OBAT-OBAT INOTROPIK VASOAKTIF
I. PENDAHULUAN
Saat terjadi keadaan hipotensi meskipun pemberian cairan telah kita lakukan, agent
vasopressor sering kita gunakan.1 Tujuan penggunaan agent vasopressor adalah untuk
meningkatkan mean arterial pressure (MAP). Indikasi pemberian agent vasopressor adalah
pada keadaan septik syok yang refrakter terhadap resusitasi volume yang adekuat. Indikasi
lainnya meliputi penanganan vasodilatory shock saat cardiopulmonary bypass, anaphylaxis,
vascular surgery (carotid endarterectomy), drug overdoses (tricyclic antidepressant) dan
spinal cord trauma.2 Sedangkan agent inotropik merupakan agent yang memiliki efek
meningkatkan kontraktilitas jantung. Kontraktilitas jantung yang terganggu dapat
menurunkan cardiac output sehingga tidak dapat memberikan perfusi maupun hantaran
oksigen yang cukup ke jaringan.1
Perbedaan farmakologi dari masing-masing agent vasopressor dan inotropik ini
menjadi pertimbangan pemilihan agent ini dalam penggunaan klinis.
II. DOPAMIN
a. Definisi Dan Metabolisme Dopamin
Dopamin adalah sebuah neurotransmitter yang terjadi dalam berbagai macam hewan,
termasuk vertebrata dan invertebrata. Di otak, fungsi phenethylamine ini sebagai
neurotransmitter, mengaktifkan lima jenis reseptor dopamin-D1, D2, D3, D4, dan D5-dan
varian mereka. Dopamin diproduksi di beberapa daerah otak, termasuk nigra substantia dan
daerah tegmental ventral. Dopamin juga neurohormon yang dilepaskan oleh hipotalamus.
Fungsi utamanya sebagai hormon adalah untuk menghambat pelepasan prolaktin dari lobus
anterior hipofisis.3
Pada tahun 1950 Dopamin berhasil diidentifikasikan sebagai neurotransmitter
potensial, banyak penelitian dan penemuan yang berhubungkan dengan neurotransmitter ini.
Salah satunya adalah ditemukannya peranan dopamine pada penyakit Parkinson dan hal ini
mendorong penemuan Levodopa yang merupakan prekussor metabolic dopamine untuk
menyembuhkan penyakit Parkinson. Meskipun jumlah neuron dopamine sedikit kurang dari
per 100.000 neuron di otak namun dopamine meiliki peranan penting pada berbagai system
saraf pusat. Peranan dopamine sangat beragam mulai dari mengatur fungsi-fungsi motorik
sampai meregulasi status emosional maupun pengaturan aksis hypothalamus hipofisis.
1
Dopamine mempunyai peranan penting proses terhadap pembelajaran banyak perilaku.
Berbagai obat utama untuk mengatasi gangguan psikiatri seperti : psikosis, gangguan fungsi
kognitif, gangguan kesadaran (migraine) bekerja melalui berbagai jalur dopamine ini.
Beberapa kondisi penyakit seperti : Parkinson, gangguan perilaku hiperaktif, skizofreni dan
adiksi obat, semuanya mempunyai mekanisme dasar proses neuronal yang sama, yaitu
berkaitan dengan dopamine.4
Dopamin merupakan kelompok neurotransmitter katekolamin. Jumlah total neuron
dopaminergik di otak manusia, tidak termasuk di retina dan bulbus olfaktorius diperkirakan
berjumlah antara 300.000 sampai dengan 400.000. nukleus dopaminergik yang utama
dijumpai pada substansia nigra pars compacta, daerah segmental sentral, dan nucleus
arcuatus. Dari substansia nigra dan daerah sgmental sentral neuron tersebut akan berproyeksi
kedaerah mesolimbik, mesokortikal, dan daerah striatum.5
Dopamin disintesis dari tyrosine di bagian terminal presinaps untuk kemudian
dilepaskan ke celah sinaps. Langkah pertama sintesis dopamin adalah proses uptake asam
amino L-tyrosine dari aliran darah. Tyrosine akan dikonversi menjadi 3-4-
dihidroxyphenylalanine (L-DOPA) oleh enzim tyrosine hydroxylase, dan kemudian L-DOPA
dikonversi menjadi dopamin oleh enzim dopa decarboxylase. Dopamin disimpan dalam
granula-granula di ujung presinaptik saraf, dan akan dilepaskan apabila ada ransangan. 5
Dopamin yang dilepaskan dicelah sinaps dapat mengalami satu atau lebih keadaan
berikut :
1. Mengalami pemecahan oleh enzim COMT/Catechol-O-Methyl-Transferase atau enzim
MAO/Monoamine Oxidase.
