1
TESIS
EKSPRESI GALECTIN-3 LEBIH TINGGI PADA
KARSINOMA PAPILER DIBANDINGKAN DENGAN
HIPERPLASIA NODULAR DAN ADENOMA
FOLIKULAR PADA ORGAN TIROID DI BALI
NI KETUT ARI WIDHIASIH
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
1
TESIS
EKSPRESI GALECTIN-3 LEBIH TINGGI PADA
KARSINOMA PAPILER DIBANDINGKAN DENGAN
HIPERPLASIA NODULAR DAN ADENOMA
FOLIKULAR PADA ORGAN TIROID DI BALI
NI KETUT ARI WIDHIASIH
NIM 1114098202
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
ii
EKSPRESI GALECTIN-3 LEBIH TINGGI PADA
KARSINOMA PAPILER DIBANDINGKAN DENGAN
HIPERPLASIA NODULAR DAN ADENOMA FOLIKULAR
PADA ORGAN TIROID DI BALI
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister
pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik
Program Pascasarjana Universitas Udayana
NI KETUT ARI WIDHIASIH
NIM 1114098202
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
iii
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI
PADA TANGGAL 14 MARET 2015
Pembimbing I, Pembimbing II,
dr. Herman Saputra, Sp.PA (K) dr. Luh Putu Iin Indrayani Maker, Sp.PA(K)
NIP. 197303112002121002 NIP. 197511042008012013
Mengetahui,
Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Direktur Program Pascasarjana
Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Universitas Udayana,
Prof.Dr.dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And, FAACS Prof.Dr.dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K)
NIP. 19461213 197107 1001 NIP. 195902151985102001
iv
Lembar Penetapan Panitia Penguji
Tesis Ini Telah Diuji pada
Tanggal 3 Maret 2015
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana,
Nomor : 402/UN14.4/HK/2015, Tanggal 23 Februari 2015
Ketua : dr. Herman Saputra, SpPA (K)
Anggota :
1. dr. Luh Putu Iin Indrayani Maker, SpPA (K)
2. Prof. dr. I Gusti Alit Artha, MS., SpPA (K), MIAC
3. Dr. dr. I Gusti Ayu Sri Mahendra Dewi, SpPA (K)
4. Prof. dr. N. Tigeh Suryadhi, MPH, Ph.D
v
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Om Swastiastu,
Atas asung wara kerta nugraha Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha
Esa, didorong oleh pemikiran yang luhur maka tesis dengan judul Ekspresi
Galectin-3 Lebih Tinggi pada Karsinoma Papiler Dibandingkan dengan
Hiperplasia Nodular dan Adenoma Folikular pada Organ Tiroid di Bali,
dapat diselesaikan. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini tidak mungkin
dapat diselesaikan tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Pada
kesempatan ini izinkan penulis dengan sepenuh hati menyampaikan rasa terima
kasih yang tak terhingga kepada yang terhormat :dr. Herman Saputra, SpPA (K),
selaku pembimbing I, yang telah membantu mengembangkan ide, memberikan
bimbingan, pengarahan, dan dukungan yang tak ternilai dari awal penyusunan
usulan penelitian hingga selesainya penulisan tesis ini. Terima kasih yang sebesar-
besarnya juga penulis ucapkan kepadadr. Luh Putu Iin Indrayani M., SpPA (K),
selaku pembimbing II dan Kepala Instalasi Patologi Anatomi Rumah Sakit Umum
Pusat Sanglah Denpasar, yang telah memberikan bimbingan, pengarahan,
masukan, dan dukungan yang tak ternilai dari awal penyusunan usulan penelitian
hingga selesainya penulisan tesis ini, serta memberikan ijin untuk peminjaman
blok dan preparat histopatologi selama proses penelitian.
Rasa terima kasih penulis sampaikan pula kepada :
1. Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. I Ketut Suastika, SpPD-KEMD,
FINASIM, dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Prof.
vii
Dr. dr. Putu Astawa, SpOT (K), M.Kes, yang memberikan kesempatan
fasilitas untuk mengikuti dan menyelesaikan Program Magister
Pascasarjana dan Program Pendidikan Dokter Spesialis-1 di Universitas
Udayana.
2. Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. A.A.
Raka Sudewi, SpS (K), atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan untuk
menjadi mahasiswa Program Pascasarjana Universitas Udayana.
3. Prof. Dr. dr. Wimpie I. Pangkahila, SpAnd., FAACS, selaku Ketua
Program Studi Ilmu Biomedik (Combine Degree) Program Pascasarjana
Universitas Udayana yang telah memberikan kesempatan mengikuti
program pendidikan Combine Degree.
4. dr. Anak Ayu Saraswati, M.Kes, Direktur Rumah Sakit Umum Pusat
Sanglah Denpasar, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan untuk
menjalani pendidikan di Bagian Patologi Anatomi, dan melakukan
penelitian di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar.
5. Dr. dr. I Gusti Ayu Sri Mahendra Dewi, SpPA (K), selaku Ketua Program
Studi Ilmu Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
serta selaku penguji, yang telah memberikan kesempatan mengikuti
Program Pendidikan Dokter Spesialis-1, memberikan petunjuk, nasihat,
serta bimbingan selama menjalani pendidikan spesialisasi, serta
memberikan saran, sanggahan, bimbingan, dan koreksi selama proses
pengerjaan usulan penelitian hingga akhir penyusunan tesis ini.
viii
6. dr. A.A.A.N. Susraini, SpPA (K), selaku Kepala Bagian/SMF Patologi
Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah
Denpasar, yang telah memberikan kesempatan mengikuti Program
Pendidikan Dokter Spesialis-1, memberikan petunjuk, nasihat, serta
bimbingan selama menjalani pendidikan spesialisasi.
7. Prof. dr. I Gusti Alit Artha, MS., SpPA (K), MIAC, Dr. dr. I Gusti Ayu Sri
Mahendra Dewi, SpPA (K), dan Prof. dr. N. Tigeh Suryadhi, MPH, Ph.D,
selaku penguji, atas semua saran, masukan, sanggahan, dan koreksi dalam
penyusunan tesis ini.
8. Seluruh staf dosen/pengajar PPDS-1 Patologi Anatomi Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar, dan semua
dosen Pascasarjana Program Magister Ilmu Biomedik Combined Degree,
yang telah membimbing, memberikan masukan, dan bekal pendidikan
kepada penulis, sehingga membantu menyelesaikan tesis ini.
9. Drs. I Ketut Tunas, MSi, yang telah membantu dalam memberikan
masukan serta saran dalam pengolahan data dan statistik mulai dari awal
penyusunan usulan penelitian hingga akhir penulisan tesis ini.
10. Seluruh teman sejawat residen PPDS-1 Patologi Anatomi dan pegawai di
lingkungan Bagian/SMF Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar atas bantuan dan
kerjasamanya selama peneliti menjalankan masa pendidikan.
Rasa syukur penulis persembahkan kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta, Ida
Pandita Mpu Jaya Wasistha Nanda dan Ida Pandita Mpu Istri Jaya Wasistha
ix
Nanda, yang telah memberikan bekal pendidikan yang cukup, perhatian, doa,
semangat, dan kasih sayang yang tak terhingga kepada penulis. Ayahanda dan
Ibunda mertua, AKP (Purn) I Ketut Rendeh dan Ni Made Hartasih, terima kasih
atas pengertian, perhatian, dukungan, dan semangat yang begitu besar kepada
penulis selama masa pendidikan. Dan, akhirnya kepada suami tercinta, dr. I Ketut
Rai Wiwa Negara, SpOG, serta kedua putra terkasih, I Putu Gde Satria N. Cakra
Wibawa dan I Made Bramantya Wisnu Wardhana, terima kasih atas dorongan
semangat, perhatian, pengorbanan, serta pengertian yang tak terhingga kepada
penulis selama masa pendidikan dan penyelesaian penelitian ini.
Semoga tesis ini dapat memberikan manfaat dan sumbangan yang berguna
bagi perkembangan pelayanan di Laboratorium Patologi Anatomi, serta bidang
Ilmu Patologi Anatomi. Semoga Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang Hyang Widhi
Wasa selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu
pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini.
Om Santih, Santih, Santih, Om
Denpasar, Maret 2015
Penulis
Ni Ketut Ari Widhiasih
x
ABSTRAK
EKSPRESI GALECTIN-3 LEBIH TINGGI PADA KARSINOMA PAPILER
DIBANDINGKAN DENGAN HIPERPLASIA NODULAR DAN ADENOMA
FOLIKULAR PADA ORGAN TIROID DI BALI
Karsinoma tiroid merupakan keganasan tersering organ endokrin, Sebagian besar
tumor ganas ini berasal dari diferensiasi sel folikular tiroid, dan lebih dari 85%
kasus merupakan karsinoma papiler, yang tidak jarang menimbulkan kesulitan
diagnosis, dan dapat dikelirukan dengan hiperplasia nodular dan adenoma
folikular.Diagnosis yang akurat merupakan hal yang sangat penting dalam
menentukan modalitas terapi penderita pasca operasi. Galectin-3 merupakan salah
satu marker yang terlibat pada adesi sel. Struktur pentamer protein ini mampu
mengadakan reaksi silang dan mengikat β-galactoside pada glikoprotein dan
glikolipid permukaaan sel, serta berfungsi meregulasi berbagai mekanisme, antara
lain kelangsungan hidup, proliferasi, transformasi, serta migrasi sel.Tujuan
penelitian ini adalah untuk dapat mengetahui perbedaan ekspresi galectin-3 pada
hiperplasia nodular, adenoma folikular, dan karsinoma papiler pada organ tiroid,
sehingga dapat digunakan sebagai marker diagnostik dalam membedakan
berbagai lesi tiroid tersebut.
Penelitian ini menggunakan metode analitik potong lintang. Besar sampel
adalah 42 sampel, yang masing-masing terdiri dari 14 sampel hiperplasia nodular,
14 sampel adenoma folikular, dan 14 sampel karsinoma papiler dari organ tiroid.
Sampel diambil dari sediaan blok parafin dari bahan operasi tiroidektomi
penderita yang diperiksa secara histopatologi di Bagian/SMF Patologi Anatomi
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar, dari tanggal
1 Januari 2013 sampai 30 Agustus 2014, kemudian dilakukan pulasan
imunohistokimia galectin-3. Hasil dianalisis dengan menggunakan uji Chi Square
dengan tingkat kemaknaan (α) pada p < 0,05.
Hasil uji Chi Square penelitian ini menunjukkan ekspresi galectin-3 tidak
berbeda secara bermakna antara adenoma folikular dan hiperplasia nodular (p =
1,000; p > 0,05), ekspresi galectin-3 lebih tinggi pada karsinoma papiler
dibandingkan dengan hiperplasia nodular (p = 0,000; p < 0,05), dan ekspresi
galectin-3 lebih tinggi pada karsinoma papiler dibandingkan dengan adenoma
folikular (p = 0,000; p < 0,05).
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa galectin-3 dapat digunakan sebagai
marker diagnostik dalam menegakkan diagnosis keganasan pada lesi-lesi tiroid
yang berasal dari diferensiasi sel epitel folikel, khususnya yang menampilkan
arsitektur folikular atau papiler, serta tidak menunjukkan gambaran inti karsinoma
papiler tiroid yang jelas. Hasil penelitian ini juga mempertegas peranan galectin-3
pada karsinogenesis karsinoma papiler organ tiroid.
Kata kunci : galectin-3, hiperplasia nodular, adenoma folikular, karsinoma
papiler, tiroid
xi
ABSTRACT
GALECTIN-3 EXPRESSION IN PAPILLARY CARCINOMA WAS
HIGHER COMPARED WITH NODULAR HYPERPLASIA AND
FOLLICULAR ADENOMA OF THE THYROID ORGAN IN BALI
Thyroid carcinoma is the most common malignancy of the endocrine organs.
Most of this malignant tumor derived from thyroid follicular cell differentiation,
and more than 85% of cases are papillary carcinoma, which often cause
misdiagnostic, and may be confused with nodular hyperplasia and follicular
adenoma. An accurate diagnosis is very important in determining therapeutic
modalities postoperative patients. Galectin-3 is one of the markers that are
involved in cell adhesion. Pentamer structure of this protein is able to conduct
cross-reactionsand that binds to β-galactoside on cell surface glycoproteins and
glycolipids, and serves to regulate a various mechanisms, such as survival,
proliferation, transformation, and cell migration.The purposeof thisstudywas
aimed at testing that galectin-3 expressionwas different innodular hyperplasia,
follicularadenoma,andpapillarycarcinoma of the thyroid organ, so itcouldbe
usedasa diagnosticmarkerin distinguishingthevariousthyroidlesions.
This study used across-sectional analytic method. The sample size was 42
samples,consisting of 14 nodular hyperplasia, 14 follicular adenoma, and 14
papillary carcinoma from the thyroid organ, respectively. Samples were taken
from paraffin embedded block archive of patient thyroidectomy operation
specimens, which were examined histopathologically in Pathology Anatomy
Departement of Medical Faculty, Udayana University/Sanglah General Hospital,
from January 1st, 2013 to August 30
th, 2014, then stained with galectin-3
immunohistochemistry. The results were analyzed by Chi Square test with
significance level (α) at p < 0,05.
Chi Square test analysis of this study showed expression of galectin-3 was not
different between follicular adenoma and nodular hyperplasia, significantly (p =
1.000; p > 0,05), the expression of galectin-3 was higher in papillary carcinoma
compared with nodular hyperplasia (p =0.000; p < 0,05), and the expression
ofgalectin-3 was higher in papillary carcinoma compared with follicular adenoma
(p = 0.000; p < 0,05).
The results of this study demonstrated that galectin-3 could be used as a
diagnostic marker for thyroid lesion malignancies, derived from the follicular
epithelial cells differentiation, especially those showing follicular or papillary
architecture, and does not clear to show the diagnostic nuclear feature of papillary
thyroid carcinoma. These also reinforces the role of galectin-3 in papillary
carcinoma of the thyroid organ carcinogenesis.
Key words : galectin-3, nodular hyperplasia, follicular adenoma, papillary
carcinoma, thyroid
xii
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ............................................................................................ i
PRASYARAT GELAR .................................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. iii
LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI ...............................................iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ................................................. v
UCAPAN TERIMA KASIH .............................................................................vi
ABSTRAK ......................................................................................................... x
ABSTRACT ......................................................................................................xi
DAFTAR ISI .................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xvii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xviii
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................. xx
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xxii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................... 6
1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................... 7
1.3.1 Tujuan Umum ..................................................................... 7
1.3.2 Tujuan Khusus .................................................................... 7
1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................ 8
Halaman
xiii
1.4.1 Manfaat Akademik ............................................................. 8
1.4.2 Manfaat Praktis ................................................................... 8
BAB II KAJIAN PUSTAKA .......................................................................... 9
2.1 Struktur Normal Tiroid .................................................................. 9
2.1.1 Anatomi Makroskopis Tiroid .............................................. 9
2.1.2 Anatomi Mikroskopis Tiroid ............................................. 10
2.1.3 Fisiologi Tiroid .................................................................. 12
2.2 Nodul Tiroid yang Berasal dari Diferensiasi Sel Folikular ........ 15
2.2.1 Nodul Tiroid Nonneoplastik ............................................. 15
2.2.2 Nodul Neoplastik Jinak Tiroid ......................................... 19
2.2.3 Nodul Neoplastik Ganas Tiroid ........................................ 21
2.2.3.1 Karsinoma papiler tiroid ....................................... 22
2.2.3.2 Patologi molekular karsinoma papiler tiroid ........ 28
2.3 Galectin-3 ................................................................................... 34
2.3.1 Struktur Galectin-3 ........................................................... 34
2.3.2 Peran Galectin-3 pada Biologi dan Kanker ...................... 37
2.3.2.1 Regulasi apoptosis ................................................ 37
2.3.2.2 Transformasi selular dan metastasis ..................... 38
2.3.2.3 Distribusi selular galectin-3 .................................. 40
2.3.3 Metodologi Pemeriksaan Galectin-3 ................................. 40
2.3.3.1 Biotin endogen ...................................................... 40
2.3.3.2 Heterogenitas antibodi galectin-3 ......................... 41
2.3.3.3 Kriteria skoring ..................................................... 42
xiv
2.3.4 Ekspresi Protein Galectin-3 pada Kanker Tiroid .............. 42
2.3.4.1 Ekspresi galectin-3 pada spesimen jaringan tiroid 42
2.3.4.2 Interpretasi pulasan galectin-3 .............................. 46
2.3.4.3 Korelasi klinikopatologi ekspresi galectin-3 ........ 46
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS
PENELITIAN ................................................................................... 47
3.1 Kerangka Berpikir ....................................................................... 47
3.2 Konsep Penelitian ....................................................................... 50
3.3 Hipotesis Penelitian .................................................................... 50
BAB IV METODE PENELITIAN .................................................................. 51
4.1 Rancangan Penelitian .................................................................. 51
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................... 51
4.3 Ruang Lingkup Penelitian .......................................................... 52
4.4 Penentuan Sumber Data .............................................................. 52
4.4.1 Populasi ............................................................................ 52
4.4.1.1 Populasi target ...................................................... 52
4.4.1.2 Populasi terjangkau .............................................. 52
4.4.2 Sampel .............................................................................. 52
4.4.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ............................................ 53
4.4.3.1 Kriteria inklusi ...................................................... 53
4.4.3.2 Kriteria eksklusi .................................................... 53
4.4.4 Besar Sampel .................................................................... 53
4.4.5 Teknik Pengambilan Sampel ............................................ 54
xv
4.5 Variabel Penelitian ...................................................................... 54
4.5.1 Klasifikasi Variabel .......................................................... 54
4.5.2 Definisi Operasional Variabel .......................................... 55
4.6 Bahan Penelitian ........................................................................ 58
4.7 Instrumen Penelitian .................................................................. 58
4.8 Prosedur Penelitian ..................................................................... 59
4.8.1 Cara Pengumpulan Data ................................................... 59
4.8.2 Prosedur Pemeriksaan Bahan ........................................... 60
4.8.3 Alur Penelitian .................................................................. 63
4.9 Analisis Data ............................................................................... 66
BAB V HASIL PENELITIAN ........................................................................ 67
5.1 Rerata Umur pada Kelompok Hiperplasia Nodular,
Adenoma Folikular, dan Karsinoma Papiler Organ Tiroid ......... 67
5.2 Distribusi Kasus Berdasarkan Data Klinis Jenis Kelamin
Pasien .......................................................................................... 69
5.3 Distribusi Kasus Berdasarkan Karakteristik Subyek
Penelitian ..................................................................................... 71
5.3.1 Distribusi Kasus Berdasarkan Diagnosis Histopatologi
dan Ekspresi Galectin-3 .................................................. 71
5.3.2 Perbedaan Ekspresi Galectin-3 pada Hiperplasia
Nodular, Adenoma Folikular, dan Karsinoma
Papiler pada Organ Tiroid ............................................... 74
xvi
BAB VI PEMBAHASAN ................................................................................ 81
6.1 Distribusi Kasus Berdasarkan Data Klinis Umur Pasien ........... 81
6.2 Distribusi Kasus Berdasarkan Data Klinis Jenis Kelamin
Pasien ......................................................................................... 83
6.3 Perbandingan Ekspresi Galectin-3 pada Hiperplasia Nodular
Adenoma Folikular, dan Karsinoma Papiler pada Organ
Tiroid ......................................................................................... 85
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 100
7.1 Simpulan .................................................................................... 100
7.2 Saran ......................................................................................... 100
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 102
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. 109
xvii
DAFTAR TABEL
2.1. Patologi genetik pada tumor folikular tiroid ............................................ 33
2.2. Berbagai penelitian mengenai deteksi imunohistokimia
galectin-3 pada spesimen tiroid ............................................................... 44
5.1. Rerata umur pada kelompok hiperplasia nodular, adenoma foliku
dan karsinoma papiler organ tiroid ......................................................... 68
5.2. Distribusi kasus berdasarkan jenis kelamin dan nodul tiroid .................... 70
5.3. Perbedaan ekspresi galectin-3 berdasarkan jenis kelamin ……………. . 70
5.4. Karakteristik subyek penelitian ................................................................ 71
5.5. Distribusi pulasan galectin-3 .................................................................... 72
5.6. Skor intensitas pulasan galectin-3 ............................................................. 74
5.7. Perbedaan ekspresi galectin-3 pada hiperplasia nodular, adenoma
Folikular, dan karsinoma papiler pada organ tiroid ................................. 75
Halaman
xviii
DAFTAR GAMBAR
2.1 Mikroskopis kelenjar tiroid ....................................................................... 11
2.2 Homeostasis hormon tiroid yang diatur oleh poros hipotalamus-
pituitary-tiroid. ............................................................................................ 15
2.3 Hiperplasia nodular .................................................................................... 17
2.4 Adenoma folikular .................................................................................... 20
2.5 Karsinoma papiler tiroid ........................................................................... 25
2.6 Nomenklatur tumor folikular ganas tiroid ............................................... 28
2.7Jalur patogenesis karsinoma papiler tiroid ................................................... 29
2.8 Multistep karsinogenesis pada neoplasma tiroid ...................................... 32
2.9 Struktur protein galectin-3 ......................................................................... 36
2.10 Ekspresi pulasan IHK galectin-3............................................................... 43
3.1 Bagan kerangka berpikir ........................................................................... 49
3.2 Bagan konsep penelitian ........................................................................... 50
4.1 Bagan rancangan penelitian ...................................................................... 51
4.2 Skema alur penelitian ................................................................................ 65
5.1 Grafik distribusi kasus berdasarkan kelompok umur dan nodul tiroid ..... 69
5.2 Pulasan imunohistokimia galectin-3 pada kasus karsinoma papiler
dengan intensitas kuat................................................................................ 76
5.3 Kasus karsinoma papiler varian onkositik ................................................ 77
Halaman
xix
5.4 Kasus karsinoma papiler yang mengandung nodul metastasis pada
kelenjar getah bening regional .................................................................. 77
5.5 Imunohistokimia galectin-3 pada karsinoma papiler denga
intensitas pulasan sedang .......................................................................... 78
5.6 Imunohistokimia galectin-3 pada karsinoma papiler yang terpulas
pada lebih dari 75% area tumor dengan intensitas pulasan lemah ........... 78
5.7 Pulasan imunohistokimia galectin-3 pada adenoma folikular dengan
intensitas kuat, terpulas pada lebih dari 75% area nodul .......................... 79
5.8 Imunohistokimia galectin-3 yang tidak terpulas pada adenoma
folikular .................................................................................................... 79
5.9 Pulasan imunohistokimia galectin-3 pada hiperplasia nodular
dengan intensitas kuat, terpulas pada kurang dari 5% area nodul ............. 80
5.10 Imunohistokimia galectin-3 yang tidak terpulas pada hiperplasia
nodular ...................................................................................................... 80
6.1 Sel makrofag pada kasus hiperplasia nodular ............................................. 91
6.2 Jalur sinyal galectin-3 pada karsinogenesis karsinoma papiler tiroid ......... 98
xx
DAFTAR SINGKATAN
AKAP-9 = a-kinase anchor protein-9
Cav-1 = caveolin-1
CEA = carcinoembryonic antigen
CRD = carbohydrate recognition domain
DIT = diiodotyrosine
EGFR = epidermal growth factor receptor
ERK = extracellular signal regulated kinase
FAK = focal adhesion kinase
FNAB = fine needle aspiration biopsy
GNAS-1 = guanine nucleotide-binding α subunit-1
HBME-1 = hector battifora mesothelial epitope-1
IHK = imunohistokimia
Mgat-V = β1,6 N-acetylglucosaminyltransferase-V
MIT = monoiodotyrosine
NCOA-4 = nuclear receptor coactivator-4
NTRK-1 = neurotrophic thyrosine kinase receptor-1
PAX8/ PPARγ = paired box gene 8/peroxisome proliferator-activated
receptor gamma
PBS = phosphate buffer saline
PKA = protein kinase A
PTEN = phosphate with tensin homology gene
xxi
T3 = triiodothyroxine
T4 = thyroxine
TBG = thyroxine binding globulin
TGB = thyroglobulin
TNF = tumor necrosis factor
TREs = thyroid response elements
TRH = thyroid releasing hormone
TSH = thyroid stimulating hormone
TTF-1 = thyroid transcription factor-1
xxii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1a. Ethical Clearance ..................................................................... 109
Lampiran 1b. AmandemenEthical Clearance…………………………….. .. 110
Lampiran 2a. Surat Ijin Penelitian .................................................................. 111
Lampiran 2b. Amandemen Surat Ijin Penelitian …………………………. .. 112
Lampiran 3. Data Subyek Penelitian .............................................................. 113
Lampiran 4a. Deskriptif Statistik Rerata Umur Kelompok Hiperplasia
Nodular, Adenoma Folikular, dan Karsinoma Papiler
pada Organ Tiroid .................................................................... 115
Lampiran 4b. Analisis Statistik Uji ANOVA Variabel Umur pada
Kelompok Hiperplasia Nodular, Adenoma Folikular,
dan Karsinoma Papiler pada Organ Tiroid ............................... 115
Lampiran 4c. Deskriptif Statistik Perbandingan Jenis Kelamin pada
Kelompok Hiperplasia Nodular, Adenoma Folikular, dan
Karsinoma Papiler pada Organ Tiroid …………………… ........................... 116
Lampiran 4d. Analisis Statistik Uji Chi-Square Perbedaan Ekspresi
Galectin-3 Berdasarkan Jenis Kelamin ……………………..……………….116
Lampiran 5. Analisis Statistik Uji Chi-Square Perbandingan Distribusi
Galectin-3 pada Hiperplasia Nodular, Adenoma Folikular,
dan Karsinoma Papiler pada Organ Tiroid ............................... 117
Lampiran 6. Analisis Statistik Uji Chi-Square Perbandingan
Skor Intensitas Galectin-3 pada Hiperplasia Nodular,
xxiii
Adenoma Folikular, dan Karsinoma Papiler pada Organ
Tiroid ........................................................................................ 118
Lampiran 7. Analisis Statistik Uji Chi-Square Perbandingan
Distribusi x Skor Intensitas Galectin-3 pada Hiperplasia
Nodular,Adenoma Folikular, dan Karsinoma Papiler
pada Organ Tiroid..................................................................... 119
Lampiran 8. Analisis Statistik Uji Chi-Square Perbandingan Grade
Galectin-3 pada Hiperplasia Nodular, Adenoma Folikular,
dan Karsinoma Papiler pada Organ Tiroid ............................... 120
Lampiran 9. Analisis Statistik Uji Chi-Square Perbandingan Skor
Ekspresi Galectin-3 pada Hiperplasia Nodular dan
Adenoma Folikular pada Organ Tiroid .................................... 121
Lampiran 10. Analisis Statistik Uji Chi-Square Perbandingan Skor
Ekspresi Galectin-3 pada Hiperplasia Nodular dan
Karsinoma Papiler pada Organ Tiroid ...................................... 122
Lampiran 11. Analisis Statistik Uji Chi-Square Perbandingan Skor
Ekspresi Galectin-3 pada Adenoma Folikular dan
Karsinoma Papiler pada Organ Tiroid ...................................... 123
Lampiran 12. Analisis Statistik Uji Chi-Square Perbandingan Skor
Ekspresi Galectin-3 pada Hiperplasia Nodular,
Adenoma Folikular, dan Karsinoma Papiler pada Organ
Tiroid ........................................................................................ 124
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Karsinoma tiroid merupakan keganasan tersering organ endokrin.Sebagian besar
neoplasma tersebut berasal dari sel epitel folikel dan merupakan tipe papiler.
