Manajemen Perbankan
Manajemen Perbankan
Manajemen Perbankan
Manajemen Perbankan
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Kegiatan Bank dalam Perekonomian
Setiap negara menetapkan rencana pembangunan ekonomi yang bertujuan untuk
mencapai dan mempertahankan kemakmuran bagi seluruh anggota masyarakatnya. Dalam
mencapai tujuan tersebut, pelaksanaan rencana pembangunannya sering dihadapkan pada
berbagai kendala, seperti kendala keterbatasan modal, ketidaktersediaan tenaga kerja yang
handal dan kendala lainnya. Kendala-kendala tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu
agar tidak menghambat jalannya pelaksanaan pembangunan. Umumnya, kendala pelaksanaan
pembangunan dalam perekonomian terbuka seperti Indonesia, lebih sulit dihindari daripada
kendala pelaksanaan pembangunan dalam perekonomian tertutup karena kendala dalam
perekonomian terbuka lebih luas, lebih rumit, dan penyelesaiannya sering diluar kemampuan
pemerintah dan masyarakat jika dibandingkan dalam perekonomian tertutup. Kendala
pelaksanaan pembangunan dalam perekonomian terbuka terjadi karena pengaruh perubahan
perekonomian dunia terhadap struktur ekonomi dan moneter dalam negeri sebuah negara.
Tidak dapat dipungkiri bahwa pemerintah dan masyarakat berharap supaya perubahan
perekonomian dunia membawa dampak yang menguntungkan pada perekonomian dalam
negeri sebuah negara. Jika dampak tersebut menguntungkan, orang mengatakan bahwa
pemerintah berhasil dalam menyelesaikan masalah. Sebaliknya, jika perubahan itu membawa
dampak kemerosotan ekonomi dalam negeri, orang mengatakan bahwa pemerintah dan
masyarakat gagal dalam menyelesaikan permasalahan. Walaupun pengaruh perubahan
perekonomian dunia menguntungkan perekonomian dalam negeri, pemerintah juga harus
menetapkan berbagai kebijakan.
Secara umum dalam perekonomian terbuka, pemerintah menetapkan kebijakan fiskal,
moneter, dan kebijakan luar negeri. Tidak jarang pemerintah menetapkan salah satu dari tiga
(3) kebijakan tersebut, atau menetapkan berbagai kombinasi dari dua (2) atau tiga (3)
kebijakan tersebut. Pelaksanaan suatu kebijakan melewati suatu proses yang didalamnya
berperan institusi atau lembaga seperti lembaga keuangan. Lembaga keuangan terdiri dari
lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan bukan bank. Lembaga keuangan berperan
sebagai sarana dalam pelaksanaan kebijakan keuangan, misalnya lembaga keuangan bank
2
berperan sebagai lembaga penyedia dana untuk pembiayaan atau investasi. Dengan peranan
lembaga keuangan sebagai penyedia dana, pembiayaan dan investasi menjadi meningkat.
Peningkatan tersebut mendorong peningkatan produksi barang dan jasa sehingga penyediaan
barang dan jasa di pasar semakin meningkat. Dalam hal pembiayaan dan investasi, peranan
lembaga keuangan bank di Indonesia sangat besar. Peranan tersebut telah terjadi sejak zaman
Orde Baru (tahun 1965 - 1979) hingga saat ini. Penyediaan dana oleh lembaga keuangan
bank dapat dilakukan melalui mobilisasi dana masyarakat dalam suatu perekonomian seperti
contoh dalam Gambar 1. Peranan lembaga keuangan bank akan dapat terwujud jika kondisi
lembaga keuangan bank adalah sehat. Agar peringkat kesehatan sebuah bank tetap terjaga,
maka pembinaan dan pengawasan pada semua bank oleh institusi yang memiliki otoritas
untuk itu seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjadi sangat penting, tidak terkecuali
pemeriksaan oleh lembaga tertentu yang ditugaskan untuk itu seperti akuntan publik. Dengan
sehatnya lembaga keuangan bank, sarana pelaksanaan kebijakan moneter akan berjalan
dengan baik dan Bank Sentral sebagai lembaga yang bertanggungjawab terhadap kebijakan
moneter akan dapat menjalankan fungsinya dengan baik.
Bank Indonesia
Bunga dana Bunga kredit
Pemilik dana Bank-bank Pengguna dana
Aliran dana Aliran kredit
Catatan : = aliran dana, aliran kredit, aliran bunga kredit atau dana.
Gambar 1 Bank sebagai Mata Rantai Perekonomian
3
Untuk memahami peranan lembaga keuangan bank di Indonesia, penting diketahui
tentang fungsi, jenis, dan kepemilikan bank sehingga tugas dan tanggung jawab pihak yang
terlibat di dalam bank berjalan sesuai dengan aturan yang ada. Menurut fungsinya, lembaga
keuangan bank dibedakan menjadi dua (2) yaitu Bank Sentral dan Bank Pelaksana atau atau
bank-bank atau Bank Komersiil.
Menurut jenisnya, bank pelaksana atau bank komersiil dapat dibedakan menjadi dua
(2) yaitu Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat atau BPR. Menurut kegiatannya, bank
umum dapat dibedakan menjadi dua (2) yaitu Bank Umum Devisa dan Bank Umum Non
Devisa. Menurut Arsitektur Perbankan Indonesia atau API tahun 2004, bank dibedakan
menjadi :
a. Bank yang mengarah pada cakupan usaha secara internasional dengan kapasitas dan
kemampuan beroperasi di wilayah internasional.
b. Bank yang memiliki cakupan usaha yang sangat luas dan beroperasi secara nasional.
c. Bank yang kegiatan usahanya terpusat pada segmen usaha tertentu.
d. Bank Perkreditan Rakyat dan bank yang kegiatan usahanya terbatas.
Berdasarkan kepemilikannya, bank pelaksana atau bank komersiil yang terdiri dari bank
umum dan BPR dapat dibedakan menjadi dua (3) jenis yaitu:
a. Bank milik pemerintah atau daerah,
b. Bank milik swasta domestik,
c. Bank campuran.
Fungsi, jenis, dan kepemilikan sebuah bank akan dibahas dalam bab tersendiri. Dalam
Gambar 1, dapat dilihat keterkaitan antara pemilik dana dengan pengguna dana melalui
perantara lembaga keuangan bank. Masyarakat penabung atau deposan yang disebut juga
kreditur yang terdiri atas perorangan, lembaga atau badan usaha dan pemerintah. Masyarakat
pengguna dana atau peminjam yang disebut debitur terdiri atas perorangan, pengusaha,
lembaga atau badan usaha dan pemerintah. Dana yang dihimpun oleh bank yang kemudian
disalurkan kepada peminjam atau debitur yang utamanya digunakan untuk meningkatkan
usaha dalam bentuk kredit dengan jenis kredit investasi atau modal kerja sehingga dapat
meningkatkan produksi barang dan jasa disamping juga dalam jenis kredit konsumsi.
1.2 Posisi Bank dalam Pasar Uang
Sebagaimana telah diuraikan dalam sub bab sebelumnya bahwa lembaga keuangan
bank berperan dalam sektor moneter seperti memobilisasi dana masyarakat untuk mendorong
4
pertumbuhan ekonomi disektor barang dan jasa serta di sektor luar negeri. Mobilisasi dana
tersebut dilakukan dengan menghimpun dana masyarakat dan kemudian disalurkan dalam
bentuk kredit kemasyarakat. Mobilisasi dana tersebut terjadi melalui suatu proses atau
mekanisme moneter yang dimulai dari kebijakan moneter dengan piranti atau istrumen
tertentu seperti instrumen tingkat bunga uang. Suatu kebijakan moneter misalnya dengan
menurunkan tingkat bunga uang menyebabkan permintaan atas kredit meningkat, maka
produksi barang dan jasa menjadi meningkat sehingga barang dan jasa yang dipasarkan di
dalam negeri maupun di luar negeri menjadi meningkat yang akhirnya pendapatan masyarakat
menjadi meningkat atau sebaliknya. Dari proses tersebut, terlihat adanya keterkaitan antara
perubahan ekonomi disektor moneter, disektor barang atau jasa, dan disektor luar negeri.
Dengan keterkaitan itu, jika ada gangguan disalah satu sektor, akan mempengaruhi sektor
yang lain dan keseimbangan disalah satu sektor akan mempengaruhi keseimbangan sektor
lainnya. Keseimbangan disemua sektor merupakan tujuan pembangunan ekonomi sebuah
negara. Seimbang atau tidaknya semua sektor adalah karena terjadinya interaksi antar sektor
atau interaksi antara pasar uang, pasar barang, dan pasar luar negeri. Keseimbangan ekonomi
dalam perekonomian terbuka dapat ditunjukan dalam Gambar 2, dengan titik keseimbangan
ekonomi pada titik E. Tingkat bunga
IS NPI
LM
i* E
0 Y* Pendapatan
Gambar 2 Keseimbangan Ekonomi
Catatan :
i = Tingkat bunga ; Y = Pendapatan ; IS = Keseimbangan pasar barang ; LM = Keseimbangan pasar uang ; NPI = Keseimbangan pasar luar negeri. Tentang kurve keseimbangan IS, LM dan NPI akan dibahas dalam bab tersendiri.
Masing-masing kurva dalam Gambar 2 diturunkan dari interaksi antara kurva investasi, kurva
tabungan, tingkat bunga, atau kurva permintaan akan uang, kurva penawaran uang, kurs
valuta asing yang sangat detail diuraikan dalam teori ekonomi makro.
5
Operasional lembaga keuangan bank terjadi dalam pasar uang, yang mana pasar uang
digambarkan dengan kurva LM, seperti pada Gambar 2. Bank senantiasa berjalan searah
dengan kebijakan moneter dan kebijakan perbankan nasional karena lembaga keuangan bank
merupakan sarana pelaksanaan kebijakan moneter nasional. Dengan kondisi ekonomi yang
seimbang, terwujud sistem perbankan nasional yang baik atau sebaliknya jika sistem
keuangan terganggu, keseimbangan ekonomi juga akan terganggu. Dapat juga dikatakan
dengan kalimat lain bahwa dengan lembaga keuangan bank yang sehat akan dapat diciptakan
suatu keseimbangan moneter dan kemudian mampu mempertahankan keseimbangan
ekonomi. Lembaga keuangan bank yang sehat adalah lembaga keuangan bank yang dikelola
sesuai dengan aturan yang ada. Tentang lembaga keuangan bank yang sehat akan diuraikan
dalam bank tersendiri.
Telah dipahami bersama bahwa dalam pasar uang, terdapat sebuah kekuatan yang
saling mempengaruhi, yaitu kekuatan penawaran terhadap uang dan permintaan akan uang.
Dengan kekuatan itu, lembaga keuangan bank memiliki posisi sentral dalam perekonomian.
Posisi itu dapat digambarkan dalam Gambar 3. Dalam Gambar 3 terlihat adanya perubahan
di pasar uang dapat menyebabkan perubahan di pasar barang dan jasa atau sebaliknya.
Perubahan pasar uang ditunjukan oleh perubahan tingkat bunga uang dan kemudian
mempengaruhi perubahan investasi. Menurunnya tingkat bunga uang akan mendorong
naiknya investasi atau modal kerja atau sebaliknya. Naiknya investasi atau modal kerja
disebabkan oleh menurunnya tingkat bunga uang karena tingkat bunga uang dipandang
sebagai biaya investasi dan biaya modal kerja yang menurun. Naiknya investasi akan
mendorong naiknya produksi atau sebaliknya. Jika kenaikan produksi searah dengan naiknya
permintaan terhadap hasil produksi, kestabilan tingkat harga barang atau jasa otomatis akan
terjadi. Jika faktor produksi berada dalam kapasitas penuh atau full employment, naiknya
produksi menyebabkan naiknya harga faktor yang kemudian menaikkan harga barang atau
jasa. Artinya, kenaikan harga barang atau jasa tidak disebabkan oleh sektor moneter tetapi
disebabkan oleh sektor riil. Jika masalahnya demikian, maka penyelesaiannya dapat diatasi
dengan substitusi faktor produksi atau produk yang dipasarkan diisi oleh produk impor.
Sebaliknya, jika harga produk di pasar adalah rendah atau terjadi kelebihan produk di pasar
sehingga pengusaha menderita kerugian, dapat diselesaikan dengan peningkatan ekspor.
Peningkatan ekspor akan meningkatkan jumlah devisa atau jumlah mata uang asing di
otoritas moneter karena dengan ekspor terjadi pertambahan mata uang asing yang masuk ke
dalam negeri. Jika masuknya mata uang asing lebih besar dari keluar akan terjadi surplus
stock mata uang asing, atau sebaliknya terjadi defisit mata uang asing. Surplus atau defisit
6
mata uang asing dapat dibaca dalam neraca pembayaran. Jika lembaga keuangan bank tidak
berjalan dengan baik dan kondisi perekonomian unemployment, pemilik dana tidak akan
menyimpan uangnya di bank. Pemilik dana atau masyarakat mungkin membelanjakan
uangnya atau melakukan pengeluaran yang konsumptif. Bank Sentral
Penawaran Bank-bank Permintaan terhadap uang akan uang
Tingkat bunga Uang
Tingkat harga
Perubahan Investasi
Perubahan produksi Catatan :
= aliran dana, aliran kredit, aliran bunga kredit atau dana. Gambar 3
Posisi Bank dalam Pasar Uang
Oleh karena itu, dalam jangka pendek, pengeluaran masyarakat dapat mendorong naiknya
produksi, namun dalam jangka panjang kenaikan produksi sulit dilakukan jika terjadi inflasi
yang disebabkan oleh pengeluaran masyarakat. Lebih lanjut, kondisi yang demikian yaitu
inflasi yang terjadi terus menerus dan disertai dengan kenaikan tingkat bunga uang, akan
menyebabkan turunnya produksi sehingga terjadi kemandegan ekonomi dengan inflasi, yang
disebut stagflasi. Dalam perekonomian yang stagflasi, perubahan investasi menjadi tidak
sensitif terhadap perubahan tingkat bunga uang. Kondisi yang demikian sangat sulit
diselesaikan, walaupun diselesaikan dengan kredit prioritas, apalagi bila lembaga keuangan
bank tidak berjalan dengan baik. Dengan kondisi perbankan yang baik, kebijakan kredit
prioritas sangat penting dilakukan oleh bank sehingga produksi meningkat, yang pada
akhirnya tingkat harga akan kembali menurun. Dengan itu, bukanlah tidak mungkin bahwa
partumbuhan ekonomi dapat diwujudkan kembali.
7
Dari uraian di atas, terlihat bahwa lembaga keuangan bank dapat mempengaruhi
jumlah uang beredar di masyarakat dan bahkan uang yang beredar dapat dihitung baik melalui
pendekatan tradisional maupun melalui pendekatan baru (Slovin dan Suska, 1977). Jumlah
uang beredar dapat dihitung namun tidak demikian tentang permintaan akan uang yaitu hanya
dapat diperkirakan karena banyak faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor yang
mempengaruhi permintaan akan uang tidak semuanya dapat dikuasai oleh pemerintah.
Dengan jumlah uang beredar yang dapat dihitung dibalik jumlah permintaan akan uang yang
diestimasi, maka sasaran kebijakan moneter sering tidak sepenuhnya tercapai. Karena itu,
kebijakan moneter sering diubah-ubah oleh pemerintah dan Bank Sentral sehingga setiap bank
pelaksana harus mengikuti perubahan itu. Dapat ditambahkan bahwa dalam pendekatan
tradisional, jumlah uang beredar dapat diukur dan dihitung dengan dasar angka pengganda
uang atau money multiplier yang sering diberi notasi mm dikalikan dengan uang inti atau
reserve money yang sering diberi notasi RM. Data tentang uang inti, angka pengganda uang
dan yang lainnya tercatat di Bank Sentral.
Soal-soal untuk latihan :
1. Sebutkan dan uraikan peranan lembaga perbankan dalam suatu perubahan
kebijaksanaan moneter yang ekspansif dan kontraktif !
2. Pertambahan jumlah uang beredar menyebabkan pertambahan produksi. Jelaskan
mekanisme terjadinya pertambahan itu !
3. Perubahan tingkat bunga uang dapat mempengaruhi penurunan tingkat produksi di
sektor riil sehingga peranan lembaga perbankan menjadi sentral. Jelaskan maksud
tersebut !
8
BAB II BANK DAN MASYARAKAT
2.1. Pengertian Lembaga keuangan di Indonesia dapat dibedakan menjadi dua (2) jenis yaitu lembaga
keuangan bank atau LKB dan lembaga keuangan bukan bank atau LKBB. Contoh lembaga
keuangan bukan bank adalah asuransi, pegadaian, modal ventura, leasing, dan sejenisnya dan
contoh lembaga keuangan bank adalah Bank Sentral, Bank Umum, dan Bank Perkreditan
Rakyat atau BPR. Bank Sentral adalah lembaga keuangan yang memiliki otoritas di bidang
moneter. Bank Sentral Negara Republik Indonesia adalah Bank Indonedsia dengan status,
fungsi, dan peranannya diatur dalam Undang-undang Bank Sentral. Demikian juga bank
sentral negara lain. Bank Umum dan BPR sering disebut bank komersiil atau bank pelaksana
karena bank yang mencari laba atau bank yang melaksanakan kebijakan bank sentral. Dalam
bahasa sehari-hari bank umum dan BPR disebut bank dan didefinisikan sesuai dengan
perkembangan ekonomi Indonesia.
Untuk di Indonesia, pada mulanya pengertian bank diartikan sebagai lembaga
keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa dalam lalu lintas pembayaran dan
dalam peredaran uang (Undang-undang nomor 14,1967). Kemudian, bank didefinisikan
menjadi badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkan kembali dana yang terkumpul tersebut ke masyarakat dalam rangka
meningkatkan taraf hidup orang banyak (Undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang
Perbankan yang telah disempurnakan dengan Undang-undang nomor 10 tahun 1998).
Lembaga keuangan yang diatur dengan Undang-undang diluar Undang-undang nomor 7 tahun
1992 tentang Perbankan yang telah disepurnakan dengan Undang-undang nomor 10 tahun
1998 termasuk dalam lembaga keuangan bukan bank.
9
Lembaga keuangan bank maupun lembaga keuangan bukan bank sangat berperan pada
perekonomian masyarakat karena lembaga tersebut sebagai lembaga penyedia jasa keuangan
bagi masyarakat seperti jasa penyimpanan dana, jasa penyediaan kredit, jasa penyediaan
sistem pembayaran dan bentuk jasa lainnya. Pengertian masyarakat dalam perekonomian
adalah individu, lembaga, dan badan. Individu dapat berupa penduduk domestik maupun
asing, lembaga dan badan dapat berupa swasta dan pemerintah.
Untuk memudahkan dalam memahami arti dan peranan lembaga keuangan bank, dapat
dicermati Gambar 4. Gambar 4 menunjukan bahwa masyarakat menyimpan dananya di bank
dalam bentuk giro, tabungan, dan deposito. Dengan itu, bank memberikan bunga dan
keamanan atas dana yang disimpan oleh masyarakat, dan memberikan manfaat-manfaat
lainnya.
Dana Bunga kredit
Pemilik Dana Pengguna Dana (individu, lembaga, Bank (individu, lembaga atau badan) atau badan)
Bunga dana Kredit
Gambar 4
Hubungan Bank dengan Masyarakat
Dana yang tersimpan di sebuah bank yang bersumber dari masyarakat baik masyarakat
individu, masyarakat lembaga atau badan disebut dana pihak ketiga atau DPK yang terdiri
dari beberapa bentuk, yaitu :
a. Giro adalah simpanan di sebuah bank yang penyimpanan atau penyetorannya dan
penarikannya dapat dilakukan sekaligus atau setiap saat dan penyimpan mendapatkan
bunga uang. Tingkat bunga uang atas simpanan yang berbentuk giro lebih rendah dari
tingkat bunga uang atas simpanan yang berbentuk tabungan atau deposito atau tabungan
bewrjangka karena simpanan yang berbentuk giro dipakai bertransaksi oleh
penyimpannya dan penarikannya dilakukan setiap saat. Penarikan simpanan berbentuk
10
giro dilakukan oleh penyimpannya dengan memakai buku check. Check tersebut
diterbitkan oleh bank penerima simpanan.
b. Tabungan adalah simpanan di sebuah bank yang penyimpanannya atau penyetorannya
dapat dilakukan sekaligus atau terus menerus dan frekuensi penarikannya dibatasi oleh
bank. Penyimpan diberikan buku tabungan sebagai bukti menabung dan buku tabungan
dibawa saat menarik dan menyetor dana simpanan. Penyimpan mendapatkan bunga yang
umumnya lebih tinggi jika dibandingkan dengan bunga simpanan berbentuk giro dan lebih
rendah dari bunga simpanan berbentuk tabungan berjangka karena motifnya digunakan
untuk berjaga-jaga sehingga penarikannya relative lebih jarang dari giro. Bunga tabungan
umumnya berubah-ubah sesuai dengan perubahan pasar uang.
c. Tabungan berjangka atau Deposito atau Time Deposit adalah simpanan di sebuah bank
yang penyetorannya dilakukan sekaligus selama jangka waktu yang diperjanjikan dan
penyimpan mendapatkan bunga dengan tingkat bunga tetap setiap bulan yang umumnya
lebih tinggi jika dibanding dengan bunga simpanan giro dan tabungan karena
penyimpanan dana oleh penyimpan atas dasar motif untuk spekulasi sehingga
penarikannya dilakukan hanya sekali setelah masa perjanjian berakhir. Penyimpan
mendapatkan bukti menyimpan dana di bank berupa bilyet deposito. Penyimpan dapat
menarik tabungannya setelah jatuh tempo atau sesuai dengan perjanjian dengan
menunjukan dan menyerahkan bilyet deposito yang asli.
d. Deposit on Call adalah simpanan yang hanya dapat ditarik dengan syarat pemberitahuan
sebelumnya.
e. Sertifikat deposito adalah simpanan dalam bentuk deposito yang sertifikat bukti
simpanannya dapat dipindahtangankan. Catatan : Simpanan berjangka yang diblokir tidak
termasuk dalam simpanan berjangka.
Masyarakat yang menyimpan uang atau dana di bank adalah dengan berbagai motif.
Pertama, penyimpanan uang di bank untuk motif berjaga-jaga sehingga penyimpan tidak
mensyaratkan tingkat bunga tinggi. Artinya, tingkat bunga simpanan itu relatif lebih rendah
jika dibandingkan dengan tingkat bunga dalam bentuk simpanan deposito berjangka. Dalam
menganalisis simpanan uang untuk motif berjaga-jaga sering diberi notasi Mj. Kedua,
penyimpanan uang di bank untuk motif transaksi atau sebagai alat untuk membayar sesuatu
jika ingin memenuhi kebutuhan dan keinginannya terhadap barang atau jasa, misalnya
membeli mobil, membeli beras, dan sejenisnya. Karena dana yang disimpan tersebut adalah
untuk motif bertransaksi, maka penyimpan tidak mensyaratkan tingkat bunga yang tinggi
seperti dalam bentuk simpanan untuk spekulasi. Simpanan untuk bertransaksi umumnya
11
berupa giro dengan bunga paling rendah di antara tingkat bunga simpanan yang lain di bank,
seperti tingkat bunga tabungan dan deposito. Dalam menganalisis simpanan uang untuk
motif bertransaksi diberi notasi Mtr. Ketiga, penyimpanan uang di bank untuk motif supaya
memperoleh penghasilan bunga sering disebut simpanan bermotifkan spekulasi. Untuk motif
yang terakhir ini, penyimpan ingin mendapatkan bunga tetap dan tinggi atas uang yang
disimpannya, seperti simpanan dalam bentuk tabungan berjangka atau deposito. Dalam
menganalisis simpanan uang untuk motif spekulasi diberi notasi Msp. Dengan adanya
beberapa motif dalam memegang uang, bank membentuk jenis produk dalam bentuk giro,
tabungan dan deposito.
Hubungan antara bank dan masyarakat menjadi sangat penting yaitu bank membayar
bunga atas dana yang disimpan oleh masyarakat di bank dan masyarakat yang meminjam
dana dari bank membayar bunga pada bank. Masyarakat penyimpan dana di bank disebut
kreditur dan masyarakat peminjam dana dari bank disebut debitur. Dalam analisis, tingkat
bunga uang sering diberi notasi i. Bank mampu memberi bunga atas dana yang tersimpan di
bank karena bank mendapatkan hasil bunga atas kredit yang disalurkan kepada masyarakat
dan dari hasil-hasil lainnya. Berkenaan dengan hasil bunga, bank memperoleh keuntungan
atas penyaluran kredit karena adanya perbedaan antara bunga dana dan bunga kredit setelah
dikurangi biaya dan pengeluaran bank. Pendapatan bank selain bunga kredit dapat berupa
hasil bunga dari penempatan dana di bank lain atau di lembaga keuangan bukan bank dan
pendapatan lain selain bunga uang seperti jasa pengiriman uang. Penempatan dana yang
dilakukan oleh bank dapat berupa simpanan di bank lain atau pinjaman kepada bank lain.
Penanaman dana bank dapat berupa pembelian saham suatu perusahaan. Bank memiliki
kemampuan dalam menghimpun dana karena tugas dan fungsinya, sehingga bank memiliki
kemampuan dalam menyalurkan kredit, melakukan penempatan dan penanaman dana.
Dengan kemampuan itu, bank disebut sebagai lembaga perantara keuangan (Insukindro,
1993). Sebagai tambahan, dengan peranan bank sebagai lembaga perantara keuangan, berarti
bank tidak membuat produk yang berwujud barang melainkan produk bank berwujud jasa
bank.
Dalam hubungan antara dana dan kredit, peranan bank sebagai lembaga perantara
keuangan terlihat dari kegiatannya sebagai penyalur dana ke pengguna atau peminjam dana
dan penghimpun dana dari masyarakat. Dengan interaksi tersebut, proses peredaran uang di
masyarakat menjadi lancar.
Dengan dasar pengertian, peranan dan fungsinya, bank dapat dibedakan dalam
beberapa jenis. Sebelum tahun 1983, bank dibedakan menjadi bank umum, bank tabungan,
12
bank pembangunan dan bank sentral. Jenis tersebut terbentuk karena adanya pengertian
tentang bank yang didasarkan pada pangsa pasar bank yang ada dan jenis produk yang
ditawarkan oleh bank atau bank dibentuk berdasarkan fungsinya. Setelah tahun 1983 hingga
saat ini, pengertian bank di Indonesia mengalami perubahan yaitu tidak dibedakan
berdasarkan pada fungsinya, tetapi dibedakan berdasarkan pada jenisnya yaitu Bank Umum
dan Bank Perkreditan Rakyat. Dalam Undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang
Perbankan yang telah disempurnakan dengan Undang-undang nomor 10 tahun 1998, dengan
jelas memberikan pengertian tentang bank. Bank Umum adalah sebuah bank yang dapat
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran, sedangkan Bank Perkreditan Rakyat atau
BPR adalah bank yang menerima simpanan yang hanya dalam bentuk deposito berjangka,
tabungan, dan atau bentuk lain yang dipersamakan dengan itu.
