PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM
PENGELOLAAN SAMPAH
(Kasus Implementasi Corporate Social Responsibility
PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. di Desa Gunung Sari,
Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor)
Oleh :
Dinda Ayu Lokita
I34070117
\
Dosen Pembimbing :
Dr. Ir. Ninuk Purnaningsih, M.Si.
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
ABSTRACT
DINDA AYU LOKITA. Community Participation in Trash Management
Program (Studied at Implementation of Corporate Social Responsibility
PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. at Gunung Sari Village, District
Citeureup, Bogor). Supervised by NINUK PURNANINGSIH
This research wanted to see level of community participation in trash
management program, the second goal is to identify the factors that determine the
level of community participation in trash management program, and the last goal
is to analyze the correlation of community participation with program’s
effectivity. Quantitative approach that used in this research is survey method.
The research populations are people at RW 4, Gunung Sari Village, district
Citeureup, Bogor. Respondent of this research about 50 persons are chosen by
random technique with same amount of each RT. The results showed the level of
community participation at the stage of tokenism. The factors that have a
significant correlation with the level of community participation is the willingness
and ability, while the opportunity has no significant correlation with level of
community participation in trash management. Participation level have
correlation with program’s effectivity, more higher the level of participation will
increasing program’s effectivity.
Key words: level of participation, program’s effectivity, trash management
program.
iii
RINGKASAN
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM PENGELOLAAN
SAMPAH (Kasus Implementasi Corporate Social Responsibility
PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. di Desa Gunung Sari, Kecamatan
Citeureup, Kabupaten Bogor). Di bawah bimbingan Ninuk Purnaningsih
Perusahaan dalam menjalankan aktivitasnya tidak hanya untuk mencari
keuntungan, tapi juga harus memperhatikan masyarakat dan lingkungan sekitar
perusahaan yang secara tidak langsung mempengaruhi seluruh operasi
perusahaan. Hal ini juga sesuai dengan konsep triple bottom line yang
dipopulerkan oleh John Elkington tahun 1977.
Cara untuk mencapai hal tersebut adalah dengan melaksanakan kegiatan
Corporate Sosial Responsibility (CSR). CSR merupakan komitmen dunia usaha
untuk terus menerus bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan
berkontribusi untuk peningkatan ekonomi, bersamaan dengan peningkatan
kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya sekaligus juga peningkatan kualitas
komunitas lokal dan masyarakat secara lebih luas. CSR merupakan wajib bagi
seluruh perusahaan yang berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya alam, hal
tersebut telah diatur dalam Perundang-Undangan di Indonesia, yaitu pada
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Salah satu bentuk implementasi CSR adalah pengembangan masyarakat.
Partisipasi aktif dari masyarakat merupakan hal utama dalam pengembangan
masyarakat. Partisipasi juga merupakan suatu hal yang mutlak harus dilakukan
agar program yang dilaksanakan dapat mencapai tujuan.
Tujuan dari penelitian ini adalah: 1) Mengetahui sejauhmana tingkat
partisipasi masyarakat dalam implementasi program pengelolaan sampah, 2)
Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat
dalam implementasi program pengelolaan sampah, dan 3) Melihat hubungan
antara tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi program pengelolaan
sampah dengan keberhasilan program pengelolaan sampah.
Penelitian dilakukan di Desa Gunung Sari, Kecamatan Citeureup,
Kabupaten Bogor yang merupakan salah satu desa binaan PT Indocement Tunggal
iv
Prakarsa Tbk. Responden penelitian ini adalah 50 orang warga RW 4 Desa
Gunung Sari yang merupakan sasaran program pengelolaan sampah yang diambil
dengan jumlah yang sama tiap RT secara acak. Program pengelolaan sampah
adalah salah satu program pengembangan masyarakat yang dilakukan oleh PT
Indocement guna mengatasi masalah sampah yang belum terkelola di beberapa
wilayah yang berada dalam radius unit kerja perusahaan. Selain itu, program ini
juga berlatar-belakang untuk memberdayakan masyarakat dalam pengelolaan
limbah rumah tangga dan juga untuk membantu pemerintah setempat dalam
pengelolaan kebersihan.
Tingkat partisipasi masyarakat berada pada tahap tokenisme menurut
tangga partisipasi Arstein dimana warga diminta konsultasinya atau diberi
informasi mengenai suatu keputusan, tetapi sebenarnya mereka hanya memiliki
sedikit atau sama sekali tidak memiliki kekuasaan untuk memengaruhi keputusan
tesebut. Hal tersebut dikarenakan warga memang tidak dilibatkan dalam proses
perencanaan program, hanya perwakilan dari warga saja yang dilibatkan.
Faktor yang memiliki hubungan signifikan dengan tingkat partisipasi
adalah sikap responden terhadap lingkungan dan program, motivasi responden
untuk terlibat dalam program dan tingkat pengetahuan responden dalam
pengelolaan sampah. Secara keseluruhan tingkat kemauan dan tingkat
kemampuan memiliki hubungan yang signifikan dengan tingkat partisipasi
sedangkan tingkat kesempatan tidak memiliki hubungan dengan tingkat
partisipasi.
Tingkat partisipasi memiliki hubungan dengan keberhasilan program.
Semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat dalam program pengelolaan sampah
maka semakin menentukan keberhasilan program pengelolaan sampah. Manfaat
yang paling dirasakan responden adalah bertambahnya pengetahuan dalam
pengelolaan sampah, sebagai ajang bersosialisasi, menjadikan lingkungan bersih
dan indah.
v
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM
PENGELOLAAN SAMPAH
(Kasus Implementasi Corporate Social Responsibility
PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. di Desa Gunung Sari,
Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor)
Oleh:
DINDA AYU LOKITA
I34070117
SKRIPSI
Sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Pada
Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN
SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
vi
DEPARTEMEN
SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang ditulis oleh:
Nama : Dinda Ayu Lokita
No. Pokok : I34070117
Judul : Partisipasi Masyarakat dalam Program Pengelolaan Sampah
(Kasus Implementasi Corporate Social Responsibility
PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. di Desa Gunung Sari,
Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor)
Dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains
Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut
Pertanian Bogor.
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Ninuk Purnaningsih, MSi
NIP. 19690108 199303 2 001
Mengetahui,
Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS
NIP. 19550630 198103 1003
Tanggal Lulus Ujian :__________________
vii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul ”Partisipasi
Masyarakat dalam Program Pengelolaan Sampah (Kasus Implementasi
Corporate Social Responsibility PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. di
Desa Gunung Sari, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor)” benar-benar
hasil karya saya sendiri yang belum pernah diajukan sebagai karya ilmiah pada
perguruan tinggi atau lembaga manapun dan tidak mengandung bahan-bahan yang
pernah ditulis atau diterbitkan oleh pihak lain kecuali sebagai bahan rujukan yang
dinyatakan dalam naskah. Demikian pernyataan ini saya buat dengan
sesungguhnya dan saya bersedia mempertanggungjawabkan pernyataan ini.
Bogor, Juli 2011
Dinda Ayu Lokita
NRP. I34070117
viii
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Dinda Ayu Lokita yang dilahirkan di Bogor pada tanggal
20 Juni 1989. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, berasal dari
pasangan Bapak H. Supriyatna dan Hj. Ibu Enok Juaenah. Penulis memiliki satu
kakak perempuan bernama Fritamia Saraswati dan satu adik laki-laki bernama M.
Ikhsan Adipradana. Penulis menamatkan pendidikannya di TK Tunas Sejahtera
Bogor tahun 1995, SDN Panaragan 2 Bogor tahun 2001, SMPN 4 Bogor tahun
2004, dan SMAN 5 Bogor pada tahun 2007. Setelah itu penulis diterima di
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Institut Pertanian
Bogor pada tahun 2007 melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru
(SPMB).
Penulis sempat aktif dalam Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu
Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (HIMASIERA) dalam divisi
Community Development pada tahun 2009 dan sebagai Bendahara pada tahun
2010. Penulis juga sempat terlibat dalam kepanitian Indonesia Ecology Expo
(INDEX) 2008 dan Get Closer, Fun and Exist with KPM (COFFEE KPM) 2008.
Penulis juga sempat mengikuti beberapa seminar, workshop dan training di
lingkungan kampus.
ix
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas
rahmat, putunjuk, dan nikmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul ”Partisipasi Masyarakat dalam Program Pengelolaan Sampah
(Kasus Implementasi Corporate Social Responsibility PT Indocement Tunggal
Prakarsa Tbk. di Desa Gunung Sari, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor)”
Penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan berbagai
pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi
ini, baik secara langsung ataupun tidak langsung, antara lain:
1. Ibu Dr. Ir. Ninuk Purnaningsih, Msi sebagai dosen pembimbing skripsi
yang dengan penuh kesabaran memberikan dorongan, bimbingan, arahan,
dan masukan sejak awal hingga akhir penulisan skripsi ini.
2. Ibu Ir. Nuraeni W. Prasodjo, MS yang telah bersedia menjadi dosen
penguji utama dalam sidang skripsi.
3. Bapak Ir. Murdianto, MSi yang telah bersedia menjadi dosen penguji
skripsi perwakilan dari Komisi Pendidikan.
4. Papa, Mama, Teteh, dan Ican atas kasih sayang, dorongan, serta doa yang
selalu dicurahkan kepada penulis. Kepada semua keluarga atas doanya.
5. Segenap keluarga PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk., ibu Via, bapak
Fajar, ibu Lia, bapak Matsani, bapak Ali, bapak Arel, bapak Usman, bapak
Dedi, dan bapak Ayi atas kebaikan dan pertolongan yang diberikan selama
penelitian.
6. Aparat Desa Gunung Sari, bapak Ade, bapak Muhidin, bapak Dadang
serta ketua RW 04, bapak Khudori atas segala informasi yang diberikan.
7. Karina Swedianti, teman satu bimbingan yang selalu memberikan motivasi
dan saran-saran terbaik kepada penulis.
8. Sahabat-sahabat di KPM 44, terimakasih atas perhatian, motivasi, serta
keceriaan yang selalu menyertai langkah kita.
x
9. Damar Wahyu Bintoro yang selalu memberikan semangat, doa dan
motivasi kepada penulis.
10. Teman-teman yang selalu memberikan semangat dan motivasi.
11. Staf Sekretariat KPM, terimakasi atas informasi akademik selama
perkuliahan, kolokium, dan sidang.
12. Serta semua pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian
skripsi.
Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang
berkepentingan dan semoga kesuksesan saya dapat membawa kebanggaan dan
bermanfaat bagi semua keluarga, sahabat, teman-teman, bangsa, dan negara.
Amin.
Bogor, Juli 2011
Penulis
i
DAFTAR ISI
Hal
DAFTAR ISI .................................................................................................. i
DAFTAR TABEL .......................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. ix
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang................................................................................ 1
1.2. Perumusan Masalah........................................................................ 3
1.3. Tujuan Penelitian............................................................................ 3
1.4. Kegunaan Penelitian....................................................................... 3
2. PENDEKATAN TEORITIS
2.1. Tinjauan Pustaka............................................................................. 5
2.1.1 Definisi Partisipasi ......................................................................... 5
2.1.2. Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi.......................................... 7
2.1.3. Tingkat Partisipasi.......................................................................... 8
2.1.4. Penghalang dan Faktor Kondusif Bagi Partisipasi.......................... 13
2.1.5 Konsep dan Definisi Corporate Social Responsibility (CSR)........ 14
2.1.6. Implementasi CSR.......................................................................... 16
2.1.7 CSR dan Pemberdayaan Masyarakat ............................................. 20
2.1.8. Keberhasilan Program..................................................................... 22
2.2. Kerangka Pemikiran........................................................................ 23
2.3. Hipotesis Penelitian........................................................................ 25
2.4. Definisi Operasional....................................................................... 26
3. PENDEKATAN LAPANG
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian.......................................................... 31
3.2. Teknik Pengumpulan Data.............................................................. 32
3.3. Teknik Pengolahan dan Analisis Data............................................ 33
3.3.1. Uji Korelasi Rank Spearman ......................................................... 33
4. GAMBARAN UMUM PT INDOCEMENT TUNGGAL
PRAKARSA TBK., DESA GUNUNG SARI, DAN PROGRAM
PENGELOLAAN SAMPAH
4.1. PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk .......................................... 35
4.2. Visi, Misi, dan Moto PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk ........ 35
ii
4.3. Corporate Social Responsibility Departement .............................. 36
4.4. Desa Binaan PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk ..................... 38
4.5. Desa Gunung Sari, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor ....... 38
4.6. Program Pengelolaan Sampah ......................................................... 42
4.6.1. Latar Belakang Program .................................................................. 42
4.6.2. Tujuan Program ............................................................................... 42
4.6.3. Deskripsi Program ........................................................................... 43
5. KARAKTERISTIK RESPONDEN
5.1. Usia .................................................................................................. 46
5.2. Tingkat Pendidikan .......................................................................... 47
5.3. Pekerjaan ......................................................................................... 47
5.4. Tingkat Pendapatan ......................................................................... 48
5.5. Sumber Informasi Program ............................................................. 49
6. FAKTOR-FAKTOR PENDORONG PARTISIPASI
6.1. Tingkat Kemauan ............................................................................ 50
6.1.1. Sikap Responden terhadap Lingkungan dan Program .................. 50
6.1.2. Motivasi ........................................................................................... 56
6.2. Faktor Kemampuan ......................................................................... 58
6.2.1. Pengetahuan dalam Pengelolaan Sampah ....................................... 58
6.2.2. Keterampilan dalam Pengelolaan Sampah ...................................... 60
6.2.3. Pengalaman dalam Pengelolaan Sampah ........................................ 62
6.3. Faktor Kesempatan .......................................................................... 63
6.3.1. Manajemen Program ....................................................................... 63
6.4. Ikhtisar ............................................................................................. 64
6.4.1. Tingkat Kemauan ............................................................................ 65
6.4.2. Tingkat Kemampuan ....................................................................... 65
6.4.3. Tingkat Kesempatan ........................................................................ 66
7. HUBUNGAN ANTARA FAKTOR-FAKTOR PENDORONG
PARTISIPASI DENGAN TINGKAT PARTISIPASI
7.1. Faktor Kemauan dengan Tingkat Partisipasi ................................... 68
7.1.1. Hubungan antara Sikap dengan Tingkat Partisipasi dalam
Program Pengelolaan Sampah ......................................................... 69
7.1.2. Hubungan antara Motivasi dengan Tingkat Partisipasi dalam
Program Pengelolaan Sampah ......................................................... 70
7.2. Faktor Kemampuan dengan Tingkat Partisipasi ............................. 71
iii
7.2.1. Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dengan Tingkat Partisipasi
dalam Program Pengelolaan Sampah............................................... 71
7.2.2. Hubungan antara Tingkat Keterampilan dengan Tingkat
Partisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah ............................ 73
7.2.3. Hubungan antara Tingkat Pengalaman dengan Tingkat Partisipasi
dalam Program Pengelolaan Sampah .............................................. 74
7.3. Faktor Kesempatan dengan Tingkat Partisipasi .............................. 75
7.3.1. Hubungan antara Manajemen Program dengan Tingkat Partisipasi
dalam Program Pengelolaan Sampah .............................................. 75
7.4. Ikhtisar ............................................................................................. 77
7.4.1. Hubungan antara Tingkat Kemauan dengan Tingkat Partisipasi
dalam Program Pengelolaan Sampah .............................................. 77
7.4.2. Hubungan antara Tingkat Kemampuan dengan Tingkat Partisipasi
dalam Program Pengelolaan Sampah .............................................. 78
7.4.3. Hubungan antara Tingkat Kesempatandengan Tingkat Partisipasi
dalam Program Pengelolaan Sampah .............................................. 79
8. TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM
PENGELOLAAN SAMPAH
8.1. Tingkat Partisipasi dalam Program ................................................. 81
8.1.1. Perencanaan .................................................................................... 81
8.1.2. Pelaksanaan ..................................................................................... 82
8.1.3. Evaluasi ........................................................................................... 85
8.1.4. Menikmati Hasil .............................................................................. 86
8.2. Ikhtisar ............................................................................................. 86
9. HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PARTISIPASI DENGAN
KEBERHASILAN PROGRAM PENGELOLAAN SAMPAH
9.1. Keberhasilan Program ..................................................................... 90
9.2. Hubungan antara Tingkat Partisipasi dengan Keberhasilan
Program Pengelolaan Sampah ......................................................... 91
9.3. Ikhtisar ............................................................................................. 92
10. PENUTUP
10.1. Kesimpulan ...................................................................................... 93
10.2. Saran ................................................................................................ 94
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 96
LAMPIRAN
iv
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 1. Kontinum partisipasi masyarakat dari UK Helath fo All Network 10
Tabel 2. Karakteristik Tahap-Tahap Kedermawanan Sosial Perusahaan .... 19
Tabel 3. Jadwal Pelaksanaan Penelitian Tahun 2011................................... 31
Tabel 4. Jumlah Populasi dan Jumlah Sampel Responden .......................... 32
Tabel 5. Penduduk Desa Gunung Sari Menurut Kelompok Umur dan Jenis
Kelamin Tahun 2010 (dalam jumlah dan persen …………………. 39
Tabel 6. Penduduk Desa Gunung Sari Menurut Tiga Jenis Pekerjaan
Utama dan Jenis Kelamin Tahun 2010 (dalam jumlah dan persen) 40
Tabel 7. Data Demografi Sosbudag dan Olah Raga Desa Gunung Sari
Tahun 2010 ……………………………………………………….. 41
Tabel 8. Data Demografi Pendidikan Desa Gunung Sari Tahun 2010 …….. 41
Tabel 9. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Usia, Tahun 2011 ...... 46
Tabel 10. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Pendidikan
yang Ditamatkan, Tahun 2011 …………………………………... 47
Tabel 11. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Jenis Pekerjaan,
Tahun 2011………………………………………………………. 48
Tabel 12. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Pendapatan,
Tahun 2011 ……………………………………………………… 48
Tabel 13. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Sumber Informasi
tentang Program Pengelolaan Sampah, Tahun 2011 ……………. 49
Tabel 14. Persentase Responden Mengenai Sikap terhadap lingkungan …... 50
Tabel 15. Persentase Responden Mengenai Sikap terhadap Program
Pengelolaan Sampah …………………………………………….. 51
Tabel 16. Persentase Responden Mengenai Sikap untuk Terlibat dalam
Program Pengelolaan Sampah ………………………………… 52
Tabel 17. Persentase Responden Mengenai Sikap dalam Kesediaan
Menyebarkan Informasi Mengenai Program ……………………. 53
Tabel 18. Persentase Responden Mengenai Sikap dalam Kesedian
Mengajak Warga untuk Terlibat dalam Program ………………... 54
Tabel 19. Persentase Responden Mengenai Sikap terhadap Rangkaian
Program Pengelolaan Sampah …………………………………... 55
Tabel 20. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Sikap Responden
terhadap Lingkungan dan Program Pengelolaan Sampah ………. 56
v
Tabel 21. Persentase Responden Mengenai Motivasi untuk Berpartisipasi
dalam Program Pengelolaan Sampah ……………………………. 57
Tabel 22. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Motivasi
untuk Berpartisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah ……... 58
Tabel 23. Persentase Responden Mengenai Pengetahuan dalam
Pengelolaan Sampah …………………………………………….. 59
Tabel 24. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat
Pengetahuan Responden dalam Program Pengelolaan Sampah ... 59
Tabel 25. Persentase Responden Mengenai Keterampilan Responden dalam
Pengelolaan Sampah Sebelum Ada Program ……………………. 60
Tabel 26. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat
Keterampilan Responden dalam Pengelolaan Sampah ………….. 61
Tabel 27. Persentase Responden Mengenai Pengalaman Responden dalam
Pengelolaan Sampah Sebelum Ada Program ……………………. 62
Tabel 28. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat
Pengalaman Responden dalam Pengelolaan Sampah …………… 62
Tabel 29. Persentase Responden Mengenai Manajemen Program
Pengelolaan Sampah …………………………………………….. 63
Tabel 30. Jumlah dan Persentase Tanggapan Responden Mengenai Tingkat
Manajemen Program dalam Program Pengelolaan Sampah …….. 64
Tabel 31. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Kemauan .... 65
Tabel 32. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Kemampuan
dalam Pengelolaan Sampah ……………………………….…….. 66
Tabel 33. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Kesempatan
untuk Berpartisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah ……... 66
Tabel 34. Jumlah dan Persentase Tingkat Partisipasi Responden dalam
Program Pengelolaan Sampah …………………………………... 68
Tabel 35. Hubungan antara Sikap Responden terhadap Lingkungan dan
Program Pengelolaan Sampah dengan Tingkat Partisipasi
Responden dalam Program Pengelolaan Sampah ……………….. 69
Tabel 36. Hubungan antara Motivasi Responden dengan Tingkat
Partisipasi Responden dalam Program Pengelolaan Sampah …... 71
Tabel 37. Hubungan antara Tingkat Pengetahuan Responden dengan
Tingkat Partisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah ………. 72
Tabel 38. Hubungan antara Tingkat Keterampilan Responden dengan
Tingkat Partisipasi dalam Program pengelolaan Sampah ……….. 73
Tabel 39. Hubungan antara Tingkat Pengalaman Responden dengan
Tingkat Partisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah ………. 75
Tabel 40. Hubungan antara Manajemen Program dengan Tingkat
Partisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah ………………... 76
vi
Tabel 41. Hubungan Antara Tingkat Kemauan dengan Tingkat Partisipasi
dalam Program Pengelolaan Sampah ............................................. 77
Tabel 42. Hubungan Antara Tingkat Kemampuan dengan Tingkat
Partisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah ........................... 78
Tabel 43. Hubungan antara Tingkat Kesempatan dengan Tingkat
Partisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah ………………... 79
Tabel 44. Jumlah dan Persentase Responden mengenai Keberhasilan
Program Pengelolaan Sampah …………………………………... 90
Tabel 45. Hubungan antara Tingkat Partisipasi Responden dengan
Keberhasilan Program Pengelolaan Sampah ……………………. 91
vii
DAFTAR GAMBAR
Hal
Gambar 1. Jenjang Partisipasi warga negara Arstein (1969)......................... 9
Gambar 2. Kerangka berpikir Partisipasi Masyarakat dalam Program
Pengelolaan Sampah ................................................................... 24
Gambar 3. Struktur Organisasi CSR PT Indocement ................................... 37
Gambar 4. Flow Pengelolaan Sampah menjadi Energi ................................ 44
Gambar 5. Tingkat Partisipasi Responden dalam Perencanaan Program
Pengelolaan Sampah ................................................................... 82
Gambar 6. Tingkat Partisipasi Responden dalam Pelaksanaan Program
Pengelolaan Sampah ................................................................... 83
Gambar 7. Tingkat Partisipasi Responden dalam Kegiatan Evaluasi
Program Pengelolaan Sampah .................................................... 85
Gambar 8. Tingkat Partisipasi Responden dalam Kegiatan Menikmati
Hasil Program Pengelolaan Sampah ........................................... 87
Gambar 9. Tingkat Partisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah di RW
4 Desa Gunung Sari .................................................................... 88
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Hal
Lampiran 1. Lokasi Penelitian ...................................................................... 99
Lampiran 2. Struktur Organisasi UPK ........................................................ 100
Lampiran 3. Dokumentasi Program ............................................................ 100
Lampiran 4. Hasil Uji Korelasi Rank Spearman ........................................ 102
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam paradigma pembangunan yang berbasis pada pemberdayaan
masyarakat, partisipasi masyarakat dibutuhkan untuk menjamin keberlanjutan
program pembangunan. Pemberdayaan masyarakat pada intinya adalah bagaimana
individu, kelompok atau komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka
sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai keinginan
mereka Shardlow (1998) dalam Ambadar (2008). Dari konsepsi di atas, dapat
disimpulkan bahwa kegiatan pemberdayaan masyarakat mensyaratkan
kemandirian masyarakat yang tidak akan berjalan tanpa adanya partisipasi dari
masyarakat yang merupakan subyek pembangunan.
Partisipasi sangat dibutuhkan dalam proses pemberdayaan karena
partisipasi merupakan proses aktif, inisiatif diambil oleh warga komunitas sendiri,
dibimbing oleh cara berfikir mereka sendiri, dengan menggunakan sarana dan
proses (lembaga dan mekanisme) dimana mereka dapat menegaskan kontrol
secara efektif (Nasdian 2006).
Konsep pemberdayaan masyarakat sering digunakan perusahaan sebagai
salah satu pengimplementasian kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR).