2. Mengalami difusi dari celah sinaps,
3. Pelepasan di pengaruhi ion kalsium.
4. Mengaktivasi reseptor pre sinaptik
5. Mengaktifasi reseptor post sinaptik
6. Mengalami ambilan kembali (reuptake) ke terminal pre sinaptik.5
Ada 4 jalur utama dopamine.
1. Jalur mesolimbik memproyeksikan jalur dopamine dari badan sel didaerah ventral tegmental
batang otak terminal akson daerah limbic seperti nucleus acumben. Jalur ini di duga sangat
berperan terhadap perilaku emosional, khususnya halusinasi audiotorik dan delusi.
Hiperaktivitas dari jalur ini secara hipotesis diduga berperan penting terhadap timbulnya
gejala positif psikosis.4
2
2. Jalur mesokortikal memproyeksikan jalur dopamine dari badan sel ke daerah ventral
tegmental batang otak (berdekatan dengan badan sel mesolimnbic) kedaerah korteks cerebri.
Gangguan pada jalur ini di duga berperan terhadap timbulnya gangguan kognitif dan
timbulnya gangguan gejala negative psikosis.4
3. Jalur nigrostriatal memproyeksikan jalur dopamine dari badan sel substansia nigra batang
otak yang menuju ke ganglia basal atau striatum. Jalur ini merupakan bagian dari
ekstrapiramidal yang berfungsi mengontrol gerakan motorik. Gangguan ini menyebabkan
pergerakan seperti penyakit Parkinson.4
4. Jalur taberoinfindibular menghubungkan nucleus arkuatus dab neuron preifentikuler ke
hipotalamus dan pituitary posterior. Dopamine yang dirilis oleh neuron-neuron ini secara
fisiologis menghambat sekresi prolactin. 4
b. Reseptor Dopamin
Ada lima subtype reseptor dopamine, kelima subtype dapat dimasukkan kedalam dua
kelompok. Dalam kelompok pertama reseptor D1 dan D5 menstimulasi pembentukan cAMP
dengan mengaktivasi protein G stimulator, GS. reseptor D5 hanya baru saja ditemukan, dan
kurang diketahui tentang sifatnya dibandingkan tentang reseptor D1. Kelompok reseptor
dopamine kedua terdiri dari reseptor seperti (D2, D3 dan D4 ). Reseptor D2 menghambat
pembentukan cAMP dengan mengaktivasi protein G inhibitor dan beberapa data menyatakn
bahwa reseptor D3 dan D4 bkerja secara bersamaan. Satu perbedaan antara reseptor D2, D3,
D4 adalah distribusi yang berbeda. Reseptor 3 terutama konsentrasi di nucleus akumbens.
Disamping ada daerah lainnya dan reseptor D4 terutama terkonsentrasi dikorteks frontalis,
disamping ada pada daerah lainnya. Dimasa lalu potensi senyawa antipsikotik telah
dihubungkan dengan afinitas untuk reseptor D2. Adalah dimungkinkan untuk mempelajari
apakah antagonis spesifik untuk reseptor D3 dan D4akan merupakan antipsikotik yang lebih
sedikit dibandingkan denga natagonis reseptor D2.5
Variasi tipe reseptor ditentukan oleh urutan asam amino DNA. Reseptor D2 memiliki
2 bentuk isoform yaitu D2short dan D2long. Peransangan reseptor D2 post sinaps akan
meransang proses interseluler. Secara fungsional tidak ada perbedaan antara kedua bentuk
reseptor D2 yang isoform tersebut. Pemahaman akan fungsi masing-masing reseptor akan
berguna dalam aplikasi klinik terapi.5
Reseptor dopaminergik D2 dapat berperan sebagai autoreseptor yang dimana terletak
di pre sinaps dan post sinaps. Dopamin yang dilepaskan dari terminal saraf dapat
3
mengaktivasi reseptor D2 pada terminal pre sinaptik yang sama, dan akan mengurangi sintesis
atau pelepasan dopamin yang terlalu berlebihan, sehingga reseptor D2 akan berperan sebagai
mekanisme umpan balik (feedback) negatif yang dapat memodulasi atau menghentikan
pelepasa dopamine pada sinaps tertentu.5
b. Fungsi Dopamin
Precursor NE ini mempunyai kerja lansung pada reseptor dopaminergik dan
adrenergic, dan dapat melepaskan NE endogen. Pada kadar rendah, dopamine bekerja pada
reseptor dopaminergik D1 pembuluh darah, terutama di ginjal, mesenterm dan pembuluh
darah koroner. Stimulasi reseptor β1 menyebabkan vasodilatasi melalui aktivasi adenilsiklase.
