viii
NILAI-NILAI DAKWAH DALAM BUDAYA SIRI’ DI DESA LENTU KECAMATAN BONTORAMBA KABUPATEN JENEPONTO
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sosial
(S.Sos) Pada Program Studi Komunikasi Dan Penyiaran Islam
Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar
Oleh:
NURUL HIDAYAT
NIM: 105270000315
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
1442 H/2020 M
ABSTRAK
NURUL HIDAYAT.10570000315.2020.Nilai-Nilai Dakwah dalam Budaya Siri’ di Desa Lentu Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto. Dibimbing oleh M. Ilham Muchtar dan Meisil B Wulur.
Pokok masalah penelitian ini adalah bagaimana bentuk nilai-nilai siri’ masyarakat di Desa Lentu Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto dan upaya masyarakat dalam penerapan nilai-nilai siri’ bagi remaja di Desa Lentu Kecamatan Bontoramba Kabupaten jeneponto.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif jenis penelitian dan pendekatan penelitian yang digunakan adalah komunikasi. Adapun sumber data penelitian terbagi atas 2 (dua) yaitu: sumber data primer yang bersumber dari penelitian lapangan dan sumber data sekunder yang bersumber dari hasil wawancara, observasi dan dokumentasi.
Berdasarkan hasil penelitian bentuk nilai-nila siri’ masyarakat di Desa Lentu Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto dilihat dari 3 (tiga) aspek yaitu: bentuk nilai siri’ berkaitan dengan aqidah, bentuk nilai siri’ berkaitan dengan akhlak, dan bentuk nilai siri’ berkaitan dengan syariah. Upaya masyarakat dalam penerapan nilai-nilai siri’ bagi remaja di Desa Lentu Kecamatan Bontoramba kabupaten Jeneponto yaitu metode dakwah secara lisan dan metode dakwah dengan perbuatan.
Sesuai penelitian yang telah kami lakukan selama 3 bulan di Desa Lentu Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto, dan penulis menguraikan hasil penelitian pada bab-bab terdahulu, maka berikut ini penulis mengakhiri pembahasan dengan mengemukakan kesimpulan sebagai berikut:
1. Bentuk Nilai-Nilai Dakwah Dalam Budaya Siri’ Di Desa Lentu Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto memiliki tiga aspek yaitu bentuk nilai siri’ berkaitan dengan aqidah, bentuk nilai siri’ berkaitan dengan akhlak dan bentuk nilai siri’ berkaitan dengan syariah.
2. Upaya masyarakat dalam penerapan nilai-nilai siri’ bagi remaja di Desa Lentu Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto menggunakan dua model yaitu model berdakwah dengan secara lisan dan model berdakwah dengan perbuatan.
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat, Taufiq
dan Inayah-Nya, sehingga penulis telah menyelesaikan karya ilmiah
berupa skripsi yang berjudul “NILAI – NILAI DAKWAH DALAM BUDAYA
SIRI’ DI DESA LENTU’ KECAMATAN BONTORAMBA KABUPATEN
JENEPONTO ”.
Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. H. Ambo Asse, M.Ag selaku rektor Universitas
Muhammadiyah Makassar, Serta Segenap Pembantu Rektor I, II,
III, IV Universitas Muhammadiyah Makassar
2. Drs H. Mawardi Pewangi, M.Pd.I selaku Dekan Fakultas Agama
Islam Universitas Muhammadiyah Makassar.
3. Dr. (HC) M.M Thayyib Khoory selaku Founder dan Donatur Asia
Muslim Charity Foundation (AMCF)
4. Dr. H. Abbas Baco Miro, Lc. MA. selaku Ketua Prodi Komunikasi
Penyiaran Islam Fakultas Agama Islam Universitas
Muhammadiyah Makassar.
5. Dr. M. Ilham Muchtar, MA dan Dr. Meisil B. Wulur S. Kom., M.Sos.
I selaku Pembimbing satu dan pembimbing dua yang telah banyak
meluangkan waktu serta pikirannya dalam mengarahkan dan
membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Bapak dan Ibu Dosen Universitas Muhammadiyah Makassar
khususnya dosen Komunikasi dan Penyiaran Islam(KPI) dan
dosen Mahad Al-birr.
7. Seluruh Staf Universitas Muhammadiyah Makassar atas didikan
ilmu yang diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan program
perkuliahan Strata Satu (S1).
8. Kepada Bapak, Ibu dan saudaraku tercinta yang langsung maupun
tidak langsung membantu dan memberikan dukungan dalam
proses penyusunan skripsi ini
9. Rekan-rekan seperjuangan Mahasiswa(i) angkatan 2015 jurusan
Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Agama Islam Unismuh
Makassar atas kebersamaan dan kekompakannya selama ini, baik
suka maupun duka selama menjalani perkuliahan hingga selesai.
10. Semua pihak yang tidak mungkin penulis sebut satu persatu yang
telah membantu proses penyusunan skripsi ini.
Akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh mencapai
kesempurnaan dalam arti sebenarnya dan masih banyak terdapat
kekurangan dan kelemahan baik isi dan tata bahasanya, namun penulis
berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri dan
para pembaca pada umumnya.
Makassar,06 Rabiul Awal 1442 H 20 Oktober 2020 M
Penulis
Nurul Hidayat
NIM: 105270000315
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
PENGESAHAN SKRIPSI ........................................................................... ii
BERITA ACARA MUNAQASYAH ......................................................... iii
PERNYATAAN SKRIPSI .......................................................................... iv
ABSTRAK .................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ................................................................................. vi
DAFTAR ISI ............................................................................................. viii
DAFTAR TABEL......................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................. 5
C. Tujuan Penelitian .............................................................................. 5
D. Manfaat Penelitian ............................................................................ 5
BAB II KAJIAN TEORI
A. Nilai-Nilai Dakwah ............................................................................ 6
B. Siri’ Na Pacce ..................................................................................... 9
1. Sejarah Awal Siri’ Na Pacce Bugis Makassar ............................. 9
2. Nilai Siri’ Na Pacce dalam Praktek Budaya Interaksi
Sosial bagi Masyarakat Bugis .................................................... 20
3. Siri’ Butuh Revitalisasi .............................................................. 21
4. Kearifan Lokal dalam Makna Siri’ Na Pacce sebagai
Karakter Bangsa ........................................................................ 22
C. Persfektif Islam tentang Komposisi Siri’ Na Pacce ......................... 23
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ................................................................................ 32
B. Lokasi Penelitian ............................................................................. 32
C. Pendekatan Penelitian ...................................................................... 33
D. Sumber Data ..................................................................................... 33
E. Teknik Pengumpulan Data .............................................................. 34
F. Instrumen Penelitian......................................................................... 35
G. Teknik Analisis Data ........................................................................ 37
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum lokasi Penelitian ................................................. 39
B. Bentuk Nilai – Nilai Siri’ Masyarakat di Desa Lentu
Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto .............................. 44
C. Upaya masyarakat dalam menerapkan nilai-nilai siri’ di Desa Lentu Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto ...................................................................................... 53
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................... 57
B. Saran ................................................................................................. 57
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Siri’ na pacce merupakan suatu prinsip hidup yang dimiliki oleh
orang bugis makassar. Siri’ berarti malu dan pacce berarti solidaritas
persaudaraan. Siri’ na pace telah diwariskan secara turun temurun oleh
leluhur orang bugis makassar. Siri’ na pacce secara maknawi berarti
harga diri. Ketika harga diri orang bugis makassar dilecehkan, maka
pantang bagi dirinya untuk diam.dengan kata lain mereka akan melakukan
perlawanan demi mempertahankan harga dirinya daripada harus
menanggung malu.
Hal ini dikarenakan, nilai siri’ na pacce yang telah di lecehkan akan
berakibat pada hilangnya harga diri yang sangat dijunjung tinggi nilainya
dalam kehidupan sosial bermasyarakat. Selain itu juga dapat
menimbulkan kesan yakni perasaan malu kepada lingkungan sosial jika
siri’ na pacce tidak di pertahankan.1
Siri’ secara harfiah mempunyai makna yang berdimensi ganda, di
satu sisi artinya malu, di sisi lain berarti harga diri. Makna siri’ adalah
sesuatu yang universal dan fitrah, artinya semua manusia memilikinya.
Namun yang membedakannya dengan bagi orang bugis atau makassar
terletak pada perlembagaan siri’ kedalam sistem kultural dan sistem
1Nasruddin Anshoriy (Anre Gurutta Ambo Dalle, Maha Guru Dari Bumi Bugis),
Yogyakarta: Tiara Wacana, 2009. h, xi-xii
pranata sosial mereka. Sehingga penghayatan dan pengalamannya
sangat intens.
Siri’ adalah salah satu nilai penting dalam sistem budaya
masyarakat sulawesi selatan yang secara fenomenal nilai ini telah
mewarnai kebudayaan negeri-negeri etnik di sulawesi selatan, sebab nilai
ini tidak hanya bisa ditemukan pada masyarakat bugis dan makassar
tetapi juga pada masyarakat mandar dan toraja. Siri’ sebagai sistem nilai
telah menjiwai seluruh kebudayaan suku bangsa di sulawesi selatan..
kosep siri’ telah sejak dahulu menjadi sistem nilai kebudayaan
sulawesi selatan jauh sebelum kerajaan menerima agama sebagai
pemegang otorita nilai resmi dalam prosesi pemerintahan para raja.
Konsepsi siri’ bisa ditemukan pada berbagai lontara dalam sejarah
kebudayaan sulawasi selatan dari mitos tentang tumanurung, yang
merupakan cikal bakal nilai-nilai luhur kebudayaan mereka.2
Apabila siri’ dilihat dari pranata sosial, ia merupakan slah satu unsur
kebudayaan lama dan asli sebagai puncak kebudayaan di daerah
sulawesi selatan.kenyataan empiris sekarang, tampak adanya pergeseran
makna siri’ yang sesungguhnya adalah penyimpangan tingkah laku,
namun demikian nilai belum hilang dan masih tersimpan dalam tradisi
budaya (logika dan etika).
Pewarisan nilai-nilai sejak kemerdekaan tidak memadai, maka
terjadilah kesimpangsiuran nilai dan pergeseran makna terutama dalam
2Nasruddin Anshoriy (Anre Gurutta Ambo Dalle, Maha Guru Dari Bumi Bugis),
Yogyakarta: Tiara Wacana, 2009. h, xi-xii
interaksi simbolik. Sama halnya dengan makna siri’ mengalami
perkembangan verbalisasinya sering di gunakan hanya untuk
menampilkan keakuan dan harga dirinya secara emosional.3
Makna kultural dari siri’ lebih bersentuhan dengan kehidupan
budaya. Suku bugis-makassar misalnya lebih menghayati makna kultural
konsep siri’ pada esensinya sebagai dirinya sendiri. Dalam kamus besar
bahasa indonesia, memberi makna kultural kata siri’sebagai sistem nilai
kultural kepribadian yang merupakan pranata pada tataran harga diri dan
martabat manusia sebagai individu dan sebagai anggota masyarakat
bugis.
meskipun arti ini mengensankan konsep siri’ hanya ada dalam suku
bugis, tetapi tidaklah demikian halnya. Konsep siri’ ditemukan pada semua
suku bangsa yang saling kait mengait sehingga menjadikan siri’ sebagai
sistem budaya yang utuh sera mandiri. Kandungannya yang dominan
adalah nilai malu dan nilai harga diri (martabat).4
Nilai malu sebagai bagian dari sistem budaya siri’, mengandung
ungkapan psikis untuk tidak berbuat hal yang tercela dan dilarang oleh
kaidah adat. Perasaan malu ini dimaksudkan juga berfungsi sebagai
upaya pengekangan diri terhadap perbuatan yang dianggap bertentangan
dengan wujud totalitas dalam sistem budaya. Dari sudut psikoanalisa
freud, nilai malu termasuk perangkat superego dalam sistem kepribadian
manusia. Nilai malu berfungsi sebagai sensor terhadap dorongan-
3Abu Hamid,(Siri’ Na Pesse), Jl. Abdullah Dg. Sirua: Pustaka Refleksi, 2005, h. ix
4Abu Hamid,(Siri’ Na Pesse), Jl. Abdullah Dg. Sirua: Pustaka Refleksi, 2005 h. ix
dorongan primitif yang berasal dari id. Harga diri berarti kehormatan,
disebut pula martabat. Nilai harga diri merupakan pranata pertahanan
psikis terhadap perbuatan tercela seta yang dilarang oleh kaidah adat.5
Harga diri ini hendaknya sesuai dengan pengertian yang
dikemukakan dalam lontarak. Yaitu siri’ adalah sistem nilai sosiocultural
dan kepribadian yang merupakan pranata pertahanan harga diri. Siri’
adalah nilai yang perlu dipelihara dan dipertahankan karena hanya
dengan demikian seorang atau sekelompok masyarakat akan memelihara
martabat dan harga dirinya. Orang yang tercemar harga dirinya dianggap
tidak mempunyai martabat lagi.6
pengamatan peneliti, terkait pemaknaan siri’ na pacce cenderung,
hanya di maknai sebagai nilai maskulinitas saja oleh generasi muda bugis
makassar, oleh sebab itu karakter maskulin perlu bagi mereka untuk
memahami secara lebih kontekstual lagi, di karenakan hal tersebut akan
menjadi identitas tersendiri bagi mereka.
