LAPORAN PRAKTEK SISTEM GANDA
METODE PENANGANAN UDANG, RUMPUT LAUT, INDUK ABALONE, DAN PEMBENIHAN ABALONE DI
BALAI BUDIDAYA LAUT LOMBOK STASIUN GERUPUK, NUSA TENGGARA BARAT
Oleh
PUJI NUR PARIDI
WAHIDURRAHMAN
M. HAMDANI
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Penilaian Pada Sekolah Menengah Kejuruan Negeri
SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI KELAUTAN DAN PERIKANANLEMBAR – LOMBOK BARAT
2007
1
LEMBAR PENGESAHANLAPORAN PRAKTEK SISTEM GANDA ( P S G )
Judul Metode Penanganan Udang, Rumput Laut, Induk Abalone, Dan
Pembenihan Abalone Di Balai Budidaya Laut Lombok
Stasiun Gerupuk, Nusa Tenggara Barat.
Nama 1. PUJI NUR PARIDI
2. WAHIDURRAHMAN
3. M. HAMDANI
Jurusan Budidaya Perikanan Laut ( B P L )
Telah disetujui oleh :
Menyetujui,Guru Pembimbing
( Kusuma Wardana, S.Pi )
Mengetahui,Ketua Jurusan
( Kurniawati, S.Pi )
Mengetahui,Kepala Sekolah
(Ir. L. Syaiful Bakhry )Pembina (IV/a)
NIP. 132 055 958
Tanggal pengesahan :……………….
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada allah SWT, karena berkat rahmat dan
karunia - Nya kami dapat menyelesaikan Laporan Praktek System Ganda
( LPSG ) ini dengan baik dan tepat pada waktunya.
LPSG ini berjudul “: Metode Penanganan Udang, Rumput Laut, Induk
Abalone, Dan Pembenihan Abalone Di Balai Budidaya Laut Lombok Stasiun
Gerupuk, Nusa Tenggara Barat”. Tujuan peraktek sitem ganda ini adalah agar
dapat mengetahui metode pemeliharaan udang, rumput laut, induk abalone, dan
pembenihan abalone sesuai perosedur.
LPSG ini terdiri dari 5 bab, yaitu : Pendahuluan, Tinjauan Pustaka,
Metode Praktek, Hasil Praktek, serta Kesimpulan dan Saran. Pada bab Hasil
Praktek kami menguraikan tentang : Metode Penanganan Udang, Rumput Laut,
Induk Abalone, Dan Pembenihan Abalone Di Balai Budidaya Laut Lombok
Stasiun Gerupuk, Nusa Tenggara Barat.
Saran serta keritik yang membamgun dari para pembaca sangat kami
harapkan untuk menyempurnakan penulisan kedepannya.
Lembar, Maret 2007
Penulis
3
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR …………………………………………..
DAFTAR ISI …………………………………………………….
DAFTAR TABEL………………………………………………..
I. PENDAHULUAN……………………………………………..
1.1 Latar Belakang……………………………………………..
1.2 Tujuan ……………………………………………………..
II. TINJAUAN PUSTAKA………………………………………
2.1 Udang Windu………………………………………………
2.1.1 Taksonomi Dan Morfologi Udang Windu……………..
2.1.2 Penyebaran Udang Windu……………………………..
2.1.3 Tingkah Laku (behavior) Udang Windu……………….
2.2 Rumput Laut………………………………………………..
2.2.1 Taksonomi Dan Morfologi Rumput Laut………………
2.2.2 Penyebaran Rumput Laut……………………………....
2.2.3 Persiapan Lokasi Budidaya Rumput Laut……………...
2.2.4 Metode Budidaya Rumpkut Laut………………………
2.2.5 Persiapan Bibit Rumput Laut…………………………..
2.2.6 Penanganan Bibit Rumput Laut…………………….…
2.2.7 Perawatan Rumput Laut………………………………..
2.2.8 Panen Dan Penanganan Hasil Panen…………………...
2.3 Abalone……………………………………………………..
2.3.1 Taksonomi Dam Morfologi Abalone…………………..
2.3.2 Penyebaran Abalone……………………………………
2.3.3 Pengumpulan Induk Abalone Di Alam………………..
2.3.4 Penanganan Induk Abalone Di Hatchery……………..
2.3.5 Pengelolaan Pakan Induk Abalone………………….…
2.3.6 Teknik Pemijahan Abalone…………………….……...
I
II
V
1
1
2
3
3
3
4
5
7
7
8
8
9
10
11
11
12
14
14
15
15
16
18
19
4
2.3.7 Teknik Pemeliharaan Larva Abalone………………….
III. METODE PRAKTEK………………………………………..
3.1 Waktu Dan Tempat ………………………………………
3.2 Alat Dan Bahan…………………………………………..
3.2.1 Alat…………………………………………………....
3.2.2 Bahan …………………………………………………
IV. HASIL PRAKTEK………………………………………….. 4.1
Penanganan Udang………………………………………..
4.1.1 Persiapan Bak Pemeliharaan Udang………………….
4.1.2 Penebaran Benur……………………………………..
4.1.3 Perawatan Benur………………………………………
4.2 Penanganan Rumput Laut ………………………………..
4.2.1 Pengikatan Bibit Dan Pananaman Rumput Laut……..
4.2.2 Perawatan Rumput Laut………………………………
4.2.3 Panen Dan Penanganan Hasil Panen………………….
4.2.4 Metode Budidaya Rumput Laut………………………
4.3 Penanganan Induk Dan Pembenihan Abalone……………
4.3.1 Pengumpulan Induk Alam…………………………….
4.3.2 Penanganan Induk Di Hatchery………………………
4.3.3 Pengelolaan Pakan Induk……………………………..
4.3.4 Teknik Pemijahan……………………………………..
4.3.5 Teknik Pemeliharaan Larva…………………………..
4.3.6 Panen Benih…………………………………………...
V. KESIMPULAN DAN SARAN……………………………….
5.1Kesimpulan…………………………………………………
5.2Saran……………………………………………………….
DAFTAR PUSTAKA
20
23
23
23
23
25
26
26
26
26
27
28
28
29
30
30
34
34
35
37
37
39
41
42
42
43
5
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Peralatan yang digunakan dalam kegiatan
praktek……………………………………………….
Tabel 2. Bahan – bahan yang di gunakan………………….…..
23
25
6
I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Perairan laut di Indonesia mencapai 8,36 juta ha yang secara
individu dapat di manfaatkan untuk pembangunan kawasan budidaya
laut. Dari luas tersebut untuk budidaya ikan bersirip (finfish) 20%,
kekerangan 10%, rumput laut 60%, dan lainnya 10%. Tingkat
pemanfaatan sebagian provinsi baru mencapai kurang dari 1%, namun
sebagian telah mencapai di atas 1%-25% yaitu DKI Jakarta sekitar
24%, Bali 8%, Sulawesi Tenggara sekitar 6%, dan NTT sekitar 2%
(Ditjenkanbud, 2004 dalam htt://www.Abalone.net/guide)
Indonesia memiliki wilayah perairan budidaya sangat luas
untuk di kembangkan, di mana sekitar 24,5 juta ha dapat di
manfaatkan untuk budidaya laut dan sekitar 913.000 ha untuk
pengembangan budidaya air payau. Dari luasan tersebut yang di
tujukan bagi pengembangan budidaya air laut seluas 62.040 ha telah
dimanfaatkan untuk pengembangan budidaya moluska termasuk di
dalamnya kerang mutiara dan Abalone (Sukadi, 2001 dalam Setyono,
2004a).
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki perairan
pantai yang cocok untuk pertumbuhan rumput laut, udang, dan
Abalone. Salah satunya adalah perairan pantai di Lombok yang sangat
produktif dengan rumput laut dan jenis ikan yang melimpah. Terutama
rumput laut jenis Gracillaria sp, yang di budidayakan untuk konsumsi
dan rumput laut jenis Hypnea sp., Ulva sp., Kappaphycus sp. untuk
pakan alami Abalone.
7
Berbagai metode budidaya dapat di terapkan di Perairan
Lombok, mulai dari budidaya di darat (pembenihan), pembesaran di
perairan pantai maupun di perairan dalam (Setyono, 2005a).
I.2 Tujuan
Tujuan dari pelaksanaan Peraktek Sistem Ganda ( P S G ) ini
antara lain :
1. Untuk mengetahui teknik pemeliharaan induk dan benih
abalone.
