BAB I
PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah
Awalnya bangsa Israel yang terusir dari tanah Palestina pada masa kekuasaan
Romawi mulai bermigrasi kembali di tahun 1882. Hal ini sering sekali memicu
pertikaian dengan bangsa Palestina, karena mereka mulai membuat pemukiman
dan menyebar luas hingga menyingkirkan bangsa Palestina sendiri. Terlebih pada
1948 ketika bangsa Israel merebut Yerussalem dan mendirikan Negara Yahudi
Israel.
Selanjutnya mereka mulai bertindak radikal dengan membakar masjid Al
Aqsa, berinvasi ke Yordania, agresi ke Mesir dan perebutan hak milik terusan
Seuz. Hal ini mereka lakukan diatas hukum dengan perlindungan Amerika
Serikat.
Meskipun hal tersebut membuat negara-negara Arab mengambil keputusan
untuk bermusuhan dengan Israel, Israel tetap melanjutkan aksinya lebih jauh lagi
dengan memperluas wilayahnya hingga rakyat Palestina tersingkir ke wilayah
Tepi Barat dan Jalur Gaza saja. Ini semua membuat konflik diantara kedua bangsa
tersebut semakin panas, terlebih lagi saat memperebutkan wilayah Yerussalem
pada 1948.
Selanjutnya peperangan antara kedua bangsa itu terus berlanjut dikemudian
hari dengan blokade, invasi militer, dan bahkan penyerangan kapal yang
membawa bala bantuan beserta relawan untuk Palestina (Mavi Marmara). Hal ini
1
membuat hubungan diatara mereka semakin tegang. Ditambah lagi 2010 silam
Israel kembali melakukan aksi sadis lainnya terhadap relawan Palestina ditengah
perjalanannya menuju pelabuhan Gaza.
Tragedi ini terjadi di sebuah kapal Turki bernama Mavi Marmara. Oleh
karena itu, peneliti menyusun sebuah skripsi dengan judul ”
PENYERANGAN MAVI MARMARA SEBAGAI BENTUK TEKANAN
ISRAEL TERHADAP PALESTINA 2010”
B. Pertanyaan Penelitian
Dari pernyataan masalah diatas, maka pertanyaan yang menjadi
acuan peneltian ini yaitu:
1. Bagaimana kronologi kejadian Mavi Marmara?
2. Apa tanggapan dunia Internasional terhadap penyerangan Mavi Marmara?
3. Bagaimana tinjauan hukum Internasional dalam penyerangan Mavi
Marmara?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dari penelitian ini yaitu:
1. Untuk mengetahui kronologi kejadian Mavi Marmara
2. Untuk mengetahui tanggapan dunia Internasional terhadap penyerangan
Mavi Marmara
3. Untuk mengetahui tinjauan hukum Internasional terhadap penyerangan
Mavi Marmara
2
D. Kerangka Teoritis
1. Realisme Klasik.
Penulis memilih pendekatan realisme karena penulis berusaha
mendeskripsikan apa faktor yang menyebabkan Israel melakukan penyerangan
tersebut. Bagi penulis penyerangan yang dilakukan oleh Israel terhadap Mavi
Marmara merupakan kepentingan nasional (national interest) bagi Israel sendiri.
Menurut Hans J. Morgenthau konsep kepentingan nasional terdiri dari dua
elemen, yang pertama secara logis diperlukan yang berarti kepentingan nasional
merupakan sebuah kebutuhan, dan yang kedua berdasarkan keadaan.
Dasar Normatif realisme adalah keamanan nasional dan kelangsungan
hidup negara: ini merupakan nilai-nilai yang menggerakkan doktrin kaum realis
dan kebijakan luar negeri kaum realis. Negara dipandang esensial bagi kehidupan
warganegaranya, Dengan demikian negara dipandang sebagai pelindung
wilayahnya, penduduknya dan cara hidupnya yang khas dan berharga.
Kepentingan nasional merupakan unit yang penting dalam menentukan kebijakan
luar negeri.
2. Konsep National interest
Menurut Hans J. Morgenthau kepentingan nasional setiap negara adalah
mengejar kekuasaan, yaitu apa saja yang bisa membentuk dan mempertahankan
pengendalian suatu negara atas negara lain. Hubungan kekuasaan dan
pengendalian itu bisa diciptakan melalui teknik-teknik paksaan maupun kerja
sama.
