8/14/2019 Manajemen Likuiditas Perbankan Syari
1/16
8/14/2019 Manajemen Likuiditas Perbankan Syari
2/16
8/14/2019 Manajemen Likuiditas Perbankan Syari
3/16
memuaskan permintaan nasabah akan pinjaman dan memberikan fleksibiltas dalam
meraih kesempatan investasi menarik yang menguntungkan.
Pengertian likuiditas bank adalah kemampuan bank untuk memenuhi kewajibannya, terutama
kewajiban dana jangka pendek. Dari sudut aktiva, likuiditas adalah kemampuan untuk
mengubah sabieluruh aset menjadi bentuk tunai (cash), sedangkan dari sudut pasiva, likuiditasadalah kemampuan bank memenuhi kebutuhan dana melalui peningkatan portofolio liabilitas.
C. RISIKO LIKUIDITAS
Bank wajib menyediakan likuiditas tersebut dengan cukup dan mengelolanya dengan baik,karena apla likuiditas tersebut terlalu kecil maka akan mengganggu kegiatan operasional bank,
namun demikian likuiditas juga tidak boleh terlalu besar, karena apabila jumlah likuditas
terlalu besar maka akan menurunkan efisiensi bank sehingga berdampak pada rendahnya
tingkat profitabilitas. Dalam hal Bank tidak mampu memenuhi kebutuhan dana dengan segera
untuk memenuhi kebutuhan transaksi sehari-hari maupun guna memenuhi kebutuhan danayang mendesak maka muncullah risiko likuditas.
Risiko Likuditas adalah risiko terjadinya kerugian yang merupakan akibat dari adanya
kesenjangan antara sumber pendanaan yang pada umumnya berjangka pendek dan aktiva yang
pada umumnya berjangka panjang. Besar kecilnya risiko likuditas ditentukan antara lain:
Kecermatan dalam perencanaan arus kas atau arus dana berdasarkan prediksi
pembiayaan dan prediksi pertumbuhan dana, termasuk mencermati tingkat fluktuasi
dana;
Ketepatan dalam mengatur struktur dana termasuk kecukupan dana-dana non PLS;
Ketersediaan aset yang siap dikonversikan menjadi kas; dan
Kemampuan menciptakan akses ke pasar antar bank atau sumber dana lainnya,termasuk fasilitas lender of last resort.
Apabila kesenjangan tersebut cukup besar maka akan menurunkan kemampuan Bank untuk
memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo. Oleh karena itu untuk mengantisipasiterjadinya risiko likuiditas, maka diperlukan manajemen likuiditas, yang mana pengelolaan
likuiditas bank juga merupakan bagian dari pengelolaan liabilitas.
Dalam mengantisipasi terjadinya Risiko Likuditas, aktivitas Manajemen Risiko yang
umumnya ditetapkan oleh Bank antara lain adalah:
Melaksanakan monitoring secara harian atas besarnya penarikan dana yang dilakukan
oleh nasabah baik berupa penarikan melalui kliring maupun penarikan tunai. Melaksanakan monitoring secara harian atas semua dana masuk baik melalui
incoming transfer maupun setoran tunai nasabah.
Membuat analisa sensitivitas likuiditas Bank terhadap skenario penarikan dana
berdasarkan pengalaman masa lalu atas penarikan dana bersih terbesar yang pernah
terjadi dan membandingkannya dengan penarikan dana bersih ratarata saat ini. Dari
analisa tersebut dapat diketahui tingkat ketahanan likuiditas Bank.
3
8/14/2019 Manajemen Likuiditas Perbankan Syari
4/16
Selanjutnya Bank menetapkan secondaryreserve untuk menjaga posisi likuiditas Bank,
antara lain menempatkan kelebihan dana ke dalam instrumen keuangan yang likuid.
Menetapkan kebijakan Cash Holding Limit pada kantor-kantor cabang Bank.Melaksanakan fungsi ALCO (Asset &Liability Committee) untuk mengatur tingkat
bunga dalam usahanya.
meningkatkan/menurunkan sumber dana tertentu.
D. MANAJEMEN LIKUIDITAS
Pengertian manajemen likuiditas adalah sebagai berikut:
Manajemen likuiditas melibatkan perkiraan permintaan dana oleh masyarakat danpenyediaan cadangan untuk memenuhi semua kebutuhan.
Manajemen likuiditas melibatkan perkiraan kebutuhan dan penyediaan kas secara terus
menerus baik kebutuhan jangka pendek atau musiman atau kebutuhan jangka panjang.
Tujuan manajemen likuiditas adalah: Menjaga posisi likuiditas bank agar selalu berada pada posisi yang ditentukan oleh
otoritas moneter yakni Bank Indonesia.
Mengelola alat likuid agar selalu dapat memenuhi semua kebutuhan cash flow termasuk
kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan.
Memperkecil terjadinya idle fund (dana yang menganggur).
Menjaga posisi likuiditas dan proyeksi arus kas agar selalu dalam posisi aman.
Fungsi dari manajemen likuiditas salah satunya adalah untuk memberikan keyakinan kepadapara penyimpan dana bahwa deposan dapat menarik sewaktu-waktu dananya atau pada saat
jatuh tempo dana tersebut dapat ditarik. Oleh karena itu bank wajib mempertahankan
sejumlah dana likuid agar bank dapat memenuhi kewajibannya tersebut.
