8/20/2019 Mia Hasanah Fsh
1/102
TINJAUAN EKONOMI ISLAM TERHADAP PAJAK BUMI DAN
BANGUNAN DI INDONESIA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)
Oleh
MIA HASANAHNIM : 106046103538
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAHPROGRAM STUDI MUAMALAT
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUMUIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA1431 H/2010 M
8/20/2019 Mia Hasanah Fsh
2/102
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti karya ini bukan hasil asli saya atau merupakan
hasil karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 01 September 2010
Mia Hasanah
8/20/2019 Mia Hasanah Fsh
3/102
TINJAUAN EKONOMI ISLAM TERHADAP PAJAK
BUMI DAN BANGUNAN DI INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar
Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)
Oleh:
MIA HASANAH
106046103538
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H/2010 M
8/20/2019 Mia Hasanah Fsh
4/102
TINJAUAN EKONOMI ISLAM TERHADAP PAJAK
BUMI DAN BANGUNAN DI INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar
Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)
Oleh:
MIA HASANAH NIM. 106046103538
Pembimbing I Pembimbing II
Dra. Hafni Muchtar, SH, MH, MM Dr. Alimin, M.Ag
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H/2010 M
8/20/2019 Mia Hasanah Fsh
5/102
TINJAUAN EKONOMI ISLAM TERHADAP PAJAK
BUMI DAN BANGUNAN DI INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar
Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)
Oleh:
MIA HASANAH NIM. 106046103538
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I Pembimbing II
Dra. Hafni Muchtar, SH, MH, MM Dr. Alimin, M.A
NIP. 197107011998032002
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H/2010
8/20/2019 Mia Hasanah Fsh
6/102
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul Tinjauan Ekonomi Islam terhadap Pajak Bumi dan
Bangunan di Indonesia, telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Syariah
dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 24 September 2010.
Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Program Strata 1 (S1) pada Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam)
Jakarta, 24 September 2010
Dekan,
Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH,MA, MM
NIP. 195505051982031012
Panitia Ujian Munaqasyah
Ketua : Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, S.H,M.A, M.M
NIP. 197107011998032002 (......................................)
Sekretaris : H. Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag, M.H (......................................)
NIP. 197407252001121001
Pembimbing I : Dra. Hafni Muchtar, S.H, M.H, M.M (......................................)
Pembimbing II: Dr. Alimin, M.A (......................................)
NIP. 197107011998032002
Penguji I : Dr. Euis Amalia, M. Ag (......................................)
NIP. 197107011998032002
Penguji II : Abdurrauf, M.A (......................................)
NIP. 197312152005011002
8/20/2019 Mia Hasanah Fsh
7/102
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang pelaksanaan Pajak Bumidan Bangunan (PBB) di Indonesia serta tinjauan Ekonomi Islam terhadap Pajak Bumi
dan Bangunan di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dan
menggunakan metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara penelitian studikepustakaan, yaitu dengan cara mempelajari, mendalami, dan mengutip teori-teori
atau konsep-konsep dari sejumlah literatur. Literatur yang digunakan berupa buku-
buku tentang perpajakan baik itu buku perpajakan secara umum maupun buku yang
hanya membahas pajak bumi dan bangunan. Selain itu digunakan juga buku-bukuyang membahas ekonomi Islam baik itu buku terbitan dalam negeri maupun buku
terjemahan.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pengenaan pajak terhadap bumi dan bangunan yang dimiliki masyarakat untuk menciptakan kemaslahatan
umum PBB boleh dikenakan pada orang yang kaya sebagaimana prinsip maslahah
mursalah. Selain itu, pengenaan pajak pada harta kekayaan seseorang merupakansalah satu cara distribusi harta dalam ekonomi Islam sehingga dapat membantu
mengurangi kesenjangan sosial di masyarakat. Sementara untuk tarif pajak sebaiknya
digunakan tarif progresif di mana semakin tinggi tingkat ekonomi seseorang makasemakin tinggi pula pajak yang dikenakan.
Kata kunci: Pajak Bumi dan Bangunan, distribusi harta kekayaan, tarif progresif.
v
8/20/2019 Mia Hasanah Fsh
8/102
KATA PENGANTAR
بسم لرحمن لرحيم
Alhamdulillahirabbil‘alamin. Segala puji yang tidak ada hentinya bagi Allah
SWT yang telah memberikan kepada manusia akal dan pikiran sehingga menjadi
makhluk yang paling baik dan sempurna di dunia ini. Shalawat serta salam selalu
tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, nabi akhir zaman yang telah
memberikan cahaya ilmu dan peradaban bagi manusia.
Menyadari dalam proses penulisan skripsi ini tidak luput dari bantuan moril
maupun materil pihak lain kepada penulis, maka sudah menjadi keharusan penulis
menghaturkan terima kasih yang paling dalam kepada pihak-pihak yang berjasa,
yaitu;
1.
Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Summa, S.H., M.A., M.M., Dekan Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Dr. Euis Amalia, M.Ag. dan Bapak Ah. Azharuddin Latif, M.Ag, Kepala
Prodi dan Sekretaris Prodi Muamalat yang telah mengabdikan waktu dan
tenaganya untuk membantu mahasiswa Muamalat dalam menjalani proses
pencarian ilmu di UIN Jakarta ini.
3. Ibu Dra. Hafni Muchtar, S.H., M.H., M.M., dan Dr. Alimin, M.Ag, Dosen
pembimbing dalam proses penulisan skripsi. Tiada yang dapat penulis ucapkan
vi
8/20/2019 Mia Hasanah Fsh
9/102
selain terima kasih yang sangat dalam atas arahan, bimbingan, dan kesabaran Ibu
dan Bapak sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
4. Para Dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah mentransfer pengetahuannya
dan berbagi pengalaman hidup yang sangat menginspirasi penulis. Pak
Adiwarman, Pak Nadra, Bu Euis, Pak Azhar, Pak Gustian, Pak Djaka, Pak Ali
Sakti, dan yang lainnya yang tidak bisa disebutkan satu-persatu.
5. Ibunda yang selalu mencurahkan doa, kasih sayang dan perhatiannya kepada
penulis. Semoga Allah SWT memberikan selalu kasih sayangNya, selalu
melindungi, memberikan kesehatan dan semua yang terbaik kepada beliau. Juga
Ayahanda yang telah berpulang ke Ramhmatullah, namun kasih sayangnya selalu
dan akan tetap penulis rasakan. Semoga beliau diberi tempat yang terbaik di sisi
Allah SWT.
6.
Abang-abangku (Ashari, Rohim, Zarkasih, Tajuddin, Abdul) dan kakak-kakakku
(Sa’diah, Rohimah, Neneng, Indah) yang selalu memberikan kasih sayang dan
perhatiannya sehingga penulis tidak pernah kekurangan sesuatu apapun.
7. Keluarga Bpk. Mulyadi, Bpk. Ust. Obur Burhanuddin, Bpk. Slamet, Bpk.
Suwardi, Bpk. Wibowo, Bpk. Agus terima kasih atas persaudaraan yang telah
terjalin. Semoga semuanya selalu dirahmati oleh Allah SWT.
8.
Adik-Adik yang cantik (Shinta, Ulfah, Fika, Ikah, Gaitsha, Zasqia) dan yang
ganteng (Faiz, Fikri, Aldo, Zidan, Faris, Rafi, Rafa) yang telah menjadikan hidup
penulis penuh dengan warna dan keceriaan.
vii
8/20/2019 Mia Hasanah Fsh
10/102
9. Teman-teman seperjuangan Perbankan Syariah angkatan 2006 semoga semuanya
mendapatkan yang terbaik dalam hidup. Terutama PS06A, aida, echa, nisa, rina,
ofi, vivi, putri, tety, faiz, hafidh, ihsan, zakky, dede, bashir, ukon, rico, bdul, izul,
rikza, utha, rizky, toyyib, agung, ali, nasir, satria, fauzi, fauzan, zams, hasan, bidu,
fitroh, ni’am, dedi, syahrul, lukman dan gunawan. Terima kasih atas keceriaan
dan kebersamaan selama empat tahun ini, semoga persaudaraan dan persahabatan
yang terjalin tidak pernah lekang oleh waktu.
Harapan penulis, semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan
kontribusi bagi pihak-pihak yang membutuhkan.
Jakarta, Ramadhan 1431 H
September 2010 M
viii
8/20/2019 Mia Hasanah Fsh
11/102
DAFTAR ISI
ABSTRAK.................................................................................................................. v
KATA PENGANTAR............................................................................................... vi
DAFTAR ISI……………………………………………………………..……....... ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah....…………………………………….... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah………………………….... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian………………………………...... 7
D. Kajian Pustaka………………………………………..………..... 8
E. Metode Penelitian………………………………….………….... 10
F. Sistematika Penulisan……………………………….………….. 12
BAB II SISTEM PERPAJAKAN DI INDONESIA
A. Perpajakan Secara Umum
1. Definisi Pajak dan Syarat Pemungutan Pajak…..………....... 13
2. Pajak Negara dan Pajak Daerah…………………………….. 15
3. Fungsi Pajak dan Asas Pemungutan Pajak……………….… 16
4. Sistem Pemungutan Pajak dan Tarif Pajak……................…. 18
B. Pajak Bumi dan Bangunan
1. Definisi Pajak Bumi dan Bangunan………………………… 21
2. Sejarah Pajak Bumi dan Bangunan di Indonesia………….... 21
ix
8/20/2019 Mia Hasanah Fsh
12/102
3. Dasar Hukum Pajak Bumi dan Bangunan………………….. 24
4.
Subjek dan Objek Pajak Bumi dan Bangunan…..………….. 25
5. Tarif Pajak Bumi dan Bangunan…………….……………… 27
6. Dasar pengenaan pajak dan Cara Perhitungan Pajak Bumi
dan Bangunan…………………………………………….... 27
7. Karakteristik Pajak Bumi dan Bangunan………………..…. 29
BAB III SISTEM PERPAJAKAN DALAM EKONOMI ISLAM
A. Ekonomi Islam Secara Umum
1. Pengertian Ekonomi Islam………………………….............. 31
2. Prinsip-prinsip dan Nilai-nilai Dasar Ekonomi Islam............ 33
B. Pajak dalam Ekonomi Islam
1. Kebijakan Fiskal dalam Ekonomi Islam……....……………. 39
2.
Pendapat Ulama tentang Pajak……………………………... 48
3. Karakteristik Pajak dalam Ekonomi Islam………………..... 55
BAB IV TINJAUAN EKONOMI ISLAM TERHADAP PAJAK BUMI
DAN BANGUNAN DI INDONESIA
A. Konsep Kepemilikan Tanah dalam Ekonomi Islam……………. 57
B. Pajak Tanah dalam Ekonomi Islam…………………………….. 64
C.
Analisa Ekonomi Islam terhadap Pajak Bumi dan Bangunan
di Indonesia…………………………………………………….. 69
x
8/20/2019 Mia Hasanah Fsh
13/102
xi
BAB V PENUTUP
A.
