ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
NEFROTIC SYNDROME
URINARY SYSTEM
TUTOR 1
1. Fatia Huriati 220110090001
2. Annisa Martiana 220110090002
3. Pisca Octiany Poetri 220110090003
4. Twenty Simanjutak 220110090004
5. Riva Safitri 220110090005
6. Melawati 220110090006
7. Yuli Wahyuni 220110090007
8. Mimin Minkhatul Maula 220110090008
9. Devi Shahifatun Hasanah 220110090009
10. Annisa Nur Pratiwi 220110090135
11. Ajeng Cahyaningtyas 220110090017
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJAJARAN
2012
CHAIR : TWENTY SIMANJUNTAK
SCIBER 1 : AJENG CAHYANINGTYAS
SCIBER 2 : ANISA MARTIANA
Ananda 5 tahun, BB 28 kg dibawa ke Unit Kesehatan Anak dalam keadaan
anasarka. Menurut penuturan ibunya, sekitar 1 bulan yang lalu Ananda mengalami
bengkak pada periorbita terutama pada saat bangun tidur dan secara perlahan akan
hilang saat menjelang sore, keadaan ini berlanjut hingga beberapa hari yang
kemudian belakangan bengkak ini tidak hilang walaupun sampai sore. Ananda
perna dibawa ke Puskesmas dan diberi obat berbentuk tablet kecil-kecil berwarna
hijau, tetapi bengkak juga hilang, dan mulai 1 minggu belakangan ini belakangan
ini bengkaknya makin hebat bahkan mulai kemarinibunya mulai menyadari
kemaluan anaknya pun bengkak. Dari pemeriksaan fisik didapatkan ascites (+),
TD 130/90 mmHg, HR 112 x/mnt, RR 30 x/mnt, rasio inspirasi : ekspansi 1:1,
suara paru : rales (-), wheezing (-), dari pemeriksaan lebih lanjut didapatkan urin
keruh, hasil pemeriksaan laboratorium protein urin (++++), serum cholesterol :
0,9 %, Ht : 44%, Hb : 13 Gr %, produksi urine 750 ml/24 jam.
A. STEP 1
1. Asites : edema pada abdomen atau peritoneum karena penumpukan
cairan.
2. Anasarka : pembengkakan keseluruhan di seluruh wajah, edema hebat.
3. Bengkak periorbita : bengkak lapisan disekitar lapisan mata.
4. Serum kolesterol : kolesterol dalam darah.
5. Ralles : surnya putus-putus karena cairan/eksudat.
6. Wheezing : mengakibatkan penyempitan sel nafas.
7. Serum kreatinin : kadar kreatinin dalam urin (pemecahan fosfat).
8. Serum albumin : albumin (protein) dalam darah untuk mempertahankan
cairan, untuk nutria sel darah.
9. Obat kecil-kecil tablet hijau : untuk menurunkan tingkat bengkak
(kortikosteroid).
10. Hematrokit : perbandingan sel-sel darah merah dan plasma.
11. Rasi inspirasi : ekspirasi adallh proses menghirup dan mengeluarkan
oksigen. Perbandingan antara waktu untuk melakukan inspirasi dan
ekspirasi.
B. STEP 2
1. Apakah penyebab timbulnya anasarka?
2. Berapa nilai normal test laboratorium ?
3. Kenapa bengkak di periorbita dan kenapa bengkaknya pada pagi hari ?
4. Apakah berat badannya normal ?
5. Apa etiologi dari kondisi tersebut ?
6. Berapakah derajat asites ?
7. Kenapa bisa terjadi asites ?
8. Apakah tablet kecil hijau itu menyebabkan efek samping ?
9. Apakah ada efek samping obat ke bengkak kelamin ?
10. Berpakah lama waktu penyebaran bengkak ?
11. Apa yang dimaksud rasio inspirasi dan ekspirasi 1:1 ? apa ada hubungan
dengan asites ?
12. Penanganan apa yang tepat untuk kasus ini ?
13. Apakah diperlukan restriksi cairan ?
14. Apakah HR, RR tinggi apakah ada gangguan respirasi dan apa kaitannya ?
15. Nutrisi apa yang baik ?
16. KDM apa yang tidak terpenuhi ?
17. Faktor predisposisi apa pada klien yang dapat menyebabkan gangguan ini
?
18. Prioritas mana dulu yang harus dilakukan ?
19. Apakah tepat diberikan cairan manitol ?
20. Perhatian khusus apa yang diberikan ?
21. Bagaimana cara menghitung cairan ?
22. Apakah tindakan pembedahan mungkin atau tidak ?
23. Peran perawat apa yang tepat untuk keluarga ?
24. Apakah faktor genetik yang menyebabkan penyakit ini ?
25. Persiapan apa saja untuk sebelum operasi dan setelah istirahat ?
26. Pengkaian dan test diagnostic apa yang diperlukan untuk penyakit ini ?
27. Komplikasi apa yang dapat terjadi ?
28. Apa edema yang terjadi pada klien ini dapat membahayakan ?
29. Risiko kekambuhan ?
30. Tindakan pengkajian yang perlu (inspeksi,palpasi, auskultasi, perkusi) ?
dan seperti apa cara memeriksanya ?
31. Apakah ada hubungan dengan penurunan fungsi ginjal yang dapat
menyebabkan edema ?
32. Diagnosa banding yang mungkin untuk penyakit ini ?
33. Pengaruh hospitalisasi yang terjadi pada anak ini ?
34. Apakah ada kerusakan pada glomerulus ?
35. Pendidikan kesehatan yang diperlukan ?
36. Apa manifesasi klinis yang khas pada penyakit ini ?
37. Hal apa yang menyebabkan kelamin klien menjadi bengkak ?
38. Nilai normal, pengertian serta pengaruh tekanan hidrostatik, omkotik, dan
bagaimana cara menanggulanginya ? apakah hal ini termasuk normal atau
tidak ?
39. BB yang berlebih apakah dapat menunjukan gangguan nutrisi ?
40. Bagaimana cara menghitung BMI tanpa adanya daa tinggi badan ?
41. Sebutkan lapisan glomerulus ?
C. STEP 3
7. Asites adalah adanya gangguan pada hati, tekanan hidrostatikpada klien,
bisa juga karana gangguan ginjal. Gangguan ini akan menyebabkan
adanya tes diagnostik.
38. Fungsi untuk menjaga keseimbangan cairan yang dipengaruhi oleh
osmolalitas cairan pada kapiler darah.
14. RR dipengaruhi edema yang menyebabkan asites dan mempengaruhi
ekspansi paru.
4. Bisa dilakukan dengan cara lain.
30. Bisa semua dilakukan.
36. Edema,proteinuria.
13. Harus resriksi cairan, dan oliguri itu disebabkan karena asites.
15. Nutrisi yang baik = diet TKTP lebih tinggi protein.
34. Proteinuria disebabkan karena adanya kerusakan di glomerulus sehingga
protein lolos dari filtrasi sehingga protein terbuang hipoalbuminemia.
19. Kurang tepat diberikan manitol karena menyebabkan hipertonik.
2. Serum kreatini = 0,3-0,19
Hb = 12-15
Ht = 36
Albumin = 3,4-5
33. Anak stress, rewel, manja, ingin pulang, ingat teman-teman, sosialisasi
terganggu.
16. KDM = dari data (cairan, eliminasi, respirasi, nutrisi)
32. Diagnosa banding : gagal ginjal kronik dan gagal ginjal akut.
STEP 4 dan STEP 5
1. Tanda dan gejala
2. Komplikasi
3. Diagnosa banding
4. Tingkat dan stadium
Konsep penyakit
1. Definisi
2. Etiologi
3. Tanda dan gejala
4. Komplikasi
5. Diagnosa banding
6. Tingkat dan
stadium
Penanganan :
1. Pembedahan
2. Farmakologi
3. Non-farmakologi
NCP
1. Pengkajian
2. Tes diagnostik
3. Analisa data
4. Rencana asuhan
keperawatan
Peran perawat dan
aspek legal etik
Patofisiologi
NEFROTIK
SYNDROM
I. KONSEP PENYAKIT SINDROM NEFROTIK
Anatomi Fisiologi
Glomerulus adalah filter utama dari nefron dan terletak dalam Bowman's capsule.
Glomerulus dan seluruhBowman's capsule membentuk renal corpuscle,
unit filtrasi dasar dari ginjal. Dari Bowman capsule, keluarpembuluh sempit,
disebut proximal convoluted tubule. Tubule ini berkelok-kelok sampai berakhir
pada saluranpengumpul yang menyalurkan urin ke renal pelvis. Glomerulus
adalah suatu jaringan yang terdiri dari pembuluhdarah yang luar biasa tipisnya
yang disebur kapileri. Glomerulus membentuk saluran berlipat yang sangat
banyaktempat lewatnya darah. Glomerulus bersifat semipermeable (dapat
ditembus air), memungkinkan air dan larutanlimbah tembus dan dikeluarkan dari
kapsul Bowman dalam bentuk urin. Darah yang telah disaring keluar
dariglomerulus melalui Efferent arteriole untuk menuju ke vena intralobular
melalui plexus medullary. Seluruh larutantersaring dihasilkan oleh glomerulus
kemudian masuk ke Bowman's Capsule. Pada saat cairan ini melewati
proximalconvoluted tubule, sebagian besar air dan garam diserap
kembali, sebagian larutan lain diserap seluruhnya,sebagian yang lain hanya
sebagian.
Glomerulus merupakan suatu bongkahan pembuluh kapiler yang diselubungi oleh
kapsul Bowman dalam nefron.Glomerulus memperoleh suplai darah dari afferent
arteriole pada sirkulasi renal. Tidak seperti pangkal daripembuluh kapiler lainnya,
glomerulus bermuara pada efferent arteriole dan tidak pada cabang venna.
Hambatanyang diberikan oleh arteriole menghasilkan tekanan tinggi dalam
glomerulus yang membantu proses ultrafiltrasidimana cairan dan zat-zat terlarut
dalam darah dipaksa keluar dari kapileri ke Kapsul Bowman. Angka
yangmenunjukkan darah yang dibersihkan oleh seluruh glomeruli dan merupakan
ukuran dari fungsi ginjal secarakeseluruhan disebut glomerular filtration rate
(tingkat penyaringan glomerular)
Glomerulus adalah bagian kecil dari ginjal yang mempunyai fungsi sebagai
saringan yang setiap menit kira-kira 1 liter darah yang mengandung 5 ml plasma,
mengalir melalui semua glomeruli dan sekitar 100 ml (10%) dari itu disaring
keluar. Plasma yang berisi semua garam, glukosa dan benda halus lainnya
disaring. Sel dan protein plasma terlalu besar untuk dapat menembus pori saringan
dan tetap tinggal dalam aliran darah.
