BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Konflik secara umum didefinisikan sebagai perselisihan internal atau
eksternal akibat adanya perbedaan gagasan, nilai, atau perasaan antara dua orang
atau lebih. Konflik juga dapat terjadi jika ada perbedaan ekonomi dan nilai
profesional serta jika ada kompetisi antar profesional. Sumber yang tidak adekuat
dan buruknya uraian peran yang diharapkan sering juga menjadi sumber konflik
di dalam organisasi.
Menurut Bessie dan Carol (210), diawal abad ke-20 konflik dianggap
sebagai indikasi manajemen organisasi yang buruk, dianggap destruktif, dan
dihindari dengan semua cara. Ketika terjadi, konflik diabaikan, disangkal, atau
diatasi dengan segera dan secara kasar. Pada era ini dipercaya bahwa konflik
dapat dihindari jika pegawai diajarkan satu cara yang benar dalam mengerjakan
pekerjaan dan jika ketidakpuasan pegawai ditangani secara cepat dengan tidak
menyetujui. Pandangan sosiologis terkini adalah bahwa konflik sebaiknya tidak
dihindari ataupun dianjurkan, tetapi dikelola.
Penelitian oleh American Management Assosiacion menemukan bahwa
manajer keperawatan sekarang menghabiskan rata-rata 20% waktunya untuk
mengatasi konflik, dan bahwa ketrampilan manajemen konflik dinilai sama atau
lebih penting daripada ketrampilan perencanaan, komunikasi, motivasi, dan
pengambilan keputusan (McElhaney, 1996).
Peran manajer adalah menciptakan lingkungan kerja yang membuat
konflik menjadi saluran untuk pertumbuhan, inovasi, dan produktivitas. Ketika
konflik organisasi mengalami gangguan, manajer harus mengenalinya pada tahap
awal dan secara aktif melakukan tindakan sehingga motivasi pegawai dan
produktivitas organisasi tidak berkurang. Penyelesaian konflik yang tepat
membutuhkan ketrampilan kepemimpinan dan fungsi manajemen diseluruh
tingkat organisasi. Oleh sebab itu diperlukan keterampilan manajemen konflik.
1
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
a. Apa definisi manajemen konflik?
b. Apa saja faktor-faktor penyebab timbulnya konflik?
c. Apa saja ciri-ciri konflik dan persaingan?
d. Apa saja faktor-faktor yang dapat mempengaruhi konflik?
e. Bagaimana peranan konflik?
f. Apa saja jenis-jenis konflik?
g. Apa saja sumber-sumber terjadinya konflik?
h. Apa saja dampak terjadinya konflik?
i. Apa saja tahapan-tahapan perkembangan terjadinya konflik?
j. Bagaimana penanganan konflik?
k. Bagaimana manajemen konflik di unit keperawatan?
1.3 Tujuan
Berdassarkan rumusan masalah di atas, makalah ini bertujuan untuk :
a. Mengetahui definisi manajemen konflik
b. Mengetahui faktor-faktor penyebab timbulnya konflik
c. Mengetahui ciri-ciri konflik dan persaingan
d. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi konflik
e. Mengetahui peranan konflik
f. Mengetahui jenis-jenis konflik
g. Mengetahui sumber-sumber konflik
h. Mengetahui dampak konflik
i. Mengetahui penangan konflik
j. Mengetahui tahapan-tahapan perkembangan kearah terjadinya konflik
k. Mengetahui manajemen konflik di unit keperawatan
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Manajemen Konflik
Menurut kamus besar bahasa Indonesia (1997) manajemen adalah proses
penggunaan sumber daya secara efektif dan efisien untuk mencaSpiritual tujuan.
Manajemen merupakan proses penting yang menggerakkan organisasi karena
tanpa manajemen yang efektif tidak akan ada usaha yang berhasil cukup lama.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen
sebuah tindakan yang berhubungan dengan usaha tertentu dan penggunaan sumber
daya secara efektif untuk mencaSpiritual tujuan
Konflik berasal dari kata kerja latin configure yang berarti saling memukul
dalam pandangan sosiologi, konflik diartikan sebagai suatu proses antara dua
orang atau lebih (biasa juga kelompok) dimana salah stu pihak berusaha
manyingkirkan pihak yang lain dengan menghancurkan atau membuatnya tidak
berdaya.
Oleh karena itu konflik bersumber pada keinginan, perbedaan pendapat
tidak selalu berarti konflik. Persaingan erat hubungannya dengan konflik karena
dengan persaingan berbagai pihak menginginkan hal yang sama. Tetapi hanya
satu yang mungki mendapatkannya. Persaingan tidak sama dengan konflik, tetapi
persaingan dapat menjurus kepada konflik. Terutama jika persaingan
menggunakan cara-cara yang bertentangan dengan aturan yang disepakati.
Permusuhan bukanlah konflik karena orang yang terilibat konflik bias saja tidak
memiliki rasa permusuhan. Sebaliknya orang saling bermusuhan bisa saja tidak
berada dalam keadaan konflik. Konflik sendiri tidak selalu harus dihindari karena
tidak selalu negative akibatnya. Berbagai konflik yang ringan dan dikendalikan
(dikenal dan ditanggulagi) dapat berakibat positif bagi bagai mereka yang terlibat
maupun bagi organisasi. Menurut Ross (1993) bahwa manajemen konflik
merupakan langkah-langkah yang diambil para pelaku atau pihak ketiga dalam
rangka mengarahkan perselisihan ke arah hasil tertentu yang mungkin atau tidak
mungkin menghasilkan suatu akhir berupa penyelesaian konflik dan mungkin atau
3
tidak mungkin menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat, atau
agresif. Manajemen konflik dapat melibatkan bantuan diri sendiri, kerjasama
dalam memecahkan masalah (dengan atau tanpa bantuan pihak ketiga) atau
pengambilan keputusan oleh pihak ketiga. Suatu pendekatan yang berorientasi
pada proses manajemen konflik menunjuk pada pola komunikasi (termasuk
perilaku) para pelaku dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan dan
penafsiran terhadap konflik.
