7/31/2019 Manajemen Tanaman Perkebunan I
1/21
Manajemen Tanaman PerkebunanKEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP PERKEBUNAN TEBU DAN INDUSTRI GULA DI INDONESIA
Kelompok I
7/31/2019 Manajemen Tanaman Perkebunan I
2/21
Latar Belakang KebijakanPemerintah Terhadap Gula
Sebagai salah satu industri manufaktur yang tertua, industrigula Indonesia pernah mencapai jaman keemasan pada tahunsekitar 1930-an dengan menjadi eksportir gula terbesar keduadi dunia setelah Kuba. Namun perkembangan selanjutnyaindustri gula Indonesia lambat laun mengalami degradasistruktural dan sulit untuk bangkit kembali, hingga padaakhirnya Indonesia menjadi salah satu importir gulaterpenting di dunia saat ini. kekhawatiran terhadap masadepan kemandirian pangan gula Indonesia.
Sejak liberalisasi perdagangan diberlakukan padatahun 1998 hingga tahun 2002, ketergantunganimpor gula Indonesia telah mencapai 47 persenper tahun. Kondisi tersebut tentu saja
menimbulkan kekhawatiran terhadap masa depankemandirian pangan gula Indonesia.
7/31/2019 Manajemen Tanaman Perkebunan I
3/21
Latar Belakang KebijakanPemerintah Terhadap Gula
Kemundurun produksi gula domestik terutamadisebabkan oleh menurunnya produktivitas dan efisiensiindustri gula secara keseluruhan, mulai dari pertanaman(tebu) hingga pabrik gula. Rendahnya produktivitastanaman tebu rakyat disebabkan oleh sistem budidayaratoon dengan keprasan (pemotongan panen) yang lebihdari 3 kali, bahkan hingga belasan kali, denganpemeliharaan yang kurang memadai sehingga sebagianbesar tanaman banyak terserang hama-penyakit
Kurang optimalnya pengelolaan proses tebang-angkut-giling, dimana hal tersebut turut memberikan kontribusiyang cukup tinggi terhadap rendahnya produktivitas tebu.Hasil penelitian tahun 1999 mengungkapkan bahwa 20PG tidak efisien secara teknis dan ekonomis, 6 PG efisien
secara teknis namun tidak efisien secara ekonomi danhanya 10 PG yang efisien secara teknis dan ekonomi.
7/31/2019 Manajemen Tanaman Perkebunan I
4/21
Kemundurun produksi gula domestik terutamadisebabkan oleh menurunnya produktivitas dan efisiensiindustri gula secara keseluruhan, mulai dari pertanaman(tebu) hingga pabrik gula. Rendahnya produktivitastanaman tebu rakyat disebabkan oleh sistem budidayaratoon dengan keprasan (pemotongan panen) yang lebihdari 3 kali, bahkan hingga belasan kali, denganpemeliharaan yang kurang memadai sehingga sebagianbesar tanaman banyak terserang hama-penyakit
Kurang optimalnya pengelolaan proses tebang-angkut-giling, dimana hal tersebut turut memberikan kontribusiyang cukup tinggi terhadap rendahnya produktivitas tebu.Hasil penelitian tahun 1999 mengungkapkan bahwa 20PG tidak efisien secara teknis dan ekonomis, 6 PG efisien
secara teknis namun tidak efisien secara ekonomi danhanya 10 PG yang efisien secara teknis dan ekonomi.
Latar Belakang KebijakanPemerintah Terhadap Gula
Rendahnya harga gula dipasar internasional akibat
surplus pasokan sertakebijakan dari negara-
negara eksportir, semakinmenurunkan insentif bagi
upaya pengembanganindustri gula di dalamnegeri. Tanpa upayaproteksi, para pelaku
industri gula nasional,khususnya para petani tebu,
senantiasa dihadapkan
pada situasi persainganusaha yang tidak adil.
Permasalahan lain yangtidak boleh diabaikan adalah
berkaitan denganpelaksanaan otonomi
daerah.
