MODUL PERKULIAHAN
KEWARGANEGARAAN
ETIKA BERWARGA NEGARA:Suatu Pengantar
Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh
Psikologi Psikologi 01 90003 Reddy Anggara, S.IKom., M.IKom
Abstract KompetensiModul pertama ini akan mengantarkan mahasiswa kepada pemahaman tentang pentingnya etika berwarganegara, terutama pada konteks bermasarakat, berbangsa dan bernegara.
Setelah membaca, mempelajari dan memahami modul 1 ini, mahasiswa diharapkan dapat:1. Memahami pentingnya etika
berwarganegara.2. Memahami Perspektif etika
berwarganegara.3. Memahami beberapa pokok
bahasan yang menjadi topic inti dalam kuliah kewarganegaraan.
2017 2 KEWARGANEGARAAN
Pusat Bahan Ajar dan eLearningReddy Anggara, S.IKom., M.IKom http://www.mercubuana.ac.id
MODUL 1
ETIKA BERWARGA NEGARA:
Suatu Pengantar
I. PENGANTAR
Ada yang mengatakan Indonesia negeri seribu satu masalah, masalah yang satu
belum selesai masalah lain datang. Silih berganti tanpa henti, bertumpuk dan kemudian
banyak yang terlupkan. Bank Century, skandal Mr. Gayus H Tambunan, korupsi di
kementrian Pemuda dan Olah Raga dan kementrian Transmigrasai. Belum lagi tentang
kongkalikong di SKK Migas, dan sederet kasus lainnya. Seperti paranormal, para pengamat
politik berlomba menyuarakan hasil “terawangannya”, dan silang pendapat pun tak
terhindarkan. Setiap hari berita besar pada media massa menampilkan hiruk pikuk politik
dan hukum yang amburadul. Pantas jika sebagian masyarakat merasa lelah, bahkan apatis
terhadap bangsa ini. Jika situasi ini terus berlarut-larut, maka sangat mungkin apatisme
masyarakat kian memuncak dan menyebabkab bom waktu yang destruktif bagi negeri ini.
Rating tayangan televise misalnya, lebih banyak dikuasai oleh tayangan hiburan ketimbang
debat yang mencerdaskan. Apatah dikata, masyarakat ini dalam keadaan tertekan,
terhimpit, dan terbelit masalah ekonomi, sehingga membutuhkan hiburan sebagai
penghilang lara.
Negara ini terlalu banyak dirundung malang, dikoyak oleh oknum-oknum yang hanya
mementingkan kepentingan pribadi dan kelompoknya. APBN seribu trilyun lebih nyaris tanpa
arti. Pertumbuhan ekonomi tanpa makna. Pengangguran terus meningkat, kesehatan rakyat
tak terperhatikan, kemiskinan meninggi, pendidikan tetap tertinggal, tata kota yang
semrawut, kemacetan di mana-mana, dan puluhan bahkan ribuan lagi problem bangsa ini.
Kita saat ini tak ubahnya diambang kehancuran, keterpurukan, dan mungkin saja
realitas yang lebih dari itu bisa terjadi. Apa yang salah dengan negeri ini ? Apa yang keliru
dengan sistem pemerintahan kita ? Apa yang terjadi dengan mental bangsa ini ?
Dimanakah para pejabat kita saat ini ? Dimanakah para wakil rakyat yang terhormat
berada, yang pada waktu kampanye mengobral sejuta janji gombal ? Pertanyaan-
pertanyaan itulah yang saat ini pantas dialamatkan kepada bangsa ini, terutama kepada hati
nurani setiap insan yang mengaku dirinya Pancasilais.
Diusia Republik ini yang telah berkepala enam, kita masih belum ”merdeka” secara
substansial. Jurang kemiskinan semakin menganga lebar dan pengangguran di mana-mana,
2017 3 KEWARGANEGARAAN
Pusat Bahan Ajar dan eLearningReddy Anggara, S.IKom., M.IKom http://www.mercubuana.ac.id
sementara daya beli masyarakat kian melemah. Nilai uang ters mersot. Harga-harga barang
semakin tarterjangkau. Untung saja budaya bangsa ini senantiasa berfilsafat: ”ambil
hikmahnya, jadikan pelajaran. Sekeras apapun yang menghimpit bangsa ini kita senantiasa
menorehkan secercah harapan, semoga hari esok lebih baik dari hari ini”. Klise tetapi itulah
”obat hati” yang paling mujarab saat ini.
Kita lupa, bahwa apa yang terjadi saat ini merupakan buah dari apa yang kita
perbuat pada waktu yang lalu. Para pejabat kita suka sekali mencari ”kambing hitam”
apabila terjadi sesuatu yang menyangkut dirinya. Pola-pola itu telah berurat dan berakar dan
tak akan hilang dalam hitungan satu generasi. Bangsa ini terlalu banyak seremoni dan ritual,
tetapi kosong dari substansi. Para politisi selalu ada saja ada pamrihnya. Politik dan partai
politik tak ubahnya seperti ”kuda tunggang” yang dipacu sedemikian rupa untuk mengejar
harta dan bentuk ekonomi lainnya, sementarat rakyat terbelenggu oleh kemiskinan yang
tiada akhir.