Keganasan ini dapat menunjukkan pola folikular yang tidak jarang dikelirukan
dengan hiperplasia nodular yang merupakan nodul nonneoplastik ataupun dapat
menyerupai morfologi adenoma folikular jinak. Karsinoma papiler tiroid
cenderung memiliki pertumbuhan yang lambat dan prognosis yang baik, namun
apabila tidak diterapi dengan tepat, keganasan ini dapat mengalami metastasis ke
kelenjar getah bening dan bahkan menyebar ke organ jauh.
Sebagian besar lesi tiroid, baik itu hiperplasia fisiologis, lesi nodular jinak,
dan neoplasma ganas, menunjukkan gambaran mikrofolikel atau makrofolikel
yang khas (Baloch and LiVolsi, 2010). Pada kebanyakan kasus, diagnosis dapat
segera dinilai tanpa kesulitan berdasarkan kriteria sitologi dan histopatologi
(Fischer and Asa, 2008). Sebagai contoh, hiperplasia nodular biasanya
berhubungan dengan nodular goiter, dan dapat segera dikenali berdasarkan
gambaran variabilitas ukuran folikel dan adanya berbagai perubahan degeneratif,
seperti fibrosis, perdarahan, dan pembentukan kista.Adenoma folikular biasanya
muncul sebagai nodul tunggal, dipisahkan dari parenkim tiroid yang normal oleh
kapsel fibrosa yang utuh, dan umumnya menunjukkan gambaran mikrofolikel dan
2
makrofolikel yang dominan, tanpa invasi pembuluh darah maupun invasi pada
kapsel (Fischer and Asa, 2008; Baloch and LiVolsi, 2010; Rosai, 2010)
Pada beberapa situasi tidak jarang diagnosis sulit ditegakkan, khususnya pada
kelompok nodul tiroid dengan arsitektur follicular (“follicular pattern”).
Diagnosis follicular-patterned lesions of uncertain malignant potential pada
sediaan histopatologi dapat mengakibatkan kebingungan klinisi, sehingga
menghambat penatalaksanaan yang efektif terhadap lesi ini. Membedakan
karsinoma papiler varian folikulardengan adenoma folikularbisa sulit bila lesi
berkapsel, serta gambaran inti dari karsinoma papiler hanya tampak fokal (Chan,
2004; Renshaw and Gould, 2005; Elsheikh et al., 2008; Saleh et al., 2010).Begitu
pula hiperplasia nodular yang berbatas tegas, dan secara mikroskopis
menunjukkan pola pertumbuhan papiler, dapat dikelirukan dengan karsinoma
papiler tiroid. Hiperplasia papiler ini menunjukkan pola pertumbuhan berlebih
dari sel epitel folikel dengan inti berbentuk bulat dan tidak jernih. Lesi ini
ditemukan pada pasien hipertiroidisme autoimun yang tidak diobati, gangguan
kongenital metabolisme tiroid, serta fokus hiperfungsi dari kelenjar tiroid (Baloch
and LiVolsi, 2010; Rosai, 2010).
Beberapa laporan menemukan adanya variabilitas di antara para ahli patologi
dalam menentukan kriteria minimal untuk mendiagnosis karsinoma papiler tiroid
(Chan, 2004).Elsheikh, et al (2008), dalam penelitiannya melaporkan adanya
variasi intraobserver yang luas dalam mendiagnosis karsinoma papiler varian
folikular berkisar antara 17% sampai 100%. Disebutkan pula adanya variasi
interobserver yang dipengaruhi oleh lokasi geografis serta latar belakang
3
pelatihan ahli patologi. Hirokawa, et al (2008), melakukan review terhadap 21
sediaan lesi folikular tiroid yang berkapsel, dan membandingkan diagnosis di
antara delapan ahli patologi (empat dari Amerika dan empat lainnya dari Jepang).
Kesepakatan diagnosis di antara delapan ahli hanya ditemukan pada dua kasus.
Kesepakatan dalam menegakkan diagnosis lesi jinak dan ganas ditemukan pada
62% kasus. Diagnosis karsinoma papiler cenderung lebih sering dikemukakan
oleh ahli patologi Amerika, sedangkan frekuensi diagnosis adenomatous goiter
lebih tinggi pada ahli patologi Jepang dibandingkan Amerika (Elsheikh et al.,
2008).
Ditemukan pula kekhawatiran mengenai kemungkinan underdiagnosis
karsinoma papiler sebagai lesi jinak neoplastik atau nonneoplastik (Chan, 2004).
Dasar kekhawatiran ini adalah adanya laporan kasus karsinoma papiler varian
folikular yang awalnya didiagnosis sebagai adenoma folikular dan microfollicular
adenomatoid nodule, tetapi kemudian mengalami metastasis ke paru-paru dan
tulang (Baloch and LiVolsi, 2005). Penelitian lainnya melaporkan lesi tiroid
dengan gambaran makrofolikular yang secara sitologi dan arsitektural sangat
menyerupai nodular goiter ternyata telah mengalami metastasis ke kelenjar getah
bening dan merupakan suatu karsinoma papiler tiroid (Baloch and LiVolsi, 2010).
Dalam praktek sehari-hari juga tidak jarang ditemukan kasus-kasus seperti di
atas, sehingga menyulitkan diagnosis. Pemeriksaan tambahan, seperti
imunohistokimia diperlukan untuk membantu menegakkan diagnosis.
Imunohistokimia dapat diperiksa tunggal maupun kombinasi secara panel, untuk
meningkatkan akurasi diagnostik lesi tiroid, khususnya lesi yang menampilkan
4
pola folikular (DeMatos et al., 2005, Prasad et al., 2005, Fischer and Asa, 2008).
Suatu tumor marker yang ideal harus mempunyai beberapa karakteristik, di
antaranya spesifik, sensitif, mudah dikerjakan, mudah diinterpretasikan, tidak
mahal, dan dapat digunakan pada spesimen fine needle aspiration biopsy (FNAB).
Menurut Fischer and Asa (2008), berbagai marker imunohistokimia tersebut
dibedakan menjadi beberapa kategori, diantaranya golongan yang terlibat dalam
adesi sel (galectin-3, E-cadherin, fibronektin), reseptor signaling (RET), gene
transcription control (thyroxin transcription factor-1 (TTF-1)),sekresi
(thyroglobulin, calcitonin, carcinoembryonic antigen (CEA)), regulasi siklus sel
(p27, cyclin D1), dan struktur sel (cytokeratine (CK) 19).
Beberapa studi menyatakan bahwa salah satu marker imunohistokimia yang
banyak diteliti dan digunakan oleh para ahli patologi dalam membedakan berbagai
lesi tiroid adalah galectin-3. Chiu, et al (2010), dalam review artikelnya
menyatakan bahwa galectin-3 merupakan marker yang paling akurat dalam
mendiagnosis differentiated thyroid carcinoma, bila dibandingkan dengan panel
56 marker molekular lainnya. Studi lainnya melalui pemeriksaan tissue
microarray menggunakan sampel penelitian 100 nodul jinak dan 105 nodul ganas
tiroid yang dipulas dengan 57 marker dan diteliti imunoekspresinya, melaporkan
berbagai marker yang penting dalam mendiagnosis differentiated thyroid
carcinoma, antara lain galectin-3, cytokeratine 19, vascular endothelial growth
factor, androgen receptor, p16, aurora-A, dan hector battifora mesothelial
epitope-1 (HBME-1). Disebutkan pula bahwa galectin-3 memiliki akurasi
5
diagnostik sebesar 86,9%, sebanding dengan panel berbagai marker terbaik yang
memiliki akurasi diagnostik sebesar 91,0%.
Galectin-3 merupakan family protein yang mengikat β-galactoside pada
glikoprotein dan glikolipid sel. Protein ini menunjukkan struktur pentamer yang
mampu mengadakan reaksi silang dengan glikoprotein pada permukaan sel,
menghasilkan bentuk baru yang berperan dalam sinyal seluler dan stabilisasi
reseptor. Galectin-3 diekspresikan oleh sel makrofag, netrofil, sel mast, dan sel
langerhans, serta terlibat dalam beberapa proses fisiologis dan patologis, termasuk
regulasi normal proliferasi sel dan inhibisi apoptosis, interaksi antar sel dan sel
dengan matriks, adhesi, serta migrasi. Protein ini juga diyakini memiliki peranan
dalam peradangan dan perbaikan kerusakan sel, transformasi neoplastik, dan
metastasis. Pada tiroid, beberapa laporan menyebutkan bahwa galectin-3
mengalami ekspresi yang tinggi pada tumor ganas (DeMatos et al., 2005; Prasad
et al., 2005; Chiu et al., 2010).
Galectin-3 terekspresi positif pada inti, sitoplasma, permukaan sel, dan
matriks disekitar sel. Pada sebagian besar kasus karsinoma papiler tiroid, galectin-
3 terpulas difus dan kuat pada sitoplasma (DeMatos et al., 2005; Prasad et al.,
2005; Cheung et al., 2006; Fischer and Asa, 2008). Sebaliknya, imunoreaktivitas
galectin-3 hanya ditemukan fokal pada sejumlah kecil kasus tumor tiroid jinak
dan tidak terekspresi pada spesimen jaringan tiroid normal (Chiu et al., 2010).
Berdasarkan hal tersebut di atas, bahwa tidak jarang terdapat kesulitan
diagnosis dalam menentukan lesi nonneoplastik, neoplastik jinak, maupun ganas
6
pada kasus-kasus nodul soliter tiroid yang berasal dari diferensiasi sel epitel
folikel, khususnya yang menampilkan arsitektur folikular dan atau papiler, maka
perlu dilakukan penelitian dengan menggunakan pulasan imunohistokimia
galectin-3 yang bertujuan untuk mengetahui perbedaan gambaran ekspresinya
pada berbagai lesi tiroid tersebut, serta membuktikan bahwa galectin-3 terekspresi
paling kuat dan merata pada karsinoma papiler, dibandingkan dengan hiperplasia
nodular dan adenoma folikular, sehingga dapat digunakan sebagai marker
diagnostik. Penelitian ini belum pernah dilakukan di Bali, sehingga apabila
terbukti, maka hasil pemeriksaan imunohistokimia galectin-3 dapat pula
bermanfaat dalam memberikan informasi tambahan kepada klinisi, sehingga
penatalaksanaan pasien menjadi lebih tepat.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini,
adalah:
1. Apakah ekspresi galectin-3 lebih tinggi pada adenoma folikular
dibandingkan dengan hiperplasia nodular pada organ tiroid?
2. Apakah ekspresi galectin-3 lebih tinggi pada karsinoma papiler
dibandingkan dengan hiperplasia nodular pada organ tiroid?
3. Apakah ekspresi galectin-3 lebih tinggi pada karsinoma papiler
dibandingkan dengan adenoma folikular pada organ tiroid?
7
1.3 Tujuan Penelitian
Dari latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini,
adalah:
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui perbedaan ekspresi galectin-3 pada hiperplasia nodular,
adenoma folikular, dan karsinoma papiler pada organ tiroid, sehingga dapat
digunakan sebagai marker diagnostik dalam membedakan berbagai lesi tiroid
tersebut.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk membuktikan bahwa ekspresi galectin-3 lebih tinggi pada adenoma
folikular dibandingkan dengan hiperplasia nodular pada organ tiroid.
2. Untuk membuktikan bahwa ekspresi galectin-3 lebih tinggi pada
karsinoma papiler dibandingkan dengan hiperplasia nodular pada organ
tiroid.
3. Untuk membuktikan bahwa ekspresi galectin-3 lebih tinggi pada
karsinoma papiler dibandingkan dengan adenoma folikular pada organ
tiroid.
8
1.4 Manfaat Penelitian
Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah, dan tujuan penelitian di atas, maka
manfaat dari penelitian ini, antara lain:
1.4.1 Manfaat Akademik
1. Memberikan informasi data epidemiologi tentang ekspresi galectin-3 pada
berbagai nodul tiroid yang berasal dari diferensiasi sel epitel folikel, baik itu
nodul nonneoplastik (hiperplasia nodular), nodul neoplastik jinak (adenoma
folikular), dan nodul neoplastik ganas (karsinoma papiler).
2. Memperkuat landasan teori mengenai peranan galectin-3 pada adesi sel,
serta proliferasi dan diferensiasi sel epitel folikel tiroid ke arah keganasan.
1.4.2 Manfaat Praktis
Apabila penelitian ini terbukti, maka galectin-3 dapat digunakan sebagai marker
diagnostik,sehingga lebih memudahkan dalam menegakkan diagnosis lesi-lesi
nonneoplastik, neoplastik jinak, maupun ganas pada kasus-kasus nodul tiroid yang
berasal dari diferensiasi sel epitel folikel, khususnya yang menampilkan arsitektur
folikular dan atau papiler, serta tidak menunjukkan gambaran inti karsinoma
papiler tiroid yang jelas. Diagnosis yang akurat akan memberikan manfaat bagi
klinisi, sehingga penanganan pasien menjadi lebih tepat.
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Struktur Normal Tiroid
2.1.1 Anatomi Makroskopis Tiroid
Kelenjar tiroid normal berbentuk seperti sayap kupu-kupu dengan dua lobus
lateral dihubungkan oleh isthmus. Lebar lobus lateralis dua sampai dua setengah
cm, panjang limasampai enam cm, dan tebal dua cm. Lobus yang satu bisa lebih
besar dibandingkan lobus yang lain. Lobuspiramidalis, yang merupakansisa
duktus tiroglosusditemukan pada 40% kelenjar tiroid. Ini terlihat sebagai tonjolan
pendek dari jaringan tiroid yang memanjang dari isthmus sampai permukaan
tulang rawan tiroid (Kondo et al., 2006; Carcangiu, 2007; Merino, 2008; Rosai,
2010).
Kelenjar tiroid terletak di tengah leher dan terikat dengan bagian depan trakea
oleh jaringan ikat longgar. Kedua lobus lateralis mengelilingi bagian ventral
danlateral laring serta trakea sampai bagian bawah tulang rawan tiroid dan
menutupi cincin trakea ke dua, tiga, dan empat. Berat normal tiroid 15 sampai 25
gram (Kondo et al., 2006; Carcangiu, 2007). Variasi berat tiroid dipengaruhi oleh
umur, jenis kelamin, berat badan, status fungsional kelanjar tiroid, serta asupan
iodine. Volume kelenjar tiroid meningkat pada wanita saat menstruasi. Kapsel
jaringan ikat tipis menutupi kelenjar tiroid. Septa jaringan ikat fibrus berhubungan
dengan kapsel ini dan menembus parenkim tiroid, membagi tiroid menjadi lobulus
(disebut thyromeres) (Carcangiu, 2007).
10
Warna normal tiroid merah kecoklatan. Pada orang tua kelenjar tampak
kehitaman, karena penumpukan pigmen menyerupai melanosit pada sel folikel.
Fenomena ini disebut melanosis thyroid atau black thyroid. Hal ini juga
ditemukan pada pasien yang mendapatkan pengobatan minocycline (Carcangiu,
2007; Baloch and LiVolsi, 2010; Rosai, 2010).
Aliran darah tiroid berasal dari arteri tiroid superior, arteri tiroid inferior, dan
arteri tiroid ima. Jaringan limfatik menembus kelenjar tiroid, mengelilingi folikel
dan menghubungkan kedua lobus melalui isthmus. Aliran limfe dari lobus
superior dan isthmusmenuju kelenjar getah bening jugularis interna, dan bagian
inferior menuju kelenjar getah bening pretracheal, paratracheal, serta
prelaryngeal. Lokasi tumor primer berhubungan dengan lokasi awal metastasis
kelenjar getah bening. Derajat anastomosis kelenjar betah bening dapat
memberikan petunjuk lokasi tumor primer (Carcangiu, 2007).
2.1.2 Anatomi MikroskopisTiroid
Folikel adalah unit dasar kelenjar tiroid. Bentuknya bulat sampai oval, ditutupi
selapis epitel yang terletak pada membran basalis. Lumen folikel berisi koloid,
yaitu bahan jernih yang sebagian besar terdiri dari protein, termasuk thyroglobulin
(TGB) yang dikeluarkan oleh sel folikular (Gambar 2.1 A) (Carcangiu, 2007;
Baloch and LiVolsi, 2010).
Folikel dipisahkan dengan folikel lainnya oleh jaringan ikat longgar tipis.
Rerata ukuran diameter folikel adalah 200 µm (Kondo et al., 2006; Carcangiu,
2007). Ukuran folikel bervariasi tergantung status fungsi kelenjar dan umur.
11
Bentuk folikel yang memanjang merupakan gambaran hiperplasia atau neoplasia
sebagai akibat adanya penekanan pada struktur folikel (Gambar 2.1 B)
(Carcangiu, 2007).
Gambar 2.1
Mikroskopiskelenjar tiroid.A. Bentuk folikel bulat sampai oval. B. Folikel
tampak memanjang akibat kompresi (Carcangiu, 2007)
Sel epitel kelenjar yang melapisi folikel adalah sel folikular atau thyrocytes.
Selain itu, ada pula komponen sel lain yang disebut sebagai sel C atau
parafolikular. Sel folikular atau thyrocytes mempunyai ukuran dan bentuk yang
bervariasi sesuai dengan status fungsional kelenjar. Ada tiga tipe sel, yaitu pipih
(endotelioid), kubus, dan kolumnar (silindris). Sel pipih tidak aktif. Sel kubus
merupakan sel yang paling banyak, dan fungsi utamanya untuk sekresi koloid. Sel
kolumnar berfungsi menyerap TGB, menyimpanhormon aktif, dan mengeluarkan
hormon tersebut ke pembuluh darah (Carcangiu, 2007).
Pemeriksaan mikroskop elektron menunjukkan sel folikel tersusun selapis
melingkari koloid dengan ketebalan sekitar 35 sampai 40 µm dan terletak di
membran basalis, terpisah dengan stroma interstitial. Tampak mikrovili pada
permukaan sel dengan jumlah dan panjang yang meningkat pada sel yang aktif.
Jumlah retikulum endoplasma bervariasi, ukuran mitokondria, dan lisosom
12
biasanya kecil. Apabila jumlah mitokondria meningkat akan tampak butir-butir
dengan sitoplasma lebih eosinofilik (hurthle cell) (Carcangiu, 2007; Rosai, 2010).
2.1.3 Fisiologi Tiroid
Fungsi utama kelenjar tiroid adalah menghasilkan hormon tiroid. Hormon tiroid
yang paling penting adalah triiodothyroxine (T3) dan thyroxine (T4). Hormon ini
mengatur metabolisme, peningkatan sistesis protein di setiap jaringan tubuh,
meningkatkan penggunaan oksigen, meningkatkan produksi panas tubuh, cardiac
output, dan denyut jantung.. Hormon tiroid juga penting untuk perkembangan
tubuh dan pematangan sistem saraf pusat serta saraf perifer. Pengaruh hormon
tiroid terhadap pertumbuhan melalui kerja langsung pada sel untuk meningkatkan
kecepatan pertumbuhan, mengatur hormon yang lain, atau dengan memicu
pengeluaran growth hormone (Merino et al., 2008; Maitra, 2010).
Biosintesis hormon tiroid dimulai dari asupanion iodine yang terdapat pada
air atau makanan, kemudian diserap dan dibawa ke cairan ekstraseluler, dan
akhirnya ke dalam tiroid dimana konsentrasi iodine dalam sel 30 kali lebih tinggi
dibandingkan konsentrasi di darah tepi. Pengambilan iodide secara aktif melewati
membran basalis difasilitasi oleh human sodium iodide symporter. Sistem transpor
ini berpasangan dengan aliran natrium. Iodide di dalam tiroid kemudian dioksidasi
menjadi iodine. Iodine selanjutnya diubah menjadi thyrosine. Hasil akhirnya
adalah monoiodotyrosine (MIT) apabila satu molekul thyrosine yang terikat, dan
diiodotyrosine (DIT) apabila dua molekul thyrosine yang terikat. Sisa
iodothyrosine kemudian mengendap dan membentuk hormon tiroid aktif T3 dan
13
T4. Hormon T3 terbentuk dari penggabungan satu molekul DIT dan satu molekul
MIT, sedangkan hormon T4 dibentuk dari penggabungan dua molekul DIT
(Carcangiu, 2007; Merino et al., 2008; Maitra, 2010).
Hormon tiroid disimpan di dalam TGB termasuk sisa endapan serta T3 dan
T4. Pada penelitian tentang variasi rantai molekul TGB ditemukan perbedaan
antara kelenjar tiroid normal dan kondisi patologis seperti pada neoplasma.
Thyroglobulin dikumpulkan di tengah folikel tiroid dan merupakan isi utama
koloid. Pada pemeriksaan menggunakan mikroskop elektron tampak adanya
perubahan morfologi kelenjar tiroid pada saat fase produksi hormon dan sekresi
hormon. Sintesis TGB dimulai di retikulum endoplasma, dan berlanjut di aparatus
golgi dimana karbohidrat kehilangan rantai gulanya, selanjutnya dikumpulkan di
mikrovesikel dan isinya kemudian dikeluarkan ke lumen folikel (Carcangiu,
2007).
Penyerapan TGB terjadi di pseudopodia sitoplasma. Thyroglobulin kemudian
masuk ke dalam lisosom. Isi dari TGB akan dicerna oleh enzim-enzim lisosom.
Hasil pemecahannya meliputi hormon T3 dan T4, kemudian mengalir ke dalam
darah yang diangkut terutama oleh protein spesifik, thyroxine binding globulin
(TBG). Thyroxine binding globulin mengangkut sekitar 70% hormon tiroid, serta
20% diangkut oleh transthyretin (prealbumin) dan albumin. Hanya sebagian kecil
hormon tiroid di dalam darah terlepas bebas dan aktif, yaitu 0,05% T3 dan
0,015% T4. Jumlah hormon T4 di sirkulasi lebih banyak dibandingkan hormon
T3, tetapi hormon T3 empat kali lebih aktif dibandingkan hormon T4, sehingga
peranan kedua hormon ini seimbang (Carcangiu, 2007; Merino et al., 2008).
14
Sintesis dan pengeluaran hormon tiroid diatur oleh kadar hormon Thyroid
StimulatingHormone (TSH) di dalam darah. Thyroid StimulatingHormone
dihasilkan oleh kelenjar pituitary anterior. Hormon ini berikatan dengan reseptor
spesifik pada membran sel folikular, dan mengaktifkan adenyl cycklase pathway
yang mengatur T3 dan T4. Stimulasi kelenjar tiroid oleh TSH akan meningkatkan
sekresi hormon tiroid dan aliran darah ke kelenjar tiroid. Kondisi ini akan
menyebabkan hipertrofi dan hiperplasia sel folikular yang diikuti dengan
penurunan cadangan koloid. Pada tingkat fungsional sel, hal ini ditandai dengan
peningkatan konsentrasi iodide dan protein pengikat, peningkatan sintesis, dan
sekresi hormon (Merino et al., 2008; Maitra, 2010; Viglietto, 2011).
Pengeluaran hormon TSH dari kelenjar pituitary anterior diatur oleh Thyroid
ReleasingHormone (TRH)di hipotalamus. Pengeluaran TSH dan TRH diatur oleh
kadar T3 dan T4 yang bebas di dalam darah melalui mekanisme umpan balik
negatif ke pituitary dan hipotalamus. Kadar T3 dan T4 yang rendah akan memacu
pengeluaran TSH dan TRH, begitu juga sebaliknya kadar T3 dan T4 yang tinggi
akan menghambat pengeluaran TSH dan TRH. Di perifer, T3 dan T4 berikatan
dengan reseptor hormon tiroid (TR), dan membentuk kompleks hormon-reseptor
yang akan menuju inti dan merangsang transkripsi, sehingga disebut thyroid
response elements (TREs) (Gambar 2.2) (Carcangiu, 2007; Maitra, 2010;
Viglietto, 2011).
15
Gambar 2.2
Homeostasis hormon tiroid yang diatur oleh poros
hipotalamus-pituitary-tiroid (Maitra, 2010)
2.2 Nodul Tiroid yang Berasal dari Diferensiasi Sel Folikular
2.2.1 Nodul Tiroid Nonneoplastik
Nodul tiroid nonneoplastik dengan diferensiasi sel folikular yang tersering adalah
hiperplasia nodular, yang dapat merupakan suatu endemic goiter atau sporadic
(nodular) goiter. Endemic goiter disebabkan oleh kurangnya asupan iodine,
sehingga terjadi defisiensi produksi hormon tiroid. Hal ini mengakibatkan sekresi
TSH meningkat, yang pada fase awal menyebabkan tiroid menjadi hiperaktif
dengan epitel folikular yang tinggi dan koloid yang sedikit (disebut
parenchymatous goiter), dan selanjutnya sel epitel folikel menjadi atrofi dengan
16
jumlah koloid yang masif, dengan atau tanpa membentuk struktur nodularity
(disebut diffuse atau nodular colloid goiter) (Rosai, 2010).
Penyebab sporadic (nodular) goiter diantaranya adalah kurangnya asupan
iodine, gangguan sintesis hormon tiroid, meningkatnya iodide clearance oleh
ginjal, adanya thyroid-stimulating immunoglobulins, dan meningkatnya produksi
insulin-like growth factor (Rosai, 2010). Gejala klinis sporadic goiter tampak
pada 2% hingga 4% dari populasi. Kira-kira 10% lesi tiroid ini ditemukan saat
otopsi, yang umumnya multipel (Baloch and LiVolsi, 2006; 2010). Status
hormonal pasien umumnya euthyroid (Rosai, 2010).
Secara makroskopis hiperplasia nodular ini menunjukkan pembesaran
kelenjar ringan sampai masif, dengan berat berkisar antara 50 gram hingga
mencapai lebih dari 800 gram, kapsel jaringan tampak utuh, dan permukaan luar
jaringan tampak tidak rata. Pada irisan, tampak nodul yang terpisah dari jaringan
tiroid normal di sekitarnya, dapat dikelilingi oleh kapsel yang utuh atau parsial
(Baloch and LiVolsi, 2010). Nodul terutama tersusun dari jaringan tiroid
berwarna coklat, jaringan ikat fibrus, dan sering ditemukan kalsifikasi,
perdarahan, dan degenerasi kistik (Gambar 2.3 A) (Baloch and LiVolsi, 2010;
Maitra, 2010; Rosai, 2010).