Dalam perbedaan itu, kedudukan bank sentral yaitu Bank Indonesia tidak lagi
termasuk dalam bank pelaksana sebagaimana kedudukan Bank Indonesia sebelum tahun
1983. Peranan Bank Indonesia adalah sebagai lembaga yang memiliki otoritas atau kuasa
penuh dibidang moneter namun mulai bulan Januari 2014 pembinaan, pengawasan dan
pemeriksaan pada bank-bank pelaksana dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Dalam kapasitasnya sebagai Bank Sentral yang merupakan lembaga negara, Bank Indonesia
ikut bertanggung jawab atas dilaksanakannya Undang-undang Perbankan di Indonesia dengan
baik. Sampai dengan saat ini, tentang Bank Indonesia sebagai Bank Sentral diatur dalam
Undang-undang tersendiri seperti UU nomor 23 tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU
nomor 3 tahun 2004.
Jenis bank berdasarkan Undang-undang nomor 7 tahun 1992 yang telah
disempurnakan dengan Undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan, merupakan
bank pelaksana yang terdiri dari Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat atau BPR, yang
dapat mengkhususkan diri dalam melaksanakan kegiatan tertentu atau memberikan perhatian
yang lebih besar dalam kegiatan tertentu. Dengan pengertian tentang perbankan yang
terakhir, pembahasan dalam buku ini berpijak pada perbankan menurut Undang-undang
nomor 7 tahun 1992 yang telah disempurnakan dengan Undang-undang nomor 10 tahun 1998
dan Undang-undang nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa keuangan.
Akan lebih jelas perbedaan antara Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat atau
BPR dengan berdasarkan tugas-tugasnya, yaitu :
a. Bank Umum mempunyai tugas :
a) Menghimpun dana dari masyarakat berbentuk giro, tabungan, deposito, sertifikat
deposito dan bentuk lain yang dipersamakan dengan itu.
13
b) Memberikan kredit kepada masyarakat untuk kesejahteraan masyarakat.
c) Menerbitkan surat pengakuan hutang terhadap nasabah yang memiliki kewajiban
membayar dalam transaksi utang- piutang.
d) Membeli, menjual dan menjamin atas risiko sendiri maupun untuk kepentingan dan
atau atas nama nasabah, seperti surat wesel, surat pengakuan hutang, surat jaminan
pemerintah, Sertifikat Bank Indonesia, obligasi, surat dagang dengan jangka waktu 1
tahun, instrument surat berharga lain yang berjangka waktu sampai 1 tahun.
e) Memindahkan uang untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan masyarakat.
f) Menempatkan dana pada peminjam dana atau meminjamkan dana kepada pihak lain
dengan menggunakan surat maupun dengan sarana telekomunikasi atau wesel unjuk,
cek atau sarana lainnya.
g) Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan
dengan atau antar pihak ketiga.
h) Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga yang dimiliki
oleh masyarakat karena berhubungan dengan bank.
i) Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu
kontrak.
j) Melakukan penempatan dana dari nasabah pada nasabah lain dalam bentuk surat
berharga yang tidak tercatat di bursa efek.
k) Membeli melalui pelelangan agunan dalam hal debitur tidak memenuhi kewajibannya
kepada bank, dengan catatan agunan tersebut dicairkan secepatnya.
l) Melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan wali amanat.
m) Penyediaan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan
ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah.
n) Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak
bertentangan dengan undang-undang dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
o) Melakukan kegiatan dalam valuta asing dengan terlebih memenuhi ketentuan yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
p) Melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan lain di bidang
keuangan, seperti perusahaan sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek,
asuransi serta usaha clearing, penyimpanan dengan memenuhi ketentuan yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
14
q) Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat
kegagalan kredit dengan syarat menarik kembali penyertaannya dengan memenuhi
ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
r) Bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus dana pensiun sesuai dengan
ketentuan dalam peraturan perundang- undangan dana pensiun yang berlaku.
s) Larangan bagi Bank Umum :
1) Penyertaan modal kecuali kedua tugas terakhir diatas.
2) Dilarang melakukan usaha perasuransian.
3) Dilarang melakukan usaha lain diluar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud
dalam semua angka di atas.
b. Bank Perkreditan Rakyat mempunyai tugas :
a) Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito
berjangka, tabungan dan bentuk lain yang dipersamakan dengan itu.
b) Memberikan kredit pada masyarakat untuk kesejahteraan.
c) Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan
ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah.
d) Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia, deposito berjangka,
sertifikat deposito dan atau tabungan pada bank lain.
e) Bank Perkreditan Rakyat dilarang :
1) Menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran.
2) Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing.
3) Melakukan penyertaan modal.
4) Melakukan usaha perasuransian.
5) Melakukan usaha diluar kegiatan usaha diatas.
Kegiatan usaha perbankan di Indonesia didasarkan pada asas demokrasi ekonomi
dengan menggunakan prinsip kehati-hatian dalam melaksanakan fungsinya sebagai lembaga
penghimpun dan penyalur dana masyarakat serta bertujuan untuk menunjang pelaksanaan
pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan dan stabilitas
nasional, sehingga dapat terwujudnya kesejahteraan rakyat banyak. Untuk mengatasi masalah
hukum yang mungkin terjadi dalam kegiatan sebuah bank, bentuk hukum Bank Umum dapat
berupa salah satu dari bentuk hukum :
a. Perusahaan Perseroan atau Persero,
b. Perusahaan Daerah atau PD,
15
c. Koperasi,
d. Perseroan Terbatas atau PT.
Bentuk hukum Bank Perkreditan Rakyat atau BPR berupa salah satu dari bentuk hukum :
a. Perusahaan Daerah atau PD,
b. Koperasi,
c. Perseroan Terbatas atau PT,
d. Bentuk lain yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
Kekuatan hukum semua jenis bank di Indonesia adalah Undang-undang nomor 7
tahun 1992 tentang Perbankan yang telah disempurnakan dengan Undang-undang nomor 10
tahun 1998 tentang Perbankan. Disamping kekuatan hukum dalam bentuk Undang-undang,
setiap bank yang didirikan dalam bentuk hukum tertentu didasarkan juga dengan Undang-
undang yang mengatur bentuk hukum tersebut seperti Undang-undang Perseroan Terbatas
untuk bank yang berbentuk hukum PT dan Persero, Undang-undang Koperasi untuk bank
yang berbentuk hukum koperasi, dan dengan peraturan pemerintah atau daerah.
2.2. Perkembangan Bank di Indonesia Lembaga keuangan bank atau lembaga perbankan di Indonesia berdiri dan tumbuh
sejalan dengan perkembangan ekonomi nasional karena lembaga perbankan merupakan
lembaga perantara keuangan dalam perekonomian dan berperan sebagai lembaga yang
menyediakan alat pembayaran serta sekaligus juga sebagai salah satu institusi sumber dana
untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, dapat diperkirakan betapa
sulitnya perekonomian nasional jika tidak ada lembaga perbankan sehingga kegiatan
pendanaan dilakukan oleh para pelepas uang dengan tingkat bunga tinggi dengan kemampuan
menyalurkan kredit yang terbatas karena pelepas uang tidak berhak menghimpun dana
masyarakat. Disamping tugasnya sebagai penyedia dana, lembaga perbankan juga sebagai
lembaga yang melaksanakan kebijakan moneter melalui instrumen tingkat bunga dan jumlah
uang beredar. Perubahan jumlah uang beredar akan mempengaruhi produksi dan
perekonomian. Pengaruh tersebut terjadi karena adanya perubahan konsumsi masyarakat
sehingga mendorong kenaikan harga. Pengaruh tersebut mendorong investor untuk
meningkatkan produksi sehingga dapat memenuhi permintaan akan barang dan jasa.
Peningkatan produksi akan dapat menghindari kenaikan harga barang dan jasa, dengan asumsi
tidak terjadi kenaikan harga faktor produksi atau ekonomi belum berada dalam kapasitas
penuh, atau sebaliknya. Menurunnya jumlah uang beredar akan menyebabkan kondisi yang
sebaliknya. Dalam kebijakan moneter tertentu akan menyebabkan perubahan tingkat bunga.
16
Kebijakan moneter yang kontraksi menyebabkan naiknya tingkat bunga uang dan dalam
kebijakan moneter yang ekspansi menyebabkan turunnya tingkat bunga uang. Naiknya
tingkat bunga uang akan mengurangi investasi sehingga mengurangi produksi dan turunnya
tingkat bunga uang akan meningkatkan investasi yang akhirnya meningkatkan produksi.
Berdasarkan data yang ada, cepatnya peredaran uang dalam perekonomian didominasi oleh
lembaga perbankan atau lembaga keuangan bank. Dengan itu menjadi jelas bahwa, lembaga
keuangan bank tumbuh sejalan dengan perkembangan perekonomian.
Sejarah menunjukan bahwa mulai abad ke 18 di Indonesia telah berdiri lembaga
pemberi kredit yang tahap awalnya bukan merupakan bank. Dalam beberapa tahun
kemudian, muncul lembaga kredit yang khusus memberi kredit pada petani miskin dengan
bunga yang ringan. Tahun 1895 Patih Aria Wiryaatmadja di Purwokerto Jawa Tengah
mendirikan Bank Priyayi atau Bank Pegawai, yang memberikan kredit pada pegawai negeri
pribumi, tukang, buruh, dan pada buruh tani. Tahun 1897 bank tersebut disempurnakan oleh
Asisten Residen Purwokerto yang bernama De Wolf van Westerrode menjadi Bank Tabungan
dan Kredit Pertanian. Dengan adanya bank tersebut, kesejahteraan masyarakat menjadi
meningkat dan banyak kabupaten di Indonesia melihat manfaat bank tersebut dan kemudian
ikut mendirikan bank sehingga beberapa tahun berikutnya (sampai dengan tahun 1965),
hampir seluruh kabupaten di Indonesia mendirikan bank.
Setelah kemerdekaan sampai dengan tahun 1966, semua bank disatukan menjadi Bank
Rakyat Indonesia atau BRI dan lembaga keuangan bank sangat diperlukan oleh masyarakat
terutama untuk menandingi para pelepas uang atau rentenir. Di samping De Wolf van
Westerrode membentuk bank, dia juga mendirikan 250 buah lumbung desa di kabupaten
Purwokerto. Seperti lembaga keuangan bank, lumbung desa juga berkembang dengan baik
dan menyebar di Indonesia dan kemudian diubah menjadi lembaga perkreditan. Kegiatan
lembaga perkreditan tersebut berdampingan dengan lembaga keuangan bank sampai saat ini.
Periode tahun 1967 hingga 1983, merupakan kondisi perekonomian yang penuh
kelangkaan faktor produksi atau scarcity economy dan awal tahun 1967 tingkat inflasi yang
sangat tinggi yaitu berkisar 650% yang mendorong masyarakat tidak mau menabung sehingga
sumber dana dari masyarakat menjadi langka. Dengan kondisi tersebut, lembaga perbankan
dengan teknologi dan prasarana yang masih sederhana diproteksi oleh pemerintah yang dalam
hal itu adalah Bank Indonesia dengan cara mengatur suku bunga simpanan dan kredit, semua
devisa dalam perekonomian dikumpulkan di Bank Indonesia, pengembangan pasar modal
walaupun masih bersifat embrio. Bank Umum yang ingin menjadi bank devisa dibatasi dan
piranti atau instrumen keuangan masih terbatas. Dengan dasar Undang-undang 14 Tahun
17
1967, jenis bank dibagi menjadi bank umum, bank tabungan, bank pembangunan, dan bank
rural. Disamping Bank Indonesia sebagai pembina bank, pengawas bank, dan otoritas
moneter, Bank Indonesia juga sebagai pemberi pinjaman dana kepada bank pelaksana atau
sebagai lender of the last resort. Sifat persaingan antar bank terkonsentrasi karena setiap
bank pemerintah ditugasi membiayai sektor utama tertentu. Bank BNI 1946 ditugasi
membiayai sektor industri, Bank Dagang Negara (saat ini tergabung dalam Bank Mandiri)
ditugasi membiayai sektor pertambangan, Bank BRI ditugasi membiayai sektor koperasi,
pertanian, dan nelayan. Bank Bumi Daya (saat ini tergabung dalam Bank Mandiri)
membiayai sektor perkebunan, Bank Ekaspor Impor Indomesia (saat ini tergabung dalam
Bank Mandiri) membiayai sektor pengolahan barang untuk ekspor dan Bank Pembangunan
(saat ini tergabung dalam Bank Mandiri) membiayai kredit jangka panjang. Tahun 1969
Bank Indonesia memberikan kredit likuiditas kepada bank pelaksana dengan bunga 3 s/d 4%
per tahun, kredit program seperti kredit Bimas dan kredit prioritas tinggi (seperti kredit ekspor
dan perkebunan). Dengan terjadinya oil boom tahun 1971 sampai dengan 1981, pendapatan
pemerintah dari ekspor meningkat hingga mencapai 45% dari GDP sehingga terjadi surplus
neraca pembayaran dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi mencapai 8% per tahun dibalik
pada tahun 1980 terjadi resesi ekonomi di negara-negara maju. Dampak resesi ekonomi di
negara maju mulai terasa di Indonesia pada tahun 1982 sehingga perkembangan ekonomi
nasional menjadi merosot. Kemerosotan itu menyebabkan risiko kredit dalam dunia
perbankan yang kebetulan juga risiko tersebut dipicu oleh jumlah kredit dan penyebarannya
tidak sesuai dengan perubahan ekonomi, serta risiko likuiditas akibat risiko kredit dan sumber
dana musiman. Saat itu, bank-bank tidak terkena risiko suku bunga karena tingkat suku
bunga diatur oleh Bank Indonesia. Dalam pelaksanaan kegiatan di semua bank, belum
dikenal tugas atau jabatan account officer karena dalam periode tersebut nasabah bersedia
datang ke kantor bank dalam hal menabung dan meminjam serta nasabah bank bersedia
menunggu jawaban kantor bank jika mereka memohon kredit. Hal ini terjadi karena semua
peraturan kredit diatur oleh Bank Indonesia.
Periode tahun 1984-1988 adalah periode yang sangat berat bagi perekonomian
Indonesia karena turunnya harga minyak di pasaran dunia sehingga diakhir tahun 1983 terjadi
defisit transaksi berjalan dan menurunnya dana pembangunan ekonomi yang pada akhirnya
terjadi kemerosotaan ekonomi nasional. Untuk mengatasi kemerosotasn ekonomi nasional,
pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Januari 1982 yang memuat kebebasan masyarakat
menjual mata uang asingnya ke Bank Indonesia, berikutnya pemerintah menjadwalkan
proyek-proyek yang membutuhkan devisa, melakukan penghematan dengan mengurangi
18
subsidi bahan bakar minyak (BBM), subsidi pupuk, pangan, dan terakhir melakukan devaluasi
rupiah terhadap mata uang US dolar pada bulan Maret 1983. Bank Indonesia memberikan
bantuan berupa kredit likuiditas untuk ekspor tahun 1982. Kebijakan lain juga dilakukan di
bidang pertanian dan perkebunan serta di sektor perbankan. Pada tanggal 1 Juni 1983,
dikeluarkan paket kebijakan dibidang perbankan yang disebut Paket 1 Juni 1983. Paket ini
merupakan titik awal dari serangkaian deregulasi perbankan untuk periode berikutnya.
Tujuan Paket 1 Juni 1983 adalah untuk mendorong perbankan dalam upaya meningkatkan
fungsi intermediasinya khususnya dalam memobilisasi dana dalam negeri dan menyalurkan
dana tersebut dalam bentuk kredit ke sektor ekonomi yang produktif. Pokok-pokok
ketentuan dalam Paket 1 Juni 1983, adalah :
a. Penghapusan pagu kredit perbankan,
b. Memberikan kebebasan pada bank untuk menetapkan besarnya suku bunga kredit,
deposito, dan tabungan kecuali tabungan pembangunan nasional (tabanas) dan kredit
prioritas oleh Bank Indonesdia.
c. Bank Indonesia tidak lagi memberikan bantuan kredit likuiditas kecuali kredit prioriotas
dan kredit program.
Dengan Paket 1 Juni 1983 membuka cakrawala baru bagi dunia perbankan Indonesia dari
lingkungan yang protected ke lingkungan yang lebih bebas walaupun masih terbatas. Suku
bunga simpanan dan kredit yang sebelumnya diatur oleh Bank Indonesia mulai dibebaskan
kecuali tabungan pembangunan nasional atau Tabanas dan tabungan asuransi berjangka atau
Taska. Mata uang asing yang dimiliki oleh masyarakat boleh bebas dijual atau tidak harus
ditukar ke Bank Indonesia. Pelayanan kredit terhadap sektor ekonomi mulai bebas dilakukan
oleh perbankan sehingga mulai terlihat adanya persaingan antar bank, instrumen keuangan
mulai meningkat dan mulai muncul perkembangan teknologi perbankan. Dengan perubahan
itu, derajad risiko yang dialami perbankan juga meningkat. Disamping telah adanya risiko
kredit dan likuiditas, mulai juga muncul risiko suku bunga dan risiko valuta asing. Dengan
adanya persaingan antar bank dan adanya resiko, setiap bank mulai memperkuat manajemen
risikonya untuk memperkokoh bank dan perlunya dibuat panduan kebijakan untuk menangkal
risiko. Dalam meredam risiko suku bunga, mulai muncul prinsip-prinsip gap management
dan dalam meredam risiko valuta asing diperlukan kemampuan treasury dalam menarik dana,
trading, dan kemampuan forex management. Berdasarkan kenyataan, tahun 1983 tidak
sedikit bank yang belum siap menghadapi perubahan lingkungan perbankan pasca paket 1
Juni 1983 karena lembaga perbankan belum berpengalaman. Dalam lingkungan baru,
lembaga perbankan melakukan langkah penyesuaian produk dan marketingnya.
19
Menjelang krisis moneter 1997 yaitu dalam periode tahun 1988-1996 yang diawali
dengan dentuman Paket 27 Oktober 1988 yang lebih dikenal dengan Pakto 88, pada dasarnya
bertujuan untuk mendorong lebih lanjut pengerahan dana masyarakat melalui perluasan
jaringan lembaga perbankan, mendorong ekspor non migas dan perkembangan pasar modal.
Pada intinya, Pakto 27, 1988 memberikan kesempatan untuk pendirian bank umum atau
kantor cabang bank umum baru serta bank perkreditan rakyat atau BPR. Untuk mendorong
kemampuan bank umum dalam memberikan kredit kepada masyarakat, giro wajib minimum
bank diturunkan dari 15 % menjadi 2%. Dengan Pakto 27, 1988 secara struktural telah
mengubah lingkungan perbankan Indonesia menjadi lingkungan perbankan yang bebas.
Dalam lingkungan perbankan yang baru yaitu lingkungan yang bebas, dunia perbankan
memperlihatkan keberhasilannya yang terlihat dari perkembangan kelembagaan dan kinerja
bank yang terus meningkat hingga akhir tahun 1996. Mulai tahun 1988 hingga tahun 1996
jumlah bank umum meningkat jumlahnya dari 63 bank umum menjadi 240 bank dan BPR
juga meningkat dari 423 bank meningkat menjadi 1.987 bank. Kinerja bank umum yang
diukur dengan volume usaha juga meningkat. Paket 29 Januari 1990 yang sering disebut
Pakjan 90 yang merupakan kebijakan uang ketat atau tight money policy dengan cara
mengurangi Kredit Likuiditas Bank Indonesia atau KLBI dan menarik kembali fasilitas KLBI
yang diberikan kepada lembaga perbankan yang pelaksanaannya dimulai bulan Mei 1990 dan
KLBI berakhir tahun 1995. Kebijakan uang ketat berdampak kepada peningkatan suku bunga
deposito, terjadi pelanggaran atas azas-azas perbankan yang sehat, tindakan spekulatif dari
bank-bank dan penanaman dana di pasar modal. Dalam beberapa tahun kemudian pasca
1988, perbankan nasional mengikuti standard Bank for International Settlement (BIS) antara
lain berupa pemenuhan kecukupan modal atau Capital Adequacy Ratio atau CAR 8 % dari
aktiva tertimbang menurut risiko. Keadaan tersebut mendorong Bank Indonesia menerbitkan
kebijakan baru yaitu Paket Februari 1991 atau Pakfeb 1991 yang mendorong pentingnya
prudential banking sebagaimana telah dianut oleh perbankan dikebanyakan negara. Dengan
paket tersebut, bank-bank didorong menerapkan prinsip kehati-hatian seperti pemenuhan
kesehatan bank dengan komponen CAMEL (Capital, Asset Quality, Management, Earnings,
dan Liquidity), BMPK (Batas Maksimum Pemberian Kredit), dan sistem informasi
manajemen tertentu dalam pengelolaan bank, serta peningkatan kualitas manajemen
perbankan.
Undang-undang nomor 14 Tahun 1967 yang diganti dengan Undang-undang nomor 7
Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana disempurnakan dengan Undang-undang nomor
10 Tahun 1998 tentang Perbankan, bank disederhanakan menjadi bank umum dan BPR
20
dengan ketentuan kegiatan yang dibolehkan dan yang tidak dibolehkan. Paket Februari 1991
telah menetapkan supaya bank menerapkan prinsip prudential karena sebelumnya tidak
sedikit kredit dalam kondisi non lancar atau non performing. Penekanan ini diteruskan
kemudian dengan kebijakan baru yaitu Paket Mei 1993 yang berisikan :
a. Kelonggaran dasar perhitungan Capital Adequacy Ratio atau CAR dimana laba tahun lalu
bank yang semula hanya diakui 50% diubah boleh diakui seluruhnya atau 100%
b. Kredit kepada Badan Usaha Milik Negara atau BUMN dan fasilitas kredit yang belum
digunakan semula diberikan bobot risiko 100% diturunkan menjadi 50%.
c. Pembentukan Penyisihan Aktiva Produktif atau PPAP atas penanaman dana pada Sertifikat
Bank Indonesia atau SBI tidak perlu dibentuk PPAP dan pembentukan PPAP semula
untuk kredit lancar sebesar 1% diturunkan menjadi 0,5%.
d. Penyesuaian penghitungan Loan to Deposit Ratio atau LDR semula yang tergolong hanya
dana pihak ketiga diperluas termasuk modal bank.
e. Penyesuaian tatacara penilaian tingkat kesehatan bank, bobot manajemen diturunkan dari
30% menjadi 25%
Pelanggaran BMPK banyak terjadi melalui debitur terkait dengan pengurus bank dan
adanya perubahan lingkungan perbankan. Lingkungan baru perbankan memiliki ciri-ciri yaitu
diperketatnya prinsip kehati-hatian, persaingan antar bank meningkat, meningkatnya
keanekaragaman produk bank dengan ciri-ciri yang khas, kecanggihan teknologi perbankan
meningkat, rambu-rambu perbankan diperketat, munculnya risiko perbankan (risiko kredit,
risiko likuiditas, risiko suku bunga, risiko valas dan risiko operasional) dengan derajad yang
sangat tinggi.
Periode tahun 1997-2000 merupakan periode krisis moneter yang ditandai oleh
tingginya suku bunga uang dibanding dengan periode sebelum krisis moneter. Suku bunga
deposito berjangka mencapai 30% pertahun yang disebabkan oleh :
a. Dampak kebijakan uang ketat dalam bentuk penarikan Kredit Likuiditas Bank Indonedeia
atau KLBI mulai Mei 1990 yang tertuang dalam Paket Januari 1990 walaupun berhasil
menurunkan inflasi namun berdampak meningkatkan suku bunga uang.
b. Para bankir kurang berhati-hati dalam menyalurkan kredit yang akhirnya membengkakan
kredit non lancar atau non performing loans atau NPL mulai tahun 1989 sampai dengan
tahun 1990.
c. Bank tidak mampu beroperasi secara efisien karena terbiasa tidak efisien sejak
sebelumnya.
21
Dengan suku bunga uang didalam negeri yang tinggi sebagai dampak kebijakan uang ketat
dan adanya pembatasan pemberian kredit melalui kebijakan Batas Maksimum Pemberian
Kredit atau BMPK, para pengusaha memalingkan sumber pendanaan usahanya dari luar
negeri dengan suku bunga yang lebih murah dan dengan prosedur yang lebih sederhana.
Dampak dari pendanaan itu berkontribusi pada stabilnya nilai tukar dolar US terhadap rupiah
dan membaiknya neraca pembayarn Indonesia dengan surplus yang cukup besar menjelang
krisis moneter. Kreditur luar negeri memberi pinjaman kepada pengusaha di Indonesia karena
mereka yakin dengan stabilitas ekonomi Indonesia dengan ukuran inflasi rendah, neraca
pembayaran menjadi surplus, nilai tukar rupiah stabil walaupun pinjaman itu berjangka
pendek. Dana pinjaman yang diterima oleh pengusaha Indonesia tidak digunakan untuk
meningkatkan produksi yang berorientasi ekspor yang dapat menghasilkan devisa tetapi
digunakan untuk sektor properti dan sejenisnya serta pengusaha Indonesia tidak melakukan
penyelamatan atau hedging atas pinjaman luar negerinya yang nantinya diangsur atau dilunasi
dengan mata uang asing. Pinjaman luar negeri yang besar menyebabkan perbankan di
Indonesia rawan terhadap risiko mata uang (currency), risiko likuiditas, risiko kredit, dan
rawan risiko kondisi negara (country risk).
Bank Indonesia telah membatasi bank devisa dalam menerima pinjaman luar negeri
yaitu maksimal 20% dari besarnya modal bank namun bank-bank devisa mungkin memiliki
cara lain untuk memperbesar pinjamannya yaitu mungkin dengan membukukan pinjaman luar
negerinya di lembaga usaha pembiayaan atau di usaha terkait walaupun dibawah pengawasan
departemen keuangan. Disamping suku bunga yang tinggi, pelanggaran BMPK, utang luar
negeri yang besar, perubahan lingkungan perbankan Indonesia, bank-bank telah menyidap
risiko operasional yang tinggi yang rawan terhadap guncangan ekonomi, karena :
a. Para pemilik bank cenderung menggunakan bank sebagai sumber pembiayaan usahanya
sendiri atau kelompoknya atau pihak yang terkait dengan berbagai rekayasa untuk lolos
dari pemeriksaan Bank Indonesia. Sangat sedikit orang yang mendirikan bank memiliki
ilmu moneter dan perbankan. Tindakan itu membawa dampak bahwa bank tergantung
pada kinerja debitur tertentu yang kemudian ternyata merupakan penyebab
membengkaknya NPL sehingga menyebabkan timbulnya risiko likuiditas.
b. Profesionalisme pengurus (Dewan Komisaris dan Dewan Direksi) dan karyawan bank
sangat rendah yang tercermin masih banyak pelanggaran terhadap ketentuan seperti
pelanggaran BMPK, Loans to Deposit Ratio atau LDR, lemahnya internal control dan
internal audit, pelanggaran wewenang, terjadinya kecurangan dan manipulasi, praktik
bank dalam bank dll.
22
c. Bank Indonesia dalam membina bank belum dalam posisi independent yang pada
gilirannya melemahkan law enforcement. Belum adanya mekanisme hukum yang jelas
untuk menindak pelanggaran BMPK selain dengan cara konvensional dan pinalty
terhadap kesehatan bank dan menindak para bankir yang tercatat dalam daftar orang
tercela.
d. Adanya persaingan yang tidak sehat antar bank yang timbul sebagai dampak dari sikap
nasabah dalam menggunakan haknya. Misalnya bunga tidak dibebani pajak sehingga
pajak ditanggung bank, kredit take over dengan informasi yang tidak benar dan lain-
lainnya.
e. Sikap pihak yang terafiliasi (akuntan, notaris, dan appraisal) yang tidak transfaran
sehingga informasi yang sebenarnya sulit didapat.
f. Pemberian ijin bank baru yang tidak efisien.