Cairan yang disaring yaitu filtrat glomerolus, kemudian mengalir melalui tubula
renalis dan sel-selnya menyerap semua bahan yang diperlukan tubuh dan
meninggalkan yang tidak diperlukan.
Keadaan normal semua glukosa diabsorbsi kembali, kebanyakan produk sisa
buangan dikeluarkan melalui urin, diantaranya kreatinin dan ureum. Kreatinin
sama sekali tidak direabsorbsi di dalam tubulus, malahan sejumlah kecil kreatinin
benar-benar disekresikan ke dalam tubulus oleh tubulus proksimalis sehingga
jumlah total kreatinin meningkat kira-kira 20 % (Guyton CA, 1995).
Jumlah filtrat glomerolus yang dibentuk setiap menit pada orang normal rata-rata
125 ml permenit, tetapi dalam berbagai keadaanfungsional ginjal normal dapat
berubah dari beberapa mililiter sampai 200 ml per menit, jumlah total filtrat
glomerolus yang terbentuk setiap hari rata-rata sekitar 180 liter, atau lebih dari
pada dua kali berat badan total, 99 persen filtrat tersebut biasanya direabsorbsi di
dalam tubulus, sisanya keluar sebagai urin. (Evelyn C , 1999).
Filtrasi glomerulus
Ketika darah memasuki kapiler glomerulus, air dan zat terlarut dipaksa ke dalam
kapsul glomerulus. Bagian sel dan molekul tertentu dibatasi sebagai berikut:
Para fenestrae (pori-pori) dari endotelium kapiler yang besar, yang
memungkinkan semua komponen plasma darah untuk lulus kecuali sel
darah.
Sebuah membran basal (terdiri dari bahan ekstraselular) yang terletak di
antara endotelium kapiler dan lapisan viseral dari kapsul glomerulus
menghambat pintu masuk dari protein besar menjadi kapsul glomerulus.
Celah filtrasi antara gagang bunga dari podocytes mencegah perjalanan
menengah protein ke dalam kapsul glomerulus.
Tekanan filtrasi netto (NFP) menentukan jumlah filtrat yang dipaksa masuk ke
dalam kapsul glomerulus. The NFP, diperkirakan sekitar 10 mm Hg, adalah
jumlah dari tekanan yang mempromosikan filtrasi dikurangi dengan jumlah
mereka yang menentang filtrasi. Berikut ini berkontribusi pada NFP:
The hidrostatik glomerulus tekanan (tekanan darah dalam glomerulus)
mempromosikan filtrasi.
Tekanan osmotik glomerulus menghambat filtrasi. Tekanan ini dibuat
sebagai hasil dari gerakan air dan zat terlarut keluar dari kapiler glomerulus,
sedangkan protein dan sel darah tetap. Hal ini meningkatkan konsentrasi zat
terlarut (sehingga menurunkan konsentrasi air) dalam kapiler glomerulus
dan karena itu mendorong kembalinya air ke glomerular kapiler melalui
osmosis.
Tekanan hidrostatik kapsul menghambat filtrasi. Tekanan ini berkembang
sebagai air terkumpul dalam kapsul glomerulus. Semakin banyak air dalam
kapsul, semakin besar tekanan.
Laju filtrasi glomerulus (GFR) adalah tingkat di mana filtrat kolektif
terakumulasi dalam glomerulus nefron masing-masing. GFR, sekitar 125 ml /
menit (180 liter / hari), diatur sebagai berikut:
Autoregulasi ginjal adalah kemampuan ginjal untuk mempertahankan GFR
konstan bahkan ketika tekanan darah tubuh berfluktuasi. Autoregulasi
dilakukan oleh sel dalam aparatus juxtaglomerular bahwa penurunan atau
peningkatan sekresi zat vasokonstriktor yang melebarkan atau
menyempitkan, masing-masing, arteriola aferen.
Peraturan saraf GFR terjadi ketika serat vasokonstriktor dari sistem saraf
simpatik menyempitkan arteriol aferen. Rangsangan tersebut dapat terjadi
selama latihan, stres, atau melawan-atau-penerbangan kondisi dan hasil
dalam penurunan produksi urin.
Kontrol hormonal GFR dilakukan dengan mekanisme renin /
angiotensinogen.Ketika sel-sel dari aparat juxtaglomerular mendeteksi
penurunan tekanan darah dalam arteri aferen atau penurunan zat terlarut
(Na + dan Cl
-)konsentrasi di tubulus distal, mereka mengeluarkan enzim
renin. Renin akan mengubah angiotensinogen (protein plasma yang
diproduksi oleh hati) menjadi angiotensin I. Angiotensin I pada gilirannya
akan diubah menjadi angiotensin II oleh angiotensin-converting enzim
(ACE), enzim yang diproduksi terutama oleh endotelium kapiler di paru-
paru. Angiotensin II beredar dalam darah dan meningkatkan GFR dengan
melakukan hal berikut:
Konstriksi pembuluh darah ke seluruh tubuh, menyebabkan tekanan
darah meningkat
Merangsang korteks adrenal untuk mensekresikan aldosteron, hormon
yang meningkatkan tekanan darah dengan keluaran air menurun oleh
ginjal
Tubular reabsorpsi
Pada ginjal sehat, hampir semua zat organik diinginkan (protein, asam amino,
glukosa) diserap oleh sel-sel yang melapisi tabung ginjal. Zat ini kemudian pindah
ke kapiler peritubular yang mengelilingi tubula. Sebagian besar air (biasanya lebih
dari 99 persen saja) dan ion banyak diserap kembali juga, tetapi jumlah yang
diatur sehingga konsentrasi volume darah, tekanan, dan ion dipertahankan dalam
tingkat yang diperlukan untuk homeostasis.
Zat diserap kembali berpindah dari lumen tubulus ginjal ke lumen kapiler
peritubular.Tiga membran yang dilalui:
Membran luminal, atau sisi dari sel-sel tubulus yang dihadapi dalam lumen
tubulus
Membran basolateral, atau sisi dari sel-sel tubulus menghadapi cairan
interstisial
Endotelium dari kapiler
Persimpangan ketat antara sel-sel tubulus mencegah zat dari bocor keluar di antara
sel. Gerakan zat dari tubulus, maka, harus terjadi melalui sel-sel, baik dengan
transpor aktif (membutuhkan ATP) atau oleh proses transportasi pasif. Setelah di
luar dari tubulus dan dalam cairan interstisial, zat pindah ke kapiler peritubular
atau vasa recta oleh proses pasif.
Reabsorpsi zat yang paling dari tubulus ke cairan interstisial membutuhkan
protein terikat membran transportasi yang membawa zat-zat melintasi membran
sel tubulus dengan transportasi aktif. Ketika semua protein transportasi yang
tersedia yang digunakan, tingkat reabsorpsi mencapai maksimum transportasi
(Tm), dan zat yang tidak dapat diangkut hilang dalam urin.
Berikut mekanisme reabsorpsi tubular langsung di daerah yang ditunjukkan:
Transpor aktif Na + (dalam PCT, DCT, dan mengumpulkan
saluran). Karena konsentrasi Na + rendah dalam sel tubular, Na
+ memasuki
sel tubular (melintasi membran luminal) oleh difusi pasif. Pada sisi lain dari
sel tubulus, membran basolateral beruang protein yang berfungsi sebagai
natrium-kalium (Na +-K +)
pompa. Pompa ini menggunakan ATP untuk
secara bersamaan ekspor Na + +
K saat mengimpor. Dengan demikian,
Na + dalam sel tubulus diangkut keluar dari sel dan ke dalam cairan
interstisial dengan transportasi aktif. Na + dalam cairan interstisial
kemudian memasuki kapiler oleh difusi pasif.(The + K yang diangkut ke
dalam sel kebocoran kembali secara pasif ke dalam cairan interstisial.)
Symporter transportasi (transpor aktif sekunder) nutrisi dan ion (dalam
PCT dan nefron loop) Berbagai nutrisi seperti glukosa dan asam amino, dan
ion tertentu (K + dan Cl
-). Di anggota tubuh menaik tebal dari loop nefron
adalah diangkut ke dalam sel tubulus oleh aksi symporters Na +.
Sebuah
Na +symporter adalah protein transportasi yang membawa kedua Na
+ dan
molekul lain, seperti glukosa, melintasi membran dalam arah yang
sama. Gerakan glukosa dan nutrisi lainnya dari lumen tubulus ke dalam sel
tubulus terjadi dalam mode ini. Proses ini membutuhkan konsentrasi rendah
Na + di dalam sel, suatu kondisi dipelihara oleh operasi
+-K pompa Na
+ pada
membran basolateral dari sel-sel tubulus. Gerakan nutrisi ke dalam sel
dengan mekanisme ini disebut sebagai transpor aktif sekunder, karena
mekanisme ATP-membutuhkan adalah Na +-K +
pompa dan bukan symporter
itu sendiri.Setelah di dalam sel tubulus, nutrisi bergerak ke dalam cairan
interstisial dan ke dalam kapiler oleh proses pasif.
Transpor pasif dari H 2 O dengan osmosis (dalam PCT dan
DCT).Penumpukan Na + di kapiler peritubular menciptakan gradien
konsentrasi di mana air secara pasif bergerak, dari tubulus ke kapiler,
melalui osmosis.Dengan demikian, reabsorpsi Na + dengan transportasi
aktif menghasilkan reabsorpsi selanjutnya dari H 2 O dengan transportasi
pasif, proses yang disebut wajib H 2 O reabsorpsi.
Transpor pasif zat terlarut berbagai oleh difusi (dalam PCT dan DCT, dan
mengumpulkan saluran) Sebagai H 2 O bergerak dari tubulus ke kapiler,
larutan berbagai seperti K +,
Cl -, HCO 3
-, dan urea menjadi
lebihterkonsentrasi. dalam tubula. Akibatnya, zat terlarut tersebut
mengikuti air, bergerak dengan difusi dari tubulus dan masuk ke pembuluh
kapiler di mana konsentrasinya lebih rendah, proses yang disebut tarik
pelarut. Juga, akumulasi dari Na + yang bermuatan positif di kapiler
menciptakan gradien listrik yang menarik (oleh difusi) ion bermuatan
negatif (Cl -, HCO 3
-).
H 2 O dan transportasi zat terlarut diatur oleh hormon (dalam DCT dan
mengumpulkan saluran) Permeabilitas dari DCT dan mengumpulkan
saluran dan reabsorpsi dihasilkan dari H 2 O dan Na + dikendalikan oleh
dua hormon.:
Aldosteron meningkatkan reabsorpsi Na + dan H 2 O dengan
merangsang peningkatan jumlah Na +-K +
pompa protein dalam sel-sel
utama yang melapisi DCT dan mengumpulkan saluran.