Kesimpulan…………………………………….………….…… 80
B. Saran……………………………………………………..…….. 81
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
8/20/2019 Mia Hasanah Fsh
14/102
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Praktik pemungutan pajak tidak bisa dilakukan secara sembarangan tanpa
aturan, tetapi harus berdasarkan undang-undang sebagai dasar hukumnya. Dasar
hukum pajak diletakkan dalam pasal 23 ayat (2) UUD 1945 Republik Indonesia yang
berbunyi “Segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang-undang”.1
Begitu juga dengan ketentuan umum dan tata cara perpajakan diatur dalam Undang-
undang No. 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang
No. 16 Tahun 2009. Jadi, setiap pajak yang dipungut oleh pemerintah harus
berdasarkan undang-undang, sehingga tidak mungkin ada pajak yang hanya dipungut
berdasarkan Keputusan Presiden atau berdasarkan Peraturan Pemerintah atau
berdasarkan peraturan-peraturan lain yang lebih rendah dari pada undang-undang.2
Berbagai macam cara dilakukan pemerintah untuk dapat mengingkatkan
pendapatan di sektor pajak karena pajak merupakan pemasukan negara terbesar
dibandingkan sektor lainnya. Berikut ini adalah table yang menyajikan penerimaan
negara dari sektor dalam negeri pada tahun 2008 dan 2009:
1 Rochmat Soemitro dan Dewi Kania Sugiharti, Asas dan Dasar Perpajakan 1, Edisi Revisi,
(Bandung: PT Refika Aditama, 2004), hal. 7.2 B. Wiwoho. (Ed.), Zakat dan Pajak , (Jakarta: PT Bina Rena Pariwara, 1992), hal. 39.
8/20/2019 Mia Hasanah Fsh
15/102
2
Tabel 13
PENERIMAAN DALAM NEGERI TAHUN 2008 DAN 2009 (dalam miliar rupiah)
Tahun
Perpajakan Bukan Pajak Jumlah
Nilai % Nilai % Nilai %
2008 633.818,9 66,1 325.698,1 33,9 959.517,0 100
2009 725.843,0 73,7 258.943,6 26,3 984.786,5 100
Sumber: Data Pokok APBN 2008 dan 2009 Dep. Keu. RI
Berdasarkan tabel 1 dapat dilihat bahwa penerimaan negara dari sektor
perpajakan mencapai Rp 725.843,0 miliar pada tahun 2009. Dengan demikian, sektor
pajak memberikan kontribusi sebanyak 73,7% dari seluruh penerimaan dalam negeri
yang berjumlah Rp 984.786,5 miliar pada tahun 2009. Sedangkan sektor bukan
perpajakan hanya memberikan kontribusi sebesar Rp 258.943,6 atau sekitar 26,3 %
dari penerimaan negara.
Dari 231 juta jiwa jumlah penduduk di Indonesia hanya sekitar 15 juta jiwa
yang memiliki NPWP.4 Hal ini mengindikasikan bahwa potensi pajak di Indonesia
masih sangat besar untuk lebih dieksplor. Oleh karena itu, pemerintah terus
melakukan sosialisasi tentang pentingnya masyarakat membayar pajak karena
memang kepatuhan seseorang dalam melaksanakan kewajiban-kewajibannya
3http://www.fiskal.depkeu.go.id/webbkf/download/Data%20Pokok%202009%20Indonesia%2
0rev1.pdf , diakses pada tanggal 14 Maret 20104www.pajak123.com/trik-pajak/jumlah-npwp-lampaui-target-per-agustus-2009-1505-juta,
diakses pada tanggal 14 Maret 2010
http://www.fiskal.depkeu.go.id/webbkf/download/Data%20Pokok%202009%20Indonesia%20rev1.pdfhttp://www.fiskal.depkeu.go.id/webbkf/download/Data%20Pokok%202009%20Indonesia%20rev1.pdfhttp://www.pajak123.com/trik-pajak/jumlah-npwp-lampaui-target-per-agustus-2009-1505-jutahttp://www.pajak123.com/trik-pajak/jumlah-npwp-lampaui-target-per-agustus-2009-1505-jutahttp://www.fiskal.depkeu.go.id/webbkf/download/Data%20Pokok%202009%20Indonesia%20rev1.pdfhttp://www.fiskal.depkeu.go.id/webbkf/download/Data%20Pokok%202009%20Indonesia%20rev1.pdf
8/20/2019 Mia Hasanah Fsh
16/102
3
haruslah didukung oleh pemahanan akan fungsi serta pentingnya pajak bagi
kelangsungan suatu negara.
Pajak merupakan harta yang dipungut dari rakyat untuk keperluan pengaturan
negara (fungsi pajak sebagai regulerend ) dan untuk membiayai pengeluaran-
pengeluaran negara (fungsi pajak sebagai budgetair ) baik untuk belanja rutin
maupun pembangunan infrastuktur.5 Dengan membayar pajak rakyat tidak
mendapatkan prestasi balik secara langsung (kontraprestasi), namun rakyat akan
menikmati hasil dari pembayaran pajak tersebut melalui fasilitas-fasilitas umum yang
dibuat oleh pemerintah baik itu sekolah, rumah sakit, jalan raya, jembatan dan lain
sebagainya.
Pajak di Indonesia sangat beragam jenisnya. Di bawah ini akan disajikan
beberapa jenis pajak dan besaran jumlah pajak yang memberikan kontribusi terhadap
penerimaan negara pada tahun 2008 dan 2009.
Tabel 26
PENERIMAAN PERPAJAKAN TAHUN 2008 DAN 2009 (dalam miliar rupiah)
Uraian 2008 2009
A. Pajak Dalam Negeri
1. Pajak Penghasilan
2.
Pajak Pertambahan Nilai
599.160,7
318.027,8
199.785,2
697.347,0
357.400,5
249.508,7
5Wiratni Ahmadi, Sinkronisasi Kebijakan Pengenaan Pajak Tanah dengan Kebijakan
Pertanahan di Indonesia, (Bandung: PT Refika Aditama, 2005), hal. 76http://www.fiskal.depkeu.go.id/webbkf/download/Data%20Pokok%202009%20Indonesia%2
0rev1.pdf
8/20/2019 Mia Hasanah Fsh
17/102
4
3.
Pajak Bumi dan Bangunan
4. BPHTB
5.
Cukai
6. Pajak lainnya
B. Pajak Perdagangan Internasional
1.
Bea Masuk
2. Pajak ekspor/Bea keluar
25.525,5
5.529,3
46.967,5
3.325,4
34.658,2
19.799,9
14.858,3
2 8.916,3
7.753,6
49.494,7
4.273,2
28.496,0
19.160,4
9.335,6
Jumlah 633.818,9 725.843,0
Sumber: Data Pokok APBN 2008 dan 2009 Dep. Keu. RI
Berdasarkan tabel di atas, salah satu dari lima besar penerimaan yang
menghasilkan dana bagi negara adalah Pajak Bumi dan Bangunan (selanjutnya
disebut PBB) yaitu sebesar Rp 28.916,3 miliar. PBB merupakan salah satu
pendapatan negara yang langsung dipungut dari wajib pajak, baik perseorangan
maupun badan hukum yang menikmati hasil atau menguasai bumi dan bangunan
yang dilekatkan di atas bumi dengan berbagai macam konstruksi bangunan. Objek
dari PBB ini adalah bumi dan/ bangunan, sedangkan subjek yang membayar PBB ini
adalah siapa saja yang memiliki maupun memperoleh manfaat atas bumi dan
bangunan.7 Sistem tarif yang digunakan dalam PBB tidak menggunakan tarif
progresif melainkan menggunakan tarif proporsional sebesar 0,5%.
7 Rimsky K. Judisseno, Perpajakan , (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2004), hal. 145.
8/20/2019 Mia Hasanah Fsh
18/102
5
PBB berlaku pada tanggal 1 Januari 1986 berdasarkan Undang-Undang
tentang Pajak Bumi dan Bangunan No. 12 Tahun 1985 sebagaimana diubah dengan
UU PBB No. 12 Tahun 1994.8
Ketentuan di dalam UU PBB harus mempertimbangkan kepentingan dan
kondisi masyarakat selaku wajib pajak. Dimana kemampuan membayar wajib pajak
perlu diperhatikan karena hal tersebut menyangkut masalah keadilan. Banyak keluhan
dari wajib pajak yang merasa tidak mampu membayar PBB karena jumlah pajak
terutang yang dikenakan terhadap mereka jauh di atas kemampuannya, misalnya para
pensiunan yang menempati rumah-rumah di jalan protokol. Demikian pula dengan
para petani yang mengandalkan pemenuhan kewajiban pembayaran PBB dari hasil
panen.9
Asas perpajakan yang utama adalah asas keadilan yang merupakan maksim
yang pertama dari The Four Maxim-nya Adam Smith, yaitu equality.10
Begitupun
dalam sistem Ekonomi Islam sistem perpajakan harus seirama dengan spirit Islam
yaitu keadilan. Menurut beberapa tokoh ekonom muslim, sistem perpajakan di sebut
adil bila memenuhi tiga kriteria, antara lain: Pertama, pajak harus dipungut untuk
membiayai hal-hal yang benar-benar dianggap perlu dan untuk mewujudkan
kepentingan maqashid : Kedua, beban pajak tidak boleh terlalu memberatkan
dibandingkan dengan kemampuan orang untuk memikulnya dan beban tersebut harus
8 Rochmat Soemitro dan Zainal Muttaqin. Pajak Bumi dan Bangunan. Edisi Revisi.
(Bandung: Refika Aditama. 2001), hal. 19 Wiratni Ahmadi, Sinkronisasi Kebijakan Pengenaan Pajak Tanah, hal.4710 Ibid , hal.182
8/20/2019 Mia Hasanah Fsh
19/102
6
didistribusikan secara adil di antara semua orang yang mampu membayar; Ketiga,
dana pajak yang terkumpul dibelanjakan secara jujur bagi tujuan yang karenanya
pajak diwajibkan. Sistem pajak yang tidak memenuhi kriteria-kriteria tersebut
dianggap sebagai penindasan pemerintah terhadap rakyat. 11
Merujuk pada uraian di atas, maka dalam penelitian ini penulis akan meneliti
tentang ”TINJAUAN EKONOMI ISLAM TERHADAP PAJAK BUMI DAN
BANGUNAN DI INDONESIA”.
B. PEMBATASAN MASALAH DAN PERUMUSAN MASALAH
Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan suatu negara. Setiap pajak
yang dikenakan kepada masyarakat memiliki dasar hokum yang jelas atau
berdasarkan undang-undang. Hasil dari pemungutan pajak idealnya digunakan untuk
membiayai berbagai macam kebutuhan yang ada di suatu negara baik itu untuk
pembangunan infrastruktur, membiayai sektor pertanian, sektor pendidikan dan
sebagainya. Berbagai jenis pajak ada di Indonesia antara lain Pajak Penghasilan
(PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan pajak
lainnya.
Agar penelitian ini lebih terarah dan fokus, maka masalah-masalah dalam
penelitian ini dibatasi hanya pada Pajak Bumi dan Bangunan di Indonesia yang
11 M. Umar Chapra, Islam dan Tantangan Ekonomi, (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), hal.
295
8/20/2019 Mia Hasanah Fsh
20/102
7
mencakup pengertian, sejarah, dasar hukum, tarif penghitungan, subjek dan objek
Pajak Bumi dan Bangunan serta tinjauan ekonomi Islam terhadapnya.
