Mendidik Anak Pra-Aqil BalighPanduan Mendidik Anak Pra-Aqil Baligh (7−10 Tahun)
Sanksi Pelanggaran Pasal 113
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014
tentang Hak Cipta
(1) SeiapOrangyangdengantanpahakmelakukanpelanggaranhakekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana
penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling
banyakRp100.000.000(seratusjutarupiah).(2) SeiapOrangyangdengantanpahakdan/atautanpaizinPencipta
atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi
Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) hurufc, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan SecaraKomersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (iga)tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00(limaratusjutarupiah).
(3) SeiapOrangyangdengantanpahakdan/atautanpaizinPenciptaatau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi
Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) hurufa, hurufb,hurufe,dan/atauhurufguntukPenggunaanSecaraKomer sial di pidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat)
tahundan/ataupidanadendapalingbanyakRp1.000.000.000,00(satumiliarrupiah).
(4) SeiapOrangyangmemenuhiunsursebagaimanadimaksudpadaayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana de ngan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau
pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliarrupiah).
Nur Aynun
Penerbit PT Elex Media Komputindo
Mendidik Anak Pra-Aqil BalighPanduan Mendidik Anak Pra-Aqil Baligh (7−10 Tahun)
Mendidik Anak Pra-Aqil BalighPanduan Mendidik Anak Pra-Aqil Baligh (7–10 Tahun)
NurAynun©2018,PTElexMediaKompuindo,Jakarta
Hak cipta dilindungi undang-undang
Diterbitkan pertama kali oleh
PenerbitPTElexMediaKompuindoKompas-Gramedia,AnggotaIKAPI,Jakarta
718101152
ISBN: 978-602-04-7787-9
Dilarangkerasmenerjemahkan,memfotokopi,ataumemperbanyaksebagianatauseluruhisibukuinitanpaizintertulisdaripenerbit.
DicetakolehPercetakanPTGramedia,Jakarta
Isi di luar tanggung jawab percetakan
Persembahan v
UcapanTerimaKasih vii
Prolog: Bagaimana Masa Depan Anak-Anak Kita? ix
Bab I Persiapan Menjadi Orangtua 1
Mengapa Harus Menentukan Tujuan 1
BekalyangperluDipersiapkan 7
TanggungJawabMendidikAnak 12
RUANGEVALUASI 19
Bab II Fase Pening Pra-Aqil-Baligh 23
Sebelum Memasuki Fase Pra-Aqil Baligh 23
Memasuki Usia Pra-Aqil Baligh 32
CaraMemengaruhiAkaldanJiwaAnakdiFasePra-AqilBaligh 44
DAfTAr isi
PersiaPan Menjadi
Orangtua
BAB I
“Kita idak akan bingung melangkah, jika tahu ke mana arah tujuan melangkah.” (Anonim)
Mengapa Harus Menentukan Tujuan
LIBURAN BERSAMA KELUARGA
Anak-anak sangat gembira saat Pak Andi memberi tahu
akan membawa mereka jalan-jalan pada libur semester
kali ini. Tapi Pak Andi belum memutuskan mau berlibur ke
mana. Mendengar kata liburan saja sudah cukup membuat
anak-anak gembira. Sebenarnya banyak tugas kantor yang
harus diselesaikan Pak Andi, tapi melihat tetangga- tetangga
mereka sudah banyak yang berencana akan berlibur ke luar
kota, maka keluarga Pak Andi tidak mau ketinggalan.
Mendidik Anak Pra-Aqil Baligh
2
Semua perbekalan sudah disiapkan Ibu. Anak-anak de ngan
senang hati memasukkan perbekalan ke dalam mobil, mu-
lai dari makanan, baju ganti dan tidak ketinggalan baju
renang kalau-kalau nanti akan berenang di water park.