Dengan demikian, masalah yang terjadi pada para pemuda bugis
makassar dewasa ini dan merupakan pewaris nilai-nilai budaya mereka,
adalah kurang memahami secara utuh, mendalam, dan benar mengenai
makna prinsip hidupnya sendiri yakni siri’ na pacce7
5Shaff Muhtamar( Masa Depan Warisan Luhur Dan Kebudayaan Sulawesi Selatan), Jl.
Abdullah Dg Sirua No.3: CV Adi Perkasa, 2004. h, 57-59
6Nonci,(Konsep-Konsep Budaya), Jl. Perintis Kemerdekaan VII/ 52 B: CV Aksara, 2005.
h, 28
7Nonci,(Konsep-Konsep Budaya), Jl. Perintis Kemerdekaan VII/ 52 B: CV Aksara, 2005.
h, 28
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, peneliti dapat menarik
rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana bentuk nilai-nilai dakwah dalam budaya Siri’ di Desa
Lentu Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto?
2. Bagaimana upaya masyarakat dalam menerapkan nilai-nilai siri’ di
Desa Lentu Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto?
C. Tujuan Penelitian
Penilitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui bentuk nilai-nilai dakwah dalam budaya Siri’ di Desa
Lentu Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto
2. Mengetahui upaya masyarakat dalam menerapkan nilai-nilai siri’ di
Desa Lentu Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto
D. Manfaat Penelitian
1. Memberikan penjelasan dan pemahaman mengenai bentuk nilai-nilai
dakwah dalam budaya siri’ di Desa Lentu Kecamatan Bontoramba
Kabupaten Jeneponto
2. Memberikan penjelasan dan pemahaman mengenai upaya
masyarakat dalam menerapkan nilai-nilai siri’ di Desa Lentu
Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto.
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Nilai – Nilai Dakwah
Kamus bahasa Indonesia, nilai dapat diartikan sebagai harga atau
jika dikaitkan dengan budaya berarti konsep abstrak yang mendasar,
sangat penting dan bernilai bagi kehidupan manusia.8 Nilai adalah sesuatu
yang abstrak, bukan konkrit. Nilai hanya bisa difikirkan, difahami, dihayati,
dan hal-hal yang bersifat batiniyah terhadap perilaku manusia dan
mempunyai dampak luas terhadap hampir semua aspek perilaku manusia
dalam konteks sosialnya.
Dakwah, secara bahasa berasal dari kata دعو دعوة yang berarti دعا ي
memanggil, mengundang, minta tolong kepada, berdoa memohon,
mengajak kepada sesuatu, merubah dengan perkataan, perbuatan amal.
9secara umum tujuan dakwah adalah mengajak umat manusia kepada
jalan yang benar dan diridhai Allah agar dapat hidup bahagia dan
sejahtera di dunia maupun di akhirat. 10
Ada beberapa nilai-nilai dakwah yang universal yang dapat
diaplikasikan dalam kehidupan umat, diantaranya:
8Hizair M A, “Kamus Lengkap Bahasa Indonesia”, h. 421
9A.W. Munawwir, “ Kamus Al-munawwir Arab-Indonesia Terlengkap”, h. 407
10
Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, (Surabya: Al-Iklhas, 1983, h. 51
6
1. Nilai Kedisiplinan
Disiplin bukan hanya milik tentara atau polisi saja, tetapi menjadi
milik semua orang yang ingin sukses. Kedisiplinan tidak diartikan dengan
kehidupan yang kaku dan susah tersenyum. Kedisiplinan terkait erat
dengan manajemen waktu. Bagaimana waktu yang diberikan oleh tuhan
selam 24 jam dalam sehari dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya
untuk meraih kesuksesan di dunia dan akhirat.
2. Nilai Kejujuran
Ada tiga hal penting yang bisa diterapkan dalam kehidupan kita
untuk memberantas ketidakjujuran dan kejahatan lainnya yaitu: pertama,
penelusuran akidah dengan meyakini dan mengikhlaskan ibadah hanya
kepada Allah semata. Kedua, berperilaku jujur dan jangan menyakiti orang
lain. Ketiga, jangan merusak bumi. Maksudnya bisa diperluas bukan
hanya arti yang sebenarnya, tetapi bisa dimaksudkan jangan merusak
sistem yang sudah dibangun dengan baik, akibat dari perilaku individu
yang tidak jujur.11
3. Nilai Kerja Keras
Siapa yang sungguh-sungguh dialah yang pasti dapat. (man jadda
wajada). hadist tersebut merupakan hukum sosial yang berlaku universal
bagi masyarakat, tidak mengenal etnis, agama maupun bahasa. Orang
cina yang rajin dan bekerja keras, pasti akan mendapatkan hasil dari kerja
11Abdul Basit, “Filsafat Dakwah”, h. 257-277
kerasnya. Sebaliknya, umat Islam yang malas, pasti akan menerima hasil
yang sedikit karena kemalasannya.
4. Nilai Kebersihan
Umat Islam seringkali di perkenalkan dan dianjurkan untuk menjaga
kebersihan. Setiap bahasan pertama tentang fiqh islam diawali dengan
pembahasan tentang kebersihan seperti menghilangkan hadast besar dan
kecil, menggunakan air yang bersih lagi mensucikan, berwudhu, dan lain
sebagainya. Menjaga kebersihan merupakan nilai dakwah universal yang
dapat dilakukan oleh siapa saja, apalagi umat islam yang jela-jelas
memiliki dasar yang kuat untuk menjaga kebersihan.12
5. Nilai Kompetisi
Islam tidak melarang umatnya untuk berkompetisi,karena kompetisi
merupakan salah satu motivasi psikologis sangat umum dimiliki oleh
setiap manusia. Setiap mahasiswa akan memiliki motivasi untuk
berkompetisi di antara teman-temannya.13
Masih banyak nilai-nilai dakwah yang bisa di kembangkan atau
diturunkan dari sumber ajaran islam, yakni al Quran dan al hadist. Nilai-
nilai dakwah yang berlaku universal tersebut senantiasa disosialisasikan
kepada masyarakat sehingga nilai-nilai tersebut menjadi kebiasaan,
tradisi, atau norma yang berlaku di masyarakat.14
B. Siri’ Na Pacce
12
Abdul Basit, “Filsafat Dakwah”, h. 257-277
13
Abdul Basit, “Filsafat Dakwah”, h. 257-277
14
Abdul Basit, “Filsafat Dakwah”, h. 257-277
1. Sejarah Awal Siri’ Na Pacce Bugis Makassar
Siri na pacce merupakan budaya yang telah melembaga secara
sosial, karena itu, perlu di lakukan pengkajian mendalam, terutama
mengenai nilai filsafat yang ada dalam konsepsi siri’ na pacce. Suku
makassar sejak zaman dahulu mendiami sebagian wilayah se sulawesi
selatan merupakan penduduk asli yang sudah memiliki pranata budaya
tersendiri.
Menggali sejarah-sejarah siri’ na pacce, maka tulisan-tulisan
tentang falsafah atau petuah-petuah tersebut dapat kita lihat pada tulisan
lontarak. Adapun sejarah lahirnya huruf lontarak ialah dibuat oleg daeng
pamatte ketika ia diperintahkan oleh karaeng tumakpakrisik kallonna
didasari oleh kebutuhan kerajaan untuk dapat berkomunikasi secara tulis
menulis dan agar peristiwa-peristiwa kerajaan dapat dicatat dalam
tulisan.15
Untuk menggali sejarah tentang siri’ na pacce, maka tulisan-tulisan
tentang falsafah atau petuah-petuah tersebut dapat kita lihat pada tulisan
lontarak. Adapun sejarah lahirnya huruf lontarak ialah dibuat oleh daeng
pamatte. Ketika ia diperintahkan oleh karaeng tumapakrisik kallonna
didasari oleh kebutuhan kerajaan untuk dapat berkomunikasi secara tulis
menulis dan agar peristiwa-peristiwa kerajaan dapat dicatat dalam tulisan.
Walaupun sejarah suku makassar mulai tercatat pada masa
karaeng tumapakrisik kallonna, namun budaya siri’ sudah menjadi adat
15
Risal Darwis dan Asna Usman Dilo, Implikasi Falsafah Siri’ Na Pacce Pada
Masyarakat Suku Makassar (Gorontalo:2011), h. 191
istiadat dan falsafah hidup mereka sejak dahulu. Adapun pandangan suku
makassar tentang siri’ dapat kita lihat dari beberapa istilah yang berkaitan
dengan siri’.16
Sejarah suku makassar mulai tercatat pada masa karaeng tumak
pakrisik kallonna, untuk memperkuat arugument tersebut dapat dilihat
kebesaran siri’. Berikut ini beberapa istilah tentang siri’ dan maknanya,
antara lain: sirik (siri’) sebagai harga diri atau kehormatan; mappakasiri’
artinya dinodai kehormatannya; ritarowang sirik( siri’), artinya di tegakkan
kehotmatannya; passampo sirik (siri’), artinya penutup malu; tomasirikna,
artinya keluarga pihak yang di nodai kehormatannya; sirik (siri’) sebagai
perwujudan sikap tegas dami kehormatan tersebut: sirik(siri’) sebagai
pernyataan sikap tidak serakah (mangoa); sirik(siri’) naranreng, artinya
dipertaruhkan demi kehormatan; siriksirik(siri’-siri’), artinya malu-malu;
palaloi siriknu ( siri’nu) artinya tantang yang melawan; passirikia, artinya
bela kehormatan saya: napakasirikka( napakasiri’ka) artinya saya
dipermalukan; tahu tena sirikna(siri’nu) artinya orang yang tidak punya
malu tak ada harga diri( moein,1990:10)
a. Siri’ Ripakasiri’
Menurut Idris Mannahao apabila seseorang menghina atau
mempermalukan sesamanya manusia diluar batas kemanusiaan yang adil
dan beradab didepan umum. Seperti menempeleng orang lain,
meludahinya didepan umum, melarikan anggota keluarga perempuan
16
Risal Darwis dan Asna Usman Dilo, Implikasi Falsafah Siri’ Na Pacce Pada
Masyarakat Suku Makassar (Gorontalo:2011), h. 191
orang lain. Reaksi orang yang dihinaakan mengambil tindakan yang
setimpal dengan perbuatan orang yang menghina.17
Berdasarkan uraian diatas Siri’ yang beerbuhungan dengan harga
diri pribadi, serta harga diri atau harkat martabat keluarga Siri’ jenis ini
adalah sesuatu yang tabu dan pantang untuk dilanggar karena taruhannya
adalah nyawa. Sebagai contoh dalam hal ini membawa lari seorang gadis
(kawin lari). Maka pelaku kawin lari, baik laki-laki maupun perempuan
harus dibunuh, terutama oleh pihak keluarga perempuan (gadis yang
dibawa lari) karena telah membuat malu keluarga.
Keyakinan orang makassar bahwa orang yang mati terbunuh
karena menegakkan Siri’, matinya adalah mati syahid, atau yang mereka
sebut sebagai Mate Risantangi atau Mate Rigollai yang artinya
kematiannya adalah ibarat kematian yang berbalut santan gula. Dan itu
sejatinya kesatria.