Media massa on line misalnya menyebut paling tidak ada 10 permasalahan bangsa
yang saat ini tengah melilit bangsa Indonesia:
1. Korupsi sebagai penyakit bangsa yang belum teratasi
2. Ketidak Percayaan masyarakat terhadap Lembaga peradilan dan Penegak hukum
3. Krisis ketidakpercayaan dan demoralisasi pada politikus di DPR
4. Buruknya sistem birokrasi di pemerintahan mulai dari level paling bawah hingga ke
atas
5. Hancurnya Perekonomian Global yang sedikit berimbas pada perekonomian bangsa
6. Permasalahan Korupsi Nazarudin dan beberapa elit Partai demokrat
7. Masalah NARKOBA yang mengancam generasi produktif bangsa ini
8. Angka Kemiskinan dan pengangguran yang masih besar
9. Masalah kesejahteraan dan kesehatan yang masih mengancam khususnya HIV
AIDS, malnutrisi (kurang gizi) dan kesehatan ibu dan anak
10. Kekerasan dan pengabaian hak terhadap kaum lemah khususnya anak, perempuan
dan kaum miskin1
Kita ingin menemukan jawaban atas semua persoalan yang ”berat” menimpa bangsa
ini. Kita akan menggunakan perspektif Etika Berewarga Negara untuk mencari kebuntuan
dan lorong yang gelap gulita ini, sehingga pada gilirannya harapan dan masa depan dapat
kita raih dengan lebih baik. Kita tidak boleh menyerah terhadap kenyataan, sebab pada
1 http://demokrasiindonesia.wordpress.com/2012/07/20/10-permasalahan-utama-bangsa-indonesia-tahun-2012/
2017 4 KEWARGANEGARAAN
Pusat Bahan Ajar dan eLearningReddy Anggara, S.IKom., M.IKom http://www.mercubuana.ac.id
dasarnya kenyataan itu amat tegantung kepada kita. Kitalah sebagai subjeknya untuk
merubah apapun, termasuk merubanh masa depan bangsa ini.
II. PERSPEKTIF ETIKA BERWARGA NEGARA
Dalam perspektif Etika Berwarga Negara, berbagai persoalan yang mendera bangsa
ini bisa ditelusuri dalam beberapa hal. Pertama, kita memiliki Pancasila tetapi hanya sebatas
memahaminya, tetapi tidak pernah menjadi bagian perilaku sehari-hari. Dalam kata lain,
Pancasila hanya sebatas dibibir dan tidak pernah dihayati apalagi diamalkan, sehingga krisis
identitas, moral dan etika merajalela, lahirlah koruptor-koruptor diberbagai tingkatan
birokrasi. Dan uniknya, korupsi di Indonesia seringkali dilakukan secara berjamaah.
Pancasila hanya dihafal sila-silanya, dilihat gambar burung garudanya, tetapi semua itu
menjadi tanpa makna karena tak berjejak dalam perilaku bangsa ini.
Kedua, kita sedang dilanda kritis budi pekerti atau krisis moral yang menyebabkan
perilaku anarkis, tawuran, pemerkosaan dan perilaku a-sosial lainnya. Kekerasan sepertinya
telah menjadi bagian pemandangan sehari-hari di negeri ini. Amarah massa mudah terbakar
karena hal-hal sepele, apalgi oleh hal-hal yang dianggap prinsipil. Para budayawan dalam
banyak kesempatan, diskusi, seminar, dan lokakarya menyerukan tentang pentingnya
pelajaran budi pekerti. Budi pekerti harus masuk kepada kurikulum pendidikan sehingga
anak didik sejak dini memiliki pondasi budi pekerti yang kokoh. Tetapi lagi-lagi semua itu
kerapkali hanya berakhir di atas meja. Teori, konsep, rumus dan lain-lain hanya indah pada
tataran kertas kerja tetapi tanpa bukti dalam alam kenyataan.
Ketiga, kita sedang dilanda krisis spiritualitas. Agama hanya dijalankan sebatas ritual
tanpa merefleksi ke dalam perilaku dan tindakan. Banyak para pelaku korupsi bergelar haji
dan sederet gelar akademis tetapi semua itu tidak menjadikan ia “soleh” dan “solehah”. Kita
tidak mempersoalkan agamanya apa, tetapi yang paling penting siapa pun mesti
menjalankan perintah agamanya. Kita percaya bahwa tidak ada satu agama pun yang
menyuruh pemeluknya untuk berlaku dan bertindak yang tidak terpuji. Dan kita pun percaya
bahwa seluruh agama menyeru kepada perdamaian, kemanusiaan, dan lain-lain yang
sifatnya positif. Agama hanya sebagai ritual, bahkan mungkin kamuflase untuk menutupi
berbagai keburukan. Keberagaan yang seperti itu, yang lebih mementingkan ritual dan tanpa
substansi jelas terjebak kepada praktek beragama yang simbolistik. Kesalehan individu yang
dibangun tidak lantas menjelma pada kresalehan sosial.
