Penagihan Pajak
Penagihan pajak dapat dikelompokkan menjadi dua , yaitu penagihan aktif dan penagihan
pasif. Penagihan pasif dilakukan melalui Surat Tagihan Pajak atau Surat Ketetapan Pajak.
Penagihan pajak aktif atau penagihan pajak dengan Surat Paksa dilakukan diatur dalam Undang-
Undang No.19 tahun 1997 sebagaimana yang telah di ubah dengan Undang-Undang No.19 tahun
2000.
Penagihan pajak adalah serangkaian tidakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak
dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan
seketika dan sekaligus, memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan
penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang-barang yang telah disita.
Penagihan Pajak Pasif
Penagihan pajak pasif dilakukan dengan menggunakan Surat Tagihan Pajak (STP), Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
(SKPKBT), Surat Keputusan Pembetulan yang menyebabkan pajak terutang menjadi lebih besar,
Surat Keputusan Keberatan yang menyebabkan pajak terutang menjadi lebih besar, Surat
Keputusan Banding yang menyebabkan pajak terutang menjadi lebih besar. Jika dalam jangka
waktu 30 (tiga puluh) hari tidak dilunasi, maka 7 (tujuh) hari setelah jatuh tempo akan diikuti
dengan penagihan pajak secara aktif yang dimulai dengan menerbitkan surat teguran.
Penagihan Pajak Aktif
Penagihan pajak aktif merupakan kelanjutan dari penagihan pajak aktif, dimana dalam
upaya penagihan ini Fiskus berperan aktif dalam arti tidak hanya mengirim surat tagihan atau
surat ketetapan pajak, tetapi akan diikuti dengan tindakan sita dan dilanjutkan dengan
pelaksanaan lelang.
Tahapan Penagihan Pajak
1. Surat Teguran
Apabila utang pajak yang tercantum dalam Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, tidak dilunasi sampai melewati tujuh
hari dari batas waktu jatuh tempo (satu bulan sejak tanggal diterbitkannya).
2. Surat Paksa
Apabila utang pajak tidak melunasi setelah 21 (dua puluh satu) hari dan tanggal surat teguran,
maka akan diterbitkan Surat Paksa yang disampaikan oleh Juru Sita Pajak Negara dengan
dibebani biaya penagihan paksa sebesar Rp 50.000,00 (lima puluh ribu rupiah, utang pajak harus
dilunasi dalam waktu 2 x 24 jam.
3. Surat Sita
Apabila utang pajak tidak juga dilunasi dalam waktu 2 x 24 jam dapat dilakukan tindakan
penyitaan atas barang-barang WP, dengan dibebani biaya pelaksanaan sita sebesar Rp
100.000,00 (Seratus ribu rupiah).
4. Lelang
Dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah tindakan peyitaan, utang pajak belum dilunasi maka
akan dilanjutkan dengan tindakan pelelangan melalui Kantor Lelang Negara. Dalam hal biaya
penagihan paksa dan biaya pelaksanaan sita belum dibayar maka akan dibebankan bersama-sama
dengan biaya iklan untuk mengumumkan lelang dalam surat kabar dan biaya lelang pada saat
pelelangan.
Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
Pengertian Umum
1. Penanggung Pajak adalah Orang Pribadi atau Badan yang bertanggung jawab atas pembayaran
pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak atau memenuhi kewajiban Wajib Pajak menurut
peraturan perundang-undangan perpajakan.
2. Pejabat adalah pejabat yang berwenang mengangkat memberhentikan Juru Sita Pajak,
menerbitkan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus, Surat paksa, Surat Perintah
Melaksanakan Penyitaan, Surat Pencabutan Sita, Pengumuman Lelang, Surat Perintah Penentuan
Harga Limit, Pembatalan Lelang, Surat Perintah Penyanderaan, dan surat lain yang diperlukan
untuk penagihan pajak sehubungan dengan Penanggung Pajak tidak melunasi sebagian atau
seluruh utang pajak menurut undang-undang dan peraturan daerah.
3. Juru Sita Pajak adalah pelaksanaan tindakan penagihan pajak yang meliputi penagihan seketika
dan sekaligus, pemberitahuan Surat Paksa, penyitaan dan penyanderaan.
4. Penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan
Biaya Penagihan Pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan
seketika dan sekaligus, memberitahuan Surat Paksa, mengusulkan pecegahan, melaksanakan
peyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita.
5. Utang Pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa
bunga, denda atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya
berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan.
6. Biaya Penagihan Pajak adalah biaya pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan
Penyitaan , Pengunguman lelang, Pembatalan Lelang, Jasa Penilai, dan biaya lainnya
sehubungan dengan penagihan pajak.
7. Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan Biaya Penagihan Pajak.
8. Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan adalah surat perintah yang diterbitakan oleh Pejabat
untuk melaksanakn penyitaan.
9. Objek Sita adalah barang Penanggung pajak yang dapat dijadikan jaminan utang pajak.
10. Barang adalah tiap benda atau hak yang dapat dijadikan objek sita.
11. Pemblokiran adalah tindakan pengamanan harta kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan
pada bank dengan tujuan agar terhadap harta kekayaan yang dimaksud tidak terdapat perubahan
apapun, selain penambahan jumlah atau nilai.
12. Penyitaan adalah tindakan Juru Sita Pajak untuk menguasai barang Penanggung Pajak, guna
dijadikan jaminan untuk melunasi Utang Pajak menurut peraturan perundang-undangan.
13. Hari adalah hari kalender.
14. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang
melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas,
perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama
dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan,
yayasan, organisasi massa, organisasi sosial, politik atau organisasi yang sejenis, lembaga,
bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya.
15. Pengadilan Negeri adalah Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat tindakan
penagihan pajak dilaksanakan.
16. Surat Teguran, Surat Peringatan, atau surat lain yang sejenis adalah surat yang diterbitkan oleh
pejabat untuk menegur dan memperingatkan kepada Wajib Pajak untuk melunasi utang
pajaknya.
17. Penagihan Seketika dan Sekaligus adalah tindakan penagihan pajak yang dilaksanakan oleh Juru
Sita Pajak kepada Penanggung Pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran, yang
meliputi seluruh seluruh utang pajak dari semua jenis pajak, Masa Pajak dan Tahun Pajak.