Berdasarkan batasan masalah di atas, maka permasalahan penelitian ini
dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah Pajak Bumi dan Bangunan dibolehkan dari sisi Ekonomi Islam?
2. Apakah objek Pajak Bumi dan Bangunan di Indonesia sesuai dengan konsep
distribusi kekayaan dalam Ekonomi Islam?
3. Apakah tarif Pajak Bumi dan Bangunan di Indonesia sesuai dengan prinsip
keadilan dalam Ekonomi Islam?
C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
Merujuk pada rumusan masalah tersebut, maka tujuan yang ingin dicapai
melalui penelitian ini adalah:
1. Untuk mengkaji dan mengetahui pelaksanaan Pajak Bumi dan Bangunan di
Indonesia.
2. Untuk mengkaji dan mengetahui tinjauan Ekonomi Islam terhadap Pajak Bumi
dan Bangunan di Indonesia.
Hasil penelitian Tinjauan Ekonomi Islam terhadap Pajak Bumi dan Bangunan
di Indonesia ini diharapkan memberikan sejumlah manfaat, antara lain:
1. Secara teoritis/akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya
khasanah kepustakaan pendidikan, khususnya mengenai tinjauan Ekonomi Islam
8/20/2019 Mia Hasanah Fsh
21/102
8
terhadap Pajak Bumi dan Bangunan serta dapat menjadi bahan masukan bagi
mereka yang berminat untuk menindaklanjuti hasil penelitian ini.
2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi serta
menjadi bahan masukan bagi para pengambil kebijakan untuk selalu
mempertimbangkan kesejahteraan rakyat setiap kali mengambil keputusan.
D. KAJIAN PUSTAKA
Berikut pemaparan dari beberapa skripsi yang terkait dengan tema penulis
antara lain:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Pipih (Mahasisiwi Perbankan Syariah UIN
Jakarta) yang berjudul “Kontribusi Pemikiran Abu Yusuf terhadap Konsep
Pajak”. Penelitian yang dilakukan pada 2004 ini fokus pada penjelasan
mengenai konsep Abu Yusuf dalam manajemen keuangan publik berdasarkan
realitas historis yang pernah dipraktekkan, serta analisa pemikiran tentang pajak
yang memiliki signifikansi ekonomi yang besar pada saat ini. Dari metode
penelitian, penelitian yang dilakukan oleh Pipih menggunakan pendekatan
kualitatif. Kemudian instrument pengumpulan data yang digunakan adalah
dengan metode analisa deskriptif.
2.
Penelitian yang dilakukan oleh Evan Sofian (Mahasiswa Perbankan Syariah UIN
Jakarta) yang berjudul “Konsep Pajak Ya’qub bin Ibrahim bin Sa’ad al-
Anshor (Abu Yusuf)” pada 2004. Jenis penelitian yang digunakan adalah
penelitian kualitatif dengan metode analisa deskriptif. Penelitian ini membahas
8/20/2019 Mia Hasanah Fsh
22/102
9
tentang prinsip dan sistem pemungutan pajak menurut Abu Yusuf serta tujuan
dan manfaat pemungutan pajak.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Lisda Malau (Mahasisiwi Perbankan Syariah UIN
Jakarta) pada 2004 dengan judul “Tinjauan Hukum Islam terhadap Sistem
Perpajakan Modern”. Penelitian ini fokus membahas tentang Pajak
Penghasilan (PPh) yang mencakup sistem perpajakan modern, fungsi pajak di
Indonesia, dan tinjauan hukum Islam terhadap Pajak Penghasailan.
4. Penelitian yang dilakukan oleh Andry Kurniawan (Mahasisiwa Perbankan
Syariah UIN Jakarta) pada 2009 dengan judul “Praktik Pemungutan Pajak
Pertambahan Nilai dalam Perspektif Hukum Islam”. Penelitian ini
membahas tentang teori dan aplikasi praktik pemungutan PPN menurut hukum
Islam dengan metode peneltian yaitu penelitian kualitatif normatif. Dari
penelitian tersebut disimpulkan bahwa praktik pemungutan PPN tidak
dibenarkan dalam hukum Islam, karena tidak adanya kejelasan pengkonsumsian
barang/jasa yang halal ataupun yang haram.
Penelitian yang akan dilakukan oleh penulis berbeda dengan keempat
penelitian di atas. Perbedaan tersebut terletak pada objek penelitian. Objek penelitian
penulis adalah praktik Pajak Bumi dan Bangunan di Indonesia yang akan dianalisa
menurut tinjauan Ekonomi Islam berdasarkan dasar hukum pemungutan Pajak Bumi
dan Bangunan, konsep distribusi kekayaan pada objek yang dikenakan Pajak Bumi
dan Bangunan serta prinsip keadilan pada tarif yang dikenakan dalam Pajak Bumi
dan Bangunan.
8/20/2019 Mia Hasanah Fsh
23/102
10
E. METODE PENELITIAN
1.
Jenis dan Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah
penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang tidak mengadakan penghitungan
matematis, statistik, dan lain sebagainya.12
Secara keseluruhan pendekatan penelitian yang digunakan dalarn
penulisan skripsi ini adalah pendekatan normatif yang bersumber dari bahan
bacaan yang dilakukan dengan cara penelaahan naskah. Bilamana terdapat data-
data empiris, maka hal itu dimaksudkan hanya untuk mempertajam analisa dan
menguatkan argumentasi penelitian.
2. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan cara penelitian studi
kepustakaan (Library Research), yaitu dengan cara mempelajari, mendalami, dan
mengutip teori-teori atau konsep-konsep dari sejumlah literatur baik buku, jurnal,
majalah, koran atau karya tulis lainnya yang relevan dengan topik ,fokus atau
variabel penelitian.
Sumber data yang digunakan oleh penulis adalah sumber data primer dan
sekunder. Data primer pada skripsi ini merujuk pada buku-buku yang khusus
membahas tentang Pajak Bumi dan Bangunan serta perpajakan secara
12 Lexy Maloeng, Metode Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi, (Bandung: PT Renlaja Rosda
Karya, 1997), cet. Ke-8, hal. 6.
8/20/2019 Mia Hasanah Fsh
24/102
11
keseluruhan. Sedangkan untuk data sekunder adalah seluruh literatur. yang
berhubungan dengan Ekonomi Islam secara umum atau literatur lain yang dapat
memberikan informasi tambahan pada judul yang akan diangkat dalam skripsi
ini, yaitu: buku, majalah, jurnal, artikel, dan lainnya.
3. Metode Analisa Data
Dalam mengolah data dan menganalisa data penulis menggunakan metode
content analisys yaitu teknik penelitian untuk membuat inferensi-inferensi yang
dapat ditiru (replicable).13 Metode yang digunakan adalah metode deskriptif
analisis. Deskripsif berarti penulis menjelaskan secara apa adanya tentang Pajak
Bumi dan Bangunan yang diterapkan di Indonesia, kemudian dianalisis dari
tinjauan ekonomi Islam.
4. Pedoman Penulisan Skripsi
Teknik penulisan skripsi ini berpedoman pada "Pedoman Penulisan
Skripsi Tahun 2007" yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
13 Burhan Bungin, Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004),
hal. 173.
8/20/2019 Mia Hasanah Fsh
25/102
12
F. SISTEMATIKA PENULISAN
Skripsi ini disajikan dalam lima bab, yaitu sebagai berikut:
Bab I merupakan pendahuluan yang berisi uraian mengenai latar belakang
masalah, pembatasan masalah dan perumusan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian, kajian kepusatakaan, metode penelitian, dan
sistematika penulisan.
Bab II merupakan kerangka teori yang berisi uraian teoritik mengenai
permasalahan yang akan diteliti antara lain tentang pengertian PBB,
sejarah PBB, dasar hukum PBB, sujek dan objek PBB, tarif dan
perhitungan PBB serta karakteristik dari PBB.
Bab III berisi uraian umum tentang Ekonomi Islam, meliputi pengertian Ekonomi
Islam, prinsip dasar, nilai-nilai Ekonomi Islam, kebijakan fiskal dalam
Ekonomi Islam, pendapat ulama tentang pajak, dan karakteristik pajak
dalam Ekonomi Islam.
Bab IV merupakan bagian analisis dan pembahasan yang berisi analisis
permasalahan, nterpretasi dan disertai dengan pembahasan hasil
penelitian tentang tinjauan Ekonomi Islam terhadap PBB di Indonesia.
Bab V merupakan bab penutup. Pada bagian ini disarikan kesimpulan hasil
penelitian disertai rekomendasi dalam bentuk saran-saran yang relevan.
8/20/2019 Mia Hasanah Fsh
26/102
13
BAB II
SISTEM PERPAJAKAN DI INDONESIA
A. Perpajakan Secara Umum
1. Definisi Pajak dan Syarat Pemungutan Pajak
Definisi pajak menurut Rochmat Soemitro adalah iuran rakyat kepada kas
negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat
jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang
digunakan untuk membayar pengeluaran umum.1
Sedangkan pajak menurut Soeparman Soemahamidjaja adalah iuran wajib,
berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma
hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam
mencapai kesejahteraan umum.2
Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur:3
a. Iuran rakyat kepada negara.
Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran tersebut berupa uang
(bukan barang).
b. Berdasarkan undang-undang.
Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan
pelaksanaanya.
1 Mardiasmo, Perpajakan, Edisi Revisi, (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2008), hal. 12 Erly Suandy, Hukum Pajak , Edisi Revisi, (Jakarta: Penerbit Salemba Empat, 2002), hal.93 Mardiasmo, Perpajakan, hal. 1
8/20/2019 Mia Hasanah Fsh
27/102
14
c. Tanpa jasa timbal balik atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung
dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya
kontraprestasi individual oleh pemerintah.
d. Digunakan untuk membiayai rumah tanggga negara, yakni pengeluaran-
pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
Syarat Pemungutan Pajak4
Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan, maka
pemungutan pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Pemungutan pajak harus adil (Syarat Keadilan)
Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan, undang-undang dan
pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam perundang-undangan
diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan
dengan kemampuan masing-masing. Sedang adill dalam pelaksanaanya yakni
dengan memberikan hak bagi Wajib Pajak untuk mengajukan keberatan,
penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada Majelis
Pertimbangan Pajak.
b. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (Syarat Yuridis)
Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini memberikan
jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi negara maupun bagi
warganya.
4 Mardiasmo, Perpajakan, hal. 2.
8/20/2019 Mia Hasanah Fsh
28/102
15
c. Tidak mengganggu perekonomian (Syarat Ekonomis)
Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran produksi maupun perdagangan,
sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat.
d. Pemungutan pajak harus efisien (Syarat Finansiil)
Sesuai fungsi budgetair , biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga
lebih rendah dari hasil pemungutannya.
e. Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan mendorongg
masyarakat dalam memwnuhi kewajiban perpajakannya.
Contoh:
• Bea Materai disederhanakan dari 167 macam tarif menjadi 2 macam tarif.
penghasilan (PPh) yang berlaku bagi badan
ukum maupun perseorangan.