2. Untuk mengetahui tekhnik penanganan benih udang.
3. Untuk mengetahui tekhnik penanganan rumput laut.
8
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Udang Windu
2.1.1 Taksonomi Dan Morfologi Udang Windu
A. Taksonomi
Udang windu adalah jenis hewan karnivora yang hidup di air
dan menurut Longmuir (1983) dalam Anonimus (2000)
diklasifikasikan sebagai berikut:
Filum : Arthropoda
Sub Filum : Mandibulata
Kelas : Crustaceae
Devisi : Malacostraca
Ordo : Decapoda
Sub Ordo : Natanita
Famili : Panacidae
Genus : Penaeus
Spesies : Panaeus monodon
B. Morpologi
Dilihat dari luar, tubuh udang terdiri dari 2 bagian, yaitu bagian
depan dan bagian belakang. Bagian belakang disebut bagian kepala,
yang sebenarnya terdiri dari bagian kepala dan dada yang menyatu.
Oleh karena itu dinamakan kepala – dada (cephalothorax ). Bagian
perut (abdomen) terdapat ekor dibagian belakangnya (Primavera, 1987
dalam Anonimus, 2000).
9
Semua badan beserta anggota – anggotanya terdiri dari ruas –
ruas (segmen). Kepala – dada terdiri dari 13 ruas, yaitu kepalanya
sendiri 5 ruas dan dadanya 8 ruas. Sedangkan bagian perut terdiri dari
6 ruas. Tiap ruas badan mempunyai sepasang anggota yang beruas –
ruas pula (Primavera, 1987 dalam Anonimus, 2000).
Seluruh tubuh tertutup oleh kerangka luar yang disebut
eksoskeleton, yang terbuat dari bahan chitin. Kerangka tersebut
mengeras, kecuali pada sambungan – sambungan antara dua ruas
tubuh yang berdekatan. Hal ini memudahkan mereka untuk bergerak.
Bagaian kepala – dada tertutup oleh kelopak yang kita namakan
kelopak kepala atau cangkang kepala (carapace ). Dibagian depan,
kelopak kepala memanjang dan meruncing, yang pinggirnya bergigi –
gigi. Bagian ini kita namakan cucuk kepala (rostrum) (Primavera,
1987 dalam Anonimus, 2000).
2.1.2 Penyebaran Udang Windu
Menurut Longmuir (1983) dalam Anonimus (2000), udang
adalah jenis hewan air yang suka bermigrasi. Migrasi udang terjadi
setelah dewasa biasanya bergantung pada kondisi tempat mereka
hidup, misalnya temperatur air pada musim dingian. Migrasi di
indonesia dilaporkan oleh Unaar dan Naamin (1984) berdasarkan
penangkapan nelaya pengankap udang di Cilacap. Larva dan Post
Larva bergerak menuju pantai dan muara sungai, dan udang muda
mulai memasuki selat Segara Anak terbawa oleh arus laut dan
kemudian tumbuh menjadi dewasa. Penelitian migrasi ini sangat
penting dalam perkembangan budidaya udang, karena bila kita
10
mengetahui musim apa udang bertelur atau bermigrasi ke tempat lain,
kita akan dengan mudah menangkapnya untuk pembenihan ataupun
untuk di jual.
2.1.3 Tingkah Laku (Behaviour) Udang Windu
Menurut Longmuir (1983) dalam Anonimus (2000), tingkah
laku (Behaviour) Udang Windu dan kebiasaan – kebiasaannya adalah
sebagai berikut :
1.Mengubur Diri.
Kebiasaan ini paling sering dilakakan oleh udang sejak masih
muda sampai dewasa. Mereka biasanya mengubur diri di dasar pasir
atau lumpur di dasar air. Kebiasaan ini rupa – rupanya dilakukan
untuk menghindari musuh-musuhnya. Dalamnya mengubur dirinya
bervariasi tergantung pada besar kecilnya udang. Biasanya bagian
punggungnya berjarak tiga cm dari pernukaan pasir. Dalam kedaan ini
udang biasanya bernafas melalui tabung respirasi, terdiri dari antena
kedua, insang dan ruangan mandibula pada celah insang. Penguburan
diri sangat dipengaruhi oleh cahaya, biasanya udang keluar dari
mengubur diri setelah matahari terbenam dan kemudian mengubur diri
lagi waktu matahari terbit. Udang besar bereaksi lebih cepat dari pada
udang kecil.
2.Ganti Kulit (Moulting)
Moulting adalah suatu proses pergantian kulit, pada peristiwa
moulting ini, proses bio kimi juga terjadi, yaitu pengeluaran dan
penyerapan kalsium dari tubuh hewan. Diduga penyebab moulting
11
adalah perubahan kualitas air ataupun karena makanan serta proses
pengeluaran zat – zat tertentu dari tubuh udang.
3. Migrasi
Migrasi adalah perpindahan udang dari satu tempat ke tempat
yang lainnya dan biasanya dipicu oleh persediaan makanan yang
menipis. Migrasi juga terjadi bila udang betina akan mulai bertelur,
sedangkan udang muda bermigrasi dari daerah muara sungai dan
menuju ke laut lepas untuk menjadi dewasa.
Migrasi yang terjadi setelah dewasa biasanya bergantung pada
kondisi tempat mereka hidup, misalnya temperatur air pada musim
dingin. Migrasi di Indonesia dilaporkan oleh Unaar dan Naamin
(1984) berdasarkan penangkapan nelayan penangkap udang di
Cilacap. Larva dan Post Larva bergerak menuju pantai dan muara
sungai, dan udang muda mulai memasuki selat Segara Anak terbawa
oleh arus laut dan kemudian tumbuh menjadi dewasa.
4. Sifat Nokturnal
Sifat Nokturnal adalah sifat ikan yang aktif mencari makanan
pada waktu malam. Pada waktu siang mereka lebih suka beristirahat,
baik membenamkan diri maupun menempel pada sesuatu benda yang
terbenam dalam air. Apabila keadaan lingkunngan cukup baik, udang
jarang sekali manampakkan diri pada waktu siang. Apabila dalam
suatu tambak udang nampak aktif bergerak pada waktu siang, ini
menunjukkan suatu tanda bahwa ada suatu yang tidak beres. Mungkin
karena makanan kurang, kadar garam meningkat, suhu naik, oksegen
12
kurang ataupun karena timbul senyawa – senyawa beracun seperti
asam sulfida (H2S), zat asam arang (CO2), amoniak (N2H3). Dan
lain - lain.
5. Sifat Kanibalisme
Sifat Kanibalisme adalah sifat suka memangsa jenisnya sendiri.
Sifat ini suka muncul pada udang yang sehat, yang tidak sedang ganti
kulit. Dalam keadaan kekurangan makanan sifat kanibalisme akan
tampak nyata. Sifat demikian ini sudah mulai tampak pada waktu
udang masih berruaya, yaitu mulai tingkatan mysis. Untuk
menghindari kanibalisme, udang - udang yang sedang ganti kulit
biasanya mencari tempat untuk bersembunyi.
2.2 Rumput Laut
2.2.1 Taksonomi Dan Morfologi Rumput Laut
A. Taksonomi
Devisi : Thallophyta
Kelas : Rhodophyceae
Ordo : Gigartinales
Famili : Gracillariaceae
Genus : Gracillaria
Spesies : Gracillaria sp. (Anonimus, 2006)
B. Morfologi
Di dalam Anonimus (2006), dikatakan bahwa Rumput Laut
merupakan makro alga yang hidup dengan daun sejati dan pada
13
umumnya hidup di dasar perairan dan menempel pada substrat (benda
lain).
Fungsi dari akar, batang, dan daun yang tidak dimiliki oleh
rumput laut digantikan oleh thallus. Karena tidak memiliki akar,
batang, dan daun pada umumnya tanaman, maka rumput laut di
golongkan pada kelompok tumbuhan tingkat rendah (thallophyta)
(Anonimus, 2006).
Bagian rumput laut secara umum terdiri dari hold fast yaitu
bagian dasar dari rumput laut yang berfungsi untuk menempel pada
substrat dan selain hold fast yaitu thallus, yaitu bentuk pertumbuhan
rumput laut yang mempunyai percabangan. Tidak semua rumput laut
bisa diketahui memiliki hold fast atau tidak (Anonimus, 2006).
2.2.2 Penyebaran Rumput Laut
Rumput laut banyak terdapat di perairan pantai terbuka, pada
kedalaman 5 m kita sudah dapat menemukan rumput laut. Hampir
seluruh perairan pantai di Indonesia ditumbuhi rumput laut dari
berbagai jenis (Anonimus, 2006).
2.2.3 Persiapan Lokasi Budidaya Rumput Laut
Satu hal penting yang mutlak harus di perhatikan dalam
budidaya rumput laut adalah pemilihan lokasi budidaya. Lahan
budidaya rumput laut memiliki beberapa persyaratan yang harus
dipenuhi dan sangat mempengaruhi pertumbuhan rumput laut.