Hormon antidiuretik (ADH) meningkatkan reabsorpsi H 2 O dengan
merangsang peningkatan jumlah H 2 O-channel protein dalam sel-sel
utama dari duktus pengumpul.
Tubular sekresi
Berbeda dengan reabsorpsi tubular, yang mengembalikan zat ke dalam darah,
sekresi tubular menghilangkan zat-zat dari darah dan mengeluarkan mereka ke
dalam filtrat. Zat disekresikan termasuk H +,
K +,
NH 4 + (ion amonium), kreatinin
(produk limbah kontraksi otot), dan zat lain yang beragam (termasuk penisilin dan
obat lainnya). Sekresi terjadi pada bagian-bagian dari PCT, DCT, dan
mengumpulkan saluran.
Sekresi H +.
Karena penurunan H + menyebabkan peningkatan pH
(penurunan keasaman), sekresi H + ke dalam tubulus ginjal adalah
mekanisme untuk meningkatkan pH darah. Berbagai asam yang dihasilkan
oleh metabolisme sel menumpuk dalam darah dan mengharuskan kehadiran
mereka dinetralkan dengan menghapus H +.
Selain itu, CO 2, juga produk
sampingan metabolisme, menggabungkan dengan air (dikatalisis oleh enzim
karbonat anhidrase) untuk menghasilkan asam karbonat (H 2 CO 3), yang
berdisosiasi untuk menghasilkan + H, sebagai berikut:
CO 2 + H 2 O H 2 CO 3 H + +
HCO 3 -
Reaksi kimia terjadi pada kedua arah (itu adalah reversibel) tergantung pada
konsentrasi reaktan yang berbeda. Akibatnya, jika HCO 3 - dalam darah
meningkat, ia bertindak sebagai penyangga H +,
menggabungkan dengan itu
(dan efektif menghapus itu) untuk menghasilkan CO 2 dan
H 2 O. CO 2 dalam sel tubular dari saluran mengumpulkan menggabungkan
dengan H 2 O membentuk H + dan HCO 3
-. CO 2 dapat berasal dari sel
tubular atau mungkin memasuki sel-sel dengan difusi dari tubulus ginjal,
cairan interstisial, atau peritubular kapiler. Dalam sel tubulus, Na + /
H + antiporters, enzim yang memindahkan zat diangkut dalam arah yang
berlawanan, transportasi H +melewati membran luminal ke dalam tubula
saat mengimpor Na +.
Di dalam tubula, H + dapat menggabungkan dengan
salah satu dari beberapa buffer yang masuk tubulus sebagai filtrat (HCO 3 -
, NH 3, atau HPO 4
2 -). Jika HCO 3
- adalah buffer, kemudian
H 2 CO 3 terbentuk, memproduksi H 2 O dan CO 2.The CO 2 kemudian
memasuki sel tubular, di mana ia dapat menggabungkan dengan H 2 O
lagi. Jika H + menggabungkan dengan buffer lain, diekskresikan dalam
urin. Terlepas dari nasib + H di tubulus tersebut, HCO 3 - yang
dihasilkan pada
langkah pertama diangkut melintasi membran basolateral oleh HCO 3 - / Cl
-
antiporter. Para HCO 3 - memasuki kapiler peritubular, di mana ia
menggabungkan dengan H + dalam darah dan meningkatkan pH
darah.Perhatikan bahwa pH darah meningkat dengan menambahkan
HCO 3 - untuk darah, bukan dengan menghapus H
+.
Sekresi dari NH 3. Ketika asam amino dipecah, mereka menghasilkan NH
beracun 3. Hati mengkonversi paling NH 3 sampai urea, zat yang kurang
beracun. Keduanya memasuki filtrat selama filtrasi glomerulus dan
diekskresikan dalam urin. Namun, ketika darah sangat asam, sel-sel tubulus
memecah asam amino glutamat, menghasilkan NH 3 dan HCO 3 -
. NH 3menggabungkan dengan H
+, membentuk NH 4
+, yang diangkut
melintasi membran luminal oleh Na + antiporter dan diekskresikan dalam
urin. Para HCO3 - bergerak ke darah (seperti yang dibahas sebelumnya
untuk sekresi H +)
dan pH darah meningkat.
Sekresi K +.
Hampir semua + K dalam filtrat diserap kembali selama tubular
reabsorpsi. Ketika jumlah yang diserap melebihi kebutuhan tubuh, + K
kelebihan disekresikan kembali ke dalam filtrat di daerah saluran dan
terakhir mengumpulkan dari DCT. Karena aldosteron merangsang
peningkatan Na + / K
+ pompa, sekresi K
+ (serta reabsorpsi Na
+) meningkat
dengan aldosteron.
Pengertian
Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria,
hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia. Kadang-kadang terdapat
hematuria, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal ( Ngastiyah, 1997).
Penyakit ini terjadi tiba-tiba, terutama pada anak-anak. Biasanya berupa
oliguria dengan urin berwarna gelap, atau urin yang kental akibat
proteinuria berat ( Mansjoer Arif, dkk. 1999).
Nephrotic Syndrome merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh
adanya injury glomerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik :
proteinuria, hypoproteinuria, hypoalbuminemia, hyperlipidemia dan
edema (Suryadi, 2001).
Sindrom Nefrotik adalah Status klinis yang ditandai dengan peningkatan
permeabilitas membran glomerulus terhadap protein, yang
mengakibatkan kehilangan protein urinaris yang massif (Donna L. Wong,
2004).
Sindrom nefrotik (SN) merupakan sekumpulan gejala yang terdiri dari
proteinuria (lebih dari 50 mg/kgBB/24 jam), hipoalbuminemia (kurang
dari 2,5 gram/100 ml) yang disertai atau tidak disertai dengan edema dan
hiperkolesterolemia. (Rauf, 2002).
Etiologi
Penyebab sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini dianggap
sebagai suatu penyakit autoimun, yaitu suatu reaksi antigen-antibodi. Umumnya
etiologi dibagi menjadi :
1.Sindrom nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal.
Resisten terhadap semua pengobatan. Prognosis buruk dan biasanya pasien
meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya.
2.Sindrom nefrotik sekunder
Disebabkan oleh :
Malaria kuartana atau parasit lainnya.
Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura
anafilaktoid.
Infeksi
Streptokokus
Reaksi antigen-
antibodi dalam darah
Bersirkulasi
dalam glomerulus
Terperangkap di
mebrana basalis
Merangsang PMN &
trombosit u/ fagositosis Glomerulusnefritis Lesi &
peradangan
Nefrotik Sindrom
Me kebocoran kapiler glomerulus
Proliferasi
sel-sel endotel
Merusak endotel
& MGB
Pelepasan
enzim lisosom
Glumerulonefritis akut atau kronik,
Trombosis vena renalis.
Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, air
raksa.
Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis
membranoproliferatif hipokomplementemik.
3.Sindrom nefrotik idiopatik
Tidak diketahui sebabnya atau disebut sindroma nefrotik primer.
Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dgn pemeriksaan
mikroskop biasa dan mikroskop elektron, Churk dkk membaginya menjadi :
a. Kelainan minimal
Pada mikroskop elektron akan tampak foot prosessus sel epitel berpadu.
Dengan cara imunofluoresensi ternyata tidak terdapat IgG pada dinding
kapiler glomerulus.
b. Nefropati membranosa
Semua glomerulus menunjukan penebalan dinding kapiler yang tersebar
tanpa proliferasi sel. Prognosis kurang baik.
c. Glomerulonefritis proliferatif
Glomerulonefritis proliferatif esudatif difus. Terdapat proliferasi sel
mesangial dan infiltrasi sel polimorfonukleus. Pembengkanan
sitoplasma endotel yang menyebabkan kapiler tersumbat.
Dengan penebalan batang lobular. Terdapat prolefirasi sel mesangial
yang tersebar dan penebalan batang lobular.
Dengan bulan sabit ( crescent) Didapatkan proliferasi sel mesangial
dan proliferasi sel epitel sampai kapsular dan viseral. Prognosis buruk.
Glomerulonefritis membranoproliferatif Proliferasi sel mesangial dan
penempatan fibrin yang menyerupai membran basalis di mesangium.
Titer globulin beta-IC atau beta-IA rendah. Prognosis buruk.
Lain-lain perubahan proliferasi yang tidak khas.
4.Glomerulosklerosis fokal segmental
Pada kelainan ini yang mencolok sklerosis glomerulus. Sering disertai atrofi
tubulus. Prognosis buruk.
Manifestasi Klinik
Edema merupakan gejala klinis yang menonjol, kadang-kadang
mencapai 40% dari berat badan bahkan dan didapatkan sampai anasarka.
Penderita sangat rentan terhadap infeksi sekunder. Selama beberapa minggu
mungkin terdapat hematuria. Terdapat proteinuria terutarna albumin (85-
95%) sebanyak 10-15 gram/hari. Ini dapat ditentukan dengan pemeriksaan
Esbach. Selama edema masih banyak, biasanya produksi urin berkurang,
berat jenis urin meninggi. Sedimen dapat normal atau berupa torak hialin,
granula, lipoid terdapat pula sel darah putih, dalam urin mungkin dapat juga
ditemukan double refractile bodies. Pada fase non-nefritis uji fungsi ginjal
seperti kecepatan filtrasi glomerulus, aliran plasma ke ginjal tetap nonnal atau
meninggi. Dengan perubahan yang progresif di glomerulus terdapat
penurunan fungsi ginjal pada fase nefritik.
Kimia darah rnenunjukkan hipoalbuminemia. Kadar globulin normal atau
meninggi sehingga terdapat perbandingan albumin-globulin yang terbalik.
Didapatkan pula hiperkolesterolemia, kadar fibrinogen meninggi, sedangkan
kadar ureum normal. Anak dapat pula menderita anemia defisiensi besi
karena transferin banyak keluar bersama urin. Kadang-kadang didapatkan
protein bound iodine rendah tanpa adanya hipotiroid. Pada 10 % kasus
didapatkan defisiensi factor 1X, Laju enap darah meninggi. Kadar kalsium
dalam darah sering rendah. Ada keadaan lanjut kadang-kadang terdapat
glukosuria tanpa hiperglikemia.
Epidemiologi
Secara keseluruhan prevalensi nefrotik syndrome pada anak berkisar 2-5
kasus per 100.000 anak. Prevalensi rata-rata secara komulatif
berkisar15,5/100.000. Sindrom nefrotik primer merupakan 90% dari sindrom
nefrotik pada anak sisanya merupakan sindrom nefrotik sekunder. Prevalensi
sindrom nefrotik primer berkisar 16 per 100.000 anak. Prevalensi di indonesia
sekitar 6 per 100.000 anak dibawah 14 tahun. Rasio antara laki-laki dan
perempuan berkisar 2:1. dan dua pertiga kasus terjadi pada anak dibawah 5 tahun.