Falsafah Bugis tentang penting menjaga siri’ untuk kategori Siri’
Ripakasiri’. Yakni Sirikaji namimmantang attalasa’ ri linoa, punna tenamo
siri’nu matemako kaniakkangngami angg’na olo-oloka. Artinya hanya
karena siri’ masih tetap hidup (eksis) kalau sudah malu tidak ada maka
hidup ini menjadi hina seperti layaknya binatang, bahkan lebih hina dari
pada binatang.18
b. Sirik Masiri’
17
Mustari Idris Mannahao, The Secret Of Siri’ na Pacce, h.5
18
Mustari Idris Mannahao, The Secret Of Siri’ na Pacce, h.8
Yaitu pandangan hidup yang bermaksud untuk mempertahankan,
meningkatkan atau mencapai suatu prestasi yang dilakukan dengan
sekuat tenaga dan segala jerih payah demi siri’ orang itu sendiri, demi siri’
keluarga dan kelompok. Dalam hal demikian orang yang bersangkutan
tidak dihinaoleh orang lain tetap dalam keadaan dirinya sendiri.
Siri’ jenis ini melahirkan tekad yang kuat dan motivasi yang hebat
untuk maju. Kalau di sulawesi selatan dan sulawesi barat, mereka terkenal
sebagai masyarakat yang memiliki kopetisi yang kuat. Jika ia tidak
berhasil, maka ia akan merantau ke negeri lain. Disanalah ia akan
berjuang dan bekerja dengan dimotori oleh semangat siri’ untuk
berprestasi. 19
c. Siri’ Tappela siri’ (Makassar) atau Siri Teddeng Siri (Bugis)
Artinya rasa malu seseorang itu hilang karena sesuatu hal.
Misalnya ketika seseorang memiliki utang dan telah berjanji untuk
membayar maka si pihak yang berutang berusaha sekuat tenaga untuk
menepati janjinya atau membayar utangnya sebagaimana waktu yang
telah ditentukan, jika siberutang ternyata tidak menepati janjinya artinya
dia telah mempermalukan dirinya sendiri.
d. Siri’ Mate Siri’
Siri’ yang satu ini berhubungan dengan iman. Dalam pandangan
orang Bugis/makassar, orang yang Mate Siri’- nya adalah orang yang di
19
Mustari Idris Mannahao, The Secret Of Siri’ na Pacce, h.8
dalam dirinya sudah tidak ada rasa malu (iman) sedikit pun. Orang seperti
ini diapakan juga tidak akan pernah merasa malu, atau yang biasa disebut
sebagai bangkai hidup yang hidup. Betapa hina dan tercelanya orang
seperti ini dalam kehidupan masyarakat.
Aroma busuk akan tercium dimana-mana. Tidak hanya di
lingkungan istan, di senayan, bahkan di tempat-tempat ibadah juga bau
busuk akan terasa menyengat. Korupsi, kolusi, dan nepotisme, jual beli
putusan, mafia anggaran, mafia pajak serta mafia-mafia lainnya, akan
senantiasa mewarnai pemberitaan media setiap harinya.20
e. Siri’ Mappakasiri’ Siri’
Siri’ jenis ini berhubungan dengan etos kerja. Dalam falsafah bugis
di sebutkan:
“Narekko degaga siri’mu inrengko siri (kalau Anda punya malu
maka pinjamlah kepada orang yang masih memiliki rasa malu)
begitu pula sebaliknya “Narekko engka siri’mu mumapaksiri’-siri.”21
(Kalau anda punya malu maka jangan membuat malu (malu-
maluin))”
Bekerjalah yang giat, agar harkat dan martabat keluarga terangkat.
Jangan jadi pengemis, karena itu artinya membuat keluarga menjadi malu-
20
User, Makna Siri’ na Pacce, Alamat Websizex. Di akses pada tanggal 16 september
2018
21
Risal Darwis dan Asna Usman Dilo, Implikasi Falsafah Siri’ Na Pacce Pada
Masyarakat Suku Makassar (Gorontalo:2011), h. 191
malu atau malu hati. Hal yang terkait dengan Siri’ mappakasiri’ serta
hubungannya dengan etos kerja yang tinggi adalah
Cerita-cerita tentang keberhasilan orang-orang Bugis dan
Makassar di perantauan.
Selain itu, Siri’ mappakasiri’ siri’ juga dapat mencegah seseorang
melakukan hal-hal yang bertentangan dengan hukum, nilai-nilai moral,
agama, adat istiadat dan perbuatan-perbuatan lainnya yang dapat
merugikan manusia dan kemanusiaan itu sendiri.22
Salah satu falsafah Bugis dalam kehidupan bermasyarakat adalah
“Mali siparampe, malilu sipakainga”, dan “ pada elo’ sipatuo sipatokkang”
atau “pada idi pada elo sipatuo sipatottong”. Artinya ketika seseorang
sanak keluarga atau kerabat tertimpa kesusahan atau musibah maka
keluarga yang lain ikut membantu. Dan kalau, seseorang cenderung
terjerumus nista karena khilaf maka keluarga yang lain wajib untuk
mengingatkan dan meluruskannya.
Siri’ na pacce merupakan suatu falsafah yang tidak yang tidak
dapat dipisahkan, karena antara satu dengan yang lainnya mempunyai
keterkaitan makna dan hubungan, sehingga dalam hal pembagian siri’ dan
pacce, keduanya saling berkaitan erat.23 Pembagian siri’ dapat
dikategorikan dalam dua hal, yaitu siri’ berdasarkan penyebab timbulnya
22
User, Makna Siri’ na Pacce, alamat websitezex. Diakses pada tanggal 16 september
2018
23Risal Darwis dan Asna Usman Dilo, Implikasi Falsafah Siri’ Na Pacce Pada
Masyarakat Suku Makassar (Gorontalo:2011), h. 191
perasaan (dorongan), dan berdasarkan jenis atau bentuknya. Siri’ dibagi
berdasarkan penyebab timbulnya perasaan tersebut, yaitu:
f. Sirik (siri’) yang berasal dari pribadi manusia yang
merasakannya/bukan kehendaknya (penyebab dari luar). Jadi, siri’ ri
pakasirik, maksudnya dipermalukan orang lain.
g. Sirik (siri’) yang berasal dari pribadi orang itu sendiri (penyebab
didalam) disebut sirik (siri’ ma siri’), maksudnya malu yang berasal dari
dirinya/keluarganya.
h. Siri’ dapat dikategorikan dalam empat (jenis) golongan yaitu siri’ yang
ada dalam hal pelanggaran kesusilaan; siri’ yang berakibat kriminal, siri’
yang dapat meningkatkan motivasi untuk bekerja, dan siri’ yang berarti
malu-malu.24
Jenis siri’ yang kedua adalah siri’ yang dapat berakibat kriminal.
Siri’ seperti ini, misalnya menempeleng seseorang di depan banyak orang,
menghina dengan kata-kata yang tidak enak didengar dan sebagainya.
Tamparan itu di balas dengan tamparan pula, sehingga dapat terjadi
perkelahian bahkan pembunuhan.
Pada tatanan masyarakat suku Makassar masih menganggap
bahwa falsafah siri’ na pacce masih harus dipercaya dan dipertahankan
oleh masyarakat sesuai dengan pemahaman dan kondisi masyarakat yan
ada di daerah tersebut serta hukum negara dan agama. Namun perlu
diperhatikan pula falsafah siri’ na pacce yang diyakini dan dilaksanakan
24
Bugismakassartrip.Com > Http://Onlinejelajah.Blogspot.Co.Id/2015/06//Siri’-Na-Pacce
(16 September 2018)
oleh masyarakat pada saat berangsur-angsur mulai berbeda dengan
konsep siri’ na pacce yang ada.
Sedangkan masyarakat yang menganggap falsafah siri’ na pacce
sudah bergeser akibat budaya dari luar, sebab mereka melihat
perkembangan generasi muda yang terpengaruh oleh budaya barat dan
sikap serta perilaku masyarakat yang kurang mencerminkan adat suku
Makassar. Hal ini nampak pada generasi muda sekarang.
Sebagian besar dari mereka sudah tidak mengetahui makna yang
terkandung dari falsafah tersebut. Selain itu faktor ekonomi juga sangat
mempengaruhi pergeseran budaya, sebab saat ini sebagian dari
masyarakat memandang status sosial dipandang dari tingkat
ekonominya.25
Falsafah pacce pada suku Makassar merupakan tradisi untuk saling
membantu kepada keluarga, kerabat, teman, dan siapa saja yang
membutuhkan bantuan kita. Kesadaran masyarakat untuk saling
membantu, menolong, dan menghibur kerabat yang sedang mengalami
musibah dapat terlihat pada kasus kematian, bencana alam, kebakaran
dan beberapa musibah lainnya.
Bentuk lain dari pengaruh falsafah pacce yaitu, mereka saling
membantu membangun rumah, bekerja sama secara bergotong royong
masih sering dilakukan untuk kepentingan bersama, masyarakat beramai-
ramai membuat saluran air untuk mengairi persawahan mereka. Pengaruh
25
Risal Darwis dan Asna Usman Dilo, Implikasi Falsafah Siri’ Na Pacce Pada
Masyarakat Suku Makassar (Gorontalo:2011), h. 197
falsafah pacce tersebut dalam kehidupan masyarakat masih dijumpai,26
walaupun sebenarnya sudah ada sebagian kecil masyarakat yang
menganggap segala sesuatu harus di hitung dengan materi, artinya saya
siap bekerja bila saya diberi upah yang memadai.
Selain pengertian dan makna pacce yang di contohkan tersebut,
terdapat pula makna dan sikap pacce yang lebih luas, bahkan lebih
mendalam maknanya dibandingkan dengan pengertian siri’. pacce lebih
mendalam sifatnya dibandingkan dengan siri’. misalnya bila ada kerabat
terkena musibah atau kesusahan sedangakan saya tidak mampu
membantunya, bila siri’ yang dikedepankan, maka saya terpaksa
meninggalkannya. Sedangkan bila pacce yang saya kedepankan maka
saya akan tetap tinggal dan hidup bersama-sama dalam penderitaan.27
Oleh karena itu falsafah siri’ na pacce masing-masing memiliki sisi
positif dan negatif. Pada sebagian besar masyarakat yang menganggap
dampak positif yang ditimbulkan oleh falsafah siri’ dan pacce lebih besar
dari dampak negatifnya. Hal ini karena mereka menilai bahwa siri’ dapat
memelihara dan mengontrol mereka dari perbuatan tercela dan dilarang,
baik dipandang dari segi agama, adat maupun hukum negara. Sedangkan
26
Risal Darwis dan Asna Usman Dilo, Implikasi Falsafah Siri’ Na Pacce Pada
Masyarakat Suku Makassar , h. 191
27Risal Darwis dan Asna Usman Dilo, Implikasi Falsafah Siri’ Na Pacce Pada
Masyarakat Suku Makassar (Gorontalo:2011), h. 197
pacce dapat memberikan motivasi kepada kita untuk menolong antar
sesama anggota masyarakat.28
Sedangkan sebagian besar masyarakat menganggap bahwa
dampak positif yang ditimbulkan oleh falsafah siri na pacce kadang-
kadang lebih besar dari dampak negatifnya karena mereka menganggap
bahwa kasus-kasus siri’ sering menimbulkan persoalan kriminal
tergantung bagaimana seseorang menanggapi persoalan tersebut.
sehingga apabila seseorang mampu menahan dan diri dan melihat
tujuan siri’ yang sebenarnya, maka dampak positif dari falsafah tersebut
akan dapat terwujud. Sedangkan pacce apabila didasari atas
keterdesakan tanpa memperhitungkan kerugian yang akan diderita, maka
hal tersebut malah dapat merugikan diri kita sendiri. 29
Sementara masyarakat yang menganggap bahwa dampak positif
yang ditimbulkan oleh falsafah siri’ dan pacce tidak lebih besar dari
dampak negatifnya, karena mereka menganggap bahwa siri’ hanya
membawa kita kepersoalan kriminal akibat kekerasan yang dilakukan.
Sedangkan dampak negatif pacce, yaitu bila di depan kita kerebat atau
teman dekat teraniaya, maka timbul perasaan sakit yang diderita oleh
kerabat kita sehingga bila hal ini sangat menonjol, maka pembahasan
akan langsung dilakukan tanpa perlu mengetahui penyebab terjadinya
persoalan tersebut.
28
Risal Darwis dan Asna Usman Dilo, Implikasi Falsafah Siri’ Na Pacce Pada
Masyarakat Suku Makassar (Gorontalo:2011), h. 198
29Risal Darwis dan Asna Usman Dilo, Implikasi Falsafah Siri’ Na Pacce Pada
Masyarakat Suku Makassar (Gorontalo:2011), h. 198
Selain pembagian siri’ di atas, maka pacce dapat dibagi
berdasarkan penyebab timbulnya perasaan (dorongan) dan berdasarkan
jenis atau bentuknya. Pacce dibagi berdasarkan penyebab timbulnya
perasaan atau dorongan tersebut, yaitu:
a. Perasaan pacce karena melihat keluarga atau orang lain terkena
musibah. Perasaan pacce seperti terkadang mendorong kita untuk
memberikan bantuan kepada orang tersebut.
b. Perasaan pacce karena melihat keluarga atau teman teraniaya,.