Krisis moneter 1997 pada hakekatnya merupakan perwujudan terjadinya risiko nilai
mata uang atau currency risk khususnya nilai dolar US terhadap Rupiah sebagai dampak dari
kewajiban valuta asing cq utang luar negeri swasta yang sangat besar berjangka pendek dan
tidak dilakukannya hedging (perlindungan nilai). Pada saat peminjam atau pengutang
membayar kewajiban dalam bentuk mata uang asing dalam jumlah yang sangat besar
melebihi pasokan mata uang asing sehingga mendorong meningkatnya nilai tukar dolar
terhadap rupiah. Dalam keadaan yang demikian, peningkatan nilai tukar akan berada jauh
diatas nilai kewajaran karena juga ada permintaan untuk tujuan spekulasi dan berjaga-jaga.
Risiko valuta asing berdampak pada timbulnya risiko likuiditas perbankan yang pada
gilirannya akan menimbulkan risiko suku bunga. Risiko suku bunga berdampak pada krisis
perbankan karena bank tidak sanggup lagi berfungsi sebagai lembaga intermediasi dan
kemudian akan berdampak kepada sektor riil. Berbagai risiko yang timbul dan tidak mampu
diselesaikan dalam jangka pendek berpotensi menimbulkan komplikasi seperti hilangnya
kepercayaan investor luar negeri terhadap perekonomian Indonesia, risiko politik, risiko
negara, risiko ekonomi dan sosial sehingga terjadi risiko multi dimensi. Munculnya multi
risiko dibarengi oleh melemahnya mata uang Thailand hampir 30 % terhadap dolar yang
diikuti oleh mata uang Korea, Philipina, Malaysia, Singapura dan sebagian terbesar mata uang
negara-negara di Asia.
Penyebab utama melemahnya nilai rupiah terhadap dolar US adalah karena
menurunnya kepercayaan investor asing terhadap perekonomian Indonesia karena dikatakan
ada kesamaan karakteristik dengan perekonomian Thailand yang telah runtuh sehingga
23
menurunnya arus masuk modal luar negeri. Langkah dan kebijakan yang ditempuh
Pemerintah dan Bank Indonesia dalam menstabilkan nilai tukar rupiah adalah :
a. Pada saat nilai tukar melemah dengan cepat dan besar Bank Indonesia melakukan
tindakan konvensional yaitu melakukan intervensi di pasar uang.
b. Pertengahan Juli 1997, Bank Indonesia menetapkan kebijakan kisaran nilai tukar
intervensi dari 8% menjadi 12%.
c. Karena tekanan terhadap nilai rupiah semakin besar, tanggal 14 Agustus 1997 Bank
Indonesia merubah sistem nilai tukar dari mengambang terkendali menjadi sistem
mengambang bebas.
d. Untuk menahan depresiasi rupiah lebih lanjut piranti atau instrumen moneter yang tidak
berdampak ekspansi moneter seperti lelang Surat Berharga Pasar Uang atau SBPU,
Fasilitas Diskonto I, pembelian SBI repo dihentikan sedangkan yang berdampak ekspansi
moneter diefektifkan dengan cara menaikan suku bunga SBI. Kebijakan pengetatan
likuiditas ini berdampak pada risiko suku bunga yang ditandai dengan meningkatnya suku
bunga antar bank dan suku bunga deposito yang kemudian menghambat pemberian kredit
oleh perbankan sehingga menghambat pertumbuhan sektor riil. Pertumbuhan PDRB
menurun menjadi 4% tahun 1999 dibanding tahun 1998 sebesar 6% dan inflasi meningkat
34,2% akhir tahun 1997.
e. Kebijakan stabilisasi makro ekonomi ditetapkan untuk mengatasi perekonomian yang
semakin terpuruk seperti sektor moneter (memberikan kelonggaran likuiditas dengan cara
menurunkan suku bunga SBI secara bertahap dan mencairkan kembali dana SBI milik
BUMN), fiskal (penghematan anggaran), dan pasar modal (menghapus batasan pembelian
saham oleh asing).
f. Pemerintah kemudian mereformasi sektor moneter, fiskal, keuangan, dan sektor riil.
Tujuan jangka panjang menghapus berbagai distorsi dalam perekonomian dan
memperbaiki pengelolaan pemerintahan.
Pada tahun 1997, dihapusnya atau dilikuidasinya atau dicabutnya ijin usaha 15 bank umum
yang dinilai oleh Menteri Keuangan tidak solvable walaupun tindakan ini tidak
menguntungkan bagi sistem perbankan sehingga masyarakat menarik simpanannya di bank-
bank dan bank-bank tertimpa risiko likuiditas.
Memasuki tahun 1998 yang merupakan puncak krisis moneter dan semua sektor
ekonomi mengalami permasalahan. Sektor fiskal terganggu dengan merosotnya nilai rupiah
terhadap mata uang asing dimana pengeluaran pemerintah meningkat tajam, adanya subsidi
bahan bakar minyak (BBM) dan dilakukannya pengadaan pangan yang menyebabkan defisit
24
anggaran pemerintah. Pemerintah dan Bank Indonesia mempercepat proses stabilisasi dan
reformasi ekonomi yang dipertegas dengan memorandum kesepakatan (letter of intent)
dengan International Monetary Funds (IMF) tanggal 15 Januari 1998. Disektor moneter
terjadi gangguan berupa merosotnya nilai rupiah terhadap mata uang asing akibat dari
kebutuhan mata uang asing karena besarnya utang luar negeri swasta yang jatuh tempo yang
dibarengi dengan spekulasi terhadap mata uang asing oleh masyarakat. Berbarengan dengan
kemarau panjang, adanya isyu kelangkaan barang-barang kebutuhan pokok sehingga
mendorong naiknya harga-harga atau inflasi yang lebih mendorong jatuhnya nilai tukar rupiah
terhadap dolar Amerika hingga Rp. 16.000,0 per satu dolar US Januari 1998. Maret 1998
inflasi meningkat setinggi 34% dan jumlah uang beredar meningkat 52%. Disektor riil terjadi
pemutusan hubungan kerja dan ditutupnya beberapa unit usaha sehingga menimbulkan
kekawatiran memburuknya ekonomi Indonesia. Reformasi yang dilakukan oleh pemerintah
adalah mempercepat privatisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN), kewenangan Badan
Urusan Logistik (BULOG) dibatasi hanya untuk beras, penghapusan hak monopoli dalam tata
niaga cengkeh, semen, kertas dan kayu. Disektor politik terjadi ketidakpastian terlebih-lebih
dengan Sidang Umum MPR 1997 dan berbagai isyu reformasi di bidang politik yang semakin
menambah keragu-raguan tentang prospek perekonomian Indonesia.
Disektor perbankan, kinerja perbankan pada tahun 1998 semakin memburuk. Risiko
nilai tukar rupiah terus berdampak buruk terhadap risiko likuiditas bank karena semakin
banyak masyarakat menarik dananya di bank dan pemenuhan dana untuk membayar utang
yang jatuh tempo. Pengetatan uang tetap berdampak kepada bank disamping suku bunga
uang yang terus meningkat dan kesulitan likuiditas tidak terhenti, akhirnya bank-bank hanya
tergantung kepada dana dari Bank Indonesia yang disebut Bantuan Likuiditas Bank Indonesia
atau BLBI. Dengan semakin tingginya suku bunga uang sehingga kualitas kredit juga
semakin merosot dibalik likuiditas bank semakin turun, nyaris fungsi intermediasi perbankan
terhenti. Kepercayaan masyarakat terhadap bank mulai merosot dibalik masyarakat
membutuhkan alat bayar yang meningkat dan kelihatan bahwa beberapa bank mengalami
kesulitan karena lemahnya pengawasan intern, penerapan self regulatory yang tidak efektif,
terjadinya penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang, pemberian kredit yang
terkonsentrasi, kurang hati-hati dan pelanggaran ratio likuiditas dan kecukupan modal atau
bank tertimpa risiko operasional. Bank yang dilikuidasi belum memperoleh jaminan atas
simpanan masyarakat di bank sehingga meresahkan masyarakat. Bank Indonesia memberikan
bantuan kepada bank-bank dalam bentuk fasilitas diskonto, Surat Berharga Pasar Uang,
pinjaman sub ordinasi, pemberian fasilitas saldo giro wajib minimum negatif. Akhirnya
25
Bantuan Likuiditas Bank Indonesia mencapai jumlah Rp. 244,5 triliun pada tahun 1999 dan
kebijakan Pemerintah serta Bank Indonesia adalah :
a. Upaya memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan. Januari 1998 semua
kewajiban bank umum nasional terhadap deposan dan kreditur dalam dan luar negeri
dijamin oleh Pemerintah. Kemudian dibentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional atau
BPPN yang bertugas melakukan menyehatan restrukturisasi bank-bank bermasalah.
Setelah itu dilakukan kebijakan moneter dengan menaikan suku bunga sehingga penarikan
dana besar-besaran di bank berhenti di akhir tahun 1998.
b. Upaya menciptakan sistem perbankan yang sehat. Bank Indonesia menetapkan
restrukturisasi perbankan yang bersifat menyeluruh termasuk likuidasi perbankan.
Program tersebut difokuskan pada 4 pilar kebijakan yaitu :
a) Program penyehatan perbankan dengan kebijakan rekapitalisasi berupa :
1) merekapitalisasi seluruh bank pesero dengan dana pemerintah
2) merekapitalisasi bank BPD dengan dana pemerintah
3) merekapitalisasi bank campuran
4) merekapitalisasi bank umum swasta nasional yang memiliki Capital Adequacy
Ratio (CAR) antara negatif 25% sampai positip 4% dengan bantuan dana
pemerintah apabila memenuhi syarat rekapitalisasi.
Untuk menetapkan kebutuhan akan dana rekapitalisasi, Bank Indonesia melakukan
due deligence terhadap seluruh bank, yang hasilnya diumumkan tanggal 13 Maret
1999 dan langkah-langkah yang ditempuh adalah :
1 74 bank umum yang masuk dalam katagori A dapat meneruskan operasinya
tanpa ikut rekapitalisasi.
2 37 bank umum masuk katagori B (CARnya antara minus 25% - positip 4%)
dengan rincian 7 bank diambil alih oleh pemerintah karena penabung dan
jaringannya yang luas, 9 bank mengikuti rekapitalisasi, dan 21 bank dilikuidasi
atau divabut ujin usahanya.
3 17 bank umum termasuk dalam katagori C (CARnya lebih kecil dari minus
25%) tidak memiliki prospek untuk hidup dan dilikuidasi atau dicabut ijin
usahanya.
Sebanyak 27 bank Pembangunan Daerah bank BPD, 12 bank diantaranya tidak
memenuhi CAR sesuai dengan peraturan diikutkan dalam program rekapitalisasi.
32 bank campuran, 15 bank diantaranya masuk dalam katagori A tanpa
memerlukan tambahan modal, 15 bank telah menambah modal dan sisanya
26
menghentikan kegiatannya. Disamping program rekapitalisasi, penyehatan sistem
perbankan ditempuh dengan penyerahan pengawasan bank bermasalah kepada
Badan Penyehatan Perbankan Nasional atau BPPN. 54 dari 222 bank bermasalah
dialihkan pengawasannya ke BPPN yang terdiri dari 4 bank persero, 23 Bank
Umum Swasta Nasional Devisa atau BUSN Devisa, 14 BUSN Non devisa, 11 bank
BPD, dan 2 bank campuran. Pemerintah dan Bank Indonesia mengambil langkah :
1. Penggabungan 4 bank pemerintah (Bank Bumi Daya, Bank Dagang Negara,
Bank Ekspor Impor Indonesia, Bank Bapindo) menjadi Bank Mandiri.
2. Pembekuan 7 bank tanggal 4 April 1998 yaitu Bank Kredit Asia, Bank Centris
Internasional, Bank Deka, Bank Subentra, Bank Pelita, Bank Hokindo, dan
Bank Surya. Dasar pembekuan bank adalah karena menggunakan dana
likuidasi Bank Indonesia melebihi 75% dari total asset dan melampaui 500%
dari modal setor bank.
3. Pengalihan manajemen 7 BUSN ke BPPN. Dasar pengalihan itu adalah bank
yang memiliki CAR dibawah 5% dan menggunakan dana likuiditas Bank
Indonesia melebihi 500% dari modal setor bank dan atau menggunakan dana
likuiditas Bank Indonesia lebih dari Rp. 2 triliun.
4. 7 BUSN yang diserahkan ke BPPN, 3 bank diantaranya dibekukan yaitu Bank
Dagang Nasional Indonesia, Bank Umum Nasional, Bank Modern dan 4 bank
kepemilikannya diambil alih oleh pemerintah yaitu Bank Danamon, Bank
Central Asia, Bank Tiara Asia, dan Bank PDFCI.
b) Perbaikan kondisi internal perbankan dengan memulihkan profitabilitas bank sekaligus
meningkatkan daya tahap terhadap gejolak eksternal. Bank Indonesia menyempurnakan
ketentuan tentang kehati-hatian dan supaya bank-bank mengoperasikan bank dalam
batas-batas risiko yang dapat diterima.
c) Penyempurnaan perangkat hukum perbankan yaitu terbitnya Undang-undang nomor 10
tahun 1998 tentang Perbankan sebagai penyempurnaan Undang-undang nomor 7 tahun
1992 tentang Perbankan.
d) Peningkatan fungsi pengawasan bank dengan cara langsung dan tidak langsung dan
dilakukan peningkatan integritas dan kompetensi para pengawas bank.
Perbankan Indonesia dalam tahun 1999 memperlihatkan tanda-tanda pemulihan yang
tercermin dari aspek sumber dana, permodalan, profitabilitas, dan Kualitas Aktiva Produktif
atau KAP. Kepercayaan masyarakat terhadap bank mulai pulih yang tercermin dari
27
peningkatan dana pihak ketiga. Risiko suku bunga mulai menurun sejalan dengan
meningkatnya jumlah simpanan yang dihimpun oleh bank dan bank-bank telah memperoleh
spread bunga. Fungsi intermediasi perbankan belum sepenuhnya berjalan karena
rekapitalisasi perbankan belum tuntas dan perekonomian belum pulih sepenuhnya, jumlah
utang pemerintah berupa obligasi pemerintah cukup tinggi yang pada akhirnya ditanggung
oleh rakyat. Kebijakan restrukturisasi perbankan dibedakan menjadi 2 yaitu :
a. Penyehatan perbankan dengan membentuk Lembaga Penjamin Simpanan atau LPS,
memperkuat modal bank, memperkuat sisi aktiva bank dengan memperbaiki KAP.
Berkaitan dengan program penjaminan simpanan, 29 Mei 1999 pemerintah menerbitkan
obligasi Rp. 58,3 triliun untuk memenuhi kewajiban bank umum dan BPR yang
dibekukan tahun 1998 dan 1999. Bulan Juli 1999 dibentuk tim persiapan pendirian LPS
untuk bank umum yang terdiri dari Bank Indonesia, Sekretaris Negara, dan BPPN dengan
koordinator Departemen Kauangan. Dilakukan pembekuan 21 bank yang termasuk
dalam katagori C yang tidak memiliki prospek yang baik dan 9 bank yang diambil alih
dan direkapitalisasi. Penyertaan modal pemerintah pada bank umum dan BPD mencapai
Rp. 4,3 triliun seperti pada BPD Aceh, BPD Sumatera Utara, BPD Bengkulu, BPD
Lampung, BPD Kaltim, BPD kalbar, BPD Sulut, BPD Sulteng, BPD NTB, dan BPD
NTT. Disamping itu, restrukturisasi dilakukan oleh bank-bank, disamping juga dibentuk
satuan tugas oleh Bank Indonesia.
b. Pemantauan ketahanan sistem perbankan untuk membangun sistem perbankan yang sehat
dan kuat adalah untuk mencegah terjadinya krisis. Dalam mewujudkan program tersebut,
Bank Indonesia menempuh beberapa langkah :
a) Penyempurnaan ketentuan perbankan. Ketentuan Kecukupan Pemenuhan Modal
Minimal atau KPMM atau Capital Adycuacy Ratio atau CAR, Penyisihan Pengapusan
Aktiva Produktif atau PPAP, Batas Maksimum Pemberian Kredit atau BMPK atau
Legal Lending Limit atau L3, Posisi Devisa Netto atau PDN disempurnakan dalam hal
permodalan milik asing, kantor cabang bank asing, sistem informasi debitur,
portofolio obligasi pemerintah dan lain-lainnya.
b) Pemantapan pengawasan bank. Merupakan upaya intern Bank Indonesia dalam
pengawasan tentang reorganisasi pengawasan, tugas-tugas pengawasan, dan
pendekatan pengawasan kepada bank menuju risk base supervisor.
c) Pelaksanaan programn fit and proper untuk mengubah mutu pengelolaan bank dengan
cara mengevaluasi kompetenti dan integritas para pemegang saham, komisaris dan
direksi dalam mengendalikan operasional bank. Bagi pemegang saham yang tidak
28
lulus wajib mengalihkan sahamnya dan pengurus yang tidak lulus wajib
mengundurkan diri.
d) Wawancara terhadap calon pemilik dan pengurus bank. Untuk supaya bank dikelola
oleh orang-orang berakhlak dan bermoral.
e) Pembentukan direktur kepatuhan. Bank Indonesia mewajibkan salah satu dari anggota
direksinya sebagai direktur kepatuhan yang bertugas:
1 Memastikan bahwa bank telah memenuhi seluruh peraturan Bank Indonesia dan
perundang-undangan yang lain yang berlaku dalam rangka pelaksanaan prinsip
kehati-hatian.
2 Memantau dan menjaga agar kegiatan usaha bank tidak menyimpang dari
ketentuan perbankan yang berlaku dan memantau dan menjaga kepatuhan bank
terhadap seluruh perjanjian dan komitmen yang dibuat oleh bank kepada Bank
Indinesia.
Bank Indonesia mewajibkan bank menerbitkan laporan tahunan dan triwulanan yang
dipublikasikan melalui surat kabar. Selain menyajikan neraca dan rugi laba, bank juga wajib
menyajikan tambahan informasi tentang rincian CAR, PPAP, KPMM. Bersamaan dengan
itu, dilakukan penyempurnaan laporan bulanan bank ke Bank Indonesia.
Mulai tahun 2000 hingga tahun 2011 kepercayaan masyarakat kepada perbankan
sudah pulih dan perbankan terus dapat mempertahankan pertumbuhannya yang tercermin dari
meningkatnya simpanan masyarakat di bank. Profitabilitas bank-bank mulai meningkat dan
permodalan bank terpenuhi walapun sebagian disebabkan karena rekapitalisasi serta kinerja
perbankan mulai membaik. Risiko kredit masih ada karena baru dilakukan restrukturisasi
kredit dan suhu politik masih tidak menentu. Disamping itu sektor riil belum berkembang
dengan baik sehingga dana bank masih ditanamkan di Bank Indonesia. Kebijakan pemerintah
dalam tahun 2000 adalah melanjutkan kebijakan yang ditetapkan sebelumnya yaitu :
a. Penyehatan perbankan seperti program penjaminan simpanan, rekapitalisasi bank umum,
dan restrukturisasi kredit.
b. Perbaikan infrastruktur perbankan seperti persiapan pelaksanaan LPS dan fit and proper,
penyempurnaan ketentuan perbankan seperti fit and proper, status bank, BMPK,
restrukturisasi kredit, penilaian aktiva produktif, pendanaan jangka pendek, bank syariah,
laporan bulanan dan lain-lainnya, pemantapan pengawasan bank seperti pengawasan
khusus dikenakan pada bank yang CAR-nya dibawah 4% dan kredit non lancarnya atau
non performing loan atau NPL lebih dari 35%, ketentuan tentang Bank Beku Kegiatan
Usaha atau BBKU, investigasi tindak pidana perbankan seperti membentuk unit kerja
29
khusus yaitu Unit Khusus Investigasi Perbankan atau UKIP yang hasil kerjanya diserahkan
kepenegak hukum.
Dari perkembangan itu, terlihat ada lima (5) tonggak sejarah perubahan lingkungan
perbankan di Indonesia. Pertama, titik awal mulai adanya pengaturan perbankan adalah sejak
dikeluarkannya Undang-undang Pokok Perbankan No. 14 tahun 1967 dan Undang-undang
No. 13 tahun 1968 tentang Bank Sentral. Kedua, deregulasi perbankan pada tahun 1983 yang
ditandai dengan dimulai adanya kebebasan bank-bank dalam menjalankan usahanya. Ketiga,
ketentuan deregulasi lanjutan yang disebut Paket 27 Oktober 1988 atau pakto 1988 yang
memberikan kemudahan didalam pendirian bank umum atau kantor cabang bank umum dan
BPR yang secara struktural telah mengubah pasar perbankan dari seller market menjadi buyer
market. Keempat, adalah periode krisis perbankan yang dimulai tahun 1997. Kelima, adalah
fase penguatan bank dengan terbitnya arsitektur perbankan Indonesia mulai berlaku dari tahun
2004 hingga 2010. Setiap periode perkembangan perbankan tersebut menciptakan
lingkungan perbankan yang khas yang tidak sedikit mempengaruhi kinerja bank minimal
dengan ukuran CAMEL (Capital, Asset quality, Management, Earnings, Liquidity) sehingga
tidak sedikit bank yang terakuisisi, merger, take over, dan bahkan terlikuidasi, khususnya
dalam periode tahun 1997 hingga tahun 2005.
Setelah diterapkan arsitektur perbankan Indonesia hingga saat ini, bank-bank
dikelompok menurut setoran modalnya, sebagai berikut :
a. BPR sejumlah 1500 bank,
b. Bank Umum kecil (modal setornya diatas Rp. 100M - <1 T sejumlah 53 bank,
c. Bank Umum menengah (modal setornya Rp. 1T - < 5 T) sejumlah 27 bank,
d. Bank Umum besar (modal setornya Rp. 5 T keatas) sejumlah 14 bank.
2.3. Sistem Perbankan di Indonesia Sebagaimana telah diuraiakan didepan, salah satu sarana dalam melaksanakan
kebijakan moneter adalah lembaga keuangan bank atau perbankan. Kebijakan moneter
ditetapkan oleh Bank Indonesia agar tujuan antara atau intermediate target berupa penentuan
indikator ekonomi dapat tercapai sehingga dengan itu tujuan akhir pembangunan dapat
diwujudkan. Dengan lembaga perbankan yang baik sehingga tujuan antara yang ditetapkan
dapat dicapai, maka bank dalam sistem keuangan nasional merupakan bagian yang sangat
penting. Sistem keuangan di Indonesia terdiri atas sistem keuangan bank atau sistem
perbankan dan sistem keuangan non bank. Dapat diungkap bahwa, sebelum diundangkannya
Undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan, sistem perbankan terdiri dari :
30
a. Bank Indonesia, dan
b. Bank Umum Pemerintah, dan
c. Bank Umum Swasta Nasional, dan
d. Bank Asing dan Bank Campuran, dan
e. Bank Pembangunan Pemerintah, dan
f. Bank Pembangunan Daerah, dan
g. Bank Pembangunan Swasta, dan
h. Bank Tabungan Pemerintah, dan
i. Bank Tabungan Swasta, dan
j. Kelompok Bank Perkreditan Rakyat.
Sesudah diundangkannya Undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan yang telah
disempurnakan dengan Undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan, sistem
perbankan di Indonesia menjadi :
a. Bank Indonesia sebagai Bank Sentral, dan
b. Bank-bank Umum, yang dibedakan menjadi dua :
a) Bank umum devisa, dan b) Bank umum non devisa.
c. Bank Perkreditan Rakyat dan kelompok Bank Perkreditan Rakyat.
Perubahan sistem perbankan seperti diatas dimaksudkan untuk memperkokoh
landasan dunia perbankan sehingga perbankan Indonesia menjadi lebih sehat di masa yang
akan datang. Dengan berubahnya sistem perbankan dan pengetatan atau pengurangan kredit
likuiditas dari Bank Indonesia kepada semua bank pemerintah, maka semua bank pemerintah
diberikan kebebasan menetapkan kebijakan dalam bidang kredit dengan tetap memperhatikan
asas perkreditan yang sehat. Dalam pengerahan dana masyarakat, bank pemerintah diberikan
kebebasan menentukan suku bunga deposito dan semua bank tidak lagi tergantung pada Bank
Indonesia dalam hal menghimpun dana murah dan mendapatkan pinjaman. Dengan
kenyataan tersebut, dapat dikatakan bahwa pengendalian moneter oleh Bank Indonesia
sebelum 1 Juni 1983 dilaksanakan dengan cara langsung, yaitu :
a. Pagu kredit di semua bank ditetapkan oleh Bank Indonesia dengan pembatasan plafon
kredit yang diberikan oleh Bank Umum.
b. Cadangan di bank ditetapkan oleh Bank Indonesia, seperti penentuan cadangan wajib
bank dan cadangan lainnya.
31
Setelah 1 Juni 1983 hingga saat ini pengendalian moneter dilaksanakan dengan cara tidak
langsung, yaitu :
a. Penentuan jumlah cadangan wajib bank.
Bank Indonesia menentukan jumlah cadangan wajib bank dengan suatu peraturan
tertentu. Yang dimaksud dengan cadangan wajib bank adalah suatu jumlah persediaan
uang di bank dalam jumlah tertentu yang berbentuk uang kas untuk menjaga kemampuan
sebuah bank dalam memenuhi kewajibannya setiap saat. Cadangan wajib bank yang
meningkat atau menurun akan menyebabkan naiknya atau turunnya tingkat bunga kredit.
Disamping penentuan cadangan wajib bank yang berguna bagi bank, penentuan cadangan
wajib bank juga berguna bagi Bank Indonesia dalam hal menentukan jumlah uang
beredar. Dengan penentuan jumlah cadangan wajib bank yang meningkat atau menurun,
berarti jumlah uang beredar akan menurun yang disertai dengan naiknya tingkat bunga
atau meningkat yang disertai dengan turunnya tingkat bunga. Dapat juga dikatakan
bahwa, dengan peningkatan atau penurunan cadangan wajib bank menyebabkan turunnya
atau naiknya kemampuan bank dalam pemberian kredit pada masyarakat.
b Operasi Pasar Terbuka.