Di amerika insidens nefrotik sindrom dilaporkan 2-7 kasus pada anak per
100.000 anak per tahun. Pada dewasa biasanya menderita glomerulopaty yang
bersifat sekunder dari penyakit sistemik yang dideritanya, dan jarang merupakan
sindrom nefrotik primer atau idiopatik. Pada pasien sindrom nefrotik angka
mortalitas berhubungan langsung dengan proses penyakit primernya, tapi
bagaimanapun sekali menderita sindrom nefrotik, prognosisnya kurang baik
karena:
1. sindrom nefrotik meningkatkan insiden terjadinya gagal ginjal dan
komplikasi sekunder (trombosis, hiperlipidemia, hypoalbuminemia).
2. pengobatan berkaitan dengan kondisi; peningkatan insidens infeksi karena
pemakaian steroid, dan dyscaria darah karena obat imunosupresif lain.
Sindrom nefrotik 15 kali lebih sering pada anak dibanding dewasa, dan
kebanyakan kasus nefrotik sindrom primer pada anak merupakan penyakit lesi
minimal. Prevalensi penyakit lesi minimal berkurang secara proprosional sesuai
dengan umur onset terjadinya penyakit. Fokal segmental glomerosclerosis (FSGS)
merupakan sub kategori nefrotik sindrom kedua tersering pada anak dan frekuensi
kejadiannya cenderung meningkat. Membrano proloferatif glomerulonephritis
(MPGN) merupakan sub kategori sindrom nefrotik yang biasanya terjadi pada
anak yang lebih besar dan adolescent. Kurang lebih 1 % dari sindrom nefrotik
pada anak dan adolescent dan kelainan ini dihubungkan dengan hepatitis dan
penyakit virus lain.
Prognosis
Pronosis pasien nefrotik sindrom bervariasi bergantung tipe kelainan
histopatologi. Prognosis untuk nefrotik sindrom kongenital adalah buruk, pada
banyak kasus dalam 2-18 bulan akan terjadi kematian karena gagal ginjal.
Sedangkan prognosis untuk anak dengan kelainan minimal glomerulus sangat
baik. Karena pada kebanyakan anak respon tehadap terapi steroid; sekitar 50%
mengalami 1-2 kali relaps dalam 5 tahun dan 20% dapat relaps dalam kurun
waktu 10 tahun setelah didiagnosis. Hanya 30 % anak yang tidak pernah relaps
setelah inisial episode. Setidaknya sekitar 3% anak yang respon terhadap steroid
menjadi steroid resisten. Progresif renal insufisiensi terjadi pada kurang dari 1%
pasien, dan kematian pada pasien kelainan minimal biasanya disebabkan oleh
infeksi dan komplikasi ekstra renal.
Hanya sekitar 20% pasien sindrom nefrotik dengan fokal segmental
glomerulonefritis sklerosis, yang mengalami remisi derajat protenurianya, banyak
pasien yang mengalamai relaps menjadi steroid dependen atau resisten. Penyakit
renal stadium akhir terjadi pada 25-30% pasien dalam lima tahun, dan 30-40%
dalam sepuluh tahun.
Lima puluh persen pasien dengan difuse mesangial proliferation
mengalami remisi komplit dari proteinuria dengan steroid terapi, sekitar 20%
terjadi delayed remisi. Dua puluh persen menjadi proteinuria yang berlanjut dan
sekitar 6% menjadi renal isufisiensi yang progresif. Prognosis pada pasien dengan
membranoproliferatif glomerulonephropaty umumnya kurang baik, dan
keuntungan terapi steroid tidak begitu jelas. Pada beberapa study dinyatakan,
tidak ada perbedaan evidence hasil antara pemberian pengobatan dengan tampa
pengobatan pada pasien ini, karena sekitar 30% pasien akan menjadi penyakit
renal stadium akhir dalam 5 tahun.
Insidensi
Insidensi lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan.
Mortalitas dan prognosis anak dengan sindrom nefrotik bervariasi
berdasarkan etiologi, berat, luas kerusakan ginjal, usia anak, kondisi yang
mendasari, dan responnya trerhadap pengobatan
Sindrom nefrotik jarang menyerang anak dibawah usia 1 tahun
Sindrom nefrotik perubahan minimal (SNPM) menacakup 60 90 % dari
semua kasus sindrom nefrotik pada anak
Angka mortalitas dari SNPM telah menurun dari 50 % menjadi 5 %
dengan majunya terapi dan pemberian steroid.
Bayi dengan sindrom nefrotik tipe finlandia adalah calon untuk nefrektomi
bilateral dan transplantasi ginjal. (Cecily L Betz, 2002).
Komplikasi
1. Infeksi
Infeksi merupakan komplikasi utama dari sindrom nefrotik, komplikasi ini
akibat dari meningkatnya kerentanan terhadap infeksi bakteri selama
kambuh. Peningkatan kerentanan terhadap infeksi disebabkan oleh:
- penurunan kadar imunoglobulin
kadar IgG pada anak dengan sindrom nefrotik sering sangat
menurun, dimana pada suatu penelitian didapkan rata-rata 18% dari
normal. Sedangkan kadar IgM meningkat. Hal ini menunjukan
kemungkinan ada kelainan pada konversi yang diperantarai sel T
pada sintesis IgG dan IgM
- cairan edema yang berperan sebagai media biakan.
- defisiensi protein,
- penurunan aktivitas bakterisid leukosit,
- imunosupresif karena pengobatan,
- penurunan perfusi limpa karena hipovolemia,
- kehilangan faktor komplemen (Faktor properdin B) dalam urin
yang meng oponisasi bakteria tertentu.
Pada Sindrom nefrotik terdapat peningkatan kerentanan terhadap bakteria
tertentu seperti :
- Streptococcus pneumoniae,
- Haemophilus influenzae,
- Escherichia coli,
- Dan bakteri gram negatif lain
Peritonitis spontan merupakan jenis infeksi yang paling sering, belum jelas
sebabnya. Jenis infeksi lain yang dapat ditemukan antara lain; sepsis,
pnemonia, selulitis dan ISK. Terapi profilaksis yang mencakup gram
positif dan gram negatif dianggap penting untuk mencegah terjadinya
peritonitis.
2. Kelainan koagulasi dan trombosis
Kelainan hemostatic ini bergantung dari etiologi nefrotik sindrom, pada
kelainan glomerulopati membranosa sering terjadi komplikasi ini, sedang
pada kelainan minimal jarang menimbulkan komplikasi tromboembolism.
Pada sindrom nefrotik terdapat peningkatan faktor-faktor I, II, VII, VII,
dan X yang disebabkan oleh meningkatnya sintesis oleh hati dan dikuti
dengan peningkatan sintesis albumin serta lipoprotein. Terjadi kehilangan
anti trombin II, menurunya kadar plasminogen, fibrinogen plasma
meningkat dan konsentrasi anti koagulan protein C dan protein S
meningkat dalam plasma. Secara ringkas kelainan hemostatik pada
Sindrom nefrotik dapat timbul dari dua mekanisme yang berbeda:
- peningkatan permeabilitas glomerulus mengakibatkan:
meningkatnya degradasi renal dan hilangnya protein dalam urin
seperti anti trombin III, protein S bebas, plasminogen dan
antiplasmin
hipoalbuminuria mengakibatkan aktivasi trombosit lewat
tromboksan A2, meningkatkan sintesis protein pro koagulan
karena hiporikia dan tekanan fibrinolisis.
- Aktivasi sistem hemostatik didalam ginjal dirangsang oleh faktor
jaringan monosit dan oleh paparan matriks subendotel pada kapiler
glomerulus yang selanjutnya mengakibatkan pembentukan fibrin
dan agregasi trombosit.
3. Pertumbuhan abnormal
Pada anak dengan sindrom nefrotik dapat terjadi gangguan pertumbuhan
(failure to thrive), hal ini dapat disebabkan anoreksia hypoproteinemia,
peningkatan katabolisme protein, atau akibat komplikasi penyakit infeksi,
mal absorbsi karena edem saluran gastrointestinal.
Dengan pemberian kortikosteroid pada sindrom nefrotik dapat pula
menyebabkan gangguan pertumbuhan. Pemberian kortikosteroid dosis
tinggi dan dalam jangka waktu yang lama, dapat menghambat maturasi
tulang dan terhentinya pertumbuhan linier; terutama apabila dosis
melampaui 5mg/m2/hari. Walau selama pengobatan kortikosteroid tidak
terdapat pengurangan produksi atau sekresi hormon pertumbuhan, tapi
telah diketahui bahwa kortikosteroid mengantagonis efek hormon
pertumbuhan endogen atau eksogen pada tingkat jaringan perifer , melalui
efeknya terhadap somatomedin.
4. Perubahan hormon dan mineral
Pada pasien Sindrom nefrotik berbagai gangguan hormon timbul karena
protein pengikat hormon hilang dalam urin. Hilangnya globulin pengikat
tiroid (TBG) dalam urin pada beberapa pasien Sindrom nefrotik dan laju
eksresi globulin umumnya berkaitan dengan beratnya proteinemia. Hipo
kalsemia pada sindrom nefrotik berkaitan dengan disebabkan oleh albumin
serum yang rendah dan berakibat menurunnya kalsium terikat, tetapi fraksi
trionisasi tetap normal dan menetap.
5. Anemia
Anemia ringan hanya kadang-kadang ditemukan pada pasien sindrom
nefrotik. Anemianya hipokrom mikrositik, karena defisiensi besi yang
tipikal, namun resisten terhadap prefarat besi. Pada pasien dengan volume
vaskular yang bertambah anemia nya terjadi karena pengenceran. Pada
beberapa pasien terdapat transferin serum yang sangat menurun, karena
hilangnya protein ini dalam urin dalam jumlah besar.