Dengan demikian infuse dopamine dosis rendah akan meningkatkan aliran darah ginjal, laju
filtrasi glomerulus dan ekskresi Na+. pada dosis yang lebih tinggi, dopamine meningkatkan
kontraktilits miokard melalui aktivasi reseptor β1. Dopamine juga melepaskan NE endogen
yang menambah efeknya pada jantung. Pada dosis rendah sampai sedang, resistensi perifer
total tidak berubah. Hal ini mungkin karena dopamine mengurangi resistensi arterial di ginjal
dan mesentirium dengan hanya sedikit peningkatan di tempat-tempat lain. Dengan demikian
dopamine meningkatkan tekanan sistolik dan nadi tanpa mengubah tekanan diastolic (atau
sedikit meningkat)
Akibatnya, dopamine terutama berguna untuk keadaan curah jantung rendah disertai dengan
gangguan fungsi ginjal, misalnya syok kardiogenik dan hipovolemik. Pada kadar yang tinggi
dopamine dapat menyebabkan vasokontriksi akibat aktivasi reseptor α pembuluh darah.
Karena itu bila dopamine digunakan untuk syok yang mengancam jiwa, tekanan darah dan
fungsi ginjal harus dimintor. Reseptor dopamine juga terdapat di otak, tetapi dopamine
diberikan IV, tidak menimbulkan efek sentral karena obat ini sukar melewati sawar darah
otak.7
Peranan dopamine sangat beragam mulai dari mengatur fungsi-fungsi motorik sampai
meregulasi status emosional maupun pengaturan aksis hypothalamus hipofisis. Dopamine
mempunyai peranan penting proses terhadap pembelajaran banyak perilaku.7
4
Gambar. 2. Obat yang bekerja pada sistem Dopaminergik.8
c. Dasar Terapi Dopamin
Dopamin adalah katekolamin endogen dengan efek kardiovaskular. Efek dopamin
tergantung pada respon katekolamin endogen, farmakokinetik, fungsi sistem organ dan
cadangan norepinefrin.
Infus dopamin pada dosis 2-5 mcg/kg/menit memberikan efek langsung pada jantung
sedikit, namun efek perangsang reseptor dopaminergik meningkatkan aliran darah
vena, splanknik, koroner, dan otak.
Infus dopamin pada dosis > 5 mcg/kg/menit merangsang reseptor β –adrenergik
jantung secara langsung dan tidak langsung melalui pelepasan epinefrin yang
disimpan di saraf simpatis kardiak. Efek inotropik dopamin pada anak terbatas
karenan cadangan norepinefrin yang rendah karena persarafan simpatis miokard
ventrikel yang belum sempurna.
Pada vascular bed perifer dopamin juga memberikan efek langsung dan tidak
langsung pada reseptor α dan β adrenergik. Pemberian dopamin dosis rendah
menyebabkan vasodilatasi, pemberian dopamin dosis tinggi menyebabkan
vasokontriksi.
Pemberian dopamin dosis 5-10 mcg/kg/menit meningkatkan kontraktilitas jantung,
tanpa efek pada laju denyut jantung dan tekanan darah. Pemberian dopamin dosis 10-
20 mcg/kg/menit menyebabkan vasokonstriksi, peningkatan tekanan darah dan
takikardia.
5
d.Indikasi Pemberian Dopamin
Dopamin diberikan pada hipotensi atau perfusi perifer buruk dengan volume intravaskular
cukup dan irama jantung yang stabil.
e. Dosis Dan Cara Pemberian Dopamin
Masa paruh pendek sehingga diberikan secara infus kontinyu dengan pompa infus.
Infus inisial adalah 10 mcg/kg/menit, kemudian kecepatan infus disesuaikan dengan penilaian
diuresis, perfusi sistemik atau tekanan darah. Dosis rendah dopamin 2-5 mcg/kg/menit
memperbaiki aliran darah renal, splanknik dan diuresis. Kecepatan infus > 20 mcg/kg/menit
menyebabkan efek vasokonstriksi tanpa inotropik.
f. Perhatian Dalam Pemberian Dopamin
Dopamin dapat menyebabkan takikardia yang meningkatkan kebutuhan oksigen miokard,
aritmia, ventrikular takikardia dan hipertensi. Dopamin dosis tinggi dapat menyebabkan
vasokonstriksi perifer berat dan iskemia. Infus dopamin haru diberikan melalui kateter vena
yang aman atau melalui kateter vena sentralis. Ekstravasasi dopamin dapat menyebabkan
iskemia dan nerosis jaringan lokal. Apabila efek inotropik diperlukan lebih baik diberikan
epinefrin yang mempunyai efek α dan β drenergik lebih kuat daripada memberikan infus
dopamin dosis besar.
III. EPINEPHRINE (ADRENALINE)
Epinephrine tergolong vasokonstriktor yang sangat kuat dan cardiac stimulant.9,10
Epinephrine merupakan catecholamine endogen yang dihasilkan oleh medulla adrenal dengan
aktivitas α dan β1 yang poten, dan efek β2 yang sedang. Pada dosis yang rendah, efek β
menunjukkan dominasi. Pada dosis yang lebih tinggi, efek α menjadi lebih signifikan.
