BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rasulullah pernah bersabda: “Shalat itu adalah tiangnya agama, barang
siapa yang mendirikannya maka berarti ia telah mendirikan agama, dan barang
siapa meninggalkannya berarti ia telah meruntuhkan agama” (Al-Hadits).
Bahkan hal ini dipertegas oleh firman Allah SWT.:
�ه� �ل ل و�قو�مو�ا �وس�ط� ال و�الص�لوة� الص�ل�وت� ع�ل�ى ح�اف�ظو�ا
�ن� �ي �ت .ق�نArtinya: “Jagalah (peliharah) segala shalat(mu) dan (peliharalah) shalat
wustha. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu’.” (Al-
Baqarah [2]: 238).
Dengan hujjah di atas, dapat kita pahami bahwa begitu pentingnya
melaksanakan dan memelihara shalat (shalat fardhu). Karena
melaksanakan shalat merupakan salah satu ciri bagi orang yang mengaku
beriman kepada Allah SWT., dan sebagai sarana untuk mendekatkan diri
kepada-Nya. Hal ini telah nyata dalam Firman-Nya:
ل�لذ�ك�ر�ي� ة ال الص اق�م� وArtinya: “Dan dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku” (Thaha [20]: 14)
Jelas sekali, bahwa dengan shalat kita dituntut untuk bisa
mengingat-Nya, mengingat kebesaran-Nya dan mengakui kerendahan diri
di hadapan-Nya. Namun, ada sebagian orang yang salah mengartikan
makna ayat ini, mereka beranggapan tidak wajib shalat kalau kita bisa
mengingat-Nya tanpa melakukan gerakan shalat seperti yang dicontohkan
oleh Rasulullah. Mereka hanya melihat esensi shalat semata, tidak
melihatnya sebagai syari’at yang harus dilaksanakan oleh orang yang
beriman.
1
Oleh karena itu, kiranya hal itu bisa dijadikan salah satu alasan dan latar
belakang dibuatnya makalah ini dengan judul ‘Shalat Sebagai Ciri Orang
yang Beriman”.
B. Rumusan Masalah
Dengan latar belakang di atas kiranya dapat disusun beberapa
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan shalat?
2. Mengapa shalat dijadikan sebagai salah satu ciri orang yang
beriman?
3. Bagaimana ciri-ciri orang yang beriman?
4. Bagaimana shalat orang yang beriman?
5. Apa arti shalat bagi orang yang beriman?
6. Bagaimana shalat orang yang fasik?
C. Tujuan Makalah
Dengan adanya makalah ini, para mahasiswa diharapkan dapat
mengetahui dan memahami hal-hal di bawah ini:
Pengertian shalat
Alasan dijadikannya shalat sebagai ciri orang yang beriman
Ciri-ciri orang yang beriman
Shalatnya orang yang beriman
Arti shalat bagi orang yang beriman
Shalatnya orang yang fasik
D. Sistematika Penulisan
Makalah ini terdiri dari empat bab, yaitu:
Bab I pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penulisan, dan sistematika penulisannya.
2
Bab II isi, yang terdiri dari landasan teoritis tentang shalat, ciri-ciri orang
yang beriman, shalatnya orang yang beriman, arti shalat bagi orang yang
beriman, dan shalatnya orang yang fasik.
Bab III penutup, yang terdiri dari kesimpulan dan saran
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Shalat
Shalat menurut bahasa adalah do’a, sedangkan menurut istilah
adalah pekerjaan dan ucapan yang diawali oleh takbiratul ihram dan
diakhiri oleh salam. Sampai di manakah kebenaran pengertian tersebut?
Marilah diuji dan dicari kebenarannya. (Falih, 1973: 26)
Permulaan shalat, shalat didirikan dengan membaca kalimah
kebesaran Allah. Yaitu musholi bertakbir dengan mengucapkan Allahu
Akbar maka, serempak jiwanya bergerak menghadap ke Hadirat Allah
Yang Mahatinggi-Mahamulia. Sementara musholi meninggalakan seluruh
urusan dunianya dan memusatkan pikirannya untuk menghadap Allah
SWT. Sehingga, sudah barang tentu ia putus hubungan dengan (makhluk)
di bumi, meskipun jasadiahnya ada di atas hamparan bumi.Selesai
memuji, memohon ampun dan pertolongan-Nya, kembali turun ke Shalat,
sebagaimana disyariatkan oleh Islam, bukanlah sekedar hubungan ruhani
dalam kehidupan seorang Muslim.