2.2 Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Konflik
Setiap organisasi cenderung, menyimpan potensi konflik, oleh karena itu
walaupun terlihat bersepakat, tetap pada hakikatnya anggota-anggota masyarakat
berbagai dalam kelompok-kelompok yang berlawanan. Menurut Ralf Dahrendorf.
ada beberapa anggapan dasar berkenan denagn konflik, yaitu sebagi berikut:
a. Setiap masyarakat senantiasa berada dalam proses perubahan yang tiada
akhir.
b. Setiap masyarakat menimpan konflik-konflik didala dirinya, dengan kata lain,
konflik adalah gejala yang melekat pada suatu masyarakat.
c. Setiap unsure dalam suatu masyarakat memberikan sumbangan bagi
terjadinya disentegrasi dan perubahan social.
d. Setiap masyarakat terintegrasi diatas penguasaan atau dominasi sejumlah
orang yang lain.
Untuk mengetahui penyebab timbulnya konflik, dapat diidentifikasi dari
berbagai faktor yang mempengaruhinya, adapun faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya konflik, diataranya:
a. Adanya benturan kepentingan dari berbagi pihak.
b. Terjadinya perubahan social yang terlalu cepat.
c. Timbulnya rasa benci dan dendam terhadap saingan.
d. Adanya pemaksaan dari pihak yang kuat terhadap pihak yang lemah.
e. Timbulnya anarki yang sulit dikendalikan.
f. Meletuskan revolusi politik yang menjurus pada perbuatan kekerasan.
4
2.3 Ciri-Ciri Konflik dan Persaingan
Konflik bisa diawasi dengan adanya persaingan yang sangat kejam tetapi
ciri-ciri persaingan berbeda dengan konflik.
Ciri-ciri persaingan diantaranya:
a. Ada sejumlah orang atau kelompok yang sama–sama menginginkan
sesuatu yang jumlahnya terbatas.
b. Setiap orang atau kelompok berusaha keras untuk memperoleh sesuatu
yang diinginkan secara sportif.
c. Dalam bersaing tidak terjadi benturan fisik dan usaha yang saling
menjatuhkan.
d. Persaingan terjadi hamper di semua segi kehidupan (ekonomi, politi,
social budaya, suku/ras, atau pendidikan).
Ciri-ciri konflik diantaranya:
a. Terjadinya perebutan sesuatu dengan kekerasan.
b. Terjadinya interaksi social yang tidak harmonis dan saling curiga
c. Timbul rasa benci, antipasti, dan dendam satu sama lain.
d. Timbulnya usaha-usaha saling menjatuhkan (perang urat saraf).
e. Usaha melerai lewat cara dama telah gagal.
Menurut Wijono (1993 : 37) ciri-ciri konflik adalah :
a. Setidak-tidaknya ada dua pihak secara perseorangan maupun kelompok
yang terlibat dalam suatu interaksi yang saling bertentangan.
b. Paling tidak timbul pertentangan antara dua pihak secara perseorangan
maupun kelompok dalam mencapai tujuan, memainkan peran dan
ambigius atau adanya nilai-nilai atau norma yang saling berlawanan.
c. Munculnya interaksi yang seringkali ditandai dengan gejala-gejala
perilaku yang direncanakan untuk saling meniadakan, mengurangi, dan
menekan terhadap pihak lain agar dapat memperoleh keuntungan seperti:
status, jabatan, tanggung jawab, pemenuhan berbagai macam kebutuhan
fisik: sandang- pangan, materi dan kesejahteraan atau tunjangan-
tunjangan tertentu: mobil, rumah, bonus, atau pemenuhan kebutuhan
5
sosio-psikologis seperti: rasa aman, kepercayaan diri, kasih, penghargaan
dan aktualisasi diri.
d. Munculnya tindakan yang saling berhadap-hadapan sebagai akibat
pertentangan yang berlarut-larut.
e. Munculnya ketidakseimbangan akibat dari usaha masing-masing pihak
yang terkait dengan kedudukan, status sosial, pangkat, golongan,
kewibawaan, kekuasaan, harga diri, prestise dan sebagainya.
Persaingan memiliki beberapa fungsi, diantaranya yaitu:
a. Untuk menyalurkan keinginan yang kompetetif.
b. Alat untuk menyeleksi prestasi yang tunggi.
c. Membantu usaha-usaha pemilihan sesuatu yang sesuai dangan kainginan
public.
d. Mendorong seseorang belajar, bekerja, dan berjuang lebih keras.
e. Semakin kokohnya solidaritas dan kebanggaan kelompok.
2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konflik
Faktor-faktor yang memengaruhi konflik dapat dikelompokkan kedalam
dua kelompok besar, yaitu faktor intern dan faktor ekstren.
2.4.1 Faktor Intern
a. Oraganisasi yang telah mantap lebih mampu menyesuaikan diri sehingga
tidak mudah terlibat konflik dan mudah menyelesaikannya. Analoginya
adalah seseorang yang matang mempunyai pandangan hidup luas, mengenal
dan menghargai perbedaan nilai.
b. System nilai suatu oraganisasi, yaitu sekumpulan batasan yang meliti
landasan maksud dan cara berinteraksi suatu organisasi, apakah sesuatu itu
baik, beruk, salah atau, benar.
c. Tujuan suatu organisasi dapat menjadi dasr tingkah laku organisasi itu serta
para anggotanya.
d. System lain dalam organisasi, seprti system komunikasi, system
kepemimpina, system pengambilan keputusan, atau system imbalan.