Keempat, di samping kita dilanda berbagai macam krisis, bangsa ini pun tengah
berada dalam cengkraman kapitalisme yang menggurita. Kapitalisme pada gilirannya
2017 5 KEWARGANEGARAAN
Pusat Bahan Ajar dan eLearningReddy Anggara, S.IKom., M.IKom http://www.mercubuana.ac.id
melahirkan gaya hidup hedonis, konsumeris, narcis, dan pemujaan terhadap kesenangan
lainnya. Oleh karena itu, untuk mengejar kesenangan orang pun cenderung menghalalkan
segala cara, termasuk korupsi, merampok, pat-gulipat, dan lain-lain. Banyak peneliti
menengarai bahwa perilaku korupsi lebih banyak dipengaruhi oleh gaya hidup mewah, hura-
hura, dan lain-lain. Menjadi pejabat Negara tidak dijadikan sebagai ajang untuk berbakti
pada negeri, tetapi lebih kepada mengeruk kekayaan untuk diri dan kelompoknya. Banyak
politisi yang tanpa hati, kegemarannya hanya berburu rente, bermewah-mewahan dengan
sedikit retorika atas nama rakyat.
Secara lebih rinci, kegagalan Pancasila pada ranah kehidupan bangsa ini dapat
dilihat sebagai berikut:
1. Ketuhanan yang maha esa
Pada sila ini diharapkan warga indonesia agar percaya pada kekuatan yang mengatur
segalnya yaitu tuhan, namun karena keberagaman agama yang ada di negeri kita maka
disebutlah tuhan yang maha esa, bukan Allah SWT yang merupakan tuhan umat islam
(founding fathers adalah orang islam) dan pada piagam jakarta pun disebutkan menjalankan
sesuai syariat islam. Hal ini pun didukung oleh Undang-undang dasar 1945 sebagai
konstitusi negara yaitu “setiap warga negara berhak memeluk agama dan kepercayaan
masing-masing.”
Namun apalah yang terjadi pada saat ini,jangankan bertuhan, warga indonesia beradab pun
tidak. Bila ditinjau dari segi agama maka kesalahannya adalah masih banyak rakyatkita
yang percaya akan tahayul, dukun, ilmu gaib, kekuatan gaib dan lain sebagainya. Padahal
jelaslah bahwa kekuatan terkuat adalah Allah SWT.
Bila ditinjau dari segi hukum, maka warga indonesia tidak mengindahkan apa yang telah
diriwatkan pada konstitusi negara, dan ideologi bangsa.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
Pada sila ini para pendiri negara menginginkan bahwa dikemudian hari rakyat indonesia
menjadi manusia yang sebenar-benarnya manusia, padahal seperti kita tahu,tak ada
manusia yang sempurna, pasti tak ada manusia yang luput dari keasalahan. Hal ini
menunujukan cita-cita muluk bangsa indonesia.
Bila kita bicara adil, maka adil kah kehidupan di negeri kita ? ya jawabannya tentu saja tidak.
Perbedaan dan ketimpangan sosial antara si miskin dan si kaya serta perbedaan antara
rakyat biasadan pejabat, bahkan rakyat negeri kita ini masih membedakan antara orang
2017 6 KEWARGANEGARAAN
Pusat Bahan Ajar dan eLearningReddy Anggara, S.IKom., M.IKom http://www.mercubuana.ac.id
cacat dan normal,Nauzubilahimin dzalik. Apakah keadilan ada di negeri kita ? orang yang
jelas-jelas salah divonis bebas oleh pengadilan, justru orang yang hanya melakukan
kesalahan kecil yang masih dapat ditoleransi diberi hukuman. Bahkan kita lihat perbedaan
pelayana di penjara para koruptor dengan Narapidana kasus-kasus non korupsi, jelas jauh
berbeda.
Beradab ? Para koruptor telah memakan mentah–menath kata beradab,meraka telah
mengingkari janji mereka pada negara, bangsa, dan keluarga mereka, terkutuklah wahai
kalian para koruptor.
3. Persatuan Indonesia
Pada sila ini tentu saja para pendiri negara menginginkan seluruh wilayah yang berhasil
mereka merdekakan tahun 1945 dan diproklmirkan sebagai wilayah NKRI tetap bersatu.
Mulai dari sabang samapi merauke, dan dari miangas sampai pulau rote tetap milik NKRI.
Namun apakah kita bersatu ? tentu saja jawabannya tidak, bila kita melihat fakta. Di
berbagai daerah masih terjadi usaha-usaha untuk memerdekakan diri dari NKRI, sebut saja
Provinsi Nangro Aceh Darussalam yang ingin merdeka dengan GAM-nya, Provinsi Maluku
dengan RMS-nya, atau Provinsi Papua dengan OPM-nya. Bahkan Timor Leste berhasil
lepas tahun 2000. yah beginilah negeri kita yang terus terpecah belah. Apakah
penyebabnya ?
Penyebab utama adalah ketidakpuasaan pemerintah daerah kepada pemerintah pusat,
karena pemerintah pusat selalu memprioritaskan pembangunan di pulau Jawa dibandingkan
daerah lain.
Dengan merdeka mereka berpikir mungkin akan lebih mudah mengatur tatanan
pemerintahan dan pembangunan tanpa hru menunggu instruksi pusat.Penyebab lain adalah
mereka para pemimpin daerah yang semakin pintartak mau lagi daerahnya diperalat oleh
pusat.Contoh adalah papua dan kalimantan, sumber daya alam papua dan kalimantan
sangatlah berlimpah, namun mana yang lebih makmur orang kalimantan atau jawa ? nah
itulah penyebabnya, daerah tak mau lagi digunakan sebagai pemasok keuntungan ke pusat
padahal daerahnya sendiri tidak mendapat keuntungan tersebut, mekipun dapat pasti hanya
sekitar 35%, dan sisanya diambil oleh pusat.
