KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
Hari/Tanggal Ujian/Presentasi Kasus: Jumaat, 21 September 2012
SMF ILMU PENYAKIT MATA
Rumah Sakit Mata “Dr. Yap”
Nama : Murni Hayati Binti Mohd Hashim
NIM : 11-2011-132
Dr. Pembimbing : dr. Enni Cahyani P, SpM, M.Kes
Fak. Kedokteran : UKRIDA
I. IDENTITAS
Nama : An. R
Umur : 3 tahun 6 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Pringsurat, Temanggung
Pemeriksa : Murni Hayati Mohd Hashim
II. ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesis dan alloanamnesis dengan ibu pasien pada tanggal 17 September
2012
Keluhan Utama :
Mata kiri keluar darah sejak 3 jam SMRS
Keluhan Tambahan :
Mata kiri merah, sakit, nrocos dan tidak bisa melihat.
Riwayat Penyakit Sekarang :
3 jam SMRS, pasien bersama teman-temannya bermain petasan tidak jauh dari
rumahnya. Menurut pasien, dia berdiri agak dekat dengan daerah petasan dinyalakan. Sesaat
setelah petasan dinyalakan, dengan tiba-tiba mata kiri pasien dirasakan sakit dan mengeluarkan
air mata. Pasien terus pulang ke rumahnya. Di rumah, ibu pasien memeriksa mata kiri pasien dan
mendapatkan mata kiri pasien terdapat darah yang keluar dari daerah mata hitam pasien. Darah
yang keluar hanya sedikir dan bercak-cak, tidak sampai mengalir keluar dari mata.. Ibu pasien
juga mengatakan terdapat seperti robekan kecil pada mata hitam pasien. Mata kiri pasien masih
nrocos. Pasien mengeluh tidak bisa melihat menggunakan mata kirinya.
Kurang lebih 1 jam SMRS, mata kiri pasien di daerah mata putinnya mulai
merah.Perdarahan yang keluar dari mata hitam pasien masih ada dan mata kirinya masih nrocos.
Pasien juga mengeluh nyeri pada mata kirinya dan masih tidak bisa melihat. Ibu pasien telah
membawa pasien ke RSUD Temanggung dan di sarankan untuk merawat perawatan yang lebih
lanjut di RS Mata dr Yap.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Umum :
Asma : Tidak Ada
Gastritis : Tidak Ada
Alergi Obat : Tidak Ada
Mata :
Riwayat penggunaan kacamata : Tidak Ada
Riwayat operasi mata : Tidak Ada
Riwayat trauma mata : Tidak Ada
Riwayat Penyakit Keluarga:
Tidak Ada
III. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital : Nadi : 94 x/menit, Respirasi: 22 x/menit, Suhu : 36,50C
Kepala : Normocephali, wajah simetris
THT : Membran timpani intak, serumen (-/-), sekret (-/-)
Thorak : Paru-paru : suara nafas vesikuler, ronki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung : BJ I dan BJ II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Supel, datar, bising usus (+) normal, nyeri tekan (-), massa (-)
Ekstremitas : Atas : hangat +/+, Bawah : hangat +/+
KGB : Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening
IV. STATUS OFTALMOLOGIS
Keterangan OD OS
1. Visus
Aksis Visus
Pasien menolak
pemeriksaan
Pasien menolak
pemeriksaan, kesan : 1/~
Koreksi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Addisi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Kacamata Lama Tidak ada Tidak ada
2. Kedudukan Bola Mata
Eksoftalmos Tidak ada Tidak ada
Enoftalmos Tidak ada Tidak ada
Deviasi Tidak ada Tidak ada
Gerakan Bola Mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah
3. Supersilia
Warna Hitam Hitam
Simetris Simetris Simetris
4. Palpebra Superior Dan Inferior
Edema Tidak ada Ada
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Ektropion Tidak ada Tidak ada
Entropion Tidak ada Tidak ada
Blefarospasme Tidak ada Ada
Trikiasis Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Fissura palpebra Normal Normal
Ptosis Tidak ada Tidak ada
Hordeolum Tidak ada Tidak ada
Kalazion Tidak ada Tidak ada
5. Konjungtiva Tarsalis Superior Dan Inferior
Hiperemis Tidak ada Ada
Folikel Tidak ada Tidak ada
Papil Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Anemis Tidak ada Tidak ada
Kemosis Tidak ada Tidak ada
6. Konjungtiva Bulbi
Sekret Tidak ada Ada
Injeksi Konjungtiva Tidak ada Ada
Injeksi Siliar Tidak ada Ada
Injeksi Subkonjtiva Tidak ada Tidak ada
Pterigium Tidak ada Tidak ada
Pinguekula Tidak ada Tidak ada
Nevus Pigmentosus Tidak ada Tidak ada
Kista Dermoid Tidak ada Tidak ada
7. Sistem Lakrimalis
Punctum Lakrimalis Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Anel Tidak dilakukan Tidak dilakukan
8. Sklera
Warna Putih Merah
Ikterik Tidak Ada Tidak ada
Nyeri Tekan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
9. Kornea
Kejernihan Jernih Keruh
Permukaan Licin Tidak rata
Ukuran 12 mm 12 mm
Sensibilitas (+) (+)
Infiltrat Tidak ada Tidak ada
Keratik Presipitat Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Ulkus Tidak adaVulnus laceratum full
thickness, jam 5, ± 3 mm
Perforasi Tidak ada Ada
Arkus Senilis Tidak ada Tidak ada
Edema Tidak ada Tidak ada
Tes Placido Tidak dilakukan Tidak dilakukan
10. Bilik Mata Depan
Kedalaman Normal Dangkal
Kejernihan Jernih Sulit dinilai
Hifema Tidak ada Ada
Hipopion Tidak ada Tidak ada