Perasaan pacce ini mendorong kita untuk melakukan tindakan
pembalasan terhadap orang yang penganiayaan tersebut, langsung
dilaksanakan tanpa berpikir atau mengetahui penyebab terjadinya
pemukulan/penganiayaan tersebut.30
pacce berdasarkan jenis atau bentuknya, antara lain:
1) Pacce berakibat kriminal. Pacce semacam ini misalnya ketika
melihat keluarga atau temannya dipukul, maka timbul perasaan
pedih dan keinginan untuk membalas perlakuan tersebut., sehingga
terjadi perkelahian (kriminal).
2) Pacce yang memberikan dorongan untuk menolong. Pacce
semacam ini misalnya ketika melihat keluarga, tetangga mengalami
musibah, maka timbul perasaan atau keinginan membantu.
30Bugismakassartrip.com>http://onlinejelajah.blogspot.co.id/2015/06//siri’-na-pacce(16
September 2018)
3) Pacce yang dapat meningkatkan motivasi untuk bekerja. Pacce
semacam ini misalnya ketika keluarga dalam keadaan susah, maka
timbul perasaan ingin bekerja untuk menghidupi keluarga tersebut.31
2. Nilai siri’ Na pacce dalam praktek budaya di interaksi sosial bagi
Masyarakat Bugis-Makassar
Budaya siri’ na pacce merupakan salah satu falsafah budaya
Masyarakat Bugis-Makassar yang harus di junjung tinggi. Apabila siri’ na
pacce tidak dimiliki seseorang, maka orang tersebut dapat melebihi
tingkah laku binatang. Sebab tidak memiliki rasa malu, harga diri, dan
kepedulian sosial. Mereka juga hanya ingin menang sendiri dan
memperturutkan hawa nafsunya.
Istilah siri’ na pacce sebagai sistem nilai budaya sangat abstrak dan
sulit untuk didefenisikan karena siri’ na pacce hanya bisa dirasakan oleh
penganut budaya itu. Hakikat prinsip tersebut tersumber pada leluhur
masyarakat Bugis-Makassar yang tersimpul dengan “duai temmalaiseng,
tellui temmasarang” (dua bagian yang tak terpisahkan dan tiga bagian
yang tak terceraikan). Nilai siri’ dapat dipandang sebagai suatu konsep
kultural yang memberikan implikasi terhadap segenap tingkah laku yang
nyata.32
31
Bugismakassartrip.Com>Http://Onlinejelajah.Blogspot.Co.Id/2015/06//Siri’-Na-
Pacce(16 September 2018)
32BugisMakassarTrip\Http://Onlinejelajah.Blogspot.Co.Id/2015/06//Siri’-Na-Pacce-
Dalam-Nilai-Dan-Falsafah.Html (16 September 2018)
3. Siri’ butuh Revitalisasi
Kamus besar Bahasa Indonesia, Revitalisasi berarti proses, cara,
dan perbuatan menghidupkan kembali suatu hal yang sebelumnya kurang
terberdaya. Sebenarnya revitalisasi berarti menjadikan sesuatu atau
perbuatan menjadi viral. Sedangkan kata vital mempunyai arti sangat
penting atau perlu sekali ( untuk kehidupan dan sebagainya).
Makna siri’ untuk revitalisasi adalah berguna bagi pengembangan
peradaban dalam pergaulan global, oleh karena berfungsi pendorong
motivator, sosial kontrol, rasa tanggung jawab dan dinamisator sosial.
Kalau siri’ merupakan taruhan harga diri, maka harga diri tersebut harus
diangkat melaui kerja keras, berprestasi, berjiwa pelopor, dan senantiasa
berorientasi keberhasilan.
Harga diri terangkat atas dukungan ras pesse’ (Bugis) atau pacce
(Makassar), yaitu solidaritas terhadap orang lain sebagai partisipasi sosial,
oleh karena penilaian harga diri itu datang dari lingkungan sosial. Pesse’
adalah iba hati melihat sesama warga yang mengalami penderitaan atau
tekanan batin atas perbuatan orang lain dan sejenisnya. Siri’ na pacce
adalah harmonisasi, agar tatanan sosial atau pengaderan (adat intiadat)
berjalan secara dinamis.33
33
Abu Hamid, (Siri’ Na Pesse’), Jl. Abdullah Dg. Sirua: Pustaka Refleksi, 2005, h. xi-20
4. Kearifan Lokal Dalam Makna Siri’ Na Pacce Sebagai Karakter
Bangsa
Kearifan budaya lokal merupakan energi potensial dari sistim
pengetahuan kolektif masyarakat untuk hidup di atas nilai-nilai yang
membawa kelangsungan peradaban, sebagai warisan dalam sejarah
budaya masyarakat.
Peradaban lampau bugis makassar, dengan segala kearifannya,
selain tumbuh secara alami dan menjadi titah yang dititipkan oleh leluhur
mereka, amanat kearifan terangkat dari teks-teks seperti pappaseng,
lontara attoriolong, massure’, pa’ dissengeng, ati macinnong dll,
terangkum sebagai gambaran dalam membaca siklus perkembangan
awal: masa kerajaan perkembangan spiritual, adat istiadat, maupun
silsilah keluarga bangsawan.
Kearifan lokal, atau dalam bahasa asing sering juga dikonsepsikan
sebagai kebijaksanaan setempat “local wisdom” atau pengetahuan
setempat “locak genious”, spesifikasi ini merupakan pandangan hidup,
sekaligus strategi kehidupan yang berwujud sikap aktivitas yang dapat
dilakukan masyarakat pendukungnya dalam menjawab berbagai masalah
kehidupan, ke nilai kearifan kerefleksi siri’ na pacce dalam bermasyarakat
dan berbudaya.34
Kearifan lokal dalam sastra bugis klasik.sastra bugis klasik meliputi
sure galigo, Lontarak, Paseng/ Pappaseng, Toriolota/ ungkapan, dan
34Radinalaidin.blogspot.com (17 September 2018)
elong syair. Sastra bugis klasik, seperti Galigo ( yang dikenal sebagai epik
terpanjang di dunia), lontarak, paseng (pesan-pesan), dan syair
mengandung kearifan yang sangat relevan dengan perkembangan zaman.
yang menjadi fokus utama meliputi bawaan hati yang baik, konsep
pemerintahan yang baik (good governance), demokrasi, motivasi
berprestasi, kesetiakawanan sosial, kepatutan,dan penegakan hukum.
Kearifan itu memiliki kedudukan yang kuat dalam kepustakaan bugis dan
masih sesuai dengan perkembangan zaman.
Bawaan hati yang baik ( Ati Mapaccing). Dalam bahasa Bugis ati
mapaccing (bawaan hati yang baik) berarti nia’ madeceng (niat baik),
nawa-nawa macedeng (niat atau pikiran yang baik) sebagai lawan dari
kata nia’ maja’ (niat jahat), nawa-nawa masala (niat atau pikiran bengkok).
Dalam berbagai konteks, kata bawaan hati, niat atau itikad baik juga
berhati ikhlas, baik hati, bersih hati, atau angan-angan dan pikiran yang
baik.35
C. Perspektif Islam tentang Komposisi Siri’ Na pacce
Siri’ dalam pengertian orang Bugis-Makassar adalah menyangkut
segala sesuatu yang paling peka dalam diri mereka, seperti martabat atau
harga diri, reputasi, dan kehormatan, yang semuanya harus dipelihara dan
ditegakkan dalam kehidupan nyata. Siri’ bukan hanya berarti rasa malu
seperti pada umumnya terdapat dalam hal kehidupan sosial masyarakat
etnis lain.
35Radinalaidin.blogspot.com ( 17 September 2018)
Konsep nilai siri’ na pacce dalam budaya Bugis-Makassar memiliki
hubungan dengan islam sebagai agama yang mengajarkan tauhid dan
kebenaran akan adanya Allah. Nilai siri’ na pacce memiliki pola hubungan
timbal balik antara islam, adat, dan manusia baik sebagai individu,
maupun sebagai anggota kelompok sosial pada masyarakat Bugis-
Makassar.36
Ahlak atau perilaku dalam islam adalah yang terwujud melalui
proses aplikasi sistem nilai norma yang bersumber dari al-Quran dan al-
Hadist. Seperti firman Allah swt. dalam (Q.S. Ali Imran: 159-160).
) ١٥٩(
)١٦٠( Terjemahannya:
“maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadapa mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaralah dengan mereka dalam urusan itu[246]. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. Jika Allah menolong kamu, maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kamu; jika Allah membiarkan kamu (tidak memberikan pertolongan), maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu? karena itu hendaknya kepada Allah saja orang-orang mukmin”.37 Menurut Ibnu Qutaibah yang dikutip Ibnu Hajar Al Asqalani, bahwa
sifat malu dapat menghalangi dan menghindarkan seseorang untuk
melakukan kemaksiatan sebagai iman, seperti sesuatu dapat diberi nama
36
Nasruddin Anshory(Anre’ gurutta Ambo Dalle, Maha Guru Dari Bumi Bugis)
Yogyakarta: Tiara Wacana,2009, h. xxiv-xx
37Departemen Agama, Al Qur`an Terjemahan, h. 71
dengan nama lainnya yang dapat menggantikan posisinya, Rasulullah saw
Bersabda:
أ ه، ق : ق ه ئ . ع أ س ة : ،
. Terjemahannya:
“sesungguhnya diantara kata-kata kenabian terdahulu yang masih diingat oleh masyarakat adalah: “jika kamu sudah tidak punya rasa malu lagi, maka berbuatlah sekehendakmu” (HR. Al-Bukhari)Sifat malu merupakan ahlak terpuji yang menjadi keistimewaan ajaran islam”.38 Mendalami makna siri’ dengan segenap permasalahannya. Antara
lain dapat di ketahui dari lontara La Toa. Kata La Toa sendiri sejati
memiliki arti petuah-petuah, dimana juga memiliki hubungan yang erat
dengan peranan siri’ dalam pola hidup atau adat istiadat masyarakat
Bugis-Makassar.39
Nilai Siri’ yaitu nilai yaitu nilai yang paling utama yang terkandung
dalam Falsafah Siri’ sebagai uraian yang pertama adalah rasa malu dan
harga diri.40 Begitu sakralnya kaya siri’ itu, sehingga apabila seseorang
kehilangan Siri’nya atau De’ni gaga Siri’na, maka tak ada lagi artinya ia
menempuh kehidupan manusia. Siri’ dapat d maknai sebagai harga diri
atau kehormatan, juga dapat diartikan sebagai pernyataan sikap tidak
serakah terhadap kehidupan duniawi. Nilai tersebut dibangun dari
38
Http://Belajarislam.Com/Hadits/Hadist-Jika-Engkau-Tak-Malu-Perbuatlah-Sesukamu
39
Bugis Makassar Trip http://onlinejelajah.blogspot.co.id/2015/06//siri’-na-pacce-dalam-nilai-dan-falsafah.html (16 September 2018)
40A. Rahman Rahim, Menggali Nilai-Nilai, Lihat Lontara H. Andi Mappasala h. 145
beberapa unsur-unsur nilai yang ada dalam masyarakat Bugis-Makassar,
yakni: 41
a. Alempureng (kejujuran)
Alempuareng berasal dari kata lempu’ yang berarti jujur. Menurut
makna etimologinya, lempu’ artinya lurus- antonim dari bengkok. Dalam
berbagai konteks, kata ini juga berarti ikhlas, benar, baik, dan adil.
