidik menurut pandangan KHD adalah mereka yang secara tulus
ikhlas karena memang panggilan jiwa mereka untuk mendidik anak-anak
dengan tidak terikat lahir bathin, suci hati, dan berniat untuk berdekatan
dengan Sang Anak. Implikasi logis dari hal ini menurut KHD adalah
pendidik hakekatnya adalah berhamba pada Sang Anak, dimana seorang
pendidik harus menyerahkan dirinya sepenuhnya demi Sang Anak.
Pandangan KHD ini menggambarkan ketulusan yang sudah semestinya
dimiliki oleh seorang pendidik, sehingga mendidik bukanlah sebuah
tuntutan pekerjaan semata, melainkan adalah panggilan jiwa.
Dalam pandangan ini, hakikat anak dipandang sebagai mahluk yang
merdeka, mahluk yang memiliki potensi difat luhur dan halus, dimana
seorng pendidiklah yang bertugas untuk mengembangkan potensi tersebut.
Secara garis besar, saya melihat keseluruhan ensensi pemikiran KHD
yang beliau tuangkan dalam Taman Siswa merupakan pemikiran esensial
yang menjadi dasar bagi pendidikan sepanjang hayat. Pemikiran tersebut
masih relevan hingga zaman sekarang, hanya saja yang menjadi
pertimbangan adalah penyesuaian muatan konten dengan kebutuhan peserta
didik pada zaman sekarang. Akan tetapi hal ini bukan berarti meninggal
esensi pemikiran KHD tentang isi pendidikan. Beliau menekankan pada
orientasi pendekatan berpusat pada siswa dimana kurikulumnya
9
dikembangkan sesuai dengan tuntutan dan perkembangan zaman tanpa
harus mengabaikan identitas kebangsaan dan kebudayaan Indonesia.
b. Pada dasarnya setiap nilai yang terkandung dalam pendidikan Taman
Siswa adalah relevan sampai sistem pendidikan saat ini, karena akar dari
pendidikannya adalah karakter berbudi luhur yang mendasari semua
perilaku manusia.. Nilai-nilai pendidikan Taman Siswa yang relevan
dengan Sistem Pendidika Nasional beserta implikasinya bagi
penyelenggaraan pendidikan saat ini dijelaskan sebagai berikut (Ki
Supriyoko, 2013):
(1) Metode “Among”
Konsep ini menjelaskan bahwa mendidik anak itu harus dilandasi
denga rasa ikhlas untuk mengasuh dan membimbing sebagaimana
layaknya seorang “pengemong”. Mendidik tidak terbatas hanya di kelas
saja melainkan terus-menerus selama 24 jam.
(2) Nilai Kekeluargaan
Nilai ini menyatakan hendaknya pendidikan sebaiknya dilakukan
dalam suasana kekeluargaan, sebagaimana hubungan antara ayah dan
anak atau ibu dengan anak.
(3) Konsep Tut Wuri Andayani
Konsep ini meyatakan bahwa dalam mendidik hendaknya
memberikan kesempatan kepada anak utuk mencoba sendiri dahulu, jika
ada yang keluar dari petunjuk, maka tugas guru mengarahkan ke arah
yang benar. Hal ini sesuai dengan konsep kurikulum 2013 sekarang ini
yang mengacu pada pendekatan berpusat pada siswa.
(4) Konsep ngerti, ngrasa, dan ngelakoni
Konsep ini lebih diterapkan dalam pembelajaran bagi peserta
didik, dimana untuk mengoptimalkan pembelajaran peserta didik harus
menguasai terlebih dahulu (ngerti), merespon positif materi (ngrasa),
dan kemudian mempraktekkan (ngelakoni). Hal ini menjadi dasar
pengembangan model-model pembelajaran di kelas. Pendidik harus
10
memperhatikan tiap tahapan agar dapat memastikan bahwa di tiap
tahapan yang dilalui peserta didik telah menguasai.