Pemeriksaan diagnostic
Pemeriksaan yangdapat dilakukan untuk menentukan diagnosa pada nefrotik
sindrom, anatara lain yaitu :
1) Pemeriksaan Urinalisis
Tes kimia terhadap kemih sangat sederhana, yaitu dengan
menggunakan carik kertas impregnasi yang dapat mendeteksi glukosa,
aseton, billirubin, protein dan darah. pH kemih juga dapat diukur dengan
menggunakan tes dipstik (kertas celup). Namun, pemeriksaan yang
terpenting, yaitu :
Proteinuria
Orang dewasa mengekskresikan sedikit protein dalam kemih
normalnya sampai 150 mg/ hari yang terutama terdiri dari albumin dan
protein Tam-Horsfall. Proeteinuria dalam jumlah lebih besar dari 150
mg/ hari dianggap patologis. Oleh karena itu, untuk mengetahui jumlah
protein dalam urin dapat dilakukan tes dipstik (Albustix, Combistix)
dengan cara ujung kertas dicelupkan ke dalam kemih, lalu segera
diangkat dan ditiriskan. Hasilnya kemudian dibaca dengan
membandingkan kartu daftar warna pada label. Tingkatannya berkisar
dari 0 sampai 4+, sedangkan jumlah protein yang terkandung dalam
kemih tersebut diperkirakan dengan standar sebagai berikut :
- Samar (< 30 mg/ 100 ml kemih)
- 1+ (30 mg/ 100 ml/ kemih)
- 2+ (100 mg/ 100 ml/ kemih)
- 3+ (300 mg/ 100 ml/ kemih)
- 4+ (1 g/ 100 ml/ kemih)
Tes dipstik pada umumnya cukup cermat, tapi sebaiknya sampel
kemih diambil pada pagi hari, karena biasanya lebih pekat dan lebih
mudah untuk mendeteksi protein. Tes protein juga harus dilakukan pada
semua pemeriksaan kemih rutin untuk tujuan penyaringan.
Berat Jenis
Pengukuran berat jenis dilakukan untuk menetukan konsentrasi
kemih. Berat jenis diukur dengan kapasitas pengapungan hidroeter atau
urinometer dalam suatu silinder yang berisi keih. Prosedurnya yaitu :
1. Periksa ketepatan urinometer terhadap air suling, apakah nilainya
1000 pada suhu teraya.
2. Isi silinder penuh dengan kemih yang telah tercampur dengan baik.
3. Putar urinometer perlahan-lahan sambil dumasukan ke dalam kemih
agar jangan sampai terjadi kesalahan pada permukaan yang terbentuk
pada batang urinometer tersebut, dan jangan sampai menempel pada
sisi silinder.
4. Baca dari atas kebawah. Urinometer ditera dalam unit 0.001 mulai
dari 1000 dari sebelah atas dan terus ke bawah sampai 1,060. Cara
membaca yang baik adalah pada permukaan dasar meniskus yang
harus dibaca pada ketinggian mata.
5. Perbaiki hasil bacaan berat jenis tersebut kalau suhu contoh yang
diperiksa dengan suhu tera urinometer yang berbeda. Ginakan
termometer untuk menentukan suhu kemih yang sebenarnya.
Tambahkan 0,001 pada hasil yang terbaca untuk setiap 3o C (5, 4
o F)
di atas suhu tera dan dikurangi 0,001 untuk setiap 3o C dibawah suhu
tera.
Unsur normal BJ urin adalah 1,001 sesuai dengan osmolalitas
darah pada 285 moSm. Jika diberi minum yang banyak, orang sehat
dapat mengekskresikan kemih dengan Bj minimal 1,001, sedangkan jika
kekurangan cairan maka, BJ maksimal 1,040 dan kalau mengandung
glukosa/ protein (partikel padat) BJ > dari kemih normal, kalau
mengandung urea < dari kemih normal.
Kreatinin
Kreatinin merupakan produk penguraian keratin. Kreatin disintesis
di hati dan terdapat dalam hampir semua otot rangka yang berikatan
dengan dalam bentuk kreatin fosfat (creatin phosphate, CP), suatu
senyawa penyimpan energi. Dalam sintesis ATP (adenosine
triphosphate) dari ADP (adenosine diphosphate), kreatin fosfat diubah
menjadi kreatin dengan katalisasi enzim kreatin kinase (creatin kinase,
20
10
30
40
10
60
1000
20
10
30
40
1000
CK). Seiring dengan pemakaian energi, sejumlah kecil diubah secara
ireversibel menjadi kreatinin, yang selanjutnya difiltrasi oleh glomerulus
dan diekskresikan dalam urin.
Jumlah kreatinin yang dikeluarkan seseorang setiap hari lebih
bergantung pada massa otot total daripada aktivitas otot atau tingkat
metabolisme protein, walaupun keduanya juga menimbulkan efek.
Pembentukan kreatinin harian umumnya tetap, kecuali jika terjadi cedera
fisik yang berat atau penyakit degeneratif yang menyebabkan kerusakan
masif pada otot.
Jenis sampel untuk uji kreatinin darah adalah serum atau plasma
heparin. Kumpulkan 3-5 ml sampel darah vena dalam tabung bertutup
merah (plain tube) atau tabung bertutup hijau (heparin). Lakukan
sentrifugasi dan pisahkan serum/plasma-nya. Catat jenis obat yang
dikonsumsi oleh penderita yang dapt meningkatkan kadar kreatinin
serum. Tidak ada pembatasan asupan makanan atau minuman, namun
sebaiknya pada malam sebelum uji dilakukan, penderita dianjurkan untuk
tidak mengkonsumsi daging merah.
Kadar kreatinin diukur dengan metode kolorimetri menggunakan
spektrofotometer, fotometer atau analyzer kimiawi. Kreatinin darah
meningkat jika fungsi ginjal menurun. Oleh karena itu kreatinin dianggap
lebih sensitif dan merupakan indikator khusus pada penyakit ginjal.
Kadar kreatinin sebesar 2,5 mg/dl dapat menjadi indikasi kerusakan
ginjal. Kreatinin serum sangat berguna untuk mengevaluasi fungsi
glomerulus.
2) Pemeriksaan Lipid
Lipid adalah senyawa yang mengandung karbon dan hidrogen yang
tidak larut dalam air (hidrofobik) tetapi larut dalam pelarut organik.
Komponen lipid utama yang dapat dijumpai dalam plasma adalah
trigliserida, kolesterol dan fosfolipid.
Penetapan lipid biasanya dilakukan dengan serum, tetapi dapat juga
menggunakan plasma EDTA atau plasma heparin. Baik serum maupun
plasma harus segera dipisahkan dari sel-sel darah dan jika tidak segera
diperiksa, harus disimpan dalam lemari es supaya distribusi kolesterol tidak
berubah dan enzim-enzim tidak sempat mengubah proporsi lipoprotein.
Sampel darah harus diperoleh setelah klien berpuasa 10 12 jam sebelum
pengambilan.
Pengukuran lipid serum yang paling relevan adalah kolesterol total,
trigliserida, kolesterol HDL, dan kolesterol LDL. Pengukuran lipid dapat
dilakukan dengan metode kimiawi kolorimetrik.
Pengukuran kolesterol total dapat menggunakan enzim kolesterol
oksidase. Trigliserida diukur melalui pengeluaran asam lemak secara
hidrolisis diikuti oleh kuantifikasi gliserol yang dibebaskan. Pengukuran
kolesterol HDL menggunakan pengendapan semua lipoprotein selain HDL,
kemudian kolesterol HDL yang tersisa dalam larutan diukur. Sedangkan
kolesterol LDL diukur dari pengukuran trigliserida, kolesterol total, dan
kolesterol HDL dengan pendekatan Friedewald sebagai berikut : Kolesterol
LDL = Kolesterol total kolesterol HDL (trigliserida/5)
Sekarang pengukuran kolesterol LDL dapat dilakukan langsung
dengan tehnik imunopresipitasi selektif fraksi lipoprotein lain.
3) Biopsi Ginjal
Indikasi utama biopsi ginjal adalah diagnosa penyakit ginjal difus dan
untuk mengikuti perkembangan lebih lanjut. Tindakan biopsi ginjal yang
paling umum adalah perkutan. Prosedurnya yaitu penderita berbaring
terlungkup dengan kantong pasir di bawah abdomen untuk memfiksasi
ginjal pada punggung. Untuk ini perlu dilakukan anestesi lokal. Lokasi yang
di gunakan untuk biopsi ginjal di atas sudut ginjal kanan, tepat di bawah
tulang rusuk ke 12. Setelah itu, maka jaringan diperiksa dengan
menggunakan mikroskop cahaya, mikroskop elektron, dan mikroskop
imunofluoresin.
Segera setelah dibiopsi, maka bagian yang dibiopsi ditekan selama 10
menit dengan busa ukuran 4x4 inci, dan penderita harus berada pada posisi
tengkurap selama 30 menit. Lalu bagian yang dibiopsi di beri balut tekan
yang di pasang dari atas dan kantung pasir berada di bawah. Keduanya
menekan ginjal dan membantu mencegah perdarahan ekstra renal. Penderita
harus tetap di tempat tidur dan setenang mungkin dalam waktu 24 jam dan
instruksikan untuk jangan batuk atau bersin. Selama periode ini penderita
harus diobservasi TTV, abdomen, serta kemih.
Penatalaksanaan
Menurut Arif Mansjoer, 2000 :
1. Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan natrium sampai
kurang lebih 1 gram/hari secara praktis dengan menggunakan garam
secukupnya dan menghindar makanan yang diasinkan. Diet protein 2 3
gram/kgBB/hari
2. Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam, dapat digunakan
diuretik, biasanya furosemid 1 mg/kgBB/hari. Bergantung pada beratnya
edema dan respon pengobatan. Bila edema refrakter, dapat digunakan
hididroklortiazid (25 50 mg/hari), selama pengobatan diuretik perlu
dipantau kemungkinan hipokalemi, alkalosis metabolik dan kehilangan
cairan intravaskuler berat.
3. Pengobatan kortikosteroid yang diajukan Internasional Coopertive Study
of Kidney Disease in Children (ISKDC), sebagai berikut :
I. Selama 28 hari prednison diberikan per oral dengan dosis 60
mg/hari luas permukaan badan (1bp) dengan maksimum 80
mg/hari.
II. Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral selama 28 hari
dengan dosis 40 mg/hari/1bp, setiap 3 hari dalam satu minggu
dengan dosis maksimum 60 mg/hari. Bila terdapat respon selama
pengobatan, maka pengobatan ini dilanjutkan secara intermitten
selama 4 minggu
4. Cegah infeksi. Antibiotik hanya dapat diberikan bila ada infeksi
5. Siglofospamid dosis 0,5-3 mg/kgBB/hari selama 1-3 minggu
6. Angiotensin
7. Pungsi asites maupun hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi vital.
Bila diagnosis sindrom nefrotik telah ditegakkan, sebaiknya janganlah
tergesa-gesa memulai terapi kortikosteroid, karena remisi spontan dapat terjadi
pada 5-10% kasus. Steroid dimulai apabila gejala menetap atau memburuk dalam
waktu 10-14 hari.
a. Farmakologi
Mengatasi Kerusakan Glomerulus
1. Glukokortikoid (Steroid)
Steroid dengan efek cepat dan waktu paruh biologik pendek (kurang dari 12
jam), efek farmakologi kurang cepat, sering menimbulkan retensi garam dan
air. Contoh: kortison dan hidrokortison.