Antonimnya adalah culas, curang, dusta, khianat, seleweng, buruk, tipu,
aniaya dan semacamnya. Sejumlah pengertian ini didasarkan pada kata
lempu’ sebagai dalam ungkapan Bugis atau lontara’.Lontara mengisahkan
bahwa Tociung, cendekiawan luwu, diminta nasehatnya oleh calon Raja
(datu) Soppeng , La Manussa’ Toakkarangeng, menyatakan bahwa ada
empat perbuatan jujur, yaitu:42
1. Memaafkan orang yang berbuat salah kepadanya
2. Dipercaya lalu tak curang, artinya disadari lalu tak berdusta
3. Serakah terhadap hal yang bukan haknya
4. Tidak memandang kebaikan kalau hanya untuk dirinya, baginya
kebaikan mesti dinikmati bersama.
b. Amaccang (kearifan)
Kearifan dan kejujuran dalam Lontara’ diletakkan secara
berbarengan, oleh karena kedua istilah ini saling melengkapi. Sebagai
41
A. Rahman Rahim, Menggali Nilai-Nilai, h. 145
42A. Rahman Rahim, Menggali Nilai-Nilai, h. 145
contoh berikut ini: “jangan sampai engkau ketiadaan kearifan dan
kejujuran.”43
Adapun yang dimaksud arif adalah tidak ada yang sulit
dilaksanakan. Tidak ada pembicaraan yang sulit disambut dengan kata-
kata yang lemah lembut lagi mempercayai orang lain. Yang dinamakan
jujur ialah perbuatan baik, pikiran benar, tingkah laku sopan lagi takut
kepada tuhan.44
c. Asitinajang (kepatutan)
Asitinajang kepatutan, kepantasan, kelayakan, adalah terjemahan
dari kata asitinajang. Kata asitinajang ini secara leksikal berasal dari kata
tinaja yang berarti cocok, sesuai, pantas atau patut. Perbuatan
mappasitinaja mengambil sesuatu dan menempatkannya pada tempatnya.
Nilai Asitinajang ini erat hubungannya nilai kemampuan jasmaniah dan
rohaniah.45
Ada empat hal yang merusak tatanan nilai asitinajang, yakni :
1. Tamak atau keserakahan akan menghilangkan rasa malu
2. Kekerasan akan melenyapkan kasih sayang didalam negeri
3. Kecurangan, akan memutuskan hubungan kekeluargaan
4. Ketegaan akan menjauhkan kebenaran di dalam kampung.46
d. Agettengeng ( keteguhan)
43
A. Rahman Rahim,Nilai-Nilai Utama Kebudayaan Bugis (Ujungpandang: Lembaga
Penerbitan Universitas Hasanuddin, 1985), h. 152
44A. Rahman Rahim,Nilai-Nilai Utama Kebudayaan Bugis, h. 152
45A. Rahman Rahim,Nilai-Nilai Utama Kebudayaan Bugis, h. 157
46A. Rahman Rahim,Nilai-Nilai Utama Kebudayaan Bugis, h. 160
Agettengeng berasal dari getteng yang berarti teguh. Selain
bermakna teguh, kata ini pun berarti tetap azas atau setia pada keyakinan
atau kuat dan tangguh dalam pendirian, erat memegang sesuatu. Seperti
halnya dengan nilai alempureng, amaccang, dan asitinajang, agettengeng
ini terkait pada makna positif. Hal ini tergambar dalam empat perbuatan
agettengeng , yaitu: a) tidak mengingkar janji, b) tidak mengkhianati
kesepakatan, c) tidak membatalkan keputusan, d) jika berbicara dan
berbuat, tidak berhenti sebelum rampung.47
Pandangan syariat islam tentang falsafah siri’ :
a. Siri’ yang berarti malu
Siri’ bila diterjemahkan sebagai perasaan malu apabila melakukan
perbuatan yang tercela dan upaya untuk tetap menjaga sikap agar tidak
menyebabkan rendahnya harga diri seseorang., maka hal tersebut sesuai
dengan ajaran islam.
Maksud dari hadist tersebut, yaitu perasaan malu yang dimiliki oleh
seseorang harus dipertaruhkan karena akan membuahkan kebaikan, baik
pada dirinya maupun pada orang disekitarnya, dan apabila seseorang
memiliki perasaan tersebut, maka dia akan berhati-hati dalam berbicara
dan bertingkah laku.48
Perasaan malu (siri’) bila di pandang dari segi syariat islam, maka
perasaan malu tersebut termasuk sebagian dari iman. Hadist tersebut
47
A. Rahman Rahim, Menggali Nilai-Nilai, h. 39
48 Risal Darwis dan Asna Usman Dilo, Implikasi Falsafah Siri’ Na Pacce Pada
Masyarakat Suku Makassar (Gorontalo:2011), h. 200
dapat terlihat apabila pengertian siri’ diarahkan ke hal-hal yang positif,
maka orang yang berpegang pada falsafah tersebut termasuk orang yang
memperkokoh agama Allah SWT.
Perasaan malu atau sifat kemalu-maluan adalah salah satu unsur
pendorong yang kuat bagi seseorang untuk berkelakuan baik dan
menjauhi yang buruk dan jahat. Maksudnya apabila seseorang sudah
tidak memiliki rasa mali lagi, maka dia tidak akan segan-segan melakukan
segala pelanggaran moral dan perbuatan dosa.
Pemahaman tentang falsafah siri’ ini pada masyarakat suku
Makassar pada dasarnya pemaknaannya sama dengan konsep yang ada
dalam syariat islam. Hal ini tergambar dari ketika di masyarakat tersebut
ada yang kawin lari, perzinahan, perkosaan, perbuatan salimarak yaitu
perbuatan hubungan seks yang dilarang karena adanya hubungan
keluarga yang terlalu dekat, misalnya perkawinan antara ayah dengan
putrinya, ibu dengan putranya, maka dianggap perbuatan siri’.49
b. Siri’ yang berarti dorongan untuk berusaha dan bekerja
Selain itu, bila siri’ diterjemahkan sebagai dorongan untuk berusaha
dan bekerja demi memperoleh kehidupan yang lebih baik, maka hal
tersebut, sesuai dengan firman Allah SWT:” sesungguhnya, Allah tidak
akan mengubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka mengubah
keadaan yang ada dalam diri mereka”.
49
Risal Darwis dan Asna Usman Dilo, Implikasi Falsafah Siri’ Na Pacce Pada
Masyarakat Suku Makassar (Gorontalo:2011), h. 200
Ayat tersebut memberikan pemahaman bahwa apabila seseorang
ingin memperoleh kehidupan yang lebih baik, maka dia harus berusaha
dengan kemampuannya sendiri. Kaitannya dengan Budaya siri’ yaitu
apabila seseorang menganggap siri’ bila tidak mampu memperoleh
kehidupan yang layak dan hal ini menjadi faktor pendorong untuk
berusaha memperbaiki hidupnya maka Budaya siri’ tersebut sesuai
dengan ajaran syariat islam.50
c. Siri’ diartikan sebagai dorongan untuk membinasakan orang lain
Apabila siri’ diterjemahkan sebagai dorongan untuk membinasakan
orang lain, maka untuk menanggapi persoalan ini, maka harus diketahui
terlebih dahulu penyebab lahirnya dorongan siri’ tersebut. Adapun penyebab
lahirnya dorongan siri’ ini antara lain:
1. Karena dipermalukan atau direndahkan harga diri, keluarga atau
kerabatnya. Dalam islam dianjurkan untuk saling memaafkan,
sehingga apabila ada seseorang yang melakukan penghinaan
terhadap orang lain maka sebaiknya digunakan jalan damai atau
saling memaafkan.
2. Karena dipermalukan atau direndahkan agamanya. Dalam islam
apabila seseorang telah menghina dan menginjak injak kehormatan
Agam ]a Islam, maka orang tersebut halal diperangi. Seseorang
yang melaksanakan siri’ tersebut semakin memperkokoh
50
Risal Darwis dan Asna Usman Dilo, Implikasi Falsafah Siri’ Na Pacce Pada
Masyarakat Suku Makassar (Gorontalo:2011), h. 201
keimanannya kepada Allah SWT, siri’ mempunyai perangai saja’ah
yaitu berani karena yakin berada dipihak yang benar.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis penelitian
Penelitian ini adalah studi fenomenologi yang melibatkan penguji
yang teliti dan seksama pada kesadaran pengalaman manusia. Makna
yang diperoleh dari manusia dan diinterpresasikan berdasar
pengalamannya sendiri di dalam kehidupan sosial bermasyarakat. Oleh
karena itu jenis penelitian ini digunakan untuk memahami Nilai-nilai
dakwah dalam budaya siri’ na pacce di Desa Lentu Kecamatan
Bontoramba Kabupaten Jeneponto.
B. Lokasi penelitian
Kabupaten jeneponto adalah salah satu daerah tingkat II di provinsi
sulawesi selatan, indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di
bontosunggu. Kabupaten ini berpenduduk sebanyak 342,222 jiwa yang
memiliki luas wilayah 749,79 km2 memanjang dari timur ke barat dengan
panjang garis pantai 114 km, terletak antara 5 23’12- 5 42’1,2’LS dan192
29’12’’-119 56’44,9” BT, dan jarak tempuh dan ibukota propinsi
(makassar) sepanjang 90 km.
Pada awalnya kabupaten jeneponto hanya terdiri atas kecamatan
hingga kemudian dimekarkan menjadi 11 kecamatan hingga saat ini yaitu:
kecamatan binamu, turatea, batang, taroang, kelara, arungkeke,
rumbia,bontoramba, tamalatea, bangkala, dan kecamatan bangkala barat.
Kabupaten jeneponto berbatasan langsung dengan kabupaten bantaeng
32
di sebelah timur, kabupaten gowa dan takalar di sebelah utara, dan
kabupaten takalar di sebelah barat dan laut flores di sebelah selatan.
C. Pendekatan penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yakni suatu
pendekatan penelitian yang mengungkap situasi sosial tertentu dengan
mendeskripsikan kenyataan secara benar di bentuk oleh kata-kata
berdasarkan teknik pengumpulan dan analisis data yang relevan yang
diperoleh dari situasi yang alamiah.
Penelitian kualitatif berakar pada latar alamiah sebagai keutuhan,
manusia serta alat penelitian yang memanfaatkan metode kualitatif,
mengendalikan analisis dan induktif. Selain itu, penelitian jenis ini juga
mengarahkan sasaran penelitiannya pada usaha menemukan dasar teori,
bersifat deskriptif dengan mementingkan proses daripada hasil,
membatasi studi dengan fokus memiliki seperangkat kriteria untuk
memeriksa keabsahan data.51
Pendekatan kualitatif maka peneliti dapat mendeskripsikan
mengenai Nilai-nilai dakwah dalam budaya siri’ na pacce di Desa Lentu
Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto.
D. Sumber Data
Penelitian ini menggunakan dua sumber data yakni sebagai berikut
Sumber data primer dan sekunder. Data primer adalah semua data yang
diperoleh langsung di lokasi penelitianberupa hasil observasi, wawancara
51Lexi j. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Cet. 25; Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya:, 2008), h.8
dan dokumentasi. Dengan demikian, data dan informasi yang diperoleh
adalah data yang validitasinya dapat dipertanggungjawabkan.
Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif yakni suatu
metode penelitan yang yang ditujukan untuk menggambarkan suatu
fenomena-fenomena yang ada, yang berlangsung saat ini atau masa
lampau. Dan menggambar suatu kondisi dengan apa adanya. Data primer
dalam penelitian ini yaitu berita berita langsung tentang siri’ na pacce
tersebut.52
Sumber data sekunder merupakan data pelengkap atau data
tambahan yang melengkapi data yang sudah ada sebelumnya agar dapat
membuat pembaca semakin paham akan maksud peneliti, seperti sumber
referensi dari buku-buku dan situs internet yang terkait dengan makna siri’
na pacce.53
E. Teknik Pengumpulan Data
observasi adalah pengumpulan data dengan melaukan
pengamatan langsung di kabupaten jeneponto sebagai lokasi peelitian.
Adapaun yang diamati adalah tindakan masyarakat terhadap suatu
permasalahan yang ada di kabupaten jeneponto tersebut, kemudian
peneliti mengaitkannya dengan nilai-nilai dakwah dalam budaya siri’ na
pacce Desa Lentu Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto.
52
Lexi j. Moleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif (Cet. 25; Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya:, 2008), h.8
53Lexi j. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 8
Wawancara atau interview mendalam adalah metode pengumpulan
data dengan memberikan beberapa pertanyaan langsung kepada
beberapa masyarakat di jeneponto mengenai aktualisasi siri’ na pacce
dalam menanamkan ajaran islam, maka terlebih dahulu peneliti
menyiapkan draft wawancara yang berisi pertanyaan mengenai hla
tersebut. Penelitian ini menggunakan teknik wawancara yang tidak
terstruktur.54
F. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitan dalam penelitian kualitatif yang dimkasud
adalah alat yang dipakai oleh peneliti dalam mengumpulkan data
termasuk meneliti. Dalam hal ini alat yang dipakai anatara perekam (tape
recorder) untuk wawancara langsung dan kamera untuk mengabdikan
moment pada saat melakukan penelitian di Kabupaten Jeneponto.