Menurut The Word Business Council for Sustainable Development (WBCSD)
yang dikutip oleh Wibisono (2007) CSR didefinisikan sebagai komitmen dunia
usaha untuk terus menerus bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan
berkontribusi untuk peningkatan ekonomi, bersamaan dengan peningkatan
kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya sekaligus juga peningkatan kualitas
komunitas lokal dan masyarakat secara lebih luas. Dari definisi di atas, kegiatan
CSR memiliki tujuan untuk memberikan kontribusi kepada masyarakat agar
masyarakat dapat mencapai kondisi sosial, ekonomi dan budaya yang lebih baik
sehingga masyarakat menjadi lebih sejahtera melalui pembangunan berkelanjutan
yang berlandaskan pada tiga pilar utama yaitu masyarakat (people), lingkungan
(planet) dan keuntungan (profit) atau yang lebih dikenal dengan istilah triple
bottom line yang dipopulerkan oleh John Elkington pada tahun 1997. Dengan kata
2
lain, pengimlementasian CSR merupakan salah satu wadah kegiatan
pemberdayaan masyarakat.
Berbagai program CSR yang telah dirancang oleh perusahaan agar
pelaksanaan tepat pada sasaran yang diinginkan tidak akan tercapai tanpa adanya
partisipasi dari masyarakat. Partisipasi juga menggambarkan dukungan
masyarakat terhadap program, implikasinya program akan berjalan berkelanjutan.
Pada prakteknya, banyak program CSR yang dijalankan hanya sekedar
kewajiban dan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat karena dalam
penyusunan program dan dalam tiap tahapan kegiatan hanya sedikit atau tidak ada
keterlibatan masyarakat, Program yang dilaksanakan lebih bersifat topdown.
Masyarakat menjadi tidak mendukung program karena memang tidak sesuai
dengan kebutuhan mereka, program menjadi sia-sia karena berjalan tidak
berkelanjutan.
Program pemberdayaan masyarakat seharusnya dilakukan dengan tujuan
untuk menjadikan masyarakat sekitar perusahaan mandiri dengan melibatkan
partisipasi aktif masyarakat dalam setiap tahapan pelaksanaan kegiatan CSR.
Partisipasi merupakan elemen penting dalam suatu kegiatan yang dilakukan
bersama dengan masyarakat karena partisipasi merupakan jalan menuju
pemberdayaan. Partisipasi juga merupakan suatu hal yang mutlak harus dilakukan
agar program yang dilaksanakan dapat mencapai tujuan.
Lingkungan sebagai salah satu pilar pembangunan berkelanjutan sering
dijadikan dasar program CSR. Salah satu contoh program dengan pilar lingkungan
adalah program pengelolaan sampah yang dilakukan oleh PT Indocement Tunggal
Prakarsa Tbk. Sampah merupakan masalah yang sampai saat belum terselesaikan.
Sampah yang menumpuk tanpa pengelolaan yang baik tentu akan menjadi sumber
penyakit dan sangat mencemari lingkungan. Sampah sebenarnya dapat
dimanfaatkan dan memiliki nilai jual jika dikelola dengan baik. Dalam
implementasi program pengelolaan sampah, partisipasi aktif dari warga yang
menjadi sasaran program sangat diperlukan.
Penelitian ini ingin melihat sejauhmana tingkat partisipasi warga pada
program pengelolaan sampah yang merupakan salah satu bentuk implementasi
CSR PT Indocement yang seharusnya melibatkan warga dalam dalam setiap
3
tahapan kegiatan yang dipengaruhi oleh faktor-faktor pendorong partisipasi dan
implikasinya pada keberhasilan program pengelolaan sampah.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, penelitian
ini ingin melihat seberapa besar tingkat partisipasi masyarakat dalam
implementasi program pengelolaan sampah. Kemudian secara spesifik penelitian
ini akan memusatkan perhatian permasalahan yang disebutkan di bawah ini:
1. Bagaimana tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi program
pengelolaan sampah?
2. Faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat dalam
implementasi program pengelolaan sampah?
3. Bagaimana hubungan antara tingkat partisipasi masyarakat dalam
implementasi program pengelolaan sampah dengan keberhasilan program
pengelolaan sampah?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah dipaparkan di atas, maka
tujuan dari dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk:
1. Mengidentifikasi tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi
program pengelolaan sampah.
2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi
masyarakat dalam implementasi program pengelolaan sampah.
3. Menganalisis hubungan antara tingkat partisipasi masyarakat dalam
implementasi program pengelolaan sampah dengan keberhasilan program
pengelolaan sampah.
1.4. Kegunaan Penelitian
Penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat bagi kalangan
akademisi, perusahaan, dan masyarakat serta instansi terkait. Manfaat tersebut
antara lain:
1. Bagi Kalangan Akademisi
4
Tulisan ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan pemahaman
mengenai partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program CSR serta
faktor apa saja yang mempengaruhinya.
2. Bagi Perusahaan
Tulisan ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada perusahaan
mengenai partisipasi masyarakat terhadap pelaksanaan program CSR pada
program pengelolaan sampah khususnya sehingga dapat melakukan upaya
perusahaan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dan juga
perbaikan-perbaikan mengenai program.
3. Bagi Masyarakat dan Instansi Terkait
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi jembatan antara masyarakat
dengan perusahaan. Masyarakat dapat memberikan informasi yang
sebenarnya mengenai keterlibatan mereka dalam program, saran, kritik,
dan aspirasinya sehingga dapat menjadi bahan evaluasi bagi semua pihak
khususnya perusahaan. Sedangkan bagi instansi terkait, penelitian dapat
dijadikan bahan pertimbangan dalam mengeluarkan kebijakan yang terkait
dengan keberadaan perusahaan dan aturan pelaksanaan program CSR.
5
BAB II
PENDEKATAN TEORITIS
2.1. Tijauan Pustaka
2.1.1. Definisi Partisipasi
Partisipasi menurut Cohen dan Uphoff (1977) dalam Manoppo (2009)
adalah keterlibatan aktif masyarakat dalam proses pengambilan keputusan tentang
apa yang akan dilakukan dan bagaimana cara kerjanya, keterlibatan masyarakat
dalam pelaksanaan program dan pengambilan keputusan yang telah ditetapkan
melalui sumbangan sumberdaya atau bekerja sama dalam suatu organisasi,
keterlibatan masyarakat menikmati hasil dari pembangunan serta dalam evaluasi
pelaksanaan program. Pearse dan Stifel (1979 disitir oleh Kannan 2002) dalam Ife
dan Tesoriero (2006) memfokuskan pada rakyat yang biasanya tidak dilibatkan
memiliki kendali terhadap sumberdaya dan institusi. Paul (1987 disitir Kannan
2002) dalam Ife dan Tesoriero (2006) berpendapat bahwa dalam partisipasi harus
mencakup memampuan rakyat untuk memengaruhi kegiatan-kegiatan sedemikian
rupa sehingga dapat meningkatkan kesejahterannya.
Partisipasi diatas mengacu pada pengertian partisipasi sebagai keterlibatan
aktif masyarakat dalam empat tahap kegiatan, yaitu:
1. Tahap proses pengambilan keputusan tentang rencana kegiatan
Partisipasi dalam tahap pengambilan keputusan atau perencanaan
dibedakan atas tiga kegiatan, yakni:
a. Pada saat penentuan keputusan awal mengenai kegiatan dengan
memperhatikan keperluan dan prioritas kegiatan yang akan dikerjakan;
b. Ikut serta secara terus menerus dalam setiap proses pengambilan
keputusan;
c. Ikut serta dalam merumuskan keputusan mengenai rencana kerja.
2. Tahap pelaksanaan kegiatan
Partisipasi dalam tahap pelaksanaan dibedakan menjadi tiga, yaitu:
a. Sumbangan sumberdaya yang berupa sumbangan tenaga dengan ikut
bekerja dalam program, sumbangan materi, dan atau informasi;
b. Terlibat dalam kegiatan administrasi dan koordinasi;
6
c. Ikut serta sebagai perserta dari program yang dilaksanakan.
3. Tahap evaluasi
Partisipasi dalam tahap evaluasi merupakan tahap yang penting bagi para
pengambil keputusan untuk memperoleh masukan mengenai pelaksanaan
program.
4. Tahap menikmati hasil
Partisipasi dalam tahap menikmati manfaat mencakup:
a. keuntungan materiil yang berupa meningkatnya pendapatan dan
konsumsi, baik dalam bentuk jumlah maupun distribusinya merata;
b. keutungan sosial antara lain meningkatnya pendidikan dan
terberantasnya buta huruf;
c. Keuntungan perorangan, antara lain berupa kemampuan status sosial
seseorang serta meningkatnya kekuasaan politik, Cohen dan Uphoff
(1977) dalam Manoppo (2009).
Cohen dan Uphoff (1980) dalam Barnas (1988) dalam Ramadyanti (2009)
membagi tipe partisipasi yang bertolak dari dimensi partisipasi yaitu:
1. Jenis partisipasi yang diharapkan, meliputi:
a. Partisipasi dalam mengambil keputusan (perencanaan)
b. Partisipasi dalam pelaksanaan
c. Partisipasi dalam menerima manfaat
d. Partisipasi dalam evaluasi
2. Siapa yang berpartisipasi terdiri dari:
a. Penduduk setempat
b. Pemimpin setempat, meliputi: pemimpin informal, pemimpin
organisasi formal, dan pemerintah setempat
c. Aparatur pemerintah
d. Orang luar desa
3. Bagaimana proses partisipasi itu berlangsung, meliputi beberapa hal:
a. Apakah inisitif partisipasi itu timbul dari atas atau dari bawah?
b. Apakah dorongan untuk berpartisipasi itu bersifat bebas atau
paksaan?
c. Bagaimana struktur partisipasi?
7
d. Bagaimana saluran partisipasi, apakah secara individu atau secara
kolektif, apakah melalui organisasi formal atau informal, apakah
partisipasi itu langsung atau tidak langsung?
e. Jangka waktu partisipasi
f. Lingkup partisipasi
g. Kemampuan masyarakat untuk memperoleh manfaat sesuai yang
diharapkan sebagai hasil partisipasinya.
2.1.2. Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi
Timbulnya partisipasi merupakan ekspresi perilaku manusia untuk
melakukan suatu tindakan, dimana perwujudan dari perilaku tersebut didorong
oleh adanya tiga faktor utama yang mendukung, yaitu (1) kemauan; (2)
kemampuan; dan (3) kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi, Dorodjatin
(1990) dalam Manoppo (2009).
Slamet (2003) menyebutkan terdapat syarat-syarat yang diperlukan agar
masyarakat dapat berpartisipasi dalam pembangunan, yaitu adanya kesempatan
untuk membangun kesempatan dalam pembangunan, adanya kemampuan untuk
memanfaatkan kesempatan itu, dan adanya kemauan untuk berpartisipasi.
Kesempatan untuk dapat berpartisipasi dalam pembangunan yang menuju
peningkatan kualitas hidup itu dapat bermacam-macam bentuknya, salah satunya
berupa pembukaan akses kepada masyarakat oleh pengelola pembangunan agar
masyarakat dapat secara mudah memanfaatkannya. Kesempatan yang ada tidak
akan banyak berarti jika masyarakat yang bersangkutan tidak memiliki cukup
kemampuan untuk memanfaatkan kesempatan itu bagi keuntungan dirinya
sehingga mereka dapat memperbaiki hidupnya. Kemampuan sangat dipengaruhi
oleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap mental.
Ife dan Tesoriero (2006) mengemukakan bahwa terdapat beberapa kondisi
yang mendorong partisipasi. Kondisi tersebut adalah sebagai berikut :
1. Orang akan berpartisipasi apabila mereka merasa isu atau aktivitas tersebut
penting. Masyarakat akan menganggap suatu isu menjadi penting apabila
isu tersebut merupakan kebutuhan dan menjadi prioritas mereka.
8
2. Orang harus merasa bahwa aksi mereka akan membuat perubahan.
Masyarakat mungkin telah menentukan pekerjaan sebagai prioritas utama,
tetapi jika orang tidak percaya bahwa aksi masyarakat akan membuat
perubahan terhadap prospek peluang kerja lokal, akan kecil insentif untuk
berpartisipasi.
3. Berbagai bentuk partisipasi harus diakui dan dihargai. Seseorang mungkin
percaya suatu isu penting, dan bahwa aksi masyarakat dapat menghasilkan
sesuatu, tetapi mungkin ia percaya bahwa anggota masyarakat yang lain
akan mampu mengerjakannya, dan ia tidak mempunyai sesuatu untuk
dikontribusikan. Partisipasi masyarakat haruslah sesuatu buat semua
orang, dan variasi keterampilan, bakat dan minat orang harus
diperhitungkan dan dihargai.
4. Orang harus bisa berpartisipasi, dan didukung dalam partisipasinya. Isu-
isu yang dianggap penting dan kondisi yang mendukung sangat penting
untuk diperhitungkan. Kegagalan melakukan hal tersebut berakibat
beberapa bagian dari masyarakat tidak berpartisipasi, meskipun mereka
sangat ingin.
5. Struktur dan proses tidak boleh mengucilkan. Prosedur pertemuan dan
teknik pembuatan keputusan sering bersifat mengucilkan banyak orang,
khususnya bagi mereka yang tidak bisa „berpikir cepat‟, tidak ingin
menginterupsi, kurang percaya diri atau tidak memiliki kemahiran
berbicara. Alternatif cara yang dapat dilakukan adalah bahwa masyarakat
itu sendiri yang harus mengontrol struktur dan proses.
2.1.3. Tingkat Partisipasi
Arstein menggambarkan partisipasi masyarakat adalah suatu pola
bertingkat (ladder patern). Partisipasi masyarakat bertingkat sesuai dengan
gradasi kekuasaan yang dapat dilihat dalam proses pengambilan keputusan.
Menurut Arstein dalam Ife (2006) terdapat delapan tingkatan partisipasi yang
digambarkan dalam bentuk tangga partisipasi sebagai berikut:
9
Derajat Kekuatan
warga negara
tokenisme
Non-partisipasi
Gambar 1 Jenjang partisipasi warga negara Arstein (1969)1
Tipologi partisipasi menggambarkan derajat keterlibatan masyarakat
dalam proses partisipasi yang didasarkan pada seberapa besar kekuasaan (power)
yang dimiliki masyarakat dalam proses pengambilan keputusan. Kegunaan dari
adanya tipologi ini adalah: (a) untuk membantu memahami praktek dari proses
pelibatan masyarakat, (b) untuk mengetahui sampai sejauh mana upaya
peningkatan partisipasi masyarakat dan (c) untuk menilai dan mengevaluasi
keberhasilan kinerja dari pihak-pihak yang melakukan pelibatan masyarakat.
Penjelasan mengenai tingkatan partisipasi secara singkat dapat dilihat dari
tabel berikut:
1 Sumber: Dicetak ulang dengan izin dari the Journal of the American Planning
Association. Hak cipta American Planning Association, Juli 1969
dalam Ife dan Tesoriero (2006) hal. 299.
Kontrol Warga
Negara
Kekuasaan
didelegasikan
Kemitraan
Menenangkan
Konsultasi
Menginformasikan
Terapi
Manipulasi
Demokrasi, partisipasi
deliberatif
Demokrasi
representatif
Eksploitasi
10
Tabel 1. Kontinum partisipasi masyarakat dari UK Health for All Network2
Tinggi Memiliki kontrol Organisasi meminta masyarakat
mengidentifikasi masalah dan membuat
seluruh keputusan kunci tentang tujuan dan
cara-cara. Bersedia membantu masyarakat
pada setiap langkah untuk menyelesaikan
tujuan-tujuan.
Mendelegasikan Organisasi mengidentifikasi dan
mempresentasikan sebuah masalah kepada
masyarakat, menetapkan batas-batas dan
meminta masyarakat membuat serangkaian
keputusan yang dapat dimasukan ke dalam
sebuah rencana yang akan diterimanya.
Merencanakan bersama Organisasi mempresentasikan sebuah rencana
sementara yang dapat berubah dan terbuka
untuk menerima masukan dari mereka yang
terkena pengaruh. Kemudian mengharapkan
dapat mengubah rencana sedikit atau banyak.
Menasehati Organisasi mempresentasikan sebuah rencana
dan mengundang pertanyaan-pertanyaan.
Bersiap mengubah rencana hanya jika sangat
diperlukan.
Dikonsultasikan Organisasi mencoba mempromosikan sebuah
rencana. Berupaya mengembangkan
dukungan untuk mempermudah penerimaan
atau memberikan sanksi secukupnya kepada
rencana sehingga persetujuan administratif
diharapkan.
Menerima Informasi Organisasi membuat sebuah rencana dan
mengumumkannya. Masyarakat dipanggil
rapat untuk maksud pemberian informasi.
Persetujuan diharapkan.
Nihil Masyarakat tidak diberitahu apa-apa.
Rendah
Tingkatan tangga partisipasi identik dengan kekuasaan masyarakat, seperti
penjelasan berikut:
1. Pasif/manipulatif adalah partisipasi yang tidak perlu menuntut respon
partisipan untuk terlibat banyak. Perusahaan sebagai pengelola program
2 Sumber: Ife dan Tesoriero, ”Community Development, Alternatif
Pengembangan Masyarakat di era Globalisasi” (2008) Hal 301
11
akan meminta anggota komunitas (misal ketua RT atau orang yang
berpengaruh) untuk mengumpulkan tanda tangan warga sebagai wujud
kesediaan dan dukungan warga terhadap perusahaan atau instansi yang
dimaksud. Orang suruhan tersebut biasanya diberi biaya cukup berikut
warga yang menandatangani kertas persetujuan yang bersangkutan. Pada
tangga partisipasi ini bisa diartikan relatif tidak ada komunikasi apalagi
dialog.
2. Terapi adalah partisipasi yang melibatkan anggota komunitas lokal dan
anggota komunitas lokal memberikan jawaban atas pertanyaan yang
diberikan tetapi jawaban anggota komunitas tidak memberikan pengaruh
terhadap kebijakan dan tidak ada pengaruh dalam mempengaruhi keadaan.
Merupakan kegiatan dengar pendapat dengan mengumpulkan beberapa
penduduk lokal untuk saling tanya jawab dengan perusahaan atau
penyelenggara program sedangkan pendapat dari penduduk lokal sama
sekali tidak dapat mempengaruhi program yang sedang berjalan. Pada
level ini telah ada komunikasi namun bersifat terbatas. Inisiatif datang dari
pemerintah dan hanya satu arah.
Tangga ketiga, keempat dan kelima dikategorikan sebagai derajat
tokenisme dimana rakyat diminta konsultasinya atau diberi informasi
mengenai suatu keputusan, tetapi sebenarnya mereka hanya memiliki
sedikit atau sama sekali tidak memiliki kekuasaan untuk memengaruhi
keputusan tersebut, Arstein (1969) dalam Ife dan Tesoriero (2006). Peran
serta pada jenjang ini memiliki kemungkinan yang sangat kecil untuk
menghasilkan perubahan dalam masyarakat.
3. Pemberitahuan adalah kegiatan yang dilakukan oleh instansi
penyelenggara program sekedar melakukan pemberitahuan searah atau
sosialisasi ke komunitas sasaran program. Pada jenjang ini komunikasi
sudah mulai banyak terjadi tapi masih bersifat satu arah dan tidak ada
sarana timbal balik. Informasi telah diberikan kepada masyarakat tetapi
masyarakat tidak diberikan kesempatan melakukan tanggapan balik
(feedback).
12
4. Konsultasi, dalam tingkatan ini anggota komunitas diberikan
pendampingan dan konsultasi dari semua pihak (pemerintah, perusahaan,
dan instansi lain terkait) sehingga pandangan-pandangan diberitahukan
dan tetap dilibatkan dalam penentuan keputusan. Model ini memberikan
kesempatan dan hak kepada wakil dari penduduk lokal (misalnya pemuka
adat, agama, aparat desa) untuk menyampaikan pandangannya terhadap
wilayahnya (sistem perwakilan). Komunikasi telah bersifat dua arah, tapi
masih bersifat partisipasi yang ritual. Sudah ada penjaringan aspirasi, telah
ada aturan pengajuan usulan, telah ada harapan bahwa aspirasi masyarakat
akan didengarkan, tapi belum ada jaminan apakah aspirasi tersebut akan
dilaksanakan ataupun perubahan akan terjadi.
5. Penenangan, dalam tingkatan ini komunikasi telah berjalan baik dan sudah
ada negosiasi antara masyarakat dan pemerintah. Masyarakat
dipersilahkan untuk memberikan saran atau merencanakan susulan
kegiatan. Namun pemerintah atau instansi penyelenggara program tetap
menahan kewenangan untuk menilai kelayakan dan keberadaan usulan
tersebut. Pada tahap ini pula diperkenalkan adanya suatu bentuk partisipasi
dengan materi, artinya anggota komunitas diberikan insentif tertentu untuk
kepentingan perusahaan atau pemerintah, ataupun instansi terkait. Atau
hanya beberapa tokoh di komunitas yang mendapat insentif, sehingga
tidak mewakilkan komunitas secara keseluruhan. Hal ini dilakukan agar
warga yang telah mendapat insentif segan untuk menentang program. Tiga
tangga teratas dikategorikan sebagai bentuk yang sesungguhnya dari
partisipasi dimana masyarakat memiliki pengaruh dalam proses
pengambilan keputusan.
6. Kerjasama atau partisipasi fungsional dimana semua pihak mewujudkan
keputusan bersama (pemerintah/instansi, dan komunitas). Suatu bentuk
partisipasi yang melibatkan tokoh komunitas dan atau ditambah lagi oleh
warga komunitas, ”duduk berdampingan” dengan aparat pemerintahan
serta perusahaan/instansi terkait secara bersama-sama merancang sbuah
program yang akan diterapkan pada komunitas.
13
7. Pendelegasian wewenang adalah suatu bentuk partisipasi aktif dimana
anggota komunitas melakukan perencanaan, implementasi, dan
monitoring. Anggota komunitas diberikan kekuasaan untuk melaksanakan
sebuah program dengan dengan cara ikut memberikan proposal bagi
pelaksanaan program bahkan pengutamaan pembuatan proposal oleh
komunitas yang bersangkutan dengan program itu sendiri.
8. Pengawasan oleh komunitas, dalam tahap ini sudah terbentuk
independensi dari monitoring oleh komunitas lokal terhadap pemerintah
dan perusahaan/instansi penyelenggara program. Dalam tangga partisipasi
ini, masyarakat sepenuhnya mengelola berbagai kegiatan untuk
kepentingannya sendiri, yang disepakati bersama, dan tanpa campur
tangan pemerintah/pihak penyelenggara program, Arstein (1969) dalam
Wicaksono (2010).
2.1.4. Penghalang dan Faktor yang Kondusif Bagi Partisipasi
Bekerja dengan masyarakat lokal merupakan hal penting untuk mendorong
dan mendukung partisipasi dari sebanyak mungkin orang, ada faktor-faktor yang
lebih luas dalam konteks-konteks pekerja masyarakat beroperasi yang mungkin
menjadi penghalang terhadap partisipasi atau sebaliknya, membantu partisipasi.
Ada beberapa permasalahan partisipasi, yaitu bagaimana partisipasi menjadi
antitesis dari nilai-nilai individualistis yang dominan, tokenisme, penunjukan
(kooptasi), siapa yang berpartisipasi, dan pandangan tidak seimbang dari hak dan
tanggung jawab.
Bolman (1974) dalam Ife dan Tesoriero (2006) menyarankan suatu
pembedaan yang bermanfaat antara hambatan partisipasi intrinsik dan ekstrinsik.
Hambatan ekstrinsik adalah faktor-faktor yang terdapat diluar batas-batas
organisasi dan disitu organisasi mungkin bisa memengaruhi tetapi jelas tidak bisa
mengontrol. Hambatan ekstrinsik terhadap partisipasi adalah konteks-konteks
sosial, ekonomi, politik, dan kebudayaan yang disitu organisasi bekerja. Posisi
struktural orang-orang dalam masyarakat dapat mempengaruhi siapa yang
berpartisipasi dan siapa yang tidak. Kweit dan Kweit (1981) dalam Ife dan
Tesoriero (2006) mencatat bahwa pada umumnya orang-orang dengan status
14
sosial ekonomi yang lebih tinggi cenderung lebih berpartisipasi, orang muda
kurang berpartisipasi dibandingkan orang tua. Kekuatan masyarakat dan modal
sosial yang ada dalam masyarakat juga sangat memengaruhi dalam tingkat dan
efektivitas partisipasi.