E. PENGELOLAAN LIKUIDITAS BANK SYARIAH
Baik bank konvensional maupun bank syariah wajib mengelola likuiditasnya, karena
pengelolaan likuditas tersebut diperlukan untuk memenuhi kewajiban bank terutama
kewajiban jangka pendek. Namun demikian terdapat beberapa kendala dalam pengelolaanlikuiditas dalam Bank dengan berbasis Syariah (bank islam) apabila dibandingkan dengan
bank konvensional, mengingat bank dengan berbasis syariah, produk-produknya masih
dibilang baru, seiring dengan usia berkembangnya bank syariah.
Adapun kendala-kendala tersebut antara lain yaitu:
1. Kurangnya akses untuk memperoleh pendanaan jangka pendek;2. Kurangnya akses ke pasar uang sehingga bank syariah hanya dapat memelihara likuiditas
dalam bentuk kas
3. Kendala operasional, kesulitan dalam mengendalikan likuiditasnya secara efisien, sebagaicontoh tidak tersedianya kesempatan investasi segera atas dana-dana yang diterimanya,
kesulitan mencairkan dana investasi yang sedang berjalan sehingga berakibat bank-bank
4
8/14/2019 Manajemen Likuiditas Perbankan Syari
5/16
Islam menahan alat likuidnya dalam jumlah besar dibandingkan dengan rata-rata perbankan
konvensional.
Untuk mengantisipasi masalah tersebut, ada beberapa pilihan yang kebanyakan dilakukan oleh
pengelola bank-bank Islam yang bersifat darurat yaitu:
1. Mengupayakan dana di pasar uang antar bank berdasarkan prinsip syariah dengan
menggunakan berbagai instrument pasar uang yang tersedia di pasar uang tersebut;
2. mengambil bunga dan menggunakannya untuk tujuan sosial berdasarkan fatwa;3. menginvestasikan dalam bentuk emas dan/atau logam mulia lainnya seara tunai dengan
kontrak berjangka
4. menyimpan dananya di bank konvensional tanpa menerima bunga sebagai imbangan dari
servis yang diperolehnya.
F. PENENTUAN KEBUTUHAN LIKUIDITAS BANK SYARIAH
Pada umumnya kebutuhan likuiditas bank ditentukan oleh adanya beberapa faktor yang
meliputi :
1. Kewajiban reserve yang ditetapkan oleh bank sentral. Merupakan Giro Wajib Minimum
(GWM) yang merupakan ketentuan Bank Indonesia. Giro Wajib Minimum merupakan
kewajiban reserve (reserve requirement) yang ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesarprosentase dari Dana Pihak Ketiga (DPK). Dana Pihak Ketiga meliputi seluruh DPK dalam
rupiah ataupun valuta asing pada seluruh kantor bank yang bersangkutan di Indonesia.
DPK Bank dalam bentuk rupiah meliputi kewajiban kepada pihak ketiga yang terdiri dari:
Giro wadiah Tabungan mudharabah
Deposito investasi mudharabah
Kewajiban lainnya
DPK dalam rupiah tersebut tidak termasuk dana yang diterima oleh Bank Syariah atau Unit
Usaha Syariah dari Bank Indonesia dan Bank Perkreditan Rakyat DPK Bank dalam bentuk
valuta asing meliputi kewajiban dalam valuta asing kepada pihak ketiga termasuk bank danBank Indonesia yang terdiri dari:
Giro wadiah
Deposito investasi mudharabah
Kewajiban lainnya
Formula perhitungan GWM:GWM Rupiah = 5% x DPKt-2
GWM Valas = 3% x DPKt-2
DPKt-2 : rata-rata harian jumlah DPK bank dalam satu masa laporan untuk periode dua masalaporan sebelumnya Sebelum diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia mengenai ketentuan
5
8/14/2019 Manajemen Likuiditas Perbankan Syari
6/16
Giro Wajib Minimum yang terbaru tahun 2008, pada tahun 2004 Bank Indonesia menentukan
GWM untuk mata uang rupiah adalah 5% dari Dana Pihak Ketiga, sedangkan GWM valuta
asing adalah 3% dari Dana Pihak Ketiga.
Selain itu terdapat ketentuan tambahan untuk Bank Syariah sebagai berikut:
a. Bagi bank yang rasio pembiayaan dalam rupiah terhadap DPK kurang dari 80%, mendapattambahan perhitungan GWM sebagai berikut:
Bank yang memiliki DPK > Rp 1 trilyun sampai dengan Rp 10 trilyun wajib
memelihara GWM tambahandalam rupiah sebesar 1% dari DPK.
Bank yang memiliki DPK > Rp 10 trilyun sampai dengan Rp 50 trilyun wajib
memelihara GWM tambahan dalam rupiah sebesar 2% dari DPK.