3
Pada kasus penyerangan Mavi Marmara, sikap Israel adalah upaya untuk
mempertahankan kepentingan Israel yang ketika itu sedang berperang melawan
Palestina. Hal ini terlihat dari kecurigaan Israel terhadap isi kapal Mavi Marmara
yang tidak ingin diperiksa terlebih dahulu di pelabuhan Ashdod.
E. Metodologi Penelitian
Tipe Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu penelitian yang memiliki tujuan
untuk membuat deskripsi mengenai situasi - situasi atau kejadian - kejadian.
Dalam penelitian deskriptif tidak perlu mencari penemuan baru, menguji sebuah
hipotesis dan tidak harus membuat ramalan terhadap sesuatu dan implikasinya.
Penelitian deskriptif hanya berusaha memaparkan situasi atau peristiwa dengan
menggunakan teori.
Pada dasarnya penelitian kualitatif dan kuantitatif sama-sama berdasar kepada
ontologi, epistemologi, axiologi, retorika, dan pendekatan metodologi itu sendiri.
Namun yang membedakan adalah perumusan, pengumpulan dan pemrosesan
suatu data.
Jika kuantitatif didasarkan kepada perhitungan, persentase, rata-rata, kuadrat,
dan perhitungan statistik lainnya. Penelitian kualitatif atau kualitas menunjuk pada
segi alamiah yang sangat bertentangan dengan kuantum dan jumlah kauntitas.
Atas dasar itulah maka kemudian penelitian kualitatif tampaknya diartikan sebagai
penelitian yang tidak mengadakan perhitungan, tetapi penelitian yang penuh
dengan riset yakni riset dokumen, riset observasi, riset media cetak, elektronik,
dan wawancara.
4
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
sekunder, yaitu sumber data di peroleh tidak secara langsung tetapi melalui media
perantara. Dalam pengumpulan data sekunder, cara yang dilakukan adalah melalui
teknik-teknik kepustakaan seperti mencari data laporan dari sebuah lembaga dan
mencari buku-buku teks yang berhubungan dengan masalah yang sedang dibahas.
Pengumpulan data dalam penelitian kualitatif ini meliputi empat tipe, yaitu
observasi dan dokumen yang masing-masing mempunyai fungsi dan keterbatasan.
Dengan sumber kepustakaan diharapkan membantu penulis untuk mengupas,
dan membahas lebih dalam mengenai teknik analisis data yang akan digunakan
adalah dengan teknik analisis kualitatif. Teknik ini didukung oleh keberadaan
data-data primer yang dikumpulkan melalui studi lapangan yang dilakukan.
Kemudian, data primer ini dideskriptifkan dan dikombinasikan dengan data
sekunder yang diperoleh melalui studi pustaka, sehingga hasil analisa dari
elaborasi data tersebut diharapkan dapat menjawab tujuan dari penelitian ini.
Memperhatikan bahwa data kualiatif dapat dianalisis dalam berbagai format,
termasuk di antaranya kajian peluang yang ditawarkan oleh format riset observasi
dan riset media. Dengan kajian format riset observasi tersebut maka penelitian
kualitatif memberikan kesempatan penjelasan yang lebih besar, berbanding
terbalik dengan riset kuantitatif yang hanya cenderung fokus pada usaha
mengeksplorasi sejumlah contoh peristiwa yang dipandang dengan tujuan untuk
mendapatkan pemahaman yang mendalam bukan luas.
Metode penulisan yang penulis gunakan adalah metode deduktif, yaitu
metode yang memungkinkan penulis untuk terlebih dahulu menggambarkan
5
secara umum kasus penelitian lalu kemudian menarik kesimpulan yang bersifat
khusus dalam menganalisis data.
Dengan demikian penelitiannya ini akan menyajikan gambaran secara
konferhansif mengenai Penyerangan Mavi Marmara Sebagai Bentuk Tekanan
Israel Terhadap Palestina 2010 dan diharapkan penelitian ini akan
menggambarkan secara jelas tentang kronologis peristiwa penyerangan Mavi
Marmara, tanggapan dunia Internasional terhadap insiden tersebut, dan bagaimana
tinjauan hukumnya.