(5) Konsep Trisakti Jiwa
Konsep ini berkaitan dengan optimalisasi cipta, rasa, dan karsa.
Konsep ini berkaitan erat dengan setiap keterampilan berpikir dan
keterampilan lainnya yang akan dikembangkan pada anak. Konsep ini
menjelaskan tentang daya cipta atau kreativitas (cipta), daya
pemahaman dan perasaannya (rasa), dan juga dibangun motivasinya
(karsa) untuk mempelajari sesuatu.
(6) Nilai Kebangsaan
Nilai ini menyatakan bahwa pendidikan harus mampu
menghantarkan Sang Anak memiliki jiwa dan semangat kebangsaan
yang mendudukkan Indonesia di atas segalanya tanpa perbedaan
apapun.
(7) Konsep Trisentra Pendidikan
Konsep ini terdiri dari keluarga, perguruan, dan pergerakan.
Ketiga elemen penting ini saling berhubungan dan memiliki fungsi
masing-masing, dimana keluaraga memegang fungsi utama dalam
membentuk dan mendasari pendidikan budi pekerti dan tingkah laku
pada anak. Konsep ini pada kenyataan sekarang ini sudah banyak
ditinggalkan. Orang tua banyak lepas tangan terhadap pendidikan dalam
keluarga dikarenakan oleh alasan kesibukan dan lainnya.
(8) Konsep Dasar dan Ajar
Konsep ini menitikberatkan pada perkembangan jiwa Sang Anak
tergantung dari (1) bakat atau kemampuan awal pemberian Tuhan YME
dan (2) pendidikan serta pelatihan dari pendidik.
(9) Konsep Keseimbangan
Konsep ini mengacu pada keseimbangan antara kecerdasan
intelektual dengan kepribadian (budi pekerti dan tingkah laku).
11
(10) Konsep Trihayu
Konsep ini terdiri dari memayu hayuning salira, memayu hayuning
bangsa, dan memayu hayuning manungsa (bawana) menyatakan bahwa
pendidikan hendaknya dapat bermanfaat bagi diri sendiri, bagi bangsam dan
bagi masyarakat dunia.
(11) Konsep Tripantangan
Konsep ini merupakan larangan bagi para penyelenggara pendidikan
agar tidak memburu harta, tahta, dan wanita.
Secara umum, semua konsep tersebut berimplikasi logis terhadap
penyelenggaraan pendidikan, baik dari aspek pendidiknya, peserta didik, metode
dan model pembelajaran yang digunakan, orientasi pengembangan kurikulum, dan
bagaimana pendidikan seharunya diselenggarakan. Kurikulum yang dikembangkan
harus berorientasi pada siswa seperti halnya kurikulum 2013 sekarang, pendekatan
yang digunakan haruslah mengaktifkan siswa, dan menjaga keseimbangan antara
pendidikan akademik dengan karakter.
3. Menghadapi berbagai tantangan di era global, modal dasar yang
penting bagi setiap bangsa adalah sumber daya manusia. Sekaitan
dengan pernyataan di atas, kemukakan pandangan saudara tentang
peran pendidikan keluarga dalam mengembangkan potensi sumber
daya manusia Indonesia.
Jawaban:
Menurut pandangan saya, keluarga adalah lembaga pendidikan
pertama untuk anak. Keluarga memberikan pelajaran dasar kepada anak
sebagai bekal anak melewati masa selanjutnya. Kaitannya dengan
mengembangkan potensi sumber daya manusia Indonesia, tentunya calon
sumber daya manusia yang unggul harus memiliki fondasi yang unggul
pula. Layaknya sebuah rumah yang kokoh, itu karena rumah tersebut
fondasinya pun kokoh. Dengan demikian, guna mencetak sumber daya
manusia yang berkualitas, dasarnya pun harus berkualitas. Sekarang yang
12
menjadi pertanyaan adalah dimana dasar itu dibentuk? oleh siapa? dan dari
dengan materi apa?