2.
at ini masih berlaku adalah:
5
• Tarif PPN yang veragam disederhanakan menjadi hanya satu tarif, yaitu
10%.
• Pejak perseroan untuk badan dan pajak pendapatan untuk perseorangan
disederhanakan menjadi pajak
h
Pajak Negara dan Pajak Daerah
Pajak negara yang sampai sa
a. Pajak Penghasilan (PPh)
5 Mardiasmo, Perpajakan, hal. 11.
8/20/2019 Mia Hasanah Fsh
29/102
16
b. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPN &
an lain-lain.
ajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak
ajak Parkir, dan lain-lain.
Ada
a.
nyaknya ke kas negara sebagai sumber
b.
jak digunakan sebagai alat untuk mengatur masyarakat baik di
PPn BM)
c. Bea Materai
d. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
e. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
Pajak daerah dibagi menjadi 2 bagian: 6
a. Pajak Propinsi, antara lain Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak
Pengambilan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan, d
b. Pajak Kabupaten atau kota, antara lain P
Hiburan, Pajak Reklame, P
3. Fungsi Pajak dan Asas Pemungutan Pajak
dua fungsi pajak, yaitu: 7
Fungsi Budgetair /fungsi finansial
Yaitu memasukkan uang sebanyak-ba
dana untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara.
Fungsi Regulerend /fungsi mengatur
Yaitu pa
bidang ekonomi, sosial maupun politik dengan tujuan tertentu.
Contoh:
6 Mardiasmo, Perpajakan, hal. 13.7 Erly Suandy, Hukum Pajak, hal. 13-14.
8/20/2019 Mia Hasanah Fsh
30/102
17
• Pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras untuk mengurangi
konsumsi minuman keras.
• Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah untuk
mengurangi gaya hidup konsumtif.
• Tarif pajak untuk ekspor sebesar 0% untuk mendorong ekspor produk
Indonesia di pasar dunia.
itulis oleh Adam Smith pada abad ke-18 mengajarkan tentang asas-asas
ajak yang dikenal dengan four canons atau The Four Maxims antara
lain: 8
a.
sesama wajib pajak. Dalam keadaan yang sama wajib
pajak harus diperlakukan sama dan dalam keadaan berbeda wajib pajak harus
diperlakukan berbeda.
Asas Pemungutan Pajak
Dalam buku An Inguiry into the Nature and Causes of The Wealth of Nations
yang d
pemungutan p
Equality
Pembebanan pajak kepada subjek pajak hendaknya seimbang dengan
kemampuannya, yaitu seimbang dengan penghasilan yang dinikmatinya di bawah
perlindungan pemerintah. Dalam hal ini tidak boleh suatu negara mengadakan
diskriminasi di antara
8Erly Suandy, Hukum Pajak, hal. 27-28.
8/20/2019 Mia Hasanah Fsh
31/102
18
b. Certain
subjek pajak, objek pajak, tarif pajak, dan ketentuan mengenai
c. Conven
tnya dengan saat diterimanya penghasilan keuntungan
d. Econom
u biaya yang dikeluarkan
lebih besar dari penerimaan pajak yang akan diperoleh.
4.
berapa macam antara lain: 9
a. Officia
iskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh
ty
Pajak yang dibayar oleh wajib pajak harus jelas dan tidak mengenal
kompromi (not arbitrary). Dalam asas ini kepastian hukum yang diutamakan
adalah mengenai
pembayarannya.
ience of payment
Pajak hendaknya dipungut pada saat yang paling baik bagi wajib pajak,
yaitu saat sedekat-deka
yang dikenakan pajak.
ic of collection
Pemungutan pajak hendaknya dilakukan sehemat (seefisien) mungkin,
jangan sampai biaya pemungutan pajak lebih besar dari penerimaan pajak itu
sendiri. Karena tidak ada artinya pemungutan pajak kala
Sistem Pemungutan Pajak dan Tarif Pajak
Sistem pemungutan pajak ada be
l Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada
pemerintah (f
Wajib Pajak.
9 Mardiasmo, Perpajakan, hal. 7-8.
8/20/2019 Mia Hasanah Fsh
32/102
19
Ciri-cirinya:
1)
Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus.
pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh
b. Self As
Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.
tuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib
ri menghitung, menyetor, dan melaporkan
campur dan hanya mengawasi.
c. With H
kutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib
Pajak.
k yang terutang
ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan Wajib Pajak.
2) Wajib Pajak bersifat pasif.
3) Utang
fiskus.
sessment System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang member wewenang
kepada Wajib
Ciri-cirinya:
1) Wewenang un
Pajak sendiri.
2) Wajib Pajak aktif, mulai da
sendiri pajak yang terutang.
3) Fiskus tidak ikut
olding System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang
kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang
bersang
Ciri-cirinya : wewenang menentukan besarnya paja
8/20/2019 Mia Hasanah Fsh
33/102
20
Tar
a. Tarif
pajak yang terutang proporsional terhadap besarnya
alam Pajak Pertambahan Nilai dan tarif 5% dalam Pajak
ngunan.
b. Tarif
apapun jumlah yang
a Meterai untuk cek dan bilyet giro sebesar Rp 1.000,-
c. Tarif
yang digunakan semakin besar bila jumlah yang dikenai
7 Undang-undang Pajak Penghasilan.
d. Tarif
mlah yang dikenai
pajak semakin besar. Di Indonesia, tarif ini tidak digunakan.
if Pajak
Ada empat macam tarif pajak:
10
sebanding/proporsional
Tarif berupa persentase yang tetap terhadap berapapun jumlah yang dikenai
pajak sehingga besarnya
nilai yang dikenai pajak.
Contoh : tarif 10% d
Bumi dan Ba
tetap
Tarif berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap ber
dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang tetap.
Contoh : Tarif Be
progresif
Persentase tarif
pajak semakin besar.
Contoh: Pasal 1
degresif
Persentase tarif yang digunakan semakin kecil bila ju
10Mardiasmo, Perpajakan, hal. 9-10.
8/20/2019 Mia Hasanah Fsh
34/102
21
B. Pajak Bumi dan Bangunan
1.
Definis
gai tempat
t diusahakan.11
2. Sejara
jak tanah
yang d
i Pajak Bumi dan Bangunan
Pajak Bumi dan Bangunan merupakan pajak yang dikenakan atas bumi
dan/atau bangunan. Dalam Pasal 1 UU Pajak Bumi dan Bangunan, Bumi adalah
permukaan bumi (perairan) dan tubuh bumi yang berada di bawahnya.
Sedangkan bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan
secara tetap pada tanah dan/atau perairan yang diperuntukkan seba
tinggal, atau tempat berusaha, atau tempat yang dapa
h Pajak Bumi dan Bangunan di Indonesia
Sejarah pemungutan pajak di Indonesia bermula dari keberadaan VOC di
Indonesia pada tahun 1619.12
Berdasarkan kedaulatan yang diberikan oleh
pemerintah Kerajaan Belanda, VOC beranggapan bahwa tanah-tanah yang
dikuasainya adalah miliknya. Pajak tanah ditetapkan pada tahun 1685, yang
besarnya adalah 0,25% dari harga tanah dan berlaku untuk jangka waktu 3 (tiga)
tahun. Pajak ini merupakan cikal bakal dari Pajak Verpoding, yaitu pa
ikenakan pada bidang tanah dengan hak-hak barat atau Eropa.13
Tanggal 1 Januari 1800, VOC dibubarkan dan wilayah Indonesia
dikuasai Kerajaan Belanda, yang terkenal dengan nama Bataafsche Republiek .
11Rochmat Soemitro dan Zainal Muttaqin, Pajak Bumi dan Bangunan, hal. 2.12Wiratni Ahmadi, Sinkronisasi Kebijakan Pengenaan Pajak Tanah, hal. 4613Wiratni Ahmadi, Sinkronisasi Kebijakan Pengenaan Pajak Tanah, hal. 47
8/20/2019 Mia Hasanah Fsh
35/102
22
Pada sa
ajibkan rakyat menyerahkan 1/5 bagian dari hasil
panenn
n bahwa Inggris memiliki tanah jajahannya (teori
domein
at itu di Belanda sedang terjadi perubahan konsep tentang cara mengelola
tanah jajahan, yang dijiwai asas liberalisme.
14
Namun pada tahun 1806, Belanda dijajah oleh Perancis, kemudian
Belanda dijadikan Kerajaan Holland yang dipimpin oleh Louis Napoleon.
Tahun 1801 sampai dengan tahun 1806, Herman Willem Daendels yang
diangkat sebagai Gubernur Jenderal yang pertama. Ia melaksanakan
pemerintahan dengan mengurangi kekuasaan serta hak-hak bupati, terutama yang
menyangkut penguasaan tanah dan pemakaian tenaga kerja yang sesuai dengan
prinsip kebebasan berdagang. Untuk membangun jalan raya dari Anyer ke
Panarukan, Deandels mew
ya dengan penerapan sanksi yang sangat berat bagi para pelanggarnya,
yaitu lima tahun penjara.
Ketika pulau Jawa dikuasai oleh Inggris, pemerintahan dipimpin oleh Sir
Thomas Stanford Raffles. Ia menerapkan sistem sewa tanah ( Land Rent). Ide
tersebut didasari anggapa
), sedangkan rakyat Indonesia dianggap sebagai penggarap saja, sehingga
wajib membayar sewa.15
Setelah Indonesia dikuasai kembali oleh Belanda, di pulau Jawa terjadi
pemberontakan Pangeran Diponegoro, yang menelan biaya sangat banyak,
sehingga jenderal Van de Bosch menetapkan kultuurstelsel (tanam paksa)
14Wiratni Ahmadi, Sinkronisasi Kebijakan Pengenaan Pajak Tanah, hal.48.15Wiratni Ahmadi, Sinkronisasi Kebijakan Pengenaan Pajak Tanah, hal. 49
8/20/2019 Mia Hasanah Fsh
36/102
23
sebagai pengganti Land Rent . Sistem tanam paksa mewajibkan rakyat untuk
menyerahkan hasil tanaman yang dapat diekspor, dengan ketentuan bahwa 20%
dari ha
sebagi akibat dari ketentuan bahwa rakyat diwajibkan
untuk m
sil garapan wajib ditanami dengan jenis tanaman wajib yang hasilnya laku
di Eropa.16
Pada masa penjajahan Jepang, Land Rent berganti nama menjadi pajak
tanah dan pada tahun 1944 namanya diganti lagi menjadi pajak bumi.
Peraturannya tidak mengalami perubahan, akan tetapi sejalan dengan peperangan
yang dilakukan pemerintah Japang, dibutuhkan dana yang lebih banyak sehingga
rakyat semakin menderita
enyerahkan 60% dari hasil panennya yang pada akhirnya menimbulkan
kelaparan di mana-mana.