Campur tangan Bank Indonesia dalam pasar uang dilakukan dengan pelaksanaan
kebijakan operasi pasar terbuka, yaitu dengan cara membeli atau menjual surat berharga
seperti Government bill, Banker acceptance dan lain-lainnya. Jika jumlah uang beredar
ingin dikurangi, Bank Indonesia menjual surat berharga, atau sebaliknya. Umumnya,
kebijakan operasi pasar terbuka diterapkan oleh Bank Indonesia dengan sasaran
mengubah suku bunga. Jika suku bunga diperkirakan akan meningkat di masa yang akan
datang sehingga perekonomian menjadi merosot, Bank Indonesia dapat menurunkan suku
bunga dengan membeli surat berharga. Sebaliknya, jika diperkirakan suku bunga akan
menurun di masa yang akan datang sehingga perekonomian menjadi sulit, Bank Indonesia
dapat menaikan suku bunga dengan menjual surat berharga.
c. Fasilitas Diskonto
Kesulitan yang dialami oleh semua bank yang sehat dalam perubahan
perekonomian dapat diatasi dengan pemberian fasilitas kredit untuk sementara waktu oleh
Bank Indonesia, misalnya untuk jangka 1 minggu atau 2 minggu. Bantuan itu disebut
dengan fasilitas diskonto. Dengan dasar bank yang sehat namun mengalami kesulitan
likuiditas, mungkin karena salah urus atau miss match, dapat dibantu oleh Bank Indonesia
32
dengan fasilitas diskonto. Dengan bantuan itu, bank yang sehat namun salah urus tidak
mengalami gangguan likuiditas sehingga tetap dapat beroperasi dengan baik.
d Imbauan atau moral suasion
Bank Indonesia dapat mengeluarkan suatu imbauan pada semua bank agar semua
bank melaksanakan kegiatan sesuai dengan imbauan sehingga semua bank terhindar dari
risiko, misalnya bank diimbau mengurangi kredit karena akan terjadi inflasi dan imbauan
lainnya. Efektifitas imbauan Bank Indonesia terhadap semua bank sangat tergantung pada
pendekatan yang diterapkan oleh Bank Indonesia kepada bank yang mengalami kesulitan.
Soal-soal untuk latihan 1. Sebutkan dan jelaskan manfaat bank bagi masyarakat !
2. Apakah semua bank dapat menerima fasilitas diskonto ? Jelaskan !
3. Mengapa bank mengalami kesulitan dalam perekonomian yang merosot ? Jelaskan
!
BAB III MANAJEMEN AKTIVA BANK
3.1 Pengertian
Semua uang atau dana yang ada di sebuah bank bersumber dari dalam bank atau intern
bank dan dari luar bank atau extern bank. Uang atau dana bank yang bersumber dari dalam
33
bank berasal dari pemilik atau pemegang saham bank dan dari keuntungan bank. Uang atau
dana bank yang berasal dari pemilik bank berbentuk modal disetor, sumbangan, dan deposit
dari pemegang saham. Uang atau dana bank yang berasal dari keuntungan bank berbentuk
laba berjalan, laba tahun lalu, dan cadangan. Uang atau dana yang bersumber dari luar bank
atau extern bank berbentuk simpanan masyarakat seperti giro, tabungan, dan deposito serta
pinjaman.
Umumnya simpanan berupa tabungan diberi nama beraneka macam oleh bank seperti
tabungan hari tua, tabungan hari raya, tabungan masa depan, simpanan uang kuliah, dan lain-
lainnya. Demikian juga dengan deposito, bank sering membedakan menjadi deposito
berjangka, deposit on call, sertifikat deposito dan lain-lainnya. Deposito berjangka adalah
simpanan berjangka yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu menurut
perjanjian nasabah penyimpan. Deposit on call adalah simpanan yang hanya dapat ditarik
dengan syarat pemberitahuan sebelumnya. Sertifikat deposito adalah simpanan dalam
bentuk deposito yang sertifikat bukti simpanannya dapat dipindahtangankan. Simpanan
berjangka yang diblokir oleh bank tidak termasuk simpanan berjangka. Uang atau dana yang
ada di sebuah bank yang bersumber dari masyarakat disebut Dana Pihak Ketiga atau DPK.
Masyarakat yang menyimpan dana di bank dapat dikelompokan menjadi masyarakat individu,
lembaga atau badan, dan pemerintah.
Setiap bank mencatat semua dana dalam akuntansi bank dan menampilkan semua dana
tersebut pada sisi kanan neraca atau pasiva neraca bank dalam bentuk akun giro, tabungan,
deposito, sumbangan, pinjaman, antar bank pasiva, cadangan, modal disetor, laba tahun lalu,
dan laba tahun berjalan. Komposisi semua dana bank merupakan struktur keuangan bank dan
dalam struktur keuangan tersebut terdapat struktur modal bank atau struktur modal sebuah
bank merupakan bagian dari struktur keuangan sebuah bank. Struktur modal bank hanya
terdiri dari dana bank yang bersumber dari dalam bank atau intern bank seperti cadangan,
modal disetor, laba tahun lalu, dan laba berjalan.
Dana yang ada di bank dipergunakan oleh bank sebagaimana tercatat dalam akun
tertentu pada aktiva neraca bank atau sisi kiri neraca bank seperti tercatat dalam bentuk kredit,
penempatan di bank lain atau di lembaga keuangan lain, penanaman berupa surat berharga,
inventaris bank dan aktiva tetap, rupa-rupa aktiva, dan berbentuk uang kas bank. Secara
khusus, jumlah maksimum dana yang disalurkan untuk kredit, penempatan, penanaman, untuk
pengadaan inventaris dan aktiva tetap diatur oleh otoritas supaya bank dapat tumbuh dengan
baik dan pengaturan itu akan dibahas dalam bab tentang tingkat kesehatan bank.
34
3.2 Penyaluran, Penempatan, dan Penanaman Dana Bank
Aktiva neraca atau sisi kiri neraca sebuah bank diperinci menjadi akun penyaluran
dana bank, penempatan dana bank, dan penanaman dana bank disamping akun lainnya seperti
akun kas, akun antar bank aktiva, akun aktiva tetap, akun inventaris, akun aktiva lain, dan
akun lainnya. Jumlah atau total aktiva neraca bank adalah sama dengan total pasiva neraca
bank. Jumlah semua akun dalam pasiva neraca bank adalah jumlah total dana bank yang
kemudian teralokasikan kedalam pos penyaluran dana bank, penempatan dana bank dan
penanaman dana bank sebagaimana tertulis dalam akun-akun aktiva neraca bank.
Penyaluran dana bank adalah dana bank yang dijadikan pinjaman atau kredit untuk
mana dana tersebut menjadi produktif yaitu menghasilkan bunga kredit. Pada umumnya,
sebagian besar pendapatan bank bersumber dari bunga kredit walaupun ada juga bank yang
pendapatannya sebagian besar bukan dari bunga kredit seperti pendapatan dari jasa
pengiriman uang dan sejenisnya yang disebut dengan fee based income. Umum, sebagian
kecil dana bank digunakan untuk pengadaan inventaris, aktiva tetap, dan aktiva lainnya
karena pengadaan itu berfungsi sebagai fasilitas dalam melaksanakan kegiatan usaha bank
atau bukan mendatangkan pendapatan.
Penempatan dana bank adalah dana bank yang disimpan sementara di bank lain atau di
lembaga keuangan lain yang umumnya berbentuk tabungan, deposito, giro, dan bentuk lain
yang disamakan dengan itu. Penempatan dana bank dilakukan karena dana bank dimaksud
belum disalurkan berupa kredit dan dengan penempatan itu bank memperoleh pendapatan
bunga. Besarnya pendapatan bunga tersebut tidak sebesar pendapatan bunga dari kredit yang
disalurkan karena penemparan itu hanya bersifat sementara dan juga untuk menjaga likuiditas
bank.
Penanaman dana bank seperti dalam bentuk saham dan obligasi, juga merupakan cara
memproduktifkan dana bank. Bank memperoleh pendapatan berupa pembagian keuntungan
atau deviden atas penanaman dana yang berbentuk saham dan mendapatkan bunga atas
penanaman dana yang berbentuk obligasi. Umumnya, penanaman dana bank dilakukan jika
bank belum dapat menyalurkan dana dimaksud dalam bentuk kredit sesuai dengan jumlah
yang direncanakan dan/atau karena bank memiliki dana lebih besar dari rencana kreditnya.
Penanaman dana bank tidak akan terjadi jika seluruh dana bank telah disalurkan untuk kredit
atau penanaman dana bank dilakukan hanya untuk menyalurkan dana bank yang belum
dijadikan kredit. Oleh karena itu, penanaman dana bank juga bersifat sementara. Jika bank
35
telah mampu menyalurkan semua dana dalam bentuk kredit, penanaman dana bank tidak akan
dilakukan atau bahkan bank akan menjual secepatnya saham atau obligasi yang dimiliki
sebelumnya untuk dijadikan kredit apalagi tingkat suku bunga lebih tinggi dari deviden atau
untuk memenuhi kewajiban likuid. Dalam hal demikian, penanaman dana dilakukan sebagai
penyangga disamping untuk mendapatkan hasil bagi bank.
Pengelolaan dana sebuah bank selalu dikaitkan supaya pendapatan bank meningkat
agar bank mampu menutup biaya, risiko, pajak, dan memperoleh keuntungan. Cara
memproduktifkan dana bank adalah dengan menyalurkan dana tersebut dalam bentuk kredit,
menanamkan dan menempatkan dana di bank lain atau di lembaga keuangan lain yang
didasarkan pada beberapa prinsip :
a. Kredit yang disalurkan kepada masyarakat merupakan bentuk penyaluran dana bank yang
sah atau legal karena berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara
bank dengan peminjam sehingga peminjam wajib melunasi utangnya sesuai dengan
jangka waktu tertentu dengan memberikan bunga, imbalan atau pembagian hasil usaha.
Penyaluran kredit yang dilakukan oleh bank dilaksanakan dalam sistem dan prosedur yang
ditentukan oleh pengurus bank serta dengan pengikatan yang kuat secara hukum dan
memenuhi aturan perbankan. Jumlah dana yang disalurkan berupa kredit adalah sejumlah
tertentu diatas jumlah tertentu uang tunai yang wajib dibentuk oleh bank atau legal
reserve requirement yang disingkat LRR. Jumlah LRR minimal umumnya diatur oleh
otoritas.
b. Umumnya, likuiditas bank selalu dipertahankan dengan menyediakan sejumlah tertentu
uang tunai diatas cadangan wajib minimum atau Excess Legal Reserve Requirement yang
disingkat ELRR dan tersalurkan jumlah kredit sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
c. Penyediaan dana bank untuk kredit sesuai dengan rencana penyaluran kredit yang
umumnya selalu meningkat supaya sumber pendapatan utama bank menjadi meningkat.
d. Penanaman atau penempatan dana bank dilakukan setelah bank memenuhi jumlah
penyaluran kredit sesuai dengan yang direncanakan dan terwujudnya likuiditas bank
minimal sama dengan LRR. Penanaman dan penempatan dana bank bersifat sementara
karena penanaman dan penempatan dana bank bukan tujuan utama bagi bank. Penanaman
dan penempatan dana bank dilakukan untuk memproduktifkan dana bank sebelum
dijadikan kredit atau sebelum bank melakukan pembayaran. Oleh karena penanaman
dana bersifat sementara, maka kriteria penanaman harus memenuhi 3 kriteria, yaitu :
a) Penanaman dana bank harus berkualitas tinggi dan berisiko rendah atau high quality
dan low default.
36
b) Penanaman dana bank menghasilkan pendapatan segera, permanen dan tetap atau
short term maturity revenue.
c) Jika penanaman dana bank diubah menjadi uang tunai, bentuk penanaman itu dapat
segera dapat dijual atau marketable short notice.
Penanaman dana bank berbentuk surat berharga atau bentuk lain dilakukan setelah
bank memenuhi keperluan dana untuk kredit dan likuiditas serta penanaman itu dapat
sewaktu-waktu dihentikan atau dikurangi dengan menjual kembali surat berharga atau
bentuk lainnya. Dengan penanaman yang sewaktu-waktu dapat dihentikan atau dikurangi,
maka penanaman itu merupakan penyangga dana bank. Untuk melakukan perimbangan
antara fungsi penanaman dana bank sebagai penyangga dan pendapatan yang diperoleh,
bank sering melaksanakan pola penanaman dana menurut Barbell atau Ladder of
Maturity. Penanaman dana bank dengan pola Barbell merupakan penanaman dana bank
pada sebagian terbesar surat berharga jangka pendek dan sebagian terkecil pada surat
berharga dalam jangka waktu panjang. Umumnya bank memilih pola penanaman dana
menurut Barbell karena pola penanaman itu dapat segera diubah menjadi uang tunai.
Kelemahan pola ini sering diatasi dengan pola Ladder of Maturity. Cara penanaman dana
dengan pola Barbell sangat cocok diterapkan pada situasi saat tingkat bunga uang
mengalami kenaikan atau dalam posisi pertambahan penanaman dana dengan pendapatan
bunga meningkat. Penanaman dana dengan pola Barbell dapat ditunjukan dalam
Gambar 5. Investasi, Bunga (Rp)
0 2 3 4 5 6 7 8 9 Maturity (th)
Gambar 5 Penanaman Dana dengan pola Barbell
37
Sebagian besar bank sering tidak menerapkan penanaman dana dengan satu pola,
tetapi dengan pola kombinasi dari dua (2) pola untuk mengatasi risiko atau kesulitan yang
mungkin terjadi dikemudian hari. Semua dana bank yang ditanam dalam surat berharga
dilakukan dengan pola rata-rata dalam jumlah yang sama untuk semua jangka waktu
sehingga jatuh temponya menjadi berurutan. Cara penanaman ini disebut dengan pola
Ladder of Maturity, seperti dalam Gambar 6.
Investasi Bunga (Rp).
0 1 2 3 4 5 6 7 Maturity (th).
Gambar 6 Penanaman Dana dengan pola Ladder of Maturity
Penanaman dana dengan pola Ladder of Maturity sangat mudah diikuti karena
tidak memperhitungkan prediksi tingkat bunga di masa mendatang seperti pertimbangan
dengan pola Barbell. Walaupun demikian, pola Ladder of Maturity memiliki beberapa
kelemahan, yaitu :
a. Mengabaikan kemungkinan menikmati keuntungan karena adanya peningkatan suku
bunga di masa datang dalam pasar uang.
b. Jika diperlukan tingkat likuiditas yang tinggi, bank harus mencairkan surat berharga
yang belum jatuh tempo walaupun bank menderita rugi karena suat berharga tersebut
mungkin dijual di bawah harga beli.
Penanaman dana bank dalam bentuk surat berharga memiliki beberapa risiko, yaitu:
a. Risiko kesulitan dalam menjual kembali surat berharga. Kesulitan itu merupakan
risiko marketing atau marketability risk yang terjadi karena surat berharga tidak
memiliki pasar sekunder.
b. Tingkat bunga yang dibayar dikemudian hari dari dana yang ditanam dalam surat
berharga dapat menurun sehingga pendapatan bank menurun. Pendapatan bank yang
38
menurun merupakan resiko tingkat bunga atau interest rate risk yang terjadi karena
adanya perubahan pasar uang.
c. Risiko kesulitan mengubah surat berharga menjadi uang tunai dikemudian hari.
Kesulitan itu merupakan risiko kredit atau credit risk yang terjadi jika penerbit surat
berharga tidak dapat membayar kembali surat berharga yang diterbitkannya.
d. Risiko menurunnya daya beli dari dana yang tertanam dalam surat berharga, yang
merupakan risiko daya beli atau purchased power risk karena adanya perubahan nilai
uang dalam pasar uang.
Hubungan antara penghasilan atau return dan risiko atau risk umumnya positif yaitu
semakin tinggi penghasilan dari suatu penanaman dana, akan semakin tinggi kemungkinan
tertimpa risiko atau sebaliknya. Untuk mengatasi risiko dalam setiap penanaman dana bank
umumnya bank melakukan penanaman dana dalam jangka pendek. Selain bentuk penanaman
dana bank berupa surat berharga, penanaman lain dapat dilakukan dalam bentuk :
a. Pemberian pinjaman on call,
b. Penanaman dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia atau SBI,
c. Penanaman dalam pembelian Surat Berharga Pasar Uang atau SBPU,
d. Pembelian Promissory notes,
e. Obligasi dan Saham.
Diantara bentuk penanaman dana di atas, bentuk penanaman dana yang paling disenangi oleh
bank adalah penanaman dana dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia atau SBI, karena :
a. SBI memiliki pasar yang luas dan tidak terbatas atau tidak terpengaruh oleh likuiditas
Bank Indonesia, walaupun tergantung pada target moneter yang ditetapkan oleh
Pemerintah. Kurve permintaan SBI berbentuk horisontal, sehingga elastisitasnya
sempurna.
b. SBI bebas dari risiko yang mungkin terjadi atau SBI tidak memiliki default risk karena
penerbitnya adalah Bank Indonesia yang memiliki kedudukan sebagai otoritas
moneter.
c. SBI sangat mudah diperjual belikan atau sangat marketable, karena penerbitnya
adalah Bank Indonesia yang memiliki likuiditas tinggi.
d. SBI dapat dijaminkan karena penerbitnya adalah Bank Indonesia, yang memiliki
kondisi yang stabil.
e. SBI merupakan surat berharga yang paling utama untuk dipakai sebagai jaminan di
Bank Indonesia dalam memperoleh bantuan diskonto dari Bank Indonesia.
39
Bunga SBI atau bunga Surat Berharga Pasar Uang atau SBPU ditentukan dengan
sistem diskonto, yang memperhitungkan nilai nominal SBI, nilai tunai SBI, sisa jangka waktu
SBI dan tingkat diskonto yang disepakati. Nilai tunai SBI jika dijual sebelum jatuh tempo,
adalah : N x 360 P = ------------------- 3.1) 360 + (t x i) di mana : P = Nilai tunai SBI, jika dijual, N = Nilai nominal surat berharga SBI, t = Sisa jangka waktu SBI setelah saat dijual/disebut tenor i = Bunga diskonto yg disepakati oleh pembeli dan penjual.
Salah satu pertimbangan dalam menentukan pola penanaman dana bank adalah tingkat
bunga sebagaimana dalam pola penanaman dana yang telah diuraikan di depan karena bunga
uang di pasar uang dapat berubah-ubah dan kemudian mempengaruhi perubahan suku bunga
uang maupun suku bunga investasi. Naiknya suku bunga uang seperti bunga dana di pasar
uang membawa risiko berupa penurunan laba sebuah bank jika suku bunga kredit tidak
dinaikan atau sebaliknya. Untuk mencegah risiko penurunan laba sehingga bank tidak rugi
kecuali menaikan suku bunga kredit, bank mengubah komposisi aktiva maupun pasivanya
dalam periode berikutnya. Dampak perubahan tersebut merupakan suatu transmisi atau aliran
yang saling mempengaruhi, sehingga pengelola bank selalu memusatkan perhatiannya pada
pasar uang.
Disamping perubahan suku bunga di pasar uang, juga terjadi perubahan suku bunga di
pasar modal karena perubahan peluang investasi. Oleh karena itu, pasar modal dan pasar
uang sangat mempengaruhi kondisi perbankan.
Setiap bank selalu menata komposisi aktivanya untuk dapat mencapai pendapatan
yang tinggi atas volume usahanya atau Return on Assets atau ROA yang tinggi. Setiap bank
juga ingin memperoleh pendapatan yang tinggi atas modalnya atau ingin memperoleh Return
on Equity atau ROE yang tinggi. Penataan itu dimaksudkan juga untuk mengurangi risiko dan
juga supaya bank dapat memenuhi kewajibannya setiap saat atau supaya bank selalu memiliki
likuiditas yang tinggi serta mempertimbangkan perubahan kebijakan moneter, ekonomi, dan
lingkungan perbankan.
Kebijakan moneter yang ditetapkan oleh otoritas moneter bertujuan untuk
mengendalikan jumlah uang beredar di masyarakat dan menjaga kestabilan suku bunga uang.
Pengendalian tersebut akan berhasil dengan baik jika institusi perbankan dapat berperan
dengan baik sebagai lembaga perantara keuangan.
40
Keadaan ekonomi secara umum dengan perilaku tingkat inflasi, neraca pembayaran,
konsumsi masyarakat, keinginan masyarakat dalam berinvestasi serta siklus perekonomian,
juga berpengaruh terhadap kinerja sebuah bank, sehingga sebuah bank mengadakan
penyesuaian atas aktivanya agar bank terhindar dari risiko kerugian. Naik atau turunnya
inflasi akan menyebabkan turun atau naiknya suku bunga riil yang diterima oleh penabung
atau kreditur, sehingga mendorong keinginan kreditur untuk menarik atau tidak menarik
simpanannya di bank. Kondisi tersebut menyebabkan simpanan masyarakat di bank menjadi
menurun atau meningkat sehingga kemampuan bank dalam menyalurkan kredit menjadi turun
atau naik. Perubahan simpanan masyarakat di bank menyebabkan bank segera menyesuaikan
kebijakannya dalam mengelola aktiva dan pasivanya untuk menghindari risiko.
Naik atau turunnya surplus neraca pembayaran akan menyebabkan naik atau turunnya
jumlah uang beredar di masyarakat, sehingga menyebabkan turun atau naiknya suku bunga
uang. Dengan perubahan itu, bank juga segera menyesuaikan kebijakannya untuk mengatasi
risiko kerugian. Uang beredar dalam arti sempit atau narrow money yang sering diberi notasi
M1 terdiri dari uang kartal dan uang giral. Uang kartal adalah uang kertas dan uang logam
serta uang giral adalah giro masyarakat di bank-bank. Uang beredar dalam arti luas atau
broad money yang sering diberi notasi M2 terdiri dari M1 ditambah dengan tabungan
masyarakat di bank-bank. Uang dalam arti paling luas atau M3, terdiri dari M1 ditambah M2
dan semua alat likuid yang dimiliki oleh masyarakat.
Perubahan konsumsi masyarakat mengubah keinginan masyarakat dalam menabung
sehingga terjadi perubahan kemampuan bank dalam menghimpun dana masyarakat. Demikian
juga dengan perubahan keinginan masyarakat dalam berinvestasi, mengubah penyerapan
kredit oleh masyarakat, sehingga terjadi perubahan pendapatan bunga bank. Perubahan itu
sering terkait dengan perubahan siklus perekonomian.
Perubahan lingkungan industri perbankan seperti persaingan antar bank yang semakin
ketat, pengelolaan bank yang semakin efisien, permintaan kredit dari masyarakat semakin
bervariasi dan mobilisasi dana masyarakat semakin cepat, mengharuskan sebuah bank
melakukan penyesuaian dalam mengelola bank menuju yang lebih baik. Pengelolaan bank
yang baik dapat dilihat dari penyesuaian komposisi akun aktiva neraca bank yang semakin
mampu mengimbangi perubahan lingkungan industri perbankan.
Untuk memudahkan sebuah bank melakukan penyesuaian terhadap komposisi akun
aktiva neraca bank, masing-masing akun aktiva neraca sebuah bank dapat diuraikan, sebagai
berikut :
41
a. Kas dan Dana Bank yang Disimpan di Bank lain. Jumlah uang tunai atau uang kas minimum yang ada di sebuah bank ditentukan
dengan dasar pemenuhan ketentuan kewajiban penyediaan minimum kas yang umumnya
diatur oleh otoritas moneter. Penentuan jumlah uang kas diatas minimum didasarkan pada
pemenuhan kebutuhan akan uang untuk program penyaluran kredit maupun untuk
memenuhi pembayaran yang harus dipenuhi oleh bank pada saat tertentu. Kewajiban
penyediaan uang kas minimum bank atau reserve requirement bank yang sering diberi
notasi rr merupakan jumlah uang tunai minimal yang disediakan oleh bank menurut aturan
yang ditetapkan oleh otoritas moneter. Aturan yang ditetapkan oleh otoritas moneter
merupakan suatu aturan atas dasar kebijakan moneter untuk mengubah jumlah uang
beredar di masyarakat dalam jangka pendek. Artinya, dengan mengubah jumlah
penyediaan uang tunai di bank-bank, akan terjadi perubahan kredit sehingga mengubah
jumlah uang beredar di masyarakat. Dari kebijakan perubahan rr otomatis akan mengubah
bunga kredit. Meningkat atau menurunnya rr akan menyebabkan menurun atau
meningkatnya kemampuan bank dalam menyalurkan kredit atau terjadi kenaikan atau
penurunan suku bunga kredit. Meningkatnya suku bunga kredit akan mengurangi
permintaan masyarakat akan pinjaman atau kredit karena suku bunga yang tinggi akan
meningkatkan biaya investasi. Jumlah uang kas sesuai dengan rr dapat juga dikatagorikan
sebagai jumlah cadangan likuiditas bank dalam memenuhi kewajiban bank seperti
kewajiban memenuhi pembayaran tabungan dan giro yang ditarik oleh penabung, deposito
yang jatuh tempo, dan pinjaman bank yang jatuh tempo.
Umumnya, bank sering menyediakan uang tunai di atas pemenuhan kewajiban
penyediaan minimum kas atau terjadi excess reserve requirement atau err karena
kelebihannya dapat digunakan untuk memenuhi rencana penyaluran pinjaman atau kredit
dan penyediaan uang tunai untuk memenuhi pembayaran pada suatu saat. Disamping
dana bank yang berupa uang tunai, dana bank juga disimpan di bank lain berupa deposito,
tabungan, dan giro. Deposito, tabungan, dan giro tersebut merupakan penempatan dana
bank yang sifatnya sementara karena sewaktu-waktu ditarik oleh bank jika penyaluran
pinjaman atau kredit direalisir. Penempatan untuk sementara waktu dapat dilakukan agar
uang yang belum dijadikan pinjaman atau kredit memperoleh pendapatan bunga. Banyak
bank menggolongkan penempatan itu sebagai uang tunai karena sewaktu-waktu dapat
dijadikan uang tunai.
42
b. Kredit yang disalurkan oleh bank Pinjaman atau kredit yang disalurkan oleh bank kepada masyarakat merupakan
salah satu bentuk penggunaan dana bank yang menghasilkan pendapatan bank yang
berupa bunga kredit. Oleh karena itu, penyaluran kredit kepada masyarakat disebut
sebagai aktiva produktif. Sebagian pendapatan bank yang berupa bunga kredit
disisihkan yang digunakan sebagai cadangan untuk mengganti kredit non lancar jika
dikemudian hari benar-benar sebagian kredit non lancar tersebut tidak diangsur atau tidak
dilunasi oleh peminjam. Penyediaan jumlah penyisihan dari pendapatan bunga kredit
disebut pembentukan penyisihan aktiva produktif (PPAP). Tentang besarnya jumlah
penyisihan aktiva produktif akan dibahas dalam bab kesehatan bank. Disamping
pendapatan bunga disisihkan untuk mengganti kredit non lancar yang nantinya benar-
benar tidak mampu diangsur atau dilunasi oleh peminjam, pendapatan bunga juga
digunakan untuk penyediaan penghapusan aktiva tetap dan inventaris, menutup biaya
operasional bank dan biaya lain, pembentukan laba ditahan, dan pembagian keuntungan
atau deviden.
Pinjaman atau kredit yang disalurkan oleh bank ada yang tidak terkumpul kembali
atau tidak tertagih sesuai dengan perjanjian kredit. Umumnya bank membedakan
pengumpulan kembali pinjaman atau kredit yang disalurkan menjadi kredit lancar dan non
lancar. Kredit non lancar terdiri dari kredit yang kurang lancar, kredit yang diragukan,
dan kredit yang macet.