18. Lelang adalah setiap penjualan barang dimuka umum dengan cara penawaran harga secara lisan
dan/atau tertulis melalui usaha pengumpulan peminat atau calon pembeli.
19. Kantor Lelang adalah kantor yang berwenang melaksanakan penjualan secara lelang.
20. Risalah Lelang adalah Berita Acara Pelaksanaan Lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang atau
kuasanya dalam bentuk yang ditentukan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan lelang.
Pencegahan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap Penanggung Pajak tertentu untuk
keluar dari wilayah Negara Republik Indonesia berdasarkan alasan tertentu sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan.
21. Penyanderaan adalah pengekangan sementara waktu kebebasab Penannggung Pajak dengan
menempatkannya di tempat tertentu.
22. Gugatan atau Sanggahan adalah upaya hukum terhadap pelaksanaan penagihan pajak atau
kepemilikan barang sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.yang
bersangkutan.
23. Kepala Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota.
24. Pemerintah Daerah adalah pemerintah daerah yang wilayah hukumnya meliputi tempat tindakan
penagihan pajak dilaksanakan.
Pejabat Dan Juru Sita Pajak
Pejabat
Menteri Keuangan mempunyai kewenangan untuk menunjuk Pejabat untuk penagiha pajak
pusat. Sedangkan untuk penagihan pajak daerah yang mempunyai wewenang adalah Kepala
Daerah. Pejabat yang melakukan penagihan pajak memiliki wewenang:
1. Mengangkat dan memberhentikan Juru sita Pajak,
2. Menerbitkan:
a. Surat Teguran, Surat Peringatan, atau surat lain yang sejenis,
b. Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus,
c. Surat Paksa,
d. Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan,
e. Surat Perintah Penyanderaan,
f. Surat Pencabutan Sita,
g. Pengumuman Lelang,
h. Surat Penentuan Harga Limit,
i. Pembatalan Lelang, dan
j. Surat lain yang diperlukan untuk pelaksanaan penagihan pajak.
Juru Sita pajak
Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk diangkat menjadi Juru Sita Pajak adalah:
1. Berijazah serendah-rendahnya SMU atau yang setingkat dengan itu,
2. Berpendapatan serendah-rendahnya Pengatur Muda/Golongan II/a,
3. Berbadan sehat,
4. Lulus pendidikan dan pelatihan Juru Sita Pajak, dan
5. Jujur, bertanggung jawab, dan penuh pengabdian.
(1) Tugas Juru Sita Pajak;
a. Melaksanakan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus,
b. Memberitahukan Surat Paksa,
c. Melaksanakan penyitaan atas barang Penanggung Pajak berdasarkan Surat Perinntah
Melaksanakan Penyitaan, dan
d. Melaksanakan penyanderaan berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan.
(2) Juru Sita Pajak dalam melaksanakan tugasnya harus dilengkapi dengan kartu tanda pengenal
Juru Sita Pajak dan harus diperlihatkan kepada penanggung Pajak.
(3) Dalam melaksanakan penyitaan, Juru Sita Pajak berwenang memasuki dan memeriksa semua
ruangan termasuk membuka lemari, laci, dan temmpat lain untuk menemukan objek sita di
tempat usaha, di tempat kedudukan, atau di tempat tinggal Penanggung Pajak, atau di tempat lain
yang dapat diduga sebagai tempat penyimpanan objek sita.
(4) Dalam melaksanakan tugasnya, Juru Sita Pajak dapat meminta bantuan Kepolisian, Kejaksaan,
Departemen yang membidangi hukum dan perundang-undangan, Pemerintah Daerah setempat,
Badan Pertahanan Nasional, Direktorat Jenderal Pertahanan Laut, Pengadilan Negeri, Bank, atau
pihak lain.
(5) Juru Sita Pajak menjalankan tugas di wilayah kerja Pejabat yang mengangkatnya, kecuali
ditetapkan lain dengan keputusan Menteri atau Keputusan Kepala Daerah.
(6) Juru Sita pajak diberhentikan apabila;
a. Meninggal dunia,
b. Pensiun,
c. Karena alih tugas atau kepentingan dinas lainnya,
d. Ternyata lalai atau tidak cakap dalam menjalankan tugas,
e. Melakukan perbuatan tercela,
f. Melanggar sumpah atau janji Juru Sita Pajak, dan
g. Sakit jasmani atau rohani terus menerus.
Dasar Penagihan Pajak
Pajak Pusat
1. Pajak Pengahasilan (PPh)
2. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn dan PPnBM)
3. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
4. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (PPHTB)
5. Bea Masuk
6. Cukai
Pajak Daerah
Pajak daerah Tingkat I
1. Pajak Kendaraan Bermotor dan kendaraan di atas air
2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan kendaraan di atas air
3. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor dan kendaraan di atas air
4. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan
Pajak Daerah Tingkat II
1. Pajak Hotel
2. Pajak restoran
3. Pajak hiburan
4. Pajak reklame
5. Pajak penerangan jalan
6. Pajak pengambilan bahan galian golongan C
7. Pajak parker
Penagihan Seketika Dan Sekaligus
Juru Sita Pajak melaksanakan penegihan seketika dan sekaligus tanpa menunggu tanggal jatuh
tempo pembayaran berdasarkan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus yang
diterbitkan oleh Pejabat apabila:
1. Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya untuk berniat untuk
itu,
2. Penanggung pajak memindahtangankan barang yang dimiliki atau dikuasai dalam rangka
menghentikan atau mengecilkan kegiatan perusahaan, atau pekerjaan yang dilakukannya di
Indonesia,
3. Terdapat tanda-tanda bahwa Penanggung Pajak akan membubarkan Badan Usahanya atau
menggabungkan usahanya, atau memekarkan usahanya, atau memindahtangankan perusahaan
yang dimiliki atau dikuasainya, atau melakukan perubahan bentuk lainnya,
4. Badan Usaha akan dibubarkan oleh negara, atau
5. Terjadinya penyitaan atas barang Penanggung Pajak oleh pihak ketiga atau terdapat tanda-
tanda kepailitan.
Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus sekurang-kurangnya memuat:
1. Nama Wajib Pajak, atau nama Wajib Pajak dan Penanggung Pajak,
2. Besarnya utang pajak,
3. Perintah untuk membayar, dan
4. Saat pelunasan pajak.
Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus diterbitkan oleh Pejabat:
1. Sebelum tanggal jatuh tempo pembayaran,
2. Tanpa didahului Surat Teguran,
3. Sebelum jangka waktu 21 (dua puluh satu) hari sejak Surat Teguran diterbitkan, atau
4. Sebelum penerbitan Surat Paksa.
Surat Paksa
Surat paksa berkepala kata-kata “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”,
mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan grosse akte yaitu
putusan pengadilan perdata yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Surat Paksa sekurang-kurangnnya harus memuat:
1. Nama Wajib Pajak, atau nama Wajib Pajak dan Penanggung Pajak,
2. Dasar penagihan,
3. Besarnya utang pajak, dan
4. Perintah untuk membayar.
Surat paksa diterbitkan apabila:
1. Penanggung pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya telah diterbitkan Surat Teguran
atau Surat Peringatan, atau surat lain yang sejenis.
2. Terhadap Penanggung Pajak telah dilaksanakan Penagihan Seketika dan Sekaligus, atau
3. Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan
persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.
Pemberitahuan Surat Paksa
Surat Paksa diberitahukan oleh Juru Sita Pajak dengan pernyataan dan penyerahan salinan Surat
Paksa kepada Penanggung Pajak. Pemberitahuan ini dituangkan dalam berita Acara yang
sekurang-kurangnya memuat hari dan tanggal pemberitahuan Surat Paksa, nama Juru Sita Pajak,
nama yang menerima, dan tempat pemberitahuan Surat Pajak.
Surat Paksa Terhadap Orang Pribadi diberitahukan oleh Juru Sita Pajak Kepada:
1. Penanggung Pajak di tempat tinggal,tempat usaha atau di tempat lain yang memungkinkan,
2. Orang Dewasa yang bertempat tinggal bersama atau pun yang bekerja di tempat usaha
Penanggung Pajak, apabila Penanggung Pajak yang bersangkutan tidak dapat di jumpai,
3. Salah seorang ahli waris atau pelaksana wasiat atau yang mengurus harta peninggalannya,
apabila wajib pajak telah meninggal dunia dan harta warisan belum dibagi, atau
4. Para ahli waris,apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta warisan telah dibagi.
Surat Paksa terhadap Badan diberitahukan oleh Juru Sita Pajak kepada:
1. Pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik modal, baik ditempat
kedudukan badan yang bersangkutan, di tempat tinggal mereka maupun di tempat lain yang
memungkinkan, atau
2. Pegawai tetap di tempat kedudukan atau tempat usaha Badan yang bersangkutan apabila Juru
Sita Pajak tidak dapat menjumpai salah seorang sebagaimana dimaksud dala nomor 1.
Dalam hal Wajib Pajak dinyatakan pailit, Surat Paksa diberitahukan kepada Kurator,
Hakim Pengawas atau Balai Harta Peninggalan, dan dalam hal wajib pajak dinyatakan bubar atau
dalam liuidasi, Surat Paksa diberitahukan kepada orang atau badan yang dibebani untuk
melakukan pemberesan atau likuidator. Jika tidak dapat dilaksanakan , Surat Paksa disampaikan
melalui pemerinntah daerah setempat.
Dalam hal Wajib pajak menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk
menjalankan hak dan kewajiban perpajakan, Surat Paksa dapat diberitahukan kepada penerima
kuasa dimaksud. Jika tida dapat dilaksanakan, Surat Paksa disampaikan melalui pemerintah
daerah setempat.
Dalam hal Wajib pajak atau Penanggung Pajak tidak diketahui tempat tinggalnya, tempat
usaha atau tempat kedudukannya, penyampaian Surat Paksa dilakukan dengan cara
menempelkan Surat Paksa pada papan pengumuman kantor pajak yang menerbitkannya,
mengumumkan melalui media massa, atau cara lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri
atau Keputusan kepala Daerah.
1. Dalam hal Surat Paksa harus dilaksanakan diluar wilayah kerja Pejabat, Pejabat dimaksud
meminta bantuan kepada Pejabat yang wilayah kerjanya melalui tempat pelaksanaan Surat
Paksa, kecuali ditetapkan lain dengan keputusan Menteri Keuangan.
2. Pejabat yang diminta bantuan sebagaimana dalam nomor 1 wajib membantu dan
memberitahukan tindakan yang telah dilaksanakanya kepada pejabaat yang meminta bantuan.
3. Dalam hal Penanggung Pajak atau pihak-pihak yang dimaksud dalam pasal 11 dan pasal 12
menolak untuk menerima Surat Paksa, Juru Sita pajak meninggalkan Surat Paksa dimaksud dan
mencatatnya dalam Berita Acara bahwa Penanggung Pajak tidak mau menerima Surat Paksa, dan
dianggap Surat paksa telah diberitahukan.
Dalam hal terjadi keadaan diluar kekuasaan Pejabat atau sebab lain, Surat Paksa
pengganti dapat diterbitkan oleh Pejabat karena jabatan. Surat Paksa Pengganti sebagaimana
dimaksud mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan Surat
Paksa. Penanggung Pajak dapat mengajukan permohonan pembetulan Surat Teguran atau Surat
Peringatan atau surat lain yang sejenis, dan Surat paksa yang dalam penerbitannya terdapat
kesalahan atau kekeliruan.
Pejabat dalm jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari sejak tanggal diterima
permohonan harus memberi keputusan atas permohonan yang diajukan. Apabila dalam jangka
waktu sebagaimana yang dimaksud pejabat tidak memberi keputusan, permohonan Penanggung
Pajak dianggap dikabulkan dan penagihan ditunda untuk sementara waktu. Pejabat karena
jabatan dapat membentulkan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis,
Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus, dan surat Paksa yang dalam penerbitannya
terdapat kesalahan atau kekeliruan. Tindakam pelaksanaan penagihan Pajak dilanjutkan setelah
kesalahan atau kekeliruan dibetulkan oleh Pejabat.
Pengajuan keberatan oleh Wajib Pajak tidak mengakibatkan penundaan pelaksanaan
Surat Paksa. Sedangkan ketentuan penagihan Bea Masuk, Cukai, dan Pajak dalam Rangka Impor
dengan Surat Paksa diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan tersendiri.