Efek Tyndall Tidak dilakukan Tidak dilakukan
11. Iris
Warna Coklat Coklat
Kripte Jelas Sulit dinilai
Sinekia Tidak ada Sulit dinilai
Koloboma Tidak ada Tidak ada
Prolaps Tidak ada Ada dan iridodialisis
12. Pupil
Letak Ditengah Ditengah
Bentuk Bulat Bulat
Ukuran 3 mm < 0.5 mm
Refleks Cahaya Langsung Positif Sulit dinilai
Refleks Cahaya Tak Langsung Positif Sulit dinilai
13. Lensa
Kejernihan Jernih Sulit dinilai
Letak Di tengah Sulit dinilai
Shadow Test Negatif Sulit dinilai
14. Badan Kaca
Kejernihan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
15. Fundus Okuli
Batas Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Ekskavasio Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Arteri :Vena Tidak dilakukan Tidak dilakukan
C/D Ratio Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Makula Lutea Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Retina Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Eksudat Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Perdarahan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Sikatriks Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Ablasio Tidak dilakukan Tidak dilakukan
16. Palpasi
Nyeri Tekan Tidak ada Ada
Massa Tumor Tidak ada Tidak ada
Tensi Okuli Normal Normal
Tonometr Schiotz Tidak dilakukan Tidak dilakukan
17. Kampus Visi
Tes Konfrontasi Sesuai pemeriksa Sulit dinilai
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium Darah Lengkap, tanggal 14 September 2012
Hemoglobin : 10.4 g/dL
Eritrosit : 3.92 106/uL
Hematokrit : 30.8 %
MCV : 27 pg
MCHC : 33.87 g/dL
RDW : 13.4 %
Leukosit : 6.280 /uL
Hitung jenis
Eosinofil : 1 %
Basofil : 0 %
Nautrofil batang : 0 %
Seutrifil segmen : 39 %
Limfosit : 54 %
Monosit : 6 %
Trombosit : 239.000/uL
Laju endap darah : 11/31 mm/jam
Waktu perdarahan : 3.0 menit
Waktu pembekuan : 8.8 menit
Protrombin time (PT)
Pasien : 11.9 detik
Kontrol : 10.9 detik
APTT
Pasien : 30.1 detik
Kontrol : 28.5 detik
HbsAg : Nonreaktif
VI. RESUME
Seorang anak laki-laki dibawa ke RS Mata Yap dengan keluhan mata kiri keluar darah sejak 3
jam SMRS. Darah yang keluar hanya sedikir dan bercak-cak, tidak mengalir keluar dari mata.
Pasien mengaku sebelumnya melihat temannya bermain petasan dalam jarak yang dekat. Pasien
mengeluh mata kirinya nyeri, berterusan keluar air mata, terdapat robekan di mata hitamnya dan
penglihatan menurun pada mata kiri. Pemeriksaan fisik pada OS didapatkan visus 1/~,
blefarospasme, konjuntiva palpebra hiperemis, kornea terdapat vulnus laceratus full thickness
diam 5 sebesar kurang lebih 3 mm, KOA dangkal dan terdapat hifema, pupil kurang 0.5 mm,
irisodialisis dan terdapat prolaps iris. OD dalam batas normal.
VII. DIAGNOSIS KERJA
OS vulnus penetrans kornea dengan prolaps iris
Dasar:
Dari anamnesis : mata kiri berdarah, sakit, merah, riwayat terkena bermain petasan 3 jam
SMRS, penglihatan menurun dan terus-terusan keluar air mata.
Dari pemeriksaan fisik mata : Pada OS didapatkan blefarospasme, konjungtiva superior
dan inferior hiperemis, injeksi konjungtiva dan siliar, kornea keruh, permukaan tidak rata,
terdapat vulnus laceratum full thickness pada jam 5 dengan ukuran kurang lebih 3 mm
dan terdapat perforasi kornea. Pada KOA terdapat hifema dan dangkal. Pupil berdiameter
kurang dari 0,5 dan terdapat iridodialisis.
VIII. PEMERIKSAAN ANJURAN
1. Pemeriksaan tonografi untuk memeriksa TIO
2. Pemeriksaan radiologi (X-Ray/CT SCAN/MRI) untuk melihat apakah terdapat benda
asing
IX. PENATALAKSANAAN
Rawat inap
Non-medikamentosa :
1. OS ditutup dengan betadine
Medikamentosa
1. Amoxicilin 3x1
2. Anti Tetanus Serum
3. C. Floxa ed/jam
4. Operasi repair kornea dengan injeksi camera
Edukasi
1. Jangan memegang atau menggosok-gosok mata
2. Mencegah penyebaran infeksi dengan mencuci tangan sesering mungkin dan men-
geringkannya dengan handuk atau kain yang bersih
X. PROGNOSIS
OKULO DEXTRA (OD) OKULO SINISTRA (OS)
Ad Vitam : bonam bonam
Ad Fungsionam : bonam bonam
Ad Sanationam : bonam bonam
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Mata merupakan salah satu indra dari pancaindra yang sangat penting untuk kehidupan
manusia. Terlebih-lebih dengan majunya teknologi, indra penglihatan yang baik merupakan
kebutuhan yang tidak dapat diabaikan. Mata merupakan bagian yang sangat peka. Walaupun
mata mempunyai sistem pelindung yang cukup baik seperti rongga orbita, kelopak, dan jaringan
lemak retrobulbar selain terdapatnya refleks memejam atau mengedip, mata masih sering
mendapat trauma dari dunia luar. Trauma dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata dan
kelopak, saraf mata dan rongga orbita. Kerusakan mata akan dapat mengakibatkan atau
memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi penglihatan. Trauma pada mata memerlukan
perawatan yang tepat untuk mencegah terjadinya penyulit yang lebih berat yang akan
mengakibatkan kebutaan.