Salah satu isu yangmengemuka mengenai
dampak negatif daripelaksanaan otonomi
daerah adalah mengenaipungutan retribusi dan pajak
yang makin marak demimengejar penerimaan
Pendapatan Asli Daerah(PAD) yang setingi-
tingginya.
7/31/2019 Manajemen Tanaman Perkebunan I
5/21
Tujuan dan Sasaran KebijakanPemerintah Terhadap Gula
Arah dan tujuan pengembangan sejalan dengan
arah pengembangan yang ditetapkan olehDepartemen Pertanian cq Direktorat Jenderal BinaProduksi Perkebunan. Tujuan yang ditetapkan
Ditjen Bina Produksi Perkebunan untuk periode2005-2010 adalah untuk menyelamatkan dan
menyehatkan industri gula nasional, sekaligusuntuk membangun landasan peningkatan dayasaing dan pencapaian swasembada gula nasional.
7/31/2019 Manajemen Tanaman Perkebunan I
6/21
Indikator Pencapaian Sasaran
Produktivitas gula nasional, minimal rata-rata4,35% per tahun
Peningkatan efisiensi pabrik gula minimal 85% dankapasitas giling lebih dari 221.050 TTH.
Produktivitas rata-rata 7 ton per hektar.
Rata-rata biaya produksi gula nasional paling tinggiUS$ 0,4 per kg
Pendapatan bersih petani minimal US$ 500 perhektar dengan asumsi harga jual US$ 0,5 per kg.
7/31/2019 Manajemen Tanaman Perkebunan I
7/21
Kebijakan Dasar Industri GulaNasional
Penciptaan medan persaingan yang fair bagiindustri gula nasional melalui kebijakan
pengendalian impor dan harga di tingkat petani.
Penciptaan kebijakan yang mendukung upayapeningkatan efisiensi di tingkat petani dengan
bantuan subsidi input yang efektif.
Restrukturisasi yang dilaksanakan dalam upayameningkatkan daya penyesuaian diri dan inovasi
pabrik gula, dimana menempatkan inovasi sebagaiinstrumen utama dalam meningkatkan daya saing.
Rasionalisasi yang dilaksanakan dalam upayamenurunkan biaya produksi
Reengineering untuk dapat meningkatkan efisiensipabrik gula
7/31/2019 Manajemen Tanaman Perkebunan I
8/21
Strategi Pengembangan IndustriGula
Meningkatkan produktivitas, efisiensi dan dayasaing serta memberikan perlindungan yang fairkepada usaha dan sistem agribisnis pergulaanberbasis tebu yang secara bertahap bergeser kediversifikasi industri berbasis tebu
Ekstensifikasi dengan pengembangan industrigula di luar Jawa
Strategi
Dasar
Rehabilitasi atau peremajaan serta perluasan
Perkebunan Tebu Rehabilitasi, konsolidasi, dan modernisasi
teknologi Pabrik Gula Peningkatan investasi untuk pengembangan
industri gula yang terintegrasi, baik di Jawamaupun di luar Jawa serta pengembanganindustri gula baru yang terintegrasi di luar Jawa.
ProgramUtama
7/31/2019 Manajemen Tanaman Perkebunan I
9/21
Strategi Pengembangan IndustriGula
Program perlindungan dan penyediaan fasilitasberproduksi
Program pengembangan sistem pembiayaan bagipetani tebu dan pelaku usaha pergulaan.
Program penguatan lembaga penelitian danpengembangan serta lembaga pendidikan pergulaan,termasuk pengembangan sinergi antar lembaga
Program pengembangan infrastruktur (irigasi, jalan,pelabuhan) untuk mendukung pengembangan sistemindustri gula terpadu
Program penyusunan rencana induk (Masterplan)pengembangan industri gula berbasis tebu, baik di
masing masing sentra produksi gula maupunketerkaitan antar sentra produksi
Program promosi investasi dalam mendukungpercepatan pengembangan industri gula terpadu.
Transparansi penentuan rendemen.