Syarat – syarat tersebut adalah :
14
1. Kualitas air yaitu suhu 25 – 30 derajat celsius, salinitas lebih
dari 18 ppt, PH 7- 9, kejernihan kurang lebih 5 – 7 m.
2. Area budidaya harus jauh dari muara sungai dan sumber air
tawar.
3. Substrat dasar terdiri dari pasir, pasir lumpur, lumpur, maupun
perairan berkarang.
4. Terlindung dari ombak dan arus yang besar.
5. Memiliki pergerakan air yang tinggi.
6. Keadaan air pada saat surut terrendam minimal 30 – 60 cm.
7. Lokasi budidaya harus jauh dari lalulintas kapal atau tidak
berada pada jalur pelayaran.
8. Bebas dari pencemaran industri.
9. Bebas dari kemungkinan adanya hewan herbivora.
10.Lokasi budidaya dapat dijangkau dengan sarana transportasi
darat maupun laut (Anonimus, 2006).
2.2.4 Metode Budidaya Rumput Laut
Di dalam Anonimus (2006) dikatakan bahwa selain lokasi
budidaya juga perlu di pertimbangkan metode budidaya yang akan di
gunakan. Metode budidayan rumput laut perlu disesuaikan dengan
kondisi lahan budidaya.
Berikut ini adalah beberapa metode budidayan rumput laut, antara
lain :
1. Metode Dasar (bottom methol)
a. Metode Sebar (broad cast methol)
15
Metode ini biasanya digunakan pada perairan yang
sebagian besar dasarnya terdiri dari batu karang.
b. Metode Budidaya Dasar Laut (bottom farm methol)
Metode ini cocok untuk perairan yang berarus tidak
terlalu kencang dan substratnya berupa bebatuan atau karang.
2. Metode Lepas Dasar (off bottom methol)
a. Meode Tunggal Lepas Dasar (off bottom monoline)
Metode ini sesuai dengan perairan berpasir,lumpur pasir,
atau berlumpur.
b. Metode Jaring Lepas Dasar (off bottom net)
Metode ini biasanya digunakan pada perairan yang
berpasir dan benih yang ditanam lebih banyak.
c. Metode Jaring Lepas Dasar Bentuk Tabung (off bottom tabular
net)
Metode ini sesuai untuk perairan yang berarus kencang
dan bamyak predator.dapat pula digunakan pada perairan yang
bersubstrat pasir, lumpur, atau lumpur pasir.
3. Metode Apung (floating methol)
a. Metode Tali Tunggal Apung (floating monoline)
Metode ini merupakan perkembangan dari tali tunggal
lepas dasar (off bottom monoline).
b. Metode Jaring Apung (floating net)
Hampir sama dengan tali tunggal apung (floating
monoline).
16
2.2.5 Persiapan Bibit Rumput Laut
Salah satu faktor penentu keberhasilan usaha budidaya rumput
laut adalah bibit yang digunakan. Oleh sebab itu bibit yang digunakan
sebaiknya bibit yang baik sehingga akan menghasilkan panen yang
baik pula. Bibit yang digunakan adalah tanaman muda hasil budidaya
dengan kriteria sebagai berikut :
a. Muda.
b. Segar.
c. Lendir masih banyak.
d. Bercabang banyak dan rimbun.
e. Tidak terdapat bercak dan tidak terkelupas.
f. Warna spesifik ( cerah ).
g. Umur 25 – 35 hari.
h. Berat bibit 50 – 100 gr per rumpun (Anonimus, 2006)
2.2.6 Penanganan Bibit Rumput Laut
Pada saat pengangkutan diupayakan agar bibit tetap terendam di
dalam air laut. Apabila pengangkutan dilakukan melalui udara atau
darat, bibit sebaiknya dimasukan ke dalam kotak karton yang berlapis
plastik. Kemudian bibit disusun secara berlapis dan berselang - seling
yang dibatasi dengan lapisan kapas atau kain yang dibasahi air laut.
Bibit dijaga agar terhindar dari minyak, kehujanan, maupun terkena
cahaya matahari secara langsung (Anonimus, 2006).
Dalam menjaga kualitas produksi rumput laut dilakukan
penggantian bibit yang layu dan kurus dengan bibit yang baru, untuk
17
mendapatkan bibit yang berkualitas baik. Sebaiknya bibit berasal dari
bibit khusus yang tersedia dilokasi budidaya (Anonimus, 2006).
2.2.7 Perawatan Rumput Laut
Di dalam Anonimus (2006) dikatakan, adapun kegiatan –
kegiatan yang dilakukan dalam perawatan rumput laut adalah sebagai
berikkut :
a. Perawatan yang dilakukan setiap hari untuk membersihkan
rumput laut dari tanaman pengganggu dan menyisip atau
menyulam tanaman yang mati dan terlepas yang dilakukan pada
minggu pertama setelah rumput laut di tanam.
b. Mengganti tali yang sudah lapuk atau rusak atau menguatkan
jangkar yang goyah.
c. Menguatkan tali ikatan tanaman agar tidak terlepas dan saling
terkait satu dengan yang lainnya yang dapat menyebabkan
tanaman patah.
d. Membersihkan lumpur yang melekat pada tanaman dan tali
karena dapat memperlambat pertumbuhan.
e. Mengganti rumput laut yang rusak atau mati dengan yang baru.
f. Monitoring pertumbuhan rumput laut di lakukan beberapa kali
dengan cara sampling setiap dua minggu yang di lakukan secara
acak.
2.2.8 Panen Dan Penanganan Hasil Panen
Beberapa hal penting saat penanaman rumput laut adalah umur
dan cuaca. Umur berkaitan erat dengan kualitas rumput laut, jika di
18
gunakan untuk bibit maka baru panen setelah berumur 25 – 35 hari.
Agar kandungan keragenan tersedia lebih banyak maka panen di
lakukan saat berumur 45 hari (Anonimus, 2006).
A. Cara Panen
Panen dilakukan dengan mengangkat tanaman sekaligus.
Pelepasan tanaman dari tali ris dilakukan di darat dengan membuka
ikatan tali rafia pada tanaman atau memotong tanaman. Keuntungan
pemanenan dengan cara ini adalah pemanenan dapat dilakukan dalam
waktu singkat dan dapat melakukan pananaman atau pengikatan
kembali bibit – bibit rumput laut dengan memilih bagian – bagian dari
tanaman yang muda dengan laju pertumbuhan yang tinggi, sehingga
kandungan keragenan yang dihasilkan akan relatif lebih tinggi
(Anonimus, 2006).
B. Penanganan Hasil Panen
Di dalam Anonimus (2006) dikatakan, jika panen dilakukan
pada cuaca yang cerah maka kualitas rumput laut akan terjamin,
sebaliknya jika panen dilakukan pada saat mendung akan
mengakibatkan permentasi sehingga mutunya menurun. Oleh karena
itu mutu rumput laut kering sangat di tentukan dari cara penanganan
pasca panen. Perlakuan sebelum penjemuran selalu mengikuti
permintaan pasar, yaitu dengan cara :
1. Langsung di jemur setelah panen.
Setelah panen rumput laut langsung di jemur di atas para – para
atau di alasi agar tidak bercampur dengan pasir, tanah ataupun
19
benda – benda asing lainnya. Kalau cuaca baik biasanya
pengeringan berlangsung 2 – 3 hari dengan kekeringan 30 – 35
%.
2. Dicuci terlebih dahulu dengan air tawar.
Pengeringan dilakukan dengan cara mencuci rumput laut
dengan air tawar kemudian dijemur 1 – 2 hari, selanjutnya dicuci
kembali dengan air tawar untuk melarutkan kadar garam,
kemudian dijemur kembali 1 – 2 hari sampai berwarna putih. Jika
belum putih dilakukan pencucian ulang dan dijemur kembali 1 –
2 hari sehingga berwarna putih kekuningan dengan kadar air 15 –
20 %.
3. Dilakukan permentasi terlebih dahulu.
Pengeringan dilakukan dengan cara membersihkan rumput laut
terlebih dahulu kemudian di bungkus dengan plastik yang
kemudian direndam atau dijemur 2 – 3 hari, sehingga menjadi
putih transparan. Selanjutanya dijemur diatas para – para selama
3 - 4 hari sampai berwarna putih krem dilapisi kristal garam
dengan kadar air 20 – 25 %. Hasil ini disebut kering putih dan
disimpan dalam gudang yang tidak lembab.