Epinephrine merupakan aktivator reseptor α adrenergik yang paling kuat.11,10 Pada hipotensi
yang akut seringkali epinephrine lebih disukai dibandingkan dengan norepinephrine karena
efek β adrenergik yang lebih kuat berperan dalam mempertahakan maupun meningkatkan
cardiac output.1
Fungsi alamiah dari epinephrine bekerja pada (a) kontraktilitas jantung, (b) heart rate,
(c) tonus otot polos vaskular dan otot bronkus, (d) sekresi kelenjar, (e) proses metabolisme
seperti glikogenolisis dan lipolisis. Pemberian secara oral tidak efektif, karena epinephrine
dimetabolisme secara cepat pada mukosa gastrointestinal dan hepar. Absorpsi epinephrine
6
setelah pemberian secara subkutan kurang baik, karena epinephrine menyebabkan
vasokonstriksi pada tempat suntikan. Epinephrine juga kurang larut dalam lemak, sehingga
mencegah masuknya obat ke susunan saraf pusat dan minimnya pengaruh langsung pada
otak.11
Efek kardiovaskular yang ditimbulkan merupakan hasil dari stimulasi reseptor α dan
reseptor β adrenergik. Dosis kecil epinephrine (1-2 μg/menit IV) bila diberikan pada pasien
dewasa akan menstimulasi reseptor β2 pada pembuluh perifer. Stimulasi reseptor β1 terjadi
pada dosis yang lebih besar (4 μg/menit IV), pada dosis yang lebih besar (10-20 μg/menit IV)
akan menstimulasi reseptor α dan β adrenergik dengan efek stimulasi α yang lebih dominan
pada pembuluh darah, termasuk pembuluh darah perifer dan sirkulasi ginjal. Injeksi tunggal
epinephrine dengan dosis 0,2-0,8 μg IV menyebabkan terjadinya stimulasi jantung yang
berlangsung selama 1-5 menit, umumnya tanpa peningkatan berlebihan pada tekanan darah
sistemik atau heart rate.11
Epinephrine menstimulasi reseptor β1 yang menyebabkan peningkatan tekanan
sistolik, heart rate, dan curah jantung. Terjadi sedikit penurunan tekanan diastolik, hal ini
mencerminkan adanya vasodilatasi pada vaskularisasi otot rangka sebagai akibat stimulasi
reseptor β2.9 Sebagai hasil akhir adalah peningkatan tekanan nadi dan perubahan minimal
pada tekanan arteri rerata. Karena perubahan tekanan arteri rerata minimal maka kecil
kemungkinan untuk terjadinya refleks bradikardi akibat aktivasi baroreseptor. Epinephrine
meningkatkan heart rate dengan meningkatkan laju depolarisasi fase 4, yang juga dapat
meningkatkan resiko terjadinya disritmia. Peningkatan curah jantung yang terjadi merupakan
akibat dari meningkatnya heart rate, kontraktilitas jantung, dan aliran darah balik.11
Epinephrine menstimulasi reseptor α1 secara dominan pada kulit, mukosa, vaskular
hepar dan ginjal menghasilkan vasokonstriksi kuat. Pada vaskular otot rangka, epinephrine
menstimulasi reseptor β2 secara dominan, menghasilkan vasodilatasi. Hasil akhirnya adalah
distribusi curah jantung ke otot rangka dan menurunkan tahanan vaskular sistemik. Aliran
darah ginjal akan menurun, walau tanpa perubahan pada tekanan darah sistemik. Sekresi
renin akan meningkat karena adanya stimulasi reseptor beta di ginjal. Pada dosis terapi,
epinephrine tidak memiliki efek vasokonstriksi yang signifikan pada arteri serebral. Aliran
darah koroner akan meningkat setelah pemberian epinephrine, walaupun pada dosis yang
tidak merubah tekanan darah sistemik.11
Otot polos bronkus akan mengalami relaksasi akibat stimulasi β2 epinephrine. Efek
bronkodilatasi ini akan menjadi bronkokonstriksi dengan adanya obat blokade adrenergik β,
yang menjelaskan stimulasi α1 oleh epinephrine. Dengan stimulasi β2 akan meningkatkan
7
konsentrasi seluler cAMP, menurunkan mediator vasoaktif yang sering dihubungkan dengan
terjadinya gejala asma bronkial.11
Epinephrine memiliki efek yang paling signifikan terhadap metabolisme
dibandingkan catecholamin lainnya. Stimulasi reseptor β1 oleh epinephrine meningkatkan
glikogenolisis dan lipolisis, stimulasi reseptor α1 menghambat pelepasan insulin.