Penyebab lainnya adalah rasa fanatisme terhadap daerah masing-masing sangatlah
tinggi.Cobalah lihat pertandingan sepakbola, kala persija menjamu persib atau sebaliknya,
maka peluang terjadinya keributan adalah 95%.Sungguh ironis, padahal kita satu bangsa,
namun ternyata kulit daerah masih menyeubungi kita.
2017 7 KEWARGANEGARAAN
Pusat Bahan Ajar dan eLearningReddy Anggara, S.IKom., M.IKom http://www.mercubuana.ac.id
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
Nah, sila ini boleh dibilang sebagai sila yang paling “sukses” bahkan pada saat baru lima
tahun baru merdeka sila ini telah terwujud (1950). Sila jelas bisa terwujud karena adanya
sistem pmungutan suara atau PEMILU untuik memilih wakil-wakil rakya di parlemen,
sekaligus pemimpin negara. Namun, seolah tak mau ketinggalan dari sila lain, sila ini pun
punya sisi gagalnya. apakah itu ?.
Meskipun prosesnya sukses, namun mari kita toleh pada outputnya, hampir setiap hari
mungkin kita dengar berita tentang mereka di media masa.Yang terhangat adalah
pengajuan dana aspirasi total 8.4 triliyun rupiah, jumlah yang waw, fantastis. Atau kasus
penggelapan dana pajak, aksi saling pukul antar angota dewan, adu mulut, atau lainnya.Ya
tak salah lagi kegagalannya adalah moral para wakil rakyat yang mewakili 3 sila sebelumnya
plus korupsi, skandal seks, dan kejahatan terselubung.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia.
Sila ini adalah yang paling gagal, mungkin haya sekedar mengulang dari sila kedua
“Perbedaan dan ketimpangan sosial antara si miskin dan si kaya serta perbedaan antara
rakyat biasadan pejabat, bahkan rakyat negeri kita ini masih membedakan antara orang
cacat dan normal,Nauzubilahimin dzalik. Apakah keadilan ada di negeri kita ? orang yang
jelas-jelas salah divonis bebas oleh pengadilan, justru orang yang hanya melakukan
kesalahan kecil yang masih dapat ditoleransi diberi hukuman. Bahkan kita lihat perbedaan
pelayana di penjara para koruptor dengan Narapidana kasus-kasus non korupsi, jelas jauh
berbeda.”
Dalam kesimpulan dari apa yang telah terbahas adalah bahwa negara kita bukannya tidak
memiliki norma dalam penerapan pancasila.Akan tetapi Negara kita kurang dalam hal
pelaksanaan fungsi dari pancasila itu sendiri2.
Etika Berwarga Negara idealnya memberi kesadaran terhadap kita, terutama para
mahasiswa tentang berbagai anomali pada tataran kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara. Pemahaman dan penghayatan terhadap Etika Berwarga Negara harus
mampu melahirkan manusia yang Pancasilais, religious, beretika, dan menjunjung tinggi
nilai-nilai kemanusiaan. Muara dari semua itu, kita ingin menciptakan suatu bangsa yang
beradab yang pada gilirannya bisa bersaing dengan bangsa-bangsa lain, dan secara
internal menciptakan masyarakat yang berkeadilan dan berkemakmuran.
2 http://psikologiunity.wordpress.com/2010/12/26/pancasila-kegagalan-dalam-pelaksanaan/
2017 8 KEWARGANEGARAAN
Pusat Bahan Ajar dan eLearningReddy Anggara, S.IKom., M.IKom http://www.mercubuana.ac.id
Kata adil dan makmur begitu mudah diucapkan, mengalir dari mulut para pejabat dan
elit politik (partai), apalagi jika datang musim kampanye. Tawaran janji, iming-iming, politik
uang dan sebagainya mengalir deras untuk meninabobokan masyarakat sehingga memilih
dirinya. Tetapi ketika yang bersangkutan telah duduk di kuri “empuk”, maka seketika itu pula
mereka melupakan janjinya. Jangankan mereka menepati janjinya, hanya sekedar
mendatangi pemilihnya pun menjadi barang langka. Ritual lima tahunan itu tanpa bekas,
terutama bagi wong cilik.
Apabila diibaratkan syair lagu dangdut, kira-kira begini:
“seperti gincu merah menghiasi bibirmu,
pagi kau ucapkan, sore hilang cintamu…
seperti tajamnya kuku yang ada di jarimu
Engkau tinggalkan luka dalam hatiku…..