Ketiga jawaban tersebut akan menunjukkan betapa pentingnya peran
keluarga dalam rangka memberikan pendidikan dasar yang pertama.
Fondasi dasar itu dibentuk di keluarga, oleh orang tua, dan materinya adalah
budi pekerti dan agama. Keluarga mempunyai peran penting dalam rangka
membangun fondasi mental dan karakter yang kokoh sehingga sumber daya
tersebut akan lahir menjadi sumber daya yang siap untuk mengembangkan
intelektualitasnya. Mengapa keluarga tidak memberikan pendidikan
intelektual? karena tidak semua keluarga (orang tua) yang mampu untuk
memberikan pengetahuan intelektual kepada anak. Orang tua berperan
dalam menanamkan nilai-nilai luhur melalui keteladanan moral dan akhlak,
sehingga terbentuknya pribadi yang berbudi pekerti luhur. Apalagi massa
perkembangan emas seorang anak, mereka lalui dalam keluarga. Pada
massa tersebut anak menjadi sangat peka terhadap lingkungannya. Apabila
lingkungan keluarganya tidak baik, maka akan berpengaruh terhadap
karakter anak tersebut. begitu juga sebaliknya jika keluarganya
menanamkan nilai luhur, maka anak akan tumbu dan berkembang menjadi
sumber daya manusia yang siap menghadapi tantangan era global. Perihal
mengembangkan intelektualitas adalah tugas dari lembaga pendidikan
selanjutnya setelah keluarga, yaitu sekolah.
Pendapat ini sejalan dengan pendapat Ki Hadjar Dewantara yang
dituangkan dalam “Sistem Tripusat/Trisentra Pendidikan” (Soeratman,
1985), yaitu:
(1) keluarga: pusat pendidikan yang pertama dan yang terpenting
guna mendidik budi pekerti dan laku sosial.
(2) perguruan: pusat pendidikan sebagai balai wiyata yang
berkewajiban mengusahakan keceradasan pikiran dan memberi
ilmu pengetahuan.
13
(3) pergerakan pemuda: sebagai daerah merdekanya kaum pemuda
atau “Kerajaan Pemuda” untuk melakukan penguasaan diri, yang
amat penting untuk pembentukan watak.
(4) Sesuai dengan tugasnya sebagai pendidik, tugas dan tanggung
jawab guru guru bukan hanya mentransfer pengetahuan kepada
peserta didik tetapi “mendidik”. Sekaitan dengan pernyataan
tersebut, kemukakan pendapat saudara tentang penerapan
landasan pedagogik dalam pendidikan fisika atau pendidikan IPA.
Jawaban:
Seperti yang telah dipelajari bahwa pedagogik adalah ilmu tentang
bagaimana mendidik dan membimbing anak. Apabila mengacu pada
pengertian yang dikemukakan oleh Ki Hadjar Dewantara (Soeratman,
1982), bahwa “mendidik berarti menuntut tumbuhnya budi pekerti dalam
hidup anak didik kita, supaya mereka kelak menjadi manusia yang
berpribadi yang beradab dan susila”. Hal ini berarti tidak hanya mentransfer
pengetahuan semata, melainkan memberi teladan dan membimbing sampai
siswa benar-benar mengerti dan memahami. Selain itu juga, dalam
pembelajaran juga kita sebagai pendidik perlu menyampaikan pesan moral,
baik secara tersirat (keteladanan) maupun tersurat (mengaitkan dengan
materi pembelajaran).