Bank yang memiliki DPK > Rp 50 trilyun wajib memelihara GWM tambahandalam rupiah sebesar 3% dari DPK.
b. Bagi bank yang memiliki rasio pembiayaan dalam rupiah terhadap DPK sebesar 80% atau
lebih, dan atau yang memiliki DPK dalam rupiah sampai dengan Rp 1 trilyun rupiah tidakdikenakan tambahan GWM. arena GWM adalah ketentuan yang ditetapkan Bank
Indonesia, maka pelanggaran GWM akan dikenakan sanksi. Pelanggaran GWM terjadiapabila saldo harian Rekening Giro Bank pada Bank Indonesia kurang dari saldo harian
Rekening Giro Bank yang telah ditetapkan untuk pemenuhan GWM.
Sanksi yang dikenakan pada Bank Syariah jika terjadi pelanggaran GWM adalah:
Sebesar 125% dari tingkat indikasi imbalan Pasar Uang Antar Bank Syariah(PUAS) jika terjadi pelanggaran GWM dan rekening giro rupiah bank bersaldo
positif.
Sebesar 125% dari tingkat indikasi imbalan PUAS atas kekurangan GWM ditambah150% dari tingkat indikasi imbalan PUAS atas saldo negative.
Sebesar 0.04% per hari kerja yang berdasarkan pada selisih antara saldo harian
Rekening Giro valuta asing bank pada Bank Indonesia yang wajib dipeliharadengan saldo harian Rekening Giro valuta asing Bank yang dicatat pada sistemakuntansi Bank Indonesia yang dibayarkan dalam bentuk rupiah dengan
menggunakan kurs transksi Bank Indonesa pada hari terjadinya pelanggaran.
2. Tipe dana yang ditarik oleh bank
Dilihat dari waktu penarikannya, maka pada Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah
terdapat dua jenis, yakni dana yang ditarik sewaktu-waktu meliputi tabungan dan girowadiah, serta dana yang ditarik pada saat jatuh tempo meliputi investasi mudharabah.
Untuk memperkirakan jumlah penarikan pada tabungan dan giro wadiah, Bank Syariah
atau Unit Usaha Syariah perlu mengetahui:1. Pengalaman penarikan dana harian pada masa-masa sebelumnya.
2. Spreading resources, yaitu persebaran dan jumlah pemegang rekening.
Sebagai contoh, jika pada suatu daerah terjadi kecenderungan penarikan dana akibatmelihat tersebaran kantor cabang di daerah tersebut dan jumlah pemegang rekening.
3. Komitmen bank kepada nasabah atau pihak lain untuk memberikan fasilitas
pembiayaan atau melakukan investasi.
6
8/14/2019 Manajemen Likuiditas Perbankan Syari
7/16
Bisnis di perbankan merupakan bisnis kepercayaan, oleh karenanya pemenuhan komitmen
harus menjadi fokus Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah. Sebagai contoh, jika suatu
Bank Syariah menerbitkan suatu Bank Garansi, maka jika nasabah yang memegang bankGaransi tersebut wanprestasi terhadap mitra kerjanya, maka komitmen Bank Syariah untuk
menjamin wanprestasi tersebut harus dilaksanakan. Jika hal ini terjadi, maka dibutuhkan
kecukupan dana untuk memenuhi komitmen tersebut. Sebaliknya jika Bank Syariah tidakmampu memenuhi komitmen tersebut karena kesulitan likuiditas, maka kepercayaan
nasabah pemegang bank garansi tersebut akan jatuh, dan selanjutnya akan berpengaruh
kepada kepercayaan masyarakat terhadap Bank Syariah tersebut. Selain itu, Bank Syariahjuga akan dihadapkan pada tuntutan ganti rugi yang dapat meningkatkan beban perusahaan.
G. PENGELOLAAN ARUS KAS
Tujuan pengelolaan arus kas adalah untuk memperoleh proyeksi arus kas (cash flow
projection) dimana proyeksi arus kas tersebut bermanfaat untuk mengantisipansi terjadinya
kebutuhan likuiditas. Kegiatan dalam pengelolaan arus kas dan likuiditas bank dalam rangkaoptimalisasi pendapatan dan menjaga kepercayaan masyarakat diperankan oleh Divisi
Treasury.
Divisi Treasury di Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah dihadapkan pada tantangan dalam
pengelolaan arus kas ini. Di satu sisi, Divisi Treasury harus dapat menjaga likuiditas jika
terjadi kebutuhan jangka pendek, sehingga harus tersedia alat likuid (kas dan setara kas) yangcukup. Namun di sisi lain, Divisi Treasury harus mengoptimalkan penggunaan dana agar
mencapai tingkat profitablitas yang diharapkan. Risiko tingginya dana yang menganggur (idle
fund) ataupun biaya yang muncul jika terjadi kekurangan likuiditas perlu dihindari agarpendapatan perusahaan meningkat. Semakin besar idle fund akan semakin besar loss
opportunity income bagi Bank karena dana yang menganggur tersebut tidak diinvestasikan
pada instrument keuangan yang menghasilkan pendapatan.
Sebaliknya, jika persediaan dana kurang, maka akan muncul kebutuhan untuk mengupayakan
dana dari Pasar Uang Antar Bank Syariah dimana terdapat biaya dalam hal ini. Untuk itulah,proyeksi arus kas menjadi penting dalam menjaga likuiditas suatu Bank Syariah atau Unit
Usaha Syariah.
