BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Manusia adalah mahluk pemakan segala (omnivora) mulai dari tumbuhan,
buah-buahan, daging bahkan tulang dari hewan tertentu bisa dimakan.
Manusia sering mengkonsumsi berbagai makanan dengan tanpa memikirkan
efek sampingnya. Apalagi untuk hal mengkonsumsi produk hewani seperti
daging. Manusia belum menyadari bahwa kehidupan hewanpun kini memiliki
ancaman-ancaman berupa penyakit yang disebabkan oleh parasit yang akan
membuat hewan sakit bahkan mati. Parasit adalah organisme yang selama atau
sebagian hayatnya hidup pada atau didalam tubuh organisme lain, dimana
parasit tersebut mendapat makanan tanpa ada konpensasi apapun untuk
hidupnya. Tidak hanya kematian pada hewan, penyakit yang diderita hewan
yang disebabkan oleh parasit juga dapat menular kepada manusia, keadaan ini
disebut zoonosis, zoonosis adalah penyakit yang dapat berpindah dari hewan
kepada manusia dan sangat berbahaya.
Sama halnya dengan bunostomiasis yang merupakan cacing kait yang
umumnya menyerang ternak ruminansia terutama pada domba dan sapi. Pada
sapi dikenal dengan Bunostomiasis phlebotomum sedangkan pada domba
dikenal dengan Bunostomiais trigonocehalum. Cacing ini merupakan parasit
yang dapat menyebabkan penyakit yang cukup serius baik pada hewan yang
diserang maupun pada manusia (zoonosis). Karena penularan cacing
bunostomiasis sendiri sangat mudah yaitu melalui kulit dan makanan yang
terinfeksi larva infektif. Hal ini lah yang akan dibahas oleh penulis dalam
paper yaitu mengenai bunostomiasis yang merupakan penyakit yang
disebabkan oleh salah satu dari klasifikasi parasit yaitu kelas nematoda.
1
1.2. Rumusan Masalah
a. Apa itu bunostomiasis?
b. Apa saja klasifikasi dari bunostomiasis?
c. Bagaiman siklus hidup dan cara penularan parasit penyebab penyakit
bunostomiasis?
d. Apa gejala patologi dan gejala klinis yang timbul pada hospes?
e. Bagaimana cara pengobatan dan pencegahan penyakit bunostomiasis?
2
BAB II
TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN
Tujuan Tulisan
Adapun tujuan tulisan paper ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui penyakit bunostomiais.
2. Untuk mengetahui gejala, penyebab, dan pencegahan penyakit
bunostomiasis.
Manfaat Tulisan
Adapun manfaat tulisan paper ini sebagai berikut:
1. Dapat dijadikan sumber informasi seputar bunostomiasis.
2. Dapat dimanfaatkan sebagai materi tambahan oleh mahasiswa kedoteran
hewan.
3. Dapat memberikan pengetahuan tentang kebaikan mengkonsumsi produk
hewani dan lokasi yang tepat dalam memelihara hewan.
4. Dapat mengetahui seputar parasit yang dapat menyebabkan penyakit
zoonosis.
3
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 PENGERTIAAN DAN MORFOLOGI
Cacing genus bunostomum adalah cacing yang menyerang ternak ruminansia
terutama pada sapi dan domba. Cacing ini merupakan family Ancylostomidae
yang berpredileksi pada usus halus. Jenis bunostomum di sapi yaitu B.
Phelebotomum dan B. Radiatum, pada domba yaitu B.Trigonocephalum.
Bunostomum spp. adalah endoparasites usus kecil ruminansia besar dan kecil,
berwarna ke abu-abuan panjang 1-3 cm, dibandingkan dengan nematoda lainnya
bunostomum lebih gemuk. Mereka di temukan di proksimal beberapa meter dari
usus kecil. Telur dari bunostomum memiliki 4-8 blastomer.
Yang terinfeksi yakni hewan muda berumur 5-8 bulan.dengan jemlah 2000-3000
bunostomum pada usus hewan muda ini akan menyebabkan kematian.
Bunostomum Phelebotomum
Bunostomum phelebotomum terdapat pada usus halus sapi, zebra, dan domba.
Cacing jantan panjang 10-18 mm, cacing betina panjang 24-28mm.