Menurut pandangan saya, penerapan landasan pedagogik dalam
pendidikan fisika tidak hanya terjadi dalam proses pembelajaran saja, tetapi
setiap saat, baik itu dalam pembelajaran maupun di luar pembelajaran. Hal
ini sesuai dengan konsep “Among” yang dikemukakan KHD. Apalagi kalau
mengingat bahwa fisika adalah mata pelajaran yang dianggap sulit oleh
siswa, tidak sedikit siswa yang mempunyai banyak masalah dengan fisika,
maka terkadang dalam proses pembelajaran terdapat siswa yang malas
belajar, acuh tak acuh, bingung, putus asa, atau bahkan mengganggu yang
lain. Keadaan yang seperti ini tentu tidak akan mampu membuat siswa
14
mengerti jika hanya mengajarkan pelajaran, tapi butuh lebih dari itu, yaitu
mendidik. Salah satunya adalah mendidik menggunakan konsep
kekeluargaan seperti yang dikemukakan oleh KHD, membuat siswa merasa
nyaman dengan kita terlebih dahulu, membuat siswa merasa kita adalah
sahabat/orang tua kedua/kakak terbaik untuk mereka, setelah mereka merasa
nyaman barulah kita mendekatinya atau bahkan mereka yang membuka diri,
sehingga mudah bagi kita membantu untuk mengatasi kesulitan belajar yang
dialaminya. Sampai mereka bener-bener memahami.
Berdasarkan pengalaman, apabila siswa telah merasa nyaman maka
siswa tidak akan sungkan untuk bertanya tentang kesulitan yang mereka
hadapi bahkan sampai mencurahkan isi hatinya. Hal ini tidak hanya terjadi
di dalam kelas, melainkan di luar kelas setelah atau sebelum pembelajaran.
Sebagai guru, kita dituntut ikhlas dalam mendidik, menuntun siswa sampai
memahami, memberi panutan dan contoh, penyemangat serta tidak melalui
kekerasan, meskipun dalam keadaan terdesak.
Selain itu, dalam proses pembelajaran kita tidak hanya mengajar
melainkan sebagai teladan dalam segala hal, baik berpakaian, berbicara,
bertingkah laku, mengemukakan pendapat, mengawali dan menutup
pelajaran dengan doa, mengucapkan salam, dan berjabat tangan ketika
bertemu. Semuanya adalah sebuah proses untuk mewujudkan konsep
kekeluargaan sehingga tidak ada yang membuat siswa merasa takut, tidak
akrab, atau bahkan menjauhi kita. Dengan demikian, landasan pedagogik
sangat diperlukan untuk mendekatkan diri kita sebagai guru dengan siswa
dan antara siswa dengan pelajaran serta membentuk karakter-karakter dalam
diri mereka secara tidak langsung melalui keteladanan.
4. Buatlah sebuah Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Mata
Pelajaran Fisika yang merepresentasikan disain pembelajaran yang
bermakna pedagogis.
Jawaban:
(Terlampir)
15
SOAL UJIAN AKHIR SEMESTER
1. Rujuk Pasal 1 ayat 1 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2003, jika diperlukan pasal lain dapat dirujuk. Analisis kandungan
nilai-nilai pedagogik yang terdapat di dalam pasal tersebut, dan
implikasinya terhadap kurikulum/program pendidikan serta peranan
pendidik khususnya pada jenjang SLTP dan SLTA.
2. Rujuk Buku Karya : “Ki Hadjar Dewantara”.
a) Kemukakan filsafat pendidikan Ki Hadjar Dewantara yang meliputi
pandangannya tentang: hakikat pendidikan, tujuan pendidikan, isi
pendidikan, alat pendidikan, hakikat pendidik dan hakikat peserta
didik. Berikan analisis saudara atas pandangan beliau tentang hal
tersebut di atas!
b) Jelaskan pula nilai-nilai pendidikan Taman Siswa yang relevan
dengan Sistem Pendidikan Nasional Indonesia saat ini, serta
implikasinya bagi penyelenggaraan pendidikan.
3. Menghadapi berbagai tantangan di era global, modal dasar yang penting
bagi setiap bangsa adalah sumber daya manusia. Sekaitan dengan
pernyataan di atas, kemukakan pandangan saudara tentang peran
pendidikan keluarga dalam mengembangkan potensi sumber daya
manusia Indonesia.