Penelitian merupakan pusat dan kunci data yang paling
menentukan dalam penelitian kualitatif.55Peneliti kualitatif sebagai “human
instrumen” yang berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan
sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas
data, analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas
temuannya.56 Selanjutnya Nasution (1998) menyatakan dalam
54
Afifuddin, Dan Beni Ahmad Saebani, M.Si, Metodologi Penelitian Kualitatif,
(Bandung; Pustaka Setia, 2012), H. 125
55
Afifuddin, Dan Beni Ahmad Saebani, M.Si, Metodologi Penelitian Kualitatif,
(Bandung; Pustaka Setia, 2012), h. 125
56
Kamaluddin Tajibu, Metode Penelitian Komunikasi, (Makassar; Alauddin University
Press, 2013), h. 152
penelitian kualitatif , tidak ada pilihan lain daripada menjadikan manusia
sebagai instrumen penelitian utama. Alasannya ialah bahwa segala
sesuatunya belum mempunyai bentuk yang pasti. Masalah, fokus
penelitian, prosedur penelitian yang digunakan, bahkan hasil yang
diharapkan, itu semuanya tidak dapat ditentukan secara pasti dan jelas
sebelumnya.
Segala sesuatu masih perlu dikembangkan sepanjang penelitian
itu. Dalam keadaan yang serba tidak pasti dan tidak jelas itu, tidak ada
pilihan lain dan hanya peneliti itu sendiri sebgaai alat satu-satunya yang
dapat mencapainya’.57
Dalam metode penelitian kualitatif, peneliti bahkan sebagai
instrumen sementara instrumen lainnya, yaitu buku catatan yang berfungsi
untuk mencatat semua percakapan dengan informan/narasumber,
taperecorder (vidio /audio) recorder yang berfungsi untuk merekam semua
percakapan atau pembicaraan, kamera yang berfungsi untuk memotret
apabila peneliti sedang melakukan pembicaraan dengan
informan/narasumber, dan sebagainya.58
Menurut Nasution peneliti adalah key instrumen atau alat penelitian
utama. Dialah yang mengadakan sendiri pengamatan atau wawancara tak
berstruktur, sering hanya menggunakan buku catatan. Hanya manusia
sebagai instrumen yang dapat memahami makna interaksi antar-manusia,
57Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, h.306
58Andi Prastowo, Metode Penelitian Kualitatif Dalam Perspektif Rancangan Penelitian,
H. 43
membaca gerak muka, serta menyelami perasaan dan nilai yang
terkandung dalam ucapan atau perbuatan responden. Walaupun
digunakan alat rekam dan kamera, peneliti tetap memegang peranan
utama sebagai alat penelitian.59
G. Teknik Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara induktif (dari
data ke teori).60Dalam analisis data ini bukan hanya merupakan kelanjutan
dari usaha pengumpulan data menjadi objek penelitian, namun juga
merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan pengumpulan
data berawal dari menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai
sumber, yaitu informasi dari hasil teknik pengumpulan data baik observasi,
wawancara dan dokumentasi.
Analisis data mencari dan menyusun secara sistematis data yang
diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi,
dengan cara mengorganisasikan data kedalam kategori, menjabarkan
kedalam unit-unit, melakukan sintesa menyusun kedalam pola, memilih
mana yang penting dan mana yang akan di pelajari dan membuat
kesimpulan sehingga mudah di pahami oleh diri sendiri maupun orang
59Andi Prastowo, Metode Penelitian Kualitatif Dalam Perspektif Rancangan Penelitian,
H. 43
60Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik Dan
Ilmu Sosial Lainnya, h. 294.
lain. Tujuan analisis data adalah untuk menyederhanakan data kedalam
bentuk yang mudah dibaca dan diimplementasikan.61
61
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta,
2007), h. 249.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Profil Singkat Desa Lentu
Aspek geografis dalam ilmu sejarah adalah bagian yang tidak dapat
dipisahkan dari suatu peristiwa sejarah yang terjadi pada suatu tempat
tertentu. Bahkan menjadi salah satu faktor terpenting yang mempengaruhi
pola hidup suatu masyarakat seperti mata pencaharian, keadaan
penduduk, dan watak kepribadian ,masyarakat. Oleh karena itu perlu
dibahas secara umum mengenai kondisi Desa Lentu Kecamatan
Bontoramba Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan. 62
Kecamatan Bontoramba merupakan salah satu dari 11 Kecamatan
Di Kabupaten Jeneponto yang berbatasan dengan kabupaten Gowa. Desa
Lentu berada di Kecamatan Bontoramba Kabupaten jeneponto yang
mempunyai lias wilayah 610 ha dan terletak dibagian selatan Kecamatan
Bontoramba. Adapun batas-batas Desa lentu yaitu:
a. Sebelah Selatan : Kecamatan Tamalatea
b. Sebelah Utara : Kelurahan Bontormba
c. Sebelah Barat : kelurahan Tonrokassi Timur
d. Sebelah Timur :Desa Karelayu 63
62
Kepala Desa Lentu Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto Tanggal 24 Februari
2019
63Kepala Desa Lentu Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto Tanggal 24 Februari
2019
39
Penduduk merupakan salah satu faktor pendukung yang
mempunyai peran besar dalam proses pelaksanaan pembangunan
disuatu wilayah atau daerah. Termasuk di Desa Lentu. Bahkan dalam
pembangunan nasional manusia atau masyarakat merupakan objek
pembangunan yang berarti, karena manusialah yang melakukan
pembangunan dan ditujukan untuk kepentingan manusia itu sendiri yang
selanjutnya akan menikmati hasil-hasil dari pembangunan tersebut.64
Desa Lentu merupakan Desa yang berpenduduk kurang padat
dibandingkan dengan desa lain yang ada di Kecamatan Bontoramba.
Hasil sensus penduduk tahun 2007 tercatat 2.540 jiwa. Laki-laki sebanyak
1.205 jiwa dan perempuan sebanyak 1.335 jiwa. Jumlah penduduk yang
sebesar itu merupakan aset desa yang perlu dikembangkan agar menjadi
angkatan kerja yang berkualitas dan membawa perubahan positif yang
signifikan untuk kedepannya.
Desa Lentu terdiri dari 5 (lima) dusun yaitu:
1) Dusun Alluka
2) Dusun Campagayya
3) Dusun Parangnga
4) Dusun Sapaya
5) Dusun Ta’binjai
64
Kepala Desa Lentu Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto Tanggal 24 Februari
2019
2. Perkembangan Penduduk
Perkembangan jumlah penduduk sangat erat kaitannya dengan
perkembangan peradaban manusia dalam berinteraksi dengan alam dan
sekitarnya.
Berdasarkan kriteria tersebut perkembangan peradaban untuk
daerah ini termasukpada tahap yang kedua yakni mengembangkan
pertanian secara menetap. Dalam tahun 1999 jumlah penduduk Desa
Lentu sebesar 2.045 jiwa sampai pada tahun 2015 jumlah penduduk Desa
Lentu mengalami peningkatan sebesar 2.223 jiwa.65
Berdasarkan data yang diperoleh pada kantor BPS Kecamatan
Bontoramba jumlah penduduk Desa Lentu berdasarkan dari tahun ke
tahun dengan jenis kelamin laki-laki dan perempuan dapat dilihat dari
tabel dibawah ini :
Tabel. 1
Jumlah penduduk desa lentu berdasarkan jenis kelamin dari
tahun 1999-2017
No Tahun
Jumlah Penduduk
Jumlah
Laki-Laki Perempuan
1 1999 1022 1023 2045
65
Kepala Desa Lentu Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto Tanggal 24 Februari
2019
2 2000 1010 1046 2056
3 2001 1032 1030 2062
4 2002 1002 1087 2089
5 2003 960 1023 1983
6 2004 961 1019 1980
7 2005 1048 1104 2152
8 2006 1032 1100 2132
9 2007 1031 1113 2144
10 2008 1035 1117 2152
11 2009 1042 1122 2164
12 2010 1041 1123 2164
13 2011 1045 1133 2178
14 2012 1049 1141 2190
15 2013 1054 1148 2202
16 2014 1057 1155 2212
17 2015 1061 1162 2223
3. Infrastruktur Sosial
Pendidikan adalah salah satu unsur penting dalam kehidupan
manusia. Disamping itu dengan pendidikan dapat mengembangkan
wawasan, pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh peserta didik
dengan demikian pendidikan merupakan keharusan bagi manusia apakah
itu ditempuh dengan pendidikan formal atau nonformal. Kaitan dari suatu
pengembangan daerahmaka pendidikan mempunyai peran yang sangat
besar dalam menciptakan tenaga-tenaga terdidik, terampil dan
bertanggung jawab. Dalam proses pengembangan bangsa secara
keseluruhan akan mengalami ketimpangan bila tidak didukung dengan
sarana dan prasarana pendidikan yang memadai seperti gedung, tenaga
pengajar dan perlengkapan pendidikan lainnya.
Pendidikan merupakan faktor penentuan bagi perkembangan suatu
bangsa atau negara. Oleh sebab itu, pendidikan sangat menjadi perhatian
utama bagi pemerintah di Negara baik pengadaan sarana dan
prasarananya mulai dari tingkat desa maupun daerah terpencil. Hal ini
dapat dilihatdari pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah
Kabupaten Jeneponto terkhususnya di Desa Lentu telah berdiri 4 buah
TK, SD, MI, dan SMU. 66
Adapun keadaan pendidikan yang ada di Desa Lentu dapat dilihat
pada tabel dibawah ini :
66
Kepala Desa Lentu Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto Tanggal 24 Februari
2019
Tabel. 2
Sarana pendidikan Desa Lentu
Jenis
pendidika
n
Nama Dusun
alluk
a
Campagayy
aa
Parangng
a
Sapayy
a
Ta’binj
ai Total
Belum
sekolah 30 73 55 46 67 271
Putus
sekolah 46 78 89 28 74 315
SR 7 - - 1 5 13
TK 2 6 - 11 26 45
SD 54 235 106 127 207 729
SMP 38 81 20 68 132 357
SMA 24 53 12 105 148 342
D2 - - - 7 3 10
D3 1 - - 2 3 6
S1 1 6 1 5 15 28
S2 - - 1 1 - 2
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan
masihlah rendah ini dikarenakan masih kurangnya kesadaran bagi warga
khususnya para orang tua disamping itu faktor lain disebabkan oleh
karena faktor ekonomi yang masih relatif rendah.
B. Bentuk Nilai-Nilai Dakwah Dalam Budaya Siri’ Di Desa Lentu
Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto
1. Bentuk Nilai Siri’ Berkaitan dengan Aqidah
a. Nilai Kejujuran
Ada tiga hal penting yang bisa diterapkan dalam kehidupan kita
untuk memberantas ketidakjujuran dan kejahatan lainnya yaitu: pertama,
penelusuran akidah dengan meyakini dan mengikhlaskan ibadah hanya
kepada Allah semata. Kedua, berperilaku jujur dan jangan menyakiti orang
lain. Ketiga, jangan merusak bumi. Maksudnya bisa diperluas bukan
hanya arti yang sebenarnya, tetapi bisa dimaksudkan jangan merusak
sistem yang sudah dibangun dengan baik, akibat dari perilaku individu
yang tidak jujur.
Aqidah dalam agama adalah hal yang berkaitan dengan keyakinan
bukan perbuatan . yaitu perkara yang wajib dibenarkan oleh hati dan jiwa
menjadi tentram karenanya, sehingga menjadi suatu kenyataan yang
teguh dan kokoh, yang tidak tercampur oleh keraguan dan kebimbangan.
Keimanan yang pasti tidak terkandung suatu keraguan apapun
pada orang yang meyakininya. Dan harus sesuai dengan kenyataannya,
yang tidak menerima keraguan atau prasangka. Jika hal tersebut tidak
sampai pada keyakinan yang kokoh, maka tidak dinamakan aqidah.
Dinamakan aqidah, karena orang itu mengikut hatinya diatas hal tersebut.
Kemudian aqidah jika dikaitkan dengan nilai-nilai Siri’ maka hal tersebut
juga akan berhubungan dengan keimanan seseorang.
Nilai Siri’ yaitu nilai yang paling utama yang terkandung dalam
falsafah Siri’ sebagai uraian yang pertama adalah rasa malu dan harga
diri. Begitu sakralnya kata itu, sehingga apabila seseorang kehilangan
Siri’nya atau de’ni gaga Siri’na, maka tak ada lagi artinya dia menempuh
kehidupan sebagai manusia. Selain itu juga nilai Siri’ ini juga sudah sejak
zaman dahulu dan sangat di hormati oleh para leluhur dan harus tetap
diterapkan dalam kehidupan. Sebagaimana yang disampaikan oleh salah
seorang informan.
