PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Tujuan
Rancangan sebuah lapangan terbang adalah suatu proses yang rumit dan saling kait-
mengkait, sehingga analisa suatu kegiatan tanpa memperhatikan pengaruhnya kepada
kegiatan yang lain bukan merupakan pemecahan yang memuaskan. Sebuah lapangan
terbang meliputi kegiatan yang sangat luas, yang mempunyai kebutuhan yang berbeda,
seperti misalnya kegiatan keamanan membatasi sedikit mungkin hubungan (pintu-pintu)
antara land side dan air side. Sedangkan kegiatan pelayanan membutuhkan sebanyak
mungkin pintu terbuka dari land side ke air side agar pelayanan berjalan lancar.
Rancangan induk adalah konsep pengembangan lapangan terbang ultimate, tujuan
rancangan induk adalah untuk memberikan pedoman dalam pengembangan di kemudian
hari yang memadai bagi operasi penerbangan yang selaras dengan lingkungan dan
pengembangan masyarakat serta modal transportasi yang lain.
Dengan kata lain, rancangan induk memberikan pedoman untuk:
a. Pengembangan fasilitas fisik sebuah lapangan terbang.
b. Tata guna tanah dan pengembangannya di dalam dan di sekitar lapangan terbang.
c. Menentukan pengaruh lingkungan dari pembangunan lapangan terbang dan
operasinya.
d. Pembangunan untuk pembuatan jalan masuk.
e. Pembangunan kegiatan ekonomi dan kegiatan lainnya yang menghasilkan uang bagi
pelabuhan udara yang bisa dikerjakan.
f. Pembagian fase dan kegiatan prioritas yang bisa dilaksanakan sesuai rancangan
induk.
Walaupun rancangan induk lapangan terbang mempunyai isi yang berbeda untuk
setiap lokasi dan berbeda untuk setiap perencana, namun paling kurang harus
mengandung:
a. Ramalan kebutuhan atau permintaan.
b. Alternatif pemecahan persoalan dari kebutuhan yang diramalkan secara memadai dan
memuaskan.
c. Analisa biaya investasi.
d. Pengaruh lingkungan dan alternatif mengatasinya.
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG
Tujuan - tujuan dalam perencanaan sistem bandar udara meliputi :
a. Pengembangan yang teratur dan tepat pada waktunya dari suatu sistem bandar udara
yang memadai
b. Perkembangan dunia penerbangan untuk memenuhi peranannya dalam sistem
pengangkutan multi modal
c. Perlindungan dan perbaikan lingkungan melalui penempatan dan perluasan fasilitas –
penerbangan
d. Tambahan pada kerangka kerja dimana program – program bandar udara tertentu dapat
dikembangakan
e. Pelaksanaan dari rencana – rencana penggunaan lahan dan ruang angkasa
f. Pengembangan dari rencana – rencana keuangan jangka panjang dan penetapan
prioritas bagi pembiayaan bandar udara
g. Penetapan mekanisme untuk pelaksanaan rancangan sistem bandar udara melalui
kerangka kerja politis normal
1.2 Landasan Teori
1.2.1 Arah Angin
A. Analisa Angin
Sebuah analisa angin adalah dasar bagi perencanaan lapangan terbang, sebagai
pedoman pokok, landasan pacu sebuah lapangan terbang arahnya harus sedemikian
rupa sehingga searah dengan prevailling wind (arah angin dominan).
Ketika mengadakan pendaratan dan lepas landas, pesawat dapat melakukan
manuver sejauh komponen angin samping (cross wind) tidak berlebihan.
Maksimum cross wind yang diizinkan tergantung pada bukan saja ukuran pesawat,
tetapi juga pada konfigurasi sayap dan kondisi perkerasan landasan.
B. Arah Runway (Landasan Pacu)
Sebuah analisa angin adalah dasar bagi perencanaan lapangan terbang, sebagai
pedomman pokok, landasan pada sebuah lapangan terbang yang arahnya harus
sedemikian hingga searah dengan “Prevailig Wind” (arah angin dominan). Arah
runway dapat ditentukan secara grafis, data angin untuk segala kondisi penglihatan
adalah sebagaimana data yang diberikan, kemudian data tersebut diplot ke dalam
diagram wind rose (mawar angin).
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG
Ketika mengadakan pendaratan dan lepas landas, pesawat dapat mengadakan
manuver sejauh komponen angin samping (Cross wind) tidak berlebihan.
Persyaratan ICAO, pesawat dapat mendarat atau lepas landas, pada sebuah
lapangan terbang pada 95% dari waktu dengan komponen Cross Wind tidak
melebihi :
a. 37 km/jam (20 knot) dengan Aeroplane Reference Field Length (ARFL) lebih
dari 1500 m
b. 24 km/jam (13 knot) dengan Aeroplane Reference Field Length (ARFL) antara
1200 – 1499 m
c. 19 km/jam (10 knot) dengan Aeroplane Reference Field Length (ARFL) kurang
dari 1200 m
Menurut ICAO dan FAA adalah Jumlah dan orientasi runway sedemikan
sehingga crosss wind coveragenya paling sedikit 95% dari waktu, artinya
presentase waktu dimana penggunaan Runway dibatasi karena adanya crosswind
harus lebih kecil dari 5%. Hubungan antara crosswind,sudut arah bertiupnya angin
dan kecepatan angin dapat dilihat pada gambar 2.1 :
Hubungan antara Crosswind, sudut arah angin dan kecepatan angin
Besarnya sudut arah angin terhadap center line runway dapat dihitung
dengan rumus : Sin sudut arah angin terhadap center line runway = Cross wind x
kecepatan angin
Persentase angin yang bersesuaian dengan arah dan rentang kecepatan yang
diberikan ditandai dalam sektor yang sesuai dengan mawar angin dengan
menggunakan skala koordinat kutub untuk arah dan besar angin. Angka – angka
dalam sel windrose menggambarkan presentase waktu dimana angin yang
diobservasi berada didalam batas orientasi dan kecepatan tertentu.
Cross windα V angin Centre Line
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG
Gambar 1 Wind RoseSumber : Gambar 3-4 Heru Basuki.1986
Dengan table atau mawar angin maka karakteristik angin dapat dibaca
dengan cepat. Tabel dan gambar tersebut menunjukkan persentasi kejadian angin
dengan kecepatan tertentu dari berbagai arah dalam periode waktu pencatatan.
Dalam gambar tersebut garis-garis radial adalah arah angina dan tiap lingkaran
menunjukkan persentasi kejadian angin dalam periode waktu pengukuran.
Arah landasan pacu optimum dapat ditentukan dari mawar angin dengan
menggunakan suatu lembar bahan yang tembus pandang yang padanya telah
dilukiskan 3 garis sejajar dan berjarak sama. Garis tengah menyatakan garis tengah
landasan pacu dan jarak antara kedua garis yang di tepi, dengan skala adalah 2 kali
komponen angin sisi yang diizinkan. Lembaran tembus pandang itu diletakkan di
atas mawar angin sedemkian rupa, sehingga garis tengah pada lembaran melalui
pusat mawar angin. Dengan pusat mawar angin sebagai titik pusat, lembaran itu
diputar di atas mawar angin sampai jumlah dari persentase yang tercakup di antara
garis tepi maksimum, apabila salah satu garis tepi pada lembaran itu membagi suatu
segmen arah angin, bagian yang terbagi itu dihitung secara visual dengan
pembulatan 0,1%. Langkah berikutnya adalah membaca arah landasan pacu skala
sebelah luar mawar angin, dimana garis tengah pada lembaran itu memotong skala
arah.
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG
Sebagai langkah pertama dalam hal ini adalah memplot data kecepatan dan
arah angin ke dalam mawar angin yaitu lingkaran yang terdiri dai berbagai sektor
arah angin dan kecepatan angin.
Kemudian masing-masng arah yang ditinjau dijumlahkan, maka jumlah yang
terbesar dijadikan standar untuk menghitung dan menentukan arah landasan pacu
(runway). Dengan demikian maka diperoleh wind rose untuk masing-masing arah.
Peninjauan arah angin dilakukan pada 8(delapan) arah yaitu:
- Arah N – S.
- Arah N E – SW
- Arah W – E.