Meskipun Indonesia telah merdeka, semua pajak-pajak yang dikenakan
berdasarkan peraturan zaman kolonial masih tetap diberlakukan, serperti di Jawa,
Madura, Lombok, dan Sulawesi Selatan telah diselenggarakan suatu pendaftaran
tanah Indonesia dengan tujuan untuk pemungutan pajak bumi (Fiscale
Kadaster ).17
Namun setelah negara-negara Republik Indonesia Serikat (RIS)
dihapuskan, pada tahun 1952, Indonesia mendapatkan kedaulatan secara penuh,
kemudian diberlakukan Undang-Undang Nomor 4 tahun 1952 (Lembaran
Negara 1952 Nomor 43). Dalam Undang-Undang tersebut dinyatakan secara
tegas bahwa di seluruh Indonesia berlaku semua undang-undang pajak, baik
16Wiratni Ahmadi, Sinkronisasi Kebijakan Pengenaan Pajak Tanah, hal. 50.17Wiratni Ahmadi, Sinkronisasi Kebijakan Pengenaan Pajak Tanah, hal. 52.
8/20/2019 Mia Hasanah Fsh
37/102
24
yang berasal dari zaman kolonial maupun yang berasal dari masa RIS dan yang
berasal dari Negara Republik Indonesia. Dengan menyebutkan undang-undang
pajak satu persatu, pada tahun 1959, Pajak Bumi ini dirubah dengan nama Pajak
Hasil Bumi, pengenaan pajak tidak didasarkan atas nilai dari tanah, tetapi
berdasarkan hasil yang diperoleh dari tanah, padahal hasil dari tanah telah
dikenak
nan daerah. Pada dasarnya
, Inlandsverpoding dan Pajak Hasil
Bumi y
3.
ukum Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Undang-undang
No. 12 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 12
an pajak pendapatan, yang pada waktu itu telah dikenakan dengan istilah
Overgangsbelasting (pajak peralihan).18
Tahun 1952, Pajak Hasil Bumi, pengenaannya didasarkan atas hasil yang
dikeluarkan dari tanah, yang juga merupakan objek pajak dari pajak penghasilan
dihapuskan dan pada tahun 1959 pajak atas hasil bumi dipungut lagi dengan
nama Iuran Pemungutan Daerah (IPEDA), yang merupakan pajak pemerintah
pusat, namun pemungutan dan pelaksanaannya diserahkan kepada pemerintah
daerah dan dipergunakan untuk membiayai pembangu
IPEDA menggantikan fungsi dari Verpoding
ang dikenakan atas harta tak bergerak (tanah).
Dasar Hukum Pajak Bumi dan Bangunan
Dasar h
Tahun 1994.19
18 Wiratni Ahmadi, Sinkronisasi Kebijakan Pengenaan Pajak Tanah, hal. 53.19 Mardiasmo, Perpajakan, hal. 315.
8/20/2019 Mia Hasanah Fsh
38/102
25
4. Subjek
,
mengu
k. Namun penunjukkan tersebut bukan merupakan bukti
kepemi
ak memberikan keputusan,
ggap disetujui.20
dan Objek Pajak Bumi dan Bangunan
Subjek Pajak adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai hak
atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki
asai, dan/atau memperoleh manfaat bangunan (Pasal 4 Ayat 1 UU PBB).
Jika Subjek Pajak dalam waktu yang lama berada di luar wilayah letak
Objek Pajak sedangkan perawatannya dikuasakan kepada orang atau badan,
maka orang atau badan tersebut dapat ditunjuk sebagai Wajib Pajak oleh Direktur
Jenderal Paja
likan.
Subjek Pajak yang ditetapkan seperti itu, dapat memberikan keterangan
secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak bahwa ia bukan Wajib Pajak
terhadap Objek Pajak yang dimaksud. Apabila keterangan yang telah diajukan
oleh Wajib Pajak disetujui, maka Direktur Jenderal Pajak membatalkan
penetapan sebagai Wajib Pajak dalam jangka waktu satu bulan sejak diterimanya
surat keterangan yang dimaksud. Namun demikian, apabila tidak disetujui,
Direktur Jenderal Pajak mengeluarkan surat keputusan penolakan disertai dengan
alasan-alasan. Selanjutnya setelah jangka waktu satu bulan sejak diterima
keterangan ternyata Direktur Jenderal Pajak tid
keterangan yang telah dijukan dian
20 Waluyo, Perpajakan Indonesia: Pembahasan Sesuai dengan Ketentuan Perundang-
undangan Perpajakan dan Aturan Pelaksanaan Perpajakan Terbaru, (Jakarta: Penerbit Salemba
Empat, 2004), hal. 474.
8/20/2019 Mia Hasanah Fsh
39/102
26
Objek Pajak Bumi dan Bangunan21
a.
Objek
si teknik yang
ditanam u perairan.
dan lain-lain yang merupakan satu
ngan kompleks bangunan tersebut.
.
, dermaga.
r dan gas, pipa minyak.
.
b.
Objek
jak yang tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan
adalah Objek Pajak yang:
Pajak yang dikenakan PBB
Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa objek Pajak Bumi dan
Bangunan adalah bumi dan bangunan. Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh
bumi yang ada di bawahnya, sedangkan bangunan adalah konstruk
atau diletakkan secara tetap pada tanah dan/ata
Termasuk dalam pengertian bangunan adalah:
1) Jalan lingkungan yang terletak dalam suatu kompleks bangunan seperti
hotel, pabrik, dan emplasemennya,
kesatuan de
2) Jalan TOL.
3) Kolam renang
4) Pagar mewah.
5) Tempat olah raga.
6) Galangan kapal
7) Taman mewah.
8) Tempat penampungan/kilang minyak, ai
9) Fasilitas lain yang memberikan manfaat
Pajak yang tidak dikenakan PBB
Kategori Objek Pa
21Waluyo, Perpajakan Indonesia, hal. 474-475.
8/20/2019 Mia Hasanah Fsh
40/102
27
1) Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang
ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional, yang tidak
dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan.
2) Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau sejenis dengan itu.
3) Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional,
tanah pengembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum
dibebani suatu hak.
4) Digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan
timbal balik.
5) Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang
ditentukan oleh Menteri Keuangan.
5. Tarif Pajak Bumi dan Bangunan
Dalam Pasal 5 Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan, tarif yang
dikenakan atas objek pajak adalah sebesar 0,5 % (lima persepuluh persen).
6. Dasar Pengenaan Pajak dan Cara Perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan
Dasar pengenaan pajak adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Dalam
Pasal 1 Ayat 3 UU PBB No. 12 Tahun 1985 sebagaimana telah dirubah dengan
UU PBB No. 12 Tahun 1994, NJOP adalah harga rata-rata yang diperoleh dari
transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi
8/20/2019 Mia Hasanah Fsh
41/102
28
jual beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang
sejenis, atau nilai perolehan baru, atau NJOP Pengganti.
22
Dasar perhitungan pajak:
a. Dasar perhitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) yang ditetapkan
serendah-rendahnya 20% dan setinggi-tingginya 100% dari NJOP.
b. Besarnya persentase NJKP ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah No.46
Tahun 2000 Tanggal 26 Juni 2000 yang diberlakukan mulai tahun 2001
adalah:
1)
Sebesar 40% dari NJOP
a)
Objek Pajak perkebunan
b) Objek Pajak kehutanan
c)
Objek Pajak lainnya, apabila NJOP Rp 1.000.000.000 (satu miliar rupiah)
atau lebih, sebagai contoh perumahan.
2)
Sebesar 20% dari NJOP
a) Objek Pajak pertambangan
b) Objek Pajak lainnya, a pabila NJOP kurang dari Rp 1.000.000.000 (satu
miliar rupiah).
Cara menghitung Pajak Bumi dan Bangunan Terutang:
PBB Terutang = Tarif Pajak x % NJKP x NJOP untuk perhitungan pajak
22Waluyo, Perpajakan Indonesia, hal. 476.
8/20/2019 Mia Hasanah Fsh
42/102
29
Contoh perhitungan PBB:
•
Tuan Abadi mempunyai Objek Pajak berupa:
a. Tanah seluas 1.000 m2dengan harga jual Rp 400.000,- per m
2
b. Bangunan seluas 400 m2dengan nilai jual Rp 350.000,- per m
2
c. Taman mewah seluas 200 m2dengan nilai jual Rp 100.000,- per m
2
d. Pagar mewah sepanjang 150 m dan tinggi rata-rata pagar 1,5 m dengan
nilai jual Rp 200.000,- per m2
•
Penghitungan Nilai Jual Kena Pajak:
a. Tanah 1.000 x Rp 400.000,- = Rp 400.000.000,-
b. Bangunan 400 x Rp 350.000,- = Rp 140.000,000,-
c. Taman mewah 200 x Rp 100.000,- = Rp 20.000.000,-
d. Pagar mewah 150 x 1,5 x Rp 200.000,- = Rp 45.000.000,- +
NJOP sebagai Dasar Pengenaan Pajak = Rp 605.000.000,-
Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak = Rp ( 8.000.000,-)
NJOP untuk penghitungan pajak = Rp 597.000.000,-
• PBB Terutang = 0,5% x (20% x Rp 597.000.000,-) = Rp 597.000,-
7. Karakteristik Pajak Bumi dan Bangunan
a. PBB termasuk pajak objektif dimana yang dipentingkan adalah objeknya,
sehingga keadaan atau status subjek pajak tidak penting dan tidak
mempengaruhi besarnya pajak.
8/20/2019 Mia Hasanah Fsh
43/102
30
b. Sistem pemungutan PBB menggunakan official assessment dimana pajak
dipungut dengan surat ketetapan pajak yang dikeluarkan tiap tahun atau
disebut Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT).
c. PBB merupakan pajak langsung yang dipikul sendiri oleh wajib pajak.
d. PBB merupakan Pajak Pemerintah Pusat yang hasilnya diserahkan kepada
Pemerintah Daerah.
8/20/2019 Mia Hasanah Fsh
44/102
31
BAB III
SISTEM PERPAJAKAN DALAM EKONOMI ISLAM
A. lam Secara UmumEkonomi Is
1. Pengertian Ekonomi Islam
Ekonomi Islam didefinisikan secara beragam oleh para pakar ekonomi Islam,
diantaranya adalah Muhammad Abdul Mannan. Ia berpendapat bahwa yang
dimaksud dengan ekonomi Islam adalah pengetahuan sosial yang mempelajari
masalah-masalah ekonomi rakyat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam.1
Adapun menurut Yusuf Qardhawi ekonomi Islam adalah ekonomi Ilahiah,
karena titik berangkatnya dari Allah, tujuannya mencari ridha Allah dan cara-caranya
tidak bertentangan dengan syariat-Nya. Kegiatan ekonomi, baik produksi, konsumsi,
penukaran, dan distribusi, diikatkan pada prinsip Ilahiah dan pada tujuan Ilahi.2
Ekonomi Islam yang dikemukakan oleh Umer Chapra adalah sebuah
pengetahuan yang membantu upaya realisasi kebahagiaan manusia melalui alokasi
dan distribusi sumber daya yang terbatas yang berada dalam koridor yang mengacu
pada pengajaran Islam tanpa memberikan kebebasan individu atau tanpa perilaku
makro ekonomi yang berkesinambungan dan tanpa ketidakseimbangan lingkungan. 3
1 M.A. Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, (Yogyakarta: PT Dana Bhakti Prima Yasa,
1997), h. 192Yusuf Qardhawi, Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam, (Jakarta: Robbani Press,
1997), hal. 25.3 Mustafa Edwin Nasution, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam,(Jakarta: Kencana, 2007), hal.