ProgramPendukung
7/31/2019 Manajemen Tanaman Perkebunan I
10/21
7/31/2019 Manajemen Tanaman Perkebunan I
11/21
7/31/2019 Manajemen Tanaman Perkebunan I
12/21
7/31/2019 Manajemen Tanaman Perkebunan I
13/21
7/31/2019 Manajemen Tanaman Perkebunan I
14/21
Kebijakan Kebijakan Pemerintah Tentang Tebudan Gula di Indonesia
Konsistensi kebijakan pemerintah
Penciptaan medan persaingan yang adil
Pemberian insentif untuk pengembanganindustri di luar jawa dan produk derivatif gula
Dukungan pendanaan untuk rehabilitasiatau konsolidasi PG
Dukungan untuk memudahkan privatisasi
7/31/2019 Manajemen Tanaman Perkebunan I
15/21
Surat Keputusan Menteri Perindustrian danPerdagangan No. 643 Tahun 2002 tentang TataNiaga Impor Gula
Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan (SK No.643/MPP/Kep/9/2002) tentang Tata niaga Impor Gula dimaksudkan untukmengatur aktivitas impor gula. Kebijakan ini memberikan kewenangankepada importer produsen (IP) untuk mengimpor gula mentah (raw sugar)dan kepada importir terdaftar (IT) untuk mengimpor gula kristal putih (whitesugar). IT yang diberikan kewenangan tersebut tidak lain adalah perkebunangula yang memiliki perolehan bahan baku 75% yang berasal dari petani.Perusahaan perkebunan yang memenuhi kualifikasi sebagai IT adalah empatBUMN yang masuk kualifikasi, yaitu PT Perkebunan Nusantara (PTPN) IX,PTPN X, PTPN XI, dan PT Rajawali Nusantara Indonesia (PT RNI).
7/31/2019 Manajemen Tanaman Perkebunan I
16/21
Surat Keputusan Menteri Perindustrian danPerdagangan No. 527 Tahun 2004 tentang TataNiaga Impor Gula
Pada tahun 2004 dikeluarkan Keputusan Menteri Nomor527MPP/Kep/9/2004 tertanggal 17 September 2004 tentang KetentuanImpor Gula (KIG), yang kembali melibatkan BUMN seperti Bulog dan PTPerusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI) dalam perdagangan gula diIndonesia. Perum BULOG mendapat tugas dari Kementerian Negara BUMNuntuk membantu menyalurkan gula milik produsen gula nasional, khususnyayang dihasilkan dari PTPN dan PT RNI. Dalam kerjasama antar BUMN itu,Bulog nantinya menjadi distributor tunggal untuk memasarkan gula milikPTPN dan RNI melalui jaringan yang tersebar di seluruh Indonesia.Ketentuan Impor Gula yang dituangkan dalam SK 527 tersebutmenggantikan ketentuan yang lama yakni SK Nomor 643/MPP/Kep/9/2002tentang Tata Niaga Impor Gula. SK 527 mengatur pembatasan pasar gularafinasi hanya untuk konsumen industry saja sedangkan gula kristal putih
boleh dijual kepada konsumen rumah tangga.
7/31/2019 Manajemen Tanaman Perkebunan I
17/21
Rencana Revisi SK 527 Tahun 2004
Sistem tata niaga gula yang semula dimaksudkan mengatur keseimbangansupply dan demand telah menempatkan posisi petani sebagai pihak yangharus dilindungi. Hal ini tercermin baik dalam SK 643 maupun SK 527. Imporgula sebelumnya juga diatur oleh pemerintah melalui SK 643 tentang tataniaga impor gula, yang memberikan kewenangan untuk mengimpor gula bagiimportir terdaftar saja. Sementara pada SK 527 pemerintah membagisegmentasi pemasaran gula dan membagi gula atas gula kristal putih (gulatebu) dan gula rafinasi.
7/31/2019 Manajemen Tanaman Perkebunan I
18/21
7/31/2019 Manajemen Tanaman Perkebunan I
19/21
7/31/2019 Manajemen Tanaman Perkebunan I
20/21
Sedangkan inpres pemerintah tentang pergulaannasional, pembagian tugasnya antara lain:
7/31/2019 Manajemen Tanaman Perkebunan I
21/21
TERIMAKASIH
Top Related