Secara mikroskopis tampak nodul tersusun dari folikel dalam berbagai bentuk
dan ukuran. Folikel dapat melebar dilapisi oleh epitel pipih yang atrofi. Sebagian
area tampak lebih hiperseluler dan hiperplastik, dan dapat pula didominasi oleh
sel-sel hurthle (Gambar 2.3 B). Beberapa folikel yang berdilatasi dapat
menunjukkan folikel-folikel kecil yang aktif, dan disebut sebagai sanderson’s
17
polsters (Gambar 2.3 C). Dapat pula ditemukan struktur papiler menonjol ke
dalam lumen folikel yang berdegenerasi kistik, yang gambarannya dapat
dikelirukan dengan karsinoma papiler (Gambar 2.3 D) (Rosai, 2010).
Gambar 2.3
Hiperplasia nodular. A. Makroskopis hiperplasia nodular.
B. Mikroskopis tampak hiperplasia nodular tidak diliputi oleh kapsel.
C. Gambaran sanderson’s polsters. D. Hiperplasia nodular dengan pola
papiler, menonjol ke bagian tengah folikel yang berdilatasi kistik.
Inti sel tampak terletak di basal (Rosai, 2010)
Folikel yang ruptur dapat menimbulkan reaksi granulomatosa, dan ditemukan
sel histiosit serta foreign body-type giant cell. Sering pula ditemukan area
perdarahan, trabekulasi jaringan ikat fibrus, dan fokus kalsifikasi. Kadangkala
A B
C D
18
dapat ditemukan osseus metaplasia dan penebalan pembuluh darah dengan
kalsifikasi pada tunika media. Sebukan sel radang kronik dapat ditemukan pada
stroma, yang mengindikasikan adanya tiroiditis kronis. Pada kasus-kasus adanya
riwayat paparan bahan radioaktif dapat ditemukan inti sel folikel yang atipik
(Merino et al., 2008; Maitra, 2010; Rosai, 2010).
Hiperplasianodular dengan gambaran mikrofolikular dan makrofolikular
khusus, dan adenoma dengan kapsel yang tidak utuh dapat menimbulkan kesulitan
dalam diagnosis (Rosai, 2010). Pada beberapa kasus dapat ditemukan nodul
tunggal folikular, yang secara histologis setidaknyatampakidentik dengan nodul
multipel yang terlihat pada hiperplasia nodular, sehingga dapat muncul
pertanyaan,“apakah nodul ini merupakan nodul regeneratif atau nodul proliferatif,
namun bukan neoplasma, atau sebaliknya, apakah nodul ini merupakan adenoma
folikular jinak?”. Beberapaahli patologi lebih suka istilah yang kurang definitif,
yakni "adenomatous atau adenomatoid follicular nodule" terhadap lesi seperti ini,
untuk menghindari masalah histogenesis (Baloch and LiVolsi, 2010).
Hiperplasia nodular terjadi karena sel epitel folikel secara intrinsik
berkembang lebih pesat. Perkembangan awal bersifat poliklonal, yang melibatkan
satu folikel atau mungkin sekelompok folikel yang mengakibatkan iskemia fokal,
nekrosis, dan proses peradangan. Proses yang sama selanjutnya mempengaruhi
kelompok folikel lainnya. Selama berlangsungnya proses tersebut terjadi
fenomena sekunder berupa perdarahan, fibrosis, dan kalsifikasi. Sementara itu,
rangsangan hormonal pada kelenjar tetap berlangsung. Distorsi terhadap pasokan
19
pembuluh darah dan adanya folikel melebar yang mengandung bahan koloid
mengganggu distribusi iodide dan thyrotropine. Beberapa bagian dari kelenjar
terpapar kelebihan thyrotropine, sehingga mengalami hiperplasia fokal,
sedangkan area lainnya mengalami defisiensi thyrotropine, sehingga mengalami
zona atrofi (Baloch and LiVolsi, 2010).
2.2.2 Nodul Neoplastik Jinak Tiroid
Adenoma folikular atau solitary adenomatous atau adenomatoid nodule
merupakan tumor jinak berkapsel, bersifat monoklonal, terdiri dari proliferasi
folikel tiroid yang umumnya tampak seragam pada seluruh area nodul (Ghossein,
2009; Baloch and LiVolsi, 2010; Rosai, 2010).Adenoma bersifat soliter, berbatas
tegas dengan jaringan sekitarnya (Gambar 2.4 A). Apabila pada satu lobus atau
kelenjar tiroid tampak beberapa nodul, maka lebih tepat didiagnosis sebagai
multinodular goiter dengan perubahan adenomatosa (adenomatous hyperplasia)
(Merino et al., 2008). Secara histologis, gambaran Meissner digunakan untuk
membedakan adenoma dengan adenomatous nodule yang merupakan hiperplasia
nodular, meliputi adanya kapsel, keseragaman pola pada adenoma, dan adanya
penekanan kelenjar sekitarnya oleh adenoma dan kapselnya (Baloch and LiVolsi,
2010).
Adenoma dapat menunjukkan berbagai pola, baik tunggal maupun kombinasi,
antara lain normofolikular (simple), makrofolikular (koloid), mikrofolikular (fetal)
(Gambar 2.4 B), dan trabekular atau solid (embrional). Mitosis jarang dijumpai
atau bahkan tidak ditemukan. Kadang, dinding pembuluh darah pada kapsel
20
adenoma mengalami penebalan fokal yang nyata, dan disebut sebagai muscular
cushions. Gambaran ini juga dapat ditemukan pada bagian tepi dari hiperplasia
nodular. Adenoma juga dapat menunjukkan struktur papiler atau pseudopapiler,
yang dapat dikelirukan dengan gambaran karsinoma papiler. Beberapa peneliti
menyebut lesi ini sebagai adenoma papiler, yang kemudian diganti menjadi
adenoma folikular dengan arsitektur papiler (Rosai, 2010).
Gambar 2.4
Adenoma folikular. A Makroskopis tampak nodul berbatas tegas dengan
jaringan di sekitarnya B. Mikroskopis nodul tersusun atas proliferasi folikel
tiroid yang tampak seragam (Baloch and LiVolsi, 2010)
Pada adenoma ditemukan pula berbagai gambaran, seperti perdarahan,
edema, dan fibrosis, yang terutama terjadi pada bagian tengah tumor (Maitra,
2010; Rosai, 2010).Area yang mengalami tusukan saat pemeriksaan FNAB dapat
menunjukkan gambaran nekrosis, peningkatan aktivitas mitosis, serta atipia
seluler di sepanjang area tusukan jarum. Dapat pula ditemukan kalsifikasi dan
beberapa komponen yang jarang, antara lain lemak, tulang rawan, atau signet ring
cells. Kadang pada adenoma dijumpai pula sel-sel besar yang secara sitologis
A B
21
tampak atipik dengan inti hiperkromatik, dan sel besar berinti banyak (Baloch and
LiVolsi, 2010; Rosai, 2010).
Selain itu ada pula kelompok adenoma folikular atipik yang diperkenalkan
oleh Hazard dan Kenyon,terdiri dari lesi noninvasif dengan peningkatan
selularitas, adanya gambaran atipia inti dan atau aktivitas mitosis, dan sering
ditemukan nekrosis tumor dan infark. Secara klinis adenoma folikular atipik ini
berperilaku jinak (Baloch and Livolsi, 2010).
2.2.3 Nodul Neoplastik Ganas Tiroid
Berdasarkan penelitian yang didukung oleh World Health Organization (WHO)
pada tahun 2010, ditemukan sekitar 44.670 kasus baru dan 1.690 kematian
disebabkan oleh kanker tiroid setiap tahunnya.Insiden karsinomatiroid di Amerika
Serikat sekitar 1% dari semua jenis kanker, dan mengakibatkan kematian sebesar
0,2% (LiVolsi, 2011).
Di Indonesia, berdasarkan data registrasi kanker berbasis patologi pada tahun
2010, disebutkan bahwa kanker tiroid menduduki peringkat ke lima kanker
tersering, dan juga merupakan kanker ke empat terbanyak yang terjadi pada
perempuan, setelah kanker payudara, leher rahim, dan ovarium (Anonim, 2010).
Kanker tiroid tercatat menduduki lima besar kanker tersering di Denpasar dari
tahun 2007 hingga 2010. Pada tahun 2007 ditemukan sebanyak 127 kasus kanker
tiroid (Anonim, 2007), yang naik menjadi 155 kasus pada tahun 2008 (Anonim,
2008). Tahun 2009 terjadi penurunan jumlah kejadian menjadi 84 kasus, namun
naik menduduki peringkat ke tiga kanker terbanyak (Anonim, 2009). Jumlah
22
kasus kanker tiroid kembali bertambah tahun 2010 menjadi 118 kasus, yang
merupakan 10,58% dari semua jenis kanker yang terjadi di Denpasar (Anonim,
2010).
Secara epidemiologi,karsinoma tiroid terjadi pada usia dewasa muda dan
pertengahan, serta jarang ditemukan pada anak-anak (DeLellis and Williams,
2004; LiVolsi, 2011). Sebagian besar karsinoma tiroid (kecuali karsinoma
medullary) berasal dari diferensiasi sel folikular tiroid. Lebih dari 85% kasus
keganasan organ tiroid tersebut merupakan karsinoma papiler, yang tidak jarang
menimbulkan kesulitan diagnosis (Maitra, 2010; Rosai, 2010; LiVolsi, 2011).
Sebagian besar pasien didiagnosis pada usia dekade ke tiga sampai lima, dan
kejadian pada jenis kelamin perempuan dua hingga empat kali lebih tinggi
dibandingkan dengan laki-laki (Kondo et al., 2006; LiVolsi, 2011). Berikut akan
dibahas secara lebih rinci mengenai karsinoma papiler tiroid.
2.2.3.1 Karsinoma papiler tiroid
Karsinoma papiler tiroid merupakan tumor epitelial ganas yang menunjukkan
diferensiasi sel folikular dan ditandai dengan gambaran inti yang khas (LiVolsi et
al., 2004). Epidemiologi dari karsinoma papiler tiroid ini menimbulkan
ketertarikan banyak pihak. Studi dari berbagai belahan dunia yang telah
membandingkan insiden karsinoma papiler tiroid pada populasi yang tinggal di
daerah pegunungan dengan populasi yang tinggal di dekat laut menyimpulkan
bahwa konsentrasi konsumsi yodium berpengaruh terhadap kejadian penyakit ini,
23
dan pada beberapa kasus mempengaruhi morfologi karsinoma papiler (Kondo et
al., 2006; LiVolsi, 2011).
Pada akhir abad 20, seiring dengan meningkatnya penggunaan terapi radiasi,
diantaranya pada pasien-pasien dengan tumor jinak bagian kepala dan leher,
seperti hemangioma, limfangioma, pembesaran kelenjar gondok, pembesaran
tonsil, dan adenoid, dalam perjalanan terapinya didapatkan karsinoma papiler
tiroid sebagai „tumor primer kedua‟. Ditemukan fakta bahwa radiasi pada daerah
leher merusak folikel tiroid dan menyebabkan hipotiroid relatif. Akibat hipotiroid
relatif adalah terjadinya peningkatan sekresi TSH. Diperkirakan peningkatan TSH
pada epitel folikel tiroid yang „rusak‟ (gangguan pada DNA yang berakibat pada
mutasi dan translokasi), akan mengakibatkan transformasi neoplastik pada sel
tiroid (juga harus dipertimbangkan pula individu yang memiliki cacat genetik,
dimana hal ini merupakan faktor predisposisi terjadinya neoplasma multipel).
Pada akhirnya, peristiwa ledakan dan kebakaran pada pembangkit listrik tenaga
nuklir di Chernobyl, Uni Soviet pada bulan April 1986, disusul dengan „epidemi‟
karsinoma tiroid yang terutama terjadi pada anak-anak usia di bawah 15 tahun,
dan beberapa didapatkan pada janin dalam kandungan (LiVolsi, 2011).
Gambaran makroskopis karsinoma papiler tiroid cukup bervariasi. Lesi dapat
muncul dimana saja pada kelenjar tiroid. Secara umum karsinoma papiler
memiliki rerata ukuran dua hingga tiga cm. Lesi dapat berukuran besar atau
berukuran kurang dari satu cm. Lesi berbatas tegas, dan umumnya tampak
berwarna putih (Gambar 2.5 A). Biasanya ditemukan pula kalsifikasi. Pada
sklerosis yang luas, lesi akan tampak menyerupai bekas luka. Selain itu, dapat
24
ditemukan pula bentukan kista dan area-area nekrosis (Baloch and LiVolsi, 2010;
Rosai, 2010; LiVolsi, 2011).
Secara mikroskopis karsinoma papiler tiroid mempunyai gambaran yang
khas. Tumor dapat didominasi bentukan papiler (Gambar 2.5 B), atau dapat pula
menunjukkan pola folikular (Gambar 2.5 C). Dapat ditemukan fibrovascular core
(kadang hanya jaringan ikat fibrus) yang dilapisi satu atau beberapa lapis sel
berbentuk kuboid atau kolumnar, dengan inti yang jernih (ground glass),
berbentuk oval, tampak membesar, terletak saling tumpang tindih,membran inti
tidak beraturan, adanya inklusi sitoplasma intranuklear, serta nuclear
grooves(Chan, 2004; Elsheikh et al., 2008; Fischer and Asa, 2008).
Ground glass nuclei dideskripsikan sebagai inti yang jernih, ground glass,
kosong, atau orphan annie eyes. Inti tampak lebih besar dan lebih oval bila
dibandingkan dengan inti sel folikel normal dan mengandung kromatin yang
hipodens (Gambar 2.5 C) (LiVolsi, 2011).
Inklusi sitoplasma intranuklear yang lebih sering ditemukan pada bahan
aspirasi, menunjukkan gambaran sitoplasma yang masuk ke inti dan harus terlihat
batas yang jelas. Kriteria yang harus dipenuhi, yaitu selnya harus sel epitel folikel
dengan diameter paling sedikit seperempat diameter inti, warna serupa dengan
sitoplasma, serta tepi inklusi sitoplasma dalam inti harus jelas, bulat, dan reguler.
Sementara itu, nuclear grooves merupakan invaginasi membran inti yang paralel
dengan aksis elongasi inti (Rosai, 2010).
Beberapa penelitian berusaha mengungkap penyebab gambaran khas inti di
atas. Dilaporkan bahwa sel-sel folikel tiroid yang terpapar dengan onkogen RET
25
gambaran morfologinya menyerupai karsinoma papiler, namun penelitian ini tidak
dijelaskan lebih lanjut. Penelitian terkini melaporkan bahwa pengecatan
imunohistokimia dengan protein emerin menunjukkan perbedaan pola yang jelas
antara inti karsinoma papiler dengan inti pada sel tiroid normal atau pada tumor
jinak, namun tidak dapat menjelaskan perubahan morfologi yang terjadi pada inti
tersebut (LiVolsi, 2011).
Gambar 2.5
Karsinoma papiler tiroid. A. Makroskopis tampak tumor berbatas tegas,
menyerupai adenoma folikular. B. Mikroskopis karsinoma papiler tiroid
varian klasik. C. Mikroskopis karsinoma papiler tiroid varian folikular. Inti sel
epitel folikel tampak jernih, membesar, tersusun saling tumpang tindih, dan
membran inti tidak beraturan. D. Karsinoma papiler tiroid varian folikular
yang berkapsel. Daerah invasi transkapsular (inset) menunjukkan gambaran
inti yang khas (Baloch and LiVolsi, 2010)
B
D
26
Gambaran mikroskopis lain yang dapat ditemukan adalah psammoma bodies,
dan respon desmoplastik di daerah invasif (Al-Brahim and Asa, 2006; Rosai,
2010; LiVolsi, 2011).Psammoma bodymerupakan gambaran papila yang „mati‟,
berdiferensiasi dari kalsifikasi distrofi oleh karena proses lamelasi. True
psammoma body dibentuk oleh fokus infark di ujung papila yang menyerap
kalsium. Teori lain menyebutkan bahwa mekanisme akumulasi kalsium
intraseluler oleh sel tumor akan berujung pada lamelasi. Psammoma bodybiasanya
terlihat pada inti papila, stroma tumor, atau pada kelenjar getah bening.
Didapatkannya psammoma bodypada kelenjar getah bening servikal merupakan
bukti dari karsinoma papiler tiroid. Pada tumor jinak tiroid jarang ditemukan
psammoma body (kurang dari 1%) (LiVolsi, 2011).
Beberapa laporan menemukan adanya variabilitas di antara para ahli patologi
dalam menentukan kriteria minimal untuk mendiagnosis karsinoma pepiler tiroid
(Chan, 2004; Elsheikh et al., 2008). Beberapa peneliti merekomendasikan
beberapa kriteria dasar dan mengusulkan penggunaan kombinasi gambaran
histologis mayor dan minor. Kriteria tambahan lainnya mencakup adanya
gambaran folikel memanjang atau berbentuk tidak teratur, pewarnaan koloid
gelap, dan yang jarang dapat ditemukan pula histiosit berinti banyak dalam lumen
folikel (Chan, 2004; Fischer and Asa, 2008). Mitosis merupakan hal yang jarang
ditemukan pada karsinoma papiler (LiVolsi, 2011).
Karsinoma papiler yang menampilkan arsitektur folikular disebut sebagai
karsinoma papiler varian folikular (Gambar 2.5 C). Menurut LiVolsi (2011),
27
varian folikular harus menunjukkan pola folikular secara keseluruhan. Keganasan
ini menunjukkan gambaran yang kontroversial. Tipe ini sulit ditentukan, karena
awalnya lesi ini telah diklasifikasikan sebagai karsinoma folikular atau adenoma
folikular (atau adenoma folikular atipik). Diagnosis varian ini lebih mudah bila
ditemukan gambaran inti yang khas serta pola pertumbuhan yang tidak berbatas
tegas dan infiltratif, akan tetapi tidak jarang tipe ini berbatas tegas, dan bahkan
berkapsel.
Ada dua tipe dari varian folikular, antara lain diffuse follicular variant dan
encapsulated follicular variant. Pada diffuse follicular variant, kelenjar secara
difus digantikan oleh jaringan tumor, dan sering ditemukan metastasis ke kelenjar
getah bening serta organ jauh, sehingga prognosisnya lebih buruk. Sementara itu,
pada encapsulated follicular variant, jaringan tumor tampak dikelilingi oleh
kapsel yang utuh, dengan distribusi umumnya multifocal, sehingga secara
morfologi sering dikelirukan dengan adenomatoid nodule atau adenoma folikular
(Gambar 2.5 D) (Baloch and LiVolsi, 2010).
Pada beberapa kasus kita dapat menemukan kesulitan dalam menegakkan
diagnosis suatu lesi folikular ganas tiroid. Sebagai contoh, dapat ditemukan
adanya lesi folikular dengan invasi kapsel yang tidak jelas (questionable) atau
hanya minimal tidak melintasi seluruh ketebalan kapsel, apabila tidak disertai
dengan perubahan karakteristik inti karsinoma papiler, maka disebut sebagai
follicular tumor of uncertain malignant potential (Rosai, 2010).
Pada kasus dengan perubahan inti yang minimal, invasi kapsel atau pembuluh
darah tidak ada atau tidak jelas, maka tumor didiagnosis sebagai well-
28
differentiated tumor of uncertain malignant potential. Apabila ditemukan invasi
kapsel atau pembuluh darah yang jelas, maka digunakan istilah well-differentiated
carcinoma, not otherwise specified (Gambar 2.6)(Rosai, 2010).
Gambar 2.6
Nomenklatur tumor folikular ganas tiroid (Rosai, 2010)
2.2.3.2 Patologi molekular karsinoma papiler tiroid
Jalur kaskade RAS-BRAF-MAPK merupakan jalur genetik pada karsinoma
papiler. Pengaktifan jalur ini bisa melalui salah satu dari dua mekanisme utama.
Mekanisme pertama melalui tata ulang gen RET atau neurotrophic tyrosine kinase
receptor 1 (NTRK1) yang menyandi reseptor tirosine kinase transmembrane
(Chien and Koeffler, 2012).Mekanisme keduamelalui aktivasi point mutation
padaV-raf murine sarcoma viral oncogene homolog B1 (BRAF), yang merupakan
produk komponen signaling intermediate dari jalur mitogen activated protein
Gambaran inti karsinoma
papiler tiroid
Jelas Minimal atau fokal
Karsinoma papiler
tiroid
Invasi kapsel atau
pembuluh darah jelas
Invasi kapsel atau
pembuluh darah tidak ada
atau tidak jelas
(questionable)
Well-differentiated
carcinoma, not
otherwise specified
Well-differentiated
tumor of uncertain
malignant potential
Dengan
atau tanpa
invasi
kapsel atau
pembuluh
darah
29
kinase (MEK/MAPK), yang selanjutnya mengaktivasi extracellular signal
regulated kinase (ERK), sehingga terjadi proliferasi sel (Gambar 2.7). Jalur sinyal
ini terutama terjadi pada tumor sporadis (Fuhrer, 2006; Electron, 2007; Chien and
Koeffler, 2012).
Gambar 2.7
Jalur patogenesis karsinoma papiler tiroid(Chien and Koeffler, 2012)
Tata ulang (rearrangement) gen RET/PTC disebutkan sebagai alterasi genetik
spesifik pertama pada keganasan ini (Baloch and LiVolsi, 2010; Maitra, 2010;
Rosai, 2010; Chien and Koeffler, 2012).Gen RET merupakan protoonkogen yang
mengkode reseptor tirosin kinase dari glial cell-derived nervous growth factor dan
30
secara endogen terekspresi pada sel neuroendokrin. Terjadi ekspresi yang salah
dari potongan gen RET pada karsinoma papiler melalui fusi promotor pada regio
N-terminal dari gen terkait (disebut PTC-1,2 dan seterusnya), dan regio C-
terminal fungsional dari gen RET (mengandung tirosin kinase). Hasilnya adalah
aktivasi RAS-RAF-MAPK signaling (Santoro et al., 2006; Chien and Koeffler,
2012).
Saat ini teridentifikasi lebih dari delapan protein chimera RET/PTC pada
karsinoma tiroid, dimana RET/PTC-1 (inv(10)(q11.2;q21) dan RET/PTC-3
(inv(10)(q11.2;q10) terhitung kira-kira 80% dan merupakan fusi gen yang
tersering (Chien and Koeffler, 2012). Keduanya melibatkan inversi pada lengan
panjang kromosom 10, menghasilkan perpaduan antara RET dengan gen histone
proteinnucleosome (histone H4) pada RET/PTC-1 atau RET dengan nuclear
receptor coactivator 4 (NCOA4) pada RET/PTC-3 (Santoro et al., 2006; Chien
and Koeffler, 2012).
Tata ulang gen RET/PTC spesifik untuk karsinoma papiler dan prevalennya
ditemukan lebih tinggi (30% sampai 65%) pada keganasan yang disebabkan oleh
radiasi (chernobyl-tumor), dan lebih jarang (5% sampai 15%) pada kanker yang
sporadis. Penjelasan yang menarik mengenai terjadinya fusi RET/PTC secara
spesifik pada sel epitel tiroid disampaikan oleh Nikifora dalam penelitiannya.
Dengan menggunakan teknik fluorescent in situ hybridization, mereka mampu
menunjukkan bahwa potongan gen RET dan PTC yang berlokasi pada kromosom
10, mendekat pada sekitar 35% sel epitel tiroid normal selama interfase, meskipun
kedua gen berjarak mencapai 30 megafase (Chien and Koeffler, 2012).
31
Tata ulang gen lainnya pada karsinoma papiler adalah inversi kromosom 7q
menghasilkan fusi antara BRAF dan A-kinase anchor protein 9 (AKAP 9) gene.
Fusi protein ini meningkatkan aktivitas kinase. Sepertiga sampai setengah dari
kasus karsinoma papiler ditemukan gain-of-function mutation pada gen BRAF
(Fuhrer, 2006; Chien and Koeffler, 2012). Data lain menyebutkan 18% sampai
87% dari karsinoma papiler. Gen BRAF berlokasi pada kromosom 7q32, dan
terjadi transversi thymine ke adenine yang menyebabkan perubahan valine
menjadi glutamate pada kodon 600 (BRAFv600E
) (Fuhrer, 2006; Electron,
2007).Mutasi pada BRAFV600E
dapat menyebabkan aktivasi RAF kinase, dan
secara invitro dapat menyebabkan transformasi sel dengan efikasi yang lebih
tinggi daripada wild-type BRAF. Mutasi BRAFV600E
dilaporkan sebagai defek
molekular yang sering terjadi pada karsinoma papiler yang sporadis (berkisar
antara 36% sampai 69%), sementara tata ulang gen AKAP9/BRAF (inv(7)(q21-
22q34)) terjadi pada radiation-induced karsinoma tiroid (Fuhrer, 2006; Kondo et
al., 2006; Electron, 2007; Chien and Koeffler, 2012).Mutasi BRAF berkaitan
dengan tumor yang lebih agresif, sehingga memiliki prognosis yang buruk
(LiVolsi, 2011).
Beberapa penelitian menunjukkan model multistep karsinogenesis neoplasma
tiroid. Gambar 2.8 A menunjukkan faktor risiko, seperti paparan radiasi
menyebabkan ketidakstabilan genomik melalui mekanisme langsung maupun
tidak langsung, melibatkan jalur sinyal MAPK. Aktivasi onkogen MAPK
meningkatkan ketidakstabilan genomik lebih lanjut yang mengarah ke perubahan
genetik, selanjutnya melibatkan jalur sinyal lain, seperti regulator siklus sel dan
32
berbagai molekul adesi. Interaksi antara ketidakstabilan genomik dan perubahan
genetik merangsang perkembangan well differentiated menjadi undifferentiated
karsinoma tiroid (Kondo et al., 2006; Viglietto et al., 2011).
Gambar 2.8
Multistep karsinogenesis pada neoplasma tiroid (Kondo et al., 2006)
Berdasarkan pengamatan klinis, histologis, dan molekular, ditemukan tiga
jalur berbeda proliferasi neoplastik dari sel folikel tiroid, antara lain hiperfungsi
adenoma folikular tiroid (tumor yang hampir selalu jinak, tanpa kecenderungan
B
A
33
progresif), karsinoma folikular, dan karsinoma papiler tiroid. Cacat genetik yang
menyebabkan aktivasi RET atau BRAF merupakan kejadian awal yang sering
dikaitkan dengan paparan radiasi. Ekspresi yang rendah dari inhibitor cyclin-
dependent kinase p27KIP1
dan ekspresi yang tinggi dari cyclin D1 merupakan
prediktor yang kuat adanya metastasis kelenjar getah bening pada karsinoma
papiler tiroid. Sebagian besar poorly differentiated dan undifferentiated
carcinoma berasal dari well differentiated carcinoma tiroid melalui peristiwa
genetik tambahan, termasuk β-catenin (yang dikode oleh CTNNB1) dan inaktivasi
P53, namun dapat pula terjadi secara de novo (Gambar 2.8 B). Interaksi antara
faktor risiko, ketidakstabilan genomik, dan perubahan genetik ke depannya dapat
dijadikan fokus studi tentang kanker tiroid (Kondo et al., 2006; Viglietto et al.,
2011).
Secara ringkas melalui tabel berikut diuraikan berbagai gangguan molekular
yang terjadi pada adenoma folikular dan karsinoma papiler pada organ tiroid.
Tabel 2.1.