6
2.4.2 Faktor Ekstern
a. Keterbatasan sumber dayayaitu kelangkaan suatu hal yang dapat
menumbuhkan persaingan dan seterusnya dapat berakhir menjadi konflik.
b. Kekaburan aturan norma dalam organisasi memperbesar peluang perbedaan
persepsi dan pola bertindak.
c. Derajat kebergantungan dengan pihak lain, Artinya semakin bergantung suatu
pihak dengan pihak lain semakin mudah konflik terjadi.
d. Pola interaksi denagn pihak lain yang terdiri pola bebas dan pola tertutup.
2.5 Peranan Konflik
Adapun berbagai pandangan mengenai konflik dalam organisasi.
Pandangan tradisonal mengatakan, konflik hanyalah merupakan gejala abnormal
yang mempunyai akibat-akibat negative sehingga perlu dilenyapkan. Alasan yang
mendasari pandangan tradisional ini dapat diuraikan sebagi berikut:
a. Konflik hanyalah merugikan organisasi karena itu harus di hindari dan
ditiadakan.
b. Konflik di timbulkan karena perbedaan kepribadian dan dengan kegagalan
kepemimpinan.
c. Konflik dilakukan melalui pemisahan fisik atau dengan intervensi menajemen
tingkat yang lebih tinggi.
Adapun pandangan yang lebih maju menganggap konflik dapat berakibat
baik maupun buruk. Usaha penanganannya berupaya untuk menarik hal-hal yang
baik dan mengurangi hal-hal yang buruk. Pandangan ini dapat diuraikan sebagai
berikut:
a. Konflik adalah suatu akibat yang tidak dapat dihindarkan dan interaksi
organisasional dan dapat diatasi dengan mengenali sumber-sumber konflik.
b. Konflik pada umumnya adalah hasil dari suatu organisasi.
c. Konflik diselesaikan dengan cara pengenalan sebab dan pemecaihan masalah.
Konflik merupakan kekuatan untuk pegubah positif di dalam suatu
organisasi. Dalam pandangan modern konflik sebenarnya dapat memberikan
manfaat yang banyak bagi organisasi . sebagai contoh pengembangan konflik
7
yang positif dapat digunakan sebagi ajang adu pendapat sehingga oragnisasi bisa
mendapat pendapat-pendapat yang sudah tersaring.
Seorang pemimpin suatu organisasi pernah menerapkan apa yang di
sebutnya dengan “mintra tinju”. Ketika suatu kebijakan yang hendak di terapkan
di organisasi yang dipinpinnya ia mencoba untu mncari “mantra” yang berposisi
dengannya.
2.6 Jenis-Jenis Konflik
a. Konflik Intra Personal
Konflik itra personal adalah pertentangan antar sesorang dengan orang
lain karena pertentangan kepentingan atau keinginan. Hal ini sering terjadi
anatara dua orang yang berbeda status jabatan atau bidang kerja. Konflik
interpersonal ini merupakan suatu dinamika yang amat penting dalam
perilaku organisasi. Konflik macam ini akan melibatkan beberapa peranan
dari beberapa anggota organisasi yang akan memengaruhi proses pencapaian
tujuan organisasi tersebut.
b. Konflik Antar Individu-Individu atau Kelompok-Kelompok
Konflik ini berhubungan dengan cara individu menghadapai tekanan-
tekanan untuk mencapai konformitas yang ditetapkan kepad mereka oleh
kelompok kerja sebagai contoh seorang individu dapat dihukum kelompok
kerjanya karena dia tidak dapat mencapai norma-norma produktivitas
kelompok tempat iya berada.
c. Konflik Antar Kelompok dalam Organisasi yang Sama
Konflik ini merupakan type konflik yang banayk terjadi di dalam
organisasi-oraganisasi. Konflik ini dapat teradi antara lini dan staf pekerja dan
pekerja manajemen semuanya merupakan dua macam bidang bidang konflik
antar kelompok.
d. Konflik Antar Organisasi
Konflik antar organisasi seperti did bidang ekonmi dimana Amerika
Serikat dan Negara-negara lain dianggap sebagai bentu konflik dan konflik
ini biasa di sebut dengan persaingan. Konflik ini telah menyebabkan
8
timbulnya pengembangan produk-produk baru, teknologi baru, dan servis
baru sehingga harag lebih rendahdan pemanfaatan sumberdaya secara lebih
efisien.
e. Konflik Antar Suku, Antar Kampung, dan Antar golongan.
Konflik ini memilih skala lebih besar melibatakan banyak orang
waktunya lama , dan kerugiannya besar. Penyebab terjadinya konflik ini
biasanya karena faktor deskriminasi ras secara politis, pertentangan ideology
(Nasakom), kesengajaan social/ekonomi/budaya, atau konflik antar warga,
yang tidak terselesaikan.
f. Konflik Politik
Konflik politik adalah konflik yang terjadi antar partai politik karena
terjadi benturan ideology, asas dan cita-cita politik yang tidak dapat di
kompromikan. Cotoh konflik politik yaitu, munculnya gerakan separetisme
atau pemberontakan.
g. Konflik Internasional
Konflik internasional yaitu, konflik yang melibatkan beberapa
kelompok Negara (blok) karena banturan kepentingan atau ekspansi wilayah
ke Negara lain. Contoh konflik internasional, yaitu, terjadinya perang dunia,
konflik Negara-negara arab dengan Israel, atau perang teluk.