Secara umum trauma adalah terjadinya perlukaan atau diskontinuitas dari
jaringan.Trauma tembus mata adalah trauma dimana sebagian atau seluruh lapisan kornea dan
scleramengalami kerusakan. Trauma ini dapat terjadi apabila benda asing melukai sebagian
lapisankornea atau sclera dan benda tertinggal di dalam lapisan tersebut. Trauma pada mata
merupakan peristiwa yang sering terjadi. Walaupun mata mempunyai sistem pelindung yang
cukup baik seperti rongga orbita, kelopak dan jaringan lemak retrobulbar selain terdapatnya
releksmemejam atau mengedip, mata masih sering mengalami trauma dari dunia luar.Struktur
wajah dan mata sangat sesuai untuk melindungi mata dari cedera. Bola mataterdapat di dalam
sebuah rongga yang dikelilingi oleh bubungan bertulang yang kuat, kelopak mata bisa segera
menutup untuk membentuk penghalang bagi benda asing dan mata bisa mengatasi benturan yang
ringan tanpa mengalami kerusakan. Meskipun demikian, mata danstruktur di sekitarnya bisa
mengalami kerusakan akibat cedera, kadang sangat berat sampaiterjadi kebutaan atau mata harus
diangkat, cedera mata harus diperiksa untuk menentukan pengobatan dan menilai fungsi
penglihatan.
Trauma mekanik pada mata sering menyebabkan kebutaan unilateral pada anak-anak dan
orangdewasa muda. Pada kelompok inilah trauma pada mata sering terjadi (50%) yaitu umur
kurang dari 18 tahun (diUSA). Terlebih-lebih dengan bertambah banyaknya kawasan industri,
kecelakaan akibat pekerjaan bertambah banyak pula, juga dengan bertambah ramainya lalu
lintas, kecelakaan dijalanraya bertambah pula, belum terhitung kecelakaan akibat perkelahian,
yang juga mengenai mata. Pada anak-anak kecelakaan mata biasanya terjadi akibat main
panahan, ketepel, senapang angin atau akibat lemparan, tusukan dari gagang mainan. Sebaiknya
bila ada trauma mekanik mata segera dilakukan pemeriksaan dan pertolongan karena
kemungkinan fungsi penglihatan masih dapatdipertahankan.
BAB 2
TRAUMA MATA
2.1 Definisi
Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan perlukaan mata. Trauma
mata merupakan kasus gawat darurat mata, dan dapat juga sebagai kasus polisi. Perlukaan yang
ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau menimbulkan kebutaan bahkan kehilangan mata.
Alat rumah tangga sering menimbulkan perlukaan atau trauma mata.
2.2 Pembahagian Trauma Mata
Trauma mata dibagi menjadi beberapa macam yaitu :
a. Fisik atau mekanik :
- Trauma tumpul, misalnya terpukul, terkena bola tenis atau shutlecock, membuka tutup
botol tidak dengan alat, ketapel.
- Trauma tajam, misalnya pisau dapur, gunting, garpu, bahkan peralatan pertukangan.
- Trauma peluru, merupakan kombinasi antara trauma tumpul dan trauma tajam,
terkadang peluru masih tertinggal didalam bola mata. Misalnya peluru senapan angin,
dan peluru karet.
b. Khemis :
- Trauma basa, misalnya sabun cuci, sampo, bahan pembersih lantai, kapur, lem (perekat).
- Trauma asam, misalnya cuka, bahan asam-asam dilaboratorium, gas airmata.
c. Fisis
- Trauma termal, misalnya panas api, listrik, sinar las, sinar matahari.
- Trauma bahan radioaktif, misalnya sinar radiasi bagi pekerja radiologi
2.3 Epidemologi
Trauma okular adalah penyebab kebutaan yang cukup signifikan, terutama pada
golongan sosioekonomi rendah dan di negara-negara berkembang. Kejadian trauma okular
dialami oleh pria 3 sampai 5 kali lebih banyak daripada wanita. Berdasarkan National for The
Prevention of Blindness (WHO) memperkirakan bahwa 55 juta trauma mata terjadi di dunia tiap
tahunnya, 750.000 dirawat di rmah sakit dan kurang lebih 200.000 adalah merupakan trauma
terbuka bola mata. Prevalensi buta yang disebabkan oleh trauma mata adalah 1,6 juta dengan
gangguan penglihatan. Berdasarkan National Programme for Control of Blindness (NPCB) 1992,
kebutaanakibat trauma menempati urutan ke 6 setelah katarak, kelainan retina, kelainan kornea,
glaucoma dan optic atrofi. Dari data WHO tahun 1998 trauma okular berakibat kebutaan
unilateral sebanyak 19 juta orang, 2,3 juta mengalami penurunan visus bilateral dan 1,6 juta
mengalami kebutaan bilateral akibat cedera mata.
Menurut United States Eye Injury Registry (USEIR), frekuensi di Amerika Serikat mencapai 16
% dan meningkat di lokasi kerja dibandingkan dengan di rumah. Lebih banyak pada laki-laki (93
%) dengan umur rata-rata 31 tahun.Tempat terjadinya trauma paling banyak adalah di rumah
(42%), kemudian tempat kerja (19%), dijalan raya (16%), tempat olahraga/rekreasi (13%),
sekolah, tempat umum (3%), diperkebunan (2%).Sumber trauma sebagian besar karena objek
yang tumpul (33%) diikuti benda tajam (27%), kecelakaan kendaraan bemotor (10%), bola (6%),
jatuh (5%), petasan (4%), dan lain-lain.
2.4 Gejala klinis
Gejala yang ditimbulkan tergantung jenis trauma serta berat dan ringannya trauma :
a. Trauma tajam selain menimbulkan perlukaan dapat juga disertai tertinggalnya benda asing
didalam mata. Benda asing yang tertinggal dapat bersifat tidak beracun dan beracun. Benda
beracun contohnya logam besi, tembaga serta bahan dari tumbuhan misalnya potongan kayu.