- Arah NW – SE.
1.2.2 Desain Runway
Lingkungan bandara yang berpengaruh terhadap panjang runway adalah:
temperatur, angin permukaan (surface wind), kemiringan runway (effective gradient),
elevasi runway dari permukaan laut (altitude) dan kondisi permukaan runway. Sesuai
dengan rekomendasi dari International Civil Aviation Organization (ICAO) bahwa
perhitungan panjang runway harus disesuaikan dengan kondisi lokal lokasi bandara.
Metoda ini dikenal dengan metoda Aeroplane Reference Field Length (ARFL).
Menurut ICAO, ARFL adalah runway minimum yang dibutuhkan untuk lepas landas
pada maximum sertificated take off weight, elevasi muka laut, kondisi atmosfir
standar, keadaan tanpa angin bertiup, runway tanpa kemiringan (kemiringan = 0).
Jadi didalam perencanaan persyaratan-persyaratan tersebut harus dipenuhi dengan
melakukan koreksi akibat pengaruh dari keadaan lokal. Adapun uraian dari faktor
koreksi tersebut adalah sebagai berikut:
1) Koreksi elevasi
Menurut ICAO bahwa panjang runway bertambah sebesar 7% setiap kenaikan
300 m (1000 ft) dihitung dari ketinggian di atas permukaan laut. Maka rumusnya
adalah:
Fe = 1 + 0.07 .(h/300) ( Pers.2.1)
Dengan Fe : faktor koreksi elevasi
h : elevasi di atas permukaan laut (m)
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG
2) Koreksi temperatur
Pada temperatur yang tinggi dibutuhkan runway yang lebih panjang sebab
temperatur tinggi akan menyebabkan density udara yang rendah. Sebagai
temperatur standar adalah 15 ˚C. Menurut ICAO panjang runway harus dikoreksi
terhadap temperatur sebesar 1% untuk setiap kenaikan 1 ˚C. Sedangkan untuk
setiap kenaikan 1000 m dari permukaaan laut rata-rata temperatur turun 6.5 ˚C.
Dengan dasar ini ICAO menetapkan hitungan koreksi temperatur dengan rumus:
Ft = 1 + 0.01 (T –(15 - 0.0065h)) ( Pers.2.2)
Dengan Ft : faktor koreksi temperatur
T : temperatur dibandara, ˚C
3) Koreksi kemiringan runway
Faktor koreksi kemiringan runway dapat dihitung dengan persamaan berikut:
Fs = 1 + 0.1 S ( Pers.2.3)
Dengan Fs : faktor koreksi kemiringan
S : kemiringan runway, %
4) Koreksi angin permukaan (surface wind)
Panjang runway yang diperlukan lebih pendek bila bertiup angin haluan
(head wind) dan sebaliknya bila bertiup angin buritan (tail wind) maka runway
yang diperlukan lebih panjang. Angin haluan maksimum yang diizinkan bertiup
dengan kekuatan 10 knots, dan menurut Basuki (1990) kekuatan maksimum angin
buritan yang diperhitungkan adalah 5 knots. Tabel 2.4 berikut memberikan
perkiraan pengaruh angin terhadap panjang runway.
Tabel 1 Pengaruh Angin Permukaan Terhadap Panjang Runway
kekuatan anginPersentase Pertambahan Pengurangan Runway
+5 -3+10 -5-5 +7
Sumber : Heru Basuki .1986
5) Kondisi permukaan runway
Untuk kondisi permukaan runway hal sangat dihindari adalah adanya genangan
tipis air(standingwater) karena membahayakan operasi pesawat.Genangan air
mengakibatkan permukaan yang sangat licin bagi roda pesawat yang membuat daya
pengereman menjadi jelek dan yang paling berbahaya lagi adalah terhadap
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG
kemampuan kecepatan pesawat untuk lepas landas. Menurut hasil penelitian NASA
dan FAA tinggi maksimum genangan air adalah 1.27 cm. Oleh karena itu drainase
bandara harus baik untuk membuang air permukaan secepat mungkin.
Jadi panjang runway minimum dengan metoda ARFL dihitung dengan persamaan
berikut:
Lro = ARFL x ( Ft x Fe x Fs x (1+ Persentase pengaruh angin permukaan)
( Pers.2.5)
Dengan: Lro : Panjang runway rencana, m
Ft : faktor koreksi temperature
Fe : faktor koreksi elevasi
Fs : faktor koreksi kemiringan
Setelah panjang runway menurut ARFL diketahui dikontrol lagi dengan
Aerodrome Reference Code (ARC) dengan tujuan untuk mempermudah membaca
hubungan antara beberapa spesifikasi pesawat terbang dengan berbagai
karakteristik bandara. Kontrol dengan Airplane Design Groups (ADG) dapat
dilakukan berdasarkan pada Tabel 2 berikut:
Tabel 2 Airplane Design Groups (ADG)
GrupTail Height
(ft)Wingspan (ft)
I < 20 < 49II 20 - < 30 49 - < 79III 30 - < 45 79 - < 118IV 45 - < 60 118 - < 171V 60 - < 66 171 - < 214VI 66 - < 80 214 - < 262
1.2.3 Konfigurasi Runway
Terdapat banyak konfigurasi runway kebanyakan merupakan kombinasi dari
konfigurasi dasar. Bentuk-bentuk runway dapat dilihat pada Gambar berikut.
Adapun uraian beberapa bentuk dari konfigurasi dasar runway (Horonjeff, 1994)
adalah sebagai berikut:
Runway tunggal
Konfigurasi ini merupakan konfigurasi yang paling sederhana. Kapasitas runway
jenis ini dalam kondisi VFR berkisar diantara 50 sampai 100 operasi per jam,
sedangkan dalam kondisi IFR kapasitasnya berkurang menjadi 50 sampai 70
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG
operasi, tergantung pada komposisi campuran pesawat terbang dan alat-alat bantu
navigasi yang tersedia.
Gambar 2 Single runway parallel concept aerial viewSumber: ICAO, 1984
Gambar 3 Single runway parallel concept – top viewSumber: ICAO, 1984
Kondisi VFR (Visual Flight Rules) adalah kondisi penerbangan dengan keadaan
cuaca yang sedemikian rupa sehingga pesawat terbang dapat mempertahankan
jarak pisah yang aman dengan cara-cara visual. Sedangkan kondisi IFR
(Instrument Flight Rules) adalah kondisi penerbangan apabila jarak penglihatan
atau batas penglihatan berada dibawah yang ditentukan oleh VFR. Dalam
kondisi-kondisi IFR jarak pisah yang aman di antara pesawat merupakan
tanggung jawab petugas pengendali lalu lintas udara, sementara dalam kondisi
VFR hal itu merupakan tanggung jawab penerbang. Jadi dalam kondisi-kondisi
VFR, pengendalian lalu lintas udara adalah sangat kecil, dan pesawat terbang
diizinkan terbang atas dasar prinsip “melihat dan dilihat”.
Runway sejajar
Kapasitas sistem ini sangat tergantung pada jumlah runway dan jarak
diantaranya. Untuk runway sejajar berjarak rapat, menengah dan renggang
kapasitasnya per jam dapat bervariasi di antara 100 sampai 200 operasi dalam
kondisi-kondisi VFR, tergantung pada komposisi campuran pesawat terbang.
Sedangkan dalam kondisi IFR kapasitas per jam untuk yang berjarak rapat
berkisar di antara 50 sampai 60 operasi, tergantung pada komposisi campuran
pesawat terbang. Untuk runway sejajar yang berjarak menengah kapasitas per
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG
jam berkisar antara 60 sampai 75 operasi dan untuk yang berjarak renggang antara
100 sampai 125 operasi per jam.
Gambar 4 Open parallel concept – Aerial view
Sumber: ICAO 1984
Runway dua jalur
Runway dua jalur dapat menampung lalu lintas paling sedikit 70 persen lebih
banyak dari runway tunggal dalam kondisi VFR dan kira-kira 60 persen lebih
banyak
dari runway tunggal dalam kondisi IFR.