Patologi genetik pada tumor folikular tiroid (Rosai, 2010)
Adenoma
Folikular
Karsinoma Papiler
Varian Klasik
Karsinoma Papiler
Varian Folikular
RAS (20%-40%) BRAF (30%-70%) RAS (25%-45%)
PAX8/PPARγ (5%-20%) RET/PTC (20%-40%) RET/PTC (5%-10%)
TSH-R & GNAS 1 RAS (0-10%) BRAF (5%-10%)
Chromosomal unstable TRK (0-10%) PAX8/PPARγ (0-30%)
Chromosomal unstable Chromosomal unstable
34
2.3 Galectin-3
2.3.1 Struktur Galectin-3
Galectin merupakan family protein yang menampilkan unit N-acetyllactosamine
beragam, mengikat β-galactoside pada glikoprotein dan glikolipid permukaaan
sel. Struktur kristal dari sebagian besar galectin menunjukkan bahwa protein ini
setidaknya terdiri dari satu domain yang mengandung 130 asam amino, dan
disebut sebagai carbohydrate-recognition domain (CRD) yang masing-masing
bertanggungjawab terhadap carbohydrate-binding properties (Gambar 2.9 A).
Secara umum galectin merupakan soluble protein yang mempunyai gambaran
khas pada molekul sitoplasma sel. Akan tetapi, lokasinya tidak terbatas pada
sitoplasma saja, galectin juga dapat ditemukan pada inti, permukaan sel, dan
bahkan pada ruang ekstraseluler. Pada beberapa kasus, regulasinya berkaitan
dengan kontrol langsung diferensiasi selular dan diaktivasi dengan bekerja
sebagai tombol “on-and-off” yang mengontrol aktivitas transkripsional spesifik.
Pada kasus lainnya, galectin mampu meregulasi berbagai mekanisme, antara lain
kelangsungan hidup, proliferasi, dan transformasi sel (Laderach et al., 2010).
Saat ini teridentifikasi 15 jenis galectin pada berbagai sel dan jaringan
(Inohara et al., 2008; Laderach et al., 2010). Berdasarkan strukturnya, galectin
dibedakan menjadi tiga kelompok (Chiu et al., 2010), yaitu:
1. “Prototype” subfamily, meliputi galectin-1, -2, -5, -7, -10, -11, -13, -14, dan -
15. Subfamily ini hanya mengandung satu CRD, dan mampu membentuk
struktur dimer yang berperan pada interaksi nonkovalen.
35
2. “Tandem-repeat” subfamily, mengandung dua CRD, dan terdiri dari galectin-
4, -6, -8, -9, dan 12.
3. “Chimera-type” subfamily, yaitu galectin-3 yang menunjukkan domain N-
terminal yang berdekatan dengan CRDnya.
Gambar 2.9
Struktur protein galectin-3. A. Galectin-3 tersusun atas domain N-terminal
yang mengandung 100 sampai 150 asam amino dan domain C-terminal yang
mengandung 135 asam amino. B. Galectin-3 membentuk struktur pentamer,
sehingga mampu berperan pada interaksi antar sel dan sel dengan matriks
ekstraselular, receptor clustering, dan transduksi sinyal, serta pembentukan
glycoprotein-galectin lattices (Argueso and Panjwani, 2012)
Human galectin-3 adalah protein yang dikode oleh gen tunggal, LGALS3,
yang berlokasi pada kromosom 14. LGALS3 terdiri dari enam ekson dan lima
intron. Ekson IV sampai VI mengkode domain C-terminal yang mengandung
CRD, sehingga bertanggungjawab terhadap pengikatan lectin dengan karbohidrat
36
spesifiknya. Ekson III dan 18bp dari ekson II mengkode domain N-terminal yang
kaya akan proline, tyrosine, dan residu glisine, serta memungkinkan pembentukan
struktur pentamer, sehingga membrane plasma galectin lattice microdomains
mampu mengadakan reaksi silang dengan glikoprotein permukaan sel, dan terlibat
dalam sinyal selular dan stabilisasi reseptor (Gambar 2.9 B) (Krzeslak, 2004;
Argueso and Panjwani, 2012).
Galectin-3 mempunyai berat molekul 31-kDa dan merupakan satu-satunya
anggota family galectin yang mempunyai struktur pentamer yang unik (Herrmann,
2004; Collet, 2005; Scognamiglio et al., 2006). Pada pembelahan proteolitik dari
domain N-terminal, fungsi ekstraselular galectin-3 hilang, mungkin karena
ketidakmampuannya membentuk struktur pentamer. Selanjutnya, fosforilasi
galectin-3 dapat terjadi pada domain N-terminal pada residu serin-6 dan serin-12.
Galectin-3 teridentifikasi pada inti, sitoplasma, dan ruang ekstraselular. Protein ini
berperan dalam regulasi apoptosis, motilitas sel, dan perkembangan sel T, serta
mempengaruhi progesivitas kanker tiroid (Chiu et al., 2010).
2.3.2 Peran Galectin-3 pada Biologi dan Kanker
2.3.2.1 Regulasi apoptosis
Upregulasi galectin-3 dan translokasinya ke dalam inti menunjukkan fungsinya
pada pertumbuhan sel normal. Pada karsinoma papiler tiroid, galectin-3
ditemukan secara signifikan mengalami ekspresi yang tinggi pada area inti. Pada
inti, galectin-3 berperan sebagai up-regulator aktivitas transkripsional dari
thyroid-specific transcription factor-1, dan berkontribusi terhadap tingginya
37
tingkat proliferasi sel tersebut. Lebih lanjut ditemukan pula penurunan ekspresi
galectin-3 melalui siRNA silencing dapat menginduksi apoptosis pada keganasan
papiler tiroid (Fischer and Asa, 2008; Chiu et al., 2010).
Sebuah domain fungsional pada area COOH-terminal menunjukkan bahwa
galectin-3 terbukti homolog dengan domain BH1 bcl-2 gene family yang
mengandung apoptosis-inducing NWGR (Asp-Trp-Gly-Arg) amino acid motif.
Kemampuan antiapoptosis ini bertanggungjawab terhadap inhibisi pelepasan
cytochrome-c dari mitokondria. Penemuan terbaru menyatakan bahwa galectin-3
juga berperan pada jalur apoptosis p53/HIPK2. Gen p53 merupakan faktor
transkripsi spesifik yang mampu menekan ekspresi galectin-3, dan p53-induced
apoptosis tergantung pada efek regulasi dari galectin-3. Penelitian menunjukkan
adanya korelasi positif antara mutasi p53 dengan ekspresi galectin-3 pada
karsinoma tiroid. Ekspresi yang sesuai antara p53 dengan galectin-3 ditemukan
pada 52% poorly differentiated dan 71% undifferentiated karsinoma tiroid, dan
ekspresi protein galectin-3 ditemukan relatif lebih tinggi pada kanker tiroid yang
mengekspresikan mutasi p53. Lebih lanjut dinyatakan pula bahwa protein lain
yang terlibat dalam regulasi apoptosis, seperti CD95 dan nuclin juga berinteraksi
dengan sitoplasma galectin-3 (Chiu et al., 2010; Laderach et al., 2010).
38
2.3.2.2 Transformasi selular dan metastasis
Ekspresi tinggi protein galectin-3 yang disebabkan oleh transfeksi stabil sel-sel
folikel tiroid dapat mengakibatkan perubahan fenotip sel, termasuk pertumbuhan
yang tidak tergantung usia, peningkatan proliferasi sel, dan hilangnya kontak
inhibisi bila dibandingkan dengan sel yang tidak mengalami transfeksi (Chiu et
al., 2010).
Enzim golgi β1,6 N-acetylglucosaminyltransferase V (Mgat-V) mengalami
peningkatan pada berbagai tipe kanker. Ekspresinya merangsang produksi poly N-
acetyllactosamine antennae pada N-glycans, yang merupakan ligan dengan
afinitas tinggi terhadap galectin-3. Peningkatan Mgat-V produced N-glycans
berkaitan dengan transformasi keganasan dan juga berkorelasi dengan
progresivitas penyakit (Chiu et al., 2010).
Berbagai glikoprotein, seperti epidermal growth factor receptor (EGFR) dan
transforming growth factor receptor β (TGFR β) mempunyai beberapa N-glycan
binding site. Jumlah rantai N-glycan berbeda pada setiap glikoprotein,
menentukan afinitas reseptor terhadap lattice galectin, sehingga berpengaruh
terhadap proliferasi dan diferensiasi selular. Galectin lattice terbukti bersaing
dengan caveolin-1 (cav-1) pada mikrodomain permukaan sel dengan menghambat
difusi EGFR dan membatasi down-regulasinya melalui endositosis, sehingga
meningkatkan kemampuan sinyal EGFR dan mendorong kelangsungan hidup
serta pertumbuhan sel. Selain itu, polimerisasi fibronektin dan migrasi sel tumor
diatur oleh derajat pengikatan galectin-3. Ekspresi lattice galectin bersamaan
dengan adanya cav-1 yang terfosforilasi memainkan peranan dalam migrasi sel
39
tumor dengan menstabilkan focal adhesion kinase dan menyebabkan peningkatan
focal adhesion turnover. Ekspresi Mgat-V dan galectin-3 serta perekrutan reseptor
galectin lattice domain menstimulasi local receptor-mediated signaling event
yang mengakibatkan proliferasi dan migrasi sel tumor (Chiu et al., 2010).
Penurunan ekspresi galectin-3 dapat menekan sinyal selular, menginduksi
apoptosis, dan penekanan transformasi selular pada berbagai tipe kanker. Dengan
demikian dapat dinyatakan bahwa galectin-3 merupakan regulator proliferasi sel
normal, dan ekspresi yang tinggi ditemukan pada transformasi keganasan dan
metastasis (Krzeslak, 2004; Chiu et al., 2010).
2.3.2.3 Distribusi selular galectin-3
Galectin-3 mempunyai sifat biologis yang kompleks, dan kontribusi relatifnya
pada fraksi sitoplasma dan inti pada tumorigenesis dan metastasis belum
sepenuhnya diketahui. Galectin-3 dapat diidentifikasi dalam inti dan diangkut ke
bagian perinuklear. Pada sel fibroblast 3T3 tikus, galectin-3 yang terfosforilasi
ditemukan pada inti dan sitoplasma, sedangkan bentuk yang tidak terfosforilasi
secara khusus ditemukan pada inti. Proliferasi sel berkaitan dengan peningkatan
fraksi yang terfosforilasi (Chiu et al., 2010).
2.3.3 Metodologi Pemeriksaan Galectin-3
Berbagai metodologi digunakan untuk mengevaluasi gambaran ekspresi
imunohistokimia galectin-3 pada spesimen jaringan tiroid, yang meliputi variasi
protokol penggunaan biotin dan antigen retrieval, karakteristik antibodi, antibodi
dilution, lokasi marker, dan kriteria ekspresi positif (Chiu et al., 2010).
40
2.3.3.1 Biotin endogen
Tirosit mempunyai kemampuan yang unik pada studi imunohistokimia. Afinitas
yang tinggi ikatan avidin (dan juga streptavidin) terhadap biotin merupakan hal
penting pada pemeriksaan imunohistokimia menggunakan kompleks avidin-biotin
peroksidase (atau kompleks sistem streptavidin-biotin-peroksidase). Biotin-
labeled marker antigen diidentifikasi menggunakan avidin-containing probe.
Akan tetapi, tirosit mempunyai kadar biotin endogen tinggi yang dapat
menyebabkan hasil positif palsu terhadap ekspresi marker antigen. Karena itu,
penelitian yang menggunakan avidin-based detection system tanpa blokade
terhadap biotin harus diinterpretasikan dengan hati-hati. Selain itu, reaktivitas
biotin endogen dari suatu spesimen yang telah difiksasi dengan formalin dan
dilakukan paraffin embeding dapat ditingkatkan dengan prosedur antigen retrieval
yang diinduksi oleh panas, terutama pada tekanan yang lebih rendah dari
pemanasan microwave. Suatu studi menemukan pewarnaan biotin yang positif
pada delapan dari 12 tumor tiroid setelah penggunaan antigen retrieval, bahkan
tanpa aplikasi marker antibodi. Penggunaan biotin-free detection systems atau
avidin-biotin treatment blockade, sangat penting untuk deteksi akurat marker
galectin-3 pada spesimen jaringan tiroid (Chiu et al., 2010).
2.3.3.2 Heterogenitas antibodi galectin-3
Suatu penelitian juga dapat dipengaruhi oleh variasi reaktivitas dari berbagai tipe
dan konsentrasi antibodi galectin-3. Setiap antibodi mungkin mengenali isotype
atau komponen yang berbeda dari galectin-3. Namun, belum diketahui
sepenuhnya adanya suatu antibodi tunggal yang memiliki sensitivitas atau
41
spesifisitas superior untuk mendeteksi kanker tiroid. Karakteristik kinerja masing-
masing antibodi juga dipengaruhi oleh metode lainnya, diantaranya tingkat
pengenceran antibodi, proses pengambilan antigen, dan penanganan biotin (Chiu
et al., 2010).
2.3.3.3 Kriteria skoring
Interpretasi positif ekspresi galectin-3 perlu mendapatkan perhatian khusus,
karena distribusi selular pulasan galectin-3 kompleks dan bervariasi. Beberapa
penelitian menyatakan perlunya interpretasi pulasan pada inti, selain evaluasi
reaktivitas sitoplasma dalam menentukan kriteria positif. Sebagaimana telah
dijelaskan sebelumnya, peran galectin-3 di sitoplasma terlibat lebih menonjol
pada tumorigenesis dan metastasis. Telah dilakukan berbagai penelitian
menggunakan spesimen jaringan tiroid yang telah di-paraffin embeding, untuk
mengevaluasi ekspresi galectin-3 yang terpulas pada inti dibandingkan dengan
sitoplasma dikaitkan dengan kemampuannya dalam mendiagnosis kanker tiroid.
Beberapa penelitian melaporkan pada karsinoma papiler tiroid, ekspresi galectin-3
yang terpulas pada sitoplasma lebih tinggi dibandingkan yang terpulas pada inti.
Disebutkan pula bahwa galectin-3 tidak terpulas, baik di sitoplasma maupun inti
pada jaringan tiroid normal (Fischer and Asa, 2008).
2.3.4 Ekspresi Protein Galectin-3 pada Kanker Tiroid
2.3.4.1 Ekspresi galectin-3 pada spesimen jaringan tiroid
Sebagian besar penelitian melaporkan galectin-3 terpulas positif pada 90% sampai
100% kasus karsinoma papiler tiroid (Gambar 2.10 A). Disebutkan pula bahwa
42
ekspresi galectin-3 cenderung lebih rendah pada karsinoma papiler varian
folikular (rata-rata 75% kasus), bila dibandingkan varian klasik (berkisar antara
82% sampai 100%, dengan rata-rata 91%). Cvejic, et al (2005) dalam studinya
juga melaporkan bahwa ekspresi galectin-3 teridentifikasi pada 81% kasus
papillary microcarcinoma. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan ekspresi
galectin-3 juga ditemukan pada kejadian awal perkembangan karsinoma papiler,
sehingga mungkin terlibat dalam karsinogenesis. Galectin-3 juga dilaporkan
terdeteksi pada 60% sampai 85% kasus follicular-patterned lesions of uncertain
malignant potential (Hermann et al., 2004; Oestreicher et al., 2004; Fischer and
Asa, 2008; Inohara et al., 2008).
Gambar 2.10
Ekspresi pulasan IHK galectin-3. A. Terpulas difus dan kuat pada karsinoma
papiler. B. Terpulas fokal pada adenoma folikular.
C. Tidak terpulas pada hiperplasia nodular (Saleh et al., 2010)
Sebaliknya, imunoreaktivitas galectin-3 hanya ditemukan pada sejumlah kecil
kasus tumor tiroid jinak dan tidak terpulas pada spesimen jaringan tiroid normal.
Sebagian besar studi melaporkan galectin-3 terpulas pada 0 hingga 30% kasus
adenoma, dengan pengecualian sebuah studi yang dilaporkan Mehrotra, et al
(2004). Tingginya tingkat ekspresi galectin-3 pada kasus adenoma folikular yang
A B C
43
dilaporkan pada penelitian tersebut (sebesar 72%) mungkin disebabkan oleh
penggunaan sistem deteksi avidin-biotin peroxidase complex langsung tanpa
blokade biotin (Fischer and Asa, 2008; Chiu et al., 2010).
Tabel 2.2.
Berbagai penelitian mengenai deteksi imunohistokimia galectin-3
pada spesimen tiroid (Fischer and Asa, 2008)
Fernan
dez
dkk
Hermann
dkk
Kovacs
dkk
Weber
dkk
Prasad
dkk
Oestrei
cher-
Kedem
dkk
Cve-
jic
dkk
Barto-
lazzi
dkk
Saggio
rato
dkk
N 0 (0) ….. ….. …. 0 (0) ….. ….. 0/75
(0)
……
TLK …….. …… 7/7
(100)
….. ….. ….. ….. 2/4
(50)
……
HN 0 (0) 0 (0) …… ….. 16/29
(55)
….. ….. 0/50
(0)
…..
AF 0 (0) 3/8 (37) 4/19
(21)
4/13
(31)
2/21
(9)
7/15
(47)
…. 5/132
(4)
3/50
(6)
KP 18/18
(100)
22/34
(64)
19/20
(95)
22/24
(92)
63/67
(94)
15/18
(83)
169/2
02(84
)
195/20
1 (97)
39/39
(100)
KF 4/8
(50)
2/3 (67) 7/10
(70)
4/9
(44)
4/6
(67)
7/11
(64)
…… 54/57
(95)
16/19
(84)
PDC 2/3
(67)
…… ….. ….. ……. …… ….. 13/20
(90)
…….
KA 5/5
(100)
….. ….. …… 4/4
(100)
….. ….. 18/20
(90)
…….
Keterangan :
Nilai adalah nomor/total (persen). N : Normal, TLK : tiroiditis limfositik kronis,
HN : hiperplasia nodular, AF : adenoma folikular, KP : karsinoma papiler,KF :
karsinoma folikular,PDC : poorly differentiated carcinoma, KA:karsinoma
anaplastik. Tanda titik-titik menunjukkan tidak dilakukan penilaian variabel
penelitian pada studi tersebut.
44
Saleh, et al (2010), dalam penelitiannya melaporkan bahwa proporsi pulasan
positif galectin-3 pada keseluruhan lesi jinak, baik lesi nonneoplastik maupun
neoplastik adalah 27,5%. Penelitian yang sama menyebutkan galectin-3 terpulas
positif pada 41,3% kasus adenoma folikular (Gambar 2.10 B) dan 15,3% kasus
hiperplasia nodular (Gambar 2.10 C). Sedangkan, proporsi ekspresi positif
galectin-3 pada karsinoma papiler mencapai 90% (Gambar 2.10 A). Sensitivitas,
spesifisitas, nilai prediktif positif, dan nilai prediktif negatif galectin-3 dalam
membedakan lesi tiroid jinak dan ganas, masing-masing adalah 85,2%, 72,4%,
63,0%, dan 89,9% (Saleh et al., 2010).
Beberapa literatur menyebutkan galectin-3 terekspresi pada 0 sampai 100%
kasus tiroiditis. Secara khusus, kaitan antara tiroiditis hashimoto dengan
karsinoma papiler tiroid diteliti pada studi berikutnya. Prasad, et al (2004) dalam
penelitiannya menyebutkan adanya perubahan inti yang khas untuk karsinoma
papiler juga dilaporkan pada tiroiditis hashimoto. Hasil penelitian tersebut
menyebutkan bahwa galectin-3 terpulas positif pada 87% kasus tiroiditis
hashimoto, termasuk dua kasus yang selanjutnya direview dan direklasifikasi
sebagai karsinoma papiler tiroid. Dengan demikian, ekspresi galectin-3
memungkinkan untuk identifikasi awal perubahan ganas pada kasus tiroiditis
hashimoto (Prasad et al., 2004; Chiu et al., 2010).
Galectin-3 juga disebutkan terekspresi positif pada kanker tiroid tipe lainnya.
Pada karsinoma folikular, baik dengan invasi minimal maupun luas, galectin-3
terekspresi pada 44% sampai 95% kasus (rata-rata 65%) (Ito et al., 2005). Protein
ini juga terekspresi pada sebagian besar kasus karsinoma tiroid poorly
45
differentiated dan undifferentiated (karsinoma anaplastik). Pada kasus karsinoma
anaplastik, galectin-3 terekspresi pada sebagian besar kasus (mencapai 100%).
Karsinoma medullary yang sporadis menunjukkan ekspresi galectin-3 berkisar
antara 45% sampai 80%. Galectin-3 terekspresi rendah pada hiperplasia nodular
dan sel epitel folikel tiroid normal (Fischer and Asa, 2008; Chiu et al., 2010).
2.3.4.2 Interpretasi pulasan galectin-3
Ekspresi galectin-3 dipertimbangkan positif ketika warna coklat terpulas pada
sitoplasma dan inti. Dua parameter yang dievaluasi adalah persentase sel yang
tercat positif dengan galectin-3 dan reaksi intensitasnya. Persentase sel-sel yang
tercat positif digrading sebagai berikut: grade (0): negatif, tidak ada sel yang
tercat; grade (1): sel yang positif >0-<5%; grade (2): sel yang positif 5%-25%;
grade (3): sel yang positif >25%-75%; grade (4): sel yang positif >75%. Reaksi
intensitasnya diskor sebagai berikut: (0): negatif; (1): lemah; (2): sedang; (3): kuat
(deMatos et al., 2005).
2.3.4.3 Korelasi klinikopatologi ekspresi galectin-3
Beberapa studi telah meneliti korelasi klinikopatologi antara ekspresi galectin-3
dengan kanker tiroid. Diantara kasus-kasus tersebut, korelasi ditentukan oleh kuat
atau lemahnya intensitas pulasan atau proporsi sel yang terpulas positif protein ini.
Yang menarik dikemukakan oleh Ito, et al (2005), yang menyatakan bahwa
ekspresi galectin-3 secara signifikan meningkat sesuai dengan tingkat invasi
pembuluh darah atau invasi kapsel pada tumor folikular. Beberapa penelitian juga
melaporkan adanya korelasi yang kuat antara ekspresi galectin-3 dengan
metastasis kelenjar getah bening pada karsinoma papiler, karsinoma folikular,
46
karsinoma anaplastik, dan karsinoma medularry. Dengan demikian, kedepannya
perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai korelasi ekspresi galectin-3
dengan indikator prognostik, seperti invasi kapsel, ukuran tumor, status kelenjar
getah bening, atau stadium penyakit (Cvejic et el., 2005; Chiu et al., 2010).
47
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir
Sebagian besar lesi tiroid, baik itu lesi nonneoplastik maupun neoplasma jinak dan
ganas berasal dari diferensiasi sel folikular. Lesi-lesi tersebut umumnya
menampilkan arsitektur folikular, namun tidak jarang tumbuh dalam pola papiler.
Lesi neoplastik tiroid umumnya berupa nodul tunggal, sedangkan lesi hiperplastik
nonneoplastik cenderung multipel. Lesi neoplastik jinak diliputi oleh kapsel
jaringan ikat fibrus yang utuh dan dibedakan dengan lesi ganas melalui gambaran
ada atau tidaknya invasi, baik pada kapsel maupun pembuluh darah, serta ada atau
tidaknya gambaran inti sel folikel yang khas untuk karsinoma papiler.
Penilaian perubahan histomorfologi dan diagnosis histopatologi tidak jarang
menimbulkan kesulitan dan ketidaksepakatan di antara ahli patologi dengan hanya
pewarnaan Hematoksilin dan Eosin (H&E) saja, karena itu diperlukan aplikasi
tambahan, diantaranya berupa pemeriksaan imunohistokimia. Galectin-3
merupakan salah satu marker yang terlibat pada adesi sel. Soluble protein ini
melalui struktur pentamernya mampu mengadakan reaksi silang dan mengikat β-
galactoside pada glikoprotein dan glikolipid permukaaan sel, serta terlibat dalam
sinyal selular dan stabilisasi reseptor. Regulasi galectin-3 dapat berkaitan dengan
kontrol langsung diferensiasi selular dan diaktivasi dengan mengontrol aktivitas
transkripsional spesifik. Galectin-3 juga mampu meregulasi berbagai mekanisme,
antara lain kelangsungan hidup, proliferasi, transformasi, serta migrasi sel.
48
Penurunan ekspresi galectin-3 dapat menekan sinyal selular, menginduksi
apoptosis, dan menekan transformasi selular pada berbagai tipe kanker. Dengan
demikian, dapat dinyatakan bahwa galectin-3 merupakan regulator proliferasi sel
normal, dan ekspresi yang tinggi ditemukan pada transformasi keganasan dan
metastasis.
Galectin-3 menunjukkan imunoreaktivitas pada lesi-lesi neoplastik ganas
tiroid, dan ekspresinya akan tampak berkurang pada lesi-lesi neoplastik jinak dan
umumnya tidak terpulas, baik pada nodul hiperplastik maupun sel epitel folikel
tiroid normal. Ekspresi galectin-3 yang lebih tinggi pada karsinoma papiler
dibandingkan dengan hiperplasia nodular dan adenoma folikular, dapat
membuktikan peranan galectin-3 pada proliferasi serta transformasi sel epitel
folikel tiroid ke arah keganasan. Karena itu, imunoekspresi galectin-3 dapat
digunakan sebagai salah satu parameter untuk menegakkan diagnosis lesi-lesi
nonneoplastik, neoplastik jinak maupun ganas pada kasus-kasus nodul tiroid yang
berasal dari diferensiasi sel epitel folikel, khususnya yang menampilkan arsitektur
folikular dan atau papiler, serta tidak menunjukkan gambaran inti karsinoma
papiler yang jelas. Hasil penelitian ini juga dapat memberikan informasi tambahan
kepada klinisi berkaitan dengan penanganan pasien yang lebih tepat. Berdasarkan
pada kerangka pikir di atas, dibuatlah bagan kerangka berpikir (Gambar 3.1).
49
Gambar 3.1
Bagan kerangka berpikir
Peningkatan
focal adhesion
turnover
Peningkatan
migrasi sel
Hiperplasia
Nodular
Adenoma
Folikular
Karsinoma
Papiler
Karsinoma
Folikular Poorly Diff
Carcinoma
Anaplastic
Carcinoma
Galectin-3
Reaksi silang dengan
glikoprotein dan
glikolipid permukaan sel
Transduksi sinyal
Upregulator
aktivitas
transkripsional
Peningkatan
proliferasi sel
Peningkatan
Mgat-V
produced N-
glycans
Penurunan
apoptosis
inducingamino
acid motif
Penurunan
P53-induced
apoptosis
Menstabilkan
focal adhesion
kinase
Peningkatan
antiapoptosis
Struktur pentamer
50
3.2 Konsep Penelitian
Bertolak dari kerangka berpikir di atas, maka dibuat konsep penelitian seperti
bagan berikut:
Gambar 3.2
Bagan konsep penelitian
Keterangan gambar :
: variabel yang diteliti
3.3 Hipotesis Penelitian
1. Ekspresi galectin-3 lebih tinggi pada adenoma folikular dibandingkan
dengan hiperplasia nodular.