16
8/20/2019 Mia Hasanah Fsh
45/102
32
Sedangkan menurut Muhammad Nejatullah Ash-Shidiqy ekonomi Islam
adalah respon pemikir muslim terhadap tantangan ekonomi pada masa tertentu.
Dalam usaha keras ini mereka dibantu Al-Qura’an dan Sunnah, akal (ijtihad ) dan
pengalaman.4
Jadi, pengertian dari ekonomi Islam adalah studi tentang problem-problem
ekonomi dan institusi yang berkaitan dengannya atau ilmu yang memperlajari tata
kehidupan masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya untuk mencapai ridho Allah.
Tujuan dari ekonomi Islam itu sendiri sesuai dengan maqashid syariah untuk
mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat melalui tata kehidupan yang baik atau sesuai
dengan syariat Islam.
Dari definisi ini terdapat tiga cakupan utama dalam ekonomi Islam, yaitu tata
kehidupan, pemenuhan kebutuhan dan ridho Allah yang kesemuanya diilhami oleh
nilai-nilai Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, yang akhirnya
menunjukkan konsisten antara niat karerna Allah, kaifiat atau cara-cara dan tujuan
dari setiap manusia. 5
Ini tidak berarti ekonomi Islam hanya diproyeksikan untuk orang-orang yang
beragama Islam, karena Islam membolehkan umatnya untuk melakukan transaksi
ekonomi dengan orang-orang non muslim sekalipun. Dengan kalimat lain, ekonomi
Islam lebih mengedepankan urgensi sistem ekonominya yang hendak dibina dan
4 Mustafa Edwin Nasution, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, hal. 175 Murasa Sarkaniputra dan Agus Kristiawan, Ilmu Ekonomi. Bahan Pengajaran Ekonomi
Perbankan dan Asuransi Islam , (Jakarat: Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2000), cet. Ke-1, hal. 7.
8/20/2019 Mia Hasanah Fsh
46/102
33
dibangun dari pada sekedar membangun dan membina para pelakunya yang harus
beragam Islam. Hanya saja, tentunya Islam menghendaki agar umat Islam itu sendiri
justru menjadi pelopor dan pengawal dari sistem ekonomi Islam itu sendiri yang
dimilikinya. 6
2. Prinsip-prinsip dan Nilai-nilai Dasar Ekonomi Islam
Prinsip-prinsip Dasar Ekonomi Islam antara lain:
a. Tauhid (Keesaan Tuhan)
Secara umum tauhid dipahami sebagai sebuah ungkapan keyakinan
(syahadat) seorang Muslim atas keesaan Tuhan. Konsep tauhid berisikan
kepasrahan (taslim) manusia kepada Tuhannya, dalam perspektif yang lebih luas,
konsep ini merefleksikan adanya kesatuan (unity), yaitu kesatuan kemanusian
(unity of mankind ), kesatuan penciptaan (unity of creation) dan kesatuan tuntunan
hidup (unity of guidance) serta kesatuan tujuan hidup (unity of purpose of life).7
Ekonomi sebagai sebuah ilmu yang dijadikan mediasi dalam memenuhi
kebutuhan (hajat ) manusia, baik kebutuhan primer, kebutuhan sekunder, maupun
kebutuhan pelengkap, melibatkan interaksi antara aspek metafisik dan aspek
fisik. Kegiatan ekonomi dalam perspektif tauhid dilandasi oleh prinsip-prinsip
ilahiah yang bermuara pada kesejahteraan lahir dan batin manusia.8
6M. Amin Suma, Menggali Akar Mengurai Serat Ekonomi dan Keuangan Islam, (Ciputat:
Kolam Publishing, 2008), hal. 49.7Muhammad, Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007), hal. 58Muhammad, Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam, hal. 6
8/20/2019 Mia Hasanah Fsh
47/102
34
b. ‘Adl (Keadilan)
Dalam khazanah Islam, keadilan yang dimaksud adalah “keadilan ilahi”,
yaitu keadilan yang tidak terpisahkan dari moralitas, didasarkan pada nilai-nilai
absolut yang diwahyukan Tuhan dan penerimaan manusia terhadap nilai-nilai
tersebut merupakan suatu kewajiban.9
c. Nubuwwah (kenabian)
Diutusnya para nabi dan rasul untuk menyampaikan pertunjuk dari Allah
kepada manusia tentang bagaimana hidup yang baik dan benar di dunia. Manusia
harus meneladani sifat-sifat para rasul agar mendapat keselamatan di dunia dan
di akhirat. Sifat-sifat yang harus diteladani oleh manusia adalah sifat shiddiq
(jujur), amanah (bertanggung jawab), fathonah (kemampuan), dan tabligh
(menyampaikan).10
d. Ma’ad (hasil = return)
Ma’ad diartikan juga sebagai imbalan atau ganjaran. Menurut imam Al-
Ghazali, Implikasi nilai ini dalam kehidupan ekonomi harus berdasarkan pada
motivasi untuk mendapatkan laba, baik laba material (tangible) maupun laba
non-material (intangible).11
Selain prinsip-prinsip dasar, terdapat juga nilai-nilai dasar Ekonomi Islam.
Nilai-nilai dasar Ekonomi Islam tersebut adalah:
9Muhammad, Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam, hal. 710Muhammad, Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam, hal. 811Muhammad, Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam, hal. 8
8/20/2019 Mia Hasanah Fsh
48/102
35
1. Kepemilikan
Segenap barang dan kekayaan adalah milik Allah. Dan Dialah yang
menunjuk individu-individu sebagai wali-walinya dalam mengelola barang-
barang dan kekayaan tersebut. Kepemilikan dalam ekonomi Islam bukanlah
penguasaan mutlak atas sumber ekonomi, tetapi kemampuan untuk
memanfaatkannya. Hal ini sependapat dengan A.P. Parlindungan, ahli hukum
agraria di Indonesia, dalam bukunya menyatakan bahwa bumi, air, dan ruang
angkasa sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa. Negara bukan pemilik mutlak
dari tanah-tanah di Republik Indonesia tetapi negara diberi wewenang melakukan
Hak Menguasai Negara (HMN),12
di mana negara bertugas melakukan
pengelolaan dan pengendalian terhadap kepemilikan, pengendalian hak,
penguasaan maupun tatanan dari pertanahan di Indonesia.13
Dalam sistem hukum pertanahan di Indonesia, hak milik perorangan
diakui dengan dibatasi oleh Pasal 6 UU Pokok-Pokok Agraria bahwa hak atas
tanah mempunyai fungsi sosial. Dengan kata lain, hak atas tanah mempunyai
sifat dwi fungsi, yaitu dalam setiap hak perorangan terdapat juga hak masyarakat.
Apabila satu saat hak masyarakat lebih tinggi, maka hak perorangan harus
mengalah.14
12A.P. Parlindungan, Bunga Rampai Hukum Agraria serta Landreform Bagian I , (Bandung:
Mandar Maju, 1989), hal. 9113 A.P. Parlindungan, Bunga Rampai Hukum Agraria, hal. 2514A.P. Parlindungan, Bunga Rampai Hukum Agraria, hal. 120
8/20/2019 Mia Hasanah Fsh
49/102
36
Kepemilikan manusia atas harta kekayaannya hanya sampai manusia itu
hidup di dunia ini. Apabila seorang manusia meninggal dunia, harta kekayaannya
harus dibagikan kepada ahli warisnya menurut ketentuan yang ditetapkan Allah.
Hal ini menunjukkan bahwa kepemilikan seseorang dapat dipindahtangankan
kepeda pihak lain. Selain melalui waris dapat juga dilakukan melalui wakaf,
hibah, dan lain sebagainya.
Sumber-sumber daya alam yang menyangkut kepentingan umum atau
yang menjadi hajat hidup orang harus menjadi milik umum atau negara, atau
sekurang-kurangnya dikuasai oleh negara untuk kepentingan umum atau orang
banyak. Islam memandang kepemilikan manusia hanyalah kepemilikan untuk
menikmati dan memberdayakan harta kekayaan yang ada, bukan sebagai pemilik
hakiki. Maka dalam pandangan ekonomi Islam apabila terdapat cabang-cabang
dalam produksi yang mengandung hajat hidup orang banyak dikuasai oleh
pribadi, maka negara berhak menyitanya. Hal ini sejalan dengan Pasal 33 ayat 3
UUD Negara RI Tahun 1945 yang menyatakan bahwa:
“Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”
2. Keseimbangan
Keseimbangan merupakan nilai dasar yang mempengaruhi berbagai aspek
tingkah laku ekonomi seorang muslim. Atas keseimbangan ini misalnya terwujud
dalam kesederhanaan, hemat dan menjauhi keborosan seperti yang terdapat
dalam Q.S. Al-Furqan : 67
8/20/2019 Mia Hasanah Fsh
50/102
37
⌧
“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak
berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-
tengah antara yang demikian” (QS.Al-Furqan: 67)
Dari ayat ini dapat disimpulkan bahwa keseimbangan dalam ekonomi
Islam berarti ketika melakukan kegiatan ekonomi kita harus berada pada posisi
pertengahan. Dimana tidak melakukan pemborosan dan tidak pula kikir, akan
tetapi berlaku seimbang antara keduanya.
Kondisi kesenjangan kekayaan yang lebar di tengah-tengah masyarakat
dapat diatasi dengan menerapkan keseimbangan ekonomi (economic equilibrium)
melalui mekanisme distribusi. Islam mewajibkan terjadinya sirkulasi kekayaan
pada semua anggota masyarakat dan mencegah terjadinya sirkulasi kekayaan
hanya pada segelintir orang saja sebagaimana yang tercantum dalam Q.S. Al-
Hasyr ayat 7.
Begitupun ketika Nabi saw melihat ada kesenjangan dalam pemilikan
harta antara kaum Muhajirin dengan kaum Anshar, maka beliau mengkhususkan
harta yang diperoleh dari ghanimah (hasil perang) dari Bani Nadhir untuk kaum
Muhajirin, agar terjadi keseimbangan ekonomi (economic equilibrium)15
.
15 M. Sholahuddin, Asas-Asas Ekonomi Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), hal.
202
8/20/2019 Mia Hasanah Fsh
51/102
38
Nilai dasar keseimbangan ini harus dijaga sebaik-baiknya bukan saja
antara kepentingan dunia dengan kepentingan akhirat dalam ekonomi, tetapi juga
keseimbangan antara kepentingan perorangan dengan kepentingan umum. Di
samping itu harus juga dipelihara keseimbangan antara hak dan kewajiban. Jadi,
keseimbangan merupakan dimensi horizontal dari Islam; dalm perspektif yang
lebih praktis meliputi keseimbangan jasmani-rohani, meterial-nonmaterial,
individu dan sosial.16
3. Keadilan
Nilai dasar sistem ekonomi Islam ketiga adalah keadilan. Dalam Islam,
keadilan adalah titik tolak, sekaligus proses dan tujuan semua tindakan manusia.