Gambar 5 Open parallel concept – top view Sumber ICAO, 1984
Runway bersilangan
Kapasitas runway yang bersilangan sangat tergantung pada letak persilangannya
dan pada cara pengoperasian runway yang disebut strategi (lepas landas atau
mendarat). Makin jauh letak titik silang dari ujung lepas landas runway dan
ambang (threshold) pendaratan, kapasitasnya makin rendah. Kapasitas tertinggi
dicapai apabila titik silang terletak dekat dengan ujung lepas landas dan ambang
pendaratan. Untuk strategi yang diperlihatkan pada Gambar 1.17 kapasitas per
jam adalah 60 sampai 70 operasi dalam kondisi IFR dan 70 sampai 175 operasi
dalam kondisi VFR yang tergantung pada campuran pesawat. Untuk strategi yang
diperlihatkan pada Gambar 1.18, kapasitas per jam dalam kondisi IFR adalah 45
sampai 60 operasi dan dalam kondisi VFR dari 60 sampai 100 operasi. Untuk
strategi yang diperlihatkan pada Gambar 1.19, kapasitas per jamdalam kondisi
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG
IFR adalah 40 sampai 60 operasi dan dalam kondisi VFR dari 50 sampai100
operasi.
Gambar 6 a.Intersecting runways, b. Intersecting runways – top view
Sumber :ICAO, 1984
Runway V terbuka
Runway V terbuka merupakan runway yang arahnya memencar (divergen)
tetapi tidak berpotongan. Strategi yang menghasilkan kapasitas tertinggi adalah
apabila operasi penerbangan dilakukan menjauhi V (Gambar 1.20). Dalam
kondisi IFR, kapasitas per jam untuk strategi ini berkisar antara 50 sampai 80
operasi tergantung pada campuran pesawat terbang, dan dalam kondisi VFR
antara 60 sampai 180 operasi. Apabila operasi penerbangan dilakukan menuju V
(Gambar 1.21), kapasitasnya berkurang menjadi 50 atau 60 dalam kondisi IFR dan
antara 50 sampai 100 dalam VFR
.
Gambar 7 a.Non-intersecting divergent runways, b. Non-intersecting divergent runways- Top View
Sumber ICAO 1984
a
b
a b
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG
1.2.4 Pengaruh Prestasi Pesawat terhadap Panjang Runway
Untuk menghitung panjang runway akibat pengaruh prestasi pesawat dipakai
suatu peraturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Amerika Serikat bekerja sama
dengan Industri Pesawat Terbang yang tertuang dalam Federal Aviation Regulation
(FAR). Peraturan-peraturan ini menetapkan bobot kotor pesawat terbang pada saat
lepas landas dan mendarat dengan menentukan persyaratan prestasi yang harus
dipenuhi.
1.2.5 Tipe Mesin Pesawat dan Panjang Runway Untuk pesawat terbang bermesin turbin dalam menentukan panjang runway
harus mempertimbangkan tiga keadaan umum agar pengoperasian pesawat aman.
Ketiga keadaan tersebut adalah:
1) Lepas landas normal Suatu keadaan dimana seluruh mesin dapat dipakai dan
runway yang cukup dibutuhkan untuk menampung variasi-variasi dalam
teknik pengangkatan dan karakteristik khusus dari pesawat terbang tersebut.
2) Lepas landas dengan suatu kegagalan mesin Merupakan keadaan dimana
runway yang cukup dibutuhkan untuk memungkinkan pesawat terbang lepas
landas walaupun kehilangan daya atau bahkan direm untuk berhenti.
3) Pendaratan Merupakan suatu keadaan dimana runway yang cukup dibutuhkan
untuk memungkinkan variasi normal dari teknik pendaratan, pendaratan yang
melebihi jarak yang ditentukan (overshoots), pendekatan yang kurang
sempurna (poor aproaches) dan lain-lain.
Panjang runway yang dibutuhkan diambil yang terpanjang dari ketiga
analisa di atas.Peraturan-peraturan yang berkenaan dengan pesawat terbang
bermesin piston secara prinsip mempertahankan kriteria diatas, tetapi kriteria yang
pertama tidak digunakan. Peraturan khusus ini ditujukan pada manuver lepas
landas normal setiap hari, karena kegagalan mesin pada pesawat terbang yang
digerakkan turbin lebih jarang terjadi. Dalam peraturan-peraturan baik untuk
pesawat terbang bermesin piston maupun untuk pesawat terbang yang digerakkan
turbin, perkataan runway dikaitkan dengan dengan istilah perkerasan dengan
kekuatan penuh (full strength pavement = FS). Jadi dalam pembahasan berikut
istilah runway dan perkerasan kekuatan penuh mempunyai arti yang sama.
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG
a) Mendarat
\
b). Lepas Landas Normal,Mesin Baik.
d. Mesin Tidak Bekerja
c). Mesin tak bekerja
Gambar 1.2.7 Pengaruh Kondisi Pesawat dengan Panjang Landasan(Sumber: Gambar 1.25. Basuki, 1986)
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG
1.2.6 Menentukan Lebar Runway dan Safety Area
1). Lebar runway
Dari ketentuan pada Tabel 2.5 apabila dihubungkan dengan Tabel 5 berikut
maka dapat ditentukan lebar runway rencana minimum.
Kode AngkaKode Huruf
A B C D E1a 18 m 18 m 23 m - -2a 23 m 23 m 30 m - -3 30 m 30 m 30 m 45 m -4 - - 45 m 45 m 45 m
Catatan : a = Lebar landasan presisi harus tidak kurang dari 30 m untuk kode angka 1 atau 2. Apabila landasan dilengkapi dengan bahu landasan lebar total landasan dan bahu landasannya Paling kurang 60 m.
Sumber : Basuki .1990
2). Kemiringan memanjang (longitudinal) runway Kemiringan memanjang landasan dapat ditentukan dengan tetap mengacu pada kode angka pada Tabel 6 berikut.
Tabel 4 Kemiringan memanjang (longitudinal) landasan
PerihalKode Angka Landasan
4 3 2 1
Max. Effective Slope 1.0 1.0 1.0 1.0Max. Longitudinal Slope 1.25 1.5 2.0 2.0
Max. Longitudinal Slope Change 1.5 1.5 2.0 2.0Slope Change per 30 m 0.1 0.2 0.4 0.4
Catatan : 1. Semua kemiringan yang diberikan dalam Persen (%)
2. Untuk landasan dengan kode angka 4 kemiringan memanjang pada
seperempat pertama dan seperempat teeakhir dari panjang landasan tidak
boleh lebih dari 0.8 %.
3. Untuk landasan denga kode angka tiga kemiringan memanjang pada
seperempat pertama dan seperempat terakhir dari panjang landasan precision
aproach category II dan III tidak Lebih 0.8%.
Sumber : Basuki .1990
3) Kemiringan melintang (transversal)
Tabel 3 Lebar Runway
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG
Untuk menjamin pengaliran air permukaan yang berada di atas landasan
perlu kemiringan melintang dengan ketentuan sebagai berikut:
a) 1.5 % pada landasan dengan kode huruf C, D atau E.
b) 2 % pada landasan dengan kode huruf A atau B.
4) Jarak pandang (sight distance)
Apabila perubahan kemiringan tidak bisa dihindari maka perubahan harus
sedemikian hingga garis pandangan tidak terhalang dari :
a) Suatu titik setinggi 3 m (10 ft) dari permukaan landasan ke titik lain sejauh
paling kurang (10 ft) dari permukaan landasan bagi landasan- setengah
panjang landasan yang tingginya 3 m landasan berkode huruf C, D atau E.
b) Suatu titik setinggi 2 m (7 ft) dari permukaan landasan ke titik lain sejauh
paling kurang setengah panjang landasan yang tingginya 2 m (7 ft) dari
permukaan landasan bagi landasan-landasan berkode huruf B.
c) Suatu titik setinggi 1.5 m (5 ft) dari permukaan landasan ke titik lain sejauh
paling kurang setengah panjang landasan yang tingginya 1.5 m (5 ft) dari
permukaan landasan bagi landasan-landasan berkode huruf A.
5) Panjang, Lebar, Kemiringan dan Perataan Strip Landasan.