4. Sesuai dengan tugasnya sebagai pendidik, tugas dan tanggung jawab
guru guru bukan hanya mentransfer pengetahuan kepada peserta didik
tetapi “mendidik”. Sekaitan dengan pernyataan tersebut, kemukakan
pendapat saudara tentang penerapan landasan pedagogik dalam
pendidikan fisika atau pendidikan IPA.
5. Buatlah sebuah Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Mata
Pelajaran Fisika yang merepresentasikan disain pembelajaran yang
bermakna pedagogis.
16
DAFTAR PUSTAKA
Ornstein, A.C., Levine, D.U, Gutek, G.L. 2011. Foundation of Education.
Belmont: Wadsworth.
Soedijarto. 2013. Pemikiran Kependidikan Bapak Pendidikan Nasional (Ki
Hadjar Dewantara) dan Relevansinya dengan Pendidikan Guru di
Era Globalisasi dalam Upaya Mencerdaskan Kehidupan Bangsa dan
Memajukan Kebudayaan Nasional. di seminarkan pada Seminar
“Menggali Nilai-Nilai Pedagogik Ki Hajar Dewantara dan
Relevansinya dengan Pendidikan Guru dan Kebangsaan” pada
tanggal 17 Desember 2013. Bandung: SPs UPI.
Soeratman, D. 1985. Ki Hadjar Dewantara. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Pendidikan Sejarah Perjuangan
Bangsa.
Somantrie, H. 2010. Perkembangan kurikulum sekolah menengah di
Indonesia (Suatu perspektif historis dari masa ke masa). Jakarta:
Kementerian Pendidikan Nasional Balitbang Pusat Kurikulum.
Supriyoko, K. 2013. Mendalami Filsafat Pendidikan Ki Hadjar Dewantara.
di seminarkan pada Seminar “Menggali Nilai-Nilai Pedagogik Ki
Hajar Dewantara dan Relevansinya dengan Pendidikan Guru dan
Kebangsaan” pada tanggal 17 Desember 2013. Bandung: SPs UPI.
Syaripudin, T. 2013. Menggali dan Revitalisasi Pedagogik Ki Hadjar
Dewantara serta Relevansinya Bagi Pendidikan Guru dan
Kebangsaan. di seminarkan pada Seminar “Menggali Nilai-Nilai
Pedagogik Ki Hajar Dewantara dan Relevansinya dengan Pendidikan
Guru dan Kebangsaan” pada tanggal 17 Desember 2013. Bandung:
SPs UPI.
Undang - Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
Undang - Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ( RPP )
Satuan Pendidikan : MTsN
Mata Pelajaran : IPA Fisika
Kelas / Semester : VIII / I
Pertemuan Ke- : 2 (Dua)
Alokasi Waktu : 2 x 40 menit
Standar Kompetensi : Memahami peranan usaha, gaya, dan energi dalam kehidupan
sehari-hari.
Kompetensi Dasar : Menyelidiki tekanan pada benda padat, cair, dan gas serta
penerapannya dalam kehidupan sehari-hari
Indikator :Mengaplikasikan prinsip bejana berhubungan dalam kehidupan
sehari-hari.
A. Tujuan Pembelajaran
A.1. Kognitif
Peserta didik dapat :
1. Menjelaskan tekanan dalam zat cair.
2. Menentukan tekanan zat cair.
3. Mengamati posisi permukaan zat cair dalam bejana berhubungan.
4. Menjelaskan pemanfaatan sifat permukaan zat cair yang selalu mendatar dalam
kehidupan sehari-hari.
5. Mengamati tinggi permukaan zat cair dalam pipa U.
6. Menjelaskan hubungan antara massa jenis dan tinggi zat cair dalam pipa U.
A.2. Psikomotorik
Peserta didik dapat
1. Melakukan percobaan sederhana untuk menentukan besar tekanan hidrostatis.
2. Mengamati posisi permukaan zat cair dalam bejana berhubungan (pipa U).
A.3. Afektif
Peserta didik dapat :
1. Bekerja sama dalam kelompok selama percobaan dan diskusi.
2.Aktif dan tertib selama melaksanakan diskusi.