2.7 Sumber-Sumber Konflik
Konflik dapat berasal dari dalam diri individu (intraindividual conflict).
a. Konflik yang berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai (goal conflict)
Menurut Wijono (1993, pp.7-15), ada tiga jenis konflik yang berkaitan
dengan tujuan yang hendak dicapai (goal conflict), yaitu:
1) Approach-approach conflict, dimana orang didorong untuk melakukan
pendekatan positif terhadap dua persoalan atau lebih, tetapi tujuan-tujuan
yang dicapai saling terpisah satu sama lain.
2) Approach-Avoidance Conflict, dimana orang didorong untuk melakukan
pendekatan terhadap persoalan-persoalan yang mengacu pada satu
tujuandan pada waktu yang sama didorong untuk melakukan terhadap
9
persoalan-persoalan tersebut dan tujuannya dapat mengandung nilai
positif dan negatif bagi orang yang mengalami konflik tersebut.
3) Avoidance-Avoidance Conflict, dimana orang didorong untuk
menghindari dua atau lebih hal yang negatif tetapi tujuan-tujuan yang
dicapai saling terpisah satu sama lain.
Dalam hal ini, approach-approach conflict merupakan jenis konflik yang
mempunyai resiko paling kecil dan mudah diatasi, serta akibatnya tidak
begitu fatal.
b. Konflik yang berkaitan dengan peran dan ambiguitas
Di dalam organisasi, konflik seringkali terjadi karena adanya perbedaan peran
dan ambigius dalam tugas dan tanggung jawab terhadap sikap-sikap, nilai-
nilai dan harapan-harapan yang telah ditetapkan dalam suatu organisasi.
Filley and House memberikan kesimpulan atas hasil penyelidikan
kepustakaan mengenai konflik peran dalam organisasi, yang dicatat melalui
indikasi-indikasi yang dipengaruhi oleh empat variabel pokok :
1) Mempunyai kesadaran akan terjadinya konflik peran.
2) Menerima kondisi dan situasi bila muncul konflik yang bisa membuat
tekanan-tekanan dalam pekerjaan.
3) Memiliki kemampuan untuk mentolelir stres.
4) Memperkuat sikap/sifat pribadi lebih tahan dalam menghadapi konflik
yang muncul dalam organisasi (Wijono, 1993, p.15).
Stevenin (2000, pp.132-133), ada beberapa faktor yang mendasari
munculnya konflik antar pribadi dalam organisasi misalnya adanya:
a. Pemecahan masalah secara sederhana. Fokusnya tertuju pada penyelesaian
masalah dan orang-orangnya tidak mendapatkan perhatian utama.
b. Penyesuaian/kompromi. Kedua pihak bersedia saling memberi dan menerima,
namun tidak selalu langsung tertuju pada masalah yang sebenarnya.
c. Waspadailah masalah emosi yang tidak pernah disampaikan kepada manajer.
Kadang-kadang kedua pihak tetap tidak puas.
10
d. Tidak sepakat. Tingkat konflik ini ditandai dengan pendapat yang
diperdebatkan. Mengambil sikap menjaga jarak. Sebagai manajer, manajer
perlu memanfaatkan dan menunjukkan aspek-aspek yang sehat dari
ketidaksepakatan tanpa membiarkan adanya perpecahan dalam kelompok.
e. Kalah/menang. Ini adalah ketidaksepakatan yang disertai sikap bersaing yang
amat kuat. Pada tingkat ini, sering kali pendapat dan gagasan orang lain
kurang dihargai. Sebagian di antaranya akan melakukan berbagai macam cara
untuk memenangkan pertarungan.
f. Pertarungan/penerbangan. Ini adalah konflik “penembak misterius”. Orang-
orang yang terlibat di dalamnya saling menembak dari jarak dekat kemudian
mundur untuk menyelamatkan diri. Bila amarah meledak, emosi pun
menguasai akal sehat. Orang-orang saling berselisih.
g. Keras kepala. Ini adalah mentalitas “dengan caraku atau tidak sama sekali”.
Satu-satunya kasih karunia yang menyelamatkan dalam konflik ini adalah
karena biasanya hal ini tetap mengacu pada pemikiran yang logis. Meskipun
demikian, tidak ada kompromi sehingga tidak ada penyelesaian.
h. Penyangkalan. Ini adalah salah satu jenis konflik yang paling sulit diatasi
karena tidak ada komunikasi secara terbuka dan terus-terang. Konflik hanya
dipendam. Konflik yang tidak bisa diungkapkan adalah konflik yang tidak
bisa diselesaikan.