Bahan tidak beracun seperti pasir, kaca. Bahan tidak beracun dapat pula menimbulkan infeksi
jika tercemar oleh kuman.
b. Trauma tumpul dapat menimbulkan perlukaan ringan yaitu penurunan penglihatan sementara
sampai berat, yaitu perdarahan didalam bola mata, terlepasnya retina atau sampai terputusnya
saraf penglihatan sehingga menimbulkan kebutaan menetap.
c. Trauma khemis asam umumnya memperlihatkan gejala lebih berat daripada trauma khemis
basa. Mata nampak merah, bengkak, keluar airmata berlebihan dan penderita nampak sangat
kesakitan, tetapi trauma basa akan berakibat fatal karena dapat menghancurkan jaringan
mata/ kornea secara perlahan-lahan.
d. Trauma Mekanik
- Gangguan molekuler. Dengan adanya perubahan patologi akan menyebabkan
kromatolisis sel.
- Reaksi Pembuluh darah. Reaksi pembuluh darah ini berupa vasoparalisa sehingga aliran
darah menjadi lambat, sel endotel rusak, cairan keluar dari pembuluh darah maka terjadi
edema.
- Reaksi Jaringan. Reaksi Jaringan ini biasanya berupa robekan pada cornea, sklera dan
sebagainya.
2.5 Berbagai Kerusakan Jaringan Mata Akibat Trauma
Orbita
Trauma orbita yang kuat dapat menyebabkan bola mata terdorong dan menimbulkan fraktur
orbita. Fraktur orbita sering merupakan perluasan fraktur dari maksila yang diklasifikasikan
menurut Le Fort dan fraktur tripod padazygoma yang akan mengenai dasar orbita. Apabila pintu
masuk orbita menerima suatu pukulan, maka gaya-gaya penekan dapat menyebabkan fraktur
dinding inferior dan medial yang tipis, disertai dengan prolaps bola mata beserta jaringan lunak
ke dalam sinus maksilaris (fraktur blow-out). Mungkin terdapat cedera intraokular terkait, yaitu
hifema, penyempitan sudut dan ablasi retina. Enoftalmos dapat segera terjadi setelah trauma atau
terjadi belakangan setelah edema menghilang dan terbentuk sikatrik dan atrofi jaringan lemak.
Pada soft-tissue dapat menyebabkan perdarahan disertai enoftalmus dan paralisis otot-otot
ekstraokular yang secara klinis tampak sebagai strabismus. Diplopia dapat disebabkan kerusakan
neuromuskular langsung atau edema isi orbita. Dapat pula terjadi penjepitan otot rektus inferior
orbita dan jaringan di sekitarnya. Apabila terjadi penjepitan, maka gerakan pasif mata oleh
forseps menjadi terbatas.
Palpebra
Meskipun bergantung kekuatan trauma, trauma tumpul yang mengenai mata dapatberdampak
pada palpebra, berupa edema palpebra, perdarahan subkutis dan erosipalpebra.
Konjungtiva
Dampak trauma pada konjungtiva adalah perdarahan sub-konjungtiva ataukhemosis dan edema.
Perdarahan subkonjungtiva umumnya tidak memerlukanterapi karena akan hilang dalam
beberapa hari. Pola perdarahan dapat bervariasi dari ptekie hingga makular. Bila terdapat
perdarahan atau edema konjungtiva yanghebat, maka harus diwaspadai adanya fraktur orbita atau
ruptur sklera.
Sklera
Ruptur sklera ditandai oleh adanya khemosis konjungtiva, hifema total, bilik depan yang dalam,
tekanan bola mata yang sangat rendah dan pergerakan bolamata terhambat terutama ke arah
tempat ruptur. Ruptur sklera dapat terjadi karena trauma langsung mengenai sklera sampai
perforasi, namun dapat pula terjadi pada trauma tak langsung.
Koroid Dan Korpus Vitreus
Kontusio dan konkusio bola mata menyebabkan vitreus menekan koroid kebelakang dan
dikembalikan lagi ke depan dengan cepat (contra-coup) sehingga dapat menyebabkan edema,
perdarahan dan robekan stroma koroid. Bila perdarahan hanya sedikit, maka tidak akan
menimbulkan perdarahan vitreus. Perdarahan dapat terjadi di subretina dan suprakoroid. Akibat
perdarahan dan eksudasi di ruang suprakoriud, dapat terjadi pelepasan koroid dari sklera. Ruptur
koroid secara oftalmoskopik terlihat sebagai garis putih berbatas tegas, biasanya terletak anterior
dari ekuator dan ruptur ini sering terjadi pada membran Bruch. Kontusio juga dapat
menyebabkan reaksi inflamasi, nekrosis, dan degenerasi koroid.
Kornea
Edema superfisial dan aberasi kornea dapat hilang dalam beberapa jam. Edema interstisial adalah
edema yang terjadi di substania propria yang membentuk kekeruhan seperti cincin dengan batas
tegas berdiameter 2 ± 3 mm. Lipatan membrana Bowman membentuk membran seperti lattice.
Membrana descement bila terkena trauma dapat berlipat atau robek dan akan tampak sebagai
kekeruhan yang berbentuk benang. Bila endotel robek maka akan terjadi inhibisi humor aquous
ke dalam stroma kornea, sehingga kornea menjadi edema. Bila robekan endotel kornea ini kecil,
maka kornea akan jernih kembali dalam beberapa hari tanpa terapi. Deposit pigmen sering terjadi
di permukaan posterior kornea, disebabkan oleha danya segmen iris yang terlepas ke depan.
Laserasi kornea dapat terjadi di setiap lapisan kornea secara terpisah atau bersamaan, tetapi
jarang menyebabkan perforasi.