20
2.3 Abalone
2.3.1 Taksonomi Dan Morfologi Abalone
A. Taksonomi
Abalone merupakan hewan air pemakan tumbuhan (herbivora) dan
menurut Vaught (1989) dalam Septyan (2006) diklasifikasikan
sebagai berikut :
Filum : Moluska
Kelas : Gastropoda
Sub Kelas : Prosobranchia
Ordo : Archaegastropoda
Famili : Pleurotomarioidea
Sub Famili : Haliotidae
Genus : Haliotis
Sepesies : Haliotis asinina
B. Morfologi
Menurut Bilowo (1973), Abalone memiliki canagkang yang
pipih dan lonjong. Pada cangkangnya terlihat sederetan lubang –
lubang kecil sebanyak tujuh buah. Lapisan dalam cangkangnya
berwarna putih mengkilat, sedangkan otot kakinya sangat tebal.
Ukuran tubuh relatif lebih besar dibandingkan cangkangnya sehingga
cangkang tersebut hanya menutupi sebagaian kecil organ tubuh.
2.3.2 Penyebaran Abalone
Setiawati et all. (1995) menyatakan bahwa Abalone terdapat
diperairan pantai berkarang di laut terbuka mulai dari tepi perairan
21
pantai yang dangkal sampai kedalaman 2 m. Abalone biasanya dapat
di temukan pada balik karang atau bebatuan yang permukaannya kasar
serta gelap. Induk akan lebih mudah di tangkap dalam keadaan
istirahat, dimana nelayan akan melepas dan mengangkat dengan
menggunakan alat tangkap berupa besi yang ujungnya dibuat pipih.
2.3.3 Pengumpulan Induk Abalone Di Alam
Pengumpulan induk alam dilakuakan dengan membeli dari para
pengepul serta nelayan di sekitar perairan Pantai Kuta dan Pantai
Seger. Pengumpulan induk dilakukan saat terjadi bulan purnama dan
bulan gelap, karena pada saat itu terjadi surut terendah sehingga
memudahkan nelayan untuk menangkap induk (Septyan, 2006)
Penangkapan di lakukan dengan meletakkan besi pengait pada
bagian posterior yaitu diantara cangkang dan kepala, hal ini
dimaksudkan untuk mencegah terlukanya Abalone dan nelyan dapat
lebih mudah menangkap ketika Abalone bergerak (Stickney, 2000).
Menurut Septyan (2006), peroses seleksi induk dilakukan
setelah induk yang ditangkap nelayan terkumpul dan dimasukkan
dalam wadah ember bervolume 15 liter. Induk yang di seleksi adalah
induk yang memiliki cangkang untuh dan tidak retak, tidak ada bekas
luka pada tubuhnya, gerakan lincah serta memiliki panjang tubuh 3,5
– 6 cm dan telah matang gonat.
2.3.4 Penanganan Induk Abalone di Hatchery
Induk alam yang baru datang di aklimatisasi selama kurang
lebih 30 menit dan bila kondisi induk yang berada di dalam toples
22
bergerak lincah dan menggeliatkan tubuhnya maka proses
aklimatisasi berhasil (Setiawati et all, 1995).
Abalone dimasukkan dalam keranjang pemeliharaan induk
dengan jumlah 30 – 35 ekor pada tiap keranjangnya. Hal ini
dimaksudkan agar populasi Abalone dalam keranjang tidak terlalu
padat yang akan berpengaruh terhadap persaingan makanan,
persaingan oksigen dan juga parsaingan substrat penempelan
(Setyono, 2003).
Induk jantan ditempatkan dalam keranjang berwarna merah
sebanyak enam keranjang, sedangkan induk betina ditempatkan dalam
keranjang berwarna hijau atau biru sebanyak delapan keranjang. Hal
ini dimaksudkan untuk memudahkan dalam penyeleksian induk –
induk matang gonat pada waktu pemijahan (Septyan, 2006).
Induk membutuhkan substrat menempel selama masa
pemeliharaan. Substrat yang digunakan sebagai tempat menempel
adalah genting ukuran 30 x 22 cm dan potongan pipa 8 inci dengan
panjang 20 – 30 cm berwarna hitam (Septyan, 2006).
Bak yang digunakan untuk pemeliharaan induk adalah bak
beton berukuran 5 x 1 x 1 m. Jumlah bak pemeliharaan induk yang
tersedia ada enam bak, namun yang diisi untuk pemeliharaan induk
ada dua bak. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan dalam
pembersihan bak, dimana bak–bak kosong dijadikan bak cadangan
bila bak pemeliharaan induk yang terisi telah kotor (Septyan, 2006).
Bak pemeliharaan induk di lengkapi dengan delapan titik aerasi
yang terletak di tengah – tengah bak, dan jarak antara titik aerasi
adalah 20 cm dan batu aerasi diletakan tepat diantara keranjang hal ini
23
disesuaiakan dengan posisi keranjang pemeliharaan induk di dalam
bak yang berjejer dengan jarak antar kerajang 10 – 15 cm. Hal ini
dimaksudkan agar kotoran yang dihasilkan tidak menumpuk karena
ruang yang terbatas antar keranjang, selaian itu agar suplai oksigen
dapat merata karena ada ruang untuk meletakan aerasi (Septyan,
2006).
Pada dasar bak dibuat konstruksi pipa 0,5 inci berbentuk segi
empat atau kotak memanjang dan digunakan sebagai alas keranjang
induk. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan pembersihan kotoran,
dimana kotoran yang jatuh kedasar bak tidak akan tertumpuk pada
dasar keranjang. Hal ini karena ada ruang kosong dibawah keranjang
dan kotoran akan terbawa aliran air menuju saluran outlet. Ketinggian
air pada bak pemeliharaah induk berkisar antara 40 – 50 cm (Septyan,
2006).
Pembersihan bak dilakukan setiap hari atau minimal dua hari
sekali dengan menguras total air dalam bak, menyikat bak serta
membersihkan kotoran serta sisa pakan. Hal ini dilakukan karena
jumlah kotoran serta sisa pakan yang di hasilkan dan tidak terdorong
menuju saluran outlet makin banyak tiap harinya. Begitu juga dengan
pembersihan keranjang induk yang dilakukan dua minggu sekali
dimana keranjang lama yang telah kotor dan banyak di tumbuhi teritip
dibersihkan dan diganti dengan keranjang baru (Stickney, 2000)
2.3.5 Pengelolaan Pakan Induk Abalone
Menurut Septyan (2006), pakan Abalone berupa rumput laut
dari jenis Gracillria sp. frekuensi pemberian pakan induk yaitu setiap
24
hari dengan dosis pakan yang diberikan berkisar 12 – 15 % dari total
berat induk per keranjang.
Pakan di tampung dalam bak berukuran 2 x 2 x 1,5 m yang
terbuat dari beton yang dialiri air sampi ketinggian 0,5 m. Rumput laut
dalam bak penampungan pakan harus ditebar merata dan tidak
bertumpuk karena akan mempercepat peroses pembusukan (Septyan,
2006).
Sebelum pemberian pakan, pakan rumput laut dari jenis
Gracillaria sp. di bersihkan dari kotoran serta binatang – binatang
yang menempel. Hal ini bertujuan untuk membersihkan pakan dari
kotoran – kotoran yang menempel seperti lumpur serta binatang-
binatang laut (teritip, kepiting atau binatang laut) yang merupakan
kompetitor serta peredator bagi Abalone (Septyan, 2006).
2.3.6 Teknik Pemijhan Abalone
A. Persiapan Bak Pemijahan
Menurut Septyan (2006), pemijahan dilakukan dalam bak
fiberglass ukuran 1,5 x 0,5 x 0,5 m persiapan pemijahan dilakukan
dua hari sebelum pemijahan, meliputi pembersihan bak induk, mengisi
bak dengan air laut hingga ketinggian air 75 % dari tinggi bak,
memasang aerasi, dan mengalirkan air sehingga pergantian air
mencapai 100%. Sebagai tempat penempelan induk maka di dalam
bak pemijahan diletakkan shelter berupa potongan pipa 8 inci
sebanyak satu buah.
25
B. Seleksi Induk
Seleksi induk matang gonad di lakukan 1-2 hari sebelum
pemijahan untuk menghindari terjadinya pemijahan lebih awal.
Seleksi induk menggunakan sepatula untuk melihat tingkat
kematangan gonad. Gonad induk jantan berwarna merah muda atau
orange kekuningan, sedangkan induk betina berwarna hijau muda
(Capinpin, 1998 dalam Setyono, 2005a).