Sesungguhnya shalat dengan adzan dan iqamatnya, berjamaah
dengan keteraturannya, dengan dilakukan di rumah-rumah Allah, dengan
kebersihan dan kesucian, dengan penampilan yang rapi, menghadap ke
kiblat’ ketentuan waktunya dan kewajiban-kewajiban lainnya’ seperti
gerakan, tilawah, bacaan-bacaan dan perbuatan-perbuatan, yang dimulai
dengan takbir dan diakhiri dengan salam, dengan ini semuanya maka
shalat punya nilai lebih dari sekedar ibadah bumi, seraya berdoa selamat
3
(mengucap salam) kepada makhluk bumi, keselamatan dan kesejahteraan
yang diperuntukkan bagi sesama makhluk-Nya. Sebab itulah shalat
berawal dengan takbir ihram, Allahu Akbar dan berakhir dengan salam,
‘Assalamu’alaikum’.
2. Shalat Sebagai Ciri Orang Beriman
Kewajiban dan syi’ar yang paling utama adalah shalat, ia
merupakan tiang Islam dan ibadah harian yang berulang kali. Ia
merupakan ibadah yang pertama kali dihisab atas setiap mukmin pada
hari kiamat. Shalat merupakan garis pemisah antara iman dan kufur,
antara orang-orang beriman dan orang-orang kafir, sebagaimana
ditegaskan oleh Rasulullah dalam hadist-hadistnya sebagai berikut:
“Batas antara seseorang dengan kekufuran adalah meninggalkan shalat.”
(HR. Muslim)
“Perjanjian antara kita dengan mereka adalah shalat, maka barangsiapa yang
meninggalkan berarti ia kafir.” (HR- Nasa’i, Tirmidzi dan Ahmad)
Makna hadits ini sangat jelas di kalangan para sahabat r.a.
Abdullah bin Syaqiq Al ‘Uqaili berkata, “Para sahabat Nabi SAW. tidak
melihat sesuatu dari amal ibadah yang meninggalkannya adalah kufur
selain shalat.” (HR. Tirmidzi)
Tidak heran jika Al-Qur’an telah menjadikan shalat itu sebagai pembukaan sifat-
sifat orang yang beriman yang akan memperoleh kebahagiaan dan sekaligus
menjadi penutup. Pada awalnya Allah berfirman:
. م� ت�ه� ال ص ف�ي� ه�م� ال ذ�ي�ن ن�و�ن م� ؤ� ال�م� لح ف�أ د� ق
ع�و�ن اش� خ“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-
orang yang khusu’ dalam shalatnya.” (Al Mu’minun: 9)
Ini menunjukkan pentingnya kedudukan shalat dalam kehidupan seorang
muslim dan masyarakat Islam yang mengaku beriman.
4
Al-Qur’an juga menganggap bahwa menelantarkan (mengabaikan)
shalat itu termasuk sifat-sifat masyarakat yang tersesat dan menyimpang.
Adapun terus menerus mengabaikan shalat dan menghina
keberadaannya, maka itu termasuk ciri-ciri masyarakat kafir. Allah SWT
berfirman:
“Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (generasi) yang menyia-
nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak
akan menemui kesesatan.” (Maryam: 59)
Allah SWT. juga berfirman mengenai sikap orang-orang kafir yang
mendustakan risalah sebagai berikut:
“Dan apabila dikatakan kepada mereka: Ruku’lah, niscaya mereka tidak
mau ruku’.” (AI Mursalat: 48)
Kemudian dalam ayat lainnya Allah berfirman:
“Dan apabila kamu menyeru mereka untuk shalat, mereka
menjadikannnya buah ejekan dan permainan. Yang demikian itu adalah
karena mereka benar-benar kaum yang tidak mau mempergunakan akal.”
(Al Maidah: 57).
Sesungguhnya masyarakat Islam adalah masyarakat yang
Rabbani, baik secara ghayah (orientasi) maupun wijhah (arahan).
Sebagaimana Islam itu agama yang Rabbani, baik secara nasy’ah
(pertumbuhan) maupun masdar (sumbernya), masyarakat yang ikatannya
sambung dengan Allah SWT, terikat dengan ikatan yang kuat.