Hambatan intrinsik secara umum berkaitan dengan ciri-ciri birokrasi dan
profesionalisme. Organisasi mungkin tidak dapat diakses optimal oleh rakyat.
Bahasa yang digunakan oleh staf mungkin bersifat intimidasi dan mengasingkan
rakyat setempat. Rakyat setempat mungkin sangat ragu-ragu untuk terlibat dalam
suatu organisasi. Mereka mungkin melihat suatu perbedaan kekuatan besar antara
mereka sendiri dengan anggota suatu organisasi. Partisipasi kadang dapat
mengancam perasaan profesionalisme dari para anggota suatu organisasi, yang
mungkin memercayai bahwa secara teknis mereka terlatih dan memiliki
kepakaran untuk menyelesaikan isu-isu kemasyarakatan dan jauh lebih memilih
pengetahuan, terampil serta lebih berkualitas daripada orang lokal yang tidak
terlatih. Satu hambatan intrinsik kunci adalah asumsi bahwa pengetahuan
profesional pakar lebih hebat dibandingkan dengan yang diketahui masyarakat
lokal. Menghargai pengetahuan lokal merupakan hal yang imperatif dan
merupakan bagian dari ide perubahan dari bawah, yang pada akhirnya adalah
jantung dari pengembangan masyarakat. Hal itu memerlukan perubahan-
perubahan signifikan diantara para profesional dan seakan-akan pelepasan dari
kontrol dan kekuasaan yang diberikan oleh masyarakat kepada mereka sebagai
profesional. Terdapat prinsip yang mendasari yang seharusnya memandu pekerja
masyarakat untuk membangun proses-proses partisipasi yang kuat dan efektif,
yang mempertimbangkan faktor-faktor penghambat dan kondusif. Prinsip tersebut
adalah membangun hubungan yang memberdayakan dengan rakyat lokal, yaitu
rakyat memiliki kapasitas untuk mempengaruhi struktur dan keputusan-keputusan
yang berdampak pada kehidupan mereka dan membentuk kondisi-kondisi dimana
mereka hidup.
2.1.5. Konsep dan Definisi Corporate Social Responsibility (CSR)
Definisi CSR sangat beragam, The World Bussiness Council for
Sustainable Development dalam Wibisono (2007) mengartikan CSR sebagai
15
komitmen dunia usaha untuk terus bertindak secara etis, beroperasi secara legal
dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi, bersamaan dengan peningkatan
kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya sekaligus juga peningkatan kualitas
komunitas lokal dan masyarakat secara luas. Sedangkan menurut Ambadar (2008)
CSR merupakan partisipasi dunia usaha dalam pembangunan berkelanjutan
(sustainable development) dengan mengembangkan program kepedulian
perusahaan kepada masyarakat sekitarnya. Definisi CSR bisa berbeda tergantung
need, desire, wants, dan interest komunitas pada suatu negara atau visi dan misi
dari perusahaan yang menjalankan praktik CSR.
Menurut Wibisono (2007) yang mengacu pada John Elkington (1977),
bahwa Tanggung Jawab Sosial Perusahaan merupakan kepedulian perusahaan
yang didasari tiga prinsip dasar yang dikenal dengan istilah triple bottom lines,
yaitu :
1. Profit. Profit merupakan unsur terpenting dan menjadi tujuan utama dari
setiap kegiatan usaha. Perusahaan tetap harus berorientasi untuk mencari
keuntungan ekonomi yang memungkinkan untuk terus beroperasi dan
berkembang.
2. People (Masyarakat). Perusahaan harus menyadari bahwa masyarakat
sekitar perusahaan merupakan salah satu stakeholder penting bagi
perusahaan, karena dukungan masyarakat sekitar sangat diperlukan bagi
keberadaan, kelangsungan hidup, dan perkembangan perusahaan, maka
sebagai bagian yang tak terpisahkan dengan masyarakat dan lingkungan,
perusahaan perlu berkomitmen untuk berupaya memberikan manfaat
sebesar-besarnya kepada masyarakat. Selain itu juga perlu disadari bahwa
operasi perusahaan berpotensi memberikan dampak kepada masyarakat
sekitar. Karenanya pula perusahan perlu untuk melakukan berbagai
kegiatan yang menyentuh kebutuhan masyarakat.
3. Plannet (Lingkungan). Lingkungan adalah sesuatu yang terkait dengan
seluruh bidang kehidupan kita. Hubungan kita dengan lingkungan adalah
hubungan sebab akibat, dimana jika kita merawat lingkungan, maka
lingkungan pun akan memberikan manfaat kepada kita, dan sebaliknya.
Mendongkrak laba dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi memang
16
penting, namun tak kalah pentingnya juga memperhatikan kelestarian
lingkungan.
2.1.6. Implementasi CSR
Rahman (2009) menyatakan ada dua alasan yang mendasari perusahaan
melakukan kegiatan CSR, yaitu alasan moral dan alasan ekonomi. Alasan moral
lebih didasarkan bahwa CSR memang bermula dari inisiatif perusahaan untuk
dapat menjalin relasi yang saling menguntungkan dengan stakeholders. Sementara
alasan ekonomi lebih pada bagaimana perusahaan mampu memperkuat citra dan
kredibilitas brand atau produknya melalui CSR. Nuansa promosi sangat dirasa
jika perusahaan melaksanakan kegiatan CSR dengan alasan ekonomi, perusahaan
cenderung mengkomersialkan berbagai kegiatan yang dilakukan dan mengekspos
kegiatan tersebut secara besar-besaran.
Adapula alasan perusahaan dalam melaksanakan praktik CSR dapat
diklasifikasikan dalam tiga kategori. Pertama, sekedar basa basi dan keterpaksaan.
Artinya CSR dipraktekan lebih karena faktor eksternal (external driven).
Berikutnya karena reputation driven, motivasi perusahaan dalam melaksanakan
praktek CSR adalah untuk mendongkrak citra perusahaan. Kegiatan CSR yang
dilakukan hanya sekedar kosmetik yang dilakukan hanya untuk memenuhi
tuntutan dan memberi citra sebagai perusahaan yang tanggap terhadap
kepentingan sosial. Kedua, sebagai upaya untuk memenuhi kewajiban
(compliance). CSR di-implementasikan karena memang ada regulasi, hukum, dan
aturan yang memaksanya. Perusahaan melakukan CSR karena di dorong oleh tren
global (market driven) dan pemberian penghargaan (reward) yang diberikan oleh
segenap institusi atau lembaga. Ketiga, bukan lagi sekedar compliance tapi
beyond compliance atau compilance plus. CSR di-implementasikan karena
memang ada dorongan yang tulus dari dalam (internal driven). Perusahaan telah
menyadari bahwa tanggung jawabnya bukan lagi sekedar kegiatan ekonomi untuk
menciptakan profit demi kelangsungan bisnisnya, melainkan juga tanggung jawab
sosial dan lingkungan. Aktivitas CSR berada dalam koridor strategi perusahaan
yang diarahkan untuk mencapai bottom line business goal yaitu mendatangkan
keuntungan. (Wibisono 2007)
17
Mulyadi (2007) menjelaskan bahwa terdapat empat model strategi
pelaksanaan kedermawanan sebagai upaya tanggung jawab sosial perusahaan
kepada masyarakat dan lingkungan, yaitu:
1. Perusahaan terlibat langsung dan menyelenggarakan sendiri kegiatan
sosialnya tanpa perantara atau bantuan pihak lain, misalnya melalui
corporate secretary, public affair, hubungan masyarakat, atau manager
community development;
2. Perusahaan menyelenggarakan bantuan melalui yayasan atau organisasi
sosial yang umumnya sering diterapkan di negara maju;
3. Perusahaan bermitra dengan pihak lain yang dinilai kompeten untuk
menyelenggarakan program kedermawanan misalnya dengan LSM,
universitas, dan media massa; dan
4. Perusahaan membentuk atau bergabung dalam satu konsorium di mana
perusahaan tersebut ikut serta dalam mendirikan, menjadi anggota, atau
mendukung suatu lembaga sosial yang dilakukan untuk tujuan sosial
tertentu.
Menurut Wibisono (2007) ada empat tahapan yang dilakukan oleh suatu
perusahaan dalam melaksanakan program CSR, yaitu:
1. Tahap Perencanaan
Perencanaan terdiri atas tiga langkah utama yaitu awareness building,
CSR assesment, dan CSR manual building. Awareness building
merupakan langkah awal untuk membangun kesadaran mengenai arti
penting Corporate Social Responsibility dan komitmen manajemen. Upaya
ini dapat dilakukan antara lain melalui seminar, lokakarya, diskusi
kelompok dan lain-lain. CSR Assesment merupakan upaya untuk
memetakan kondisi perusahaan dan mengindentifikasi aspek-aspek yang
perlu mendapatkan prioritas perhatian dan langkah-langkah yang tepat
untuk membangun struktur perusahaan yang kondusif bagi penerapan CSR
secara efektif. Langkah selanjutnya adalah membangun CSR Manual.
Hasil assessement merupakan langkah untuk penyusunan manual atau
pedoman implementasi CSR. Upaya yang harus dilakukan antara lain,
melalui Bencmarking, menggali dari referensi atau bagi perusahaan yang
18
menginginkan langkah instan, penyusunan manual ini merupakan inti dari
perencanaan, yang memberikan petunjuk pelaksanaan CSR bagi
komponen perusahaan.
2. Tahap Implementasi
Tahap implementasi ini terdiri atas tiga langkah utama yakni sosialisasi,
pelaksanaan, dan internalisasi. Sosialisasi diperlukan untuk
memperkenalkan kepada komponen perusahaan mengenai berbagai aspek
yang terkait dengan implementasi CSR khususnya mengenai pedoman
penerapan CSR. Tujuan sosialisasi ini adalah agar program CSR akan
diimplementasikan mendapat dukungan penuh dari seluruh komponen
perusahaan, sehingga dalam perjalanannya tidak ada kendala serius yang
dapat dialami oleh unit penyelenggara. Pelaksanaan kegiatan yang
dilakukan pada dasarnya harus sejalan dengan pedoman CSR yang ada,
berdasarkan roadmap yang telah disusun. Sedang internalisasi mencakup
upaya-upaya untuk memperkenalkan CSR dalam seluruh proses bisnis
perusahaan misalnya melalui sistem manajemen kerja, prosedur
pengadaan, proses produksi, pemasaran dan proses bisnis lainnya, dengan
demikian CSR telah menjadi strategi perusahaan.
3. Tahap evaluasi
Setelah program CSR diimplementasikan, langkah berikutnya adalah
evaluasi program. Tahap evaluasi adalah tahap yang perlu dilakukan
secara konsisten dari waktu ke waktu untuk mengukur sejauhmana
efektivitas penerapan CSR. Evaluasi dilakukan untuk pengambilan
keputusan, misalnya keputusan untuk menghentikan, memperbaiki atau
melanjutkan dan mengembangkan aspek- aspek tertentu dari program yang
sudah di-implementasikan. Evaluasi juga bisa dilakukan dengan meminta
pihak independen untuk melakukan audit implementasi atas praktik CSR
yang telah ditentukan. Evaluasi dalam bentuk assessement audit atau
scoring juga dapat dilakukan secara mandatori misalnya seperti yang
diterapkan dilingkungan BUMN, untuk beberapa aspek penerapan CSR.
Evaluasi tersebut dapat membantu perusahaan untuk memetakan kembali
kondisi dan situasi serta capaian perusahaan dalam implementasi CSR
19
sehingga dapat mengupayakan perbaikan-perbaikan yang perlu
berdasarkan rekomendasi yang diberikan.
4. Pelaporan
Pelaporan diperlukan dalam rangka membangun sistem informasi baik
untuk proses pengambilan keputusan maupun keterbukaan informasi
material dan relevan mengenai perusahaan. Jadi, selain berfungsi untuk
keperluan shareholder juga untuk stakeholders lainnya yang memerlukan.
Menurut Zaidi (2004) pelaksanaan program CSR dapat dilihat dari
beberapa karakteristik tahap-tahap kedermawanan sosial perusahaan, seperti
dalam tabel berikut :
Tabel 2. Karakteristik Tahap-Tahap Kedermawanan Sosial Perusahaan3
Tahapan Charity Philantrophy Corporate Citizenship
Motivasi Agama, tradisi,
adat
Norma etika dan
hukum universal:
redistribusi
kekayaan
Pencerahan diri dan
rekonsiliasi dengan
ketertiban sosial
Misi Mengatasi
masalah sesaat
Mencari dan
mengatasi akar
masalah
Memberikan kontribusi
kepada masyarakat
Pengelolaan Jangka pendek,
menyelesaikan
masalah sesaat
Terencana,
terorganisir,
terprogram
Terinternalisasi dalam
kebijakan perusahaan
Pengorganis
asian
Kepanitiaan Yayasan/dana
abadi:
profesionalisasi
Keterlibatan baik dana
maupun sumber daya
lain
Penerima
manfaat
Orang miskin Masyarakat luas Masyarakat luas dan
perusahaan
Kontribusi Hibah sosial Hibah
pembangunan
Hibah (sosial maupun
pembangunan) dan
keterlibatan social
Inspirasi Kewajiban Kepentingan bersama
Dari tabel diatas dapat dilihat karakteristik tahap-tahap kedermawanan
sosial perusahaan dibagi menjadi tiga, yaitu:
3 Sumber: Zaim Saidi dan Hamid Abidin, “Menjadi Bangsa Pemurah”,2004, Hal
57
20
1. Charity atau lazim disebut karitas merupakan kegiatan pemberian bantuan
yang hanya bertujuan untuk menyelesaikan masalah sesaat atau berjangka
pendek.
2. Philantrophy atau yang lazim disebut filantropi merupakan kegiatan
pemberian sumbangan yang dilakukan oleh perusahaan yang ditujukan
untuk kegiatan investasi sosial yang diarahkan pada penguatan
kemandirian masyarakat seperti pendidikan dan peningkatan peluang
ekonomi atau peningkatan kesejahteraan yang pada umumnya
membutuhkan pengelolaan yang sistematis dan terencana.
3. Good Corporate Citizenship merupakan pemberian bantuan yang
dilakukan untuk memberikan kontribusi kepada masyarakat yang
pengelolaannya terinternalisasi dalam kebijakan perusahaan.
2.1.7. CSR dan Pemberdayaan Masyarakat
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan masyarakat
yang masih hidup dalam kemiskinan, karena hal tersebut diperlukan
pemberdayaan masyarakat dalam kegiatan pembangunannya. Alyson Warhurst
dalam Sukada (2007) berpendapat, hubungan CSR dan masyarakat terwujud
dalam empat hal utama: pemberdayaan masyarakat, pengikutsertaan
(pemrioritasan) kesempatan kerja dan usaha, pembiayaan sesuai kerangka legal,
dan tanggapan atas harapan kelompok kepentingan. Pengkategorian Warhurst
memperjelas bahwa pemberdayaan masyarakat merupakan salah satu komponen
sangat penting dalam CSR. Menurut Shardlow dalam Ambadar (2008)
pemberdayaan masyarakat intinya adalah bagaimana individu, kelompok, atau
komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan
untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka. Dengan
pemberdayaan, masyarakat lemah akan memperoleh kekuatan dan akses terhadap
sumberdaya. (Friedmann dalam Ambadar 2008). Sedangkan menurut Suharto
(2005) pengembangan masyarakat adalah satu model pekerjaan sosial yang tujuan
utamanya untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat melalui pendayagunaan
sumber-sumber yang ada pada mereka serta menekankan pada prinsip partisipasi
sosial. Maka penekanan dalam aspek pemberdayaan masyarakat juga menjadi
21
penting dilakukan, begitupula dalam praktik CSR yang dilakukan di Indonesia.
Menurut Budimanta (2004) pengembangan masyarakat yang dilaksanakan oleh
perusahaan, yang dikemas dalam program CSR bertujuan untuk:
1. Mendukung upaya-upaya yang dilakukan pemerintah terutama pada
tingkat desa dan masyarakat untuk meningkatkan kondisi sosial-ekonomi-
budaya yang lebih baik disekitar wilayah perusahaan.
2. Memberikan kesempatan bekerja dan berusaha bagi masyarakat.
Membantu pemerintah dalam rangka pengentasan kemiskinan dan
pengembangan ekonomi wilayah.
Secara konseptual pemberdayaan atau pemberkuasaan (empowerment),
berasal dari kata ”power” yang berarti kekuasaan atau keberdayaan. Karenanya,
ide utama pemberdayaan bersentuhan dengan konsep mengenai kekuasaan.
Pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok rentan
dan lemah sehingga mereka memiliki kekuatan atau kemampuan dalam (a)
memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan, dalam arti
bukan saja bebas mengemukakan pendapat melainkan juga bebas dari kelaparan,
bebas dari kebodohan, bebas dari kesakitan; (b) menjangkau sumber-sumber
produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan
memperoleh barang-barang dan jasa-jasa yang mereka perlukan; (c) berpartisipasi
dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi
mereka (Suharto 2005)
Dalam pelaksanaan program CSR yang berbasiskan pemberdayaan
masyarakat, prinsip-prinsip yang harus dipegang adalah:
1. Kerjasama, bertanggung jawab, mengetengahkan aktivitas komuniti yang
tidak membedakan laki-laki dan perempuan, dan memobilisasi individu
untuk tujuan saling tolong menolong diri sendiri, memecahkan masalah,
integrasi sosial, dan atau tindakan sosial.
2. Peningkatan partisipasi pada tingkat masyarakat yang paling bawah.
3. Sebanyak mungkin ada keinginan dan kesesuaian, pemberdayaan
masyarakat harus mempercayakan dan bersandar pada kapasitas dan
inisiatif dari kelompok relevan dan komuniti lokal untuk menidentifikasi
22
kebutuhan, masalah, dan merencanakan dan melaksanakan pelatihan
tentang tindakan.
4. Sumber daya-sumber daya komuniti (manusia, teknik, dan finansial), dan
dimana kemungkinan sumberdaya dari luar komuniti (dalam bentuk
kerjasama dengan pemerintah, lembaga-lembaga, dan kelompok
profesional) harus dimobilisasi dan kemungkinan untuk diseimbangkan
dalam bentuk berkesinambungan dalam pembangunan.
5. Kebersamaan komuniti harus dipromosikan dalam bentuk dua tipe
hubungan yaitu hubungan sosial yang dipisahkan kelas sosial dan
hubungan struktural.
6. Aktifitas-aktivitas seperti meningkatkan perasaan solidaritas diantara
kelompok-kelompok marginal dengan mengaitkannya dengan kekuatan
perkembangan dalam sektor-sektor sosial dan kelas untuk mencari
kesempatan ekonomi, sosial, dan alternatif politik.
7. Memberikan kemampuan bagi kelompok-kelompok marginal untuk
melakukan perubahan dari dalam kelompok tersebut.
2.1.8. Keberhasilan Program
Keberhasilan program atau efektivitas program berniat mengukur seberapa
jauh tujuan program tercapai. Sondang P. Siagian (2001 : 24) memberikan definisi
sebagai berikut : “Efektivitas adalah pemanfaatan sumber daya, sarana dan
prasarana dalam jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk
menghasilkan sejumlah barang atas jasa kegiatan yang dijalankannya. Efektivitas
menunjukan keberhasilan dari segi tercapai tidaknya sasaran yang telah
ditetapkan. Jika hasil kegiatan semakin mendekati sasaran, berarti makin tinggi
efektivitasnya4.
Menurut Komaruddin efektivitas adalah suatu keadaan yang menunjukan
tingkat keberhasilan atau kegagalan kegiatan manajemen dalam mencapai tujuan
yang telah ditetapkan terlebih dahulu5. Dari beberapa pengertian diatas, dapat
4 http://othenk.blogspot.com/2008/11/pengertian-tentang-efektivitas.html diakses
tanggal 3 Maret 2011 Pukul 15.00 WIB 5http://dspace.widyatama.ac.id/xmlui/bitstream/handle/10364/1061/bab2d.pdf?seq
uence=7 diakses tanggal 3 Maret 2011 Pukul 15.00 WIB
23
ditarik kesimpulan bahwa efektivitas adalah tercapainya sasaran yang berdasarkan
tujuan pelaksanaan program yang telah ditetapkan.
2.2. Kerangka Pemikiran
Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan suatu tanggung jawab
sosial perusahaan terhadap masyarakat yang berada di sekitar wilayah perusahaan
yang sekaligus membantu pemerintah dalam melaksanakan program
pembangunan. Tanggung jawab sosial dan program pembangunan yang
diimplementasikan kepada masyarakat harus bersifat pemberdayaan agar
masyarakat mampu memperbaiki kualitas hidupnya melalui pendayagunaan
sumber-sumber yang ada pada diri mereka serta menekankan pada prinsip
partisipasi sosial.
Program pengelolaan sampah yang merupakan salah satu program CSR
dari PT Indocement dijalankan guna memberdayakan masyarakat sekitar
perusahaan yang sangat mengharapkan partisipasi masyarakat dalam
implementasinya. Terdapat tiga faktor utama yang dapat mendorong partisipasi
yaitu adanya kemauan, kemampuan dan kesempatan. Faktor kemauan dapat
dipengaruhi oleh sikap masyarakat terhadap lingkungan dan juga program dan
motivasi masyarakat untuk terlibat dalam program. Faktor kemampuan dapat
dipengaruhi oleh pengetahuan dalam pengelolaan sampah, keterampilan dalam
pengelolaan sampah, dan pengalaman dalam pengelolaan sampah. Faktor
kesempatan dapat dipengaruhi oleh manajemen program yang dilihat dari ruang
partisipasi bagi masyarakat ditiap tahapan kegiatan.
Ketiga faktor pendorong partisipasi akan mempengaruhi tingkat partisipasi
seseorang yang dilihat dari bentuk partisipasi pada setiap tahap kegiatan.
Selanjutnya tingkat partisipasi akan dianalisis menggunakan teori Arstein yang
membagi tingkat partisipasi ke dalam delapan tingkatan yaitu manipulasi, terapi,
pemberitahuan, konsultatif, pengenangan, kemitraan, pendelegasian wewenang,
dan kontrol masyarakat. Tujuan analisis ini adalah untuk memahami proses
pelibatan masyarakat dan siapa saja pihak yang terlibat dan untuk mengetahui
sejauhmana upaya peningkatan partisipasi masyarakat.
24
Tingkat partisipasi juga dianggap memiliki hubungan dengan keberhasilan
program. Keberhasilan program dilihat dari dua aspek, yaitu keberhasilan sosial
dan keberhasilan lingkungan. Keberhasilan sosial yang dimaksud adalah program
dapat menambah pengetahuan dan dapat menjadi ajang bersosialisasi bagi
masyarakat, sedangkan keberhasilan lingkungan adalah program dapat membantu
meningkatkan kebersihan lingkungan dan dapat membuat lingkungan menjadi
lebih indah. Untuk lebih jelas, dapat dilihat pada gambar 2 di bawah ini:
Gambar 2 Kerangka Berpikir Partisipasi Masyarakat
dalam Program Pengelolaan Sampah
Keterangan: Berhubungan
Dianalisis
Kemauan
1.Sikap terhadap
pengelolaan
lingkungan
2.Motivasi
keterlibatan dalam
program
Kemampuan
1.Pengetahuan dalam
pengelolaan sampah
2.Keterampilan dalam
pengelolaan sampah
3.Pengalaman dalam
pengelolaan sampah
Kesempatan
1. Manajemen program
Tingkat
Partisipasi
1.Manipulatif
2.Terapi
3.Pemberitahuan
4.Konsultatif
5.Penenangan
6.Kemitraan
7.Pendelegasian
8.Kontrol
Masyarakat
Keberhasilan
Program
1. Sosial
2. Lingkungan
Tingkat
Partisipasi
1.Bentuk
Partisipasi
25
2.3. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, hipotesis penelitian yang
diajukan adalah sebagai berikut :
1. Semakin tinggi tingkat kemauan yang dimiliki masyarakat maka semakin
tinggi tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi program
pengelolaan sampah.
Tingkat kemauan masyarakat dapat terdiri dari dua aspek, yaitu:
a. Sikap. Semakin positif sikap masyarakat terhadap lingkungan dan
program maka semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat dalam
implementasi program pengelolaan sampah.
b. Motivasi. Semakin kuat motivasi masyarakat untuk berperan serta
dalam program maka semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat
dalam implementasi program pengelolaan sampah.
2. Semakin tinggi tingkat kemampuan yang dimiliki masyarakat maka
semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi program
pengelolaan sampah.