2.8 Dampak Konflik
Konflik dapat berdampak positif dan negatif yang rinciannya adalah sebagai
berikut :
2.8.1 Dampak Positif
Menurut Wijono (1993:3), bila upaya penanganan dan pengelolaan konflik
karyawan dilakukan secara efisien dan efektif maka dampak positif akan muncul
melalui perilaku yang dinampakkan oleh karyawan sebagai sumber daya manusia
potensial dengan berbagai akibat seperti:
11
a. Meningkatnya ketertiban dan kedisiplinan dalam menggunakan waktu
bekerja, seperti hampir tidak pernah ada karyawan yang absen tanpa alasan
yang jelas, masuk dan pulang kerja tepat pada waktunya, pada waktu jam
kerja setiap karyawan menggunakan waktu secara efektif, hasil kerja
meningkat baik kuantitas maupun kualitasnya.
b. Meningkatnya hubungan kerjasama yang produktif. Hal ini terlihat dari cara
pembagian tugas dan tanggung jawab sesuai dengan analisis pekerjaan
masing-masing.
c. Meningkatnya motivasi kerja untuk melakukan kompetisi secara sehat antar
pribadi maupun antar kelompok dalam organisasi, seperti terlihat dalam
upaya peningkatan prestasi kerja, tanggung jawab, dedikasi, loyalitas,
kejujuran, inisiatif dan kreativitas.
d. Semakin berkurangnya tekanan-tekanan, intrik-intrik yang dapat membuat
stress bahkan produktivitas kerja semakin meningkat. Hal ini karena
karyawan memperoleh perasaan-perasaan aman, kepercayaan diri,
penghargaan dalam keberhasilan kerjanya atau bahkan bisa mengembangkan
karier dan potensi dirinya secara optimal.
e. Banyaknya karyawan yang dapat mengembangkan kariernya sesuai dengan
potensinya melalui pelayanan pendidikan (education), pelatihan (training) dan
konseling (counseling) dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.
Semua ini bisa menjadikan tujuan organisasi tercapai dan produktivitas kerja
meningkat akhirnya kesejahteraan karyawan terjamin.
2.8.2 Dampak Negatif
Dampak negatif konflik (Wijono, 1993, p.2), sesungguhnya disebabkan
oleh kurang efektif dalam pengelolaannya yaitu ada kecenderungan untuk
membiarkan konflik tumbuh subur dan menghindari terjadinya konflik. Akibatnya
muncul keadaan-keadaan sebagai berikut:
a. Meningkatkan jumlah absensi karyawan dan seringnya karyawan mangkir
pada waktu jam-jam kerja berlangsung seperti misalnya ngobrol berjam-jam
sambil mendengarkan sandiwara radio, berjalan mondar-mandir menyibukkan
12
diri, tidur selama pimpinan tidak ada di tempat, pulang lebih awal atau datang
terlambat dengan berbagai alasan yang tak jelas.
b. Banyak karyawan yang mengeluh karena sikap atau perilaku teman kerjanya
yang dirasakan kurang adil dalam membagi tugas dan tanggung jawab.
Seringnya terjadi perselisihan antar karyawan yang bisa memancing
kemarahan, ketersinggungan yang akhirnya dapat mempengaruhi pekerjaan,
kondisi psikis dan keluarganya.
c. Banyak karyawan yang sakit-sakitan, sulit untuk konsentrasi dalam
pekerjaannya, muncul perasaan-perasaan kurang aman, merasa tertolak oleh
teman ataupun atasan, merasa tidak dihargai hasil pekerjaannya, timbul stres
yang berkepanjangan yang bisa berakibat sakit tekanan darah tinggi, maag
ataupun yang lainnya.
d. Seringnya karyawan melakukan mekanisme pertahanan diri bila memperoleh
teguran dari atasan, misalnya mengadakan sabotase terhadap jalannya
produksi, dengan cara merusak mesin-mesin atau peralatan kerja,
mengadakan provokasi terhadap rekan kerja, membuat intrik-intrik yang
merugikan orang lain.
e. Meningkatnya kecenderungan karyawan yang keluar masuk dan ini disebut
labor turn-over. Kondisi semacam ini bisa menghambat kelancaran dan
kestabilan organisasi secara menyeluruh karena produksi bisa macet,
kehilangan karyawan potensial, waktu tersita hanya untuk kegiatan seleksi
dan memberikan latihan dan dapat muncul pemborosan dalam cost benefit.
Konflik yang tidak terselesaikan dapat merusak lingkungan kerja sekaligus
orang-orang di dalamnya, oleh karena itu konflik harus mendapat perhatian. Jika
tidak, maka seorang manajer akan terjebak pada hal-hal seperti:
a. Kehilangan karyawan yang berharga dan memiliki keahlian teknis. Dapat saja
mereka mengundurkan diri. Manajer harus menugaskan mereka kembali, dan
contoh yang paling buruk adalah karena mungkin Manajer harus memecat
mereka.
13
b. Menahan atau mengubah informasi yang diperlukan rekan-rekan sekerja yang
lurus hati agar tetap dapat mencapai prestasi.
c. Keputusan yang lebih buruk yang diambil oleh perseorangan atau tim karena
mereka sibuk memusatkan perhatian pada orangnya, bukan pada masalahnya.
d. Kemungkinan sabotase terhadap pekerjaan atau peralatan. Seringkali
dimaklumi sebagai faktor “kecelakaan” atau “lupa”. Namun, dapat membuat
pengeluaran yang diakibatkan tak terhitung banyaknya.
e. Sabotase terhadap hubungan pribadi dan reputasi anggota tim melalui gosip
dan kabar burung. Segera setelah orang tidak memusatkan perhatian pada
tujuan perubahan, tetapi pada masalah emosi dan pribadi, maka perhatian
mereka akan terus terpusatkan ke sana.
f. Menurunkan moral, semangat, dan motivasi kerja. Seorang karyawan yang
jengkel dan merasa ada yang berbuat salah kepadanya tidak lama kemudian
dapat meracuni seluruh anggota tim. Bila semangat sudah berkurang, manajer
akan sulit sekali mengobarkannya kembali.
g. Masalah yang berkaitan dengan stres. Ada bermacam-macam, mulai dari
efisiensi yang berkurang sampai kebiasaan membolos kerja. (Stevenin,2000 :
131-132).