Dalam kehidupan masyarakat penerapan nilai Siri’ harus tetap diterapkan secara terus menerus agar tercipta masyarakat yang damai, karena Siri’ artinya malu dan malu itu sebagian dari iman, hal ini berhubungan nilai-nilai keislaman yang berkaitan dengan aqidah seseorang dan penilaian bagaimana ketakwaannya kepada Allah Swt. Di desa lentu, masyarakat yang menerapkan budaya Siri’ dari segi aqidah hanya beberapa persen saja. Mereka lebih memilih menghabiskan waktunya untuk melakukan hal-hal yang tidak bermanfaat. Melakukan hal-hal yang merusak aqidah atau kepercayaan kepada Allah swt. Maka banyak yang memiliki akhlak yang buruk, sebab keimanannya saja hanya seperti itu. Mereka sama sekali tidak takut akan laknat Allah swt.67 Berbicara mengenai keimanan masyarakat. Saat ini memang sudah
sangat mengkhawatirkan hal tersebut terjadi akibat budaya yang datang
dari luar dan perkembangan teknologi yang sudah sangat canggih
sehingga membuat masyarakat lebih memilih menghabiskan waktunya
67
Hartati, Guru Honorer TK di Desa lentu Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto,
Wawancara tanggal 26 Februari 2019
dalam kegiatan yang tidak bermanfaat dan malahan mengundang murkah
Allah swt. hal tersebut membuat mata hati mereka tidak melihat kehidupan
akhirat sebagaimana yang disampaikan oleh salah seorang informan.
kebanyakan orang-orang di zaman sekarang terlalu sibuk dengan dunia maya sehingga lupa dengan akhirat,dan melupakan kewajibannya kepada Allah swt. dan juga kebanyakan orang tua dulu masih mempercayai dan melakukan hal-hal yang berbau kesyirikan yang merusak aqidah dan keagamaan itu semua yang menyebabkan terjadinya kesyirikan-kesyirikan, seperti mempercayai ritual-ritual dengan penyajian sesajen yang biasa dilakukan di sungai dan kebiasaan masyarakat lainnya. 68
Pendapat informan diatas menyatakan bahwa sebagian
masyarakat di Desa Lentu ternyata masih tergoda dengan yang namanya
dunia maya dan juga masih percaya dengan ritual-ritual yang bersifat
syirik terhadap Allah swt. padahal syirik itu adalah sesuatu yang sangat di
benci oleh Allah swt dan juga sebagian masyarakat terlalu cinta akan
dunia teknologi sehingga melupakan kewajibannya kepada Allah swt yang
juga termasuk dalam kategori syirik sebab mereka lebih memilih
melakukan kegiatan dunia maya di bandingkan beribada kepada Allah
swt.
Penyampaian diatas aqidah dan nilai-nilai Siri’ tidak dapat
dipisahkan satu sama lain karena di bentengi dengan aqidah manusia
yang dijalankan bersamaan dengan nilai-nilai Siri’ tersebut dengan benar
dan penuh keyakinan tanpa ada keraguan sekalipun.
2. Bentuk Nilai Siri’ Berkaitan Dengan Akhlak
68
Syamsuddin, Penyuluh Agama, di Desa Lentu Kecamatan Bontoramba Kabupaten
jeneponto, wawancara tanggal 26 Februauri 2019
a. Nilai Kedisiplinan
Disiplin bukan hanya milik tentara atau polisi saja, tetapi menjadi
milik semua orang yang ingin sukses. Kedisiplinan tidak diartikan dengan
kehidupan yang kaku dan susah tersenyum. Kedisiplinan terkait erat
dengan manajemen waktu. Bagaimana waktu yang diberikan oleh tuhan
selam 24 jam dalam sehari dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya
untuk meraih kesuksesan di dunia dan akhirat.
b. Nilai Kerja Keras
Siapa yang sungguh-sungguh dialah yang pasti dapat. (man jadda
wajada). hadist tersebut merupakan hukum sosial yang berlaku universal
bagi masyarakat, tidak mengenal etnis, agama maupun bahasa. Orang
cina yang rajin dan bekerja keras, pasti akan mendapatkan hasil dari kerja
kerasnya. Sebaliknya, umat Islam yang malas, pasti akan menerima hasil
yang sedikit karena kemalasannya.
Akhlak merupakan budi pekerti. Akhlak bisa melampaui ibadah
seseorang dan halitu termasuk akhlak yang mulia dalam agama.
Contohnya menolong sesama manusia , binatang dan makhluk lainnya itu
termasuk kategori akhlak yang mulia terlebih memberikan sesuatu yang
membuat orang senang seperti yang diungkapkan salah seorang
informan.
Dengan memiliki ahlak yang baik maka itu yang menyebabkan orang masuk syurga. Walaupun dia memiliki ilmu yang tinggi akan tetapi jika tidak memiliki akhlak yang mulia atau akhlak yang baik maka
sama saja 0 (nol), karena ilmu dan akhlak harus tetap berjalana bersamaan.69
Secara umum budaya siri’ na pacce dari segi akhlak sangatlah
berbeda jauh dari masa dahulu dengan masa sekarang, baik masyarakat
dari pedesaan maupun perkotaan. Saat ini dengan ada perubahan zaman
dengan teknologi yang sudah berkembang pesat itu bisa mempengaruhi
akhlak kepribadian seseorang. Sebagaimana yang di sampaikan oleh
salah seorang informan:
Dulu budaya siri’ na pacce itu sangat kental di desa ini namun seiring berjalannya waktu dari zaman ke zaman budaya itu telah hilang dari diri masyarakat, seperti halnya kalau anak dimarahi oleh gurunya dan anak itu pulang melapor kepada orang tuanya, maka anak itu kembali dimarahi dan sekarang sudah sangatlah berbeda jauh, banyak anak atau remaja yang sangat mudah melakukan tindakan kekerasan dari pengaruh hal-hal yang ia tontongi di media sosial dan lebih parahnya lagi banyak anak-anak yang membantah kata dari orangtuanya sendiri. 70
Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas bahwa kebanyakan dari
masyarakat saat ini tidak merasa malu jika melakukan perbuatan
perbuatan yang bisa salah jika mereka tidak berakhlak, apalagi di Desa
Lentu yang dikenal dengan nilai-nilai siri’nya yang tinggi, akan tetapi nilai-
nilai siri’ yang telah diterapkan oleh masyarakat Desa Lentu mulai dari
dahulu hingga sekarang mulai memudar. Akan tetapi hal ini tidak bisa
dipungkiri dengan perkembangan zaman yang begitu cepat, sebagaimana
yang disampaikan oleh salah seorang informan:
69
Ruda Dg Mile, Petani, di Desa Lentu Kecamatan Bontoramba Kabupaten jeneponto,
wawancara 26 Februari 2019
70Syamsuddin, Penyuluh Agama, di Desa Lentu Kecamatan Bontoramba Kabupaten
Jeneponto, wawancara Tanggal 26 Februari 2019
Masyarakat Desa Lentu ini hanya beberapa persen saja yang masih menerapkan nilai-nilai siri’ dalam kehidupannya, namun sudah banyak dari masyarakat yang tidak memperdulikan nilai siri’ dalam kehidupannya.71 Pendapat informan diatas memberikan informasi bahwa nilai siri’
sangatlah harus di tekankan dalam kehidupan masyarakat karena apabila
nilai-nilai siri’ sudah mulai menghilang maka akan timbul perilaku perilaku
yang menyimpang yang bisa saja akan dilakukanoleh setiap remaja
maupun masyarakat umum sebagimana yang terjadi pada saat ini.
3. Bentuk Nilai Siri’ Yang Berkaitan Dengan Syariah
a. Nilai Kebersihan
Umat Islam seringkali di perkenalkan dan dianjurkan untuk menjaga
kebersihan. Setiap bahasan pertama tentang fiqh islam diawali dengan
pembahasan tentang kebersihan seperti menghilangkan hadast besar dan
kecil, menggunakan air yang bersih lagi mensucikan, berwudhu, dan lain
sebagainya. Menjaga kebersihan merupakan nilai dakwah universal yang
dapat dilakukan oleh siapa saja, apalagi umat islam yang jela-jelas
memiliki dasar yang kuat untuk menjaga kebersihan.72
b. Nilai Kompetisi
Islam tidak melarang umatnya untuk berkompetisi,karena kompetisi
merupakan salah satu motivasi psikologis sangat umum dimiliki oleh
setiap manusia. Setiap mahasiswa akan memiliki motivasi untuk
berkompetisi di antara teman-temannya.
71
Hartati, Guru Honorer, di Desa Lentu Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto
wawancara tanggal 26 Februari 2019
72Abdul Basit, “Filsafat Dakwah”, h. 257-277
Masih banyak nilai-nilai dakwah yang bisa di kembangkan atau
diturunkan dari sumber ajaran islam, yakni al Quran dan al hadist. Nilai-
nilai dakwah yang berlaku universal tersebut senantiasa disosialisasikan
kepada masyarakat sehingga nilai-nilai tersebut menjadi kebiasaan,
tradisi, atau norma yang berlaku di masyarakat
Syariah merupakan hukum-hukum ( peraturan yang diturunkan
Allah Swt. melalui rasul-rasulNya yang mulia untuk manusia agar mereka
keluar dari kegelapam menuju yang terang, dan mendapatkan petunjuk ke
jalan yang lurus. Jika dikaitkan dengan nilai siri’ maka berhubungan
dengan hukum-hukum ajaran islam.
Penerapan nilai siri’ adalah sesuatu hal yang dilakukan agar dapat
melakukan pembinaan masyarakat/remaja terhadap budaya ini dalam
rangka menanamkan ajaran islam.
Budaya siri’ merupakan budaya turun temurun yang dilakukan oleh
masyarakat di Desa ini, sehingga dibebankan kepada generasi
selanjutnya untuk tetap menjaga budaya tesebut. Dengan tetap menjaga
budaya siri’ sehingga bisa memotivasi kepada orang lain untuk tetap
menjalankan budaya itu. Penerapan nilai siri’ dalam hal syariah
diungkapkan oleh salah seorang informan berikut:
Nilai siri’ itu sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Jika tidak menganut budaya tersebut, maka dapat dikatakan bahwa orang-orang itu masih dipertanyakan mengenai keimanan dan akhlaknya. Sebab nilai siri’ itu harus tetap tertanam dalam diri setiap manusia. Penerapannya dalam hal syariah yaitu dimana seseorang harus merasa malu dan takut kepada Allah swt. jika akan melakukan hal-hal yang sudah dilarang oleh ajaran islam. Mereka akan berusaha
untuk mempertahankan dirinya agar tidak mempermalukan keluarga dan orang-orang di sekitarnya.73 Budaya Siri’ Na Pacce sudah ada sejak dulu hingga sekarang
namun perkembangannya tidak berkembang seperti zaman dahulu seperti
yang disampaikan salah seorang informan:
”Budaya siri na pacce sudah ada sejak dulu hingga sekarang
namun perkembangannya dari zaman ke zaman sudah menurun tidak
seperti dulu lagi yang sangat kental budaya tersebut. Namun sekarang
budaya itu sudah mulai menghilang sedikit demi sedikit namun harapan
saya budaya siri na pacce semestinya semakin berkembang apalagi
sekarang perkembangan zaman semakin canggih, namun nyatanya tidak
karena dengan kurangnya kerjasama yang terjalin sehingga membuat
budaya siri Na pacce sudah tidak berkembang secara baik.”74
Pernyataan diatas menandakan budaya siri’ na pacce di desa ini
sudah tidak berkembang baik karena kurangnya kesadaran dari masyarakat
tersebut.