Keadilan merupakan ajaran yang sangat fundamental dan mencakupkeseluruhan
aspek kehidupan : ekonomi, sosial, politik, bahkan lingkungan hidup. Luasnya
dimensi aplikatif keadilan, Al-Qur’an memaknainya dengan berbagai arti,
seperti:”sesuatu yang benar, sikap tidak memihak, penjagaan hak-hak seseorang,
cara yang tepat dalam mengambil keputusan, keseimbangan, dan pemerataan”.17
Dalam proses produksi dan konsumsi misalnya, keadilan harus menjadi
penilai yang tepat, faktor-faktor produksi dan kebijaksanaan harga, agar hasilnya
sesuai dengan tekanan yang wajar dan kadar yang sebenarnya.
16 Euis Amalia, Keadilan Distributif dalam Ekonomi Islam: Penguatan Peran LKM dan UKM di
Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), hal. 36217 Euis Amalia, Keadilan Distributif dalam Ekonomi Islam, hal. 361.
8/20/2019 Mia Hasanah Fsh
52/102
39
Ketiga nilai dasar sistem ekonomi Islam yaitu (1) kebebasan yang terbatas
mengenai harta kekayaan dan sumber-sumber produksi, (2) keseimbangan dan (3)
keadilan merupakan pangkal nilai-nilai instrumental sistem ekonomi Islam.
B. lam Ekonomi IslamPajak da
roduksi total.
1. Kebijakan Fiskal dalam Ekonomi Islam
Kebijakan fiskal dalam ekonomi Islam memiliki tujuan yang sama
sebagaimana dalam ekonomi non-Islam. Dimana tujuannya adalah untuk
menciptakan stabilitas ekonomi, tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan
pemerataan pendapatan, ditambah dengan tujuan lain yang terkandung dalam aturan
(doktrin) Islam atau dengan kata lain tujuan tersebut harus dicapai dengan
melaksanakan hukum Islam.18
a. Kebijakan Fiskal pada Awal Pemerintahan Islam
Pada masa Rasulullah SAW kebijakan fiskal yang diambil meliputi
tindakan-tindakan sebagai berikut:19
1) Pendapatan nasional dan pertisipasi kerja, meliputi: mempekerjakan kaum
Muhajirin dengan Anshor, pembagian tanah, dan menghubungkan kerjasama
( partnership) antara kaum Muhajirin dan Anshor dalam hal modal sumber daya
manusia yang akan meningkatkan p
2) Kebijakan pajak, yaitu kebijakan yang dikeluarkan pemerintah Muslim
berdasarkan jenis dan jumlahnya (pajak proporsional). Misalnya pajak tanah
18 M. Nazori Majid, Pemikiran Ekonomi Islam Abu Yusuf: Relevansinya dengan Ekonomi
Kekinian, (Yogyakarta: PSEI-STIS Yogyakarat, 2003), hal. 222.19 M. Nazori Majid, Pemikiran Ekonomi Islam Abu Yusuf , hal. 223-224.
8/20/2019 Mia Hasanah Fsh
53/102
40
yang tergantung dari produktivitas dari tanah tersebut atau juga bias
didasarkan atas zonanya.
3) Menerapkan kebijakan fiskal berimbang. Nabi hanya mengalami sekali
anggaran defisit setelah terjadinya ”Fathul Makkah”, namun selanjutnya
kembali surplus.
4) Kebijakan fiskal khusus. Kebijakan ini dikenakan dari sector voulentair
(sukarela) dengan cara meminta bantuan Muslim kaya untuk memberikan
pinjaman kepad orang-orang tertentu yang baru masuk Islam.
Asas yang dianut dalam APBN pada masa pemerintahan Rasulullah Saw.
adalah asas anggaran berimbang (balance budget ), artinya semua penerimaaan
habis digunakan untuk pengeluaran negara (government expenditure). Rasulullah
merupakan kepala negara pertama yang memperkenalkan konsep baru dalam di
bidang keuangan negara pada abad ke tujuh, yakni semua hasil pemungutan
negara harus dikumpulkan terlebih dahulu dan kemudian dibelanjakan sesuai
dengan kebutuhan negara.20
Penerimaan negara pada periode awal Islam antara lain:
1) Zakat
20 Gusfahmi, Pajak Menurut Syariah, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007) hal. 66
8/20/2019 Mia Hasanah Fsh
54/102
41
Zakat adalah bagian dari harta dengan persyaratan dan aturan tertentu
yang diwajibkan oleh Allah kepada pemiliknya untuk diberikan kepada yang
berhak menerimanya.
⌦
☺“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.”(QS At-Taubah: 103)
Pelaksanaan pemungutan zakat semestinya dapat menghapus tingkat
perbedaan kekayaan yang mencolok, serta dapat menciptakan redistribusi yang
merata, di samping dapat pula membantu mengekang laju inflasi.21
2)
Jizyah
Bagi orang Nasrani dan Yahudi tidak berkewajiban menjadi anggota
militer di negara Islam. Mereka dijamin keamanan diri dan hartanya oleh negara
Islam, sebagai pengganti dari pembayaran jizyah. . Jizyah dikenakan kepada
seluruh non-muslim dewasa, laki-laki, yang mampu untuk membayarnya.
Sedangkan bagi perempuan, anak-anak, dan orang tua dan pendeta dikecualikan
sebagai kelompok yang tidak wajib ikut bertempur. Orang-orang miskin,
pengangguran, dan pengemis tidak dikenakan pajak. Jika seseorang memeluk
21 M.A. Mannan, Ekonomi Islam: Teori dan Praktek, (Yogyakarta: PT Dana Bahkti Prima Yasa,
1997), hal. 248.
8/20/2019 Mia Hasanah Fsh
55/102
42
ajaran Islam, kewajiban membayar jizyah ikut gugur. Hasil dari pengumpulan
dana dari jizyah, digunakan untuk membiayai kesejahteraan umum.
22
Dalam hal penarikan jizyah, jizyah hanya boleh dipungut dari orang yang
mampu menanggungnya. Sistem pemungutan jizyah haruslah melihat kondisi
subjek pajak, jangan sampai pajak justru mempersulit kondisi masyarakat.
Jizyah tidak gugur karena kematian. Jika seseorang meninggal setelah
berlangsung satu tahun, maka ia tetap wajib membayar jizyah, karena dianggap
sebagai hutang. Ia wajib membayarnya dari harta peninggalannya, namun jika ia
tidak memiliki harta peninggalan maka kewajiban itu pun gugur, dan ahli
warisnya tidak berkewajiban membayarnya.23
Jadi, jizyah merupakan pajak yang dikenakan pada kalangan non muslim
sebagai imbalan untuk jaminan yang diberikan suatu negara Islam pada mereka
guna melindungi kehidupannya, misalnya harta benda, ibadah kegamaan dan
untuk pembebasan dari dinas militer. Dan golongan non muslim yang dilindungi
kehidupan dan harta bendanya seperti kawan kafir dhimmi.24
Dasar perintahnya
adalah Q.S. At-taubah (9): 29
22 A. A. Islahi, Konsepsi Ekonomi Ibnu Taimiyah, hal. 253.23 Ratna Triwidiati, Konsep Pajak dalam Sistem Ekonomi Islam pada Masa Klasik, (Jakarta:
Skripsi FSH UIN Jakarta, 2004), hal. 74.24 M.A. Mannan, Ekonomi Islam: Teori dan Praktek, hal. 249
8/20/2019 Mia Hasanah Fsh
56/102
43
“Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula)
kepada hari Kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan
oleh Allah dan RasulNya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama
Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai
mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk”
(Q.S. At-Taubah (9): 29)
3)
Kharaj (pajak bumi)
Kharaj merupakan sejenis pajak yang dikenakan pada tanah yang
terutama ditaklukan oleh kekuatan senjata. Kebijakan ini berawal pada tahun
ketujuh Hijriyah di mana pada saat itu tanah Khaibar telah berhasil dikuasai oleh
kaum muslimin. Tanah-tanah tetap dibiarkan untuk dimiliki oleh pemilik lama,
namun ketika panen, maka sebagian dari hasil panen diberikan kepada Nabi
(Negara Islam).
Konsep tersebut juga pernah dijalankan oleh Umar bin Khattab ketika
menguasai Irak dan Syam. Tanah tersebut tidak dibagi-bagikan, tetapi diharuskan
membayar kharaj saat panen.25
Jadi, kharaj pada awalnya hanya dikenakan bagi
non-muslim sebagai biaya sewa atas tanah yang dimiliki negara Islam karena
telah menaklukkan wilayah tersebut, sehingga objek dari kharaj adalah tanah
25Abdul Sami’ Al-Misri, Muqawwimat al-Iqtishad al-Islami, Terj. Dimyauddin Djuwaini,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), hal.71.
8/20/2019 Mia Hasanah Fsh
57/102
44
yang berada di luar wilayah pusat pemerintahan Jazirah Arab (hanya tanah
taklukkan).
Cara pemungutan kharaj ada dua macam, pertama; kharaj perbandingan
(muqasimah) yang ditetapkan berdasarkan porsi hasil seperti ½, 1/3, atau 1/5 dari
hasil panen yang dipungut pada setiap kali panen. Kedua; kharaj tetap (wazifah),
yaitu beban pada tanah sebanyak hasil alam atau uang persatuan lahan yang
dibayarkan wajib setalah lampaui satu tahun.26
Imam Al-Mawardi membicarakan faktor yang menentukan kemampuan
memikul pajak bumi sebagai berikut: orang yang menaksir kharaj atas sebidang
tanah harus mempertimbangkan kemampuan tanah yang berbeda menurut tiga
faktor. Tiap faktor sedikit banyaknya mempengaruhi jumlah kharaj.
Pertama; faktor yang berkaitan dengan tanah itu sendiri adalah mutu
tanah yang dapat menghasilkan panen yang besar, atau cacat yang menyebabkan
hasil kecil. Kedua; faktor yang berhubungan dengan jenis panen, karena ada yang
lebih tinggi harganya dari yang lain, dan kharaj harus ditaksir sesuai dengan itu.
Ketiga; mengenai cara irigasi karena panen yang dihasilkan dengan sistem irigasi
air yang dipikul hewan atau diperoleh dengan kincir, tidak dapat dikenakan
kharaj yang sama dengan panen yang dihasilkan oleh tanah yang diairi dari air
yang mengalir atau hujan.
Pajak kharaj bukan saja progresif tetapi juga bersifat luwes, dimana bila
seseorang tidak mampu membayar pajak, maka ia diberi waktu hingga
26M.A. Mannan, Ekonomi Islam: Teori dan Praktek, hal. 250
8/20/2019 Mia Hasanah Fsh
58/102
45
keuangannya membaik. Tetapi bila seseorang punya itikad tidak baik untuk tidak
membayar kharaj, maka ia pun dipaksa untuk membayar pajak.
27
4) Ghanimah (barang rampasan perang)
Ghanimah merupakan harta yang diperoleh kaum muslimin dari musuh
melalui peperangan. Ghanimah merupakan sumber pendapatan utama negara
Islam periode awal.28
Pembagian ghanimah yaitu 1/5 merupakan milik negara
(Allah dan Rasulnya, kerabat Rasul, anak yatim, fakir miskin, dan ibnu sabil,
sedangkan 4/5 bagian lainnya dibagikan kepada pasukan yang ikut bertempur.