Penyitaan
Penyitaan dilakukan berdasarkan Surat perintah melaksanakan penyitaan jika
Penanggung pajak tidak melunasi utang pajak setelah lewat 2 x 24 jam setelah surat pajak
diberitahukan. Dalam melaksanakan penyitaan, Juru Sita pajak harus:
1. Memperlihatkan kartu tanda pengenal Juru Sita Pajak,
2. Memperlihatkan Surat Peerintah Melaksanakan Penyitaan, dan
3. Memberitahukan tentang maksud dan tujuan penyitaan.
Penyitaan dilaksanakan oleh Juru Sita Pajak dengan disaksikan oleh sekurang-
kurangnya dua (dua) orang yang telah dewasa, penduduk Indonesia, dikenal oleh Juru Sita pajak,
dan dapat dipercaya.
Setiap penyitaan Juru Sita membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita, ditandatangani oleh
Juru Sita, Penanggung pajak, dan saksi.
Dalam hal Penanggung pajak adalah Badan, maka Berita Acara pelaksanaan sita
dditandatangani oleh pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggungjawab, pemilik
modal, atau pegawai tetap perusahaan. Penyitaan dapat dilakukan meskipun Penanggung Pajak
tidak hadir, asalkan ada salah satu saksi dari pemerintah daerah Berita Acara Pelaksanaan Sita
ditandatangani oleh Penanggung Pajak dan saksi-saksi. Berita Acara Pelaksanaan Sita tetap sah
jika Penanggung Pajak menolak untuk menandatangani. Salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita
ditempelkan pada barang yang disita atau barang yang disita berada ditempat umum. Atas barang
yang disita ditempal segel sita. Selain itu salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita disampaikan
kepada:
1. Penanggung Pajak,
2. Polisi untuk barang bergerak yang kepemilikannya terdaftar,
3. Badan Pertahanan Nasional, untuk tanah yang kepemilikannya sudah terdaftar,
4. Pemerintah Daerah dan Pengadilan Negeri setempat, untuk tanah yang kepemilikannya belum
terdaftar,
5. Dirjen Perhubungan atau Laut, untuk kapal.
Pengajuan keberatan tidak menunda pelaksanaan sita.
Objek Sita
Penyitaan dilaksanakan terhadap barang milik Penanggung Pajak yang berada ditempat
tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan, atau tempat lain termasuk yang penguasaannya berada
ditangan pihak lain atau yang dijaminkan sebagai pelunasan utang tertentu yang dapat berupa:
1. Barang bergerak termasuk mobil, perhiasan, uang tunai dan deposito berjangka, tabungan,
saldo rekening koran, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu, obligasi, saham
atau surat berharga lainnya, piutang dan pernyataan modal pada perusahaan lain, dan/atau
2. Barang tidak bergerak termasuk tanah, bangunan, dan kapal dengan isi kotor tertentu.
Penyitaan terhadap Penanggung Pajak Badan dapat dilakukan terhadap barang milik
perusahaan, pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik modal,
baik ditempat kedudukan yang bersangkutan, ditempat tinggal mereka, maupun ditempat lain.
Penyitaa dilaksanakan sampai dengan nilai barang yang disita dipekirakan cukup oleh
Juru Sita Pajak untuk melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak.
1. Penyitaan terhadap perhiasan emas, permata dan sejenisnya dilaksanakan sebagai berikut:
a. Membuat rincian tentang jenis, jumlah, dan harga perhiasan yang disita dalam suatu daftar
yang merupakan lampiran Berita Acara Pelaksanaan Sita,
b. Membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita,
2. Penyitaan terhadap uang tunai termasuk mata uang asing dilaksanakan sebagai berikut:
a. Menghitung terlebih dahulu uang yang disita dan membuat rinciannya dalam suatu daftar yang
merupakan Lampiran Berita Acara Pelaksanan Sita,
b. Membuat Berita Acara Pelaksanan Sita,
c. Menyimpan uang tunai yang telah disita dalam tempat penyimpanan yang selanjutnya
ditempel dengan segel sita dan kemudian menitipkannya kepada Penanggung Pajak atau
menitipkannya pada Bank,
3. Penyitaan terhadap kekayaan Penanggung Pajak yang disimpan di bank berupa deposito,
tabungan, saldo rekening koran, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakm dengan itu
dilaksanakan sebagai berikut:
a. Pejabat mengajukan permintaan pemblokiran kepada bank disertai dengan penyampaian
Salinan Surat Paksa dan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan,
b. Bank wajib memblokir seketika setelah menerima permintaan pemblokiran dari pejabat dan
membuat berita acara pemblokiran, serta menyampaikan salainannya kepada Pejabat dan
Penanggung Pajak,
c. Juru Sita Pajak setelah menerima berita acara pemblokiran dari bank memerintahkan
Penanggung Pajak untuk memberi kuasa pada bank agar memberikan saldo kekayaannya yang
tersimpan pada bank tersebut kepada Juru Sita Pajak,
d. Dalam hal Penanggung Pajak tidak memberikan kuasa kepada bank, Pejabat meminta bank
Indonesia melalui Menteri Keuangan untuk memerintahkan bank untuk memberitahukan saldo
kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank yang dimaksud.
e. Setelah saldo kekayaan yang tersimpan pada bank diketahui, Juru Sita Pajak melaksanakan
penyitaan dan membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita, dan menyampaikan salinan Berita Acara
Pelaksanaan Sita kepada Penanggung Pajak dan bank yang bersangkutan,
f. Pejabat mengajukan permintaan pencabutan pemblokiran kepada bank setelah Penanggung
Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak.
g. Pejabat mengajukan permintaan pencabutan pemblokiran terhadap kekayaan Penanggung
Pajak setelah dikurangi dengan jumlah yang disita apabila utang pajak dan biaya penagihan
pajak tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak sekalipun telah dilakukan pemblokiran.