Perbandingan induk jantan dan betina untuk pemijahan adalah
1:2 atau 1:3. Induk yang diseleksi adalah yang telah matang gonad
penuh (fully ripe) dengan cirri-ciri gonad mengembung terisi penuh
telur dan presentase penutupan gonad terhadap kelenjar pencernaan
pada induk yang matang gonad (fully ripe) adalah lebih dari 50%
(Setiawati et all, 2005)
C. Pemijahan
Pemijahan Ablone berlangsung pada pukul 23.00 sampai
dengan 05.00. Suasana ruang pemijahan harus tenang dan gelap yang
di dasarkan pada pola tingkah laku pemijahan induk di alam bebas
dimana induk akan mencari celah karang serta bebatuan yang
berwarna gelap unuk mengeluarkan telurnya (Septyan, 2006)
D. Pemanenan Telur
Menurut Septyan (2006), pemanenan telur dilakukan pada
pukul 06.00 sampai dengan 07.00. Alat yang digunakan untuk
pemanenan telur adalah saringan telur dengan ukuran mata jaring 80
dan 200 mikron. Sistem penyaringan telur adalah dengan system
26
bertingkat dimana saringan telur dengan ukuran mata jaring 200
mikron untuk menyaring kotoran sedangkan saringan 80 mikron untuk
menyaring telur. Telur yang disipon adalah telur yang melayang-
layang dalam badan air, sedangkan telur yang mengendap disipon
namun ditampung dalam toples yang berbeda.
2.3.7 Teknik Pemeliharaan Larva Abalone
A. Persiapan Pakan Awal Larva
Menurut Setyono (2005b), memberikan pakan untuk larva
berupa benthic diatom dari jenis Nitzschia sp. dan mengkulturnya
dalam bak fiberglass berukuran 3 x 1 x 0,6 m. Septyan (2006)
mengatakan bahwa langkah - langkah yang harus dilakukan dalam
persiapan pakan awal larva antara laian :
a. Mencuci bak persiapan pakan manggunakan kaporit dengan
dosis 0.5 mg/l dengan cara melarutkannya terlebih dahulu
kedalam air laut kemudian menyiramkan pada seluruh
permukaan bak. Setelah 30 menit bak kemudian dibilas dengan
air laut.
b. Membuat substrat penempelan atau Rearing Plate (RP) dengan
menyusun lembaran atau plate yang terbuat dari bahan
polyvinyl sebanyak 5 lembar. Sedangkan jarak antara plate
adalah 3 – 5 cm yang disusun dengan pipa paralon (3/4 inci).
c. Menyusun Rearing Plate sebanyak 20 – 25 set di dalam bak dan
meletakkannya dalam posisi tegak.
27
d. Memasang penyaring air atau filter bag ukuran mata jaraing 10
mikron pada saluran pamasukan air, kemudian mengisi air
dalam bak persiapan pakan hingga volume 1,8 m kubik.
e. Memasang aerasi di dalam bak persiapan pakan awal sebanyak
lima titik aerasi dan ditempatkan di tengah bak. Sedangkan
jarak antara titik aerasi adalah 50 cm.
f. Mengaklimatisasi inokulan Nitzschia sp. yang dikultur di
laboratorium pakan alami selama 30 – 60 menit. Setelah proses
aklimatisasi, selanjutnya menebar inokulan sebanya 40 – 50
liter untuk setiap bak volume 1.8 m kubik.
g. Memupuk bak persiapan pakan awal larva dengan campuran
pupuk cair dan silikat dengan dosis 15 dan 10 mg / l.
B. Pemeliharaan Larva
Menurut Septyan (2006), pemeliharaan larva dimulai sejak
menebar telur pada bak pemeliharaan dan sebelumnya melakukan
proses aklimatisasi 15 – 30 menit. Pergantian air tidak dilakukan
selama sepuluh hari masa pemeliharaan sejak penebaran telur.
Penyiponan bak dilakukan setelah umur pemeliharaan dua bulan
menggunakan selang sipon 0,2 inci dan tahapan yang dilakukan
selama pemeliharaan larva antara lain :
a. Menebar larva ke dalam bak setelah proses aklimatisasi selesai
dengan menuangkan secara berlahan.
b. Memberi aersi pada bak sebanyak lima titik dan membuat aerasi
dengan kekuatan sedang.
28
c. Memberi pakan Gracillaria sp. kepada benih setelah berumur
pemeliharaan 2 – 2,5 bulan. Sedangkan frekuansi pemberian
pakan sekali sehari dengan cara meletakkan pakan diatas
Rearing Plate.
d. Membersihkan bak dengan cara menyiphon bak pemeliharaan
benih dengan menggunakan selang sipon 0,5 inci.
e. Mengecek kesehatan benih dengan memisahkan atau
membuang benih yang mati di dalam bak pemeliharaan.
C. Panen Benih
Benih yang siap dipanen adalah benih dengan umur
pemeliharaan 8 – 9 bulan. Proses pemanenan di lakukan dengan
menggunakan spatula untuk melepaskan Abalone dari substratnya.
Proses ini harus dilakuakna dengan hati – hati agar benih yang akan di
kirim tidak mengalami stres ataupun terluka anggota tubuhnya
(Septyan, 2006).
29
III. METODE PRAKTEK
3.1 Waktu Dan Tempat
Kegiatan Praktek Sistem Ganda ( P S G ) ini dilakukan dari
tanggal 24 Januari sampai dengan tanggal 24 Februari 2007, dengan
lokasi praktek di Balai Budidaya Laut Lombok (BBL-L), Stasiun
Gerupuk, Nusa Tenggara Barat.
3.2 Alat Dan Bahan
Dalam pelaksanaan Praktek Sistem Ganda ( P S G ) alat dan
bahan yang digunakan sebagai berikut :
3.2.1 Alat
Peralatan yang di gunakan dalam kegiatan peraktek dapat di
lihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Peralatan yang digunakan dalam kegiatan
praktek.
No. Alat Jumlah Fungsi
1
2
3
4
Batu aerasi dan
pemberat aerasi
Selang aerasi
Keranjang pelastik
Waring
102
102
17
17
Salah satu elemen dalam
pensuplaian oksigen.
Salah satu elemen dalam
pensuplaian oksigen.
Wadah pemeliharaan induk
abalone.
Penutup wadah.
Media perlindungan dan
30
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
Shelter pipa
Genting
Timbangan pakan
Filter bag
Spatula
Toples
Becker glass
Piring
Hand counter
Selang siphon
Bak induk
Bak pemijahan
Bak pengumpul telur
Perahu sampan
Tali jangkar PE
berdiameter 10 mm
Tali rentang PE
berdiameter 4 mm
Jangkar
Peralatan budidaya
(keranjang, pisau,
gergaji, dan parang)
Tali jangkar sudut PE
berdiameter 6 mm.
Pelampung
Pelampung botol aqua
Timbangan gantung.
17
17
2
8
8
5
2
1
1
3
6
2
1
2
secukupnya
secukupnya
4
secukupnya
secukupnya
secukupnya
secukupnya
1
penempelan induk abalone.
Media perlindungan dan
penempelan induk abalone.
Untuk mangukur pakan.
Menyaring air laut.
Melepaskan abalone.
Wadah penampungan telur.
Wadah untuk sampling.
Media penghitungan telur.
Alat menghitung telur dan benih.
Membersihkan kotoran dalam bak.
Wadah pemeliharaan induk.
Wadah pemijahan induk.
Wadah penampung telur.
Media pengontrol rumput laut.
Tali utama pada metode Long Line
Tali pengikat jangkar
Pemberat pada Long Line dan
rakit apung
Alat pembuat rakit
Tali pengikat jangkar
Salah satu media dalam metode
long line.
Salah satu media dalam metode
long line.
Alat penimbang bibit rumput laut
Alat penjemur rumput laut
31
27
28
29
Para – para.
Pisau kerja.
Karung plastik.
secukupnya
6
secukupnya
Pemotong rumput laut
Alat pengepak rumput laut
3.2.2. Bahan
Bahan – bahan yang di gunakan untuk mendukung kegiatan
peraktek ini dapat di lihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Bahan – bahan yang digunakan.
No. Bahan Fungsi
1
2
3
4
Abalone
Rumput laut
Udang
Kaporit
Biota yang dipelihara.
Biota yang dipelihara dan pakan abalone.
Biota yang dipelihara.
Pensteril bak.
32
IV. HASIL PRAKTEK
4.1 Penanganan Udang
4.1.1 Persiapan Bak Pemeliharaan Udang
Bak yang di gunakan untuk pemeliharaan udang adalah bak
beton (ukuran 7 x 5 x 2 m) atau volume 70 m kubik. Jumlah bak
pemeliharaan yang tersedia adalah 6 bak. Bak pemeliharaan udang di
lengkapi 9 titik aerasi.
Sebelum bak di gunakan untuk pemeliharaan bak di sikat
sampai bersih, bila perlu bagian dalam bak di cat dengan warna biru
muda yang bertujuan untuk menyamai warna lingkungan hidup udang,
setelah itu bak di sterilkan menggunakan larutan kaporit dengan dosis
10 ppm dan dibiarkan selama 6 jam, kemudian dibilas dengan air asin
sampai aroma kaporit hilang.