Sudah beberapa tempat wisata yang mereka lewati tapi
selalu saja ada salah satu anggota keluarga yang tidak
setuju. Akhirnya pergi lagi mencari tempat lain kalau-kalau
ada tempat yang lebih seru dan semua anggota keluarga
setuju. Begitu seterusnya hingga akhirnya seharian mereka
hanya mutar-mutar di jalan tanpa jelas mau ke mana.
Semua merasa kelelahan dan kesal, bekal makanan su-
dah habis, mata sudah mengantuk, terlebih Pak Andi yang
akhirnya marah-marah pada anak-anak karena merasa
waktunya jadi terbuang sia-sia.
Sering sekali kita hidup dan melakukan banyak hal hanya ka
rena latah ikutikutan. Apa yang sudah biasa dan lazim dilaku
kan banyak orang, kita pun ikut melakukan hal yang sama. Kita
lupa memikirkan hakikat melakukan sesuatu itu untuk apa, kita
langsung saja ingin ikut melakukannya. Seperi kisah Pak Andi di atas, mereka memilih pergi berlibur karena melihat semua orang
menghabiskan masa liburan dengan jalanjalan, tapi sayang me
reka seperinya idak tahu apa sebenarnya hakikat dari liburan. Kita seolah-olah sudah sangat paham bahwa berlibur ya berari jalan-jalan. Karena idak tahu apa makna liburan, kita jadi ter-lupa menentukan tujuan ingin berlibur ke mana. Tidak ada
peren canaan yang matang karena tujuan belum tahu mau ke
Bab I: Persiapan Menjadi Orangtua
3
mana dan hasilnya adalah kita kelelahan di tengah jalan, waktu
terbuang siasia, perbekalan habis dan uang juga habis. Liburan
yang diharapkan dapat memberikan energi posiif malah men
jadi sebaliknya. Liburan menjadi suasana yang idak nyaman dan membawa energi negaif.
Apakah seperi itu juga kita memaknai sebuah pernikahan? Saat usia telah beranjak dewasa, orangtua cemas kita pun ikut
cemas karena jodoh idak kunjung datang. Tetangga-tetanga mulai usil kenapa kita belum menikah padahal usia sudah mu
lai beranjak kepala iga, kita jadi idak tenang. Kita sibuk meng-ubah penampilan, mempercanik wajah, mencari kerja dengan harapan persiapan itu akan menjadikan kita layak dan siap untuk
menikah. Kita sibuk melakukan pendekatan ke beberapa orang
dengan harapan mungkin dia adalah salah satu jodoh bagi kita.
Bila tujuan kita menikah hanya untuk menghilangkan sta
tus lajang, agar orangtua tenang, agar tetangga idak usil atau asal kita telah bersama dengan pujaan hai, ya memang per-siapan sebatas kebutuhan hidup dan penampilan isik itu sudah cukup.
Apakah sesederhana itu kita mempersiapkan pernikahan? Kita mungkin sudah banyak mendengar kisahkisah orang yang
menikah kemudian cerai, atau seringnya berbeda pendapat dan
egois mempertahankan pendapatnya yang kemudian menjadi
penyebab pertengkaran. Tapi mungkin kita hanya sebatas pri
hain, tahu dan juga pasi idak berharap itu terjadi pada kita, dan mungkin merasa nani kita mampu melaluinya sembari berujar dalam hai badai pasi berlalu, seiap rumah tangga pasi ada masalah, asal kita tetap cinta rumah tangga kita akan bisa
tetap bertahan. Apakah cinta modal utama pernikahan?
Mendidik Anak Pra-Aqil Baligh
4
Kalau memang hanya cinta yang menjadi modal utama sebuah
pernikahan, betapa banyak kita dengar pasangan yang telah
pacaran bertahuntahun karena merasa saling cinta dan telah
saling kenal, tapi di tahun kedua atau keiga pernikahan malah kandas di tengah jalan. Banyak sekali kasus perceraian yang
terjadi pada pasangan yang sebenarnya sudah saling mengenal
bertahuntahun. Atas dasar cinta yang menyalanyala mereka
melangsungkan pernikahan. Dan cinta yang menyalanyala itu
ternyata mudah sekali padam hanya karena iupan angin se poi-sepoi, bukan angin badai yang dahsyat. Di mana letak kesalahan
nya? Di saat cinta idak lagi mampu menyelesaikan sebuah per
masalahan, kita bingung.