Jumlah kredit yang disalurkan oleh bank kepada masyarakat bersumber dari dana
bank. Dana bank tercantum pada sisi pasiva neraca sebuah bank yang terdiri dari dana
sendiri maupun dana yang dihimpun dari masyarakat. Bank memiliki keleluasaan untuk
menghimpun dana dari masyarakat karena tugasnya sehingga bank memiliki kemampuan
yang besar dalam menyalurkan kredit kepada masyarakat. Kemampuan tersebut tidak ada
pada lembaga keuangan non bank, namun lembaga keuangan non bank memiliki
kebebasan dalam penyertaan modal. Semua kewajiban lembaga keuangan bank berupa
uang dan semua kewajiban lembaga keuangan bukan bank tidak berupa uang (Hanson,
1983 halaman 31-33), Insukindro, 1993 halaman 27). Kedua lembaga tersebut memiliki
peranan dalam memperlancar pertukaran barang, jasa, dan penyaluran dana di masyarakat.
Aktiva produktif sebuah bank dapat berbentuk :
a) Dana yang disalurkan berbentuk kredit kepada masyarakat.
b) Dana yang ditempatkan dalam bentuk tabungan, giro, dan deposito di bank lain
atau lembaga keuangan lain.
43
c) Dana yang ditanamkan dalam bentuk obligasi dan saham.
Aktiva produktif bank sebagian besar disalurkan berupa kredit kepada masyarakat.
Jumlah maksimum dana bank yang disalurkan dalam bentuk kredit untuk setiap debitur
umumnya diatur oleh otoritas moneter. Pengaturan itu disebut Batas Maksimum
Pemberian Kredit (BMPK) atau Legal Lending Limit (L3).
Penyediaan uang atau dana oleh bank berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain dan mewajibkan pihak lain melunasi
utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan memberikan bunga, imbalan atau
pembagian hasil usaha disebut pinjaman atau kredit menurut UU no. 10 Thn 1998 tentang
Perbankan. Dana yang tersimpan di bank sebagian terbesar bersumber dari masyarakat,
sehingga penggunaan dana tersebut, penempatan dan penanamannya dilakukan dengan
baik supaya kemudian dana tersebut terkumpul kembali sesuai dengan aturan yang
disepakati antara peminjam dan bank sehingga bank dapat memenuhi kewajiban pada
saatnya. Pedoman dan pelaksanaan penyaluran dana untuk kredit dilakukan dengan
mempertimbangkan tingkat bunga kredit yang dapat menutup semua biaya dana, biaya
operasional bank, dan deviden (pembagian keuntungan), cadangan, laba, dan lain-lainnya.
Oleh karena itu, kredit dapat dilihat dari beberapa aspek, yaitu :
a). Tujuan kredit adalah untuk mendapatkan laba bank dan meningkatkan kegiatan
perekonomian masyarakat. Kegiatan perekonomian masyarakat umumnya didahului
oleh kegiatan perusahaan dengan menjalankan fungsinya untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat akan produk dan jasa.
b). Fungsi kredit adalah untuk meningkatkan daya guna uang berupa penggunaan sebagai
modal usaha oleh perusahaan, meningkatkan peredaran dan lalu lintas pembayaran
seperti terbentuknya giro di bank, sebagai alat kebijakan pemerintah dalam
meningkatkan perekonomian dan lapangan kerja, dan sebagai alat untuk pemerataan
pendapatan masyarakat.
c). Jenis kredit dapat dibedakan menurut sifatnya yaitu dengan perjanjian dan tanpa
perjanjian, menurut tujuan penggunaannya yaitu kredit modal kerja, kredit investasi
dan kredit konsumsi, menurut jangka waktunya yaitu kredit jangka pendek, jangka
menengah dan jangka panjang, menurut jaminannya yaitu kredit dengan agunan dan
tanpa agunan dan menurut kolektibilitasnya yaitu kredit lancar, kredit dalam
pengawasan, kredit kurang lancar, kredit yang diragukan, dan kredit macet.
Penyaluran dana bank untuk kredit dipengaruhi oleh variabel cadangan wajib bank, tingkat
bunga kredit, biaya opportunity peminjaman uang, biaya dan bunga seluruh deposito dan
44
tabungan serta biaya lainnya (Melitz dan Pardue, 1993, Insukindro, 1993). Dari variabel
tersebut dapat dibuat model analisis atau rumus penyaluran kredit, misalnya :
PK = f (rr, ic, ib, BD) 3.2)
di mana :
f1, f2, f4 > 0, yang artinya rr, ic dan BD tertutup atau tidak merugi kan bank. f3 < 0, yang artinya biaya ib jika dana ditanamkan atau ditempatkan. PK = Plafon kredit yang dikeluarkan oleh bank. rr = Cadangan wajib bank. ic = Tingkat suku bunga kredit yang ditetapkan. ib = Biaya opportunity meminjamkan uang. BD = Biaya dan bunga rata-rata tabungan dan deposito di bank.
Kelancaran angsuran pokok atau pelunasan kredit akan menentukan tingkat
produktifitas aktiva produktif. Aktiva produktif yang berkualitas adalah terkumpulnya
kembali dana yang disalurkan berupa kredit sesuai dengan perjanjian yang disepakati oleh
debitur dengan bank. Debitur sering kali tidak memenuhi perjanjian kredit yang telah
disepakati sehingga aktiva produktif menjadi kurang atau tidak berkualitas.
Setiap bank mengelola aktiva produktifnya dengan baik sehingga semua aktiva
produktifnya menjadi lancar atau terhindar dari risiko ketidaklancaran angsuran pokok
dan pelunasannya. Risiko kredit terjadi sebagai akibat dari adanya jangka waktu antara
saat pemberian kredit atau prestasi dengan kontra prestasi atau pembayaran angsuran
pokok dan bunga kredit. Untuk mencegah supaya aktiva produktif atau kredit tidak
menjadi non lancar, kredit yang disalurkan oleh bank harus memenuhi beberapa unsur :
a) Waktu.
Kredit dapat dikelompokan menurut jangka waktunya seperti kredit dengan jangka
waktu pendek atau kurang dari 1 tahun, jangka waktu menengah atau lebih dari 1
tahun dan sampai 5 tahun, dan jangka waktu panjang atau di atas 5 tahun. Jangka
waktu kredit adalah suatu masa yang memisahkan antara pemberian prestasi atau
realisasi kredit dengan kontra prestasi atau bunga dan angsuran yang akan diterima
pada masa yang akan datang. Penentuan jangka waktu kredit didasarkan pada
pertimbangan ; Pertama, status dana bank. Dana bank yang berstatus deposito
berjangka dapat dijadikan kredit dengan jangka waktu yang tidak lebih panjang dari
jangka waktu deposito tersebut, kecuali kredit yang bersumber dari rata-rata deposito
mengendap sepanjang waktu yang dapat dijadikan kredit jangka panjang. Kredit
dengan dana program dapat disesuaikan dengan jangka waktu program kredit. Kredit
dengan sumber dana dari modal bank dapat dilakukan dalam jangka waktu panjang
45
karena modal bank adalah dana milik bank yang selamanya ada di bank. Kedua,
kemampuan debitur dalam mengangsur atau melunasinya. Kemampuan debitur dalam
mengangsur kredit sehingga pinjamannya menjadi lunas sesuai dengan jangka waktu
dana yang diperuntukan untuk kredit, misalnya dana yang bersumber dari tabungan
atau deposito. Jika kemampuan debitur sangat rendah, jangka waktu kredit adalah
pendek dan/atau kredit kecil. Ketiga, prospek usaha dan pendapatan debitur. Debitur
yang memiliki prospek usaha yang cerah di masa datang atau minimal pemasukan atau
pandapatannya tetap, dapat diberikan kredit dengan jangka waktu menengah atau
panjang. Demikian juga sebaliknya.
b) Agunan.
Kredit yang diberikan oleh bank dengan jaminan agunan berupa aktiva tetap atau
aktiva tidak bergerak seperti tanah dan gedung atau aktiva bergerak seperti barang
dagangan dan sejenisnya baik milik peminjam atau milik pihak lain yang dikuasakan
pada peminjam dan jaminan pribadi atau personal atau perusahaan sebagai penanggung
atau avalist apabila peminjam tidak menepati janji untuk mengangsur atau melunasi,
akan memberikan jaminan lancarnya pengembalian dari peminjam karena peminjam
akan terikat untuk mengangsur atau melunasi pinjamannya jika dibanding dengan
kredit tanpa agunan. Peminjam akan lebih bertanggung jawab untuk melunasi
pinjamannya jika dibanding dengan kredit tanpa agunan. Jika tanggung jawab
peminjam tidak dipenuhi sehingga pinjamannya tidak diangsur atau tidak dilunasinya,
pihak bank dapat menjual agunan kredit yang dijaminkan untuk mengembalikan uang
bank seperti semula. Oleh karena itu, agunan kredit berupa aktiva tetap merupakan
back up dari kredit yang non lancar.
c) Bunga kredit.
Sistem penentuan suku bunga kredit sehingga menemukan suku bunga kredit dengan
tingkat tertentu yang mencerminkan tertutupnya seluruh biaya dana, biaya operasional
bank, tertutupnya kemungkinan bank tertimpa risiko, dan juga dapat memberikan
keuntungan pada bank. Umumnya bank menentukan penetapan suku bunga kredit per
bulan secara tetap atau flat atau menurun.
d) Tipe.
Setiap peminjam atau debitur memiliki kegiatan usaha dengan bentuk dan jenis usaha
yang berbeda-beda sehingga pinjaman yang diinginkannya digunakan sesuai dengan
tipe usaha peminjam. Bank akan memantau penggunaan kredit yang telah dikeluarkan
itu supaya benar-benar dengan kredit itu peminjam menjadi lebih mampu
46
mengembangkan usahanya sehingga dikemudian hari mampu juga mengangsur atau
melunasinya. Umumnya, tipe kredit yang disalurkan berupa kredit perdagangan,
kredit pertanian, kredit industri, dan lain-lainnya.
e) Golongan kredit.
Pihak yang berhubungan dengan bank adalah warga masyarakat atau perorangan,
lembaga atau badan, dan pemerintah. Dengan demikian, kredit bank dapat disalurkan
untuk perseorangan, untuk kelompok, dan untuk pemerintah.
Seperti diuraikan diatas bahwa suku bunga kredit ditetapkan agar supaya bank dapat
menutup kemungkinan tertimpanya risiko. Risiko yang terkait dengan kredit adalah
kemungkinan tidak tertagihnya pinjaman yang disalurkan oleh bank baik sebagian
maupun seluruhnya karena suatu sebab, seperti kenakalan debitur yang sengaja tidak
mengangsur pokok atau tidak melunasi pinjaman walaupun sebenarnya debitur mampu
mengangsurnya. Risiko kredit berdasarkan beberapa katagori menurut tingkat
pengembaliannnya atau tingkat kolektibilitasnya (untuk BPR), yaitu :
a. Kredit kerkualitas lancar atau kredit lancar atau kredit kolektibilitas 1,
b. Kredit berkualitas non lancar, dibedakan menjadi :
1) Kredit kurang lancar atau kredit kolektibilitas 2,
2) Kredit diragukan atau kredit kolektibilitas 3,
3) Kredit macet atau kredit kolektibilitas 4.
Kolektibilitas kredit (untuk Bank Umum) dikelompokan menjadi :
a. Kredit berkualitas lancar atau disebut kredit lancar atau kredit kolektibiltas 1,
b. Kredit berkualitas non lancar, dibedakan menjadi :
1). Kredit dalam pengawasan khusus atau kredit kolektibilitas 2,
2). Kredit kurang lancar atau kredit kolektibilitas 3,
3). Kredit yang diragukan atau kredit kolektibilitas 4,
4). Kredit yang macet atau kredit kolektibilitas 5.
Pengklasifikasian kredit kedalam kredit non lancar adalah untuk menafsir
kemungkinan kerugian bank yang bersumber dari kredit sehingga dapat ditentukan jumlah
pembentukan penyisihannya aktiva produktif. Pembentukan penyisihan yang cukup
didapat dari pendapatan (bunga) aktiva produktif atau kredit. Jumlah pembentukan
penyisihan aktiva produktif yang cukup wajib dibentuk oleh bank sesuai dengan ketentuan
otoritas seperti jumlah cadangan penyisihan aktiva produktif yang wajib dibentuk oleh
Bank Perkreditan Rakyat atau BPR ditentukan berdasarkan Peraturan Bank Indonesia
Nomor 13/26/PBI/2011, tertanggal 28-12-2011, adalah :
47
a) 0,5% dari aktiva produktif yang klasifikasi lancar atau L, ditambah
b) 10% dari aktiva produktif yang kurang lancar setelah dikurangi nilai agunan yang
dikuasai atau KL, ditambah
c) 50% dari aktiva produktif yang diragukan setelah dikurangi nilai agunan yang dikuasai
atau D, ditambah
d) 100% dari aktiva produktif yang macet setelah dikurangi nilai agunan yang dikuasai
atau M.
Pendapatan utama usaha bank diperoleh dari bunga kredit, sehingga penentuan
tingginya bunga kredit merupakan variabel utama dalam mewujudkan pandapatan bank.
Dengan adanya pendapatan bank yang cukup, dapat membentuk jumlah pembentukan
penyisihan aktiva produktif yang cukup dan tertutupnya biaya dan pengeluaran bank.
Pendapatan bank setelah dikurangi biaya dan pengeluaran, didapat laba bank. Persentase
laba bank yang diharap atas dana yang ada, ditentukan dengan model :
Pendapatan bersih atau Net Income a). Laba bersih yang diharapkan = ------------------------------------------- x 100% 3.3) (Expected Net Profit) Investasi bersih atau Net Investement b). Tambahan biaya dana Loan income - Loan expenses dan tambahan untung = ------------------------------------- x 100% 3.4) (Margin cost of fund & profit) Net bank fund employed
di mana : Loan incomes = pendapatan bunga uang, Loan expenses = semua pengeluaran langsung dan tidak langsung dalam proses kredit dan penagihan. Net bank fund employed = rata-rata jumlah pinjaman.
Untuk menghindari rendahnya atau turunnya produktifitas aktiva produktif khususnya
pinjaman atau kredit, umumnya setiap bank menyalurkan pinjaman atau kredit dengan
mempertimbangkan dua faktor yaitu faktor jaminan atas pinjaman atau kredit dan faktor
nominal pinjaman atau kredit yang akan diberikan. Sebuah pinjaman atau kredit dijamin
akan lancar jika memenuhi persyaratan 5C dan 4P serta tidak melebihi jumlah tertentu dari
jumlah sepantasnya untuk seorang peminjam atau sekelompok peminjam atau badan yang
sering disebut tidak melebihi Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK).
a) Jaminan atas pinjaman atau kredit yang akan disalurkan telah memenuhi persyaratan 5C dan 4P, yaitu : 1) Watak atau character calon debitur
Watak atau kepribadian seseorang ditunjukan oleh tingkah laku dan pandangan
hidupnya sehari-hari baik secara individual maupun secara kelompok. Watak suatu
badan atau perusahaan diketahui dari perkembangan neraca, rugi laba dan
48
perubahan modal badan atau perusahaan yang bersangkutan dan aspek lain yang
berkaitan dengan usaha. Watak calon debitur secara individual, badan atau
perusahaan sangat penting diketahui oleh bank karena akan mempengaruhi tingkat
kelancaran angsuran pokok atau pelunasan pinjaman oleh calon debitur. Individu,
badan atau perusahaan yang berwatak atau berprilaku baik yang dilihat dari 9 aspek
seperti iktikad untuk taat akan janji, jujur, berintegrasi, berkompeten, berambisi
tertentu, gaya hidup, ulet, memiliki visi yang baik dan keteraturan hidup untuk
kredit konsumsi dan 8 aspek seperti iktikad untuk taat akan janji, jujur,
berintegrasi, berkompeten, berambisi tertentu, ulet, memiliki visi yang baik dan
ketertiban untuk kredit modfal kerja dan investasi, menjadi dasar utama bank
dalam memberikan pinjaman atau kredit. Bank akan mengetahui watak calon
peminjam atau debitur dari 8 atau 9 aspek dengan 5 instrumen penilaian, seperti :
(a) Instrumen pertemuan dan wawancara. Petugas bank melakukan pertemuan dan
wawancara pada calon debitur untuk mengetahui iktikad, kejujuran, integritas,
kompetensi, ambisius, gaya hidup, keuletan, visioner, dan keteraturan hidup
calon debitur.
(b) Instrumen informasi dari lingkungan calon debitur. Informasi yang didapat
petugas dari lingkungan dapat berupa kejujuran, integritas, kompetensi, dan
ambisius calon debitur.
(c) Instrumen bukti pembayaran atas berbagai hal. Bukti pem-bayaran atas suatu
kewajiban yang baik seperti pembayaran listrik dan air adalah bukti calon
debitur berintegritas baik.
(d) Instrumen perhatian atas fasilitas atau pengamatan terhadap prilaku calon
debitur sehingga dapat diketahui gaya hidup dan keuletan calon debitur.
(e) Instrumen membaca, menganalisa dan diskusi laporan keuangan calon debitur
untuk dapat mengetahui keuletan calon debitur.
Dengan mengetahui 9 aspek melalui 5 instrumen, dapat disimpulkan watak calon
debitur misalnya calon debitur berwatak kurang baik, cukup baik, baik, dan sangat
baik seperti contoh Tabel 00. Demikian pula dengan mengetahui 8 aspek melalui 5
instrumen, dapat disimpulkan watak Direktur/Manajemen/Pemilik/Yang mewakili
perusahaan berwatak kurang baik, cukup baik, baik, dan sangat baik sebagai contoh
dalam Tabel 00. Individu, badan atau perusahaan yang berwatak baik, umumnya
dapat mengangsur pokok atau melunasi pinjamannya sesuai dengan perjanjian
49
kredit. Analisis tentang watak calon peminjam merupakan analisis yang utama
dalam menyalurkan pinjaman atau kredit.
Tabel 00
Aspek dan Instrumen Carakter Calon Debitur Kredit Konsumsi dengan Debitur sebagai Pegawai/Karyawan/Pebisnis
ASPEK INDIKASI INSTRUMEN BOBOT Iktikad Sikap dan pandangan calon
debitur saat diwawancarai oleh petugas bank (mungkin tidak menatap). Calon debitur mengalihkan perhatian petugas.
Petugas bank bertemu dan mewancarai langsung calon debitur.
TK = 0 KB = 1 CB = 2 B = 3 SB = 4
Kejujuran Calon debitur tidak koope-ratif dengan petugas bank. Jawaban calon debitur atas pertanyaan petugas bank sering tidak konsisten. Tujuan penggunaan pinjam- an yang akan diterima tidak sesuai dengan surat permo-honan pinjaman
Petugas bank bertemu dan mewawancarai langsung calon debitur. Informasi dari tetangga dan lingkungan calon debitur.
TK = 0 KB = 1 CB = 2 B = 3 SB = 4
Integritas Calon debitur berhubungan baik dengan lingkungan. Jika debitur mempunyai ke-wajiban, nominalnya menu-run. Calon debitur tidak memi- liki hubungan buruk dengan bank.
Petugas bank bertemu dan mewawancarai langsung calon debitur. Informasi dari lingkungan calon debitur. Kelancaran pembayaran atas kewajiban-kewajiban calon debitur.
TK = 0 KB = 1 CB = 2 B = 3 SB = 4
Kompetensi Kegiatan atau usaha debitur sudah cukup lama Calon debitur mengerti dan memahami kondisi pekerja-an atau perusaha annya. Kedudukan calon debitur dalam kegitan atau usaha. Kegiatan atau usaha calon debitur berkembang.
Petugas bank bertemu dan mewawancarai langsung calon debitur. Informasi dari lingkungan calon debitur.
TK = 0 KB = 1 CB = 2 B = 3 SB = 4
Ambisius Calon debitur selalu berbi-cara manis, menyanjung petugas bank dan saat ter-tentu mendesak agar kredit cepat dikeluarkan. Sikap calon debitur supaya memiliki sesuatu yang paling pertama.
Petugas bank bertemu dan mewawancarai langsung calon debitur. Informasi dari lingkungan calon debitur.
TK = 0 KB = 1 CB = 2 B = 3 SB = 4
Gaya Hidup Calon debitur menampil- kan diri dengan fasilitas me wah dibaliknya pendapa- tannya belum cukup. Calon debitur berkon- sumsi tinggi dibalik pen- dapatannya masih rendah.
Petugas bank bertemu dan wawancara langsung dgn calon debitur. Petugas memperhatikan langsung fasilitas calon debitur.
TK = 0 KB = 1 CB = 2 B = 3 SB = 4
Keuletan Calon debitur telah lama menjadi karyawan atau pengusaha. Kegiatan atau usaha calon debitur berkembang.
Petugas bank bertemu dan wawancara langsung dengan calon debitur. Meminta dan membaca laporan keuangan calon debitur pengusaha atau gaji bagi calon debitur
TK = 0 KB = 1 CB = 2 B = 3 SB = 4
50
karyawan. Visioner Calon debitur berusaha
meningkatkan nama baik atau prestasi kerja dengan kiat-kiat tertentu Calon debitur memiliki rencana peningkatan karir atau rencana kerja usaha.
Petugas bank bertemu dan mewawancarai calon de-bitur tentang program kerja usaha calon debitur atau karir calon debitur.
TK = 0 KB = 1 CB = 2 B = 3 SB = 4
Ketertiban Administrasi calon debitur atau lingkungan debitur sangat baik. Dokumentasi calon debitur sangat rapi dan baik
Petugas bank mengamati usaha calon debitur atau pekerjaan calon debitur dan sambil mengamati- nya juga dilakukan diskusi dengan calon debitur.
TK = 0 KB = 1 CB = 2 B = 3 SB = 4
Ranking bobot : 00-10 = watak kurang baik 11-18 = watak cukup baik 19-26 = watak baik 27-36 = sangat baik
Kesimpulan :
Calon debitur berwatak sangat baik karena nilai kumulatif dari
masing-masing aspek adalah 27-36.
Tabel 00 Aspek dan Instrumen Carakter Calon Debitur Kredit Modal Kerja atau Investasi
dengan Debitur sebagai Pebisnis
ASPEK INDIKASI INSTRUMEN BOBOT Iktikad Sikap dan pandangan Direk-
tur/Manajemen/Pemilik/ Yang mewakili perusahaan saat di wawancarai oleh petugas bank (mungkin tidak menatap). Direktur/Manajemen/Pemilik/ Yang mewakili perusahaan mengalihkan perhatian petugas.
Petugas bank bertemu dan mewancarai langsung Di-rektur/Manajemen/Pemilik /Yang mewakili perusa-haan.
TK = 0 KB = 1 CB = 2 B = 3 SB = 4
Kejujuran Direktur/Manajemen/Pemilik/ Yang mewakili perusahaan tidak kooperatif dengan petugas bank. Jawaban Direktur/Manajemen/ Pemilik/Yang mewakili perusa-haan atas pertanyaan petugas bank sering tidak konsisten. Tujuan penggunaan pinjaman yang akan diterima tidak sesuai dengan surat permohonan pin-
Petugas bank bertemu dan mewawancarai langsung Direktur/Manajemen/Pem ilik/Yang mewakili per-usahaan. Informasi dari tetangga dan lingkungan Direktur/ Manajemen/Pemilik/Yang mewakili perusahaan.
TK = 0 KB = 1 CB = 2 B = 3 SB = 4
51
jaman Integritas Perusahaan berhubungan baik
dengan lingkungan. Jika perusahaan mempunyai kewajiban, nominalnya me-nurun. Perusahaan tidak memiliki hubungan buruk dengan bank.
Petugas bank bertemu dan mewawancarai langsung Direktur/Manajemen/ Pe- milik/Yang mewakili per- usahaan. Informasi dari lingkungan Direktur/Manajemen/Pe- milik/Yang mewakili per- usahaan.
TK = 0 KB = 1 CB = 2 B = 3 SB = 4
Kompetensi Usaha yang dilakoni oleh Direktur/Manajemen/Pemilik/ Yang mewakili perusahaan sudah cukup lama. Direktur/Manajemen/Pemilik/ Yang mewakili perusahaan mengerti dan memahami kondi-si pekerjaan atau perusahaan-nya.
Petugas bank bertemu dan mewawancarai langsung dengan Direktur/Manaje- men/Pemilik/Yang mewa- kili perusahaan. Informasi dari lingkungan nya.
TK = 0 KB = 1 CB = 2 B = 3 SB = 4
Ambisius Direktur/Manajemen/Pemilik/ Yang mewakili perusahaan selalu berbicara manis, menyanjung petugas bank dan saat tertentu mendesak agar kredit cepat dikeluarkan.
Petugas bank bertemu dan mewawancarai langsung Direktur/Manajemen/Pemi lik/Yang mewakili perusa- haan.
TK = 0 KB = 1 CB = 2 B = 3 SB = 4
Keuletan Direktur/Manajer/Pemilik/Yang mewakili perusahaan telah lebih dari setahun menggeluti usaha yang dilakukan saat ini. Kegiatan atau usaha Direktur/ Manajemen/Pemilik/Yang me-wakili persahaan berkembang.
Petugas bank bertemu dan wawancara langsung de-ngan Direktur/ Manaje- men/Pemilik/Yang mewa-kili perusahaan. Meminta dan membaca laporan keuangan perusa haan dan pengamatan langsung.
TK = 0 KB = 1 CB = 2 B = 3 SB = 4
Visioner Direktur/Manajemen/Pemilik/ Yang mewakili perusahaan berusaha meningkatkan nama baik usaha dengan kiat-kiat tertentu Direktur/Manajemen/Pemilik/ Yang mewakili perusahaan memiliki rencana rencana kerja usaha.
Petugas bank bertemu dan mewawancarai Direktur/ Manajemen/Pemilik/Yang mewakili perusahaan ten-tang program kerja usaha.
TK = 0 KB = 1 CB = 2 B = 3 SB = 4
Ketertiban Perusahaan memiliki adminis-trasi yang rapi dan baik
Petugas bank mengamati perusahaan dan sambil mengamatinya juga dila-kukan diskusi.
TK = 0 KB = 1 CB = 2 B = 3 SB = 4
Ranking bobot : 00-08 = watak kurang baik 09-15 = watak cukup baik 14-24 = watak baik 25-32 = sangat baik
Kesimpulan :
Calon debitur berwatak sangat baik karena nilai kumulatif dari
masing-masing aspek adalah 25-32.
52
2) Kemampuan atau capacity calon debitur
Kemampuan calon peminjam atau debitur dalam mengangsur atau melunasi
kewajiban atau utangnya sesuai dengan perjanjian kredit merupakan wujudnyata
kemampuan calon peminjam atau debitur dalam memperoleh penghasilan atau
pendapatan yang cukup. Penghasilan atau pendapatan calon peminjam atau debitur
dapat dilihat dari penghasilan atau pendapatan individu atau sekelompok calon
peminjam atau debitur atas kegiatannya sebagai karyawan atau pebisnis setelah
dikurangi pengeluaran untuk calon debitur yang memohon pinjaman atau kredit
konsumsi. Untuk pinjaman atau kredit modal kerja atau investasi, penghasilan atau
pendapatan calon peminjam atau debitur dapat dilihat dari laba yang terbentuk dari
usaha calon peminjam atau debitur yang sedang berjalan dalam beberapa tahun
terakhir, misalnya dalam 3 tahun terakhir. Secara rasional, orang atau sekelompok
orang atau badan yang berpendapatan tinggi akan mampu mengangsur atau melunasi
utang atau kewajibannya dengan jumlah dan jangka waktu tertentu sesuai dengan
perjanjian kredit. Dengan memperhitungkan kemampuan yang ada pada orang atau
sekelompok orang atau badan dalam memperoleh penghasilan atau pendapatan atau
laba jika diberi pinjaman atau kredit oleh bank dengan jumlah dan jangka waktu
tertentu akan mampu mengangsur atau melunasinya. Kesimpulan tentang
kemampuan atau capacity calon peminjam atau debitur dengan kegiatan sebagai
pegawai atau karyawan untuk pinjaman atau kredit konsumsi dapat diketahui dari
berbagai aspek. Aspek tersebut dapat diketahui melalui instrumen tertentu yang
kemudian diberi bobot penilaian. Sebagai contoh dapat ditunjukan dalam Tabel 00.