Tingkat kemampuan terdiri dari tiga aspek, yaitu:
a. Pengetahuan. Semakin baik pengetahuan yang dimiliki masyarakat
dalam pengelolaan sampah dan mengenai program pengelolaan
sampah maka semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat dalam
implementasi program pengelolaan sampah.
b. Keterampilan. Semakin baik keterampilan masyarakat dalam
mengelola sampah maka semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat
dalam implementasi program pengelolaan sampah.
c. Pengalaman. Semakin baik pengalaman masyarakat dalam mengelola
sampah maka semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat dalam
implementasi program pengelolaan sampah.
3. Semakin terbuka kesempatan yang dimiliki masyarakat untuk terlibat
dalam program maka semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat dalam
implementasi program pengelolaan sampah.
Tingkat kesempatan dapat dilihat melalui Manajemen program
pengelolaan sampah. Semakin baik manajemen program yang memberikan
26
ruang kepada masyarakat untuk terlibat maka semakin tinggi tingkat
partisipasi masyarakat dalam implementasi program pengelolaan sampah.
4. Semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi
program pengelolaan sampah maka semakin menentukan keberhasilan
program pengelolaan sampah yaitu terciptanya komoditi baru (Sorted
Municipal Waste, pupuk kompos, dan produk daur ulang), memberikan
penghasilan tambahan, dan meningkatkan kebersihan lingkungan.
2.4. Definisi Operasional
Definisi operasional dalam penelitian ini berkaitan dengan kerangka
pemikiran yaitu faktor pendorong partispasi yang terdiri dari kemauan,
kemampuan dan kesempatan yang diukur secara kuantitatif. Definisi operasional
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Kemauan adalah salah satu faktor pendorong partisipasi yang disebabkan
keinginan dari responden untuk turut serta dalam implementasi program
pengelolaan sampah. Kemauan diukur dari aspek psikologis individu yang
terdiri dari:
a. Sikap terhadap pengelolaan lingkungan, yaitu pernyataan evaluatif yang
mengindikasikan kecenderungan individu dalam menanggapi program,
baik berupa penerimaan atau penolakan. Sikap diukur menggunakan skala
likert dengan rincian sebagai berikut:
1. Tidak setuju/penting/bersedia = skor 1
2. Setuju/penting/bersedia = skor 2
3. Sangat setuju/penting/bersedia = skor 3
Sikap dibagi ke dalam dua kategori yaitu positif dan negatif yang berasal
dari skor jumlah pertanyaan mengenai sikap yang kemudian dibagi
berdasarkan nilai median.
b. Motivasi yaitu dorongan yang ada dalam diri masing-masing individu
untuk ikut terlibat dalam implementasi program pengelolaan sampah.
Motivasi mencakup alasan yang berupa faktor-faktor yang
melatarbelakangi individu untuk tertarik ikut berpartisipasi dalam program
pengelolaan sampah.
27
Pengukuran:
1. Tidak = skor 1
2. Ya = skor 2
Motivasi dibagi ke dalam dua kategori yaitu kuat dan lemah yang berasal
dari skor jumlah pertanyaan faktor motivasi yang kemudian dibagi
berdasarkan nilai median.
2. Kemampuan adalah daya yang dimiliki individu untuk turut serta
berpartisipasi dalam implementasi program pengelolaan sampah. Kemampuan
yang akan diukur terdiri dari:
a. Pengetahuan dalam pengelolaan sampah adalah pemahaman responden
mengenai pengelolaan sampah. Pengukuran dilakukan dengan
memberikan pertanyaan terbuka yang jawabannya akan dicocokan dengan
jawaban yang tepat dan dinilai ketepatannya menjadi:
Pengukuran:
1. Salah = skor 1
2. Tidak tepat sekali = skor 2
3. Tepat = skor 3
Pengetahuan dibagi ke dalam dua kategori yaitu tinggi dan rendah yang
berasal dari skor jumlah pertanyaan pengetahuan yang kemudian dibagi
berdasarkan nilai median.
b. Keterampilan dalam pengelolaan sampah adalah keahlian khusus yang
dimiliki individu dalam mengolah sampah.
Pengukuran keterampilan dilakukan dengan menilai tahapan kegiatan
pengolahan sampah yang sudah berhasil dengan baik dilakukan.
Pengukuran:
1. Belum = skor 1
2. Sudah = skor 2
Keterampilan dibagi ke dalam dua kategori yaitu tinggi dan rendah yang
berasal dari skor jumlah pertanyaan keterampilan yang kemudian dibagi
berdasarkan nilai median.
28
c. Pengalaman dalam pengelolaan sampah adalah individu pernah melakukan
kegiatan pengelolaan sampah.
Pengukuran pengalaman dilakukan dengan menilai tahapan kegiatan
pengolahan sampah yang pernah dilakukan responden.
Pengukuran:
1. Tidak Pernah = skor 1
2. Pernah = skor 2
Pengalaman dibagi ke dalam dua kategori yaitu tinggi dan rendah yang
berasal dari skor jumlah pertanyaan pengalaman yang kemudian dibagi
berdasarkan nilai median.
3. Kesempatan adalah faktor luar yang berasal dari lingkungan yang dapat
mendorong individu untuk ikut berpartisipasi dalam program pengelolaan
sampah. Faktor kesempatan yang akan diukur melalui manajemen program
pengelolaan sampah. Manajemen program adalah aturan yang memungkinkan
masyarakat terlibat dalam program, hal tersebut berupa aksesibilitas yang
diberikan penyelenggara program terhadap masyarakat dan syarat keterlibatan
masyarakat.
Pengukuran:
1. Tidak = skor 1
2. Ya = skor 2
Manajemen program dibagi ke dalam dua kategori yaitu baik dan buruk
yang berasal dari skor jumlah pernyataan mengenai manajemen program
yang kemudian dibagi berdasarkan nilai median.
4. Tingkat partisipasi adalah tingkat keterlibatan anggota masyarakat dalam
tahapan program pengelolaan sampah. Partisipasi diidentifikasi dari bentuk
partisipasi dalam setiap tahapan kegiatan yaitu berupa uang, barang, tenaga,
pikiran, dan waktu.
Pengukuran:
1. Tidak = skor 0
2. Ya = skor 1
29
Partisipasi dibagi ke dalam dua kategori yaitu tinggi dan rendah yang
berasal dari skor jumlah bentuk partisipasi yang digunakan dalam tiap
tahapan program yang kemudian dibagi berdasarkan nilai median.
5. Tingkat partisipasi dianalisis menggunakan Teori Arstein yang terdiri dari
delapan tingkatan, yaitu:
a. Tahap manipulasi adalah tahapan partisipasi dimana masyarakat sama
sekali tidak dilibatkan dalam komunikasi atau dialog. Masyarakat hanya
diminta tandatangan sebagai wujud dukungan dengan imbalan terntentu.
b. Tahap terapi adalah tahapan partisipasi dimana terjadi kegiatan dengar
pendapat antara masyarakat dan perusahaan namun pendapat dari
masyarakat tidak akan mempengaruhi kebijakan program.
c. Tahap pemberitahuan adalah tahapan partisipasi dimana komunikasi sudah
banyak terjadi namun hanya satu arah dari perusahaan ke masyarakat.
d. Tahap konsultasi adalah tahapan partisipasi masyarakat telah terjadi
komunikasi dua arah dimana perwakilan dari masyarakat dapat
menyampaikan pandangannya dan aspirasi akan didengar namun belum
ada jaminan apakah aspirasi tersebut akan dilaksanakan.
e. Tahap penenangan adalah suatu bentuk partisipasi dengan materi, artinya
ketika akan muncul suatu konflik antara perusahaan dan masyarakat,
anggota komunitas diberikan insentif tertentu sehingga mereka segan
berbicara untuk menentang program.
f. Tahap kemitraan adalah partisipasi yang fungsional dimana semua pihak
mewujudkan keputusan bersama (antara perusahaan, pemerintah dan
komunitas) dalam suatu negosiasi.
g. Tahap pendelegasian kekuasaan merupakan bentuk partisipasi yang aktif,
dimana anggota komunitas melakukan perencanaan, implementasi dan
monitoring.
h. Tahap kontrol masyarakat yaitu model yang sudah terbentuk independensi
dari monitoring oleh komunitas lokal terhadap perusahaan dan juga
pemerintah.
Tingkat partisipasi diukur dengan memberikan skor pada tiap tahapan
partisipasi mulai dari 1 (terendah/manipulasi) sampai 8 (tertinggi/kontrol
30
masyarakat) dalam setiap kegiatan (perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan
menikmati hasil).
5. Keberhasilan program adalah suatu keadaan yang menunjukan tingkat
keberhasilan atau kegagalan kegiatan manajemen dalam mencapai tujuan yang
telah ditetapkan terlebih dahulu yang dilihat dari penilaian masyarakat dalam
level komunitas.
Pengukuran:
1. Tidak = skor 1
2. Ya = skor 2
Keberhasilan program dibagi ke dalam dua kategori yaitu tinggi dan rendah
yang berasal dari skor jumlah pertanyaan keberhasilan yang kemudian dibagi
berdasarkan nilai median.
31
BAB III
PENDEKATAN LAPANG
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di salah satu desa binaan ITP yaitu Desa Gunung
Sari, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor, Jawa Barat . Penelitian dilakukan
di satu RW di Desa Gunung Sari, yaitu RW 4. Lokasi dipilih karena kegiatan
pengolahan sampah yang dilakukan di RW 4 merupakan pilot project dari
program ini. Program ini merupakan salah satu program SDP (Sustainable
Development) dari ITP yang pada prosesnya mensyaratkan keterlibatan
masyarakat mulai dari proses perencanaan hingga pemanfaatan hasil. Dari
pertimbangan tersebut lokasi dianggap representatif untuk melakukan penelitian
mengenai partisipasi masyarakat dalam program pengelolaan sampah. Waktu
penelitian dilakukan selama bulan April 2011 dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 3. Jadwal Pelaksanaan Penelitian Tahun 2011
Rencana
Kegiatan
Bulan
Februari Maret April Mei Juni
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Pembuatan
proposal
penelitian
Seminar
proposal
penelitian
Perbaikan
proposal dan
instrumen
penelitian
Pengumpula
n data
sekunder
Pengumpula
n data
primer
Pengolahan
data,
penulisan
laporan, dan
perbaikan
Sidang hasil
32
3.2. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini bertujuan untuk mengukur tingkat partisipasi masyarakat
dalam implementasi program pengelolaan sampah dan hubungannya dengan
keberhasilan pelaksanaan program. Untuk itu, penelitian menggunakan
pendekatan kuantitatif. Metode utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode kuantitatif yang di dukung dengan metode kualitatif. Data utama yang
dihasilkan adalah data kuantitatif , dengan didukung data kualitatif.
Data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer dan data
sekunder. Data primer adalah data yang didapatkan langsung oleh peneliti dari
responden yaitu dengan menggunakan kuesioner dan wawancara mendalam,
sedangkan data sekunder adalah data yang didapatkan peneliti dari pihak lain
melalui penulusuran pustakayang relevan terhadap masalah penelitian
Penelitian ini menggunakan penelitian tipe penjelasan (explanatory), yakni
untuk menjelaskan hubungan kausal dan pengujian hipotesa (Singarimbun, 1989).
Tipe explanatory dipilih karena akan menjelaskan hubungan kausal antara
variabel-variabel melalui pengujian hipotesa.
Dalam penelitian ini terdapat dua subyek penelitian, yaitu informan dan
responden. Informan adalah pihak-pihak yang berpotensi untuk memberikan
informasi mengenai diri sendiri, keluarga, pihak lain, dan lingkungan. Informan
dipilih secara sengaja (purposive sampling) dengan jumlah yang tidak ditentukan
guna mendapatkan informasi yang lebih mendalam. Populasi dalam penelitian ini
adalah ibu-ibu warga RW 4 Desa Gunung Sari yang menjadi sasaran program.
Responden penelitian berjumlah 50 orang yang diambil dengan jumlah yang sama
tiap RT yaitu sebanyak 5 sampai 7 orang secara acak. Berikut jumlah populasi dan
sampel penelitian:
Tabel 4. Jumlah Populasi dan Jumlah Sampel Responden
RW 4 RT 1 RT 2 RT 3 RT 4 RT 5 RT 6 RT 7 RT 8 Total
Jumlah
populasi
KK
81 54 91 96 67 100 78 73 640
Jumlah
Sampel 6 6 6 7 7 5 7 6 50
33
3.3. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan dengan bantuan kuesioner akan diolah
secara kuantitatif. Data diolah secara statistik dengan menggunakan Microsoft
Excel 2007 dan SPSS for Windows versi 15.0. Pengolahan data kuantitatif
dilakukan dengan Uji Korelasi Rank Spearman dan Tabulasi Silang untuk
mengukur kemauan, kemampuan dan kesempatan dan hubungannya dengan
tingkat partisipasi serta hubungannya dengan keberhasilan program. Data
kualitatif bersifat untuk memaknai atau melengkapi data kuantitatif.
3.3.1. Uji Korelasi Rank Spearman
Uji ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antar dua variabel yang
berskala ordinal dan tidak emnentukan prasyarat data terdistribusi normal.
Korelasi Rank Spearman digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan
antara variabel bebas dan terikat yang berskala ordinal (non parametrik). Korelasi
dapat menghasilkan angka positif (+) dan negatif (-). Korelasi yang menghasilkan
angka positif berarti hubungan kedua variabel bersifat searah, yang berarti jika
variabel bebas bebas besar maka variabel terikat juga besar. Korelasi yang
menghasilkan angka negatif berarti hubungan kedua variabel tidak searah, yang
berarti jika variabel bebas besar maka variabel terikat menjadi kecil. Rumus
korelasi Rank Spearman:
Keterangan :
rs = Nilai Koefisien Rank Spearman
di = Disparitas (x1-x2)
n = Banyaknya Pengamatan
Kaidah pengambilan keputusan tentang hubungan antar variabel dalam uji
Korelasi rank Spearman adalah dengan signifikansi / probabilitas / α digunakan
untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel yang diteliti.
6∑ di2
rs = 1 –
n (n2 – 1)
34
Signifikansi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebesar α (0,05) maka
artinya hasil penelitian mempunyai kesempatan untuk benar atau tingkat
kepercayaan sebesar 95% dan tingkat kesalahan sebesar 5%.
Dasar pengambilan keputusan dirumuskan sebagai berikut:
a. Jika angka signifikansi hasil penelitian < 0,05 maka Ho ditolak. Jadi,
hubungan kedua variabel signifikan; dan
b. Jika angka signifikansi hasil penelitian > 0,05 maka Ho diterima. Jadi,
hubungan kedua variabel tidak signifikan.
35
BAB IV
GAMBARAN UMUM PT INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA TBK,
DESA GUNUNG SARI DAN PROGRAM PENGELOLAAN SAMPAH
4.1. PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk
PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. merupakan perusahaan semen
terbesar di Indonesia yang memproduksi berbagai jenis semen bermutu, termasuk
produk semen khusus yang dipasarkan dengan merek “Tiga Roda”. PT
Indocement didirikan pada tahun 1985 dan dioperasikan secara terpadu dengan
total kapasitas produksi terpasang sebesar 18,6 juta ton semen per tahun.
Indocement saat ini mengoperasikan 12 pabrik, sembilan di antaranya berlokasi di
Citeureup, Bogor, Jawa Barat; dua di Palimanan, Cirebon, Jawa Barat; dan satu di
Tarjun, Kotabaru, Kalimantan Selatan.
PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk mendapatkan banyak penghargaan
dalam bidang lingkungan seperti PROPER dari Kementrian Lingkungan Hidup
Republik Indonesia dengan peringkat hijau dan emas pada tahun 2004, 2008, dan
2009, dua Penghargaan Emas dari Indonesia Green Awards 2010. Selain itu,
Indocement juga mendapatkan penghargaan dalam kinerja di bidang kesehatan
dan keselamatan kerja, inovasi dalam menggunakan material alternatif, Best
Managed Companies, Top Brand, Kovensi Mutu Indonesia, memberikan jasa dan
mendukung perkembangan dunia pers, The Indonesia's Most Admired Companies
2008 (IMAC 2008) untuk kategori semen, atas keberhasilan perusahaan
mempertahankan citra, peringkat pertama Indonesian CSR Awards 2008, Clean
Development Mecanism 2009, Sustainable Engineering Award 2009, dan lain-
lain.
4.2. Visi, Misi dan Moto PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk.
Aktivitas PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk selalu dilakukan dengan
landasan visi dan misi yang dimiliki perusahaan. Visi PT Indocement Tunggal
Prakarsa Tbk adalah menjadikan perusahaan sebagai pemimpin pasar semen
dalam negeri yang berkualitas. Sementara itu, misinya adalah kami berkecimpung
36
dalam bisnis penyediaan papan, bahan bangunan dan jasa terkait yang bermutu
dengan harga kompetitif dan tetap memperhatikan pembangunan berkelanjutan.
Dalam Laporan Tahunan Indocement Tunggal Prakarsa Tbk tahun 2007,
disebutkan bahwa PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk memberikan pemahaman
yang lebih besar terhadap konsep pembangunan berkelanjutan yang terdapat
dalam misi perseroan bagi seluruh karyawan. Melalui pemahaman atas konsep
tersebut, seluruh karyawan akan memiliki pengertian yang lebih baik dan
mendalam terhadap tiga sasaran utama yang hendak dicapai oleh perusahaan
yakni pertumbuhan ekonomi, pembangunan sosial serta pelestarian lingkungan
hidup.
PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk juga memiliki motto perusahaan
yang dapat dilihat selalu tertera di setiap sudut lokasi perusahaan. Motto PT
Indocement Tunggal Prakarsa Tbk tersebut adalah turut membangun kehidupan
bermutu (better shelter for better life). Visi, misi dan motto perusahaan tersebut
selalu dijadikan pijakan bagi setiap karyawan perusahaan dari berbagai tingkatan
dalam menjalankan aktivitas perusahaan ini.
4.3. Corporate Social Responsibility Departement (CSR Departement)
CSR Indocement mengacu kepada konsep triple bottom line, yaitu
keseimbangan dalam menjaga kelestarian lingkungan, memberikan manfaat
kepada masyarakat, dan perusahaan mendapatkan nilai untuk menjaga
kelangsungan operasinya. Konsep berkesinambungan tertanam pada misi
Indocement dalam mencapai kepentingan usahanya dengan tetap memperhatikan
pembangunan berkelanjutan. CSR Departement PT Indocement Tunggal Prakarsa
Tbk berada di bawah Corporate Public and Internal Affairs Divisions yang
merupakan bagian dari Direktur Sumberdaya Manusia, untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada bagan berikut ini:
37
Gambar 3 Struktur Organisasi CSR PT Indocement6
CSR bagi Indocement merupakan tanggung jawab sosial perusahaan
terhadap peningkatan nilai dan kualitas hidup pemangku kepentingan
(stakeholders). Keharmonisan antara masyarakat dengan perusahaan dibangun
melalui komunikasi dua arah dalam lima pilar program pengembangan bagi
masyarakat desa binaan sebanyak 12 desa di sekitar wilayah operasi perusahaan.
Partisipasi perusahaan dalam membangun wilayah desa binaan dalam pemenuhan
kebutuhan dasar masyarakat berdasarkan pada peta demografi sosial.
Pembangunan sumberdaya manusia saat ini merupakan fokus Indocement di
dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat setelah kurang lebih satu dekade telah
dilalui untuk membangun sarana dan prasarana desa binaan.
Misi CSR PT Indocement Tunggal Prakarsa adalah menjalankan seluruh
kegiatan usaha dengan tetap memperhatikan kesejahteraan komunitas (wholesome
community) dan dengan menerapkan konsep ramah lingkungan (environment
friendly) dengan tetap memperhatikan pengembangan perusahaan yang
berkelanjutan (sustainable development). Visi CSR PT Indocement Tunggal
Prakarsa adalah membangun kepentingan perusahaan untuk kepentingan bersama
6 Sumber: Data presentasi pengenalan CSR untuk PKL
Presiden Direktur
Direktur SDM Direktur
Teknis
Direktur
Keuangan
Direktur
Pemasaran
Corp HR
Division Plant 1-12
Supporting
Divisions/
Departements
Corp Public &
Internal Affairs
Division
Corp CSR CSR Unit
Citereup
CSR Unit
Tarjun
CSR Unit
Cirebon
38
perusahaan dan komunitas, khususnya komunitas lokal dimana perusahaan
beroperasi, sehingga tercipta hubungan yang harmonis.
Pelaksanaan kegiatan CSR perusahaan juga terinspirasi oleh tujuan
pembangunan milenium (Millenium Development Goals/ MDGs) yang dibagi ke
dalam dua bagian, yaitu community development dan sustainable development.
Kegiatan community development dilaksanakan berdasar pada lima pilar aspek
kehidupan dalam membangun masyarakat desa binaan, yaitu pilar pendidikan,
pilah ekonomi, pilar kesehatan, pilar sosial-budaya-agama-olahraga, dan pilar
keamanan. Sedangkan kegiatan Sustainable Development terdiri dari proyek
tanaman jarak pagar (Jantropha Curcas Linn), proyek pengelolaan sampah,
proyek pertenakan terpadu, proyek bengkel terpadu, dan proyek konversi energi.
4.4. Desa Binaan PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk
PT Indocement memiliki dua belas desa binaan dalam pelaksanaan
kegiatan CSR-nya yaitu, Desa Citeureup, Desa Tarikolot, Desa Tajur, Desa
Hambalang, Desa Puspanegara, Desa Gunung Sari, Desa Pasir Mukti, Desa
Bantar Jati, Desa Nambo, Desa Lulut, Desa Leuwi Karet, dan Desa Gunung Putri.
Penentuan dua belas desa binaan perusahaan ini berdasarkan pada letak geografis
desa yang berdekatan dengan perusahaan, asas manfaat (PT Indocement
menggunakan potensi desa sebagai bahan baku operasional perusahaan), dan desa
yang dilewati oleh jalur conveyor. Setiap desa binaan PT Indocement
mendapatkan program-program yang disesuaikan dengan potensi desanya.
4.5. Desa Gunung Sari, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor
Desa Gunung Sari merupakan salah satu desa binaan PT Indocement
Tunggal Prakarsa Tbk yang ada di Kecamatan Citeureup Kabupaten Bogor. Desa
ini berbatasan dengan Desa Tarikolot di sebelah barat, Desa Lulut di sebelah
timur, Desa Citeureup di sebelah utara, dan Desa Pasir Mukti di sebelah selatan.
Menurut data demografi Desa Gunung Sari tahun 2010, secara
administratif desa ini memiliki 6 Rukun Warga (RW). Luas wilayah desa ini
sekitar 374,67 hektar. Sebagian besar lahan diperuntukan bagi pemukiman warga
39
yaitu seluas 260,7 hektar, selanjutnya adalah lahan persawahan seluas 50 hektar,
pekarangan seluas 30 hektar, prasarana umum seluas 17,07 hektar, perkebunan
seluas 10 hektar, taman seluas 4,6 hektar, kuburan seluas 1 hektar dan yang
terakhir diperuntukan bagi kantor pemerintahan seluas 0,3 hektar.
Jumlah penduduk Desa Gunung Sari sebanyak 12085 jiwa yang terdiri
dari 51,6 persen laki-laki dan 48,4 persen perempuan. Total penduduk tersebut
berasal dari 2910 kepala keluarga (KK). Keadaan penduduk Desa Gunung Sari
menurut kelompok umur dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5. Penduduk Desa Gunung Sari Menurut Kelompok Umur dan Jenis
Kelamin Tahun 2010 (dalam jumlah dan persen)
Kelompok
Umur
(tahun)
Laki-laki Perempuan Total
Jumlah Persen Jumlah Persen Jumlah Persen
0-4 431 3,56 432 3,57 863 7,14
5-9 682 5,64 722 5,97 1404 11,61
10-14 689 5,70 681 5,63 1370 11,33
15-19 605 5,00 735 6,08 1340 11,08
20-24 504 4,17 490 4,05 994 8,22
25-29 605 5,00 543 4,49 1148 9,49
30-34 522 4,31 550 4,55 1072 8,87
35-39 580 4,79 470 3,88 1050 8,68
40-44 442 3,65 524 4,33 966 7,99
45-49 347 2,87 338 2,79 685 5,66
50-54 273 2,25 223 1,84 496 4,10
55-59 146 1,20 90 0,74 236 1,95
60-64 81 0,67 96 0,79 177 1,46
>65 302 2,49 277 1,87 579 4,79
Total 6233 51,57 5852 48,43 12085 100
Sumber: Data Monografi Desa Gunung Sari Kecamatan Citeurep, 2010
40
Dari jumlah penduduk yang telah disebutkan di atas, jumlah warga yang
berusia produktif adalah sebanyak 5880 jiwa dengan jumlah warga yang bekerja
sebanyak 5710 jiwa dan sebanyak 2170 jiwa menganggur.