Glikogenolisis di hepar sebagai akibat dari aktivasi enzim phosphorylase hepar. Lipolisis
hepar sebagai akibat dari aktivasi enzim lipase, yang mempercepat pemecahan trigliserida
menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Infus epinephrine akan meningkatkan konsentrasi
kolesterol plasma, phospholipids, dan low density lipoproteins.11
Agonis selektif adrenergik β2 akibat infus epinephrine dosis rendah (0,05 μg/kg/menit
intravena) diduga menyebabkan aktivasi pompa Na-K pada otot rangka, menyebabkan
perpindahan ion K ke sel. Observasi dengan cara mengukur kadar Kalium darah sesaat
sebelum dimulainya induksi anestesia dibandingkan dengan kadar kalium 1-3 hari
sebelumnya didapatkan kadar yang lebih rendah pada kadar serum kalium sesaat sebelum
induksi anestesia, hal ini menjelaskan adanya pelepasan epinephrine akibat stress. Untuk
memaksimalkan keputusan klinis berdasarkan pengukuran kadar serum kalium, sebaiknya
dipertimbangkan terjadinya hipokalemia akibat dari kecemasan preoperatif dan pelepasan
epinephrine.11
Hipokalemia akibat epinephrine dapat menyebabkan terjadinya disritmia yang sering
menyertai stimulasi sistem saraf simpatis. Diantara seluruh kelenjar endokrin, hanya kelenjar
keringat yang berespon secara signifikan terhadap epinephrine, menghasilkan sekresi yang
kental dan banyak. 11
Epinephrine menyebabkan kontraksi otot radilalis iris, menyebabkan midriasis.
Kontraksi dari otot orbita menghasilkan penampilan eksopthalmus seperti pada pasien dengan
hipertiroidisme. Hal tersebut kemungkinan sebagai akibat aktivasi reseptor α adrenergik. 11
Akibat efek epinephrine terjadi relaksasi otot polos saluran gastrointestinal. Aktivasi
reseptor beta adrenergik menyebabkan relaksasi otot detrusor kandung kencing, sedangkan
aktivasi reseptor alpa adrenergik menyebabkan kontraksi otot trigonum dan otot sfingter
kandung kencing. 11
Koagulasi darah akan dipercepat oleh efek epinephrine, kemungkinan akibat dari
peningkatan aktivitas faktor V. Keadaan hiperkoagulasi saat intraoperatif dan postoperatif
kemungkinan karena pelepasan epinephrine akibat stress. Epinephrine meningkatkan jumlah
total leukosit namun pada saat bersamaan terjadi eosinopenia. 11
8
Pada keadaan gawat-darurat (syok dan reaksi alergi), epinephrine diberikan secara
bolus intravena 0,05-1 mg tergantung dari keparahan pada kardiovaskular. Untuk
meningkatkan kontraktilitas jantung dan heart rate, diberikan dalam infus (1 mg dalam 250
ml Dekstrosa 5 %) [D5W ; 4 μg/mL]. Dengan tetesan 2-20 μg/menit. Beberapa larutan
anestetik lokal mengandung epinephrine dengan konsentrasi 1 : 200.000 (5 μg/mL) atau 1 :
400.000 (2,5 μg/mL) sehingga mengurangi absorpsi sistemik dan memperpanjang durasi
kerja anestetik lokal. Epinephrine tersedia dalam bentuk ampul dengan konsentrasi 1 : 1000
(1 mg/mL) dan pada prefilled syringes dengan konsentrasi 1 : 10.000 (0,1 mg/mL) [100
μg/mL]. Untuk penggunaan pediatri tersedia konsentrasi 1 : 100.000 (100 μg/mL). 11
IV. NOREPINEPHRINE
Norepinephrine merupakan amine endogen dihasilkan oleh medulla adrenal dan end
terminal of post ganglionic nerve fibers. Norepinephrine menunjukkan dominasi aktivitas α
adrenergik.1,10,11 Norepinephrine merupakan α agonis yang poten, menimbulkan
vasokonstriksi hebat pada arterial dan vena.11 Akibatnya, terjadi peningkatan tahanan perifer
dan tekanan darah sistolik dan diastolik.9 Namun tidak seperti epinephrine, norepinephrine
memiliki efek agonis reseptor β2 yang kecil.11
Aktivitas β adrenergik yang lemah dapat membantu mempertahankan cardiac output.