4. Penyitaan terhadap surat berharga berupa obligasi, saham dan sejenisnya yang diperdagangkan
di bursa efek dilaksanakan sebagai berikut:
a. Pemblokiran Rekening Efek pada Kustodian dilakuakan berdasarkan permintaan tertulis dari
Direktur Jenderal Pajak atau Pejabat yang ditunjuknya kepada Ketua Badan Pengawas Pasar
Modal dengan menyebutkan nama Pemegang Rekening atau Nomor Pemegang Rekening
sebagai Penanggung Pajak, sebab dana alasan perlunya pemblokiran tersebut dilakukan,
b. Berdasarkan permintaan Direktorat Jenderal Pajak atau Pejabat yang ditunjuknya sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dapat menyampaikan perintah
tertulis kepada kustodian untuk melakukan pemblokiran terhadap Rekening Efek Penanggung
Pajak,
c. Berdasarkan perintah tertulis dari Ketua Badan Pengawas Pasar Modal, Kustodian melakuakan
pemblokiran,
d. Dalam hal permintaan pemblokiran tersebut disertai dengan permintaan keterangan tentang
Rekening Efek kepada Kustodian, maka permintaan tertulis dari Direktur Jenderal Pajak harus
memuat nama Pejabat yang berwenang mendapat keterangan tersebut,
e. Kustodian yang melakukan pemblokiran dan memberikan keterangan tentang Rekening Efek
Pemegang Rekening membuat Berita Acara Pemblokiran dan Berita Acara Pemberitaan
Keterangan,
f. Berita Acara Pemblokiran dan Berita Acara Pemberitaan Keterangan tersebut disampaikan
kepada Direktur Jenderal Pajak dan salinannya disampaikan kepada Ketua Badan Pengawas
Pasar Modal dan Pemegang Rekening sebagai Penanggung Pajak, selambat-lambatnya 2 (dua)
hari kerja setelah pemblokiran dan pemberian keterangan tersebut dilakukan,
g. Juru Sita Pajak melaksanakan penyitaan atas Efek dan/atau dana dalam Rekening Efek pada
Kustodian setelah menerima Berita Acara Pemblokiran dan Berita Acara Pemberitaan
Keterangan,
h. Juru Sita Pajak yang melakukan penyitaan harus membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita yang
ditandatangani oleh Juru Sita Pajak, Penanggung Pajak, saksi-saksi,
i. Dalam hal Penanggung Pajak tidak hadir, Berita Acara Pelaksanaan Sita ditandatangani oleh
Juru Sita Pajak dan Saksi-saksi,
j. Berita Acara Pelaksanaan Sita disampaikan kepada Penanggung Pajak, dan salinannya
disampaikan kepada Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Kustodian,
k. Pejabat mengajukan permintaan pencabutan pemblokiran terhadap Rekening Efek Penanggung
Pajak kepada Kustodian, setelah Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan Biaya Penagihan
Pajak,
l. Pejabat mengajukan permintaan pencabutan pemblokiran terhadap Rekening Efek
Penanggung Pajak setelah dikurangi dengan jumlah yang disita apabila utang pajak dan Biaya
Penagihan Pajak tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak sekalipun telah dilakukan pemblokiran,
m. Efek yang diperdagagkan di Bursa yang telah disita, di jual di bursa melalui perantara Pedagang
Efek Anggota Bursa atau permintaan Pejabat.
5. Penyitaan terhadap surat berharga berupa obligasi, saham, dan sejenisnya yang tidak
diperdagangkan di bursa efek dilaksanakan sebagai berikut:
a. Melakukan inventarisasi dan membuat rincian tentang jenis, jumlah, dan nilai nominal atau
perkiraan nilai lainnya dari surat berharga yang disita dalam suatu daftar yang merupakan
lampiran Berita Acara pelaksanaan Sita,
b. Membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita, dan
c. Membuat Berita Acara Pengalihan Hak Surat Berharga atas nama dari Penanggung Pajak
kepada Pejabat.
6. Penyitaan terhadap piutang dilaksanakan sebagai berikut:
a. Melakukan inventarisasi dan membuat rincian tentang jenis dan jumlah piutang yang disita
dalam suatu daftar yang merupakan lampiaran Berita Acara Pelaksanaan Sita,
b. Membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita,
c. Membuat Berita Acara Persetujuan Pengalihan Hak Menagih Piutang dari Penanggung Pajak
kepada Pejabat, dan salinannya disampaikan kepada Penanggung Pajak dan Pihak yang
berkewajiban membayar utang.
7. Penyitaan terhadap penyertaan modal pada perusahaan lain yang tidak ada surat sahamnya
dilaksanakan sebagai berikut:
a. Melakukan inventarisasi dan membuat rincian tentang jumlah penyertaan modal pada
perusahaan lain dalam suatu daftar yang merupakan lampiran Berita Acara Pelaksanaan Sita,
b. Membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita,
c. Membuat Akte Persetujuan Pengalihan Hak Penyertaan Modal pada perusahaan lain dari
Penanggung Pajak kepada Pejabat, dan salinannya kepada perusahaan tempat penyertaan modal.
Penyitaan terhadap barang yang telah disita oleh Kejaksaan atau Kepolisian sebagai
barang bukti dalam kasus pidana, baru dapat dilaksanakan setelah barang bukti tersebut
dikembalikan kepada Penanggung pajak.
Barang yang telah disita dititipkan kepada Penangung Pajak kecuali apabila menurut
pertimbangan Juru Sita barang sitaan tersebut perlu disimpan di kantor Pejabat atau di tempat
lain. Dalam hal penyitaan tidak dihadiri oleh Penanggung Pajak, barang yang telah disita
dititipkan kepada aparat Pemerintah Daerah Setempat yang menjadi saksi dalam pelaksanaan
sita. Tempat lain yang dapat digunakan sebagai tempat penitipan barang yang telah disita adalah
Kantor Pegadaian, bank Kantor Pos, atau tempat lain yang telah ditetapkan oleh Menteri
Keuangan.
Pengecualian Objek Sita
Barang Bergerak mili Penanggung Pajak yang dikecualikan dari penyitaan adalah:
1. Pakaian dan tempat tidur beserta perlengkapannyayang digunakan oleh Penanggung Pajak dan
keluarga yang menjadi tanggungannya.