B. Materi Pembelajaran
Tekanan Hidrostatis dan Bejana Berhubungan (pipa U)
C. Metode Pembelajaran
Model Pembelajaran : Direct Interaction (DI), Inquiry dan Cooperatif Learning
Pendekatan : Induktif
Metode : 1. Eksperimen
2. Ceramah
2. Diskusi
3. Tanya jawab
D. Langkah-langkah Kegiatan
TAHAPAN FASE KEGIATAN KEGIATAN GURU KEGIATAN
SISWA
Kegiatan Awal
(5 menit)
(Pendahuluan)
Menyampaikan
tujuan dan
memotivasi siswa
Memeriksa kesiapan
siswa dalam
menerima pelajaran
dan mengumpulkan
tugas sebelumnya.
Menjelaskan
Indikator, tujuan
pembelajaran,
informasi, latar
belakang,
pentingnya
pelajaran,
mempersiapkan
untuk belajar
Memotivasi siswa
dengan mengaitkan
pelajaran dengan
pengetahuan
prasyarat (apersepsi
konsep tekanan
dalam kehidupan
sehari-hari).
Apersepsi dengan
pertanyaan:
Mengapa pancuran
tempat wudu
(BONG) lubangnya
terletak dibagian
paling bawah?
Bagaimanakah cara
mengukur
tekanannya?
Mengapa mulut
Menyiapkan alat-
alat tulis untuk
menerima
pelajaran.
Menyimak dan
termotivasi untuk
melanjutkan
pembelajaran.
Memberikan
respon dengan
bertanya jika ada
yang belum
dimengerti dalam
apersepsinya atau
menjawab
dengan alasan.
ceret tidak boleh
lebih rendah dari
bagian tutup kepala
ceret?
Kegiatan Inti
(65 menit) (Pengembangan)
Menyajikan
informasi
(2 menit)
(Penerapan)
Mengorganisasikan
siswa ke dalam
kelompok belajar
(3 menit)
Membimbing
kelompok bekerja
dan belajar
(10 menit)
Menyajikan
informasi berupa
pengetahuan awal
tentang tekanan
hidrostatis dan
penjelasan langkah-
langkah percobaan
bertahap yang akan
dibimbing oleh guru.
Membentuk
kelompok.
Membagi kelompok
menjadi 6
kelompok yang
heterogen dan
masing-masing
kelompok berjumlah
5-6 orang anggota.
Memberikan LKS
pembelajaran yang
berisi pedoman
percobaan sederhana
yang disajikan dalam
4 bagian (A, B,
C,dan D). Masing-
masing bagian
memiliki kesimpulan
yang berbeda namun
merupakan tahapan
yang
berkesinambungan.
Menginstruksikan
pada kelompok
untuk
menyelesaikan
bagian A tentang
hubungan antara
tekanan zat cair
Menyimak dan
memahami apa
yang diterangkan
oleh guru.
Menanyakan apa
yang masih
belum
dimengerti.
Membentuk
kelompok belajar
dan
memperhatikan
penjelasan guru
untuk bertransisi
lebih efisien.
Menyelesaikan
LKS tentang
percobaan
mencari
hubungan
tekanan dalam
zat cair dengan
kedalaman.
(Pengembangan)
Menyajikan
informasi
(5 menit)
Membimbing
kelompok bekerja
dan belajar
(15 menit)
dengan kedalaman.
Memimpin diskusi
kelas untuk
mendengarkan hasil
masing-masing
kelompok kemudian
menyimpulkannya.
Menyajikan
informasi berupa
cara menghitung
takanan dalam zat
cair (tekanan
hidrostatis). Dan
memberikan
contohnya
Menginstruksikan
pada kelompok lagi
untuk melanjutkan
ke bagian B tentang
bagaimana
menghitung tekanan
hidrostatis dalam zat
cair.