Rentang dosis intravena antara 0,05-2 µg/kg/menit. Reflek kompensasi vagal cenderung
dapat mengatasi efek langsung kronotropik positif norepinephrine dan efek inotropik positif
jantung tetap dipertahankan.9
Pemberian Infus kontinyu 4-16 µg/menit, digunakan untuk mengatasi hipotensi
refrakter. Campuran norepinephrine dengan larutan glukosa 5% memberikan derajat
keasaman yang cukup untuk mencegah oksidasi cathecolamine. Ekstravasasi yang terjadi
selama pemberian infus menyebabkan vasokonstriksi lokal dan bahkan nekrosis.11
Pemberian norepinephrine intravena menyebabkan vasokonstriksi hebat pada
vaskularisasi skeletal muscle, hepar, kidney, dan kulit.11 Meskipun terjadi vasokonstriksi
yang berlebihan pada penggunaan norepinephrine disertai dengan efek negatif pada aliran
darah khususnya sirkulasi hepatosplanchnic dan renal, namun beberapa penelitian
menunjukkan bahwa norepinephrine mampu meningkatkan tekanan darah tanpa
menimbulkan penurunan fungsi organ khususnya bila terjadi penurunan tonus vaskuler
seperti pada syok septik.1 Vasokonstriksi perifer dapat menurunkan aliran darah jaringan
sehingga terjadi asidosis metabolik.11 Peningkatan afterload akibat vasokonstriksi akibat
9
norepinephrine dapat menambah beban jantung dan menyebabkan terjadinya gagal jantung,
iskemi miokard, dan oedem pulmonal.1
Terjadi peningkatan tahanan vaskular sistemik yang menurunkan venous return ke
jantung dan peningkatan tekanan darah sistolik, diastolik, dan mean arterial pressure.
Kombinasi antara turunnya venous return ke jantung dan reflek baroreseptor menurunnya
heart rate berkaitan dengan peningkatan mean arterial pressure cenderung menurunkan
cardiac output meskipun terdapat efek β1 dari norepinephrine.11
Pemberian infus kronis norepinephrine dapat menimbulkan peningkatan konsentrasi
catecholamine sirkulasi sehingga terjadi vasokonstriksi prekapiler dan kehilangan protein-
free fluid ke ruang ektraseluler.11
V. DOBUTAMINE
Dobutamine merupakan cathecolamine sintetik bekerja agonis selektif β1
adrenergik.9,10,11 Dobutamine merupakan agen inotropik pilihan pertama pada pasien dengan
cardiac output yang rendah dimana telah mendapatkan resusitasi cairan yang adekuat.
Meskipun memiliki dominasi aktivitas β adrenergik, dobutamine juga memiliki efek α
adrenergik yang membatasi peningkatan heart rate. Awal mula pemberian dengan dosis kecil
dapat meningkatkan cardiac output secara signifikan. Dobutamine mengalami metabolisme
secara cepat, sehingga pemberian infus kontinyu 2-10 µ/kg/menit diperlukan untuk
mempertahankan konsentrasi terapeutik plasma.11 Dosis besar melebihi 20 µg/kg/menit
intravena jarang digunakan karena hanya memberi keuntungan minimal dengan efek
takikardi yang berlebihan. Dobutamine memiliki efek minimal terhadap tekanan darah
arterial. Tekanan darah arterial akan meningkat perlahan bila abnormalitas primer yaitu gagal
jantung telah diatasi. 1
Dobutamine menunjukkan efek agonis β adrenergik poten pada dosis <5µ/kg/menit.
dobutamine meningkatkan kontraktilitas miokard (reseptor β1) dan menyebabkan vasodilatasi
perifer derajat sedang (reseptor β2). Isomer levorotatory dobutamine menstimulasi reseptor
α1 pada dosis >5 µ/kg/menit dan mencegah terjadinya vasodilatasi yang lebih jauh.
Dobutamine digunakan untuk memperbaiki cardiac output pada pasien gagal jantung
kongestif, terutama bila heart rate dan tahanan vaskuler sistemik meningkat. Kombinasi
dengan obat-obatan lain bermanfaat dalam meningkatkan aktivitas dan memperbaiki
distribusi cardiac output.11
Penelitian terbaru De Backer dan kawan-kawan dengan menggunakan orthogonal
polarization spectral imaging menunjukkan bahwa dobutamine memperbaiki perfusi kapiler
10
pada pasien dengan syok septik, tanpa tergantung dari efek sistemik. Diduga bahwa
dobutamine memiliki efek spesifik pada aliran darah regional.1
Dobutamine menyebabkan peningkatan cardiac output yang tergantung dosis dan
penurunan tekanan pengisian arteri, tanpa peningkatan tekanan darah sistemik dan heart rate
yang signifikan. Peningkatan heart rate yang terjadi ini lebih rendah dibandingkan dengan
isoproterenol, menunjukkan aktivitas dobutamin terhadap sinoatrial node yang lebih kecil.