Dalam konteks akademis (Perguruan Tinggi), Pendidikan Kewarganegaraan
diharapkan memberikan beberapa manfaat, di antaranya sebagai berikut:
a. agar mahasiswa mampu menjadi warga negara yang memiliki pandangan dan
komitmen terhadap nilai-nilai demokrasi dan HAM.
b. agar mahasiswa mampu berpartisipasi dalam upaya mencegah dan menghentikan
berbagai tindak kekerasan dengan cara cerdas dan damai.
c. agar mahasiswa memilik kepedulian dan mampu berpartisipasi dalam upaya
menyelesaikan konflik di masyarakat dengan dilandasi nilai-nilai moral, agama, dan
nilai-nilai universal.
d. agar mahasiwa mampu berpikir kritis dan objektif terhadap persoalan kenegaraan,
HAM, dan demokrasi.
e. agar mahasiswa mampu memebrikan kontribusi dan solusi terhadap berbagai
persoalan kebijakan publik.
f. agar mahasiswa mampu meletakkan nilai-nilai dasar secara bijak (berkeadaban).
Menurut Kaelan3, misi dan visi pendidikan kewarganegaraan meliputi:
1. Visi Pendidikan Kewarganegaraan di perguruan tinggi adalah sumber nilai dan
pedoman dalam pengembangan dan penyelenggaraan program studi, guna
3 Lihat Kaelan, 2010, hal. 2.
2017 9 KEWARGANEGARAAN
Pusat Bahan Ajar dan eLearningReddy Anggara, S.IKom., M.IKom http://www.mercubuana.ac.id
menantarkan mahasiswa memantapkan kepribadiannya sebagai manusia seutuhnya.
2. Misi Pendidikan kewarganegaraan di perguruan tinggi adalah untukmembantu
mahasiswa memantapkan kepribadiannya agar secara konsisten mampu
menwujudkan nilai-nilai dasar Pancasila, rasa kebangsaan dan cinta tanah air dalam
menguasai, menerapkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
dengan rasa tanggung jawab dan bermoral.
III. FENOMENA MEMUDARNYA NASIONALISME
Di sisi lain, ada fenomena yang patut diwaspadai dalam kaitannya dengan
nasionalisme saat ini. Di mana sebagian generasi muda (salah satunya kelompok
mahasiswa) yang cenderung kehilangan rasa nasionalisme, bersikap cuek terhadap apa
yang terjadi pada bangsa ini, masa bodoh, dan lain-lain. Tetapi menurut pengamatan saya,
gejala memudarnya rasa nasionalisme ini bukan saja terjadi dikalangan generasi muda
tetapi telah mewabah kepada para pejabat negara (mungkin tidak semua). Mereka (kedua
kelompok) tersebut umumnbya bersikap atau berpendirian “EGP” (emang gue pikirin), yang
penting gue happy…..
Pandangan tersebut misalnya dapat dicermati dari uraian berikut ini:
Akhir-akhir ini ditengarai bahwa semangat nasionalisme dan patriotisme, khususnya di kalangan generasi muda indonesia telah memudar. beberapa indikasi antara lain adalah munculnya semangat kedaerahan seiring dengan diberlakukannya otonomi daerah, ketidakpedulian terhadap bendera dan lagu kebangsaan, kurangnya apresiasi terhadap kebudayaan dan kesenian daerah, konflik antar etnis yang mengakibatkan pertumpahan darah.
Ketidakmampuan pemerintah pasca orde baru dan era reformasi untuk mengatasi krisis multidimensional sering dijadikan "kambing hitam" penyebab memudarnya nasionalisme. banyak orang yang tidak merasa bangga menjadi orang indonesia akibat citra buruk di dunia internasional sebgai "sarang koruptor" dan "sarang teroris". banyak orang yang enggan membela negara dengan alasan "Apa yang saya dapat dari negara? " Presiden John F. Kennedy dari Amerika Serikat pernah mengatakan "DON'T ASK WHAT YOUR COUNTRY CAN DO FOR YOU, ASK WHAT CAN YOU DO FOR YOUR COUNTRY!". semangat seperti itu seharusnya juga berlaku bagi semua warga negara Indonesia. ada semacam kekeliruan pandangan bahwa negara identik dengan pemerintah. Setiap warga negara boleh saja tidak setuju dengan kebijakan pemerintah, tapi dia tetap berhak dan wajib membela negaranya4.
Sebagian mahasiswa umumnya kehilangan idelaisme dan cenderung bersikap
pragmatik. Mereka hanya disibukan dengan urusan belajar, main, hura-hura, dan sejumlah
4 http://hanyabasa-basi.blogspot.com/2010/11/memudarnya-nasionalisme-dan-kecintaan.html
2017 10 KEWARGANEGARAAN
Pusat Bahan Ajar dan eLearningReddy Anggara, S.IKom., M.IKom http://www.mercubuana.ac.id
kegiatan lain yang jauh dari mempertebal nasonalisme. Bagi mereka, masa bodoh Indonesia
menjadi negara yang tanpa arah, yang penting dirinya bisa hidup layak bahkan mewah.
Sebagaian para pejabat pun bersikap pragmatis dengan cara memperkaya diri
sendiri melalui cara-cara yang tidak terpuji, misalnya korupsi. Hanya untuk mengejar gaya
hidup mewah dan hedonis ia kehilangan nasionalismenya. Masa bodoh dengan keadaan
negara, cuek terhadap aset-aset negara (misalnya klaim Malaysia terhadap beberapa pulau
di blok Ambalat, dan lain-lain). Bagi mereka yang penting bagaimana bisa mengumpulkan
kekayaan sebanyak mungkin untuk menjamin hidup anak cucu, dan bila perlu untuk
menjamin kelangsungan tujuh turunan.