Mata pencaharian penduduk Desa Gunung Sari beragam, diantaranya
adalah petani, PNS, PRT, pengrajin industri rumah tangga, usaha pertanian,
wiraswasta dan karyawan swasta. Total penduduk yang bekerja adalah sebanyak
4641 jiwa atau 38,40 persen dari keseluruhan total penduduk yang 38,64 persen
diantaranya adalah perempuan. Mayoritas warga Desa Gunung Sari bekerja
sebagai karyawan perusahaan swasta (PT Indocement), yaitu sebesar 44,96
persen dari jumlah pekerja yang tercatat. Selain itu penduduk Desa Gunung Sari
juga banyak yang bermatapencaharian sebagai wiraswasta dan pengrajin industri
rumah tangga yaitu pengrajin industri kaleng. Data demografi ekonomi Desa
Gunung Sari dalam jumlah tiga terbanyak dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 6. Penduduk Desa Gunung Sari Menurut Tiga Jenis Pekerjaan Utama dan
Jenis Kelamin Tahun 2010 (dalam jumlah dan persen)
Jenis Pekerjaan Laki-laki Perempuan Total
Jumlah Persen Jumlah Persen Jumlah Persen
Pengrajin industri
rumah tangga
384 8,27 16 0,34 400 8,61
Karyawan perusahaan
swasta
934 20,12 1153 24,84 2087 44,96
Wiraswasta 1253 26,99 534 11,50 1787 38,50
Sumber: Data Monografi Desa Gunung Sari Kecamatan Citeurep, 2010
Sarana dan prasarana sosial, budaya, agama, dan olah raga yang ada di
Desa Gunung Sari memadai, terdapat sarana ibadah, grup kesenian, saluran air,
dan juga jalan desa dalam kondisi yang cukup baik. Secara lebih rinci sarana dan
prasarana terdapat dalam tabel berikut ini:
41
Tabel 7. Data Demografi Sosial, Budaya, Agama dan Olah Raga Desa Gunung
Sari Tahun 2010
Demografi
Sosbudag&OR
RW 1 RW 2 RW 3 RW 4 RW 5 RW 6 Jumlah
Jumlah Sarana Ibadah 6 5 7 2 1 5 26
Jumlah Panjang Jalan
Desa
2000 2700 2700 2000 1250 1250 11900
Jumlah Panjang
Saluran Air
4000 3000 4200 3000 2500 1300 18000
Jumlah Grup Kesenian 1 1 1 1 0 1 5
Jumlah Tokoh Agama 10 8 13 3 11 8 53
Jumlah Linmas 10 12 10 0 10 10 52
Jumlah Pos Kamling 1 1 1 1 1 1 6
Sumber: Intranet CDO PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk, Citeureup
Data demografi pendidikan Desa Gunung Sari adalah sebagai berikut:
Tabel 8. Data Demografi Pendidikan Desa Gunung Sari Tahun 2010
Demografi
Pendidikan
RW 1 RW 2 RW 3 RW 4 RW 5 RW 6 Jumlah
Anak sekolah SD usia
7-12 tahun
305 330 270 230 300 280 1715
Anak sekolah SLTP
usia 13-15 tahun
78 25 60 70 50 40 323
Anak usia 7-12 tahun
tidak sekolah SD
0 0 0 0 0 0 0
Anak usia 13-15 tahun
tidak sekolah SLTP
40 105 23 15 17 25 225
Lulusan SD 93 85 120 170 190 105 763
Lulusan SLTP 122 100 150 205 260 150 987
Lulusan SLTA 150 50 207 215 150 110 882
Lulusan PT 10 5 20 30 20 10 95
Tidak lulus SD 0 0 0 0 0 0 0
Tidak lulus SLTP 10 20 5 0 8 7 50
Sumber: Intranet CDO PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk, Citeureup
42
Dari tabel 8 dapat dilihat tingkat pendidikan mayoritas warga adalah tamat
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama yaitu sebanyak 32,8 persen sehingga mayoritas
tingkat pendidikan warga Desa Gunung Sari tergolong sedang, karena tingkat
pendidikan yang ditempuh hanya sampai lulus SLTP. Selanjutnya tingkat
pendidikan warga Desa Gunung Sari adalah tamat Sekolah Lanjutan Tingkat
Akhir sebanyak 29,3 persen dan tamat Sekolah Dasar sebanyak 25,4 persen.
Selain itu, masih banyak juga anak usia sekolah yang masih mengenyam
pendidikan di bangku SD.
4.6. Program Pengelolaan Sampah
4.6.1. Latar Belakang Program
Pengelolaan sampah merupakan salah satu program dari PT Indocement
Tunggal Prakarsa Tbk yang diperuntukan bagi desa binaan. Unit Pelayanan
Kebersihan yang sudah berjalan terdapat di Desa Puspanegara semenjak tahun
2007 dan di Desa Gunung Sari semenjak 2010. Program ini mengacu pada tujuan
pembangunan milenium yaitu untuk meningkatkan keberlanjutan lingkungan dan
juga mengacu pada isu global yaitu masalah bahan bakar fosil yang mahal dan
langka. Pembentukan program pengelolaan sampah dan Unit Pelayanan
Kebersihan juga dilakukan berdasarkan masalah yang dihadapi oleh beberapa desa
binaan, yaitu banyaknya sampah yang belum terkelola di beberapa wilayah yang
berdekatan atau berada dalam radius unit kerja PT Indocement Tunggal Prakarsa
Tbk. Selain itu, program ini juga berlatar-belakang untuk memberdayakan
masyarakat dalam pengelolaan limbah rumah tangga dan juga untuk membantu
pemerintah setempat dalam pengelolaan kebersihan.
4.6.2. Tujuan Program
Program ini meliputi kegiatan pemilahan sampah, yaitu sampah organik
dan non-organik. sampah non-organik yang bisa dibuat produk daur ulang
dikumpulkan oleh masing-masing rumah tangga kemudian dikumpulkan secara
kolektif per-RT melalui bank sampah. Sampah organik dan non-organik lainnya
43
dikumpulkan di tong sampah yang telah disediakan untuk selanjutnya dibawa ke
UPK untuk diolah menjadi kompos dan Sorted Municipal Wasted (SMW).
Tujuan dari program pengelolaan sampah dan pembentukan Unit
Pelayanan Kebersihan adalah:
1. Mengoptimumkan pengelolaan sampah menjadi produk yang bermanfaat,
seperti pupuk cair atau padat, Sorted Municipal Waste (SMW), serta
kerajinan rumah tangga.
2. Memberikan penghasilan tambahan bagi masyarakat yang terlibat
langsung dan masyarakat luas pada umumnya dalam pengelolaan sampah
tersebut.
3. Membantu menjalankan program pemerintah untuk mewujudkan
lingkungan yang bersih, sehat serta meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
4.6.3. Deskripsi Program
Program pengolahan sampah merupakan salah satu program CSR PT
Indocement Tunggal Prakarsa Tbk bersama dengan desa binaan perusahaan.
Program ini merupakan program pengolahan sampah rumah tangga menjadi
produk daur ulang yang dilaksanakan di lingkungan RW. Selain itu, program ini
juga mengolah sampah menjadi kompos dan SMW yang dilakukan di Unit
Pelayanan Kebersihan (UPK).
Unit Pelayanan Kebersihan Desa Gunung Sari dibangun semenjak akhir
tahun 2009 dan mulai beroperasi pada bulan Mei tahun 2010. Hingga akhir tahun
2010, jumlah SMW yang telah dihasilkan adalah sebanyak 217,02 ton dan 11,13
ton kompos. Sampah yang dikelola di UPK Gunung Sari adalah berasal dari
lingkup sekitar desa yaitu dari RW 4 Desa Gunung Sari, area cakupan
pengambilan sampah di Desa Gunung Sari masih dari satu RW saja karena RW 4
merupakan pilot project sebagai awalan dilaksanakannya program yang untuk
selanjutnya akan diterapkan di setiap RW di Desa Gunung Sari.
Untuk mendukung program ini, PT Indocement memberikan fasilitas
berupa tong sampah organik dan non-organik. Selain melakukan pemilahan
44
sampah organik dan non-organik, masyarakat dilibatkan dalam proses pembuatan
produk daur ulang. Sampah plastik yang bisa dijadikan produk daur ulang
dimanfaatkan dengan cara dikumpulkan lalu dibuat produk kerajinan yang bernilai
jual. Sampah yang tidak bisa diolah dalam lingkup rumah tangga akan dibawa ke
UPK untuk diolah menjadi SMW dan kompos. Berikut adalah flow pengolahan
sampah menjadi energi:
Gambar 4 Flow Pengelolaan Sampah menjadi Energi7
Seperti flow diatas, secara lebih rinci program pengolahan sampah terdiri dari:
a. Pemilahan sampah organik dan non-organik. Output dari kegiatan ini
adalah warga dapat membedakan sampah organik dengan sampah non-
organik.
b. Daur ulang sampah non-organik, merupakan salah satu upaya mengurangi
jumlah sampah non-organik, seperti kemasan botol dan plastik untuk
dibuat kerajinan. Output dari kegiatan ini adalah pengetahuan warga dalam
membuat kerajinan dan juga kerajinan tangan berbahan dasar sampah non-
organik yang memiliki nilai jual.
c. Pengolahan sampah menjadi kompos dan SMW merupakan kegiatan yang
dilakukan di UPK. Sampah yang telah dipisahkan oleh warga menjadi
7 Sumber: Data persentasi pengenalan CSR untuk PKL
Bahan bakar
alternatif pada
kiln
Budidaya jarak
pagar dan
tanaman sela
SMW
70%
Kompos kasar
20%
Mesin
penyaringan
Mesin crushing
Desa Binaan
Indocement
Sampah mentah
Kerajinan daur
ulang
Pencucian
sampah plastik
Pemilahan
sampah plastik
Kompos halus
10%
45
sampah organik dan non-organik diangkut ke UPK dan diolah oleh pekerja
UPK menjadi kompos dan SMW. Output dari kegiatan ini adalah kompos
yang dapat dijual dan juga digunakan untuk proyek penanaman jarak pagar
dan SMW yang dijual ke perusahaan untuk dijadikan bahan bakar
alternatif.
46
BAB V
KARAKTERISTIK RESPONDEN
Responden dalam penelitian ini adalah ibu-ibu yang merupakan warga di
RW 04 Desa Gunung Sari Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor. Responden
dalam penelitian ini berjumlah 50 orang ibu-ibu yang tersebar di-delapan Rukun
Tetangga.
5.1. Usia
Usia merupakan jumlah tahun hidup seseorang yang diukur dalam satuan
tahun yang dihitung dari hari kelahiran dan dibulatkan ke hari ulang tahun
terdekat. Kategori umur yang telah ditentukan merupakan tahap perkembangan
manusia berdasarkan teori perkembangan Hurlock (1980). Jumlah dan persentase
umur responden dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 9. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Usia, Tahun 2011
Usia Jumlah
N %
Dewasa Awal (18-40 Tahun) 32 64,00
Dewasa Madya (41-60 Tahun) 18 36,00
Usia Lanjut (>60 Tahun) 0 0,00
Jumlah 50 100,00
Dari tabel 9 dapat dilihat mayoritas responden (64 persen) berada pada
tahap dewasa awal dengan umur antara 18 – 40 tahun. Responden yang berada
pada tahap dewasa madya ada sebanyak 36 persen responden dan tidak ada
responden yang berada pada tahap usia lanjut.
47
5.2. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan adalah tingkat pendidikan formal terakhir yang pernah
diikuti responden sampai saat penelitian dilakukan. Pendidikan formal yang
pernah ditempuh responden penelitian dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 10. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Pendidikan yang
Ditamatkan, Tahun 2011
Tingkat Pendidikan Jumlah
N %
Tidak Sekolah 0 0,00
Tamat SD 4 8,00
Tamat SMP 12 24,00
Tamat SMA 31 62,00
Tamat Diploma 3 6,00
Tamat Sarjana 0 0,00
Jumlah 50 100,00
Tingkat pendidikan reponden penelitian mayoritas tamatan SMA, yaitu
sebanyak 62 persen dari 50 responden. Dari tingkat pendidikan tersebut dapat
dikatakan bahwa tingkat pendidikan responden tergolong tinggi. Menyusul
kemudian responden yang menamatkan pendidikan formal sampai SMP yaitu
sebesar 24 persen.
5.3. Pekerjaan
Jenis pekerjaan adalah kegiatan yang dilakukan individu untuk mencari
nafkah atau mendapatkan pendapatan. Responden penelitian adalah ibu-ibu yang
mayoritas tidak bekerja. Persentase responden yang tidak bekerja adalah sebesar
90 persen, sedangkan sisanya adalah wiraswasta sebanyak 10 persen.
48
Tabel 11. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Jenis Pekerjaan, Tahun
2011
Jenis Pekerjaan Jumlah
N %
Wiraswasta (Pedagang) 5 10,00
Tidak bekerja / Ibu Rumah Tangga 45 90,00
Jumlah 50 100,00
5.4. Tingkat Pendapatan
Tingkat pendapatan adalah tingkatan jumlah uang yang diterima oleh
responden sebagai imbalan atas pekerjaan utama selama satu bulan. Responden
penelitian adalah ibu rumah tangga, sehingga untuk melihat pendapatan yang
digunakan adalah pendapatan suami. Ukuran pengupahan ditentukan oleh rata-rata
gaji pegawai perusahaan yaitu sebesar Rp. 2.000.000,00,-.
Tabel 12. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Pendapatan Rumah
Tangga, Tahun 2011
Tingkat Pendapatan Rumah Tangga Jumlah
N %
< Rp 2.000.000,00 11 22,00
= Rp 2.000.000,00 14 28,00
> Rp 2.000.000,00 25 50,00
Jumlah 50 100,00
Berdasarkan hasil penelitian, setengah dari responden penelitian berada
pada tingkat pendapatan yang tergolong tinggi, yaitu lebih dari Rp. 2.000.000,00,-
sedangkan 28 persen dari 50 responden berada pada tingkat pendapatan rata-rata
yaitu sebesar Rp. 2.000.000,00,- dan 11 persen lainnya berada pada tingkat
pendapatan rendah. Hal ini menunjukan bahwa warga di RW 4 merupakan warga
yang memiliki pendapatan yang cukup tinggi.
49
5.5. Sumber Informasi Program
Sumber informasi program merupakan asal mula responden mengetahui
program pengolahan sampah yang merupakan program dari PT Indocement. Asal
mula informasi mengenai program dapat diketahui melalui aparat desa, pihak
perusahaan, tetangga, atau melihat secara langsung.
Tabel 13. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Sumber Informasi tentang
Program Pengelolaan Sampah, Tahun 2011
Sumber Informasi Jumlah
N %
Lihat Langsung 3 6,00
Diajak Tetangga 2 4,00
Aparat Desa 40 80,00
Pihak Perusahaan 5 10,00
Jumlah 50 100,00
Menurut tabel 13, sebanyak 80 persen responden mengetahui program
pengelolaan sampah dari aparat desa (RW). Hal tersebut dikarenakan pihak
perusahan melakukan sosialisasi hanya kepada perwakilan dari warga atau aparat
yang selanjutnya informasi mengenai program disampaikan oleh aparat kepada
warga.
50
BAB VI
FAKTOR-FAKTOR PENDORONG PARTISIPASI
6.1. Tingkat Kemauan
6.1.1. Sikap Responden terhadap Lingkungan dan Program
Sikap merupakan evaluasi terhadap berbagai aspek dalam dunia sosial
sehingga dapat memunculkan rasa suka atau tidak suka terhadap sesuatu. Ketika
individu memiliki sikap yang kuat terhadap isu-isu tertentu, maka sering kali
bertingkah laku konsisten dengan pandangan tersebut (Baron dan Byrne 2003).
Dalam penelitian ini, semakin positif sikap responden terhadap lingkungan maka
akan berpengaruh terhadap tingkah laku responden dalam menjaga lingkungan.
Tabel 14. Persentase Responden Mengenai Sikap terhadap lingkungan
No Pernyataan
Sangat
Setuju Setuju
Tidak
Setuju Jumlah
% % % %
1. Kebersihan lingkungan
merupakan hal yang penting 72,00 28,00 0,00 100,00
2. Lingkungan yang bersih
berpengaruh terhadap
kesehatan masyarakat
34,00 60,00 6,00 100,00
Mayoritas responden menganggap kebersihan lingkungan merupakan hal
yang penting. Hal tersebut tentu mempengaruhi perilaku mereka terhadap
lingkungan, seperti yang diungkapkan oleh Ibu P, 36 Tahun :
“….kebersihan itu penting banget de kalo buat saya, kalo
lingkungan bersih kan kita juga jadi enak, enak diliat, ga ada
penyakit, selain itu kan kebersihan juga sebagian dari iman.”
Responden juga menganggap lingkungan yang bersih akan berpengaruh
terhadap kesehatan. Namun mereka menganggap kebersihan merupakan hanya
51
salah satu faktor saja dalam penentu kesehatan masyarakat, masih banyak faktor
lain yang dapat berpengaruh terhadap kesehatan. Seperti yang diungkapkan oleh
Ibu Y, 39 Tahun:
“…iya sih emang kesehatan itu sangat dipengaruhi oleh
kebersihan, tapi kan bukan hanya itu, kita juga harus liat gimana
pola hidup dia, kalo lingkungan udah bersih tapi pola hidupnya ga
bener kan sama aja mbak.”
Sikap adalah evaluasi responden yang mengindikasikan penerimaan atau
penolakan terhadap program. Sikap responden yang positif terhadap program akan
mendorong responden untuk terlibat dalam rangkaian kegiatan dalam program
pengelolaan sampah.
Tabel 15. Persentase Responden Mengenai Sikap terhadap Program
Pengelolaan Sampah
No
. Pernyataan
Sangat
Setuju Setuju
Tidak
Setuju Jumlah
% % % %
1. Program Pengelolaan sampah
penting dilakukan 18,00 74,00 8,00 100,00
2. Program pengelolaan sampat
tepat dilakukan di RW 4 Desa
Gunung Sari
20,00 70,00 10,00 100,00
3. Program pengelolaan sampah
membantu mengurangi sampah
dan membersihkan lingkungan
16,00 60,00 24,00 100,00
Dari tabel 15, dapat dilihat, sebanyak 74 persen responden menganggap
program pengelolaan sampah penting untuk dilakukan karena dapat mengurangi
sampah lingkungan seperti yang disebutkan oleh 60 persen responden. Namun ada
juga 24 persen responden yang menganggap program ini belum dapat mengurangi
sampah dan membersihkan lingkungan, karena menurut mereka sebelum atau
sesudah ada program perubahan yang signifikan dalam hal kebersihan belum
terlihat.
52
Sebanyak 70 persen responden juga menganggap program pengelolaan
sampah tepat dilakukan di RW 4, karena program ini mampu mengurangi sampah
lingkungan dan juga menambah pengetahuan. Hal tersebut sejalan dengan yang
diungkapkan oleh Ibu SP, 43 Tahun:
“Kalau menurut Saya tepat ya program ini dilakukan di RW 4.
RW 4 kan perumahan, tidak ada tempat pembuangan sampah.
Selain itu kan sampahnya juga diolah dan dimanfaatkan lagi, Ibu-
ibu juga jadi ada kegiatan.”
Tabel 16. Persentase Responden Mengenai Sikap untuk Terlibat dalam Program
Pengelolaan Sampah
No Pernyataan
Sangat
Setuju Setuju
Tidak
Setuju Jumlah
% % % %
1. Saya bersedia menjaga
kebersihan lingkungan rumah
dengan terlibat dalam program
44,00 54,00 2,00 100,00
2. Saya bersedia menjaga
kebersihan lingkungan RT
dengan terlibat dalam program
14,00 70,00 16,00 100,00
3. Saya bersedia menjaga
kebersihan lingkungan RW
dengan terlibat dalam program
2,00 32,00 66,00 100,00
4. Saya bersedia menjaga
kebersihan lingkungan desa
dengan terlibat dalam program
0,00 4,00 96,00 100,00
Program pengelolaan sampah telah mendorong masyakat untuk turut
berpartisipasi dalam menjaga kebersihan lingkungan. Dari tabel diatas dapat
dilihat sampai sejauhmana responden bersedia terlibat dalam program khususnya
dalam hal menjaga kebersihan lingkungan. Dari 50 orang responden, sebanyak 84
persen responden bersedia menjaga kebersihan sampai dengan lingkungan RT.
Untuk lingkungan yang lebih luas seperti lingkungan RW atau desa, reponden
belum bersedia karena menurut mereka cakupan tersebut terlalu luas.
53
Tabel 17. Persentase Responden Mengenai Sikap dalam Kesediaan
Menyebarkan Informasi Mengenai Program
No
. Pernyataan
Sangat
Setuju Setuju
Tidak
Setuju Jumlah
% % % %
1. Saya bersedia menyebarkan
informasi kepada keluarga
mengenai program
32,00 66,00 2,00 100,00
2. Saya bersedia menyebarkan
informasi kepada warga
lingkungan RT mengenai
program
12,00 58,00 10,00 100,00
3. Saya bersedia menyebarkan
informasi kepada warga
lingkungan RW mengenai
program
2,00 24,00 74,00 100,00
4. Saya bersedia menyebarkan
informasi kepada warga desa
mengenai program
0,00 4,00 96,00 100,00
Dari tabel 17 dapat dilihat sebanyak 70 persen responden bersedia
menyebarkan informasi sampai pada lingkungan RT. Seperti yang diungkapkan
oleh Ibu K, 46 Tahun:
“ Kita kan suka ngumpul-ngumpul sama tetangga-tetangga jadi
kalo untuk ngasih informasi tentang program ini saya sih mau-
mau aja, sambil ngobrol sama tetangga sambil ngasih tau
informasi juga”
Responden hanya bersedia menyebarkan informasi sampai pada
lingkungan RT juga dikarenakan menurut mereka, jika untuk lingkungan yang
lebih luas seperti lingkungan RW biasanya sudah ada aparat yang
menginformasikan.
Sama seperti menjaga kebersihan lingkungan ataupun menyebarkan
informasi mengenai program, mengajak terlibat dalam program juga untuk
sebagian besar responden hanya bersedia sampai dengan lingkungan RT. Untuk
54
lebih jelas, sikap responden dalam kesediaannya mengajak warga untuk terlibat
dalam program dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 18. Persentase Responden Mengenai Sikap dalam Kesedian Mengajak
Warga untuk Terlibat dalam Program
No Pernyataan
Sangat
Setuju Setuju
Tidak
Setuju Jumlah
% % % %
1. Saya bersedia mengajak
keluarga untuk terlibat dalam
program
22,00 76,00 2,00 100,00
2. Saya bersedia mengajak warga
di lingkungan RT untuk
terlibat dalam program
12,00 54,00 34,00 100,00
3. Saya bersedia mengajak warga
di lingkungan RW untuk
terlibat dalam program
2,00 20,00 78,00 100,00
4. Saya bersedia mengajak warga
desa untuk terlibat dalam
program
0,00 4,00 96,00 100,00
Dari tabel 18 dapat dilihat, kesediaan warga untuk mengajak warga agar
terlibat lebih sedikit warga yang bersedia dibandingkan dengan menyebarkan
informasi. Hal tersebut dikarenakan menurut mereka keterlibatan warga dalam
program merupakan hak dari masing-masing individu.