Persyaratan strip landasan menurut ICAO diberikan pada Tabel berikut :
PerihalKode Angka Landasan
4 3 2 1# Jarak min. dari ujung landasan atau stopway 60 m 60 m 60 m lihat catatan a# Lebar strip landasan untuk landasan Instrumen 300 m 300 m 150 m 150 m# Lebar strip landasan untuk landasan
150 m 150 m 80 m 60 m Non-Instrumen# Lebar area yang diratakan untuk landasan
150 m 150 m 80 m 60 m Instrumen# Kemiringan Memanjang max. Untuk area
1.50% 1.75% 2.00% 2.00% yang diratakan# Kemiringan transfersal max. Untuk area
2.50% 2.50% 3.00% 3.00% yang diratakan (lihat catatan b dan c)
Catatan :a. 60 m bila landasan berinstrumen
30 m bila landasan tidak berinstrumen b. Kemiringa transversal pada tiap bagian dari strip diluar diratakan
kemiringannya tidak boleh Lebih dari 5%.c. Untuk membuat saluran air Kemiringan 3 m Pertama kearah luar
landasan ,bahu landasan, stopway harus sebesar 5%.Sumber : Basuki .1990 Dapat disimpulkan bahwa untuk perencanaan runway diperlukan data: temperatur, elevasi , kemiringan efektif, karakteristik pesawat rencana dan angin.
Tabel 5 Panjang, Lebar, Kemiringan Dan Perataan strip Landasan
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG
Didalam skripsi ini tidak dibahas penentuan arah angin dominan untuk penentuan arah runway.
1.2.7 Perecanaan Taxiway
Taxiway adalah bagian dari lapangan terbang yang telah diberikan perkerasan
yang digunakan oleh pesawat sebelum take-off & setelah landing. Umumnya sebagai
penghubung runway & apron. Pesawat yang bergerak diatas taxiway, kecepatannya
relatif rendah dibandingkan dengan pesawat sewaktu berjalan diatas runway, karena
kecepatan relative rendah, maka hal ini merupakan satu faktor yang menyebabkan
panjang & lebar taxiway lebih kecil daripada runway. Potongan melintang taxiway
dapat dilihat pada gambar 8 berikut :
Gambar 8 Potongan Melintang Taxiway Sumber : Gambar 4-6.Heru Basuki.1986
Wheel Clearance : Perencanaan taxiway haruslah sedemikian,hingga Cockpit
pesawat dimana taxiway itu direncanakan berada diatas marking sumbu
taxiway ,jarak bebas antara sisi terluar roda utama pesawat dan sisi perkerasan
taxiway luar tidak boleh lebih kecil dari harga yang diberikan pada table 6 berikut.
Tabel 6 Jarak Bebas minimum sisi terluar roda utama dengan perkesan
Jarak bebas MinimumKode Huruf Taxiway
E D C B A
Dari sisi terluar roda 4.5 m 4.5 m 4.5 m# 2.25 m 1.5 m
Utama dalam perkerasan ( 1,5 ft ) ( 1,5 ft ) ( 1,5 ft ) ( 7,5 ft ) ( 5 ft )
Taxiway 3.5 m( 10 ft )
Catatan : # Taxiway direncanakan penggunaannya untuk pesawat denga wheel base sama atau lebih besar dari 18 m (60ft). Taxiway direncanakan penggunaanya untuk pesawqat dengan wheel base kurang dari 18 m (60ft).Sumber : Tabel 4-7.Heru Basuki .1986
Lebar : Lebar Taxiway dan lebar total taxy way bersama dengan bahu landasan pada
bagian yang lurus ridak boleh kurang dari yang ditunjukkan pada table 9 berikut:
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG
Tabel 7 Lebar Taxiway
Kode huruf Taxiway E D C B ALebar Taxiway 23 m 23 m 18 m 10.5 m 7.5 m (75 ft) (75 ft) (60 ft) (35 ft) (25 ft) 18 m 15 m (60 ft) (50 ft) Lebar total taxiway 44 m 38 m 25 m dan bahu landasnya (145 ft) (125 ft) (82 ft) - - Txiway Strip Width 93 m 85 m 57 m 39 m 27 m (306 ft) (278 ft) (188 ft) (128 ft) (74 ft) Lebar area yang 44 m 38 m 25 m 25 m 22 mdiratakan untuk (145 ft) (125 ft) (82 ft) (82 ft) (74 ft)strip taxiway
Catatan : Untuk pesawat dengan batas sisi luar roda utam 9 m (30 ft) Untuk pesawat dengan Wheel base > 18 m (60 ft) Untuk pesawat dengan Wheel base < 18 m (60 ft)
Sumber : Tabel 4-8.Heru Basuki .1986
A. Kemiringan dan jarak pandang
Persyaratan yang dibuat ICAO untuk mengatur kemiringan dan jarak pandangan
(slight distance) adalah seperti table berikut.
Tabel 8 Kemiringan dan jarak pandang
Kode huruf Taxiway
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG
E D C B A
Kemiringan meman-jang maximum
1.50% 1.50%
1.50% 3% 3%
Perubahan kemiringan memanjang maximum
1 % per 30 m
1 % per30 m
1 % per30 m
1 % per25 m
1 % per25 m
Jarak pandangan minimum
300 m dari
3 m di atas
300 m dari
3 m di atas
300 m dari
3 m di atas
250 m dari
2 m di atas
150 m dari1.5 m di
atas
Kemirin gantransversal
maximum daritaxiway1.50%
1.50%
1.50%
2.00%
2.00%
Kemiringantransversal
maximum dari bagian yang diratakan pada
strip taxiway
a. Miring ke atas 2.50% 2.50% 2.50% 3.00% 3.00%b. Miring ke bawah 5% 5% 5% 5% 5%
Catatan : Kemiringan transversal dari bagian strip taxiway diluar yang diratakan kemiringan keatasnya tak boleh lebih dari 5%.
Sumber : Tabel 4-9.Heru Basuki .1986
B. Kurva taxiway diusahakan sejajar mungkin. Jari-jari kurvanya harus cukup untuk belok pesawat.Tabel berikut memeberikan syarat-syarat jari-jari yang akan memenuhi kebutuhan bagi pembeloknya halus bagi berbagai kecepatan pesawat.
KECEPATAN JARI-JARI KURVE
Km/jam mil/hour M Feet16 10 15 5032 20 60 20048 30 135 45064 40 240 80080 50 375 125096 60 540 1800
Apabila terpaksa harus membuat belokan tajam, sehingga jari – jari tidak cukup luas untuk menghindari keluarnya roda-roda pesawat yang sedang taxi, keluar dari perkerasan perlu memperluas taxiway sehingga tecapai “Wheel Clearance” sepertiyang disyaratkan pada table 3.1.Perluasan itu disebut “lebar taxiway tambahan” lihat gambar 2.12 berikut.
Tabel 9 Kurva Taxiway
Sumber: Tabel 4-10.HeruBasuki.1986
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG
Gambar 9 Kurva Taxiway Sumber :Gambar 4-7.Heru Basuki.1986
Untuk menjamin keselamatan pesawat yang sedang bergerak, tetapi juga
memamfaatkan ruang lapangan terbang sebesar-besarnya diadakan syarat pemisahan
yang harus dipenuhi, ICAO membuat persyaratan jarak antara sumbu taxiway dengan
sumbu landasan , sumbu taxiway dengan sunbu taxiway,dan sumbu taxiway dengan
objek yang permanen.
Tabel 10 Jarak pemisah minimum untuk taxiway
Airpot Cetegory
Centerline of Centerline of Centerline ofRunway to Runway to Runway toCenterline of Centerline of Fixed obstructionsParalel taxiway Paralel taxiway
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG
FAA - Air CarrierI. B-727-100 B-737, DC9 400 200 105
II. B-727-200 B-707- DC-8 DC-10, L-1011 400 300 142
III. B-747 400 300 182
FAA - General AviationBasic Utility Stage 1 …………. 150 1 50Stage 2 …………. 150 1 50General Utility 200 1 50Basic transport 200 150 75General transport 300 200 100
Sumber : Tabel 4-17.Heru Basuki.1986
1.2.8 Exit Taxiway
Fungsi exit taxiway adalah untuk menekan sekecil mungkin waktu penggunaan
landasan oleh pesawat yang sedang mendarat.
a. Exit taxiway menyudut siku
Keputusan untuk merencanakan dan membangun exit taxiway menyudut siki-siku
didasarkan pada analisa lalu linas yang ada .Apbila lalu lointas rencana pada jam-
jam puncak kuraqng dari 26 gerakan (mendarat dan lepas landas) exit taxi way
cukup memadai.
b. Exit Taxiway kecepatan tinggi
Dengan perkembangan kebutuhan yang ada, maka dipakai suhu standar exit
taxiway yang dibuat ICAO, berupa rapid exit taxiway / high speed taxiway.