Dalam konteks globalisasi, musuh yang harus diwaspadai lebih banyak diakibatkan
oleh serangan budaya asing. Menurut pengamat sosial Kuntowijoyo, serangan budaya asing
dapat berpotensi melemahkan generasi muda akan kesadaran tentang budaya tinggi
bangsa Indonesia. Jika demikian, pendidikan kewarganegaraan ini menemukan
relevansinya sebagai “benteng” untuk memperkuat nasionalisme.
IV. TOPIK BAHASAN
Sumber rujukan bagi mahasiswa pada mata kuliah ini bisa didapatkan dari berbagai
sumber. Namun untuk kepentingan pengajaran di Universitas Mercu Buana, seluruh topik
bahasannya telah tersedia pada buku “Etika Berwarga Negara” karangan Srijanti dkk.
Secara umum, buku tersebut terdiri dari tiga belas bab dari mulai pemahaman dasar
mengenai negara dan eksistensinya hingga persoalan globalisasi (negara dan pergaulan
dunia). Untuk memberikan gambaran umum tentang buku tersebut, ada baiknya saya
rangkumkan setiap topic bahasannya.
Bab 1 Negara dan Sistem Pemerintahan
Bab ini akan membicarakan tentang perlunya negara, definisi negara, unsur-unsur
negara, klasifikasi negara, hubungan warga negara dengan negara, dan lain-lain. Titik tekan
pada bab ini adalah bagaimana pentingnya negara dalam upaya mengayomi warga negara.
Negara didirikan bukan untuk tujuan kekuasaan, tetapi lebih kepada pengayoman warga
negara sehingga warga negara terjamin hak-haknya. Namun substansi dari semua itu
adalah pentingnya kehadirann pada ranah yang lebih nyata. Kekacauan-kekacauan yang
selama ini terjadi seakan mempertanyakan kembali tentang kehadiran Negara, bahkan ada
2017 11 KEWARGANEGARAAN
Pusat Bahan Ajar dan eLearningReddy Anggara, S.IKom., M.IKom http://www.mercubuana.ac.id
sebagian berpendapat bahwa negara saat ini tengah absen dalam kehidupan masyarakat
yang nyata.
Bab 2 Pancasila dan Implementasinya
Pembahasan pada bab ini lebih difokuskan kepada implementasi Pancasila dalam
berbagai bidang kehidupan. Bab ini ingin menyoroti tentang beragam kehidupan sosial yang
destruktif, misalnya dalam penegakkan hukum, korupsi yang merajalela, tawuran warga dan
pelajar, dan sebagainya yang merupakan imbas dari dangkalnya pemahaman terhadap
Pancasila. Lebih dari itu, berbagai perilaku destruktif warga negara diakibatkan lemahnya
implementasi Pancasila pada tataran kehidupan bermasayarakt, berbangsa dan bernega.
Pancasila akan tetap lestari apabila dipahami, dihayati, dan diterapkan dalam setiap
denyut kehidupan. Fenomena saat ini lebih kepada lemahnya penerapan Pancasila pada
setiap sisi kehidupan, baik oleh rakyat atau aparatur negara. Kesaktian Pancasila bukan
terletak pada sila-silanya, tetapi lebih kepada penerapannya dalam setiap jengkal kehidupan
oleh seluruh bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke.
Pada taratan praksis, Pancasila harus sakti dalam mengentaskan kemiskinan,
memberangus korupsi dan koruptor, pandai menyediakan lapangan kerja, serta mampu
menjamin tentang kepastian hokum, terutama bagi rakyat kecil.
Bab 3 Identitas Nasional
Identitas nasional kerapkali dipahami secara sempit dan dangkal, yakni hanya
sebatas yang terkait dengan lambang-lambang negara (bendera merah putih, burung
garuda, dan lain-lain). Padahal dalam konteks yang lebih makro, identitas nasional begitu
amat luas, yaitu mencakup beragam budaya yang dimiliki bangsa Indonesia dan menjadi ciri
khas yang membedakan dengan bangsa lainnya. Kasus yang mencuat dalam bab ini
misalnya, klaim Malaysia terhadap batik, reog ponorogo dan angklung.
Dibutuhkan keseriusan pemerintah untuk menjaga khazanah kekayaan alam dan
budaya Indonsia yang demikian banyak. Sehingga dikemudian hari berbagai klaim negara
lain atas kekayaan alam dan budaya Indnsia tidak terlang lagi.
2017 12 KEWARGANEGARAAN
Pusat Bahan Ajar dan eLearningReddy Anggara, S.IKom., M.IKom http://www.mercubuana.ac.id
Bab 4 Demokrasi: Antara Teori dan Pelaksanaannya di Indonesia
Demokrasi menjadi kata kunci saat ini. Dapatdipastikan negara yang mengabaikan
demokrasi akan “dikucilkan” dalam pergaulan dunia. Namun demikian, memahami
demokrasi yang sejati bukanlah persoalan mudah, karena demokrasi tampil dalam banyak
wajah.