2. Ekspresi galectin-3 lebih tinggi pada karsinoma papiler dibandingkan
dengan hiperplasia nodular pada organ tiroid.
3. Ekspresi galectin-3 lebih tinggi pada karsinoma papiler dibandingkan
dengan adenoma folikular pada organ tiroid.
Nodul Tiroid
Diferensiasi Sel
Folikular
Nodul
Nonneoplastik
Nodul Neoplastik
Jinak
Nodul Neoplastik
Ganas
Hiperplasia
Nodular
Adenoma
Folikular
Ekspresi
Galectin-3
Karsinoma
Papiler
51
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian ini adalah penelitian dengan menggunakan metode analitik
observasional potong lintang.
Gambar 4.1
Bagan rancangan penelitian
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Bagian/SMF Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana/RSUP Sanglah, Denpasar dari tanggal 19 November 2014
sampai 31 Desember 2014.
Nodul Tiroid
Diferensiasi Sel
Folikular
Hiperplasia
Nodular
Adenoma
Folikular
Karsinoma
Papiler
Ekspresi
Galectin-3
52
4.3 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah gambaran mikroskopis dari bahan operasi
tiroidektomi penderita hiperplasia nodular, adenoma folikular, dan karsinoma
papiler yang diperiksa secara histopatologi diBagian/SMF Patologi Anatomi
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar, serta
ekspresi imunohistokimia galectin-3 dari bahan operasi tiroidektomi
penderitahiperplasia nodular, adenoma folikular, dan karsinoma papiler tersebut.
4.4 Penentuan Sumber Data
4.4.1Populasi
4.4.1.1 Populasi target
Populasi target penelitian ini adalah semua sediaan blok parafin dari bahan
operasi tiroidektomi penderita hiperplasia nodular, adenoma folikular, dan
karsinoma papiler yang diperiksa secara histopatologi di Bali.
4.4.1.2 Populasi terjangkau
Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah semua sediaan blok parafin dari
bahan operasi tiroidektomi penderita hiperplasia nodular, adenoma folikular, dan
karsinoma papiler yang diperiksa secara histopatologi di Bagian/SMF Patologi
Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah, Denpasar.
4.4.2 Sampel
Sampel penelitian adalah semua sediaan blok parafin dari bahan operasi
tiroidektomi penderita yang telah didiagnosis sebagai hiperplasia nodular,
53
adenoma folikular, dan karsinoma papiler, yang diperiksa secara histopatologi di
Bagian/SMF Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP
Sanglah Denpasar.
4.4.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi
4.4.3.1 Kriteria inklusi
Sampel yang didiagnosis sebagai hiperplasia nodular dengan atau tanpa tiroiditis
limfositik, adenoma folikular, dan karsinoma papiler pada organ tiroid.
4.4.3.2 Kriteria eksklusi
1. Sediaan banyak mengandung jaringan nekrosis dan perdarahan.
2. Blok parafin rusak atau berjamur.
4.4.4 Besar Sampel
Besar sampel minimal yang dibutuhkan dalam penelitian ini dihitung berdasarkan
rumus (Machin, 2009) :
Keterangan:
n = Besar sampel pada masing-masing kelompok
Zα
Zβ
P1
=
=
=
Nilai Z untuk nilai α tertentu (α = 0,05, Zα = 1,96)
nilai Z untuk power (1-ß ) ( ß = 0,10, Zß = 1,28)
Proporsi ekspresi galectin-3 pada kelompok nodul jinak tiroid
(hiperplasia nodular dan adenoma folikular = 0,28) (Saleh et al.,
2010)
𝑛1 = 𝑛2 = 𝑍𝛼 2𝑃𝑄 + 𝑍𝛽 𝑃1𝑄1 + 𝑃2𝑄2 2
(P1-P2)2
54
Q1
P2
P1– P2
P
Q
=
=
=
=
=
1 – P1
Proporsi ekspresi galectin-3 pada kelompok karsinoma papiler tiroid
(clinical judgment = 0,9) (Saleh et al., 2010)
Selisih proporsi ekspresi galectin-3 yang dianggap bermakna
Proporsi total ekspresi galectin-3 = ½ (P1+P2) = 0,59
1 – P = 0,41
Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan rumus di atas,
didapatkan besar sampel masing-masing kelompok sebesar 10,98, yang dibulatkan
menjadi 11 sediaan, dan untuk menghindari adanya drop out/data blank, maka
ditambahkan 20%, sehingga didapatkan besar sampel adalah 13,2 sediaan yang
dibulatkan menjadi 14 sediaan. Jadi,besar sampel keseluruhan dalam penelitian ini
adalah 42 sampel.
4.4.5 Teknik Pengambilan Sampel
Sampel penelitian adalah semua sediaan blok parafin dari bahan operasi
tiroidektomi penderita hiperplasia nodular, adenoma folikular, dan karsinoma
papiler yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang ditetapkan peneliti.
Sampel dipilih dengan cara consecutive sampling.
4.5 Variabel Penelitian
4.5.1 Klasifikasi Variabel
Variabel dalam penelitian ini terdiri dari tiga variabel, yaitu :
I. Variabel bebas : galectin-3.
55
II. Variabel tergantung : hiperplasia nodular, adenoma folikular, dan karsinoma
papiler.
III. Variabel kontrol : umur dan jenis kelamin.
4.5.2 Definisi Operasional Variabel
1. Hiperplasia nodular adalah nodul tiroid nonneoplastik tersusun atas proliferasi
sel epitel folikel tiroid berbentuk kuboid, kolumnar, atau pipih yang
membentuk pola papiler, pseudopapiler, atau folikular, dengan atau tanpa
diliputi oleh kapsel jaringan ikat fibrus. Pada pola folikular tampak folikel
tiroid dalam berbagai bentuk dan ukuran, dengan lumen folikel mengandung
bahan koloid. Dapat ditemukan gambaran tambahan berupa fokus area
fibrosis, perdarahan, dan kalsifikasi pada parenkim tiroid, dengan atau tanpa
infiltrasi sel radang kronik (tiroiditis limfositik) serta hemosiderofag (Baloch
and LiVolsi, 2010). Interpretasi histomorfologi ini dilihat dengan pulasan
Hematoksilin dan Eosin (H&E), menggunakan mikroskop cahaya binokuler
Olympus CX21, pembesaran 100 sampai 400 kali, oleh peneliti dan dua orang
ahli Patologi Anatomi.
2. Adenoma folikular adalah neoplasma tiroid jinak diliputi oleh kapsel jaringan
ikat fibrus yang utuh, tersusun atas proliferasi folikel tiroid dengan bentuk dan
ukuran yang seragam. Folikel tiroid tersebut dilapisi oleh sel epitel folikel
tiroid berbentuk kuboid, kolumnar, poligonal, atau dapat pula mengalami
perubahan onkositik (hurthle cell), yang tersusun normofolikular,
mikrofolikular, makrofolikular, trabekular, atau solid, dengan inti sel yang
56
tidak menunjukkan gambaran patognomonis untuk karsinoma papiler tiroid,
serta tidak ditemukan invasi pada kapsel maupun pembuluh darah (LiVolsi et
al., 2004). Interpretasi histomorfologi ini dilihat dengan pulasan Hematoksilin
dan Eosin (H&E), menggunakan mikroskop cahaya binokuler Olympus CX21,
pembesaran 100 sampai 400 kali, oleh peneliti dan dua orang ahli Patologi
Anatomi.
3. Karsinoma papiler adalah neoplasma tiroid ganas yang menunjukkan
diferensiasi sel epitel folikel, tersusun dalam pola papiler kompleks yang
bercabang atau membentuk pola folikular. Sel epitel folikel tiroid berbentuk
kuboid, kolumnar, atau dapat pula mengalami perubahan onkositik (hurthle
cell), dan menunjukkan gambaran inti yang patognomonis untuk karsinoma
papiler, meliputi inti yang jernih (ground glass atau orphan annie eyes),
berbentuk oval dan tampak membesar, terletak saling tumpang
tindih,membran inti tidak beraturan, adanya inklusi sitoplasma intranuklear,
serta nuclear grooves (LiVolsi et al., 2004). Interpretasi histomorfologi ini
dilihat dengan pulasan Hematoksilin dan Eosin (H&E), menggunakan
mikroskop cahaya binokuler Olympus CX21, pembesaran 100 sampai 400
kali, oleh peneliti dan dua orang ahli Patologi Anatomi.
4. Ekspresi galectin-3 adalah penilaian ekspresi protein galectin-3 dengan
pulasan imunohistokimia metode streptavidin biotin kompleks yang
menggunakan anti-galectin-3 mouse monoclonal antibody, clone A3A12, dari
Abcam, sebagai antibodi primer, kemudian diamati dengan menggunakan
mikroskop cahaya binokuler Olympus CX21 menggunakan pembesaran dari
57
40 kali untuk melihat distribusi sel yang terpulas positif dan pembesaran 400
kali untuk melihat intensitas pewarnaan pada sel yang terpulas positif. Sel
yang dinyatakan positif adalah sel yang terpulas coklat pada sitoplasma.
Penilaian ekspresi galectin-3 dibuat dengan mengalikan distribusi sel yang
tercat positif oleh galectin-3 dan reaksi intensitasnya. Distribusi sel yang tercat
positif oleh galectin-3 di-grading sebagai berikut: grade 0: bila tidak ada sel
yang tercat, grade 1: >0-<5% sel yang tercat, grade 2: 5%-25% sel yang
tercat, grade 3: >25%-75% sel yang tercat, grade 4: >75% sel yang tercat.
Reaksi intensitasnya diskor sebagai berikut: 0: negatif, 1: intensitas warna
lemah, 2: intensitas warna sedang, 3: intensitas warna kuat. Skor ekspresi
imunohistokimia galectin-3 hasil perkalian grading dan skor intensitas,
dikategorikan sebagai berikut: grade 1: negatif (0),grade2: rendah (1-
3),grade3: intermediate (4-6), grade4: tinggi (>6). Selanjutnya, skor ekspresi
tersebut digolongkan menjadi 2, yakni skor ekspresi rendah (grade 1 dan 2)
serta skor ekspresi tinggi (grade 3 dan 4) (DeMatos et al., 2005). Interpretasi
ekspresi galectin-3 dilakukan oleh peneliti dan dua orang ahli Patologi
Anatomi.
5. Umur adalah lama waktu hidup yang diukur berdasarkan tanggal lahir
(Anonim, 2015) penderita hiperplasia nodular, adenoma folikular, dan
karsinoma papiler. Data umur diperoleh dari data rekam medis pasien yang
tercatat pada buku registrasi pemeriksaan histopatologi Bagian/SMF Patologi
Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar,
tahun 2013 hingga 2014.
58
6. Jenis kelamin adalah sifat (keadaan) laki-laki atau perempuan (Anonim, 2015)
penderita hiperplasia nodular, adenoma folikular, dan karsinoma papiler. Data
jenis kelamin diperoleh dari data rekam medis pasien yang tercatat pada buku
registrasi pemeriksaan histopatologi Bagian/SMF Patologi Anatomi Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar, tahun 2013 hingga
2014.
4.6 Bahan Penelitian
Bahan penelitian berupa blok parafin dari bahan operasi tiroidektomi penderita
hiperplasia nodular, adenoma folikular, dan karsinoma papiler yang diperiksa
secara histopatologi di Bagian/SMF Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar.
4.7 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain :
1. Buku registrasi pemeriksaan histopatologi Bagian/SMF Patologi Anatomi
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar, tahun
2013 hingga 2014, untuk mencari data pasien yang menderita hiperplasia
nodular, adenoma folikular, dan karsinoma papiler pada organ tiroid.
2. Mikroskop cahaya binokuler Olympus CX21, untuk mengevaluasi sediaan
hiperplasia nodular, adenoma folikular, dan karsinoma papiler pada organ
tiroid pulasan Hematoksilin dan Eosin, serta menilai ekspresi galectin-3 pada
sediaan sampel penelitian.
59
3. Metode pulasan imunohistokimia galectin-3 menggunakan metode
streptavidin biotin kompleks dengan anti-galectin-3 mouse monoclonal
antibody, clone A3A12, dari Abcam, sebagai antibodi primer.
4.8 Prosedur Penelitian
4.8.1 Cara Pengumpulan Data
1. Peneliti mencari sediaan penderita yang didiagnosis sebagai hiperplasia
nodular, adenoma folikular, dan karsinoma papiler dari bahan operasi
tiroidektomi yang diperiksa secara histopatologi dari tanggal 1 Januari 2013
sampai 30 Agustus 2014 di Bagian/SMF Patologi Anatomi Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah, Denpasar.
2. Preparat hasil pulasan Hematoksilin dan Eosin sesuai nomor-nomor di atas
dikumpulkan, dievaluasi, dan dilakukan diagnosis ulang oleh peneliti dan dua
orang ahli Patologi Anatomi, dengan menilai semua parameter patologik,
yaitu hiperplasia nodular, adenoma folikular, dan karsinoma papiler.
3. Apabila dalam proses penilaian ditemukan preparat yang sulit dievaluasi,
misalnya karena warna mulai kabur, dilakukan proses pewarnaan kembali.
Apabila preparat berjamur atau rusak dilakukan pemotongan ulang blok
parafin, kemudian dipulas dengan pulasan rutin menggunakan Harris’s
Hematoksilin dan Eosin.
4. Memilih preparat yang digunakan sebagai dasar untuk mencari blok parafin.
Preparat yang dipilih mengandung area nodul atau tumor paling luas, dengan
sedikit atau tidak ada area nekrosis, perdarahan, atau peradangan.
60
5. Peneliti mencari blok parafin sesuai dengan preparat yang dipilih dan
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, kemudian dipotong dengan mikrotom.
6. Blok parafin dipotong setebal empat μm dengan mikrotom untuk pulasan
imunohistokimia.
7. Melakukan pulasan imunohistokimia galectin-3 dengan menggunakan anti-
galectin-3 mouse monoclonal antibody, clone A3A12, dari Abcam, dengan
pengenceran 1:100, menggunakan metode streptavidin biotin kompleks.
8. Pemeriksaan pulasan imunohistokimia galectin-3 dilakukan oleh peneliti dan
dua orang ahli Patologi Anatomi.
9. Blok parafin yang sudah selesai diproses dikembalikan ke Bagian/SMF
Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah,
Denpasar.
10. Pencatatan dan pengumpulan data
11. Analisis data.
4.8.2 Prosedur Pemeriksaan Bahan
1. Prosedur pulasan Hematoksilin dan Eosin menggunakan prosedur pulasan
Hematoksilin dan Eosin yang rutin dikerjakan di Bagian/SMF Patologi
Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah, Denpasar,
yaitu :
a. Potong blok parafin mengunakan mikrotom Leica 2125 RM dengan
ketebalan empat μm, kemudian ditempelkan pada gelas obyek merk
61
Sail Brand dengan ukuran lebar satu inchi, panjang tiga inchi, dan
tebal 1,2 mm.
b. Deparafinisasi dengan dicelupkan pada xilol sebanyak empat kali
masing-masing celupan selama lima menit.
c. Hidrasi dengan akohol bertingkat dengan konsentrasi menurun
mengunakan alkohol 95%, alkohol 80%, alkohol 75%, dan alkohol
50%, masing-masing celupan selama dua menit.
d. Masukkan ke dalam air selama 10 menit.
e. Celupkan ke cat utama yaitu Harris’s hematoksilin selama 10 menit.
f. Cuci dengan air selama 10 menit.
g. Lihat dibawah mikroskop, inti sel akan terlihat biru terang sedangkan
sitoplasma tidak berwarna.
h. Celupkan pada cat pembanding eosin 1% selama setengah hingga satu
menit.
i. Dehidrasi dengan alkohol bertingkat dengan konsentrasi meningkat
mengunakan alkohol 70%, alkohol 80%, alkohol 95%, dan alkohol
absolut, masing-masing celupan selama dua menit.
j. Penjernihan dengan xilol sebanyak empat kali celupan, masing-masing
celupan selama lima menit.
k. Tutup dengan cover glass.
2. Prosedur pulasan imunohistokimia galectin-3, yaitu :
a. Potong blok parafin menggunakan mikrotom Leica 2125 RM dengan
ketebalam empat μm, kemudian direkatkan pada gelas obyek yang
62
telah dilapisi dengan poly-L-lysine, merk Sigma, dengan ukuran lebar
satu inchi, panjang tiga inchi, dan tebal 1,2 mm.
b. Inkubasi dalam incubator dengan suhu 37oC selama satu malam.
c. Deparafinisasi dengan xilol, preparat dicelupkan ke dalam xilol
sebanyak tiga kali, masing-masing celupan selama tiga menit.
d. Rehidrasi dengan alkohol bertingkat terdiri dari alkohol absolut dua
kali, alkohol 95%, alkohol 80%, dan alkohol 70%, masing-masing
selama tiga menit.
e. Cuci dengan aquadest selama 10 menit.
f. Teteskan H2O2 dalam methanol 3% sampai menutupi seluruh
permukaan jaringan selama 15 menit.
g. Cuci dengan aquadest selama 10 menit.
h. Cuci dengan phosphate buffer saline (PBS) sebanyak dua kali, masing-
masing selama 10 menit.
i. Rendam dengan buffer cytrate 0,01 M, pH 6,0. Kemudian panaskan di
dalam oven microwave selama 15 menit, mula-mula dengan
pemanasan tinggi (80oC) sampai tepat mendidih, kemudian dengan
pemanasan sedang (50oC) selama lima menit.
j. Dinginkan pada suhu kamar.
k. Cuci dengan PBS sebanyak dua kali, masing-masing selama 10 menit.
l. Teteskan 100 μl antibodi primer menggunakan anti-galectin-3 mouse
monoclonal antibody, clone A3A12, dari Abcam, yang telah
63
diencerkan (pengenceran 1:100) selama 30 menit pada suhu kamar
atau semalam pada suhu 40C.
m. Cuci dengan PBS sebanyak dua kali, masing-masing selama 10 menit.
n. Teteskan Biotinylated Anti Polyvalent selama 10 menit.
o. Cuci dengan buffer saline (BS) sebanyak dua kali, masing-masing 10
menit, selanjutnya teteskan Streptavidin Peroxidase selama 10 menit.
p. Cuci dengan PBS sebanyak dua kali, masing-masing selama 10 menit.
q. Teteskan dengan reagen DAB selama 10 menit.
r. Cuci dengan air mengalir.
s. Counterstain dengan Mayer Hematoksilin selama dua menit.
t. Cuci dengan air mengalir.
u. Dehidrasi dengan alkohol bertingkat terdiri dari alkohol 70%, alkohol
80%, alkohol 95%, dan alkohol absolut dua kali, masing-masing
selama tiga menit.
v. Celupkan ke dalam xilol sebanyak tiga kali, masing-masing selama
tiga menit.
w. Tutup dengan cover glass.
4.8.3 Alur Penelitian
Bahan operasi tiroidektomi dari pasien yang menderita hiperplasia nodular,
adenoma folikular, dan karsinoma papiler diperiksa secara histopatologi dengan
pengecatan Hematoksilin dan Eosin di Bagian/SMF Patologi Anatomi Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah, Denpasar. Sediaan mikroskopis
64
pulasan Hematoksilin dan Eosin dari hiperplasia nodular, adenoma folikular, dan
karsinoma papiler kemudian dikumpulkan dan dilakukan rediagnosis oleh peneliti
dan dua orang ahli Patologi Anatomi. Sediaan yang telah diseleksi berdasarkan
kriteria inklusi dan eksklusi tersebut kemudian dipilih sebagai dasar untuk
memilih blok parafin untuk pulasan IHK galectin-3. Blok parafin dari sediaan
hiperplasia nodular, adenoma folikular, dan karsinoma papiler kemudian dicari
dan dikumpulkan. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan IHK untuk mengetahui
ekspresi galectin-3, dan interpretasi dilakukan oleh peneliti dan dua orang ahli
Patologi Anatomi secara blind tanpa mengetahui diagnosis histopatologi
sebelumnya. Data hasil pemeriksaan IHK dicatat dan dikumpulkan. Selanjutnya
dilakukan analisis statistik.
65
Gambar 4.2
Skema alur penelitian
Mencari nomor sediaan hiperplasia nodular, adenoma folikular, dan
karsinoma papiler, dari tanggal 1 Januari 2013
sampai 30 Agustus 2014
Pengumpulan sediaan pulasan HE
Seleksi, rediagnosis sediaan mikroskopis yang memenuhi kriteria inklusi
dan eksklusi oleh peneliti dan dua orang ahli Patologi Anatomi
Memilih preparat sebagai dasar untuk memilih blok parafin untuk
pulasan imunohistokimia galectin-3
Mencari dan mengumpulkan blok parafin
Blok parafin dipotong 4 μm
Pengecatan imunohistokimia galectin-3
Pemeriksaan hasil pulasan galectin-3
Pencatatan dan pengumpulan data
Analisis statistik
Simpulan
66
4.9 Analisis Data
Karakteristik sampel, yaitu klinis, makroskopis, dan histopatologis disajikan
secara deskriptif, dengan menggunakan narasi, grafik, dan tabel. Perbedaan
ekspresi galectin-3 antara hiperplasia nodular, adenoma folikular, dan karsinoma
papiler dianalisis menggunakan SPSS 16,0 for Windows, dengan langkah-langkah
sebagai berikut :
1. Analisis deskriptif
2. Uji normalitas data dengan uji Saphiro-Wilk untuk mengetahui sebaran
data karakteristik subyek dan ekspresi galectin-3.
3. Uji homogenitas data dengan uji Levene’s test untuk mengetahui
homogenitas varian antar kelompok.
4. Uji karakteristik subyek dan ekspresi galectin-3 menggunakan uji Chi-
Square (x2) atau uji Fischer’s exact apabila nilai expected ada yang kurang
dari 5.
5. Tingkat kemaknaan (α) pada penelitian ini ditetapkan pada p<0,05, dengan
nilai Convident Interval (CI) 95%.
67
BAB V
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian dengan menggunakan rancangan
observasional analitik potong lintang, dilakukan dari periode bulan November
sampai Desember 2014 di Bagian/SMF Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana/RSUP Sanglah, Denpasar. Data dan sampel penelitian
dikumpulkan sebesar 42 kasus, terbagi menjadi 14 kasus hiperplasia nodular, 14
kasus adenoma folikular, dan 14 kasus karsinoma papiler. Subyek penelitian
berasal dari blok parafin bahan operasi tiroidektomi penderita hiperplasia nodular,
adenoma folikular, dan karsinoma papiler, yang diperoleh dari Bagian/SMF
Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah
Denpasar, yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, kemudian dilakukan
pengecatan imunohistokimia galectin-3.
5.1 Rerata Umur pada Kelompok Hiperplasia Nodular, Adenoma Folikular,
dan Karsinoma Papiler Organ Tiroid
Data umur pada masing-masing kelompok diuji normalitasnya dengan
menggunakan uji Shapiro-Wilk. Hasilnya menunjukkan bahwa data umur ketiga
kelompok berdistribusi normal (p < 0,05).
68
Data umur diuji homogenitasnya dengan menggunakan uji Levene’s test.
Hasilnya menunjukkan data homogen (p = 0,136; p > 0,05). Tidak terdapat
perbedaan variance dalam setiap kelompok cell, sehingga memenuhi uji asumsi
One Way Anova. Analisis komparabilitas diuji berdasarkan rerata umur antar
kelompok. Hasil analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova disajikan pada
Tabel 5.1.
Tabel 5.1.
Rerata umur pada kelompok hiperplasia nodular,
adenoma folikular, dan karsinoma papiler organ tiroid
Kelompok
Subyek
Rerata Umur
(Tahun)
Hiperplasia Nodular 14 43,21 8,60
Adenoma Folikular 14 36,86 13,52 2,153 0,130
Karsinoma Papiler 14 45,07 10,25
Tabel 5.1. di atas menunjukkan bahwa rerata umur pasien kelompok
hiperplasia nodular adalah 43,21±8,60, rerata kelompok adenoma folikular adalah
36,86±13,52, dan kelompok karsinoma papiler adalah 45,07±10,25. Rerata umur
keseluruhan sampel penelitian adalah 41,71±11,29. Kelompok karsinoma papiler
menunjukkan rerata umur pasien yang paling tua dibandingkan dengan kelompok
hiperplasia nodular dan adenoma folikular. Analisis kemaknaan dengan uji One
Way Anova menunjukkan bahwa nilai F = 2,153, dan nilai p = 0,130; p > 0,05.
Hal ini berarti bahwa rerata umur pada ketiga kelompok tidak berbeda secara
bermakna, dan hasil ekspresi galectin-3 tidak dipengaruhi oleh umur pada
penelitian ini.
n SB F p
69
Rentang umur pasien pada penelitian ini cukup bervariasi, yaitu dari umur 18
sampai 66 tahun, dengan jumlah terbanyak pada rentang umur 40 sampai 49
tahun. Distribusi umur terbanyak pada kasus hiperplasia nodular adalah pada
dekade ke lima, adenoma folikular pada dekade ke tiga dan lima, dan karsinoma
papiler pada dekade ke empat dan lima (Gambar 5.1).
Gambar 5.1
Grafik distribusi kasus berdasarkan kelompok umur dan nodul tiroid
5.2 Distribusi Kasus Berdasarkan Data Klinis Jenis Kelamin Pasien
Distribusi kasus pada penelitian ini didominasi oleh jenis kelamin perempuan
sebesar 34 pasien, sedangkan pasien laki-laki sebesar delapan kasus. Pada
kelompok hiperplasia nodular dan karsinoma papiler rasio kasus antara pasien
laki-laki dan perempuan masing-masing adalah 1 : 6, dan 1 : 2,5 pada kelompok
adenoma folikular (Tabel 5.2.).
0
2
4
6
8
10
12
14
16
10 - 19 20 - 29 30 - 39 40 - 49 50 - 59 60 - 69
Hiperplasia Nodular
Adenoma Folikular
Karsinoma Papiler
Total
70
Tabel 5.2.
Distribusi kasus berdasarkan jenis kelamin dan nodul tiroid
Laki-laki
Perempuan
Hiperplasia Nodular 2 12 14
Adenoma Folikular 4 10 14
Karsinoma Papiler 2 12 14
Total 8 34 42
Untuk mengetahui perbedaan ekspresi galectin-3 berdasarkan jenis kelamin,
digunakan uji Chi-Square yang disajikan pada Tabel 5.3., sebagai berikut :
Tabel 5.3.
Perbedaan ekspresi galectin-3 berdasarkan jenis kelamin
n % n %
Grade 4 3 37,50 7 20,60
Grade 3 0 0 5 14,70
Grade 2 2 25,00 9 26,50
Grade 1 3 37,50 13 38,20
Total 8 100,00 34 100,00
Tabel 5.3. di atas menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna
secara statistik imunoekspresi galectin-3 pada jenis kelamin laki-laki dan
perempuan (p = 0,581; p > 0,05).