Dasarnya adalah perintah Allah dalam QS. Al-Anfal (8): 41
☺☺☺⌧⌧
☺☺
☺
⌧
”Ketahuilah, Sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagairampasan perang, Maka Sesungguhnya seperlima untuk Allah, rasul, kerabat
rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnussabil, jika kamu beriman
kepada Allah dan kepada apa yang kami turunkan kepada hamba kami
27M.A. Mannan, Ekonomi Islam: Teori dan Praktek, hal. 25128Gusfahmi, Pajak Menurut Syariah, hal. 86-87
8/20/2019 Mia Hasanah Fsh
59/102
46
(Muhammad) di hari Furqaan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan. dan Allah
Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Anfal (8): 41)
5)
Pajak atas pertambangan dan harta karun
Pada dasarnya negara memiliki hak untuk mengeksplorasi sumber mineral
untuk kesejahteraan masyarakat. Namun bila suatu tambang ataupun harta karun
ditemukan di tanah kaum muslimin, seperlima dari hasilnya harus diserahkan
kepada negara untuk memenuhi keadilan sosial.29
6) ‘Ushr (Bea cukai) dan pungutan
Alasan dibalik pembebanan bea cukai ini adalah karena para pedagang
muslim dikenai pajak sebesar 10% di negara asing. Kemudian bea cukai ini
dibebankan secara umum atas pedagang yang melakukan perdagangan di negara
Islam.30
b. Kebijakan Fiskal pada Pemerintahan Islam Periode Modern
Pada pemerintahan Islam periode modern, terjadi perubahan, yaitu mulai
memakai anggaran defisit, dan meninggalkan kebijaksanaan anggaran
berimbang, yang dianggap tidak berorientasi kepada pertumbuhan. Mungkin
tidak semua ulama setuju dengan dengan kebijakan ini. Berikut dikemukakan
tiga ekonom Islam, yang sama-sama setuju dengan konsep anggaran defisit.
Menurut Mannan, sebuah negara Islam modern harus menerima konsep
anggaran modern dengan perbedaan pokok dalam hal penanganan defisit
anggaran itu. Negara Islam dewasa ini harus mulai dengan pengeluaran yang
29Gusfahmi, Pajak Menurut Syariah, hal, 13330Gusfahmi, Pajak Menurut Syariah, hal, 131
8/20/2019 Mia Hasanah Fsh
60/102
47
mutlak diperlukan (sesuai yang direncanakan dalam APBN) dan mencari jalan
serta cara-cara baru untuk mencapainya, baik dengan merasionalisasi stuktur
pajak atau dengan mengambil utang dari sistem perbankan dalam negeri atau dari
luar negeri.31
Umer Chapra juga setuju dengan anggaran pembelanjaan defisit. Chapra
berpendapat bahwa negara-negara Muslim harus menutup defisit dengan pajak,
yaitu mereformasi sistem perpajakan dan program pengeluaran negara, bukan
dengan jalan pintas melalui ekspansi moneter dan meminjam. Chapra lebih setuju
dengan meningkatkan pajak, karena pinjaman akan membawa kepada riba. Dan
pinjaman itu juga meniadakan keharusan berkorban, namun hanya
menangguhkan beban sementara waktu dan akan membebani generasi yang akan
datang dengan beban berat yang tidak semestinya mereka pikul.32
Pendapat ketiga berasal dari Zallum, ia berpendapat bahwa angggaran
defisit diatasi dengan penguasaaan BUMN dan pajak. Pinjaman dari negara-
negara asing dan lembaga keuangan internasional, menurut Zallum tidak
dibolehkan oleh hukum syara’, sebab pinjaman seperti itu selalu terkait dengan
riba dan syarat-syarat tertentu yang menjadikan kreditur berkuasa atas kaum
muslim.33
Alternatif solusi untuk menutupi anggaran defisit antara lain:
31 M.A. Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, hal. 23632 M. Umer Chapra, Islam dan Tantangan Ekonomi, (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), hal.
299.33 Gusfahmi, Pajak Menurut Syariah, hal. 165
8/20/2019 Mia Hasanah Fsh
61/102
48
1) Meminjam dari negara-negara asing maupun lembaga internasional
2)
Penguasaan atas sebagian harta milik umum baik nerupa minyak bumi, gas
alam maupun barang tambang.
3) Menetapkan pajak (dharibah) kepada umat.
Di zaman pemerintahan Islam periode awal, anggaran berimbang
memang dipilih, karena waktu itu belum terdapat seruan untuk pertumbuhan
ekonomi. Di zaman modern, pemerintahan Islam tampaknya harus memilih
sistem anggaran defisit karena sistem ini merupakan anggaran yang berorintasi
pada pertumbuhan.34
Dalam makalah yang ditulis oleh Abidin Ahmed Salama
dijelaskan bahwa dalam negara Islam berbagai macam jenis pajak yang ada
memiliki tujuan yang berbeda-beda sesuai dengan yang ingin dicapai oleh
negara Islam tersebut.
Taxation could play an important role in Muslim countries, whet her rich
or poor. Different taxes could be used to achieved the following goals.35
1) Curtailing unnecessary comsumption in poor countries. This enchances
availability of resources for capital formation. In oil rich countries it is
necessary to reduce unproductive consumption. It is also necessary to
reduce consumption of some goods which are harmful to health.
2) Taxation may serve as a means to reallocate resources from investment
that have a little beneficial effect upon development to those having higher
benefits. Corporate income taxes could play such a role. Investment in
sectors needed by the nation could be subject to lower taxes.
3) Taxation could be used as a tool to alter economic behavior in creating
incentives to save, to enter into the market sector, to utilize resources and
to encourage privat capital formation.
4) Taxation could be utilized as a means for stabilizaing the economiy and
reducing aggregate demand.
34 Gusfahmi, Pajak Menurut Syariah, hal. 16635 Peerzade, Sayed Afzal, Reading in Islamics Fiscal Policy, hal. 46-47.
8/20/2019 Mia Hasanah Fsh
62/102
49
5)
A progressive tax system may help in reducing income inequalities and
hence achieve social harmony in Muslim states.
2.
Pendapat Ulama tentang Pajak
Sumber dalam penetapan kebijakan fiskal Islam dapat dibagi menjadi dua
bagian, yaitu sumber asli (original) dan sumber pelengkap (complementary). Kedua
bagian tersebut merupakan sumber konstitusi atau hukum Islam secara keseluruhan
termasuk juga ekonomi. Kitab suci Al-Qur’an dan hadis Nabi sebagai sumber asli,
sedangkan ijma dan qiyas maupun ijtihad merupakan sumber pelengkap.36
Dalam Islam, hukum yang qath’i (yang sudah jelas dan tuntas penjelasannya
dalam Al-Qur’an dan hadist) jumlahnya lebih sedikit dibandingkan hukum dzanni
(belum jelas dan tuntas penjelasannya dalam Al-Qur’an dan hadist), sehingga untuk
hukum yang dzanni membutuhkan ijtihad para ulama atau fatwa dari para mujahid.
Dalam hukum Islam dikenal suatu prinsip “kepentingan umum” (maslahah mursalah)
yang dapat dijadikan dasar dalam penetapan suatu hukum yang belum ditetapkan
dalam Al-Qur’an dan hadist.37
Dalam ekonomi Islam kemaslahatan umum merupakan suatu hal yang paling
mendasar baik dalam bidang produksi, konsumsi, distribusi hingga redistribusi.
Semua hal ini harus mempertimbangkan kepentingan umum. Bahkan di dalam harta
pribadi seseorang pun terdapat hak kepentingan umum yaitu hak zakat untuk orang-
orang miskin.
36Peerzade, Sayed Afzal, Reading in Islamics Fiscal Policy, hal. 110.37 B. Wiwoho (Ed.), Zakat dan Pajak, (Jakarta: PT Bina Rena Pariwara, 1992), hal. 291.
8/20/2019 Mia Hasanah Fsh
63/102
50
Maslahah menurut bahasa berarti “manfaat”, dan kata mursalah berarti
“lepas”. Maslahah mursalah menurut istilah adalah sesuatu yang dianggap maslahat
namun tidak ada ketegasan hukum untuk merealisasikannya dan tidak pula ada dalil
tertentu baik yang mendukung maupun yang menolak, sehingga ia disebut maslahah
mursalah (maslahah yang lepas dari dalil secara khusus).38
Dalam literatur lain
dikatakan bahwa maslahah mursalah adalah sesuatu yang dipandang baik oleh akal
sehat karena mendatangkan kebaikan dan menghindarkan keburukan (kerusakan)
bagi manusia, sejalan dengan tujuan syara’ dalam menetapkan hukum.39
Beberapa
persyaratan dalam memfungsikan maslahah mursalah, yaitu:40
a. Sesuatu yang dianggap maslahat itu harus berupa maslahat hakiki yaitu
benar-benar akan mendatangkan kemanfaatan atau menolak kemudharatan,
bukan berupa dugaan belaka dengan hanya mempertimbangkan adanya
kemanfaatan tanpa melihat kepada akibat negatif yang ditimbulkan.
b. Sesuatu yang dianggap maslahat itu hendaklah berupa kepentingan umum,
bukan kepentingan pribadi.
c. Sesuatu yang dianggap maslahat itu tidak bertentangan dengan ketentuan
yang ada ketegasan dalam Al-Qur’an atau sunnah Rasulullah, atau
bertentangan dengan ijma’.
38 Satria Effendi, M. Zein, Ushul Fiqh, cet. 2, (Jakarta: Kencana, 2005), hal. 148-149.39 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid II, cet. 4, (Jakarta: Kencana, 2008), hal. 325.40 Satria Effendi, M. Zein, Ushul Fiqh, hal. 152-153.
8/20/2019 Mia Hasanah Fsh
64/102
51
Para ulama memiliki pendapat yang berbeda-beda untuk menjawab apakah
ada kewajiban kaum Muslim atas harta selain zakat. Sebagian berpendapat
mengatakan ada, dan sebagian lain berpendapat tidak ada.
Salah satu cendikiawan muslim yang berpendapat bahwa ada kewajiban lain
selain zakat pada harta seorang muslim adalah Abu Yusuf. Abu Yusuf lahir di Kufah
Al-Bagdadi pada tahun 113 H (731 M).
Dalam literatur Islam Abu yusuf sering disebut dengan Imam Abu Yusuf
Ya’qub bin Ibrahim Habib al-Anshori al-Jalbi al-Kifi al-Bagdadi.41
Ia menulis kitab
yang sangat terkenal yaitu al-Kharaj pada masa pemerintahan Khalifah Harun Al-
Rasyid yang berisi mengenai berbagai persoalan pajak serta kebijakan publik
lainnya.42
Abu Yusuf, dalam kitabnya al-Kharaj, menyebutkan bahwa: “Semua
Khulafa ar-Rasyidin, terutama Umar, Ali dan Umar Ibn Abdul Aziz dilaporkan telah
menekankan bahwa pajak harus dikumpulkan dengan keadilan dan kemurahan, tidak
diperbolehkan melebihi kemampuan rakyat untuk membayar, juga jangan sampai
membuat mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok mereka sehari-hari. Abu
Yusuf mendukung hak penguasa untuk meningkatkan atau menurunkan pajak
menurut kemampuan rak