Di tinjau dari rasa kekeluargaan antara anak dan ibu munculnya
hubungan kekeluargaan, tetangga dan temannya, seperti yang disampaikan
salah seorang informan:
Budaya siri’ na pacce tersebut adalah perilaku yang tidak menyimpang dan tidak selamanya siri’ na pacce berjalan bersamaan siri’ adat yang bertentangan dengan siri’ menurut agama. Seharusnya siri’ itu harus kembali ketempat yang sesuai
73
Syamsuddin, Penyuluh Agama, di Desa Lentu Kecamatan Bontoramba Kabupaten
Jeneponto wawancara Tanggal 26 Februari 2019
74Ruda Dg Mile, Petani, di Desa Lentu Kecamatan Bontoramba Kabupaten jeneponto,
wawancara 26 Februari 2019
ajaran islam, malu yang dibenarkan seharusnya sesuai dengan menjaga akhlaknya, saling mengingatkan satu sama lain dan menjatuhkan budaya siri’ ini itu ekonomi dan status sosial juga kurangnya kerjasama yang kuat siri’ itu sudah tidak bisa kembali tetap pada suatu saat keadaan budaya siri na pacce ini akan kembali seperti dahulu kala. 75 pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa budaya siri’ na pacce
ini sesuai adat dan budaya siri’ menurut agama itu bertentangan dan
seharusnya budaya siri’ itu harus disesuaikan dengan syariat islam. Dan
juga budaya siri’ na pacce ini sudah tidak terlalu kental di desa ini bahkan
mereka sudah tidak peduli akan budaya tersebut.
C. Upaya masyarakat dalam menerapkan nilai-nilai siri’ di Desa Lentu
Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto
Penerapan nilai-nilai budaya siri’ na pacce akan menempatkan
pribadi-pribadi menjadi manusia yang menerapkan harga diri itu ialah
harga mati, dan juga manusia bisa bersifat unggul, utuh, dan tidak
terpecah-pecah. Sebab, budaya siri’ na pacce mengandung nilai-nilai yang
universal yang mengajarkan seseorang menghargai hakikat
penciptaannya, mengajarkan seseorang peduli terhadap kesulitan hidup
sesama manusia, tolong menolong dan lain-lain.
Dengan kata lain nilai-nilai kebudayaan yang terdapat dalam suatu
masyarakat tertentu mempunyai arti hidup begitupun sebaliknya. Budaya
siri’ na pacce sebagai salah anutan nilai Budaya tentunya mempunyai
75
Syamsuddin, Penyuluh Agama, di Desa Lentu Kecamatan Bontoramba Kabupaten
Jeneponto wawancara Tanggal 26 Februari 2019
kontribusi yang tak ternilai harganya bagi individu, tidak hanya pribadi-
pribadi tetapi untuk masyarakat itu sendiri.76
Penulis mengamati masyarakat Bugis-Makassar sangat
menghargai tata krama/sopan santun yang dikenal sipakatau (saling
menghargai antar sesama manusia) setiap orang dituntut untuk
memperlakukan semua orang dengan baik dan santun. Masyarakat Bugis-
Makassar dapat memahami tindakan yang dilakukan sebagai reaksi dari
ketidaksopanan seseorang. Sehingga, dalam makna Bugis-Makassar
dikenal budaya siri’, siri’ berarti rasa malu.
Tidak hanya itu, generasi muda juga menanamkan budaya siri’ na
pacce ini, maka bukan hanya menimbulkan harkat , martabat, dan harga
diri sebagai seprang manusia, tetapi juga akan menimbulkan sifat rendah
hati dan juga mengedepankan kepemimpinan yang didamba oleh seluruh
masyarakat pada diri masing-masing seseorang.77
Budaya siri’ na pacce dalam masyarakat Bugis-makassar tersebut
hal penting untuk dikaji secara mendalam, utamanya dalam era modern
yang sangat pesat seperti sekarang ini dan juga terjadi pergeseran makna
hakiki dari nilai budaya yang terdapat dalam masyarakat Bugis-Makassar,
yang pada titik tertentu menjadi sebuah titik tolak dari setiap masalah yang
lahir dalam kehidupan nyata yang ada dalam masyarakat Bugis-Makassar.
Akan tetapi, budaya siri’ na pacce tidak hanya untuk masyarakat
Bugis-Makassar saja, tetapi seluruh masyarakat Indonesia bahkan seluruh
76https://dilanatsir.wordpress.com (19 Maret 2019)
77https://dilanatsir.wordpress.com (19 Maret 2019)
orang di dunia hendaknya untuk menanamkan budaya tersebut karena
pada dasarnya budaya seperti Siri’ Na Pacce, bukan hanya berada di
sulawesi selatan, tetapi diselurh wilayah budaya di Indonesia yang
memiliki harkat dan pedoman budaya dari wilayah masing-masing hanya
istilah yang berbeda dan makna yang berbeda dari setiap daerah itu
sendiri.78
Upaya masyarakat dalam menerapkan nilai-nilai siri bagi remaja
didesa lentu ini melalui metode secara lisan dan metode dengan cara
perbuatan. Adapun metode tersebut adalah:
1. Metode Secara Lisan
metode ini disampaikan secara lisan oleh masyarakat didesa lentu
ini dengan cara mengajak orang-orang berbuat baik mulai dari yang dekat
termasuk sahabat, keluarga, keluarga sahabat, dan selanjutnya kepada
orang-orang lain yang diluar mereka sebagaimana yang disampaikan oleh
salah seorang informan:
jika ingin menjadi orang yang baik di mata Allah, dicintai oleh seluruh makhluk maka jadilah orang yang jujur, sebagiamana yang di contohkan oleh rasulullah Saw. semasa hidupnya pada masa hidup Rasulullah Saw. sebelum diangkat menjadi rasul. Rasulullah Saw telah menerapkan nilai-nilai kejujuran dalam setiap langkah kehidupannya sehingga ia pun dicintai oleh penduduk makkah pada saat itu. 79
2. Metode Dengan Cara Perbuatan
penerapan yang kedua adalah seorang masyarakat harus
memperlihatkan langsung melaui tingkah laku dan perbuatannya, baik
78https://dilanatsir.wordpress.com, (19 Maret 2019)
79 Syamsuddin, Penyuluh Agama, di Desa Lentu Kecamatan Bontoramba Kabupaten
Jeneponto wawancara Tanggal 26 Februari 2019
secara individu maupun secara kelompok. Sebagaimana yang dilakukan
oleh orang terdahulu karena islam adalah agama yang harus diyakinkan
dalam hati, diucapkan oleh lisan dan dilaksanakan dengan perbuatan.
Setiap apa yang disampaikan oleh masyarakat yang umumnya lebih tua
harus terlebih dahulu yang memberikan contoh seperti jika masyarakat
tersebut menyampaikan tentang nilai-nilai kejujuran dalam ruang lingkup
remaja maka yang pertama kali dilakukan adalah bagaimana ia berlaku
jujur ditengah-tengah remaja tersebut sebagaimana yang dikatakan oleh
salah seorang informan:
sebagai penceramah jangan hanya bisa berucap yang benar-benar saja, tapi harus bisa melakukan apa yang diucapkan agar masyarakat atau remaja lebih mendengarkan ketika penceramah menyampaikan yang namanya kebenaran80
Selain itu juga dalam proses penyampaian harus memperhatikan
keadaan atau kondisi yang sedang dialami masyarakat atau remaja agar
apa yang disampaikan dapat diperhatikan dengan baik dan lebih fokus
kepada mereka dan lebih bisa dilakukan dan disukai.
Pada dasarnya penerapan secara lisan ini bisa mengajak orang-
orang untuk ikut dalam melakukan kebaikan dengan cara memperlihatkan
perbuatan agar masyarakat bisa percaya dan yakin. Dakwah yang
mengajak dengan perbuatan sehari-hari baik saat berjalan ataupun saat
dalam ruangan. Karena Islam adalah agama yang telah memberikan
penjelasan mulai dari bangun tidur hingga tidur kembali.
80
Hana Prastika, honorer di Desa Lentu Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto,
Wawancara Tanggal 27 Februari 2019
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sesuai penelitian yang telah kami lakukan selama 3 bulan di Desa
Lentu Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto, dan penulis
menguraikan hasil penelitian pada bab-bab terdahulu, maka berikut ini
penulis mengakhiri pembahasan dengan mengemukakan kesimpulan dan
saran sebagai berikut:
3. Bentuk Nilai-Nilai Dakwah Dalam Budaya Siri’ Di Desa Lentu
Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto memiliki tiga aspek
yaitu bentuk nilai siri’ berkaitan dengan aqidah, bentuk nilai siri’
berkaitan dengan akhlak dan bentuk nilai siri’ berkaitan dengan
syariah.
4. Upaya masyarakat dalam penerapan nilai-nilai siri’ bagi remaja di
Desa Lentu Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto
menggunakan dua model yaitu model berdakwah dengan secara
lisan dan model berdakwah dengan perbuatan.
B. saran
1. Hendaknya masyarakat yang umumnya lebih tua dalam menjalankan
tugasnya sebagai panutan bagi remaja dalam pemahaman tentang
nilai-nilai agama ataupun nilai-nilai siri’ dalam kehidupan
bermasyarakat harus lebih memperhatikan hal-hal yang dibutuhkan
remaja.
57
2. Penulis berharap agar penelitian ini dapat memberi pemahaman
terhadap pembaca khususnya Tentang Nilai-Nilai Dakwah Dalam
Budaya Siri’ Na Pacce Di Desa Lentu Kecamatan Bontoramba
Kabupaten Jeneponto.
3. Penulis berharap agar penelitian ini dapat berguna sebagai referensi
untuk pembaca kedepannya
.
DAFTAR PUSTAKA A. Rahman Rahim, Menggali Nilai-Nilai, Lihat Lontara H. Andi Mappasala ..............................,Nilai-Nilai Utama Kebudayaan Bugis (Ujungpandang:
Lembaga Penerbitan Universitas Hasanuddin, 1985) Afifuddin, dan Beni Ahmad Saebani, metodologi penelitian kualitatif,
(Bandung; Pustaka Setia, 2012 Anshoriy , Nasruddin (Anre gurutta Ambo Dalle, Maha Guru Dari Bumi
Bugis), Yogyakarta: Tiara Wacana, 2009 Basit, Abdul, “Filsafat Dakwah” Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan
Publik dan Ilmu Sosial Lainnya Departemen Agama, Al Qur`an Terjemahan Hamid, Abu (Siri’ Na Pesse’), jl. Abdullah Dg. Sirua: Pustaka Refleksi,
2005 Hizair M A, “Kamus Lengkap Bahasa Indonesia” Moleong, Lexi j, metodologi penelitian kualitatif (Cet. 25; Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya:, 2008) Munawwir, A.W, “Kamus Al-munawwir Arab-Indonesia Terlengkap” Nonci, s.pd(Konsep-Konsep Budaya), Jl. Perintis Kemerdekaan VII/ 52
B: CV Aksara, 2005 Prastowo, Andi, metode penelitian kualitatif dalam perspektif rancangan
penelitian Risal Darwis dan Asna Usman Dilo, implikasi falsafah siri’ na pacce
pada masyarakat suku makassar (gorontalo:2011) Shaff Muhtamar( Masa Depan Warisan Luhur Dan Kebudayaan
Sulawesi Selatan), Jl. Abdullah Dg Sirua No.3: CV Adi Perkasa, 2004
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D (Bandung:
Alfabeta, 2007) Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan
59
Tajibu, Kamaluddin, metode penelitian komunikasi, (Makassar; Alauddin
University Press, 2013) Bugismakassartrip.com http://belajarislam.com/hadits/hadist-jika-engkau-tak-malu-perbuatlah-
sesukamu http://onlinejelajah.blogspot.co.id/2015/06//siri’-na-pacce-dalam-nilai- dan-
falsafah.html Radinalaidin.blogspot.com Suarapilardemokrasi.blogspot.com > nilai dan falsafah siri’ na pacce https://dilanatsir.wordpress.com
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
Nurul hidayat, lahir pada tanggal 11 November 1996 di
Ta’binjai, dan bertempat tinggal di dusun Ta’binjai Desa
Lentu Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto.
Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, dari
Ayahanda Abdullah dan Ibunda Herlina. Adapun motto dari penulis yaitu:
jadilah dirimu sendiri, jangan pernah berpikir menjadi orang lain. Yakinlah
Allah selalu bersama kita dan memudahkan segala usahamu, karena
usaha tidak akan menghianati hasil.
Penulis memulai pendidikan di SDN 29 Ciniayo Kabupaten
Jeneponto tamat pada tahun 2008. Pada tahun yang sama penulis masuk
di SMP Negeri 1 Tamalatea Kabupaten Jeneponto dan tamat pada tahun
2011, kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1
Tamalatea Kabupaten Jeneponto dan tamat pada tahun 2014. Pada tahun
2015 penulis melanjutkan pendidikan ke Universitas Muhammadiyah
Makassar(Unismuh) Fakultas Agama Islam (FAI) Prodi Komunikasi dan
Penyiaran Islam (KPI), program Strata satu (S1).
Top Related