Dalam pelaksanaan program pengelolaan sampah, warga RW 4 Desa
Gunung Sari dilibatkan dalam hal pemilahan sampah dan pembuatan produk daur
ulang atau kerajinan. Selain itu, warga juga diminta partisipasinya dalam
melakukan pembayaran retribusi sampah organik dan sampah yang tidak bisa
dijual atau dibuat kerajinan untuk dibawa ke UPK. Persentase responden
mengenai sikap terhadap rangkaian program pengelolaan sampah dapat dilihat
pada tabel berikut:
55
Tabel 19. Persentase Responden Mengenai Sikap terhadap Rangkaian Program
Pengelolaan Sampah
No Pernyataan
Sangat
Setuju Setuju
Tidak
Setuju Jumlah
% % % %
1. Saya bersedia melakukan
pemilahan sampah organik dan
non-organik
24,00 60,00 16,00 100,00
2. Saya bersedia melakukan
proses pengelolaan sampah
menjadi produk daur ulang
16,00 60,00 24,00 100,00
3. Saya bersedia membayar biaya
operasional pengambilan
sampah
26,00 68,00 6,00 100,00
Dari tabel 19 dapat dilihat sebagian besar responden bersedia mengikuti
kegiatan dalam program pengelolaan sampah. Sebanyak 84 persen responden
bersedia melakukan pemilahan sampah organik dan non-organik. Namun ada 16
persen responden yang tidak bersedia melakukan pemilahan sampah karena
menurut mereka kegiatan tersebut tidak praktis. Sebanyak 76 persen responden
bersedia melakukan proses pengolahan sampah menjadi produk daur ulang atau
kerajinan, tetapi ada 24 persen responden yang tidak bersedia karena mereka
mempunyai kegiatan lain dan memiliki waktu luang yang sedikit. Dalam hal
membayar biaya operasional pengambilan sampah, sebanyak 94 persen responden
bersedia melakukannya karena hal tersebut dapat membantu memperlancar
program itu sendiri.
Dari keseluruhan aspek yang diteliti, dapat disimpulkan sikap masyarakat
terhadap lingkungan dan terhadap program pengelolaan sampah dibagi ke dalam
dua kategori, yaitu responden yang memiliki sikap positif dan negatif terhadap
lingkungan dan program pengelolaan sampah. Jumlah dan persentase responden
dengan sikap positif dan negatif secara lebih jelas dapat dilihat pada tebel berikut:
56
Tabel 20. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Sikap Responden
terhadap Lingkungan dan Program Pengelolaan Sampah
Sikap Jumlah
N %
Positif ( X ≥ 36) 29 58,00
Negatif ( X < 36 ) 21 42,00
Jumlah 50 100,00
Sebagian besar responden 58 persen memiliki tingkatan sikap pada
kategori positif, yaitu dengan total skor dari setiap pertanyaan sikap lebih dari
sama dengan 36. Artinya, sebagian besar responden telah memiliki sikap yang
positif terhadap lingkungan dan menerima keberadaan program. Responden
menganggap lingkungan merupakan hal yang penting dan harus dijaga
kebersihannya dan responden juga mendukung program pengelolaan sampah
karena program tersebut membantu meningkatkan kebersihan lingkungan.
Responden juga bersedia menjaga kebersihan lingkungan, menyebarkan informasi
mengenai program dan juga mengajak warga lain untuk terlibat dalam program.
Hanya 42 persen responden yang kurang peduli terhadap lingkungan dan juga
kurang menerima keberadaan program, hal ini disebabkan oleh faktor internal dan
juga faktor eksternal yang mempengaruhinya.
6.1.2. Motivasi
Motivasi merupakan dorongan yang ada dalam diri masing-masing
individu untuk ikut terlibat dalam implementasi program pengelolaan sampah.
Motivasi mencakup alasan yang berupa faktor-faktor yang melatarbelakangi
individu untuk tertarik ikut berpartisipasi dalam program.
Maslow mengemukakan bahwa manusia akan berusaha memenuhi
kebutuhan tingkat rendahnya terlebih dahulu sebelum memenuhi kebutuhan yang
lebih tinggi. Tingkatan hirarki Maslow dari yang terendah hingga tertinggi adalah
fisiologis, rasa aman, sosial, ego, dan aktualisasi diri. Motivasi responden terdiri
dari tiga aspek, yaitu motivasi ekonomi, sosial, dan lingkungan. Secara lebih rinci,
motivasi tersebut adalah sebagai berikut:
57
Tabel 21. Persentase Responden Mengenai Motivasi untuk Berpartisipasi dalam
Program Pengelolaan Sampah
No Faktor Motivasi Ya
%
1. Menghemat biaya 20,00
2. Menghemat waktu / praktis 30,00
3. Meningkatkan pendapatan 34,00
4. Menambah teman 80,00
5. Memperluas jaringan untuk menyelesaikan masalah sampah
desa 34,00
6. Mendapatkan penghargaan 30,00
7. Menambah pengetahuan dan keahlian 88,00
8. Menjadikan lingkungan bersih 92,00
9. Membantu meningkatkan kesehatan masyarakat 52,00
10 Menjadikan lingkungan indah 70,00
Catatan : Responden boleh menjawab lebih dari satu jawab
Motivasi pertama dari mayoritas responden untuk terlibat dalam program
pengelolaan sampah adalah untuk menjadikan lingkungan bersih yaitu sebanyak
92 persen. Lingkungan yang bersih merupakan kebutuhan fisiologis untuk
menjadikan lingkungan yang sehat bebas dari penyakit. Motivasi tertinggi kedua
adalah motivasi menambah pengetahuan dan keahlian yang merupakan motivasi
dari sebanyak 88 persen responden. Motivasi tertinggi ketiga adalah menambah
teman yang merupakan motivasi dari sebanyak 80 persen responden. Menambah
teman merupakan kebutuhan sosial dari individu untuk bersosialisasi dengan
warga lain. Secara keseluruhan, motivasi responden untuk terlibat dalam program
pengelolaan sampah berada pada kategori kuat. Secara lebih lengkap dapat dilihat
dalam tabel berikut:
58
Tabel 22. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Motivasi
untuk Berpartisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah
Motivasi Jumlah
N %
Kuat ( X ≥ 15 ) 35 70,00
Lemah ( X < 15 ) 15 30,00
Jumlah 50 100,00
Sebanyak 70 persen responden memiliki motivasi kuat, yaitu dari total
skor lebih dari sama dengan 15. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa
mayoritas responden memiliki keinginan yang kuat untuk mengikuti kegiatan
pengolahan sampah. Keterlibatan responden dalam program pengelolaan sampah
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor ekonomi, sosial, dan juga
lingkungan. Semakin banyak faktor yang mendorong responden terlibat dalam
program, berarti motivasi responden untuk terlibat dalam program semakin kuat.
6.2. Faktor Kemampuan
6.2.1. Pengetahuan dalam Pengelolaan Sampah
Pengetahuan dalam pengelolaan sampah merupakan pemahaman
responden dalam kegiatan mengelola sampah. Pengetahuan responden mengenai
pengelolaan sampah cukup baik. Sebanyak 68 persen responden telah mengetahui
apa yang dimaksud dengan pengelolaan sampah, walaupun sebagian besar
memiliki pengertian yang kurang tepat. Begitu juga dengan pengetahuan
mengenai perbedaan sampah organik dan non-organik, sebanyak 84 persen
responden telah mengetahui apa itu sampah organik dan non-organik, namun
sebagian besar dari responden hanya mengetahui sedikit mengenai hal tersebut.
Secara rinci, pengetahuan responden mengenai pengelolaan sampah disajikan
dalam tabel berikut:
59
Tabel 23. Persentase Responden Mengenai Pengetahuan dalam Pengelolaan
Sampah
No Pertanyaan
Sangat
Tepat Tepat
Tidak
Tepat Jumlah
% % % %
1. Apa yang dimaksud dengan
pengelolaan sampah 28,00 40,00 32,00 100,00
2. Apa yang dimaksud dengan
sampah organik dan non-
organik
12,00 72,00 16,00 100,00
3. Apa yang dimaksud dengan
produk daur ulang (kerajinan) 14,00 58,00 28,00 100,00
4. Apa semua plastik dapat
dijadikan produk daur ulang 24,00 26,00 50,00 100,00
5. Sebutkan tahapan dalam
pembuatan produk daur ulang
kerajinan
20,00 42,00 38,00 100,00
Sebagian besar responden juga telah memiliki pengetahuan mengenai
produk daur ulang kerajinan, jenis plastik yang biasa dibuat produk kerajinan dan
juga tahap pembuatan produk kerajinan, namun sama seperti sebelumnya,
pengetahuan responden hanya sedikit dan tidak mendalam.
Tingkat pengetahuan responden dikategorikan menjadi tinggi dan rendah.
Secara lebih rinci dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 24. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan
Responden dalam Program Pengelolaan Sampah
Pengetahuan Jumlah
N %
Tinggi ( X ≥ 9 ) 33 66,00
Rendah ( X < 9 ) 17 34,00
Jumlah 50 100,00
60
Dari tabel 24 dapat dilihat,bahwa mayoritas responden (66 persen) telah
memiliki pengetahuan dalam pengelolaan sampah, artinya responden telah
memiliki pengetahuan mengenai perbedaan sampah organik dan non-organik,
produk daur ulang (kerajinan), jenis plastik untuk produk kerajinan, dan juga
tahapan pembuatan produk kerajinan. Sisanya sebanyak 34 persen responden
masih belum banyak memiliki pengetahuan dalam pengelolaan sampah. Dari
perhitungan tersebut dapat disimpulkan mayoritas responden telah mengetahui
pengertian dan tata cara dalam pengelolaan sampah.
6.2.2. Keterampilan dalam pengelolaan sampah
Keterampilan dalam pengelolaan sampah merupakan suatu keahlian yang
dimiliki responden dalam memilah sampah organik dan non-organik, pemilahan
plastik untuk dijadikan produk daur ulang atau kerajinan, dan pembuatan produk
daur ulang atau kerajinan. Jumlah responden yang sudah bisa dan belum bisa
mengelola sampah dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 25. Persentase Responden yang Sudah Memiliki Keterampilan dalam
Pengelolaan Sampah Sebelum Ada Program
No. Kegiatan Jumlah
%
1. Memilah sampah organik dan non-organik 44,00
2. Memilih plastik daur ulang 32,00
3. Membuat produk daur ulang 4,00
Dari tabel 25 dapat dilihat, sebagian responden (44 persen) sudah bisa
memilah sampah organik dan non-organik. Responden yang sudah bisa memilah
sampah mengaku dapat melakukan hal tersebut karena sebelumnya sudah
mendapatkan informasi dari televisi atau bacaan. Seperti yang diungkapkan oleh
Ibu E, 35 Tahun:
61
“…Waktu itu pernah ada di TV, acara bikin kompos gitu, terus
dikasih tau sampah organik itu apa non-organik itu apa, jadi
sebelum ada program ini Saya emang sudah tau bedanya dan
milah juga sih kadang-kadang dirumah”
Sebelum ada program, mayoritas responden belum bisa memilih plastik
untuk produk daur ulang dan membuat produk daur ulang. Hanya 32 persen
responden yang sudah memiliki keterampilan memilih plastik untuk produk daur
ulang atau kerajinan dan hanya 4 persen yang sudah bisa membuat produk daur
ulang atau kerajinan.
Dapat disimpulkan, keterampilan responden dalam pengelolaan sampah
sebelum ada program berada pada kategori tinggi dari rata-rata keterampilan
responden dalam mengelola sampah, seperti pada tabel berikut:
Tabel 26. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Keterampilan
Responden dalam Pengelolaan Sampah
Keterampilan Jumlah
N %
Tinggi ( X ≥ 4 ) 28 56,00
Rendah ( X < 4 ) 22 44,00
Jumlah 50 100,00
Dari tabel 26 dapat dilihat mayoritas responden telah memiliki
keterampilan dalam pengelolaan sampah. responden yang memiliki keterampilan
dalam kategori tinggi adalah sebanyak 56 persen, artinya sebagian besar
responden telah memiliki keterampilan dalam hal pemilahan sampah, memilih
plastik untuk didaur ulang dan/atau membuat produk daur ulang. Sisanya
sebanyak 44 persen untuk responden dengan keterampilan rendah, artinya
responden belum bisa melakukan kegiatan-kegiatan pengolahan sampah.
62
6.2.3. Pengalaman dalam pengelolaan sampah
Pengalaman dalam pengelolaan sampah adalah pernah tidaknya responden
melakukan kegiatan pengelolaan sampah. Jumlah dan persentase responden yang
mempunyai pengalaman dalam pengelolaan sampah dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 27. Persentase Responden yang Sudah Memiliki Pengalaman dalam
Pengelolaan Sampah Sebelum Ada Program
No. Kegiatan Jumlah
%
1. Memilah sampah organik dan non-organik 44,00
2. Memilih plastik daur ulang 32,00
3. Membuat produk daur ulang 4,00
Dari tabel 27 dapat dilihat, responden yang telah memiliki pengalaman
dalam memilah sampah adalah sebanyak 44 persen. Selanjutnya terdapat 32
persen responden yang sudah bisa dan pernah memilih plastik daur ulang, dan
hanya 4 persen responden yang sudah pernah dan bisa membuat produk daur
ulang atau kerajinan.
Tabel 28. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Pengalaman
Responden dalam Pengelolaan Sampah
Pengalaman Jumlah
N %
Tinggi ( X ≥ 4 ) 28 56,00
Rendah ( X < 4 ) 22 44,00
Jumlah 50 100,00
Dari tabel 28, dapat di tarik kesimpulan mayoritas responden pernah
melakukan kegiatan pengelolaan sampah. responden yang telah memiliki
pengalaman adalah sebanyak 56 persen sedangkan yang belum memiliki
63
pengalaman adalah sebanyak 44 persen. Artinya sebagian besar responden pernah
melakukan kegiatan pengelolaan sampah seperti memilah sampah organik dan
non-organik, memilih plastik daur ulang atau membuat produk daur ulang
6.3. Faktor Kesempatan
6.3.1. Manajemen Program
Manajemen program adalah aturan yang memungkinkan masyarakat
terlibat dalam program, hal tersebut berupa aksesibilitas yang diberikan
penyelenggara program terhadap masyarakat dan syarat keterlibatan masyarakat.
Tabel 29. Persentase Anggapan Responden Mengenai Manajemen Program
Pengelolaan Sampah
No. Pernyataan Jumlah
%
1. Ada sosialisasi program 64,00
2. Kesempatan hadir dalam perencanaan 34,00
3. Kesempatan mengemukakan pendapat dalam proses
perencanaan 36,00
4. Kesempatan menyampaikan saran dan kritik dalam proses
perencanaan 36,00
5. Kesempatan dalam mengambil keputusan bersama 32,00
6. Kesempatan ikut serta dalam proses pelaksanaan 98,00
7. Terdapat forum evaluasi 20,00
8. Masyarakat terlibat dalam proses evaluasi 10,00
9. Ada ruang untuk merubah program setelah evaluasi 12,00
10. Kesempatan menikmati hasil penjualan produk hasil 70,00
Dari tabel 29, dapat dilihat sebanyak 64 persen responden mengetahui
adanya sosialisasi program, bentuk sosialisasi yang dilakukan adalah melalui
aparat setempat. Dalam hal perencanaan, hanya sedikit responden yang
mengetahuinya. Menurut mereka, memang tidak dibatasi siapa saja yang
diperbolehkan ikut dalam perencanaan, tapi biasanya hanya orang-orang tertentu
saja yang datang atau diundang dan dalam prosesnya diperbolehkan
64
mengemukakan pendapat, saran atau kritik dan keputusan diambil bersama secara
musyawarah. Dalam hal pelaksanaan, 98 persen responden menjawab bahwa
siapapun diperbolehkan ikut dalam kegiatan program pengelolaan sampah. namun
dalam hal evaluasi, hanya sedikit warga yang mengetahui ataupun terlibat. Hanya
sebanyak 10 persen responden yang merasa bahwa warga dilibatkan dalam proses
evaluasi. Evaluasi biasanya dilakukan dalam rapat RT atau rapat RW. Dalam hal
menikmati hasil, 70 persen warga merasa diberikan kesempatan untuk menikmati
hasil penjualan produk kerajinan yang dibuat.
Dapat disimpulkan kesempatan warga untuk terlibat dalam program dapat
dikategorikan baik. Secara lebih rinci, tingkat kesempatan warga untuk terlibat
dalam program dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 30. Jumlah dan Persentase Tanggapan Responden Mengenai Tingkat
Manajemen Program dalam Program Pengelolaan Sampah
Manajemen Program Jumlah
N %
Baik ( X ≥ 13 ) 32 64,00
Buruk ( X < 13 ) 18 36,00
Jumlah 50 100,00
Dari tabel 30, sebanyak 64 persen responden merasakan kesempatan yang
diberikan kepada masyarakat untuk terlibat dalam program berada dalam kategori
baik dan 36 persen responden lainnya dalam kategori buruk. Dari data tersebut,
dapat disimpulkan jika ruang kesempatan yang diberikan kepada warga untuk
terlibat cukup besar. Warga kebanyakan hanya diberikan kesempatan seluas-
luasnya untuk terlibat dalam proses pelaksanaan. Dalam proses perencanaan atau
evaluasi biasanya hanya perwakilan warga saja yang dilibatkan.
6.4. Ikhtisar
Pada bagian ini akan disajikan ringkasan dari setiap faktor pendorong
partisipasi, yaitu kemauan, kemampuan dan kesempatan.
65
6.4.1. Tingkat Kemauan
Kemauan adalah salah satu faktor pendorong partisipasi yang disebabkan
keinginan dari responden untuk turut serta dalam implementasi program
pengelolaan sampah. Kemauan diukur dari aspek psikologis individu yang terdiri
dari sikap responden terhadap lingkungan, sikap responden terhadap program dan
motivasi responden untuk mengikuti implementasi program pengolahan sampah.
Tingkat kemauan responden dapat dilihat pada tabel dibawah:
Tabel 31. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Kemauan
Tingkat Kemauan Jumlah
N %
Tinggi ( X ≥ 51 ) 28 56,00
Rendah ( X < 51 ) 22 44,00
Jumlah 50 100,00
Sebanyak 56 persen responden memiliki tingkat kemauan yang tergolong
tinggi, sedangkan 44 persen lainnya memiliki tingkat kemauan rendah. Sehingga
dapat disimpulkan jika sebagian warga telah memiliki sikap yang positif terhadap
lingkungan, dan program dan juga motivasi yang cukup kuat untuk terlibat dalam
program pengelolaan sampah.
6.4.2. Tingkat Kemampuan
Kemampuan adalah daya yang dimiliki individu untuk turut serta
berpartisipasi dalam implementasi program pengelolaan sampah. Kemampuan
yang akan diukur terdiri dari pengetahuan, keterampilan dan pengalaman dalam
pengelolaan sampah. Tingkat kemampuan responden dalam pengelolaan sampah
dapat dilihat dalam tabel berikut:
66
Tabel 32. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Kemampuan dalam
Pengelolaan Sampah
Tingkat Kemampuan Jumlah
N %
Tinggi ( X ≥ 16 ) 32 64,00
Rendah ( X < 16 ) 18 36,00
Jumlah 50 100,00
Mayoritas responden memiliki tingkat kemampuan yang tergolong tinggi
dalam hal pengelolaan sampah, yaitu sebanyak 64 persen responden. Sedangkan
36 persen lainnya memiliki tingkat kemampuan yang tergolong rendah. Dapat
disimpulkan, bahwa mayoritas warga telah mempunyai pengetahuan mengenai
program dan pengelolaan sampah, keterampilan dan pengalaman dalam
pengelolaan sampah.
6.4.3. Tingkat kesempatan
Kesempatan merupakan faktor luar yang berasal dari lingkungan yang
dapat mendorong individu untuk ikut berpartisipasi dalam program pengelolaan
sampah. Kesempatan dilihat dari manajemen dalam program pengelolaan sampah.
Tingkat kesempatan yang diberikan dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 33. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Kesempatan untuk
Berpartisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah
Tingkat Kesempatan Jumlah
N %
Tinggi ( X ≥ 13 ) 32 64,00
Rendah ( X < 13 ) 18 36,00
Jumlah 50 100,00
Dari tabel 33 dapat dilihat bahwa sebagian besar responden menganggap
tingkat kesempatan yang diberikan untuk turut berpartisipasi dalam program
67
tergolong tinggi. Sehingga dapat disimpulkan menurut responden, manajemen
program pengelolaan sampah telah baik dan ruang yang diberikan kepada
masyarakat untuk berpartisipasi cukup luas.
68
BAB VII
HUBUNGAN ANTARA FAKTOR-FAKTOR PENDORONG PARTISIPASI
DENGAN TINGKAT PARTISIPASI
Partisipasi merupakan keterlibatan seseorang untuk berperan serta secara
aktif dalam suatu kegiatan pembangunan untuk menciptakan, melaksanakan, serta
memelihara lingkungan yang bersih dan sehat. Partisipasi seseorang dalam suatu
kegiatan didorong oleh beberapa faktor, yaitu kemauan, kemampuan, dan
kesempatan. Tingkat pasrtisipasi responden dalam program pengelolaan sampah
di RW 4 Desa Gunung Sari dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 34. Jumlah dan Persentase Tingkat Partisipasi Responden dalam Program
Pengelolaan Sampah
Tingkat Partisipasi Jumlah
N %
Tinggi ( X ≥ 9 ) 35 70,00
Rendah ( X < 9 ) 15 30,00
Jumlah 50 100,00
Lingkungan merupakan suatu hal yang dianggap penting oleh sebagian
besar responden dan menurut mereka dengan menjaga lingkungan walau dengan
hal-hal kecil akan membantu terciptanya lingkungan yang lebih bersih, sehat dan
indah. Hal tersebut juga mempengaruhi keterlibatan responden dalam program.
Tingkat partisipasi responden dalam program pengelolaan sampah cukup tinggi.
Tingkat partisipasi dilihat dari jumlah skor bentuk partisipasi yang digunakan
responden dalam program pengelolaan sampah. Sebagian besar responden (70
persen) terlibat dalam program pengelolaan sampah yang mayoritas terlibat dalam
pemilahan sampah organik dan non-organik dan pembuatan produk daur ulang
atau kerajinan. Seluruh responden dalam penelitian ini adalah perempuan, karena
memang program ini lebih ke arah ranah perempuan atau ibu rumah tangga.
69
7.1. Faktor Kemauan dengan Tingkat Partisipasi
7.1.1. Hubungan antara Sikap dengan Tingkat Partisipasi dalam Program
Pengelolaan Sampah
Berikut adalah hipotesis penelitian ini:
Ho = Tidak ada perbedaan antara responden yang bersikap positif dan
responden yang bersikap negatif dalam berpartisipasi pada program
pengelolaan sampah.
H1 = Semakin positif sikap masyarakat terhadap lingkungan dan program
maka semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat dalam
implementasi program pengelolaan sampah.
Hasil uji korelasi Rank Spearman diperoleh nilai Asymp Sig. (1-tailed)
hitung sebesar 0.000 < α (0.05) sehingga Ho ditolak dan H1 diterima. Jadi,
semakin positif sikap masyarakat terhadap lingkungan dan program maka semakin
tinggi tingkat partisipasi masyarakat dalam program pengelolaan sampah.
Tabel 35. Hubungan antara Sikap Responden terhadap Lingkungan dan Program
Pengelolaan Sampah dengan Tingkat Partisipasi Responden dalam
Program Pengelolaan Sampah
Sikap
Partisipasi
Total Tinggi Rendah
% %
Positif 90,00 10,00 100,00
Negatif 43,00 57,00 100,00
Ket: α = 0.000 rs = 0.504
Berdasarkan tabel 35, reponden yang memiliki sikap positif tentang
lingkungan dan program pengelolaan sampah maka tingkat partisipasi dalam
program tinggi. Semakin positif sikap seseorang terhadap sesuatu maka hal
tersebut akan mempengaruhi perilakunya. Namun terdapat 10 persen responden
yang memiliki sikap positif namun memiliki tingkat partisipasi yang rendah, hal
70
tersebut dikarenakan waktu luang yang dimiliki responden terbatas, sehingga
tidak memiliki waktu untuk berpartisipasi dalam program.
Responden yang memiliki sikap negatif terhadap lingkungan dan program
sebanyak 57 persen memiliki partisipasi yang rendah dalam program pengelolaan
sampah. Jumlah tersebut tidak terlalu jauh dengan responden yang memiliki sikap
negatif terhadap lingkungan dan program, sebanyak 43 persen responden dengan
sikap negatif memiliki tingkat partisipasi yang tinggi. Hal tersebut dikarenakan
responden mengikuti program karena dorongan yang kuat dari aparat atau
tetangga, selain itu juga karena melihat secara langsung program dan tertarik
untuk berpartisipasi.
7.1.2. Hubungan antara Motivasi dengan Tingkat Partisipasi dalam
Program Pengelolaan Sampah
Berikut hipotesis dalam penelitian ini:
Ho = Tidak ada perbedaan antara responden dengan motivasi kuat dan
responden dengan motivasi lemah dalam berpartisipasi pada program
pengelolaan sampah.
H1 = Semakin kuat motivasi masyarakat untuk berperan serta dalam program
maka semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat dalam
implementasi program pengelolaan sampah.