Tabel 00
Aspek dan Instrumen Capacity Calon Debitur Kredit Konsumsi dengan Calon Debitur sebagai Pegawai/ Karyawan
dan Istri atau Suami Debitur sebagai Pegawai/Karyawan/Pebisnis
ASPEK INSTRUMEN BOBOT 1. Status Calon Debitur : -Pegawai PNS -Karyawan BUMN/D -Karyawan Swasta Asing -Karyawan Swasta Domestik
Petugas bank mewa wancarai calon debi-tur.
Sangat baik=4 Baik =3 Cukup baik=2 Kurang baik=1
2. Posisi Calon Debitur : -Pimpinan Tinggi -Pimpinan Menengah -Staf -Pelaksana lepas
Petugas bank mewa-wan carai calon debi-tur.
Sangat baik=4 Baik =3 Cukup baik=2 Kurang baik=1
3. Masa Kerja Calon Debitur : -Diatas 25 tahun -15-24 tahun
Petugas bank mewa-wancarai calon debi- tur
Sangat baik=4 Baik =3 Cukup baik=2
53
-05-14 tahun -Belum 05 tahun
Kurang baik=1
4.Gaji Bersih Calon Debitur sebulan : -Diatas Rp.20 juta -Rp.10 – Rp. 19 jt -Rp.04 – Rp. 09 jt -Dibawah Rp.04 jt.
Petugas bank mewa wancarai calon debi-tur
Sangat baik=4 Baik =3 Cukup baik=2 Kurang baik=1
5. Istri/Suami Calon Debitur sebagai Pegawai/Karyawan : 5a Status : -Pegawai PNS -Karyawan BUMN/D -Karyawan Swasta Asing -Karyawan Swasta Domestik 5b Posisi : -Pimpinan Tinggi -Pimpinan Menengah -Staf -Pelaksana lepas 5c Masa kerja -Diatas 25 tahun -15-24 tahun -05-14 tahun -Belum 05 tahun 5d Gaji Bersih Calon Debitur sebulan : -Diatas Rp.20 juta -Rp.10 – Rp. 19 jt -Rp.04 – Rp. 09 jt -Dibawah Rp.04 jt.
Petugas bank mewa wancarai calon debi- tur. Petugas bank mewa wancarai calon debi- tur. Petugas bank mewa wancarai calon debi- tur. Petugas bank mewa wancarai calon debi- tur.
Sangat baik=4 Baik =3 Cukup baik=2 Kurang baik=1 Sangat baik=4 Baik =3 Cukup baik=2 Kurang baik=1 Sangat baik=4 Baik =3 Cukup baik=2 Kurang baik=1 Sangat baik=4 Baik =3 Cukup baik=2 Kurang baik=1
5e Istri/Suami Calon Debitur sebagai Pebisnis : Pedagang : -Pedagang besar -Pedagang eceran -Pedagang warung -Pedagang tidak menetap/kaki lima/asongan. Jasa mandiri : -Dokter/Notaris/Dosen/Ak -Bidan/Perawat/Guru/Salon -Tk.Cukup/Obat Tradisional -Buruh Bangunan Jasa manajemen : -Memiliki dan mengelola hotel/villa -Memiliki dan mengelola travel -Kontraktor/bengkel mobil/motor -Jasa reparasi dll Lama istri/suami sebagai pengusaha -Diatas 25 tahun -15-24 tahun -05-14 tahun -Belum 5 tahun Pendapatan bersih istri/suami debitur
yang dibawa pulang atau pembagian untung perusahaan (lampirkan neraca dan l/r ) :
-Diatas Rp.20 jt -Rp.10 – Rp.19 jt
Petugas bank mewa wancarai calon debi- tur. Petugas bank mewa wancarai calon debi- tur. Petugas bank mewa wancarai calon debi- tur. Petugas bank mewa wancarai calon debi- tur. Petugas bank mewa wancarai calon debi-
Sangat baik=4 Baik =3 Cukup baik=2 Kurang baik=1 Sangat baik=4 Baik =3 Cukup baik=2 Kurang baik=1 Sangat baik=4 Baik =3 Cukup baik=2 Kurang baik=1 Sangat baik=4 Baik =3 Cukup baik=2 Kurang baik=1 Sangat baik=4 Baik =3
54
-Rp.04 - Rp. 09 jt -Dibawah Rp. 04 jt
tur.
Cukup baik=2 Kurang baik=1
6 Penghasilan total calon debitur sebulan bersama istri/suami : -No. 4 Rp. .......................... -No. 5d/5e Rp. .......................... + -Jumlah Rp. ..........................
Petugas bank mewa wancarai calon debi- tur.
Sangat baik=4 Baik =3 Cukup baik=2 Kurang baik=1
7 Pengeluaran total calon debitur rata-rata sebulan bersama istri/ suami : -Keperluan dapur Rp. .................. -Keperluan rumah Rp. .................. -Keperluan agama/adRp. .................. -Keperluan anak sek Rp. .................. -Keperluan berjaga2 Rp. .................. -Dana untuk tabung Rp. .................. Jumlah pengeluaran Rp. ..................
Petugas bank mewa wancarai calon debi- tur.
Sangat baik=4 Baik =3 Cukup baik=2 Kurang baik=1
8 Sisa penghasilan diku rangi pengeluaran tiap bulan (6-7) Rp. ..................
KESIMPULAN KEMAMPUAN (CAPACITY) CALON DEBITUR :
Plafon pinjaman (menurut surat permohonan pinjaman Rp. ............. 1. Perkiraan bunga menurun/tetap*) tiap bulan Rp. ............. 2. Jangka waktu ..... bulan, angsuran pokok tiap bulan Rp. ............. 3. Jumlah angsuran pokok dan bunga tiap bulan (1+2) Rp. ............. 4. Penghasilan bersih per bulan (angka 8) Rp. ............. Calon debitur mampu/tidak mampu*) mengangsur pinjaman diatas tiap bulan dengan jangka waktu ........... bulan. *) coret yang tidak tepat
Kesimpulan tentang kemampuan atau capacity calon peminjam atau debitur dengan
kegiatan sebagai pebisnis untuk kredit konsumsi juga dapat diketahui dari berbagai
aspek. Aspek tersebut dapat diketahui melalui instrumen tertentu yang kemudian
diberi bobot penilaian. Sebagai contoh dapat ditunjukan dalam Tabel 00.
Tabel 00
Aspek dan Instrumen Capacity Calon Debitur Kredit Konsumsi dengan Calon Debitur sebagai Pebisnis
dan Istri atau Suami Debitur sebagai Pegawai/Karyawan/Pebisnis
ASPEK INSTRUMEN BOBOT 1. Jenis usaha debitur : -Pedagang : Pedagang besar(agen tunggal) Pedagang eceran Warung menetap Warung tak menetap/kaki lima -Jasa mandiri : Dokter/Notaris/Dosen/Akuntan Bidan/Perawat/Guru/Salon
Petugas bank mewa wancarai calon debi-tur.
Sangat baik=4 Baik =3 Cukup baik=2 Kurang baik=1
55
Tukang cukur/Obat tradisional Buruh bangunan -Jasa manajemen : Pemilik dan pengelola hotel/vila Memiliki dan mengelola travel Kontraktor/Bengkel mobil/motor Jasa reparasi dll. 2. Ijin usaha : -Menkeh & Ham, Usaha, HO,IMB TDP, NPWP -Menkeh&Ham,Usaha, IMB, NPWP -UD, IMB, HO, NPWP -UD
Petugas bank mewa-wan carai calon debi-tur.
Sangat baik=4 Baik =3 Cukup baik=2 Kurang baik=1
3. Calon debitur menggerakan karya wan/ti : -Diatas 30 orang -15-29 orang -05-14 orang -Dibawah 05 orang
Petugas bank mewa-wancarai calon debi- tur
Sangat baik=4 Baik =3 Cukup baik=2 Kurang baik=1
4. Kedudukan calon debitur : -Diasamping pemilik, juga Direktur -Pemilik dan Pengawas operasional -Pemilik dan mengangkat Direktur -Pemilik saja
Petugas bank mewa wancarai calon debi-tur
Sangat baik=4 Baik =3 Cukup baik=2 Kurang baik=1
5.Lama berusaha : -Diatas 25 tahun -15-24 tahun -05-14 tahun -Belum 05 tahun
Petugas bank mewa wancarai calon debi- tur.
Sangat baik=4 Baik =3 Cukup baik=2 Kurang baik=1
6.Pendapatan dan biaya perusahaan selama 3 tahunterakhir (lampirkan neraca dan rugi laba 3 tahun terakhir) -Pendapatan selalu naik, biaya turun -Pendapatan selalu naik, biaya tetap -Pendapatan naik turun, biaya tetap -Pendapatan turun, biaya turun.
Petugas bank mewa wancarai calon debi- tur.
Sangat baik=4 Baik =3 Cukup baik=2 Kurang baik=1
7.Keuntungan perusahaan sebulan yang dibawa pulang : -Diatas Rp. 20 jt -Rp.10 – Rp.19 jt -Rp.04 – Rp. 09 jt -Dibawah Rp. 04 jt.
Petugas bank mewa wancarai calon debi- tur.
Sangat baik=4 Baik =3 Cukup baik=2 Kurang baik=1
8.Istri/suami debitur sebagai pegawai/ Karyawan : -Status istri/suami debitur : PNS BUMN/D Swasta Asing Swasta domestic -Posisi istri/suami debitur : Pimpinan tinggi Pimpinan menengah Staf Pelaksana -Masa kerja istri/suami : Diatas 25 tahun 15 – 24 tahun 05 – 14 tahun Belum 05tahun -Gaji bersih istri/suami debitur sebu
Petugas bank mewa wancarai calon debi- tur. Petugas bank mewa wancarai calon debi- tur. Petugas bank mewa wancarai calon debi- tur.
Sangat baik=4 Baik =3 Cukup baik=2 Kurang baik=1 Sangat baik=4 Baik =3 Cukup baik=2 Kurang baik=1 Sangat baik=4 Baik =3 Cukup baik=2 Kurang baik=1
56
lan yang dibawa pulang : Diatas Rp.20 jt Rp. 10 – Rp. 19 jt Rp. 04 – Rp. 09 jt Dibawah Rp. 04 jt
Petugas bank mewa wancarai calon debi- tur.
Sangat baik=4 Baik =3 Cukup baik=2 Kurang baik=1
9.Jumlah penghasilan calon debitur (suami+istri) sebulan : -Nomor 7 = Rp. ............................. -Nomor 8d = Rp. ............................+ Jumlah = Rp. ............................
10 Pengeluaran total calon debitur rata-rata sebulan bersama istri/ suami : -Keperluan dapur Rp. .................. -Keperluan rumah Rp. .................. -Keperluan agama/adRp. .................. -Keperluan anak sek Rp. .................. -Keperluan berjaga2 Rp. .................. -Dana untuk tabung Rp. .................. Jumlah pengeluaran Rp. ..................
11 Sisa penghasilan diku rangi pengeluaran tiap bulan (6-7) Rp. ..................
KESIMPULAN KEMAMPUAN (CAPACITY) CALON DEBITUR :
Plafon pinjaman (menurut surat permohonan pinjaman) Rp. ............. 1. Perkiraan bunga menurun/tetap*) tiap bulan Rp. ............. 2. Jangka waktu ..... bulan, angsuran pokok tiap bulan Rp. ............. 3. Jumlah angsuran pokok dan bunga tiap bulan (1+2) Rp. ............. 4. Penghasilan bersih per bulan (angka 8) Rp. ............. Calon debitur mampu/tidak mampu*) mengangsur pinjaman diatas tiap bulan dengan jangka waktu ........... bulan.
*) coret yang tidak tepat
Untuk menilai kemampuan calon debitur yang memohon kredit modal kerja, terlebih
dahulu harus diketahui profile usaha calon debitur dan rencana kebutuhan dana untuk
modal kerja. Umumnya, ptofile usaha memuat jenis usaha calon debitur misalnya
usaha produksi, atau usaha jasa, atau usaha dagang, posisi keuangan dalam beberapa
tahun terakhir, dan rencana pengembangan usaha.
Kesimpulan tentang kemampuan atau capacity calon peminjam atau debitur dengan
kegiatan usaha untuk kredit modal kerja dapat diketahui dari berbagai aspek. Sebagai
contoh dapat ditunjukan dengan keuntungan bersih :
a. Hasil penjualan tiap bulan =Rp .................... b. Hasil lain-lain =Rp .................... c. Biaya produksi/biaya jasa/harga beli tiap bulan =Rp .................... d. Biaya administrasi (operasional) tiap bulan =Rp ....................
57
e. Kewajiban ditempat lain (utang/kredit per bulan) =Rp ................... f. Keuntungan usaha sebelum pajak (a+b+c+d+e)/bl=Rp .................. g. Pajak badan rata-rata tiap bulan =Rp .................. h. Keuntungan bersih tiap bulan (f-g) =Rp ..................
KESIMPULAN KEMAMPUAN (CAPACITY) CALON DEBITUR :
Plafon pinjaman (menurut surat permohonan pinjaman) Rp. ............. 1. Perkiraan bunga menurun/tetap*) tiap bulan Rp. ............. 2. Jangka waktu ..... bulan, angsuran pokok tiap bulan Rp. ............. 3. Jumlah angsuran pokok dan bunga tiap bulan (1+2) Rp. ............. 4. Keuntungan bersih per bulan (angka h) Rp. ............. Calon debitur mampu/tidak mampu*) mengangsur pinjaman diatas tiap bulan dengan jangka waktu ........... bulan.
*) coret yang tidak tepat
Untuk menilai kemampuan calon debitur yang memohon kredit investasi, terlebih
dahulu juga harus diketahui profile usaha calon debitur dan rencana kebutuhan dana
untuk modal kerja. Umumnya, ptofile usaha memuat jenis usaha calon debitur yaitu
usaha produksi, atau usaha jasa, atau usaha dagang, posisi keuangan dalam beberapa
tahun terakhir, dan rencana pengembangan usaha.
Kesimpulan tentang kemampuan atau capacity calon peminjam atau debitur dengan
kegiatan usaha untuk kredit investasi dapat diketahui dari berbagai aspek. Sebagai
contoh dapat ditunjukan dengan keuntungan bersih :
a. Hasil penjualan tiap bulan =Rp ................... b. Hasil lain-lain =Rp .................... c. Biaya produksi/biaya jasa/harga beli tiap bulan =Rp .................... d. Biaya administrasi (operasional) tiap bulan =Rp .................... e. Kewajiban ditempat lain (utang/kredit per bulan) =Rp ................... f. Keuntungan usaha sebelum pajak (a+b+c+d+e)/bl=Rp .................. g. Pajak badan rata-rata tiap bulan =Rp .................. h. Keuntungan bersih tiap bulan (f-g) =Rp .................
58
KESIMPULAN KEMAMPUAN (CAPACITY) CALON DEBITUR :
Plafon pinjaman (menurut surat permohonan pinjaman) Rp. ............. 1. Perkiraan bunga menurun/tetap*) tiap bulan Rp. ............. 2. Jangka waktu ..... bulan, angsuran pokok tiap bulan Rp. ............. 3. Jumlah angsuran pokok dan bunga tiap bulan (1+2) Rp. ............. 4. Keuntungan bersih per bulan (angka h) Rp. ............. Calon debitur mampu/tidak mampu*) mengangsur pinjaman diatas tiap bulan dengan jangka waktu ........... bulan.
*) coret yang tidak tepat
3) Modal atau capital calon debitur
Modal yang dimiliki oleh calon peminjam atau debitur merupakan kekayaan bersih
yang dimiliki oleh calon peminjam atau debitur sebagai ukuran bahwa calon
peminjam atau debitur berhasil dalam mengelola pendapatannya. Semakin banyak
kekayaan bersih yang dimiliki oleh calon peminjam atau debitur akan semakin tinggi
kemampuan calon debitur dalam mengelola pendapatannya atau usahanya atau
sebaliknya. Orang yang mampu mengelola pendapatannya atau usahanya akan
memberi gambaran pada bank bahwa yang bersangkutan atau badan bersangkutan
diyakini oleh bank mampu mengelola utang baru yang berupa pinjaman atau kredit
baru yang akan diberikan oleh bank. Kemampuan ini menggambarkan akan adanya
kemampuan keuangan calon peminjam atau debitur untuk mengangsur atau melunasi
pinjamannya atau utangnya pada bank, maka calon peminjam atau debitur layak
memperoleh pinjaman atau kredit.
Umumnya, bank mencatat kekayaan (capital) calon peminjam atau debitur dan
menilainya untuk melengkapi penilaian watak dan kemampuan calon peminjam atau
debitur. Kekayaan tersebut dapat diperinci menjadi aktiva tetap dan bangunan milik
pribadi atau perusahaan calon peminjam atau debitur, aktiva likuid, aktiva bergerak
dan lain-lainnya. Untuk memudahkan, dapat ditunjukan dalam Tabel berikut.
Tabel 000 Daftar kekayaan calon peminjam atau debitur
59
Kredit Konsumsi, Modal Kerja dan Investasi NO JENIS NOMIN
AL (Rp) KETERA
NGAN 1 Aktiva tetap tanah dan bangunan pribadi :
1. Tanah rumah tinggal/tanah kavling 2. Tanah kavling tanpa bangunan. 3. Tanah sawah/ladang. 4. Tanah dan ruko. 5. Tanah dan kantor/pabrik/perusahaan 6. Dan lain-lainnya
.............. .............. .............. .............. .............. ..............
2 Aktiva tetap tanah dan bangunan usaha : 1. Tanah rumah tinggal/tanah kavling 2. Tanah kavling tanpa bangunan. 3. Tanah sawah/ladang. 4. Tanah dan ruko. 5. Tanah dan kantor/pabrik/perusahaan 6. Dan lain-lainnya
.............. .............. .............. .............. .............. ..............
3 Aktiva likuid : 1. Tabungan di bank .............................. 2. Tabungan di bank .............................. 3. Deposito di bank ................................ 4. Dan lain-lainnya ................................
.............. .............. .............. ..............
4 Aktiva bergerak : 1. Mobil ....... Merk........ a.n. ...... Thn... 2. Mobil ....... Merk........ a.n. ...... Thn...
.............. ..............
Jumlah : ..............
4) Jaminan aktiva berwujud atau collateral calon debitur
Jaminan aktiva berwujud atau agunan atau collateral merupakan bentuk kekayaan
berwujud baik aktiva tetap, aktiva bergerak atau aktiva likuid yang akan dijaminkan
sebagaimana tercantum dalam perjanjian kredit. Tujuan diadakannya jaminan berupa
aktiva adalah sebagai wujud ikatan kepercayaan yang kuat antara debitur dan bank
dengan dicairkannya pinjaman atau kredit oleh bank kepada peminjam atau debitur
dan juga sebagai back up atas pinjaman atau kredit jika dikemudian hari ternyata
peminjam atau debitur tidak mampu mengangsur atau melunasi kreditnya di bank
karena sesuatu hal dengan menjual agunan tersebut untuk menutup kewajiban atau
utang peminjam atau debitur di bank. Dengan dasar itu, kewajiban peminjam atau
debitur di bank dapat ditutup dan jika nilai jual agunan itu lebih besar, kelebihannya
dapat dikembalikan kepada peminjam atau debitur. Umumnya, nilai agunan kredit
lebih besar dari nilai pinjaman atau kredit, misalnya 3 kali dari nilai pinjaman atau
kredit. Bank akan melihat, memeriksa dan menaksir nilai agunan kredit agar dapat
dijual dengan nilai tinggi sehingga dapat dipakai untuk menutup jumlah pinjaman
60
debitur jika debitur tidak mampu melunasinya. Contoh daftar agunan kredit
sebagaimana dalam table berikut.
Tabel 000 Daftar agunan calon peminjam atau debitur
Kredit Konsumsi, Modal Kerja dan Investasi NO JENIS NOMIN
AL (Rp) KETERA
NGAN 1 Aktiva tetap tanah dan bangunan pribadi :
1. ......................................................... 2. .......................................................
.............. ..............
2 Aktiva tetap tanah dan bangunan usaha : 1. ........................................................
..............
3 Aktiva likuid : 1. ........................................................
..............
4 Aktiva bergerak : 1............................................................
..............
Jumlah : ..............
5) Situasi ekonomi atau condition of economy calon peminjam atau debitur.
Situasi ekonomi calon peminjam atau debitur di masa yang akan datang dapat
mempengaruhi kelangsungan lancarnya angsuran atau pelunasan pinjaman atau
kredit pada bank. Situasi ekonomi untuk masa depan calon peminjam atau debitur
lebih banyak bersifat estimasi terhadap perkembangan ekonomi calon peminjam atau
debitur secara umum mempengaruhi perkembangan pendapatan calon peminjam atau
debitur atau usaha calon peminjam atau debitur. Jika dengan mengkaitkan dua sisi
tersebut, dapat diestimasi ekonomi calon peminjam atau debitur menjadi
berkembang, stabil atau menurun. Bank akan memilih kondisi ekonomi calon
peminjam atau debitur yang stabil atau berkembang, sehingga angsuran kredit atau
pelunasannya dapat dilakukan dengan baik sesuai dengan perjanjian kredit. Untuk
jelasnya dapat ditunjukan contoh kondisi ekonomi calon peminjam atau debitur
seperti dalam tabel 0000 berikut.
Tabel 0000 Kondisi (Condition) Ekonomi Pribadi atau
Usaha Calon Peminjam atau Debitur
NO SKOPE KONDISI *) 1 Makro ekonomi :
1. Kecenderungan tingkat inflasi 1 thn kedepan 2. Kecenderungan bunga SBI 1 tahun kedepan 3. Kecenderungan kurs valas 1 tahun kedepan 4. Kecenderungan investasi local 1 tahun kedepan 5. Kecenderungan investasi asing 1 tahun kedepan 6. Kecenderungan pertumbuhan ekonomi 1 thn
Naik/Turun/Tetap Naik/Turun/Tetap Naik/Turun/Tetap Naik/Turun/Tetap Naik/Turun/Tetap Naik/Turun/Tetap
61
kedepan. 2 Mikro ekonomi :
1. Calon debitur sebagai pegawai/karyawan : 1.a Kinerja kantor/perusahaan tempat kerja. 1.b Jumlah karyawan/ti yang bekerja. 1.c Volume pekerjaan.
2. Calon debitur sebagai pengusaha : 2.a Jumlah penjualan dalam 3 tahun terakhir 2.b Laba bersih usaha dalam 3 tahun terakhir. 2.c Jumlah tenaga kerja dalam 3 tahun terakhir 2.d Jumlah modal usaha dalam 3 tahun terakhir 2.e Jumlah aktiva tetap dalam 3 tahun terakhir
Naik/Turun/Tetap Naik/Turun/Tetap Naik/Turun/Tetap Naik/Turun/Tetap Naik/Turun/Tetap Naik/Turun/Tetap Naik/Turun/Tetap Naik/Turun/Tetap Naik/Turun/Tetap
6) Tujuan pinjaman atau purpose.
Penggunaan pinjaman atau kredit yang diterima oleh debitur atau peminjam
merupakan penggunaan kredit untuk tujuan pembangunan ekonomi sehingga
kesejahteraan masyarakat dapat meningkat. Pinjaman atau kredit tersebut dapat
digunakan oleh peminjam atau debitur untuk investasi, modal kerja dan konsumsi.
Kredit yang digunakan untuk investasi bertujuan untuk meningkatkan produksi,
sehingga dapat menyerap tenaga kerja dan dapat memenuhi penawaran barang untuk
mengatasi permintaan di pasar. Demikian juga kredit yang digunakan untuk modal
kerja juga bertujuan meningkatkan produksi dan menampung tenaga kerja sehingga
penawaran barang di pasar meningkat. Berbeda dengan kredit yang digunakan untuk
konsumsi yaitu pinjaman menambah kesejahteraan peminjam atau debitur untuk
sementara sebelum penghasilanya cukup untuk tujuan tersebut. Penggunaan kredit
oleh peminjam atau debitur merupakan dasar untuk melakukan pemantauan oleh
bank sehingga kelancaran angsuran dan pelunasan dapat ditingkatkan.
7) Pembayaran angsuran kredit atau payment.
Pembayaran angsuran atau pelunasan pinjaman atau kredit yang sesuai dengan
kemampuan calon peminjam atau debitur, ditulis oleh bank dalam perjanjian kredit
berdasarkan analisis yang matang sehingga bagi bank tergambar suatu jumlah dan
jangka waktu pinjaman atau kredit yang tepat dan kemudian dapat dilunasi oleh
peminjam atau debitur. Pembayaran yang dilakukan oleh peminjam atau debitur,
mencakup jumlah angsuran pokok dan bunga, frekwensi angsuran, sumber dana
dalam mengangsur dan cara penyetorannya.
8) Keuntungan atau profitability.
62
Peminjam atau debitur akan memperoleh manfaat atas pinjaman atau kredit yang
diterimanya dari bank berupa nilai kredit atau dana untuk meningkatkan
kesejahteraan atau meningkatkan volume usaha sehingga pengusaha memperoleh
tambahan keuntungan jika dibanding dengan sebelum memperoleh pinjaman atau
kredit. Demikian juga bank, akan memperoleh manfaat berupa bunga kredit sebagai
pendapatan bank.
9) Perlindungan atau protection.
Keyakinan bank terhadap terkumpulnya kembali pinjaman atau kredit yang telah
diberikan pada peminjam atau debitur sesuai dengan perjanjian kredit dalam segala
situasi adalah karena adanya suatu perlindungan dari pihak asuransi debitur, asuransi
agunan, adanya penjamin, dan penanggung kredit disamping analisis terhadap calon
peminjam atau debitur saat sebelum pinjaman atau kredit direalisir. Untuk itu, bank
sangat mementingkan perlindungan karena bank memerlukan keamanan dana yang
diberikan pada peminjam atau debitur dan kemudian dana yang diterima oleh
peminjam atau debitur dapat kembali lagi ke bank sesuai dengan perjanjian kredit.
b) Jumlah nominal pinjaman atau kredit yang akan diberikan kepada seseorang atau sekelompok orang atau badan.
