MANAJEMEN RISIKO PEMBIAYAAN AL-ISTISHN„
PADA BPRS AMANAH UMMAH, LEUWILIANG-BOGOR
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (SE.Sy)
Oleh:
RISA SAFARIYANI
NIM : 107046101817
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1432 H/2011
ii
LEMBAR PENGESAHAN PANIITIA UJIAN
iii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
iv
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan memperoleh gelar sarjana strata 1 di Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Ciputat, 23 Juni 2011 M
21 Rajab 1432 H
Risa Safariyani
v
ABSTRAK
Risa Safariyani, 107046101817, “Manajemen Risiko Pembiayaan Al-
Istishnâ„ Pada BPRS Amanah Ummah Leuwiliang-Bogor”. Skripsi Strata satu
(S1) Konsentrasi Perbankan Syariah Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam)
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
2011, xiii + 113 + 35 halaman.
Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui mekanisme pembiayaan
Al-Istishnâ„ serta manfaat dan jenis risiko yang dihadapi oleh BPRS Amanah
Ummah. Selanjutnya tujuan yang hendak dicapai adalah untuk mengetahui praktek
manajemen risiko yang dilakukan oleh BPRS Amanah Ummah dalam akad Al-
Istishnâ„.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode kualitatif yang bersifat
deskriptif dengan menggambarkan permasalahan yang didasari dengan data yang
didapat dari hasil survei, wawancara, studi dokumentasi, dan studi pustaka.
Sedangkan analisis data dilakukan dengan metode induktif, yaitu dari data yang
diperoleh kemudian dikumpulkan, dikelompokkan dan dirumuskan hasil penelitian
dan dapat ditarik sebuah kesimpulan.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa manajemen risiko pada
pembiayaan Al-Istishnâ„ disesuaikan pada sumber datangnya risiko, karena pada
pembiayaan Al-Istishnâ„ terdapat 3 pihak yang terlibat yaitu pihak nasabah, pihak
bank, dan pihak developer. Dari proses manajemen risiko tersebut, BPRS Amanah
Ummah telah mampu untuk meminimalisir dampak dari risiko pembiayaan Al-
Istishnâ„.
Kata Kunci : Manajemen Risiko, Al-Istishnâ„, BPRS Amanah Ummah.
Pembimbing : 1. Dr. H. Supriyadi Ahmad, M.A.
2. Erika Amelia, SE., M.Si.
Daftar Pustaka : Tahun 1995 sampai dengan tahun 2010.
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji serta syukur kita panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan
semesta alam yang senantiasa memberikan pertolongan dan petunjuk yang tiada
batasnya kepada seluruh ummatnya, termasuk kepada saya hingga akhirnya skripsi ini
dapat terselesaikan. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW, keluarga, serta para sahabatnya yang telah senantiasa setia dan
taat kepadanya hingga akhir zaman.
Penulis bersyukur setelah proses yang panjang dan melelahkan yang sarat
akan gangguan dan hambatan, akhirnya dengan limpahan kasih dan sayang-Nya,
penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul “Manajemen Risiko
Pembiayaan Al-Istishnâ„ pada BPRS Amanah Ummah Leuwiliang-Bogor”.
Dengan kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penulis baik langsung maupun
tidak langsung dalam peyusunan skripsi ini. karena berkat bantuan mereka jugalah
skripsi ini dapat terselesaikan.
Sebagai bentuk penghargaan yang tidak dapat terlukiskan, izinkanlah penulis
menuangkan dalam bentuk capan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. H. Amin Suma, SH, MA.MM selaku Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah
vii
mencurahkan baktinnya kepada kami, selaku Mahasiswa Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Euis Amalia, M.Ag, selaku Ketua Jurusan Muamalat dan Mukmin Rauf
M.Ag, selaku Sekretaris Jurusan Muamalat yang telah memberikan pengarahan
dan membantu penulis secara tidak langsung dalam menyiapkan skripsi ini.
3. Bpk Dr. H. Supriyadi Ahmad, MA., dan Ibu Erika Amalia, SE.,M.Si selaku
pembimbing skripsi yang selalu dapat meluangkan waktunya untuk memberikan
bimbingan, pengarahan dan nasehat kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
4. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang dengan penuh kesabaran dan keikhlasan memberikan ilmunya
kepada penulis selama di bangku kuliah.
5. Seluruh staf dan pihak lainnya dari perpustakaan Fakultas Syari‟ah dan Hukum
serta Peupustakaan Umum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membatu
dan memberikan fasilitas kepada penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini.
6. Pihak BPRS Amanah Ummah, khususnya Bpk. Dwi Mulyadi, SE., yang telah
berkenan untuk melaksanakan wawancara, dan Ibu Dian yang telah banyak
membantu penulis dan memperoleh data dan informasi yang penulis butuhkan
dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Rasa Ta‟zim dan terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orang tuaku
tercinta Apa H. Aliyuddin dan Mamah A. Nurhayati yang tak kenal lelah berjuang
dan berkorban untuk memberikan yang terbaik, perhatian serta cinta dan kasih
viii
sayang yang tak pernah habis. Setiap untaian do‟a yang beliau panjatkan
merupakan sumber kekuatan bagi ananda untuk menjalani hidup dan mencapai
masa depan.
8. Tak lupa pula untuk keluargaku dan saudaraku tercinta, Aa Opik, adikku Meli,
Ibrahim dan dede Sabila yang selalu mendoakan, memberi semangat, dan selalu
menjadi inspirasi bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
9. Tempat curahan hatiku Mas Deny Arius yang selalu sabar menghadapi keluh
kesah penulis, dan selalu memberikan semangat serta dukungan kepada penulis.
*Semoga Allah mendengar dan mengabulkan doa-doa kita.
10. Teman, sekaligus sahabat terbaikku “The Kaspersky” Mbak Atik yang telah setia
menemaniku 3 tahun tinggal bersama, Ismi sebagai teman pertamaku di UIN yang
selalu hadir dengan keceriaan dan senyuman, Tiwi yang selalu perhatian dan
bikin kita penasaran, Oka yang selalu punya cerita banyak dan seru yang sayang
kalau terlewatkan, dan ayuk Elda Wediana yang selalu memberikan saran dan
terus mendorong untuk tetap menjadi orang yang berguna dan bermanfaat.
Terimakasih kepada sahabat yang selalu siap sedia menemani penulis dalam suka
maupun duka, membantu penulis ketika dalam kesulitan, dan tempat berbagi
cerita dan keceriaan selama penulis tinggal di Ciputat, sampai akhirnya dapat
menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih atas kebersamaan dan keceriaan selama
ini. Hidup di Ciputat tanpa kalian semua seperti malam tak berbintang. Keep our
friendship forever and ever.
ix
11. Juga ucapan terimakasihku kepada, Bang Ipul, Joni, Pajri, yang telah memberikan
bantuan dan fasilitas kepada penulis untuk kelancaran penulisan skripsi ini. Dan
tak lupa kepada teman-teman seperjuanganku kelas PS D angkatan 2007 yang
telah memberikan do‟a serta dukungannya kepada penulis. Semoga kisah
persahabatan kita tetap terukir sepanjang masa.
12. Tanpa mengurangi rasa hormat, kepada seluruh pihak yang tidak dapat penulis
sebutkan satu per satu, atas semua bantuan dan dukungannya, penulis ucapkan
terima kasih. Semoga Allah SWT membalas kebaikan kalian dengan pahala yang
berlipat ganda. Amin.
Ciputat, 09 Juni 2011 M
07 Rajab 1432 H
Risa Safariyani
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN PANITIA UJIAN ................................................ iii
LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................. iv
ABSTRAK ............................................................................................................. v
KATA PENGANTAR ........................................................................................... vi
DAFTAR ISI .......................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ................................................................................................. xiv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xv
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ................................................... 8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................ 8
D. Kerangka Teori dan Kerangka Konsep ................................................ 10
E. Review Studi Terdahulu ....................................................................... 11
F. Metodologi Penelitian .......................................................................... 14
G. Sistematika Penulisan ........................................................................... 17
xi
BAB II. TINJAUAN TEORITIS MANAJEMEN RISIKO DAN PEMBIAYAAN
AL-ISTISHN„
A. KONSEP RISIKO ................................................................................ 19
1. Pengertian Risiko............................................................................. 19
2. Peristiwa yang Menyebabkan Timbulnya Risiko ............................ 20
3. Risiko Perbankan dan Jenis-Jenis Risiko Perbankan ...................... 22
B. KONSEP MANAJEMEN .................................................................... 25
1. Pengertian Manajemen ................................................................... 25
2. Konsep Manajmen Dalam Islam .................................................... 26
C. MANAJEMEN RISIKO ...................................................................... 27
1. Pengertian Manajemen Risiko ......................................................... 27
2. Prinsip-prinsip Manajemen Risiko .................................................. 29
3. Tujuan Manajemen Risiko .............................................................. 30
4. Proses Manajemen Risiko ............................................................... 31
D. KONSEP PEMBIAYAAN ................................................................... 33
1. Pengertian Pembiayaan ................................................................... 33
2. Fungsi Pembiayaan ......................................................................... 36
3. Jenis-Jenis Pembiayaan Bank Pembiayaan Rakyat Syari‟ah .......... 37
E. KONSEP ISTISHN„ ........................................................................... 38
1. Pengertian Istishnâ„ ......................................................................... 38
2. Landasan Hukum dan Operasional Istishnâ„ .................................. 40
3. Rukun dan Syarat-Syarat Al-Istishnâ„ ............................................. 43
xii
BAB III. TINJAUAN UMUM BPRS AMANAH UMMAH
A. Sejarah Berdirinya ................................................................................ 46
B. Produk-Produk ..................................................................................... 48
C. Struktur Organisasi ............................................................................... 51
D. Visi dan Misi, Motto, dan Budaya Perusahaan .................................... 53
E. Susunan Pengurus ................................................................................ 53
F. Manajemen Dana Pembiayaan ............................................................. 54
BAB IV. ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO PEMBIAYAAN
AL-ISTISHN„ PADA BPRS AMANAH UMMAH
A. Prosedur Pembiayaan Al-Istishnâ„ di BPRS Amanah Ummah ............ 59
B. Manfaat Serta Risiko Pembiayaan Al-Istishnâ„ ................................... 62
C. Penyebab terjadinya Risiko Pembiayaan Al-Istishnâ„ ......................... 68
D. Penerapan Manajemen Risiko Pembiayaan Al-Istishnâ„ di BPRS Amanah
Ummah ................................................................................................. 72
1. Risiko yang bersumber dari pihak Nasabah .................................... 75
2. Risiko yang Bersumber dari Developer/Pengembang ..................... 93
3. Risiko yang Bersumber dari Pihak Internal Bank ........................... 97
4. Risiko yang Bersumber dari Faktor Eksternal ................................. 98
E. Analisis Manajemen Risiko Pembiayaan Al- Istishnâ„ pada BPRS
Amanah Ummah .................................................................................. 100
xiii
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ......................................................................................... 110
B. Saran .................................................................................................... 111
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 112
LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................................................... 117
xiv
DAFTAR TABEL
1. Tabel 1.2 Review Studi Terdahulu.............................................................. 12
2. Tabel 3.2 Jumlah Pembiayaan Per Akad .................................................... 55
3. Tabel 3.3 Jumlah Pembiayaan Per Lokasi .................................................. 56
4. Tabel 4.3 Termin Angsuran Pembayaran Dana Pembangunan ................. 96
xv
DAFTAR GAMBAR
1. Gambar 1.1 Kerangkan Pemikiran Penelitian ............................................. 11
2. Gambar 3.1 Struktur Organisasi BPRS Amanah Ummah .......................... 52
3. Gambar 4.1 Skema Pembiayaan Al- Istishnâ„............................................. 60
4. Gambar 4.2 Skema Proses Pengendalian Risiko Yang Bersumber Dari
Nasabah ...................................................................................................... 85
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Bisnis keuangan syariah pada saat ini menempati posisi yang strategis karena
telah mampu bertahan ketika krisis global melanda keuangan dunia. Ketika
perekonomian melambat, pertumbuhan bisnis keuangan syariah seperti industri
perbankan syariah tidak punya masalah berarti sehingga tetap dapat melayani
kebutuhan masyarakat akan transaksi keuangan. Terlebih daripada itu, saat ini
Indonesia membuat kemajuan pesat dalam beberapa tahun terakhir karena sudah ada
Undang-Undang Perbankan Syariah yang secara jelas dan komprehensif mengatur
segala kegiatan perbankan syariah. Peraturan itu muncul di saat yang tepat bagi
industri untuk masuk ke pasar, termasuk pasar internasional.1 Semua hal itu
merupakan momentum bagus bagi keuangan syariah karena adanya kejelasan
peraturan, baik untuk investor asing maupun pemain lokal. Selain itu, Indonesia
merupakan negara dengan mayoritas Muslim terbesar di dunia.
Pertumbuhan industri keuangan Syariah yang pesat yang diikuti dengan terus
bertumbuhnya lembaga Bank-Bank Syariah baru, serta lembaga keuangan syariah
non bank merupakan suatu hal yang sangat positif bagi pengembangan ekonomi
syariah di tanah air. Dengan begitu, wacana menjadikan sistem ekonomi syariah
sebagai solusi alternatif terhadap sistem ekonomi kapitalisme yang dianut Indonesia
1 Anonimous, “Bagaimana Perkembangan Industri Perbankan Syariah Saat Ini”, artikel
diakses pada 30 Desember 2010 dari http://bataviase.co.id/node/282552.
2
dan sudah terbukti rentan terhadap krisis menjadi terbuka lebar. Dapat kita lihat dari
statistik pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia hingga bulan Januari tahun
2011 tercatat terdapat 11 Bank Umum Syariah (BUS), 23 bank Umum Konvensional
yang membuka Unit Usaha Syariah (UUS), dan terdapat 151 jumlah Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS).2 Hal ini dapat menunjukkan bahwasannya
semakin hari industri perbankan syariah telah dapat menunjukkan eksistensinya di
antara industri perbankan di Indonesia.
Potensi industri keuangan syariah dalam hal ini termasuk perbankan syariah
yang demikian besar harus disertai dengan kualitas pelayanan kepada nasabah.
Pendapat dari para nasabah tersebut tidak terlepas dari berbagai macam produk dan
akad yang terdapat di Perbankan syariah. Produk yang terdapat di Bank Syariah
adalah tidak jauh berbeda dengan produk yang terdapat di bank konvensional, yaitu
terdiri dari produk penghimpunan (funding), penyaluran (financing), dan produk jasa.
Yang membedakan disini adalah berbagai macam akad yang digunakan dalam
praktek dan aplikasi yang terdapat di Perbankan Syariah, dan juga tentunya bebas dari
unsur bunga. Produk perbankan syariah adalah sebagai jawaban akan kebutuhan
masyarakat akan transaksi perbankan yang menggunakan prinsip syariah.
Salah satu akad yang terdapat di perbankan syariah adalah akad Istishnâ„ yang
merupakan salah satu akad pembiayaan dari produk penyaluran dana (financing) yang
terdapat di Perbankan Syariah, baik itu di Bank Umum Syariah (BUS), Unit Usaha
2 Bank Indonesia, Statistik Perbankan Syariah 2011, diakses pada 2 Januari 2011 dari
http://www.bi.go.id/web/id/Statistik/Statistik+Perbankan/Statistik+Perbankan+Syariah/sps_0111.htm
3
Syariah (UUS), maupun pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Istishnâ„
merupakan salah satu akad pembiayaan alternatif untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat untuk memperoleh sesuatu, dan sering pula memerlukan pihak lain untuk
membuatkannya.
Istishnâ„ merupakan kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang.
Dalam kontrak ini pembuat barang menerima pesanan dari pembeli. Pembuat barang
lalu berusaha melalui orang lain untuk membuat atau membeli barang menurut
spesifikasi yang telah disepakati dan menjualnya kepada pembeli akhir. Kedua belah
pihak bersepakat atas harga serta sistem pembayaran; apakah pembayaran dilakukan
di muka, melalui cicilan, atau ditangguhkan sampai suatu waktu pada masa yang akan
datang.3 Sedangkan menurut fatwa DSN-MUI No: 06/DSN-MUI/IV/2000 Tentang
Jual Beli Istishnâ„, Istishnâ„ adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan
pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati
antara pemesan (pembeli, mustashni‟) dan penjual (pembuat, shani‟).4 Ba‟i al-
Istishnâ„ merupakan suatu jenis khusus dari akad ba‟i as-salam. Biasanya jenis ini
dipergunakan di bidang manufaktur.
Istishnâ„ termasuk ke dalam kelompok akad Jual Beli karena memang pada
akad Istishnâ„ pada prinsip nya adalah perjanjian jual beli, hanya saja berupa
pemesanan barang. Akad Istishnâ„ ini juga termasuk kepada akad tijarah yang
3 Abu Bakar Ibn Mas‟ud al-Kasani, al-Bada‟i was-Sana‟i fi Tartib al-Shara‟i (Beirut: Darul-
Kitab al-Arabi edisi ke-2), Review Buku Muhammad Syafi‟i Antonio, Bank Syari‟ah dari Teori ke
Praktik (Jakarta: Gema Insani Pres, 2009), h.113. 4 Dewan Syariah Nasional (DSN). Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, (Jakarta, DSN,
2003), h. 34.
4
merupakan segala macam perjanjian yang menyangkut for profit transaction. Akad-
akad ini dilakukan dengan tujuan mencari keuntungan, karena itu bersifat komersil.5
Apabila dilihat dari perspektif berdasarkan tingkat kepastian dari hasil yang
diperolehnya, Istishnâ„ termasuk ke dalam Natural Certainty Contract (NCC).
Natural Certainty Contract (NCC) adalah suatu jenis kontrak transaksi dalam bisnis
yang memiliki kepastian keuntungan dan pendapatan, baik dari segi jumlah maupun
waktu penyerahannya. Yang dimaksud dengan memiliki kepastian adalah masing-
masing pihak yang terlibat dapat melakukan prediksi terhadap pembayaran maupun
waktu pembayarannya. Dengan demikian, sifat transaksinya fixed dan predetemined
(tetap dan dapat ditentukan besarannya).6
Pada prakteknya, akad Istishnâ„ yang dipraktekkan di Perbankan Syariah
adalah akad Istishnâ„ paralel. Hal ini dapat dipahami karena pertama, kegiatan
Istishnâ„ oleh Bank Syariah merupakan akibat dari adanya permintaan barang tertentu
oleh nasabah, dan kedua bank syariah bukanlah produsen barang yang dimaksud.7
Oleh karena itu, Bank Syariah membutuhkan keterlibatan pihak ketiga, yaitu pihak
developer/pengembang untuk membuat atau memproduksi barang yang dipesan oleh
nasabah kepada pihak Bank.
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) menurut UU Perbankan Syariah
No. 21 Tahun 2008 dalam Pasal 1 Ayat 9 adalah Bank Syariah yang dalam
5 Adiwarman A Karim, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan (Jakarta: PT Rajawali Press,
2008), h. 70. 6 Sunarto Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah (Jakarta: Zikrul Hakim,
2004), h.16. 7 Ascarya, Akad &Produk Bank Syariah (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), h.227.
5
kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.8 Sedangkan dasar
hukum dari bank pembiayaan rakyat syariah ini adalah mengacu pada Peraturan Bank
Indonesia No.11/23/PBI/2008 tanggal 1 Juli 2009 tentang Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah. Tujuan utama yang hendak dicapai dari Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
ini adalah meningkatkan kesejahteraan ekonomi Umat Islam, terutama masyarakat
golongan ekonomi lemah yang pada umumnya berada di daerah pedesaan, karena
BPRS ini memang khusus melayani masyarakat pedesaan.9
Perkembangan akad Istishnâ„ di Perbankan Syariah, khususnya pada Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) menunjukkan angka yang cukup besar, yaitu
sampai dengan bulan Januari tahun 2011, total pembiayaan Istishnâ„ pada BPRS
mencapai angka Rp. 26.569.000.000.10
Hal ini menunjukkan bahwa pembiayaan yang
didasarkan pada Akad Istishnâ„ telah dipercaya oleh masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan nya disamping akad-akad yang lainnya. Selain itu juga dapat diindikasikan
bahwasannya BPRS juga telah mampu menunjukkan eksistensinya kepada
masyarakat bahwa ia juga mampu untuk mengaplikasikan dan mengembangkan
pembiayaan berdasarkan akad Istishnâ„ ini.
Dalam dunia perbankan, khususnya dalam hal pembiayaan yang dilakukan
kepada nasabah pasti terdapat berbagai kendala dan masalah yang dihadapi.
Hambatan atau kendala tersebut merupakan sebuah konsekuensi logis yang akan
8 UU Perbankan Syariah No. 21 Tahun 2008, Pasal 1 Ayat 9.
9 Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah (Yogyakarta: Ekonisia, 2007), h. 92.
10 Bank Indonesia, Statistik Perbankan Syariah 2011, diakses pada 2 Januari 2011 dari
http://www.bi.go.id/web/id/Statistik/Statistik+Perbankan/Statistik+Perbankan+Syariah/sps_0111.htm
6
dihadapi sebuah organisasi, termasuk perbankan dalam mencapai suatu tujuan. Bank,
sebagaimana lembaga keuangan atau perusahaan umumnya dalam menjalankan
kegiatan guna mendapatkan hasil usaha (return) selalu dihadapkan kepada risiko.
Risiko yang mungkin terjadi dapat menimbulkan kerugian bagi Bank jika tidak
dideteksi serta tidak dikelola sebagaimana mestinya. Untuk itu, bank harus mengerti
dan mengenal risiko-risiko yang mungkin timbul dalam melaksanakan kegiatan
usahanya.11
Risiko dalam konteks perbankan merupakan suatu kejadian potensial,
baik yang dapat diperkirakan (anticipated) maupun yang tidak dapat diperkirakan
(unanticipated), yang berdampak negatif terhadap pendapatan dan modal bank.12
Untuk mengantisipasi berbagai risiko tersebut, maka diperlukan adanya suatu
pengelolaan risiko atau sering disebut sebagai manajemen risiko. Manajemen risiko
akhir-akhir ini menjadi bagian pertimbangan dari bisnis yang tidak dapat dihindarkan.
Pengembangan budaya manajemen risiko pada bank merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari tanggung jawab otoritas pengawasan dan regulator.
Suatu proses manajemen risiko adalah mutlak bagi setiap bisnis yang
dijalankan, tanpa terkecuali bagi pembiayaan yang menggunakan akad Istishnâ„ di
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Sebagaimana yang telah dijelaskan
dimuka, bahwasannya pelaksanaan akad Istishnâ„ di perbankan tidak hanya
melibatkan pihak bank dan nasabah saja, melainkan juga terdapat keterlibatan pihak
11
Ferry N. Idroes, Manajemen Risiko Perbankan Dalam Konteks Kesepakatan Basel dan
Peraturan Bank Indonesia (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2006), h.6. 12
Hendro Wibowo, Manajemen Risiko Bank Syariah, artikel diakses pada 31 Desember 2010
dari http://hendrowibowo.niriah.com/2010/04/26/manajemen-risiko-bank-syariah/.
7
pengembang/developer sebagai pihak yang memproduksi barang yang dipesan
nasabah. Dapat kita lihat dari mekanisme Istishnâ„ paralel ini yang melibatkan
banyak pihak, tentunya dapat diiringi dengan risiko-risiko yang mungkin saja terjadi,
baik risiko pada saat penyerahan barang, risiko gagal bayar, risiko operasional, dll.
Oleh karena itu, diperlukan adanya suatu penelitian tentang jenis-jenis risiko pada
pembiayaan yang menggunakan akad Istishnâ„ yang selanjutnya dikaji tentang
manajemen risiko dari akad ini.
Pembiayaan yang menggunakan Akad Istishnâ„ pada BPRS Amanah Ummah
merupakan Akad pemesanan rumah dari nasabah kepada Bank dengan kriteria dan
jangka waktu tertentu. Selanjutnya, dari pihak Bank melakukan kerjasama kepada
pihak developer/pengembang untuk membuat barang yang dipesan ini. BPRS
Amanah Ummah sebagai salah satu BPRS yang melaksanakan akad Istishnâ„ dalam
praktiknya tentu merasakan kendala-kendala dan risiko yang ditimbulkan dari akad
ini. Terlebih karena BPRS Amanah Ummah ini adalah sebuah BPRS yang melayani
masyarakat pedesaan yang memiliki ruang lingkup yang lebih kecil daripada Bank
Umum telah mampu mengaplikasikan pembiayaan yang cukup besar dengan akad
Istishnā„. Oleh karena itu, analisis dan pembahasan mengenai implementasi
manajemen risiko akad Istishnâ„ sangat perlu untuk di bahas.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka perlu kiranya penulis menganalisis
lebih dalam tentang manajemen risiko dan prakteknya atas pembiayaan berdasarkan
akad Istishnâ„ pada BPRS Syariah Amanah Ummah Leuwiliang-Bogor dalam upaya
menghadapi risiko tersebut. Oleh karena itu, penulis memberi judul skripsi ini dengan
8
judul “MANAJEMEN RISIKO PEMBIAYAAN AL-ISTISHN„, PADA BPRS
AMANAH UMMAH, LEUWILIANG-BOGOR”.
B. PEMBATASAN DAN PERUMUSAN MASALAH
1. Pembatasan Masalah
Penelitian ini khusus menganalisis tentang mekanisme pembiayaan Al- Istishnâ„
dan pelaksanaan manajemen risiko yang diterapkan oleh BPRS Amanah Ummah
Leuwiliang-Bogor dalam menghadapi risiko dari pembiayaan Istishnâ„. Akad
Istishnâ„ dalam skripsi ini dibatasi pada akad Istishnâ„ kepemilikan rumah yang
diapplikasikan pada BPRS Amanah Ummah Leuwiliang-Bogor.
2. Perumusan Masalah
Dari pembatasan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan
masalah yang akan dikaji dan dibahas dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana mekanisme pembiayaan Al- Istishnâ„ pada BPRS Amanah
Ummah?
2. Apa manfaat serta risiko yang ditimbulkan dari pelaksanaan pembiayaan
Al-Istishnâ„ pada BPRS Amanah Ummah?
3. Bagaimanakah mekanisme manajemen risiko yang dilakukan oleh BPRS
Amanah Ummah dalam menghadapi risiko Akad Istishnâ„ ?
C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh jawaban dari
permasalahan diatas, namun secara khusus dikemukakan sebagai berikut:
9
1. Untuk mengetahui mekanisme pembiayaan Al-Istishnâ„ yang dilaksanakan
oleh BPRS Amanah Ummah
2. Untuk mengetahui manfaat serta risiko apa saja yang ditimbulkan dari
pelaksanaan pembiayaan Al-Istishnâ„ pada BPRS Amanah Ummah.