Jenis Kelamin Kelompok Total
Kelompok
Ekspresi Galectin-3 Laki-laki p Perempuan
0,581
71
5.3 Distribusi Kasus Berdasarkan Karakteristik Subyek Penelitian
5.3.1 Distribusi Kasus Berdasarkan Diagnosis Histopatologi dan Ekspresi
Galectin-3
Pada penelitian ini didapatkan hasil seperti yang disajikan pada Tabel 5.4.,
sebagai berikut:
Tabel 5.4.
Karakteristik subyek penelitian
Karakteristik Jumlah
Diagnosis:
Hiperplasia Nodular 14 (33,3%)
Adenoma Folikular 14 (33,3%)
Karsinoma Papiler 14 (33,3%)
Distribusi ekspresi galectin-3
(0) 0% 16 (38,10%)
(1) >0-<5% 11 (26,19%)
(2) 5%-25% 1 (2,38%)
(3) >25%-75%
(4) >75%
1 (2,38%)
13 (30,95%)
Intensitas ekspresi galectin-3
(0) Negatif 16 (38,10%)
(1) Lemah 8 (19,05%)
(2) Sedang 7 (16,67%)
(3) Kuat 11 (26,19%)
Berdasarkan diagnosis didapatkan sampel hiperplasia nodular sebanyak 14
kasus (33,3%), adenoma folikular sebanyak 14 kasus (33,3%), dan karsinoma
papiler sebanyak 14 kasus (33,3%) (Tabel 5.4.). Pemeriksaan distribusi ekspresi
72
galectin-3 dari 42 sampel menunjukkan berturut-turut 16 kasus (38,10%) negatif
(tidak terpulas), grade (1) 11 kasus (26,19%), grade (2) dan (3) masing-masing
satu kasus (2,38%), dan grade (4) 13 kasus (30,95%). Pemeriksaan intensitas
ekspresi galectin-3 dari 42 sampel menunjukkan hasil sebagai berikut : 16 kasus
(38,10%) negatif (tidak terpulas), delapan kasus (19,05%) terpulas dengan
intensitas lemah, tujuh kasus (16,67%) terpulas dengan intensitas sedang, dan 11
kasus (26,19%) terpulas dengan intensitas kuat (Tabel 5.4.).
Tabel 5.5.
Distribusi pulasan galectin-3
n % n % n %
Grade 4 0 0 1 2,38 12 28,57 13 (30,95)
Grade 3 0 0 0 0 1 2,38 1 (2,38)
Grade 2 0 0 0 0 1 2,38 1 (2,38)
Grade 1 4 9,52 7 16,67 0 0 11 (26,19)
Negatif 10 23,81 6 14,29 0 0 16 (38,10)
Total 14 33,33 14 33,34 14 33,33 42 (100,00)
Penilaian distribusi pulasan galectin-3 dinilai berdasarkan luasnya area yang
memberikan hasil pulasan galectin-3 yang positif. Penilaiannya dibagi menjadi
lima kelompok, yaitu grade 0 atau negatif : bila tidak ada sel yang terpulas positif,
Kelompok Distribusi
Pulasan Galectin-3
Hiperplasia
Nodular Adenoma
Folikular
Total (%)
Karsinoma
Papiler
73
grade 1 : >0-<5% sel yang terpulas, grade 2 : 5%-25% sel yang terpulas, grade 3
: >25%-75% sel yang terpulas, grade 4 : >75% sel yang terpulas. Dari Tabel 5.5.,
ditemukan bahwa pulasan pada kelompok karsinoma papiler (14 kasus)
menunjukkan 12 kasus (28,57%) dengan grade 4 dan masing-masing satu kasus
(2,38%) dengan grade 3 dan grade 2, serta tidak ditemukan adanya grade 0 dan 1
pada kelompok ini. Pada kelompok adenoma folikular (14 kasus) ditemukan
sebanyak enam kasus (14,29%) dengan grade 0, tujuh kasus (16,67%) dengan
grade 1, tidak ada kasus yang menunjukkan grade 2 dan 3, dan ditemukan satu
kasus (2,38%) dengan grade 4. Pada kelompok hiperplasia nodular (14 kasus)
tampak 10 kasus (23,81%) dengan grade 0, empat kasus (9,52%) dengan grade 1,
dan tidak ada kasus dengan grade 2, 3, maupun 4 (Tabel 5.5.).
Intensitas pulasan galectin-3 dibagi menjadi empat, yaitu skor 0 (negatif),
skor 1 (intensitas lemah), skor 2 (intensitas sedang), dan skor 3 (intensitas kuat).
Penelitian ini menunjukkan intensitas pada 14 kasus kelompok karsinoma papiler
sebanyak tujuh kasus (16,67%) dengan intensitas pulasan galectin-3 yang kuat
(skor 3), empat kasus (9,52%) dengan intensitas pulasan sedang (skor 2), tiga
kasus (7,14%) dengan intensitas pulasan lemah, serta tidak ada sampel yang
negatif (tidak terpulas). Pada 14 sampel dari kelompok adenoma folikular
menunjukkan enam kasus (14,29%) memberikan hasil galectin-3 yang tidak
terpulas (skor 0), lima kasus (11,90%) dengan intensitas pulasan lemah (skor 1),
dua kasus (4,76%) dengan intensitas sedang, dan ditemukan satu kasus (2,38%)
dengan intensitas kuat. Hasil penilaian intensitas pulasan galectin-3 pada
kelompok hiperplasia nodular menunjukkan sebanyak 10 kasus (23,81%)
74
memberikan hasil galectin-3 yang tidak terpulas (skor 0), tidak ada kasus yang
menunjukkan intensitas pulasan lemah, satu kasus (2,38%) menunjukkan
intensitas sedang (skor 2), dan ditemukan tiga kasus (7,14%) dengan intensitas
pulasan galectin-3 yang kuat (Tabel 5.6.).
Tabel 5.6.
Skor intensitas pulasan galectin-3
n % n % n %
Skor 3 (kuat) 3 7,14 1 2,38 7 16,67 11 (26,19)
Skor 2 (sedang) 1 2,38 2 4,76 4 9,52 7 (16,67)
Skor 1 (lemah) 0 0 5 11,90 3 7,14 8 (19,04)
Negatif 10 23,81 6 14,29 0 0 16 (38,10)
Total 14 33,33 14 33,33 14 33,33 42 (100,00)
5.3.2 Perbedaan Ekspresi Galectin-3 pada Hiperplasia Nodular, Adenoma
Folikular, dan Karsinoma Papiler pada Organ Tiroid
Imunoekspresi galectin-3 pada sebagian besar kasus hiperplasia nodular (10
kasus) (71,43%) menunjukkan grade 1, dan sisanya sebanyak empat kasus
(28,57%) menunjukkan imunoekspresi grade 2, dan tidak ada kasus yang
menunjukkan grade 3 maupun 4. Pada kasus adenoma folikular tampak enam
kasus (42,86%) berada pada grade 1, tujuh kasus (50,00%) menunjukkan
Kelompok Intensitas
Pulasan Galectin-3 Hiperplasia
Nodular Adenoma
Folikular Karsinoma
Papiler
Total (%)
75
imunoekspresi grade 2, tidak ada kasus dengan grade 3, dan ditemukan satu kasus
(7,14%) dengan imunoekspresi grade 4. Imunoekspresi galectin-3 pada sembilan
kasus (64,29%) karsinoma papiler menunjukkan imunoekspresi grade 4, dan
sisanya sebanyak lima kasus (35,71%) merupakan grade 3, serta tidak ada kasus
yang menunjukkan grade 2 dan 1 (Tabel 5.7.).
Untuk mengetahui perbedaan ekspresi galectin-3 pada hiperplasia nodular,
adenoma folikular, dan karsinoma papiler digunakan uji Chi-Square yang
disajikan pada Tabel 5.7., sebagai berikut :
Tabel 5.7.
Perbedaan ekspresi galectin-3 pada hiperplasia nodular, adenoma folikular, dan
karsinoma papiler pada organ tiroid
n % n % n %
Grade 4 0 0 1 7,14 9 64,29
Grade 3 0 0 0 0 5 35,71
Grade 2 4 28,57 7 50,00 0 0
Grade 1 10 71,43 6 42,86 0 0
Total 14 100,00 14 100,00 14 100,00
Dari analisis Chi-Square ditemukan dua sel (50%) dengan expected count
kurang dari 5, oleh karena itu dilakukan penggabungan sel. Imunoekspresi
galectin-3 grade 1 dan 2 digabung menjadi skor ekspresi rendah, sedangkan
Kelompok
Ekspresi
Galectin-3
Adenoma
Folikular p
Karsinoma
Papiler
0,000
Hiperplasia
Nodular
76
grade3 dan 4 menjadi skor ekspresi tinggi. Pada penelitian ini ditemukan seluruh
kasus (14 kasus) hiperplasia nodular menunjukkan skor ekspresi galectin-3
rendah. Pada adenoma folikular, tampak 13 kasus menunjukkan skor ekspresi
rendah, dan ditemukan satu kasus dengan skor ekspresi galectin-3 tinggi,
sedangkan seluruh kasus (14 kasus) karsinoma papiler menunjukkan skor ekspresi
galectin-3 tinggi. Uji analisis Chi-Square menunjukkan ekspresi galectin-3
pada hiperplasia nodular tidak berbeda secara bermakna dengan adenoma
folikular (p = 1,000; p > 0,05). Ekspresi galectin-3 secara bermakna lebih tinggi
pada karsinoma papiler dibandingkan hiperplasia nodular (p = 0,000; p < 0,05)
dan ekspresi galectin-3 secara bermakna juga lebih tinggi pada karsinoma papiler
dibandingkan adenoma folikular (p = 0,000; p < 0,05) (Tabel 5.7.).
Gambar 5.2
Pulasan imunohistokimia galectin-3 pada kasus karsinoma papiler dengan
intensitas kuat. A. Pembesaran 100x. B. Pembesaran 400x
A B
77
Gambar 5.3
Kasus karsinoma papiler varian onkositik. A. Pulasan H&E (pembesaran 100x).
Inset pembesaran 400x. B. Pulasan imunohistokimia galectin-3 menunjukkan
imunoekspresi dengan intensitas kuat (pembesaran 400x)
Gambar 5.4
Kasus karsinoma papiler yang mengandung nodul metastasis pada kelenjar getah
bening regional. Imunohistokimia galectin-3 tampak terpulas dengan intensitas
kuat pada nodul metastasis kelenjar getah bening tersebut.
A. Pembesaran 100x. B. Pembesaran 400x
A B
A B
78
Gambar 5.5
Imunohistokimia galectin-3 pada karsinoma papiler
dengan intensitas pulasan sedang.
A. Pembesaran 100x. B. Pembesaran 400x
Gambar 5.6
Imunohistokimia galectin-3 pada karsinoma papiler yang terpulas pada lebih dari
75% area tumor dengan intensitas pulasan lemah.
A. Pembesaran 100x. B. Pembesaran 400x
A
A B
B
79
Gambar 5.7
Pulasan imunohistokimia galectin-3 pada adenoma folikular
dengan intensitas kuat, terpulas pada lebih dari 75% area nodul.
A. Pembesaran 100x. B. Pembesaran 400x
Gambar 5.8
Imunohistokimia galectin-3 yang tidak terpulas pada adenoma folikular.
A. Pembesaran 100x. B. Pembesaran 400x
A B
A B
80
Gambar 5.9
Pulasan imunohistokimia galectin-3 pada hiperplasia nodular
dengan intensitas kuat, terpulas pada kurang dari 5% area nodul.
A. Pembesaran 100x. B. Pembesaran 400x
Gambar 5.10
Imunohistokimia galectin-3 yang tidak terpulas pada hiperplasia nodular.
A. Pembesaran 100x. B. Pembesaran 400x
A B
A B
81
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Distribusi Kasus Berdasarkan Data Klinis Umur Pasien
Sampel penelitian ini menunjukkan rentang umur yang cukup luas, yakni berkisar
antara 18 hingga 66 tahun, dengan jumlah terbanyak pada rentang umur 40
sampai 49 tahun. Distribusi umur terbanyak pada kasus hiperplasia nodular adalah
pada dekade ke lima, adenoma folikular pada dekade ke tiga dan lima, serta
karsinoma papiler pada dekade ke empat dan lima. Analisis komparabilitas diuji
berdasarkan rerata umur antar kelompok. Rerata umur pasien kelompok
hiperplasia nodular adalah 43,21±8,60, rerata kelompok adenoma folikular adalah
36,86±13,52, dan kelompok karsinoma papiler adalah 45,07±10,25.
Prevalensi nodul tiroid pada populasi tergantung pada berbagai faktor, antara
lain : umur, jenis kelamin, asupan makanan, defisiensi iodium, dan adanya
paparan radiasi terapi dan lingkungan. Nodul tiroid ditemukan pada 40% populasi
umum di antara usia 30 sampai 60 tahun. Sebagian besar merupakan lesi
hiperplastik jinak nonneoplastik, dan 5% hingga 20% merupakan lesi neoplastik
(Kondo et al., 2006; Choudury et al., 2011).
Berdasarkan penelitian Scognamiglio, et al (2006), rerata umur penderita
adenoma folikular dilaporkan lebih tua, yakni 50,1, dibandingkan dengan
penelitian ini (36,86). Satu kasus adenoma folikular pada penelitian ini dilaporkan
berusia 18 tahun, dan lima kasus (35,8%) berusia di bawah 30 tahun. Hal ini dapat
82
dimungkinkan pada lesi yang didasari oleh kelainan genetik. Beberapa penelitian
menyebutkan bahwa adenoma dapat merupakan bagian dari nodular goiter pada
pasien cowden syndrome (berkaitan dengan mutasi pada lokus phosphate with
tensin homology gene (PTEN)) dan dyshormogenesis. Lesi neoplastik jinak tiroid
ini sering ditemukan pada populasi daerah yang mengalami defisiensi iodium,
sehingga dapat muncul pada usia lebih awal. Paparan radiasi jangka lama juga
merupakan faktor risiko timbulnya adenoma (Chan et al., 2004; Kondo et al.,
2006).
Kelompok karsinoma papiler menunjukkan rerata umur penderita yang lebih
tua dibandingkan dengan kelompok hiperplasia nodular dan adenoma folikular.
Hal ini dapat dijelaskan karena semakin meningkatnya usia menyebabkan
terjadinya akumulasi mutasi genetik yang memicu terbentuknya tumor ganas
(Stricker and Kumar, 2010). Rerata umur penderita karsinoma papiler pada
penelitian ini menunjukkan rerata yang hampir sama dengan penelitian lainnya,
yaitu pada dekade ke lima (LiVolsi et al., 2004; Scognamiglio et al., 2006).
Sebagian besar karsinoma tiroid berdiferensiasi baik ditemukan pada penderita
umur 20 hingga 50 tahun (median umur 43 tahun) (DeLellis et al., 2004; Gupta et
al., 2012). Di Indonesia, selama periode tahun 2007 hingga 2010, ditemukan
lebih dari 75% kasus karsinoma tiroid yang terjadi pada rentang usia 25 hingga 64
tahun, dengan median usia 49 tahun (Anonim, 2007-2010). Usia tertua penderita
karsinoma papiler pada penelitian ini dilaporkan 66 tahun, jenis kelamin
perempuan, dengan ukuran tumor 4,5 cm, dan didiagnosis sebagai karsinoma
83
papiler varian folikular, tanpa metastasis ke kelenjar getah bening maupun organ
jauh.
Analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova menunjukkan bahwa nilai F
= 2,153. Hal ini berarti bahwa rerata umur pada ketiga kelompok tidak berbeda
secara bermakna, dengan nilai p = 0,130; p > 0,05 menyatakan bahwa hasil
ekspresi galectin-3 tidak dipengaruhi oleh umur. Hal ini serupa dengan pernyataan
Zhu, et al (2010), dalam penelitiannya yang menyebutkan bahwa secara statistik
ekspresi galectin-3 tidak berkaitan dengan umur, jenis kelamin, tiroiditis
limfositik, invasi lokal, atau metastasis ke organ jauh. Namun, ekspresi galectin-3
secara signifikan lebih tinggi pada kasus karsinoma papiler tiroid yang telah
mengalami metastasis ke kelenjar getah bening.
Umur merupakan salah satu faktor prognostik independent pada keganasan
organ tiroid untuk memprediksi harapan hidup. Klasifikasi sistem TNM
berdasarkan kriteria WHO membagi pasien dalam dua kelompok, yakni umur
kurang dari 45 tahun dan 45 tahun ke atas. Pasien yang berumur kurang dari 45
tahun memiliki angka harapan hidup yang lebih tinggi, walaupun telah ditemukan
adanya metastasis jauh saat diagnosis ditegakkan, sedangkan kelompok kedua
memiliki prognosis yang lebih buruk (DeLellis and Williams, 2004).
6.2 Distribusi Kasus Berdasarkan Data Klinis Jenis Kelamin Pasien
Sampel penelitian ini didominasi oleh jenis kelamin perempuan sebesar 34 kasus,
sedangkan pasien laki-laki sebesar delapan kasus. Pada kelompok hiperplasia
nodular dan karsinoma papiler, rasio kasus antara pasien laki-laki dan perempuan
84
masing-masing adalah 1 : 6, dan 1 : 2,5 pada kelompok adenoma folikular. Zhu,
et al (2010), menyebutkan bahwa imunoekspresi galectin-3 tidak dipengaruhi oleh
jenis kelamin. Hal ini serupa dengan yang ditemukan pada penelitian ini. Uji Chi-
Square menunjukkan tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik ekspresi
galectin-3 antara jenis kelamin laki-laki dibandingkan dengan perempuan (p =
0,581; p > 0,05).
Berbagai penelitian melaporkan lesi tiroid dua hingga empat kali lebih sering
ditemukan pada perempuan dibandingkan laki-laki. Pada pasien perempuan,
insiden lesi tiroid paling sering ditemukan di antara usia pubertas dan menopause.
Jika terjadi di atas usia 50 tahun, dominasi perempuan berkurang. Perempuan
lebih rentan terhadap efek goitrogenik dari kekurangan iodium (Santin et al.,
2011). Chen, et al (2012), menyebutkan bahwa perbandingan kejadian karsinoma
papiler pada laki-laki dibandingkan perempuan, yaitu 1 : 6, serupa dengan
penelitian ini. Scognamiglio, et al (2006), dalam penelitiannya melaporkan
perbandingan kasus adenoma folikular antara pasien laki-laki dan perempuan,
yakni 1 : 3,5, dan dalam penelitian ini ditemukan 1 : 2,5. Data epidemiologi
menunjukkan puncak insiden karsinoma tiroid terjadi lebih awal pada perempuan,
dan ditemukan adanya peran estrogen pada karsinogenesis tiroid. Reseptor
estrogen diekspresikan oleh sel folikel, baik pada jaringan tiroid neoplastik
maupun nonneoplastik, dan hormon estrogen merangsang proliferasi sel ini
(Manole et al., 2010).
Aksi dari reseptor estrogen dalam mempengaruhi proliferasi sel folikel tiroid
dimediasi melalui aktivasi jalur transduksi sinyal MAPK/ERK,
85
phosphatidylinositol 3-kinase (PI3K), regulasi siklus sel cyclin D1, aktivasi faktor
transkripsi c-fos, dan jalur apoptosis Bcl2/Bax. Hormon estrogen dapat
merangsang aktivasi PI3K dan fosforilasi ERK 1/2 pada karsinoma yang berasal
dari diferensiasi sel folikular tiroid, terutama melalui interaksi membrane
associatedestrogen receptor (Santin et al., 2011). Cyclin D1 meregulasi progresi
siklus sel, sehingga terjadi transisi fase G1 ke S.Gen ini juga memiliki estrogen-
responsive regulatory region. Pada jalur apoptosis, Bcl2 berperan sebagai
antiapoptosis, sedangkan Bax berperan sebagai protein proapoptosis (Stricker and
Kumar, 2010; Santin et al., 2011). Adanya reseptor estrogen pada sel epitel folikel
tiroid ini, dapat merupakan salah satu penyebab insiden lesi-lesi tiroid lebih sering
dijumpai pada pasien perempuan.
Berbagai penelitian menemukan jenis kelamin laki-laki menjadi faktor
prognosis yang buruk pada pasien karsinoma papiler tiroid. Analisis univariat
menunjukkan jenis kelamin laki-laki memiliki tingkat mortalitas yang lebih tinggi
dibandingkan perempuan, meskipun dengan analisis multivariat tidak signifikan
secara statistik (Sebastian et al., 2006).
6.3 Perbandingan Ekspresi Galectin-3 pada Hiperplasia Nodular, Adenoma
Folikular, dan Karsinoma Papiler pada Organ Tiroid
Standar diagnosis dalam menegakkan lesi-lesi tiroid adalah melalui pemeriksaan
histopatologi dari bahan blok parafin yang dipulas dengan pewarnaan H&E.
Dalam praktek sehari-hari tidak jarang ditemukan kesulitan dalam menegakkan
diagnosis berbagai nodul tiroid tersebut, sehingga dapat menghambat
86
penatalaksanaan yang efektif terhadap lesi ini. Diagnosis yang akurat merupakan
hal yang sangat penting dalam menentukan modalitas terapi penderita pasca
operasi (Saleh et al., 2010).
Beberapa studi menyatakan bahwa salah satu marker imunohistokimia yang
banyak diteliti dan digunakan oleh para ahli patologi dalam membedakan berbagai
lesi tiroid adalah galectin-3. Chiu, et al (2010), dalam review artikelnya
menyatakan bahwa galectin-3 merupakan marker yang paling akurat dalam
mendiagnosis differentiated thyroid carcinoma. Saleh, et al (2010), dalam
penelitiannya melaporkan bahwa proporsi pulasan positif galectin-3 pada
keseluruhan lesi jinak, baik lesi nonneoplastik maupun neoplastik adalah 27,5%.
Penelitian yang sama menyebutkan galectin-3 terpulas positif pada 41,3% kasus
adenoma folikular, dan 15,3% kasus hiperplasia nodular. Sedangkan, proporsi
ekspresi positif galectin-3 pada karsinoma papiler mencapai 90%. Sensitivitas dan
spesifisitas galectin-3 dalam membedakan lesi tiroid jinak dan ganas menurut
penelitian ini, masing-masing adalah 85,2% dan 72,4%. Song, et al (2011), dalam
penelitiannya melaporkan hasil yang sedikit berbeda. Imunohistokimia galectin-3
ditemukan terpulas positif pada 52,58% kasus nodular goiter, 48,15% kasus
adenoma folikular, 97,17% kasus karsinoma papiler tanpa metastasis kelenjar
getah bening, dan 96,37% kasus karsinoma papiler dengan metastasis kelenjar
getah bening. Sensitivitas dan spesifisitas galectin-3 dalam membedakan lesi
tiroid jinak dan ganas menurut penelitian ini, masing-masing adalah 96,82% dan
49,01%.
87
Pada penelitian ini, perbedaan ekspresi galectin-3 pada hiperplasia nodular,
adenoma folikular, dan karsinoma papiler dianalisis menggunakan uji Chi-Square.
Hasil analisis menunjukkan bahwa secara akumulatif galectin-3 lebih banyak
tidak terpulas pada kasus hiperplasia nodular (71,43% kasus), dibandingkan
dengan adenoma folikular (42,86% kasus). Seluruh kasus hiperplasia nodular
menunjukkan skor ekspresi rendah, sedangkan pada kelompok adenoma folikular
ditemukan 13 kasus (92,86%) menunjukkan skor ekspresi rendah, dan satu kasus
menunjukkan skor ekspresi tinggi dengan imunoekspresi galectin-3 grade 4. Uji
Chi-Square menunjukkan tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik
ekspresi galectin-3 antara adenoma folikular dibandingkan dengan hiperplasia
nodular (p = 1,000; p > 0,05). Hal ini dapat dimungkinkan karena patogenesis
kedua lesi jinak tiroid tersebut tidak melibatkan jalur sinyal galectin-3, sehingga
kedua kelompok menunjukkan skor ekspresi rendah. Penelitian ini juga
menemukan bahwa ekspresi galectin-3 lebih tinggi pada karsinoma papiler
dibandingkan dengan hiperplasia nodular serta adenoma folikular (p = 0,000; p <
0,05).
Pada beberapa kasus, hiperplasia nodular dapat berupa nodul tunggal, berukuran
besar, dan menunjukkan pola pertumbuhan yang berbeda dengan jaringan tiroid di
sekitarnya, sehingga sangat sulit dibedakan dengan adenoma folikular. Beberapa
ahli patologi lebih memilih untuk mengklasifikasikan lesi tersebut sebagai
adenomatoid nodul (Baloch and LiVolsi, 2010; Rosai, 2010), seperti ditemukan
pada salah satu sampel penelitian yang berupa nodul tunggal, dan menunjukkan
88
besar nodul dengan ukuran diameter 3,5 cm, dan pada pulasan imunohistokimia
tidak menunjukkan imunoekspresi terhadap galectin-3 (Gambar 5.10 A dan B).
Membedakan karsinoma papiler varian folikulardengan adenoma
folikularbisa sulit bila lesi berkapsel, serta gambaran inti dari karsinoma papiler
hanya tampak fokal (Chan, 2004; Renshaw and Gould, 2005; Elsheikh et al.,
2008; Saleh et al., 2010).Begitu pula hiperplasia nodular yang berbatas tegas, dan
secara mikroskopis menunjukkan pola pertumbuhan papiler, dapat dikelirukan
dengan karsinoma papiler tiroid (Baloch and LiVolsi, 2010; Rosai, 2010).
Ditemukan satu kasus pada penelitian ini, yang pada awalnya didiagnosis sebagai
adenoma onkositik (hurthle cell adenoma), setelah di review digolongkan menjadi
karsinoma papiler varian onkositik. Pada pulasan H&E tampak sebagian besar
tumor tersusun oleh sel onkositik, dan gambaran inti yang khas dari karsinoma
papiler hanya tampak fokal (Gambar 5.3 A). Pada pulasan imunohistokimia,
sampel tampak terpulas difus dan kuat oleh galectin-3 (Gambar 5.3 B).
Galectin-3 dilaporkan terekspresi rendah pada hiperplasia nodular dan
imunoekspresinya hanya ditemukan pada sejumlah neoplasma tiroid jinak (Chiu
et al., 2010). Prasad, et al (2005), dalam penelitiannya menyebutkan bahwa
galectin-3 terekspresi pada 55% kasus goiter. Sebuah studi bahkan melaporkan
ekspresi galectin-3 terpulas pada 72% kasus adenoma folikular (Mehrotra et al.,
2004). Tingginya tingkat ekspresi galectin-3 pada kasus hiperplasia nodular dan
adenoma folikular yang dilaporkan pada penelitian tersebut dapat disebabkan oleh
penggunaan sistem deteksi avidin-biotin peroxidase kompleks, tanpa blokade
biotin (Mehrotra et al., 2004; Prasad et al., 2005; Fischer and Asa, 2008; Chiu et
89
al., 2010). Tirosit mempunyai kemampuan yang unik pada studi imunohistokimia.
Afinitas yang tinggi ikatan avidin (dan juga streptavidin) terhadap biotin
merupakan hal penting pada pemeriksaan imunohistokimia menggunakan metode
avidin-biotin peroxidase kompleks (atau sistem streptavidin-biotin peroxidase
kompleks) (Chiu et al., 2010).