Pendekatan yang dimiliki oleh Bank Syariah dalam melakukan proyeksi arus kas terdiri dari 2pendekatan, yaitu
1. Metode Penerimaan dan Pembayaran (Receipt and Payment Method) dan
2. Ramalan Aliran Dana (Fund Flow Forecast).
1. Metode Penerimaan dan Pembayaran (Receipt and Payment Method).
Dalam metode ini, jumlah penerimaan dan jumlah pembayaran dalam periode
tertentu dicatat dalam bentuk laporan proyeksi arus kas yang terdiri dari :
posisi Awal Kas, merupakan saldo uang tunai yang dimiliki bank (kas dan giro pada Bank
Indonesia);
7
8/14/2019 Manajemen Likuiditas Perbankan Syari
8/16
Arus Kas Masuk, mencatat seluruh transaksi yang menyebabkan bertambahnya posisi awal kas
seperti penerimaan dana pihak ketiga, pendapatan operasional, dan penjualan/pelunasan suratberharga;
Arus Kas Keluar, mencatat semua transaksi bank yang menyebabkan berkurangnya posisi awal
kas seperti pembelian surat berharga, pembayaran dana pihak ketiga, dan biaya operasinal;.
Posisi Kas Akhir, adalah perkiraan saldo bank yang merupakan penjumlahan antara posisi kasawal ditambah jumlah arus kas masuk dan dikurangi jumlah arus kas keluar. Untuk membantu
penyusunan Laporan Proyeksi Arus Kas, diperlukan Laporan Maturity Profile. Sebagaimana
telah diwajibkan oleh Bank Indonesia, Laporan Proyeksi Arus Kas disampaikan dua kali dalamsebulan, yaitu setiap tanggal 15 dan tanggal akhir bulan,sedangkan Laporan Maturity Profile
disampaikan hanya pada akhir bulan.
2. Metode Ramalan Aliran Dana (Fund Flow Forecast).
Metode ini dibantu oleh penyusunan ikhtisar neraca akhir tahun I dan II dalam
rangka analisa aliran dana (fund flow analysis) yang menunjukkan bagaimana duaunsur utama dari aset operasional bersih (net operational assets), yakni aktiva tetap
(fixed assets) dan modal kerja (working capital) didanai. Selanjutnya, dilakukanpenyusunan Fund Flow Statement untuk tahun II dimana hasil akhirnya akan
menjadi Fund Flow Forecast, apakah Bank akan kekurangan likuiditas atau tidak.
H. ALAT LIKUID BANK SYARIAH
Alat likuid merupakan bagian dari aktiva lancar yang berfungsi untuk menjaga likuiditas Bank
Syariah atau Unit Usaha Syariah. Kemampuan likuiditas suatu aset tergantung padakandungan daya cair aset (self contained liquidity) dan daya jual aset (marketability).
Suatu rasio yang digunakan untuk mengukur likuiditas bank adalah cash ratio yang dihitung
dengan rumus:
Cash ratio = ((Alat likuid yang dikuasai)/(kewajiban yang segera dibayar)) x 100%
Semakin tinggi nilai cash ratio ini, semakin tinggi pula kemampuan likuiditas bank tersebut
Alat likuid terdiri dari:1. Kas pada vault. Alat likuid ini berisi uang tunai yang dipelihara oleh bank untuk memenuhi
kebutuhan transaksi seharihari.
2. Giro pada Bank Sentral. Rekening giro pada bank sentral merupakan sarana transaksi antarbank, baik dalam rangka melakukan kliring, maupun untuk transaksi pinjaman antar bank
atau dengan bank sentral.
3. Giro pada Bank lain Rekening giro pada bank lain bertujuan untuk melancarkan transaksi
antar bank (transfer, inkaso, transaks L/C, dan lain-lain)4. Item-item uang tunai yang masih dalam proses inkaso. Alat likuid ini terdiri dari cek bank
sentral atau bank koresponden yang belum secara efektif dikreditkan pada rekening bank
pada bank sentral atau bank koresponden.
Dilihat dari prioritas penggunaan dana bank, alat likuid ini termasuk dalam primary reserve
(cadangan primer) yang bertujuan untuk :
8
8/14/2019 Manajemen Likuiditas Perbankan Syari
9/16
1. Memenuhi reserve requirement yang ditempatkan dalam bentuk Giro Wajib Minimum di
Bank Indonesia.
2. Memenuhi keperluan operasional bank sehari-hari.3. Penyelesaian kliring antar bank
4. Kewajiban jangka pendek yang jatuh tempo.
Sementara jika dilihat dari sifat aktiva bank dalam hubungannya dengan pendapatan bank
(earning), maka alat likuid ini termasuk dalam Aktiva Tidak Produktive (Non Earning
Assets). Alokasi penggunaan dana pada Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah memilikipaling tidak dua tujuan, yakni untuk mencapai tingkat profitabilitass yang cukup dengan
tingkat risiko rendah serta untuk menjaga likuiditas agar kepercayaan masyarakat terjaga. Alat
likuid bertujuan untuk menjaga likuiditas Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah dan tidak
ditujukan untuk memperoleh pendapatan bagi Bank Syariah untuk membiayai kegiatanoperasionalnya . Oleh karenanya, penempatan aset-aset alat likuid tersebut cenderung pada
instrument dengan jangka waktu pendek serta rendah risiko sehingga imbal hasilnya pun
rendah. Sebagai contoh adalah penempatan dana pada giro bank lain untuk kelancaran
transaksi antar bank dimana imbal hasil giro lebih rendah dibandingkan bagi hasil yangdiperoleh Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah pada pembiayaan melalui mudharabah.
