MODEL MATEMATIS PERUBAHAN KUALITAS AIR DI
DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CITARUM, JAWA BARAT
Oleh :
MUHAMMAD ITTICHAD FADLILILLAH
F14060796
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
MODEL MATEMATIS PERUBAHAN KUALITAS AIR DI DAERAH
ALIRAN SUNGAI (DAS) CITARUM, JAWA BARAT
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknik Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
MUHAMMAD ITTICHAD FADLILILLAH
F14060796
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
Judul Skripsi : Model Matematis Perubahan Kualitas Air di Daerah
Aliran Sungai (DAS) Citarum, Jawa Barat
Nama : Muhammad Ittichad Fadlilillah
NIM : F14060796
Bogor, Agustus 2010
Menyetujui,
Dosen Pembimbing Akademik
Dr. Ir. Roh Santoso Budi Waspodo, M.T
NIP 19620714 198703 1 004
Mengetahui,
Ketua Departemen Teknik Pertanian
Dr. Ir. Desrial, M. Eng
NIP 19661201 199103 1 004
Tanggal Lulus :
Muhammad Ittichad Fadlilillah. F14060796. Model Matematis Perubahan
Kualitas Air di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum, Jawa Barat. Dibawah
Bimbingan Dr. Ir. Roh Santoso Budi Waspodo. 2010
RINGKASAN
Air merupakan kebutuhan yang vital dalam berbagai proses metabolisme
kehidupan makhluk hidup. Jumlah air yang tetap tidak dapat memenuhi
kebutuhan makhluk hidup yang semakin bertambah. Ditambah lagi kualitasnya
yang semakin menurun akibat aktivitas buruk manusia seperti membuang sampah
dan limbah di sungai. Banyak aliran sungai di Indonesia yang telah tercemar dan
tidak layak lagi dikonsumsi untuk berbagai kebutuhan. Salah satu sungai yang
kondisinya cukup parah adalah sungai Citarum di Jawa Barat. Sungai Citarum
memiliki panjang sungai 270 kilometer, yang berhulu di Gunung Wayang,
Kabupaten Bandung, melintasi beberapa wilayah kabupaten Purwakarta dan
berhilir di Jakarta, Bekasi dan Karawang. Di DAS Citarum terdapat tiga waduk
(Saguling, Cirata dan Jatiluhur) yang berfungsi untuk mengendalikan air untuk
irigasi (>85 %) dan sisanya untuk pembangkit listrik, air minum dan industri.
Melihat fungsi Sungai Citarum beserta tiga waduk di dalamnya yang sangat
penting maka diperlukan suatu model matematis perubahan kualitas air untuk
meperkirakan nilai kualitas air dari hulu sampai hilir.
Tujuan penelitian ini adalah; untuk mengetahui kualitas air sungai Citarum
dalam bentuk parameter BOD, COD dan TSS yang di ambil dari 10 titik
pengamatan dari hulu sampai hilir, membuat model perubahan kualitas air, dan
melihat pengaruh tiga waduk di DAS Citarum terhadap perubahan kualitas air
sungai Citarum. Penelitian dilakukan dengan pengambilan data sekunder kualitas
air tahun 2008 dan beberapa data pendukung lain yang kemudian diolah dengan
menggunakan software Microsoft Excel 2007, dibandingkan dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 dan dianalisis grafiknya kemudian dibuat
model matematisnya.
Hasil dari penelitian ini adalah berupa model perubahan kualitas air DAS
Citarum tahun 2008, yaitu pada bulan basah (Maret) untuk parameter BOD adalah
y = 5E-14x3 - 9E-09x
2 + 0,000x + 5,902 dengan R
2 = 0,892, parameter COD
adalah y = 2E-14x3 - 4E-09x
2 + 0,000x + 2,433 dengan R
2 = 0,854, dan parameter
TSS adalah y = 1E-13x3 - 3E-08x
2 + 0,001x + 238,5 dengan R² = 0,884. Model
perubahan kualitas air DAS Citarum pada bulan kering (Juli) untuk parameter
BOD adalah y = 1E-09x2 - 0,000x + 26,50 dengan R
2 = 0,673, parameter COD
adalah y = 7E-11x2 - 0,000x + 10,14 dengan
R
2 = 0,693 dan parameter TSS
adalah y = 3E-13x3 - 5E-08x
2 + 0,002x + 190,4 dengan R
2 = 0,963.
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui nilai BOD, COD dan TSS
pada setiap titik pemantauan dari hulu ke hilir mempunyai sebaran yang
fluktuaitif. Jarak titik pantau dari sumber mata air sungai tidak berpengaruh
terrhadap perubahan kualitas air, tergantung di daerah tersebut terdapat sumber
pencemar atau tidak. Pola penyebaran kualitas air untuk ketiga parameter
memperlihatkan bahwa waduk dapat mengendalikan kualitas air yaitu bahan
polutan yang keluar dari waduk dapat menurun karena mengendap di dasar
waduk.
Muhammad Ittichad Fadlilillah. F14060796. Mathematic Model of Water
Quality Changes in Citarum watercourse, West Java. Supervised by Dr. Ir. Roh
Santoso Budi Waspodo. 2010
Abstract
Water is vital requirement in many metabolic process of organism. Water
stock which is stabil can’t meet the requirements of organism which is keeps
increasing. It becomes worst by decreasing of water’s quality caused by human’s
bad activity such as release waste into river. There are many watercourse in
Indonesia which has been polluted and don’t worth to be consumed for many
requirements. One of them is Citarum river in West Java. Citarum river has 270
km long. Its upstream is in Wayang mountain, Bandung regency. Its watercourse
passing through some regions in Purwakarta regency and downstreamed in
Jakarta, Bekasi and Karawang. There are three weirs in DAS Citarum (Saguling,
Cirata and Jatiluhur) which functioned to controll water for irrigation (>85%)
and the rest for electrical generator, drinking water and industrial requirements.
Because of the important functions of Citarum river and its three weirs, thus
needed a mathematic model of water quality change to estimate the value of water
quality from upstream to downstream.
The objectives of this research are to knowing water quality of Citarum
river in BOD, COD and TSS parameters which is taken from 10 observation
points from upstream to downstream, to make a model of water quality changes,
and to observate the effect of three weirs in DAS Citarum to water quality
changes of Citarum river. This research held by collect secondary data of water
quality in 2008 and some other supporting data which is proccessed by Microsoft
Office Excel 2007 Software, compared with Goverment Regulation Number 82
Year 2001 and its graphics analyzed and then made its mathematic model.
The result of this research is model of water quality changes of DAS
Citarum in 2008, that is in wet month (March) for BOD parameter is y = 5E-14x3
- 9E-09x2 + 0,000x + 5,902 with R
2 = 0,892, COD parameter is y = 2E-14x
3 -
4E-09x2 + 0,000x + 2,433 with R
2 = 0,854, and TSS parameter is y = 1E-13x
3 -
3E-08x2 + 0,001x + 238,5 with R² = 0,884. Model of water quality changes of
DAS Citarum in dry month (July) for BOD parameter is y = 1E-09x2 - 0,000x +
26,50 with R2
= 0,673, COD parameter is y = 7E-11x2 - 0,000x + 10,14 with
R
2 =
0,693 and TSS parameter is y = 3E-13x3 - 5E-08x
2 + 0,002x + 190,4 with R
2 =
0,963.
Based on result of this research, known that BOD, COD and TSS values in
each observation point from upstream to downstream has a fluctuative
distribution. Distance of observation point from water spring doesn’t affect the
water quality changes, depend on the existence of polluter source in thet area.
Distribution pattern of water quality for those three parameters show that weir
could controll water quality, that is pollutan which released from weir could be
decreased because the pollutant sedimented in weir base.
Keyword: Mathematic model, Water quality, BOD, COD, TSS
i
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 9 Februari 1988 dan merupakan
anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan orang tua dengan nama Bapak
Muhammad Fadlil Murod dan Ibu Deslina Hartati. Pada tahun 2000, penulis
menyelesaikan pendidikan di SDN Curug 5, Kecamatan Cimanggis, Kota Depok.
Kemudian pindah ke kota santri Kudus Jawa Tengah bersama nenek. Penulis
melanjutkan pendidikan pada jenjang Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP)
di SLTPN 3 Kudus dan lulus tahun 2003. Tahun 2003 penulis melanjutkan
pendidikan ke jenjang Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) di SMA 1 Kudus
dan lulus pada tahun 2006.
Pada tahun 2006, penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian
Bogor melalui program USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Pada tahun kedua
di IPB penulis masuk Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi
Pertanian dan berhasil menyelesaikan studi sarjananya pada tanggal 2 Agustus
2008.
Selama menjadi mahasiswa penulis aktif menjadi Pengurus Himateta
periode 2007-2008, Pengurus Organisasi Mahasiswa Daerah Keluarga Kudus
Bogor “Menara Kota” (OMDA KKB “MK”) periode 2006-2008 dan Ketua
Persatuan Mahasiswa Kudus Jakarta Raya (SAKURA) periode 2008-2009.
Penulis melakukan kegiatan Praktek Lapangan di Perum Jasa Tirta II, Purwakarta-
Jawa Barat dengan topik “ Konservasi Sumber Daya Air di Perum Jasa Tirta II
Purwakarta-Jawa Barat”. Selanjutnya penulis melakukan penelitian di bidang
Teknik Tanah dan Air dengan judul “Model Matematis Perubahan Kualitas Air di
DAS Citarum Jawa Barat” di bawah bimbingan Dr. Ir. Roh Santoso Budi
Waspodo, M.T.
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat, taufiq dan hidayahNya sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan skripsi ini dengan baik. Laporan ini ditulis berdasarkan
kegiatan penelitian yang dilaksanakan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum,
Jawa Barat. Mulai Maret sampai dengan Mei 2010.
Ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada
pihak-pihak yang telah banyak memberikan bantuan berupa masukan, saran dan
kritikan terhadap penulis dalam menyelesaikan proposal penelitian ini, yaitu:
1. Dr. Ir. Roh Santoso Budi Waspodo, M.T. Selaku Dosen Pembimbing
Akademik yang telah banyak memberikan saran dan bimbingan kepada
penulis selama ini.
2. Prof. Dr. Ir. Asep Sapei, MS. dan Ir. Susilo Sarwono selaku dosen penguji
dalam ujian skripsi penulis yang telah memberikan saran dan masukan dalam
penyusunan laporan penelitian ini.
3. Ibu, Bapak dan keluarga tercinta yang selalu memberikan doa dan dukungan
secara moril dan materil selama ini.
4. Mas Agus Imaduddin dan keluarga besar Mbah Munichah yang telah
memberikan bantuan secara moril dan materiil sehingga penulis bisa
menyelesaikan studinya.
5. Bapak Andri Sewoko, STP, M.P atas bantuannya memberikan masukan, saran
serta kesediaannya membantu penulis dalam pengabilan data-data mengenai
DAS Citarum dan Waduk Jatiluhur di Perum Jasa Tirta II Purwakarta, Jawa
Barat.
6. Teman-teman kosan Bateng 30; Gagah, Indra, Ismail, Yudi dan Habib yang
selalu memberikan semangat dan dukungan penulis dalam melaksanakan
studi.
7. Teman-teman senasib seperjuangan Teknik Pertanian ’43; Herman, Risma,
Kindi, Ka Pengky’42, dll, terima kasih atas bantuan dan semangatnya selama
penulis melaksanakan studi, penelitian dan penyusunan laporan ini.
iii
8. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan namanya satu persatu yang telah
membantu terlaksananya penelitian hingga tersusunnya laporan ini.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu penulis mengharapkan saran dan kritikan sebagai bahan perbaikan
laporan ini. Penulis berharap laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis pribadi
maupun semua pihak yang memerlukannya.
Bogor, Juni 2010
Penulis
iv
DAFTAR ISI
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................................. i
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL .................................................................................................. vi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ vii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... ix
I. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................ 1
B. Tujuan Penelitian ........................................................................................ 2
II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 3
A. Sumber Daya Air......................................................................................... 3
B. Pengertian Air Daerah Aliran Sungai ......................................................... 6
1. Bentuk Bulu Ayam ............................................................................... 6
2. Bentuk Kipas......................................................................................... 6
3. Bentuk Paralel/ Kombinasi ................................................................... 6
C. Kualitas Air ................................................................................................ 7
D. Pencemaran Air ........................................................................................... 8
1. Sumber Pencemar Perairan ................................................................... 8
2. Bahan Pencemar (Polutan).................................................................... 9
3. Parameter Kualitas Air........................................................................ 10
a. BOD (Biochemical Oxygen Demand) ......................................... 10
b. COD (Chemical Oxygen Demand) ............................................. 11
c. TSS (Total Suspended Solid) ...................................................... 12
4. Titik Pantau ......................................................................................... 13
E. Analisa Regresi ......................................................................................... 14
1. Pengertian Regresi .............................................................................. 14
2. Fungsi Regresi .................................................................................... 15
3. Pemodelan Analisa Regresi ................................................................ 15
4. Koefisien korelasi, R2 ......................................................................... 16
5. Pemilihan model Analisa Regresi ....................................................... 16
6. Model Matematika .............................................................................. 17
v
III. METODOLOGI ............................................................................................. 18
A. Waktu dan Tempat .................................................................................... 18
B. Bahan dan Alat .......................................................................................... 18
C. Metode Penelitian...................................................................................... 18
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 20
A. DESKRIPSI WILAYAH STUDI .............................................................. 20
1. Kondisi DAS Citarum ......................................................................... 20
2. Kondisi Tiga Buah Waduk di DAS Citarum ...................................... 20
a. Waduk Saguling ........................................................................ 21
b. Waduk Cirata ............................................................................ 22
c. Waduk Jatiluhur ........................................................................ 23
3. Kondisi Hidrologi ............................................................................... 24
4. Topografi dan Bentuk Wilayah........................................................... 26
a. Kelerengan Wilayah DAS ........................................................ 26
b. Karakteristik Sungai ................................................................. 27
5. Penggunaan Lahan .............................................................................. 28
6. Sosial Ekonomi Penduduk .................................................................. 28
a. Kependudukan .......................................................................... 28
b. Mata Pencaharian ...................................................................... 29
B. KUALITAS AIR DAS CITARUM .......................................................... 30
1. BOD dan COD di DAS Citarum ........................................................ 32
2. TSS di DAS Citarum .......................................................................... 46
V. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 55
A. Kesimpulan ............................................................................................... 55
B. Saran .......................................................................................................... 57
VI. DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 58
LAMPIRAN ......................................................................................................... 59
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Detail Jumlah Air di Dunia ....................................................................... 5
Tabel 2. Sumber Air di Indonesia dari Curah Hujan .............................................. 5
Tabel 3. Kelerengan Lahan DAS Citarum ............................................................ 27
Tabel 4. Panjang Sungai dan Kepadatan Aliran Tiap Wilayah DAS/
Sub Dalam DAS Citarum ..................................................................... 27
Tabel 5. Penggunaan Lahan DAS Citarum ........................................................... 28
Tabel 6. Kepadatan Penduduk Tiap Kabupaten/ Kota di DAS Citarum ............... 29
Tabel 7. Kelas Air Bulan Januari 2008 ................................................................. 33
Tabel 8. Kelas Air Bulan Februari 2008 ............................................................... 34
Tabel 9. Kelas Air Bulan Maret 2008 ................................................................... 35
Tabel 10. Kelas Air Bulan April 2008 .................................................................. 36
Tabel 11. Kelas Air Bulan Mei 2008 .................................................................... 37
Tabel 12. Kelas Air Bulan Juni 2008 .................................................................... 38
Tabel 13. Kelas Air Bulan Juli 2008 ..................................................................... 39
Tabel 14. Kelas Air Bulan Agustus 2008 ............................................................. 40
Tabel 15. Kelas Air Bulan September 2008 ......................................................... 41
Tabel 16. Kelas Air Bulan Oktober 2008 ............................................................. 42
Tabel 17. Kelas Air Bulan November 2008 .......................................................... 43
Tabel 18. Kelas Air Bulan Desember 2008 .......................................................... 44
Tabel 19. Kelas Air TSS Tahun 2008 ................................................................... 53
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Diagram Alir Proses Penelitian ........................................................... 19
Gambar 2. Waduk Saguling .................................................................................. 21
Gambar 3. Waduk Cirata....................................................................................... 22
Gambar 4. Waduk Jatiluhur .................................................................................. 23
Gambar 5. Curah Hujan Bulanan Rata-rata Tahun 2008 ...................................... 24
Gambar 6. Debit Aliran Citarum Tahun 2008 ...................................................... 25
Gambar 7. Pola Penyebaran BOD dan COD Terhadap Jarak dari Garis Pantai
Bulan Januari 2008 ............................................................................... 32
Gambar 8. Pola Penyebaran BOD dan COD Terhadap Jarak dari Garis Pantai
Bulan Februari 2008 ............................................................................. 33
Gambar 9. Pola Penyebaran BOD dan COD Terhadap Jarak dari Garis Pantai
Bulan Maret 2008 ................................................................................. 34
Gambar 10. Pola Penyebaran BOD dan COD Terhadap Jarak dari Garis Pantai
Bulan April 2008 ................................................................................. 35
Gambar 11. Pola Penyebaran BOD dan COD Terhadap Jarak dari Garis Pantai
Bulan Mei 2008 .................................................................................... 36
Gambar 12. Pola Penyebaran BOD dan COD Terhadap Jarak dari Garis Pantai
Bulan Juni 2008 .................................................................................... 37
Gambar 13. Pola Penyebaran BOD dan COD Terhadap Jarak dari Garis Pantai
Bulan Juli 2008 ..................................................................................... 38
Gambar 14. Pola Penyebaran BOD dan COD Terhadap Jarak dari Garis Pantai
Bulan Agustus 2008 ............................................................................. 39
Gambar 15. Pola Penyebaran BOD dan COD Terhadap Jarak dari Garis Pantai
Bulan September 2008 ......................................................................... 40
Gambar 16. Pola Penyebaran BOD dan COD Terhadap Jarak dari Garis Pantai
Bulan Oktober 2008 ............................................................................. 41
Gambar 17. Pola Penyebaran BOD dan COD Terhadap Jarak dari Garis Pantai
Bulan November 2008 .......................................................................... 42
Gambar 18. Pola Penyebaran BOD dan COD Terhadap Jarak dari Garis Pantai
Bulan Desember 2008 .......................................................................... 43
viii
Gambar 19. Pola Penyebaran TSS Terhadap Jarak dari Garis Pantai
Bulan Januari 2008 ............................................................................... 46
Gambar 20. Pola Penyebaran TSS Terhadap Jarak dari Garis Pantai
Bulan Februari 2008 ............................................................................. 47
Gambar 21. Pola Penyebaran TSS Terhadap Jarak dari Garis Pantai
Bulan Maret 2008 ................................................................................. 47
Gambar 22. Pola Penyebaran TSS Terhadap Jarak dari Garis Pantai
Bulan April 2008 .................................................................................. 48
Gambar 23. Pola Penyebaran TSS Terhadap Jarak dari Garis Pantai
Bulan Mei 2008 ................................................................................... 48
Gambar 24. Pola Penyebaran TSS Terhadap Jarak dari Garis Pantai
Bulan Juni 2008 .................................................................................... 49
Gambar 25. Pola Penyebaran TSS Terhadap Jarak dari Garis Pantai
Bulan Juli 2008 ..................................................................................... 49
Gambar 26. Pola Penyebaran TSS Terhadap Jarak dari Garis Pantai
Bulan Agustus 2008 ............................................................................. 50
Gambar 27. Pola Penyebaran TSS Terhadap Jarak dari Garis Pantai
Bulan September 2008 ......................................................................... 51
Gambar 28. Pola Penyebaran TSS Terhadap Jarak dari Garis Pantai
Bulan Oktober 2008 ............................................................................. 51
Gambar 29. Pola Penyebaran TSS Terhadap Jarak dari Garis Pantai
Bulan November 2008 .......................................................................... 52
Gambar 30. Pola Penyebaran TSS Terhadap Jarak dari Garis Pantai
Bulan Desember 2008 .......................................................................... 52
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Peta Tititk Pemantauan DAS Citarum .............................................. 60
Lampiran 2. Skema Lokasi Pemantauan Kualitas Air Di Daerah Kerja
Perum Jasa Tirta II ................................................................................ 61
Lampiran 3. Skema Lokasi Pemantauan Kualitas Air Di Daerah Kerja
Perum Jasa Tirta ................................................................................... 62
Lampiran 4. Baku Mutu Air Peraturan Pemerintah RI No. 82 Tahun 2001 ......... 63
Lampiran 5. Nilai Parameter kualitas Air DAS Citarum Tahun 2008 .................. 65
Lampiran 6. Peta Sub DAS Citarum ..................................................................... 67
Lampiran 7. Peta Penutupan Lahan DAS Citarum ............................................... 68
Lampiran 8. Peta Curah Hujan DAS Citarum ...................................................... 69
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Air merupakan salah satu kebutuhan paling vital dalam berbagai proses
metabolisme kehidupan dari makhluk hidup. Meskipun air termasuk sumberdaya
alam yang dapat diperbaharui oleh alam, namun kenyataannya bahwa
ketersediaan air tawar tidak pernah bertambah (Kantor Menteri Negara KLH,
1992). Banyak daerah di Indonesia masih kesulitan mendapatkan air bersih untuk
kebutuhan hidup sehari-hari sehingga berdampak pada munculnya berbagai
macam penyakit. Penggunaan air minum yang tidak memenuhi syarat kesehatan
mengakibatkan penduduk terserang penyakit saluran pencernaan dan diare yang
setiap tahunnya diperkirakan lebih dari 3,5 juta anak di bawah usia tiga tahun
dengan jumlah kematian 3% atau 105.000 jiwa (Raini, dkk., 1995). Penggunaan
air sungai sebagai salah satu penopang hidup masyarakat di Indonesia terkendala
oleh tidak layaknya kondisi air yang ada. Banyak aliran sungai di Indonesia yang
telah tercemar dan tidak layak lagi dikonsumsi untuk berbagai kebutuhan.