3. Untuk mengetahui praktek dan mekanisme manajemen risiko yang dilakukan
oleh Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Amanah Ummah dalam akad
Istishnâ„.
Adapun hasil dari penelitian dan penulisan skripsi ini diharapkan dapat
memberikan manfaat bagi berbagai pihak, yaitu:
1. Bagi Lembaga Keuangan
Hasil penelitian ini diharapkan juga akan memberikan manfaat dan
sumbangsih pemikiran bagi sektor Lembaga Keuangan, termasuk perbankan
syariah, khususnya bagi BPRS dalam menghadapi berbagai risiko yang timbul
dari Akad Istishnâ„, sehingga melalui penelitian ini diharapkan akan
memberikan masukan dalam aplikasi perbankan dalam manajemen risiko
Akad Istishnâ„.
2. Bagi Akademisi
Penelitian ini bermanfaat bagi pihak akademisi yang merupakan sumber
referensi dan saluran pemikiran di dalam menunjang penelitian selanjutnya
yang akan bermanfaat sebagai bahan perbandingan bagi penelitian yang lain.
10
D. KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP
Risiko merupakan suatu ancaman atau kemungkinan suatu tindakan/kejadian
yang menimbulkan dampak yang berlawanan dengan tujuan yang ingin dicapai.13
Risiko dalam konteks perbankan adalah suatu kejadian potensial, baik yang dapat
diperkirakan (anticipated) maupun yang tidak diperkirakan (unticipated) yang
berdampak negatif terhadap pendapatan dan permodalan bank.14
Manajemen Risiko
merupakan suatu metode logis dan sistematik dalam identifikasi, kuantifikasi,
menentukan sikap, menetapkan solusi serta melakukan monitor dan pelaporan risiko
yang berlangsung pada setiap aktivitas atau proses.15
Akad Al- Istishnâ„ merupakan akad jual beli dalam bentuk pemesanan
pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati
antara pemesan (pembeli, mustashni‟) dan penjual (pembuat, shani‟).
Diperlukan adanya suatu penerapan dan implementasi manajemen risiko atas
pembiayaan yang menggunakan akad Istishnā„, karena dalam akad Istishnâ„memuat
berbagai risiko yang menyebabkan pihak Bank ataupun dari pihak nasabah
mendapatkan kerugian. Selain itu, dari sisi pihak yang terlibat dalam akad Istishnâ„
ini juga rentan untuk terjadinya suatu risiko karena terdapat 3 (tiga) pihak yang
terkait, yaitu pihak nasabah, bank, dan pihak pengembang/developer.
13
Ferry N. Idroes, Manajemen Risiko Perbankan (Jakarta: PT. Rajawali Press, 2008), h. 4. 14
Veithzal Rivai, Bank and Financial Institution Management Conventional and Sharia
System (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), h. 793. 15
Ferry N. Idroes, Manajemen Risiko Perbankan, h. 5.
11
Kerangka pemikiran yang dibuat dalam penelitian ini mengenai analisis
pelaksanaan manajemen risiko pada pembiayaan al-Istishnâ„adalah sebagai berikut:
Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran Penelitian
E. REVIEW STUDI TERDAHULU
Terdapat beberapa penelitian yang membahas tentang manajemen risiko,
tetapi belum ada penelitian yang membahas tentang pelaksanaan manajemen risiko
pembiayaan akad Istishnâ„ pada BPRS. Meskipun demikian, terdapat beberapa
penelitian yang dapat menunjang dan dapat membantu mencarikan jalan keluar demi
kesempurnaan hasil penelitian kali ini, dimana terdapat perbedaan pembahasan
didalamnya. Hasil penelitian sebelumnya dan perbedaan dengan penelitian yang akan
diteliti oleh penulis dapat dilihat dari tabel berikut ini:
Pembiayaan Al- Istishnâ‘ pada BPRS Amanah Ummah
Leuwiliang-Bogor
Penerapan dan Mekanisme Manajemen Risiko atas Risiko
tersebut
Manfaat dan Risiko Pembiayaan Al- Istishnâ‘
Analisis Jenis Risiko dan Sumber Penyebab Terjadinya Risiko
Tersebut Pada Pembiayaan Al-Istishnâ‘ pada BPRS Amanah
Ummah Leuwiliang-Bogor
12
Tabel 1.2 Tabel Review Studi Terdahulu
No
.
Judul, Penulis, Tahun Hasil Penelitian Perbedaan
1 Skripsi, “Akad
Istishnâ„ Dalam
Pembiayaan Rumah
pada Bank Syariah
Mandiri (Studi Kasus
pada BSM Cinere)”.
Oleh Erdi Marduwira,
mahasiswa Fakultas
Syariah dan Hukum
UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta,
tahun 2010
Membahas mekanisme Akad
Istishnâ„pada pembiayaan
rumah di BSM, pembiayaan
bermasalah pada Akad
Istishnâ„ serta penyelesaian
pembiayaan yang dilakukan
oleh BSM. Pembiayaan
bermasalah yang dibahas
dalam penelitian ini adalah
pembiayaan bermasalah dari
pihak nasabah.
Penelitian yang akan
dilakukan oleh penulis
memfokuskan hasil analisis
pada jenis risiko yang
ditimbulkan dari pembiayaan
Istishnâ„ dan penerapan
manajemen risiko atas risiko
tersebut yang diterapkan
oleh BPRS Amanah Ummah
Leuwiliang-Bogor.
3 Skripsi, “Manajemen
Risiko Operasional
Bank Syariah (Studi
pada UUS Bank
Bukopin)”. Oleh Harun
Masykur, Fakultas
Membahas proses
identifikasi dan pengukuran,
pengendalian dan pelaporan,
proses pengukuran dana
dengan metode the Basic
Indicator Approach (BIA)
Penelitian yang dilakukan
oleh penulis adalah
membahas mengenai risiko
secara umum yang dihadapi
oleh BPRS Amanah Ummah
Leuwiliang-Bogor yang
13
Syariah dan Hukum
UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta,
tahun 2008.
dan hambatan-hambatan
dalam manajemen risiko
operasional
ditimbulkan dari Akad
Istishnâ„ serta pelaksanaan
manajemen risiko atas akad
ini.
4 Skripsi, “Manajemen
Risiko Pada Pegadaian
Syariah”. Oleh Murni
Yulianti, mahasiswa
Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta,
tahun 2010.
Membahas jenis risiko yang
dihadapi Pegadaian Syariah
secara umum, dampak dari
masing-masing risiko
tersebut terhadap
kelangsungan bisnis, dan
strategi yang ditempuh
dalam menanggulangi risiko.
Penelitian memiliki
perbedaan perspektif , yaitu
pada penelitian yang akan
dilakukan penulis mengkaji
tentang risiko dan aplikasi
manajemen risiko salah satu
akad yang terdapat lembaga
BPRS yaitu akad Istishnâ„.
5 Jurnal Manajemen, “Risk
Management, Suatu
Kebutuhan bagi
Pengelolaan Perbankan
yang Sehat”. Oleh
Widigdo Sukarman16
Membahas pentingnya suatu
pengelolaan manajemen risiko
pada bank untuk menciptakan
sistem perbankan yang sehat,
serta mambahas kemungkinan
terjadinya risiko.
Perbedaan pembahasan dari
jurnal ini dan penelitian yang
akan dilaksanakan adalah pada
akan dibahas secara khusus
mengenai manajemen risiko
pada pembiayaan Istishnâ„.
16
Widigdo Sukarman, Risk Management, Suatu Kebutuhan bagi Pengelolaan Perbankan
yang Sehat, Jurnal diakses pada 7 Januari 2011 dari http: //e-
jurnal.perpustakaan.ipb.ac.id/files/WidigdoSukarman_RiskManagement.pdf.
14
F. METODOLOGI PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah penelitian kualitatif
yang bersifat deskriptif. Hal ini disebabkan karena data yang dianalisis tidak untuk
menerima/menolak hipotesis (jika ada), melainkan hasil analisis itu berupa deskripsi
dari gejala-gejala yang diamati.17
Selain itu, deskriptif bertujuan untuk membuat
deskripsi, yaitu gambaran secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta,
sifat-sifat serta yang berkenaan dengan hubungan antar fenomena yang diteliti.18
Dari
data-data yang telah dikumpulkan, diolah dan dianalisis dan dapat menyajikan data
yang didasarkan kepada pendekatan fenomena yang terjadi dalam praktek
pelaksanaan manajemen risiko Akad Istishnâ„ pada BPRS Amanah Ummah.
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang dilakukan penulis dalam penelitian adalah dengan
melakukan studi pada BPRS Amanah Ummah sebagai lembaga perbankan yang
melaksanakan Akad Istishnâ„ dan yang mengelola risiko dari akad tersebut.
3. Jenis, Kriteria, dan Sumber Data
a. Jenis Data
Jenis data dalam penelitian ini adalah data kualitatif berupa deskripsi mekanisme
pembiayaan Istishnâ„ dan pelaksanaan manajemen risiko akad Istishnâ„ pada BPRS
17
M. Subana, Dasar-Dasar Penelitian Ilmiah, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2005), h.17. 18
Moh, Nazir, Metode Penelitian (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002), h. 54.
15
Amanah Ummah Bogor. Kalaupun ada data berupa angka-angka maka sifatnya hanya
sebagai penunjang, pendukung dan pelengkap dari data kualitatif yang diperoleh.19
b. Kriteria Data
Data dalam penelitian ini dikualifikasi menjadi dua kriteria, yaitu:
1) Data Primer
Yaitu data yang didapat dari sumber pertama, baik dari individu atau
perseorangan seperti hasil dari wawancara.20
Dalam penelitian ini, data primer
yaitu berupa informasi dari hasil wawancara pihak yang melakukan manajemen
risiko dan studi dokumentasi dari pihak BPRS Amanah Ummah Leuwiliang-
Bogor.
2) Data Sekunder
Yaitu data yang diperoleh dari literatur-literatur kepustakaan, seperti buku-buku
serta sumber yang berkaitan dengan manajemen risiko dan Akad Istishnâ„ baik
berupa jurnal, buku, majalah, dan lain-lain.
4. Teknik Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data, penulis menggunakan teknik sebagai berikut:
a. Survei, untuk mendapatkan data tentang manajemen risiko pembiayaan Al-
Istishnâ„ di BPRS Amanah Ummah, maka dilakukan tahap awal yaitu survei
langsung ke BPRS Amanah Ummah Leuwiliang-Bogor dan memastikan
19
Sudarwan Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif, (Bandung: Pustaka Setia, 2002), h.51. 20
Husein Umar, Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2004), h. 42.
16
bahwasannya manajemen risiko pada pembiayaan Al- Istishnâ„ telah
dilaksanakan.
b. Wawancara (interview), penulis menggunakan wawancara untuk memperoleh
informasi yang berkenaan dengan hal yang berkaitan dengan praktek
pelaksanaan manajemen risiko Akad Istishnâ„ di BPRS Amanah Ummah
Leuwiliang-Bogor. Penulis melakukan proses wawancara dengan bagian yang
bertugas untuk melaksanakan manajemen risiko, yaitu bagian Account Officer
dan dibantu oleh bagian Umum BPRS.
c. Studi Dokumentasi. Yang dimaksud dengan studi dokumentasi adalah teknik
pengumpulan data yang ditunjukkan kepada subyek penelitian.21
Studi ini
dilakukan dengan cara melihat dokumen serta arsip yang dijadikan obyek
penelitian yang berkaitan dengan masalah penelitian ini, seperti data nama-
nama nasabah yang melakukan pembiayaan Istishnâ„, dan laporan keuangan
BPRS Amanah Ummah tahun 2010.
d. Studi Pustaka
Dalam metode ini penulis melakukan penelitian dan mempelajari buku-buku
kepustakaan, literatur, artikel, bahan-bahan kuliah yang berkaitan erat dengan
pembahasan skripsi ini.
5. Metode Analisis Data
21
Sukandar Rumidi, Metodologi Penelitian (petunjuk Praktis untuk Peneliti Pemula),
(Yogyakarta: UGM Press, 2004), h.100.
17
Dalam mengolah dan menganalisa data, penulis menggunakan metode analisis
yang bersifat bersifat induktif, yaitu analisis yang lebih dapat menemukan pengaruh
bersama yang mempertajam hubungan-hubungan fenomena yang dapat menguraikan
latar secara penuh dan dapat membuat keputusan-keputusan.22
Data diolah dari data-
data yang telah dikumpulkan dari BPRS Amanah Ummah, kemudian dikelompokkan
dan dirumuskan hasil penelitian yang bersifat umum bagi BPRS Amanah Ummah.
6. Teknik Penulisan
Teknik penulisan skripsi ini merujuk pada Buku Pedoman Penulisan Skripsi
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.
G. SISTEMATIKA PENULISAN
Adapun penulisan skripsi ini dibagi menjadi lima bab, yaitu:
BAB I : PENDAHULUAN
Yaitu meliputi latar belakang, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan
dan manfaat penelitian, kerangka teori, kajian terdahulu, metode penelitian
serta sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN TEORITIS MANAJEMEN RISIKO DAN
PEMBIAYAAN AL-ISTISHNĀ„
Yaitu membahas mengenai teori-teori yang berkaitan dengan isi dari skripsi
ini, yaitu meliputi teori tentang Risiko, Manajemen, Manajemen Risiko, dan
Teori tentang Akad Istishnâ„ dan Istishnâ„ Paralel.
22
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005),
h.6.
18
BAB III : GAMBARAN UMUM BPRS AMANAH UMMAH LEUWILIANG-
BOGOR
Dalam bab ini menjelaskan tentang obyek penelitian yaitu menggambarkan
secara umum BPRS Amanah Ummah Leuwiliang-Bogor yang meliputi
sejarah berdirinya, visi dan misi, struktur organisasi, serta produk dan jasa
yang ada di BPRS ini.
BAB IV : ANALISIS MANAJEMEN RISIKO PEMBIAYAAN AL-ISTISHN„
PADA BPRS AMANAH UMMAH LEUWILIANG-BOGOR
Dalam bab ini, penulis menguraikan hasil dari penelitian dan hasil dari
analisis data yang telah diperoleh. Yaitu Analisa data, yang menganalisa data
mengenai Prosedur Pembiayaan Al-Istishnâ„di BPRS Amanah Ummah,
Manfaat dan Risiko Pembiayaan Istishnâ„, Penyebab terjadinya Risiko
Pembiayaan Istishnâ„, Penerapan Manajemen Risiko Pembiayaan Al-
Istishnâ„, dan Analisis Manajemen Risiko Pembiayaan Al-Istishnâ„ pada
BPRS Amanah Ummah
BAB V : PENUTUP
Meliputi kesimpulan dari keseluruhan pembahasan yang telah dijelaskan
dalam bab-bab sebelumnya serta saran-saran yang dapat penulis sampaikan.
19
BAB II
TINJAUAN TEORITIS MANAJEMEN RISIKO DAN PEMBIAYAAN
AL-ISTISHN„
1. KONSEP RISIKO
a. Pengertian Risiko
Risiko menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah akibat yang kurang
menyenangkan (merugikan, membahayakan) dari suatu perbuatan atau tindakan.23
Sedangkan dalam Kamus Manajemen, risiko adalah ketidakpastian yang mengandung
kemungkinan kerugian dalam bentuk harta atau kehilangan keuntungan atau
kemampuan ekonomis.24 Selain itu, risiko dapat dikatakan sebagai suatu peluang
terjadinya kerugian atau kehancuran. Ferry N. Idroes memberikan pengertian risiko
yang lebih luas, yaitu sebagai ancaman atau kemungkinan suatu tindakan atau
kejadian yang menimbulkan dampak yang berlawanan dengan tujuan yang ingin
dicapai.25 Selanjutnya Bank Indonesia memberikan definisi risiko yang tertuang
dalam PBI sebagai potensi terjadinya suatu peristiwa (events) yang dapat
menimbulkan kerugian Bank.26
Risiko sering dikatakan sebagai uncertainty atau ketidakpastian.
Ketidakpastian atau uncertainty sering diartikan dengan keadaan dimana ada
23
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
2005), h.959. 24
BN. Marbun, Kamus Manajemen, (Jakarta: CV Muliasari, 2003), h.317. 25
Ferry N. Idroes, Manajemen Risiko Perbankan Pemahaman Pendekatan Pilar Kesepakatan
Basel II, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), h.4. 26
Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan
Manajemen Risiko Bagi Bank Umum, diakses pada tanggal 13 Pebruari 2011 dari http: //www.bi.go.id.
19
20
beberapa kemungkinan kejadian dan setiap kejadian akan menyebabkan hasil yang
berbeda. Tetapi, tingkat kemungkinan atau probabilitas kejadian itu sendiri tidak
diketahui secara kuantitatif. Sedangkan pengertian dasar risiko terkait dengan adanya
ketidakpastian dan ketidakpastiannya terukur secara kuantitatif.27
Dari pengertian yang telah dikemukakan oleh berbagai pihak, dimana inti dari
pengertian itu sendiri adalah sama, hanya saja terdapat perbedaan redaksi kata saja,
dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwasannya risiko adalah peluang dari
kemungkinan terjadinya peristiwa yang tidak diinginkan (merugikan) baik bagi
perusahaan/lembaga, maupun bagi orang per orang.
b. Peristiwa yang menyebabkan timbulnya risiko (risk event)
Peristiwa yang menyebabkan terjadinya risiko (risk event) didefinisikan
sebagai munculnya kejadian yang dapat menciptakan potensi kerugian atau hasil yang
tidak diinginkan.28 Risk event secara sederhana dapat didefinisikan sebagai penyebab
terjadinya suatu risiko. Peristiwa tersebut dapat berasal dari kejadian internal ataupun
eksternal.
Kejadian internal yang dimaksud adalah kejadian yang bersumber dari dalam
institusi itu sendiri, seperti kesalahan sistem, kesalahan manusia, kesalahan prosedur,
dan lain-lain. Kejadian internal pada dasarnya bisa dicegah agar tidak terjadi.
Sebaliknya, kejadian eksternal adalah kejadian yang bersumber dari luar yang tidak
27
Bramantyo Djohanoputro, Manajemen Risiko Terintegrasi, (Jakarta: Penerbit PPM, 2006),
h.16. 28
Ferry N. Idroes, Manajemen Risiko Perbankan Dalam Konteks Kesepakatan Basel dan
Peraturan Bank Indonesia, h.7.
21
mungkin dapat dihindari. Peristiwa yang menyebabkan timbulnya risiko bagi Bank
yang bersumber dari eksternal seperti bencana alam, bencana akibat ulah manusia
seperti kerusuhan dan perang, krisis ekonomi global, krisis ekonomi regional, krisis
ekonomi lokal, hingga dampak sistemik yang ditimbulkan oleh masalah pada
lembaga keuangan atau Bank lain.
Menurut Soeisno Djojosoedarso, risiko timbul disebabkan oleh beberapa
faktor, diantaranya adalah ketidakpastian ekonomi (economic uncertainty),
ketidakpastian alam (uncertainty of nature), dan ketidakpastian manusia (human
uncertainty).29
Ketidakpastian ekonomi (economic uncertainty) yang dimaksud disini adalah
kejadian-kejadian yang timbul dari kondisi dan perilaku pelaku ekonomi.
Ketidakpastian ini dapat berupa perubahan sikap, perubahan selera, perubahan harga
dan perubahan teknologi.
Ketidakpastian alam (uncertainty of nature), yaitu ketidakpastian yang
disebabkan oleh alam yang merupakan kejadian yang bersumber dari luar yang sulit
diprediksi dan tidak mungkin dapat dihindari, seperti badai, banjir, gempa, dan lain-
lain. Sedangkan ketidakpastian manusia (human uncertainty) yaitu ketidakpastian
yang disebabkan oleh perilaku manusia itu sendiri seperti peperangan, pencurian,
penggelapan, dan sebagainya.
29
Soeisno Djojosoedarso, Prinsip-Prinsip Manajemen Risiko Asuransi, (Jakarta: Salemba
Empat, 2003), h.3.
22
c. Risiko Perbankan dan Jenis-Jenis Risiko Perbankan
Bank, sebagai institusi yang memiliki izin untuk melakukan banyak aktivitas,
memiliki peluang yang sangat luas dalam memperoleh pendapatan (income/return).
Dalam menjalankan aktivitas, untuk memperoleh pendapatan perbankan selalu
dihadapkan pada risiko. Pada dasarnya risiko melekat (inherent) pada seluruh
aktivitas bank.30 Meskipun manajer bank berusaha untuk menghasilkan keuntungan
setinggi-tingginya, secara simultan mereka harus juga memperhatikan adanya
kemungkinan risiko yang timbul menyertai keputusan-keputusan manajemen tentang
struktur aset dan liabilitasnya.31
Risiko pada perbankan beserta jenis dari risiko tersebut telah tercantum pada
Peraturan Bank Indonesia Nomor: 5/8/PBI/2003 Tentang Penerapan Manajemen
Risiko Bagi Bank Umum.32 Adapun jenis-jenis risiko yang dihadapi pada dunia
perbankan menurut PBI tersebut adalah sebagai berikut:
1. Risiko Kredit
Penyebab utama terjadinya risiko kredit adalah terlalu mudahnya bank
memberikan pinjaman atau melakukan investasi karena terlalu dituntut untuk
memanfaatkan kelebihan likuiditas, sehingga penilaian kredit kurang cermat
dalam mengantisipasi berbagai kemungkinan risiko usaha yang dibiayainya.
30
Ferry N. Idroes, Manajemen Risiko Perbankan Pemahaman Pendekatan Pilar Kesepakatan
Basel II, h.7. 31
Zainul Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syari‟ah, (Jakarta: Pustaka Alvabet, 2006),
h.61. 32
Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan
Manajemen Risiko Bagi Bank Umum, diakses pada tanggal 13 Pebruari 2011 dari http: //www.bi.go.id.
23
2. Risiko Pasar (Market Risk)
Risiko pasar timbul karena adanya pergerakan variabel pasar (adverse movement)
dari portofolio yang dimiliki oleh bank, yang dapat merugikan bank. Variabel
pasar yang dimaksud adalah suku bunga (interest rate) dan nilai tukar (foreign
exchange rate) dan nilai tukar (foreign exchange rate).
Perbankan Islam juga berpotensi menghadapi risiko tersebut kecuali risiko
tingkat bunga (interest rate risk), karena Perbankan Islam tidak akan berurusan
dengan bunga.
3. Risiko Likuiditas
Likuiditas secara luas dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk memenuhi
kebutuhan dana (cash flow) dengan segera dan dengan biaya yang sesuai.
4. Risiko Operasional
Menurut definisi Basle Committee, risiko operasional adalah risiko akibat dari
kurangnya (deficiencies) sistem informasi atau sistem pengawasan internal yang
akan menghasilkan kerugian yang tidak diharapkan. Pangeran Muhammad Al
Faisal menyatakan bahwa khususnya bagi bank Islam, yang sangat diperlukan
adalah good governance, transparancy, and accounting standard.
5. Risiko Hukum
Risiko hukum adalah risiko yang timbul dari potensi terjadinya pelanggaran
kontrak, kasus pengadilan ata kebijakan yang salah yang dapat menyebabkan
pengaruh negatif terhadap kondisi keuangan maupun operasional bank.
24
6. Risiko Reputasi
Risiko reputasi adalah risiko kerusakan potensial sebagai akibat opini negatif
publik terhadap kegiatan bank sehingga bank mengalami penurunan jumlah
nasabah atau menimbulkan biaya besar karena gugatan pengadilan atau
penurunan pendapatan bank..33
7. Risiko Strategik
Risiko strategik adalah risiko yang disebabkan adanya penetapan dan
pelaksanaan strategi bank yang tidak tepat, pengambilan keputusan bisnis yang
tidak tepat atau kurang responsifnya bank terhadap perubahan eksternal. Akibat
dari keputusan yang tidak tepat ini Bank harus mengeluarkan biaya yang besar
dan gagal mencapai target bisnisnya.
8. Risiko Kepatuhan (Compliance Risk)
Risiko kepatuhan merupakan risiko yang disebabkan Bank tidak mematuhi atau
tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan lain yang
berlaku.
Dari berbagai risiko perbankan yang tercantum dalam PBI diatas adalah
berlaku pula pada jenis-jenis risiko yang terdapat pada perbankan syariah, baik bank
umum maupun bagi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Hal ini dikarenakan
baik bank umum konvensional ataupun syariah menghadapi risiko yang sama yang
kerap kali terjadi dalam melaksanakan kegiatan usahanya, hanya saja di Bank
33
Imam Ghozali, Manajemen Risiko Perbankan, (Semarang: Pusat Penerbit Universitas
Diponegoro, 2007), h.17.
25
Syariah, baik bank umum syariah maupun Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS)
tidak berhubungan dengan risiko tingkat suku bunga. Risiko yang dihadapi bank
syariah secara umum antara lain terdiri dari risiko pembiayaan, risiko pasar, risiko
likuiditas, risiko hukum, risiko reputasi, risiko strategis dan risiko kepatuhan.34 Jadi,
selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah, penerapan manajemen risiko bagi
bank umum dapat diadopsi dan diterapkan di bank syariah.
2. KONSEP MANAJEMEN
a. Pengertian Manajemen
Istilah manajemen berasal dari kata to manage berarti control. Dalam bahasa
Indonesia, dapat diartikan mengendalikan, menangani, atau mengelola.35 Selain itu,
kata manajemen dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti penggunaan sumber
daya secara efektif untuk mencapai sasaran.36 Demikian pula seperti apa yang
dikatakan oleh Stephen P. Robbins, manajemen berarti proses mengkoordinasi dan
mengintegrasikan kegiatan-kegiatan kerja agar diselesaikan secara efisien dan efektif
dengan dan melalui orang lain.37
Dalam bahasa yang sederhana efisiensi itu
menunjukkan kemampuan organisasi dalam menggunakan sumber daya dengan benar
dan tidak ada pemborosan. Setiap perusahaan akan berusaha mencapai tingkat output
dan input seoptimal mungkin. Efektivitas menunjukkan kemampuan suatu
34
Bank Indonesia, Pedoman Pengawasan Syariah dan Tata Cara Pelaporan Hasil
Pengawasan Bagi Dewan Pengawas Syariah, (Jakarta: Direktorat Perbankan Syariah, 2006), h.4. 35
Yayat M Herujito, Dasar-Dasar Manajemen, (Jakarta: PT. Grasido, 2001), h.1. 36
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h.708.
37 Stephen P. Robbins, Management Sixth edition Edisi Bahasa Indonesia, Penerjemah T.
Hermaya, (Jakarta: Prenhallindo, 1999), h.8.