Steroid dengan waktu paruh biologik panjang, biasangan mempunyai efek
farmakologi lebih kuat. Contoh: betamenason dan deksametosan.
Steroid kerja medium dengan waktu paruh biologik antara 12-36 jam. Untuk
pengobatan jangka panjang. Contoh: prednisolon, metilprednisolon. (pada
kasus yang digunakan Prednisolon)
Predsnisolon
Prednisolon adalah glukokortikoid sintetik yang bekerja dengan menduduki
reseptor spesifik dalam sitoplasma sel sensitif.
Indikasi: edema, untuk menginduksi diuresis/ remisi proteinuria pada
nefrotik sindrom tanpa uremia, untuk nefrotik sindrom jenis idiopati atau yang
disebabkan lupus.
Kontraidikasi: hipersensitif terhadap metylprednisolon/glukokortikoid
lainnya, penyakit TBC, ulkus, diabetes melitus, herpes simpleks, peptikum, dan
varisela.
Peringatan: hati-hati penggunaan pada anak-anak (masa pertumbuhan)
dalam jangka panjang. Penghentian obata dilakukan secara bertahap.
Efek samping: pemberian jangka panjang menimbulkan efek samping yang
serius, moonface, hipertensi, osteoporosis, dan glaukoma.
Dosis: awal= 4-48mg/hr. Diturunkan secara bertahap.
Antikoagulan
Antikoagulan digunakan untuk mencegah penyulit hiperkoagulasi dan
fenomena tromboemboli yang terdapat pada sindrom nefroti. Efek farmakologinya
mencegah agregasi trombosit dan deposit-deposit fibrin/trombus. Antikoagulan
yang sring digunakan seperti: heparin, warfatin, fenindion.
Mengatasi Retensi Urine
1. Furosemide
Furosemide adalah suatu diuretika yang bekerja dengan cara menghambat
reabsorbsi ion Na pada lengkung henle.
Indikasi: penanganan edema yang berhubungan dengan gagal jantung dan
penyakit hati. Kontraindikasi: hipersensitif terhadap furosemid, pasien koma
hepatik.
Efek samping: penurunan kecepatan filtrasi dan aliran darah pada ginjal
(karena overdosis), kenaikan BUN sementara, pusing, pandangan kabur, demam,
anemia, dan gangguan pendengaran.
Dosis: bayi-anak oral:1-2mg/kg/dosis. Dosis maksimal 6 mg/kg/dosis
pada rentang tidak lebih dari 6 jam.
Untuk pemberian melalui intramuskular dan intravena = 1mg/kg/dosis
dengan peningkatan 1mg/kg/dosis pada interval 6-12 jam sampai 6mg/kg.dosis.
b. Nonfarmakologi
Tindakan
1. Torasintesis/parasintesis dapat dilakukan bila banyak cairan yang terkupmul
dalam celah pleura/rongga abdomen untuk mengurangi rasa sesak dan
dispnea.
2. Punsi ascites maupun hidrotoraks jika ada indikasi vital.
Diet
1. Diet tinggi protein terutama protein hewani dengan takaran 2-3gr/kg/hari.
2. Asupan natrium 0,5-1gr/hari. Dilarang memakan ikan asin, telus asin, dan
kecap, serta makanan kaleng.
3. Makanan tinggi kalium untuk pasien yang menerima diuretik
4. Pembatasan sodium dan cairan
Aktivitas
1. Tirah baring selama edema berat dan tanda infeksi
2. Imobilitas yang lama tidak dianjurkan, untuk mencegah atrofi otot
ekstrimitas.
Protokol Pengobatan
International Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) menganjurkan
untuk memulai dengan pemberian prednison oral (induksi) sebesar 60 mg/m2/hari
dengan dosis maksimal 80 mg/hari selama 4 minggu, kemudian dilanjutkan
dengan dosis rumatan sebesar 40 mg/m2/hari secara selang sehari dengan dosis
tunggal pagi hari selama 4 minggu, lalu setelah itu pengobatan dihentikan.
A. Sindrom nefrotik serangan pertama
1. Perbaiki keadaan umum penderita :
a. Diet tinggi kalori, tinggi protein, rendah garam, rendah lemak.
Rujukan ke bagian gizi diperlukan untuk pengaturan diet terutama
pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal.
b. Tingkatkan kadar albumin serum, kalau perlu dengan transfusi
plasma atau albumin konsentrat.
c. Berantas infeksi.
d. Lakukan work-up untuk diagnostik dan untuk mencari komplikasi.
e. Berikan terapi suportif yang diperlukan: Tirah baring bila ada edema
anasarka. Diuretik diberikan bila ada edema anasarka atau
mengganggu aktivitas. Jika ada hipertensi, dapat ditambahkan obat
antihipertensi.
2. Terapi prednison sebaiknya baru diberikan selambat-lambatnya 14 hari
setelah diagnosis sindrom nefrotik ditegakkan untuk memastikan apakah
penderita mengalami remisi spontan atau tidak. Bila dalam waktu 14 hari
terjadi remisi spontan, prednison tidak perlu diberikan, tetapi bila dalam
waktu 14 hari atau kurang terjadi pemburukan keadaan, segera berikan
prednison tanpa menunggu waktu 14 hari.
B. Sindrom nefrotik kambuh (relapse)
1. Berikan prednison sesuai protokol relapse, segera setelah diagnosis
relapse ditegakkan.
2. Perbaiki keadaan umum penderita.
Sindrom nefrotik kambuh tidak sering
Adalah sindrom nefrotik yang kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan
atau < 4 kali dalam masa 12 bulan.
a. Induksi
Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari)
maksimal 80 mg/hari, diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari
selama 3 minggu.
b. Rumatan
Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 40 mg/m2/48 jam,
diberikan selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4
minggu. Setelah 4 minggu, prednison dihentikan.
Sindrom nefrotik kambuh sering
Adalah sindrom nefrotik yang kambuh > 2 kali dalam masa 6 bulan
atau > 4 kali dalam masa 12 bulan.
a. Induksi
Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari)
maksimal 80 mg/hari, diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari
selama 3 minggu.
b. Rumatan
Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 60 mg/m2/48 jam,
diberikan selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4
minggu. Setelah 4 minggu, dosis prednison diturunkan menjadi
40 mg/m2/48 jam diberikan selama 1 minggu, kemudian 30
mg/m2/48 jam selama 1 minggu, kemudian 20 mg/m
2/48 jam
selama 1 minggu, akhirnya 10 mg/m2/48 jam selama 6 minggu,
kemudian prednison dihentikan.
Pada saat prednison mulai diberikan selang sehari,
siklofosfamid oral 2-3 mg/kg/hari diberikan setiap pagi hari selama
8 minggu. Setelah 8 minggu siklofosfamid dihentikan. Indikasi
untuk merujuk ke dokter spesialis nefrologi anak adalah bila pasien
tidak respons terhadap pengobatan awal, relapse frekuen, terdapat
komplikasi, terdapat indikasi kontra steroid, atau untuk biopsi
ginjal.
Pendidikan Kesehatan
Sindrom nefrotik merupakan salah satu penyakit kronik yang dalam
perjalanan penyakitnya klien akan sering merasakan adanya kekambuhan dan
remisi. Umumnya penyakit sindrom nefritis ini di derita oleh anak-anak, sehingga
pendidikan kesehatan kepada orang tua menjadi bagian yang sangat penting dalam
proses penyembuhan penyakit ini.
Beberapa hal yang perlu diketahui oleh orang tua dari seorang anak yang
menderita sindrom nefritik adalah :
1. Perjalanan penyakit, seperti pengertian, penyebab, factor resiko, tanda dan
gejala, serta penatalaksanaan gejala yang timbul. contohnya :
a. Penatalaksanaan edema : dianjurkan untuk tirah baring dan memakai
stocking yang menekan. Diuretik hanya diberikan pada edema yang
nyata, dan tidak dapat diberikan SN yang disertai dengan diare, muntah
atau hipovolemia.
b. Mencegah infeksi : biasanya diberikan antibiotic.
2. komplikasi yang mungkin timbul
a. Malnutrisi, akibat hipolabuminemia berat.
b. Infeksi sekunder, disebabkan gangguan mekanisme pertahanan humoral,
penurunan gamma globulin serum.
c. Gangguan koagulasi, berhubungan dengan kenaikan beberapa faktor
pembekuan yang menyebabkan keadaan hiperkoagulasi.
d. Akselerasi aterosklerosis, akibat dari hipelipidemia yang lama.
e. Kolap hipovolemia, akibat proteinuria yang berat.
f. Efek samping obat-obatan : diuretik, antibiotik, kortikosteroid,
antihipertensi, sitostatika yang sering digunakan pada pasien sindrom
nefrotik.
g. Gagal ginjal.
3. pengobatan yang lama
Penyakit sindrom nefrotik tergolong ke dalam penyakit kronik, sehingga
pengobatannya pun cenderung memakan waktu yang lama.
4. jenis dan manfaat diit yang baik untuk anak dengan sindrom nefrotik
... Diit yang diberikan pada pasien dengan sindroma nefrotik harus
menyediakan protein dan energi yang cukup untuk menjaga keseimbangan
nitrogen positif dan meningkatkan konsentrasi albumin plasma serta
mengurangi udema. Meskipun demikian peningkatan albumin dan
keseimbangan nitrogen jarang dapat dicapai karena pemberian diit tinggi
protein juga sering disertai dengan peningkatan buangan protein melalui
urin.. (Mitch, 1996).
Jenis diet yang direkomendasikan ialah diet seimbang dengan protein
dan kalori yang adekuat, rendah garam dan kolesterol. Kebutuhan protein anak
ialah 1,5 2 g/kg, namun anak-anak dengan proteinuria persisten yang
seringkali mudah mengalami malnutrisi diberikan protein 2 2,25 g/kg per
hari. Maksimum 30% kalori berasal dari lemak. Karbohidrat diberikan dalam
bentuk kompleks seperti zat tepung..
Selain itu, manfaat dari diit yang baik untuk anak dengan sindrom
nefrotik adalah, anak akan terhindar dari adanya gangguan pertumbuhan.
Penyebab dari gangguan pertumbuhan ini adalah multifaktorial, yaitu
proteinuria, kehilangan insulin-like growth factor (IGF) binding protein
melalui urin yang menyebabkan kadar IGD-I dan IGF-II dalam serum
menurun, depresi IGF receptor mRNA, dan efek pengobatan steroid.