Spesies : B. Phlebotomum
Habitat : usus halus (duodenum) sapi, zebra, domba
Genus : Gaigeria
Spesies : G. pachyscelis
Habitat dan hospes : duodenum kambing dan domba
Morologi :
Mirip dengan Bunostomum sp, tetapi tidak mempunyai gigi dorsal\
Anterolateral rays pendek dan tumpul terpisah sama sekali dengan lateral rays
Siklus Hidup
4
Penularan terjadi hanya melalui kulit, selanjutnya larva mencapai paru-paru, larva
stadium 4 mempunyai bukal kapsul dengan dorsal cone dan sepasang lanset
subventral selanjutnya migrasi ke bronki, trakea, faring lalu ditelan mencapai
intestin dan berkembang menjadi cacing dewasa.
Gambar1
Bunostomum Phelebotomum
5
Gambar 2
Telur cacing Bunostomum Phelebotomum
Bunostomum Trigonocephalum
Bunostomum Trigonocephalum merupakan cacing yang ada di usus halus domba,
kambing , sapi. Ujung anterior tubuh bengkok kearah dorsal, buccal capsul relatif
besar + pd tepi ventral sps chitine plate (sps lempengan chitine), + sps lancet kecil
(sub ventral). Ukuran cacing jantan 12-17 mm dan cacing betina 10-26 mm.
Ukuran telur: 79-97 x 47-50 µm.
Genus : Bunostomum=Monodontus
Spesies : B.trigonocephalum
Habitat : usus halus (ileum dan jejunum)
Induk semang : domba, kambing, sapi
Morfologi :
6
Bukal kapsul elatif besar dan dilengkapi pada tepi vetral sepasang chitine plate
(sepasang lempengan chitin) didekatnya terdapat sepasang lanset kecil (sub
vental)
Dorsal gutter membawa kelenjar oesophageal dan berakhir pada dorsal cone
yang besar yang mengarah pada buccal cavity
Pada buccal capsule tidak terdapat gigi dorsal
Jari-jari (rays) eksterno dorsal kanan muncul lebih tinggi pada tangkai jari
dorsal yang terbagi dalam 2 cabang dan lebih panjang daripada jari-jari
eksterno dorsal kiri
Spikula gemuk
Siklus Hidup
Infeksi pada hospes terjadi secara per oral atau melalui penetrasi kulit. Dengan
kedua cara tersebut larva mengadakan lung migration.
Didalam jaringan paru-paru terjadi moulting menjadi stadium 3.
Larva stadium 4 mempuntai bukal kapsul mencapai intestin dan tumbuh
menjadi cacing dewasa.
Gambar 3
Bunostomum Trigonocephalum
7
Gambar 4
Telur Bunostomum Trigonocephalum
3.2 SIKLUS HIDUP
Adapun siklus hidup dari bunostomum sp 24-26 jam untuk menetas, 5-16 hari
untuk berkembang menjadi larva infektif L3. Cuaca panas dapat menghambat
kelangsungan hidup di rumput sehingga bisa membutuhkan 6-7 minggu larva
untuk menetas. Dan larva juga tidak bisa bertahan di cuaca dingin termasuk di
negara-negara beriklim sedang atau ekstrim.rute percutaneous infeksi bisa secara
lisan dimana larva bermigrasi ke paru-paru dan trakea dan akan mencapai usus
setelah hewan mengalami batuk dan menelan.adapun priode pra-paten yakni 7-9
minggu dan umur maksimal dari cacing 1-2 tahun di dalam tubuh.Larva infektif
L3 dapat menembus kulit dan mengikuti peredaran darah sehingga tiba di usus
halus. Dan ada juga penularan melalui makanan atau minuman.
8
3.3 PATOGENESA
Cacing dewasa dari Bonustomum sp. akan aktif menghisap darah sehingga
induk semang banyak kehilangan darah, sehingga akan tampak gejala anemi.
Gejala sakit akan nampak bila jumlah cacing yang menginfeksi berkisar 100 ekor
cacing dan kematian terjadi pada hewan yang muda bila jumlah cacing yang
menginfeksi berkisar 200 ekor. Iritasi pada usus halus akan menimbulkan
keradangan pada usus halus, sehingga gejala yang nampak berupa diare. Akibat
cacing yang menghisap darah, induk semang banyak kehilangan darah, maka
terjadi hypopreteinemia. Larva yang penetrasinya melalui kulit akan terjadi iritasi
pada kulit.