Menentukan jarak exit taxiway dari threshold landasan & lebar taxiway.Gambar
2.13 berikut memperlihatkan standar perencanaan untuk rapid exit taxiway yang
dibut ICAO.
A. Panjang Exit Taxiway
Kecepatan saat aproact, tingkat pengereman dan jumlah exit taxiway:
Jarak taxiway = jarak touch down + D dari Threshold (Pers. 3.1)
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG
D = (Pers. 3.2)
Dimana:
D = jarak dari touch down ke titik perpotongan antara runway dan taxiway.
S1 = kecepatan touch down (m/s).
S2 = kecepatan awal ketika meninggalkan landasan (m/s).
a = perlambatan (m/s2).
Kalsifikasi pesawat menurut kecepatan Touchdown untuk perencana Exit Taxiway
diberikan pada table 13.
Tabel 11 Klasifikasi pesawat untuk perencanaan taxiway
Catatan : kecepatan pesawat pada waktu touchdown diangggap rata-rata 1,3 kali kecepatan Stall, pada konfigurasi pendarat dengan rata-rata berat pendaratn kotor 85% dari maksimum.
Sumber : Tabel 4-11.Heru Basuki.19861.2.10 Holding Bay
Pada lapangan terbang yang mempunyai lalu lintas pesawat padat, sudah perlu
dibangun Holding Bay.Dengan disediakannya holding bay, maka pesawat dari apron
dapat keujung landasan dengan cepat, dan memungkinkan sebuah pesawat lain untuk
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG
menyalip masuk ujung landasan tanpa harus menunggu pesawat didepannya yang
sedang, menyelesaikan persiapan teknis, macam-macam tipe holding bay seperti yang
terlihat pada gambar 2.14
Keuntungan dari holding bay antara lain:
Keberangkatan sebuah pesawat tertentu yang harus ditunda karena suatu hal
padahal sudah masuk taxiway menjelang sampai ujung landasan, tidak
menyebabkan tertundanya pesawat lain yang ada dibelakangnya.
Pemeriksaan altimeter (alat pengukur tinggi) sebelum terbang, memprogram alat
bantu Navigasi Udara, apabila tidak bisa dilaksanakan di apron.
Pemanasan mesin sesaat sebelum lepas landas. Sebagai titik pemeriksaan
aerodrome untuk VOR (Very High Omny Range), karena untuk pemeriksaan itu
pesawat harus berhenti untuk menerima sinyal yang benar.
A. Bentuk Holding Bay
Apron tunggu (holding apron), lantai pemanasan (run-up pad) atau kadang-
kadang disebut holding bay, ditempatkan diujung landasan pacu. Apron-apron
tersebut digunakan sebagai tempat pesawat sebelum lepas landas, apron-apron
tersebut harus cukup luas sehingga apabila sebuah pesawat tidak dapat lepas landas
karena ada kerusakan mesin, pesawat lainnya yang siap untuk lepas landas dapat
melewatinya (Gambar 3.4).
Gambar 10 Contoh landasan Holding Bay untuk landasan approach presisi kode angka No.4
Sumber : Ganbar 4-10. Heru Basuki.1986
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG
B. Ukuran Holding Bay
Ukuran yang diperlukan untuk sebuah holding bay tergantung kepada:
a). Jumlah dan posisi pesawat yang akan dilayani ditentukan oleh frekwensi
pemakaiannya.
b). Tipe-tipe pesawat yang akan dilayani.
c). Cara-cara / kelakuan pesawat masuk dan meninggalkan holding bay.
1.2.11 Perencanaan Apron ( Tempat Parkir Pesawat ).
Apron ialah suatu areal parkir pesawat untuk memuat dan menurunkan barang.
Tempat naik dan turunnya penumpang pesawat. Perencanaan apron dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu:
a. Karakteristik pesawat yang terdiri dari:
Panjang pesawat.
Lebar sayap pesawat
b. Jari-jari putar pesawat.
c. Jarak keamanan antar pesawat.
d. Volume penerbangan.
e. Kapasitas rencana lapangan terbang.
1.2.12 Fasilitas
Secara umum fasilitas pada suatu bandara terbagi dalam 3 bagian yaitu; Landing
Movement (LM), Terminal Area, dan Terminal Traffic Control (TCC).
Landing movement (LM)
Landing movement merupakan suatu areal utama dari bandara yang terdiri dari;
runway, taxiway dan apron. Didalam skripsi ini pembahasan landing movement
juga dibatasi pada 3 bagian utama diatas yakni; runway taxiway dan apron.
Terminal Area (TA)
Terminal area adalah merupakan suatu areal utama yang mempunyai interface
antara lapangan udara dan bagian-bagian dari bandara yang lain. Sehingga dalam hal
ini mencakup fasilitas-fasilitas pelayanan penumpang (passenger handling system),
penanganan barang kiriman (cargo handling), perawatan dan administrasi bandara.
Terminal Traffic Control (TTC)
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG
Terminal traffic control merupakan fasilitas pengatur lalu lintas udara dengan
berbagai peralatannya,seperti sistem radar dan navigasi. Untuk lebih jelas mengenai
fasilitas bandara tersebut dapat dilihat pada Gambar 11 berikut:
Gambar 11 Sketsa umum fasilitas bandaraSumber: Dr. Ari Sandhyavitri & Hendra Taufik, ST, MSc
1.2.13 Karakteristik Pesawat Terbang
Adalah penting untuk menyadari bahwa karakteristik-karakteristik seperti berat
operasi kosong, kapasitas penumpang dan panjang landasan pacu tidak dapat dibuat
secara tepat dalam pentabelan karena terdapat banyak variabel yang mempengaruhi
besaran-besaran tersebut, baik internal variable yang berhubungan dengan jenis dan
mesin pesawat, maupun external variable yang berhubungan dengan keadaan lokal
seperti arah dan kecepatan angin, temperatur, ketinggian lokasi dan kemiringan
memanjang landasan.
Klasifikasi Airport, Disain Group Pesawat dan Jenis Pesawat Menurut Horonjeff
(1994) berat pesawat terbang penting untuk menentukan tebal perkerasan runway,
taxiway dan apron, panjang runway lepas landas danpendaratan pada suatu
bandara. Bentang sayap dan panjang badan pesawat mempengaruhi ukuran apron
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG
parkir, yang akan mempengaruhi susunan gedung-gedung terminal. Ukuran
pesawat juga menentukan lebar runway, taxiway dan jarakantara keduanya, serta
mempengaruhi jari-jari putar yang dibutuhkan pada kurva-kurva perkerasan.
Kapasitas penumpang mempunyai pengaruh penting dalam menentukan fasilitas-
fasilitas di dalam dan yang berdekatan dengan gedung-gedung terminal. Menurut
Sartono (1992) karakteristik pesawat terbang yang berhubungan dengan
perancangan lapis keras bandara antara lain:
1) Beban pesawat
2) Konfigurasi roda pendaratan utama pesawat
Beban Pesawat
Beban pesawat diperlukan untuk menentukan tebal lapis keras landing movement
yang dibutuhkan. Beberapa jenis beban pesawat yang berhubungan dengan
pengoperasian pesawat antara lain:
a) Berat kosong operasi (Operating Weight Empty = OWE)
Adalah beban utama pesawat, termasuk awak pesawat dan konfigurasi roda
pesawat tetapi tidak termasuk muatan (payload) dan bahan bakar.
b) Muatan (Payload)
Adalah beban pesawat yang diperbolehkan untuk diangkut oleh pesawat sesuai
dengan persyaratan angkut pesawat. Biasanya beban muatan menghasilkan
pendapatan (beban yang dikenai biaya). Secara teoritis beban maksimum ini
merupakan perbedaan antara berat bahan bakar kosong dan
berat operasi kosong.
c) Berat bahan bakar kosong (Zero Fuel Weight = ZFW)
Adalah beban maksimum yang terdiri dari berat operasi kosong, beban
penumpang dan barang.
d) Berat Ramp maksimum (Maximum Ramp Weight = MRW)
Adalah beban maksimum untuk melakukan gerakan, atau berjalan dari parkir
pesawat ke pangkal landas pacu. Selama melakukan gerakan ini, maka akan
terjadi pembakaran bahan bakar sehingga pesawat akan kehilangan berat.
e) Berat maksimum lepas landas (Maximum Take Off Weight = MTOW) Adalah
beban maksimum pada awal lepas landas sesuai dengan bobot pesawat dan
persyaratan kelayakan penerbangan. Beban ini meliputi berat operasi kosong,
bahan bakar dan cadangan (tidak termasuk bahan bakar yang digunakan untuk
melakukan gerakan awal) dan muatan (payload).