Sebelum bak diisi dengan air, pipa saluran pembuangan
dibungkus terlebih dahulu dengan jaring yang bermata jaring 0,5 mm,
yang bertujuan untuk menghindari benur keluar dari bak. Pada
saluaran pemasukan air ditutup dengan water bag agar air yang masuk
kedalam bak steril. Bak diisi air asin 75% dari volume bak dengan
keadaan air mengalir dan aerasi tetap terbuka.
4.1.2 Penebaran Benur
Benur yang baru datang dikeluarkan dari Sterofom dan kertas
plastik pembungkus benur dimasukan kedalam bak yang sudah
33
disiapkan untuk peroses aklimatisasi lebih kurang 30 menit,
selanjutnya ikatan pembungkus plastik dibuka dan biarkan air di
dalam bak masuk kedalam pembungkus bercampur dengan air di
dalam plastik, biarkan benur udang keluar dengan sendirinya ke dalam
bak, setelah semua benur keluar, kantong plastik pembungkus benur
dipindahkan. Di dalam bak yang berukuran 7 x 5 x 2 m sebaiknya
ditebar 75 – 100 benur agar pertumbuhan benur maksimal.
4.1.3 Perawatan Benur
Benur biasanya sudah dapat diberi pakan pelet yang sudah
dihaluskan dengan dosis 10 – 20 % dari berat udang seluruhnya dalam
bak. Pakan diberikan 6 kali dalam 24 jam, tiap pemberian pakan
berselang 4 jam. Pemberian pakan sebaiknya tidak berlebihan agar
pakan tidak menumpuk didasar bak karena dapat menyebabkan
perairan di dalam bak keruh dan berbau.
Pada hari ke dua setelah penebaran benur, bak disipon untuk
menghindari pengendapan pakan didasar bak dan kekeruhan perairan
dalam bak, dan penyiponan sebaiknya dilakukan 1 kali sehari
setelahnya.
Setelah benur berukuran 4 cm atau lebih, benur sebaiknya
diberikan pakan ikan rucah yang sudah dipotong kecil – kecil karena
ikan rucah memiliki kandungan protein yang tinggi dan dapat
merangsang pertumbuhan udang. Pemberian pakan pun dikurangi
sampai 2 kali sehari dengan dosis pemberian pakan 10 – 20 % dari
berat udang seluruhnya di dalam bak.
34
4.2 Penanganan Rumput Laut
4.2.1 Pengikatan Bibit Dan Penanaman Rumput Laut
Pengikatan bibit rumput laut di Balai Budidaya Laut
Lombok Setasiun Gerupuk ialah dengan cara membuka
pelintiran tali nilon dan memasukkan tali rafia dengan jarak 25 – 30
cm yang dilipat dan kemudian ujung tali rafia dimasukkan ke dalam
lipatan dan ditarik kencang. Bibit rumput laut diikat kan dengan cara
menempatkan bibit diantara lipatan dan mengikatnya dengan simpul
hidup.
A. Pengangkutan Bibit
Pada saat pengangkutan diupayakan agar bibit tetap terendam di
dalam air laut. Apabila pengangkutan dilakukan melalui udara atau
darat, bibit sebaiknya dimasukan ke dalam kotak karton yang berlapis
plastik. Kemudian bibit disusun secara berlapis dan berselang - seling
yang dibatasi dengan lapisan kapas atau kain yang dibasahi air laut.
Bibit dijaga agar terhindar dari minyak, kehujanan, maupun terkena
cahaya matahari secara langsung.
Dalam menjaga kualitas produksi rumput laut dilakukan
penggantian bibit yang layu dan kurus dengan bibit yang baru, untuk
mendapatkan bibit yang berkualitas baik. Sebaiknya bibit berasal dari
bibit khusus yang tersedia dilokasi budidaya.
B. Penanaman
35
Sebelum penanaman, rumput laut dikumpulkan dahulu pada
tempat tertentu misalnya keranjang atau bak. Pada saat penyimpanan
bibit diusahakan terhindar dari minyak, kehujanan, maupun
kekeringan. Setelah bibit tersedia maka dilanjutkan dengan kegiatan
penanaman. Untuk metode Rakit Apung dan Long Line, kegiatan
penanaman rumput laut dilakukan didarat pada tempat sejuk sehingga
tidak terkena cahaya matahari secara langsung.
Pada saat pengikatan bibit harus terus dalam keadaan basah,
agar mendapat keseragaman pertumbuhan bibit sebaiknya ditimbang
atau dikira – kira dengan berat 50 – 100 gr baru kemudian dipotong
dan diikatkan pada tali PE 0,2 mm atau tali rafia ( tali pengikat bibit )
dan seterusnya diikatkan pada kerangka rakit ataupun tali ris ( pada
metode Long Line ).
4.2.2 Perawatan Rumput Laut
Adapun kegiatan – kegiatan yang dilakukan dalam perawatan
rumput laut adalah sebagai berikkut :
a. Perawatan yang dilakukan setiap hari untuk membersihkan
rumput laut dari tanaman pengganggu dan menyisip atau
menyulam tanaman yang mati dan terlepas yang dilakukan pada
minggu pertama setelah rumput laut di tanam.
b. Mengganti tali yang sudah lapuk atau rusak atau menguatkan
jangkar yang goyah.
c. Menguatkan tali ikatan tanaman agar tidak terlepas dan saling
terkait satu dengan yang lainnya yang dapat menyebabkan
tanaman patah.
36
d. Membersihkan lumpur yang melekat pada tanaman dan tali
karena dapat memperlambat pertumbuhan.
e. Mengganti rumput laut yang rusak atau mati dengan yang baru.
Monitoring pertumbuhan rumput laut di lakukan beberapa kali
dengan cara sampling setiap dua minggu yang di lakukan secara acak.
4.2.3 Panen Dan Penanganan Hasil Panen
A. Cara Panen
Panen dilakukan dengan mengangkat tanaman sekaligus.
Pelepasan tanaman dari tali ris dilakukan di darat dengan membuka
ikatan tali rafia pada tanaman atau memotong tanaman. Keuntungan
pemanenan dengan cara ini adalah pemanenan dapat dilakukan dalam
waktu singkat dan dapat melakukan pananaman atau pengikatan
kembali bibit – bibit rumput laut dengan memilih bagian – bagian dari
tanaman yang muda dengan laju pertumbuhan yang tinggi, sehingga
kandungan keragenan yang dihasilkan akan relatif lebih tinggi.
B.Penanganan Hasil
Metode penanganan hasil yang di terapkan di balai Budidaya
Laut Lombok Stasiun Gerupuk ialah dengan cara langsung di jemur
setelah panen. Setelah panen rumput laut langsung di jemur di atas
para – para atau di alasi agar tidak bercampur dengan pasir, tanah
ataupun benda – benda asing lainnya. Kalau cuaca baik biasanya
pengeringan berlangsung 2 – 3 hari dengan kekeringan 30 – 35 % dan
di simpan di dalam gudang yang tidak lembab.
37
4.2.4 Metode Budidaya Rumput Laut
Metode budidaya rumput laut yang digunakan di Balai
Budidaya Laut Lombok ( BBL-L ) yang berlokasi di Dusun Gerupuk
Desa Sengkol Kecamatan Pujut Kabupaten Lombok Tengah adalah
menggunakan metode Long Line sedangkan masyarakat disekitar
Balai Budidaya menggunakan metode rakit apung.
A. Metode Long Line
Metode Long Line adalah metode budidaya dengan
menggunakan tali panjang yang dibentangkan. Metode budidaya ini
banyak diminati karena alat dan bahan yang digunakan tahan lama dan
mudah untuk didapatkan. Tekhnik budidaya rumput laut dengan
metode ini adalah menggunakan tali sepanjang 10 – 100 m yang pada
ke dua ujungnya diberi pelampung utama yang terbuat dari drum
plastik atau styrofoam. Pada setiap jarak 5 m diberi pelampung berupa
potongan styrofoam atau botol aqua bekas.
Pada pemasangan tali utama harus diperhatikan arah arus pada
posisi sejajar atau sedikit menyudut untuk menghindari terjadinya
belitan tali satu dengan yang lainnya. Bibit rumput laut sebanyak 50 –
100 gr diikatkan pada sepanjang tali dengan jarak antara titik lebih
kurang 25 cm. Jarak antara tali satu dalam satu blok adalah stengah
meter dan jarak antara blok satu meter dengan mempertimbangkan
kondisi arus dan gelombang setempat. Dalam satu blok terdapat 4 tali
yang berfungsi untuk jalur sampan pengontrolan.