Pada penelitian ini, imunoekspresi galectin-3 pada sebagian besar kasus
hiperplasia nodular (10 kasus) (71,43%) menunjukkan grade 1, dan sisanya
sebanyak empat kasus (28,57%) menunjukkan imunoekspresi grade 2, serta tidak
ada kasus yang menunjukkan imunoekspresi grade 3 maupun 4. Seluruh kasus
hiperplasia nodular menunjukkan skor ekspresi rendah. Tiga kasus hiperplasia
nodular menunjukkan imunoekspresi galectin-3 dengan intensitas kuat, serta satu
kasus terpulas dengan intensitas sedang, namun keempat kasus tersebut terpulas
fokal dengan distribusi pulasan kurang dari 5% dari seluruh area nodul. Keempat
kasus dikategorikan sebagai grade 2 (skor ekspresi rendah). Salah satu kasus yang
menunjukkan imunoekspresi galectin-3 dengan intensitas kuat tampak memiliki
pola papiler, namun tidak disertai gambaran inti yang patognomonis untuk
karsinoma papiler (Gambar 5.9).
Ditemukannya pulasan positif pada kasus hiperplasia nodular dapat dijelaskan
melalui beberapa penelitian yang menyebutkan bahwa sel folikel tiroid pada
dasarnya memiliki biotin endogen yang dapat menyebabkan hasil positif palsu
(Saleh et al., 2010). Karena itu, penelitian yang menggunakan avidin-based
detection system tanpa blokade terhadap biotin harus diinterpretasikan dengan
hati-hati. Selain itu, reaktivitas biotin endogen dari suatu spesimen yang telah
90
difiksasi dengan formalin dan dilakukan paraffin embeding dapat ditingkatkan
dengan prosedur antigen retrieval yang diinduksi oleh panas, terutama pada
tekanan yang lebih rendah dari pemanasan microwave. Suatu studi menemukan
pewarnaan biotin yang positif pada delapan dari 12 tumor tiroid setelah
penggunaan antigen retrieval, bahkan tanpa aplikasi marker antibodi. Penggunaan
biotin-free detection systems atau avidin-biotin treatment blockade sangat penting
untuk deteksi akurat marker galectin-3 pada spesimen jaringan tiroid (Chiu et al.,
2010).
Kovacs, et al (2005), menyebutkan hasil positif palsu dapat pula ditemukan
pada nodul kistik dan lesi inflamasi, sehingga dapat menimbulkan permasalahan
dalam interpretasi pulasan IHK galectin-3. Ekspresi positif sel folikular
nonneoplastik pada area inflamasi dihasilkan oleh sitokin yang disekresikan oleh
sel inflamasi atau perembesan galectin-3 oleh sel limfosit ke sel folikular di
sekitarnya. Hal ini ditemukan juga dalam penelitian ini. Beberapa nodul kistik
yang mengandung infiltrasi sel makrofag tampak menunjukkan imunoekspresi
terhadap galectin-3 (Gambar 6.1). Kuatnya intensitas imunoekspresi galectin-3
pada sitoplasma sel makrofag disebabkan oleh kemampuan galectin-3
mengaktivasi makrofag dengan jalan berikatan silang dengan CD98 dan
menstimulasi PI3K-dependent signals. Galectin-3 diekspresikan secara kuat oleh
makrofag yang teraktivasi, dan bekerja mempengaruhi fagositosis dan kemotaksis
melalui mekanisme G-protein-coupling signaling. Sehingga, terlihat jelas adanya
hubungan langsung antara ekspresi galectin-3, aktivasi makrofag, dan faktor
transkripsional NF-kB (Laderach et al., 2010).
91
Gambar 6.1
Sel makrofag pada kasus hiperplasia nodular.
A. Pulasan H&E (pembesaran 400x). B. Imunohistokimia galectin-3 terpulas
dengan intensitas kuat pada sitoplasma sel makrofag (pembesaran 100x),
inset (pembesaran 400x)
Penjelasan di atas menegaskan bahwa gambaran histologis penting dievaluasi
bersama dengan interpretasi pulasan imunohistokimia, dan dalam prosesing
digunakan metode biotin-free detection system (Kovacs et al., 2005; Saleh et al.,
2010). Pada penelitian ini, penilaian imunoekspresi protein galectin-3 dinilai
dengan pulasan imunohistokimia metode streptavidin biotin kompleks dengan
avidin-biotin treatment blockade, menggunakan antibodi primer anti-galectin-3
mouse monoclonal antibody, clone A3A12, dari Abcam.
Penjelasan lainnya juga dapat dimungkinkan, bahwa ditemukan adanya
perubahan pola monoklonal pada kelompok nodul tiroid yang sebelumnya
merupakan nodul hiperplastik yang bersifat poliklonal (Kondo et al., 2006), yang
bisa jadi menyebabkan imunoekspresi galectin-3 positif. Neoplasia merupakan
proliferasi monoklonal dari sel yang mengalami transformasi genetik. Mekanisme
perubahan poliklonal menjadi monoklonal ini merupakan interaksi antara faktor
A B
92
risiko goiter yang merupakan dasar dari timbulnya nodul hiperplastik ini, dan
adanya predisposisi genetik selanjutnya menciptakan lingkungan mutagenik
(Fuhrer et al., 2012).
Lingkungan baru ini selanjutnya memicu peningkatan proliferasi sel disertai
pembentukan radikal bebas yang menimbulkan mutasi genetik sel folikel tiroid.
Proliferasi monoklonal dapat ditemukan pada 70% kasus hiperplasia nodular, dan
kelenjar yang sama juga bisa mengandung nodul poliklonal. Klonal tumor
terbentuk jika defek genetik tidak dapat diperbaiki, dan mutasi merupakan
pencetus proliferasi sel (Fuhrer et al., 2012). Teori ini diperkuat pula oleh
penjelasan Stricker and Kumar (2010), yang menyatakan bahwa tumor yang
mempunyai sifat monoklonaldalam tahap perkembangannya dapat tumbuh dan
tersusun dari sel-sel yang sangat heterogen. Subclone yang baru merupakan
keturunan dari sel asalnya dengan mengalami multiple mutasi. Pada proses
progresi tumor, sel-sel tumor menjadi lebih kaya akan clone-clone yang lebih
mampu beradaptasi menghindar dari sistem pertahanan tubuh dan lebih agresif.
Teori ini dapat menjelaskan kemungkinan ditemukannya perbedaan
imunoekspresi galectin-3 dalam satu nodul tiroid. Goiter dapat menimbulkan
hiperplasia yang bersifat difusa maupun noduler (nodul tunggal dan multipel), dan
beberapa studi menyebutkan bahwa lesi ini dapat mempengaruhi peningkatan
insiden karsinoma papiler tiroid (Kondo et al., 2006; Fuhrer et al., 2012).
Pada kasus adenoma folikular dalam penelitian ini ditemukan 13 kasus
menunjukkan skor ekspresi rendah (enam kasus (42,86%) berada pada grade 1,
tujuh kasus (50,00%) menunjukkan imunoekspresi grade 2), sedangkan satu kasus
93
pulasan galectin-3 menunjukkan imunoekspresi grade 4 (skor ekspresi tinggi).
Tidak ada kasus yang menunjukkan imunoekspresi grade 3. Saleh, et al (2010),
dalam penelitiannya menemukan 19 dari 46 kasus (41,3%) adenoma folikular
menunjukkan imunoekspresi positif, namun terpulas fokal dengan intensitas yang
tidak kuat. Ditemukannya satu kasus imunoekspresi grade 4 pada penelitian ini,
yang pada pulasan H&E didiagnosis sebagai adenoma onkositik, pada pulasan
galectin-3 menunjukkan imunoekspresi dengan intensitas kuat, terpulas difus
lebih dari 75% area nodul (Gambar 5.7). Hal ini mengindikasikan proses awal
atau incipient carcinoma dimana invasi kapsel dan/atau pembuluh darah belum
dapat ditemukan secara histologis (Saleh et al., 2010). Secara klinis pasien
karsinoma folikular tipe onkositik sebagian besar pada awalnya mengeluh nodul
tiroid yang tidak nyeri, sehingga sulit dibedakan dengan adenoma. Karsinoma
cenderung berukuran lebih besar daripada adenoma, dan lebih sering ditemukan
pada pasien yang berumur lebih tua (Simoes et al., 2004). Pada kasus ini pasien
berumur 45 tahun, berjenis kelamin laki-laki, dan besar nodul 2 cm.
Adenoma dapat mengalami progresi menjadi ganas melalui jalur hiperfungsi.
Mutasi reseptor TSH (TSHR) maupun guanine nucleotide-binding α subunit 1
(GNAS1) memicu proliferasi sel pada nodul hiperfungsi tiroid maupun adenoma
melalui aktivasi GSα-adenyl cyclase-cAMP. Pada nodul hiperfungsi, terjadi
aktivasi jalur cAMP oleh TSH dengan mengaktifkan TSHR dan protein G, seperti
GSα pada permukaan sel folikular, sehingga menginduksi terbentuknya cyclic
AMP (cAMP) oleh adenylyl cyclase. Cyclic AMP ini kemudian menstimulasi
protein kinase A (PKA) untuk memfosforilasi target protein inti dan sitoplasma.
94
Salah satu substrat PKA adalah faktor transkripsi CREB inti, yang selanjutnya
menginduksi terjadinya diferensiasi dan proliferasi sel (Kondo et al., 2006).
Pada 13% kasus dapat ditemukan mutasi RAS pada penderita adenoma
folikular, dan 19% kasus mengalami translokasi paired box gene 8/peroxisome
proliferator-activated receptor gamma (PAX8/PPARγ) (Pfeifer et al., 2013),
bahkan Rosai (2010), menyebutkan bahwa 20% hingga 40% penderita adenoma
folikular mengalami mutasi onkogen RAS, dan 5% hingga 20% mengalami
translokasi gen PAX8/PPARγ. Mutasi dan translokasi kedua gen tersebut
ditemukan juga pada karsinoma folikular dengan insiden yang lebih tinggi (Rosai,
2010; Pfeifer et al., 2013). Jalur sinyal intraselular galectin-3 dapat melibatkan
mutasi RAS, sehingga diasumsikan dapat menjadi salah satu penyebab pulasan
positif dengan imunoekspresi grade 4 pada kasus adenoma folikular di atas.
Pada penelitian ini, ditemukan bahwa ekspresi galectin-3 pada sembilan kasus
(64,29%) karsinoma papiler menunjukkan imunoekspresi grade 4, dan sisanya
sebanyak lima kasus (35,71%) merupakan grade 3, serta tidak ada kasus yang
menunjukkan imunoekspresi grade 2 dan 1. Seluruh kasus memiliki skor ekspresi
tinggi. Intensitas pulasan pada kasus karsinoma papiler tampak menunjukkan hasil
yang bervariasi. Tiga kasus dengan intensitas pulasan lemah, empat kasus
menunjukkan intensitas pulasan sedang, dan tujuh kasus lainnya menunjukkan
intensitas pulasan kuat. Hal ini mungkin disebabkan perbedaan jalur patogenesis
yang dialami berbagai kasus tersebut.
Pada biologi kanker, galectin-3 dapat menginduksi berbagai jalur sinyal yang
mempengaruhi microenvironment tumor. Proses onkogenesis dan metastasis
95
berkaitan dengan pembentukan glikan permukaan sel yang dihasilkan oleh sel
kanker, stromal, dan imun pada microenvironment tumor. Hal ini terjadi karena
adanya perubahan genetik atau epigenetik akibat aktivitas glycosyltransferase,
glycosidase, atau chaperons yang memicu tombol “normal” atau “off” menjadi
“berubah” atau “on” pada glycome permukaan sel. Konsep ini salah satunya
dipresentasikan oleh enzim golgi β1,6 N-acetylglucosaminyltransferase V (Mgat-
V) yang secara substansial meningkat pada proses transformasi seluler. Perubahan
pada komposisi glikan berkaitan dengan pemanjangan waktu paruh reseptor
permukaan sel yang mempengaruhi pertumbuhan sel, endositosis, dan sinyal
sitokin (Chiu et al., 2010).
Adesi sel tumor dengan substratnya berhubungan kuat dengan integrin-
mediated cellular signaling. Integrin menunjukkan beberapa N-glycosylation site
yang merupakan target pengikatan galectin, serta mempengaruhi interaksi sel
dengan matriks ekstraseluler dan reorganisasi sitoskeleton. Interaksi antara α5β1
integrin dengan galectin-3 eksogen mengontrol motilitas sel tumor melalui
aktivasi focal adhesion kinase (FAK) dan PI3K serta reorganisasi F-actin lokal.
Berbagai glikoprotein, seperti EGFR dan TGF receptor β mempunyai beberapa N-
glycosylation site. Jumlah rantai N-glycan yang berbeda pada setiap glikoprotein,
menentukan afinitas reseptor terhadap lattice galectin, sehingga berpengaruh
terhadap proliferasi dan diferensiasi selular (Chiu et al., 2010).
Galectin-3 disebutkan pula menunjukkan efek ganda. Selain berperan pada
proliferasi sel, protein ini juga beraksi sebagai negative regulator pada progresi
siklus sel. Ekspresi galectin-3 pada inti berkaitan dengan fase istirahat siklus sel,
96
sedangkan ekspresi galectin ini pada sitoplasma berhubungan dengan proliferasi
sel tumor dan progresi siklus sel. Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa
peran galectin-3 di sitoplasma terlibat lebih menonjol pada tumorigenesis dan
metastasis. Beberapa penelitian melaporkan bahwa pada karsinoma papiler tiroid,
ekspresi galectin-3 yang terpulas pada sitoplasma lebih tinggi dibandingkan
dengan yang terpulas pada inti (Chiu et al., 2010; Laderach et al., 2010). Hal yang
sama juga ditemukan pada penelitian ini. Galectin-3 tampak terpulas pada
sitoplasma dan kadang ditemukan terpulas fokal pada inti, namun yang dinilai
pada penelitian ini adalah pulasan pada sitoplasma.
Mekanisme yang bertanggungjawab terhadap regulasi siklus sel yang
dimediasi oleh galectin-3 ini belum sepenuhnya diketahui. Jalur sinyal intraseluler
yang diinduksi oleh galectin-3 ketika berfungsi sebagai regulator positif pada
siklus sel melibatkan peningkatan level onkogen K-RAS aktif disertai hilangnya
N-RAS, dengan jalan menahan aktivitas PI3K dan menggesernya ke jalur aktivasi
ERK. Efek ini juga melibatkan induksi aktivitas cyclin D1 promoter melalui
berbagai jenis cis-elemet, termasuk SP1 dan cAMP-responsive elements
(Laderach et al., 2010). Ekspresi yang rendah dari inhibitor cyclin-dependent
kinase p27KIP1
dan ekspresi yang tinggi dari cyclin D1 merupakan prediktor yang
kuat adanya metastasis kelenjar getah bening pada karsinoma papiler tiroid
(Kondo et al., 2006; Viglietto et al., 2011). Pada penelitian ini ditemukan pula
kelenjar getah bening mengandung metastasis sel tumor yang menunjukkan
pulasan galectin-3 dengan intensitas kuat, dan tumor primer menunjukkan
imunoekspresi grade 4 (Gambar 5.4).
97
Menariknya galectin-3 menunjukkan baik aktivitas anti maupun proapoptosis,
berlawanan dengan aktivitas proapoptosis terkait Tumor Necrosis Factor (TNF)
yang diekspresikan oleh berbagai tipe sel. Aktivitas antiapoptosis yang dimediasi
oleh galectin-3 melibatkan aktivasi jalur sinyal Akt. Sebuah domain fungsional
pada area COOH-terminal menunjukkan bahwa galectin-3 terbukti homolog
dengan domain BH1 bcl-2 gene family yang mengandung apoptosis-inducing
NWGR (Asp-Trp-Gly-Arg) amino acid motif. Kemampuan antiapoptosis ini
bertanggungjawab terhadap inhibisi pelepasan cytochrome-c dari mitokondria.
Penemuan terbaru menyatakan bahwa galectin-3 juga berperan pada jalur
apoptosis p53/HIPK2. Gen p53 merupakan faktor transkripsi spesifik yang
mampu menekan ekspresi galectin-3, dan p53-induced apoptosis tergantung pada
efek regulasi dari galectin-3 (Laderach et al., 2010).
Beberapa faktor transkripsi memainkan peranan penting pada pertumbuhan
dan transformasi seluler yang dimodulasi oleh galectin. Mengenai hal ini, satu
studi menyebutkan bahwa galectin-3 mengikat dua regulator sinyal Wnt, yakni β-
catenin dan axin. Kompleks galectin-3-β-catenin bergerak menuju inti yang
selanjutnya berkaitan dengan Tcf-4. Kompleks tersebut kemudian mengontrol
ekspresi cyclin D1 dan c-Myc. Serupa dengan yang didemonstrasikan oleh sel
makrofag, ekspresi galectin-3 pada sel tumor berada di bawah kontrol faktor
transkripsional NF-kB dan c-Jun (Laderach et al., 2010).
98
Gambar 6.2
Jalur sinyal galectin-3 pada karsinogenesis karsinoma papiler tiroid
Aktivasi
FAK +
PI3K,
reorganisasi
F-actin
lokal
Peningkatan
migrasi sel
Galectin-3
Berikatan dengan N-
glycosilation site pada
glycome permukaan sel
Upregulator
aktivitas
transkrip-
sional
Peningkatan
proliferasi sel
Peningkatan
Mgat-V
produced
N-glycans
Penurunan
apoptosis
inducinga
mino acid
motif
Penurunan
P53-
induced
apoptosis
Hypoxia
response
elements
Peningkatan
antiapoptosis
Stimulasi
angiogenesis
Struktur pentamer
Berikatan
dengan
regulator
sinyal Wnt
(β-catenin
dan axin)
Aktivasi
integrin-
mediated
cellular
signaling
Kompleks
menuju inti
+
Tcf-4
Peningkat-
an level
onkogen
K-RAS
aktif
Aktivasi
ERK
Regulator
positif
siklus sel
Galectin-3
+ α5β1
integrin
99
Promoter galectin-3 juga mengandung hypoxia-responsive elements dan
menstimulasi bentuk tabung kapiler sel endotel in vitro serta angiogenesis secara
in vivo. Galectin dapat mengaktifkan jalur sinyal pada microenvironment tumor
untuk meningkatkan proliferasi, transformasi, dan kelangsungan hidup sel,
meregulasi adesi serta migrasi sel, angiogenesis, dan juga menurunkan respon
imun tumor (Laderach et al., 2010). Sehingga dapat diasumsikan bahwa lemahnya
intensitas pulasan galectin-3 dapat ditemukan pada kasus karsinoma papiler tiroid
yang tidak melalui berbagai jalur karsinogenesis tersebut (Gambar 6.2).
Para peneliti dari berbagai studi juga mempercayai perbedaan imunoekspresi
galectin-3 dapat disebabkan oleh beberapa faktor penting, diantaranya tipe
antibodi, metode dilusi dan antigen retrieval, tipe fiksasi jaringan yang
digunakan, dan lamanya fiksasi. Karena itu diperlukan jenis dan waktu optimal
fiksasi, antibodi spesifik, sistem deteksi, dan prosesing IHK yang standar (Saleh et
al., 2010).
Penelitian ini membuktikan bahwa galectin-3 dapat digunakan sebagai
marker diagnostik dalam menegakkan diagnosis keganasan pada lesi-lesi tiroid
yang berasal dari diferensiasi sel epitel folikel, khususnya yang menampilkan
arsitektur folikular dan atau papiler, serta tidak menunjukkan gambaran inti
karsinoma papiler yang jelas. Hasil penelitian ini juga mempertegas peranan
galectin-3 pada karsinogenesis karsinoma papiler tiroid.
100
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini, didapatkan simpulan sebagai berikut:
1. Ekspresi galectin-3 tidak berbeda secara bermakna antara adenoma
folikular dan hiperplasia nodular pada organ tiroid.
2. Ekspresi galectin-3 lebih tinggi pada karsinoma papiler dibandingkan
dengan hiperplasia nodular pada organ tiroid.
3. Ekspresi galectin-3 lebih tinggi pada karsinoma papiler dibandingkan
dengan adenoma folikular pada organ tiroid.
7.2 Saran
Dengan terbuktinya dua dari tiga hipotesis pada penelitian ini, maka dapat
disarankan hal-hal sebagai berikut :
1. Imunohistokimia galectin-3 dapat digunakan sebagai marker diagnostik
dalam menegakkan diagnosis keganasan pada lesi-lesi tiroid yang berasal
dari diferensiasi sel epitel folikel, khususnya yang menampilkan arsitektur
folikular dan atau papiler, serta tidak menunjukkan gambaran inti
karsinoma papiler tiroid yang jelas.
2. Pada beberapa kasus diperlukan aplikasi imunohistokimia panel, antara
lain dengan HBME-1 dan CK 19, sehingga dapat ditegakkan diagnosis
yang akurat agar memberikan manfaat bagi klinisi. Diagnosis yang akurat
101
merupakan hal yang sangat penting dalam menentukan modalitas terapi
penderita pasca operasi.
3. Perlu dibuat keseragaman dalam penilaian ekspresi galectin-3, dengan
menetapkan cut off point pada penelitian berikutnya, sehingga dapat
disepakati kategori skor ekspresi rendah maupun tinggi. Hal ini membantu
dalam menegakkan diagnosis berbagai nodul tiroid.
102
DAFTAR PUSTAKA
Al-Brahim, N., Asa, S.L. 2006. Papillary Thyroid Carcinoma, An Overview. Arch
Pathol Lab Med, 130:1057-1062.
Anonim. 2007.Kanker di Indonesia Tahun 2007 Data Histopatologik. Jakarta:
Direktorat Jendral Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI, Badan
Registrasi Kanker Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Indonesia,
Yayasan Kanker Indonesia.
Anonim. 2008.Kanker di Indonesia Tahun 2008 Data Histopatologik. Jakarta:
Direktorat Jendral Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI, Badan
Registrasi Kanker Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Indonesia,
Yayasan Kanker Indonesia.
Anonim. 2009.Kanker di Indonesia Tahun 2009 Data Histopatologik. Jakarta:
Direktorat Jendral Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI, Badan
Registrasi Kanker Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Indonesia,
Yayasan Kanker Indonesia.
Anonim. 2010.Kanker di Indonesia Tahun 2010 Data Histopatologik. Jakarta:
Direktorat Jendral Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI, Badan
Registrasi Kanker Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Indonesia,
Yayasan Kanker Indonesia.
Anonim. 2015. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Kamus versi
online/daring (dalam jaringan), versi 1.4. Available from :
URL:http://kbbi.web.id/. Accessed February, 18 2015.
Arguesoa, P., Panjwanib, N. 2011. Focus on Molecules: Galectin-3. Exp Eye Res,
92(1):1-4.
Baloch, Z.W., LiVolsi, V.A. 2005. Encapsulated Follicular Variant of Papillary
Thyroid Carcinoma with Bone Metastases. Mod Pathol, 13(8):861-865.
Baloch, Z.W., LiVolsi, V.A. 2006. Follicular-Patterned Lesions of the Thyroid,
The Bane of the Pathologist. Am J Clin Pathol, 117:143-150.
Baloch, Z.W., LiVolsi, V.A. 2010. Pathology of Thyroid and Parathyroid Disease.
In: Mills, S.E., editor. Sternberg's Diagnostic Surgical Pathology. 5th
ed.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. p. 493-527.
103
Carcangiu, M.L. 2007. Thyroid. In: Mills, S.E., editor. Histology for Pathologists.
Third ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. p. 1129-1137.
Chan, J.K.C. 2004. Strict Criteria Should be Applied in the Diagnosis of
Encapsulated Follicular Variant of Papillary Thyroid Carcinoma. Am J
Clin Pathol, 117:16-18.
Cheung, C.C., Ezzat, S., Freeman, J.L., Rosen, I.B., Asa, S.L. 2006.
Immunohistochemical Diagnosis of Papillary Thyroid Carcinoma. Mod
Pathol, 14(4):338-342.
Chien, W., Koeffler, P. 2012. Molecular Biology of Thyroid Cancer. Thyroid
Cancer. p. 35-43. Available from : URL:http://www.springer.com/978-1-
4614-0874-1. Accessed October, 2 2013.
Chiu, C.G., Strugnell, S.S., Griffith, O.L., Jones, S.J.M., Gown, A.M., Walker, B.,
Nabi, I.V., Wiseman, S.M. 2010. Diagnostic Utility of Galectin-3 in
Thyroid Cancer. The American Journal of Pathology, 176(5):2067-2081.
Choudhury, M., Singh, S., Agarwal, S. 2011. Diagnostic Utility of Ki67 and p53
Immunostaining on Solitary Thyroid Nodule-a Cytohistological and
Radionuclide Scintigraphic Study. Indian J Pathol Microbiol, 54(3):472-
475.
Collet, J.F., Hurbain, I., Prengel, C., Utzmanna, O., Scetbon, F., Bernaudin, J.F.,
Fajac, A. 2005. Galectin-3 Immunodetection in Follicular Thyroid
Neoplasm: A Prospective Study on Fine Needle Aspiration Samples.
British Journal of Cancer, 93:1175-1181.
Cvejic, D., Savin, S., Petrovic, I., Paunovic, I., Tatic, S., Havelka, M. 2005.
Galectin-3 Expression in Papillary Thyroid Carcinoma: Relation to
Histomorphologic Growth Pattern, Lymphnode Metastasis, Extrathyroidal
Invasion and Tumor Size. Head and Neck Pathol, 27:1049-1055.
Cvejic, D., Savin, S., Petrovic, I., Paunovic, I., Tatic, S., Krgovic, K., Havelka, M.
2005. Galectin-3 Expression in Papillary Microcarcinoma of the Thyroid.
Histopathology, 47:209-214.
Dean, D.S., Hay, I.D. 2007. Prognostic Indicators in Differentiated Thyroid
Carcinoma. Cancer Control, 7(3):229-239.
DeLellis, R.A., Williams, E.D. 2004. Thyroid and Parathyroid Tumours:
Introduction. In: DeLellis, R.A., Lioyd, R.V., Heitz, P.U., Eng, C. editors.
World Health Organization Classification of Tumours, Pathology &
Genetics Tumours of Endocrine Organs. Lyon: IARC Press. p. 51-56.
104
DeMatos, P.S., Ferreira, A.P., deOliveira, F.F., Assumpcao, L.V.M., Metze, K.,
Ward, L.S. 2005. Usefullness of HBME-1, Cytokeratin 19 and Galectin-3
Immunostaining in the Diagnosis of Thyroid Malignancy. Histopathology,
47:391-401.
Electron, K. 2007. Prevalence and Prognostic Value of BRAF Mutation in
Thyroid Cancer. Annals of Surgery, 246(3):466-471.
Elsheikh, T.M., Asa, S.L., Chan, J.K.C., DeLellis, R.A., Heffess, C.S., LiVolsi,
V.A., Wenig, B.M. 2008. Interobserver and Intraobserver Variation
Among Experts in The Diagnosis of Thyroid Follicular Lesions With
Borderline Nuclear Features of Papillary Carcinoma. Am J Clin Pathol,
130:736-744.