Siklus hidupnya bersifat langsung, infeksi yang terjadi pada hospes melalui
mulut dan kulit oleh larva infektif. Setelah menembus kulit melalui peredaran
darah sampai pulmo sebagai larva stadium III dan selanjutnya sebagai larva
stadium IV mencapai intestinum. Telur pertama dibebaskan oleh cacing pada hari
ke 30-56 setelah infeksi (Griffiths, 1978). Penetrasi larva pada kulit
mengakibatkan adanya iritasi dan adanya infeksi sekunder dari bakteri.
3.4 GEJALA KLINIS
Gejala yang timbul tergantung dari tingkat infeksi, bila terjadi infeksi berat
maka timbul gejala yang nampak berupa diare, anemi, kekurusan, kelemehan
berat badan menurun. Gejala klinis yang muncul karena adanya penetrasi larva di
kulit menyebabkan iritasi dan gatal-gatal, diare, anoreksia dan anemia. Feses
berwarna hitam melena dan lunak karena penghisapan darah segar oleh cacing.
Oedema submandibula teramati jika kasusnya kronik, terlihat kurus, kulit kasar,
bulu kusam, nafsu makan turun dan tubuh lemah (Griffiths, 1978).
Tinja lunak denganwarna coklat tua. Perlu diketahui bahwa cacing Bunostomum
sp menempel kuat padadinding usus. Cacing memakan jaringan tubuh dan darah,
sehingga walaupun jumlah cacing hanya sedikit, namun ternak cepat
menunjukkan gejala klinis yang nyata.
9
3.5 DIAGNOSA
Diagnosa didasarkan pada identifikasi telur dan larva yang dibiakkan dari
feses. Perubahan patologi yang nampak usus mengalami hemoraghi. Adanya
cacing yang menempel pada dinding usus (Radostits, 2001).
3.6 PENGOBATAN DAN PENCEGAHAN
Pengobatan dapat dengan pemberian fenbendazole, albendazole,
oxfendazole, benzimidazole, levamizole, avermectin, dan morantel efektif untuk
Bunostomum spp. dewasa. Nitroxynil dan Ratoxanidae berfungsi mengikat protein
darah dan makanan tambahan yang mengandung vitamin dan mineral (Radostits,
2001). Pencegahan dapat dilakukan dengan membatasi lingkungan bebas larva
dan kandang harus selalu dibersihkan secara periodik dan teratur.
10
BAB IV
PEMBAHASAN
PREDILEKSI
Bunostomum phelebotomum terdapat pada usus halus sapi, zebra, dan domba.
Bunostomum Trigonocephalum merupakan cacing yang ada di usus halus domba,
kambing , sapi. Bunostomum sp secara garis besar menginfeksi sapi dan domba
dan sedikit di hewan lainnya. Berwarna ke abu-abuan panjang 1-3 cm,
dibandingkan dengan nematoda lainnya bunostomum lebih gemuk. Mereka di
temukan di proksimal beberapa meter dari usus kecil. Telur dari bunostomum
memiliki 4-8 blastomer.
DAUR HIDUP
- Melalui kulit hewan dapat terinfeksi apabila larva infektif (L3) menembus kulit
dan larva akan melalui peredaran darah dan sampai pada usus halus.
- Melalui makanan atau minuman yang tercemar larva infektif.
DIAGNOSA
Cacing dewasa dari Bonustomum sp. akan aktif menghisap darah sehingga
induk semang banyak kehilangan darah, sehingga akan tampak gejala anemi.
Gejala sakit akan nampak bila jumlah cacing yang menginfeksi berkisar 100 ekor
cacing dan kematian terjadi pada hewan yang muda bila jumlah cacing yang
menginfeksi berkisar 200 ekor. Akibat cacing yang menghisap darah, induk
semang banyak kehilangan darah, maka terjadi hypopreteinemia. Larva yang
penetrasinya melalui kulit akan terjadi iritasi pada kulit.