Konflik terjadi didalam masyarakat maupun didalam organisasi dapat
memberikan akibat diantaranya:
a. Bertambah kuatnya solidaritas in group jika konfliknya terjadi dengan
kelompok lain.
b. Terjadinya disintegrasi (perpecahan) jika konflik terjadi antar warga di dalam
kelompok sendiri.
c. Berubahnya kepribadian seseorang atau kelompok tertentu (bagi yang kalah
perang).
d. Hancurnya harta benda dan jatuhnya korban manusia.
e. Terjadinya akomodasi, dominasi, atau takluknya pihak tertentu.
14
2.9 Penanganan Konflik
Menurut Stevenin (2000, pp.134-135), terdapat lima langkah meraih
kedamaian dalam konflik. Apa pun sumber masalahnya, lima langkah berikut ini
bersifat mendasar dalam mengatasi kesulitan:
a. Pengenalan
Kesenjangan antara keadaan yang ada diidentifikasi dan bagaimana keadaan
yang seharusnya. Satu-satunya yang menjadi perangkap adalah kesalahan
dalam mendeteksi (tidak mempedulikan masalah atau menganggap ada
masalah padahal sebenarnya tidak ada).
b. Diagnosis
Inilah langkah yang terpenting. Metode yang benar dan telah diuji mengenai
siapa, apa, mengapa, dimana, dan bagaimana berhasil dengan sempurna.
Pusatkan perhatian pada masalah utama dan bukan pada hal-hal sepele.
c. Menyepakati suatu solusi
Kumpulkanlah masukan mengenai jalan keluar yang memungkinkan dari
orang-orang yang terlibat di dalamnya. Saringlah penyelesaian yang tidak
dapat diterapkan atau tidak praktis. Jangan sekali-kali menyelesaikan dengan
cara yang tidak terlalu baik. Carilah yang terbaik.
d. Pelaksanaan
Ingatlah bahwa akan selalu ada keuntungan dan kerugian. Hati-hati, jangan
biarkan pertimbangan ini terlalu mempengaruhi pilihan dan arah kelompok.
e. Evaluasi
Penyelesaian itu sendiri dapat melahirkan serangkaian masalah baru. Jika
penyelesaiannya tampak tidak berhasil, kembalilah ke langkah-langkah
sebelumnya dan cobalah lagi.
Stevenin (1993 : 139-141) juga memaparkan bahwa ketika mengalami konflik,
ada hal-hal yang tidak boleh dilakukan di tengah-tengah konflik, yaitu:
a. Jangan hanyut dalam perebutan kekuasaan dengan orang lain. Ada pepatah
dalam masyarakat yang tidak dapat dipungkiri, bunyinya: bila wewenang
bertambah maka kekuasaan pun berkurang, demikian pula sebaiknya.
15
b. Jangan terlalu terpisah dari konflik. Dinamika dan hasil konflik dapat
ditangani secara paling baik dari dalam, tanpa melibatkan pihak ketiga.
c. Jangan biarkan visi dibangun oleh konflik yang ada. Jagalah cara pandang
dengan berkonsentrasi pada masalah-masalah penting. Masalah yang paling
mendesak belum tentu merupakan kesempatan yang terbesar.
Menurut Wijono (1993 : 42-125) strategi mengatasi konflik, yaitu:
a. Strategi Mengatasi Konflik Dalam Diri Individu (Intraindividual
Conflict)
Menurut Wijono (1993 : 42-66), untuk mengatasi konflik dalam diri individu
diperlukan paling tidak tujuh strategi yaitu:
1) Menciptakan kontak dan membina hubungan
2) Menumbuhkan rasa percaya dan penerimaan
3) Menumbuhkan kemampuan /kekuatan diri sendiri
4) Menentukan tujuan
5) Mencari beberapa alternatif
6) Memilih alternatif
7) Merencanakan pelaksanaan jalan keluar
b. Strategi Mengatasi Konflik Antar Pribadi (Interpersonal Conflict)
Menurut Wijono (1993 : 66-112), untuk mengatasi konflik dalam diri
individu diperlukan paling tidak tiga strategi yaitu:
1) Strategi Kalah-Kalah (Lose-Lose Strategy)
Beorientasi pada dua individu atau kelompok yang sama-sama kalah.
Biasanya individu atau kelompok yang bertikai mengambil jalan tengah
(berkompromi) atau membayar sekelompok orang yang terlibat dalam
konflik atau menggunakan jasa orang atau kelompok ketiga sebagai
penengah.
Dalam strategi kalah-kalah, konflik bisa diselesaikan dengan cara
melibatkan pihak ketiga bila perundingan mengalami jalan buntu. Maka
pihak ketiga diundang untuk campur tangan oleh pihak-pihak yang
berselisih atau barangkali bertindak atas kemauannya sendiri. Ada dua
tipe utama dalam campur tangan pihak ketiga yaitu:
16
a) Arbitrasi (Arbitration)
Arbitrasi merupakan prosedur di mana pihak ketiga mendengarkan
kedua belah pihak yang berselisih, pihak ketiga bertindak sebagai
hakim dan penengah dalam menentukan penyelesaian konflik
melalui suatu perjanjian yang mengikat.
b) Mediasi (Mediation)
Mediasi dipergunakan oleh Mediator untuk menyelesaikan konflik
tidak seperti yang diselesaikan oleh abriator, karena seorang
mediator tidak mempunyai wewenang secara langsung terhadap
pihak-pihak yang bertikai dan rekomendasi yang diberikan tidak
mengikat.
2) Strategi Menang-Kalah (Win-Lose Strategy)
Dalam strategi saya menang anda kalah (win lose strategy), menekankan
adanya salah satu pihak yang sedang konflik mengalami kekalahan tetapi
yang lain memperoleh kemenangan.