Membimbing siswa
yang masih
menemukan
kesulitan.
Setelah selesai
kemudian meminta
siswa melanjutkan
ke bagian C dan D.
Namun terlebih
dahulu menyajikan
informasi berupa
pengetahuan awal
tentang konsep
bejana berhubungan.
Setelah siswa
selesai melakukan
percobaan bagian C
dan D, guru
memimpin diskusi
Masing-masing
kelompok
menyampaikan
hasil
percobaannya
dan menyusun
kesimpulan
bersama.
Memperhatikan
contoh dan
bertanya bila
belum mengerti.
Menyelesaikan
LKS tentang
percobaan
menghitung
besar tekanan
hidrostatis dalam
zat cair.
Menyelesaikan
LKS tentang
percobaan
mengamati posisi
permukaan zat
cair dalam pipa
U.
Masing-masing
kelompok
menyampaikan
hasil
percobaannya
dan menyusun
kesimpulan
(Pengembangan)
Menyajikan
informasi
(15 menit)
(5 menit)
Evaluasi
(10 menit)
kelas untuk
mendengarkan hasil
masing-masing
kelompok kemudian
menyimpulkannya
bersama.
Menjelaskan
kesimpulan tentang
hubungan massa
jenis zat cair dengan
kedalaman
kemudian
memberikan contoh
soal dan
menanyakan
pemahaman siswa.
Mengintruksikan
kepada kelompok
untuk menjawab
soal-soal
selanjutnya di LKS.
Mengawasi
kelompok yang
sedang mengerjakan
latihan secara
kontinu, jika ada
kelompok yang
mengalami
kesulitan maka guru
membimbing
kelompok tersebut
untuk
menyelesaikan
masalah yang
dihadapi.
Setelah kelompok
selesai mengerjakan
soal di LKS, guru
mengecek
pemahaman siswa
dengan game
labirin.
Guru kemudian
membahas jawaban
bersama.
Memperhatikan
contoh dan
bertanya bila
belum mengerti
Mencoba
menyelesaiakan
sendiri kalau
tidak bisa baru di
bantu oleh guru.
Menanyakan apa
yang masih
belum dimengerti
Menyelesaikan
game labirin
yang diberikan
oleh guru.
game dan menilai
hasil kerja masing-
masing kelompok.
Penutup
(10 menit)
Memberikan
penghargaan
Memberikan
penghargaan kepada
kelompok yang
memiliki kinerja dan
kerjasama yang baik.
Membimbing siswa
untuk
menyimpulkan
materi yang telah
dipelajari dan
memberi
kesempatan
bertanya.
Memberikan tugas
rumah.
Menginformasikan
materi selanjutnya,
yaitu hukum Pascal
dan Archimedes.
Menerima
penghargaan
yang diberikan.
Membuat
kesimpulan
sambil dibimbing
oleh guru.
Menayakan yang
belum
dimengerti.
Mengerjakan
tugas dan
mempersiapkan
materi
selanjutnya.
E. Sumber Belajar
Hariyanto, S.,dkk. 2011.Ilmu Pengetahuan Alam Carah SMP/MTs untuk Kelas VIII.
Surakarta: CV.Teguh Karya.
Kanginan, M. 2001. IPA FISIKA untuk SMP Kelas VIII. Jakarta : Erlangga.
Surya,Y. 1999. Fisika Itu Mudah. Tangerang: PT Bina Sumber Daya Mipa.
Simulasi flash player yang dibuat oleh tim media mahasiswa fisika FKIP UNRAM.
Alat-alat percobaan sederhana dari bahan-bahan di lingkungan sekitar.
F. Penilaian Hasil Belajar
Instrumen Penilaian Kognitif (Terlampir)
Teknik Penilaian : 1. Tes Tertulis
2. Penugasan
Bentuk Instrumen : 1. Tes Uraian
2. Unjuk Kerja
Top Related