Spesifikasi alat :
1. Bahan dan alat utama
38
a. Tali titik ukuran Poli Etilen (PE) berdiameter 4 mm.
b. Tali jangkar ukuran Poli Etilen PE berdiameter 10 mm.
c. Tali jangkar sudut Poli Etilen PE berdiameter 6 mm.
d. Pelampung 6 buah.
e. Pelampung botol aqua secukupnya.
2. Sarana Penunjang
a. Perahu sampan 1 buah.
b. Timbangan gantung.
c. Waring 50 x 50 m.
d. Para – para.
e. Pisau kerja.
f. Karung plastik.
B. Metode Rakit Apung
Metode Rakit Apung adalah cara pembudidayaan rumput laut
dengan menggunakan rakit yang terbuat dari bambu atau kayu.
Metode ini cocok di terapkan pada perairan berkarang dimana
pergerakan air didominasi oleh ombak. Penanaman dilakukan dengan
menggunakan rakit atau kayu. Ukuran setiap rakit sangat berpariasi
tergantung pada kesediaan material. Ukuran rakit dapat diseseuaikan
dengan kondisi perairan tetapi pada perinsipnya ukuran rakit dibuat
tidak terlalu besar untuk mempermudah perawatan rumput laut yang
ditanam.
Untuk menahan agar rakit tidak hanyut terbawa arus, digunakan
jangkar atau patok dengan tali Poli Etilen (PE) berukuran 10 mm
sebagai penahannya. Untuk menghemat areal dan memudahkan
39
pemeliharaan beberapa rakit dapat digabungkan menjadi satu dan
setiap rakit di beri jarak 1 m, bibit 50 – 100 gr diikatkan pada tali rafia
berjarak 20 – 25 cm pada setiap titiknya.
Pertumbuhan tanaman yang menggunakan metode apung ini
umumnya lebih baik dari pada metode Lepas Dasar, karena
pergerakan air dan intensitas cahaya cukup memadai bagi
pertumbuhan rumput laut. Metode apung memiliki keuntungan lain
yaitu pemeiharaannya mudah dilakukan, terbatasnya tanaman dari
gangguan bulu babi dan binatang laut lainnya, kurangnya tanaman
yang hilang karena lepasnya cabang – cabang, serta pengendapan pada
tanaman lebih sedikit.
Kerugian dari metode ini adalah biaya lebih mahal dan waktu
yang di butuhkan untuk pembutan sarana budidaya yang relatif lebih
lama. Sedangkan bagi tanaman itu sendiri adalah tanaman terlalu
dekat dengan permukaan air, sehingga tanaman sering muncul ke
permukaan air terutama pada saat laut kurang berombak. Munculnya
tanaman ke permukaan air dalam waktu lama dapat menyebabkan
cabang – cabang tanaman menjadi pucat karena kekurangan pigmen
dan akhirnya akan mati.
Sarana dan peralatan yang di butuhkan dalam satu unit rakit :
a. Tali jangkar Poli Etilen (PE) berdiameter 10 mm.
b. Tali rentang Poli Etilen (PE) berdiameter 4 mm.
c. Jangkar 4 buah.
d. Tali D15.
e. Tempat penjemuran.
f. Peralatan budidaya (keranjang, pisau, gergaji, dan parang).
40
g. Perahu jukung 1 unit.
h. Bibit rumput laut.
4.3 Penanganan Induk Dan Pembenihan Abalone
4.3.1 Pengumpulan Induk Alam
Induk abalone yang dipijahkan didapat dengan cara membeli
induk dari nelayan atau pengepul. Pengepul manangkap induk
disekitar perairan Pantai Kuta yang banyak ditumbuhi rumput laut
jenis Gracillaria sp., Hipnea sp., Ulva sp., dan Eucheuma sp.
sedangkan langkah – langkah yang dilakukan dalam pengumpulan
induk alam adalah sebagai berikut :
a. Mempersiapkan media transportasi induk berupa wadah plastik
(toples) dengan volume 15 liter. Sedangkan alat yang digunakan
untuk menyeleksi induk yaitu spatula serta plastik packing
ukuran 30 x 3 x 0,5 cm.
b. Nelayan menangkap induk dengan menggunakan alat tangkap
berupa besi pengait yang ujungnya dibengkokkan. Proses
panangkapkan dengan menyelam pada kedalaman 2 m di
perairan Pantai Kuta dan dilengkapi dengan kaca mata selam
(snorkle) dan jaring kantung untuk menampung abalone yang
tertangkap.
c. Membawa induk ke darat kemudian menimbangnya. Setelah
ditimbang, kemudian pengepul memasukkan induk kedalam
ember hitam bervolume 15 liter.
41
d. Melakukan penyeleksian dengan mengecek kondisi tubuh serta
kematangan gonad induk. Seleksi diawali dengan mengecek ada
tidaknya luka pada anggota tubuh serta cangkang. Setelah itu
membuka bagian tubuh sebelah kanan yaitu dibawah cangkang
sehingga akan terlihat gonad dan memilih induk – induk yang
telah matang gonad penuh.
e. Memasukkan induk yang telah diseleksi kedalam toples
kemudian mengisi toples dengan air laut secukupnya.
f. Menimbang bobot tubuh induk kemudian memasukkannya
kembali ke dalam toples yang berisi air laut.
g. Membawa induk yang telah diseleksi menuju hatchery dengan
menggunakan wadah toples.
4.3.2 Penanganan Induk Di Hatchery
Induk yang di tangkap di Pantai Kuta merupakan abalone dari
jenis Haliotis asinina dimana jenis ini yang mendominasi di perairan
tersebut. Sesampainya di hetchery, tahapan – tahapan yang di lakukan
terhadap induk antara lain :
a. Malakuka proses aklimatisasi pada induk sampai di hatchery
dengan cara meletakkan toples di bawah kran air laut.
Kemudian mengalirkan air laut ke dalam toples secara perlahan
– lahan selama lebih kurang 30 menit.
b. Mempersiapkan keranjang pemeliharaan induk. Membersihkan
dan menjemur keranjang di bawah sinar matahari sebelumnya.
c. Maletakkan shelter ke dalam keranjang pemeliharaan induk
sebanyak satu pasang. Shelter yang digunakan berupa genting
42
berukuran 30 x 22 cm serta potongan pipa 8 inci berwarna
hitam dengan panjang 30 – 40 cm.
d. Memasukkan induk sebanyak 30 – 35 ekor pada setiap
keranjang pemeliharaan.
e. Memasukkan keranjang – keranjang ke dalam bak pemeliharaan
induk.
f. Meletakkan 5 – 6 buah keranjang dalam setiap bak
pemeliharaan induk.
g. Mangalirkan air dalam bak pemeliharaan sampai ketinggian
lebih kurang 50 cm.
h. Melakukan pergantian air dalam bak pemeliharaan setiap hari
selama masa pemeliharaan.
i. Memasang aerasi dalam bak pemeliharaan induk sebanyak
delapan titik aerasi dan jarak antar titik 50 cm.
j. Memberi pakan induk baru dengan Gracillaria sp. yang masih
segar dengan dosis 12 - 15 % dari berat total induk dalam bak.
k. Membersihkan bak pemeliharaan induk setiap satu atau dua hari
sekali dengan cara menguras seluruh air dalam bak, kemudian
memindahkan keranjang – keranjang pemeliharaan induk
menuju bak pemeliharaan lainnya yang sudah dibersihkan
sebelumnya.
l. Menyikat seluruh permukaan bak pemeliharaan sehingga
kotoran yang menempel bersih, kemudian mengeringkan bak
pemeliharaan satu sampai dua hari.
43
m. Setiap hari selalu melakukan pengecekan kesehatan induk pada
setiap keranjang pemijahan. Kemudian memindahkan induk
yang telah mati dari keranjang.
4.3.3 Pengelolaan Pakan Induk
a. Menampung pakan Gracillaria sp. dalam bak penampungan
berukuran 2 x 2 x 1.5 m dan mengalirkan air sehingga terjadi
pergantian air.
b. Mencuci dan membilas pakan dari kotoran serta hewan air
dengan menggunakan air laut yang di alirkan melalui kran.
c. Memberi pakan induk dengan dosis 12 – 15 %, dengan
frekuensi pemberian pakan satu atau dua kali sehari.
d. Memberi pakan dengan menyebarnya secara merat di dalam
keranjang induk.
4.3.4 Teknik Pemijahan
Tahapan – tahapan yang dilakukan dalam pemijahan induk
adalah sebagai berikut :
A. Persiapan Bak Pemijahan
Bak pemijahan yang digunakan adalah bak fiberglass yang
berukuran 1,5 x 0.5 x 0.5 m persiapan bak pemijahan meliputi :
a. Membersihka bak pemijahan tiga hari sebelum pemijahan
dengan cara menyikat seluruh permukaan bak, kemudian
membilas dan mengeringkannya selama dua hari.
b. Meletakkan shelter berupa potongan pipa 8 inci sebanyak satu
buah.