Beberapa cara yang digunakan untuk menyelesaikan konflik
dengan win-lose strategy (Wijono, 1993 : 44), dapat melalui:
a) Penarikan diri, yaitu proses penyelesaian konflik antara dua atau
lebih pihak yang kurang puas sebagai akibat dari ketergantungan
tugas (task independence).
b) Taktik-taktik penghalusan dan damai, yaitu dengan melakukan
tindakan perdamaian dengan pihak lawan untuk menghindari
terjadinya konfrontasi terhadap perbedaan dan kekaburan dalam
batas-batas bidang kerja (jurisdictioanal ambiquity).
c) Bujukan, yaitu dengan membujuk pihak lain untuk mengubah
posisinya untuk mempertimbangkan informasi-informasi faktual
yang relevan dengan konflik, karena adanya rintangan komunikasi
(communication barriers).
d) Taktik paksaan dan penekanan, yaitu menggunakan kekuasaan
formal dengan menunjukkan kekuatan (power) melalui sikap otoriter
karena dipengaruhi oleh sifat-sifat individu (individual traits).
17
e) Taktik-taktik yang berorientasi pada tawar-menawar dan pertukaran
persetujuan sehingga tercapai suatu kompromi yang dapat diterima
oleh dua belah pihak, untuk menyelesaikan konflik yang berkaitan
dengan persaingan terhadap sumber-sumber (competition for
resources) secara optimal bagi pihak-pihak yang berkepentingan.
3) Strategi Menang-Menang (Win-Win Strategy)
Penyelesaian yang dipandang manusiawi, karena menggunakan segala
pengetahuan, sikap dan keterampilan menciptakan relasi komunikasi dan
interaksi yang dapat membuat pihak-pihak yang terlibat saling merasa
aman dari ancaman, merasa dihargai, menciptakan suasana kondusif dan
memperoleh kesempatan untuk mengembangkan potensi masing-masing
dalam upaya penyelesaian konflik. Jadi strategi ini menolong
memecahkan masalah pihak-pihak yang terlibat dalam konflik, bukan
hanya sekedar memojokkan orang.
Strategi menang-menang jarang dipergunakan dalam organisasi dan
industri, tetapi ada 2 cara didalam strategi ini yang dapat dipergunakan
sebagai alternatif pemecahan konflik interpersonal yaitu:
a) Pemecahan masalah terpadu (Integrative Problema Solving) Usaha
untuk menyelesaikan secara mufakat atau memadukan kebutuhan-
kebutuhan kedua belah pihak.
b) Konsultasi proses antar pihak (Inter-Party Process Consultation)
Dalam penyelesaian melalui konsultasi proses, biasanya ditangani
oleh konsultan proses, dimana keduanya tidak mempunyai
kewenangan untuk menyelesaikan konflik dengan kekuasaan atau
menghakimi salah satu atau kedua belah pihak yang terlibat konflik.
c. Strategi Mengatasi Konflik Organisasi (Organizational Conflict)
Menurut Wijono (1993, pp.113-125), ada beberapa strategi yang bisa dipakai
untuk mengantisipasi terjadinya konflik organisasi diantaranya adalah:
1) Pendekatan Birokratis (Bureaucratic Approach)
Konflik muncul karena adanya hubungan birokratis yang terjadi secara
vertikal dan untuk menghadapi konflik vertikal model ini, manajer
18
cenderung menggunakan struktur hirarki (hierarchical structure) dalam
hubungannya secara otokritas. Konflik terjadi karena pimpinan berupaya
mengontrol segala aktivitas dan tindakan yang dilakukan oleh
bawahannya. Strategi untuk pemecahan masalah konflik seperti ini
biasanya dipergunakan sebagai pengganti dari peraturan-peraturan
birokratis untuk mengontrol pribadi bawahannya. Pendekatan birokratis
(Bureaucratic Approach) dalam organisasi bertujuan mengantisipasi
konflik vertikal (hirarkie) didekati dengan cara menggunakan hirarki
struktural (structural hierarchical).
2) Pendekatan Intervensi Otoritatif Dalam Konflik Lateral (Authoritative
Intervention in Lateral Conflict)
Bila terjadi konflik lateral, biasanya akan diselesaikan sendiri oleh pihak-
pihak yang terlibat konflik. Kemudian jika konflik tersebut ternyata tidak
dapat diselesaikan secara konstruktif, biasanya manajer langsung
melakukan intervensi secara otoratif kedua belah pihak.
3) Pendekatan Sistem (System Approach)
Model pendekatan perundingan menekankan pada masalah-masalah
kompetisi dan model pendekatan birokrasi menekankan pada kesulitan-
kesulitan dalam kontrol, maka pendekatan sistem (system Approach)
adalah mengkoordinasikan masalah-masalah konflik yang muncul.
Pendekatan ini menekankan pada hubungan lateral dan horizontal antara
fungsi-fungsi pemasaran dengan produksi dalam suatu organisasi.
4) Reorganisasi Struktural (Structural Reorganization)
Cara pendekatan dapat melalui mengubah sistem untuk melihat
kemungkinan terjadinya reorganisasi struktural guna meluruskan
perbedaan kepentingan dan tujuan yang hendak dicapai kedua belah
pihak, seperti membentuk wadah baru dalam organisasi non formal untuk
mengatasi konflik yang berlarut-larut sebagai akibat adanya saling
ketergantungan tugas (task interdependence) dalam mencapai
kepentingan dan tujuan yang berbeda sehingga fungsi organisasi menjadi
kabur.