11
PENGOBATAN DAN PENCEGAHAN
Pengobatan
Pengobatan dapat dengan pemberian fenbendazole, albendazole,
oxfendazole, benzimidazole, levamizole, avermectin, dan morantel efektif untuk
Bunostomum spp. dewasa. Nitroxynil dan Ratoxanidae berfungsi mengikat protein
darah dan makanan tambahan yang mengandung vitamin dan mineral
Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan membatasi lingkungan bebas larva dan
kandang harus selalu dibersihkan secara periodik dan teratur.
12
BAB V
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari paper dapat disimpulkan bahwa cacing Bunostomum sp terdapat pada
usus halus sapi, zebra, dan domba. Bunostomum Trigonocephalum merupakan
cacing yang ada di usus halus domba, kambing , sapi. Bunostomum sp secara
garis besar menginfeksi sapi dan domba dan sedikit di hewan lainnya. Berwarna
ke abu-abuan panjang 1-3 cm, dibandingkan dengan nematoda lainnya
bunostomum lebih gemuk.
Adapun siklus hidup dari bunostomum sp 24-26 jam untuk menetas, 5-16
hari untuk berkembang menjadi larva infektif L3. Cuaca panas dapat menghambat
kelangsungan hidup di rumput sehingga bisa membutuhkan 6-7 minggu larva
untuk menetas. Dan larva juga tidak bisa bertahan di cuaca dingin termasuk di
negara-negara beriklim sedang atau ekstrim
Cacing dewasa dari Bonustomum sp. akan aktif menghisap darah sehingga
induk semang banyak kehilangan darah, sehingga akan tampak gejala anemi.
Akibat cacing yang menghisap darah, induk semang banyak kehilangan darah,
maka terjadi hypopreteinemia. Larva yang penetrasinya melalui kulit akan terjadi
iritasi pada kulit.
Pengobatan dapat dengan pemberian fenbendazole, albendazole,
oxfendazole, benzimidazole, levamizole, avermectin, dan morantel efektif untuk
Bunostomum spp. dewasa. Nitroxynil dan Ratoxanidae berfungsi mengikat protein
darah dan makanan tambahan yang mengandung vitamin dan mineral
Pencegahan dapat dilakukan dengan membatasi lingkungan bebas larva dan
kandang harus selalu dibersihkan secara periodik dan teratur.
13
SARAN
Cacing binostomum sp yakni hanya sebagian dari cacing yang menginfeksi
ruminansia yang perlu di perhatikan yaitu fase infektif dimana L3 dapat
menembus kulit dari hewan bahkan manusia yang bisa menyebabkan iritasi kulit.
Oleh karena itu, diperlukan pengawasan lingkungan sekitar yang sehat, sehingga
dapat terbebas dari infeksi cacing ini, mengingat cukup tingginya infeksi yang
disebabkan oleh cacing ini
14
DAFTAR PUSTAKA
Purwanta; Nuraeni; Hutauruk, Josephina D; Setiawaty, Sri . 2009.
IDENTIFIKASI CACING SALURAN PENCERNAAN (Gastrointestinal)
PADA SAPI BALI MELALUI PEMERIKSAAN TINJA DI KABUPATEN
GOWA. Jurnal Agrisistem. Vol. 5 No. 1
Van Wyk,Jan A; Mayhew Estelle. 2013. Morphological identification of
parasitic nematode infective larvae of small ruminants andcattle: A
practical lab guide. http://www.ojvr.org/doi:10.4102/ojvr.v80i1.539
diakses tanggal 7 November 2014
Harlia E; Astuti Y; Suryanto D. 2009. Pengaruh Fermentasi Anaerob Berbagai
Kotoran Ternak Terhadap Jumlah Telur Dan Larva Cacing Infektif Dalam
Lumpur Hasil Sampingan Pembuatan Gasbio. Hemera Zoa/Majalah Ilmu
kehewanan Indonesia/indonesian Journal Of Veterinary Science &
Medicene.Volume 1 Nomor 1
Astiti Luh Gde Sri; Panjaitan Tanda; Wirajaswadi L. 2011. UJI EFEKTIVITAS
PREPARAT ANTHELMINTIK
PADA SAPI BALI.OI LOMBOK TENGAH. DALAI BESAR PENGKAJIAN
DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIANBADAN
PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN
PERTANIAN. Volume 14 Nomor 2
15
LAMPIRAN
16