3. Ciri-Ciri Orang Beriman
Tidak mempertuhankan dan menyembah selain Allah
Khusyuk dalam sholatnya ( Qs. Al – MU’minun ayat :2 dan 9)
Tidak sombong ( Qs. Al- Furqan ayat : 63)
Memohon perlindungan pada Allah dari siksa jahannam ( Qs. Al-
Furqan
ayat :65)
Tidak berbuat syirik, Membunuh tanpa sebab yang tepat, dan
berzina (Qs. Al- Furqan ayat : 68)
5
Tidak bersaksi palsu ( Qs. Al-Furqan Ayat :72)
Menjauhkan diri dari perkataan yang tidak berguna ( Qs. Al
mu’minun ayat :1-11)
Menunaikan zakat
Menjaga kemaluannya
Memelihara amannahnya
Memelihara sholatnya
Menepati janjinya
bersyukur saat mendapatkan nikmat dan bersabar saat
mendapatkan mushibah sabda Rasul : “Aku mengagumi seorang
mu’min. Bila memperoleh kebajikan ia memuji Allah dan bila
ditimpa mushibah dia memuji Allah dan bersabar (karena mushibah
itu). Seorang mu’min dberikan pahala dalam segala hal, walaupun
sekedar sesuap nasi yang diberikan pada isterinya.”.( HR.Imam
ahmad dan Abu Daud)
Cici-ciri orang beriman yang lain disebutkan juga dalam Qs. Al-Anfal
bahwa:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang
apabila disebut nama Allah hati mereka penuh ketakutan, dan apabila
dibacakan kepada mereka ayat-ayatNya (keterangan Allah) niscaya
bertambahlah keimanan mereka dan kepada Tuhan mereka berserah,
mereka tetap mengerjakan sholat (pada waktunya) dan membelanjakan
(pada perkara kebajikan) sebagian daripada rizki yang Kami (Allah)
kurniakan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman sebenar-
benarnya, mereka itu mendapat (kehormatan) di sisi Tuhan mereka, dan
mendapat ampunan serta rezki yang berharga.”
“Batas antara seseorang dengan kekufuran adalah meninggalkan shalat”.
(HR. Muslim)
Di dalam islam dan iman terkumpul agama secara keseluruhan.
Sebagaimana nabi membedakan makna islam, iman dan ihsan.
ISLAM
6
Hukum islam terbukti dan terwujud dalam dua kalimah syahadat,
menegakan shalat, membayar zakat, puasa ramadlan dan menunaikan
ibadah haji ke baitullah bagi orang yang mampu. Inisemua adalah sui’ar-
syi’ar islam yang paling tampak. Seseorang yang melaksanakannya
berarti sempurnalah penghambaannya. Apabila ia meninggalkannya
berarti ia tidak tunduk dan berserah diri.
Lalu penyerahan hati yakni ridla dan taat, dan tidak mengganggu orang
lain baik dengan lisan maupun perbuatan, ia menunujukan adanya rasa
ikatan ukhuwwah islamiyyah. Sedangkan tidak menyakiti orang lain
merupakan bentuk ketaatan menjalankan perintah agama, yang memang
menganjurkan kebaikan dan melarang mengganggu orang lain serta
memerintahkan agar mendermakan dan menolong serta mencintai
perkara-perkara yang baik, Ketaatan seseorang dengan berbagai hal
tersebut juga hal lainnya merupakan sifat terpuji, yakni jenis kepatuhan
dan ketaatan,dan ia merupakan gambaran yang nyata tentang islam. Hal-
hal tersebut mustahil dapat terwujud tanpa pembenaran hati (iman). Dan
berbagai hal itulah yang disebut sebagai islam.
IMAN
Beliau telah menafsirkan iman kepada utusan Bani Abdil Qais
dengan penafsiran islam yang ada dalamhadits Jibril. Sebagaimana yang
ada dalam hadits Syu’abul Iman (cabang-cabang iman). Rasulullah SAW.
Bersabda: “Yang paling tinggi adalah ucapan Laa Ilaaha Illallah, dan yang
paling rendah menyingkirkan gangguan dari jalan.”.
Sudah diketahui bersama bahwa beliau tidak memaksudkan hal-hal
tersebut menjadi iman kepada Allah tanpa disertai iman dalam hati,
sebagaimana telah dijelaskan dalam banyak dalil syar’i tentang
pentingnya iman dalam hati.
Jadi syi’ar-syi’ar atau amalan-amalan yang bersifat lahiriyyah yang
disertai iman dalam dada itulah yang disebut iman. Dan makna islam
mencakup pembenaran hait dan amalan perbuatan, dan itulah istislam
(penyerahan diri) kepada Allah.
7
Berdasarkan ulasan tersebut maka dapat dikatakan, sesungguhnya
sebutan islam daniman iman apabila bertemu dalam satu tempat maka
islam ditafsirkan dengan amalan-amalan lahiriyyah, sedangkan iman
ditafsirkan keyakinan-keyakinan batin.