19
Konflik yang terjadi di masyarakat tidak boleh dibiarkan tanpa ada upaya
penyelesaian karena dapat mengakibatkan hancurnya sendi-sendi yang ada dalam
masyarakat atau organisasi. Untuk menangani konflik denganefektif kita harus
mengetahui kemampuan diri sendiri dan juga pihak-pihak yang mempunyai
konflik ada beberapa konflik yang dilakukan untuk menangani konflik yaitu:
a. Introspeksi diri.
b. Mengevaluasi pihak-pihak yang terlibat.
c. Identifikasi sumber konflik
Berkompetisi
Akomodasi
Menghindari komflik
Kompromi
2.10 Tahapan Perkembangan Terjadinya Konflik
a. Konflik masih tersembunyi (laten)
Berbagai macam kondisi emosional yang dirasakan sebagai hal yang biasa
dan tidak dipersoalkan sebagai hal yang mengganggu dirinya.
b. Konflik yang mendahului (antecedent condition)
Tahap perubahan dari apa yang dirasakan secara tersembunyi yang belum
mengganggu dirinya, kelompok atau organisasi secara keseluruhan, seperti
timbulnya tujuan dan nilai yang berbeda, perbedaan peran dan sebagainya.
c. Konflik yang dapat diamati (perceived conflicts) dan konflik yang dapat
dirasakan (felt conflict)
Muncul sebagai akibat antecedent condition yang tidak terselesaikan.
d. Konflik terlihat secara terwujud dalam perilaku (manifest behavior)
Upaya untuk mengantisipasi timbulnya konflik dan sebab serta akibat yang
ditimbulkannya; individu, kelompok atau organisasi cenderung melakukan
berbagai mekanisme pertahanan diri melalui perilaku.
e. Penyelesaian atau tekanan konflik
20
Pada tahap ini, ada dua tindakan yang perlu diambil terhadap suatu konflik,
yaitu penyelesaian konflik dengan berbagai strategi atau sebaliknya malah
ditekan.
f. Akibat penyelesaian konflik
Jika konflik diselesaikan dengan efektif dengan strategi yang tepat maka
dapat memberikan kepuasan dan dampak positif bagi semua pihak.
Sebaliknya bila tidak, maka bisa berdampak negatif terhadap kedua belah
pihak sehingga mempengaruhi produkivitas kerja.(Wijono, 1993, 38-41).
2.11 Manajemen Konflik di Unit Keperawatan
Strategi yang dapat digunakan oleh manajer untuk menangani konflik dalam unit
atau organisasional secara efektif adalah:
a. Mendorong terjadinya konfrontasi. Sering kali, pegawai secara tidak tepat
mengharapkan manajer untuk mengatasi konflik interpersonal mereka.
Manajer seharusnya mendorong pegawai untuk mengatasi masalah mereka
sendiri.
b. Konsultasi pihak ketiga. Kadang kala, manajer dapat digunakan sebagai pihak
yang netral untuk membantu orang lain untuk menyelesaikan konflik secara
konstruktif. Ini seharusnya dilakukan jika keduabelah pihak termotivasi untuk
menyelesaikan masalah dan jika tidak ada perbedaan dalam kekuasaan atau
status kedua pihak.
c. Perubahan perilaku. Ini digunakan hanya untuk kasus serius, yaitu terjadi
konflik disfungsional. Model edukasi, perkembangan pelatihan, atau
pelatihan sensitifitas dapat digunakan untuk menyelesaikan konflik dengan
cara mengembangkan kesadaran diri dan perubahan perilaku pada pihak yang
terlibat.
d. Pemetaan tanggung jawab. Ketika ambiguitas timbul akibat peran yang tidak
jelas atau peran baru, sering kali semua pihak perlu berkumpul untuk
memperjelas fungsi dan tanggung jawab peran. Jika terbentuk area tanggung
jawab bersama, manajer harus benar-benar memperjelas area itu sebagai
tanggung jawab terpenting, mekanisme yang disetujui, layanan pendukung,
21
dan tanggung jawab untuk menginformasikan. Ini adalah teknik yang sangat
berguna untuk konflik yurisdiksi dasar. Contoh kemungkinan konflik
yurisdiksi dapat timbul antara penyelia bagian dan manajer unit tentang
kepersonaliaan atau pada pendidik pelatihan dan manajer unit tentang
kepersonaliaan atau pada pendidik pelatihan dan manajer unit dalam
menentukan dan merencanakan kebutuhan atau program pendidikan untuk
unit.
e. Perubahan struktur. Kadang kala, manajer perlu terlibat pada konflik yang
terjadi dalam unit dengan memindahkan atau memberhentikan pegawai.
Perubahan struktur lainnya adalah memindahkan pihak terkait ke departemen
lain dibawah tanggung jawab manajer lain, menambahkan penilik, atau
melakukan prosedur pencari penyebab keluhan. Sering kali meningkatkan
batas kewenangan untuk satu pihak yang terlibat konflik akan bermakna
sebagai perubahan struktur ynag penting dalam menyelesaikan konflik dalam
unit. Mengganti gelar dan membuat kebijakan baru juga merupakan teknik
yang efektif.
f. Menunjuk satu pihak. Ini merupakan penyelesaian sementara yang harus
digunakan dalam krisis ketika tidak ada waktu untuk mengatasi konflik secara
efektif. Manajer sementara menunjuk satu pihak sehingga kerja sama akan
terjadi sampai krisis berakhir. Manajer harus membahas masalah pokoknya
nanti, atau teknik ini akan menjadi tidak berfungsi.
22
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
23
Top Related