2. Pesediaan makanan dan minuman untuk keperluan satu bulan beserta peralatan memasak yang
berada di rumah,
3. Perlengkapan Penanggung Pajak yang bersifat Dinas yang diperoleh dari negara.
4. Buku-buku yang bertalian dengan jabatan atau pekerjaan Penaggung Pajak dan alat-alat yang
diperlukan untuk pendidikan, kebudayaan, dan keilmuan,
5. Peralatan dalam keadaan jalan yang masih digunakan untuk melaksanakan pekerjaan atau
usaha sehari-hari dengan jumlah seluruhnya tidak lebih dari Rp 20.000.000,00 (dua puluh juta
rupiah), atau
6. Peralatan penyandang cacat yang diguanakan Penanggung Pajak dan keluarga yang menjadi
tanggunganya.
Barang yang telah disita dititipkan kepada Penanggung Pajak, kecuali apabila menurut
Juru Sita Pajak barang dimaksud perlu disimpan di kantor Pejabat atau di tempat lain.
Penyitaan Tambahan
Penyataan tambahan dapat dilaksanakan apabila:
1. Nilai barang yang disita sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) nilainya tidak cukup
untuk melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak, atau
2. Hasil lelang barang yang telah disita tidak cukup untuk melunasi biaya penagihan pajak dan
utang pajak.
Pencabutan Sita
Pencabutan sita dilaksanakan apabila Penanggung Pajak telah melunasi biaya penagihan
pajak dan utang pajak atau berdasarkan putusan pengadilan atau putusan pengadilan pajak atau
ditetapkan lain dengan keputusan Menteri atau Keputusan Kepala Daerah.
Hak Mendahulu
Hak mendahulu untuk tagihan pajak melebihi segala hak mendahulu lainnya, kecuali
terhadap:
1. Biaya perkara yang semata-mata disebabkan oleh suatu hukuman untuk melelang suatu barang
bergerak maupun barang tidak bergerak
2. Biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang dimaksud, dan
3. Biaya perkara yang semata-mata disebabkan oleh pelelangan dan penyelesaian atau warisan.
Terhadap Barang Sitaan Penanggung Pajak Dilarang:
1. Memindahkan hak, memindahtangankan, menyewakan, meminjamkan, menyembunyikan,
menghilangkan, atau merusak barang yang disita,
2. Membebani barang tidak bergerak yang telah disita dengan hak tanggungan untuk pelunasan
utang tertentu,
3. Membebani barang bergerak yang telah disita dengan fidusia atau di agunkan untuk pelunasan
utang tertentu, dan/atau
4. Merusak, mencabut, atau menghilangkan segel sita atau salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita
atau segel sita yang telah ditempel pada barang sitaan.
Lelang
Apabila utang pajak dan/atau biaya penagihan pajak tidak dilunasi setelah dilaksanakan
penyitaan, Pejabat berwenang melaksanakan penjualan secara lelang terhadap barang yang disita
melalui Kantor Lelang. Pengecualian penjualan lelang dilakukan terhadap objek sita berupa
deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro, atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu dan barang sitaan cepat rusak atau busuk.
Prosedur Lelang
1. Penjualan secara lelang terhadap barang yang disita dilaksanakan paling singkat 14 (empat
belas) hari setelah pengumuman lelang melalui media massa.
2. Pengumuman lelang dilaksanakan paling singkat 14 (empat belas) hari setelah penyitaan.
3. Pengumuman lelang untuk barang bergerak dilakukan 1 (satu) kali dan untuk barang tidak
bergerak dilakukan 2 (dua) kali.
4. Pengumuman lelang terhadap barang dengan nilai paling banyak Rp 20.000.000,00 (dua puluh
juta rupiah) tidak harus diumumkan melalui media massa.
5. Pejabat bertindak sebagai penjual atas barang yang disita mengajukan permintaan lelang
kepada Kantor Lelang sebelum lelang dilaksnakan.
6. Pejabat atau yang mewakilinya menghadiri pelaksanaan lelang untuk menentukan dilepas atau
tidaknya barang yang dilelang dan menandatangani asli Risalah Lelang.
7. Pejabat dan Juru Sita Pajak tidak diperbolehkan membeli barang sitaan yang dilelang.
Larangan ini berlaku juga kepada istri, keluarga sedarah, dan semenda dalam keturunan garis
lurus, serta anak angkat.
8. Pejabat dan Juru Sita pajak yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam nomor 7
dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
9. Perubahan besarnya nilai barang yang tidak harus diumumkan melalui media massa.
Pelaksanaan lelang
1. Lelang tetap dapat dilaksanakan walaupun keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak belum
memperoleh keputusan keberatan.
2. Lelang tetap apat dilaksanakan tanpa dihadiri oleh Penanggung Pajak.
3. Lelang tidak dilaksanakan apabila Penanggung Pajak telah melunasi utang pajak dan biaya
penagihan pajak, atau berdasarka keputusan pengadilan, atau putusan badan peradilan pajak, atau
objek lelang musnah.
Hasil Lelang
1. Hasil lelang dipergunakan dahulu untuk biaya penagihan pajak yang belum dibayar dan
sisanya untuk membayar utang pajak.
2. Dalam hal penjualan secara lelang, biaya penagihan pajak ditambah 1% (satu persen) dari
pokok lelang.
3. Dalam hal hasil lelang sudah mencapai jumlah yang cukup untuk melunasi biaya penaguhan
pajak dan utang pajak, pelaksanaan lelang dihentikan walaupun barang yang akan dilelang masih
ada.
4. Sisa barang dan kelebihan uang hasil lelang dikembalikan oleh pejabat kepada Penaggung
Pajak setelah pelaksanaan lelang.
5. Hak Penanggung Pajak atas barang yang telah dilelang berpindah kepada pembeli dan
kepadanya diberikan risalah Lelang yang merupakan bukti otentik sebagai dasar pendaftaran dan
pengalihan hak.
Penanggung Pajak dapat melunasi utang pajak dan biaya yang timbul dalam rangka
penagihan pajak selama barang yang telah disita belum dijual, digunakan, atau dipindahbukukan.
1. Besarnya Biaya Penagihan Pajak adalah Rp 50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) untuk setiap
pemberitahuan Surat Paksa dan Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk setiap pelaksanaan
Surat Perintah Melaksanakan penyitaan.
2. Besarnya tambahan biaya penagihan pajak yang dibayar oleh Penanggung Pajak dalam hal
barang yang telah disita:
a. Secara lelang, adlah 1% (satu persen) dari pokok lelang.
b. Tidak secara lelang, adalah 1% (satu persen) dari hasil penjualan.