Kita sendiri pun idak tahu apa sebenarnya yang kita inginkan dari pernikahan, bagaimana mungkin kita bisa meraih sukses dari
pernikahan? Kalau kita sendiri masih idak tahu apa tujuan kita menikah, mau dibawa ke mana biduk rumah tangga kita, mau
jadi apa kelak anak-anak kita, mau seperi apa kita mengisi hari-hari di rumah tangga kita. Kita bingung, kita hanya sibuk memikir
kan makan, pakaian, rumah, mobil dan segala urusan duniawi
lainnya. Kita sibuk mengumpul uang dengan alasan cinta pada
istri dan anakanak. Agar masa depan tercapai dan anakanak
bisa sekolah yang inggi. Dangkal sekali kita mengarikan tujuan pernikahan. Kita masih gamang saat ditanya apa makna sukses
sebuah rumah tangga.
Sukses adalah mendapatkan apa yang kita inginkan, jika yang
kita inginkan saja idak kita ketahui, bagaimana akan mencapai-nya? Untuk itu pening bagi kita menemukan apa yang sebe
narnya kita inginkan. Sebenarnya kita semua pasi punya tujuan, minimal tujuantujuan kecil yang selalu menyertai kita dalam
Bab I: Persiapan Menjadi Orangtua
5
kehidupan sehari-hari. Lalu bagaimana dengan tujuan besar? Tujuan besarlah yang akan membuat kita lebih bersemangat
untuk hidup dan lebih berari menjalani hidup. Sebesar apa kita menentukan tujuan pernikahan sebesar itu pula kita berupaya
menyiapkan perbekalan, sebesar itu pulalah upaya kita menyele
saikan permasalahan. Semakin kita perbesar tujuan kita semakin
kecil pula permasalahan-permasalah yang mungkin akan imbul seiring perjalanan kita mengayuh bahtera rumah tangga.
Kita bisa cek di Google dengan key word ‘Penyebab utama per
ceraian di Indonesia’, kita mungkin akan tercengang dibuatnya.
Karena ratarata yang menjadi penyebab orang bercerai itu hanya
karena masalah sepele, kalau bukan karena masalah ekonomi ya
paling karena jeleknya komunikasi. Bukan karena alasan yang luar
bisa dan besar, misal karena pasangan berpindah agama.
Jadi menjadi sangat pening dan menjadi hal pertama yang harus kita persiapan dalam menikah adalah menetapkan tujuan.
Kalau kita sudah tahu apa tujuan kita menikah, kita akan tahu
bagaimana menyiapkan bekal, siapa yang akan kita bawa sebagai
pasangan kita dalam mencapai tujuan tersebut. Syarat pasangan
yang kita pilih pasi akan lebih ketat. Bila tujuan kita menikah adalah dalam rangka ibadah tentu syarat yang kita utamakan
juga yang sesuai dengan syarat yang ditetapkan oleh Allah Swt.,
dan sesuai dengan tuntunan Rasulullah saw. Agar pernikahan
yang niatnya sebagai ibadah bisa kita laksanakan dengan sebaik
baiknya. Agar antara suami dan istri bisa saling support untuk
mencapai tujuan pernikahan yang hakiki, yaitu menjadikan
pernikahan sebagai ibadah untuk mencetak generasi penerus
risalah Rasulullah shalallahu aalaihi wassallam dan mencari
ridha Allah subhanahu wata’ala.