Hasil uji korelasi Rank Spearman diperoleh nilai Asymp Sig. (1-tailed)
hitung sebesar 0.001 < α (0.05) sehingga Ho ditolak dan H1 diterima. Jadi,
semakin kuat motivasi masyarakat untuk berperan serta dalam program maka
semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi program
pengelolaan sampah.
71
Tabel 36. Hubungan antara Motivasi Responden dengan Tingkat Partisipasi
Responden dalam Program Pengelolaan Sampah
Motivasi
Partisipasi
Total Tinggi Rendah
% %
Positif 83,00 17,00 100,00
Negatif 40,00 60,00 100,00
Ket: α = 0.001 rs = 0.429
Tabel 36 menunjukan, mayoritas responden memiliki motivasi yang kuat
untuk terlibat dalam program pengelolaan sampah dan hal tersebut berbanding
lurus dengan tingkat partisipasinya. Sebanyak 83 persen responden dengan
motivasi yang kuat untuk terlibat dalam program pengelolaan sampah memiliki
tingkat partisipasi yang tinggi. Namun terdapat 17 persen responden dengan
motivasi yang kuat tetapi memiliki tingkat partisipasi rendah. Hal ini disebabkan
oleh rangkaian program yang dianggap tidak praktis oleh responden. Pada
awalnya responden memiliki motivasi yang kuat namun setelah berjalannya
program mereka tidak merasakan adanya perubahan dan merasa repot untuk
melakukan pemilahan sampah atau pembuatan kerajinan dari sampah plastik.
Responden dengan motivasi lemah cenderung memiliki tingkat partisipasi
yang rendah (sebanyak 60 persen responden). Namun ada juga responden yang
memiliki motivasi rendah tetapi tingkat partisipasi dalam program tinggi (40
persen responden). Hal tersebut dikarenakan setelah berjalannya program
responden tertarik untuk terlibat melakukan kegiatan pengelolaan sampah.
7.2. Faktor Kemampuan dengan Tingkat Partisipasi
7.2.1. Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dengan Tingkat Partisipasi
dalam Program Pengelolaan Sampah
Berikut hipotesis penelitian ini:
72
Ho = Tidak ada perbedaan antara responden dengan pengetahuan tinggi dan
responden dengan pengetahuan rendah dalam berpartisipasi pada
program pengelolaan sampah.
H1 = Semakin tinggi pengetahuan yang dimiliki masyarakat dalam
pengelolaan sampah dan mengenai program pengelolaan sampah maka
semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi
program pengelolaan sampah.
Hasil uji korelasi Rank Spearman diperoleh nilai Asymp Sig. (1-tailed)
hitung sebesar 0.000 < α (0.05) sehingga Ho ditolak dan H1 diterima. Jadi,
semakin tinggi pengetahuan yang dimiliki masyarakat dalam pengelolaan sampah
dan mengenai program pengelolaan sampah maka semakin tinggi tingkat
partisipasi masyarakat dalam implementasi program pengelolaan sampah.
Tabel 37. Hubungan antara Tingkat Pengetahuan Responden dengan Tingkat
Partisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah
Pengetahuan
Partisipasi
Total Tinggi Rendah
% %
Tinggi 88,00 22,00 100,00
Rendah 35,00 65,00 100,00
Ket: α = 0.000 rs = 0.544
Sebanyak 88 persen responden yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi
dan berbanding lurus dengan tingkat partisipasinya yang juga tinggi. Jadi, jika
pengetahuan responden terhadap program pengelolaan sampah dan proses
pengelolaan sampah tinggi maka tingkat partisipasi dalam program tinggi. Hal
tersebut karena responden yang telah memiliki pengetahuan merasa mampu untuk
melakukan kegiatan-kegiatan dalam program pengelolaan sampah.
Begitupula sebanyak 65 persen responden dengan tingkat pengetahuan
rendah cenderung memiliki tingkat partisipasi yang rendah. Responden dengan
tingkat pengetahuan rendah cenderung tidak terlibat dalam program, karena dari
73
awal mereka cenderung tidak tertarik dengan program sehingga tidak berusaha
mencari informasi mengenai program atau pun terlibat dalam program.
7.2.2. Hubungan antara Tingkat Keterampilan dengan Tingkat Partisipasi
dalam Program Pengelolaan Sampah
Berikut hipotesis penelitian ini:
Ho = Tidak ada perbedaan antara responden dengan keterampilan tinggi dan
responden dengan keterampilan rendah dalam berpartisipasi pada
program pengelolaan sampah.
H1 = Semakin tinggi keterampilan masyarakat dalam mengelola sampah
maka semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi
program pengelolaan sampah.
Hasil uji korelasi Rank Spearman diperoleh nilai Asymp Sig. (1-tailed)
hitung sebesar 0.404 > α (0.05) sehingga Ho diterima dan H1 ditolak. Jadi, tidak
ada perbedaan antara responden dengan keterampilan tinggi dan responden
dengan keterampilan rendah dalam berpartisipasi pada program pengelolaan
sampah.
Tabel 38. Hubungan antara Tingkat Keterampilan Responden dengan Tingkat
Partisipasi dalam Program pengelolaan Sampah
Keterampilan
Partisipasi
Total Tinggi Rendah
% %
Tinggi 71,00 29,00 100,00
Rendah 68,00 32,00 100,00
Ket: α = 0.404 rs = 0.035
Berdasarkan tabel 38, tingkat partisipasi yang tinggi tidak hanya dimiliki
oleh responden dengan keterampilan tinggi. Sebanyak 68 persen responden
dengan keterampilan rendah juga memiliki tingkat partisipasi yang tinggi.
Responden yang telah memiliki keterampilan terlibat karena sudah mengetahui
74
cara-cara pemilahan sampah, pemilihan plastik untuk kerajinan dan juga
pembuatan kerajinan dari limbah sampah, sedangkan yang belum memiliki
keterampilan tertarik karena program ini selain membuat lingkungan menjadi
bersih, program ini pula dapat menambah pengetahuan mereka tentang
pengolahan sampah dan menjadi ajang bersosialisasi atau kumpul-kumpul
bersama ibu-ibu di RW 4.
Sebanyak 29 persen responden memiliki keterampilan yang tinggi namun
tingkat partisipasi dalam program rendah. Hal ini dikarenakan ketersediaan waktu
yang dimiliki responden terbatas, sehingga tidak memungkinkan terlibat secara
lebih dalam pada program pengelolaan sampah.
7.2.3. Hubungan antara Tingkat Pengalaman dengan Tingkat Partisipasi
dalam Program Pengelolaan Sampah
Hipotesis dalam penelitian ini adalah
Ho = Tidak ada perbedaan antara responden dengan pengalaman tinggi dan
responden dengan pengalaman rendah dalam berpartisipasi pada
program pengelolaan sampah.
H1 = Semakin tinggi pengalaman masyarakat dalam mengelola sampah maka
semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi
program pengelolaan sampah.
Hasil uji korelasi Rank Spearman diperoleh nilai Asymp Sig. (1-tailed)
hitung sebesar 0.404 > α (0.05) sehingga Ho diterima dan H1 ditolak. Jadi, tidak
ada perbedaan antara responden dengan pengalaman tinggi dan responden dengan
pengalaman rendah dalam berpartisipasi pada program pengelolaan sampah.
75
Tabel 39. Hubungan antara Tingkat Pengalaman Responden dengan Tingkat
Partisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah
Pengalaman
Partisipasi
Total Tinggi Rendah
% %
Tinggi 71,00 29,00 100,00
Rendah 68,00 32,00 100,00
Ket: α = 0.404 rs = 0.035
Berdasarkan tabel 39, 71 persen responden yang memiliki pengalaman
dalam proses pengelolaan sampah memiliki tingkat partisipasi yang tinggi.
Namun ternyata tidak hanya responden dengan pengalaman yang tinggi saja yang
memiliki tingkat partisipasi yang tinggi, namun responden dengan pengalaman
yang sedikit pun (68 persen) memiliki tingkat partisipasi yang tinggi. Hal tersebut
dikarenakan keterlibatan responden dalam program ini tidak hanya berdasarkan
pengalaman saja, tapi juga disebabkan oleh dorongan dari pihak lain dan juga dari
pengetahuan mengenai manfaat program pengelolaan sampah.
7.3. Faktor Kesempatan dengan Tingkat Partisipasi
7.3.1. Hubungan Manajemen Program dengan Tingkat Partisipasi dalam
Program Pengelolaan Sampah
Hipotesis dalam penelitian ini adalah
Ho = Tidak ada perbedaan antara responden dengan anggapan manajemen
program baik dan responden dengan anggapan manajemen program
buruk dalam berpartisipasi pada program pengelolaan sampah.
H1 = Semakin baik manajemen program yang memberikan ruang kepada
masyarakat untuk terlibat maka semakin tinggi tingkat partisipasi
masyarakat dalam implementasi program pengelolaan sampah.
Hasil uji korelasi Rank Spearman diperoleh nilai Asymp Sig. (1-tailed)
hitung sebesar 0.353 > α (0.05) sehingga Ho diterima dan H1 ditolak. Jadi, tidak
ada perbedaan antara responden dengan anggapan manajemen program baik dan
76
responden dengan anggapan manajemen program buruk dalam berpartisipasi pada
program pengelolaan sampah.
Tabel 40. Hubungan antara Manajemen Program dengan Tingkat Partisipasi
dalam Program Pengelolaan Sampah
Manajemen
Program
Partisipasi
Total Tinggi Rendah
% %
Baik 72,00 28,00 100,00
Buruk 67,00 33,00 100,00
Ket: α = 0.353 rs = 0.055
Berdasarkan tabel 40, tingkat partisipasi yang tinggi tidak hanya dimiliki
oleh responden yang menganggap manajemen program pengelolaan sampah telah
baik atau memberikan ruang seluas-luasnya pada warga untuk terlibat dan
mengambil keputusan dalam setiap tahapan kegiatan mulai dari perencanaan
sampai evaluasi, tetapi juga oleh responden yang menganggap manajemen
program pengelolaan sampah masih buruk atau ruang yang diberikan kepada
warga untuk terlibat dan mengambil keputusan dalam setiap tahapan pelaksanaan
sempit.
Sebanyak 72 persen responden dengan anggapan mengenai manajemen
program yang baik dan sebanyak 67 persen responden dengan anggapan mengenai
manajemen program yang masih buruk memiliki tingkat partisipasi yang tinggi.
Hal tersebut memang dikarenakan sebagian besar responden hanya terlibat dalam
pelaksanaan program. Kegiatan perencanaan dan evaluasi biasanya hanya
melibatkan perwakilan dari warga. Responden pun tidak merasa keberatan dengan
keadaan tersebut karena merasa sudah terwakilkan.
77
7.4. Ikhtisar
7.4.1. Hubungan antara Tingkat Kemauan dengan Tingkat Partisipasi
dalam Program Pengelolaan Sampah
Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
Ho = Tidak ada perbedaan antara responden dengan tingkat kemauan tinggi
dan responden dengan tingkat kemauan rendah dalam berpartisipasi
pada program pengelolaan sampah.
H1 = Semakin tinggi tingkat kemauan yang dimiliki masyarakat maka
semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi
program pengelolaan sampah.
Hasil uji korelasi Rank Spearman diperoleh nilai Asymp Sig. (1-tailed)
hitung sebesar 0.000 < α (0.05) sehingga Ho ditolak dan H1 diterima. Jadi,
semakin tinggi tingkat kemauan yang dimiliki masyarakat maka semakin tinggi
tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi program pengelolaan sampah.
Tabel 41. Hubungan Antara Tingkat Kemauan dengan Tingkat Partisipasi dalam
Program Pengelolaan Sampah
Kemauan
Partisipasi
Total Tinggi Rendah
% %
Tinggi 83,00 17,00 100,00
Rendah 40,00 60,00 100,00
Ket: α = 0.000 rs = 0.563
Berdasarkan tabel 41, tingkat kemauan dengan tingkat partisipasi
berbanding lurus. Artinya, responden dengan tingkat kemauan tinggi cenderung
memiliki tingkat partisipasi yang tinggi dalam program pengelolaan sampah
dibandingkan dengan responden dengan tingkat kemauan rendah. Begitupula
dengan responden yang memiliki tingkat kemauan rendah cenderung tingkat
partisipasinya dalam program rendah. Setiap variabel dalam tingkat kemauan
yaitu sikap repsonden terhadap lingkungan dan program pengelolaan sampah dan
78
motivasi responden untuk terlibat dalam program pengelolaan sampah memiliki
hubungan dengan tingkat partisipasi.
7.4.2. Hubungan Antara Tingkat Kemampuan dengan Tingkat Partisipasi
dalam Program Pengelolaan Sampah
Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
Ho = Tidak ada perbedaan antara responden dengan tingkat kemampuan
tinggi dan responden dengan tingkat kemampuan rendah dalam
berpartisipasi pada program pengelolaan sampah.
H1 = Semakin tinggi tingkat kemampuan yang dimiliki masyarakat maka
semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi
program pengelolaan sampah.
Hasil uji korelasi Rank Spearman diperoleh nilai Asymp Sig. (1-tailed)
hitung sebesar 0.049 < α (0.05) sehingga Ho ditolak dan H1 diterima. Jadi,
semakin tinggi tingkat kemampuan yang dimiliki masyarakat maka semakin tinggi
tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi program pengelolaan sampah.
Tabel 42. Hubungan Antara Tingkat Kemampuan dengan Tingkat Partisipasi
dalam Program Pengelolaan Sampah
Kemampuan
Partisipasi
Total Tinggi Rendah
% %
Tinggi 78,00 22,00 100,00
Rendah 56,00 44,00 100,00
Ket: α = 0.049 rs = 0.236
Berdasarkan tabel 42, responden yang memiliki tingkat kemampuan tinggi
cenderung tingkat partisipasinya tinggi. Namun, hampir setengah responden
dengan tingkat kemampuan rendah juga cenderung memiliki tingkat tingkat
partisipasi yang tinggi. Variabel dari faktor kemampuan yang memiliki hubungan
dengan tingkat partisipasi adalah pengetahuan dalam pengelolaan sampah,
79
sedangkan keterampilan dan pengalaman responden dalam mengelola sampah
tidak memiliki hubungan dengan tingkat partisipasi. Secara keseluruhan tingkat
kemampuan memiliki hubungan dengan tingkat partisipasi.
7.4.3. Hubungan Antara Tingkat Kesempatan dengan Tingkat Partisipasi
dalam Program Pengelolaan Sampah
Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
Ho = Tidak ada perbedaan antara tingkat kesempatan tinggi dan tingkat
kesempatan rendah yang dimiliki warga dalam berpartisipasi pada
program pengelolaan sampah.
H1 = Semakin tinggi kesempatan yang dimiliki masyarakat untuk terlibat
dalam program maka semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat
dalam implementasi program pengelolaan sampah.
Hasil uji korelasi Rank Spearman diperoleh nilai Asymp Sig. (1-tailed)
hitung sebesar 0.353 > α (0.05) sehingga Ho diterima dan H1 ditolak. Jadi, tidak
ada perbedaan antara tingkat kesempatan tinggi dan tingkat kesempatan rendah
yang dimiliki warga dalam berpartisipasi pada program pengelolaan sampah.
Tabel 43. Hubungan antara Tingkat Kesempatan dengan Tingkat Partisipasi
dalam Program Pengelolaan Sampah
Kesempatan
Partisipasi
Total Tinggi Rendah
% %
Tinggi 72,00 28,00 100,00
Rendah 67,00 33,00 100,00
Ket: α = 0.353 rs = 0.055
Berdasarkan tabel 43, responden yang menganggap tingkat kesempatan
yang diberikan kepada masyarakat untuk terlibat dalam setiap tahapan
pelaksanaan kegiatan tinggi cenderung memiliki tingkat partisipasi tinggi. Namun,
hal yang sama terjadi pada responden yang menganggap kesempatan yang
80
diberikan rendah, responden dengan anggapan tingkat kesempatan dalam program
rendah tetap memiliki tingkat partisipasi tinggi. Sehingga dapat ditarik
kesimpulan tingkat kesempatan tidak selalu berbanding lurus atau memiliki
hubungan dengan tingkat partisipasi.
81
BAB VIII
TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM
PENGELOLAAN SAMPAH
8.1. Tingkat Partisipasi dalam Program
Menurut Cohen dan Uphoff yang dikutip Manoppo (2009) partisipasi
adalah adalah keterlibatan aktif masyarakat dalam proses pengambilan keputusan
tentang apa yang akan dilakukan dan bagaimana cara kerjanya, keterlibatan
masyarakat dalam pelaksanaan program dan pengambilan keputusan yang telah
ditetapkan melalui sumbangan sumberdaya atau bekerja sama dalam suatu
organisasi, keterlibatan masyarakat menikmati hasil dari pembangunan serta
dalam evaluasi pelaksanaan program.
Tingkat partisipasi dalam program pengelolaan sampah adalah keterlibatan
warga dalam program pengelolaan sampah. Hal tersebut ditunjukan dengan
keterlibatan warga dalam setiap tahapan program. Data sebelumnya telah
menyebutkan bahwa keterlibatan responden dalam program adalah sebanyak 70
persen responden memiliki tingkat partisipasi tinggi sedangkan 30 persen lainnya
memiliki tingkat partisipasi rendah.
Secara lebih lanjut tingkat partisipasi warga akan dianalisis berdasarkan
Teori Arstein yang membagi partisipasi menjadi delapan tingkatan, yaitu
manipulasi, terapi, informasi, konsultasi, penenangan, kerjasama, pendelegasian
wewenang, dan pengawasan oleh komunitas yang dilihat dari setiap tahapan
kegiatan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan menikmati hasil.
8.1.1. Perencanaan
Program pengelolaan sampah merupakan salah satu program Sustainable
Development dari PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. Dalam setiap
programnya PT Indocement selalu melibatkan masyarakat dalam setiap tahapan
kegiatannya. Pihak-pihak yang terlibat dalam tahap perencanaan adalah
perusahaan, aparat desa, dan warga RW 4 Desa Gunung Sari. Perusahaan sebagai
pemberi inisiatif atas program, sebagai pemberi bantuan dan membantu dalam
pembuatan susunan kepengurusan. Aparat desa sebagai pemberi dukungan atas
82
program serta perijinan dan sebagai penyambung informasi untuk warga secara
luas. Warga RW 4 sebagai calon penerima program, tidak semua warga dilibatkan
dalam proses perencanaan, hanya perwakilan warga saja yang dilibatkan dalam
proses ini.
Menurut teori tangga partisipasi Arstein, proses keterlibatan warga dalam
perencanaan program dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 5 Tingkat Partisipasi Responden dalam Perencanaan Program
Pengelolaan Sampah
Berdasarkan gambar di atas, responden banyak yang tidak tahu perihal
perencanaan program pengelolaan sampah. Mereka tahu adanya program
pengelolaan sampah setelah pelaksanaan program. Sementara itu sebanyak 17
responden merasa proses perencanaan sudah sampai tahap kerjasama
(partnership), dimana ada perwakilan warga yang telah dilibatkan dalam proses
perencanaan dan dalam proses tersebut terjadi perundingan untuk pengambilan
keputusan. Kebanyakan warga tidak keberatan dengan sistem perwakilan,
menurut mereka hal tersebut telah mewakili aspirasi warga kebanyakan.
8.1.2. Pelaksanaan
Dalam proses pelaksanaan, pihak-pihak yang terlibat adalah pihak
perusahaan, pengurus Unit Pelayanan Kebersihan (UPK) dan warga RW 4 Desa
Gunung Sari. Peran perusahaan dalam proses pelaksanaan adalah memfasilitasi
warga dalam memberikan informasi dan keterampilan tentang cara memilah
0
5
10
15
20
25
Perencanaan
Perencanaan
83
sampah dan membuat produk kerajinan dari sampah plastik dengan mengadakan
kunjungan ke Mampang, Jakarta Selatan dengan perwakilan 5 orang per RT.
Selain itu, perusahaan juga memberikan bantuan operasional seperti tong
pembuangan sampah organik dan non-organik.
Pengurus UPK memiliki peran sebagai pengolah sampah yang sudah tidak
bisa dimanfaatkan sebagai produk daur ulang kerajinan untuk dijadikan Sorted
Municipal Waste dan pupuk kompos. Sebelum proses tersebut, secara rutin
pekerja UPK mengangkut sampah yang telah dipisahkan oleh warga di tong
sampah yang telah disediakan ke UPK untuk diolah secara lebih lanjut. Setelah
proses tersebut, sampah diolah dengan menggunakan mesin operasional
pengelolaan sampah. Sampah masuk melalui bucket, tahap selanjutnya sampah
dipindahkan melalui conveyor hingga masuk pada mesin crusher, dari mesin
crusher sampah lalu masuk ke rotary screen. Dari rotary screen, SMW sudah
dapat dikemas dan sampah organik yang telah tercacah akan difermentasi untuk
dijadikan pupuk kompos.
Warga RW 4 sebagai penerima program, melakukan pemilahan sampah
organik dan non-organik. Pemilahan sampah non-organik dibagi kedalam dua
kegiatan, yaitu pemilahan sampah yang tidak dapat dibuat produk kerajinan dan
pemilahan sampah yang dapat dibuat produk kerajinan. Menurut teori tangga
partisipasi Arstein, proses keterlibatan warga dalam pelaksanaan program dapat
dilihat pada gambar berikut:
Gambar 6 Tingkat Partisipasi Responden dalam Pelaksanaan Program
Pengelolaan Sampah
0
5
10
15
20
25
30
Pelaksanaan
Pelaksanaan
84
Dari gambar 7 dapat dilihat tingkat partisipasi responden dalam proses
pelaksanaan berada pada tahapan delegated power. Dalam proses pelaksanaan di
lingkup RW 4, warga telah diberikan kewenangan dalam mengatur kegiatan
program pengelolaan sampah sendiri. Dalam proses pelaksanaan mayoritas
responden merasa diberikan keleluasaan dalam mengatur proses pelaksanaan.
Untuk mempermudah pelaksanaan program, dibentuk suatu kelembagaan
pembuatan kerajinan dari sampah plastik, yaitu kelompok “Pelita Indogreen” yang
terdiri dari ibu-ibu di RW 4. Dalam kelompok tersebut terdapat pembagian kerja
yang dibagi berdasarkan RT. Namun di setiap RT juga melakukan pembuatan
produk kerajinan.
Tahapan pelaksanaan program pengelolaan sampah di lingkup RW 4
adalah, disetiap rumah tangga disediakan dua jenis tempat sampah plastik, yang
pertama untuk sampah non-organik yang bisa dijadikan produk kerajinan dan
yang kedua untuk sampah non-organik yang tidak bisa dibuat produk kerajinan
tetapi memiliki nilai jual. Sedangkan untuk sampah organik dan non-organik yang
tidak dapat diolah menjadi produk kerajinan dan tidak memiliki nilai jual
disimpan di tong sampah yang telah disediakan untuk diambil oleh pekerja UPK
dan selanjutnya akan diolah di UPK. Sampah yang telah dikumpulkan di tiap
rumah tangga akan diambil oleh salah satu warga ke bank sampah. Tahap
selanjutnya adalah sampah non-organik yang bernilai jual akan dijual dan hasil
penjualan akan dimasukan ke kas RT, sedangkan sampah non-organik yang bisa
dibuat produk kerajinan akan dibuat kerajinan sesuai dengan yang diinginkan.
Namun, dalam beberapa bulan terakhir ini kegiatan pengolahan sampah
semakin jarang dilakukan. Hal tersebut dikarenakan tong pembuangan banyak
yang rusak sehingga sampah yang seharusnya dipisahkan menjadi disatukan,
seperti yang diungkapkan oleh Ibu ER, 39 Tahun:
“Sekarang tong sampahnya banyak yang rusak, pada keropos dan
jebol bawahnya. Jadi ya buang sampahnya disatuin lagi, ga ada
tempat lain”
Selain itu, pengangkutan sampah dari RW 4 ke UPK sekarang
menggunakan mobil sehingga dalam proses pengangkutan sampah yang telah
85
dipisahkan kembali disatukan, warga pun merasa sia-sia melakukan pemilahan
sampah. Begitupula dengan kegiatan pembuatan produk kerajinan, karena
kesibukan dan ada kegiatan lain, kegiatan pembuatan produk kerajinan menjadi
vakum untuk beberapa waktu.