Keduanya adalah wajib, ridla Allah tidak dapat diperoleh dan siksa Allah
tidak dapat dihindarkan kecuali dengan kapatuhan lahiriyyah disertai
dengan kepatuhan batiniyyah. Jadi tidak sah pemisahan antara keduanya.
Seseorang tidak dapat menyempurnakan iman dan islamnya yang telah
diwajibkan atasnya kecuali dengan mengerjakan perintah dan menjauhi
larangan-Nya. Sebagaimana kesempurnaan tidak mengharuskan
sampainya pada puncak yang dituju, karena adanya bermacam-macam
tingkatan sesuai dengan tingginya kuantitas dan kualitas amal serta
keimanan.
4. Shalatnya Orang Beriman
Orang beriman melaksanakan shalat sesuai dengan apa yang telah
diperintahkan oleh Allah SWT. serta sesuai dengan yang dicontohkan oleh
Rasulullah Saw. sebagaimana sabdanya:
صالتي ولتعلموا لتأتموابي هذا صنعت إنما“Aku lakukan hal ini agar kalian dapat mengikuti aku (bermakmum) dan
agar kamu sekalian tahu shalatku” (HR. Bukhari-Muslim)
أصلي رأيتموني كما صلوا“Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat (HR. Bukhari-
Muslim).
Orang yang beriman melakukan shalat tidak hanya berupa
gerakan-dan ucapan yang telah dicontohkan Rasulullah melainkan
menekankan pada esensi shalat yaitu terdapatnya kekhusuan.
“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-
orang yang khusu’ dalam shalatnya.” (Al Mu’minun: 9). Jadi kehkusu’an
merupakan salah satu tanda iman dan tanda-tanda orang yang
memperoleh keberuntungan.
8
Shalat merupakan ibadah harian yang menjadikan seorang Muslim
selalu dalam perjanjian dengan Allah. Ketika ia tenggelam dalam bahtera
kehidupan maka datanglah shalat untuk menerjangnya. Ketika dilupakan
oleh kesibukan dunia maka datanglah shalat untuk mengingatkannya.
Ketika diliputi oleh dosa-dosa atau hatinya penuh debu kelalaian maka
datanglah shalat untuk membersihkannya. Ia merupakan “kolam renang”
ruhani yang dapat membersihkan ruh dan menyucikan hati lima kali dalam
setiap hari, sehingga tidak tersisa kotoran sedikit pun.
Ibnu Mas’ud meriwayatkan dari Nabi SAW, beliau bersabda: “Kamu
sekalian berbuat dosa, maka kamu telah melakukan shalat subuh maka
shalat itu membersihkannya, kemudian kamu sekalian berbuat dosa,
maka jika kamu melakukan shalat zhuhur, maka shalat itu
membersihkannya, kemudian berbuat dosa lagi, maka jika kamu
melakukan shalat ‘asar maka shalat itu membersihkannya, kemudian
kamu berbuat dosa lagi, maka jika kamu melakukan shalat maghrib, maka
shalat itu membersihkannya, kemudian kamu berbuat dosa lagi, maka jika
kamu melakukan shalat isya’, shalat itu akan membersihkannya,
kemudian kamu tidur maka tidak lagi di catat dosa bagi kamu hingga
kamu bangun.” (HR. Thabrani)
5. Arti Sholat Bagi Orang-Orang Yang Beriman
Dari Ibnu Umar r.a. berkata, Rasulullah s.a.w. bersabda:
“Bangunan islam ditegakkan diatas lima tiang : Bersaksi bahwa
sesungguhnya tiada tuhan selain Sesungguhnya shalat merupakan sistem
hidup, manhaj tarbiyah dan ta’lim yang sempurna, yang meliputi
(kebutuhan) fisik, akal dan hati. Tubuh menjadi bersih dan bersemangat,
akal bisa terarah untuk mencerna ilmu, dan hati menjadi bersih dan suci.
Shalat merupakan tathbiq ‘amali (aspek aplikatif) dari prinsip-prinsip Islam
baik dalam aspek politik maupun sosial kemasyarakatan yang ideal yang
membuka atap masjid menjadi terus terbuka sehingga nilai persaudaraan,
persamaan dan kebebasan itu terwujud nyata. Terlihat pula dalam shalat
9
makna keprajuritan orang-orang yang beriman, ketaatan yang paripurna
dan keteraturan yang indah.