Persoalan yang mengemuka dalam konteks ini yaitu terjadinya kesenjangan antara
teori demokrasi yang agung dengan praktek demokrasi di lapangan. Banyak pula kasus
yang mengemuka tetang penerapan demokrasi yang “kebablasan” sehingga demokrasi
yang agung malah menjelma menjadi tirani yang membahayakan. Atas nama demokrasi
orang per orang atau kelompok bisa berbuat seenaknya dan melanggar hak-hak orang lain.
Bab 5 Hak dan Kewajiban Warga Negara
Bab 5 berisi tentang hak dan kewajiban yang di antaranya mengelaborasi tentang
status kewarganegaraan, hak dan kewaiban pemerintah serta hak dan kewajiban warga
negara. Banyak yang mempersoalkan tentang hak tetapi justeru pada waktu yang
bersamaan melupakan kewajiban, termasuk kewajiban pemerintah bagi rakyatnya.
Kemiskinan, peganggurang, dan kerawanan social lainnya masih menjadi
pekerjaanrumah pemerintah yang perlu mendapat perhatian serius. Adalah kewajiban
pemerintah untuk menyediakan lapangan pekerjaan, menaikan taraf hidup masyarakat dan
mewujudkan kesejahteraan. Meskipun masyarakat tidak boleh melupakan kewaiban seperti
membayar pajak, turut serta menciptakan keamanan lingkungan dan lainlain.
Bab 6 Konsti dan Rule of Law
Sebagai negara hukum, Indonesia mendasarkan penyelengaraan negara,
berbangsa dan bermasyarakat berdasarkan hokum dan perundang-undangan yang berlaku.
Hukum harus menjadi panglima yang akan menjamin setiap warga negara akan hak-
haknya. Tetapi acapkali justeru politiklah yang menjadi panglima, sehingga rakyat mejadi
korban. Kasus yang paling hangat tentang skandal bank Century yang “raib” sampa saat ini
adalah cermin lemanya penegakkan hukum di negeri ini.
Pada bab ini pun dielaborasi beberapa lembaga penegak hukum beserta tugas dan
wewenangnya.
2017 13 KEWARGANEGARAAN
Pusat Bahan Ajar dan eLearningReddy Anggara, S.IKom., M.IKom http://www.mercubuana.ac.id
Bab 7 Hak Asasi Manusia (HAM)
Ham menjadi persoalan yang kruial di Indonesia. Hal ini ditandai oleh begitu
banyaknya kasus-kasus yang melanggar HAM yang sampai detik ini belum bisa dituntaskan.
Kasus Semanggi I dan II, pembunuhan Munir, penghilangan nyawa aktivis adalah sejumlah
pekerjaan rumah yang belum terurai ke permukaan.
Pada bab ini mahasiswa akan disuguhi tentang sejarah HAM, tujuan HAM,
perkembangan HAM di Indonesia, perkembangan HAM pada tataran global, dan
penegakkan HAM.
Bab 8 Geopolitik
Geopolitik sebuah kajian tentang strategi dan cara pandang bedasarkan
kewilayahan. Oleh karena itu, geopolitik pada saat ini lebih dititikberatkan kepada persoalan
perbatasan dengan negara tetangga. Lemahnya geopolitik akan berakibat krusial
sebagaimana “kekalahan” kita pada kasus pulau Sipadan dan Ligitan oleh Malaysia.
Sebagai negara kepulauan sudah sepantasnya geopolitik Indonesia mempertimbangkan
dan didasarkan atas faktor laut yang lebih dominan.
Banyak pakar yang berpendapat, orientasi Indonesia harus mulai dirubah dari darat
ke laut. Laut merupakan masa depan Indonesia, mengingat potensi dan kekayaan laut kita
yang sangat besar. Namun sangat disayangkan, arah kebijakan pembanguna kita dari
berbagai aspek lebih berorienasi darat ketimbang laut.
Bab 9 Geostrategi
Geostrategi berisi tentang kajian ketahanan nasional dalam berbagai aspek
(ekonomi, politik, sosial, budaya, dan lain-lain). Pada bab ini akan membahas mengenai
pengertian, tujuan, sifat, konsep dasar dan komponen-komponen geostrategis. Untuk lebih
memudahkan pemahaman, pada bab ini pun dilengkapi implementasi konsep geostrategis
ada berbagai bidang.
Baba 10 Otonomi Daerah
2017 14 KEWARGANEGARAAN
Pusat Bahan Ajar dan eLearningReddy Anggara, S.IKom., M.IKom http://www.mercubuana.ac.id
Pada bab 10 ini membicarakan tentang Otonomi Daerah (OTDA) beserta aspek-
aspeknya, dari mulai pengetian, latar belakang, tujuan dan prinsip otda, dan
implementasinya . Persoalan yang mengemuka dalam konteks otda sangatlah beragam,
tetapi umumnya terdapat banyak peraturan yang bertentangan antara daerah dengan pusat.
Di sisi lain, pilkada langsung sebagai kelanjutan logis dari otda meskipun banyak pihak yang
menuding biaya tinggi dan munculnya konflik horizontal.
Bab 11 Masyarakat Madani
Di awal reformasi 1998, diskursus Masyarakat Madani (MM) sangat ramai
dibicarakan, namun perlahan-lahan mulai layu dan hilang dari diskusi publik. Namun
demikian, esensi masayarakt madani sesungguhnya ada pada tataran masyarakat yang
berdaulat (civil society), demokrasi, persamaan dalam hukum dan lain-lain. Meskipun secara
telanjang mata persamaan hukum masih jauh dari harapan. Pisau hukum masih sangat
tajam ke bawah (masyarakat) tetapi tumpul ke atas (pejabat, poiltisi, dan pemegang
kekuasaan lainnya).