Berlawanan dengan dopamine, dobutamine tidak memiliki efek vasokonstriktor secara klinis
dan tahanan vaskular sistemik umumnya tidak mengalami perubahan besar. Dobutamine
tidak efektif bagi pasien yang memerlukan peningkatan tahanan vaskular sistemik
dibandingkan dengan peningkatan cardiac output untuk meningkatkan tekanan darah
sistemik. Dobutamine adalah vasodilator arteri koroner. Redistribusi cardiac output akibat
dobutamine menyebabkan peningkatan kehilangan panas tubuh melalui kutaneus, sehingga
terjadi penurunan suhu tubuh. Perbaikan aliran darah ginjal yang terjadi merupakan hasil dari
peningkatan cardiac output akibat dobutamine.11
VI. PENYEKAT FOSFODIESTERASE SELEKTIF (Noncathecholamine, Nonglycoside Cardiac Inotropic Agents)
Penyekat Fosfodiesterase selektif adalah kelompok heterogen komponen
nonkatekolamin dan nonglikosida yang mendukung aksi inhibisi kompetitif pada bagian
isoenzim PDE (PDE III). Inhibisi ini menurunkan hidrolisis cyclic adenosine
monophosphate (cAMP) dan cyclic guanosine monophosphate(cGMP), menyebabkan
peningkatan konsentrasi intraseluler cAMP dan cGMP pada miokard dan otot polos
pembuluh darah. Peningkatan konsentrasi intraseluler cAMP menyebabkan stimulasi protein
kinase dimana substansi fosforilasi bbertanggung jawab terhadap fungsi masukan ion
kalsium. Efek katekolamin, yang disertai pula peningkatan konsentrasi cAMP akibat
stimulasi β-adrenergik, berpotensial terjadi karena inhibisi PDE III. Meskipun ditemukan
isoenzim PDE III pada otot polos jalan nafas, bronkodilatasi bukan merupakan efek dominan
karena cardiac-selective PDE III inhibitors.
Efek menyeluruh dari selective PDE III inhibitors adalah menggabungkan efek
inotropic positif vascular dengan relaksasi otot polos jalan nafas.Efek inotropic positi
dari selective PDE inhibitors terjadi akibat ibhibisi PDE III jantung, menyebabkan
peningkatan komponen cAMP miokardial.Selective PDE inhibitors bekerja tanpa terikat pada
reseptor β-adrenergik dan akan meningkatkan kontraktilitas miokard pada pasien dengan
depresi miokard akibat blokade β-reseptor dan pada pasien yang refrakter terhadap terapi
11
katekolamin. Selective PDE III inhibitors tidak hanya meningkatkan efek inotropic positif
dengan meningkatkan avaibilitas kalsium untuk aktivasi kontraksi tetapi juga menyebabkan
relaksasi diastolic dengan meningkatkan pengeluaran kalsium dari mioplasma.
Respon hemodinamik terhadap selective PDE inhibitors berupa peningkatan glikosida
jantung dan sejalan dengan kerja katekolamin.Obat-obat ini dapat digunakan bersama dengan
digitalis tanpa memicu terjadinya keracunan digitalis.PDE inhibitors memiliki keuntungan
klinis utama dalam manajemen gagal jantung akut (setelah infark miokard) pada pasien
dapat dilakukan kombinasi terapi inotropik dan vasodilator.
a. Amrinone
Amrinone adalah derivate bipyridine yang bekerja sebagai selective PDE III inhibitors
dan menghasilkan efek inotropic positif dan vasodilator yang bergantung dosis dengan gejala
klinis peningkatan cardiac output dan penurunan tekanan akhir diastolic ventrikel kiri.Denyut
jantung bisa meningkat dan tekanan darah sistemik menurun.Terdapat kontroversi mengenai
kerja utama amrinone, apakah inotropik atau vasodilator.Amrinone tidak memiliki fungsi
anti-disaritmia ataupun menyebabkan disaritmia. Waktu paruh eliminasi obat adalah 6 jam
dan diekskresi melalui ur\in tanpa mengalami perubahan.
Jalur Pemberian
Amrinone efektif naik diberikan per oral maupun intravena. Pemberian dosis tunggal
0.5-1.5mg/kg/IV meningkatkan cardiac output dalam 5 menit dengan efek inotropic positif
yang menetap hingga 2 jam. Setelah injeksi awal, infus kontinyu 2-10 μg/kg/menit akan
memberikan efek inotropik positif yang bertahan selama pemberian infus (tidak terjadi
takifilaksis) dan selama beberapa jam setelah diberhentikan pemberian infus. Dosis maksimal
harian dari amrinone yang dianjurkan adalah 10mg/kg termasuk dosis awal pemberian yang
dapat diulangi 30 menit setelah penyuntikan pertama. Dilihat dari adanya ketergantungan
amrinone terhadap eksresi ginjal, diperkirakan bahwa dosis sebaiknya dikurangi pada pasien
dengan disfungsi ginjal berat. Pasien yang gagal respon terhadap katekolamin mungkin akan
berespon terhadap amrinone. Efek vasodilatasi amrinone bisa mempercepat rasio pendinginan
suhu tubuh selama kondisi hiotermi ringan untuk prosedur bedah saraf.