Imam Asy-syahid Hassan Al Banna berkata, dalam menjelaskan shalat
secara sosial, setelah beliau menjelaskan pengaruh shalat secara ruhani:
“Pengaruh shalat tidak berhenti pada batas pribadi, tetapi shalat itu
sebagaimana disebutkan sifatnya oleh Islam dengan berbagai aktifitasnya
yang zhahir dan hakikatnya yang bersifat bathin merupakan minhaj yang
kamil (sempurna) untuk mentarbiyah ummat yang sempurna pula. Shalat
itu dengan gerakan tubuh dan waktunya yang teratur sangat bermanfaat
untuk tubuh, sekaligus ia merupakan ibadah ruhiyah. Dzikir, tilawah dan
doa-doanya sangat baik untuk pembersihan jiwa dan melunakkan
perasaan. Shalat dengan dipersyaratkannya membaca AL Fatihah di
dalamnya, sementara AL Qur’an menjadi kurikulum Tsaqafah Islamiyah
yang sempurna telah memberikan bekal pada akal dan fikiran dengan
berbagai hakekat ilmu pengetahuan, sehingga orang yang shalat dengan
baik akan sehat tubuhnya, lembut perasaannya dan akalnya pun
mendapat gizi. Maka kesempurnaan manakah dalam pendidikan manusia
secara individu setelah ini? Kemudian shalat itu dengan disyaratkannya
secara berjamaah, maka akan bisa mengumpulkan ummat lima kali setiap
hari dan sekali dalam satu pekan dalam shalat jum’at di atas nilai-nilai
sosial yang baik, seperti ketaatan, kedisiplinan, rasa cinta dan
persaudaraan serta persamaan derajat di hadapan Allah yang Maha Tingi
dan Besar. Maka kesempurnaan yang manakah dalam masyarakat yang
lebih sempurna daripada masyarakat yang tegak di atas pondasi tersebut
dan dikuatkan di atas nilai-nilai yang mulia?
Sesungguhnya shalat dalam Islam merupakan sarana tarbiyah yang
sempurna bagi individu dan pembinaan bagi membangun ummat yang
kuat. Dan sungguh telah terlintas dalam benak saya ketika sedang
menjelaskan prinsip-prinsip kemasyarakatan saat ini bahwa shalat yang
tegak dan sempurna itu bisa membawa dampak kebaikan bagi pelakunya
dan bisa membuang sifat-sifat buruk yang ada. Shalat telah mengambil
dari”Komunisme” makna persamaan hak dan persaudaraan yaitu dengan
10
mengumpulkan manusia dalam satu tempat yang tidak ada yang memiliki
kecuali Allah yaitu Masjid; dan Shalat telah mengambil dari “kediktatoran”
makna kedisplinan dan semangat yaitu dengan adanya komitmen untuk
berjamaah’ mengikuti Imam dalam setiap gerak dan diamnya, dan barang
siapa yang menyendiri, maka ia akan menyendiri dalam neraka. Shalat
juga mengambil dari “Demokrasi” suatu bentuk nasehat, musyawarah dan
wajibnya mengembalikan Imam ke arah kebenaran apabila ia salah dalam
kondisi apa pun. Dan shalat biasa membuang segala sesuatu yang jelek
yang menempel pada semua ideologi tersebut di atas seperti kekacauan
Komunisme, penindasan diktaktorisme, kebebasan tanpa batas
demokrasi, sehingga shalat merupakan minuman yang siap diteguk dari
kebaikan yang tidak keruh di dalamnya dan tidak ada keruwetan”
(URGENSI SHOLAT, Yusuf Al-Qardawi)
Karena itu semua maka masyarakat Islam pada masa salafus shalih
sangat memperhatikan masalah shalat, sampai mereka menempatkan
shalat itu sebagai”mizan” atau standar, yang dengan neraca itu
ditimbanglah kadar kebaikan seseorang dan diukur kedudukan dan
derajatnya. Jika mereka ingin mengetahui agama seseorang sejauh mana
istiqamahnya maka mereka bertanya tentang shalatnya dan sejauh mana
ia memelihara shalatnya, bagaimana ia melakukan dengan baik. Ini sesuai
dengan hadits Rasulullah SAW:
“Apabila kamu melihat seseorang membiasakan ke Masjid, maka
saksikanlah untuknya dengan iman.” (HR. Tirmidzi).
Dalam kitab Jami’ush shogir lima orang sahabat r.a. yaitu Tsauban, Ibnu
Umar, Salamah, Abu Umamah dan Ubadah r.a.telah meriwayatkan hadist
ini : ” Sholat adalah sebaik-baik amalan yang ditetapkan Allah untuk
hambanya.”. Begitupun dengan maksud hadits yang diriwayatkan oleh
Ibnu mas’ud dan Anas r.a.