8.1.3. Evaluasi
Evaluasi merupakan kegiatan pemantauan selama program pengelolaan
sampah berlangsung. Proses evaluasi program pengelolaan sampah biasa
dilakukan secara secara internal dan bersama. Evaluasi internal yang dilakukan
adalah evaluasi oleh pihak perusahaan saja sebanyak satu bulan satu kali dan
dilakukan secara formal. Selain itu, evaluasi bersama yang dilakukan antara pihak
perusahaan dan pengelola UPK yang dilakukan tiap bulan. Evaluasi bersama juga
sering dilakukan bersama aparat desa sewaktu awal-awal program dilaksanakan,
dan untuk saat ini evaluasi bersama aparat desa sudah sangat jarang sekali
dilakukan. Proses evaluasi yang dilakukan hanyalah dengan pihak pengelola UPK.
Evaluasi bersama mengenai kegiatan pengelolaan sampah di lingkup RW belum
pernah dilakukan secara formal dengan pihak perusahaan, evaluasi dilakukan
secara informal melalui pemantauan perusahaan di lingkungan RW atau evaluasi
informal antara pengurus RW/RT dan warga pada rapat tertentu.
Menurut teori tangga partisipasi Arstein, proses keterlibatan warga dalam
kegiatan evaluasi program pengelolaan sampah adalah sebagai berikut:
Gambar 7 Tingkat Partisipasi Responden dalam kegiatan Evaluasi Program
Pengelolaan Sampah
0
5
10
15
20
25
30
35
40
Evaluasi
Evaluasi
86
Dari gambar 8 dapat diketahui bahwa keterlibatan warga dalam kegiatan
evaluasi masih pada tahap manipulation, hal tersebut dikarenakan memang
sebagian besar responden tidak mengetahui adanya evaluasi program. Sehingga
responden tidak tahu sampai sejauh mana keterlibatan warga dalam proses
evaluasi, karena memang evaluasi yang dilakukan tidak melibatkan warga dan
proses evaluasi yang dilakukan oleh perusahaan hanya terkonsentrasi pada
program di bagian UPK tidak di lingkup warga RW 4.
8.1.4. Menikmati Hasil
Menikmati hasil merupakan tahapan partisipasi dimana setiap pihak yang
terlibat dapat merasakan manfaat dari dilaksanakannya program. Semakin besar
manfaat yang dirasakan dari program, maka program tersebut telah berhasil
mengenai sasaran atau tepat sasaran. Pihak-pihak yang merasakan manfaat dari
program pengelolaan sampah adalah pihak perusahaan, pengelola UPK dan warga
RW 4 Desa Gunung Sari. Perusahaan mendapatkan manfaat dari program ini yaitu
terciptanya bahan bakar alternatif untuk proses pembakaran di perusahaan dan
juga kompos untuk proyek tanaman jarak pagar, selain itu tujuan perusahaan
untuk memberdayakan masyarakat juga tercapai karena telah terjadi perubahan
dalam masyarakat setelah adanya program pengelolaan sampah. Pengelola UPK
mendapatkan manfaat dari program ini yaitu tersedianya lapangan pekerjaan.
Warga RW 4 merasakan manfaat dari program pengelolaan sampah. Tingkat
keterlibatan responden dalam menikmati hasil dari program pengelolaan sampah
adalah sebagai berikut:
87
Gambar 8 Tingkat Partisipasi Responden dalam Kegiatan Menikmati Hasil
Program Pengelolaan Sampah
Sebagian besar responden berpendapat bahwa manfaat dan hasil yang
diterima dirasakan oleh setiap warga dan juga oleh pihak perusahaan. Perusahaan
juga tidak membatasi atau mengatur kegiatan pemanfaatan hasil tersebut. Seperti
contoh hasil penjualan produk kerajinan tidak diminta oleh perusahaan, tetapi
memberikan kekuasaan kepada masing-masing RT untuk mengelolanya. Manfaat
lain yang dirasakan adalah manfaat sosial dan juga manfaat lingkungan. Manfaat
sosial yang dirasakan oleh responden adalah dengan adanya program ini dapat
menjadi ajang bersosialisasi dengan tetangga, program ini juga telah mampu
menambah pengetahuan mengenai sampah organik dan non-organik dan cara
pengelolaan sampah sehingga dapat menjadi produk bernilai jual seperti produk
kerajinan.
Manfaat lingkungan yang dirasakan oleh responden adalah setelah adanya
program pengelolaan sampah, lingkungan sekitar menjadi lebih bersih, sampah
yang ada terkelola dengan baik dan hal tersebut juga telah membantu membuat
lingkungan menajdi indah. Manfaat yang dirasakan oleh warga merupakan
sasaran-sasaran dari dilaksanakannya program. Sehingga dapat dibilang program
telah berhasil mencapai tujuannya.
0
5
10
15
20
25
30
Menikmati Hasil
Menikmati Hasil
88
8.2. Ikhtisar
Arstein menggambarkan partisipasi masyarakat adalah suatu pola
bertingkat (ladder patern). Partisipasi masyarakat bertingkat sesuai dengan
gradasi kekuasaan yang dapat dilihat dalam proses pengambilan keputusan.
Secara keseluruhan, dalam Program Pengelolaan Sampah di RW 4 Desa Gunung
Sari, tingkat partisipasi masyarakat dapat dilihat pada gambar berikut:
0%
8. Citizen Control
10% Citizen
7. Delegate Power Control
10% = 20%
6. Partership
32%
5. Placation
34%
4. Consultation Tokenism = 80%
14%
3. Information
0%
2. Theraphy
0% Non-participation = 0%
1. Manipulatif
Gambar 9 Tingkat Partisipasi dalam Program Pengelolaan Sampah di RW 4
Desa Gunung Sari
Tingkat partisipasi warga dalam Program Pengelolaan Sampah berada
pada tingkat consultaion-placation atau kedua tingkat tersebut merupakan
partisipasi yang bersifat tokenisme. Tokenisme adalah derajat partisipasi dimana
warga diminta konsultasinya atau diberi informasi mengenai suatu keputusan,
tetapi sebenarnya mereka hanya memiliki sedikit atau sama sekali tidak memiliki
kekuasaan untuk memengaruhi keputusan tesebut.
Pada program pengelolaan sampah, warga dilibatkan aktif pada program,
namun tidak pada setiap tahapan kegiatan. Warga hanya diberi keleluasaan
wewenang pada kegiatan pelaksanaan. Warga hanya sebatas menjalani program,
namun mayoritas dari mereka tidak tahu mengenai kegiatan lain seperti
perencanaan atau evaluasi, padahal tahapan kegiatan tersebut merupakan tahapan
89
yang penting dalam suatu program. Pada tahap perencanaan perusahaan, aparat
desa, dan perwakilan warga melakukan rapat. Perusahaan mengkomunikasikan
dan memberikan informasi mengenai program. Dalam prosesnya diperkenankan
untuk mengampaikan saran dan juga kritik. Namun keputusan utama mengenai
program ada di tangan perusahaan. Pada tahap pelaksanaan perusahaan,
warga,pekerja UPK dan juga aparat desa terlibat dalam program. Perusahaan
memberikan kekuasaan kepada warga untuk melakukan program secara mandiri.
Pada tahap evaluasi hanya perusahaan dan pekerja UPK yang terlibat dan
perusahaan memiliki kekuasaan yang paling besar. Hasil dari program dirasakan
oleh setiap pihak, perusahaan juga memberikan kewenangan kepada warga untuk
mengelola sendiri kerajinan dari hasil pengelolaan sampah plastik rumah tangga.
90
BAB IX
HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PARTISIPASI DENGAN
KEBERHASILAN PROGRAM PENGELOLAAN SAMPAH
9.1. Keberhasilan Program
Suatu program dapat dikatakan berhasil jika tujuan dari program tersebut
tercapai. Tingkat keberhasilan program pengelolaan sampah dapat dilihat pada
tabel berikut:
Tabel 44. Jumlah dan Persentase Responden di RW 4 Desa Gunung Sari
mengenai Keberhasilan Program Pengelolaan Sampah
Keberhasilan Jumlah
N %
Tinggi ( X ≥ 8) 33 66,00
Rendah ( X < 8) 17 34,00
Jumlah 50 100,00
Dari tabel 44 dapat dilihat, sebagian besar responden (66 persen)
menganggap program pengelolaan sampah telah berhasil dilakukan. Program
pengelolaan sampah sudah memberikan manfaat sosial dan juga manfaat
lingkungan. Manfaat sosial yang dirasakan adalah dengan adanya program ini,
hubungan antar warga menjadi semakin dekat, karena dapat menjadi ajang
bersosialisasi bagi warga di RW 4 Desa Gunung Sari, seperti yang diungkapkan
oleh Ibu H, 30 Tahun:
“Kalau lagi buat kerajinan gitu kan kita bareng-bareng sama
tetangga-tetangga, seneng sih kumpul-kumpul sambil gossip, jadi
makin akrab, tapi menghasilkan juga”
Selain itu, program pengelolaan juga menambah pengetahuan dan
keterampilan para Ibu-ibu mengenai pembuatan produk kerajinan. Manfaat
91
lingkungan yang dirasakan adalah lingkungan menjadi semakin bersih dan juga
indah. Seperti yang dikemukakan oleh Ibu E, 44 Tahun:
“Setelah ada program lingkungan jadi lebih bersih, sampah yang
di tong rutin diambil, jadi ga numpuk, selain itu kan Indocement
juga ngasih bantuan pohon-pohon. Lingkungan jadi hijau ”
9.2. Hubungan antara Tingkat Partisipasi dengan Keberhasilan Program
Pengelolaan Sampah
Keberhasilan program ditentukan oleh tingkat partisipasi warga dalam
program pengelolaan sampah. Berikut adalah hipotesis dalam penelitian ini:
Ho = Tidak ada perbedaan antara tingkat partisipasi tinggi dan tingkat
partisipasi rendah dalam menentukan keberhasilan program pengelolaan
sampah.
H1 = Semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi
program pengelolaan sampah maka semakin menentukan keberhasilan
program pengelolaan sampah
Hasil uji korelasi Rank Spearman diperoleh nilai Asymp Sig. (1-tailed)
hitung sebesar 0.005 < α (0.05) sehingga Ho ditolak dan H1 diterima. Jadi,
semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi program
pengelolaan sampah, maka semakin menentukan keberhasilan program
pengelolaan sampah.
Tabel 45. Hubungan antara Tingkat Partisipasi Responden dengan Keberhasilan
Program Pengelolaan Sampah
Partisipasi
Keberhasilan
Total Tinggi Rendah
% %
Tinggi 77,00 23,00 100,00
Rendah 40,00 60,00 100,00
Ket : α = 0.005 rs = 0.359
92
Dari tabel 45 dapat dilihat semakin tingkat tingkat partisipasi, maka
keberhasilan program pengelolaan sampah juga semakin tinggi. Hal tersebut
dikarenakan tingkat partisipasi menunjukan dukungan warga pada program. Jika
dukungan warga terhadap program kuat, maka sangat mudah untuk menarik
partisipasinya sehingga tujuan dari dilaksanakannya program akan tercapai.
Manfaat yang paling dirasakan oleh warga setelah dilaksanakannya
program ini adalah bertambahnya pengetahuan dalam pengelolaan sampah.
Sebelum ada program warga memang tahu bahwa sampah bisa dimanfaatkan, tapi
mereka tidak mempunyai keterampilan untuk mengelolanya. Setelah ada program
ini. Warga menjadi mampu mengelola sampah rumah tangga. Manfaat selanjutnya
yang dirasakan oleh warga adalah program ini dapat menjadi ajang bersosialisasi
bersama warga lain di lingkungan RW 4. Manfaat selanjutnya yang dirasa setelah
ada program pengelolaan sampah adalah lingkungan menjadi lebih bersih karena
sampah bisa terkelola dengan baik. Sebelum ada program banyak warga yang
membakar sampah, namun sekarang pembuangan sampah menjadi lebih teratur
sehingga program ini juga membantu membuat lingkungan menjadi lebih indah.
9.3. Ikhtisar
Keberhasilan program pengelolaan sampah cukup tinggi. Manfaat yang
dirasakan oleh warga secara berturut-turut adalah bertambahnya pengetahuan
dalam pengelolaan sampah, sebagai ajang bersosialisasi, membuat lingkungan
menjadi bersih dan indah. Tingkat partisipasi memiliki hubungan dengan
keberhasilan program. Semakin tinggi tingkat partisipasi maka akan semakin
menentukan keberhasilan program.
93
BAB X
PENUTUP
10.1. Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Warga di lingkungan RW 4 Desa Gunung Sari sebagian besar hanya
terlibat dalam proses pelaksanaan dan menikmati hasil. Partisipasi warga
dalam program pengelolaan sampah berada pada tahap tokenisme dalam
tangga partisipasi Arstein dimana warga diminta konsultasinya atau diberi
informasi mengenai suatu keputusan, tetapi sebenarnya mereka hanya
memiliki sedikit atau sama sekali tidak memiliki kekuasaan untuk
memengaruhi keputusan tesebut. Hal tersebut dikarenakan warga memang
tidak dilibatkan dalam proses perencanaan program, hanya perwakilan dari
warga saja yang dilibatkan.
2. Tingkat partisipasi dalam program pengelolaan sampah ditentukan oleh
kemauan, kemampuan dan kesempatan yang dibagi ke dalam enam
indikator, yaitu (1) sikap terhadap lingkungan dan program, (2) motivasi
untuk terlibat dalam program, (3) tingkat pengetahuan dalam pengelolaan
sampah, (4) tingkat keterampilan dalam pengelolaan sampah sebelum
adanya program, (5) tingkat pengalaman dalam pengelolaan sampah
sebelum adanya program, dan (6) manajemen program pengelolaan
sampah. Sikap terhadap lingkungan dan program, motivasi untuk terlibat
dalam program dan tingkat pengetahuan dalam pengelolaan sampah
memiliki hubungan dengan tingkat partisipasi. Sedangkan keterampilan
dalam mengelola sampah, pengalaman dalam mengelola sampah dan
manajemen program pengelolaan sampah tidak memiliki hubungan
signifikan dengan tingkat partisipasi.
Secara kesimpulan, terdapat dua faktor yang memiliki hubungan dengan
tingkat partisipasi, yaitu tingkat kemauan dan tingkat kemampuan.
Sedangkan tingkat kesempatan tidak memiliki hubungan dengan tingkat
partisipasi. Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa aspek psikologis
lebih menentukan tingkat partisipasinya dalam program pengelolaan
94
sampah. Sikap yang positif dan motivasi yang kuat akan menimbulkan
keinginan warga untuk berpartisipasi, begitu pula dengan tingkat
pengetahuan mempunyai pengaruh terhadap keterlibatan warga dalam
program pengolahan sampah. Tingkat kesempatan tidak memiliki
hubungan dengan tingkat partisipasi, hal tersebut dikarenakan sebagian
besar warga terlibat dalam pelaksanaan program dan menikmati hasil,
namun dalam perencanaan program hanya perwakilan dari warga saja
yang dilibatkan, namun hal tersebut tidak menjadi keberatan bagi warga,
mereka sudah merasa terwakili dengan beberapa perwakilan warga dalam
proses perencanaan. Sementara dalam proses evaluasi, warga RW 4 tidak
dilibatkan dalam proses evaluasi formal bersama perusahaan. Evaluasi
hanya pernah dilakukan antara pengurus RT/RW dan warga pada rapat
tertentu.
3. Keberhasilan program pengelolaan sampah tinggi, artinya tujuan dari
program berhasil dilaksanakan. Program pengelolaan sampah telah
memberikan manfaat dan juga manfaat lingkungan bagi warga RW 4 Desa
Gunung Sari pada khususnya.
4. Tingkat partisipasi memiliki hubungan dengan keberhasilan program.
Semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat dalam program pengelolaan
sampah maka semakin menentukan keberhasilan program pengelolaan
sampah. Manfaat yang paling dirasakan warga adalah bertambahnya
pengetahuan dalam pengelolaan sampah, sebagai ajang bersosialisasi,
menjadikan lingkungan bersih dan indah.
10.2. Saran
Saran yang dihasilkan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk lebih meningkatkan partisipasi warga, diperlukan suatu strategi
demi meningkatkan faktor-faktor pendorong partisipasi seperti tingkat
kemauan dan tingkat kemampuan. Hal tersebut karena yang memiliki
hubungan dengan tingkat partisipasi hanya faktor kemauan dan faktor
kemampuan. Diperlukan suatu strategi pemberdayaan untuk meningkatkan
kesadaran warga akan lingkungan,dan sosialisasi mengenai manfaat
95
dilaksanakannya program, dengan demikian tingkat kemauan warga akan
meningkat. Diperlukan juga upaya untuk meningkatan pengetahuan dan
melatih keterampilan warga dalam pengelolaan sampah, dengan demikian
tingkat kemampuan warga meningkat.
2. Diperlukan kesaling-pengertian antara pihak yang terlibat dalam program
guna tercipta sinergitas antara pihak yang terlibat dan juga dalam program,
sehingga tidak ada saling menyalahkan dan saling melemparkan kewajiban
antar pihak yang terlibat dalam program.
3. Diperlukan peningkatan tanggung jawab dari masing-masing pihak yang
terlibat.
4. Perlu dilakukan evaluasi rutin bersama dengan semua pihak, yaitu
perusahaan, pengelola UPK, dan juga warga RW 4 Desa Gunung Sari. Hal
tersebut dilakukan agar setiap pihak mampu menilai kekurangan dan
kelebihannya masing-masing, mengungkapkan apa yang diketahuinya,
manfaat, dan juga hambatan yang dirasa demi keberlanjutan dan
peningkatan program pengelolaan sampah.
96
DAFTAR PUSTAKA
Ambadar J. 2008. CSR Dalam Praktik Di Indonesia, Wujud Kepedulian Dunia
Usaha. Jakarta [ID] : PT Elex Media Komputindo.
Astuti YP. 2011. Partisipasi Peserta dalam Program Pengelolaan Sampah Organik
di Komunitas Kumuh Perkotaan Bantaran Sungai Ciliwung [Skripsi]. Bogor [ID].
Institut Pertanian Bogor.
Baron RA, Byrne D. 2003. Psikologi Sosial. Jakarta[ID] : Penerbit Erlangga.
Budimanta A, Prasetijo A, Rudito B. 2004. Corporate Social Responsibility:
Jawaban Bagi Model Pembangunan Indonesia Masa Kini. Jakarta[ID] : ICSD.
Ife J, Tesoriero F. 2006. Community Development: Alternatif Pengembangan
Masyarakat di Era Globalisasi. Yogyakarta[ID] : Pustaka Pelajar.
Komaruddin. 2000. Efektivitas [Internet]. [dikutip 3 Maret 2011]. Dapat diunduh
dari:http://dspace.widyatama.ac.id/xmlui/bitstream/handle/10364/1061/bab2d.pdf
?sequence=7
Manoppo CN. 2009. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Partisipasi Wanita
Tani dalam Usaha Tani Kakao [Tesis]. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor.
Mulyadi D. 2007. Tanggung Jawab Sosial (Corporate Social Responsibility)
dalam Usaha Pengembangan Masyarakat: Studi Kasus PT. Telekomunikasi
Indonesia Tbk. Jalan Raya Gatot Subroto Kav. 52 Jakarta [Skripsi]. Bogor [ID]:
Institut Pertanian Bogor.
Nasdian FT. 2006. Modul Kuliah Pengembangan Masyarakat . Bogor [ID] :
Institut Pertanian Bogor.
Pusparini S. 2010. Persepsi dan Partisipasi Peladang Berpindah dalam Kegiatan
Pengembangan Tanaman Kehidupan Model HTI Terpadu di Kalimantan Barat
[Tesis]. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor.
Rahman R. Corporate Social Responsibility: Antara Teori dan Kenyataan.
Yogyakarta [ID] : Medpress.
Ramadyanti M. 2009. Tingkat Partisipasi Masyarakat Dalam Program Corporate
Social Responsibility (CSR) PT. Unilever Indonesia (Kasus: Program Jakarta
Green and Clean (JGC) 2007) [skripsi]. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor.
Saidi Z, Abidin H. 2004. Menjadi Bangsa Pemurah. Jakarta[ID] : Piramedia.
97
Siagian PS. 2001. Pengertian tentang Efektivitas[Internet]. [dikutip 3 Maret 2011].
Dapat diunduh dari: http://othenk.blogspot.com/2008/11/pengertian-tentang-
efektivitas.html
Singarimbun, Effendi S. 1989. Metode Penelitian Survai. Jakarta[ID] : LP3ES.
Slamet M. 2003. Membentuk Pola Perilaku Manusia Pembangunan. Bogor[ID] :
IPB Press.
Suharto E. 2005. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Jakarta[ID] :
PT. Refika Aditama
Sukada S, dkk. 2007. Membumikan Bisnis Berkelanjutan, Memahami Konsep dan
Praktik Tanggung Jawab Sosial Perusahaan. Jakarta[ID]: Indonesia Business
Links.
Wahyuni ES. 2010. Pedoman Teknik Penulisan Studi Pustaka. Bogor [ID]: Mayor
Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, FEMA, IPB.
Wibisono Y. 2007. Membedah Konsep dan Aplikasi CSR. Gresik [ID]: Fascho
Publishing.
Wicaksono MA. 2010. Analisis Tingkat Partisipasi Warga dalam tanggung Jawab
Sosial Perusahaan. [Skripsi]. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor.
98
LAMPIRAN
99
Lampiran 1. Lokasi Penelitian
Lokasi Penelitian
100
Lampiran 2. Struktur Organisasi UPK
Lampiran 3. Dokumentasi Program
Tong sampah organik dan non-organik
Sampah plastik untuk dibuat kerajinan
PEMBINA
PELINDUNG
PEMILAH OPERATOR
ADMINISTRASI
MANAGER
OPERASIONA
L
PENGEPAKAN KEAMANAN DRIVER
101
Bank sampah
Hasil kerajinan produk daur ulang
102
Lampiran 4. Hasil Uji Korelasi Rank Spearman Correlations
sikap partisipasi
Spearman's rho sikap Correlation Coefficient 1.000 .504
Sig. (1-tailed) . .000
N 50 50
partisipasi Correlation Coefficient .504** 1.000
Sig. (1-tailed) .000 .
N 50 50
Correlations
motivasi partisipasi
Spearman's rho motivasi Correlation Coefficient 1.000 .429
Sig. (1-tailed) . .001
N 50 50
partisipasi Correlation Coefficient .429** 1.000
Sig. (1-tailed) .001 .
N 50 50
Correlations
pengetahuan partisipasi
Spearman's rho pengetahuan Correlation Coefficient 1.000 .544
Sig. (1-tailed) . .000
N 50 50
partisipasi Correlation Coefficient .544** 1.000
Sig. (1-tailed) .000 .
N 50 50
Correlations
keterampilan partisipasi
Spearman's rho keterampilan Correlation Coefficient 1.000 .035
Sig. (1-tailed) . .404
N 50 50
partisipasi Correlation Coefficient .035 1.000
Sig. (1-tailed) .404 .
N 50 50
103
Correlations
pengalaman partisipasi
Spearman's rho pengalaman Correlation Coefficient 1.000 .035
Sig. (1-tailed) . .404
N 50 50
partisipasi Correlation Coefficient .035 1.000
Sig. (1-tailed) .404 .
N 50 50
Correlations
manprogram partisipasi
Spearman's rho manprogram Correlation Coefficient 1.000 .055
Sig. (1-tailed) . .353
N 50 50
partisipasi Correlation Coefficient .055 1.000
Sig. (1-tailed) .353 .
N 50 50
Correlations
kemauan partisipasi
Spearman's rho kemauan Correlation Coefficient 1.000 .563
Sig. (1-tailed) . .000
N 50 50
partisipasi Correlation Coefficient .563** 1.000
Sig. (1-tailed) .000 .
N 50 50
Correlations
kemampuan partisipasi
Spearman's rho kemampuan Correlation Coefficient 1.000 .236
Sig. (1-tailed) . .049
N 50 50
partisipasi Correlation Coefficient .236* 1.000
Sig. (1-tailed) .049 .
N 50 50
104
Correlations
pengalaman partisipasi
Spearman's rho pengalaman Correlation Coefficient 1.000 .035
Sig. (1-tailed) . .404
N 50 50
partisipasi Correlation Coefficient .035 1.000
Sig. (1-tailed) .404 .
Correlations
kesempatan partisipasi
Spearman's rho kesempatan Correlation Coefficient 1.000 .055
Sig. (1-tailed) . .353
N 50 50
partisipasi Correlation Coefficient .055 1.000
Sig. (1-tailed) .353 .
N 50 50
Correlations
partisipasi keberhasilan
Spearman's rho partisipasi Correlation Coefficient 1.000 .359
Sig. (1-tailed) . .005
N 50 50
keberhasilan Correlation Coefficient .359** 1.000
Sig. (1-tailed) .005 .
N 50 50
Top Related