Pada bab ini, akan dibicarakan tentang pengertian dan latar belakang masyarakat
madani, sejarah, karakteristik, institusi penegak masarakat madani, serta tantangan
masyarakat madani dalam konteks keindonesiaan. Lebih penting dari itu, pemahaman yang
komprehensif akan masyarakat madani dapat diwujudkan pada kehidupann yang nyata.
Bab 12 Good Governance
Tantangan terberat bagi bangsa Indonesia adalah mewujudkan good governance
(GG) dalam segala bidang. Sejauh ini penyelenggaraan negara yang bebas Kolusi Korupsi
Nepotisme (KKN) masih menjadi impian mengingat banyaknya kasus korupsi yang terkuak
ke permukaan (makelar pajak Gayus H. Tambunan, dan lain-lain). Bahkan banyak kalangan
yang berpendapat bahwa fenomena atau kasus KKN di Indonesia seperti “gunung es” (lebih
banyak yang tidak terungkap ketimbang yang terungkap). Pada bab ini, akan dibahas
tentang pengertian dan latar belakang, prinsip-prinsip Good Governance, karakteristik dasar
Good Governance, dan implementasinya pada sektor publik.
Bab 13 Globalisasi
2017 15 KEWARGANEGARAAN
Pusat Bahan Ajar dan eLearningReddy Anggara, S.IKom., M.IKom http://www.mercubuana.ac.id
Dalam konteks kewarganegaraan, globalisasi dipahami sebagai masuknya suatu
negara kepada tatanan pergaulan internasional. Hal demikian tidak bisa dipungkiri, oleh
karena suatu negara tidak bisa hidup tanpa bantuan negara lain. Jelas bahwa situasi
tersebut membawa dampak yang luar biasa bagi pemerintah, sebab globalisasi pada
dasanya menghadirkan tantangan dan harapan. Bila kita tidak mempersiapkan diri secara
baik dalam menghadapi globalisasi, ada kemungkinan kita hanya akan menjadi negara
marginal, dan tergilas bangsa-bangsa lain.
Pada bab ini akan dibahas mengenai pengertian dan latar belakang globalisasi,
tantangan dan harapan globalisasi bagi bangsa Indonesia, serta bagaimana memerkuat
daya saing bangsa di tengah-tengah globalisasi yang semakin tak terbendung.
V. PENUTUP
Buku Etika Berwarga Negara ini pada dasarnya ingin memetakan sejumlah
persoalan yang saat ini dihadapi bangsa Indonesia, dan sekaligus memberikan solusinya
baik yang bersifat kritis-teoretik-akademik maupun yang bersifat nyata-praksis-
implementatif.
Sejatinya, beragam persoalan yang menghimpit bangsa ini adalah tanggung jawab
bersama, pemerintah dan masyarakat. Selanjutnya, pandangan-pandangan yang cerdas,
jernih, serta solutif harus menjadi fokus perhatian kita untuk mewujudkan masa depan
Indnesia yang lebih baik.
Untuk memperkaya wawasan kita tentang topik-topik yang disajikan dalam buku
Etika Berwarga Negara, karangan Srijanti, dkk, ada baiknya kita juga menambah dari
referensi-referensi lain baik dalam bentuk pustaka (buku) maupun sumber on line.
Sedangkan untuk mempertajam diskusi, kita bisa menambahkan kasus-kasus yang sedang
aktual yang terjadi pada masyarakat dan dunia internasional. Dalam konteks globalisasi
seperti hubungan Indonesia dengan Belanda, hubungan Indonesia dengan Malaysia, dan
negara-negara lain. Untuk kasus Hak Asasi Manusia dapat menganalisa kasus
penembakkan para demonstran yang terjadi 20 Oktober 2010 yang lalu, konflik Israel –
Palestina, dan lain-lain. Sedangkan untuk kasus Good Governance bias membahas tentang
skandal Bank Century, kriminalisasi KPK, maklear pajak Gayus H. Tambunan, skandal
pemilihan Gubernur Senior Bank Indonesia, korupsi di tubuh wakil rakyat, dan penggunaan
anggaran leh eksekutif.
2017 16 KEWARGANEGARAAN
Pusat Bahan Ajar dan eLearningReddy Anggara, S.IKom., M.IKom http://www.mercubuana.ac.id
Daftar Pustaka:
Kaelan, 2010. Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi. Yogyakarta: Paradigma.
http://demokrasiindonesia.wordpress.com/2012/07/20/10-permasalahan-utama-bangsa-indonesia-tahun-2012/
http://psikologiunity.wordpress.com/2010/12/26/pancasila-kegagalan-dalam-pelaksanaan/
http://hanyabasa-basi.blogspot.com/2010/11/memudarnya-nasionalisme-dan-kecintaan.html
2017 17 KEWARGANEGARAAN
Pusat Bahan Ajar dan eLearningReddy Anggara, S.IKom., M.IKom http://www.mercubuana.ac.id
Top Related