Begitulah orang orang yang beriman itu bukanlah orang yang
melaksanakan ritual dan gerakan-gerakan yang diperintahkan dalam
sholat semata tetapi dapat mengaplikasikannya dalam keseharianya.
11
Sholat sebagai salah satu penjagaan bagi orang-orang yang beriman
yang benar-benar melaksanakannya.
“….sesungguhnya sholat itu mencegah dari perbuatan keji dan
mungkar…”(Qs. Al-Ankabut ayat 45).
Sholat adalah salah satu aplikasi dari keimanan yang diambil dari
konsekuensi rukun islam yang pertama. Sebagai muslim yang memilki
iltizam terhadap apa yang telah menjadi konsekuensi pengakuannya
terhadap keimanannya pada Allah, maka sholat akan menjadi pencegah
kemaksiatan dan kemungkaran dari dirinya sebagaimana telah disebutkan
dalam ayat tadi.
Abdullah bin mas’ud berkata ” Sesungguhnya aku mengamati masyarakat
kami bahwa tidak seorangpunyang meninggalkan sholat kecuali seorang
munafik yang diketahui kemunafikannya“.(HR. Muslim)
Allah, dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan sholat, membayar
zakat, melakasanakan ibadah haji, dan berpuasa di bulan Ramadhan.(HR.
Imam Bukhari dan muslim)
Sholat merupakan salah satu tiang bangunan islam. Begitu pentingnya arti
sebuah tiang dalam suatu bangunan yang bernama islam, sehingga
takkan mungkin untuk ditinggalkan.
Makna bathin juga dapat ditemukan dalam sholat yaitu: kehadiran hati,
tafahhum ( Kefahaman terhadap ma’na pembicaraan), ta’dzim (Rasa
hormat), mahabbah, raja’ (harap) dan haya (rasa malu), yang
keseluruhannya itu ditujukan kepada Allah sebagai Ilaah.
6. Sholatnya Orang-Orang Fasik
Sholat sebagai suatu yang mulia bagi orang-orang yang beriman dan
mencapai kekhusyu’an. Namun lain halnya dengan orang yang ‘imannya
tipis’, sholat menjadi sesuatu yang sangat memberatkan mereka seperti
dalam firman Allas Swt :
“Dan mintalah pertolongan (pada Allah) dengan sabar dan sholat dan
sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi oerng-orang
12
yang khusyu’ yaitu orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan
menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.
Adapun beberapa golongan yang digolongkan mengenai pelaksanaan
solatnya yang tergolong kedalam perbuatan orang-orang fasik.
Golongan pertama adalah golongan orang yang telah mengetahui ilmu
tentang shalat, yaitu mengenai syarat dan rukunnya, perkara-perkara
yang membatalkannya, tentang bersuci dari hadas, begitu juga bacaannya
sudah betul dan lain sebagainya. Akan tetapi golongan ini tidak mampu
melawan nafsu. Sehingga godaan dan tarikan dunia mudah memalingkan
mereka daripada menunaikan kewajiban kepada Tuhannya seperti
perintah shalat ini. Bila mereka sedang ada mood maka ditunaikannya
juga shalat. Tetapi bila ada urusan pekerjaan, maka mereka lupakan saja
shalat dan mendahulukan apa saja tuntutan pekerjaan mereka walaupun
mereka tahu perbuatan itu berdosa. Dengan kata yang lain, mereka tidak
istiqomah di dalam mengerjakan perintah shalat. Golongan ini
dihukumkan sebagai orang fasiq. Seperti firman Allah di dalam Al Quran:
“Barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang telah Allah turunkan,
maka mereka itu adalah orang-orang yang fasiq”.
Golongan kedua yaitu orang –orang yang sudah mengerjakan
shalat dan sudah tahu ilmunya, akan tetapi tidak khusyuk dalam
mengerjakannya. Yakni, jiwa dan fikirannya tidak ditumpukan untuk
mengingati Allah dengan menghayati bacaan-bacaan dalam shalat.