Jumlah pinjaman atau kredit yang disalurkan kepada masyarakat didasarkan juga
pada pertimbangan supaya bank terhindar dari risiko kredit. Untuk itu, sebuah bank
menyalurkan pinjaman atau kredit kepada masyarakat dengan menyebar pada aneka
ragam sektor ekonomi atau kegiatan masyarakat. Dengan penyebaran kredit yang
menyebar, jika ternyata dikemudian hari ada masyarakat atau debitur yang tidak lancar
mengangsur pokok atau melunasinya, bank tidak banyak tertimpa kredit non lancar dan
bank dapat mengganti jumlah kredit yang tidak lancar tersebut dengan penyisihan aktiva
produktif yang sudah terbentuk yang sering disebut kredit hapus buku. Otoritas bahkan
telah mengatur penyebaran kredit sehingga otomatis bank tertolong karena terhindar
dari kredit non lancar yang banyak. Aturan tersebut dikenal dengan pemenuhan Batas
Maksimum Pemberian Kredit atau BMPK atau Legal Lending Limit atau L3 untuk
seorang atau kelompok debitur. Otoritas juga mengenakan sanksi jika aturan tersebut
dilanggar oleh sebuah bank. Bank yang tidak melanggar aturan BMPK adalah bank
yang tidak menyalurkan kredit melebihi jumkah tertentu yang diatur dalam aturan
BMPK. Bank yang menyalurkan kredit dengan tidak melanggar BMPK, disertai
63
dengan adanya fasilitas kredit sebagaimana harusnya, seperti analisis watak, modal,
agunan yang cukup, pemberlakuan yang sama pada debitur yang terkait dan tidak terkait
dengan bank, akan memberikan keyakinan bahwa kredit tersebut akan berkwalitas.
Perlu ditambahkan bahwa BMPK adalah batas maksimum kredit yang diberikan oleh
bank pada peminjam atau debitur sesuai dengan aturan. Dengan memenuhi aturan
tersebut, bank dapat terhindar dari akumulasi jumlah kredit pada satu atau sekelompok
debitur, yang mana jika terjadi ketidaklancaran kredit tidak akan menyulitkan bank.
Yang dimaksud dengan fasilitas kredit adalah penyediaan dana untuk kredit yang
diperuntukan kepada peminjam atau debitur dengan syarat-syarat sebagaimana layaknya
dalam perjanjian kredit. Yang dimaksud dengan fasilitas jaminan adalah segala
persyaratan bank yang mengandung unsur jaminan seperti garansi bank, aval,
endosement, standby Letter of Credit atau LC, dan pernyataan lain yang mengandung
unsur jaminan. Pemberian kredit kepada debitur yang terkait dengan bank dan tidak
diberlakukan sebagaimana debitur yang tidak terkait adalah sebagai awal kemungkinan
adanya kesulitan dalam proses angsuran atau pelunasan kredit. Yang dimaksud dengan
keterkaitan dengan bank adalah penerima kredit atau debitur ada hubungan tertentu
dengan bank, dan hubungan itu dapat terjadi dalam hal terkait dengan pemilik bank,
kepengurusan bank, pengelola bank dan perusahaan lain yang dimiliki oleh bank atau
yang dimiliki oleh pemilik bank, oleh pengurus bank dan oleh pengelola bank.
Keterkaitan itu telah diatur oleh otoritas dalam aturan BMPK dan jika sebuah bank
melanggar aturan itu atau melanggar BMPK untuk debitur yang tidak terkait, kesehatan
suatu bank langsung diturunkan oleh otoritas. Peminjam atau debitur yang digolongkan
terkait dengan bank adalah :
1). Peminjam atau debitur yang terkait dengan kepemilikan perusahaan.
(a) 35% atau lebih dari hak kepemilikan masing-masing perusahaan yang dikuasai
oleh perusahaan yang juga debitur bank atau oleh seseorang pemilik bank yang
juga sebagai debitur atau oleh seseorang pengurus bank yang juga sebagai
debitur atau oleh seseorang pengelola bank yang juga sebagai debitur.
(b) Suatu perusahaan menguasai 35 % atau lebih hak kepemilikan perusahaan lain
dan sebagai debitur bank.
2). Peminjam atau debitur yang terkait dalam hal kepengurusan :
(a) Dalam hal seseorang debitur yang mengurus dua atau lebih perusahaan,
pengurus tersebut dinyatakan terkait.
64
(b) Dalam hal keuangan, jika satu perusahaan dinyatakan sebagai penjamin kredit
yang diterima oleh perusahaan lainnya atau juga satu perusahaan memberikan
bantuan keuangan pada perusahaan lainnya, perusahaan yang juga sebagai
debitur dapat dinyatakan terkait.
Aturan BMPK yang ada sampai saat ini kecuali ada perubahan dikemudian hari,
adalah debitur yang tidak terkait dengan bank dapat diberikan kredit maksimum 20 % dari
modal bank. Debitur yang terkait dengan bank seperti pemegang saham 10% atau lebih
dan keluarganya, komisaris dan keluarganya, direksi dan keluarganya serta perusahaan
yang terkait dengan bank, terkait dengan pemegang saham, terkait dengan komisaris,
terkait dengan direksi dan terkait dengan pegawai bank, dapat diberikan kredit maksimum
10 % dari modal bank. Pemegang saham di bawah 10 % dinyatakan tidak terkait dengan
bank. Untuk memperjelas batas maksimum jumlah kredit yang boleh disalurkan pada
peminjam atau debitur terkait dan tidak terkait dapat diperinci sebagai berikut :
1) Persentase jumlah maksimum penyediaan keseluruhan fasilitas kredit yang diberikan
kepada pihak terkait ditetapkan 10% dari modal bank dan yang termasuk dalam pihak
terkait, adalah:
(a) para pemegang saham,
(b) anggota dewan komisaris,
(c) anggota dewan direksi, dan
(d) pihak-pihak yang mempunyai hubungan keluarga sampai dengan derajat satu baik
horizontal maupun vertikal dengan pemegang saham, anggota dewan komisaris,
dan anggota dewan direksi.
Persentase jumlah maksimum penyediaan keseluruhan fasilitas kredit yang diberikan
kepada pihak terkait yang ditetapkan 10% dari modal bank diatas perinciannya untuk
masing-masing status ditetapkan oleh Rapat Umum Pemegang Saham, misalnya :
NO
STATUS
PERSENTASE MAKSIMAL PINJAMAN
1 Keseluruhan memegang saham 70% x 10% x modal bank
2 Keseluruhan anggota Dewan Komisaris 10% x 10% x modal bank
3 Keseluruhan anggota Dewan Direksi 10% x 10% x modal bank
4 Keseluruhan pihak yang mempunyai hubungan keluarga dengan angka 1, 2, dan 3
10% x 10% x modal bank
65
2) Persentase jumlah maksimum penyediaan keseluruhan fasilitas kredit yang diberikan
kepada pihak tidak terkait ditetapkan 20% dari modal bank. Yang termasuk dalam
pihak tidak terkait, adalah :
(a) Masyarakat umum yang tidak ada hubungannya dengan pengurus bank dan
pemegang saham.
(b) Masyarakat umum yang berhubungan suami istri dengan usaha yang sama dengan
agunan kredit yang sama dan melanggar BMPK.
3) Persentase jumlah maksimum penyediaan keseluruhan fasilitas kredit yang diberikan
kepada 1 (satu) kelompok peminjam (debitur grup) ditetapkan 30% dari modal bank.
Yang termasuk dalam 1 kelompok peminjam (debitur grup), adalah Peminjam yang
mempunyai keterkaitan dengan peminjam lain melalui hubungan kepemilikan usaha,
hubungan kepengurusan, dan/atau hubungan keuangan.
4) Pemberian kredit kepada pihak terkait baik grup maupun perseorangan dan juga
debitur besar yang diindikasikan akan berisiko tinggi, pemberian kredit wajib
mendapat persetujuan minimal oleh 1 (satu) orang anggota Direksi dan 1 (satu) orang
anggota Dewan Komisaris.
5) Memelihara daftar nama pihak terkait dengan bank, debitur grup, dan/atau debitur
besar dalam rangka menjamin efektifitas penerapan batas maksimum penyediaan
keseluruhan fasilitas kredit yang diberikan oleh bank kepada pihak yang terkait
dengan bank, debitur grup, dan/atau debitur besar.
6) Prosedur perkreditan yang disetujui oleh Direksi telah memuat kriteria pihak terkait
dengan bank dan debitur grup dengan mengacu pada ketentuan otoritas yang mengatur
mengenai Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK), serta kriteria debitur besar
yang ditetapkan oleh Direksi.
Yang termasuk dalam keluarga adalah orang tua kandung, orang tua tiri, orang tua
angkat, suami atau isteri, anak kandung, anak tiri, anak angkat, kakek kandung, kakek tiri,
kakek angkat, kakek isteri atau suami, saudara kandung, saudara tiri dan saudara angkat.
Ada juga kredit yang tidak terkena aturan BMPK, seperti :
1) Kredit yang dijamin oleh asuransi.
2) Kredit untuk mendukung kelestarian swasembada pangan dan koperasi.
3) Kredit yang dijamin oleh bank-bank utama dari luar negeri dan dari bank lain.
Cara menghitung batas maksimum pemberian kredit atau BMPK adalah modal bank
dikalikan 10 % bagi debitur terkait atau 20 % bagi yang tidak terkait. Perhitungan modal
bank dapat dilihat dalam perhitungan Aktiva Tertimbang Menurut Rrisiko atau ATMR.
66
Setiap bank yang memberikan kredit melebihi aturan BMPK, nilai kesehatan bank
tersebut diturunkan dan untuk itu setiap bank mengirim laporan BMPK pada otoritas
sesuai dengan aturan, seperti contoh dalam Formulir 1 dan 2.
Formulir 1 Laporan Pelampauan BMPK bagi Peminjam
dan Kelompok Peminjam Modal bank : Rp. ……………… *)
No Nama
Peminjam BMPK Plafon Baki
Debet Pelam pauan
Ket.
*) = Bersumber dari perhitungan ATMR.
Formulir 2 Laporan Pelampauan Penyediaan Dana kepada
Pihak Terkait dengan Bank Modal bank : Rp. ……………………… *)
No Nama Peminjam
BMPK (Rp)
Plafon (Rp)
Baki Debet (Rp)
Pelanggaran Ket.
*) = Bersumber dari perhitungan ATMR.
c) Kelancaran angsuran pokok kredit dan bunga secara periodik
Angsuran pokok kredit dan bunga pinjaman secara periodik sesuai dengan perjanjian
kredit merupakan wujud dari keberhasilan bank dalam menganalisis kredit yang telah
memenuhi criteria 5 C dan 4P. Kelancaran angsuran pokok kredit dan bunga
merupakan harapan setiap bank karena dengan itu bank tidak akan mengalami kesulitan
likuiditas dan tidak mengalami kerugian.
d) Jumlah pokok pinjaman yang ada.
Jumlah pokok pinjaman yang belum diangsur atau belum dilunasi oleh debitur
merupakan jumlah tagihan sebuah bank pada debitur dan jumlah tagihan tersebut
67
disebut baki debet. Jika peminjam atau debitur yang menerima kredit dari sebuah bank
dan pinjaman pokok tersebut belum pernah diangsur oleh debitur, maka baki debet bank
pada debitur tersebut adalah sama dengan pinjaman atau plafon kredit. Total kredit
yang disalurkan oleh sebuah bank yang belum diangsur atau dilunasi oleh debitur yaitu
jumlah baki debet dibanding dengan jumlah seluruh simpanan masyarakat di sebuah
bank seperti giro ditambah tabungan ditambah deposito dan ditambah bentuk lain yang
sama dengan itu disebut dengan rasio kredit terhadap simpanan atau loan to deposit
ratio atau LDR. LDR umumnya 90%, sehingga sebuah bank disebut sehat sesuai
dengan aturan otoritas kecuali ada perubahan aturan. Hal ini akan diuraikan dalam bab
kesehatan bank.
Pembentukan penyisihan aktiva produktif oleh sebuah bank didasarkan atas kelancaran
angsuran pokok kredit atau kolektibilitas kredit bank tersebut. Semakin rendah
kolektibilitas kredit yang non lancar, akan semakin kecil kewajiban sebuah bank
membentuk penyisihan aktiva produktif atau sebaliknya. Kolektibilitas aktiva produktif
adalah tingkat pengumpulan kembali jumlah kredit yang disalurkan oleh sebuah bank
pada masyarakat atau debitur dengan dasar perjanjian kredit. Angsuran pokok kredit
yang sesuai dengan perjanjian kredit disebut kredit dengan kolektibilitas lancar dan
yang tidak sesuai dengan perjanjian kredit disebut kredit dengan kolektibilitas non
lancar.
Umumnya, sebuah bank telah memiliki pedoman tertulis tentang prosedur pembentukan
penyisihan aktiva produktif dan penghapus bukuan aktiva produktif yang non lancar,
terutama kredit macet. Penentuan kwalitas masing-masing aktiva produktif dilakukan
menurut aturan yang ditentukan oleh otoritas seperti aturan dalam Surat Keputusan
Direktur Bank Indonesia Nomor 23/12/BPPP tertanggal 28-02-1991 untuk BPR, yang
mana kolektibilitas aktiva produktif dibedakan kedalam :
1) Kolektibilitas lancar atau kolektibilitas 1,
2) Kolektibilitas kurang lancar atau kolektibilitas 2,
3) Kolektibilitas diragukan atau kolektibilitas 3 dan
4) Kolektibilitas macet atau kolektibilitas 4.
Bank menyalurkan kredit dengan kwalitas tinggi dan selalu memantaunya selama kredit
belum lunas supaya angsuran pokok kredit atau pelunasannya sesuai dengan perjanjian
kredit. Kelancaran pembayaran bunga kredit sangat menentukan pandapatan bunga dan
likuiditas sebuah bank serta pertumbuhan bank dapat dipertahankan atau ditingkatkan.
Kolektibilitas kredit dapat ditentukan dengan suatu criteria yaitu :
68
(a) Ketepatan pembayaran angsuran pokok kredit atau pelunasannya beserta ketepatan
pembayaran bunga kredit oleh debitur sesuai dengan perjanjian kredit. Jika terjadi
kelambatan angsuran pokok kredit sehingga menjadi kredit non lancar dan untuk
pembayaran berikutnya mungkin dipengaruhi oleh prospek usaha atau prospek
pendapatan debitur. Debitur yang prospek usahanya cerah akan memiliki
kolektibilitas kredit yang tinggi jika dibanding dengan prospek usaha debitur yang
kurang atau tidak cerah.
(b) Kemungkinan diterimanya kembali jumlah kredit yang disalurkan melalui angsuran
pokok kredit atau pelunasan dari debitur secara baik dengan dasar stabilitas atau
meningkatnya pendapatan debitur. Dengan stabilnya atau semakin baiknya
pendapatan debitur, ada kemungkinan kolektibilitas kredit tetap lancar atau kredit
semakin berkualiotas atau sebaliknya.
(c) Perubahan kwalitas aktiva produktif dari kondisi yang kurang baik menuju pada
kondisi yang lebih baik sehingga kondisi kolektibilitas kreditnya menjadi lebih
tinggi atau sebaliknya. Perubahan menuju kolektibilitas yang lebih baik dapat juga
dilakukan dengan penyesuaian atau judgement persyaratan kredit.
Untuk memudahkan pemahaman tentang aktiva produktif yang umumnya berupa kredit
yang disalurkan oleh sebuah bank, kriteria penentuan kolektibilitas yang diuraikan
diatas ditambahkan dengan beberapa penjelasan yang terkait dengan itu :
(a) Kredit,
Kredit adalah penyediaan sejumlah uang atau dana atau bentuk lainnya yang dapat
dipersamakan dengan itu oleh bank berdasarkan persetujuan pinjam meminjam
antara bank dengan pihak peminjam atau debitur dan debitur atau peminjam
diwajibkan melunasi pinjaman atau hutangnya itu dalam jangka waktu tertentu dan
dengan jumlah bunga yang disepakati.
(b) Kredit dengan angsuran
Kredit dengan angsuran adalah kredit yang pembayaran pokok pinjaman atau
kreditnya dilakukan oleh peminjam atau debitur sesuai dengan jadwal waktu dan
dengan jumlah tertentu sesuai dengan yang disepakati dalam perjanjian kredit, atau
termasuk pembayaran sesuai dengan perubahan perjanjian kredit.
(c) Kredit tanpa angsuran
Kredit tanpa angsuran adalah kredit yang pembayaran kembali pokok pinjaman
atau kreditnya wajib dilakukan oleh debitur atau peminjam, namun angsuran setiap
69
perioden tidak diatur dalam perjanjian kredit, tetapi dalam jangka waktu yang
perjanjikan pinjaman itu lunas.
(d) Tunggakan angsuran pokok
Tunggakan angsuran pokok adalah angsuran pokok dari suatu kredit yang belum
dibayar oleh debitur atau peminjam setelah tanggal jatuh waktu masa angsuran atau
masa pelunasan menurut perjanjian kredit.
(e) Tunggakan pokok
Tunggakan pokok adalah pokok dari kredit atau pinjaman tanpa angsuran yang
belum dibayar oleh peminjam atau debitur setelah melewati masa angsuran atau
masa pelunasan menurut perjanjian kredit.
(f) Tunggakan bunga
Tunggakan bunga adalah bunga kredit yang belum dibayar oleh debitur baik
pembayaran bunga dengan perjanjian atau tidak dengan perjanjian yang sudah
melewati masa pembayaran atau masa pelunasan seperti dalam perjanjian kredit.
(g) Kredit yang diselamatkan
Kredit yang diselamatkan adalah kredit yang semula tergolong diragukan atau
macet kemudian diusahakan oleh bank untuk diperbaiki dengan kesepakatan antara
bank dan debitur atau peminjam sehingga kredit tersebut menjadi lancar
sebagaimana tertulis dalam akad penyelamatan kredit. Bentuk penyelamatan itu,
adalah :
1) Penjadwalan kembali atau rescheduling
Penjadwalan kembali adalah perubahan syarat-syarat kredit dalam hal jadwal
pembayaran atau jadwal angsuran serta jumlah setiap angsuran dan jangka
waktu kredit sehingga dapat lunas sesuai dengan perubahan syarat-syarat
kredit.
2) Persyaratan kembali atau reconditioning
Persyaratan kembali adalah perubahan sebahagian atau keseluruhan syarat-
syarat kredit yang tidak terbatas pada perubahan jadwal pembayaran, jangka
waktu dan atau persyaratan lain tetapi tidak menyangkut perubahan
maksimum saldo kredit karena saldo kredit adalah jumlah dana bank yang
dipinjam oleh debitur atau peminjam.
3) Penataan kembali atau restructuring
70
Penataan kembali adalah perubahan syarat kredit yang menyangkut
penanaman dana bank, konversi atau perubahan seluruh atau sebahagian
kredit penyertaan dalam perusahaan.
4) Cerukan
Cerukan adalah pemberian fasilitas pelampauan penarikan atas saldo rekening
giro yang efektif yang belum dibuatkan akad kredit pada pemegang rekening
giro atau pelampauan pemberian kredit di atas plafond yang ditetapkan
berdasarkan akad kredit pada debitur atau peminjam.
5) Surat berharga
Surat berharga adalah penanaman dana bank dalam bentuk surat berharga
seperti Sertifikat Bank Indonesia atau SBI, Surat berharga pasar uang atau
SBPU, Saham dan Obligasi yang diperdagangkan di pasar modal.
6) Penyertaan
Penyertaan adalah penanaman dana bank dalam bentuk saham pada
perusahaan lain yang tidak melalui pasar modal dan bank mendapat devidend.
Suatu kredit dapat digolongkan dalam kolektibilitas lancar, kurang lancar, diragukan
dan macet, jika memenuhi criteria :
a) Lancar.
Kredit lancar dapat terjadi baik dalam kredit dengan angsuran maupun dalam kredit
tanpa angsuran atau cerukan :
1) Kredit dengan angsuran.
Kredit lancar pada kredit dengan angsuran, jika :
(a) Tidak terdapat tunggkan pokok, tunggakan bunga atau tidak terdapat
cerukan karena penarikan.
(b) Terdapat tunggakan angsuran pokok, tetapi :
1) Belum melampaui 1 bulan, untuk kredit yang diangsur bulanan.
2) Belum melampaui 3 bulan, untuk kredit yang masa ang-surannya 1
bulanan, 2 bulanan dan 3 bulanan.
3) Belum melampaui 6 bulan, untuk kredit yang masa ang-surannya 4
bulanan atau lebih.
4) Terdapat tunggakan bunga, tetapi :
a) Belum melampaui 1 bulan untuk kredit yang diangsur bulanan
b) Belum melampaui 3 bulan, untuk kredit yang masa angsurannya
lebih dari 1 bulanan
71
2) Kredit tanpa angsuran.
Kredit lancar pada kredit tanpa angsuran, jika :
(a) Kredit belum jatuh tempo dan tidak terdapat tunggakan bunga.
1) Kredit belum jatuh tempo dan terdapat tunggakan bunga, tetapi belum
melampaui 3 bulan.
2) Kredit telah jatuh tempo dan telah dilakukan analisis untuk perpanjang
annya tetapi karena kesulitan teknis, belum dapat diperpanjang.
3) Terdapat cerukan karena penarikan, tetapi jangka waktu nya belum
melampaui 15 hari kerja.
4) Cerukan.
Terdapat cerukan rekening giro tetapi jangka waktunya belum
melampaui 15 hari kerja.
b) Kredit kurang lancar
Seperti kriteria kredit lancar diatas, suatu kredit digolongkan kurang lancar, jika
memiliki kriteria :
1) Kredit dengan angsuran.
Kredit kurang lancar pada kredit dengan angsuran, jika terdapat tunggakan
angsuran pokok yang :
(a) Melampaui 1 bulan dan belum lewat 2 bulan, untuk kredit yang masa
angsurannya kurang dari 1 bulan.
(b) Melampaui 3 bulan dan belum lewat 6 bulan, untuk kredit yang masa
angsurannya 1 bulanan, 2 bulanan dan 3 bulanan.
(c) Melampaui 6 bulan dan belum lewat 12 bulan, untuk kredit yang masa
angsurannya 6 bulanan ke atas.
(d) Terdapat cerukan karena penarikan yang jangka waktunya telah melampaui
15 hari kerja dan belum 30 hari kerja .
(e) Terdapat tunggakan angsuran bunga yang :
1) Melampaui 1 bulan dan belum lewat 3 bulan, untuk kredit yang masa
angsurannya kurang dari 1 bulan.
2) Melampaui 3 bulan dan belum lewat 6 bulan, untuk kredit yang masa
angsurannya lebih dari 1 bulanan.
3) Kredit tanpa angsuran.
(a) Kredit belum jatuh waktu dan :
72
1) Terdapat tunggakan bunga yang melampaui 3 bulan dan belum lewat 6
bulan.
2) Terdapat penambahan plafond atau kredit baru yang dimaksudkan untuk
melunasi tunggakan bunga.
3) Kredit telah jatuh waktu dan belum dibayar tetapi belum melampaui 3
bulan.
4) Terdapat cerukan karena penarikan tetapi jangka waktunya telah melampaui
15 hari kerja.
b) Kredit yang diselamatkan sehingga :
(a) Tidak memenuhi criteria diatas dan tidak ada tunggakan.
(b) Terdapat tunggakan tetapi masih memenuhi kriteria lancar.
(c) Terdapat cerukan karena penarikan tetapi jangka waktunya telah
melewati 15 hari kerja dan belum lewat 30 hari kerja.
c) Kredit yang diragukan
Suatu kredit yang diragukan jika kredit tersebut tidak memenuhi kriteria lancar dan
kurang lancar, namun dapat disimpulkan :
1) Dapat diselamatkan dan agunannya bernilai 75% dari hutang peminjam termasuk
pokok dan bunganya.
2) Dapat diselamatkan tetapi agunannya masih bernilai sekurang-kurangnya 100% dari
hutang peminjam.
d) Kredit macet
Suatu kredit dapat digolongkan macet jika memenuhi kriteria :
1) Tidak memenuhi criteria lancar, kurang lancar dan diragukan.
2) Memenuhi kriteria diragukan tetapi dalam jangka waktu 21 bulan sejak
digolongkan diragukan belum ada pelunasan atau belum ada usaha penyelamatan.
3) Kredit yang penyelesaiannya diserahkan pada Pengadilan Negeri atau Badan
Urusan Piutang Negara atau telah diajukan penggantian ganti rugi kepada
perusahaan asuransi kredit.
Walaupun kemudian kredit macet dapat diselamatkan dan kemudian angsuran
pokoknya kembali lancar, kolektibilitasnya hanya dapat digolongkan setinggi-tingginya
kurang lancar. Penyaluran kredit merupakan kegiatan utama di setiap bank karena pendapatan
73
bank sebagian terbesar bersumber dari bunga kredit. Setiap kredit yang disalurkan oleh bank
mengandung risiko yaitu tidak kembalinya nilai kredit secara utuh atau sebahagian, yang
mungkin karena ada masalah pada penerima pinjaman atau kredit. Dengan dasar adanya
risiko, penilaian terhadap suatu proyek atau usaha yang dilakukan peminjam merupakan
faktor penting. Oleh karena itu, manajemen kredit sebuah bank melakukan pertimbangan
terhadap kredit yang akan disalurkan. Kredit dapat digolongkan menjadi :
a. Kredit menurut sifatnya, yang digolongkan menjadi :
a) Kredit dengan perjanjian, yaitu suatu kredit yang disalurkan oleh bank dengan suatu
ikatan perjanjian yang menyangkut plafond, jumlah angsuran, bunga dan jangka waktu
serta sangsi jika tidak mengangsur dan lunas.
b) Kredit tanpa perjanjian, yaitu suatu kredit yang disalurkan oleh bank tanpa suatu ikatan
perjanjian yang menyangkut plafond, jumlah angsuran, bunga dan jangka waktu serta
sangsi jika tidak mengangsur dan lunas.
b. Kredit menurut penggunaannya, yang digolongkan menjadi :
a) Kredit investasi, yaitu kredit jangka menengah dan panjang untuk keperluan
pengembangan usaha atau membiayai perusahaan baru diluar input atau bahan baku
produk atau jasa yang diproduksi, misalnya dalam bidang membuatan gedung,
pembelian mesin, pembelian tanah untuk berproduksi.
b) Kredit modal kerja, yaitu kredit yang umumnya jangka pendek dan menengah untuk
keperluan pengembangan usaha khususnya dalam pengembangan input atau bahan baku
produk atau jasa sehingga produksi meningkat, misalnya dalam bidang membelian
bahan baku peningkatan stock bahan baru,
c) Kredit konsumsi, yaitu kredit yang umumnya jangka pendek untuk keperluan memenuhi
konsumsi debitur sementara debitur belum mampu memenuhi konsumsinya karena
mendadak yang nantinya diangsur atau dilunasi debitur dari pendapatannya.
c. Kredit menurut sektor ekonomi, digolongkan menjadi :
a) Kredit perdagangan,
b) Kredit pertanian,
c) Kredit industri,
d) Kredit usaha jasa.
Agar risiko kredit menjadi sekecil mungkin, bank menetapkan rencana kerja dan strategi
dalam penyaluran kreditnya yang menyebar mengikuti kriteria di atas dengan tidak melebih
BMPK untuk masing-masing debitur atau sekelompo debitur. Rencana dan strategi
74
penyaluran dan penyebaran kredit selalu didasarkan pada kriteria 5C dan 4P, menurut
golongan, sifat, jenis dan jumlah maksimumnya.