3. Biaya Penagihan Pajak dan tambahan Biaya Penagihan Pajak merupakan penerimaan Negara
Bukan Pajak.
4. Tata cara pengelolaan dan penggunaan Biaya Penagihan Pajak dan tambahan Biaya Penagihan
Pajak diatur dengan keputusan Menteri Keuangan.
Pencegahan dan Penyanderaan
Pencegahan
1. Pencegahan hanya dapat dilakukan terhadap Penanggung Pajak yang mempunyai jumlah utang
pajak sekurang-kurangnya Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan diragukan itikad baiknya
dalam melunasi utang pajak.
2. Pencegahan dilakukan berdasarkan keputusan pencegahan yang diterbitkan oleh Menteri atas
permintaan Pejabat atau atasan Pejabat yang bersangkutan.
3. Keputusan pencegahan memuat sekurang-kurangnya:
a. Identitas Penanggung Pajak yang dikenakan pencegahan.
b. Alasan untuk melakukan pencegahan, dan
c. Jangka waktu pencegahan, paling lama 6 (enam) bulan dan dapat diperpanjang paling lama 6
(enam) bulan.
4. Keputusan pencegahan disampaikan kepada Penanggung Pajak yang dikenakan pencegahan,
Menteri Kehakiman, Pejabat yang melakukan pencegahan, atasan pejabat yang bersangkutan,
dan Kepala Daerah Setempat.
5. Pencegahan dapat dilaksanakan terhadap beberapa orang sebagai Penanggung Pajak Wajib
Pajak badan atau ahli waris.
6. Pencegahan terhadap Penanggumg Pajak tidak mengakibatkan hapusnya utang pajak dan
terhentinya pelaksanaan penagihan pajak.
Penyanderaan
1. Penyanderaan hanya dapat dilakukan terhadap Penanggung Pajak yang tidak melunasi utang
pajak setelah lewat jangka waktu 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal Surat Paksa
diberitahukan kepada Penanggung Pajak.
2. Penyanderaan hanya dapat dilakukan terhadap Penanggung Pajak yang mempunyai utang
pajak sekurang-kurangnya sebasar Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan diragukan itikad
baiknya dalam melunasi utang pajak.
3. Penyanderaan hanya dapat dilaksanakan berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan yang
diterbitkan oleh Pejabat setelah mendapat izin tertulis dari Menteri atau Gubernur Kepala Daerah
Tingkat I.
4. Permohonan izin penyanderaan diajukan oleh Pejabat atau atasan Pejabat kepada Menteri
Keuangan untuk penagihan pajak pusat atau kepada Gubernur untuk penagihan pajak daerah.
5. Permohonan izin Penyanderaan memuat sekurang-kurangnya:
a. Identitas Penanggung Pajak yang akan disandera,
b. Jumlah utang pajak yang belum dilunasi,
c. Tindakan penagihan pajak yang telah dilaksanakan, dan
d. Uraian tentang adanya petunjuk bahwa Penanggung Pajak diragukan itikad baik dalam
pelunasan utang pajak.
6. Masa penyanderaan paling lama 6 (enam) bulan dan dapat diperpanjang untuk selama-lamanya
6 (enam) bulan.
7. Surat Perintah Penyanderaan sekurang-kurangnya memuat:
a. Identitas Penanggung Pajak,
b. Alasan penyanderaan,
c. Izin penyanderaan,
d. Lamanya penyanderaan, dan
e. Tempat penyanderaan.
8. Penanggung Pajak yang disandera ditempatkan di tempat tertentu sebagai tempat penyanderaan
dengan syarat-syarat sebagai berikut:
a. Tertutup dan terasing dari masyarakat,
b. Mempunyai fasilitas terbatas, dan
c. Mempunyai system pengamanan dan pengawasan yang memadai.
9. Sebelum tempat penyanderaan dibentuk, Penanggung Pajak yang disandera dititipkan di rumah
tahanan negara dan di pisah dari tahanan lain.
10. Penyanderaan tidak boleh dilaksanakan dalam hal Penanggung Pajak sedang beribadah, atau
sedang mengikuti sidang resmi, atau sedang megikuti pemilihan umum.
11. Juru Sita Pajak harus menyampaikan Surat Penyanderaan langsung kepada Penanggung Pajak
dan salinannya disampaikan kepada kepala tempat penyanderaan.
12. Dalam hal Penanggung Pajak yang akan disandera tidak dapat ditemukan, Juru Sita Pajak
melalui Pejabat atau atasan Pejabat dapat meminta bantuan Kepolisian atau Kejaksaan untuk
menghadirkan Penanggung Pajak yang tidak dapat ditemukan tersebut.
13. Penyanderaan mulai dapat dilaksanakan pada saat Surat Perintah Penyanderaan ditrima oleh
Penanggung Pajak yang bersangkutan.
14. Penyanderaan dilaksanakan oleh Juru Sita Pajak disaksikan 2 (dua) orang penduduk Indonesia
yang dewasa, dikenal oleh Juru Sita Paja dan dapat dipercaya.
15. Dalam melaksanakan penyanderaan Juru Sita Pajak dapat meminta bantuan Kepolisian atau
Kejaksaan.
16. Juru Sita Pajak membuat Berita Acara Penyanderaan pada saat Penanggung Pajak ditempatkan
di tempat penyanderaan, dan Beriata Acara Penyanderaan ditandatangani oleh Juru Sita Pajak,
kepala tempat penyanderaan, dan saksi-saksi.
17. Berita Acara Penyanderaan paling sedikit memuat:
a. Nomor dan tanggal Surat Perintah Penyanderaan,
b. Izin tertulis Menteri Keuangan atau Gubernur,
c. Identitas Juru Sita Pajak,
d. Identitas Penaggung Pajak yang disandera,
e. Tempat penyanderaan,
f. Lamanya penyanderaan, dan
g. Identitas saksi penyanderaan.
18. Salinan Berita Acara Penyanderaan disampaikan kepada kepala tempat penyaderaan,
Penanggung Pajak yang disandera, dan Bupati atau Walikota,
19. Penanggung Pajak yang disandera dilepas:
a. Apabila utang pajak dan biaya penagihan pajak telah dibayar lunas,
b. Apabila jangka waktu yang ditetapkan dalam Surat Perintah Penyanderaan itu telah terpenuhi,
c. Berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, atau
d. Berdasarkan pertimbangan tertentu dari Menteri atau Gubernur Kepala Daerah Propinsi.