5. manfat imunisasi untuk anak dengan sindrom nefrotik
Selain pengobatan steroid dan dalam 6 minggu setelah pengobatan dihentikan.
Hanya vaksin mati yang boleh diberikan kepada penderita SN. Setelah 6
minggu penghentian steroid, vaksin hidup baru dapat diberikan. Karena
penderita SN sangat rentan untuk mendapatkan infeksi terutama dari kuman
berkapsul, maka dianjurkan untuk mendapatkan imunisasi terhadap
Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, varisela dan hepatitis B.
Vaksinasi terhadap pneumokokus direkomendasikan pada penderita SN
terutama yang pernah mengalami peritonitis.
6. efek samping obat
I. Pengkajian
1. Anamnesa
a) Biodata klien
- Nama : Ananda
- Usia : 5 tahun
- Jenis kelamin : -
- Pekerjaan : -
b) Keluhan utama: klien mengalami anasarka
P-Q-R-S-T
Ananda mengalami anasarka, satu bulan yang lalu klien mengalami
bengkak di periorbital saat bangun dan saat sore hari menghilang
belakangan ini bengkakanya tidak hilang walau sampai sore. Dan ibu klien
menyadari kemaluan anaknya pun ikut membesar.
c) Riwayat kesehatan sekarang:
Klein mengalami anasarka (edem seluruh tubuh), nafas pendek (eksprirasi
: inspirasi 1:1) dan terdapat acites (+)
d) Riwayat Kesehatan masa lalu:
Apakah klien pernah mengalami penyakit infeksi atau gangguan pada
system perkemihan terutama masalah pada ginjal? Pada kasus, tidak
teridentifikasi.
e) Riwayat kesehatan keluarga:
Tanyakan pada klien/keluarga apakah ada anggota keluarga yang
mempunyai penyakit dengan tanda gejala yang sama dengan
klien?Apakah ada riwayat herediter? Pada kasus, tidak teridentifikasi.
f) Riwayat obat-obatan:
Tanyakan pada klien apakah klien memiliki alergi pada obat tertentu?
Apakah klien pernah mengkonsumsi obat-obatan seperti analgesik,
antibiotik, atau obat obat untuk kelainan urinarius baik dari resep
dokter/dibeli sendiri sebelumnya?Apakah ada efek samping obat yang
mempengaruhi kondisi klien?
Pada kasus ini ananda pernah diberikan obat berbentuk tablet kecil-kecil
berwarna hijau dari Puskesmas
2. Pola-pola fungsi kesehatan
a) Pola Aktivitas & Lingkungan
Tanyakan bagaimana kondisi lingkungan tempat tinggal klien dan tempat
biasanya klien beraktivitas? Apakah dalam aktivitas sehari - hari klien
terganggu dengan keadaannya saat ini?Apakah klien mudah lelah dalam
beraktivitas? Apakah lingkungan sekitar klien menjadi faktor resiko
timbulnya gejala?Pada kasus, Klien bekerja di pabrik jaket kulit bagian
perwarnaan dengan zat- zat yang berbahaya bagi tubuh.
b) Pola Gaya Hidup
Tanyakan pada ibu klien apakah suka membeli jajanan yang mengandung
bahan-bahan kimia berbahaya?
c) Pola Eliminasi
Tanyakan kepada klien bagaimana pola eliminasi klien? Pada kasus, klien
sedikit mengelurkan urine
d) Pola Nutrisi/Cairan
Tanyakan pada klien berapa banyak klien biasanya minum dalam sehari?
Tanyakan pada klien apakah berat badan klien turun/tidak?Bagaimana
asupan nutrisi klien setiap harinya? Apakah klien mengalami kakeksia?
Pada kasus, tidak teridentifikasi.
3. Aspek psiko-sosio-spiritual
Terhadap Klien
1) Bio
Pada klien dengan syndrome nefrotik ini terjadi perubahan pada bagian
tubuhnya. Pada kasus ini jelas terjadi, dimana klien mengalami anasarka
(edema seluruh bagian tubuh)
2) Psiko
Klien akan merasakan malu yang diakibatkan oleh anasarka (edema
seluruh bagian tubuh) selain itu klien mesti melaksanakan hospitalisasi.
Untuk itu, penjelasan prosedur kepada Ibu klien mesti jelas dan tetap
memberikan spirit kepada klien.
3) Sosio
Klien akan kehilangan perannya dalam keluarga sebagai anak karena harus
menjalani perawatan yang waktunya tidak akan sebentar dan juga perasaan
akan ketidakmampuan dalam melakukan kegiatan seperti bermain dan
belajar seperti biasanya.
4) Spiritual
Apakah klien sudah mengalami gangguan kebutuhan spiritual sesuai
dengan keyakinannya ?
4. Pemeriksaan Fisik
TD : 130/90 mmHg
RR : 30x/menit
HR : 112x/menit
Inspeksi :
Klien tampak anasarka dan nafas terlihat pendek
Palpasi :
Acites (+)
Perkusi : -
Auskultasi :
Rales (-), weezing (-), rasio inspirasi dan ekspirasi 1:1
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Uji urine
Protein urin meningkat Proteinuria masif (>29gr / 24 jam)
Urinalisis cast hialin dan granular, hematuria
Dipstick urin positif untuk protein dan darah
Berat jenis urin meningkat
Glikosuria akibat disfungsi tubulus proksimal.
b. Uji darah
Albumin serum menurun Hipoalbuminemia (< 3,5 g/dl)
Kolesterol serum meningkat (>200 mg% , TG > 300mg%)
Hemoglobin dan hematokrit meningkat (hemokonsetrasi)
Laju endap darah (LED) meningkat
Elektrolit serum bervariasi dengan keadaan penyakit perorangan.
c. Uji diagnostik
Biopsi ginjal merupakan uji diagnostik yang tidak dilakukan secara rutin
(Betz, Cecily L, 2002 : 335).
Hasil Laboratorium : (Data Kasus)
- Urine keruh (+++)
- Protein urine
- Serum cholesterol 345 mg%
- Serum creatinin 0,9 mg%
- Hemoglobin 13
- Serum albumin 2,1 gr%
- BUN albumin 16 mg%
- Hematokrit 44%
- Produksi urine 750 ml/24 jam
II. Analisa Data
Data Etiologi Masalah
Ds : penuturan ibu
klien, bahwa klien 1
bulan yang lau
bengkak disekitar
periorbital dan
sekarang bengkak
hingga kemaluan klien
Do : anasarka, acites
(+), urine keruh
Hipoalbuminemia
Tekanan onkotik plasma
Cairan shift ke interstisial
Vol. intravaskuler
Perfusi ginjal
Renin Angiotensinogen
Angiotensin I Angiotensin II
Aldosteron
Retensi Na dan air
Edema
Kelebihan volume
cairan b.d menurunnya
tekanan onkotik plasma
d.d edema anasarka
Ds :
Do: rasio inspirasi dan
ekspirasi 1:1 RR :
30x/menit HR :
112x/menit
Edema
Akumulasi cairan dirongga
pleura
Efusi pleura
Menurunnya ekspansi paru
Sesak nafas
Pola nafas tidak efektif
Pola nafas tidak efektif
bd. penurunan ekspansi
paru karena edema d.d
rasio inspirasi dan
ekspirasi 1:1 RR :
30x/menit HR :
112x/menit
Ds :
Do: anasarka
Edema
Kelebihan volume cairan
Resiko kerusakan
integritas kulit bd
edema
Menipisnya kulit sebagai
pelindung tubuh
Resiko kerusakan integritas kulit
Ds:
Do: hipoalbuminemia
(serum albumin 2,1
gr%)
Kehilangan factor melalui urin
(hipoalbuminemia)
Kehilangan factor komplemen
(factor properdin B) dalam urin
Resti infeksi
Resiko infeksi bd
penurunan
immunoglobulin (Ig G)
dll
Ds :
Do: anasarka (edema
seluruh tubuh
Vol. intravaskuler
Perfusi ginjal
Renin Angiotensinogen
Angiotensin I Angiotensin II
Aldosteron
Retensi Na dan air
Edema
Perubahan bentuk tubuh
Resiko gangguan body image
Resiko gangguan body
image bd perubahan
bentuk tubuh
(anasarka)
Ds :
Do: rasio inspirasi dan
ekspirasi 1:1 RR :
30x/menit HR :
112x/menit
Edema
Akumulasi
cairan diintra
peritonel
(acites)
Menekan
epigastrium
Menekan
saraf vagus
Merangsang
sensasi
kenyang
Edema
Akumulasi
cairan
dirongga
pleura
Efusi pleura
Menurunnya
ekspansi paru
Sesak nafas
Pola nafas
tidak efektif
Resiko intoleran
aktivitas bd penigkatan
pola nafas, anorexia
Anorexia
Malaise,
kelelahan
Resiko
intoleran
aktivitas
Ds :
Do : acites (+),
Edema
Akumulasi cairan diintra
peritonel (acites)
Menekan epigastrium
Menekan saraf vagus
Merangsang sensasi kenyang
Anorexia
Resiko ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan
Resiko
ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan bd anoreksia
ASKEP
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
1. Kelebihan
volume cairan
b.d menurunnya
tekanan onkotik
plasma d.d
edema anasarka,
penuturanibukli
en, bahwaklien
Tupan :
Gejala
akumulasi
cairan tidak
terjadi
Tupen :
setelah
1. Kaji dan catat, intake
dan output
2. Timbang BB setiap
hari
1. Adanya perubahan pada
urine input dan output
mengindikasikan edema
masif
2. Untuk mengkaji adanya
retensi
1 bulan yang
laubengkakdisek
itarperiorbitalda
nsekarangbengk
akhinggakemalu
anklien
dilakukan
perawatan
selama 5 x
24 jam
gejala
kelebihan
volume
cairan klien
berkurang
dengan
kriteria
hasil :
Edema
anasarka
berkurang,
asites (-),
ukuran
lingkar
perut juga
mengecil
3. Kaji perubahan pada
edema :
- Ukur lingkar
abdomen
- Monitor edema
disekitar mata dan
daerah yang edema
- Catat adanya
pitting jika ada
- Catat warna dan
texture dari kulit
4. Tes Bj urine, dan
albumin
5. Tampung urine
untuk keperluan
laboratorium
6. Kolaborasi
pemberian
kortikosteroid sesuai
kebutuhan
7. Kolaborasi
pemberian diuretic
jika di indikasikan
8. Batasi cairan
3. Untuk mengkaji adanya
asites
4. Hyperalbuminuria adalah
manifestasi pada NS
5. Mempermudah pemeriksaan
laboratorium
6. Untuk mengurangi eksresi
protein dalam urine
7. Untuk mengurangi edema
8. Membatasi cairan agar tidak
terjadi penumpukan cairan
2. Pola nafas
tidak efektif
bd. penurunan
Tupan :
setelah
dilakukan
1. Kaji kualitas,
frekuensi dan
kedalaman, serta
1. Dengan mengkaji kualitas,
frekuensi dan kedalaman napas
klien, kita dapat mengetahui
ekspansi paru
karena edema
d.d rasio
inspirasi dan
ekspirasi 1:1
RR : 30x/menit
HR :
112x/menit
perawatan
7 x 24 jam,
gangguan
pola nafas
yang terjadi
akibat
edema
hilang
Tupen :
setelah
dilakukan
perawatan
3 x 24 jam
pola nafas
klien
kembali
normal,
dengan
kriteria :
Rasio
inspirasi
dan
ekspirasi
2:1
TD dan HR
kembali
normal
melaporkan setiap
perubahan yg
terjadi
2. Lakukan auskultasi
suara napas setiap
2-4 jam
3. Baringkan klien
dengan posisi yang
nyaman, posisikan
klien semi fowler
4. Observasi tanda-
tanda vital (Nadi
dan pernapasan)
Kolaborasi
5. Berikan diet rendah
natrium
6. Terapi oksigen
perubahan yuang terjadi pada
klien
2. Auskultasi napas dapat
menenetukan kelainan suara
napas
3. Posisi semi fowler
memaksimalkan ekspansi paru
dan menurunkan upaya untuk
bernapas
4. Peningkatan frekuensi napas dan
takikardi merupakan adanya
indikasi penurunan fungsi paru
5. Untuk mengurangi retensi cairan
6. Mencegah terjadinya gawat nafas
3. Resiko
kerusakan
integritas kulit
bd edema
Tupan :
tidak
terjadi
kerusakan
integritas
1. Inspeksi kulit
terhadap perubahan
warna, turgor,
vaskular. Perhatikan
kemerahan,
1. Untuk mengetahui kelainan
kulit yang terjadi pada klien
kulit eksoriasi, observasi
terhadap ekmosis,
purpura.