Fikirannya melayang-layang memikirkan hal-hal lain di luar shalat, seperti
perniagaannya, kerjanya, istrinya, anaknya, dan lain-lain lagi. Golongan ini
tidak menjiwai shalatnya, malah pekerjaannya di luar shalat itu yang
dijiwai sehingga mengganggu ibadah shalatnya. Mereka diancam oleh
Allah SWT dengan firmanNya:
“Maka kecelakaanlah (neraka Wail) bagi orang-orang yang shalat, yaitu
orang-orang yang lalai di dalam shalatnya“. (Al Ma’un 4-5)
Adapun ciri orang yang munafik dapat dilihat dalam pelaksanaan
sholat itu sendiri:
13
“Sesungguhnya orang munafik itu menipu Allah dan Allah membalas
tipuan mereka dan apabila mereka berdiri untuk sholatmereka berdiri
dengan malas. Mereka bermaksud riya(dengan sholat) dihadapan
manusia, dan tidaklah mereka menyebut Allah melainkan dengan sedikit
sekali“(Qs. Annisa Ayat 142).
Syarat-syarat yang harus dipenuhi sebelum melakukan shalat dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) macam yaitu :
a. Syarat-Syarat Wajib Shalat, yaitu syarat-syarat diwajibkannya seseorang mengerjakan shalat. Jadi jika seseorang tidak memenuhi syarat-syarat itu tidak diwajibkan mengerjakan shalat. yaitu :
1. Islam, Orang yang tidak Islam tidak wajib mengerjakan shalat.
2. Suci dari Haidl dan Nifas, Perempuan yang sedang Haidl (datang bulan)atau baru melahirkan tidak wajib mengerjakan shalat.
3.Berakal Sehat, Orang yang tidak berakal sehat seperti orang gila,orang yang mabuk, dan Pingsan tidak wajib mengerjakan shalat, sebagaimana sabda Rasulullah, “Ada tiga golongan manusia yang telah diangkat pena darinya (tidak diberi beban syari’at) yaitu; orang yang tidur sampai dia terjaga, anak kecil sampai dia baligh dan orang yang gila sampai dia sembuh.” (HR. Abu Daud dan lainnya, hadits shahih)
4. Baliqh (Dewasa), Orang yang belum baliqh tidak wajib mengerjakan shalat. Tanda-tanda orang yang sudah baliqh:
a. Sudah berumur 10 tahun. sebagaimana sabda Rasulullah, “Perintahkanlah anak-anak untuk melaksanakan shalat apabila telah berumur tujuh tahun, dan apabila dia telah berumur sepuluh tahun, maka pukullah dia kalau tidak melaksanakannya.” (HR. Abu Daud dan lainnya, hadits shahih)
b. Mimpi bersetubuh.
c. Mulai keluar darah haidl (datang bulan) bagi anak perempuan
14
5. Telah sampai da’wah kepadanya, Orang yang belum pernah mendapatkan da’wah/seruan agama tidak wajib mengerjakan shalat.
6. Terjaga, Orang yang sedang tertidur tidak wajib mengerjakan shalat.
b. Syarat-Syarat Sah Shalat, yaitu yang harus dipenuhi apabila seseorang hendak melakukan shalat. Apabila salah satu syarat tidak dipenuhi maka tidak sah shalatnya. Syarat-syarat tersebut ialah :
1. Masuk waktu shalat. Shalat tidak wajib dilaksanakan terkecuali apabila sudah masuk waktunya, dan tidak sah hukumnya shalat yang dilaksanakan sebelum masuk waktunya. Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, “Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (An-Nisa’: 103)
Maksudnya, bahwa shalat itu mempunyai waktu tertentu. Dan malaikat Jibril pun pernah turun, untuk mengajari Nabi shallallaahu alaihi wasallam tentang waktu-waktu shalat. Jibril mengimaminya di awal waktu dan di akhir waktu, kemudian ia berkata kepada Nabi shallallaahu alaihi wasallam, “Di antara keduanya itu adalah waktu shalat.”
2. Suci dari hadats besar dan hadats kecil. Hadats kecil ialah tidak dalam keadaan berwudhu dan hadats besar adalah belum mandi dari junub. Dalilnya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, artinya, “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai siku, dan sapulah kepalamu dan (basuhlah) kakimu sampai kedua mata.”
Sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam, artinya, “Allah tidak akan menerima shalat yang tanpa disertai bersuci”. (HR. Muslim)
3. Suci badan, pakaian dan tempat shalat dari najis, adapun dalil tentang suci badan adalah sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam terhadap perempuan yang keluar darah istihadhah, “Basuhlah darah yang ada pada badanmu kemudian laksanakanlah shalat.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Adapun dalil tentang harusnya suci pakaian, yaitu firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, “Dan pakaianmu, maka hendaklah kamu sucikan.” (Al-Muddatstsir: 4)
Adapun dalil tentang keharusan sucinya tempat shalat yaitu hadits Abu Hurairah radhiyallahu anhu, ia berkata, “Telah berdiri seorang laki-laki dusun kemudian dia kencing di masjid Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam , sehingga orang-orang ramai berdiri
15
untuk memukulinya, maka bersabdalah Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam, ‘Biarkanlah dia dan tuangkanlah di tempat kencingnya itu satu timba air, sesungguhnya kamu diutus dengan membawa kemudahan dan tidak diutus dengan membawa kesulitan.” (HR. Al-Bukhari).