Pembahasan diatas adalah tentang penyaluran kredit, namun tentang penanaman dana
disinggung hanya sedikit dan yang lainnya akan dibahas dalam bab tersendiri. Dalam hal
kolektibilitas penanaman dana sebuah bank, diuraikan :
a. Penanaman yang Lancar, jika ditanamkan dalam :
a) Sertifikat Bank Indonesia atau SBI,
b) Surat Berharga Pasar Uang atau SBPU yang sudah diendos oleh bank lain yang masih
menjadi peserta kliring.
c) Obligasi dan efek yang terdaftar di bursa efek.
d) SBPU yang dibeli oleh nasabah dengan underlaying transaction.
b. Penanaman yang Kurang lancar, jika ditanamkan dalam :
a) SBPU yang sudah diendos oleh bank lain yang sedang dihentikan untuk sementara
keikutsertaannya dalam kliring dan masih dalam proses penyelamatan.
b) SBPU yang dibeli dari nasabah dengan underlaying transaction sebagaimana dimaksud
diatas yang telah jatuh waktu tetapi belum melampaui 1 bulan.
c) SBPU yang dibeli dari nasabah tanpa underlaying transaction dan belum jatuh tempo.
c. Penanaman yang Diragukan, jika ditanamkan dalam bentuk :
a) Obligasi dan saham yang terdaftar di bursa efek, tetapi sudah dinyatakan delisting.
b) SBPU yang dibeli dari nasabah dengan underlaying transaction sebagaimana dimaksud
diatas yang telah jatuh tempo tetapi belum melampaui 3 bulan.
c) SBPU yang dibeli dari nasabah tanpa underlaying transaction dan sudah jatuh tempo
tetapi belum melampaui 1 bulan.
d. Penanaman yang Macet, jika ditanam dalam bentuk :
a) Obligasi dan saham yang terdaftar di bursa efek, tetapi perusahaan tersebut sedang
dalam proses likuidasi.
b) SBPU yang dibeli dari nasabah dengan underlaying transaction sebagaimana dimaksud
dalam diragukan yang telah jatuh tempo tetapi belum melampaui 1 bulan.
c) SBPU yang dibeli dari nasabah dengan underlaying transaction sebagaimana dimaksud
dalam diragukan dan telah jatuh tempo lebih dari 1 bulan.
d) SBPU yang dibeli dari nasabah tanpa underlaying transaction dan telah jatuh tempo
lebih dari 1 bulan.
SBPU merupakan fasilitas diskonto atau bantuan sementara pada Bank Umum atau
pada Lembaga Keuangan Bukan Bank dan SBPU, terdiri dari 2 jenis, yaitu:
75
a. Surat sanggup atau aksep atau promes, yang diterbitkan oleh :
a) Nasabah dalam rangka penerbitan kredit dari bank atau LKBB untuk membiayai
kegiatan tertentu.
b) Bank atau LKBB dalam rangka pinjaman antar bank.
b. Surat Wesel yang ditarik oleh :
a) Salah satu pihak dan diaksep oleh pihak lain dalam rangka transaksi tertentu. Penarik dan
yang tertarik adalah nasabah bank maupun nasabah LKBB.
b) Nasabah bank atau LKBB dan diaksep oleh bank atau LKBB dalam rangka pemberian
kredit untuk membiayai kegiatan tertentu.
SBPU diterbitkan sesuai dengan ketentuan teknis maupun yuridis yang sesuai dengan
yang dimita oleh otoritas. SBPU dapat diperjual belikan atau didiskontokan kepada securitas
house atau langsung pada cabang Bank Indonesia. Setiap bank yang kelebihan likuiditas
dapat menempatkan dananya pada bank lain dalam jangka waktu pendek dengan
mendapatkan keuntungan tertentu, seperti berbentuk Surat Berharga.
Sebuah bank juga memerlukan dana dari bank lain karena bank tersebut tidak dapat
memenuhi kewajibannya misalnya dalam hal kliring dalam transaksi cek dan bilyet giro.
Sebaliknya, dana yang ditempatkan di bank lain oleh bank yang kelebihan likuditas
merupakan call money yang dapat digolongkan sebagai surat berharga dan dana tersebut
mendapat bunga. Jumlah yang dibayarkan atas satu surat berharga yang telah didiskontokan
atau dijual dihitung dengan cara :
Nilai nominal surat berharga Rsb = --------------------------------------------------------------- 3.5) (Tingkat bunga diskonto) x ( Jumlah hari diskonto) Rsb = Jumlah harga yang harus dibayar atas penjualan atau diskonto satu surat berharga.
Dari transaksi tersebut, terlihat adanya biaya diskonto sebesar perbedaan antara nominal surat
berharga dengan jumlah harga surat berharga yang dijual. Disamping itu, obligasi juga
termasuk surat berharga yang merupakan surat pengakuan oleh suatu badan usaha, bank atau
instansi Pemerintah untuk memperoleh pinjaman dalam jangka waktu tertentu dengan tingkat
bunga tertentu. Umumnya jangka waktu obligasi adalah jangka waktu menengah dan panjang
serta obligasi dapat diperjual belikan di pasar uang dan berfungsi sebagai alat likuid maupun
sebagai instrumen penanaman dana bank. Dalam menanamkan dana bank dalam bentuk
obligasi, bank mempertimbangkan beberapa hal :
a. Hasil atau yiel yang ekonomis,
76
b. Estimasi atau perhitungan hasil sampai dengan batas waktu pelunasan atau yiel to
maturity.
c. Perhitungan nilai sekarang dari obligasi atau Net Value of Obligation.
Dana bank juga dapat ditempatkan di bank lain atau di perusahaan lain berupa
deposito, deposit on call, sertifikat deposito dan bentuk penempatan lainnya. Dana bank
ditempatkan di bank dalam negeri dan di bank luar negeri juga memiliki kolektibilitas, yaitu :
a. Penempatan dana bank di bank dalam negeri :
Bank dalam negeri adalah bank yang beroperasi di Indonesia dan beroperasi diluar negeri
dengan kantor pusat di Indonesia. Penempatan itu dapat digolongkan:
a) Penempatan dana bank yang lancar, jika penempatan dana dilakukan pada Bank
Umum yang diikut sertakan dalam kliring dan/atau bank yang usahanya berjalan baik.
b) Penempatan dana bank yang kurang lancar, jika penempatan dana dilakukan pada
Bank Umum yang diikut sertaannya dalam kliring dihentikan untuk sementara atau
penempatan dana dilakukan pada bank yang mengalami kesulitan keuangan namun
dalam proses penyelamatan.
c) Penempatan dana bank yang diragukan, jika penempatan dana dilakukan di Bank
Umum yang sedang dihentikan untuk sementara keikut sertaannya dalam kliring atau
pada bank yang mengalami kesulitan keuangan tetapi belum dalam proses likuidasi.
d) Penempatan dana bank yang macet, jika penempatan dana dilakukan di Bank
Umum yang mana Bank Umum tersebut sudah dalam proses likuidasi.
b. Penempatan dana bank di bank luar negeri :
Bank luar negeri adalah bank yang kantor pusatnya di luar negeri walaupun kantor
cabangnya ada di dalam negeri. Penempatan itu dapat juga digolongkan :
a) Penempatan dana bank yang lancar, jika penempatan dana dilakukan pada Bank
Umum yang usahanya berjalan baik.
b) Penempatan dana bank yang kurang lancar, jika penempatan dana dilakukan pada
Bank Umum yang mengalami kesulitan keuangan namun dalam proses penyelamatan.
c) Penempatan dana bank yang diragukan, jika penempatan dana dilakukan di Bank
Umum yang mengalami kesulitan keuangan tetapi belum dalam proses likuidasi.
d) Penempatan dana bank yang macet, jika penempatan dana dilakukan pada Bank
Umum yang sudah dalam proses likuidasi.
Aktiva produktif yang berbentuk penanaman dana dapat juga disebut dengan penyertaan
sehingga kolektibilitasnya dapat digolongksan, yaitu :
77
a. Penyertaan yang lancar, jika penyertaan dana dilakukan pada perusahaan yang dalam
tahun buku terakhir Return On Assets atau ROA perusahaan tersebut sebelum dikurangi
pajak minimal 0,5% serta secara kumulatif perusahaan tersebut tidak mengalami kerugian.
b. Penyertaan yang kurang lancar, jika penyertaan dana dilakukan pada perusahaan yang
dalam tahun buku terakhir ROA perusahaan tersebut sebelum dikurangi pajak kurang 0,5
% serta secara kumulatif perusahaan tersebut tidak mengalami kerugian.
c. Penyertaan yang diragukan, jika penyertaan dana dilakukan pada perusahaan yang
menderita kerugian secara kumulatif sampai dengan 50% dari modal yang disetor
perusahaan tersebut.
d. Penyertaan yang macet, jika penyertaan dana dilakukan pada perusahaan yang menderita
kerugian secara kumulatif lebih 50 % dari modal yang disetor perusahaan tersebut.
c. Penyisihan Aktiva Produktif atau Piutang Ragu.
Setiap kredit yang disalurkan oleh sebuah bank kepada peminjam atau debitur, ada
kemungkinan dikemudian hari jumlah kredit tersebut tidak terkumpul kembali baik sebagian
atau seluruhnya. Jika kemungkinan itu terjadi, kredit tersebut disebut kredit non lancar.
Ketidaklancaran kredit tersebut disebabkan oleh banyak faktor, seperti adanya perubahan
watak debitur yang dahulunya berwatak baik menjadi berwatak buruk, adanya penurunan
kemampuan debitur dalam mengangsur atau melunasi atau oleh faktor lainnya. Dengan
adanya kemungkinan itu, bank–bank menyalurkan kreditnya dengan hati-hati. Walaupun
demikian, tidak menutup kemungkinan juga akan terjadi kredit non lancar karena penyebab
seperti di atas yang tidak semuanya dapat dikuasai oleh bank. Dengan dasar tersebut,
persyaratan penyerahan agunan oleh debitur kepada bank menjadi keharusan bagi bank dan
bank juga membentuk jumlah penyisihan aktiva produktif yang cukup. Jika kemudian hari
ternyata ada kredit non lancar dan bahkan menjadi kredit macet, penyelesaikan kredit macet
tersebut terus menerus dapat dilakukan oleh bank walaupun bank telah menutupnya dengan
dana penyisihan aktiva produktif yang telah ada. Dengan terbentuknya penyisihan aktiva
produktif yang cukup, kerugian bank akibat kredit macet yang belum berhasil diselamatkan
dapat ditutup sehingga dana masyarakat dapat dikembalikan dengan baik sesuai dengan
statusnya seperti tabungan, deposito dan giro.
Aktiva produktif non lancar dapat disebut sebagai piutang ragu yaitu aktiva produktif
atau kredit yang diragukan dapat terkumpul kembali dengan utuh sesuai dengan perjanjian
kredit. Cara menghitung penyisihan aktiva produktif tidak sama dengan cara menghitung
78
penyusutan aktiva produktif perusahaan non bank. Jumlah penyisihan aktiva produktif bank
dihitung dengan cara :
a. Seluruh aktiva produktif digolongkan kedalam aktiva produktif lancar, kurang lancar,
diragukan dan yang macet.
b. Jumlah cadangan masing - masing golongan aktiva produktif tersebut ditentukan dengan
cara :
a) Aktiva produktif yang lancar, cadangan penyisihannya berjumlah 0,5 % kali seluruh
baki debet aktiva produktif lancar.
b) Aktiva produktif yang kurang lancar, cadangan penyisihannya berjumlah 10% kali dari
seluruh baki debet aktiva produktif kurang lancar dikurangi nilai agunannya yang
dikuasai oleh bank.
c) Aktiva produktif yang diragukan, cadangan penyisihannya berjumlah 50 % kali dari
seluruh baki debet aktiva produktif yang diragukan dikurangi nilai agunannya yang
dikuasai oleh bank.
d) Aktiva produktif yang macet, cadangan penyisihannya berjumlah 100 % kali dari
seluruh baki debet aktiva produktif yang macet dikurangi nilai agunannya yang dikuasai
oleh bank.
e) Menjumlahkan semua cara di atas.
Tidak semua aktiva produktif harus dibuatkan penyisihan, karena ada aktiva produktif
yang tidak perlu dibuatkan penyisihan, seperti :
a Aktiva produktif yang tertanam dalam Sertifikat Bank Indonesia,
b Aktiva produktif yang disertakan atau yang tertanam dalam equity.
c Aktiva produktif yang agunannya berupa agunan likuid seperti tabungan, deposito, giro.
Walaupun penyisihan aktiva produktif dapat ditentukan, bank masih juga memiliki
keragu-raguan dalam membentuk jumlah penyisihan aktiva produktif karena adanya kesulitan
dalam menentukan nilai agunan yang dikuasai oleh bank terkait dengan kemampuan menutup
aktiva produktif yang benar-benar macet dikemudian hari. Kesulitan itu dapat diatasi dengan
cara pemberian bobot risiko atas agunan dan uang kas yang ada, seperti :
a. Uang kas yang ada di bank diberi bobot risiko 0%,
b. Deposito, tabungan, giro yang dijadikan agunan kredit oleh debitur diberi risiko 0%.
c. Agunan kredit selain angka b diberi bobot risiko 25%.
Jika jumlah cadangan penyisihan aktiva produktif yang dapat dibentuk oleh bank lebih
kecil dari jumlah cadangan penyisihan aktiva produktif yang harus dibentuk berdasarkan
perhitungan diatas, kekurangan itu otomatis mengurangi modal bank. Oleh karena itu,
79
pembentukan cadangan penyisihan aktiva produktif harus benar-benar dibentuk minimal
sejumlah perhitungan di atas.
c. Aktiva Tetap, Inventaris, dan Penyusutannya. Aktiva tetap dan inventaris bank merupakan salah satu bentuk penggunaan dana bank
yang dimaksudkan untuk memperlancar operasional bank. Pengadaan aktiva tetap dan
inventaris dilakukan dengan dana yang bersumber dari modal bank atau bukan dana yang
bersumber dari dana pihak ketiga seperti giro, tabungan, dan deposito pihak ketiga yang ada
di bank. Pengadaan itu dilakukan supaya bank dapat memproduktifkan sebagian terbesar
modalnya disamping memproduktifkan seluruh dana masyarakat yang tersimpan di bank.
Modal bank yang digunakan untuk pengadaan aktiva tetap dan inventaris juga harus
terkumpul kembali melalui penyisihan penyusutan aktiva tetap dan inventaris sehingga semua
dana di bank kembali seperti semula. Metode penyusutan aktiva tetap dan inventaris
dilakukan sebagaimana aturan penyusutan aktiva tetap dan inventaris perusahaan non bank.
Seperti diuraikan di atas, dana yang dipakai untuk pengadaan aktiva tetap dan
inventaris adalah modal bank, seperti modal setor bank, cadangan modal, laba ditahan, dan
laba berjalan, yang jumlahnya agar sekecil mungkin sehingga bank lebih banyak
menggunakan modalnya untuk kredit ditambah dengan dana masyarakat yang tersimpan di
bank. Jumlah modal bank yang dapat dipakai untuk pengadaan aktiva tetap dan inventaris
juga diatur oleh Bank Sentral atau Otoritas Jasa Keuangan yaitu maksimal 50 persen.
d. Aktiva lain. Aktiva lain adalah bentuk aktiva bank yang tidak dapat dikelompokkan dalam aktiva
bank seperti persediaan formulir, blanko, pembebanan sementara bank, setoran jaminan listrik
atau air, angsuran setoran pajak yang dibukukan sebagai uang muka, dan lain-lainnya. Aktiva
lain tidak dapat disusutkan sehingga penggantiannya dilakukan dengan pembebanan biaya
yang mengurangi pendapatan bank.
3.3. Likuiditas Bank Setiap bank selalu menyediakan alat likuid dengan jumlah yang cukup untuk dapat
memenuhi kewajiban bank setiap saat atau supaya likuiditas bank cukup tinggi. Kewajiban
bank berupa pembayaran pada pihak ketiga dan biaya-biaya bank. Penyediaan alat likuid
80
dapat berupa uang kas, uang yang ditempatkan di bank lain, perencanaan angsuran pokok dan
bunga, pelunasan kredit, dan lain-lainnya.
Pembahasan alat-alat likuid dapat dilihat dari 2 sisi yaitu dari sisi perencanaan dan dari
sisi untuk berjaga-jaga. Sisi perencanaan atau planned liquidity side didasarkan pada proyeksi
penarikan simpanan yang mungkin dilakukan oleh penyimpan dana atau kreditur. Penarikan
dana pihak ketiga dipengaruhi oleh status dan jumlah dana yang dimiliki oleh pihak ketiga
serta oleh prilakunya. Perencanaan kredit didasarkan oleh jumlah dana, proyeksi jumlah
angsuran kredit dan pelunasannya. Jumlah uang kas yang ada di atas proyeksi penarikan dana
oleh kreditur dan proyeksi perencanaan kredit merupakan kelebihan uang di bank untuk
berjaga-jaga. Kesiapan bank dalam melakukan pembayaran dengan dasar tersebut disebut
likuidity protectif dan dana untuk berjaga-jaga dimaksudkan untuk mengatasi salah urus atau
miss match antara pengeluaran yang nyata dengan pengeluaran yang diproyeksikan. Untuk
memenuhi likuiditas bank, pengelolaan uang kas dan cadangan sekunder sangat diperlukan.
Maksud pengelolaan uang kas dalam sebuah bank adalah untuk :
a. Memenuhi transaksi yang normal di bank setiap hari,
b. Memenuhi transaksi di ank yang tidak terduga-duga,
c. Memenuhi kesempatan yang menguntungkan bank.
Penyediaan uang kas yang berlebihan di atas uang kas yang normal akan menurunkan
efisiensi pengelolaan bank. Oleh karena itu, penyediaan jumlah uang kas disebuah bank perlu
mempertimbangkan :
a. Jarak kantor bank dengan tempat penyimpanan dana bank selain kas. Semakin jauh jarak
kantor pusat bank dengan kantor cabangya, jumlah uang kas yang disediakan akan
semakin besar dibanding jika kantornya berdekatan, karena dalam penyetoran dan
pengambilan uang kas dipengaruhi oleh faktor waktu dan biaya.
b. Biaya yang timbul dalam setiap penawaran uang kas. Jika sebuah bank semakin sering
menarik uang kas pada kantor pusatnya atau pada bank lain, akan semakin tinggi bank
tersebut mengeluarkan biaya penarikan sehingga bank kurang efisien. atau sebaliknya.
c. Pola penarikan uang dari penabung atau kreditur. Penabung yang menarik uangnya di
bank dengan pola penarikan sangat sering dalam kurun waktu tertentu akan diperlukan
penyediaan uang kas yang lebih banyak dibanding dengan pola penarikan yang sangat
jarang dalam kurun waktu tertentu, atau sebaliknya.
d. Keamanan penyimpanan uang kas di kantor bank sendiri. Jika penyimpanan uang kas di
kantor sendiri tidak aman sehingga bank menyimpannya uang kasnya di tempat lain, maka
81
penyediaan uang kas di bank sendiri akan semakin kecil jika dibanding dengan kantor
bank yang penyimpanannya aman.
Pedoman umum yang sering dipergunakan oleh bank dalam menentukan jumlah uang kas
adalah sesuai dengan rumus : 2 x PK x BPK K = ------------------------ 3.6) i di mana : K = Jumlah uang kas siap dipakai untuk memenuhi pembayaran kewajiban bank, sehingga uang
kas untuk tujuan ini disimpan di brankas bank. PK = Jumlah pembayaran kas rata-rata per tahun. BPK = Biaya yang timbul dalam setiap pembayaran dalam bentuk kas. i = Bunga yang didapat jika uang kas yang ada diproduktifkan.
Berdasarkan pengalaman, jumlah uang kas yang disediakan oleh bank dapat berubah-
ubah dalam setiap saat seperti Gambar 7. Penyediaan uang kas rata-rata seperti gambar
tersebut, sangat sulit diwujudkan, namun jumlah tersebut dapat dipakai sebagai acuan dan
secara riil dapat dilihat dalam manajemen risiko likuiditas. Untuk membedakan rata-rata uang
kas tersebut dengan kenyataan, Miller dan Orr menyajikan penyediaan uang kas dengan
jumlah tertentu berdasarkan pertimbangan proyeksi penyediaan uang kas. Proyeksi tersebut
didasarkan pada prediksi pengeluaran kas kamsimum dan minimum per hari, yang
dipengaruhi oleh :
a. Pengalaman pengeluaran kas sebelumnya,
b. Besarnya variabilitas aliran kas setiap hari,
c. Besarnya biaya transaksi,
d. Tingkat bunga uang.
Penyediaan jumlah uang kas maksimum dan minimum dapat ditunjukan dalam Gambar 7.
Jumlah uang kas
20
Rata-rata uang kas
10 u
0
10 20 30 40 Minggu
Gambar 7 Penyediaan Uang Kas
82
Jumlah uang kas
Limit atas
20
Rata-rata uang kas
10
0 Limit bawah
10 20 30 40 Minggu
Gambar 8 Proyeksi Penyediaan Uang Kas
Jika variabilitas dan biaya transaksi cukup besar, maka uang kas yang disediakan menjadi
sangat besar atau sebaliknya. Jika bunga uang sangat tinggi, maka uang tunai yang
disediakan oleh bank menjadi rendah atau sebaliknya.
Dengan mempertimbangkan tingkat bunga dan variabilitas aliran kas di atas, maka
uang tunai yang disediakan oleh bank ditentukan dengan rumus : 1/3 3 (BT) (VAK) Kas = 3 --------- x ------------------- 3.7) 4 i di mana :
VAK = Variasi aliran kas, BT = Biaya transaksi, i = Tingkat bunga uang, 4 = Seperempat dari sumbu tegak sampai dengan garis limit atas, 3 = Titik return point yang terletak pada 1/3 bagian dari jarak limit atau limit bawah.
Penyediaan likuiditas minimum yang wajib ada dalam sebuah bank adalah sejumlah %
tertentu dari seluruh kewajiban lancar, dan penyediaan itu dapat dihitung dengan cara :
Jumlah = Persentase x jumlah kewajiban tertentu 3.8) tertentu yang segera dibayar
Umumnya, persentase tertentu dalam rumus diatas adalah penyediaan kas minimum yang
legal atau Legal reserve requiremen yang ditentukan oleh otoritas moneter, misalnya 5%
menurut SK Dir Bank Indonesia Nomor 21/56/Kep/Dir, tertanggal 27 Oktober 1988 dan Surat
83
Edaran Bank Indonesia Nomor 21/12/BPPP, tertanggal 27 Oktober 1998. Tujuan penyediaan
kas minimum bank adalah :
a. Untuk menjaga posisi uang kas sebuah bank agar bank tetap likuid, yang artinya agar bank
dapat memenuhi setiap kewajibannya setiap saat.
b. Untuk dapat otoritas menentukan target moneter, artinya otoritas dapat menghitung
jumlah uang beredar melalui reserve requirement. Dari reserve requirement tersebut dapat
diketahui angka pelipat gandaan uang atau money multiplier. Oleh karena itu, semakin
tinggi reserve requirement bank akan semakin rendah angka pelipat gandaan uang
sehingga jumlah uang beredar akan semakin menurun atau sebaliknya. Jumlah uang
beredar atau supply of money adalah angka pelipat gandaan uang dikalikan dengan uang
inti atau based money.
Uang beredar = angka pelipat x uang inti gandaan uang Ms = mm x RM 3.9) di mana : Ms = Supply of Money atau uang beredar, mm = money multiplier atau angka pelipat gandaan uang, RM = Reserve Money atau uang inti.
Karena adanya alat likuid yang disediakan oleh bank sehingga bank tidak memperoleh
pendapatan dari alat likuid tersebut, maka biaya dana yang digunakan sebagai alat likuid
ditutupi dari pendapatan aktiva produktif yang ada sehingga laba bank akan berkurang sebesar
biaya tersebut. Dapat juga dikatakan dengan cara lain, bahwa biaya dana secara keseluruhan
akan meningkat atau disebut dengan biaya dana efektif dengan adanya alat likuid. Dapat
disimpulkan bahwa semakin besar legal reserve requirement akan meningkatkan biaya dana
atau sebaliknya. Oleh karena itu, biaya dana efektif dapat dihitung dengan rumus : i EBC = i + ------------ 3.10) 1 - LRR di mana : EBC = Efektif benefit cost, i = Tingkat bunga dana,
1 = Status dana yang ada di bank, misalnya semua dana di bank adalah dana murah, diberi notasi 1
LRR = Legal reserve requirement.
Contoh :
Sebuah bank memperoleh dana dari masyarakat sejumlah Rp.450.000. Dana tersebut
adalah dana murah sejumlah 30% yang berupa giro dengan bunga 0,3% per bulan dan dana
mahal berupa deposito sejumlah 70 % dengan bunga 1% per bulan. Jika Bank Sentral
menetapkan LRR sebuah bank adalah 5 %, maka biaya dana :
84
a. Biaya dana murah = i + i/ (1 – LRR) = 0,3 + 0,3/ (30% x 450.000 – 5% x 450.000)
= 0,300238 % b. Biaya dana mahal = i + i/ (1 – LRR)
= 1 + 1/ (70% x 450.000 – 5% x 450.000) = 1,000327 %
Terlihat bahwa dengan naiknya LRR akan meningkatkan biaya dana efektif atau
sebaliknya dengan turunnya LRR akan menurunkan biaya dana efektif. Walaupun demikian,
banyak bank memiliki cadangans sekunder atau jumlah uang kas di atas LRR yang disebut
Excess Legal Reserve Requirement atau ELRR. Kelebihan tersebut dimaksudkan untuk
membendung kemungkinan sebuah bank terkena risiko likuiditas dan untuk dapat
mempertimbangkan :
a. Uang kas dapat dimanfaatkan sementara di pasar modal dan di pasar uang sebelum uang
tersebut diproduktifkan untuk kredit, sehingga dapat menghasilkan pendapatan bank.
b. Pertumbuhan dana masyarakat yang berhasil dihimpun oleh bank. Semakin berhasil
sebuah bank menghimpun dana masyarakat akan semakin tinggi uang kas yang ada di
bank atau sebaliknya karena dihitung dari persentase tertentu misalnya 5 % dari dana
masyarakat.
c. Pertumbuhan dan pola pencairan kredit oleh bank. Pertumbuhan kredit yang lambat
mungkin karena kredit yang akan dicairkan oleh bank tidak prospektif dibalik pesatnya
dana masyarakat yang dihimpun oleh bank akan memper-besar jumlah uang kas yang ada
di bank atau sebaliknya
Soal-soal untuk latihan :
1. Mengapa penanaman dana bank dinyatakan bersifat sementara ? Jelaskan !
2. Uraikan dengan jelas tentang maksud dari pinjaman yang diberikan oleh bank pada
masyarakat dibanding dana yang dihimpun oleh bank atau LDR 100% !
3. Mengapa bank dilarang oleh Bank Indonesia memberikan pinjaman pada sekelompok
peminjam saja atau melebihi aturan BMPK ? Jelaskan !
4. Walaupun sebuah bank telah cermat menghitung jumlah kebutuhan uang kas sehingga
jumlah uang kas minimal sesuai dengan aturan minimal atau legal reserve requirement
atau LRR, bank juga membentuk jumlah uang kas melebihi aturan yang ada atau
terjadi excess resereve requirement atau ELRR ? Jelaskan !
85
Top Related