F. Sistematika Penulisan
Bab I : Pendahuluan
Bab II : Konflik Israel Palestina: penyerangan Mavi Marmara
Bab III : Tanggapan masyarakat dunia terhadap penyerangan Mavi Marmara oleh
Israel
Bab IV: Respon dunia internasional serta tinjauan hukum internasional terhadap
penyerangan Mavi Marmara
Bab V : Kesimpulan
6
BAB II
KONFLIK ISRAEL PALESTINA: PENYERANGAN MAVI MARMARA
A. Penyebab Penyerangan Mavi Marmara
Mavi Marmara adalah satu dari enam kapal Armada Kebebasan (Freedom
Flotilla) yang membawa bantuan kemanusiaan untuk Palestina. Penyerangan
Mavi Marmara 2010 silam oleh Pasukan Israel merupakan bentuk kewaspadaan
Israel terhadap Palestina.
Pada mulanya, pihak Israel menduga bahwa kapal yang membawa bala
bantuan beserta relawan tersebut berisikan senjata serta relawan perang untuk
melawan Israel. Maka dari itu pihak Israel menginformasikan kepada pihak Turki
untuk mengarahkan Mavi Marmara ke pelabuhan Ashdod agar dapat diperiksa.
Akan tetapi pihak Mavi Marmara menolak arahan itu karena tidak percaya dan
mengira pihak Israel mempunyai kepentingan tersendiri.
B. Kronologi Kejadian dan Korban
Senin, 31 Mei 2010 telah terjadi insiden memilukan di dunia Internasional.
Kapal bantuan kemanusiaan yang benama Mavi Marmara milik Turki telah
diserang oleh pasukan komando Israel. Kapal yang mulai berlayar dari Pelabuhan
Antalya, Turki tersebut membawa bantuan beserta relawan dari penjuru dunia
menuju Jalur Gaza Palestina. Kejadian ini telah menewaskan setidaknya sembilan
belas aktivis pro-Palestina dan tiga puluh orang lainnya terluka parah.
7
Sekitar jam empat dini hari pada saat para relawan melakukan shalat subuh
berjama’ah di wilayah perairan internasional, sekitar 65 Km lepas pantai Gaza,
pasukan komando Israel mulai menurunkan tentaranya dari helikopter serta
mengepung kapal ferry berwarna putih biru tersebut dengan kapal-kapal laut
miliknya. Sesaat setelahnya tentara Israel-pun langsung menyerang para relawan
dengan sadis. Para relawan diperlakukan dengan kejam tanpa pandang bulu,
diborgol dan disandera, ditembaki, bahkan dibunuh didepan relawan lainnya.
Bagi korban yang selamat, mereka dibawa ke pelabuhan Ashdod untuk
disandera di penjara Ela. Selanjutnya beberapa dari relawan tersebut dipaksa
untuk menandatangani dokumen yang menyatakan bahwa mereka telah melanggar
hukum Israel.
C. Pembelaan Israel
Setelah banyaknya reaksi negatif dari berbagai pihak, Israel tetap tidak mau
meminta maaf atas terjadinya penyerangan Mavi Marmara.
Menurut pihak Israel, sebelum melakukan pelayaran pemerintah Israel telah
memberikan peringatan kepada pemerintah Turki dan nakhoda Mavi Marmara
untuk tidak memasuki wilayah perairan Gaza karena blokade telah diterapkan
sejak 2008. Pemerintah Israel juga telah menegosiasikan penggatian arah
pengiriman bantuan menuju pelabuhan Ashdod. Akan tetapi pihak Mavi Marmara
menolak pertimbangan tersebut karena tidak percaya dengan pihak Israel dan
bersikeras untuk menembus blokade militer di Gaza.
8
Mereka mengaku menyesal atas jatuhnya korban dari penyerangan itu,
namun mereka beralasan bahwa dilakukannya penyerangan adalah untuk
pertahanan diri karena para penumpang Mavi Marmara telah melakukan
penyerangan terhadap pasukan Israel. Akan tetapi untuk meredakan ketegangan,
Israel kemudian melakukan penyelidikan bersama dua pengamat internasional
terhadap penyerangan tersebut serta merenggangkan blokade terhadap Gaza
dengan mengizinkan masuknya barang sipil ke wilayah tersebut.