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG
f) Berat maksimum pendaratan (Maximum Landing Weight = MLW)
Adalah beban maksimum pada saat roda pesawat menyentuh lapis keras
(mendarat) sesuai dengan bobot pesawat dan persyaratan kelayakan
penerbangan.
1.2.14 Tipe Parkir Pesawat Terbang
Dalam perencanaan lapangan terbang ada beberapa tipe parkir pesawat terbang
yang dapat digunakan, yaitu:
Tipe Noise In
Pesawat diparkir tegak lurus gedung terminal, hidung pesawat menghadap
terminal.
Angied Noise In
Pesawat diparkir menyudut dan hidung pesawat menghadap kegadung terminal.
Pararel
Konfigurasi parkir dengan badan pesawat/sayap pesawat menghadap gedung
terminal dengan sudt 90o
Angied Noise Out
Konfigurasi parker sama dengan tipe Angied Noise In tetapi hidung pesawat
membelakangi gedung terminal
Macam-macam tipe parkir tersebut dapat dilihat seperti yang tercantum pada gambar
Berikut: :
NOISE IN ANGIED NOISE IN
`
TERMINAL
BAGIAN DEPAN
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG
PARAREL ANGIED NOISE OUT
Gambar 12 Macam – macam tipe parker pesawatSumber :Robert horonjeff & Francis .S Mckelvey.hal 509
1.2.15 Menentukan Gate Position
Menentukan gate position untuk tiap jenis pesawat digunakan rumus:
G =
(Pers.4.1)
Dimana:
G = jumlah gate position.
c = volume rencana opesawat tiba / berangkat perjam
T = Rata – rata gate occupancy time
= faktor keamanan (0,65 – 0,85 T)
1.2.16 Menentukan Turning Radius
Ukuran gate position tergantung dari jenis pesawat dan tipe parkir pesawat yang
digunakan, yaitu sebesar 2 x Turning Rasius + Clearance (Gambar 1. hal 58).
TERMINALBAGIAN DEPAN
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG
a).Turning Radius (R) dihitung sebagai berikut:
R = ½ (wing span + wheel track + forward roll)
Ukuran gate position = 2 .R + Clearance
b).Menghitung Ukuran Gate Position
Tabel 13 Wing Tip Clearance yang disarankan oleh ICAO
Code Letter
Air Craft Wing Span Forward roll
A Up to but including 15 m (49 ft) 3,0 m (10 ft)
B 15 m (49 ft) up to but not including 24 m (79 ft) 3,0 m (10 ft)C 24 m (79 ft) up to but not including 36 m (118 ft) 4,5 m (15 ft)D 36 m (118 ft) up to but not including 52 m (171 ft) 7,5 m (25 ft)E 52 m (171 ft) up to but not including 60 m (197 ft) 7,5 m (25 ft)
Sumber : Heru Basuki. Hal. 213
1.2.17 Menentukan Lebar Apron
Dihitung dengan mengambil gate position yang paling besar ditambah wing span
yang terpanjang. Dari jenis pesawat yang akan dilayani oleh lapangan ditambah
clearance.
1.2.18 Menentukan Panjang Apron
Panjang apron diperoleh dengan menjumlahkan gate position dari ujung apron.
1.2.19 Menentukan Tebal Perkerasan Pada Runway
Di dalam menentukan ketebalan perkerasan, terlebih dulu harus ditenyukan
“pesawat rencana” yaitu beban yang menghasilkan ketebalan yang paling besar, pesawat
rencana tidak perlu harus yang terberat. Penentuan tebal perkerasan landasan pacu
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
a. Berat kotor pesawat (MSTOW = Maximum Structural Take Off Weight).
b. Konfigurasi roda pendaratan utama yang terdiri dari:
- Single wheel gear.
- Dual wheel gear.
- Dual tandem wheel gear.
c. CBR (California Bearing Ratio) tanah dasar landasan.
d. CBR pondasi bawah landasan pacu.
e. Data Pesawat yang Dilayani.
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG
Didalam rancangan lalulintas pesawat, perkerasan harus melayani beragam macam
pesawat, yang mempunyai tipe roda pendaratan yang berbeda – beda , dan berlainan
beratnya.Pengaruh dari semua model lalul lintas hrus dikonversika kedalam ‘Pesawat
Rencana’denga equivalent annual Depature dari pesawat – pesawat campuran tadi.
Rumus Koversinya :
Log R1 = (Log R2)
( Pers.2.9)
Dimana:
R1= Equivalent Annual Departure pesawat rencana.
R2= Annual Departure pesawat-pesawat campuran (dinyatakan dalam roda
pendaratan).
W1= beban roda pesawat rencana.
W2= beban roda dari pesawat yang dinyatakan.
Bagi pesawat beerbadan lebar, dianggap mempunyai berat 300.000 lbs denga roda
pendaratan Dual Tandem, dalm perhitungan Equivalent Annual Departure.Tipe roda
pendaratan juga berlainan bagi tiap –tiap jenis pesawat, maka perlu dikonversi juga.
Dibawah ini diberikan factor Konversinya.
Tabel 14 Faktor Konversi roda Pendaratan
Konversi dari keFaktor Pengali
Single wheel Dual wheel 0.8Single wheel Dual Tandem 0.5Dual wheel Dual Tandem 0.6
Doubel Dual Tandem Dual Tandem 1.00Dual Tandem Single wheel 2.00Dual Tandem Dual wheel 1.70Dual wheel Single wheel 1.30
Doubel Dual Tandem Dual wheel 1.70
Sumber : Heru Bassuki .1986
a. Peramalan Annual Forecasting Depature Pesawat
Dalam Menentukan Annual Focasting Depature Harus Diketahui :
1. Jumlah pesawat yang akan dilayani
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG
2. Jenis Pesawat yang akan dilayani.
3. Konfigurasi Roda pendaratan utama, dari table 1.3 hal 11.dan
4. Berat Kotor Pesawat (MSTOW = Maximum Structural Take Off
Weight).Diperoleh dari table 1.1 Karakteristik Pesawat Komersial, hal ..Waktu
pengoprasian lapangan terbang,dan kapasitas kapangan terbang untuk
menghitung jumlah take off dilapangan terbang dengan cara : jumlah pesawat
dikalikan dengna waktu pengoprasian lapangan terbang dan dikali 365 hari (1
tahun).
5. Konfigurasi Roda pendaratan utama, dari table 1.3 hal 11. Dalam menghitung
R2 ,jumlah take off dikalikan dengan faktor konversi dari tiap roda pesawat
rencana yaitu yang mengakibatkan perkerasan paling tebal. Konversi tipe roda
pendaratan yang diperoleh dari table 2.9 hal 30
b. Menghitung Eqivalent Annual Depature
Dalam menghitung R2 ,jumlah take off dikalikan dengan faktor konversi
dari tiap roda pesawat rencana yaitu yang mengakibatkan perkerasan paling tebal.
Konversi tipe roda pendaratan yang diperoleh dari table 2.9 hal 30 dan
Konfigurasi Roda pendaratan utama, dari table 1.3 hal 11.
Setelah mendapatkan nilai Annual Depature (R₂),Kemudian dihitung Equivalen
Annual Depature dengan rumus pada pers 2.8 :
Log R1 = (Log R2) .