44
c. Memberikan aerasi pada bak dengan kekuatan sedang dan
meletakkannya di tengah bak kemudian mengisi air dalam bak
pemijahan hingga ketinggian 30 cm.
d. Memasang saringan pengumpul telur atau planktonnet ukuran
mata jaring 80 mikron pada wadah penampungan telur
berukuran 50 x 20 x 20 cm.
B. Seleksi Induk
Melakukan seleksi induk 1 – 2 hari sebelum tanggal pemijahan
yaitu pada bulan purnama dan bulan gelap. Hal – hal yang dilakukan
dalam penyeleksian induk meliputi :
a. Menyeleksi induk yang dipelihara dalam bak pemeliharaan
dengan menggunakan spatula yaitu dengan membuka cangkang
dan melihat tingkat kematangan gonadnya.
b. Memasukkan induk yang telah diseleksi ke dalam wadah plastik
berupa toples bervolume 15 liter dan memberi aerasi dengan
kekuatan sedang.
c. Memisahkan induk jantan dan betina dalam wadah atau toples
yang berbeda dan mengisi air ke dalam wadah sebanyak 2 – 3
liter. Membawa induk – induk yang telah di seleksi menuju
ruang pemijahan yang terletak bersebelahan dengan bak
pemeliharaan induk.
45
C. Pemijahan
a. Memasukkan induk yang telah diseleksi ke dalam bak
pemijahan satu – persatu dengan perbandingan jantan dan
betina adalah 1 : 2 atau 1 : 3.
b. Menutup bak pemijahan dengan menggunakan waring ukuran
mata jaring 5 mm.
c. Membuat suasana ruang pemijahan gelap dan setenang
mungkin dengan menutup jendela serta pintu kemudian
mematikan lampu penerang pada ruang pemijahan.
D. Pemanenan Telur
a. Mempersiapkan wadah dan alat pemanenan telur berupa
saringan telur ukuran mata jaring 80 dan 200 mikron.
b. Melepaskan planktonnet dan memindahkan telur yang
terkumpul di dalamnya ke dalam toples yang telah diisi air laut.
c. Memanen telur yang masih tertinggal di dalam bak pemijahan
dengan menggunakan selang sipon 0,5 inci dan menampung
telur di dalam toples.
4.3.5 Teknik Pemeliharaan Larva
A. Persiapan Pakan Awal Larva
Memberikan pakan untuk larva berupa benthic diatom dari jenis
Nitzschia sp. dan mengkulturnya dalam bak fiberglass berukuran 3 x 1
x 0,6 m. langkah - langkah yang harus dilakukan dalam persiapan
pakan awal larva antara laian :
46
a. Mencuci bak persiapan pakan manggunakan kaporit dosis
0.5 mg/l dengan cara melarutkannya terlebih dahulu kedalam
air laut kemudian menyiramkan pada seluruh permukaan bak.
Setelah 30 menit bak kemudian dibilas dengan air laut.
b. Membuat substrat penempelan atau Rearing Plate (RP)
dengan menyusun lembaran atau plate yang terbuat dari bahan
polyvinyl sebanyak 5 lembar. Sedangkan jarak antara plate
adalah 3 – 5 cm yang disusun dengan pipa paralon (3/4 inci).
c. Menyusun Rearing Plate sebanyak 20 – 25 set di dalam bak
dan meletakkannya dalam posisi tegak.
d. Memasang penyaring air atau filter bag ukuran mata jaraing
10 mikron pada saluran pamasukan air, kemudian mengisi air
dalam bak persiapan pakan hingga volume 1,8 m kubik.
e. Memasang aerasi di dalam bak persiapan pakan awal
sebanyak lima titik aerasi dan ditempatkan di tengah bak.
Sedangkan jarak antara titik aerasi adalah 50 cm.
f. Mengaklimatisasi inokulan Nitzschia sp. yang dikultur di
laboratorium pakan alami selama 30 – 60 menit. Setelah proses
aklimatisasi, selanjutnya menebar inokulan sebanya 40 – 50
liter untuk setiap bak volume 1.8 m kubik.
g. Memupuk bak persiapan pakan awal larva dengan campuran
pupuk cair dan Silikat dengan dosis 15 dan 10 mg / l.
B. Pemeliharaan Larva
Pemeliharaan larva dimulai sejak menebar telur pada bak
pemeliharaan dan sebelumnya melakukan proses aklimatisaai 15 – 30
47
menit. Pergantian air tidak dilakukan selama sepuluh hari masa
pemeliharaan sejak penebaran telur. Penyiponan bak dilakukan setelah
umur pemeliharaan dua bulan menggunakan selang sipon 0,2 inci.
Tahapan yang dilakukan selama pemeliharaan larva antara lain :
a. Menebar larva ke dalam bak setelah proses aklimatisasi selesai
dengan menuangkan secara berlahan.
b. Memberi aersi pada bak sebanyak lima titik dan membuat
aerasi dengan kekuatan sedang.
c. Memberi pakan Gracillaria sp. kepada benih setelah berumur
pemeliharaan 2 – 2,5 bulan. Sedangkan frekuansi pemberian
pakan sekali sehari dengan cara meletakkan pakan diatas
Rearing Plate.
d. Membersihkan bak dengan cara menyiphon bak pemeliharaan
benih dengan menggunakan selang sipon 0,5 inci.
e. Mengecek kesehatan benih dengan memisahkan atau
membuang benih yang mati di dalam bak pemeliharaan.
4.3.6 Panen Benih
Langkah – langkah yang di lakukan dalam peroses pemanenan
adalah sebagai berikut :
a. Mempersiapkan wadah atau media facking serta substrat
penempelan benih selama transportasi yaitu berupa Gracillaria
sp. (10 gr).
b. Menyeleksi benih yang di kirim dengan spatula kemudian
memasukkan ke dalam plastk packing (volume 20 liter).
48
c. Melakukan peroses pengepakan benih yang dipanen dan akan
di transportasikan menuju lokasi tujuan.
d. Membersihkan serta mengeringkan bak pemeliharaan benih
setelah pemanenan selesai di lakukan.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari Praktek Sistem Ganda ( P S G ) yang dilakukan di Balai
Budidaya Laut Lombok ( B B L – L ) Stasiun Gerupuk Nusa Tenggara
Barat dapat disimpulkan :
1. Pananganan Udang Windu meliputi persiapan bak, penebaran
benur, dan perawatan benur.
2. Ukuran benur yang ditebar adalah D1.
3. Pakan yang diberikan pada benur berupa pelet dalam bentuk
tepung.
4. Penanganan Rumput Laut meliputi pengikatan bibit,
penanaman, perawatan, panen dan penanganan hasil panen.
5. Umur bibit rumput laut yang ditanam adalah 25 - 35 hari.
6. Metode yang digunakan adalah metode Long Line dan metode
Rakit Apung.
7. Penanganan induk dan benih abalone meliputi pengumpulan
induk, penanganan induk, pengelolaan pakan, teknik pemijahan,
teknik pemeliharaan larva dan panen benih.
49
8. Pakan abalone berupa Gracillaria sp. dan pakan larva berupa
benthic diatom dari jenis Nitzchia sp. yang dikultur dalam bak
fiberglass.
5.2 Saran
A. Saran untuk Balai Budidaya Laut Lombok ( B B L – L )
Stasiun Gerupuk adalah agar :
1. Membuat penampungan air tawar yang lebih besar.
2. Tidak mengandalkan air tawar dari aliran PAM saja.
3. Mengadakan penjagaan di balai budidaya agar tidak terjadi
kehilanagan.
B. Saran untuk pegawai lapangan di Balai Budidaya Laut
Lombok (BBL-L) Stasiun Gerupuk adalah agar :
1. Areal penanaman rumput laut diperluas untuk
mendapatkan hasil yang lebih banyak.
2. Pengontrolan dilakukan lebih sering bila keadaan cuaca
buruk.
3. Membuta hatchery penanganan dan pemijahan induk
udang agar tidak perlu membeli benur.
4. Menambah rasio perbandingan induk abalone untuk
meningkatkan peroduksi telur sehingga suplai benih atau
induk tidak selalu mengandalkan dari alam.
C. Saran untuk pembaca bila akan melaksanakan P S G agar :
50
1. Tidak merusak pasilitas yang ada di tempat P S G.
2. Melaksanakan P S G sesuai dengan pengarahan yang
diberikan oleh guru pembimbing.
3. Menjaga nama baik sekolah dan korps.
51
Top Related