26
perusahaan dalam mencapai sasaran (hasil akhir) yang telah ditetapkan secara tepat.38
Jadi, proses manajemen pada dasarnya ditujukan Pencapaian hasil akhir yang sesuai
dengan target waktu yang telah ditetapkan dan ukuran maupun standar yang berlaku
mencerminkan sehingga suatu perusahaan tersebut telah memperhatikan efektivitas
operasionalnya.
b. Konsep Manajemen dalam Islam
Pengeritan manajemen dalam Elias‟ Modern Dictionary English Arabic, kata
management (inggris) sepadan dengan kata tadbir, Idarah, siyasah dan qiyadah dalam
bahasa Arab. Dalam Al-Qur‟an dari terma-terma tersebut, hanya ditemui terma tadbir
dalam berbagai derivasinya. Tadbir adalah bentuk masdar dari kata kerja dabbara,
yudabbiru, tadbiran yang berarti penertiban, pengaturan, pengurusan, perencanaan
dan persiapan. Secara istilah, idarah (manajemen) adalah suatu aktivitas khusus
menyangkut kepemimpinan, pengarahan, pengembangan personal, perencanaan, dan
pengawasan terhadap pekerjaan yang berkenaan dengan unsur-unsur pokok dalam
suatu proyek. Tujuannya adalah agar hasil-hasil yang ditargetkan dapat tercapai
dengan cara yang efektif dan efisien.39
Bentuk-bentuk ungkapan konsep manajemen di dalam Al-Qur‟an diantaranya
adalah terdapat pada surat Yunus ayat 3:
38
Amirullah, Pengantar Manajemen, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2004), h.8. 39
Muhammad, Manajemen Bank Syariah, h.176.
27
Artinya: “Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang menciptakan langit dan bumi
dalam enam masa, Kemudian dia bersemayam di atas 'Arsy untuk mengatur segala
urusan. tiada seorangpun yang akan memberi syafa'at kecuali sesudah ada izin-Nya.
(Dzat) yang demikian Itulah Allah, Tuhan kamu, Maka sembahlah Dia. Maka apakah
kamu tidak mengambil pelajaran?” (QS. Yunus/10: 3)
Pada dasarnya ajaran Islam yang tertuang dalam Al-Qur‟an dan As-Sunnah
juga ijma‟ ulama banyak mengajarkan tentang kehidupan yang serba terarah dan
teratur. Teori dan konsep manajemen yang digunakan saat ini sebenarnya bukan hal
yang baru dalam perspektif Islam.40
Manajemen itu telah ada paling tidak ketika
Allah menciptakan alam beserta isinya. Unsur-unsur manajemen dalam pembuatan
alam serta makhluk-makhluknya lainnya tidak terlepas dengan manajemen langit.
Ketika Nabi Adam sebagai khalifah memimpin alam raya ini juga telah melaksanakan
unsur-unsur manajemen tersebut.
3. MANAJEMEN RISIKO
a. Pengertian Manajemen Risiko
Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwasannya setiap
perusahaan, atau bahkan setiap orang yang menjalankan suatu aktivitas termasuk
aktivitas bisnis memiliki berbagai risiko. Risiko dapat menimbulkan kerugian apabila
tidak diantisipasi serta tidak dikelola dengan semestinya. Sebaliknya risiko yang
40
Hefniy, Manajemen dalam Perspektif Islam, artikel diakses pada tanggal 31 Mei 2011 dari
http://hefniy.wordpress.com/2008/10/06/manajemen-dalam-perspektif-islam/.
28
dikelola dengan baik akan memberikan ruang pada terciptanya peluang untuk
memperoleh suatu keuntungan yang lebih besar. Demikian pula halnya pada sebuah
bank, kompleksitas risiko yang mengancam sebuah bank harus diantisipasi untuk
meminimalkan kerugian. Oleh karena itu, diperlukan adanya suatu manajemen risiko
untuk mengelola risiko tersebut.
Terdapat beberapa pengertian manajemen risiko yang telah dikemukakan oleh
para pakar dan lembaga terkait. Pengertian yang dikemukakan oleh Syafri Ayat,
manajemen Risiko merupakan suatu cara, metode, atau ilmu pengetahuan yang
mempelajari berbagai jenis risiko, bagaimana pula mengaturnya dan mengelola risiko
tersebut dengan tujuan agar terhindar dari risiko.41 Zainul Arifin mengartikan
manajemen risiko sebagai pengambilan keputusan yang rasional dalam keseluruhan
proses penanganan risiko termasuk risk assessment sebagaimana tindakan-tindakan
untuk membangun dan menerapkan pilihan-pilihan kontrol risiko.42
Menurut Herman Darmawi, manajemen risiko merupakan suatu usaha untuk
mengetahui, menganalisis serta mengendalikan risiko dalam setiap kegiatan
perusahaan dengan tujuan untuk memperoleh efektifitas dan efesiensi yang lebih
tinggi.43
Bank Indonesia dalam PBI No. 5/8/2003 mendefinisikan Manajemen Risiko
secara lebih spesifik yaitu sebagai serangkaian prosedur dan metodologi yang
41
Syafri Ayat, Manajemen Risiko, (Jakarta: Gema Akastri, 2003), h.1. 42
Zainul Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah, h.252. 43
Herman Darmawi, Manajemen Risiko, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), h.17.
29
digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan Risiko
yang timbul dari kegiatan usaha Bank.44
Dari beberapa pengertian yang telah dikemukakan di atas, pada dasarnya
memiliki esensi yang sama mengenai pengertian dari manajemen risiko, yaitu sebagai
sebuah metode atau sebuah proses yang ditujukan untuk mengelola dari risiko-risiko
yang muncul dari kegiatan sebuah perusahaan yang ditujukan untuk memastikan
kesinambungan, profitabilitas dan pertumbuhan usaha sejalan dengan visi dan misi
perusahaan.
b. Prinsip-prinsip Manajemen Risiko
Manajemen risiko suatu organisasi hanya dapat efektif bila mampu menganut
prinsip-prinsip sebagai berikut:45
1. Manajemen risiko haruslah memiliki nilai tambah
2. Manajemen risiko adalah bagian terpadu dari proses organisasi
3. Manajemen risiko adalah bagian dari proses pengambilan keputusan.
4. Manajemen risiko secara khusus menangani aspek ketidalpastian.
5. Manajemen risiko bersifat sistemik, terstruktur dan tepat waktu.
6. Manajemen risiko berdasarkan informasi terbaik yang tersedia.
7. Manajemen risiko adalah khas untuk penggunanya.
8. Manajemen risiko mempertimbangkan faktor manusia dan budaya.
44
Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan
Manajemen Risiko Bagi Bank Umum, diakses pada tanggal 5 Januari 2011 dari http: //www.bi.go.id. 45
Leo J. Susilo, Manajemen Risiko Berbasis ISO 31000: Untuk Industri Non Perbankan,
(Jakarta: PPM Manajemen, 2010), h.22.
30
9. Manajemen risiko harus transparan dan inklusif.
10. Manajemen risiko bersifat dinamis, berulang, dan tanggap terhadap
perubahan.
11. Manajemen risiko harus memfasilitasi terjadinya perbaikan dan peningkatan
organisasi secara berlanjut.
c. Tujuan Manajemen Risiko
Diterapkannya proses suatu manajemen risiko di dalam ruang lingkup
manajemen perusahaan tentunya memiliki tujuan-tujuan yang hendak dicapai. Tujuan
manajemen risiko menurut Soeisno Djojosoedarso adalah sebagai berikut:46
(a) Tujuan sebelum terjadinya peril47
Tujuan yang ingin dicapai menyangkut hal-hal sebelum terjadinya peril antara
lain:
1. Hal-hal yang bersifat ekonomis, misalnya upaya penanggulangan kemampuan
kerugian dengan cara yang paling ekonomis melalui teeknik analisis
keuangan.
2. Hal-hal yang bersifat non ekonomis, misalnya upaya untuk mengurangi
kecemasan dan ketakutan, sehingga dengan adanya penanggullangan maka
kondisi tersebut dapat diatasi.
(b) Tujuan sesudah terjadinya peril
46
Soeisno Djojosoedarso, Prinsip-Prinsip Manajemen Risiko dan Asuransi, (Jakarta: Salemba
Empat, 1999), h.12. 47
Peril adalah peristiwa atau kejadian yang menimbulkan kerugian.
31
Tujuan yang ingin dicapai menyangkut hal-hal sesudah terjadinya peril dapat
berupa:
1. Menyelamatkan operasi perusahaan, artinya perusahaan harus dapat
mengupayakan pencarian strategi bagaimana agar kegiatan perusahaan dapat
berjalan setelah perusahaan tetap berjalan setelah perusahaan terkena peril.
2. Mengupayakan agar pendapatan perusahaan tetap mengalir, meskipun tidak
sepenuhnya, paling tidak cukup untuk menutup biaya variabelnya.
3. Mencari upaya agar operasi perusahaan tetap berlanjut sesudah perusahaan
terkena peril.
4. Berupaya tetap dapat melakukan tanggung jawab sosial terhadap perusahaan.
d. Proses Manajemen Risiko
Dari pengertian manajemen risiko yang telah dikemukakan sebelumnya,
bahwasannya dalam proses manajemen risiko terdapat prosedur-prosedur atau proses
yang dijalankan oleh suatu perusahaan. Setidaknya terdapat 4 langkah umum yang
terdapat dalam proses manajemen risiko, sebagaimana yang telah tercantum dalam
Peraturan Bank Indonesia, yaitu sebagai berikut:
Tahap 1: Identifikasi Risiko
Pada tahap ini, analisis berusaha mengidentifikasi apa saja risiko yang
dihadapi perusahaan. Perusahaan tidak selalu menghadapi seluruh risiko tersebut.
Namun demikian, ada risiko yang dominan, ada pula risiko yang minor.48
48
Bramantyo Djohanoputro, Manajemen Risiko Terintegrasi, h.19.
32
Pengidentifikasian risiko ini merupakan proses penganalisisan untuk menemukan
cara sistematis dan secara berkesinambungan risiko (kerugian yang potensial) yang
menantang perusahaan.49
Pelaksanaan proses identifikasi Risiko dalam Peraturan Bank Indonesia
sekurang-kurangnya dilakukan dengan melakukan analisis terhadap:50
a. Karakteristik Risiko yang melekat pada Bank; dan
b. Risiko dari produk dan kegiatan usaha Bank
Tahap 2: Pengukuran Risiko
Pada dasarnya, pengukuran risiko mengacu pada dua faktor: kuantitas risiko
dan kualitas risiko. Kuantitas risiko terkait dengan berapa banyak nilai, atau
eksposur51, yang rentan terhadap risiko. Kualitas risiko terkait dengan kemungkinan
suatu risiko muncul. Semakin tinggi kemungkinan risiko terjadi, semakin tinggi
kemungkinan risiko terjadi, semakin tinggi pula risikonya.52
Dalam rangka melaksanakan pengukuran Risiko, Bank wajib
sekurangkurangnya melakukan:
a. Evaluasi secara berkala terhadap kesesuaian asumsi, sumber data dan prosedur
yang digunakan untuk mengukur Risiko;
b. Penyempurnaan terhadap sistem pengukuran Risiko apabila terdapat perubahan
kegiatan usaha Bank, produk, transaksi dan faktor Risiko yang bersifat material.
49
Herman Darmawi, Manajemen Risiko, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), h.34. 50
Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan
Manajemen Risiko Bagi Bank Umum, diakses pada tanggal 13 Pebruari 2011 dari http: //www.bi.go.id. 51
Eksposur adalah risiko kerugian maksimum yang harus dihadapi apabila terjadi suatu
kejadian terburuk. 52
Bramantyo Djohanoputro, Manajemen Risiko Terintegrasi, h.20.
33
Tahap 3: Pemantauan Risiko
Dalam rangka melaksanakan pemantauan Risiko, Bank wajib
sekurangkurangnya melakukan:
a. Evaluasi terhadap eksposur Risiko;
b. Penyempurnaan proses pelaporan apabila terdapat perubahan kegiatan usaha
Bank, produk, transaksi, faktor Risiko, teknologi informasi dan sistem informasi
Manajemen Risiko yang bersifat material.
Tahap 4: Monitor dan Pengendalian
Tahap monitor dan pengendalian menjadi penting karena yang pertama adalah
manajemen perlu memastikan bahwa pelaksanaan pengelolaan risiko berjalan sesuai
dengan rencana. Ini berarti, monitor dan pengendalian prosedur itu sendiri. Kedua,
manajemen juga perlu memastikan bahwa model pengelolaan risiko cukup efektif.
Artinya, model yang diterapkan sesuai dengan dan mencapai tujuan pengelolaan
risiko. Ketiga, karena risiko itu sendiri berkembang, monitor dan pengendalian
bertujuan untuk memantau perkembangan terhadap kecenderungan-kecenderungan
berubahnya profil risiko. Perubahan ini berdampak pada pergeseran peta risiko yang
otomatis pada perubahan prioritas risiko.
4. KONSEP PEMBIAYAAN
1. Pengertian Pembiayaan
Istilah pembiayaan yang terdapat pada perbankan syariah pada bank syariah
pada dasarnya sama dengan istilah kredit pada bank konvensional, yang berarti
penyaluran dana perbankan. Disebut pembiayaan karena bank Syariah menyediakan
34
dana guna membiayai kebutuhan nasabah yang memerlukan dan layak
memperolehnya.53 Pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank
dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang
atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.54
Perbedaan pokok antara kredit pada perbankan konvensional dengan
pembiayaan pada perbankan syariah adalah dilarangnya riba (bunga) pada
pembiayaan syariah. Kredit atau pembiayaan konvensional dilakukan melalui
pemberian pinjaman uang (lending) kepada nasabah sebagai peminjam dimana
pemberi pinjaman memperoleh imbalan berupa bunga yang harus dibayar oleh
peminjam. Untuk menghindari penerimaan dan pembayaran bunga (bunga) maka
perbankan syariah menempuh cara memberikan pembiyaan (financing) berdasarkan
prinsip jual beli (al-bai„), prinsip sewa-beli (ijarah muntahia bi tamlik) atau
berdasarkan prinsip kemitraan (partnership) yaitu prinsip penyertaan (musyarakah)
atau prinsip bagi hasil (mudharabah).
Istilah pembiayaan menurut Veithzal Riva‟i pada intinya berarti I Believe, I
trust, „saya percaya‟ atau „saya menaruh kepercayaan‟.55 Perkataan pembiayaan yang
artinya kepercayaan (trust), berarti lembaga pembiayan selaku shahibul maal
menaruh kepercayaan kepada seseorang untuk melaksanakan amanah yang diberikan.
53
Zainul Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah, h.200. 54
Kasmir, Dasar—Dasar Perbankan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), h. 102. 55
Veithzal Riva‟i, Islamic Financial Management, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2008), h.3.
35
Dana tersebut harus digunakan dengan benar, adil, dan harus disertai dengan ikatan
dan syarat-syarat yang jelas, dan saling menguntungkan bagi kedua belah pihak,
sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Nisa: 29 dan surat Al-Maidah: 1.
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku
dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu;
Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”. (QS. An-Nisa: 29)
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. dihalalkan bagimu
binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (yang demikian itu) dengan
tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya
Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya”. (QS. Al-Maidah:
1)
Sedangkan pengertian pembiayaan menurut Bank Indonesia adalah
penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu.56 Secara luas,
pengertian tersebut dapat diartikan sebagai penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam
meminjam antara lembaga keuangan pihak lain yang mewajibkan pihak memnjam
56
Bank Indonesia, “Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah”,
diakses pada tanggal 5 Januari 2011 dari http: //www.bi.go.id.
36
untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu, dengan imbalan atau bagi
hasil.
2. Fungsi Pembiayaan
Sama halnya dengan perkreditan, pembiayaan mempunyai peranan yang
sangat penting dalam perekonomian. Secara garis besar fungsi pembiayaan di dalam
perekonomian, perdagangan, dan keuangan adalah sebagai berikut:57
1. Pembiayaan dapat meningkatkan utility (daya guna) dari modal/uang.
Uang yang terhimpun dari penabung dalam presentase tertentu ditingkatkan
kegunaannya oleh lembaga keuangan. Para pengusaha menikmati pembiayaan
dari bank untuk memperluas/memperbesar usahanya, baik untuk peningkatan
produksi, perdagangan, ataupun usaha peningkatan produktivitas secara
menyeluruh.
2. Pembiayaan meningkatkan Utility (daya guna) suatu barang
Produsen dengan bantuan pembiayaan dapat memindahkan barang dari suatu
tempat yang kegunaannya kurang ke tempat yang lebih bermanfaat.
3. Pembiayaan meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang
Pembiayaan yang disalurkan yang disalurkan melelui rekening-rekening koran,
pengusaha menciptakan pertambahan peredaran uang giral dan sejenisnya secepri
cek, bilyet giro, wesel, promes, dan sebagainya melalui pembiayaan.
4. Pembiayaan menimbulkan gairah Usaha Masyarakat
57
Veithzal Riva‟i, Islamic Financial Management, h.7.
37
Dengan pembiayaan, maka akan menimbulkan semangat dan gairah usaha
masyarakat. Karena melalui pembiayaan, masyarakat akan mendapatkan
modal/tambahan modal bagi kelangsungan bisnis usahanya.
5. Pembiayaan sebagai alat stabilitas ekonomi
Pembiayaan dapat diarahkan untuk menambah perputaran suatu barang serta
memperlancar distribusi barang-barang dan pendapatan agar merata ke seluruh
lapisan masyarakat.
6. Pembiayaan sebagai jembatan untuk peningkatan Pendapatan nasional
Semakin meningkatnya suatu pembiayaan, maka akan terjadi pula peningkatan
usaha. Apabila usaha tersebut dapat terus meningkat, maka pajak yang
dikeluarkan pun akan meningkat pula. Secara tidak langsung, maka pembiayaan
dapat meningkatkan pendapatan nasional.
3. Jenis-Jenis Pembiayaan Bank Pembiayaan Rakyat Syari‟ah (BPRS)
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) menurut UU Perbankan Syariah
No. 21 Tahun 2008 adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan
jasa dalam lalu lintas pembayaran.58 Sedangkan dasar hukum dari bank pembiayaan
rakyat syariah ini adalah mengacu pada Peraturan Bank Indonesia
No.11/23/PBI/2009 tanggal 1 Juli 2009 tentang Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
Tujuan utama yang hendak dicapai dari Bank Pembiayaan Rakyat Syariah ini adalah
meningkatkan kesejahteraan ekonomi Umat Islam, terutama masyarakat golongan
58
Bank Indonesia, “Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah,
Pasal 1 Ayat 9”, diakses pada tanggal 5 Januari 2011 dari http: //www.bi.go.id.
38
ekonomi lemah yang pada umumnya berada di daerah pedesaan, karena BPRS ini
memang khusus melayani masyarakat pedesaan.59
Pembiayaan yang dilakukan oleh bank syariah, khususnya pembiayaan yang
dilakukan oleh Bank Pembiayaan Rakyat Syariah yang tercantum dalam UU No. 21
tahun 2008 adalah sebagai berikut:
1. Pembiayaan bagi hasil berdasarkan Akad mudharabah atau musyarakah;
2. Pembiayaan berdasarkan Akad murabahah, salam, atau Istishnâ„;
3. Pembiayaan berdasarkan Akad qardh;
4. Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada Nasabah
berdasarkan Akad ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya
bittamlik; dan pengambilalihan utang berdasarkan Akad hawalah;
5. KONSEP ISTISHNA
1. Pengertian Istishna‟
Dalam kamus Bahasa Arab, kata Istishna„ berasal dari kata (shana„a) صنع
yang artinya membuat.60
Kemudian ditambah huruf alif, sin dan ta‟ menjadi إستصناع
(Istishnâ„ ) yang berarti minta membuat (sesuatu). Istishna„ merupakan kontrak
penjualan antara pembeli dan pembuat barang, dimana dalam kontrak ini pembuat
barang menerima pesanan dari pembeli.61 Menurut Sayyid Sabiq dalam buku Fiqh
59
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, h. 92. 60
Ahmad Warson Munawir, Kamus Al-Munawir Arab-Indonesia Terlengkap, cetakan ke- 14,
(Jakarta: Pustaka Progresif, 1997), h.796. 61
Muhammad Syafi‟i Antonio, Bank Syari‟ah dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani
Pres, 2009), h113.
39
Sunnah-nya, Istishnâ„ adalah menjual barang yang dibuat (seseorang) sesuai dengan
pesanan.62
Menurut Moh. Rifa‟i, Istishnâ„ ialah kontrak/transaksi yang ditandatangani
bersama antara pemesan dengan produsen untuk pembuatan sutu jenis barang tertentu
atau suatu perjanjian jual beli dimana barang yang akan diperjualbelikan belum ada.63
Sama halnya dengan pengertian yang dikemukakan oleh Wahbah Zuhaili, Istishnâ„
adalah perjanjian dengan pekerja atau pembuat barang untuk membuat sesuatu yang
telah ditentukan, atau dengan kata lain akad pembelian suatu barang yang dibuat oleh
pekerja (Shani‟) dan barang serta pengerjaannya dari pihak Shani‟.64 DSN MUI
menjelaskan pengertian Istishnâ„, yaitu akad jual beli dalam bentuk pemesanan
pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati
antara pemesan (pembeli, mustashni‟) dan penjual (pembuat, shani‟).
Istishna„ merupakan kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang.
Dalam kontrak ini pembuat barang menerima pesanan dari pembeli. Pembuat barang
lalu berusaha melalui orang lain untuk membuat atau membeli barang menurut
spesifikasi yang telah disepakati dan menjualnya kepada pembeli akhir. Kedua belah
pihak bersepakat atas harga serta sistem pembayaran; apakah pembayaran dilakukan
62
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, terjemahan H. Kamaluddin A. Marzuki, (Bandung: PT Al-
Ma‟arif, 1987), Jilid 12, h.87. 63
Moh. Rifa‟i, Konsep Perbankan Syariah, (Semarang: Wicaksana, 2002), h.73. 64
Wahbah Zulhaili, Fiqh Muamalat Perbankan Syariah Kapita Selekta Al-Fiqhu Al-Islam Wa
Adillatuhu, (Jakarta: Bank Mu‟amalat Indonesia, 1999), h.5.
40
di muka, melalui cicilan, atau ditangguhkan sampai suatu waktu pada masa yang akan
datang.65
Menurut jumhur fuqaha, bai‟ Al-Istishnâ„ merupakan suatu jenis khusus dari
akad bai‟ as-Salam. Biasanya jenis ini dipergunakan di bidang manufaktur. Dengan
demikian, ketentuan bai‟ al-istishna mengikuti ketentuan dan aturan bai‟ as-Salam.
2. Landasan Hukum dan Operasional Istishna‟
Landasan hukum Syari‟ah pelaksanaan Akad Al-Istishnâ„ adalah merujuk
pada ayat Al-Qur‟an, yaitu sebagai berikut:
…. ….
Artinya: ”.... dan Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba....”
(Q.S. Al-Baqarah/2: 275)
…. ….
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara
tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah
seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar...” (Q.S. Al-Baqarah/2:
282).
Selain itu, para Ulama juga membahas lebih lanjut tentang hukum
kebolehannya akad Al-Istishnâ„. Menurut mazhab Hanafi, bai‟ Al-Istishnâ„ termasuk
akad yang dilarang karena bertentangan dengan semangat ba‟i secara qiyas. Mereka
mendasarkan pada Sargumentasi bahwa pokok kontrak penjualan harus ada dan
dimiliki oleh penjual, sedangkan dalam Istishnâ„, pokok kontrak itu belum ada atau
65
Abu Bakar Ibn Mas‟ud al-Kasani, al-Bada‟i was-Sana‟i fi Tartib al-Shara‟i (Beirut: Darul-
Kitab al-Arabi edisi ke-2), review buku Muhammad Syafi‟i Antonio, Bank Syari‟ah dari Teori ke
Praktik (Jakarta: Gema Insani Press, 2009), h.113.
41
tidak dimiliki penjual. Meskipun demikian, mazhab Hanafi menyetujui kontrak
Istishnâ„ atas dasar istihsan karena alasan-alasan berikut ini:66
a. Masyarakat telak mempraktikkan bai‟ Al-Istishnâ„ secara luas dan terus
menerus tanpa ada keberatan sama sekali. Hal demikian menjadikan bai‟ Al-
Istishnâ„ sebagai kasus ijma‟ atau konsensus umum.
b. Di dalam syariah dimungkinkan adanya penyimpangan terhadap qiyas
berdasarkan ijma‟ ulama.
c. Keberadaan bai‟ Al-Istishnâ„ didasarkan atas kebutuhan masyarakat. Banyak
orang seringkali memerlukan barang yang tidak tersedia di pasar sehingga
mereka cenderung melakukan kontrak agar orang lain membuatkan barang
untuk mereka.
d. Bai‟ Al-Istishnâ„ sah sesuai dengan aturan umum mengenai kebolehan kontrak
selama tidak bertentangan dengan nash atau aturan syariah.
Dalam madzhab Maliki, Syafi‟i dan Hambali, Istishnâ„ adalah sah
berdasarkan akad jual beli Salam dan kebiasaan masyarakat Islam seperti dalam
Salam. Mengingat Al-Istishnâ„ merupakan lanjutan dari bai‟ as-salam, maka secara
umum landasan syariah yang berlaku pada bai‟ as-Salam juga berlaku pada bai‟ Al-
Istishnâ„.
Sementara itu, menurut Maulana Taqi Utsmani dalam Buku Standarisasi Akad
yang diterbitkan oleh Bank Indonesia menegaskan beberapa perbedaan pokok
Istishnâ„ dan Salam, yaitu:67
66
Syafi‟i Antonio, Bank Syari‟ah dari Teori ke Praktik, h.115.
42
1. Kedua akad sama-sama terkait dengan jual beli dimana penyerahan barang
dilakukan secara tangguh. Namun Istishnâ„ menekankan bahwa barang yang
dipesan perlu dibuatkan terlebih dahulu sesuai dengan pesanan, sedangkan salam
bersifat lebih umum tidak mempersyaratkan perlunya barang dibuat terlebih
dahulu.
2. Dalam Salam, harga perlu dibayar dimuka secara penuh. Sedangkan Istishnâ„
harga dapat doibayar secara cicilan sesuai dengan tingkat penyelesaian pesanan.
3. Dalam Salam, ketika perjanjian ditandatangani maka tidak dapat dibatalkan
secara sepihak. Namun dalam Istishna pembatalan dapat dilakukan sejauh
tahapan proses produksi belum dimulai.
Landasan operasional Al-Istishnâ„ yaitu berdasarkan Keputusan Fatwa Dewan
Syariah Nasional No: 06/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Jual Beli Istishnâ„ dan Fatwa
Dewan Syariah Nasional MUI No: Nomor: 22/DSN-MUI/III/2002 Tentang Jual Beli
Istishnâ„Paralel. Selain itu, ketentuan praktek Jual Beli Istishnâ„ pada perbankan syariah
terdapat pada UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, juga terdapat pada
Peraturan Bank Indonesia Nomor: 7/46/PBI/2005 Tentang Akad Peghimpunan dan
Penyaluran Dana Bagi Bank yang melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip
Syariah.