D. Pandangan Palestina Terhadap Penyerangan Mavi Marmara
Selama ini suara Palestina tidak sering terdengar di forum internasional. Akan
tetapi, untuk penyerangan kali ini pihak Palestina membuka suaranya secara
lantang dalam menanggapinya. Menurut pihak Palestina ini adalah “pembantaian
masal” yang tidak berperikemanusiaan. Selain itu, Presiden Palestina Mahmoud
Abbas juga mengumumkan masa berkabung selama tiga hari bagi korban yang
telah meninggal.
Insiden ini sangat menyayat hati para rakyat Palestina. Niat baik untuk
orang-orang tersebut justru berujung penyerangan bagi para relawan. Kebencian
yang dirasakan oleh bangsa Palestina terhadap Israel juga semakin besar. Sesaat
setelah terjadinya insiden Mavi Marmara, rakyat Palestina membangun tugu
peringatan atas syahidnya para aktivis di Mina, Pelabuhan Gaza. Selain itu setiap
tahunnya rakyat Palestina juga mengadakan acara peringatan tragedi Mavi
Marmara sebagai bentuk penghormatan para aktivis.
9
BAB III
TANGGAPAN MASYARAKAT DUNIA TERHADAP PENYERANGAN
MAVI MARMARA OLEH ISRAEL
A. Tanggapan Negara Turki
Pihak Turki yang meletakkan benderanya di kapal Mavi Marmara serta warga
negaranya yang paling banyak menjadi korban merasa tersinggung dengan sikap
Israel atas penyerangan tersebut. Pihak Turki merasa bahwa pemerintah Israel
tidak menghargai pihak Turki yang selama ini menjadi sekutu bagi Israel karena
mengabaikan peringatan pihak Turki dan menunjukan sikap sombongnya.
Warga negara Turki sangat mengecam tindakan Israel tersebut. Mereka mulai
berunjuk rasa untuk menunjukan kemarahan mereka atas penyerangan itu didepan
konsulat Israel, Istanbul.
Selain itu pihak Turki juga telah menarik duta besarnya dari Tel Aviv serta
membatalkan latihan militer bersama Israel secara sepihak. Hubungan bilateral
beserta perjanjian kerjasama militer juga memburuk setelah penyerangan tersebut.
Baru-baru inipun Turki juga mengancam Israel akan memberlakukan sanksi baru
terkait sikap angkuh Israel yang tidak mau meminta maaf atas kasus Mavi
Marmara ini.
B. Tanggapan dunia Barat dan Eropa
1. Tanggapan Amerika Serikat
10
Amerika Serikat adalah salah satu negara yang dekat dengan Israel. Pada
dasarnya, AS memiliki kepentingan pribadi ( self – interest ) di Timur Tengah
yang berkaitan dengan low politics ( ekonomi ) dan high politics ( keamanan ).
Kepentingan keamanan AS disini adalah dalam menyebarkan hegemoninya di
Timur Tengah. Sedangkan bagi Israel sendiri AS adalah survival karena Israel
merupakan negara yang berada di lingkungan yang menentangnya sehingga
membutuhkan dukungan penuh dari negara great power agar tetap bertahan1.
Akan tetapi setelah terjadinya insiden Mavi Marmara, pihak AS justru
menjadi sedikit menjauh dari Israel. Selain karena banyaknya warga AS yang
berunjuk rasa turun ke jalan, Presiden Obama sendiri juga sangat menyayangkan
kejadian ini karena beberapa dari relawan di kapal tersebut merupakan warga
negara AS.
2. Tanggapan Eropa
Sama seperti Amerika, Eropa juga merupakan sekutu bagi Israel. Tetapi
karena insiden Mavi Marmara hubungan kedua negara ini pun menjadi renggang.
Pemimpin-pemimpin Eropa memanggil duta besar Israel sesaat setelah tragedi
Mavi Marmara dan masyarakatnya menyerukan boikot terhadap produk Israel2.