Mendidik Anak Pra-Aqil Baligh
6
Memilih pasangan hidup itu idak boleh main-main tapi harus penuh keseriusan, “ahh, ya sudahlah dia saja daripada idak nikah”
pernahkah berpikir seperi itu? Semoga idak sampai seperi itu ya. Menikah bukan perkara mainmain, ini soal tanggung jawab se
bagai hamba Allah. Tanggung jawab untuk mendidik anak sudah di
bebankan pada ayahnya meski anak belum lahir ke dunia, di mulai
dari saat memilih ibu yang baik bagi anakanaknya. Hakikat per
nikahan adalah meneruskan keturunan, meski bukan itu satusatu
nya tujuan, tapi menikah berari harus siap dengan konse kuensi untuk mendidik keturunan agar sadar apa perannya sebagai makhluk
ciptaan Allah, “Tidak Aku ciptakan jin manusia kecuali untuk beriba-dah kepada-Ku” (Qs. AdzDzariyat: 11). Di tangan orang t ualah per
tama kali tanggung jawab itu dipikulkan agar manusia sadar bahwa
manusia diciptakan sebagai hamba di muka bumi ini.
Saat anak pertama kali lahir ke dunia, suara yang pertama kali
diperdengarkan adalah suara azan, ini sangat besar maknanya
bagi hidup manusia, agar anak tahu bahwa kita hidup di dunia
ini hanya untuk Allah. Tapi karena azan di telinga anak sering
sekali dipandang sebagai ritual biasa yang idak berbekas dalam sanu bari oleh sebagian orang, ya akhirnya hanya sekadar azan
dan idak memberikan efek apa-apa bagi kehidupannya yang akan datang. Oleh karena itu sangat pening bagi kita memilih pa sangan hidup yang sesuai dengan visi dan misi hidup kita. Agar
kita samasama saling menguatkan untuk selalu berada di jalur
yang telah Allah gariskan.
”Orang mengawini perempuan karena empat (perkara), karena hartanya, karena keturunannya, karena kecanikannya, atau karena agamanya. Oleh karena itu, carilah perempuan yang mempunyai agama (karena kalau idak) binasalah kedua tanganmu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Bab I: Persiapan Menjadi Orangtua
7
Prioritas utama dalam memilih pasangan hendaklah dilihat dari pancaran jiwa dan pikiran seseorang, hal ini terlihat dari
baik nya akidah dan akhlaknya. Bukan karena pandangan duniawi
semata, seperi canik atau tampannya atau karena keturunan orang terpandang atau kaya. Bila yang kita cari hanya lah ukuran
dunia, maka dunia ini akan hancur, kecanikan akan hilang dan harta atau kedudukan bisa saja lenyap. Tapi pancaran ke
canikan jiwa akan kekal meski wajah sudah idak lagi canik, usia idak lagi muda, walau uang sedang idak lagi ada. Orang yang ber akhlak baik dan berakidah lurus akan tenteram dipan
dang mata, di saat badai datang menghadang pasangan yang
saleh atau salehah bukan menjadi penambah masalah tapi
bisa me ngurangi masalah, dan inilah yang seharusnya kita cari.
Pernikahan kita semata-mata bertujuan ibadah kepada Allah Swt., agar bisa menghasilkan anak-anak yang saleh, bermanfaat bagi sesama dan menjadi keluarga yang berkekalan hingga ke
surga. Aamiin ya Allah…
Bekal yang Perlu Dipersiapkan
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah
dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah
diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah
kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa
yang kamu kerjakan.” (QS. A-Hasyr: 18)
Mendidik Anak Pra-Aqil Baligh
8
Banyak orang yang memutuskan untuk berjalan tapi sering hanya
semangat untuk melakukan perjalanannya saja, sibuk menikmai pemandangan dan lupa bawa bekal. Perjalanan yang panjang bila tanpa bekal, rentan akan mengalami kelelahan. Lelah isik maupun mental.
Siapa pun kita pasi semua berharap untuk mendapatkan ke
bahagiaan, begitu juga saat kita memasuki gerbang per nikahan.