67
Bank Indonesia, Standarisasi Akad Produk Bank Syariah: Ijarah, IMBT, Salam, dan
Istishna‟, (Jakarta: Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia, 2006), hal.64
43
3. Rukun dan Syarat-Syarat Al-Istishnâ„
1. Rukun Al-Istishnâ„
Rukun dari akad Istishnâ„ yang harus dipenuhi dalam transaksi ada beberapa
hal, yaitu:68
a. Pelaku Akad, yaitu mustashni‟ (pembeli) adalah pihak yang membutuhkan
dan memesan barang, dan shani‟ (penjual) adalah pihak yang memproduksi
barang pesanan.
b. Objek Akad, yaitu barang atau jasa (mashnu‟) dengan spesifikasinya dan
harga (tsaman); dan
c. Shighah, yaitu Ijab dan Qabul
2. Syarat-Syarat Al- Istishnâ„
Sebagai suatu akad, maka syarat sahnya Istishnâ„ harus memenuhi persyarata
khusus yang berkaitan dengan kontrak Istishnâ„, yaitu:
a. Barang yang menjadi obyek, yaruslah dapat dispesifikasikan secara jelas, baik
dari sisi mutu maupun jumlah, tapa adanya potensi selisih pendapat berkaitan
dengan spesifikasi tersebut.
b. Barang yang dipesan haruslah barang yang menurut kelaziman dapat
diproduksi dan dihasilkan, sehingga barang yang tidak lazim dan sulit untuk
diwujudkan, tidak sah menjadi obyek Istishnâ„.
68
Ascarya, Akad & Produk Bank Syariah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), h.97.
44
c. Waktu penyerahan barang haruslah ditetapkan secara jelas guna menghindari
terjadinya kelalaian dalam memenuhi kontrak yang berakibat terjadinya
perselisihan antar pihak yang berkontrak.
d. Kebutuhan bahan baku produksi yang disediakan oleh pembuat, karena bila
disediakan oleh pesmesan maka akan masuk ke dalam akad ijarah.
e. Tempat penyerahan barang perlu diperjanjikan secara jelas terutama apabila
ada konsekuensi timbulnya biaya transportasi.69
Harga tidak bisa dinaikkan atau diturunkan karena perubahan harga bahan
baku atau perubahan biaya tenaga kerja. Perubahan harga dimungkinkan atas
kesepakatan bersama bila terjadi perubahan material pada mashnu‟.70 Dalam fatwa
Dewan Syariah Nasional No: 06/DSN-MUI/IV/2000 terdapat ketentuan tentang
pembayaran, barang, dan ketentuan lain-lain antara lain:
1. Ketentuan tentang Pembayaran:
a. Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa uang, barang,
atau manfaat.
b. Pembayaran dilakukan sesuai dengan kesepakatan.
c. Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan hutang.
2. Ketentuan tentang Barang:
a. Harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui sebagai hutang.
69
Bank Indonesia, Standarisasi Akad Produk Bank Syariah: Ijarah, IMBT, Salam, dan
Istishna‟, (Jakarta: Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia, 2006), hal.66. 70
Muhammad Syafi‟i Antonio, Bank Syariah: Wacana Ulama & Cendekiawan, (Jakarta,
Tazkia Institute, 1999), cet.ke 1, h.147.
45
b. Harus dapat dijelaskan spesifikasinya.
c. Penyerahannya dilakukan kemudian.
d. Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan
kesepakatan.
e. Pembeli (mustashni‟) tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya.
f. Dalam hal terdapat cacat atau barang tidak sesuai dengan kesepakatan,
pemesan memiliki hak khiyar (hak memilih) untuk melanjutkan atau
membatalkan akad.
3. Ketentuan Lain:
a. Dalam hal pesanan sudah dikerjakan sesuai dengan kesepakatan, hukumnya
mengikat.
b. Semua ketentuan dalam jual beli salam yang tidak disebutkan di atas berlaku
pula pada jual beli .
c. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi
perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan
melalui Badan Arbitrasi Syari‟ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui
musyawarah.71
71
Dewan Syariah Nasional (DSN). Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, (Jakarta,
DSN, 2003), h. 34.
46
BAB III
TINJAUAN UMUM BPRS AMANAH UMMAH
A. Sejarah Singkat BPRS Amanah Ummah
Bank Perkreditan Rakyat Syariah Amanah Ummah atau disingkat dengan
BPR Syariah Amanah Ummah adalah salah satu Bank Perkreditan Rakyat Syariah
yang tumbuh di Indonesia khususnya wilayah bogor Barat yang beroperasi
berdasarkan prinsip-prinsip syariah Islam yang bertujuan diantaranya menumbuhkan
ekonomi masyarakat atas dasar syariah Islam sebagaimana telah diatus dalam
Undang-Undang nomor 21 tahun 2008.72
Sebagai bangsa yang mayoritas penduduknya beragama Islam, maka
kehadiran Bank Syariah di Indonesia yang diyakini prinsip-prinsip dan
operasionalnya sesuai dengan Syari‟ah Islamiyah adalah suatu keyakinan ummat
yang kuat bahwa ajaran Islam adalah ajaran yang tidak hanya mengatur masalah
aqidah dan akhlaq juga mengatur ibadah dan muamalah dalam berbagai aspek
kehidupan, termasuk kehidupan sosial-ekonomi. Akan tetapi dilihat dari realitas
kehidupan masyarakatnya yang serba tertinggal baik dilihat dari sisi ekonomi maupun
yang lainnya tidak mencerminkan nilai-nilai syari‟ah.
Keadaan ini menimbulkan keprihatinan seorang ulama dan cendekiawan
muslim Bogor, yaitu Bapak KH. Soleh Iskandar (Alm.) yang pada saat itu menjabat
sebagai Ketua Badan Kerjasama Pondok Pesantren (BKSPP) Jawa Barat, Beliau
72
BPRS Amanah Ummah, Laporan tahunan 2010, (Bogor: BPRS Amanah Ummah, 2010), h.
3.
47
mulai merintis pembentukkan sebuah lembaga keuangan yang mampu menyentuh
sekaligus menolong masyarakat muslim yang hidup di bawah garis kemiskinan.
Dalam berbagai kesempatan beliau melontarkan gagasannya dihadapan sejumlah
ulama dan cendekiawan muslim dan ternyata mendapatkan tanggapan dan dukungan
yang positif. Selanjutnya pada awal Januari 1991 secara resmi beliau mengundang
sejumlah ulama, cendekiawan dan pengusaha muslim untuk membicarakan pendirian
lembaga keuangan yang beroperasi atas dasar Syariah Islam.
Dari pertemuan itu tercapai kesepakatan bahwa sudah saatnya dibentuk
lembaga keuangan yang beroperasi atas dasra Syaria‟ah Islam yang nantinya dapat
membantu masyarakat muslim khususnya pengusaha muslim yang berekonomi
lemah. Mengingat pada saat itu belum ada peraturan resmi tentang lembaga keuangan
Isla, maka dibentuk Lembaga Swadaya Masyarakat yang berupa gerakan simpan
pinjam yang diberi nama Koperasi Ikhwanul Muslimin. Bersamaan dengan hasil
evaluasi tersebut, pada pertengahan Januari 1991, pemrakarsa mendapatkan informasi
bahwa di Indonesia khususnya di Jawa Barat telah lahir BPR yang beroperasi
berdasarkan Syari‟ah.
Pada awal Pebruari 1991 dibentuk tim untuk menyusun proposal pendirian
Bank Syari‟ah, pada bulan Juli 1991 proposal diajukan ke Departemen Keuangan
Republik Indonesia, Alhamdulillah pada tanggal 16 Desember 1991 terbit izin prinsip
dari Departemen Keuangan Republik Indonesia, dan pada tanggal 18 Mei 1992
bertepatan dengan tanggal 02 Muharram 1413 H terbit izin operasional usaha bank,
akhirnya pada tanggal 11 Juli 1992 diadakan soft opening sekaligus mulai melakukan
48
operasionalnya. Sedangkan peresmiannya dilaksanakan pada tanggal 8 Agustus 1992
ioleh Bapak Bupati Kepala Daerah Tingkat II Kabupaten Bogor. Dengan demikian
BPR Syari‟ah Amanah Ummah lahir dan beroperasi dengan semangat (ghirah)
keagamaan dan keinginan yang kuat untuk memperbaiki kehidupan ekonomi ummat
Islam.
B. Produk-Produk BPRS Amanah Ummah73
1. Penghimpunan Dana
1. Tabungan Wadi‟ah
Tabungan adalah simpanan pihak ketiga pada Bank, yang penarikannya hanya dapat
dilakukan menurut syarat-syarat dan cara-cara tertentu. Produk tabungan yang ada di
BPR Syari‟ah Amanah Ummah adalah tabungan wadi‟ah dengan akad wadi‟ah yad-
Adhomanah, berupa titipan nasabah kepada Bank. Bank diberi wewenang untuk
mengelola uang dari nasabah tersebut. Alat penarikan dana tabungan melalui buku
atau ATM.
2. Tabungan Ummah
Tabungan yang diperuntukkan bagi masyarakat umum, berbentuk tabungan biasa
dengan setoran awal minimal Rp. 10.000,- dan untuk setoran selanjutnya minimal Rp.
5.000,- Sedangkan untuk perusahaan / Badan Usaha, setoran awal minimal Rp.
100.000,- dan setoram selanjutnya minimal Rp. 50.000,-. Tabungan ini dapat diambil
kapan saja dan pada setiap jam kerja.
3. Tabungan Pelajar
73
BPRS Amanah Ummah, Laporan tahunan 2010, h.7.
49
Tabungan yang diperuntukkan bagi pelajar dan santri dengan setoran awal minimal
Rp. 10.000,- dan untuk setoran selanjutnya minimal Rp. 5.000,-Pengambilan dan
penyetoran tabungan dapat dilakukan kapan saja pada setiap jam kerja.
4. Tabungan Haji dan Umrah
Tabungan yang berfungsi untuk investasi dana bagi masyarakat yang akan
melaksanakan ibadah haji dan umroh. Setoran awal tabungan haji dan umroh minimal
Rp. 100.000,- dan setoran selanjutnya minimal sebesar Rp. 50.000,- tabungan ini
dapat diambil pada saat nasabah hendak membayar Biaya Perjalanan Ibadah Haji
(BPIH) atau sesuai dengan kesepakatan antara Bank dengan nasabah. Nasabah akan
mendapatkan bagi hasil sesuai kesepakatan dengan Bank.
5. Deposito Mudharabah
Simpanan berupa investasi tidak terikat pihak ketiga pada bank yang penarikannya
hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasrakan perjanjian antara nasabah
pemilik dana (shohibul maal) dengan Bank (mudharib), jangka waktu tersebut adalah
satu, tiga, enam, dan dua belas bulan dengan bagi hasil sesuai dengan nisbah yang
telah disepakati.
2. Penyaluran Dana
1. Murabahah (MBA)
Akad jual beli barang antara Bank sebagai pemilik barang dengan nasabah seharga
pokok barang ditambah dengan marjin keuntungan yang disepakati.
50
2. Istishnâ„ (Ist)
Akad jual beli barang atas dasar pesanan antara nasabah dan bank dengan spesifikasi
tertentu yang diminta nasabah. Bank akan meminta produsen/kontraktor untuk
membatkan barang pesanan sesuai permintaan nasabah dan setelah selesai nasabah
akan membeli barang tersebut dari bank dengan harga yang telah disepakati bersama.
3. Ijarah (IJR)
Akad sewa menyewa atas manfaat suatu barang dan/atau jasa antara pemilik obyek
sewa (Bank) dengan penyewa (nasabah) untuk mendapatkan imbalan berupa sewa
atau upah bagi pemilik obyek sewa.
4. Ijarah multi Jasa (IJR)
Ijarah Multi Jasa adalah pembiayaan dimana bank memberikan pembiayaan kepada
nasabah dalam rangka memperoleh manfaat atas suatu jasa. Dalam pembiayaan
Ijaroh Multi Jasa tersebut bank dapat memperoleh imbalan jasa/ujrah atau fee.
Pembiayaan ijarah Multi Jasa diperuntukkan untuk biaya pendidikan dan kesehatan.
5. Mudharabah (MDA)
Akad kerjasama antara Bank sebagai pemilik dana (shahibul maal) dengan nasabah
sebagai pelaksana usaha (mudharib) dimana keuntungan dibagi sesuai nisbah yang
disepakati sebelumnya, sedangkan kerugian ditanggung pemilik dana/modal.
6. Musyarakah (MSA)
Akad kerjasama antara Bank dengan nasabah untuk usaha tertentu, dimana masing-
masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan
51
dibagi berdasarkan nisbah yang disepakati sebelumnya, sedangkan kerugian
ditanggung oleh para pihak sebesar partisipasi modal yang disertakan dalam usaha.
7. Rahn (Gadai Emas Syariah)
Akad penyerahan barang (emas) dari nasabah (rahin) kepada Bank (murtahin)
sebagai jaminan untuk mendapatkan hutang.
8. Qardhul Hasan (QH) dan Qardh (QR)
Akad pinjaman dana oleh nasabah kepada bank syariah tanpa imbalan dengan
kewajiban pihak nassabah mengembalikan pokok pinjaman secara sekaligus atau
cicilan dalam jangka waktu tertentu. Qardhul Hasan dananya bersumber dari infaq
dan shodaqoh, sedangkan Qardh umum dan Qardh haji bersumber dari modal atau
laba Bank.
C. Struktur Organisasi
Struktur organisasi yang terdapat di BPRS Amanah Ummah dalam
menjalankan kegiatan operasionalnya adalah sebagai berikut:
52
Gambar 3.1 Struktur Organisasi
53
D. Visi dan Misi, Motto, dan Budaya Perusahaan BPRS Amanah Ummah
BPRS Amanah Ummah Leuwiliang mempunyai Visi sebagai berikut:
“Menjadikan BPR Syariah Pilihan Ummat”
“Menjadi BPR Syari‟ah yang Amanah dan Profesional”
Adapun Misi BPRS Amanah Ummah Leuwiliang adalah:
“Membangun Kualitas Kehidupan Ummat Melalui Perbankan Syariah”
Motto dari BPRS Amanah Ummah adalah:
“Meraih Laba-Menepis Riba-Mengundang Berkah”
BPRS Amanah Ummah memiliki Budaya Perusahaan yang harus
dilaksanakan setiap saat dalam kegiatan usahanya, yaitu:
“Pelayanan Cepat-Amanah dan Ramah”.
E. Susunan Pengurus Bank
Kantor pusat Bank berlokasi di Jl. Raya Leuwiliang No. 01 Leuwiliang,
Bogor. Sampai dengan tanggal 31 Desember 2009, bank memiliki 1 kantor cabang
yang berlokasi di Jl. RE Martadinata No. 2 Bogor dan 1 kantor Kas di Universitas
Ibnu Khaldun (UIKA) Bogor.
Adapun susunan pengurus Bank adalah sebagai berikut:
Dewan Pengawas Syariah
Ketua : Prof. Dr. KH. Didin Hafidhuddin, M.Si.
Anggota : KH. Khodamul Quddus
Dewan Komisaris Bank
Komisaris Utama : Drs. H. Djufri Djamaluddin, M.Pd.
54
Komisaris : H. Didi Hilman, SH. M.Ag.
Dewan Direksi Bank
Direktur Utama : H. Taufiq Rahman, S.HI.
Direktur : Drs. M. Abduh Khalid M, M.Si.
Jumlah Karyawan bank pada tahun 2010 sebanyak 61 orang.
F. Manajemen Dana Pembiayaan
Manajemen dana bank syari‟ah adalah upaya yang dilakukan oleh lembaga
bank Syariah, dalam hal ini BPRS dalam mengelola atau mengatur posisi dana yang
diterima dari aktivitas funding untuk disalurkan kepada aktivitas financing
(pembiayaan), dengan harapan BPRS tetap mampu memenuhi kriteria-kriteria
likuiditas, rentabilitas, dan solvabilitasnya.74 Manajemen dana pada BPRS Amanah
Ummah, khususnya untuk sektor financing (pembiayaan) dapat kita lihat dari total
aktiva produktif, jumlah pembiayaan per-Akad, pembiayaan per-pangsa, pembiayaan
per-sektor ekonomi dan lokasi, yang keseluruhan data diperoleh dari laporan tahunan
BPRS Amanah Ummah tahun 2010.
1. Aktiva Produktif
Aktiva produktif adalah penanaman dana Bank Syariah baik dalam rupiah
maupun valuta asing dalam bentuk pembiayaan, piutang, qardh, surat berharga
syariah, penemppatan, penyertaan modal, penyertaan modal sementara, komitmen
74
Muhammad, Manajemen Bank Syariah, (Yogyakarta: UPP-AMP YKPN, 2002), h.67.
55
dan kontijensi pada transaksi rekening administratif serta sertifikat wadiah bank
Indonesia.75
2. Pembiayaan Per-Akad
Pembiayaan yang dilakukan oleh BPRS Amanah Ummah, khususnya pada
tahun 2010 didominasi oleh Pembiayaan dengan skim murabahah sebesar 87,79%,
untuk lebih jelasnya dapat dilihat tabel berikut ini:
Tabel 3.2 Jumlah Pembiayaan Per Akad
PEMBIAYAAN PER-AKAD
TAHUN 2010-2009
(Dalam Ribuan)
JENIS AKAD TAHUN 2010 TAHUN 2009
NOMINAL % JML NSB NOMINAL % JML NSB
MURABAHAH 41,967,030 87.79 1,440 34,188,548 84.79 1,403
MULTIJASA 28,371 0.06 2 - - -
ISTISHN„ 728,896 1.52 7 782,315 1.94 4
MUSYARAKAH 597,813 1.25 2 460,000 1.14 2
MUDHARABAH 75,000 0.16 1 75,000 0.19 1
IJARAH 764,566 1.60 31 545,603 1.35 27
QARD 43,494 0.09 14 27,608 0.07 8
QARD RAHN 3,556,767 7.44 411 4,240,305 10.52 701
QARD HAJI 40,000 0.08 2 - - -
JUMLAH 47,801,939 100 1,91 40,319,379 100 2,146
Sumber: Laporan Tahun 2010 BPRS Amanah Ummah
Dari total jumlah pembiayaan yang tertera di atas, alokasi pembiayaan yang
disalurkan kepada nasabah pada tahun 2010 diberikan dalam bentuk modal kerja
(47,58%), investasi (15,04%), dan konsumtif (37,38%). Penyebaran pembiayaan
menurut sektor ekonomi sepanjang tahun 2010 meliputi sektor perdagangan
75
Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia nomor 5/7/PBI/2003 tentang Kualitas Aktiva
Produktif Bagi Bank Syariah, diakses pada tanggal 5 Januari 2011 dari http: //www.bi.go.id.
56
(50,17%), disusul lain-lain (37,38%), sektor jasa (10,79%), Pertanian (0,87%), dan
sektor industri (0,79%).76
3. Pembiayaan Per-Lokasi
Berdasarkan Penyebaran lokasi pembiayaan, sebagian besar disalurkan ke
daerah-daerah di sekitar lokasi BPRS, yaitu mencakup:
Tabel 3.3 Jumlah Pembiayaan Per-Lokasi
PEMBIAYAAN PER-LOKASI
TAHUN 2010-2009
(Dalam Ribuan)
LOKASI TAHUN 2010 TAHUN 2009
NOMINAL JML NSB % NOMINAL % JML NSB
LEUWILIANG 15,354,075 594,000 32.12 16,957,642 42.06 859
JASINGA 837,225 23 1.75 2,081,676 5.16 47
CIGUDEG 984,336 38 2.06 392,181 0.97 20
NANGGUNG 3,636,072 169 7.61 2,427,106 6.02 116
RUMPIN 704,815 19 1.47 21,500 0.05 12
CIBUNGBULANG 3,806,960 246 7.96 5,002,046 12.41 484
PAMIJAHAN 751,373 92 1.57 - - -
CIAMPEA 5,058,180 253 10.58 657,615 1.63 16
PARUNG 1,346,159 31 2.82 1,044,688 2.59 41
DRAMAGA 1,023,883 41 2.14 725,093 1.80 45
CIOMAS 1,204,110 21 2.52 2,501,084 6.20 197
KODYA BOGOR 11,556,102 359 24.17 8,057,140 19.98 302
LAIN2 LUAR KOTA 1,538,649 24 3.22 451,600 1.12 7
JUMLAH 47,801,939 1,910 100.00 40,319,379 100.00 2,146
Sumber: Laporan Tahun 2010 BPRS Amanah Ummah
Dari tabel diatas, dapat kita ketahui lokasi mana saja yang paling banyak
mengajukan pembiayaan pada BPRS Amanah Ummah. Desa Leuwiliang, sebagai
tempat BPRS Amanah Ummah berada merupakan lokasi yang paling banyak
76
BPRS Amanah Ummah, Laporan Tahunan 2010, h.26.
57
memiliki nasabah yaitu sebesar 32,12% dari total jumlah nasabah. Selain itu, untuk
lokasi-lokasi yang lainnya juga berada tidak jauh dari Leuwiliang. Hal ini
menunjukkan bahwa BPRS Amanah Ummah memiliki fungsi untuk memberdayakan
masyarakat sekitar lokasi BPRS.
4. Petugas-Petugas Pembiayaan
Berdasarkan surat Keputusan Komisaris-Direksi PT. BPRS Amanah Ummah
No: 3/SK/BPRS-AU/I/2011 tentang Team Komite Pembiayaan PT. BPRS Amanah
Ummah menetapkan Susunan Team komite Pembiayaan PT BPR Syariah Amanah
Ummah adalah sebagai berikut:77
I. Pembiayaan Umum
1. Pembiayaan diatas Rp. 250 juta, Team Komite Pembiayaan terdiri atas:
a. Komisaris Utama atau Anggota Komisaris
b. Direktur Utama
c. Direktur
d. Kepala Bidang Marketing
e. Account Officer (AO) yang memproses
f. Legal Officer (LO)
2. Pembiayaan diatas Rp. 35 juta s/d Rp. 250 juta, Team Komite Pembiayaan
terdiri atas:
a. Direktur Utama
b. Direktur
c. Kepala Bidang Marketing
d. Account Officer (AO) yang memproses
e. Legal Officer (LO)
77
BPRS Amanah Ummah, Surat Keputusan Komisaris-Direksi BPRS Amanah Ummah
tentang Tea Komite Pembiayaan BPRS Amanah Ummah, (Bogor: BPRS Amanah Ummah, 2011)
58
3. Pembiayaan diatas Rp. 7,5 juta s/d Rp. 35 juta, Team Komite Pembiayaan
terdiri atas:
a. Direktur
b. Kepala Bidang Marketing
c. Account Officer (AO) yang memproses
d. Legal Officer (LO)
4. Pembiayaan sampai dengan Rp. 7,5 juta, Team Komite Pembiayaan terdiri atas:
a. Kepala Bidang Marketing
b. Account Officer (AO) yang memproses
c. Legal Officer (LO).
II. Pembiayaan Gadai Emas
1. Pembiayaan diatas Rp. 250 juta, Team Komite Pembiayaan terdiri atas:
a. Komisaris Utama atau Anggota Komisaris
b. Direktur Utama
c. Direktur
d. Ka.Bag Gadai Emas
2. Pembiayaan diatas Rp. 10 juta s/d Rp. 250 juta, Team Komite Pembiayaan
terdiri atas:
a. Direktur Utama
b. Direktur
c. Ka.Bag Gadai Emas
3. Pembiayaan sampai dengan Rp. 10 juta, Team Komite Pembiayaan terdiri atas:
a. Direktur atau 2 (dua) orang Kepala Bidang bila Direktur tidak berada di
tempat
b. Ka.Bag Gadai Emas
59
BAB IV
ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO
PEMBIAYAAN AL-ISTISHN„ PADA BPRS AMANAH UMMAH
A. Prosedur Pembiayaan Al-Istishnâ„ di BPRS Amanah Ummah
Pembiayaan Al-Istishnâ„ pada BPRS Amanah Ummah merupakan suatu
jawaban atas kebutuhan masyarakat/nasabah khususnya yang berada di lingkungan
BPRS untuk pembiayaan konstruksi dan pembangunan rumah berdasarkan kriteria
dan spesifikasi yang diserahkan sepenuhnya kepada nasabah.78 Sebelum adanya akad
Al-Istishnâ„, masyarakat hanya dapat membeli rumah siap huni dari BPRS dengan
menggunakan akad murabahah, tanpa adanya spesifikasi tertentu sesuai dengan
keinginan nasabah.
Akad Al-Istishnâ„ yang diaplikasikan pada pemberian pembiayaan
kepemilikan rumah kepada nasabah pada BPRS Amanah Ummah ini melibatkan
pihak ketiga, sehingga dalam hal ini pihak BPRS Amanah Ummah mengaplikasikan
akad Al-Istishnâ„ paralel. Hal ini disebabkan karena memang pada dasarnya Bank
Syariah hanya menyediakan fasilitas pembiayaan saja, bukan berfungsi sebagai
penyedia barang sebagaimana penjual barang pada umumnya. Pada BPRS Amanah
Ummah, sebagaimana yang tertera pada kontrak akad Istishnâ„ paralel, pihak
developer/produsen sebagai pihak yang membuatkan rumah pesanan nasabah disebut
sebagai penjual/pengembang.
78
Wawancara Pribadi dengan Dwi Mulyadi. Bogor, 4 April 2011.
60
Adapun prosedur pembiayaan Al-Istishnâ„ dan Al-Istishnâ„ paralel yang
terdapat di BPRS Amanah Ummah dan sama dengan skema yang dikemukakan oleh
Sunarto Zulkifli adalah sebagai berikut:79
Gambar 4.1 Skema Pembiayaan Al- Istishnâ„ di BPRS Amanah Ummah
Keterangan:
1a : Akad Istishnâ„ I
1b : Spesifikasi Barang
2a : Akad Istishnâ„ II
2b : Spesifikasi Barang
3 : Pembayaran dana pembangunan
3a : Penyerahan rumah kepada BPRS Amanah Ummah
3b : Penyerahan rumah dari bank kepada nasabah
3c : Pembayaran Angsuran Pembiayaan
Penjelasan Pembiayaan dengan prinsip Akad Al- Istishnâ„ dan Istishnâ„
paralel yang diterapkan pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Amanah Ummah
Leuwiliang-Bogor berdasarkan skema diatas adalah sebagai berikut:80
1. Nasabah datang ke BPRS untuk melakukan pembiayaan Al-Istishnâ„, nasabah
datang ke bank disertai spesifikasi dan kriteria tertentu untuk pembuatan sebuah
79
Sunarto Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah, (Jakarta: Zikrul Hakim,
2004), h.73. 80
Wawancara Pribadi dengan Dwi Mulyadi. Bogor, 4 April 2011.