Iris dan Korpus Siliaris
Segera setelah trauma, akan terjadi miosis dan akan kembali normal bila trauma ringan. Bila
trauma cukup kuat, maka miosis akan segera diikuti dengan iridoplegi dan spasme akomodasi
sementara. Dilatasi pupil biasanya diikuti dengan paralisis otot akomodasi, yang dapat menetap
bila kerusakannya cukup hebat. Penderita umumnya mengeluh kesulitan melihat dekat dan harus
dibantu dengan kacamata.Konkusio dapat pula menyebabkan perubahan vaskular berupa
vasokonstriksi yang segera diikuti dengan vasodilatasi, eksudasi dan hiperemia. Eksudasi
kadang-kadang hebat sehingga timbul iritis. Perdarahan pada jaringan iris dapat pula terjadi dan
dapat dilihat melalui deposit-deposit pigmen hemosiderin. Kerusakan vaskular iris, akar iris dan
korpus siliaris dapat menyebabkan terkumpulnya darah di kamera okuli anterior, yang disebut
hifema. Trauma tumpul dapat merobek pembuluh darah iris atau badan siliar. Gaya-gayakontusif
akan merobek pembuluh darah iris dan merusak sudut kamar okulianterior. Tetapi dapat juga
terjadi secara spontan atau pada patologi vaskuler okuler. Darah ini dapat ergerak dalam kamera
anterior, mengotori permukaandalam kornea. Tanda dan gejala hifema, antara lain:
- Pandangan mata kabur
- Penglihatan sangat menurun
- Kadang-kadang terlihat iridoplegia & iridodialisis
- Pasien mengeluh sakit atau nyeri
- Nyeri disertai dengan efipora & blefarospasme
- Pembengkakan dan perubahan warna pada palpebra
- Retina menjadi edema & terjadi perubahan pigmen
- Otot sfingter pupil mengalami kelumpuhan
- Pupil tetap dilatasi (midriasis)
- Tidak bereaksi terhadap cahaya beberapa minggu setelah trauma.
- Pewarnaan darah (blood staining) pada kornea
- Kenaikan TIO (glukoma sekunder)
- Sukar melihat dekat
- Silau akibat gangguan masuknya sinar pada pupil
- Anisokor pupil
- Penglihatan ganda (iridodialisis)
Hifema primer dapat cepat diresorbsi dan dalam 5 hari bilik mata depan sudahbersih. Komplikasi
yang ditakutkan adalah hifema sekunder yang sering terjadipada hari ke-3 dan ke-5, karena
viskositas darahnya lebih kental dan volumenyalebih banyak. Hifema sekunder disebabkan lisis
dan retraksi bekuan darah yangmenempel pada bagian yang robek dan biasanya akan
menimbulkan perdarahanyang lebih banyak.
Lensa
Kerusakan yang terjadi pada lensa paska-trauma adalah kekeruhan, subluksasi dandislokasi
lensa. Kekeruhan lensa dapat berupa cincin pigmen yang terdapat padakapsul anterior karena
pelepasan pigmen iris posterior yang disebut cincinVosslus. Kekeruhan lain adalah kekeruhan
punctata, diskreta, lamelar atau difusseluruh massa lensa.Akibat lainnya adalah robekan kapsula
lensa anterior atau posterior.Bila robekankecil, lesi akan segera tertutup dengan meninggikan
kekeruhan yang tidak akanmengganggu penglihatan. Kekeruhan ini pada orang muda akan
menetap,sedangkan pada orang tua dapat progresif menjadi katarak presenil. Dengan katalain,
trauma dapat mengaktivasi proses degeneratif lensa. Subluksasi lensa dapat aksial dan lateral.
Subluksasi lensa kadang-kadang tidak mengganggu visus, namun dapat juga mengakibatkan
diplopia monokular, bahkandapat mengakibatkan reaksi fakoanafilaktik. Dislokasi lensa dapat
terjadi ke bilik depan, ke vitreus, subskleral, ruang interretina, konjungtiva dan ke
subtenon.Dislokasi ke bilik depan sering menyebabkan glaukoma akut yang hebat,
sehinggaharus segera diekstraksi. Dislokasi ke posterior biasanya lebih tenang dan seringtidak
menimbulkan keluhan, tetapi dapat menyebabkan vitreus menonjol ke bilik depan dan
menyebabkan blok pupil dan peninggian TIO.
Retina
Edema retina terutama makula sering terjadi pada kontusio dan konkusio okuli.Bila hebat dapat
meninggalkan bekas yang permanen. Edem retina bisa terjadipada tempat kontusio, tetapi yang
paling sering terjadi mengenai sekeliling diskusdan makula. Dapat pula terjadi nekrosis dan
perdarahan retina yang pada prosespenyembuhan akan meninggalkan atrofi dan sikatrik. Pada
edem makula, tampak retina di sekeliling makula berwarna putih ke abu-abuan dengan bintik
merah di tengahnya, menyerupai gambaran oklusi arteriretina sentralis. Edema dapat
berkembang menjadi kistik atau macular hole. Bilaedema tidak hebat, hanya akan meninggalkan
pigmentasi dan atrofi. Segerasetelah trauma, terjadi vasokonstriksi yang diikuti oleh vasodilatasi,
menyebabkanedema dan perdarahan. Perdarahan dapat terjadi di retina, subhyaloid atau
bahkandapat ke vitreus, sehingga pada penyembuhannya menyebabkan
retinopatiproliferatif.Robekan retina jarang terjadi pada mata sehat. Biasanya robekan retina
terjadipada mata yang memang telah mengalami degenerasi sebelumnya, sehinggatrauma yang
ringan sekalipun dapat memicu robekan. Ruptur retina sering disertaidengan ruptur koroid.
Dialisis ora serata sering terjadi pada kuadraninferotemporal atau nasal atas, berbentuk segitiga
atau tapal kuda, disertai denganablasio retina. Ablasio retina pada kontusio dan konkusio dapat
terjadi akibat:
- Kolaps bola mata yang tiba-tiba akibat ruptur
- Perdarahan koroid dan eksudasi
- Robekan retina dan koroid
- Traksi fibrosis vitreus akibat perdarahan retina atau vitreus.
- Adanya degenerasi retina sebelumnya, trauma hanya sebagai pencetus.
NervusOptikus
Kontusio dan konkusio dapat menyebabkan edem dan inflamasi di sekitar diskusoptik berupa
papilitis, dengan sekuele berupa papil atrofi. Keadaan ini seringdisertai pula dengan kerusakan
koroid dan retina yang luas. Kontusio dankonkusio yang hebat juga mengakibatkan ruptur atau
avulsi nervus optikus yangbiasanya disertai kerusakan mata berat.