Selain itu, sebagian dari relawan yang ikut dalam kapal Mavi Marmara juga
merupakan warga Eropa yang menginginkan perdamaian di Timur Tengah.
1“Citra Israel di Dunia Internasional Pasca Serangan Terhadap Kapal Mavi Marmara,” diakses pada tanggal 9 Januari 2013, pukul 08.15 dari http://publikasi.umy.ac.id/index.php/hi/article/viewFile/3752/31432 “Citra Israel di Dunia Internasional Pasca Serangan Terhadap Kapal Mavi Marmara,” diakses pada tanggal 9 Januari 2013, pukul 08.27 dari http://publikasi.umy.ac.id/index.php/hi/article/viewFile/3752/3143
11
Senin, 31 Mei 2011 silam pemerintah negara-negara Uni Eropa menggelar
rapat mendadak untuk membahas insiden Mavi Marmara. Uni Eropa telah
meminta klarifikasi Israel atas tindakan militernya yang menyebabkan kematian
relawan kemanusiaan dalam kapal Mavi Marmara. Uni Eropa juga mendesak
Israel memperbolehkan misi bantuan kemanusiaan memasuki wilayah Palestina.3
C. Tanggapan Negara Mesir
Negara Mesir adalah negara di benua Afrika yang sangat dekat hubungannya
dengan Israel. Meskipun pada awalnya hubungan mereka tidaklah baik akibat
konflik perebutan Sungai Nil pada tahun 1976, tetapi dengan bantuan Amerika
Serikat hubungan panas kedua negara ini pun dapat mereda.
Pada saat terjadinya insiden Mavi Marmara, Presiden Mesir yang sedang
memimpin negara tersebut adalah Husni Mubarak. Dimana dunia perpolitikan
negara tersebut cenderung berpihak kepada Israel sehingga pada awalnya pihak
Mesir menolak membuka Rafah untuk dijadikan jalur alternatif pengiriman
bantuan kemanusiaan tersebut. Bahkan Mesir juga menolak untuk menerima
deportasinya para relawan yang selamat setelah ditawan oleh Israel.
Akan tetapi seiring pergantian presiden 2011 silam, sistem perpolitikan di
Mesir pun ikut berubah. Bila dahulu negeri ini beraliran islam otoritarian
konserfatif bertransformasi menjadi sekularisme dengan memisahkan antara
keagamaan dan pemerintahan. Dimana sistem demokrasi dan kebebasan
3 “Uni Eropa Rapat Istimewa Bahas Israel,” diakses pada tanggal 9 Januari 2013, pukul 10.18 dari http://www1.kompas.com/read/xml/2010/05/31/18362157/uni.eropa.rapat.istimewa.bahas.israel
12
berpendapat lebih dihargai dan hak asasi manusia telah diakui mesir cenderung
membela Palestine.
Hal ini ditujukan dengan dibukanya jalur Rafah sebagai pengungsian
Palestina dan memasukan relawan internasional dari Mesir ke Gaza. Dan yang
paling mencengangkan adalah pada 20 Agustus lalu Mesir juga menyatakan akan
menarik Duta Besarnya yang ada di Israel, sementara itu Pemerintah Mesir juga
memanggil Duta Besar Israel untuk menyatakan protes resmi mereka.
13
BAB IV
TINJAUAN HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP
PENYERANGAN MAVI MARMARA
A. Respon Dunia Internasional Terhadap Tragedi Penyerangan Mavi
Marmara
Insiden Mavi Marmara telah memicu reaksi dunia Internasional. Secara
serentak masyarakat Internasional mengecam dengan tegas tindakan Israel
tersebut. Masyarakat Internasional menganggap bahwa tindakan Israel sangatlah
tidak berperikemanusiaan dan terkesan semena-mena terhadap pelanggaran HAM
serta hukum Internasional.
Pengecaman ini terlihat dari banyaknya aksi unjuk rasa atau demonstrasi
yang terjadi di berbagai belahan dunia. Demonstrasi besar-besaran terjadi tidak
hanya di negara Arab yang selama ini anti Israel, tetapi juga di negara Barat
seperti Yunani, Austria, Jerman, Perancis, Australia, Irlandia, Inggris, dan
lainnya. Selain itu negara yang menjadi sekutu bagi Israel pun mulai berbalik arah
melawannya seperti Turki. Bahkan beberapa negara juga mendesak PBB untuk
melakukan penyelidikan lebih lanjut dan Amerika Serikat untuk mengambil
tindakan tegas terhadap perlakuan Israel ini.