I. INSTRUMENT LIKUIDITAS BANK SYARIAH
Selain primary reserve, maka kunci terpeliharanya likuiditas suatu Bank adalah tersedianyasecondary reserve dalam jumlah yang memadai. Secondary reserve merupakan dana
pendukung apabila primary reserve tidak dapat mencukupi kebutuhan likuiditas. Umumnya
secondary reserve ini diinvestasikan dalam bentuk instrument keuangan yang memenuhi syaratsebagai berikut:
1. High quality (low default risk).
2. Short term maturity (tenor < 1 tahun)3. Marketable
Bentuk investasi dapat dilakukan melalui Pasar Uang Antar Bank Syariah (PUAS) dan Pasar
Modal Syariah.
Bank Indonesia yang didukung oleh Dewan Syariah Nasional telah menerbitkan 3 buahinstrument keuangan yang berprinsip syariah dengan peraturan pelaksanaannya.
Instrument tersebut adalah
Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI),Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), dan
Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek Bagi Bank Syariah (FPJPS).
1. Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI)
9
8/14/2019 Manajemen Likuiditas Perbankan Syari
10/16
Peraturan Bank Indonesia no 2/9/PBI/2000 mengatur tentang Sertifikat Wadiah Bank
Indonesia. Sertifikat Wadiah Bank Indonesia adalah sertifikat yang diterbitkan Bank
Indonesia sebagai bukti penitipan dana berjangka pendek dengan prinsip wadiah
Akad wadiah adalah suatu akad antara pemilik barang dengan penerima titipan barang untuk
menjaga harta titipan dari kerusakan atau kerugian serta demi keamanan barang yangdititipkan tersebut. Dalam hal ini, Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah dapat menempatkan
kelebihan dananya pada SWBI dan Bank Indonesia sebagai penerima titipan wajib menjaga
dana tersebut hingga jatuh tempo. Sebagai bukti penitipan dana tersebut,Bank Indonesia menerbitkan Sertifikat Wadiah Bank Indonesia. Landasan syariah akad
wadiah tercantum pada surat An-Nisaa; ayat 58 dan surat al-Baqarah ayat 283.
Sebagai otoritas moneter, Bank Indonesia memiliki kepentingan untuk melaksanakanpengendalian moneter. Untuk itulah, selain menjadi alat penyaluran kelebihan likuiditas
Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah, SWBI bermanfaat untuk mengatur pengendalian
moneter. Atas keikutsertaan Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah dalam pelaksanaan
pengendalian moneter tersebut, maka Bank Indonesia dapat memberikan bonus ataspenitipan dana tersebut yang diperhitungkan pada saat jatuh tempo. Sesuai prinsip wadiah,
besarnya bonus tersebut tidak dipersyaratkan sebelumnya antara Bank Syariah atau UnitUsaha Syariah sebagai penitip dengan Bank Indonesia sebagai penerima titipan. Selain itu
besarnya bonus tidak boleh ditetapkan dalam bentuk nominal ataupun prosentase. Pemberian
bonus ini merupakan kebijakan Bank Sentral yang bersifat sukarela. Dalam hadits riwayat
Muslim, diriwayatkan dari Abu Rafie bahwaRasulullah saw pernah meminta seseorang untukmeminjamkannya seekor unta. Diberinya unta kurban (berumur sekitar dua tahun). Setelah
selang beberapa waktu, Rasulullah saw memerintahkan Abu Rafie untuk mengembalikan
unta tersebut kepada pemiliknya, tetapi Abu Rafie kembali kepada Rasulullah saw serayaberkata, Ya Rasulullah,
unta yang sepadan tidak kami temukan; yang ada hanya unta yang lebih besar dan berumur
empat tahun
Rasulullah saw berkata, Berikanlah itu, karena sesungguhnya sebaik-baik kamu adalah yang
terbaik ketika membayar.
Peran SWBI dalam memenuhi kebutuhan jangka pendek bagi Bank Syariah atau Unit Usaha
Syariah yang memilikinya adalah pada saat terjadi kekurangan likuiditas karena tidak
tersedianya dana dari Pasar Uang ataupun dari Bank Pusat untuk Unit Usaha Syariah.Sebagai the lender of last resort, Bank Indonesia dapat memberikan pembiayaan dalam
bentuk Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek bagi Bank Syariah dan SWBI tersebut dapat
dijadikan agunan bagi fasilitas pembiayaan tersebut. SWBI merupakan instrument yang tidakboleh diperjualbelikan.
2. Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)
Berdasarkan Undang-Undang SBSN yang diterbitkan pada Mei 2008, Surat Berharga
Syariah Negara atau dapat disebut Sukuk Negara adalah surat berharga negara yang
diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset
10
8/14/2019 Manajemen Likuiditas Perbankan Syari
11/16
SBSN, baik dalam mata uang rupiah ataupun mata uang asing. Tujuan diterbitkannya SBSN
adalah untuk membiayai APBN termasuk membiayai pembangunan proyek,
mengembangkan pasar keuangan syariah, menambah jenis instrument investasi,memanfaatkan barang milik negara, dan memanfaatkan dana masyarakat yang belum
terjaring oleh perbankan konvensional.
Asset SBSN dapat berupa obyek pembiayaan SBSN ataupun barang milik negara yang
memiliki nilai ekonomis. Aset SBSN ini dapat berupa tanah atau bangunan (aktiva berwujud)
atau selain tanah dan bangunan (aktiva tidak berwujud) dan aset SBSN ini dijadikan sebagaidasar penerbitan SBSN. Tersedianya aset ini bertujuan untuk menghindarkan unsur riba.
Dalam rangka penerbitan SBSN, pemerintah dapat mendirikan perusahaan penerbit SBSN
yang biasa disebut denganSpecial Purpose Vehicles (SPV) yang berwenang diantaranyauntuk menerbitkan SBSN, menjadi agen dalam pelaksanaan transaksi SBSN seperti
pembayaran baik imbalan maupun nilai nominal SBSN kepada investor, dan menjadi
counterpart Pemerintah dalam transaksi pengalihan aset.
Pemerintah dalam hal ini bertanggung jawab atas pembayaran imbalan dan nilai nominal
sukuk yang diterbitkan sampai dengan sukuk jatuh tempo.
Jenis-jenis sukuk meliputi:
1. Sukuk ijarah yakni sukuk yang berdasarkan akad ijarah dimana satu pihak bertindak
sendiri atau dapat diwakili dalam menjual atau menyewakan hak manfaat atas suatu asetkepada pihak lain berdasarkan harga dan periode yang disepakati tanpa diikuti dengan
pemindahan kepemilikan aset itu sendiri.
2. Sukuk mudharabah, yakni sukuk yang berdasarkan akad mudharabah dimana satu pihakmenyediakan modal dan pihak lain menyediakan tenaga dan keahlian dan keuntungan dari
kerjasama tersebut akan dibagikan berdasarkan perjanjian yang telah disepakati
sebelumnya.3. Sukuk musyarakah, yakni sukuk berdasarkan akah musyarakah dimana dua pihak atau
lebih bekerjasama menggabungkan modal untuk membangun proyek baru,
mengembangkan proyek yang telah ada, atau membiayai kegiatan usaha. Keuntunganmaupun kerugian yang timbul ditanggung bersama sesuai dengan jumlah partisipasi modal
masing-masing pihak.
4. Sukuk istisna, yakni sukuk berdasarkan akad istisna dimana pihak menyepakati
jual beli dalam pembiayaan suatu proyek atau barang. Adapun harga, waktu penyerahan,dan spesifikasi barang atau proyek ditentukan terlebih dahulu berdasarkan kesepakatan.
Surat Berharga Syariah Negara yang saat ini berlaku menggunakan akad ijarah.
3. Pasar Uang Antar Bank Syariah (PUAS)
Pasar Uang Antar Bank Syariah merupakan pasar bagi instrument keuangan jangka pendek
(kurang dari 1 tahun). Pasar Uang Antar Bank berdasarkan Prinsip Syariah adalah transaksi
keuangan jangka pendek antar bank berdasarkan prinsip syariah baik dalam rupiah maupun
valuta asing.
11
8/14/2019 Manajemen Likuiditas Perbankan Syari
12/16
Untuk saat ini, instrument keuangan untuk Pasar Uang Syariah yang telah ditetapkan oleh
Bank Indonesia terdiri dari:a. Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank (SIMA).
Berlakunya instrument keuangan syariah IMA ini berdasarkan Surat Edaran Bank
Indonesia no 9/8/DPM tertanggal 30 Maret 2007. Tujuan diberlakukannya Sertifikat IMAini adalah untuk sarana investasi bagi Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah, terutama
untuk mengatur kebutuhan likuiditasnya.
Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank (sertifikat IMA) didefinikan sebagai sertifikat
yang diterbitkan oleh Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah (UUS) yang digunakan
sebagai sarana investasi jangka pendek di PUAS dengan akad mudharabah.
Mudharabah, sesuai definisi pada Surat Edaran tersebut, adalah penanaman dana dari
pemilik dana (shahibul maal) kepada pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan
usaha tertentu, dengan pembagian menggunakan metode bagi untung dan rugi (profit and
loss sharing) atau metode bagi pendapatan (revenue sharing) antara kedua belah pihakberdasarkan nisbah yang disepakat sebelumnya.
Karakteristik Sertifikat IMA:
1) Diterbitkan dengan akad mudharabah
2) Dapat diterbitkan baik dalam rupiah maupun dalam valuta asing
3) Dapat diterbitkan dengan atau tanpa warkat.4) Mencantumkan informasi sedikitnya : nilai nominal investasi, nisbah bagi hasil, jangka
waktu investasi, indikasi tingkatimbalan Sertifikat IMA sebelum didistribusikan pada
bulan terakhir.5) Berjangka waktu 1 hari sampai dengan 365 hari.