Nasabah Pemasok
BPRS Amanah
Ummah
1a
Ib 2b
2a
3
3a
3c
3b
61
rumah, seperti merk semen, ukuran rumah, jenis batu bata, fondasinya seperti
apa, dan lain sebagainya. Untuk lokasi perumahan, nasabah bisa mengajukan
sendiri lokasi tanah yang dimaksud, atau nasabah dapat meminta bank untuk
mencarikan lokasi perumahan untuk nasabah. Sejauh ini, akad Istishnâ„ yang
ada di BPRS Amanah Ummah baru mencakup 2 perumahan, yaitu perumahan
Permata dan Cendo Indah yang terletak di Leuwiliang-Bogor, dimana pihak
perumahan/developer hanya menyediakan kavling tanah, sehingga pihak nasabah
harus membangun sendiri rumah yang diinginkan.
2. Setelah itu, pihak bank menunjuk dan menghubungi seorang
developer/pengembang untuk membuatkan rumah yang disertai kriteria dan
spesifikasi sesuai keinginan nasabah. Selanjutnya, pihak developer menaksir
harga dari rumah tersebut dengan spesifikasi yang dipersyaratkan nasabah.
Setelah diketahui kisaran harga rumah tersebut, maka pihak bank
memberitahukan kepada nasabah mengenai harga rumahnya, lalu diadakan
kesepakatan antara bank dan nasabah untuk biaya angsuran per bulannya, uang
muka, dll. Setelah terjadi kesepakatan, maka rumah yang dipesan mulai
dikerjakan oleh pihak developer dengan jangka waktu yang telah disepakati,
yaitu selama 3 bulan masa pengerjaan.
3. Untuk pembayaran uang muka, maka nasabah membayar uang muka sebesar
30% dari total harga rumah, dengan kata lain pihak bank hanya dapat membiayai
sekitar 70% dari total harga rumah dengan batas pembiayaan maksimum sebesar
Rp. 800 juta dan batas waktu pembiayaan maksimal 7 tahun. Setelah rumah
62
selesai dibangun, maka rumah langsung dapat dihuni oleh nasabah, tetapi untuk
surat-suratnya masih berada di pihak bank sampai masa akad selesai.
4. Penetapan margin keuntungan bank tidak bersifat tetap (fixed) tetapi berdasarkan
pada kesepakatan antara pihak bank dengan nasabah. Tetapi kalau disetarakan
dengan presentase, rata-rata untuk pembiayaan Istishnâ„ ini tidak melebihi 1.1%
perbulan nya, pada intinya kesepakatan antara nasabah dan Bank lah yang
dijadikan patokan. Apabila nasabah kurang setuju dengan margin yang
ditawarkan Bank, maka Bank bisa saja mengurangi margin nya.
B. Manfaat serta Risiko yang Ditimbulkan dari Pembiayaan Al-Istishnâ„
Sebelum membahas tentang risiko yang terdapat pada pembiayaan Al-
Istishnâ„ dalam hal ini termasuk Al-Istishnâ„ paralel, maka perlu diketahui pula
manfaat yang dapat diambil dari pembiayaan Al-Istishnâ„ itu sendiri, baik bagi bank
sebagai penyelenggara, maupun bagi nasabah.
Manfaat yang dapat diambil bagi Bank Syariah, khususnya bagi BPRS
Amanah Ummah dari pembiayaan Al-Istishnâ„ adalah sebagai berikut:
a. Meningkatkan pendapatan BPRS Amanah Ummah akibat adanya keuntungan
yang muncul dari selisih harga jual rumah kepada nasabah dan harga rumah yang
ditawarkan dari pihak developer/pengembang. Harga rumah yang ditawarkan
oleh pihak developer sebagai pihak yang membangunkan rumah untuk nasabah
(pada Al-Istishnâ„ paralel) dapat ditambahkan dengan besaran margin tertentu
sesuai dengan kesepakatan yang dapat dijadikan sebagai salah satu sumber
pendapatan BPRS.
63
b. Sebagai salah satu diversifikasi produk yang terdapat di BPRS Amanah Ummah.
Diversifikasi produk merupakan salah satu upaya pihak BPRS Amanah Ummah
dalam mengembangkan jenis-jenis produk penyaluran dana (financing) yang
terdapat pada BPRS Amanah Ummah.81
Pada awalnya, pembiayaan kepemilikan
rumah bagi nasabah hanyalah menggunakan akad murabahah. Akan tetapi, akad
murabahah untuk kepemilikan rumah terdapat keterbatasan-keterbatasan
diantaranya nasabah tidak dapat memesan rumah berdasarkan spesifikasi tertentu
maka pihak BPRS Amanah Ummah berupaya untuk melaksanakan akad Al-
Istishnâ„ yang sesuai dengan ketentuan syariah.
c. Memberikan kepastian pendapatan (return) bagi BPRS Amanah Ummah, baik
dari segi jumlah (ammount) maupun waktu (timing) nya. Maksud dari kepastian
pendapatan disini adalah bahwasannya dari pembiayaan Al-Istishnâ„, BPRS
dapat menerima pendapatan yang pasti karena pembiayaan Al-Istishnâ„
merupakan akad pembiayaan berbasis jual beli yang memperoleh keuntungan
bagi Bank dari suatu besaran margin tertentu yang disepakati pada awal akad.
d. Memberikan pelayanan mudah kepada nasabah, sehingga nasabah menjadi loyal
pada LKS.
Sedangkan manfaat akad Al-Istishnâ„ yang dapat dirasakan oleh nasabah
diantaranya adalah:
a. Merupakan suatu jawaban atas kebutuhan masyarakat/nasabah dalam
kepemilikan rumah berdasarkan spesifikasi dan kriteria tertentu sesuai dengan
81
Wawancara Pribadi dengan Dwi Mulyadi. Bogor, 4 April 2011.
64
keinginan nasabah. Maksud dari spesifikasi tertentu disini adalah nasabah dapat
meminta bank untuk membuatkan rumah dengan berbahan dasar semen merk X,
batu bata tipe Y, dan lain sebagainya.
b. Sebagai suatu alternatif pembiayaan kepemilikan rumah yang berlandaskan
prinsip syariah. Nasabah yang memiliki keterbatasan dana untuk membangun
sebuah rumah, dapat mengajukan pembiayaan akad Al-Istishnâ„ ke BPRS.
Dengan adanya akad Al-Istishnâ„ ini, nasabah tidak perlu mengajukan
pembiayaan kepada lembaga perbankan konvensional yang menyediakan skim
kepemilikan rumah dengan tingkatan bunga tertentu.
c. Penetapan margin yang ditawarkkan oleh BPRS Amanah Ummah pada Akad
Istishnâ„ masih bisa dinegosiasikan dengan nasabah. Hal ini dapat memberikan
manfaat dan keuntungan bagi nasabah karena besaran margin pembiayaan tidak
tetap (fixed), maka nasabah dapat mendapatkan harga berdasarkan kesepakatan
kedua belah pihak.
Dari beberapa manfaat yang telah dikemukakan di atas, telah terlihat
bahwasannya akad Al-Istishnâ„ yang diterapkan di BPRS Amanah Ummah memiliki
banyak manfaat dan maslahah bagi masyarakat pada umumnya, dan khususnya bagi
bank itu sendiri.
Selain manfaat yang dapat diambil dari akad Al-Istishnâ„, akad Al-Istishnâ„
juga memiliki beberapa risiko. Risiko-risiko ini ada karena ketika bank syariah masuk
ke dalam akad Istishnâ„, akan selalu melibatkan peran para pengembang, kontraktor,
perusahaan manufaktur, dan supplier. Selama bank syariah tidak memiliki
65
spesialisasi dalam hal ini maka akan selalu tergantung pada subkontraktor.82
Sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Bapak Dwi Mulyadi berdasarkan risiko
yang pernah dialami dan disertai dengan kemungkinan-kemungkinan terjadinya
berbagai risiko yang lain adalah sebagai berikut:
a. Risiko yang bersumber dari internal BPRS Amanah Ummah
1. Terdapat kemungkinan terjadinya kesalahan pihak AO (Account Officer)
pada saat identifikasi nasabah pembiayaan. Nasabah yang tidak layak untuk
mendapatkan pembiayaan, dikatakan layak untuk mendapatkannya, sehingga
menimbulkan risiko kegagalan pembayaran angsuran pembiayaan.
2. Kemungkinan terjadinya kelemahan pada saat monitoring/pemantauan risiko,
atau kegiatan monitoring yang dilakukan oleh BPRS Amanah Ummah tidak
dilakukan secara optimal, terutama pada risiko pembiayaan nasabah dan
risiko dari pihak pengembang. Hal ini dapat menyebabkan kerugian pada
bank.
b. Risiko yang bersumber dari pihak nasabah/yang memesan rumah kepada Bank
1. Risiko gagal bayar (default risk) pada sisi pembeli adalah bersifat alamiah,
atau sering disebut sebagai kegagalan untuk membayar secara penuh dan tepat
waktu. Hal ini sangatlah menjadi risiko klasik dari suatu pembiayaan.
Keterlambatan pembayaran atau lebih sering kita dengar sebagai kredit macet
sangatlah rentan dari suatu pembiayaan.
82
Tariqullah Khan, Manajemen Risiko Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Bumi Aksara,
2008), h.56.
66
2. Ada kemungkinan nasabah dapat membatalkan kontrak dan gagal menunda
waktu pengiriman sehingga bank harus menanggung risiko tambahan.
3. Adanya keluhan dari nasabah mengenai rumah yang telah jadi. Terdapat
nasabah yang mengeluh/protes karena rumah yang baru ditempati 2 bulan
atapnya sudah bocor, rumah yang dipesan tidak sesuai dengan keinginan
nasabah, dll.
4. Risiko adanya kemungkinan berkurangnya laba yang diterima BPRS Amanah
Ummah akibat adanya pihak nasabah yang membayar angsuran pembiayaan
lebih cepat dari apa yang telah disepakati. Misalnya pada awal akad telah
disepakati jangka waktu pembiayaan adala 36 bulan, tetapi dalam
perjalanannya, pada bulan ke 24 nasabah telah mampu untuk membayar sisa
angsuran nya. Hal ini dapat dijadikan sebagai keuntungan yang diterima Bank
karena terbebas dari risiko kegagalan bayar, tetapi dapat juga dimasukkan
kedalam kategori sebuah risiko karena berkurangnya laba Bank. tetapi
menurut Bapak Dwi Mulyadi, kejadian seperti ini sangat jarang terjadi pada
pembiayaan.
c. Risiko yang bersumber dari pihak Developer/Pengembang/Pemasok
1. Terdapat kemungkinan supplier/developer membatalkan kontrak.
Kemungkinan ini bisa saja terjadi, pada saat kontrak telah ditandatangani,
tiba-tiba dari pihak developer membatalkan begitu saja dengan alasan tertentu.
2. Risiko kemungkinan terjadinya barang yang dibuat dalam hal ini rumah tidak
sesuai dengan keinginan nasabah. Hal ini kemungkinan besar terjadi, yang
67
dimana pada dasarnya akad Istishnâ„ ini pihak developer-lah yang berperan
dalam pembuatan barang pesanan, dalam hal ini pembangunan rumah. Risiko
seperti ini misalnya adalah fondasi rumah yang telah jadi tidak sesuai dengan
apa yang diinginkan nasabah, dan lain sebagainya.
3. Risiko pihak developer yang memalsukan data progress pembuatan rumah.
Maksud dari memalsukan data progress disini adalah pada akad Istishnâ„
paralel yang terjadi antara bank dengan pihak developer/penjual, telah
disepakati bahwasannya pihak developer harus mengirimkan bukti progress
dari pembangunan rumah yang dilaksanakan. Hasil bukti ini adalah berupa
foto/laporan yang disampaikan kepada pihak bank sesuai dengan waktu yang
telah diperjanjikan. Risiko ini muncul apabila pihak developer melaporkan
laporan palsu mengenai progress pembangunan rumah kepada pihak Bank.
4. Risiko kegagalan yang terkait dengan waktu pengiriman, dalam hal ini pihak
developer terlambat menyerahkan rumah sesuai dengan waktu yang telah
disepakati. Pihak developer bisa saja terlambat dalam menyelesaikan
pembangunan rumah yang dipesan. Dalam perjanjian pembangunan sebuah
rumah antara pihak developer dan pihak BPRS disepakati selama 3 bulan
masa pembangunan.
d. Kemungkinan risiko yang bersumber dari luar subyek akad (faktor eksternal)
68
1. Risiko jatuhnya harga barang (price-drop risk). Risiko jatuhnya harga barang
diantisipasi dengan menetapkan bahwa jenis pembiayaan ini hanya dilakukan
atas dasar kontrak/pesanan yang telah ditentukan harganya.83
2. Risiko terjadinya bencana alam.
Risiko bencana alam adalah suatu risiko yang tidak terduga dan tidak dapat
dihindari. Khusus dalam pembiayaan Al- Istishnâ„, risiko terjadinya bencana
alam ini berdampak pada dua pihak, yaitu bencana alam dapat terjadi pada
nasabah, sehingga nasabah tidak mampu lagi melunasi kewajiban kepada
BPRS, dan bencana alam yang terjadi menimpa bangunan rumah yang sedang
atau telah selesai proses pembuatan. Risiko ini telah diantisipasi oleh pihak
BPRS yang mengikutsertakan asuransi atas rumah tersebut.
C. Penyebab terjadinya Risiko Pembiayaan Al- Istishnâ„
Menurut hasil wawancara, risiko tersebut dapat disebabkan karena beberapa
faktor, yaitu:
1. Faktor Internal BPRS
a. Petugas Pembiayaan (knowledge, skill, attitude)
Faktor kesalahan dari petugas pembiayaan yang dimaksud adalah adakalanya
petugas pembiayaan tidak memiliki kemampuan dan pengetahuan yang lebih
mendalam dalam menjalankan tugasnya sebagai petugas pembiayaan, sehingga
83
Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2008), h.265.
69
data-data yang diperlukan tidak akurat dan menyebabkan kerugian pada bank.
Selain itu, menurut Bapak Dwi Mulyadi, kesalahan dari petugas pembiyaan ini
adalah data yang diperoleh dari analisis nasabah yang tidak memenuhi syarat,
dikatakan memenuhi persyaratan.84
Salah satu penyebabnya adalah disebabkan
hubungan kedekatan dengan nasabah dan moral hazard petugas sehingga dalam
analisisnya dilakukan secara tidak obyektif.85
b. Kelemahan sistem (Penyaluran, Monitoring dan pelunasan)
Faktor risiko yang berasal dari sistem pada BPRS Amanah Ummah mencakup
dari segi kelemahan sistem penyaluran pembiayaan, dimana bisa saja terjadi
kesalahan dalam penyaluran pembiayaan kepada nasabah yang tidak memenuhi
persyaratan, monitoring yang lemah dan kurang intensif dari petugas pembiayaan
pada BPRS terhadap nasabah, dan kelemahan sistem pelunasan pembiayaan yang
terdapat di dalam intern BPRS. Kelemahan sistem ini dapat menyebabkan
pembiayaan bermasalah.
c. Manajemen
Dalam hal ini, kelemahan dari manajemen internal BPRS mencakup kelemahan
kebijakan pembiayaan yang dibentuk oleh komite dan pejabat pembiayaan,
84
Wawancara Pribadi dengan Dwi Mulyadi. Bogor, 4 April 2011. 85
Kasmir, Manajemen Perbankan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000, h.102.
70
disiplin pejabat pembiayaan dalam menerapkan sistem dan prosedur pembiayaan
rendah.86
2. Faktor Internal Nasabah
Risiko pembiayaan bermasalah, khususnya pembiayaan Al-Istishnâ„ juga
dapat disebabkan oleh faktor internal nasabah, diantaranya adalah:
a. Adanya pemutusan Hubungan Kerja (PHK) nasabah dari pekerjaannya, sehingga
nasabah tidak mendaptakan lagi penghasilan, dan secara otomatis mereka tidak
mampu lagi untuk melunasi sisa pembiayaan kepada BPRS Amanah Ummah.
b. Adanya hubungan keluarga tidak harmonis, seperti terjadi perceraian antara
suami isteri nasabah. Khususnya dalah pembiayaan Al-Istishnâ„ di BPRS
Amanah Ummah, kasus seperti ini pernah terjadi. Perceraian nasabah
menyebabkan terjadinya perebutan hak dan kewajiban atas rumah tersebut.
Hingga pada akhirnya rumah tersebut di take over (dipindah tangankan/di jual
kembali) kepada pihak lain.
c. Terlibat hutang dengan pihak lain. Adakalanya nasabah yang memiliki kewajiban
kepada BPRS Amanah Ummah, juga memiliki kewajiban (hutang) kepada pihak
lain. Ha ini mengakibatkan tersendatnya pembayaran kewajiban kepada BPRS
Amanah Ummah.
86
BPRS Amanah Ummah, Pedoman Pembiayaan, (Bogor: BPRS Amanah Ummah, 2010),
h.3.
71
d. Kondisi usaha nasabah yang sedang mengalami penurunan. Kondisi ini
menyebabkan berkurangnya kemampuan nasabah untuk melunasi kewajibannya
kepada bank.
3. Faktor Developer
Khusus pada pembiayaan Al-Istishnâ„ yang melibatkan pihak ke tiga, yaitu pihak
developer/pengembang/penjual rumah yang dipesan oleh nasabah juga dapat
menyebabkan suatu risiko tersendiri. Menurut Bapak Dwi Mulyadi, belum pernah
terjadi pembiayaan bermasalah yang disebabkan oleh faktor developer, tetapi
terdapat beberapa faktor pembiayaan Al-Istishnâ„ bermasalah yang dimungkinkan
terjadi yang berasal dari pihak developer, yaitu:
a. Adanya itikad/karakter kurang baik dari developer yang membangun rumah
dengan tidak memerhatikan secara benar pesanan dari nasabah, sehingga
rumah tidak sesuai dengan kriteria pesanan.
b. Pihak developer yang kabur/melarikan diri membawa lari uang yang telah
diberikan BPRS guna membangunkan rumah.
4. Faktor Eksternal
Maksud dari faktor eksternal adalah faktor-faktor penyebab terjadinya risiko yang
bersumber dari luar faktor subyek akad, yaitu Bank, nasabah dan pihak
developer/pemasok. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:
a. Bencana alam
72
Risiko bencana alam adalah suatu risiko yang tidak terduga dan tidak dapat
dihindari. Khusus dalam pembiayaan Al-Istishnâ„, risiko terjadinya bencana alam
ini berdampak pada dua pihak, yaitu bencana alam dapat terjadi pada nasabah,
sehingga nasabah tidak mampu lagi melunasi kewajiban kepada BPRS, dan
bencana alam yang terjadi menimpa bangunan rumah yang sedang atau telah
selesai proses pembuatan.
b. Musim
Bagi pembiayaan Al-Istishnâ„ dalam hal ini pembiayaan atas pembangunan
sebuah rumah, faktor musim dapat saja mempengaruhi terkait dengan waktu
penyelesaian rumah tersebut. Musim yang tidak menentu menyebabkan proses
penyelesaian rumah menjadi tersendat dan terlambat.
D. Penerapan Manajemen Risiko Pembiayaan Al-Istishnâ„ di BPRS Amanah
Ummah
Maraknya berbagai lembaga keuangan syariah yang tumbuh, serta perubahan
yang cepat baik dari sisi regulator, teknologi dan informasi yang tak terbayangkan
sebelumnya, sektor keuangan menjadi sektor dengan tingkat risiko yang sangat
tinggi. Risiko dalam berbagai bentuk dan sumbernya merupakan komponen yang tak
terpisahkan dalam setiap aktivitas muamalat (ekonomi).87
Untuk itu, sebagai salah
satu pilar sektor keuangan dalam melaksanakan fungsi intermediasi dan pelayanan
87
Masyhud ali, Manajemen Risiko: Strategi Perbankan dan Dunia Usaha Menghadapi
Tantangan Globalisasi Bisnis, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), h.xix..
73
jasa keuangan, lembaga keuangan jelas sangat memerlukan adanya manajemen risiko
yang berfungsi sebagai filter terhadap kegiatan usaha.88
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Amanah Ummah juga telah
menyadari pentingnya suatu manajemen risiko pada pembiayaan yang dijalankan
demi kelangsungan BPRS. Hal ini dapat terlihat dari salah satu tugas dan
tanggungjawab bagian pembiayaan BPRS yang melakukan analisis, memonitor,
mengevaluasi dan remedial untuk menyelesaikan suatu pembiayaan bermasalah.
Hal ini juga telah disampaikan oleh Bpk. Dwi Mulyadi, selaku Accout Officer
BPRS Amanah Ummah, bahwasannya BPRS Amanah Ummah telah membentuk
divisi/bagian pembiayaan dimana memiliki fungsi utama jabatan yaitu memproses
pengajuan pembiayaan, melakukan analisis kelayakan serta memberikan rekomendasi
atas pengajuan pembiayaan sesuai dengan hasil analisis yang telah dilakukan. Selain
itu, AO juga bertugas untuk menyelesaikan berbagai risiko yang dihadapi dari
pembiayaan tersebut bersama dengan Legal Officer (LO) dan Kepala Bidang
Marketing. Oleh karena itu, BPRS Amanah Ummah dalam proses manajemen risiko
dan dilaksanakan oleh Account Officer yang bekerjasama dan terkoordinasi dengan
Kepala Bagian Marketing dan Legal Officer, tidak ada divisi/bagian khusus yang
menangani manajemen risiko pembiayaan. Meskipun demikian, pihak manajemen
BPRS Amanah Ummah telah menerapkan manajemen risiko dalam pembiayaan yang
dilakukan, termasuk pembiayaan Al- Istishnâ„.
88
Adiwarman Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2007, h.225.
74
Proses manajemen risiko sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan Bank
Indonesia, setidaknya mencakup 4 tahapan utama manajemen risiko, yaitu proses
identifikasi risiko, pengukuran/penilaian risiko, pemantauan risiko, dan pengendalian
risiko.89
Demikian hal nya yang dilaksanakan pada BPRS Amanah Ummah dalam
proses manajemen risiko pembiayaan telah tercakup ke dalam keempat proses
tersebut. Dalam prakteknya, BPRS Amanah Ummah lebih memprioritaskan pada
identifikasi risiko kegiatan pembiayaan. Identifikasi risiko ini dimaksudkan sebagai
tindakan preventif yang dilakukan oleh BPRS dalam penyaluran pembiayaan bagi
nasabah untuk menghindari terjadinya pembiayaan macet dan untuk meminimalisir
pembiayaan bermasalah sedini mungkin.
Setelah risiko akad Al-Istishnâ„ diklasifikasikan menurut sumber darimana
risiko tersebut datangnya, yaitu dari kontraktor/developer yang membuatkan rumah
bagi nasabah, dari nasabah itu sendiri, dan dari sumber eksternal diluar kontraktor
dan nasabah, maka dari berbagai risiko tersebut dilakukan serangkaian proses
manajemen risiko. Proses manajemen risiko ini dibedakan menurut sumber risiko,
karena memang pada akad Istishnâ„ melibatkan pihak ketiga yaitu pihak
kontraktor/developer yang tidak terdapat pada akad lainnya. Sebagaimana yang telah
dijelaskan oleh Bpk. Dwi Mulyadi selaku Account Officer yang bertugas pula untuk
proses manajemen risiko pembiayaan, bahwasannya pembiayaan Istishnâ„ ini
memiliki risiko yang lebih kompleks dibandingkan dengan pembiayaan lainnya,
89
Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan
Manajemen Risiko Bagi Bank Umum, diakses pada tanggal 5 Januari 2011 dari http: //www.bi.go.id.
75
sehingga dalam hal penanganan/manajemen risiko nya itu sendiri juga disesuaikan
dengan jenis risiko yang terdapat pada akad Al-Istishnâ„ ini.90
1. Risiko yang bersumber dari pihak Nasabah/yang memesan rumah kepada
Bank
Risiko yang bersumber dari nasabah, sebagaimana yang telah dijelaskan
dibagian awal diantaranya adalah Risiko gagal bayar (default risk), Ada kemungkinan
nasabah dapat membatalkan kontrak dan gagal menunda waktu pengiriman sehingga
bank harus menanggung risiko tambahan, dan adanya keluhan dari nasabah mengenai
rumah yang telah jadi, maka BPRS mengambil tindakan manajemen risiko sebagai
berikut:
I. Identifikasi Risiko
Proses ini meliputi identifikasi risiko yang mungkin terjadi dalam suatu
aktivitas usaha. Identifikasi risiko secara akurat dan komplet sangatlah vital dalam
manajemen risiko. Tujuan dilakukannya identifikasi risiko adalah untuk
mengidentifikasi seluruh jenis risiko yang melekat pada setiap aktivitas fungsional
yang berpotensi merugikan Bank.91
Proses Identifikasi mengenai jenis-jenis risiko yang bersumber dari nasabah
Bank, yaitu Risiko gagal bayar (default risk), ada kemungkinan nasabah dapat
membatalkan kontrak dan gagal menunda waktu pengiriman, adanya keluhan dari
nasabah mengenai rumah yang telah jadi, dan Risiko adanya kemungkinan
90
Wawancara Pribadi dengan Dwi Mulyadi. Bogor, 4 April 2011. 91
Bank Indonesia, Pedoman Standar Manajemen Risiko Bagi Bank Umum, diakses pada
tanggal 5 Januari 2011 dari http: www.bpkp.go.id
76
berkurangnya laba yang diterima BPRS Amanah Ummah akibat adanya pihak
nasabah yang membayar angsuran pembiayaan lebih cepat dari apa yang telah
disepakati. Mengenai proses identifikasi risiko tidak hanya sampai disini saja.
Sebagaimana yang terdapat dalam Pedoman Standar Penerapan Manajemen Risiko
Bagi Bank Umum, terdapat hal-hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan
identifikasi risiko ini, salah satunya yaitu menggabungkan dan menganalisa informasi
risiko dari seluruh sumber informasi yang tersedia. Oleh karena risiko ini bersumber
dari nasabah BPRS, maka proses identifikasi ini juga harus disertai dengan informasi
yang berkaitan dengan sumber risiko itu sendiri, yaitu informasi mengenai nasabah
bank. Dengan adanya identifikasi nasabah, maka diharapkan semua risiko yang
dihadapi bank yang bersumber dari nasabah dapat diatasi dan dapat diidentifikasi
sedini mungkin sebelum pembiayaan dicairkan kepada nasabah.