BAB 3
TRAUMA TEMBUS MATA
Trauma tembus mata adalah suatu trauma dimana sebagian atau seluruh lapisan kornea
dan sklera mengalami kerusakan. Trauma ini dapat terjadi apabila benda asing melukai
sebagianlapisan kornea atau scleradan benda tersebut tertinggal di dalam lapisan tersebut. Pada
keadaanini tidak terjadi luka terbuka sehingga organ di dalam bola mata tidak mengalami
kontaminasi.Benda asing dengan kecepatan tingga akan menembus seluruh lapisan sclera atau
kornea serta jaringan lain dalam bola mata kemudian bersarang di dalam bola mata ataupun
dapat sampaimenimbulkan perforasi ganda sehingga akhirnya benda asing tersebut bersarang di
dalam ronggaorbita atau bahkan dapat mengenai tulang orbita. Dalam hal ini akan ditemukan
suatu lukaterbuka dan biasanya terjadi prolaps iris, lensa ataupun badan kaca.
Trauma dapat mengakibatkan robekan pada konjungtiva. Bila robekan konjungtiva
initidak melebihi 1 cm, maka tidak perlu dilakukan penjahitan. Bila robekan konjungtiva lebih
dari 1cm diperlukan tindakan penjahitan untuk mencegah terjadinya granuloma. Pada setiap
robekankonjungtiva perlu diperhatikan terdapatnya robekan sclera bersama-sama dengan
robekankonjungtiva tersebut. Bila trauma disebabkan benda tajam atau benda asing masuk ke
dalam bolamata maka akan terlihat tanda-tanda bola mata tembus seperti :
- Tajam penglihatan yang menurun
- TIO rendah
- Bilik mata dangkal
- Bentuk dan letak pupil yang berubah
- Terlihat rupture pada kornea atau sclera
- Terdapat jaringan prolaps seperti cairan mata, iris, lensa, badan kaca atau retina
- Konjungtiva kemotik
Bila terlihat salah satu tanda di atas atau dicuragai adanya perforasi bola mata maka
secepatnyadilakukan pemeberian antibiotika topical dan mata ditutup segera dikirim pada dokter
mata untuk dilakukan pembedahan.
Ruptur bola mata selalu merupakan trauma yang sangat gawat, yang dapat
menyebabkankebutaan cepat atau lambat. Prolaps dari badan kaca melalui rupture ini sering
disertai dengantimbulnya robekan di retina dan ablasi retina. Dengan robeknya bola mata, infeksi
mudah terjadi.
Pada pasien dengan luka tembus bola mata sebaiknya diberikan antibiotik sistemik atauintravena
dan pasien dipuasakan untuk tindakan pembedahan, pasien juga diberi anti tetanus profilaktik,
analgetik dan jika perlu penenang. Sebelum dirujuk mata tidak diberi salep karena salep dapat
masuk ke dalam mata. Pasien tidak boleh diberi steroid lokal. Pada trauma akibat benda tajam
ada baiknya diberi anestesi lokal, supaya pemeriksaandapat dilakukan dengan lebih teliti dan
pada luka-luka yang hebat tidak terjadi blefarospasmeyang hebat, yang dapat menimbulkan
prolaps dari sisi bola mata. Serum anti tetanus harusdiberikan pada setiap akibat benda tajam.
BERBAGAI KERUSAKAN JARINGAN MATA AKIBAT TRAUMA TEMBUS MATA
Luka Pada Palpebra
Jika pinggir palpebra luka dan tidak diperbaiki, dapat menimbulkan koloboma palpebra
akuisita. Bila besar dapat mengkibatkan kerusakan kornea oleh karena mata tidak dapat menutup
sempurna. Oleh karena itu tindakan harus dilakukan secepatnya. Jika luka tidak kotor dapat
ditunggu sampai 24 jam. Pada tindakan harus diperbaiki kontinuitas margo palpebra dan
kedudukan bulu mata, jangan sampai menimbulkan trikiasis. Bila robekan mengenai margo
palpebra inferior bagian nasal, dapat memotong kanalikuli lakrimal inferior sehingga air mata
tidak dapat melalui jalan yang sebenarnya dan mengakibatkan epifora. Rekanalisasi harus
dikerjakan secepatnya, bila ditunggu 1-2 hari sukar untuk mencari ujung kanalikuli tersebut.
Luka Pada Orbita
Luka tajam yang mengenai orbita dapat merusak bola mata, merusak saraf optik, dapat
menyebabkan kebutaan atau merobek otot luar mata sehingga timbul paralise otot dan diplopia.
Karena adanya benda asing atau adanya hubungan terbuka dengan rongga-rongga di sekitar
orbita maka luka akan mudah terinfeksi, yang dapat menimbulkan selulitis orbita (orbital
phlegmon). Oleh karena itu jika ada luka di orbita harus segera dibuat foto rontgen dan tindakan
dilakukan secepatnya. Untuk menghindari terjadinya infeksi diberikan antibiotika lokal dan
sistemik. Jika terdapat infeksi dapat menimbulkan peradangan supuratif dan berakhir dengan
abses orbita. Bilamana mengenai dasar tengkorak dapat menimbulkan kerusakan neruvus II.
Luka Mengenai Bola Mata
Bila terdapat luka yang mengenai bola mata, tentukan terlebih dahulu jika luka tersebut
dengan atau tanpa perforasi, dengan atau tanpa benda asing. Jika ada perforasi di bagian depan
(kornea) bilik mata depan dangkal, kadang iris melekat atau menonjol pada luka perforasi di
kornea, TIO rendah dan tes fistel positif. Bila perforasi mengenai posterior (sklera) bilik mata
depan dalam, perdarahan dalam badan kaca, koroid, retina, mungkinada ablasi retina, dan TIO
rendah.
Luka Mengenai Konjungtiva
Bila kecil dapat sembuh dengan spontan, bila besar perlu dijahit. Pemberian antibiotik
lokal dan sistemik untuk mencegah infeksi sekunder.