6) Dapat diperdagangkan sebelum jatuh tempo.
Mekanisme Transaksi Sertifikat IMA:
1) Bank Syariah atau Unit Usaha Syarian menerbitkan Sertifikat IMA
2) Bank Syariah, Unit Usaha Syariah, Bank Konvensional dapat membeli sertifikatIMA
3) Penerbit sertifikat IMA menginformasikan kepada pembeli sertifikat IMA antara lain
: nilai nominal investasi, nisbahbagi hasil, jangka waktu investasi, indikasi tingkat
imbalan sertifikat IMA sebelum didistribusikan pada bulan terakhir.4) Jika terjadi transaksi jual beli sertifkat IMA, maka pihak penjual harus
menginformasikan kepada pihak penerbit sertifikat IMA (yaitu Bank Syariah atau
Unit Usaha Syariah) untuk memudahkan proses penyelesaian transaksi pada saatjatuh tempo.
Penyelesaian Transaksi Sertifikat IMA
12
8/14/2019 Manajemen Likuiditas Perbankan Syari
13/16
Sesudah transaksi jual beli Sertifikat IMA terjadi, maka penyelesaiannya, baik
penyelesaian pada saat terjadi transaksi pembelian maupun penyelesaian pada saat
Sertifikat IMA jatuh tempo adalah sebagai berikut:
1) Pada saat penerbitan Sertifikat IMA, pembeli sertifikat IMA melakukan pembayaran.
Pembayaran sertifikat IMA kepada pihak penerbit dapat dilakukan denganmenggunakan : nota kredit melalui kliring, bilyet giro pada Bank Indonesia, atau
transfer dana secara elektronik.
2) Pada saat sertifikat IMA jatuh tempo, pihak penerbit membayar kepada pihakpemegang sertifikat IMA sebesar nilai nominal investasi. Pembayaran ini dapat
dilakukan menggunakan : nota kredit melalui kliring, bilyet giro pada Bank
Indonesia, atau transfer dana secara elektronik. Perhitungan Imbalan Besarnya imbalan
Sertifikat IMA dihitung berdasarkan nominal investasi, tingkat imbalan depositoinvestasi mudharabah sesuai jangka waktu investasi dan nisbah bagi hasil yang
disepakati.perhitungan dapat menggunakan formula:
X = P x R x t/360 x kDimana :
X : Besarnya imbalan yang diberikan kepada pihak yang berinvestasiP : Nilai nominal investasi
R : Tingkat imbalan deposito investasi mudharabah (sebelum didistribusikan)
t : Jangka waktu investasi
k : Nisbah bagi hasil untuk pihak yang berinvestasi.Realisasi pembayaran imbalan dilakukan pada hari kerja pertama bulan berikutnya.
4. Pasar Modal Syariah
Instrument di pasar modal syariah saat ini meliputi saham yang masuk kategori JakartaIslamic Index, Sukuk, dan reksadana syariah. Karena Bank tidak diperbolehkan berinvestasi
pada saham, maka sukuk dan reksadana syariahlah menjadi secondary reserve dimana
instrument ini dapat dijual di secondary market untuk sukuk dan dicairkan untuk reksadanasyariah jika Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah membutuhkan dana jangka pendek.
Namun jika dibandingkan dengan instrument keuangan pada Pasar Uang Antar Bank Syariah
(PUAS), maka instrument pada Pasar Modal Syariah ini kurang likuid. Untuk itu kriteria high
quality dan marketable menjadi penting bagi pemilihan sukuk dan reksadana syariah.
5. Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek bagi Bank Syariah (FPJPS)
FPJPS merupakan instrument terakhir untuk memenuhi kebutuhan likuiditas bagi Bank
Syariah atau Unit Usaha Syariah setelah terjadinya saldo giro negative dan tidak berhasilnyaakses pasar uang syariah untuk menutup kewajiban jangka pendek.
Bagi Unit Usaha Syariah, selain mencari pendanaan dari Pasar Uang Antar Bank Syariah
(PUAS), Unit Usaha Syariah juga harus mengusahakan dana dari Kantor Pusat Bank
13
8/14/2019 Manajemen Likuiditas Perbankan Syari
14/16
Konvensional. Jika masih belum dapat memenuhi kewajiban jangka pendek tersebut, maka
Bank Indonesia dapat memberikan pendanaan yang bersifat syariah untuk membantu
likuiditas Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah tersebut.
Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek ini, yang disebut dengan FPJPS, diberikan hanyak
kepada Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah yang mengalami kesulitan pendanaan jangkapendek, namun masih memenuhi persyaratan tingkat kesehatan dan permodalan. Penilaian
kesehatan Bank pada faktor likuiditas menggunakan rasio besarnya aset jangka pendek
terhadap kewajiban jangka pendek yang merupakan rasio utama. Semakin kecil rasio utamaini, maka tingkat likuiditas bank juga semakin rendah karena kurangnya kemampuan asset
jangka pendek untuk mendanai kewajiban jangka pendek. Selain factor likuiditas, factor
permodalan juga merupakan factor dalam penilaian tingkat kesehatan bank. Rasio utama
dalam factor permodalan adalah kecukupan pemenuhan Kewajiban Penyediaan ModalMinimum (KPMM) yang sebesar 8% dari Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) yaitu
risiko penyaluran dana, dan risiko nilaitukar yang masuk kategori risiko pasar.
Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah yang memperoleh FPJPS harus menyetor agunan keBank Indonesia. Agunan ini berupa surat berharga syariah yang berupa SWBI ataupun SBSN.
Agunan ini tidak boleh diperjualbelikan dan tidak boleh dijadikan agunan untuk pembiayaanlainnya selama dijadikan agunan untuk FPJPS.Jika pada saat jatuh tempo pembiayaan Bank
Syariah atau Unit Usaha Syariah tidak dapat melunasi kewajibannya, maka FPJPS dapat
diperpanjang dengan tetap mengagunkan surat-surat berharga tersebut. Jika Bank Syariah atau
Unit USAHA Syariah tidak memperpanjang FPJPS, maka pada saat jatuh tempo tersebut,Bank Indonesia akan mengeksekusi agunan FPJPS. Jika hasil eksekusi agunan masih kurang
untuk menutupi dana FPJPS, maka Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah harus menambah
dana ke Bank Indonesia. Namun jika hasil eksekusi agunan lebih dari FPJPS, maka kelebihantersebut dikembalikan kepda Bank Sariah atau Unit Usaha Syariah.
Perhitungan imbalan FPJPS yang diperoleh Bank Indonesia adalah sebagai berikut:X = P x R x k x t/360,
Dimana :
X : besarnya imbalan yang diterima Bank IndonesiaP : nilai nominal FPJPS
R : realisasi tingkat imbalan sebelum didistribusikan pada bulan terakhir atas deposito
mudharabah 3 bulan atau 1 bulan dari Bank Syariah jika deposito mudharabah 3 bulan
tidak tersedia.k : nisbah bagi hasil bagi Bank Indonesia
t : jumlah hari kalender penggunaan FPJPS
J. STRATEGI PEMELIHARAAN LIKUIDITAS
14
8/14/2019 Manajemen Likuiditas Perbankan Syari
15/16
Agar posisi likuiditas Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah tetap terjaga dengan tetap dapat
memenuhi kebutuhan nasabah serta mematuhi peraturan otoritas moneter dan ketentuan saldo
minimum bank (depository correspondent), maka beberapa strategi perlu dilakukan, yaitu:
1. Memperpanjang jatuh tempo kewajiban bank
2. Melakukan diversifikasi sumber dana Bank3. Melakukan koordinasi secara rutin antara unit kerja marketing,treasury dan perkreditan
dalam rapat ALCO (Assets Liabilities Committee) untuk mengetahui kebutuhan dana yang
muncul dari komitmen kredit serta jangka waktunya sehingga unit kerja marketing dantreasury dapat mencari sumber dana yang sesuai.
K. KESIMPULAN & SARAN
1. Manajemen likuiditas di Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah merupakan bagian dari
asset and liability management yang secara umum bertujuan untuk menjaga likuiditas suatu
Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah agar kegiatan operasional tetap berjalan dankepercayaan masyarakat terjaga.
2. Sumber kebutuhan likuiditas berasal dari : kewajiban reserve yang ditetapkan oleh banksentral, tipe dana yang ditarik oleh bank, dan komitmen bank dalam pembiayaan atau
investasi.
3. Alat untuk memenuhi kebutuhan likuiditas adalah:
a. Primary reserves, yang terdiri dari alat likuid (kas, giro pada bank sentral atau bankkoresponden, dan inkaso).
b. Secondary reserves, yang terdiri dari instrument keuangan syariah
4. Jika terjadi kekurangan likuiditas, maka Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah perlumenguopayakan dana dari Pasar Uang Antar Bank Syariah (PUAS) dan jika tidak
mencukupi, maka Bank Indonesia akan member Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek
Syariah (FPJPS) dengan agunan berupa Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI).5. Tantangan dalam pengelolaan likuiditas adalah dalam hal optimalisasi penggunaan dana
agar tidak terjadi idle fund yang tinggi dan tidak terdapat kekurangan likuiditas. Untuk itu
estimasi kebutuhan dana likuiditas yang diperoleh melalui proyeksi arus kas menjadi sangatpenting.
6. Diperlukan inovasi dalam menciptakan diversifikasi sumber dana dan koordinasi yang solid
terutama antar unit kerja marketing, treasury, dan perkreditan untuk memelihara likuiditas
Bank.7. Masalah yang muncul adalah masih kurangnya instrument di Pasar Uang Antar Bank
Syariah, sehingga untuk pengembangan ke depan, inovasi dalam pencipataan instrument
likuiditas untuk perbankan syariah sangat diperlukan.
DAFTAR PUSTAKA
15
8/14/2019 Manajemen Likuiditas Perbankan Syari
16/16
Eko, Ekonomi Islam Online (http://ekisonline.com)
Selamet Riyadi, 2006. Banking Assets and Liability Management, Edisi Ketiga.
Syafii Antonio, 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktek, Cetakan 1.Zainul Arifin, 2006. Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah, Cetakan 4.
16
Top Related