Pada proses mengidentifikasi dan menganalisis risiko pembiayaan Al-
Istishnâ„, BPRS Amanah Ummah lebih menekankan kepada proses analisis pada
awal pengajuan pembiayaan dari nasabah melalui analisis pembiayaan. Analisa
pembiayaan merupakan suatu upaya untuk menilai prospek dan risiko atas sebuah
usulan pembiayaan dengan melakukan pemeriksaan dan evaluasi baik secara
kualitatif maupun kuantitatif serta proses pengajuan usulan persetujuan.
Analisa pembiayaan diperlukan agar bank memperoleh keyakinan bahwa
pembiayaan yang diberikan dapat dikembalikan oleh nasabah. Pada BPRS Amanah
Ummah, analisa pembiayaan dilakukan pada 2 aspek, yaitu:
77
1. Analisa terhadap kemauan bayar disebut analisa kualitatif (willingness to pay).
Adalah kegiatan menganalisis data-data non keuangan berupa kondisi nasabah,
usaha/proyek yang dibiayai dan aspek makro maupun mikro lainnya yang
berkaitan dengan nasabah. Aspek yang dianalisis mencakup karakter (akhlak)
dan komitmen nasabah.
Analisis aspek status dan karakter nasabah.
Karakter nasabah sangat mempengaruhi bagi kelancaran pembiayaan,
khususnya bagi kelancaran proses angsuran pembiayaan. Selain itu, karakter/akhlak
dari nasabah merupakan suatu tolok ukur keberhasilan suatu pembiayaan yang
dijalani. Banyak pembiayaan yang berakhir dengan proses penghapusan pembiayaan
hanya karena akhlak dan karakter nasabah yang tidak baik.
Khususnya pada pembiayaan Al-Istishnâ„, karakter nasabah ini juga menjadi
sorotan khusus bagi Bank, khususnya bagian Account Officer/Bagian Pembiayaan.
Selain disebabkan untuk menghindari risiko kegagalan pembayaran angsuran
pembiayaan, lebih jauh lagi adalah untuk meminimalisir potensi terjadinya proses
take over (penjualan kembali) rumah hasil pembiayaan Al-Istishnâ„. Hal ini dapat
terjadi apabila di tengah proses pembiayaan berlangsung, ternyata karakter nasabah
tidak baik, maka besar kemungkinan proses pembayaran angsuran pembiayaan akan
tersendat, yang pada akhirnya harus menempuh jalan untuk take over/penjualan
kembali rumah kepada pihak lain. Sedangkan untuk proses take over itu sendiri
tidaklah mudah, pihak Bank harus mencari nasabah lain/pihak lain yang bersedia
membeli rumah tersebut atau meneruskan angsuran pembiayaan si nasabah.
78
Karakter nasabah dapat dilihat oleh pihak BPRS pada masa awal nasabah
mengajukan pembiayaan dengan menggunakan beberapa metode yang dapat
dilakukan. Metode yang dipergunakan adalah melalui wawancara yang mendalam,
atau mencari sumber informasi lain yang berhubungan dengan kegiatan nasabah.
1. Wawancara
Mencari informasi calon nasabah melalui calon nasabah sendiri. Proses
wawancara ini dapat dilakukan pada awal pengajuan pembiayaan dengan menilai
lebih lanjut dari kebiasaan nasabah, hubungan keluarga, latar belakang
pendidikan, dan lain sebagainya.
2. Checking
a. Personal Checking
Informasi tentang calon nasabah melalui tokoh masyarakat atau orang-orang tertentu
yang mengetahui calon nasabah tersebut. Meliputi karakter, hubungan dengan
keluarga, utang piutang, dll. Personal checking ini dilakukan oleh bagian AO kepada
para tetangga nasabah/tokoh masyarakat setempat tanpa diketahui oleh nasabah itu
sendiri, sehingga Bank lebih yakin akan integritas nasabah.
b. Trade Checking
Informasi tentang calon nasabah melalui pelanggan/perusahaan yang berhubungan
dengan calon nasabah. Meliputi kualitas hubungan bisnis, utang piutang, reputasi
bisnis dan manajemen. Hal ini perlu dilakukan, apabila nasabah memiliki
perusahaan/pelanggan. Pihak Bank dapat bertanya kepada pelanggan tersebut
mengenai karakter dan kredibilitas nasabah.
79
c. Bank Checking
Informasi tentang calon nasabah melalui Bank Indonesia (Sistem Informasi
debitur/SID). Meliputi Kualitas hubungan dengan bank, fasilitas yang diperoleh dan
kolektibilitas. Apabila nasabah telah memiliki catatan buruk, maka Bank tidak dapat
mengabulkan permohonan pembiayaan nasabah.
Selain melalui beberapa metode yang telah disebutkan, ada juga nasabah hasil
rekomendasi dari karyawan BPRS Amanah Ummah. Hal ini juga akan meminimalisir
dampak risiko yang bersumber dari karakter nasabah, karena nasabah yang berasal
dari rekomendasi karyawan dapat lebih dipercaya yang secara tidak langsung
karyawan tersebut adalah personal guarantee dari nasabah itu sendiri.
2. Analisa terhadap kemampuan bayar yang disebut dengan analisa kuantitatif
(Ability to Pay). Analisa kuantitatif adalah analisis data-data keuangan nasabah
yang berhubungan dengan kemampuan keuangan terhadap pembiayaan yang
diberikan.92
a. Analisis Aspek Keuangan nasabah
Penilaian terhadap aspek keuangan nasabah dapat dilakukan dengan cara
menganalisis lebih mendalam dari form pembiayaan yang telah diisi oleh nasabah.
Dari form yang telah diisi nasabah, dapat terlihat dari berapa penghasilan yang
diterima oleh nasabah.
b. Aspek Jaminan nasabah
92
BPRS Amanah Ummah, Pedoman Pembiayaan, (Bogor: BPRS Amanah Ummah, 2010),
h.3.
80
Fungsi pemberian jaminan tersebut adalah guna memberikan hak dan
kekuasaan kepada bank untuk mendapatkan pelunasan dengan barang-barang
jaminan tersebut bilamana nasabah bercidera janji tidak membayar kembali
kewajibannya pada waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian.93
Apabila suatu
kredit diberikan telah dilakukan penelitian secara mendalam, sehingga nasabah
sudah dikatakan layak untuk memperoleh kredit, maka fungsi jaminan kredit
hanyalah utuk berjaga-jaga.94
Untuk pembiayaan Al-Istishnâ„, yang dijadikan barang jaminan adalah
rumah itu sendiri, sehingga nasabah tidak perlu lagi menyediakan jaminan lain
untuk meng-cover pembiayaan yang diajukan. Hal ini dapat berimplikasi pada
pengeksekusian jaminan, maka apabila di tengah-tengah perjanjian nasabah cidera
janji, maka rumah tersebut dapat ditarik kembali oleh BPRS. Pada saat rumah
beserta surat tanah dan/atau bangunan telah selesai, maka surat atas bangunan
tersebut disimpan di Bank sebagain jaminan sampai nasabah telah selesai
mengangsur pembiayaan sampai akhir periode. Disamping itu, nasabah juga bisa
mengajukan jaminan lain, seperti jaminan BPKB Kendaraan, dan lain-lain dengan
syarat, nilai jaminan tersebut dapat meng-cover dari nilai pembiayaan nasabah.
II. Pengukuran Risiko
Pengukuran risiko dalam hal ini mengukur sejauh mana risiko yang telah ada
dapat mempengaruhi keberlangsungan BPRS. Dalam pengukuran risiko, BPRS tidak
93
Soedijono Reksoprajitno, Pengantar Manajemen Bank Umum, (Jakarta: Gunadarma, 1999),
h. 99. 94
Kasmir, Manajemen Perbankan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), h. 91.
81
menggunakan teknik untuk mengukur risiko yang ada Pada Bank dengan metode-
metode tertentu, tetapi dalam hal ini usaha yang dilakukan oleh BPRS Amanah
Ummah dalam mengukur tingkat risiko adalah melihat dan meninjau terlebih dahulu
sumber dan faktor dari risiko tersebut dapat terjadi. Salah satu penyebab terjadinya
risiko pada bank adalah dari nasabah itu sendiri dalam menyelesaikan kewajiban
membayar angsuran kepada bank. Maka dalam hal ini pihak bank mengelompokkan
pembiayaan nasabah berdasarkan kategori kolektibilitas dan kelancaran proses
pembayaran angsuran pembiayaan nasabah.
Pengelompokkan pembiayaan berdasarkan keadaan dan kelancarannya sangat
perlu dilakukan demi kelancaran tugas-tugas pengamanan fasilitas-fasilitas yang telah
diberikan kepada para nasabah, sehingga sikap dan cara-cara menghadapi nasabah
pun akan dapat disesuaikan sedemikian rupa dengan kelancaran proses pembayaran
angsuran pembiayaannya.95
Untuk itulah Bank Indonesia mengharuskan
pengelompokkan kredit/pembiayaan berdasarkan collectibility yang telah digunakan
sesuai berdasarkan collectibility yang telah digunakan sesuai berdasarkan dengan
maksud pengamanan. Pada BPRS Amanah Ummah, penggolongan kolektibilitas
nasabah adalah sama dengan yang dikemukakan oleh Bank Indonesia, yaitu dibagi
kedalam 4 kategori. Pengkategorian tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pembiayaan Lancar (Kol 1)
95
Muchdarsyah Sinungan, Manajemen Dana Bank, Edisi Kedua, (Jakarta: Bumi Aksara,
2000), h.265.
82
Adalah pembiayaan yang kewajiban-kewajibannya secara lancar dipenuhi oleh
nasabah dan tidak terjadi tunggakkan lebih dari 3 (tiga) bulan.
2. Pembiayaan kurang lancar (Kol 2)
Adalah pembiayaan yang kewajiban-kewajibannya lebih dari 3 (tiga) bulan tidak
dibayar, tetapi tidak melampaui dari 6 (enam) bulan dan pembiayaan tersebut
tidak melewati jatuh tempo.
3. Pembiayaan diragukan (Kol 3)
Adalah pembiayaan yang kewajiban-kewajibannya lebih dari 6 (enam) bulan
tidak dibayar, tetapi tidak melampaui dari 27 (dua puluh tujuh) bulan dan
pembiayaan tersebut tidak melewati jatuh tempo lebih dari 3 (tiga) bulan.
4. Pembiayaan Macet (Kol 4)
Adalah pembiayaan yang kewajiban-kewajibannya tidak dibayar melewati dari 27
(dua puluh tujuh) bulan dan jatuh tempo pembiayaan lebih dari 24 (dua puluh
empat) bulan. Apabila memenuhi syarat kategori pembiayaan macet tersebut
harus dikeluarkan dari fortofolio pembiayaan yang harus dihapusbukukan.
Kolektibilitas pembiayaan dibentuk, selain untuk mengelompokkan nasabah
berdasarkan tingkat kelancaran pembiayaan, juga berfungsi sebagai bahan acuan bagi
BPRS Amanah Ummah untuk mengambil sejumlah tindakan penyelamatan
pembiayaan.
III. Pemantauan Risiko
Pemantauan risiko dilakukan dengan memperhatikan perubahan yang ada
pada kegiatan pembiayaan yang sedang dilakukan, berdasarkan pada data-data yang
83
ada dan akurat yang telah berhasil dikumpulkan, kemudian bank memetakan risiko
tersebut berdasarkan tingkatannya yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Pemetaan ini
bertujuan untuk memudahkan pihak bank dalam memantau kegiatan pembiayaan
berikutnya, jika teridentifikasi adanya suatu gejala yang menunjukkan akan adaya
risiko, misalnya nasabah mulai terlambat melakukan pembayaran maka bank akan
mencari solusi atau cara yang tepat untuk mengendalikan risiko tersebut.
Dalam rangka melaksanakan pemantauan Risiko, Bank wajib sekurang-
kurangnya melakukan evaluasi terhadap eksposur Risiko, dan penyempurnaan proses
pelaporan apabila terdapat perubahan kegiatan usaha Bank, produk, transaksi, faktor
Risiko, teknologi informasi dan sistem informasi Manajemen Risiko yang bersifat
material.
Dengan adanya pemantauan risiko, maka bank dengan segera dapat
melakukan tindakan yang sesuai dengan tingkat risiko yang terjadi pada BPRS. Hasil
pemantauan risiko pada BPRS Amanah Ummah merupakan suatu tindakan lanjut dan
berkesinambungan dari tahapan manajemen risiko sebelumnya, yaitu proses
pengukuran risiko. pada tahapan pengukuran risiko, BPRS Amanah Ummah
mengelompokkan nasabah sesuai dengan tingkat kolektibilitas pembayaran
angsurannya, sedangkan dalam tahap pemantauan risiko adalah tindakan yang
dilakukan BPRS Amanah Ummah dalam menghadapi risiko menurut tingkat
kolektibilitasnya, yaitu:
1. Pembiayaan lancar (Kol 1)
a. Monitoring usaha
84
b. Pengelolaan account dan pembinaan debitur
c. Buat surat pemberitahuan
2. Pembiayaan Kurang Lancar (Kol 2)
a. Buat surat teguran/peringatan
b. Kunjungan lapangan/collecting
c. Penyelamatan pembiayaan
3. Pembiayaan Diragukan dan Macet (Kol 3 dan 4)
a. Penyerahan account ke bagian remedial (AO)
b. Pemanggilan debitur
c. Surat peringatan
d. Penyelamatan dengan membentuk STK (Satuan Tugas Khusus)
e. Upaya Penyelamatan Pembiayaan.
Untuk proses pemantauan risiko atas adanya keluhan nasabah atas rumah
yang yang telah jadi adalah pihak BPRS Amanah Ummah melakukan pengamatan
secara periodik sampai dengan 6 bulan, yaitu batas waktu garansi rumah yang
diberikan oleh Bank kepada nasabah. Oleh karena itu, apabila rumah yang telah jadi
terdapat kerusakan dalam jangka waktu 6 bulan, maka pihak BPRS masih memiliki
kewajiban dan tanggung jawab untuk memperbaiki dan menanggapi keluhan nasabah.
IV. Pengendalian Risiko
Setelah melakukan proses pemantauan risiko, maka BPRS Amanah Ummah
akan melakukan proses pengendalian risiko. Pengendalian risiko merupakan upaya
penyelamatan pembiayaan bermasalah yang dilakukan oleh BPRS Amanah Ummah.
Sebelum meentukan langkah dala rangka menyelamatkan pembiayaan bermasalah,
85
terlebih dahulu perlu diteliti sebab-sebab terjadinya kemacetan dalam pembiayaan
(pembiayaan bermasalah).96
Adapun proses pengendalian risiko yang ada pada BPRS Amanah Ummah
dapat dilihat dari diagram berikut:
Gambar 4.2 Skema Proses Pengendalian Risiko Yang Bersumber Dari Nasabah
Risiko yang bersumber dari nasabah, dalam hal ini sebagian besar adalah dari
faktor ketidakmampuan nasabah untuk membayar angsuran kepada BPRS, maka
pihak BPRS Amanah Ummah menempuh langkah-langkah berikut ini:
1. Apabila terjadi risiko kegagalan pembayaran angsuran nasabah kepada Bank,
maka pihak BPRS melakukan evaluasi ulang pembiayaan meliputi evaluasi
yuridis, pemasaran, keuangan, teknis, manajemen dan jaminan.
2. Setelah dilakukan identifikasi dan evaluasi ulang di bidang pembiayaan, maka
tahap selanjutnya adalah pengklasifikasian pembiayaan bermasalah tersebut
menurut rating, yaitu ringan/sedang yang dapat ditangani langsung dengan cara
96
Muhdarsyah Sinungan, Manajemen Dana Bank, h.280.
Evaluasi Ulang Pembiayaan
(Yuridis, Pemasaran, Keuangan, Teknis, Management, & Jaminan)
Klasifikasi
Penanganan Langsung
(Panggilan, Teguran, Kunjungan)
Tidak Bayar/Bayar Sebagian
Berat
Write Off
Klasifikasi
Ringan/Sedang
Potensial
Income/Jaminan
Merah
. Pailit
. Non Jaminan
REVITALISASI
- Resceduling
- Restructuring
- Reconditioning
- Bantuan
Management
Kuning
. Mampu
. Jaminan OK
EKSEKUSI
- Likuidasi Usaha
- Parate Eksekusi
- Collection Agent
- Ligitasi
Sumber: Pedoman Pembiayaan BPRS Amanah Ummah
86
melakukan tindakan-tindakan administratif seperti melakukan pemanggilan dan
tindakan lain yang telah dijelaskan sebelumnya pada proses pemantauan risiko.
Apabila risiko tersebut termasuk ke dalam kategori berat, maka pihak BPRS
melakukan tindakan revitalisasi/penyelamatan pembiayaan dan yang terakhir
adalah eksekusi jaminan.
a. Langkah-Langkah Revitalisasi Pembiayaan
Berikut ini adalah langkah-langkah revitalisasi/penyelamatan pembiayaan
bermasalah yang diterapkan di BPRS Amanah Ummah.97
1. Rescheduling (Penjadwalan ulang)
Syarat-syarat:
a. Potensi usaha masih ada
b. Kemampuan debitur masih ada
c. Problem cash flow sementara
d. Plafon tetap
Perubahan:
a. Jangka waktu
b. Jadwal angsuran
c. Grace Period
d. Jumlah Angsuran
2. Restucturing (Penataan Ulang)
Syarat-syarat:
a. Potensi usaha masih ada
b. Kemampuan debitur masih ada
c. Problem cash flow sementara
97
BPRS Amanah Ummah, Pedoman Pembiayaan, (Bogor: BPRS Amanah Ummah, 2010),
h.5.
87
d. Plafon bisa berubah
Perubahan:
a. Jangka waktu
b. Jadwal angsuran
c. Grace Period
d. Jumlah Angsuran
e. Jumlah plafon
f. Persyaratan
g. Jaminan
3. Reconditioning (Persyaratan Ulang)
Syarat-syarat:
a. Potensi usaha masih ada
b. Sarana Usaha Memadai
c. Problem cash flow & management
d. Plafon tetap/berubah
Perubahan:
a. Jangka waktu
b. Jadwal angsuran
c. Harga jual
d. Agunan
e. Kepemilikan
f. Pengurus
g. Nama & status perusahaan
h. Perubahan debitur
4. Bantuan Management
Yang dimaksud dengan bantuan management adalah diusulkan agar nasabah
mendapat bantuan management dari pihak lain yang lebih menguasai mengetahui
seluk beluk usahanya (untuk pembiayaan mudharabah dan musyarakah).
88
b. Eksekusi Pembiayaan/Jaminan
Apabila usaha untuk revitalisasi/penyelamatan pembiayaan tetap saja gagal,
maka selanjutnya akan dilakukan eksekusi pembiayaan. eksekusi pembiayaan
merupakan upaya penyelesaian pembiayaan dengan menjual, menguasai
jaminan/usaha karena nasabah sudah tidak prospektif dan tidak dapat melunasi sisa
pembiayaan. tindakan eksekusi pembiayaan/jaminan yang terdapat pada BPRS
Amanah Ummah adalah sebagai berikut:
1. Di Luar Pengadilan
a. Likuidasi Usaha
Adalah upaya penjualan stock barang dagangan, sarana produksi, tempat
usaha, jaminan, dll, guna menutupi pembiayaan yang tertunggak secara sukarela.
Untuk pembiayaan Al-Istishnâ„, apabila nasabah sudah tidak dapat melunasi sisa
angsuran pembiayaan, tetapi jaminan masih ada dalam kuasa Bank, maka pihak
BPRS Akan mengeksekusi jaminan tersebut atas dasar kesepakatan nasabah. Dalam
usaha untuk melakukan eksekusi jaminan, BPRS Amanah Ummah memiliki strategi
dalam mengeksekusi jaminan tersebut, yaitu: Simpati, dalam hal ini berarti petugas
pembiayaan bersikap sopan, menghargai kepada nasabah. selain itu, strategi yang
dilakukan BPRS dalam mengeksekusi jaminan adalah Empati, diantaranya
menyelami keadaan nasabah, bicara seakan untuk kepentingan nasabah, dan Menekan
yang berarti tegas.
b. Parate Eksekusi
89
Parate eksekusi adalah upaya pengembalian/pelunasan pembiayaan dengan/dari
penjualan jaminan nasabah secara sukarela.
c. Collection Agent
Collection Agent merupakan proses penagihan pembiayaan bermasalah melalui
pihak ketiga (orang/lembaga lain).
2. Melalui Pengadilan Litigasi
Adalah proses pengambilalihan jaminan secara paksa dengan saluran hukum yang
berlaku dengan melibatkan lembaga resmi negara dibidang hukum (melalui gugatan
ke Basyarnas/Pengadilan Agama).
Selama praktek akad Al-Istishnâ„ pada BPRS Amanah Ummah dilaksanakan,
belum ada persoalan dan permasalahan yang diajukan ke pengadilan atau Basyarnas.
Seluruh persoalan yang berkaitan dengan pembiayaan yang menggunakan akad Al-
Istishnâ„ dilaksanakan melalui jalur musyawarah mufakat.
c. Proses Take over Rumah
Khusus bagi pembiayaan Al-Istishnâ„, terdapat langkah lain bagi
pengendalian risiko yang bersumber dari nasabah, yaitu take over/pindah tangan/balik
nama atas rumah tersebut. Hal ini telah terjadi di BPRS Amanah Ummah, dimana ada
salah satu nasabah pembiayaan Al-Istishnâ„ yang tidak dapat melanjutkan kembali
pelunasan sisa pembiayaan kepada Bank karena pihak nasabah terlibat konflik rumah
tangga yang cukup berat, maka BPRS melakukan tindakan penyelamatan dengan
proses take over, atau dengan kata lain pihak BPRS dan nasabah sepakat untuk
menjual rumah tersebut kepada pihak lain. Proses penjualan rumah tersebut diawali
90
dengan promosi kepada pihak lain, yang pada akhirnya pihak ketiga tersebut bersedia
untuk melunasi dan membiayai rumah tersebut.98
Proses take over ini adalah sah
karena pada saat rumah telah selesai dibangun, rumah tersebut telah sah milik
nasabah hanya saja surat tanah dan surat lainnya disimpan di bank yang dijadikan
sebagai jaminan.
Apabila proses take over tersebut telah selesai, maka nasabah pertama yang
melakukan take over mendapatkan angsuran pokok yang telah dibayarkan kepada
BPRS. Pada kasus yang pernah dialami oleh BPRS, pihak yang membeli rumah telah
menempati rumah tersebut dan permasalahan ini telah selesai.
d. Asuransi dan Garansi Rumah
Pada kontrak akad Istishnâ„ , terdapat biaya asuransi yang harus dibayar oleh
nasabah. Biaya Asuransi ini meliputi asuransi jiwa dan asuransi kerugian. Asuransi
jiwa merupakan asuransi untuk meng-cover nasabah apabila nasabah
kecelakaan/terjadi klaim, maka pihak nasabah/ahli waris mendapatkan klaim dari
perusahaan asuransi untuk membayar sisa angsuran kepada pihak BPRS. Sedangkan
Asuransi Kerugian adalah asuransi untuk melindungi rumah yang telah jadi dari
peristiwa kebakaran. Nilai Klaim yang dapai diterima adalah sesuai dengan masa
waktu terjadinya musibah. Misalnya terjadi musibah kebakaran pada rumah tersebut
pada saat3 bulan pertama, maka pihak asuransi dapat memberikan pertanggungan
sebesar 100%, sedangkan apabila kebakaran tersebut terjadi setelah 1 tahun, maka
nilai pertanggungannya menjadi 80%.
98
Wawancara Pribadi dengan Dwi Mulyadi. Bogor, 4 April 2011.
91
Tindakan pengendalian risiko yang dilakukan oleh BPRS dalam menghadapi
risiko adanya keluhan dari nasabah atas rumah yang telah jadi, maka dalam hal ini
pihak BPRS memberikkan suatu garansi atas rumah tersebut selama 6 (enam) bulan,
terhitung dari waktu selesainya masa pembangunan rumah. Oleh karena itu, apabila
dalam rentang waktu enam bulan ini terjadi keluhan dari nasabah mengenai rumah
yang telah jadi, maka pihak Bank akan bertanggung jawab mengatasi keluhan
tersebut. Misalnya pada waktu 3 bulan setelah rumah selesai dibangun terjadi keluhan
dari nasabah bahwa atap dari rumah tersebut sudah bocor. Maka nasabah dapat
mengajukan protes kepada BPRS, dan selanjutnya pihak BPRS akan langsung
menghubungi pihak developer/pembangun rumah tersebut untuk memperbaikinya.
e. Penghapusan Pembiayaan Bermasalah
1. Dasar Pertimbangan Penghapusan Pembiayaan
Pertimbangan penghapusan pembiayaan bukanlah didasarkan pada
permohonan atau permintaan nasabah, tetapi semata-mata didasarkan kepada hasil
penelitian, pengusutan, penagihan, tiindakan hukum, atau penjualan barang jaminan,
sehingga telah didapat kesimpulan bahwa:
a. Nasabah tersebut betul-betul dalam keadaan tidak berkemampuan lagi,
demikian juga pihak-pihak yang ikut sebagai penjamin. Nasabah tersebut
masuk pada kategori mustahik zakat, meninggal dinia, terkena musibah atau
force majeur (kebakaran, banjir, dll)
b. Nilai barang jaminan sudah tidak ada atau tidak cukup lagi nilainya jika
dibandingkan dnegan jumlah tagihan yang wajib dilunas oleh nasabah.
92
c. Pengikatan jaminan tidak kuat atau tidak sempurna dan bahkan adanya
kelemahan-kelemahan yang dapat berakibat gugatan balik (rekonvensi
terhadap bank jika diteruskan gugatan hukumnya.
d. Usaha penagihan ditingkat apapun untuk selanjutnya hanya akan
menimbulkan biaya-biaya yang percuma dan akan memperbesar pengeluaran
atau kerugian Bank karena sudah pasti tidak akan terpenuhi lagi oleh hasil
tagihan.
2. Mekanisme Penghapusan Pembiayaan
Penghapusan pembiayaan hanya dapat dilaksanakan setelah ada pengajuan
dari Account Officer nasabah yang bersangkutan kepada Kepala Bidang Marketing
yang selanjutnya diajukan kepada Direksi secara tertulis, kemudian dibuat berita
acaranya dan ditandatangani oleh Direksi dengan disetujui oleh Dewan Pengawas
Syariah dan Dewan Komisaris. Pembiayaan yang telah dihapusbukukan jika terjadi
realisasi angsuran, maka angsuran tersebut dimasukkan ke dalam pos cadangan
penghapusan pembiayaan.