Luka Pada Kornea
Tanpa Perforasi : Erosi kornea atau benda asing tersangkut di kornea memberikan hasil tes
fluoresin positif. Untuk mencegah infeksi harus diberikan antibiotika spectrum luas.
Dengan Perforasi : Jika terdapat luka di kornea dengan perforasi tindakan harus dilakukan
secepat mungkin. Bila luka kecil lepaskan konjungtiva di limbus yang erdekatan, kemudian
ditarik supaya menutupi luka kornea tersebut (flapkonjungtiva).
Bila luka di kornea disertai prolaps iris, iris yang keluar harus dipotong dan sisanya
direposisi, robekan di kornea dijahit dan ditutup dengan flap konjungtiva. Bilamana luka
berlangsung beberapa jam sebaiknya bilik mata depan dibilas dulu dengan larutan penisilin
10.000 U/cc, sebelum kornea di jahit. Sesudah dijahit diberikan antibiotik dengan spektrum luas
lokal dan sistemik. Pada luka robekan jangan sekali-kali memberikan kortison sebelom hari
kelima. Setelah lima hari biasnya luka sudah sembuh. Tindakan yang dilakukan seasepsis
mungkin untuk mencegah infeksi sekunder dan oftalmikasimpatika. Selama perawatan harus
diperhatikan pula keadaan mata yang sehat terutama apabila :
- Pada mata yang sehat terus-menerus merah, karena injeksi siliar, lakrimasi dan terdapat
eksudat di nilik mata depan. Hal ini dapat berlangsung selama 3 minggu.
- Mata yang sakit menunjukkan tanda-tanda radang yang hilang timbul.
- Pada mata yang sehat menunjukkan tanda iritasi simpatika yaitu visus menurun,
lakrimasi, injeksi siliar, bilik mata depan efek Tyndall positif. Bila terdapat tanda-tanda
iritasi simpatika maka harus dipertimbangkan untuk melakukan enukleasi bulbi pada
mata yang terkena trauma. Mata yang terserang iritasi simpatika diobati sebagai
iridosiklitis biasa. Bilamana terdapat katarak traumatik, harus diawasi sampai seluruh
massa lensa diserap karena massa lensa yang tersisa dapat menyebabkan uveitis dan
galukoma sekunder. Jika terjadi glukoma dapat dilakukan pemberian asetazolamid dan
operasi parasentra untuk menurunkan TIO.
Luka Pada Sklera
Luka yang mengenai sklera dapat berbahaya karena dapat menimbulkan perdarahan
dalam badan kaca, keluarnya isi bola mata, infeksi dari bagina dalam mata dan ablasi retina.
Luka yang kecil tanpa infeksi sekunder dapat sembuh dengan dibersihkan, ditutup dengan
konjungtiva, beri antibiotic lokaldan sistemik dan mata ditutup. Luka yang besar sering disertai
perdarahan badan kaca, prolaps badan kaca, koroid dan badan siliar. Jika masih ada
kemungkinan mata tersebut dapat melihat maka luka dibersihkan, jaringan yang keluar dipotong,
luka sklera dan konjungtiva dijahit. Bila luka sangat besar dan diragukan bahwa mata tersebut
masih dapat berfungsi maka sebaiknya dienukleasi untuk menghindari timbulnya oftalmia
simpatika pada mata yang sehat.
Luka Pada Badan Siliar
Luka pada badan siliar memiliki prognosis yang buruk kemungkinan besar dapat
menimbulkan endoftalmiti, panooftalmitis yang dapat berakhir dengan ptisis bulbi pada mata
yang terkena trauma sedangkan pada mata yang sehat dapat timbul oftalmika simpatika. Karena
itu bila lukanya besar, disertai prolaps isi bola mata dan mata tidak mungkin melihat lagi
sebaiknya dilakukan enukleasi bulbi pada mata yang terkena trauma untuk menghindari oftalmia
simpatikan pada mata yang sehat.
PEMERIKSAAN
Pada setiap kejadian trauma ada beerap[a yang yang harus mendapat perhatian. Muali
dari anamnesis, pertolongan pertama serta tindakan lanjutan. Dengan mengetauhisebanyak
mungkin riwayat trauma yang terjadi maka tindakan pertolongan yang diberikan diharapkan
mampu meningkatkan prognosisnya menjadi lebih baik
Anamnesis
Dalam anamnesis, kapan terjadinya trauma harus ditanyakan secara tepat waktunya
karena hal ini akan sangat mempengaruhi prognosis. Perlu ditanyakan dimana tempat terjadinya
trauma, karena ini bisa mebantu memperkirakan penyebab trauma. Objek penyebab trauma, baik
maacam atau jenis benda yang menyebabkan trauma perlu ditanyakan secara detil. Demikian
pula pertanyaan mengenai kemungkinan adanya benda asing yang tertinggal baik itu di dalam
rongga orbita ataupun bola mata. Apakah pasien telah mendapatkan pertolongan sebelumnya
setelah terkena trauma dan jenis pertolongan yang didapatkan harus ditanyakan. Penting pula
ditanya keadaann visus sebelum terjadinya trauma, riwayat pemakaian kaca mata, riwayat
penyakit mata sebelumnya dan ada tidaknya trauma pada mata sebelumnya.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada penderita trauma mata harus dilakukan secara hati-hati dan teliti.
Keterangan diperoleh baik dari korban atau saksi mata. Anestesi tropikal akan membuat pasien
merasa nyaman, sehingga dianjurkan memberikan tetrakain atau pentokain tetes mata agar saat
pemeriksaan penderita tidak merasa nyeri. Pemeriksan visus harus dilakukan, bila perlu dalam
kondisi berbaring. Beberapa pemeriksaan objektif bisa dilakukan kemudian setelah pasien dalam
keadaan tenang.