Sebelum Penanggung pajak dilepas, Pejabat segera memberitahukan secara tertulis
kepada kepala tempat penyanderaan sebagaimana tercntum dalam Surat Perintah Penyanderaan.
Penyanderaan terhadap Penanggung Pajak tidak mengakibatkan hapusnya utang pajak
dan terhentinya pelaksanaan penagihan pajak.
Gugatan
1. Gugatan Penanggung pajak terhadap pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan
Penyitaan, atau Pengumuman Lelang hanya dapat diajukan kepada Pengadilan Pajak.
2. Dalam hal gugatan Penanggung Pajak dikabulkan, Penanggung Pajak dapat memohon
pemulihan nama baik dan ganti rugi kepada Pejabat.
3. Besarnya ganti rugi paling banyak Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah).
4. Perubahan besarnya ganti rugi ditetapkan dengan Keputusan Menteri atau Keputusan Kepala
daerah.
5. Gugatan Penanggung pajak diajukan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak Surat
Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau pengumuma lelang dilaksanakan.
Sanggahan
1. Sanggahan pihak ketiga terhadap kepemilikan barang yang disita hanya dapat diajukan kepada
Pengadilan Negeri.
2. Pengadilan Negeri yang menerima Surat Sanggahan memberitahukan secara tertulis kepada
Pejabat.
3. Pejabat menangguhkan pelaksanaan penagihan pajak hanya terhadap barang yang disanggah
kepemilikannya sejak menerima pemberitahuan.
4. Sanggahan pihak ketiga terhadap kepemilikan barang yang disita tidak dapat diajukan setelah
lelang dilaksanakan.
Pembetulan atau Penggantian
1. Penanggung Pajak dapat mengajukan permohonan pembetulan atau penggantian kepada
Pejabat terhadap Surat Teguran atau Surat Peringatan atau Surat Lain yang sejenis, Surat
Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus, Surat paksa, Surat Perintah Melaksanakan
Penyitaan, Surat Perintah Penyanderaan, Pengumuman Lelang dan Surat Penentuan Harga Limit
yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan atau kekeliruan.
2. Pejabat dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari sejak tanggal diterima permohonan
harus memberi keputusan atas permohonan yang diajukan.
3. Apabila dalam jangka waktu yang sudah ditetapkan Pejabat tidak memberikan keputusan,
permohonan Penanggung Pajak dianggap dikabulkan dan penagihan ditunda untuk sementara
waktu.
4. Pejabat karena jabatan dapat membetulkan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau Surat lain
yang sejenis, Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus, Surat Paksa, Surat Perintah
Melaksanakan Penyitaan, Surat Perintah Penyanderaan, Pengumuman Lelang, dan Surat
Penentuan Harga Limit yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan atau kekeliruan.
5. Tindakan pelaksanaan penagihan pajak dilanjutkan setelah kesalahan atau kekeliruan
dibetulkan oleh Pejabat.
6. Dalam hal permohonan ditolak, tindakan pelaksanaan penagihan pajak dilanjutkan sesuai
jangka waktu semula.
Lain-lain
1. Apabila setelah pelaksanaan lelang Wajib pajak memperoleh keputusan keberatan atau putusan
banding yang mengakibatkan utang pajak menjadi berkurang atau nihil sehingga menimbulkan
kelebihan pembayaran pajak dalam bentuk uang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan.
2. Penaagihan pajak tidak dilaksanakan apabila telah daluwarsa sebagaimana diatur dalam
undang-undang dan peraturan daerah.
3. Pengajuan keberatan atau permohonan banding tidak menunda kewajiban membayar pajak dan
melaksanakan penagihan pajak.
4. Pengajuan gugatan tidak menunda pelaksanaan penagihan pajak.
Ketentuan pidana
1. Penanggung Pajak yang memindahkan hak, memindahtangankan, menyewakan,
meminjamkan, menyembunyikan, menghilangkan, atau merusak barang yang telah disita
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 4 (empat) tahun,
dan denda paling seedikit Rp 1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah) dan paling banyak
Rp 12.000.000 (dua belas juta rupiah).
2. Apabila pihak-pihak yang diberi tugas untuk mengalihkan atau menjual barang sitaan (sesuai
Undang-Undang PPSP Pasal 25 ayat (3) huruf b,c,d,e) tidak melaksanakan kewajibannya,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) minggu dan paling lama 4 (empat) bulan
2 (dua) minggu dan denda paling sedikit Rp 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) dan paling
banyak Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
3. Setiap orang dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut
undang-undang atau dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan
tindakan dalam melaksanakan ketentuan undang-undang yang dilakukan oleh Juru Sita Pajak,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) minggu dan paling lama 4 (empat) bulan
2 (dua) minggu dan denda paling sedikit Rp 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) dan paling
banyak Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
Daluwarsa Tindakan Penagihan Pajak
Berdasarkan Pasal 22 UU KUP, hak untuk melakukan penagihan Pajak, termasuk bunga, denda,
kenaikan, dan biaya penagihan, daluwarsa setelah lampau watu 5 (lima) tahun terhitung sejak
terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak yang
bersangkutan.
Penagihan Pajak dapat dilakukan setelah melampaui waktu 5 (lima) tahun apabila:
1. Diterbitkan Surat Teguran atau Surat paksa,
2. Daluwarsa dihitung sejak tanggal penyampaian Surat Paksa tersebut.
3. Adanya pengakuan utang dan Wajib Pajak, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Hal ini bisa terjadi apabila:
a. Adanya permohonan angsuran atau penundaan pembayaran uatang pajak sebelum tanggal
jatuh tempo pembayaran. Untuk ini daluwarsa penagihan pajak dihitung sejak tanggal surat
permohonan angsuran atau penundaan pembayaran utang pajak diterima.
b. Adanya permohonan keberatan. Untuk ini daluwarsa penagihan pajak dihitung sejak tanggal
surat permohonan keberatan diterima.
Wajib Pajak melaksanakan pembayaran sebagai utang pajaknya. Untuk itu daluwarsa penagihan
pajak dihitung sejak tanggal pembayaran sebagian utang pajak tersebut.