Salah satu sungai yang kondisinya cukup parah adalah sungai Citarum di
Jawa Barat. Sungai Citarum memiliki panjang sungai 270 kilometer, yang berhulu
di Gunung Wayang, Kabupaten Bandung, melintasi beberapa wilayah kabupaten
Purwakarta dan berhilir di Jakarta, Bekasi dan Karawang. Lebih dari 9 juta
penduduk hidup di kawasan DAS (daerah aliran sungai) Citarum dan sebagian
besar memanfaatkan air sungai Citarum untuk kehidupannya. Air Sungai Citarum
sebagian besar digunakan untuk irigasi, dan sisanya untuk kebutuhan domestik
dan air industri (Miyazato dan Khan, 2004).
Permasalahan sumberdaya air Sungai Citarum terjadi mulai dari hulu,
tengah sampai hilir antara lain tingginya tingkat sedimentasi sebagai akibat erosi
tanah, rendahnya kualitas air sungai akibat tingginya kandungan polutan dalam
air, kekeringan di musim kemarau dan banjir di musim penghujan, eksploitasi air
tanah yang berlebihan sehingga mengakibatkan draw down yang berlebih,
pembuangan limbah dari pabrik serta penggunaan lahan yang buruk (Miyazato
dan Khan, 2004). Beberapa laporan menyebutkan bahwa polusi air di Waduk
Saguling di aliran Sungai Citarum telah mencapai tingkat yang membahayakan
2
terutama di musim kemarau (Yoga, dkk., 2006). Waduk Saguling telah
terkontaminasi dengan kandungan polutan yang tinggi oleh limbah domestik dan
industri yang berasal dari kawasan Kota Bandung (dengan populasi penduduk
sekitar 2 juta jiwa). Polusi ini menyebabkan eutrofikasi dari tanaman enceng
gondok serta berkembangnya racun cyanobacterial yang dapat mematikan biota
air (Hart, et al., 2002).
Di sepanjang aliran Sungai Citarum terdapat 3 (tiga) waduk besar yang
secara berurutan dari hulu yaitu Waduk Saguling, Cirata, dan Djuanda (Jatiluhur).
Ketiganya dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik tenaga air (PLTA) serta untuk
memenuhi kebutuhan air irigasi sawah di sebagian besar wilayah dari Kabupaten
Cianjur, Kabupaten Purwakarta sampai wilayah pesisir di Kabupaten Karawang,
dan Kabupaten Bekasi, serta digunakan untuk pasokan air minum DKI Jakarta.
Fungsi atau peran utama waduk sebenarnya untuk dapat mengendalikan
sumberdaya air baik secara kualitas, kuantitas maupun kontinuitas. Sebagai
pengendali kualitas air, waduk memiliki kemampuan untuk melakukan
penjernihan atau pembersihan air yang tertampung secara alami (natural
selfpurification capacity) dari bahan tersuspensi maupun terlarut sehingga air
yang dilepas dari waduk bisa memenuhi baku mutu air irigasi, pembudayaan ikan
air tawar, dan peternakan.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan kegiatan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui kualitas air sungai di DAS Citarum dengan bentuk parameter
kimia (BOD dan COD) dan parameter fisika TSS
2. Melihat hubungan parameter kualitas air (BOD, COD dan TSS) terhadap jarak
dari titik pantai
3. Membuat Model Perubahan Kualitas Air Sungai di DAS Citarum
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Sumber Daya Air
Air merupakan zat kehidupan, dimana tidak satupun makhluk hidup di
planet bumi ini tidak membutuhkan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 65-
75% dari berat badan manusia dewasa tediri dari air. Menurut ilmu kesehatan
setiap orang mmerlukan air minum sebanyak 2,5-3 liter setiap hari termasuk air
yang berada dalam makanan. Manusia bisa bertahan hidup 2-3 minggu tanpa
makan, tapi hanya 2-3 hari tanpa minum. Secara kuantitas sumber daya air di
bumi relatif tetap, sedangkan kualitasnya makin hari makin menurun.
Air adalah satu-satunya benda di atas bumi ini yang dalam kondisi sehari-
hari dapat kita temui dalam 3 wujud sekaligus: cair (air), gas (uap air) dan padat
(es). Air merupakan sumber kehidupan dan konon pula merupakan asal-muasal
kehidupan itu sendiri di planet ini. Air ada dimana-mana. Dalam bentuk
samudera, padang es, danau dan sungai. Air meliputi hampir tiga perempat
permukaan bumi, semua perairan ini seluruhnya berisi 1.350 juta kilometer kubik
air. Dibawah tanah terdapat sekitar 8,3 juta kilometer kubik air lagi dalam bentuk
air tanah. Di dalam atmosfer bumi masih ada lagi 12.900 kilometer kubik air,
kebanyakan dalam bentuk uap. Air adalah material yang paling berlimpah di bumi
ini, menutupi sekitar 71% dari muka bumi ini. Kehidupan hampir seluruhnya air,
50 sampai 97% dari seluruh berat tanaman dan hewan hidup dan sekitar 70% dari
berat tubuh kita. Kita bisa hidup sebulan tanpa makanan, tapi hanya bisa bertahan
beberapa hari saja tanpa air.
Air seperti halnya energi, adalah hal yang esensial bagi pertanian, industri,
dan hampir semua kehidupan. Secara filosofis, air merupakan sumber kehidupan
dan sekaligus bermakna bahwa air merupakan zat yang sangat diperlukan bagi
kehidupan setiap umat manusia dan seluruh makhluk hidup yang diciptakan Allah
SWT. Air bergerak diatas permukaan tanah dekat dengan aliran utama dan danau,
makin landai lahan dan makin sedikit pori-pori tanah, maka aliran permukaan
semakin besar. Aliran permukaan tanah dapat dilihat biasanya pada daerah urban.
Sungai-sungai bergabung satu sama lain dan membentuk sungai utama yang
membawa seluruh air permukaan disekitar daerah aliran sungai menuju laut. Air
permukaan, baik yang mengalir maupun yang tergenang (danau, waduk, rawa),
4
dan sebagian air bawah permukaan akan terkumpul dan mengalir membentuk
sungai dan berakhir ke laut.
Akibat banyaknya lahan yang beralih fungsi yang tadinya merupakan
kawasan resapan menjadi kawasan pertanian dan pemukiman akan menyebabkan
terganggunya daur air kawasan. Dalam abad 21 mendatang semakin dirasakan
akan adanya keterbatasan alam dalam menyediakan air bagi kehidupan.
Jumlah pasokan air wilayah yang berasal dari hujan relatif tetap, mulai
dirasakan tidak mengimbangi tingkat kebutuhan. Kelimpahan sumberdaya air
yang dimiliki Indonesia tidak menjamin melimpahnya ketersediaan air wilayah
pada dimensi tempat dan dimensi waktu. Variasi iklim serta kerentanan sistem
sumberdaya air terhadap perubahan iklim akan memperparah status krisis air yaitu
dengan meningkatnya frekuensi banjir dan panjangnya kekeringan, sehingga
ketersediaan air semakin tidak dapat mengimbangi peningkatan kebutuhan air
untuk berbagai penggunaan. Di samping itu dengan dipacunya pertumbuhan
ekonomi, permintaan akan sumberdaya air baik kuantitas maupun kualitasnya
semakin meningkat pula dan di tempat-tempat tertentu melebihi ketersediaannya.
Hal ini menyebabkan sumberdaya air dapat menjadi barang yang langka Jumlah
air di bumi secara keseluruhan relatif tetap, yang berubah adalah wujud dan
tempatnya.
Air akan selalu ada karena air bersirkulasi tidak pernah berhenti dari
atmosfer ke bumi dan kembali ke atmosfer mengikuti siklus hidrologi. Ketika
jumlah penduduk masih terbatas dan alam masih belum banyak tereksploitasi, air
terasa berlimpah sepanjang waktu dengan kualitas yang cukup baik, dan ketika itu
pula air serasa belum memiliki nilai yang berarti. Ketika keberadaan air dirasakan
semakin terbatas, baik dari segi kualitasnya maupun kuantitasnya, dan kebutuhan
manusia akan air terasa semakin meningkat untuk memenuhi berbagai keperluan,
serta kualitas lingkungan dan ekosistem mulai terganggu, pada waktu itu nilai air
mulai diperhitungkan. Air tidak hanya berfungsi sosial dan lingkungan tetapi juga
memiliki nilai ekonomis.
5
Tabel 1. Detail Jumlah Air di Dunia
No Tempat
Area Volume % thd
total air
yang ada
% thd
total air
tawar (10
6 km
2) (10
3 km
3)
1 Laut 361.3 1.338.000,00 96,5379
2
Air Tanah 0,7597
Tawar 134,8 10.530,00 0,9286
Asin 134,8 12.870,00 0,0012
3 Air di tanah dangkal
(soil mouisture) 82 16,5 1,7333 30,061
4 Es di kutub 16 24.023,50 0,0246 0,047
5 Es lainnya dan salju 0,3 340,6 0,0066 68,581
6
Danau
0,0062 0,972 Tawar 1,2 91
Asin 0,8 85,4
7 Rawa / payau 2,7 11,47 0,008 0,26
8 Sungai 148,8 2,12 0,0002
9 Air biologi 510 1,12 0,0001 0,033
10 Air di udara 510 12,9 0,0009
0,006
0,003
0,037
Total air yang ada 510 1.385.984,61 100
Total air tawar 148,8 35.029,21 2,5274 100
Sumber : (Dept. PU, 1986)
Tabel 2. Sumber Air di Indonesia dari Curah Hujan
No Pulau
CH, R Luas
Area Juta m3/tahun
Aliran Keperluan Sisa
mm/th km2 Permukaan Domestik Pertanian Dom+Tani
1. Jawa 2.680 132.187 189.070 4.257 55.581 59.838 -12.571
2. Sumatera 2.820 437.606 691.900 1.634 21.351 22.985 149.990
3. Kalimantan 2.990 539.460 745.030 374 4.891 5.265 180.993
4. Sulawesi 2.340 190.116 542.600 497 6.498 6.995 128.655
5. Bali 2.120 5.561 5.670 107 1.408 1.515 -98
6. NTB 1.410 20.177 8.070 132 2.732 2.864 -847
7. NTT 1.200 47.866 9.570 123 1.622 1.745 648
8. Maluku 2.370 74.505 87.170 74 977 1.051 21.742
9. Irian Jaya 3.190 421.981 755.340 57 747 804 188.031
Sumber : UNESCO, 1978 dalam CHOW dkk., 1988)
6
B. Pengertian Air Daerah Aliran Sungai
Daerah Aliran Sungai (DAS) secara umum didefinisikan sebagai suatu
hamparan wilayah/kawasan yang dibatasi oleh pembatas topografi (punggung
bukit) yang menerima,mengumpulkan air hujan, sedimen dan unsur hara serta
mengalirkannya melalui anak-anak sungai dan keluar pada sungai utama ke laut
atau danau. DAS memiliki beberapa bentuk dan karakteristik, antara lain:
1. Bentuk Bulu Ayam
DAS bentuk bulu ayam memiliki debit banjir sekuensial dan berurutan.
Memerlukan waktu yang lebih pendek untuk mencapai mainstream. Memiliki
topografi yang lebih curam daripada bentuk lainnya.
2. Bentuk Kipas
DAS bentuk kipas memiliki debit banjir yang terakumulasi dari berbagai arah
sungai dan memiliki waktu yang lebih lama daripada bentuk bulu ayam untuk
mencapai mainstream. Memiliki topografi yang relatif landai daripada bulu
ayam.
3. Bentuk Paralel/ Kombinasi
DAS bentuk kombinasi memiliki debit banjir yang terakumulasi dari berbagai
arah sungai di bagian hilir. Sedangkan di bagian hulu sekuensial dan
berurutan.
Air pada DAS merupakan aliran air yang mengalami siklus hidrologi,
secara alamiah. Selama berlangsungnya daur hidrologi, yaitu perjalanan air dari
permukaan laut ke atmosfer kemudian ke permukaan tanah dan kembali lagi ke
laut yang tidak pernah berhenti, air tersebut akan tertahan (sementara) di sungai,
danau/waduk, dan dalam tanah sehingga akan dimanfaatkan oleh manusia atau
makhluk hidup.
Air hujan yang dapat mencapai permukaan tanah, sebagian akan masuk
(meresap) ke dalam tanah (infiltrasi). Sedangkan air yang tidak terserap ke dalam
tanah akan tertampung sementara dalam cekungan-cekungan permukaan tanah
(surface detention) untuk kemudian mengalir di atas permukaan tanah ke tempat
yang lebih rendah (runoff), untuk selanjutnya masuk ke sungai. Air infiltrasi akan
7
tertahan di dalam tanah oleh gaya kapiler yang selanjutnya akan membentuk
kelembaban tanah. Apabila tingkat kelembaban air tanah telah cukup jenuh maka
air hujan yang baru masuk ke dalam tanah akan bergerak secara lateral
(horizontal) untuk selanjutnya pada tempat tertentu akan keluar lagi ke permukaan
tana (subsurface flow) yang kemudian akan mengalir ke sungai.