Perhatikan secara seksama, apakah ada ruptur palpebra atau konjungtiva. Adanya
kelainan pada kornea yang berupa erosi, vulnus dan perforasi perlu mendapat perhatian. Keadaan
bilik mata depan, apakah dalam, dangkal, apakah ada hifema, adanya benda asing dalam bilik
mata depan, serta adanya prolapsus iris harus diamati dengan teliti. Kecurigaan adanya ruptur
bulbi ditandai dengan adanya pupil yang tidak bulat, kemosis yang sangat hebat serta TIO yang
sangat menurun. Daerah yang lemah dan sering mengalami ruptur adalah daerah limbus kornea
dan perlekatan muskulus rektus dan oblikus okuli. Kemungkinan adanya benda asing di kornea
atau konjungtiva termasuk benda asing yang berada di konjungtiva superior yang hanya bisa
diketauhi dengan membalik (eversi) harus dicari dengan teliti.
PENATALAKSANAAN
Prinsip penanganan trauma adalah mengurangi meluasnya kerusakan jaringan,
menghindari infeksi serta bila perlu melakukan rujukan ke pusat pelayanan yang lebih tinggi
dengan fasilitas peralatan yang lebih lengkap. Untuk mengurangi meluasnya kerusakan jaringan
adalah dengan cara memberikan pertolongan pertama segera setelah kejadian, contohnya seperti
pemberian anti tetanus serum (ATS) serta pemberian antibiotika topikal ataupun intravenaa. Bila
perlu, diberikan juga analgetika dan obat penenang. Sebelum dirujuk, mata tidak diberi salep
karena salep dapat masuk ke dalam mata. Pasien juga tidak boleh diberikan steroid lokal dan
dielakkan beban pada mata supaya tidak menekan bola mata. Pada setiap terlihat kemungkinan
trauma perforasi sebaiknya dipastikan apakah ada benda asing yang masuk ke dalam mata
dengan membuat foto.
Pengeluaran Benda Asing Tergantung Lokasi
- Palpebra, konjungtiva atau kornea : dilepaskan setelah pemberian anestesi lokal. Untuk
mengeluarkan perlu kapas lidi atau jarum suntik tumpul atau tajam. Arah pengambilan
adalah dari tengah ke tepi. Bila benda bersifat magnetik maka dapat dikeluarkan dengan
magnet portable atau giant magnet. Kemudian diberi antibiotika lokal, sikloplegik dan
mata dibebat.
- Iris : pecahan besi dapat dikeluarkan dengan dibuat insisi di limbus, melalui luka ini
ujaung dari magnit dimasukkan untuk menarik benda tersebut, bila tidak berhasil dapat
dilakukan iridektomi dari iris yang mengandung benda asing tersebut.
- Bilik mata depan : Pecahan besi dapat dikeluarkan dengan magnit pula seperti pada iris.
Bila letaknya di lensa juga dapat ditarik denga magnit, sesudah dibuat sayatan di limbus
kornea, jika tidak berhasil dapat dilakukan pengeluaran lensa denga cara ekstraksi linier
pada orang muda dan ekstraksi ekstra kapsuler atau intrakapsuler pada orang yang lebih
tua.
- Badan kaca : pengeluaran dengan magnit raksasa, setelah dibuat sayatan dari skera. Bila
tidak berhasil atau benda asing itu tidak magnetik dapat dikeluarkan dengan opersai
viterektomi. Bila benda asing itu tidak dapat diambil harus dilakukan enukleasi bulbi
untuk mencegah timbulnya oftalmia simpatika pada mata sebelahnya.
KOMPLIKASI
1. Endoftalmitis :
Mata merah dan bengkak, sukar dibuka, konjungtiva merah, kornea keruh, bilik mata
depan keruh, fotofobia.
2. Panoftalmitis
Peradangan seluruh bolamata termasuk sklera dan kapsul tenon sehingga bola mata
merupakan rongga abses
3. Edema kornea
4. Ablasi retina : keluarnya vitreous humor keluar menyebabkan penurunan tekanan
intraokuler yang menyebabkan ablasi retina.
5. Perforasi pars plana
6. Ophtalmis simpatika
7. Uveitis granulomatous : pada mata yang semula sehat yang timbul setelah terjadinya
trauma tembus pada mata yang lain (exiting eye). Tanda awal adalah hilangnya daya
akomodasi serta terdapatnya radang di belakang lensa, gejala ini diikuti oleh iridosiklitis
subakut, sebukan sel radang dalam vitreous dan eksudat putih kekuningan pada jaringan
di bawah retina
PROGNOSIS
Bergantung pada banyak faktor seperti semakin besar gaya atau benda penyebab maka akan
semakin berat trauma yang terjadi. Semakin sederhana jenis kerusakan maka akan semakin baik
prognosisnya, tetapi semakin kompleks kerusakannya maka prognosisnya lebih jelek. Selain itu,
semkain superfisial luka yang terjadi makan akan semakin baik prognosisnya. Semkain cepat
pertolongan yang diberikan, prognosis akan semakin baik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Suhardjo, SU, Hartono. Ilmu Kesehatan Mata, Yogyakarta; Bagian Ilmu Penyakit Mata,
fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada;2007
2. Ilyas S,dkk. Ilmua Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran.
Edisi kedua. Jakarta:CV.Sagung Seto.2002.263-278.
3. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.2005.259-267.
4. Prihatno AS.Cedera Mata.2007 (Diakses dari websitewww.medicastore.com, pada
tanggal 19 september 2011).
5. American Academy of Ophthalmology in Prevalence and Common Cause of Vision
Impairment in Adults. International Ophthalmology Section 13.2005-2006, page 139-
151.5.
6. Depkes Ditjen Binkesmas. Hasil Survey Indera Penglihatan dan Pendengaran1996,1998.
12-17.
7. Sofia Yunian, Sri Inkawati. Trauma Mata Akibat Petasan dan Hubungannya dengan
Pencegahan Kebutaan. Ophthalmologica Indonesia Volume 29.2002.hal 6-73.7.
8. Nana Wijana,S.D;Trauma. Dalam :Ilmu Penyakit Mata.April 1983.247-249