2. Pantau masukan
cairan dan hidrasi
kulit, dan membran
mulosa.
3. Inspeksi area
tertentu terhadap
adanya edema.
4. Ubah posisi dengan
sering; gerakan
pasien dengan
perlahan; beri
bantalan pada
tonjolan tulang,
pelindung siku atau
tumit.
5. Berikan perawatan
kulit. Batasi
penggunaan sabun,
berikan salep atau
krim.
6. Pertahankan linen
kering, bebas
keriput, dan selidiki
gatal.
7. Anjurkan
menggunakan
pakaian katun
longgar.
8. Kolaborasi : berikan
2. Mencegah terjadinya kekeringan
mukosa akibat dehidrasi
3. Mengobservasi ada atau
tidaknya edem
4. Mencegah terjadinya dekubitus
akibat luka tekan
5. Mencegah terjadinya iritasi pada
kulit
6. Menghindari terjadinya
gangguan integritas kulit
7. Pakaian longgar dapat
mencegah tekanan kepada kulit.
8. Mencegah timbulnya luka tekan
matras busa.
4. Resiko infeksi
bd penurunan
immunoglobuli
n (Ig G)
Tupan:
Tidak
terjadi
infeksi
1. Lindungi anak dari
orang yang terkena
infeksi
2. Tempatkan anak
diruangan non
infeksi
- Batasi kontak
langsung dengan
orang yang
menderita infeksi
- Ajarkan
pengujung untuk
mencegah infeksi
seperti : cuci
tangan
3. Gunakan tehnik
aseptic pada setiap
tindakan
4. Lakukan cuci
tangan yang baik
5. Pertahankan anak
dalam keadaan
hangat dan kering
6. Monitor temperatur
1. Untuk meminimalkan masuknya
organisme
2. Menghindari kontaminasi silang
3. Meningkatkan universal
precaution
4. Meningkatkan universal
precaution
5. Anak mudah terkena ISPA
6. Peningkatan suhu merupakan
salah satu tanda terjadinya infeksi
Ajarkan orang tua
mengenai tanda dan
gejala infeksi
Agar orangtua paham dan dapat
menangani dengan segera jika sudah
ada tanda-tanda infeksi
5. Resiko tinggi
kekurangan
nutrisi dari
kebutuhan
tubuh bd
anoreksia
Klien dapat
meng-
konsumsi
makanan
tinggi
protein dan
kalori dan
rendah
natrium
Batasi asupan natrium
Makanan diberikan
sedikit-sedikit tapi
sering
Makanan disajikan
hangat dan ditata
semenarik mungkin
Hygiene oral secara
teratur, terutama
sebelum makan
Makanan tinggi
protein, seperti daging
(tanpa lemak), ikan,
ayam, dan susu.
Makanan yg tinggi natrium dapat
membuat anoreksia bertambah .
Oreng yang anoreksia tidak bisa
makan banyak, namun asupan
nutrisi harus tetap masuk, sehingga
harus diberikan sedikit-sedikit
namun sering.
Untuk meningkatkan nafsu makan
klien.
Hal ini untuk mengurangi bau nafas
yang dapat memperberat anoreksia.
Dengan hygiene oral yang baik
sebelum makan dapat mengurangi
anoreksia, dan menjaga rasa dalam
lidah, atau tidak terasa pahit.
Untuk meningkatkan protein dalam
tubuh.
Timbang BB setiap
hari
Untuk mengevaluasi BB klien,
sehingga perlu diketahui setiap hari.
6. Resiko tinggi
intoleran
aktivitas bd
edema
Klien dapat
mengungka
pkan rasa
lelahnya
berkurang,
istirahat
dirasakan
cukup
Dapat
melakukan
aktivitas
seperti
biasa tanpa
rasa lelah
Istirahat atau badrest,
tirah baring
Membantu ADL klien
Mendekatkan alat-alat
kebutuhan sehari-hari
klien
Ambulasi
Istirahat sesuai yang
direncanakan
Untuk menunjang proses
pemulihan, atau sampai edema
berkurang.
Agar mempermudah klien dan tidak
menghabiskan tenaganya
Untuk mempermudah klien
melakukan melakukan aktivitas
yang diinginkan
upaya seseorang untuk mel
akukan latihan jalan atau
berpindah tempat. Mobilitas
merupakan suatu kemampuan
individu untuk bergerak secara
bebas, mudah, dan teratur dengan
tujuan untuk memenuhi
kebutuhan aktivitas guna
mempertahankan kesehatannya.
Menjadwalkan aktivitas sehari-hari
dengan istirahat yang cukup.
7. Defisit
pengetahuan
Keluarga
dapat
Untuk mengatasi
deficit pengetahuan
Agar keluarga mengetahui tentang
penyakitnya dan memperkirakan
keluarga bd
kurang
informasi yang
dibutuhkan
mengetahui
dan
menjelaska
n mengenai
penyakit
dan tanda
gejalanya,
modifikasi
diet, efek
dan efek
samping
obat/pengo
batan, dosis
obat,
tindakan
untuk
mencegah
infeksi, dan
dapat
mendeteksi
awal tanda
gejala yang
membutuhk
an bantuan
medis.
keluarga, perlu
dilakukan penyuluhan
sebagai berikut :
Informasikan
mengenai penyakit
(seperti pengertian,
penyebab,
kemungkinan terburuk
yang dapat terjadi
komplikasi dari
penyakit)
Menjelaskan tanda dan
gejala dari penyakit,
cara menangani atau
tindakan yang
membutuhkan bantuan
medis
Jelaskan cara
mengkaji status cairan
tubuh, sebagai tanda
dan gejala
hipovolemia atau
hipervolemia
Menjelaskan
mengenai medikasi
Nama obat, dosis,
frekuensi, efek dan
kemungkinan terburuk yang dapat
terjadi serta dapat
mempertimbangkan segala
tindakan.
Untuk mendeteksi lebih awal tanda
dan gejala yang timbul, agar tidak
terlambat untuk pengobatan.
Mendeteksi lebih awal dari kondisi
hipovolemia atau hipervolemia.
Hal ini untuk membantu keluarga
dalam pemberian obat-obat yang
diprogramkan untuk klien secara
tepat, dan tidak terjadi kesalahan
efek samping, dari
obat. Serta perlu
dijelaskan mengenai
antibiotic yang harus
dihabiskan sesuai
dengan program
dokter.
Jelaskan tentang
modifikasi diet,
Tinggi protein dan
kalori, serta rendah
natrium
Jelaskan tindakan
untuk mencegah
infeksi, menghindari
sumber infeksi
Biasakan untuk
mempertahankan
kesehatan umum,
istirahat dan tidur
yang cukup
Pemantauan lebih
lanjut fungsi ginjal
yang dapat memperberat kondisi
klien.
Untuk membantu keluarga
mengatur menu makanan yang akan
disajikan untuk klien. Jika rendah
protein dan kalori atau tinggi
natrium akan memperburuk keadaan
klien.
Agar klien tidak mudah terjangkit
infeksi, karena daya tahan tubuh
yang menurun.
Untuk mempertahankan daya tahan
tubuh.
Untuk mengetahui kelainan-
kelainan yang dapat terjadi.
8. Anxietas
Klien
maupun
keluarga
Jalin trush antara
perawat, klien dan
keluarga
Dengan sikap yang saling percaya
antara perawat dan klien serta
keluarga, dapat mengurangi rasa
tidak
merasa
cemas lagi,
mengataka
n mampu
menangani
rasa
cemasnya
itu, ada
system
pendukung
yang
efektif,
tampak
tenang dan
relaks
Mengatasi penyebab
anxietas
Dorong pasien untuk
mengungkapakan
perasaannya
Jelaskan mengenai
sifat dan proses
penyakit serta
prosedur diagnostic
Support dari orang-
orang terdekat,
terkasih, dan tersayang
cemas.
Anxietas berkurang saat penyebab
dapat ditangani dengan baik.
Untuk mengetahui tingkat
kecemasan yang dialami klien.
Untuk mengurang kekhawatiran
klien dan keluarga
Dukungan dari orang-orang terdekat
dapat membantu untuk menghadapi
rasa cemas.
System pendukung yang efektif
diantaranya adalah orang-orang
terdekatnya, seperti keluarga, dll
DAFTAR PUSTAKA
Suryadi dan Yuliani, Rita. 2001. Praktek klinik Asuhan Keperawatan Pada Anak.
Jakarta : Sagung Seto.
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. EGC.
Mansjoer, Arif, dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran, edisi ketiga, Jilid 1. Media
Aesculapius.
Brunner & Suddarths. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :
EGC
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : pedoman untuk
perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta : EGC
Suharyanto, Toto. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan
Sistem Perkemihan. Jakarta : TIM.
Top Related