Untuk risiko adanya kemungkinan berkurangnya laba yang diterima BPRS
Amanah Ummah akibat adanya pihak nasabah yang membayar angsuran pembiayaan
lebih cepat dari apa yang telah disepakati, maka pihak BPRS Amanah Ummah tidak
memberikan denda atau pinalti, melainkan memberikan penghargaan berupa diskon
yang diberikan kepada nasabah. meskipun hal ini dapat dikategorikan sebagai risiko
berkurangnya jumlah laba, tetapi pihak BPRS Amanah Ummah menganggap ini
sebagai suatu kejadian yang patut untuk diberikan penghargaan karena telah
93
menghindari risiko kegagalan pembayaran. Apabila hal ini terjadi, maka pihak direksi
dan marketing Bank mengeluarkan kebijakan bahwasannya nasabah hanya membayar
sisa pokok dan margin 4 bulan ke depan. Misalnya perjanjian awal akad adalah
selama 36 bulan, tetapi pada bulan ke 24, nasabah telah mampu untuk melunasi sisa
angsuran, maka nasabah hanya membayar sisa pokoknya saja dan membayar margin
untuk 4 bulan kemudian, yaitu sampai bulan ke 28.
2. Risiko yang Bersumber dari Developer/Pengembang/Penjual
I. Identifikasi Risiko
Identifikasi jenis-jenis risiko yang dihadapi oleh BPRS Amanah Ummah dari
pembiayaan Al-Istishnâ„ atas sebuah rumah yang dipesan oleh nasabah sebagaimana
yang telah dijelaskan sebelumnya, yaitu risiko adanya kemungkinan
supplier/developer membatalkan kontrak, risiko kemungkinan terjadinya barang yang
dibuat dalam hal ini rumah tidak sesuai dengan keinginan nasabah, risiko pihak
developer yang memalsukan data progress pembuatan rumah, dan risiko kegagalan
yang terkait dengan waktu pengiriman. Sama halnya dengan proses identifikasi pada
risiko yang bersumber dari nasabah, maka diterapkan pula proses identifikasi pihak
developer/pengembang/penjual.
Untuk pembiayaan Al-Istishnâ„, yang melibatkan pihak ketiga sebagai
developer/pengembang /penjual rumah yang dipesan oleh nasabah, pihak BPRS juga
sangat memperhatikan karakter dari pihak developer tersebut. Sejauh ini, akad Al-
Istishnâ„ baru dilaksanakan pada 2 perumahan,yaitu perumahan Permata dan
Perumahan Cendo Indah yang berlokasi di Leuwiliang-Bogor. Untuk pihak
94
developer, pihak Bank telah mengenal baik karakter dari developer rumah tersebut,
sehingga Bank dapat meminimalisir risiko yang bersumber dari karakter pihak
developer.
II. Pengukuran Risiko
Proses pengukuran risiko bagi risiko yang bersumber dari pihak
developer/pengembang adalah dimulai dari awal pihak BPRS memilih developer
tersebut untuk bekerjasama membangun sebuah rumah pesanan nasabah. pihak BPRS
dalam memilih dan menentukan seorang developer pasti sudah mengukur tingkat
risiko yang akan dihadapi oleh BPRS apabila sampai memilih developer tersebut.
Oleh karena itu, pihak BPRS memilih developer yang telah dikenal untuk
meminimalkan risiko. Selain itu, proses pengukuran risiko juga dapat dilihat dari
dibuatkannya tahapan-tahapan pembayaran angsuran dana pembangunan rumah. Hal
ini diawali dengan adanya pengukuran yang dilakukan oleh pihak BPRS terhadap
risiko moral hazard dari pihak developer.
III. Pemantauan Risiko
Pada tahapan pemantauan risiko, hal yang dilakukan oleh BPRS adalah
memantau dan melihat secara langsung progress/perkembangan dari pembangunan
rumah yang dilakukan oleh developer tersebut. Proses pengerjaan developer dalam
pembangunan rumah yang dipesan oleh bank itu adalah selama 3 bulan. Maka dalam
jangka waktu 3 bulan ini, bank dapat memantau secara langsung dan periodik akan
perkembangan pembangunan rumah tersebut. Pemantauan atas pembangunan rumah
dilakukan oleh bagian marketing pihak BPRS.
95
Dari hasil pemantauan risiko, maka hal ini dapat mengurangi risiko
ketidaksesuaian dengan rumah yang dipesan dan pemalsuan data hasil perkembangan
rumah. Selain memantau perkembangan pembangunan rumah, pihak BPRS pun
melakukan pemantauan atas risiko ketidaksesuaian bahan bangunan yang telah
disepakati pada masa awal akad. Misalnya telah disepakati merk semen X untuk
pembuatan rumah, maka pada proses pemantauan ini pihak Bank melihat dan
menanyakan langsung ke lapangan mengenai kebenaran bahan bangunana yang telah
disepakati.
IV. Pengendalian Risiko
Proses pengendalian risiko yang dilakukan oleh BPRS Amanah Ummah
merupakan tahapan selanjutnya setelah pemantauan risiko. Setelah selesai
melaksanakan tahapan pemantauan risiko, maka secara berkesinambungan
dilaksanakanlah tahapan pengendalian risiko ini. Proses pengendalian risiko yang
dilakukan oleh BPRS Amanah Ummah dalam menghadapi dan meminimalisir
berbagai risiko yang bersumber dari pihak developer/pengembang dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1. Pembayaran untuk dana pembangunan rumah dilakukan secara bertahap. Hal
ini dapat meminimalisir risiko kerugian BPRS secara finansial. Apabila
pembayaran dana untuk pembangunan dilakukan secara sekaligus, maka
kemungkinan terjadi kerugian sangatlah besar. Ada kemungkinan developer
tersebut melarikan diri membawa uang untuk dana pembangunan. Ilustrasi
Pembayaran angsuran dana pembangunan rumah dilakukan per termin, yaitu:
96
Tabel 4.3 Tabel Termin Angsuran Pembayaran Dana Pembangunan Rumah
Tahap Pencairan Dana Proses Kesiapan Rumah
Uang Muka 40% Tanah kosong 0%
Termin I 30% Pondasi, Naik bata,
tiang pancang, kusen 30%
Termin II 20% Pasang genteng, Poles
Dinding 70%
Termin III 10% Lantai, cat finishing,
instalasi 100%
2. Pihak developer diwajibkan untuk menyerahkan laporan perkembangan
pembangunan rumah tersebut kepada Bank secara berkala. Laporan tersebut
berisi foto-foto hasil perkembangan pembangunan rumah, total dana yang telah
dikeluarkan untuk pembangunan, yang selanjutnya pihak BPRS membayarkan
kembali angsuran dana pembangunan rumah tersebut. Untuk menghindari
risiko kebohongan dari pihak developer atas informasi dan laporan yang
diberikan, maka dalam hal ini faktor pemantauan risiko sangatlah penting.
3. Apabila pihak developer gagal menyerahkan rumah tepat waktu, maka telah
disepakati pada masa awal akad akan adanya sejumlah denda tertentu yang
harus dibayarkan oleh pihak developer. Tetapi dalam hal ini pihak Bank tidak
serta merta langsung menagih uang denda keterlambatan kepada pihak
developer, melainkan BPRS juga menganalisa dulu lebih jauh mengenai sebab
akan keterlambatan tersebut. Apabila keterlambatan tersebut disebabkan oleh
97
faktor alam yang tidak dapat dielakkan lagi, maka sesuai dengan kesepakatan
kedua belah pihak hal ini dapat dimaklumi. Pihak bank dapat mengetahui sebab
keterlambatan ini dari adanya proses pemantauan pembangunan rumah. Oleh
karena itu, tahapan pemantauan risiko ini sangatlah penting.
3. Risiko yang Bersumber dari Pihak Internal Bank
Risiko yang bersumber dari pihak internal bank, seperti adanya kemungkinan
terjadinya kesalahan pada identifikasi nasabah pembiayaan, dan kelemahan sistem
monitoring/pengawasan pada pembiayaan. Sebagian besar risiko ini merupakan
risiko akibat adanya moral hazard dari pegawai BPRS Amanah Ummah.
Sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Bapak Dwi Mulyadi, bahwasannya
pada BPRS Amanah Ummah belum menemukan kasus seperti ini, tetapi risiko ini
tetap mungkin terjadi. Beberapa upaya pencegahan dan pengendalian risiko yang
bersumber dari pihak internal bank adalah sebagai berikut:
a. Apabila risiko ini terjadi di lingkungan BPRS Amanah Ummah, dan sudah
diselidiki kebenarannya maka pihak Direksi bisa saja memberikan teguran atau
bahkan sanksi bagi pegawai yang melanggar norma dan etika bank.
b. Selain itu, diadakan pula monitor/pengawasan dari pihak Kabid Marketing dalam
proses kelancaran pembiayaan sehingga proses monitoting pembiayaan akan
tetap berjalan secara maksimal.
c. Terakhir, sebagai upaya pencegahan timbulnya risiko ini adalah dengan
mengikutsertakan para pegawai BPRS Amanah Ummah dalam berbagai kegiatan
seperti pelatihan dan seminar yang bertujuan untuk pengembangan Sumber Daya
98
Insani BPRS Amanah Ummah. Diantaranya adalah mengikuti pelatihan Analisa
Pembiayaan Bank Syariah yang diselenggarakan oleh Lembaga Pengembangan
Perbankan Indonesia (LPPI) pada tanggal 21-25 Juni 2010.99
4. Risiko yang Bersumber dari Faktor Eksternal
Risiko ini termasuk ke dalam risiko yang tidak disebabkan oleh pihak bank,
nasabah, maupun pihak developer. Risiko ini sangatlah sulit untuk diperkirakan
karena tidak berkaitan dengan subyek dari pembiayaan Al-Istishnâ„ ini. Oleh karena
itu, untuk mengantisipasi dari timbulnya risiko ini pihak Bank telah mengantisipasi
sebelum akad Al-Istishnâ„ dilaksanakan, yaitu sebagai berikut:
1. Risiko naiknya harga barang bangunan
Untuk menghadapi risiko naiknya harga bangunan secara tiba-tiba, maka pihak
BPRS telah menetapkan bahwa harga yang telah disepakati adalah harga pada awal
akad dilaksanakan, tidak diperkenankan pihak developer menaikkan atau meminta
tambahan dana pembangunan rumah kepada pihak Bank. Misalnya telah disepakati
harga rumah pada awal akad adalah sebesar Rp. 150.000.000 dengan spesifikasi
bahan bangunan yang telah disepakati. Tiba-tiba setelah 2 bulan berjalan, harga
barang bangunan naik sehingga pihak developer harus menanggung tambahan dana.
Hal seperti ini adalah tanggung jawab developer yang menanggung biaya kenaikkan
barang. Pada awal kontrak ditandatangani, terdapat pasal yang menyebutkan bahwa
harga rumah adalah harga yang disepakati pada awal akad ditandatangani.
99
BPRS Amanah Ummah, Laporan tahunan 2010, (Bogor: BPRS Amanah Ummah, 2010), h.
35.
99
Meskipun demikian, menurut Bpk Dwi Mulyadi risiko seperti ini
kemungkinannya sangat kecil, karena masa pengerjaan untuk sebuah rumah adalah
disepakati selama 3 bulan. Jadi, selama 3 bulan masa pengerjaan rumah kemungkinan
adanya kenaikkan barang secara drastis dan tiba-tiba sangatlah kecil. Selain itu,
menurut Beliau pihak developer menaksir harga rumah tersebut sudah beserta
keuntungan yang diterima, sehingga apabila ada kenaikkan harga, pihak developer
hanya mengurangi keuntungannya saja, tidak menambah biaya pribadi. Meskipun
demikian, selama akad ini berlangsung risiko kenaikkan barang bangunan sehingga
pihak developer menanggung biaya tambahan belum pernah terjadi.
2. Risiko bencana alam dan musibah lainnya
Risiko selanjutnya yang bersumber dari luar subyek akad adalah risiko
terjadinya bencana alam dan musibah lainnya. Musibah lainnya ini diantaranya
adalah musibah kebakaran. Musibah seperti ini dapat terjadi pada 2 pihak sekaligus,
yaitu pihak nasabah yang apabila terkena musibah sehingga tidak dapat melanjutkan
pembayaran angsuran kepada Bank, dan kepada pihak developer beserta Bank,
apabila dalam proses pembangunan rumah terjadi musibah sehingga tidak dapat
melanjutkan kembali proses pembangunan.
Untuk risiko bencana alam dan musibah lainnya yang dialami oleh nasabah,
maka tindakan manajemen risiko dan penyelamatan pembiayaan yang dilakukan oleh
pihak BPRS adalah mengikuti proses manajemen risiko atas risiko yang bersumber
100
dari nasabah yang telah dijelaskan sebelumnya. Sedangkan untuk risiko bencana alam
yang dialami oleh rumah yang telah selesai dibangun, maka salah satu upaya yang
dilakukan adalah dengan cara menyertakan rumah tersebut dengan Asuransi yang
dapat meng-cover kerugian. Apabila rumah sedang dibangun, maka kerugian tersebut
ditanggung oleh Bank. Meskipun demikian, risiko bencana alam ini belum pernak
terjadi pada akad Al-Istishnâ„, karena perumahan yang dijadikan lokasi pembiayaan
merupakan lokasi yang aman dari bencana alam.
5. Analisis Manajemen Risiko Pembiayaan Al-Istishnâ„ pada BPRS
Amanah Ummah
Proses manajemen risiko bagi industri perbankan merupakan suatu keharusan
diterapkan bagi keberlangsungan bisnis dan kehidupan perbankan. Termasuk di
dalamnya adalah bagi Bank Pembiayaan Syariah yang berfungsi sebagaimana bank
umum dan untuk memberikan suatu pembiayaan, khususnya bagi masyarakat sekitar
Bank. Manajemen risiko yang diterapkan pada lembaga Perbankan Syariah tidak
hanya meliputi manajemen risiko secara keseluruhan lembaga, melainkan juga proses
manajemen risiko bagi pembiayaan yang menggunakan akad-akad tertentu. Hal ini
disebabkan karena pada masing-masing pembiayaan yang menggunakan berbagai
akad terdapat risiko yang khas yang memerlukan suatu proses manajemen risiko yang
berbeda pula.
Bank Indonesia sebagai pemegang regulasi di bidang perbankan, baik
perbankan konvensional maupun syari‟ah telah memberikan regulasi mengenai
manajemen risiko yaitu Peraturan Bank Indonesia nomor 5/8/PBI/2003 tentang
101
Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum sebagai pedoman bagi bank untuk
menerapkan manajemen risiko bagi kegiatan usahanya. Terdapat penegasan kembali
yaitu pada Pedoman Standar Manajemen Risiko Bagi Bank Umum menyebutkan
bahwa Esensi dari penerapan manajemen risiko adalah kecukupan prosedur dan
metodologi pengelolaan risiko sehingga kegiatan usaha Bank tetap dapat terkendali
(manageable) pada batas/limit yang dapat diterima serta menguntungkan Bank.
Namun demikian mengingat perbedaan kondisi pasar dan struktur, ukuran serta
kompleksitas usaha Bank, maka tidak terdapat satu sistem manajemen risiko yang
universal untuk seluruh Bank sehingga setiap Bank harus membangun sistem
manajemen risiko sesuai dengan fungsi dan organisasi manajemen risiko pada Bank.
Oleh karena itu, tahapan dan proses manajemen risiko ini diisesuaikan dengan
keadaan lembaga itu sendiri.
Pada BPRS Amanah Ummah, sebagai tempat penulis melakukan penelitian
telah menerapkan suatu manajemen risiko untuk menghadapi berbagai risiko yang
dihadapi. Sejalan dengan ketentuan dari Bank Indonesia tentang kewajiban Bank
untuk menerapkan manajemen risiko dalam seluruh kegiatannya, BPRS Amanah
Ummah telah melakukan langkah pembenahan terhadap semua aspek penerapan
manajemen risiko.100
Adapun langkah-langkah yang dilakukan BPRS Amanah
Ummah dalam mengelola manajemen risiko adalah sebagai berikut:
1. Melakukan ekspansi pembiayaan secara selektif dan fokus kepada target
market yang telah diterapkan.
100
BPRS Amanah Ummah, Laporan tahunan 2010,h. 31.
102
2. Melakukan monitoring dan evaluasi pembiayaan secara terus menerus dan
berkesinambungan.
3. Membentuk cadangan penyisihan penghapusan aktiva produktif yang
memadai.
4. Mengasuransikan aktiva tetap dan aktiva kas (penyetoran dan pengambilan
dana) dengan asuransi cash in transit dan asuransi jaminan gadai emas.
5. Terus melakukan sosialisasi dan internalisasi manajemen risiko untuk
menumbuhkan risk awarness pada seluruh karyawan baik melalui pengkinian
Standar Operasional Prosedur (SOP) maupun dalam bentuk pelatihan terkait
manajemen risiko.
6. Mengoptimalkan peran Dewan Pengawas Syariah (DPS) dalam pengawasan
terhadap produk dan operasional bank agar tetap sesuai dengan prinsip-prinsip
syariah (Syari‟ah Compliance).
7. Menetapkan limit untuk portofolio bank dan limit transaksional, seperti: Limit
pembiayaan, dan likuiditas.
8. Menerbitkan laporan portofolio pembiayaan setiap bulan untuk memberikan
informasi mengenai perkembangan portofolio dan kualitas pembiayaan.
Upaya yang terpenting yang dilakukan oleh pihak BPRS untuk meminimalisir
risiko, khususnya pada risiko pembiayaan adalah pengenalan nasabah yang dilakukan
pada awal nasabah mengajukan pembiayaan.101
Pengenalan nasabah ini merupakan
salah satu upaya untuk menerapkan prinsip kehati-hatian dalam penanaman dana
101
Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah, (Yogyakarta: Ekonosia, 2005), h.120.
103
Bank Syari‟ah pada Aktiva Produktif. Pengurus Bank, dalam hal ini dilakukan oleh
Bagian Pembiayaan (Account Officer) wajib memantau dan mengambil langkah
antisipasi102
agar kualitas Aktiva produktif senantiasa dalam keadaan lancar. Oleh
karena itu, sebagaimana yang telah diterapkan pada bank pada umumnya yaitu pada
setiap pembiayaan diterapkan prinsip-prinsip kehati-hatian dalam penyaluran
pembiayaan yang harus ditaati untuk memperlancar proses pembiayaan bank. Adapun
prinsip pembiayaan untuk pengenalan nasabah yang diterapkan pada BPRS Amanah
Ummah, sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Bpk. Dwi Mulyadi dan
dipertegas pula dalam pedoman pembiayaan adalah sebagai berikut:
1. Prinsip 3R
a. Return Principle
Bank harus menilai apakah pembiayaan itu akan menghasilkan tambahan
pendapatan sehingga calon nasabah mampu memenuhi kewajibannya
untuk membayar pembiayaannya.
b. Repayment Capacity.
Kemampuan calon nasabah untuk membayar kembali pembiayaan tepat
pada waktunya.
c. Risk Bearing
Tingkat risiko yang dihadapi usaha yang dibiayai oleh bank.
102
Yang dimaksud dengan memantau adalah mengawasi perkembangan kinerja usaha nasabah
dari waktu ke waktu. Yang dimaksud dengan langkah-langkah antisipasi adalah melakukan tidakan
dan upaya pencegahan atas kemungkinan timbulnya kegagalan dalam penanaman dana.
104
Selain prinsip 3R, BPRS Amanah Ummah juga mempunyai prinsip
pembiayaan 5C dan 4P, yaitu
Prinsip 4P, yaitu:
a. Personality
Bank mencari data tentang kepribadian nasabah seperti riwayat hidupnya (kelahiran,
pendidikan, pengalaman, usaha/pekerjaan, dan sebagainya), hobinya, keadaan
keluarga (istri/suami, anak), social standing (pergaulan dalam masyarakat serta
bagaimana pendapat masyarakat tentang diri si peminjam), serta hal-hal lain yang erat
hubungannya dengan kepribadian nasabah.
b. Purpose
Mencari data tentang tujuan atau keperluan pengguna kredit. Apakah akan
digunakannya untuk berdagang, berproduksi atau untuk membeli rumah. Dan apakah
tujuan penggunaan kredit itu sesuai dengan line of business kredit bank bersangkutan.
Misalnya, keperluan/tujuan kredit untuk perkapalan sedangkan line of business bank
justru dalam bidang pertanian.
c. Prospect
Yang dimaksud dengan prospect adalah harapan masa depan dari bidang usaha atau
kegiatan usaha si peminjam. Ini dapat diketahui dari perkembangan usaha si
peminjam selama beberapa bulan/tahun, perkembangan keadaan ekonomi
perdagangan, keadaan ekonomi /perdagangan sektor usaha si peminjam.
d. Payment
105
Mengetahui bagaimana pembayaran kembali peminjaman yang akan diberikan. Hal
ini dapat diperoleh dari perhitungan tentang prospect, kelancaran penjualan dan
pendapatan sehingga dapat diperkirakan kemampuan pengembalian pinjaman ditinjau
dari waktu serta jumlah pengambilannya.
Sedangkan prinsip 5C terdiri dari:
1. Character
Ini merupakan tolok ukur C yang paling penting. Yang dimaksud dengan character
disini ialah sifat atau watak dari calon debitur. Tujuannya adalah untuk memberikan
keyakinan kepada bank bahwa sifat atau watak dari calon debitur benar-benar dapat
dipercaya. Keyakinan ini tercermin dari latar belakang si nasabah baik yang bersifat
latar belakan pekerjaan maupun yang bersifat pribadi, seperti cara atau gaya hidup
yang dianutnya, keadaan keluarga, hobi dan sosial standingnya. Character
merupakan ukuran untuk menilai „kemauan‟ nasabah membayar kreditnya. Orang
yang memiliki karakter yang baik akan berusaha untuk membayar kreditnya dengan
berbagai cara.103
2. Capacity
Yang dimaksud dengan capacity ini ialah kemampuan pimpinan perusahaan yang
mengajukan permohonan kredit dalam mengelola perusahaannya.
103
Soedijono Reksoprajitno, Pengantar Manajemen Bank Umum, (Jakarta: Gunadarma, 1999),
h. 103.
106
3. Capital
Capital adalah untuk mengetahui sumber-sumber pembiayaan yang dimiliki nasabah
terhadap usaha yang akan dibiayai oleh bank.
4. Collateral
Yang dimaksud dengan pengertian collateral adalah jaminan dalam bentuk aktiva,
yang dalam artian bahwa apabila pihak peminjam tidak mampu memenuhi
kewajibannya, maka aktiva yang digunakan sebagai jaminan dijual dan hasil
penjualannya dipergunakan untuk memenuhi kewajiban tersebut.
5. Conditions
Yang dimaksud dengan conditions disini adalah apa yang bisa disebut suasana dunia
usaha, yaitu istilah lain untuk keadaan perekonomian, khususnya dilihat dengan
menggunakan kacamata perusahaan.
Setelah dilakukan analisis prinsip pembiayaan atas nasabah, maka setelah
pembiayaan dicairkan, pihak BPRS tetap melakukan monitoring dan melaksanakan
manajemen risiko atas segala risiko yang sedang atau dimungkinkan terjadi dari
pembiayaan tersebut. Proses manajemen risiko ini disesuaikan dengan jenis
pembiayaan yang dilakukan, karena setiap pembiayaan memiliki karakter risiko
tersendiri yang berbeda dengan jenis pembiayaan yang lainnya. Pada BPRS Amanah
Ummah, yang melaksanakan proses manajemen risiko adalah bagian
pembiayaan/Account Officer karena pada BPRS ini belum dibentuk bagian/divisi
khusus yang menangani manajemen risiko pada BPRS. Hal ini dapat dilihat dari job
description dari AO itu sendiri, yaitu memiliki tugas dari mulai memproses
107
pengajuan pembiayaan, melakukan analisis pembiayaan dengan tepat dan lengkap
sesuai dengan SOP dan mempresentasikan dalam rapat komite, menyelesaikan
pembiayaan bermasalah, melakukan manajemen atas risiko pembiayaan yang
dilakukan, mengembangkan pasar pembiayaan, dan melakukan monitoring atas
ketepatan alokasi dana serta ketepatan angsuran pembiayaan nasabah.104
Tugas AO
yang sedemikian banyak ini tetap dibantu oleh bagian Legal Officer, dan Kepala
Bidang Marketing karena memiliki unit kerja pada Bagian marketing.
Meskipun belum memiliki bagian khusus untuk melakukan proses manajemen
risiko, tetapi BPRS Amanah Ummah dapat mengatasi berbagai masalah dan risiko
yang dihadapi selama proses pembiayaan dilakukan. Hal ini dapat dilihat dari telah
terbentuknya PPAP (Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif) yaitu sebesar 5%
dari total pembiayaan yang digolongkan ke dalam kategori Lancar. Pembentukkan
PPAP ini dilakukan untuk mengatasi risiko kerugian atas kegagalan penanaman dana
yang dilakukan oleh Bank dan untuk mewujudkan prinsip kehati-hatian atas aktiva
produktif yang ditanamkan pada nasabah.105
Dari pembentukkan PPAP tersebut,
digunakan untuk melakukan penghapusbukukan piutang yang digolongkan macet dan
manajemen beranggapan piutang tersebut tidak mungkin tertagih lagi. Meskipun telah
dilakukan berbagai upaya untuk meminimalkan risiko, khusunya risiko kredit
(pembiayaan) penghapusbukuan merupakan hal yang lazim dilakukan oleh
perbankan, karena berbagai macam hal. Meskipun demikian, sistem perbankan yang
104
BPRS Amanah Ummah, Job Description Account Officer, (Bogor: BPRS Amanah Ummah,
2009), h.3 105
Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah, (Yogyakarta: Ekonisia, 2005), h.127.
108
baik adalah Bank yang telah mempersiapkan pengcover-an penghapusbukuan ini.
Pada tahun 2010, penghapusbukuan telah dilakukan pada piutang murabahah sebesar
Rp. 142.070.000, sedangkan untuk piutang lain, seperti piutang Istishnâ„ belum
pernah terjadi. Hal ini menunjukkan bahwa manajemen risiko atas pembiayaan
Istishnâ„ sudah cukup baik, mengingat risiko dari pembiayaan Istishnâ„ cukup
kompleks.
Selain dilihat dari telah dibentuknya PPAP, apabila dilihat dari tingkat
keuntungan dan laba yang diperoleh BPRS Amanah Ummah pada tahun 2010 sebesar
Rp. 1.713.506.418,- naik dari tahun 2009, yaitu sebesar Rp. 1.433.922/787.106
Dari
tingkat laba yang diperoleh, dapat kita garis bawahi bahwasannya BPRS Amanah
Ummah telah dapat mengelola pembiayaan yang dilakukan, sehingga risiko-risiko
yang dihadapi juga dapat diatasi dan diminimalisir.