Efek Samping
Efek samping amrinone umumnya adalah hipotensi yang kadang terjadi akibat
vasodilatasi.Trombositopenia mungkin dapat terjadi bila dilakukan terapi yang lama.Pada
hewan, pemberian lama amrinoneberkaitan dengan disfungsi hepatik. Secara keseluruhan,
indeks terapeutik amrinone 100:1 dibandingkan dengan 1,2:1 untuk glikosida jantung.
12
b. Milrinone
Milrinone merupakan derivate bypiridine yang menyerupai amrinone, dimana
menghasilkan efek inotropik positif dan vasodilator.Obat ini mempunyai efek minimal pada
laju jantung dan konsumsi oksigen miokard. Pemberian 50μg/kg/IV diiukti dengan infus
kontinyu, 0.5 μg/kg/menit, menjaga konsentrasi milrinone plasma tetap atau di atas
kadarterapeutik. Waktu paruh eliminasi obat milrinone adalah 2.7 jam dan 80% dari obat
diekskresi oleh ginjal tanpa diubah. Dosis milrinone sebaiknya dikurangi pada pasien dengan
disfungsi berat ginjal (Laju filtrasi glomerulus <50 ml/menit).Namun demikian,baik
milrinone ataupun amrinone memiliki rasio terapeutik yang luas dan resiko overdosis,
meskipun disfungsi ginjal masih ringan.
Milrinone dapat bermanfaat pada manajemen disfungsi akut ventrikel kiri yang dapat
terjadi setelah operasi jantung.Keberhasilan menyingkirkan pasien yang beresiko tinggi
akibat cardiopulmonary bypass mungkin dapat ditingkatkan dengan pemberian
milrinone.Efek inotropik milrinone berkurang akibat asidosis yang terjadi akibat penurunan
pembentukan cAMP pada otot asidosis.Meski kerja obat ini menguntungkan, pemberian
milrinone peroral yang lama dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada pasien
dengan gagal jantung kronik yang berat.Hasil yang mirip terlihat pada pemberian specifik
PDE inhibitors, namun terlihat kemampuan peningkatan daya tahan hidup apabila diberikan
dalam dosis yang lebih rendah.
13
DAFTAR PUSTAKA
1. Vincent, J.L. (2008), Hemodynamic Support of the Critically Ill Patient, in:
Anesthesiology. Longnecker, D. E., editor. United States Of America: The McGraw-
Hill Companies, Inc.
2. Haas, C.E., LeBlanc, J.M. (2005), Critical Care Pharmacologic Principles: Vasoactive
Drugs, in: Papadakos, P.J., Szalados, J.E., editor. Critical Care The Requisites in
Anesthesiology. 1st ed. United States of America: The Elsevier Mosby.
3. Reynolds, G.P., 1989, Beyond the Dopamin Hypothesis, British Journal of Psychiatry
[serial Online], 1989 [cited 2009 Jan 20]; p:305. Available from URL: http://bjp.com.
4. Goldstien, Menek, & Ariel Y. Deutch, Dopaminergik mechanismein the pathogenesis of
scizofrenia, The FASEB Journal [serial Online], 1992 [cited 2009 Jan 20];2413.
Available from URL ; http://fasebj.com
5. Pinzon, Rizaldy, Peran Dopamin Pada Gangguan Spektrum Autistik, Cermin Dunia
Kedokteran [serial Online], 2007 [cited 2011 Jan 20] p: 158-161. Available from
URL: http://kalbefarma.com
6. Webster. R, dkk, 1989, Neurotransmitter, Drugs and Disease., Blackwell Scientific
Publications, London, p: 95-102
7. Mardjon M, 1995, Farmakologi dan Terapi, Jakarta : FK-UI Jakarta, hal. 64.
8. http://cetrione.blogspot.com
9. Katzung, B.G. (2001), Adrenoceptor-Activating & Other Sympathomimetic Drugs, in:.
Katzung, B.G., editor. Basic & Clinical Pharmacology. 8 th Ed. United States Of
America: The McGraw-Hill Companies, Inc.
10. Morgan, Jr.G.E., Mikhail, M.S., Murray, M.J. (2006), Adrenergic Agonists &
Antagonists, in: Morgan, Jr.G.E., Mikhail, M.S. & Murray, M.J., editors. Clinical
Anesthesiology. 4th Ed. United States of America: the McGraw-Hill Companies.
11. Stoelting, R.K., Hillier, S.C. (2006), Sympathomimetics, in: Pharmacology &
Physiology in Anesthetic Practice. 4th Ed. United States of America: Lippincott
Williams & Wilkins.
14