Tapi kebahagiaan idak akan kita dapatkan kalau idak kita usahakan. Usaha kita untuk mendapatkan bahagia bisa kita laku
kan dengan mempersiapkan bekal jauh sebelum kita menikah.
Bekal itulah yang kelak akan mensupply jiwa kita agar tetap ber
tahan dalam seiap ujian yang pasi akan datang menghampiri. Karena idak ada pernikahan yang tanpa permasalahan. Saat pernikahan mudah goyah seiap menghadapi masalah, sesung
guhnya bukan masalahnya yang terlalu banyak, tapi bekal kita
lah yang idak cukup untuk menyelesaikan masalah itu.
Lalu bekal apa yang harus kita persiapkan? Apalagi kalau bu
kan ilmu. Betapa banyak ilmu yang tersebar di dunia ini, yang
semuanya ingin untuk kita kuasai. Tapi dari sekian banyak ilmu
yang harus kita kuasi kita hanya memiliki jatah waktu hanya
24 jam dalam sehari. Kita pasi mengalami kekurangan waktu kalau kita rakus mau menguasai semua ilmu yang ada di dunia
ini. Lalu bagaimana caranya agar waktu kita efekif dan eisien dalam menambah ilmu. Agar ilmu tersebut dapat membantu
kita meng gapai segala yang kita harapkan dan bisa memuluskan
kebutuhan kita di dunia dan di akhirat. Begitu banyak hal yang
harus kita pelajari sebagai bekal kita untuk mengarungi dunia ini,
kita harus tahu mana yang wajib untuk kita dahulukan dan mana
yang sunah. Kita harus perhaikan main of priority, ilmu apa yang
harus kita jadikan sebagai prioritas utama.
tentang Penulis
Nur Aynun, lahir di Tapanuli Utara 26 Februari 1982. Lulusan S1 jurusan Psikologi dari UIN Suska Pekanbaru Riau. Memiliki dua orang putri yang bernama Azizah Fakhira Azka (8 tahun) dan
Rayhana Syakira Athaya (5 tahun). Istri dari Syamsul Anwar ini
adalah anak ketujuh dari tujuh bersaudara dari pasangan (alm.)
Elmo Rahmat Aritonang dan (alm.) Haniyah Simorangkir. Saat ini
berdomisili sementara di Bogor. Meski hanya di rumah, penulis
tetap ingin menjalankan moto hidupnya “Bermanfaat bagi orang lain” dengan cara menyalurkannya lewat tulisan dan memberi
kan pembinaan keislaman bagi ibu-ibu dan remaja. Tulisan iksi dan noniksi yang sudah dipublikasikan di antaranya: Cerpen Elegi
Cinta Bunga (Tabloid Gagasan, Riau, 2003), cerpen Cerita Cinta
(Tabloid Gagasan, Riau 2003), dalam antologi cerpen Panggil
Aku Ibu (Senayan Abadi. Publ, Jkt 2004), Cerpen Aku Menu-
lis, Mak (Sabili, 2006), cerpen Lakon yang Isimewa (Majalah
Budaya Riau, Sagang, 2007), cerpen Puisi Kekasih (Majalah bu
daya Riau, Sagang 2007), buku antologi noniksi Bangga Menjadi
Ibu (Bitread 2017), buku antologi noniksi Ramadhan Kareem
(Bitread 2017), buku antologi noniksi Dear Ayah dan Bunda
Mendidik Anak Pra-Aqil Baligh
218
(Maera 2017), buku antologi noniksi Perahu Cinta Itu adalah Ke-
luarga (Wonderful publishing 2018), dan beberapa buku antologi lainnya yang akan terbit. Penulis juga sudah menyiapkan bebera
pa naskah buku lain yang insya Allah akan diterbitkan. Yang ingin berkenalan atau mengirim kriik dan saran dengan penulis bisa melalui email [email protected]. Silakan berkunjung ke
blog pribadinya www.aynunummuazka.blogspot.com atau Face
book htps://www.facebook.com/ainun.azka.