( Pers.2.9)
Dimana:
R1= Equivalent Annual Departure pesawat rencana.
R2= Annual Departure pesawat-pesawat campuran (dinyatakan dalam roda
pendaratan).
W1= beban roda pesawat rencana.
Berat Wheel load pesawat rencana (W1) dihitung dengan menganngap 95%
ditumpu oleh roda pendaratan utama ,maka
W1 = MTOW pesawat rencana x 0.95 x ¼ ( Pers.2.10)
W2= beban roda dari pesawat yang dinyatakan.
Berat Roda Pesawat yang dinyatakan (W2):
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG
W2 = MTOW x 0.95 x ¼ ( Pers.2.11)
c. Menghitung Tebal Perkerasan
Langkah -langkah Perhitunga tebal Perkerasan
1. Memplot nilai CBR subgrade dam MSTOW didapat tebal perkerasan total
dari Gambar 2.11,2.12 dan 2,13, berikut:
2. Dari grafik yang sama dengan CBR 20 ,diperoleh Tebalnya ,maka subbase =
Tebel total perkerasan – tebal yang diperoleh dengan nilai CBR 20.
3. Annual depature melebihi annual depature yang ada dalam grafik maka tebal
surface aspal ditambah 1 inchi.
Tebal surface untuk daerah kritis =4 1nchi.
Tebal surface untuk daerah non kritis = 3 inchi
4. Tebal Base Coarse = Tebal pada CBR 20 – Tebal Surface
Gambar 13 Penampang lintang Perkerasan Landasan Sumber :GAmbar 2.25.Heru Basuki.1986
1.2.20 Marking ( Tanda – tanda Visual )
Tanda-tanda garis dan nomor dibuat pada perkerasan landasan dan taxiway agar
pilot mendapat alat bantu dalam mengemudikan pesawatnya mendarat ke landasan
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG
serta menuju apron melalui taxiway. Marking ini hanya berguna pada siang hari saja,
sedangkan malam hari fungsi marking digantikan dengan sistem perlampuan.
Warna yang dipakai biasanya putih pada landasan yang mempunyai perkerasan aspal,
sedangkan warna kuning untuk taxiway dan apron. Pada dasarnya warnanya harus
mencolok terhadap sekitarnya. Jadi, kalau landasan berwarna putih (landasan beton)
harus diberi warna lain untuk markingnya. Kedua organisasi penerbangan telah
membuat standar marking. FAA dalam Advisory Circular 150/6340 1E kita pakai edisi
tanggal 11-4-1980. ICAO dalam Annox 14 Chapter 5, 6. 7 dipakai edisi kedelapan
Maret 1983. Ada 4 macam tipe marking:
a. Marking landasan.
b. Marking taxiway.
c. Marking untuk area yang dibatasi.
d. Marking untuk objek tetap.
ICAO membagi marking landasan menjadi tiga:
a. Landasan approach presisi.
b. Landasan approach non presisi.
c. Landasan non instrument.
Yang ketiga menurut FAA adalah basic runway, memang antara keduanya (FAA dan
ICAO) mengatur marking sama, hanya istilah yang kadang berbeda. Landasan non
presisi dioperasikan di bawah kondisi VFR (Visual Flight Rule). Landasan approach
non presisi, adalah landasan yang dibantu dengan peralatan VOR (Veri High
Frequency Omny Radio Range) bagi pesawat yang mendarat ke landasan dengan VOR
sebagai pedoman. Landasan instrument presisi adalah landasan yang dilengkapi
dengan ILS (Instrument Landing System).
1.2.21 Marking Landasan
a) Marking Landasan (runway marking)
Ditempatkan di ujung landasan sebagai nomor pengenal landasan itu, terdiri dari
dua angka. Pada landasan sejajar harus dilengkapi dengan huruf L (Left), R (Right),
atau C (Central).
Dua angka tadi merupakan angka persepuluhan terdekat dai utara magnetis
dipandang dari arah approach, ketika pesawat akan mendarat.
b) Marking sumbu (runway centre line marking).
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG
Ditempatkan sepanjang sumbu landasan berawal dan berakhir pada nomor
landasan, kecuali pada landasan yang bersilangan, landasan yang lebih dominan,
sumbunya terus, yang kurang dominan sumbunya diputus.
Merupakan garis putus-putus, panjang garis dan panjang pemutusan sama. Panjang
strip bersama gapnya tidak boleh kurang dari 50 m, tidak boleh lebih dari 75 m.
Panjang strip = panjang gap atau 30 m mana yang terbesar, lebar strip antara 0,30
m sampai 0,90 m tergantung kelas landasannya
Gambar 14 Ukuran – ukuran dan bentuk angka untuk marking nomor landasanSumber : Heru Basuki . Hal 231
c) Marking threshold.
Ditempatkan di ujung landasan, sejauh 6 m dari tepi ujung landasan membujur
landasan, panjang paling kurang 30 m, lebar 1,8 m
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG
Banyaknya strip tergantung lebar landasan.
Tabel 15 Jumlah strip landasan
Lebar Landasan
Banyaknya Strip
18 m 423 m 630 m 845 m 1260 m 16
Sumber:Heru Basuki .Hal 233
d) Marking untuk jarak-jarak tetap (fixed distance marking).
Berbentuk empat persegi panjang, berwarna menyolok. Biasanya oranye.
Ukurannya panjang 45 m – 60 m, lebar 6 m – 10 m terletak simetris kanan kiri
sumbu landasan. Marking ini yang terujung berjarak 300 m dari threshold.
e) Marking touchdown zone.
Dipasang pada landasan dengan approach presisi, tapi bisa juga dipasang pada
landasan non presisi atau landasan non instrumen, yang lebar landasannya lebih dari
23 m Terdiri dari pasangan-pasangan berbentuk segiempat di kana kiri sumbu
landasan lebar 3 m dan panjang 22,5 m untuk strip-strip tunggal. Untuk strip ganda
ukuran 22,5 x 1,8 dengan jarak 1,5 m(Lihat gambar 4.2). Jarak satu sama lain 150
m diawali dari threshold, banyaknya pasangan tergantung panjang landasan.
f)Marking tepi landasan (runway side stripe marking).
Merupakan garis lurus di tepi landasan, memanjang sepanjang landasan dengan
lebar strip 0,9 m. Bagi landasan yang lebarnya lebih dari 30 m atau lebar strip 0,45
m bagi landasan kurang dari 30 m. Berfungsi sebagai batas landasan terutama
apabila warna landasan hampir sama dengan warna shouldernya.
1.2.22 Marking Taxiway
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG
o Marking sumbu taxiway adalah sebagai garis pedoman dari sumbu landasan untuk
masuk ke taxiway, berbentuk garis selebar 15 cm berwarna kuning, Untuklebih
mendetail lihat gambar 15 Berikut.
Gambar 15 Marking posisi holding menurut Menurut FAASumber : Heru Basuki.Hal 241
o Marking posisi taxiholding (Taxi Holding Position Marking) sebagai tanda bahwa
taxiway akan berpotongan dengan landasan pesawat harus berhenti disini sebelum
mendapat perintah masuk kelandasan.
1.2.23 Marking Area Yang Dibatasi
Landasan atau taxiway yang tidak digunakan, dan ditutup untuk kegiatan lalu
lintas pesa wat, diberi tanmda silang berwarna kuning, dengan ukuran sebagai gambar
berikut ini.
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG
Gambar 16 Landasan yang ditutup dan marking taxiwaySumber : Heru Basuki.Hal 243
a. Permukaan yang mampu menahan beban pesawat dan yang tidak mampu menahan
berat pesawat (taxiway dan bahunya) dipisahkan oleh taxiway slide strip marking.
Pembuatan strip taxiway sepenuhnya diserahakan sepenuhnya kepada pengelola
lapangan terbang.
b. Dilandasan yang thresholdnya dpindahkan (displaced) secara permane, atau
perkerasan diluar threshold panjangnya lebih dari 60 m dibuat marking yang
disebut “Prethreshold” Marking yang bentuknya serupa kepala anak
panah(Chevron).