B. Tinjauan Hukum Internasional Terhadap Tragedi Penyerangan Mavi
Marmara
14
Pada 11 Mei 1949 Israel diterima menjadi anggota PBB hingga saat ini.
Namun, Israel merupakan negara yang sering sekali melakukan pelanggaran
HAM, mulai dari konflik Arab-Israel hingga konflik Israel-Palestina yang sangat
berlarut-larut. Insiden Mavi Marmara kali ini juga merupakan salah satu tindakan
radikal Israel dalam pelanggaran HAM serta Hukum Internasional.
Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak dasar yang telah melekat pada diri
manusia yang bersifat universal, sehingga harus dilindungi, dihormati,
dipertahankan dan tidak boleh diabaikan ataupun dirampas oleh siapapun kecuali
oleh undang-undang4. Maka dari itu, pelanggaran HAM yang dilakukan oleh
Israel dalam penyerangan Mavi Marmara diatur dalam Deklarasi Universal Hak-
Hak Asasi Manusia melalui resolusi 217 A (III) yang berisi 30 pasal mengenai
pengaturan hak-hak asasi manusia dan hubungan antara negara-negara yang
melanggar HAM.
Selain itu, pada saat terjadinya insiden, kapal Mavi Marmara masih berada di
wilayah perairan internasional sekitar 65 Km lepas pantai Gaza. Hal ini membuat
Israel melanggar satu lagi hukum internasional mengenai ZEE (Zona Ekonomi
Eklusif ).
ZEE adalah zona yang luasnya 200 mil dari garis dasar pantai, yang mana
dalam zona tersebut sebuah negara pantai mempunyai hak atas kekayaan alam di
dalamnya, dan berhak menggunakan kebijakan hukumnya, kebebasan bernavigasi,
terbang di atasnya, ataupun melakukan penanaman kabel dan pipa.5
4 Boer Mauna.Hukum Internasional: Pengertian Peranan dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global.(Bandung: Alumni. 2000), h. 6015 “Zona Ekonomi Eksklusif,” diakses pada tanggal 9 Januari 2013, pukul 13.00 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Zona_Ekonomi_Eksklusif
15
Jadi, Israel sebenarnya tidak punya hak untuk mendatangi kapal Mavi
Marmara apa lagi menyerangnya secara brutal. Seharusnya hal ini membuat
banyaknya lapisan hukum yang harus dijerat oleh Israel terutama pihak-pihak
yang menjadi penanggung jawabnya.
16
BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
Dunia kembali dikejutkan dengan tingkah Israel yang melampaui batasan.
Mavi Marmara, satu dari enam kapal Armada Kebebasan (Freedom Flotilla) yang
membawa bantuan kemanusiaan untuk Palestina, Senin 31 Mei 2010 silam telah
diserang oleh tentara Israel secara biadab. Insiden ini juga terjadi akibat dari
lemahnya penegakan hukum oleh lembaga-lembaga hukum internasional,
termasuk PBB karena tidak juga menanggapi dengan tegas pelanggaran-
pelanggara yang dilakukan oleh Israel sebelumnya.
Masyarakat dunia secera serempak mengecam aksi brutal Israel tersebut.
Berbagai unjuk rasa dilakukan, bahkan para pemerintah juga ikut bereaksi dalam
menanggapi insiden ini. Para sekutu yang berada dipihak Israel juga mulai
menjauh dan berbalik arah melawannya. Sedangkan negara-negara yang tadinya
tidak memihak telah memutuskan untuk mendukung kebebasan Palestina.
Seharusnya, penegakan hukum di dunia internasional dapat diproses secara
lebih tegas lagi. Tidak perduli ada perlindungan atau kepentingan apa dibalik
pelanggaran yang terjadi, supremasi hukum tetap harus ditegakkan. Agar nantinya
pelanggaran yang terjadi tidak bertambah banyak dan semakin parah.
17
Top Related