Feilchenfeldt, J., Totsch, M., Sheu, S.Y., Robert, J., Spiliopoulos, A., Frilling, A.,
Schmid, K.W., Meier, C.H. 2008. Expression of Galectin-3 in Normal and
Malignant Thyroid Tissue by Quantitative PCR and
Immunohistochemistry. Mod Pathol, 16(11):1117-1123.
Fischer, S., Asa, S.L. 2008. Aplication of Immunohistochemistry to Thyroid
Neoplasm. Arch Pathol Lab Med, 132:359-372.
Fuhrer, D. 2006. Genetics of Benign and Malignant Tumours. Thyroid
International, 2:1-10.
Fuhrer, D., Bockisch, A., Schmid, K.W. 2012. Euthyroid Goiter With and
Without Nodules-Diagnosis and Treatment. Medicine; 109(29-30):506-
516.
Ghossein, R. 2009. Update to the College of American Pathologists Reporting on
Thyroid Carcinomas. Head and Neck Pathol, 3:86-93.
Herrmann, M.E., LiVolsi, V.A., Pasha, T.L., Roberts, S.A., Wojcik, E.M., Baloch,
Z.W. 2004. Immunohistochemical Expression of Galectin-3 in Benign and
Malignant Thyroid Lesions. Arch Pathol Lab Med, 126:710-713.
Inohara, H., Segawa, T., Miyauchi, A., Yoshii, T., Nakahara, S., Raz, A., Maeda,
M., Miyoshi, E., Kinoshita, N., Yoshida, H., Furukawa, M., Takenaka, Y.,
Takamura, Y., Ito, Y., Taniguchi, N. 2008. Cytoplasmic and Serum
Galectin-3 in Diagnosis of Thyroid Malignancies. Biochem Biophys Res
Commun, 376:605-610.
Ito, Y., Yoshida, H., Tomoda, C., Miya, A., Kobayashi, K., Matsuzuka, F.,
Yasuoka, H., Kakudo, K., Inohara, H., Kuma, K., Miyauchi, A. 2005.
Galectin-3 in Follicular Tumors: an Immunohistochemical Study of Its
Use as a Marker of Follicular Carcinoma. Pathology, 37:296-298.
105
Kondo, T., Ezzat, S., Asa, S.L. 2006. Pathogenetic Mechanism in Thyroid
Follicular Cell Neoplasia. Nature Publishing Group, 6:292-303.
Kovacs, R.B., Foldes, J., Winkler, G., Bodo, M., sapi, Z. 2005. The Investigation
of Galectin-3 in Diseases of the Thyroid Gland. Eur J Endocrinology,
149(5):449-453.
Krzeslak, A., Lipinska, A. 2004. Galectin-3 as a Multifunctional Protein. Cell Mol
Biol Lett, 9:305-328.
Laderach, D.J., Compagno, D., Toscano, M.A., Croci, D.O. 2010. Dissecting the
Signal Transduction Pathways Triggered by Galectin-Glycan Interactions
in Physiological and Pathological Settings. IUMBLife, 62(1):1-13.
LiVolsi, V.A. 2011. Papillary Thyroid Carcinoma, An Update. Modern
Pathology, 24:S1-S9.
LiVolsi, V.A., Saavedra, J.A., Asa, S.L., Baloch, Z.W., Simoes, M.S., Wenig, B.,
DeLellis, R.A., Cady, B., Mazzaferri, E.L., Hay, I., Fagin, J.A., Weber,
A.L., Caruso, P., Voutilainen, P.E., Franssila, K.O., Williams, E.D.,
Schneider, A.B., Nikiforov, Y., Rabes, H.M., Akslen, L., Ezzat, S.,
Santoro, M., Eng, C., Haracerh, H.R. 2004. Papillary Carcinoma. In:
DeLellis, R.A., Lioyd, R.V., Heitz, P.U., Eng, C. editors. World Health
Organization Classification of Tumours, Pathology & Genetics Tumours
of Endocrine Organs. Lyon: IARC Press. p. 57-66.
Lundgren, C.I., Hall, P., Dickman, P.W., Zedenius, J. 2005. Clinically Significant
Prognostic Factors for Differentiated Thyroid Carcinoma, A Population-
Based, Nested Cased-Control Study. American Cancer Society, 12:524-
531.
Machin, D., Campbell, M.J., Tan, S.B., Tan, S.H. 2009. Sample Size Tables for
Clinical Studies. Third ed. UK: A John Wiley and Sons. p. 137.
Maitra, A. 2010. The Endocrine System. In: Mitchell, R.N., Kumar, V., Abbas,
K., Fausto, N. editors. Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease.
8th
ed. Philadelphia: Saunders Elsevier. p. 1118-1125.
Manole, D., Schildknecht, B., Gosnell, B., Adams, E., Derwahl, M. 2010.
Estrogen Promotes Growth of Human Thyroid Tumor Cells by Different
Molecular Mechanisms. The Journal of Clinical Endocrinology &
Metabolism, 86(3):1072-1077.
McLeod, D.S.A. 2010. Current Concepts and Future Directions in Differentiated
Thyroid Cancer. Clin Biochem Rev, 31:9-19.
106
Mehrotra, P., Okpokam, A., Bouhaidar, R., Johnson, S.J., Wilson, J.A., Davies,
B.R., Lennard, T.W. 2004. Galectin-3 does not Realibly Distinguish
Benign from Malignant Thyroid Neoplasms. Histopathology, 45:493-500.
Merino, M., Quezado, M., Rubin, E., Rubin, R. 2008. The Endocrine System. In:
Rubin, R., Strayer, D.S., editors. Rubin’s Pathology Clinicopathologic
Foundations of Medicine. 5th
ed. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins. p. 940-955.
Oestreicher, K.Y., Halpern, M., Roizman, P., Hardy, B., Sulkes, J., Feinmesser,
R., Stern, Y. 2004. Diagnostic Value of Galectin-3 as a Marker for
Malignancy of Follicular Patterned Thyroid Lesions. Head and Neck
Pathol, 26:960-966.
Park, Y.J., Kwak, S.O., Kim, D.C., Kim, H., Choe, G., Park, D.J., Jang, H.C.,
Cho, B.Y., Park, S.Y. 2007.Diagnostic Value of Galectin-3, HBME-1,
Cytokeratin 19, High Molecular Weight Cytokeratin, Cyclin D1 and
p27kip1
in the Differential Diagnosis of Thyroid Nodules. J Korean Med
Sci, 22(4):621-628.
Pfeifer, A., Wojtas, B., Wojciechowska, M.O., Kukulska, A., Czarniecka, A.,
Eszlinger, M., Musholt, T., Stokow, T., Swierniak, M., Stobiecka, E.,
Rusinek, D., Tyszkiewicz, T., Kowal, M., Jarzab, M., Hauptmann, S.,
Lange, D., Paschke, R., Jarzab, B. 2013. Molecular Differential Diagnosis
of Follicular Thyroid Carcinoma and Adenoma Based on Gene Expression
Profiling by Using Formalin-Fixed Paraffin-Embedded Tissues. BMC
Medical Genomics, 6:38-45.
Prasad, M.L., Huang, Y., Pellegata, N.S., Chapelle, A., Kloos, R.T. 2004.
Hashimoto‟s Thyroiditis with Papillary Thyroid Carcinoma (PTC)-like
Nuclear Alterations Express Molecular Markers of PTC. Histopathology,
45:39-46.
Prasad, M.L., Pellegata, N.S., Huang, Y., Nagaraja, H.N., Chapelle, A., Kloos,
R.T. 2005. Galectin-3, Fibronectin-1, CITED-1, HBME1 and Cytokeratin-
19 Immunohistochemistry is Usefull for the Differential Diagnosis of
Thyroid Tumors. Modern Pathology, 18:48-57.
Ratour, J., Polivka, M., Dahan, H., Hamzi, L., Kania, R., Dumuis, M.L., Cohen,
R., Michelin, M.L., Priollet, B.C. 2013. Diagnosis of Follicular Lesions of
Undetermined Significance in Fine-Needle Aspirations of Thyroid
Nodules. Journal of Thyroid Research, 1-6. Available from :
URL:http://dx.doi.org/10.1155/2013/250347. Accessed October, 17 2013.
107
Renshaw, A.A., Gould, E.W. 2005. Why There Is the Tendency to
“Overdiagnose” the Follicular Variant of Papillary Thyroid Carcinoma.
Am J Clin Pathol, 117:19-21.
Rosai, J. 2010. Thyroid Gland. In: Rosai and Ackerman’s Surgical Pathology. 10th
ed. Philadelphia: Mosby Elsevier. p. 515-594.
Saleh, H.A., Jin, B., Barnwell, J., Alzohaili, O. 2010. Utility of
Immunohistochemical Markers in Differentiating Benign from Malignant
Follicular Derived Thyroid Nodules. Diagnostic Pathology, 5:9. Available
from : URL:http://www.diagnosticpathology.org/content/5/1/9. Accessed
January, 31 2014.
Santin, A.P., Furlanetto, T.W. 2011. Role of Estrogen Function and Growth
Regulation. Journal of Thyroid Research, 2:1-7. Available from :
URL:http://www.hindawi.com. Accessed December, 1 2014.
Santoro, M., Melillo, R.M., Fusco, A. 2006. RET/PTC activation in papillary
thyroid carcinoma: European Journal of Endocrinology Prize Lecture.
European Journal of Endocrinology. 155: 645–653.
Scognamiglio, T., Hyjek, E., Kao, J., Chen, Y.T. 2006. Diagnostic Usefulness of
HBME 1, Galectin-3, CK 19 and CITED 1 and Evaluation of Their
Expression in Encapsulated Lesions with Questionable Features of
Papillary Thyroid Carcinoma. Am J Clin Pathol, 126:700-708.
Sebastian, S.O., Gonzalez, M.R., Paricio, P.P., Perez, J.S., Flores, D.P., Madrona,
A.P., Romero, P.R., Tebar, F.J. 2006. Papillary Thyroid Carcinoma:
Prognostic Index For Survival Including the Histological Variety.
American Medical Association, 135:272-7.
Simoes, M.S., Asa, S.L., Kroll, T.G., Nikiforov, Y., DeLellis, R., Farid, P.,
Kitamura, Y., Noguchi, S.U., Eng, C., Harach, H.R., Williams, E.D.,
Schneider, A.B., Fagin, J.A., Ghossein, R.A., Mazzaferri, E.L., Lloyd,
R.V., LiVolsi, V., Chan, J.K.C., Baloch, Z., Clark O.H. 2004. Follicular
Carcinoma. In: DeLellis, R.A., Lloyd, R.V., Heitz, P.U., Eng, C., editors.
World Health Organization Classification of Tumours, Pathology &
Genetics Tumours of Endocrine Organs. Lyon: IARC Press. p. 67-72.
Shi, Y., He, B., Kuchenbecker, K.M., You, L., Xu, Z., Mikami, I., Yagui, B.A.,
Clement, G., Lin, Y.C., Okamoto, J., Bravo, D.T., Jablons, D.M. 2007.
Inhibition of Wnt-2 and Galectin-3 Synergistically Destabilizes Beta-
Catenin and Induces Apoptosis in Human Colorectal Cancer Cells. Int J
Cancer, 121:1175-1181.
108
Song, Q., Wang, D., Lou, Y., Li, C., Fang, C., He, X., Li, J. Diagnostic
Significance of CK19, TG, Ki67 and Galectin-3. 2011. Expression for
Papillary Thyroid Carcinoma in the Northeastern Region of China.
Diagnostic Pathology, 6:126. Available from :
URL:http://www.diagnosticpathology.org/content/6/1/126. Accessed
October, 7 2013.
Stricker, T.P., Kumar, V. 2010. Neoplasia. In: Kumar, V., Abbas, A.K., Fausto,
N., Aster, J.C. Robins and Cotran, Pathologic Basis of Desease. 8th
ed.
Philadelphia: Saunders Elseviers.p. 62-70.
Viglietto, G., Marco, C. 2011. Molecular Biology of Thyroid Cancer,
Contemporary Aspects of Endocrinology. Kandarakis, E.D., editor.
Available from : URL:http://www.intechopen.com/books/contemporary-
aspects-of endocrinology/molecular-biology-thyroid-cancer. Accessed
Mei, 14 2014.
Zhu, X., Sun, T., Lu, H., Zhou, X., Lu, Y., Cai, X. 2010. Diagnostic Significance
of CK 19, RET, Galectin-3, and HBME-1 Expression for Papillary
Thyroid Carcinoma. Am J Clin Pathol, 63:786-789.
109
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1a. Ethical Clearance
110
Lampiran 1b. Amandemen Ethical Clearance
111
Lampiran 2a. Surat Ijin Penelitian
112
Lampiran 2b. Amandemen Surat Ijin Penelitian
113
Lampiran 3. Data Subyek Penelitian
No
Nomor PA
Umur (Tahun)
Jenis Kelamin
Diagnosis
Ukuran Nodul
(cm)
Distribusi
Intensitas
Distribusi x
Intensitas
Grade
Kategori Ekspresi
1 2704/PP/2013 34 P Hiperplasia
Nodular
1,5 1 3 3 2 Rendah
2 3065/PP/2013 39 L Hiperplasia
Nodular
1,5 0 0 0 1 Rendah
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
4192/PP/2013
1864/PP/2014
2629/PP/2014
3444/PP/2014
3873/PP/2014
3953/PP/2014
4035/PP/2014
4078/PP/2014
4163/PP/2014
4174/PP/2014
4310/PP/2014
4496/PP/2014
4797/PP/2012
681/PP/2013
1883/PP/2013
2066/PP/2013
2715/PP/2013
3555/PP/2013
3462/PP/2013
4436/PP/2013
324/PP/2014
3019/PP/2014
3076/PP/2014
3701/PP/2014
3931/PP/2014
4365/PP/2014
552/PP/2013
2281/PP/2013
2404/PP/2013
43
28
42
55
35
44
33
50
48
57
49
48
33
63
27
18
52
37
25
47
45
44
33
21
22
49
54
36
53
L
P
P
P
P
P
P
P
P
P
P
P
P
L
P
P
P
P
L
P
L
P
P
P
P
L
P
P
P
Hiperplasia Nodular
Hiperplasia
Nodular Hiperplasia
Nodular Hiperplasia
Nodular
Hiperplasia Nodular
Hiperplasia
Nodular Hiperplasia
Nodular
Hiperplasia Nodular
Hiperplasia
Nodular Hiperplasia
Nodular
Hiperplasia Nodular
Hiperplasia
Nodular Adenoma
Folikular
Adenoma
Folikular
Adenoma
Folikular Adenoma
Folikular
Adenoma Folikular
Adenoma
Folikular Adenoma
Folikular
Adenoma Folikular
Adenoma
Onkositik Adenoma
Folikular
Adenoma Folikular
Adenoma
Folikular Adenoma
Folikular
Adenoma Folikular
Karsinoma
Papiler Karsinoma
Papiler Karsinoma
Papiler
2
1,5
0,8
1
1
1,5
3,5
2,5
1
2
2
1,5
2
3
2
2
4
3
4,5
4,5
2
0,5
5
3
4
3
1
0,5
2
1
0
0
0
0
0
0
0
1
1
0
0
0
0
0
1
1
1
0
0
4
0
1
1
1
1
4
4
4
3
0
0
0
0
0
0
0
3
2
0
0
0
0
0
1
2
1
0
0
3
0
1
1
2
1
1
1
2
3
0
0
0
0
0
0
0
3
2
0
0
0
0
0
1
2
1
0
0
12
0
1
1
2
1
4
4
8
2
1
1
1
1
1
1
1
2
2
1
1
1
1
1
2
2
2
1
1
4
1
2
2
2
2
3
3
4
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Tinggi
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Tinggi
Tinggi
Tinggi
114
No
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
Nomor
PA
3795/PP/2013
1048/PP/2014
1441/PP/2014
2022/PP/2014
2214/PP/2014
2243/PP/2014
2246/PP/2014
2270/PP/2014
2857/PP/2014
2881/PP/2014
4239/PP/2014
Umur
(Tahun)
41
36
37
57
48
46
66
45
30
49
33
Jenis
Kelamin
L
P
L
P
P
P
P
P
P
P
P
Diagnosis
Karsinoma Papiler
Karsinoma
Papiler Karsinoma
Papiler
Karsinoma Papiler
Karsinoma Papiler
Karsinoma
Papiler Karsinoma
Papiler
Karsinoma Papiler
Karsinoma
Papiler Karsinoma
Papiler
Karsinoma Papiler
Ukuran
Nodul (cm)
3
4
2,5
1
3,5
4
4,5
3
2
1,2
1,5
Distribusi
4
4
4
4
3
4
4
4
4
4
2
Intensitas
3
2
3
3
2
3
1
3
3
2
3
Distribusi
x Intensitas
12
8
12
12
6
12
4
12
12
8
6
Grade
4
4
4
4
3
4
3
4
4
4
3
Kategori
Ekspresi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
115
Lampiran 4a. Deskriptif Statistik Rerata Umur Kelompok Hiperplasia Nodular,
Adenoma Folikular, dan Karsinoma Papiler pada Organ Tiroid
Descriptives
Umur
N Mean
Std.
Deviation
Std.
Error
95% Confidence
Interval for Mean
Minimum Maximum
Lower
Bound
Upper
Bound
Hiperplasia_Nodular 14 43.21 8.604 2.299 38.25 48.18 28 57
Adenoma_Folikular 14 36.86 13.518 3.613 29.05 44.66 18 63
Karsinoma_Papiler 14 45.07 10.254 2.741 39.15 50.99 30 66
Total 42 41.71 11.288 1.742 38.20 45.23 18 66
Lampiran 4b. Analisis Statistik Uji ANOVA Variabel Umur pada Kelompok
Hiperplasia Nodular, Adenoma Folikular, dan Karsinoma Papiler pada Organ
Tiroid
Test of Homogeneity of Variances
Umur
Levene Statistic df1 df2 Sig.
2.097 2 39 .136
ANOVA
Umur
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 519.571 2 259.786 2.153 .130
Within Groups 4705.000 39 120.641
Total 5224.571 41
116
Lampiran 4c. Deskriptif Statistik Perbandingan Jenis Kelamin pada Kelompok
Hiperplasia Nodular, Adenoma Folikular, dan Karsinoma Papiler pada Organ
Tiroid
Kelompok * Jenis_Kelamin
Crosstab
Count
Jenis_Kelamin
Total Laki-laki Perempuan
Kelompok Hiperplasia_Nodular 2 12 14
Adenoma_Folikular 4 10 14
Karsinoma_Papiler 2 12 14
Total 8 34 42
Lampiran 4d. Analisis Statistik Uji Chi-Square Perbedaan Ekspresi Galectin-3
Berdasarkan Jenis Kelamin
Ekspresi_Galectin_3 * Jenis_Kelamin
Crosstab
Jenis_Kelamin
Total Laki-laki Perempuan
Grade 1 Count 3 13 16
% within Jenis_Kelamin 37.5% 38.2% 38.1%
2 Count 2 9 11
% within Jenis_Kelamin 25.0% 26.5% 26.2%
3 Count 0 5 5
% within Jenis_Kelamin .0% 14.7% 11.9%
4 Count 3 7 10
% within Jenis_Kelamin 37.5% 20.6% 23.8%
Total Count 8 34 42
% within Jenis_Kelamin 100.0% 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Pearson Chi-Square 1.961a 3 .581
Likelihood Ratio 2.810 3 .422
Linear-by-Linear Association .177 1 .674
N of Valid Cases 42
117
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Pearson Chi-Square 1.961a 3 .581
Likelihood Ratio 2.810 3 .422
Linear-by-Linear Association .177 1 .674
a. 5 cells (62.5%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .95.
Lampiran 5. Analisis Statistik Uji Chi-Square Perbandingan Distribusi Galectin-3 pada
Hiperplasia Nodular, Adenoma Folikular, dan Karsinoma Papiler pada Organ Tiroid
Kelompok * Distribusi
Crosstab
Count
Distribusi
Total 0 1 2 3 4
Kelompok Hiperplasia_Nodular 10 4 0 0 0 14
Adenoma_Folikular 6 7 0 0 1 14
Karsinoma_Papiler 0 0 1 1 12 14
Total 16 11 1 1 13 42
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Pearson Chi-Square 40.689a 8 .000
Likelihood Ratio 49.642 8 .000
Linear-by-Linear Association 28.840 1 .000
N of Valid Cases 42
a. 12 cells (80.0%) have expected count less than 5. The minimum expected
count is .33.
118
Lampiran 6. Analisis Statistik Uji Chi-Square Perbandingan Skor Intensitas
Galectin-3 pada Hiperplasia Nodular, Adenoma Folikular, dan Karsinoma Papiler
pada Organ Tiroid
Kelompok * Skor Intensitas
Crosstab
Count
Skor Intensitas
Total 0 1 2 3
Kelompok Hiperplasia_Nodular 10 0 1 3 14
Adenoma_Folikular 6 5 2 1 14
Karsinoma_Papiler 0 3 4 7 14
Total 16 8 7 11 42
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Pearson Chi-Square 21.341a 6 .002
Likelihood Ratio 28.229 6 .000
Linear-by-Linear Association 10.254 1 .001
N of Valid Cases 42
a. 9 cells (75.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.33.
119
Lampiran 7. Analisis Statistik Uji Chi-Square Perbandingan Distribusi x Skor
Intensitas Galectin-3 pada Hiperplasia Nodular, Adenoma Folikular, dan
Karsinoma Papiler pada Organ Tiroid
Kelompok * Distribusi x Skor Intensitas
Crosstab
Count
Distribusi x Skor Intensitas
Total 0 1 2 3 4 6 8 12
Kelompok Hiperplasia_Nodular 10 0 1 3 0 0 0 0 14
Adenoma_Folikular 6 5 2 0 0 0 0 1 14
Karsinoma_Papiler 0 0 0 0 3 2 3 6 14
Total 16 5 3 3 3 2 3 7 42
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Pearson Chi-Square 52.357a 14 .000
Likelihood Ratio 61.553 14 .000
Linear-by-Linear Association 21.375 1 .000
N of Valid Cases 42
a. 21 cells (87.5%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .67.
120
Lampiran 8. Analisis Statistik Uji Chi-Square Perbandingan Grade Galectin-3
pada Hiperplasia Nodular, Adenoma Folikular, dan Karsinoma Papiler pada
Organ Tiroid
Kelompok * Grade
Crosstab
Count
Grade
Total 1 2 3 4
Kelompok Hiperplasia_Nodular 10 4 0 0 14
Adenoma_Folikular 6 7 0 1 14
Karsinoma_Papiler 0 0 5 9 14
Total 16 11 5 10 42
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square 40.827a 6 .000
Likelihood Ratio 50.191 6 .000
Linear-by-Linear Association 26.995 1 .000
N of Valid Cases 42
a. 9 cells (75.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.67.
121
Lampiran 9. Analisis Statistik Uji Chi-Square Perbandingan Skor Ekspresi
Galectin-3 pada Hiperplasia Nodular dan Adenoma Folikular pada Organ Tiroid
Kelompok * Skor Ekspresi_Galectin_3 Crosstabulation
Skor Ekspresi_
Galectin_3
Total Rendah Tinggi
Kelompok Hiperplasia_Nodular Count 14 0 14
Expected Count 13.5 .5 14.0
% of Total 50.0% .0% 50.0%
Adenoma_Folikular Count 13 1 14
Expected Count 13.5 .5 14.0
% of Total 46.4% 3.6% 50.0%
Total Count 27 1 28
Expected Count 27.0 1.0 28.0
% of Total 96.4% 3.6% 100.0%
Chi-Square Tests
Value Df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
Pearson Chi-Square 1.037a 1 .309
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio 1.423 1 .233
Fisher's Exact Test 1.000 .500
Linear-by-Linear
Association 1.000 1 .317
N of Valid Casesb 28
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .50.
b. Computed only for a 2x2 table
122
Lampiran 10. Analisis Statistik Uji Chi-Square Perbandingan Skor Ekspresi
Galectin-3 pada Hiperplasia Nodular dan Karsinoma Papiler pada Organ Tiroid
Kelompok * Skor Ekspresi_Galectin_3 Crosstabulation
Skor Ekspresi_
Galectin_3
Total Rendah Tinggi
Kelompok Hiperplasia_Nodular Count 14 0 14
Expected Count 7.0 7.0 14.0
% of Total 50.0% .0% 50.0%
Karsinoma_Papiler Count 0 14 14
Expected Count 7.0 7.0 14.0
% of Total .0% 50.0% 50.0%
Total Count 14 14 28
Expected Count 14.0 14.0 28.0
% of Total 50.0% 50.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
Pearson Chi-Square 28.000a 1 .000
Continuity Correctionb 24.143 1 .000
Likelihood Ratio 38.816 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear
Association 27.000 1 .000
N of Valid Casesb 28
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.00.
b. Computed only for a 2x2 table
123
Lampiran 11. Analisis Statistik Uji Chi-Square Perbandingan Skor Ekspresi
Galectin-3 pada Adenoma Folikular dan Karsinoma Papiler pada Organ Tiroid
Kelompok * Skor Ekspresi_Galectin_3 Crosstabulation
Skor Ekspresi_
Galectin_3
Total Rendah Tinggi
Kelompok Adenoma_Folikular Count 13 1 14
Expected Count 6.5 7.5 14.0
% of Total 46.4% 3.6% 50.0%
Karsinoma_Papiler Count 0 14 14
Expected Count 6.5 7.5 14.0
% of Total .0% 50.0% 50.0%
Total Count 13 15 28
Expected Count 13.0 15.0 28.0
% of Total 46.4% 53.6% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
Pearson Chi-Square 24.267a 1 .000
Continuity Correctionb 20.677 1 .000
Likelihood Ratio 31.468 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear
Association 23.400 1 .000
N of Valid Casesb 28
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.50.
b. Computed only for a 2x2 table
124
Lampiran 12. Analisis Statistik Uji Chi-Square Perbandingan Skor Ekspresi
Galectin-3 pada Hiperplasia Nodular, Adenoma Folikular, dan Karsinoma Papiler
pada Organ Tiroid
Kelompok * Skor Ekspresi_galectin_3 Crosstabulation
Skor Ekspresi_
Galectin_3
Total Rendah Tinggi
Kelompok Hiperplasia_Nodular Count 14 0 14
Expected Count 9.0 5.0 14.0
% of Total 33.3% .0% 33.3%
Adenoma_Folikuler Count 13 1 14
Expected Count 9.0 5.0 14.0
% of Total 31.0% 2.4% 33.3%
Karsinoma_Papiler Count 0 14 14
Expected Count 9.0 5.0 14.0
% of Total .0% 33.3% 33.3%
Total Count 27 15 42
Expected Count 27.0 15.0 42.0
% of Total 64.3% 35.7% 100.0%
Chi-Square Tests
Value Df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Pearson Chi-Square 37.956a 2 .000
Likelihood Ratio 47.543 2 .000
Linear-by-Linear Association 29.763 1 .000
N of Valid Cases 42
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.00.
Top Related