Dari 100 % kuantitas air dunia, 97 % ditemukan dalam bentuk air asin
yang berasal dari air lautan. Air tawar yang merupakan kebutuhan utama manusia
di dunian tak lebih dari 1% dari keseluruhan air yang tersedia di dunia.
C. Kualitas Air
Dalam rangka melaksanakan upaya pengelolaan kualitas air dan
pengendalian pencemaran air seperti yang tercantum dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 82 tahun 2001, Pemerintah Indonesia mengeluarkan suatu
pedoman untuk menentukan status mutu air, yaitu melalui Keputusan Menteri
Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003. Mutu air adalah kondisi kualitas air
yang diukur dan atau diuji berdasarkan parameter-parameter tertentu dan metoda
tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan
yang dimaksud dengan status mutu air adalah tingkat kondisi mutu air yang
menunjukkan kondisi cemar atau kondisi baik pada suatu sumber air dalam waktu
tertentu dengan membandingkan dengan baku mutu air yang ditetapkan. Sumber
air yang menjadi fokus perhatian dalam penelitian ini adalah sungai, yaitu Sungai
Citarum.
Baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi,
atau komponen yang ada atau harus ada dan atau unur pencemar yang ditenggang
keberadaannya dalam air. Nilai baku mutu air untuk suatu sumber air bergantung
pada jenis peruntukan sumber air tersebut atau dikenal dengan istilah kelas air,
yaitu peringkat kualitas air yang dinilai masih layak untuk dimanfaatkan bagi
peruntukan tertentu. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001,
sumber air diklasifikasikan ke dalam empat kelas mutu air sebagai berikut:
a. Kelas I, yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air minum,
dan atau peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama
dengan kegunaan tersebut.
b. Kelas II, yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk
8
prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air
untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
c. Kelas III, yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk
pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi tanaman, dan
atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan
kegunaan tersebut.
d. Kelas IV, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi
pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang
sama dengan kegunaan tersebut.
Kondisi mutu air sungai Citarum dari hulu hingga hilir sangat dipengaruhi
oleh berbagai kegiatan pembangunan dan masyarakat, yang menghasilkan
berbagai macam masukan limbah cair, sedimen hasil erosi maupun bahan-bahan
lain dari daerah sekitarnya.
D. Pencemaran Air
Pencemaran air diakibatkan oleh masuknya bahan pencemar (polutan) yang
dapat berupa gas , bahan-bahan terlarut, dan pertikulat. Pencemar memasuki
badan air dengan cara, melalui atmosfer, tanah, limpasan (run off) pertanian,
limbah domestik dan perkotaan, pembuangan limbah industri, dan lain-lain.
1. Sumber Pencemar Perairan
Sumber pencemar (polutan) dapat berupa suatu lokasi tertentu (point
source) atau tak tentu/tersebar (non-point/diffuse source). Sumber pencemar point
source misalnya knalpot mobil, cerobong asap pabrik, dan saluran limbah
industri. Pencemar yang berasal dari point source bersifat lokal. Efek yang
ditimbulkan dapat ditentukan berdasarkan karakteristik spasial kualitas air.
Volume pencemar point source biasanya relatif tetap (Effendi, 2003).
Sumber pencemar non-point source dapat berupa point source dalam jumlah
yang banyak. Misalnya limpasan dari daerah pertanian yang mengandung
pestisida dan pupuk, limpasan dari daerah pemukiman (domestik), dan limpasan
dari daerah perkotaan (Effendi, 2003).
9
Menurut sumbernya, limbah sebagai bahan pencemar air dapat dibedakan
sebagai (Buchari, dkk, 2001):
1. Limbah domestik (limbah rumah tangga, perkantoran, pertokoan dan pusat
perdagangan)
2. Limbah industri, pertambangan dan transportasi
3. Limbah laboratorium dan rumah sakit
4. Limbah pertanian dan peternakan
5. Limbah pariwisata
Menurut bentuknya, limbah dibedakan menjadi limbah padat, limbah cair,
limbah gas dan campuran dari limbah tersebut. Selain itu jenis limbah menurut
susunan kimianya terdiri dari limbah organik dan limbah anorganik, sedangkan
menurut dampaknya terhadap lingkungan dibedakan menjadi limbah bahan
berbahaya dan beracun (B3) dan limbah yang tidak berbahaya/ tidak beracun
(Buchari, dkk, 2001).
Ditinjau dari segi ketahanannya di suatu lingkungan, pencemar dibagi
menjadi (Buchari, dkk, 2001) :
a. Pencemar yang tidak permanen, stabil selama kurang dari satu bulan
b. Pencemar sedang, stabil selama 1-24 bulan
c. Pencemar cukup permanen, stabil selama 2-5 tahun
d. Pencemar permanen, stabil selama lebih dari 5 tahun
2. Bahan Pencemar (Polutan)
Polutan adalah bahan-bahan yang bersifat asing bagi alam atau bahan yang
berasal darialam itu sendiri yang memasuki suatu tatanan ekosistem tersebut.
Poluta alamiah adalah polutan yang memasuki suatu lingkungan secara alami,
misalnya akibat letusan gunung berapi, tanah longsor, banjir dan fenomena alam
yang lain. Polutan yang memasuki suatu ekosistem secara alamiah akan sukar
dikendalikan.
Polutan antopogenik adalah polutan yang masuk ke badan air akibat
aktivitas manusia, misalnya kegiatan domestik rumah tangga, kegiatan urban
(perkotaan) maupun kegiatan industri. Intensitas polutan antopogenik dapat
dikendalikan dengan cara mengontrol aktivitas yang menyebabkan tumbuhnya
polutan (Effendi, 2003).
10
3. Parameter Kualitas Air
Beberapa indikator yang digunakan untuk mengetahui dan memperkirakan
kejadian ketidakhadiran pencemar spesifik adalah: jumlah oksigen terlarut dan
rata-rata pembentukan oksigen, Biochemical Oxygen Demand (BOD), Chemical
Oxygen Demand (COD), total padatan (mengapung, tersuspensi dan terlarut),
kekeruhan, warna, bau, rasa, pH, suhu, plankton atau populasi ganggang, populasi
coli, jumlah kimia organik dan anorganik termasuk pestisida, banyaknya spesies
lain yang mendiami air dan diberi zat makanan yang banyak (George moriber,
1974).
a. BOD (Biochemical Oxygen Demand)
Menurut Sugiharto (1987), BOD 5 (Biochemical Oxygen Demand) adalah
banyaknya oksigen dalam ppm atau miligram/liter (mg/l) yang diperlukan untuk
menguraikan benda organik oleh bakteri, sehingga limbah tersebut menjadi jernih
kembali. Untuk itu semua diperlukan waktu 100 hari pada suhu 20oC. Akan tetapi
di laboratorium dipergunakan waktu 5 hari sehingga dikenal sebagai BOD 5.
Untuk mengukur kebutuhan oksigen yang diperlukan menguraikan benda
organik di dalam air limbah dipergunakan satuan BOD, yang menggunakan
ukuran mg/l air kotor. Semakin besar angka BOD ini menujukkan bahwa derajat
pengotoran air limbah adalah semakin besar. Reaksi yang terjadi di dalam botol
BOD adalah secara aerob dan terjadi dalam 2 fase terpisah (Sugiharto, 1987).
Menurut George Moriber (1974), BOD perairan penting karena merupakan
indikator apakah terdapat sejumlah besar atau kehadiran sampah organik. Air
BOD tinggi memerlukan kapasitas 5000 miligram oksigen per liter air (5000
mg/l) untuk mengoksidasi sampah organik. BOD rendah indikator polusi kecil,
kira-kira 5 mg/l. Air minum seharusnya memiliki BOD nol. Meskipun BOD
perairan kepentingan yang utama, kadang-kadang tepat untuk menentukan COD.
Konsentrasi ion hidrogen adalah ukuran kualitas dari air maupun air
limbah. Adapun kadar yang baik adalah kadar dimana masih memungkinkan
kehidupan biologis di dalam air berjalan dengan baik. Air limbah dengan
konsentrasi air limbah yang tidak netral akan menyulitkan proses biologis,
sehingga mengganggu proses penjernihannya. pH yang baik bagi air minum dan
11
air limbah adalah netral (7). Semakin kecil nilai pHnya maka akan menyebabkan
air tersebut berupa asam (Sugiharto, 1987).
BOD hanya menggambarkan bahan organik yang dapat didekomposisi
secara biologis (biodegradable). Bahan ini dapat berupa lemak, protein, kanji
(starch), glukosa, aldehida, ester dan sebagainya.
Pada perairan yang mengandung toksik, penentuan nilai BOD kurang
cocok dilaksanakan, karena bahan-bahan toksik tersebut dapat menghambat atau
mematikan mikroba yang menjadi pelaku dekomposisi bahan organik. Kondisi ini
akan menyebabkan penilaian BOD menjadi underestimate. Pada perairan yang
demikian sebaiknya dilakukan pengukuran COD.
Apabila mengacu pada baku mutu Peraturan Pemerintah Nomor 82 T ahun
2001 kisaran nilai BOD adalah sebagai berikut:
1. Kelas I, BOD < 2 mg/L
2. Kelas II, BOD < 3 mg/L
3. Kelas III, BOD < 6 mg/L
4. Kelas IV, BOD < 12 mg/L
b. COD (Chemical Oxygen Demand)
COD (Chemical Oxygen Demand) adalah banyaknnya oksigen dalam ppm
atau miligram/liter (mg/l) yang dibutuhkan dalam kondisi khusus untuk
menguraikan benda secara kimiawi, baik yang dapat didegradasi secara biologis
(biodegradable) maupun yang sukar didegradasi secara biologis (non
biodegradable) menjadi CO2 dan H2O. Pada prosedur penentuan COD, oksigen
yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang diperlukan untuk
mengoksidasi air sample (Byod, 1988).
Jika pada perairn terdapat bahan organik yang resisten terhadap degradasi
biologis , misalnya selulosa, tannin , lignin, fenol, polisakarida, benzene, dan
sebagainya, maka lebih cocok dilakukan pengukuran nilai COD dibandingkan
BOD.
Nilai COD biasanya lebih tinggi dari nilai BOD karena bahan yang stabil
(tidak terurai) dalam uji BOD dapat teroksidasi dalam uji COD. Misalnya,
selulosa sering tidak terukur dalam uji BOD karena sulit dioksidasi/ diuraikan,
12
tetapi dapat dioksidasi melalui uji COD. Umumnya, besar nilai COD kira-kira dua
kali lipat nilai BOD karena senyawa kimia yang dapat dioksidasi secara kimiawi
lebih besar dibandingkan dengan oksidasi secara biologis.
Keberadaan bahan organik dapat berasal dari alam maupun dari kativitas
rumah tangga dan industri, misalnya pabrik bubur kertas (pulp), pabrik kertas dan
industri makanan. Makin besar nilai BOD atau COD, makin tinggi tingkat
pencemaran suatu perairan. Perairan yang memiliki nilai COD tinggi tidak
diinginkan bagi kepentingan perikanan da pertanian. Nilai COD pada perairan
yang tidak tercemar biasanya kurang dari 20 mg/L, sedangkan pada perairan yang
tercemar dapat lebih dari 200 mg/L dan pada limbah industri dapat mencapai
60.000 mg/L (UNESCO/WHO/UNEP, 1992 dalam Effendi 2003).
Apabila mengacu pada baku mutu Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun
2001 kisaran nilai COD adalah sebagai berikut:
1. Kelas I, COD < 10 mg/L
2. Kelas II, COD < 25 mg/L
3. Kelas III, COD < 50 mg/L
4. Kelas IV, COD < 100 mg/L
c. TSS (Total Suspended Solid)
TSS (Total Suspended Solid) adalah jumlah berat dalam mg/l kering
lumpur yang ada di dalam air limbah setelah mengalami penyaringan dengan
membran berukuran 0,45 mikron.
Padatan tersuspensi total atau Total Suspended Solid (TSS) adalah bahan-
bahan tersuspensi dan tidak terlarut dalam air. Bahan-bahan ini tersaring pada
kertas saring Millipore dengan ukuran pori-pori 0,45 mikrometer. Cara penentuan
TSS ini dilakukan dengan cara gravimetrik, dengan proses pelaksanaannya dapat
digabungkankan dengan penentuan TDS dikeringkan pada suhu 103-105oC dalam
oven selama + 1 jam. Nilai TSS ditentukan berdasarkan selisih bobot filter yang
telah digunakan untuk menyaring air sampel dan bobot filter awal.
Menurut Hariyadi (1992), padatan terlarut total atau Total Disolved Solid
(TDS) adalah bahan-bahan terlarut dalam air yang tidak tersaring dengan kertas
saring millipore dengan ukuran pori-pori (porousity) 0,45 mikrometer. Bahan-
bahan terlarut ini dianalisa dengan cara menyaring air sampai dengan kertas saring
13
tersebut (menggunakan “vacuum pump”). Kemudian air sampel tersaring
diuapkan dalam oven pada suhu 103-105 oC. Metode penentuan TDS ini
merupakan metoda gravimetrik yang terdiri dari rangkaian kegiatan penyaringan,
penguapan dan penimbangan.
Padatan terlarut memiliki ukuran yang lebih kecil daripada padatan
tersuspensi. Padatan terlarut merupakan komponen abiotik yang berasal dari
bahan buangan yang berbentuk padatan, yang terdiri dari senyawa-senyawa
anorganik dan organik yang larut air, mineral dan garam-garamnya. Padatan
terlarut mempengaruhi ketransparanan dan warna air, yang ada hubungannya
dengan produktivitas (Fardiaz, 1992). Sedangkan contoh, air buangan pabrik gula
biasanya mengandung berbagai jenis gula yang larut, sedangkan air buangan
industri kimia sering mengandung mineral-mineral seperti merkuri (Hg), timbal
(Pb), arsenik (AS), cadmium (Cd), kromium (Cr) dan nikel (Ni). Selain itu air
buangan juga sering mengandung sabun dan detergen yang larut air, misalnya air
buangan limbah rumah tangga dan industri pencucian.
Apabila mengacu pada baku mutu Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun
2001 kisaran nilai TSS adalah sebagai berikut:
1. Kelas I, TSS < 50 mg/L
2. Kelas II, TSS < 50 mg/L
3. Kelas III, TSS < 400 mg/L
4. Kelas IV, TSS < 400 mg/L
4. Titik Pantau
Titik pantau adalah lokasi pemantauan permanen kualitas air sungai pada
setiap segmen sungai. Posisi titik pantau ditetapkan oleh Pemerintah/Pemerintah
Daerah dengan program pemantauan minimal 4 (empat) kali setahun.
Manfaat hasil pemantauan dari setiap titik pantau adalah sebagai bahan
evaluasi atas kinerja Pemerintah Daerah dalam mengendalikan kerusakan
lingkungan sungai dan pemulihan kualitas air sungai pada segmen yang
bersangkutan.
14
Ketentuan tentang titik pantau adalah sebagai berikut:
1) Jumlah penempatan titik pantau minimal 1 (satu) titik pada bagian hilir
setiap segmen sungai, kecuali penambahan pada bagian hulu DAS sebagai
acuan kondisi awal kualitas air di DAS yang bersangkutan
2) Jika terdapat rawa/danau/bendungan di dalam suatu segmen sungai, maka
ditambahkan titik pantau pada inlet dan outlet badan air tersebut
3) Titik pantau pada segmen dengan posisi sungai sebagai batas wilayah
kabupaten/kota, maka hasil pemantauan pada titik pantau tersebut
merupakan hasil kinerja bersama kegiatan pengendalian kerusakan
lingkungan & pemulihan kualitas air oleh kedua kabupaten/kota yang
berbatasan tersebut
4) Titik pantau pada segmen paling hilir suatu sungai ditempatkan pada
bagian hilir sungai yang tidak terpengaruh pasang surut air laut dari muara
sungai.
E. Analisa Regresi
1. Pengertian Regresi
Regresi mempermasalahkan hubungan antara nilai-nilai pengamatan
terhadap dua peubah atau lebih, terutama hubungan yang tidak sempurna. Istilah
regresi berasal dari hasil penelahaan Francis Galton (1822-1911) mengenai sifat-
sifat keturunan dalam biologi.
Berdasarkan pusat Pengolahan Data dan Statistika, Litbang Pertanian,
Regresi diartikan dalam dua bentuk yakni:
a. Merupakan tempat kedudukan rata-rata (atau median atau bahkan rata-rata
geometrik) populasi nilai suatu peubah, katakan nilai Y, untuk berbagai nilai
atau selang nilai peubah yang lain misal nilai X, tempat kedudukan ini dapat
dibayangkan berupa garis lurus atau kurva tertentu lainnya yang disebut garis
regresi Y pada X. Garis regresi ini ada kalanya dapat dirumuskan berupa
fungsi linier, kuadratik, logaritmik, dll.
b. Penyesuaian suatu fungsi atau kurva terhadap data, terutama bila data yang
tersedia tidak cukup banyak sehingga hanya ada satu nilai Y saja untuk setiap
nilai X atau selang nilai X.
15
Perlu diperhatikan bahwa adanya hubungan regresi antara dua peubah
tidak selalu berarti adanya hubungan sebab akibat. Untuk memperlihatkan adanya
hubungan sebab-akibat perlu suatu metodologi atau melalui percobaan yang betul-
betul terkontrol.
2. Fungsi Regresi
Persamaaan regresi sering digunakan untuk (Pusat Pengolahan Data dan
Statistika, Litbang Pertanian, 1985):
a. Deskripsi data, dalam hal persamaan regresi ada pada tahapan pencarian
data dan pembandingan
b. Mendapatkan hubungan sebab-akibat, kalau kita dapat mengubah-ubah
tingkat X dengan sebaik-baiknya dan mengawasi faktor-faktor lainnya
supaya seragam dan kemudian mengamati peubah lainnya misalkan Y,
maka persamaan regresi Y dan X dapat menjelaskan pola hubungan sebab-
akibat antara Y dan X.
c. Dalam suatu percobaan yang terkontrol dimana terdapat faktor lain yang
sulit dikontrol tetapi diperkirakan akan mempengaruhi faktor Y, dalam hal
ini analisa regresi dapat digunakan sebagai penyidik perbandingan
d. Penyusunan model dan melihat pola hubungan antara peubah X1, X2,
X3,.....,Xk dengan peubah Y, regresi dapat digunakan untuk menemukan
hubungan atau model yang paling tepat, yang mungkin hanya melibatkan
beberapa saja dari peubah X1, X2, X3,....., Xk tersebut.
3. Pemodelan Analisa Regresi
Model analisa regresi yang digunakan dalam pembuatan model perubahan
kualitas air DAS Citarum adalah model Polinomial (Stewart, 2002):
Polinomial
Adalah persamaan yang memiliki bentuk umum:
y = an xn + an-1 x
n-1 + ..... + a1x + a0
an, an-1,.....,a1, a0 adalah konstanta/ koefisien polinom
n adalah bilangan bulat tak negatif
x adalah variabel bebas yang nilainya dapat dipergunakan untuk meramal
16
y adalah variabel terikat
Macam-macam persamaan polinomial:
a. Polinomial Berderajat Dua
y = a2 x2 + a1 x
1 + a0
b. Polinomial Berderajat Tiga
y = a3 x3 + a2 x
2 + a1 x
1 + a0
4. Koefisien korelasi, R2
Setelah persamaan regresi jadi, proses selanjutnya adalah menaksir
persamaan tersebut dari data, masalah berikutnya yang dihadapi adalah menilai
baik buruknya kecocokan model dengan data. Penilaian tersebut dapat
menggunakan metode Koefisien Relasi, R2 terbesar.
R2 disebut sebagai koefisien korelasi darab atau koefisien penentu
(determinasi). Makin dekat R2 dengan angka 1 makin baik kecocokan data dengan
model, dan sebaliknya, makin dekat R2 dengan 0 makin jelek kecocokan tersebut.
R2 biasanya dicocokan dalam persen kecocokan tersebut. R
2 biasanya dinyatakan
dalam persen dan amat sering digunakan sebagai alat analisa (Sembiring, 1995).
5. Pemilihan model Analisa Regresi
Dalam analisa regresi terdapat berbagai metode untuk memilih model
terbaik. Salah satu metode adalah metode MAXR atau metode R2 maksimum
yakni metode pemilihan model yang digunakan untuk memilih model yang
terbaik dalam satu peubah, dalam dua peubah dan seterusnya. Patokan nilai yang
dipakai adalah R2. Dimulai dengan model satu peubah, metode ini berusaha
menemukan menemukan model yang memberikan R2 terbesar dalam kelompok
tersebut. Kemudian peubah baru ditambahkan ke dalam model yang memberikan
tambahan pada R2 yang terbesar. Model ini kemudian dibandingkan dengan model
peubah lainnya yang diperoleh dengan mengganti salah satu peubah dalam model
tadi dengan suatu peubah yang berada diluar model. Model yang memberikan R2
terbesar kemudian dipilih. Perbandingan ini dilakukan dengan setiap model yang
dapat diperoleh dengan mengganti salh satu peubah dalam model dengan yang
lainnya yang berada diluar. Model yang memberikan R2 terbesar kemudian dipilih
17
sebagai model terbaik dari kelompok model dengan dua peibah. Peubah ketiga
kemudian dipilih yang memberikan tambahan R2 yang terbesar. Dengan cara
mengganti suatu peubah dalam model dengan lainnya yang berada di luar dipilih
model tiga peubah yang memberikan nilai R2 terbesar. Pekerjaan ini diteruskan
sehingga diperoleh dengan tiga peubah yang memberikan R2 terbesar, dan
seterusnya (Sembiring, 2005).
Seperti yang dikemukakan diatas, R2 akan selalu bertambah bila makin
banyak peubah yang masuk ke model. Begitupun, nilai R2 mungkin berbeda
cukup besar kendatipun tidak ada perbedaan sistematis yang besar antara
komponen modelnya (Sembiring, 2005).
6. Model Matematika
Batasan model matematika dalam penelitian ini adalah bentuk penyajian
dari data sekunder yang telah diperoleh yaitu data kualitas air. Model matematika
digunakan sebagai penguji keampuhan suatu data dengan model yang telah
dihasilkan. Berdasarkan perbandingan tersebut suatu model dapat diterima untuk
menggambarkan keadaan yang sesungguhnya, jika tidak ada penyimpangan-
penyimpangan yang berarti antara model dengan data yang dikumpulkan. Apabila
model ditolak maka harus ada pencarian model lain yang cocok untuk
menggambarkan data yang sebenarnya.
18
III. METODOLOGI
A. Waktu dan Tempat
Kegiatan Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Februari sampai Mei
2010 di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum Perum Jasa Tirta II Purwakarta,
Jawa Barat.
B. Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
Data Keadaan Umum DAS Citarum
Data Kualitas Air DAS Citarum
Peta Administrasi DAS Citarum
Peta Sub DAS Citarum
Peta Tata Guna Lahan DAS Citarum
Peta Titik Pemantauan Kualitas Air DAS Citarum
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat komputer
dengan software program Microsoft office Excel 2007 dan kalkulator.
C. Metode Penelitian
Kegiatan penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahapan, yakni :
pengambilan data sekunder, pengolahan data dan penyusunan laporan. Tahap awal
penelitian adalah pengumpulan data-data yang dibutuhkan untuk mendeskripsikan
permasalahan kualitas air di DAS Citarum dari instansi pemerintah terkait. Data
tersebut diantaranya adalah hasil analisa kualitas air dari laboratorium tentang
BOD, COD dan Total Suspended Solid (TSS) di berbagai titik pengamatan yang
mewakili bagian hulu, tengah dan hilir dari wilayah DAS Citarum serta data
pendukung lainnya.
Hasil analisa laboratorium tersebut diolah dengan menggunakan metode
regresi menjadi model perubahan kualitas air sungai DAS Citarum yang dilihat
dari parameter BOD, COD dan TSS. Hasil model juga akan dibandingkan dengan
Peraturan Pemerintah RI No.82 tahun 2001.
Metode analisa data kualitas air DAS Citarum digunakan metode analisa
regresi Model Polinomial. Dengan menggunakan metode analisa regresi maka
19
dapat diperkirakan besaran nilai kualitas air DAS Citarum di tiap titik DAS, meski
tidak dilakukan pengukuran di titik tersebut. Analisis regresi dibuat melalui
program Microsoft office Excel 2007 dan dari model analisa regresi yang
dihasilkan dapat dianalisis lebih mendetail.
Adapun diagram alir penelitian ini adalah sebagai berikut :
Gambar 1. Diagram Alir Proses Penelitian
Analisis hubungan kualitas air (BOD,
COD dan TSS) dengan jarak titik pantau
dari garis pantai menggunakan software
Microsoft Excel 2007
START
Model Matematis
Perubahan Kualitas Air
DAS Citarum
FINISH
Pengumpulan data : Data kualitas air
(BOD, COD dan TSS), Peta DAS
Citarum, Tata Guna Lahan, Topografi
20
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. DESKRIPSI WILAYAH STUDI
1. Kondisi DAS Citarum
Propinsi Jawa Barat mempunyai beberapa sungai besar, antara lain Sungai
Cisadane, Sungai Cimanuk, Sungai Citanduy, Sungai Cimandiri, dan Sungai
Citarum termasuk diantaranya. Citarum adalah sungai terbesar dan terpanjang di
daerah Jawa Barat (± 270 kilometer). Berhulu di Cisanti, lereng Gunung Wayang –
salah satu anak Gunung Malabar – daerah Bandung Selatan. Alur sungai melalui
cekungan Bandung ke arah utara, melewati daerah kabupaten-kabupaten Cianjur,
Purwakarta dan Karawang, bermuara di Laut Jawa, tepatnya di daerah Ujung
Karawang.
Daerah aliran sungai (DAS) Citarum merupakan salah satu DAS penting di
Indonesia dan merupakan sungai terbesar dan terpanjang di Jawa Barat, di
dalamnya terdapat 3 Waduk yang sangat penting : Waduk Jatiluhur, Cirata dan
Saguling. Ke 3 (tiga) waduk tersebut berfungsi sebagai pemasok air dan
pembangkit tenaga listrik yang sangat penting bukan hanya bagi masyarakat yang
tinggal di sekitarnya, tapi juga masyarakat Pulau Jawa dan Madura.
DAS Citarum terbagi 3 : DAS Ciatrum Bagian Hulu, Tengah dan Hilir.
DAS Citarum Hulu merupakan wilayah Cekungan Bandung. Luas DAS Citarum
terbesar 6.614 Km², berasal dari Mata Air Gunung Wayang melalui 1). Kabupaten
Bandung, 2) Kota Bandung, 3) Kota Cimahi, 4) Kab. Sumedang, 5). Kab.Cianjur,
6) Kab. Purwakarta, 7). Kab. Bogor dan 8). Kab. Karawang muara sungai
Citarum.
2. Kondisi Tiga Buah Waduk di DAS Citarum
DAS Citarum memiliki daerah tangkapan hujan dari 3 buah waduk dengan
total luas area 4.543,40 km2. Waduk ini merupakan sumber untuk pembangkit
tenaga listrik (PLTA) untuk daerah Jawa Barat dan sekitarnya. Selain itu waduk
juga merupakan reservior air pertanian daerah Pantura, sumber air bersih Jakarta,
dimanfatkan penduduk untuk budidaya ikan dengan teknik jala terapung (japung)
di waduk. Ekosistem waduk juga menarik untuk kegiatan wisata.
21
a. Waduk Saguling
Sumber: Perum Jasa Tirta II
Gambar 2. Waduk Saguling
Waduk Saguling yang berada di Kabupaten Bandung merupakan satu dari
tiga waduk yang dibangun untuk memanfaatkan air Sungai Citarum. Luas Waduk
ini adalah 48 km2. Meski dibangun belakangan, Waduk Saguling kondisinya lebih
mengkhawatirkan ketimbang dua waduk lainnya di Sungai Citarum, yaitu Waduk
Cirata dan Waduk Jatiluhur. Sebagai pintu pertama Sungai Citarum, di Saguling
inilah semua kotoran “disaring” untuk pertama kali sebelum kemudian disaring
kembali oleh Waduk Cirata dan terakhir oleh Waduk Jatiluhur. Matinya ribuan
hingga jutaan ekor ikan yang diusahakan dengan sistem jaring apung di kawasan
Waduk Saguling sudah menjadi hal yang biasa dan kecenderungannya semakin
parah. Penyebab matinya ikan itu antara lain karena kekurangan oksigen dalam
air, yang salah satunya dikarenakan sudah tingginya kandungan limbah di sekitar
Waduk Saguling. Pada saat-saat tertentu, ketika pasokan air dari Citarum sangat
besar, limbah yang semula mengendap di dasar itu bisa terangkat naik sehingga
“meracuni” ikan-ikan yang berada di waduk itu.
Berdasarkan hasil pemantauan kualitas air Waduk Saguling yang
dilaksanakan bekerja sama dengan Pusat Penelitian Sumber Daya Alam dan
Lingkungan (PPSDAL) Universitas Padjadjaran Bandung, , kualitas air Waduk
Saguling sudah mengalami penurunan. Meningkatnya pencemaran di Waduk
Saguling ditandai dengan meningkatnya populasi eceng gondok dan bau tidak
22
sedap yang disebabkan menguapnya H2S (asam belerang). Penurunan kualitas air
itu jelas membawa dampak pada operasional PLTA Saguling. Penurunan kualitas
air antara lain disebabkan meningkatnya kandungan H2S yang mengakibatkan
kerusakan PLTA. Permasalahan utama kualitas air ini sesungguhnya dipicu oleh
rendahnya komitmen pelaksanaan pengelolaan lingkungan dari industri-industri
yang mengeluarkan limbah di sepanjang aliran Citarum.
b. Waduk Cirata
Sumber: Perum Jasa Tirta II
Gambar 3. Waduk Cirata
Waduk ini terdapat di kabupaten Purwakarta dengan luas waduk 62 km2.
Waduk ini sangat penting manfaatnya karena menghasilkan produksi listrik paling
besar diantara 2 waduk lain yang mengalir di sepanjang sungai Citarum. Di
Waduk Cirata, saat ini terdapat sekitar 39.000 petak jaring apung. Padahal
berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Barat No. 41 Tahun 2002 tentang
Pengembangan Pemanfaatan Perairan Umum, Lahan Pertanian, dan Kawasan
Waduk Cirata disebutkan bahwa jumlah jaring apung dibatasi hanya 12.000 petak
saja dan harus seizin instansi terkait. Berbeda dengan Cirata, di Waduk Saguling
jaring apung penduduk jumlahnya tidak banyak karena mutu air Saguling sudah
tidak memungkinkan ikan jenis tertentu, seperti ikan emas, hidup. Hal ini tentu
saja menambah jumlah polutan yang masuk ke dalam waduk, terutama disebabkan
oleh pakan ikan yang digunakan. Kondisi seperti ini apabila didiamkan terus-
23
menerus, maka kualitas Waduk Cirata maupun Sungai Citarum yang berhubungan
langsung dengan waduk akan semakin menurun.
c. Waduk Jatiluhur
Sumber: Perum Jasa Tirta II
Gambar 4. Waduk Jatiluhur
Waduk Jatiluhur dibangun pada sungai Citarum di daerah Kab.
Purwakarta, Jawa Barat pada tahun 1957. Bendungan ini mulai dioperasikan tahun
1967. Pemanfaatan utama mula-mula untuk pembangkit tenaga listrik, namun
kemudian konsep pembangunannya diintegrasikan untuk pemanfaatan segala
keperluan sektor-sektor yang menyangkut air. Luas Waduk Jatiluhur adalah 83
km2. Saat ini kondisi waduk terus mengalami penurunan. Secara kuantitas, muka
air waduk sudah mulai mengkhawatirkan. Pengukuran pada tanggal 15 September
2003 tinggi muka air waduk adalah 77,34 meter. Artinya, apabila muka air waduk
menurun 2,34 meter lagi sehingga mencapai 75 meter, dipastikan Pembangkit
Listrik Tenaga Air (PLTA) Jatiluhur tidak dapat beroperasi dan harus dipasok
oleh pembangkit listrik interkoneksi Pembangkit JawaBali untuk melakukan
kegiatan sehari-hari, seperti tenaga untuk pompa listrik Saluran Tarum Timur
pemasok air ke daerah irigasi, domestik, dan industri dari Subang sampai dengan
Indramayu. Bahkan, Jakarta sebagai ibu kota negara akan terkena dampak
langsungnya, seperti penurunan pasokan air minum, listrik yang implikasi dan
24
biaya ekonomi, sosial, dan politiknya sangat luar biasa.
Dilihat dari kualitasnya, Waduk Jatiluhur juga tidak jauh berbeda dengan
kedua waduk lain yang berada di aliran Citarum. Limbah yang masuk ke dalam
waduk sudah sangat banyak, melebihi kemampuan waduk dalam mendegradasi
sehingga kualitasnya selalu menurun dari waktu ke waktu.
3. Kondisi Hidrologi
Berdasarkan informasi dari Perum Jasa Tirta II Jatiluhur), diketahui bahwa
selama periode 1994-2005, curah hujan (CH) tahunan rata-rata di wilayah hulu
sebesar 2.362 mm (rata-rata dari 5 pos penakar hujan), di wilayah tengah sebesar
2.086 mm (rata-rata dari 6 pos penakar hujan), dan di wilayah hilir sebesar 1.227
mm (rata-rata dari 11 pos penakar hujan). Sebaran curah hujan bulanan rata-rata
tahun 2008 yang diambil pada pos di titik inlet Jatiluhur disajikan pada Gambar 5.
Sumber: Perum Jasa Tirta II
Gambar 5. Curah Hujan Bulanan Rata-rata Tahun 2008
Berdasarkan data sebaran curah hujan bulanan rata-rata (Gambar 5),
terlihat bahwa bulan-bulan basah (CH > 100 mm/bulan) terjadi pada bulan
Oktober sampai April; sedangkan bulan yang lain (Juni sampai September)
termasuk bulan kering (CH < 100 mm/bulan). Potensi curah hujan yang cukup
tinggi terutama dari hulu DAS akan berdampak pada tingginya potensi debit air
sungai yang dihasilkan. Kondisi debit air yang cukup tinggi akan berpotensi
0
100
200
300
400
500
600
700
jan feb mar apr mei jun jul agust sep okt nop des
mm
25
membawa/mengangkut polutan air dari limbah praktek pertanian dan limbah
industri maupun domestik ke dalam badan air sungai yang kemudian terakumulasi
dan terendapakan dalam waduk. Debit aliran Citarum yang diambil pada titik inlet
Waduk Jatiluhur disajikan pada Gambar 6.
Sumber: Perum Jasa Tirta II
Gambar 6. Debit Aliran Citarum Tahun 2008
Berdasarkan data hasil pemantauan aliran Sungai Citarum yang dilakukan
oleh Perum Jasa Tirta (PJT) II di stasiun pengambilan data debit yang terdapat di
inlet Jatiluhur, diperoleh data debit harian rata-rata tiap bulan pada tahun 2008
yang ditampilkan pada Gambar 6. Dari gambar tersebut terlihat bahwa debit rata-
rata harian tertinggi terdapat pada bulan Maret-April dan November- Desember
yang pada bulan tersebut curah hujannya tinggi atau mengalami musim hujan.
Sedangkan debit rata-rata harian terendah terjadi pada bulan Agustus-September
yang pada bulan tersebut curah hujannya sedikit atau mengalami musim kemarau.
Jadi terdapat hubungan antara curah hujan dan debit yaitu semakin tinggi
curah hujan maka debit aliran sungai semakin meningkat karena banyaknya air
yang masuk ke sungai.
0
50
100
150
200
250
300
350
400
jan feb mar apr mei jun jul agust sep okt nop des
m3
/de
t
26
4. Topografi dan Bentuk Wilayah
Derajat kemiringan dan panjang lereng merupakan dua sifat yang utama
dari topografi yang dapat mempengaruhi erosi, dengan makin curam dan makin
panjang lereng maka makin besar kecepatan run-off dan bahaya erosi yang akan
mempengaruhi sedimentasi yang masuk ke DAS Citarum.
a. Kelerengan Wilayah DAS
Identifikasi lebih lanjut terhadap kelerengan lahan DAS Citarum adalah
mengelompokkan seluruh Sub DAS dalam DAS Citarum dengan melihat lerengan
mana yang dominan. Dalam hal ini yang diperhatikan adalah kelerengan datar-
landai (0-15%) dan kelerengan Curam-sangat Curam (>25%),dengan kriteria
sebagai berikut:
Sub DAS yang >50% luas lahannya berlereng >25% dikategorikan dalam
tipe morfologi lereng berat;
Sub DAS yang luas lahannya 35-50% berlereng >25% dikategorikan
dalam tipe morfologi lereng sedang; dan
Sub DAS yang luas lahannya 35-50% berlereng <25% dikategorikan
dalam tipe morfologi lereng landai.
Identifikasi menghasilkan pengelompokan Sub DAS dalam DAS Citarum
sebagai berikut, dan disajikan pada Tabel 3.
Sub DAS Cikaso, Cimeta, Ciminyak dan Ciwidey: tipe morfologi lereng
berat;
Sub DAS Cibeet, Cicalengka, Cikundul, Cirasea, Cisangkuy, Ciosokan,
Citarik dan Citarum Hulu: tipe morfologi lereng sedang; dan
Sub DAS Cikapundung dan Citarum Hilir: tipe morfologi lereng landai.
Secara keseluruhan DAS Citarum bertipe morfologi lereng Sedang, seluas
33,28 % dari luas lahannya kelerengannya kurang dari 25% dan 39,49% dari luas
lahannya kelerengan diatas 25%.
27
Tabel 3. Kelerengan Lahan DAS Citarum
No Sub DAS
% Luas
Lereng Datar-
Landai
% Luas
Lereng
Curam-Sangat
Curam
Luas Sub
DAS (ha)
Tipe
Morfologi
DAS
1 Cibeet 29,97 41,74 106.372,31 Sedang
2 Cikapundung 20,28 33,48 40.491,79 Landai
3 Cikaso 18,47 57,42 51,531,83 Berat
4 Cikundul 22,50 58,52 26.325,38 Sedang
5 Cimeta 14,22 53,02 37.951,56 Berat
6 Ciminyak 17,04 78,37 32.459,65 Berat
7 Cirasea 15,19 48,25 38.004,43 Sedang
8 Cisangkuy 13,81 46,64 31.009,94 Sedang
9 Cisokan 22,06 49,71 118.160,61 Sedang
10 Citarik 33,38 36,84 46.793,67 Sedang
11 Citarum Hilir 77,72 7,34 161.704,71 Landai
12 Ciwidey 16,88 56,01 27.462,65 Berat
Sumber: BPDAS Citarum-Ciliwung
b. Karakteristik Sungai
Hasil analisa spatial terhadap sungai di DAS Citarum yang dilakukan
BPDAS Citarum-Ciliwung disajikan dalam tabel berikut
Tabel 4. Panjang Sungai dan Kepadatan Aliran Tiap Wilayah DAS/Sub Dalam
DAS Citarum
No Sub DAS Panjang Sungai
(km)
Luas DAS
(km2)
Kerapatan Sungai
(km/km2)
1 Cibeet 1.044,27 1.063,72 0,98
2 Cikapundung 975,49 404,91 2,41
3 Cikaso 2.600,19 515,32 5,05
4 Cikundul 652,81 263,25 2,48
5 Cimeta 796,94 379,51 2,10
6 Ciminyak 957,18 324,60 2,95
7 Cirasea 682,38 380,04 1,80
8 Cisangkuy 313,49 310,10 1,01
9 Cisokan 1.823,75 1.181,60 1,54
10 Citarik 93,27 467,93 0,20
11 Citarum Hilir 2.974,49 1.617,04 1,84
12 Ciwidey 329,30 274,63 1,20
JUMLAH 13.243,56 7.182,68 1,84
Sumber: BPDAS Citarum-Ciliwung
28
5. Penggunaan Lahan
Data penggunaan lahan diperoleh dari proses digitasi Peta Citra Landsat
dan Peta Thematic DAS Citarum. Atribut data yang digunakan sebagaimana
penggabungan kedua peta tersebut.
Tabel 5. Penggunaan Lahan DAS Citarum
Penutupan Lahan Luas (ha) % Thd Luas
DAS
1. Hutan Lahan Kering Sekunder 62.427,77 8,69
2. Hutan Tanaman 23.493,03 3,27
3. Ladang 184,16 0,03
4. Pemukiman 74.237,27 10,34
5. Pertanian Lahan Kerig 220.157,92 30,65
6. Pertanian Lahan Kering Campuran 192.793,94 26,84
7. Sawah 92.693,50 12,91
8. Semak/ Belukar 3.882,06 0,54
9. Tanah Terbuka 7.427,14 1,03
10. Tubuh Air 16,19 0,00
11. Hutan Lahan Kering Primer 10.430,63 1,45
12. Perkebunan 1.552,09 0,22
13. Tambak 28.972,83
JUMLAH 718.268,53 100,00
Sumber: BPDAS Citarum-Ciliwung
6. Sosial Ekonomi Penduduk
a. Kependudukan
Jumlah penduduk di DAS Citarum dalam tahun 2005 adalah 12.340.524
dengan kepadatan penduduk 171.185 jiwa/ km2. Sebaran penduduk di dalam
kabupaten/ kota di wilayah DAS Citarum disajikan pada Tabel 6.
Laju pertumbuhan penduduk rata-rata diseluruh DAS Citarum
diperkirakan sebesar 1,4 % s/d 2,4 % pertahun (Penyusunan Arahan Pemanfaatan
Ruang di DAS Citarum). Tekanan penduduk antara 1,61 s/d 2,44 %. Dengan
asumsi pertumbuhan penduduk mengikuti model exponential, dengan laju
pertumbuhan penduduk dan tekanan penduduk yang paling tinggi berada di
wilayah Citarum Hulu.
29
b. Mata Pencaharian
Perekonomian utama penduduk di DAS Citarum adalah petani. Mata
pencaharian lainnya yaitu pedagang, PNS/ TNI, buruh/ swasta, pengrajin, dan
lain-lain.
Pendapatan tahunan rata-rata penduduk di DAS Citarum adalah sebesar
Rp. 245.691,- perkapita pertahun.
Tabel 6. Kepadatan Penduduk Tiap Kabupaten/ Kota di DAS Citarum
No Kabupaten/ Kota
Jumlah
Penduduk
(jiwa)
Jumlah
KK
Luas
Wilayah
(km2)
Kepadatan
Penduduk
(jiwa/km2)
1 Bandung 2.788.342 728.194 3.245,94 1.035
2 Kota Bandung 1.445.637 398.452 81,57 18.811
3 Kota Cimahi 1.324.521 342.552 9,97 132.850
4 Subang 26.119 8.706 9.185,81 3
5 Purwakarta 767.071 203.799 971,72 789
6 Karawang 1.934.272 475.251 1.753,27 1.103
7 Cianjur 2.058.134 686.044 3.501,47 587,87
8 Bogor 46.219 15.406 7.245,00 7
9 Bekasi 1.950.209 477.883 1.273,88 16.000
JUMLAH 12.340.524 3.336.288 171.185
Sumber : Survey Lapangan (2005)BPDAS Citarum-Ciliwung
30
B. KUALITAS AIR DAS CITARUM
Kualitas Air DAS Citarum ditentukan dari parameter-parameter yang
menentukan kualitas tersebut. Parameter-parameter tersebut sudah ditentukan
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001. Dalam Penelitian ini kualitas
air diperoleh dari data sekunder dari Perum Jasa Tirta II. Perum Jasa Tirta II sudah
melakukan pengukuran kualitas air dengan emngambil sampel air di tiap titik
pantau. Perum Jasa Tirta II memiliki 34 titik pantau yang tersebar di sepanjan
galiran Citarum dari hulu di Mata Air Wangisagara sampai ke hilir di Muara
Gembong.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sampai sejauh mana kualitas air
Sungai Citarum dan kemudian akan dibandingkan dengan Peraturan Pemerintah
Nomor82 Tahun 2001. Data yang sudah dibandingkan kemudian dibuat pola
perubahannya atau trendline untuk mengetahui dititik mana saja terjadi
perubahan kualitas air. Pola perubahan kualitas air ini dibuat dengan
menggunakan software Microsoft Excel 2007. Pola perubahan ini dibuat dengan
menggunakan grafik regresi nonlinier dengan jarak sebagai variabel x dan adalah
parameter kualitas air sebagai variabel y. Dari pola ini bisa dibuat Model
Persamaan Kualitas air yang bisa digunakan untuk menentukan kualitas air pada
titik yang tidak diketahui jaraknya.
Pembagian wilayah hulu, tengah dan hilir dalam penelitian ini dibagi menjadi
3 wilayah, antara lain:
Bagian hulu : mata air wangisagara - inlet saguling
Bagian tengah : outlet saguling - inlet jatiluhur
Bagian hilir : outlet jatiluhur - muara gembong
Titik pengukuran yang dilakukan PJT II adalah sebanyak 34 titik yang
tersebar dari hulu mata air sungai Citarum di Gunung Wayang sampai ke muara
laut di Muara Gembong. Dalam skripsi ini titik pemantauan yang diambil
sebanyak 10 titik Titik-titik tersebut diambil karena ingin mengetahui pola
perubahan kualitas air dan hubungannya terhadap jarak dari garis pantai.
Penentuan titik-titik tersebut juga dibuat karena ingin melihat fenomena yang
terjadi karena perubahan alam atau karena keadaan alam disekitar DAS Citarum
seperti adanya waduk apakah mempengaruhi kualitas air. Jarak titik-titik
31
pemantauan ditentukan menggunakan software Map info 7.5 berdasarkan jarak
dari garis pantai, antara lain:
1. Mata air Wangisagara : 286,013 km dari garis pantai
2. Inlet Saguling : 225,793 km dari garis pantai
3. Outlet Saguling : 204,553 km dari garis pantai
4. Inlet Cirat : 185,923 km dari garis pantai
5. Outlet Cirata : 169,623 km dari garis pantai
6. Inlet Jatiluhur : 161,921 km dari garis pantai
7. Outlet Jatiluhur : 134,511 km dari garis pantai
8. Bendung Curug : 127,361 km dari garis pantai
9. Rengasdengklok : 66,231 km dari garis pantai
10. Muara Gembong : 8,811 km dari garis pantai
Parameter yang digunakan untuk pembuatan model adalah parameter
BOD, COD dan TSS. Parameter BOD dan COD dipilih karena merupakan
parameter kunci untuk menentukan tingkat pencemaran air dilihat dari banyaknya
jumlah oksigen yang digunakan bahan organik untuk metabolisme kehidupannya.
Nilai BOD dan COD berbanding terbalik dengan jumlah oksigen dalam air.
Semakin tinggi jumlah BOD dan COD maka semakin buruk kualitas air karena
jumlah oksigen yang terkandung dalam air semakin sedikit.
Total Suspended Solid atau TSS dipilih karena nilai TSS dapat mengetahui
seberapa total zat padat yang tidak terlarut dalam air. TSS dapat menentukan
tingkat sedimentasi suati perairan. Semakin tinggi TSS maka semakin tinggi juga
sedimentasi yang terdapat di perairan tersebut. Sedimentasi yang ada di air bisa
berasal dari limbah pertanian dan perkebunan yang banyak terdapat di sepanjang
aliran sungai. Erosi juga mempengaruhi tingkat sedimentasi. Berikut adalah pola
perubahan kualitas air DAS Citarum tiap bulan pada tahun 2008 yang disajikan
dalam grafik regresi non linear.
32
1. BOD dan COD di DAS Citarum
a. Januari
Gambar 7. Pola Penyebaran BOD dan COD Terhadap Jarak dari Garis Pantai
Bulan Januari 2008
Dari pola penyebaran BOD dan COD terhadap jarak titik pantau dari garis
pantai bulan Januari 2008 didapat model matematis perubahan kualitas air sebagai
berikut:
1. Parameter BOD adalah y = 7E-14x3 - 1E-08x
2 + 0,000x + 13,53 dengan R
2 =
0,836
2. Parameter COD adalah y = 3E-14x3 - 5E-09x
2 + 0,000x + 5,332 dengan R
2 =
0,838
Dari grafik terlihat bahwa nilai BOD pada bagian hulu naik, kemudian
pada bagian tengah turun, pada bagian hilir naik lagi sampai titik 9
(Rengasdengklok) kemudian turun sampai titik 10 (MuaraGembong). Penigkatan
nilai BOD diakibatkan adanya bahan pencemar yang masuk ke sungai. Pada
bagian hulu terdapat banyak industri tekstil sehingga kualitas air menurun.
Berikut adalah tabel kelas air yang dibagi berdasarkan wilayahnya:
1
2
3
4
5
78
9
10
1
23
45
78
9
10
R² COD = 0,836
R² BOD = 0,838
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
0 50000 100000 150000 200000 250000 300000 350000
(mg/
l)
Jarak (m)
33
Tabel 7. Kelas Air Bulan Januari 2008
Bulan Bagian BOD (mg/L) Kelas COD (mg/L) Kelas
Januari
hulu 2,39-5,55 II, III 5,08-14,22 I,II
tengah 3,76-10,58 II, III, IV 9,14-28,45 I,II,III
hilir 3,79-10,26 II, III, IV 9,14-27,43 I,II,III
b. Februari
Gambar 8. Pola Penyebaran BOD dan COD Terhadap Jarak dari Garis Pantai
Bulan Februari 2008
Dari pola penyebaran BOD dan COD terhadap jarak titik pantau dari garis
pantai bulan Februari 2008 didapat model matematis perubahan kualitas air
sebagai berikut:
1. Parameter BOD adalah y = 2E-14x3 - 4E-09x
2 + 0,000x + 8,457 dengan R
2 =
0,819
2. Parameter COD adalah y = - 2E-09x2 + 0,000x + 3,436 dengan R
2 = 0,813
Dari grafik terlihat bahwa nilai BOD pada bagian hulu naik, kemudian
pada bagian tengah turun, pada bagian hilir naik lagi dan kemudian turun sampai
titik 10 (MuaraGembong). Penigkatan nilai BOD diakibatkan adanya bahan
pencemar yang masuk ke sungai. Pada bagian hulu terdapat banyak industri tekstil
sehingga kualitas air menurun. Berikut adalah tabel kelas air yang dibagi
berdasarkan wilayahnya:
1
2
345
67
910
12
345
67
910
R² COD = 0,819
R² BOD = 0,813
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
14.00
0 50000 100000 150000 200000 250000 300000 350000
(mg/
l)
Jarak (m)
34
Tabel 8. Kelas Air Bulan Februari 2008
Bulan Bagian BOD (mg/L) Kelas COD (mg/L) Kelas
Februari hulu 3,77-4,47 III 9,07-11,09 I,II
tengah 1,39-3,08 I,II,III 5-6,05 I
hilir 1,28-7,74 I,II,III,IV 5-20,16 I,II
c. Maret
Gambar 9. Pola Penyebaran BOD dan COD Terhadap Jarak dari Garis Pantai
Bulan Maret 2008
Dari pola penyebaran BOD dan COD terhadap jarak titik pantau dari garis
pantai bulan Maret 2008 didapat model matematis perubahan kualitas air sebagai
berikut:
1. Parameter BOD adalah y = 5E-14x3 - 9E-09x
2 + 0,000x + 5,902 dengan R
2 =
0,892
2. Parameter COD adalah y y = 2E-14x3 - 4E-09x
2 + 0,000x + 2,433 dengan R
2
= 0,854
Dari grafik terlihat bahwa nilai BOD pada bagian hulu naik, kemudian
pada bagian tengah turun, pada bagian hilir naik lagi sampai titik 9
(Rengasdengklok) kemudian turun sampai titik 10 (MuaraGembong). Penigkatan
nilai BOD diakibatkan adanya bahan pencemar yang masuk ke sungai. Pada
1
2
3
4
78
9
10
1
2
3
478
9
10
R² COD = 0,892
R² BOD = 0,854
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
0 50000 100000 150000 200000 250000 300000 350000
(mg/
l)
Jarak (m)
35
bagian hulu terdapat banyak industri tekstil sehingga kualitas air menurun.
Berikut adalah tabel kelas air yang dibagi berdasarkan wilayahnya:
Tabel 9. Kelas Air Bulan Maret 2008
Bulan Bagian BOD (mg/L) Kelas COD (mg/L) Kelas
Maret
hulu 3,77 -4,47 III 5-12,9 I,II
tengah 2,36 - 6,28 II,III,IV 5,04-16,13 I,II
hilir 3,09-5,58 III 7,06-12,11 I,II
d. April
Gambar 10. Pola Penyebaran BOD dan COD Terhadap Jarak dari Garis Pantai
Bulan April 2008
Dari pola penyebaran BOD dan COD terhadap jarak titik pantau dari garis
pantai bulan April 2008 didapat model matematis perubahan kualitas air sebagai
berikut:
1. Parameter BOD adalah y = 2E-14x3 - 3E-09x
2 + 9E-05x + 10,52 dengan R
2 =
0,579
2. Parameter COD adalah y = - 1E-09x2 + 4E-05x + 4,207 dengan R
2 = 0,717
Dari grafik terlihat bahwa nilai BOD pada bagian hulu naik dengan drastis,
kemudian pada bagian tengah turun, pada bagian hilir naik lagi secara perlahan-
lahan. Penigkatan nilai BOD diakibatkan adanya bahan pencemar yang masuk ke
1
2
3
4
5
789
10
1
234
5799
10
R² COD = 0,579
R² BOD= 0,717
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
14.00
16.00
18.00
0 50000 100000 150000 200000 250000 300000 350000
(mg/
l)
Jarak (m)
36
sungai. Pada bagian hulu terdapat banyak industri tekstil sehingga kualitas air
menurun. Berikut adalah tabel kelas air yang dibagi berdasarkan wilayahnya.
Tabel 10. Kelas Air Bulan April 2008
Bulan Bagian BOD (mg/L) Kelas COD (mg/L) Kelas
April hulu 3,05- 6,59 III,IV 7,06 -16,26 I,II
tengah 2,36- 9,15 II,III,IV 5,04- 24,19 I,II
hilir 3,42 -4,52 III 8,06- 11,18 I,II
e. Mei
Gambar 11. Pola Penyebaran BOD dan COD Terhadap Jarak dari Garis Pantai
Bulan Mei 2008
Dari pola penyebaran BOD dan COD terhadap jarak titik pantau dari garis
pantai bulan Mei 2008 didapat model matematis perubahan kualitas air sebagai
berikut:
1. Parameter BOD adalah y = 5E-14x3 - 8E-09x
2 + 0,000x + 1,089 dengan R
2 =
0,854
2. Parameter COD adalah y = 2E-14x3 - 4E-09x
2 + 0,000x - 0,431 dengan R
2 =
0,837
Dari grafik terlihat bahwa nilai BOD pada bagian hulu naik, kemudian
pada bagian tengah turun, pada bagian hilir naik lagi dan kemudian turun sampai
1
2
34
5
67
9
101
2
345
6
79
10
R² COD= 0,854
R² BOD= 0,837
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
14.00
16.00
18.00
20.00
0 50000 100000 150000 200000 250000 300000 350000
(mg/
l)
Jarak (m)
37
titik 10 (MuaraGembong). Penigkatan nilai BOD diakibatkan adanya bahan
pencemar yang masuk ke sungai. Pada bagian hulu terdapat banyak industri tekstil
sehingga kualitas air menurun. Berikut adalah tabel kelas air yang dibagi
berdasarkan wilayahnya.
Tabel 11. Kelas Air Bulan Mei 2008
Bulan Bagian BOD (mg/L) Kelas COD (mg/L) Kelas
Mei
hulu 3,71 -6,64 III,IV 9,14 -17,27 I,II
tengah 1,11 -3,91 I,II,III 5-9,14 I
hilir 1,41 -7,62 I,II,III,IV 5 -20,32 I,II
f. Juni
Gambar 12. Pola Penyebaran BOD dan COD Terhadap Jarak dari Garis Pantai
Bulan Juni 2008
Dari pola penyebaran BOD dan COD terhadap jarak titik pantau dari garis
pantai bulan Juni 2008 didapat model matematis perubahan kualitas air sebagai
berikut:
1. Parameter BOD adalah y = 2E-09x2 - 0,000x + 9,801 dengan R
2 = 0,213
2. Parameter COD adalah y = 1E-09x2 - 6E-05x + 4,138 dengan R
2 = 0,784
Pada bulan Juni berbeda dengan bulan-bulan lain. Di titik mata air
Wangisagara nilai BOD dan COD sudah tinggi, kemudian turun sampai ke titik 2
12
3
5
6
7
8
9
10
1
2
3
56
78
910
R² COD= 0,213
R² BOD = 0,784
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
0 50000 100000 150000 200000 250000 300000 350000
(mg/
l)
Jarak (m)
38
(Inlet Saguling). Pada bagian tengah naik dan pada bagian hilir turun. Perbedaan
ini bisa diakibatkan berbagai macam penyebab, salah satunya mungkin kesalahan
saat pengukuran. Berikut adalah tabel kelas air yang dibagi berdasarkan
wilayahnya.
Tabel 12. Kelas Air Bulan Juni 2008
Bulan Bagian BOD (mg/L) Kelas COD (mg/L) Kelas
Juni hulu 4,13-7,74 III,IV 10,04 -10,08 II
tengah 1,11 -3,41 I,II,III 5 -13,21 I,II
hilir 3,03- 4,51 III 7,03- 11,04 I,II
g. Juli
Gambar 13. Pola Penyebaran BOD dan COD Terhadap Jarak dari Garis Pantai
Bulan Juli 2008
Dari pola penyebaran BOD dan COD terhadap jarak titik pantau dari garis
pantai bulan Juli 2008 didapat model matematis perubahan kualitas air sebagai
berikut:
1. Parameter BOD adalah y = 1E-09x2 - 0,000x + 26,50 dengan R
2 = 0,673
2. Parameter COD adalah y = 7E-11x2 - 0,000x + 10,14 dengan R
2 = 0,693
Dari grafik terlihat bahwa nilai BOD dan COD pada bagian hulu naik,
kemudian pada bagian tengah turun, pada bagian hilir naik lagi sampai titik 9
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
3
4
56
7
89
10
R² COD= 0,673
R² BOD= 0,693
0
5
10
15
20
25
0 50000 100000 150000 200000 250000 300000 350000
(mg/
l)
Jarak (m)
39
(Rengasdengklok) kemudian turun sampai titik 10 (MuaraGembong). Penigkatan
nilai BOD diakibatkan adanya bahan pencemar yang masuk ke sungai. Pada
bagian hulu terdapat banyak industri tekstil sehingga kualitas air menurun.
Berikut adalah tabel kelas air yang dibagi berdasarkan wilayahnya
Tabel 13. Kelas Air Bulan Juli 2008
Bulan Bagian BOD (mg/L) Kelas COD (mg/L) Kelas
Juli
hulu 1,33- 7,74 I,II,III,IV 5- 20,08 I,II
tengah 3,37 -7,68 III,IV 8,03 -19,53 I,II
hilir 1,29 -9,16 I,II,III,IV 5 -23,64 I,II
h. Agustus
Gambar 14. Pola Penyebaran BOD dan COD Terhadap Jarak dari Garis Pantai
Bulan Agustus 2008
Dari pola penyebaran BOD dan COD terhadap jarak titik pantau dari garis
pantai bulan Agustus 2008 didapat model matematis perubahan kualitas air
sebagai berikut:
1. Parameter BOD adalah y = 2E-14x3 - 6E-09x
2 + 0,000x + 15,39 dengan R
2 =
0,758
2. Parameter COD adalah y = - 2E-09x2 + 0,000x + 6,417 dengan R
2 = 0,782
124
5
6
7
8
9
10
124
56
7
8
9
10
R² COD = 0,758
R² BOD= 0,782
0
5
10
15
20
25
30
35
0 50000 100000 150000 200000 250000 300000 350000
(mg/
l)
Jarak (m)
40
Pada bulan Agustus juga berbeda dengan bulan lain. Pada bulan ini di titik
hulu tidak terjadi kenaikan nilai BOD dan COD. Pada bagian tengah malah terjadi
kenaikan nilai BOD dan COD sampai ke bagian hilir di Rengasdengklok..
Kemudian turun setelah melewati titik Rengasdengklok. Setelah melewati
Rengasdengklok terjadi penurunan nilai parameter, hal ini mungkin diakibatkan
semakin berkurangnya debit air. Tapi kemungkinan ini perlu ditinjau lagi dengan
penelitian yang lebih mendalam. Perbedaan pola ini dengan pola pada bulan lain
mengkin diakibatkan kesalahan saat pengukuran. Berikut adalah tabel kelas air
yang dibagi berdasarkan wilayahnya:
Tabel 14. Kelas Air Bulan Agustus 2008
Bulan Bagian BOD (mg/L) Kelas COD (mg/L) Kelas
Agustus
hulu 1,22 -1,36 I 5 I
tengah 3,07- 9,11 III,IV 7,2 -23,64 I,II
hilir 5,23 -12,39 III-diluar kelas 5 -20,56 I,II
i. September
Gambar 15. Pola Penyebaran BOD dan COD Terhadap Jarak dari Garis Pantai
Bulan September 2008
Dari pola penyebaran BOD dan COD terhadap jarak titik pantau dari garis
pantai bulan September 2008 didapat model matematis perubahan kualitas air
sebagai berikut:
1
2
34
5
67
8
9
101
2345
67
8
9
10
R² COD= 0,526
R² BOD= 0,639
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
0 50000 100000 150000 200000 250000 300000 350000
(mg/
l)
Jarak (m)
41
1. Parameter BOD adalah y = - 3E-09x2 + 0,000x + 2,803 dengan R
2 = 0,526
2. Parameter COD adalah y = - 3E-09x2 + 0,000x - 0,965 dengan R
2 = 0,639
Sama seperti bulan Agustus, pada bulan September berbeda dengan bulan-bulan
lain. Pada bulan ini di titik hulu malah terjadi penurunan nilai BOD dan COD.
Pada bagian tengah terjadi kenaikan nilai BOD dan COD sampai ke bagian hilir
di Rengasdengklok.. Kemudian turun setelah melewati titik Rengasdengklok.
Setelah melewati Rengasdengklok terjadi penurunan nilai parameter, hal ini
mungkin diakibatkan semakin berkurangnya debit air Perbedaan ini mengkin
diakibatkan kesalahan saat pengukuran. Berikut adalah tabel kelas air yang dibagi
berdasarkan wilayahnya:
Tabel 15. Kelas Air Bulan September 2008
Bulan Bagian BOD (mg/L) Kelas COD (mg/L) Kelas
sep
hulu 2,67- 3,93 II,III,IV 6,17 -9,14 I
tengah 2,61 -6,65 II,III,IV 6,1 -17,14 I,II
hilir 1,21- 8,04 I,II,III,IV 5 -20,56 I,II
j. Oktober
Gambar 16. Pola Penyebaran BOD dan COD Terhadap Jarak dari Garis Pantai
Bulan Oktober 2008
1
2
3
4
5
7
8
9
10
1
23
45
7
8
910
R² = 0,137
R² = 0,586
0 50000 100000 150000 200000 250000 300000 350000
(mg/
l)
Jarak (m)
42
Dari pola penyebaran BOD dan COD terhadap jarak titik pantau dari garis
pantai bulan Oktober 2008 didapat model matematis perubahan kualitas air
sebagai berikut:
1. Parameter BOD adalah y = - 6E-10x2 + 3E-05x + 8,132 dengan R
2 = 0,137
2. Parameter COD adalah y = - 7E-10x2 + 4E-05x + 3,203 dengan R
2 = 0,541
Bulan Oktober pola perubahan kualitas airnya relatif konstan. Perubahan
yang terjadi tidak terlalu drastis seperti bulan-bulan lain. Pada bulan ini dibagian
hulu nilai parameter naik, pada bagian tengah nilai parameter turun dan pada
bagian hilir nilai parameter naik lagi. Berikut adalah tabel kelas air yang dibagi
berdasarkan wilayahnya
Tabel 16. Kelas Air Bulan Oktober 2008
Bulan Bagian BOD (mg/L) Kelas COD (mg/L) Kelas
Oktober
hulu 2,11- 3,08 II,III 6,24 -7,46 I
tengah 1,74- 4,86 I,II,III 5 -12,1 I,II
hilir 1,28 -3,71 I,II,III 5- 9,14 I
k. November
Gambar 17. Pola Penyebaran BOD dan COD Terhadap Jarak dari Garis
Pantai Bulan November 2008
Dari pola penyebaran BOD dan COD terhadap jarak titik pantau dari garis
pantai bulan November 2008 didapat model matematis perubahan kualitas air
sebagai berikut:
1
2
3
4
6
78
9
10
12
3
4
678
9
10
R² COD= 0,477
R² BOD = 0,479
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
0 50000 100000 150000 200000 250000 300000 350000
(mg/
l)
Jarak (m)
43
1. Parameter BOD adalah y = 7E-14x3 - 1E-08x
2 + 0,000x + 3,108 dengan R
2 =
0,477
2. Parameter COD adalah y = 2E-14x3 - 4E-09x
2 + 0,000x + 1,598 dengan R
2 =
0,479
Dari grafik terlihat bahwa nilai BOD dan COD pada bagian hulu naik,
kemudian pada bagian tengah turun, pada bagian hilir naik lagi sampai titik 9
(Rengasdengklok) kemudian turun sampai titik 10 (MuaraGembong). Penigkatan
nilai BOD diakibatkan adanya bahan pencemar yang masuk ke sungai. Pada
bagian hulu terdapat banyak industri tekstil sehingga kualitas air menurun.
Berikut adalah tabel kelas air yang dibagi berdasarkan wilayahnya
Tabel 17. Kelas Air Bulan November 2008
Bulan Bagian BOD (mg/L) Kelas COD (mg/L) Kelas
November
hulu 5,93 -7,02 III,IV 15,18 -18,22 II
tengah 3,37 -10,95 III,IV 8,1- 29,35 I,II,III
hilir 3,74 -7,36 III,IV 9,11 -19,23 I,II
l. Desember
Gambar 18. Pola Penyebaran BOD dan COD Terhadap Jarak dari Garis Pantai
Bulan Desember 2008
Dari pola penyebaran BOD dan COD terhadap jarak titik pantau dari garis
pantai bulan Desember 2008 didapat model matematis perubahan kualitas air
sebagai berikut:
1
2
3
45
678
9
10
1
2
345
678
9
10
R² COD = 0,925
R² BOD= 0,932
0
5
10
15
20
25
30
0 50000 100000 150000 200000 250000 300000 350000
(mg/
l)
Jarak (m)
44
1. Parameter BOD adalah y = - 2E-13x3 + 1E-08x
2 + 6E-05x + 4,743 dengan R
2
= 0,925
2. Parameter COD adalah y = -7E-14x3 + 5E-09x
2 + 4E-06x + 2,315 dengan R
2
= 0,932
Dari grafik terlihat bahwa nilai BOD dan COD pada bagian hulu naik,
kemudian pada bagian tengah turun, pada bagian hilir naik lagi sampai titik 9
(Rengasdengklok) kemudian turun sampai titik 10 (MuaraGembong). Penigkatan
nilai BOD diakibatkan adanya bahan pencemar yang masuk ke sungai. Pada
bagian hulu terdapat banyak industri tekstil sehingga kualitas air menurun.
Berikut adalah tabel kelas air yang dibagi berdasarkan wilayahnya
Tabel 18. Kelas Air Bulan Desember 2008
Bulan Bagian BOD (mg/L) Kelas COD (mg/L) Kelas
Desember
hulu 1,19- 7,73 I,II,III,IV 5 -20,24 I,II
tengah 2,98- 5,56 II,III 7,08 -14,17 I,II
hilir 2,68 -9,53 II,III,IV 6,07- 25,3 I,II
Pada bulan-bulan dengan curah hujan tinggi (>100mm) menurut
klasifikasi Schmidth-Ferguson, yaitu dari November-Mei terlihat bahwa pola
perubahannya hampir sama yaitu pada bagian hulu naik, pada bagian tengah turun
dan pada bagian hilir naik lagi. Sedangkan pada bulan-bulan dengan curah hujan
sedikit (<100mm) yaitu dari Juni-Oktober terjadi perbedaaan dengan bulan basah.
Fenomena ini terjadi karena perubahan debit yang mengalir di sungai tersebut.
Debit ini dapat mempengaruhi perubahan parameter kualitas air karena limbah
yang masuk ke sungai akan tercampur dengan air sehingga limbah tersebut terjadi
pengenceran.
Nilai COD yang terjadi pada perubahan kualitas air nilainya lebih tinggi
dari nilai BOD karena bahan yang stabil (tidak terurai) dalam uji BOD dapat
teroksidasi dalam uji COD. Misalnya, selulosa sering tidak terukur dalam uji
BOD karena sulit dioksidasi/ diuraikan, tetapi dapat dioksidasi melalui uji COD.
Umumnya, besar nilai COD kira-kira dua kali lipat nilai BOD karena senyawa
kimia yang dapat dioksidasi secara kimiawi lebih besar dibandingkan dengan
oksidasi secara biologis.
45
Keberadaan bahan organik dapat berasal dari alam maupun dari aktivitas
rumah tangga dan industri, misalnya pabrik bubur kertas (pulp), pabrik kertas dan
industri makanan. Makin besar nilai BOD atau COD, makin tinggi tingkat
pencemaran suatu perairan. Perairan yang memiliki nilai COD tinggi tidak
diinginkan bagi kepentingan perikanan da pertanian. Nilai COD pada perairan
yang tidak tercemar biasanya kurang dari 20 mg/L, sedangkan pada perairan yang
tercemar dapat lebih dari 200 mg/L dan pada limbah industri dapat mencapai
60.000 mg/L
Dari pola penyebaran BOD dan COD terhadap jarak dari garis pantai pada
tahun 2008 dari bulan Januari-Desember terlihat bahwa pola penyebarannya
fluktiatif dan tidak terpengaruh terhadap jarak. Perubahan kualitas air ternyata
sangat berpengaruh terhadap sumber pencemar. Sumber pencemar bisa berasal
dari limbah industri maupun domestik. Perubahan kualitas air juga berpengaruh
terhadap perubahan curah hujan dan debit karena akan terjadi pengenceran limbah
dengan air yang mengalir di sungai. Hal ini dibuktikan dengan grafik perubahan
kualitas air pada bulan kering (Juni-Oktober). Pada bulan ini pola perubahan
kualitas airnya berbeda dengan bulan basah (September-Mei).
Pada bagian tengah nilai BOD dan COD cenderung menurun karena pada
daerah tersebut terdapat waduk-waduk dimana waduk tersebut bisa menurunkan
polutan limbah yang masuk ke waduk. Sehingga pada waduk Saguling yang
merupakan pintu masuk ke bagian tengah kondisinya sangat parah. Ini
membuktikan bahwa waduk memiliki fungsi self purification yaitu fungsi waduk
yang dapat memperbaiki sendiri kualitas air yang masuk karena bisa mengendap
ke dasar waduk. Sehingga air yang keluar dari waduk kandungan bahan
polutannya mangalami penurunan.
Pada bagian hilir dari outlet Jatiluhur sampai ke Muara Gembong rata-rata
nilai BOD dan COD mengalami peningkatan, hal ini disebabkan karena setelah
keluar dari outlet Jatiluhur sungai Citarum melewati daerah masyarakat dan
daerah industri sehingga kualitas airnya kembali menurun. Ini terlihat dari
meningkatnya nilai BOD dan COD yang terdapat pada titik tersebut.
46
2. TSS di DAS Citarum
TSS (Total Suspended Solid) adalah jumlah berat (mg/l) kering lumpur
yang ada di dalam air limbah setelah mengalami penyaringan dengan membran
berukuran 0,45 mikron.
Total Suspended Solid atau TSS dipilih karena nilai TSS dapat mengetahui
seberapa total zat padat yang tidak terlarut dalam air. TSS dapat menentukan
tingkat sedimentasi suati perairan. Semakin tinggi TSS maka semakin tinggi juga
sedimentasi yang terdapat di perairan tersebut. Sedimentasi yang ada di air bisa
berasal dari limbah pertanian dan perkebunan yang banyak terdapat di sepanjang
aliran sungai. Erosi juga mempengaruhi tingkat sedimentasi. Berikut adalah pola
perubahan kualitas air DAS Citarum tiap bulan pada tahun 2008 yang disajikan
dalam grafik regresi non linear.
a. Januari
Gambar 19. Pola Penyebaran TSS Terhadap Jarak dari Garis
Pantai Bulan Januari 2008
Dari grafik diatas terlihat bahwa pada bagian hulu di mata air Wangisagara
nilai TSS sudah tinggi, kemudian menurun sampai ke titik inlet Saguling. Pada
bagian tengah nilai TSS meningkat. Pada bagia hilir nilai TSS menurundari outlet
Jatiluhur sampai ke titik Bendung Curug, kemudian meningkat kembali sampai
Muara Gembong.
1
23
4
5
7
8
9
10
y = - 4E-13x3 + 8E-08x2 - 0.005x + 326.5R² = 0.666
0
50
100
150
200
250
300
350
400
0 50000 100000 150000 200000 250000 300000 350000
TSS
(mg/
l)
Jarak (m)
47
b. Februari
Gambar 20. Pola Penyebaran TSS Terhadap Jarak dari Garis
Pantai Bulan Februari 2008
Sama seperti bulan Januari, pada bulan Februari pola perubahan kualitas
airnya hampir sama hanya saja pada bahian hilir nilai TSS menurun. Pada bagian
hulu niali TSS sudah tinggi, hal ini dikarenakan pada mata air Wangisagara
keadaan lahan disana sudah sedikit pohon dan tanahnya kritis sehingga
dimungkinkan terjadi erosi yang dapat menambah bahat yang tidak terlarut dalam
air (TSS) menjadi meningkat.
c. Maret
Gambar 21. Pola Penyebaran TSS Terhadap Jarak dari Garis
Pantai Bulan Maret 2008
1
23
4
5
6
78
910
y = - 3E-13x3 + 4E-08x2 - 0.001x + 154.4R² = 0.732
0
50
100
150
200
250
300
0 50000 100000 150000 200000 250000 300000 350000
TSS
(mg/
l)
Jarak (m)
123
4
78
910
y = 1E-13x3 - 3E-08x2 + 0.001x + 238.5R² = 0.884
0
50
100
150
200
250
300
0 50000 100000 150000 200000 250000 300000 350000
TSS
(mg/
l)
Jarak (m)
48
Pada Bulan Maret nilai TSS bagian hulu cenderung menurun sampai ke
bagian tengah di titik inlet Cirata. Pada bagian tengah kemudian meningkat
sampai ke bagian hilir di Muara Gembong.
d. April
Gambar 22. Pola Penyebaran TSS Terhadap Jarak dari Garis
Pantai Bulan April 2008
Pada bulan April nilai TSS bagian hulu menurun sampai ke bagian tengah
di titik outlet Jattiluhur kemudian meningkat lagi sampai di outlet Jatiluhur. Pada
bagian hilir di titik Bendung Curug nilai TSS menurun sampai di
Rengasdengklok, kemudian meningkat lagi di Muara Gembong.
e. Mei
Gambar 23. Pola Penyebaran TSS Terhadap Jarak dari Garis
Pantai Bulan Mei 2008
12
34
567
8
9
10
y = - 1E-12x3 + 2E-07x2 - 0.011x + 260.2R² = 0.6410
50
100
150
200
250
300
350
0 50000 100000 150000 200000 250000 300000 350000
TSS
(mg/
l)
Jarak (m)
1
2
356
7
8
9
10
y = 1E-13x3 - 5E-09x2 - 0.003x + 418.5R² = 0.817
0
100
200
300
400
500
0 50000 100000 150000 200000 250000 300000 350000
TSS
(mg/
l)
Jarak (m)
49
Pada bulan Mei nilai TSS bagian hulu meningkat sampai di titik inlet
Saguling. Kemudian pada bagian tengah menurun dan pada bagian hilir
meningkat lagi secara drastis sampai ke Muara Gembong.
f. Juni
Gambar 24. Pola Penyebaran TSS Terhadap Jarak dari Garis
Pantai Bulan Juni 2008
Pada bula Juni sama seperti bulan Mei, pada bagian hulu nilai TSS
meningkat kemudian menurun pada bagian tengah dan meningkat lagi secara
dratis sampai ke Muara Gembong
g. Juli
Gambar 25. Pola Penyebaran TSS Terhadap Jarak dari Garis
Pantai Bulan Juli 2008
1
23
45
67
8
9
10
y = 9E-14x3 + 4E-09x2 - 0.003x + 387.1R² = 0.778
0
50
100
150
200
250
300
350
400
0 100000 200000 300000 400000
TSS
(mg/
l)
Jarak (m)
1
2345
678
910
y = 3E-13x3 - 5E-08x2 + 0.002x + 190.4R² = 0.963
0
50
100
150
200
250
0 50000 100000 150000 200000 250000 300000 350000
TSS
(mg/
l)
Jarak (m)
50
Bulan Juli sama seperti bulan Mei dan Juni, pada bagian hulu nilai TSS
meningkat kemudian menurun pada bagian tengah dan meningkat lagi secara
dratis sampai ke Muara Gembong.
h. Agustus
Gambar 26. Pola Penyebaran TSS Terhadap Jarak dari Garis
Pantai Bulan Agustus 2008
Pada bulan Agustus merupakan bulan kering dimana curah hujan sedikit
dan debit kecil memiliki pengaruh yang besar terhadap perubahan nilai TSS yang
dilihat pada bagian hulu dimana pada titik inlet Saguling nilai TSS meningkat
drastis sampai melebihi baku mutu dan tidak masuk dikelas manapun. Setelah
masuk ke waduk pada bagian tengah nilai TSS menurun kemudian pada bagian
hilir meningkat lagi sampai ke Muara Gembong
1
2
34
56
78
9
10
y = -9E-14x3 + 4E-08x2 - 0,006x + 419,1R² = 0,343
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
500
0 50000 100000 150000 200000 250000 300000 350000
TSS
(mg/
l)
Jarak (m)
51
i. September
Gambar 27. Pola Penyebaran TSS Terhadap Jarak dari Garis
Pantai Bulan September 2008
Pada bulan September pola perubahannya sama sepertu bulan Agustus,
tetapi pada bulan ini tidak terjadi kenaikan nilai TSS yang drastis di titik inlet
Saguling. Setelah masuk ke waduk pada bagian tengah nilai TSS menurun
kemudian pada bagian hilir meningkat lagi sampai ke Muara Gembong
j. Oktober
Gambar 28. Pola Penyebaran TSS Terhadap Jarak dari Garis
Pantai Bulan Oktober 2008
12
345
6
7
8
9
10
y = - 2E-14x3 + 2E-08x2 - 0.004x + 444.1R² = 0.907
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
0 50000 100000 150000 200000 250000 300000 350000
TSS
(mg/
)
Jarak (m)
12345
6
7
8
910
y = 2E-13x3 - 5E-08x2 + 0.002x + 181.4R² = 0.897
0
50
100
150
200
250
0 50000 100000 150000 200000 250000 300000 350000
TSS
(mg/
l)
Jarak (m)
52
Pada bulan Oktober nilai TSS bagian hulu sama sampai di titik inlet
Saguling. Kemudian pada bagian tengah menurun dan pada bagian hilir
meningkat lagi secara drastis sampai ke Muara Gembong.
k. November
Gambar 29. Pola Penyebaran TSS Terhadap Jarak dari Garis
Pantai Bulan November 2008
Pada bulan November nilai TSS pada bagian hulu menurun sampai di titik
inlet Cirata kemudian pada bagian tengah naik lagi sampai ke titik outlet Jatiluhur.
Pada bagian hilir menurun sampai di Rengasdengklok kemudian meningkat lagi
sampai di Muara Gembong
l. Desember
Gambar 30. Pola Penyebaran TSS Terhadap Jarak dari Garis
Pantai Bulan Desember 2008
1
2
3456
7
8
9
10
y = - 5E-13x3 + 8E-08x2 - 0.004x + 227.4R² = 0.530
0
50
100
150
200
250
300
0 50000 100000 150000 200000 250000 300000 350000
TSS
(mg/
l)
Jarak (m)
1
2
3
4
568
910
y = - 9E-14x3 + 2E-08x2 - 0.001x + 129.0R² = 0.696
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
0 50000 100000 150000 200000 250000 300000 350000
TSS
(mg/
l)
Jarak (m)
53
Pada bulan Desember polah perubahan nilai TSS adalah; pada bagian hulu
meningkat sampai di inlet Saguling, kemudian pada bagian tengah dan hilir terus
menurun sampai ke Muara Gembong
Berikut adalah data parameter TSS yang menentukan kualitas air sungai
Citarum akan disajikan pada tabel 19.
Tabel 19. Kelas Air TSS Tahun 2008
Bulan Bagian TSS
(mg/L) Kelas Bulan TSS (mg/L) Kelas
Januari hulu 180- 340 III,IV Juli 70 -120 III,IV
tengah 120- 280 III,IV 100 -130 III,IV
hilir 150 -280 III,IV 120 -210 III,IV
Februari hulu 130-270
III,IV
Agustus 100- 440
III,IV-diluar kelas
tengah 80-220 III,IV 110 -150 III,IV
hilir 150-220 III,IV 130- 330 III,IV
Maret hulu 150-160 III,IV September 120 -150 III,IV
tengah 90-160 III,IV 90 -190 III,IV
hilir 160-250
III,IV
120- 410
III, IV-diluar kelas
April hulu 160-170 III,IV
Oktober 98- 100 III,IV
tengah 120-270 III,IV 90- 130 III,IV
hilir 60-290 III,IV 90- 210 III,IV
Mei
hulu 110190 III,IV
November
110- 150 III,IV
tengah 40-280 III,IV 60 -110 III,IV
hilir 60-390 III,IV 110 -250 III,IV
Juni hulu 60 -110 III,IV
Desember 120 -150 III,IV
tengah 90-190 III,IV 130 -170 III,IV
hilir 40 -350 II, III,IV 110 -340 III,IV
Kelas ini sebenarnya bertujuan untuk membagi kualitas air berdasarkan
peruntukannya. Tapi apabila air telah memenuhi beberapa parameter fisika, kimi
dan biologi yang telah ditetapkan oleh Pemerintah. Tapi karena dalam penelitian
ini hanya dilihat parameter TSS saja maka data yang telah dibandingkan dengan
Baku Mutu PP82 Tahun 2001 maka belum bisa dimasukkan ke dalam kelas-kelas
sesuai peraturan menurut peruntukannya.
Pemilihan parameter TSS sebenarnya untuk melihat sejauh mana tingkat
sedimentasi dari sungai Citarum. Dari tabel diatas terlihat bahwa nilai TSS tiap
bulan tahun 2008 pada tiap bagian hulu, tengah dan hilir sebagian besar dalam
54
kelas III dan IV. Hal ini menunjukkan bahwa sungai Citarum tingkat
sedimentasinya tinggi karena bahan yang tidak terlarut dalam airnya juga tinggi.
Pada bulan Agustus pada bagian hulu dan bulan September pada bagian hilir nilai
TSS melebihi baku mutu sehingga tidak masuk ke kelas manapun. Dari data
diatas maka dapat disimpulkan tingkat sedimentasi dari sungai Citarum sudah
mengkhawatirkan.
Pola perubahan TSS nilainya fluktuatif dan tidak berpengaruh terhadap
perubahan jarak. Nilai TSS berpengaruh terhadap adanya sumber pencemar atau
tidak. Sumber pencemar yang mempengaruhi nilai TSS adalah limbah paertanian,
perkebunan dan tingkat erosi.
Curah hujan dan debit juga mempengaruhi nilai TSS. Pada bulan-bulan
basah yang terjadi pada bulan November-Mei nilai TSS pada titik 5 dan 6 (Outlet
Cirata dan Inlet Jatiluhur) terjadi peningkatan. Hal ini terjadi karena pada daerah
tersebut merupakan lahan kering yang memungkinkan untuk terjadinya erosi dan
sedimentasi sehingga pada daerah tersebut terjadi peningkatan nilai TSS.
Nilai TSS juga berpengaruh pada bulan-bulan kering yang terjadi pada
bulan Juni-Oktober dimana curah hujan dan debit menurun. Pada bulan ini di
bagian hulu terjadi peningkatan nilai TSS. Hal ini terjadi karena pada bagian hilir
debit air semakin kecil, ditambah lagi adanya bahan yang tidak larut dalam air
(TSS) sehingga nilai TSS tinggi pada bulan kering.
55
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Berdasarkan Baku Mutu Air PP No.82 Tahun 200 (nilai BOD Kelas I < 2
mg/L, Kelas II < 3 mg/L, Kelas III < 6 mg/L, Kelas IV < 12 mg/L)
penyebaran konsentrasi BOD pada tahun 2008 bagian hulu pada musim
hujan bulan Maret berkisar antara 3,77-4,47 mg/L, bagian tengah antara
2,36-6,28 mg/L dan bagian hilir antara 3,09-5,58 mg/L. Sedangkan pada
musim kemarau bulan Juli penyebaran konsentrasi BOD berkisar antara
1,33- 7,74 mg/L, bagian tengah antara 3,37 -7,68 mg/L dan bagian hilir
antara 1,29 -9,16 mg/L.
2. Berdasarkan Baku Mutu Air PP No.82 Tahun 200 (nilai COD Kelas I < 10
mg/L, Kelas II < 25 mg/L, Kelas III < 50 mg/L, Kelas IV < 100 mg/L)
penyebaran konsentrasi COD pada tahun 2008 bagian hulu pada musim
hujan bulan Maret berkisar antara 5-12,9 mg/L, bagian tengah antara 5,04-
16,13mg/L dan bagian hilir antara 7,06-12,11 mg/L. Sedangkan pada
musim kemarau bulan Juli penyebaran konsentrasi BOD berkisar antara 5-
20,08 mg/L, bagian tengah antara 8,03 -19,53 mg/L dan bagian hilir antara
5 -23,64 mg/L.
3. Berdasarkan Baku Mutu Air PP No.82 Tahun 200 (nilai TSS Kelas I < 50
mg/L, Kelas II < 50 mg/L, Kelas III < 400 mg/L, Kelas IV < 400 mg/L)
penyebaran konsentrasi TSS pada tahun 2008 bagian hulu pada musim
hujan bulan Maret berkisar antara 150-160 mg/L, bagian tengah antara 90-
160 mg/L dan bagian hilir antara 160-250 mg/L. Sedangkan pada musim
kemarau bulan Juli penyebaran konsentrasi BOD berkisar antara 70 -120
mg/L, bagian tengah antara 100 -130 mg/L dan bagian hilir antara 120 -
210 mg/L.
4. Model perubahan kualitas air DAS Citarum pada musim hujan (Maret)
untuk parameter BOD adalah y = 5E-14x3 - 9E-09x
2 + 0,000x + 5,902
dengan R2
= 0,892, parameter COD adalah y = 2E-14x3 - 4E-09x
2 +
0,000x + 2,433 dengan R2
= 0,854, dan parameter TSS adalah y = 1E-13x3
- 3E-08x2 + 0,001x + 238,5 dengan R² = 0,884
56
5. Model perubahan kualitas air DAS Citarum pada musim kemarau (Juli)
untuk parameter BOD adalah y = 1E-09x2 - 0,000x + 26,50 dengan R
2 =
0,673, parameter COD adalah y = 7E-11x2 - 0,000x + 10,14 dengan R
2 =
0,69,3 dan parameter TSS adalah y = 3E-13x3 - 5E-08x
2 + 0,002x + 190,4
dengan R2
= 0,963
6. Nilai Kualitas Air DAS Citarum apabila dilihat menggunakan parameter
BOD dan COD nilainya fluktuatif , tergantung curah hujan, debit dan
sumber pencemar.
7. Jarak tidak mempengaruhi perubahan kualitas air, yang mempengaruhi
adalah adanya sumber pencemar pada Daerah Aliran Sungai (DAS)
tersebut.
8. Pada bulan basah (November-Mei), bagian hulu nilai BOD dan COD
meningkat, pada bagian tengah nilai BOD dan COD menurun dan pada
bagian hilir nilai BOD dan COD meningkat lagi.
9. Pada bulan kering (Juni-Oktober) nilai BOD dan COD pada bagian hulu
cenderung menurun, pada bagian tengah cenderung meningkat sampai ke
bagian hilir di titik Rengasdengklok, kemudian turun kembali sampai ke
titik Muara Gembong.
10. Waduk dapat menurunkan nilai BOD dan COD, hal ini dibuktikan pada
saat bulan-bulan basah (November-Mei) terjadi penurunuan nilai BOD dan
COD yang melewati waduk tersebut.
11. Bagian hulu sungai Citarum dari mata air Wangisagara sampai inlet
Saguling kualitas airnya sangat buruk karena didaerah tersebut banyak
terdapat industri tekstil yang membuang limbahnya langsung ke sungai.
Pada bagian tengah setelah melewati beberapa waduk (Saguling, Cirata
dan Jatiluhur) kualitas air cenderung membaik karena terjadi pengandapan
di dasar waduk (self purification). Pada bagian hilir setelah keluar dari
outlet Jatiluhur kualitas air mulai mengalami memburuk kembali karena
adanya aktivitas industri dan domestik.
57
B. Saran
1. Penggalakan secara aktif program pemerintah terekait dengan kualitas air
sungai seperti Program Kali Bersih (PROKASIH) agar dapat memperbaiki
kualitas air Citarum
2. Adanya Tindakan Konservasi Air secara Proaktif untuk mencegah
penurunan kualitas air dan memelihara kesinambungan Wilayah DAS dari
hulu sampai hilir
3. Perlu penegakan hukum terkait DAS Citarum tertama terhadap industri
yang dengan sengaja membuang limbahnya langsung ke sungai tanpa
melalui IPAL terlebih dahulu
58
VI. DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, Sinatala. 2000. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor
Asdak, Chay. 2004. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta
Buchari, I Wayan Arka, K.G. Dharma Putra, I.G.A. Kunti Sri Panca Dewi. 2001.
Buku Ajar Kimia lingkungan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi.
Departemen PU. 1986. Standar Perencanaan Irigasi (KP-01). Directorat Jendral
pengairan Departemen PU. CV Galang Persada, Jakarta.
Effendi, Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air. Kanisius. Yoagyakarta
Fardiaz, S. 1992. Polusi Air dan Udara. Gajah Mada Press.190 hal.
Handoko. 1995. Kliatologi Dasar. Pustaka Jaya. FMIPA- IPB Bogor
Hart, BT., WV. Dok and N. Djuangsih. 2002. Nutrient budget for Saguling
Reservoir, West Java, Indonesia. Water Research 36 (2002) 2152–2160.
www.elsevier.com/locate/watres
Kantor Meteri Negara KLH. 1992. Kualitas Lingkungan Hidup Indonesia 1992, 20
Tahun Setelah Stockholm. Jakarta.
Kodoatie, Robert.J. danRoestam Sjarief. 2005. Pengelolaan Sumber Daya Air
terpadu. Andi. Yogyakarta
Miyazato and M.E. Khan. 2004. Technical Assistance to The Republic Of
Indonesia For Preparing The Integrated Citarum Water Resources
Management Project. Asian Development Bank. Southeast Asia
Department. TAR:INO 37049.
PUSAIR (Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Air). 1998. Katalog
Sungai Di Indonesia. Volume I. Citarum, Bengawan Solo, Brantas.
Bandung.
Priyono, Agus. 1994. Parameter-Paremeter Kualitas Air. Departemen kehutanan,
IPB. Bogor
Raini M., M.J. Herman dan N. Utama. 1995. Kualitas Fisik dan Kimia Air PAM
DKI Jakarta tahun 1991 – 2001. Cermin Dunia Kedokteran, Vol. 100, April
1995:50-52.
59
Siregar, Masbah R.T, dkk. 2004. Road Map Teknologi- Pemantauan Daerah
Aliran Sungai (DAS) dan Pengolahan Limbah. LIPI Press, anggota IKAPI.
Jakarta
Sembiring, R.K. 1995. Analisis Regresi. ITB. Bandung
Srikandi, Fardiaz. 1992. Polusi Air dan Udara. Penerbit Kanisius. Yogyakarta
Stewart, James.2002. kalkulus Jilid I Edisi Keempat. Erlangga. Jakarta
Soehoed, A.R. 2006. Tinjauan Ulang Gagasan Pengelolaan Air Van Blommestein
Untuk Pulau Jawa - Peranan Waduk-waduk Besar. Djambatan. Jakarta
Sasongko, Joko. 1986. Teknik Sumber Daya Air. Erlangga. Jakarta
Walpole, Ronald. E. 1995. Pengantar Statistika Jilid 3. PT Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta
Yoga, G.P., Y. Sudarso, T. Suryono dan R.L. Toruan. 2006. Toksisitas Air Pori –
Pori Sedimen Waduk Saguling, Jawa Barat. Prosiding Seminar Nasional
Limnologi 2006, Kamis, 21 Desember 2006, Hal. 352 – 360.
59
60
Lampiran 1. Peta Tititk Pemantauan DAS Citarum
Sumber: Kementrian Lingkungan Hidup 2010
61
Lampiran 2. Skema Lokasi Pemantauan Kualitas Air Di Daerah Kerja Perum Jasa
Tirta II
Sumber:Perum Jasa Tirta II
S.
Cip
un
eg
ara
S.
Be
ka
si
S.
Be
ka
si
S.
Cit
aru
m
S.
Cik
ea
s
CB
L
S.
Cik
ara
ng
S.C
ike
do
ka
n
S.
Cia
se
m
S.C
ihe
ra
ng
S.
Cil
am
ay
a
S.
Cik
ara
ng
ge
lam
S.C
ike
do
ka
n
S.
Cib
ee
t
S.
Cik
ara
ng
S.
Cip
am
ing
kis
S.
Cib
ee
t
Sa luran
Tarum
S.
Cit
aru
m
Sa
lura
n T
aru
m U
ta
ra
Ca
ba
ng
Tim
ur
PT . IB R
PT . SPV
S.
Cik
em
ba
ng
S.
Cin
an
gk
a
S . C ikapundung K olot
S . C ikeruh
S . C ik ijing
S. C irasea
1
2
S . C itarik4
3
5
S . C idurian6
G unung W ayang
S.
Cit
aru
m
7
S. C ikapundung9
8
S . C isangkuy
10
S. C itepus12
13
S. C iw idey
S. C ibeureum14
15S. C im ahi
16
17
18
W aduk
Saguling
19
20
W aduk
C irata
21
22
W aduk
Ir.H .D juanda
23
24
S. C ikao25
26
27
28B endung
C urug
Saluran Tarum Tim ur
29 B endung
W alahar
Sa
lura
n T
aru
m U
tara
C
ab
an
g B
ara
tB . B eet
B . C ikarangB . B ekasi
31
32
33
34
S.
Sa
da
ng
B endung
B arugbug
B endung
Pundong
S.C
ihe
ra
ng
S.
Cil
am
ay
a
S.
Cia
se
m
B endung
Salam darm a
S.
Cil
eu
ng
si
1
2
3
4
5
7
6
8
9
10
1312
11
1
2
34
6
S.
Cip
un
eg
ara
7
89
12345
PA M
Pulogadung
7
8910
PA M
Pejom pongan
6
PA M
Pulogadung
11
121314
1
2
3
4
5
30
5
Keterangan : Citarum Bekasi Luar PROKASIH
Saluran Tarum Barat Saluran Tarum Timur dan Utara
62
Lampiran 3. Skema Lokasi Pemantauan Kualitas Air Di Daerah Kerja Perum Jasa
Tirta
Sumber:Perum Jasa Tirta II
63
Lampiran 4. Baku Mutu Air Peraturan Pemerintah RI No. 82 Tahun 2001
No Parameter Satuan Kelas Keterangan
I II III IV
FISIKA
1 Suhu oC Deviasi
3
Deviasi
3
Deviasi
3
Deviasi
5
Deviasi dari
keadaan alaminya
2 TDS mg/L 1000 1000 1000 2000
3 TSS mg/L 50 50 400 400 Bagi pengolahan
air minum secara
konvensional,
TSS £ 5000 mg/L
4 Kekeruhan NTU t.a t.a t.a t.a
5 DHL µmhos/cm t.a t.a t.a t.a
KIMIA
6 pH 6-9 6-9 6-9 6-9 Apabila secara
alamiah di liar
rentang tersebut,
maka ditentukan
berdasarkan
kondisi alamiah
7 BOD mg/L 2 3 6 12
8 COD mg/L 10 25 50 100
9 DO mg/L 6 4 3 0 Angka batas
minimum
10 NH3 -N mg/L 0.5 t.a t.a t.a Bagi perikanan,
kandungan
ammonia bebas
untuk ikan yang
peka < 0.02 mg/L
sebagai NH3-N <
1 mg/L
11 NO2 -N mg/L 0.06 0.06 0.06 t.a
12 NO3 -N mg/L 10 10 20 20
13 Total Fosfat
sebagai P
mg/L 0.2 0.2 1 5
14 Cl2 mg/L 0.03 0.03 0.03 t.a Bagi air baku air
minum tidak
dipersyaratkan
15 Cr6+
mg/L 0.05 0.05 0.05 0.01
16 Hg mg/L 0.001 0.002 0.002 0.005
17 Fe mg/L 0.3 t.a t.a t.a Bagi pengolahan
air minum secara
konvensional, Fe
< 5 mg/L
18 Mn mg/L 0.1 t.a t.a t.a
19 Zn mg/L 0.05 0.05 0.05 2 Bagi pengolahan
air minum secara
konvensional, Zn
< 5 mg/L
64
Keterangan
t.a = tidak ada baku mutu
Logam merupakan logam terlarut
Nilai diatas merupakan batas maksimum, kecuali untuk pH dan DO
£ = tanda lebih kecil
Kelas I, yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air minum, dan atau
peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut.
Kelas II, yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana
rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi
pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama
dengan kegunaan tersebut.
Kelas III, yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan
ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi tanaman, dan atau peruntukan lain
yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
Kelas IV, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan
atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut.Lampiran 5. Nilai Parameter Kualitas Air DAS Citarum Tahun 2008
No Parameter Satuan Kelas Keterangan
I II III IV
20 Cu mg/L 0.02 0.02 0.02 0.02 Bagi pengolahan
air minum secara
konvensional,
Cu < 1 mg/L
21 Pb mg/L 0.03 0.03 0.03 1 Bagi pengolahan
air minum secara
konvensional, Pb
< 1 mg/L
22 Cd mg/L 0.01 0.01 0.01 0.01
23 CN mg/L 0.02 0.02 0.02 t.a
24 Fenol mg/L 0.001 0.001 0.001 t.a
BIOLOGI
25 Fecal
coliform
Jumlah/ 100 ml 100 1000 2000 2000 Bagi pengolahan
air minum secara
konvensional,
fecal coliform
£2000 jml/100
ml dan total
koliform £10000
jml/ 100 ml
26 Total
coliform
Jumlah/ 100 ml 1000 5000 10000 10000
65
Lampiran 5. Nilai Parameter kualitas Air DAS Citarum Tahun 2008
Sumber:Perum Jasa Tirta II
No Titik Pantau Jarak Dari
Garis Pantai Parameter Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des
1 Mata air
Wangisagara 286013 m
BOD (mg/L) 2,39 3,77 1,28 3,05 3,71 7,74 1,33 1,22 3,93 3,08 5,93 1,19
COD (mg/L) 5,08 9,07 5 7,06 9,14 10,08 5 5 9,14 7,46 15,18 5
TSS(mg/L) 340 270 160 170 110 60 70 100 120 100 150 120
2 Inlet
Saguling 225793 m
BOD (mg/L) 5,55 4,47 5,91 6,59 6,64 4,13 7,74 1,36 2,67 2,11 7,02 7,73
COD (mg/L) 14,22 11,09 12,19 16,26 17,27 10,04 20,08 5 6,17 6,24 18,22 20,24
TSS(mg/L) 180 130 150 160 190 110 120 440 150 98 110 150
3 Outlet
Saguling 204553 m
BOD (mg/L) 3,76 2,68 3,84 5,9 3,91 1,11 3,86 9,08 3,37 1,74 10,56 4,46
COD (mg/L) 9,14 6,05 9,14 11,18 9,14 5 9,04 20,56 8,22 5 28,34 11,13
TSS(mg/L) 150 100 120 120 80 90 110 130 110 92 60 130
4 Inlet
Cirata 185923 m
BOD (mg/L) 5,91 2,68 2,36 6,3 3,81 3,41 7,68 3,07 3,81 2,67 3,37 2,98
COD (mg/L) 15,24 6,05 5,04 16,13 9,14 13,21 19,53 7,2 9,14 9,21 8,1 7,08
TSS(mg/L) 180 80 90 150 280 190 100 150 100 94 90 170
5 Outlet
Cirata 168623 m
BOD (mg/L) 4,84 3,08 5,51 2,36 3,08 3,11 4,82 9,11 2,61 2,15 10,95 3,77
COD (mg/L) 12,19 7,06 14,11 5,04 7,11 9,14 12,34 23,64 6,1 8,44 29,35 9,11
TSS(mg/L) 280 220 1.160 270 70 175 100 110 90 90 100 150
66
Lampiran 5. Nilai Parameter kualitas Air DAS Citarum Tahun 2008 (Lanjutan)
Sumber:Perum Jasa Tirta II
No Titik Pantau Jarak Dari
Garis Pantai Parameter Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des
6 Inlet
Jatiluhur 161921 m
BOD (mg/L) 10,58 1,39 6,28 9,15 1,11 3,04 3,37 7,68 6,65 4,86 5,95 5,56
COD mg/L 28,45 5 16,13 24,19 5 7,03 8,03 19,53 17,14 12,1 15,18 14,17
TSS (mg/L) 120 160 310 300 40 100 130 150 190 130 110 140
7 Outlet
Jatiluhur 134511 m
BOD (mg/L) 3,84 1,28 3,09 3,45 2,61 4,51 1,29 5,23 6,35 2,68 3,77 6,35
COD mg/L 9,14 5 7,06 8,06 6,1 11,04 5 13,36 16,13 6,05 9,11 16,19
TSS (mg/L) 230 220 160 290 180 100 120 130 120 90 210 340
8 Bendung
Curug 127361 m
BOD (mg/L) 3,79 7,74 3,38 3,44 7,62 4,12 4,86 9,83 3,47 1,28 4,46 6,25
COD mg/L 9,14 20,16 8,06 8,06 20,32 10,04 12,05 25,70 8,06 5 11,13 16,19
TSS (mg/L) 150 200 180 160 60 40 120 130 170 130 250 140
9 Rengas
dengklok 66231 m
BOD (mg/L) 10,26 4,17 5,58 3,42 3,81 3,03 3,76 12,39 8,04 3,71 7,36 9,53
COD mg/L 27,43 10,08 14,11 8,13 9,14 7,03 9,04 32,9 20,56 9,14 19,23 25,30
TSS (mg/L) 210 180 220 60 170 220 210 260 230 210 110 110
10 Muara
Gembong 8811 m
BOD (mg/L) 7,37 4,16 4,18 4,52 1,41 3,81 9,16 7,68 1,21 3,41 3,74 2,68
COD mg/L 19,3 10,08 10,08 11,18 5 9,14 23,64 19,53 5 8,13 9,11 6,07
TSS (mg/L) 280 150 250 170 390 350 210 330 410 200 200 120
67
Lampiran 6. Peta Sub DAS Citarum
68
Lampiran 7. Peta Penutupan Lahan DAS Citarum
69
Lampiran 8. Peta Curah Hujan DAS Citarum
Top Related