Pembiayaan yang menggunakan akad Istishnâ„ pada BPRS Amanah Ummah,
meskipun sampai dengan tahun 2011 baru ada 10 nasabah yang mengajukan, tetapi
dilihat dari jumlah dana yang disalurkan untuk pembiayaan Istishnâ„ ini cukup
banyak, yaitu berada pada posisi ketiga terbanyak, setelah pembiayaan murabahah
dan mudharabah. Selain itu, BPRS Amanah Ummah selama melaksanakan
pembiayaan ini, yaitu dari tahun 2008 telah dihadapkan pada berbagai macam risiko,
mulai dari risiko nasabah, risiko yang bersumber dari bank itu sendiri, dari pihak
developer, sampai pada risiko dari luar subyek akad. Dengan demikian, manajemen
risiko atas pembiayaan Al- Istishnâ„ ini pun harus diperhatikan. Dapat dilihat dari
106
BPRS Amanah Ummah, Laporan tahunan 2010, h. 14.
109
belum adanya nasabah pembiayaan Istishnâ„ yang mengalami penghapusbukuan,
semua rumah yang dipesan nasabah telah selesai dibangun, dan masih lancarnya
pembayaran angsuran yang dilakukan nasabah, maka dapat dikatakan proses
manajemen risiko atas akad Istishnâ„ ini telah dilakukan secara baik, meskipun pada
perjalanannya terdapat banyak sekali kendala dan risiko yang dihadapi, namun pihak
BPRS telah sanggup untuk menghadapi dan menyelesaikan berbagai risiko tersebut.
110
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian pada bab-bab terdahulu, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pembiayaan Al- Istishnâ„ yang dilakukan oleh BPRS Amanah Ummah
merupakan pembiayaan yang ditujukan untuk kepemilikan sebuah rumah bagi
nasabah berdasarkan spesifikasi dan kriteria yang diinginkan nasabah. Akad
Istishnâ„ yang di dunia perbankan syariah, khususnya pada BPRS Amanah
Ummah adalah Istishnâ„ paralel yang melibatkan pihak bank, nasabah, dan
pihak developer/pengembang sebagai pihak yang membangunkan rumah bagi
nasabah.
2. Manfaat yang dapat dirasakan dari pembiayaan Istishnâ„ ini adalah bagi bank
penyelenggara akan mendapatkan keuntungan dari margin yang telah disepakati
dan sebagai diversifikasi produk pembiayaan, bagi nasabah akan mendapatkan
rumah sesuai dengan keinginan dan kriteria yang diinginkan sedangkan bagi
pihak kontraktor/developer, akad Istishnâ„ dapat dijadikan sarana untuk
mendapatkan keuntungan dari harga rumah yang disepakati. Akan tetapi, dari
sistem akad Istishnâ„ yang terdapat 3 pihak yang terlibat juga terdapat
kemungkinan terjadinya risiko yang akan dihadapi oleh BPRS pun akan semakin
besar.
3. Proses manajemen risiko BPRS Amanah Ummah dilakukan oleh Account Officer
yang dibantu oleh bagian Marketing yang lain, yaitu bagian Legal Officer dan
110
111
Kabag Marketing disesuaikan dengan sumber penyebab terjadinya risiko, yaitu
risiko yang bersumber dari nasabah, dari pihak developer dan dari pihak bank itu
sendiri. Selama proses manajemen risiko akad Al-Istishnâ„ dilaksanakan, dapat
dikatakan bahwa BPRS Amanah Ummah telah mampu untuk menghadapi dan
meminimalisir risiko yang ditimbulkan dari akad Al-Istishnâ„ ini.
B. Saran
1. Risiko yang dihadapi oleh BPRS Amanah Ummah dalam pembiayaan Al-
Istishnâ„ sebagian besar merupakan risiko yang disebabkan oleh adanya
pembiayaan angsuran nasabah yang macet (kredit macet) dan dapat pula
disebabkan oleh faktor dari developer yang dapat merugikan bank. Oleh karena
itu, diperlukan adanya sikap kehati-hatian dalam proses identifikasi nasabah dan
pihak developer. Hal ini dikarenakan dari proses identifikasi yang meliputi
penilaian karakter, sikap, dan perilaku nasabah dan pihak developer-lah sebagai
faktor yang paling utama dari kelancaran proses pembiayaan Al-Istishnâ„ .
2. Pelaksanaan manajemen risiko untuk menghadapi dan meminimalisir risiko yang
timbul dari pelaksanaan pembiayaan, termasuk pada pembiayaan Al-Istishnâ„
pada BPRS Amanah Ummah dilaksanakan oleh bagian Account Officer yang
dibentu oleh bagian marketing lain. Menurut hemat penulis, maka sebaiknya
dibentuk bagian/divisi khusus untuk menangani dan melaksanakan manajemen
risiko, agar proses manajemen risiko lebih maksimal, walaupun pada prakteknya
proses manajemen risiko pada BPRS Amanah Ummah telah dilaksanakan dengan
baik
112
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Masyhud, Manajemen Risiko: Strategi Perbankan dan Dunia Usaha
Menghadapi Tantangan Globalisasi Bisnis, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2006.
Amirullah, Pengantar Manajemen, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2004.
Antonio, Muhammad Syafi‟i, Bank Syari‟ah dari Teori ke Praktik, Jakarta: Gema
Insani Press, 2009.
--------------, Bank Syariah: Wacana Ulama & Cendekiawan, Jakarta, Tazkia Institute,
1999, cet.ke 1.
Arifin, Zainul, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syari‟ah, Jakarta: Pustaka Alvabet,
2006.
Ascarya, Akad &Produk Bank Syariah, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007.
Ayat, Syafri, Manajemen Risiko, Jakarta: Gema Akastri, 2003.
Danim, Sudarwan, Menjadi Peneliti Kualitatif, (Bandung: Pustaka Setia, 2002).
Darmawi, Herman, Manajemen Risiko, Jakarta: Bumi Aksara, 2006.
Djohanoputro, Bramantyo, Manajemen Risiko Terintegrasi, Jakarta: Penerbit PPM,
2006.
Djojosoedarso, Soeisno, Prinsip-Prinsip Manajemen Risiko Asuransi, Jakarta:
Salemba Empat, 2003.
113
Dewan Syariah Nasional (DSN). Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional. Jakarta:
DSN, 2003.
Ghozali, Imam, Manajemen Risiko Perbankan, Semarang: Pusat Penerbit Universitas
Diponegoro, 2007.
Herujito, Yayat M, Dasar-Dasar Manajemen, Jakarta: PT. Grasido, 2001.
Idroes, Ferry N, Manajemen Risiko Perbankan Dalam Konteks Kesepakatan Basel
dan Peraturan Bank Indonesia, Yogyakarta: Graha ilmu, 2006.
--------, Manajemen Risiko Perbankan Pemahaman Pendekatan Pilar Kesepakatan
Basel II, Jakarta: PT. Rajawali Press, 2008.
Indonesia, Bank, Pedoman Pengawasan Syariah dan Tata Cara Pelaporan Hasil
Pengawasan Bagi Dewan Pengawas Syariah, Jakarta: Direktorat Perbankan
Syariah, 2006.
--------------, Standarisasi Akad Produk Bank Syariah: Ijarah, IMBT, Salam, dan
Istishna‟, Jakarta: Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia, 2006.
Karim, Adiwarman A, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan, Jakarta: PT Rajawali
Press, 2008.
Kasmir, Dasar-Dasar Perbankan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002.
--------------, Manajemen Perbankan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000.
Khan, Tariqullah, Manajemen Risiko Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta: Bumi
Aksara, 2008.
Marbun, BN, Kamus Manajemen, Jakarta: CV Muliasari, 2003.
114
Moleong, Lexy J, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung:Remaja Rosdakarya,
2005.
Muhammad, Manajemen Bank Syariah, Yogyakarta: UPP-AMP YKPN, 2002.
--------------, Manajemen Dana Bank Syariah, Yogyakarta: Ekonosia, 2005.
Munawir, Ahmad Warson, Kamus Al-Munawir Arab-Indonesia Terlengkap, cetakan
ke- 14, Jakarta: Pustaka Progresif, 1997.
Nasional, Departemen Pendidikan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai
Pustaka, 2005.
Nazir, Moh, Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002.
Reksoprajitno, Soedijono, Pengantar Manajemen Bank Umum, Jakarta: Gunadarma,
1999.
Rifa‟i, Moh., Konsep Perbankan Syariah, Semarang: Wicaksana, 2002.
Rivai, Veithzal, Bank and Financial Institution Management Conventional and
Sharia System, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2007.
--------------, Islamic Financial Management, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2008.
Robbins, Stephen P, Management Sixth edition Edisi Bahasa Indonesia, Penerjemah
T. Hermaya, (Jakarta: Prenhallindo, 1999).
115
Rumidi, Sukandar, Metodologi Penelitian (petunjuk Praktis untuk Peneliti Pemula),
(Yogyakarta: UGM Press, 2004), h.100.
Sabiq, Sayyid, Fiqh Sunnah, terjemahan H. Kamaluddin A. Marzuki, Jilid 12, cetakan
ke-5, Bandung: PT Al-Ma‟arif, 1995,.
Sinungan, Muchdarsyah, Manajemen Dana Bank, Edisi Kedua, Jakarta: Bumi
Aksara, 2000.
Subana, M, Dasar-Dasar Penelitian Ilmiah, Bandung: CV Pustaka Setia, 2005.
Sudarsono, Heri, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Yogyakarta: Ekonisia, 2007.
Susilo, Leo J., Manajemen Risiko Berbasis ISO 31000: Untuk Industri Non
Perbankan, Jakarta: PPM Manajemen, 2010.
Umar, Husein, Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2004.
Ummah, BPRS Amanah, Laporan tahunan 2010, Bogor: BPRS Amanah Ummah,
2010.
-------------, Surat Keputusan Komisaris-Direksi BPRS Amanah Ummah tentang Tea
Komite Pembiayaan BPRS Amanah Ummah, Bogor: BPRS Amanah Ummah,
2011.
--------------, Pedoman Pembiayaan, Bogor: BPRS Amanah Ummah, 2010.
Zulhaili, Wahbah, Fiqh Muamalat Perbankan Syariah Kapita Selekta Al-Fiqhu Al-
Islam Wa Adillatuhu, Jakarta: Bank Mu‟amalat Indonesia, 1999.
Zulkifli, Sunarto, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah, Jakarta: Zikrul
Hakim, 2004.
116
Rujukan Dari Internet
Anonimous, “Bagaimana Perkembangan Industri Perbankan Syariah Saat Ini”, artikel
diakses pada 30 Desember 2010 dari http://bataviase.co.id/node/282552.
Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia nomor 5/7/PBI/2003 tentang Kualitas
Aktiva Produktif Bagi Bank Syariah, diakses pada tanggal 5 Januari 2011 dari
http: //www.bi.go.id.
-------------, Pedoman Standar Manajemen Risiko Bagi Bank Umum, diakses pada
tanggal 5 Januari 2011 dari http: www.bpkp.go.id
-------------, Peraturan Bank Indonesia nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan
Manajemen Risiko Bagi Bank Umum, diakses pada tanggal 13 Pebruari 2011
dari http: //www.bi.go.id.
Hendro Wibowo, Manajemen Risiko Bank Syariah, artikel diakses pada Desember
2010 dari http://hendrowibowo.niriah.com/2010/04/26/manajemen-risiko-
bank-syariah/.
Widigdo Sukarman, Risk Management, Suatu Kebutuhan bagi Pengelolaan
Perbankan yang Sehat, Jurnal diakses pada 7 Januari 2011 dari http: //e-
jurnal.perpustakaan.ipb.ac.id/files/WidigdoSukarman_RiskManagement.pdf.
117
PEDOMAN WAWANCARA
Nama : Dwi Mulyadi, SE
Jabatan : Bagian Account Officer (AO)/Pembiayaan
Tempat : BPRS Amanah Ummah Leuwiliang-Bogor
Waktu : 6 April 2011
1. Dari produk pembiayaan yang terdapat pada BPRS Amanah Ummah, pembiayaan
apa yang paling banyak dilakukan oleh BPRS sampai sekarang? Apa alasannya?
Sampai sekarang, produk yang paling banyak disalurkan oleh BPRS Amanah
Ummah adalah produk jual beli/ murabahah, yaitu sampai sebesar 87% dari total
pembiayaan.
2. Bagaimana mekanisme pembiayaan Al-Istishnâ„ di BPRS Amanah Ummah?
Mekanisme pembiayaan istishna yang dilaksanakan di BPRS Amanah Ummah
adalah:
5. Pertama-tama nasabah datang ke BPRS untuk melakukan pembiayaan Istishnâ„.
Sebelum BPRS menyetujui untuk memberikan fasilitas akad Istishnâ„, pihak
BPRS meminta nasabah untuk melengkapi persyaratan pembiayaan. Selanjutnya
pihak bank mewawancarai nasabah, guna mengetahui karakter, keadaan
ekonomi nasabah, dan lain-lain. Sambil memproses syarat-syarat pembiayaan,
pihak BPRS merapatkannya dengan team komite pembiayaan untuk memutuskan
apakah pembiayaan nya dapat direalisasikan atau tidak.
118
6. Setelah itu, pihak bank menanyakan spesifikasi dan kriteria rumah yang
diinginkan nasabah seperti lokasi pembangunan rumah, merk semen, ukuran
rumah, jenis batu bata, fondasinya seperti apa, dll. Untuk lokasi perumahan,
nasabah bisa mengajukan sendiri lokasi tanah yang dimaksud, atau nasabah
dapat meminta bank untuk mencarikan lokasi perumahan untuk nasabah. Tetapi,
selama pembiayaan ini dilakukan, lokasi perumahan yang dijadikan obyek
istishna dan sudah mengadakan kerjasama dengan BPRS adalah berada di 2
lokasi, yaitu perumahan Permata, dan perumahan Cendo Indah di Leuwiliang.
7. Lalu pihak bank menunjuk seorang developer/pengembang untuk membuatkan
rumah yang disertai kriteria dan spesifikasi sesuai keinginan nasabah. Pihak
nasabah juga bisa mengajukan sendiri pihak developer nya (sesuai dengan
keinginan nasabah). Tetapi sejauh ini pihak bank lah yang menunjuk
developer/pengembang yang sudah dikenal oleh pihak bank, yaitu developer dari
kedua perumahan tersebut dan telah disetujui oleh nasabah. Setelah itu, pihak
Bank memberi tahu kepada pihak developer spesifikasi rumah yang diinginkan,
selanjutnya pihak developer menaksir harga dari rumah tersebut.
8. Setelah diketahui kisaran harga rumah tersebut, dan pihak BPRS menyetujui
akan maka pihak bank memberitahukan kepada nasabah mengenai harga
rumahnya, lalu diadakan kesepakatan antara bank dan nasabah untuk biaya
angsuran per bulannya, uang muka, dll.
119
9. Untuk pembayaran uang muka, maka nasabah membayar uang muka sebesar
30% dari total harga rumah, dengan kata lain pihak bank hanya dapat
membiayai sekitar 70% dari total harga rumah.
10. Setelah terjadi kesepakatan, maka rumah yang dipesan mulai dikerjakan oleh
pihak developer dengan jangka waktu yang telah disepakati.
11. Setelah rumah selesai dibangun, maka rumah langsung dapat dihuni oleh
nasabah, tetapi untuk surat-suratnya masih berada di pihak bank sampai masa
akad selesai.
3. Sudah berapa lama pembiayaan ini dilaksanakan? Dan bergerak di bidang apa saja
kah akad Istishnâ„ yang dilaksanakan di BPRS Amanah Ummah?
Pembiayaan Istishnâ„ sudah berjalan dari tahun 2008, jadi sudah tahun ke-3
berjalan, dan pembiayaan Istishnâ„ di BPRS Amanah Ummah baru bergerak di
bidang pemesanan rumah saja, untuk bidang properti yang lain belum ada.
4. Sudah berapa banyak nasabah yang mengajukan pembiayaan Istishnâ„ ini?
Sampai saat ini, baru 10 (sepuluh) orang nasabah. Dari kesebelas nasabah tersebut,
rumah sudah jadi, ada yang sudah selesai akad, dan ada juga nasabah yang akad
nya masih berlangsung karena masih tahap pembayaran angsuran.
5. Untuk pembiayaan Istishnâ„ yang telah dijalankan, rata-rata di daerah mana lokasi
rumahnya?
Seluruhnya berada di sekitar kecamatan Leuwiliang saja, belum ada yang
mengajukan pembiayaan dari yang lokasinya jauh dari BPRS. Dan selama akad ini
120
dilakukan, baru terdapat dua lokasi perumahan yang pihak developer-nya juga telah
dikenal oleh BPRS, yaitu perumahan Permata dan Cendo Indah di Leuwiliang.
6. Berapakah nilai minimum dan maksimum pembiayaan yang disalurkan kepada
nasabah dalam pembiayaan Istishnâ„? dan Berapa lama batas waktu dalam
pembiayaan istishna‟?
Untuk nilai minimal tidak ada, tetapi untuk maksimum pembiayaan yang diajukan
adalah Rp. 800 juta. Rata-rata yang mengajukan pembiayaan istishna‟ ini adalah Rp.
100 juta, ada yang kurang dari Rp 100 juta, ada juga nasabah yang lebih dari Rp.
100 juta. Batas waktu untuk akad pembiayaan Istishnâ„ ini adalah maksimal 7 tahun.
7. Bagaimana penetapan margin keuntungan Bank dalam pembiayaan istishna ini?
Penetapan margin keuntungan bank tidak bersifat tetap (fixed) tetapi berdasarkan
pada kesepakatan antara pihak bank dengan nasabah. Tetapi kalau disetarakan
dengan presentase, rata-rata untuk pembiayaan Istishnâ„ ini tidak melebihi 1.1%
perbulan nya. Tetapi pada intinya kesepakatan antara nasabah dan Bank lah yang
dijadikan patokan. Apabila nasabah kurang setuju dengan margin yang ditawarkan
Bank, maka Bank bisa saja mengurangi margin nya.
8. Persyaratan apa saja yang diajukan bank kepada nasabah yang akan melakukan
pembiayaan Istishnâ„ ini?
Persyaratan yang diajukan bank kepada nasabah pembiayaan Istishnâ„ adalah sama
dengan persyaratan kepada nasabah yang hendak mengajukan pembiayaan yang
lainnya, seperti fotocopy slip gaji, dll yang terdapat dalam form pengajuan
pembiayaan.
121
9. Untuk masalah jaminan, apa saja jaminan yang harus disediakan oleh nasabah untuk
pembiayaan Istishnâ„ ini?
Mengenai jaminan, rumah yang dipesan adalah jaminan utamanya. Pada saat rumah
sudah jadi, maka surat-surat/sertifikat rumah disimpan dulu di bank sebagai jaminan
sampai masa perjanjian/akad Istishnâ„ selesai (sampai pembayaran angsuran lunas).
Tetapi nasabah juga bisa mengajukan jaminan lain, misalnya BPKB mobil, dengan
syarat nilai dari BPKB tersebut dapat meng-cover total pembiayaan (melebihi total
pembiayaan)
10. Selama pembiayaan Istishnâ„ dilakukan, apakah ada permasalahan/risiko yang telah
dihadapi oleh pihak BPRS? Apa saja kah risiko tersebut?
Selama pembiayaan istishna‟ berlangsung, telah terjadi permasalahan/risiko,
seperti:
3. Adanya keluhan dari nasabah mengenai rumah yang telah jadi. Terdapat
nasabah yang mengeluh/protes karena rumah yang baru ditempati 2 bulan
atapnya sudah bocor, rumah yang dipesan tidak sesuai dengan keinginan
nasabah, dll.
4. Adanya pembayaran angsuran pembiayaan nasabah yang macet yang
disebabkan karena faktor internal dari nasabah itu sendiri.
11. Selain risiko yang telah terjadi pada pembiayaan Al- Istishnâ„ apakah ada
kemungkinan risiko lain yang akan muncul dari pembiayaan Al- Istishnâ„?
Risiko pada setiap akad yang dilakukatn pasti ada, tergantung dari jenis pembiayaan
itu sendiri. Sedangkan pada pembiayaan Istishna ini terdapat 3 pihak yang terlibat,
122
yaitu pihak bank, nasabah dan pihak developer. Jadi, terjadinya risiko juga pasti
berasal dari ketiga itu, ditambah mungkin dari faktor eksternal seperti bencana
alam. Misalnya dari pihak developer, bisa saja data yang dilaporkan ke pihak BPRS
itu adalah laporan palsu, atau bisa saja pihak developer itu kabur. Atau bisa saja
terjadi kesalahan dari dalam BPRS itu sendiri, seperti penilaian nasabah yang tidak
obyektif, dan lain-lain.
12. Siapakah yang berwenang untuk mengelola risiko yang dihadapi oleh bank?
Jawab:
Pihak yang mengelola risiko pembiayaan di BPRS Amanah Ummah adalah Accout
Officer (AO) dan bagian lain yang termasuk ke dalam bidang marketing, jadi tidak
ada divisi khusus yang mengelola risiko yang terjadi. AO di BPRS Amanah Ummah
memiliki tanggung jawab sepenuhnya atas berlangsungnya pembiayaan, dari mulai
nasabah mengajukan pembiayaan, risiko yang dihadapi, sampai nasabah
menyelesaikan akad pembiayaan tersebut.
13. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan risiko itu terjadi?
Faktor-faktor dari penyebab terjadinya risiko adalah pasti bersumber dari pihak
yang melakukan akad pembiayaan. Untuk pembiayaan Al- Istishnâ„ pastilah risiko
tersebut bisa datang dari internal bank, nasabah, developer. Misalnya, pernah
terjadi risiko pada pembiayaan Al- Istishnâ„:
a. Untuk rumah yang baru selesai, tiba-tiba ada keluhan kerusakan maka itu
dimungkinkan adanya kesalahan dari pihak developer.
123
b. Untuk pembayaran angsuran yang macet, berasal dari faktor internal
nasabah, seperti gangguan cash-flow (keuangan) nasabah, dan ada juga
faktor masalah pribadi yang lain, seperti terjadi perceraian sehingga tidak
dapat melanjutkan angsuran pembiayaan.
14. Apabila di tengah-tengah masa akad harga bahan bangunan naik, maka itu tanggung
jawab Bank atau developer?
Apabila terjadi demikian, maka itu tanggung jawab developer, karena pada masa
awal akad sudah disepakati harga. Tetapi selama pembiayaan ini dilakukan, belum
terjadi kasus seperti itu karena rentan waktu pembangunan hanya berkisar 3 bulan.
15. Langkah-langkah apa saja yang ditempuh pihak manajemen BPRS Amanah Ummah
dalam Proses manajemen risiko?
Proses manajemen risiko yang dilaksanakan oleh BPRS Amanah Ummah dalam
menghadapi risiko pembiayaan melalui berbagai tahapan yang seluruhnya
dilaksanakan oleh bagian pembiayaan. tetapi tahapan yang paling penting dan
mendasar adalah tahapan pertama, yaitu tahapan pengenalan/identifikasi karakter
dan kondisi nasabah.
Langkah-langkah yang ditempuh Bank dalam proses manajemen risiko pembiayaan
Al- Istishnâ„ antara lain adalah:
1. Pada saat nasabah pertama kali datang ke Bank untuk mengajukan
pembiayaan, maka aspek 5C sangat diperhatikan untuk meminimalkan risiko.
2. Untuk meminimalkan risiko, maka pihak bank menunjuk pihak developer yang
telah dikenal.
124
3. Bank membayar biaya pembangunan rumah secara bertahap kepada
developer
4. Bank terjun langsung ke developer (melihat secara langsung progress dari
pembangunan rumah tersebut)
5. Bank meminta laporan dari pihak developer atas progress pembangunan
rumah tersbeut secara bertahap.
6. Apabila terjadi keterlambatan pembayaran angsuran sampai batas waktu
maksimal (4 bulan berturut-turut), maka pihak bank akan melakukan tindakan
sebagai berikut:
1) Mengirimkan surat panggilan kepada nasabah, apabila surat panggilan
tersebut tidak diindahkan, maka dilanjutkan ke tahap ke-2.
2) Mengirimkan surat peringatan kepada nasabah untuk segera melunasi
cicilan angsran.
3) Apabila kedua surat tersebut tidak ada hasilnya, maka nasabah harus
menandatangani surat pernyataan pemindah tangan an rumah (take over)
kepada pihak lain, dengan kata lain, pihak bank menjual kembali rumah
tersebut kepada pihak lain.
Apabila terjadi take over, maka uang muka, ditambah angsuran pokok
(tidak beserta margin) yang telah dibayarkan nasabah dikembalikan
kepada nasabah, dan angsuran selanjutnya di lanjutkan oleh pihak lain
yang membeli rumah.
125
7. Apabila terjadi keluhan dari nasabah mengenai rumah yang sudah jadi, maka
diadakan garansi atas rumah tersebut berkisar 3-6 bulan, itu menjadi
tanggung jawab pihak developer. Maka apabila ada keluhan sampai dengan
batas waktu tersebut, maka nasabah dapat langsung mengajukan protes, dan
developer langsung memperbaikinya.
16. Bagaimana kerangka kerja manajemen risiko tersebut?
Pada BPRS Amanah Ummah, tidak ada kerangka kerja manajemen risiko secara
terstruktur, tetapi pihak Bank lebih menitik beratkan kepada pelaksanaan manajemen
risiko untuk meminimalisir/untuk menghadapi risiko yang ada. Jadi, apabila terjadi
risiko/permasalahan, maka pihak Bank langsung menempuh langkah-langkah untuk
mengantisipasi risiko tersebut.
17. Apakah langkah-langkah yang dilakukan oleh Bank dalam menghadapi risiko istishna
sama dengan pembiayaan yang lainnya?
Langkah-langkah yang dilakukan Bank dalam menghadapi risiko adalah sama
dengan langkah-langkah yang dilakukan Bank untuk pembiayaan yang lainnya,
hanya saja pada pembiayaan Istishna‟ ini agak berbeda karena adanya pihak
developer/pengembang, jadi langkah-langkah untuk mengatasi risiko nya disesuaikan
dengan akad dan kebutuhan. Upaya pencegahan yang dilakukan yang dilakukan
yaitu dengan melakukan tahapan pertama kali nasabah melakukan pembiayaan,
yaitu pada proses pengenalan dan identifikasi nasabah. Hal ini menjadi sangat
penting karena sebagian besar risiko pembiayaan adalah berasal dari nasabah,
126
sehigga karakter nasabah lah yang menjadi acuan pertama kali untuk proses
kelancaran pembiayaan.
18. Apa peran DPS dalam proses manajemen risiko ini?
DPS tidak berperan langsung kepada manajemen risiko pembiayaan, yang terjun
langsung ke dalam proses pengelolaan risiko ini adalah pihak AO. DPS hanya
bertugas untuk mengawasi kesyariah an dari produk-produk yang dilaksanakan di
BPRS.
Top Related