Gambar 17 Pre Threshold MarkingSumber : Heru Basuki.Hal 244
1.2.24 Marking Untuk Objek Tetap
Yang dimaksud dengan misalnya menara air, antenna, gedung/bangunan yang
diperkirakan menjadi halangan pada flight path harus diberi tanda yang menyolok,
misalnya diberi warna putih oranye bergantyi –ganti atau kotak-kotak.
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG
Gambar 18 Contoh Marking dan Perlampuan Bangunan TinggiSumber : Heru Basuki.Hal 246
1.2.25 Hanggar
Hangga ialah tempat reparasi pesawat yang terlindung.
Menghitung panjang Hanggar (P)
P = (2 x Turning Radius) + (clearance x 4) (Pers. 6.1)
Lebar hangar
L = (2 x turning radius) + (2 x clearance) (Pers. 6.2)
1.2.26 Control Tower
Ditempatkan pada lokasi yang strategis, yang tugasnya mengatur lalu lintas udara.
1.2.27 Fasilitas Air Dan Listrik
Kebutuhan air bersih untuk Bandar udara pada sat ini dipenuhi dari sumber sumur
alam yang terdapat didaerah perumahan Bandar udara yang oprasionalnya
menggunakan submersible pump.
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG
1.2.28 Fasilitas Drainase
Sistem drainase yang baik akan menghindarka kawasan Bandar udara tergenang
air, juga menjaga stabilitas tanah tidak terganggu,terutama pada fasilitas pojok Bandar
udara seperti landasan pacu dan sebagainya. Konstruksi drinase pada umumnya di
bandar udara adalah bentuk saluran terbuka baik karena biaya pembuatan dan
pemeliharaannya yang relatif murah jika dibandingkan dengan konstruksi bawah
permukaan tanah.
1.2.29 Terminal Building
Diperhitungkan berdasarkan jumlah penumpang pesawat pada saat jam sibuk
Tabel 16 Typical terminal Building space requirements
FacilitySpace Required in 1000
ft2 or 1000 m2 per Typical Peak Hour
Ticket lobby 1,0Baggage claim 1,0Passanger loading and assembly 2,0Visitor waiting rooms 1,5Imigration 1,0Custom 3,0Ammunities (including eating facilities) 2,0Airline operation 5,0Total gross area (domestic) 25,0Total gross area (international) 30,0
Untuk merencanakan luas ruangan yang dibutuhkan, maka harga-harga di atas
dikalikan dengan jumlah penumpang, dengan memperhitungkan faktor-faktor
keamanan, kelancaran, dan lain-lain. Dengan demikian, diperoleh masing-masing
ruangan fasilitas bangunan pelengkap sebagai berikut:
FUEL DEPUT
FASILITAS PEMADAM KEBAKARAN
TEMPAT PARKIR
Tempat parkir di suatu bandar udara harus disediakan untuk:
a. Penumpang pesawat.
Didasarkan pada jumlah penumpang pesawat yang menggunakan kendaraan
pribadi dan taxi.
b. Pengunjung atau pengantar yang datang bersama-sama dengan penumpang
pesawat.
c. Penumpang yang datang hanya untuk melihat-lihat.
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG
d. Karyawan-karyawan bandar udara
e. Mobil-mobil sewaan.
f. Orang-orang yang melaksanakan bisnis di bandar udara
Gambar 19 Konfigurasi parker MobilSumber: Heru Basuki.hal 112
Beberapa istilah kebandarudaraan yang perlu diketahui adalah sebagai berikut (Basuki, 1996; Sartono, 1996 dan PP No. 70 thn 2001):
Airport: Area daratan atau air yang secara regular dipergunakan untuk kegiatan
take-off and landing pesawat udara. Diperlengkapi dengan fasilitas untuk
pendaratan, parkir pesawat, perbaikan pesawat, bongkar muat penumpang dan
barang, dilengkapai dengan fasiltas keamanan dan terminal building untuk
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG
mengakomodasi keperluar penumpang dan barang dan sebagai tempat
perpindahan antar moda transportasi.
Kebandarudaraan: meliputi segala susuatu yang berkaitan dengan
pennyelenggaraan nadar udara (bandara) dan kegiatan lainnya dalang
melaksanakan fungsi sebgaia bandara dalam menunjang kelancaran, keamanan
dan ketertiban arus lalulintas pesawat udara, penumpang, barang dan pos.
Airfield: Area daratan atau air yang dapat dipergunakan untuk kegiatan take-off
and landing pesawat udara. fasilitas untuk pendaratan, parkir pesawat, perbaikan
pesawat dan terminal building untuk mengakomodasi keperluan penumpang
pesawat.
Aerodrom: Area tertentu baik di darat maupun di air (meliputi bangunan sarana-
dan prasarana, instalasi infrastruktur, dan peralatan penunjang) yang dipergunakan
baik sebagian maupun keseluruhannya untuk kedatang, keberangkatan
penumpang dan barang, pergerakan pesawat terbang. Namun aerodrom belum
tentu dipergunakan untuk penerbangan yang terjadwal.
Aerodrom reference point: Letak geografi suatu aerodrom.
Landing area: Bagian dari lapangan terbang yang dipergunakan untuk take off
dan landing. Tidak termasuk terminal area.
Landing strip: Bagian yang bebentuk panjang dengan lebar tertentu yang terdiri
atas shoulders dan runway untuk tempat tinggal landas dan mendarat pesawat
terbang.
Runway (r/w): Bagian memanjang dari sisi darat aerodrom yang disiapkan untuk
tinggal landas dan mendarat pesawat terbang.
Taxiway (t/w): Bagian sisi darat dari aerodrom yang dipergunakan pesawat untuk
berpindah (taxi) dari runway ke apron atau sebaliknya.
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG
Apron: Bagian aerodrom yang dipergunakan oleh pesawat terbang untuk parkir,
menunggu, mengisis bahan bakar, mengangkut dan membongkar muat barang dan
penumpang. Perkerasannya dibangun berdampingan dengan terminal building.
Holding apron: Bagian dari aerodrom area yang berada didekat ujung landasan
yang dipergunakan oleh pilot untuk pengecekan terakhir dari semua instrumen
dan mesin pesawat sebelum take off. Dipergunakan juga untuk tempat menunggu
sebelum take off.
Holding bay: Area diperuntukkan bagi pesawat untuk melewati pesawat lainnya
saat taxi, atau berhenti saat taxi.
Terminal Building: Bagian dari aeroderom difungsikan untuk memenuhi
berbagai keperluan penumpang dan barang, mulai dari tempat pelaporan ticket,
imigrasi, Penjualan ticket, ruang tunggu, cafetaria, penjualan souvenir, informasi,
komunikasi, dan sebaginnya.
Turning area: Bagian dari area di ujung landasan pacu yang dipergunakan oleh
pesawat untuk berputar sebelum take off.
Over run (o/r): Bagian dari ujung landasan yang dipergunakan untuk
mengakomodasi keperluan pesawat gagal lepas landas. Over run biasanya terbagi
2 (dua) : (i) Stop way : bagian over run yang lebarnya sama dengan run way
dengan diberi perkerasan tertentu, dan (ii) Clear way: bagian over run yang
diperlebar dari stop way, dan biasanya ditanami rumput.
Fillet: Bagian tambahan dari pavement yang disediakan pada persimpangan
runway atau taxiway untuk menfasilitasi beloknya pesawat terbang agar tidak
tergelincir keluar jalur perkerasan yang ada.
Shoulders: Bagian tepi perkerasan baik sisi kiri kanan maupun muka dan
belakang runway, taxiway dan apron.
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG
Bagian-bagian dari bandara diperlihatkan pada gambar berikut. Bandara
dibagi menjadi dua bagian utama yaitu sisi udara dan sisi darat . Gedung-gedung
terminal menjadi perantara antara kedua bagian tersebut.
Gambar 20 Bagian – bagian Dari Sistem BandaraSumber: Horonjeff (1994) dan Basuki (1986)
BAGAN ALIR PERENCANAAN BANDARABAGAN ALIR PERENCANAAN BANDARA (ICAO)(ICAO)
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG
Gambar 21 Diagram sistem penerbangan
Sumber : Sandhyavitri dan Taufik, ( 2005 )
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG