LAPORAN PRAKTIKUM
MIKOLOGI
UJI ANTAGONIS
Disusun oleh :
Nama : Yekti Agus S
NIM : 125040200111017
Kelompok : Rabu, 13.20
Asisten : Tadzkiroh
JURUSAN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam dunia ini terdapat berbagai macam organisme yang merupakan penyusun bumi.
Dan setiap organisme memiliki peranan masing-masing, organisme yang ada dialam ini
memiliki dua sifat dimana dapat merugikan dan juga dapat dimanfaatkan salah satunya
adalah berperan dalam ilmu pengetahuan sehingga dapat membantu perkembangan ilmu
pengetahuan, salah satunya adalah fungi (jamur).Jamur merupakan organisme yang tidak
memiliki klorofil sehingga tidak dapat melakukan fotosintesis untuk menghasilkan makanan
sendiri. Jamur hidup dengan cara mengambil zat-zat makanan seperti selulosa, glukosa,
lignin, protein dan senyawa pati dari organisme lain. Oleh karena itu jamur digolongkan
tumbuhan yang heterofrotik yaitu tanaman yang hidupnya tergantung pada organisme lain.
Salah satu spesies jamur yang paling terkenal adalah jamur Aspergillus sp.. Setiap spesies
jamur ini mempunyai karakteristik morfologi dan peran yang berbeda-beda. Meskipun
demikian habitat pertumbuhan setiap spesies hampir sama. Seperti halnya manusia, jamur ini
juga dapat berkompetisi untuk memenuhi kebutuhannya agar tetap melangsungkan
kehidupannya. Salah satunya adalah Trichoderma sp. yang merupakan sejenis cendawan
atau fungi termasuk kelas ascomycetes. Trichoderma sp. memiliki aktivitas antifungal. Di
alam Trichoderma sp. banyak ditemukan di tanah hutan maupun tanah pertanian atau pada
substrat berkayu. Apabila dua jenis jamur Aspergillus sp. Dan Trichoderma sp. ditumbuhkan
bersama dalam suatu medium maka akan mencerminkan kompetisi di antara keduanya.Oleh
karena itu perlu untuk memahami dan mempelajari mengenai kompetisi antara dua spesies
jamurAspergillus sp. dan Trichoderma sp. serta mengidentifikasi spesies kedua jamur
tersebut.
1.2 Tujuan
a. Untuk mengetahui morfologi jamur Trichoderma sp.
b. Untuk mengetahui tingkat efektifitas Trichoderma sp
1.3 Manfaat
Dapat mengetahui interaksi yang terjadi antara jamur antagonis dengan jamur patogen
serta dapat mengetahui keefektifitasan jamur antagonis yang digunakan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Mekanisme Antagonis
Mekanisme antagonistik cendawan antagonis meliputi hiperparasitisme (mikoparasit),
antibiosis dan kompetisi. Sastrahidayat (1992) dalam Supriati (2010), menyatakan bahwa
Trichoderma sp. bertindak sebagai mikoparasit bagi cendawan lain dengan tumbuh
mengelilingi miselium patogen. Baker dan Scher (1987), berpendapat bahwa mikoparasitisme
dari Trichoderma spp. merupakan suatu proses yang kompleks dan terdiri dari beberapa tahap
dalam menyerang inangnya. Interaksi awal dari Trichoderma spp. yaitu dengan cara hifanya
membelok ke arah cendawan inang yang diserangnya. Ini menunjukkan adanya fenomena
respons kemotropik pada Trichoderma spp. karena adanya rangsangan dari hifa inang
ataupun senyawa kimia yang dikeluarkan oleh cendawan inang. Ketika mikoparasit itu
mencapai inangnya, hifanya kemudian membelit atau menghimpit hifa inang tersebut dengan
membentuk struktur seperti kait (hook-like structure), mikoparasit ini juga terkadang
memenetrasi miselium inang dengan mendegradasi sebagian dinding sel inang. Trichoderma
sp. Menghasilkan enzim dan senyawa antibiosis yang mampu menghambat bahkan
membunuh patogen. Senyawa antibiosis tersebut yaitu gliotoxin, glyoviridin dan
Trichodermin yang sangat berat menghambat pertumbuhan patogen. Banyak juga dilaporkan
Trichoderma sp. mampu memproduksi senyawa volatil dan non-volatil antibiotik (Sharma
dan Dohroo, 1991 dalam Arya dan Parello, 2010). Senyawa ini mempengaruhi dan
menghambat banyak sistem fungsional dan membuat patogen rentan. (Vey et al., 2001).
Mekanisme antagonisme Mekanisme antagonism diidentifikasi menurut Farida (1992)
yang meliputi :
a. Kompetisi ruang, nutrisi, dan oksigen.
Kompetisi antara jamur uji dengan jamur patogen dalam memperebutkan ruang,
nutrisi, dan oksigen diamati dengan cara melihat jenis jamur yang lebih cepat memenuhi
cawan petri.
b. Antibiosis.
Pengamatan antibiosis dilakukan dengan mengukur lebar zona kosong (hambatan)
dan melihat ada atau tidaknya perubahan warna pada medium akibat senyawa antibiotik
yang dihasilkan jamur uji.
c. Lisis dan parasitisme.
Pengamatan mekanisme lisis dan parasitisme dilakukan dengan mengamati hifa jamur
antagonis uji yang tumbuh di atas jamur patogen dengan cara mengambil dan
menumbuhkan hifa jamur antagonis dan jamur patogen menggunakan jarum ose, lalu
diletakkan di atas gelas objek untuk diamati secara mikroskopis.
2.2 Klasifikasi Jamur yang digunakan dalam Uji Antagonis
a. Trichoderma. sp
Kerajaan: Fungi
Divisi: Ascomycota
Upadivisi: Pezizomycotina
Kelas: Sordariomycetes
Ordo: Hypocreales
Famili: Hypocreaceae
Genus: Trichoderma ( Alexopaulus, 1979)
2.3 Morfologi Jamur Antagonis yang digunakan (Trichoderma spp.)
2.3.1 Mikroskopis
Terdapat konidia, selain itu konidifor dapat bercabang menyerupai piramida, yaitu
pada bagian bawah cabang lateral yang berulang-ulang, sedangkan kearah ujung percabangan
menjadi bertambah pendek. Fialid tampak langsing dan panjang terutama apeks dari cabang,
dan berukuran (2,8-3,2) m x (2,5-2,8) m, dan berdinding halus. Klamidospora umumnya
ditemukan dalam miselia dari koloni yang sudah tua, terletak interkalar kadang terminal,
umumnya bulat, berwarna hialin, dan berdinding halus (Gandjar,dkk., 1999 dalam Tindaon,
2008).
2.3.2 Makroskopis
b. Colletotricum capsici
Kerajaan : Fungi
Filum : Ascomycota
Kelas : Ascomycetes
Bangsa : Melanconiales
Suku : Melanconiaceae
Marga : Colletotrichum
Jenis : Colletotrichum capsici Butl & Bisby (Blackwell,1996)
Koloni Trichoderma spp. pada media agar pada awalnya terlihat berwarna putih
selanjutnya miselium akan berubah menjadi kehijau-hijauan lalu terlihat sebagian besar
berwarna hijau ada ditengah koloni dikelilingi miselium yang masih berwarna putih dan
pada akhirnya seluruh medium akan berwarna hijau (Umrah, 1995 dalam Nurhayati, 2001).
Koloni pada medium OA (20oC) mencapai diameter lebih dari 5 cm dalam waktu 9 hari,
semula berwarna hialin, kemudian menjadi putih kehijauan dan selanjutnya hijau redup
terutama pada bagian yang menunjukkan banyak terdapat konidia
2.4 Perhitungan Daya Antagonis dan Penjelasannya
P = r1-r2/r1 x 100%
P = Persentase penghambatan
r1 = Jari-jari koloni patogen yang berlawanan arah dengan cendawan antagonis
r2 = Jari-jari koloni cendawan patogen menuju ke arah cendawan antagonis.
Persentase hambatan dihitung dari umur 3 HSI sampai 7 HSI. Dengan menggunakan rumus
menurut Nugroho et al., (2001) dalam Supriati et al., (2010)
BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan
a. Alat
Spidol Permanen : Untuk memberikan garis dalam mempermudahkan
pengukuran diameter
Bunsen : Untuk sterilisasi alat
Kamera : Untuk mengambil gambar isolate jamur antagonis dan
jamur patogen
Cork Borrer : Untuk melubangi isolate jamur antagonis dan jamur
pathogen
Cawan petri : Sebagai tempat media PDA
Jarum ose : Digunakan untuk mengambil/memindahkan koloni
isolate patogen.
Penggaris : Untuk mengukur diameter dari isolate jamur antagonis
dan jamur patogen
b. Bahan
Alkohol : Untuk sterilisasi alat
Media PDA : Untuk media penanaman spesimen pengamatan
Plastik wrap : Untuk membungkus media PDA dicawan petri
Isolat jamur antagonis : Sebagai specimen dalam pengamatan
Isolat jamur pathogen : Sebagai specimen dalam pengamatan
3.2 Diagram Alir Langkah Kerja
menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
Kemudian memberi tanda pada permukaan bawah media cawan petri , beri titik 3 cm pada 2 titik
Sterililkan alat dan bahan yang akan digunakan
Tanam isolat jamur antagonis dan jamur patogen pada media PDA (pada titik yng disediakan tepat ditengah-tengah)
Tutup dengan plastik wrapping, beri label
Inkubasi,amati selama 7 hari , hitung diameter dan dokumentasikan
3.3 Analisis Perlakuan
Pertama yang harus dilakukan pada praktikum kali ini adalah menyiapkan alat dan
bahan yang akan digunakan,lalu memberi tanda pada permukaan bawah cawan petri yang
telah berisi media PDA dengan menggaris tengah cawan dan diberi tanda titik setiap 3 cm
sebanyak 2 titik dari tepi cawan. Kemudian sterilkan semua alat yang digunakan dengan
alkohol. Isolat jamur antagonis dan jamur patogen dibuka dan diambil menggunakan cork
borer dan diletakkan tepat di tanda bawah cawan (media baru). Setelah itu cawan ditutup
dengan plastic wrapping dan beri label. Isolat uji antagonis diinkubasikan dan diamati
selama 7 hari, hitung diameter dan dokumentasikan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Tabel Isolat yang digunakan untuk uji antagonisme
No. Nama Jamur Kenampakan Jamur di
Media PDA
Keterangan
1.
Trichoderma
spp.
Pertumbuhan jamur antagonis
Trichoderma spp. pada 7 HSI
terlihat bahwa pertumbuhannya
hamper memenuhi cawan petri
dan menghambat pertumbuhan
dari jamur C. capsici.
2.
C. capsici
Pertumbuhan jamur pathogen C.
capsici pada 7 HSI terlihat bahwa
pertumbuhannya optimal dan
terhambat oleh jamur antagonis
Trichoderma spp.
4.1.2 Tabel Pengamatan
Hari Setelah
Isolasi
(HSI)
Patogen C. capsici
Tampak atas Tampak bawah
1 2 1 2
1
2
3
4
5
6
7
4.1.3 Presentase daya hambat
Hari Setelah Isolasi
(HSI)
Patogen C.capsici
Ulangan 1 Ulangan 2
r1 r2 r1 r2
1 0.6 0.5 1 0.8
2 1.3 0.8 1.3 0.9
3 1.5 0.9 1.5 1
4 1.6 0.9 1.8 1.1
5 1.8 1 2.1 1.2
6 2 1 2.5 1.4
7 2.5 1.2 2.8 1.5
Perhitungan Persentase Penghambatan :
1 HSI
a. Pp =
=
= 16.6 %
b. Pp =
=
= 20 %
2 HSI
a. Pp =
=
= 38 %
b. Pp =
=
= 30.7 %
3 HSI
a. Pp =
=
= 40 %
b. Pp =
=
= 33.3%
4 HSI
a. Pp =
=
= 43.7 %
b. Pp =
=
= 38.8 %
5 HSI
a. Pp =
=
= 44.4 %
b. Pp =
=
= 42.8 %
6 HSI
a. Pp =
=
= 50 %
b. Pp =
=
= 44.4 %
7 HSI
a. Pp =
=
= 52 %
b. Pp =
=
= 46.4 %
4.2 Pembahasan
4.2.1 Hasil Uji Antagonis tiap patogen
Berdasarkan pengamatan praktikum yang telah dilakukan selama 7 hari diperoleh
hasil penghambatan 52% dan 46,4%. Penghambatan pada C. capsici diduga pula karena
komposisi dinding luar hifa C. capsici yang menyebabkan patogen ini mudah di degradasi
oleh enzim kitinase. Dinding hifa Colletotrichum sp. memiliki tekstur mikrofibril yang
terbuat dari kitin (- 1,4 N asetilglukosamin) (Azarkan, 1997 dan Adikaram, 1998 dalam
Purnomo, 2008), merupakan komponen utama pada dinding sel hifa dan merupakan struktur
penting dari cendawan (Moore et al., 2011). Enzim kitinase yang dihasilkan oleh
Trichoderma sp. mampu melarutkan dinding hifa patogen C. capsici sehingga pertumbuhan
patogen terhambat bahkan dapat menyebabkan kematian cendawan.
4.2.2 Hasil Mekanisme Antagonisme
Mekanisme yang dilakukan oleh Trichoderma sp. sendiri adalah parasitisme, dapat
dilihat dari persentasi daya hambat bahwa kedua ulangan jamur hampi semua bagiannya
tertutupi oleh Trichoderma sp. Trichoderma sp. bertindak sebagai mikoparasit bagi cendawan
lain dengan tumbuh mengelilingi miselium patogen. Mikoparasitisme dari Trichoderma spp.
merupakan suatu proses yang kompleks dan terdiri dari beberapa tahap dalam menyerang
inangnya. Interaksi awal dari Trichoderma spp. yaitu dengan cara hifanya membelok ke arah
cendawan inang yang diserangnya. Ini menunjukkan adanya fenomena respons kemotropik
pada Trichoderma spp. karena adanya rangsangan dari hifa inang ataupun senyawa kimia
yang dikeluarkan oleh cendawan inang. Ketika mikoparasit itu mencapai inangnya, hifanya
kemudian membelit atau menghimpit hifa inang tersebut dengan membentuk struktur seperti
kait (hook-like structure), mikoparasit ini juga terkadang memenetrasi miselium inang
dengan mendegradasi sebagian dinding sel inang. Trichoderma sp. Menghasilkan enzim dan
senyawa antibiosis yang mampu menghambat bahkan membunuh patogen (Baker dan Scher,
1987). Senyawa antibiosis tersebut yaitu gliotoxin, glyoviridin dan Trichodermin yang sangat
berat menghambat pertumbuhan patogen. Banyak juga dilaporkan Trichoderma sp. mampu
memproduksi senyawa volatil dan non-volatil antibiotik (Sharma dan Dohroo, 1991 dalam
Arya dan Parello, 2010). Senyawa ini mempengaruhi dan menghambat banyak sistem
fungsional dan membuat patogen rentan. (Vey et al., 2001).
Penggunaan agensia antagonis yang secara alami ada dan terdapat di lokasi atau
daerah tersebut merupakan cara terbaik untuk dijadikan agensia hayati, mengingat agensia
antagonis tersebut tidak membutuhkan waktu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan
barunya. C. capsici merupakan patogen tular udara yang sering menimbulkan penyakit busuk
buah cabai (filosfer) di lapangan (Soesanto, 2008). Dari hasil pengamatan dan perhitungan
diperoleh presentase hambatan patogen oleh Trichoderma dari hari ke hari menunjukkan
kecenderungan semakin tinggi, Hal ini diduga karena isolat Trichoderma sp. cocok untuk
mengendalikan patogen filosfer.
4.2.3 Efektivitas dari Trichoderma spp.
Trichoderma sp. mampu mengendalikan berbagai jenis cendawan patogen, namun
banyak strain Trichoderma sp. yang lebih efisien dalam menghambat beberapa patogen
dibandingkan patogen yang lain Harman (2012). Berdasarkan pengamatan yang telah
dilakukan Trichoderma terbukti efektif untuk menghambat daya tumbuh patogen filosfer.
Hal ini dapat dilihat dari mekanisme parasit yang terjadi antara Trichoderma sp dan
C.capsici. Untuk efektivitas Trichoderma pada patogen lain, masih perlu diujikan lagi.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan bahwa
Trichoderma melakukan mekanisme parasit pada C.capsici, dengan persentase daya
penghambat 52% dan 46,6%. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa Trichoderma dapat sangat
efektif ketika menyerang patogen filosfer atau patogen tular tanah. Pemanfaatan Trichoderma
dapat dilakukan dalam membantu ketahanan tanaman dari serangan pathogen.
5.2 Saran
Praktikum kurang efektif, karena hanya satu sampel yang diujikan. Untuk praktikum
kedepan uji antagonis dilakukan pada beberapa isolat patogen untuk mengetahui mekanisme
antagonis yang lebih beragam.
DAFTAR PUSTAKA
Alexopoulos, C. J., M. Blackwell, & C. W. Mims. 1996. Introductory Mycology. 4th
Ed. John Wiley & Sons, Inc., New York
Arya, A and A. E. Perello. 2010 Management of Fungal Plan Pathogen. Publised
by CABInternational. London.
Farida, S. 1992. Penggunaan Jamur Saprob Tanah Untuk Mengendalikan Fusarium
oxysporum Pada Tanaman Tomat (Lycopersicum esculenta). J. IPM
2(1):24-29
Supriati, L., R. B. Mulyani. dan Y. Lambang. 2010. Kemampuan antagonisme beberapa
isolat Trichoderma sp., indigenous terhadap Sclerotium rolfsii secara in
vitro. J. Agroscientic. 17(3): 119-122.
Tindaon H. 2008. Pengaruh Jamur Antagonis Trchoderma harzianum dan Pupuk Organik
Untuk Mengendalikan Patoden Tular Tanah Sclerotium rolfsii Sacc. Pada
Tanaman Kedelai (Glycine max L.) Di Rumah Kaca. USU Repository. Medan
Vey, A., R. E. Hoagland dan T. M. Butt. 2001. Fungi as Biocontrol Agents: progress
problems and potential. In Butt, T. M., C. Jackson and N. Magan (Ed).
Toxic metabolite of fungal biocontrol agents. Publishing CAB International.
London.
Top Related