4. Menutup aurat, Aurat harus ditutup rapat-rapat dengan sesuatu yang dapat menghalangi terlihatnya warna kulit. Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, “Wahai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah setiap kali berada ditempat sujud .” (Al-A’raf: 31)
Yang dimaksud dengan pakaian yang indah adalah yang menutup aurat. sedangkan tempat sujud adalah tempat shalat. Para ulama sepakat bahwa menutup aurat adalah merupakan syarat sahnya shalat, dan barangsiapa shalat tanpa menutup aurat, sedangkan ia mampu untuk menutupinya, maka shalatnya tidak sah.
5. Menghadap kiblat, Orang yang mengerjakan shalat wajib menghadap kiblat yaitu menghadap ke arah Masjidil Charam. Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, “Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkanmu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, maka palingkanlah mukamu ke arahnya.” (Al-Baqarah: 144)
Rukun Shalat
Shalat itu mempunyai rukun-rukun yang apabila salah satunya ditinggalkan maka tidak sah shalatnya. Rukun-rukun tersebut adalah :
1. Berniat, yaitu niat di hati untuk melaksanakan shalat tertentu, hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam, “Sesungguhnya segala amal perbuatan itu tergantung niatnya”. (Muttafaq ‘alaih)
Dan niat itu dilakukan bersamaan dengan melaksana-kan takbiratul ihram dan mengangkat kedua tangan, tidak mengapa kalau niat itu sedikit lebih dahulu dari keduanya.
2. Takbiratul Ihram, yaitu takbir yang pertama kali diucapkan oleh orang yang mengerjakan shalat sebagai tanda mulai mengerjakan shalat dengan lafazh (ucapan) “Allaahu Akbar” Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam, “Kunci shalat itu adalah bersuci, pembatas antara perbuatan yang boleh dan tidaknya dilakukan waktu shalat adalah takbir, dan pembebas dari keterikatan
16
shalat adalah salam.” (HR. Abu Daud, At-Tirmidzi dan lainnya, hadits shahih )
3. Berdiri bagi yang sanggup. berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, “Peliharalah segala shalat(mu) dan (peliharalah) shalat wustha (Ashar). Berdirilah karena Allah (dalam shalat-mu) dengan khusyu’.” (Al-Baqarah: 238)
Dan berdasarkan Sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam kepada Imran bin Hushain, “Shalatlah kamu dengan berdiri, apabila tidak mampu maka dengan duduk, dan jika tidak mampu juga maka shalatlah dengan berbaring ke samping.” (HR. Al-Bukhari)
4. Membaca surat Al-Fatihah wajib pada setiap rakaat shalat fardhu dan shalat sunnah; Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam, “Tidak sah shalat seseorang yang tidak membaca surat Al-Fatihah.” (HR. Al-Bukhari)
5. Ruku’ dengan thuma’ninah; bagi orang yang shalat dengan berdiri minimal adalah menunduk kira-kira dua telapak tangannya sampai kelutut dan yang sempurna yaitu betul-betul menunduk sampai datar/lurus antara tulang punggung dengan lehernya (90 derajat) serta meletakan dua telapak tangan kelutut. Ruku’ ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, “Hai orang-orang yang beriman, ruku’lah kamu, sujud-lah kamu, sembahlah Rabbmu dan perbuatlah kebajikan supaya kamu mendapat kemenangan.” (Al-Hajj: 77)
Juga berdasarkan sabda Nabi shallallaahu alaihi wasallam kepada seseorang yang tidak benar shalatnya, “ … kemudian ruku’lah kamu sampai kamu tuma’ninah/ tenang dalam keadaan ruku’.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
6. I’tidal dengan thuma’ninah ; artinya berdiri lurus seperti pada waktu membaca Fatihah.Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam terhadap seseorang yang salah dalam shalat-nya, ” … kemudian bangkitlah (dari ruku’) sampai kamu tegak lurus berdiri.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
7. Sujud dua kali dengan thuma’ninah; Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah disebutkan di atas tadi. Juga berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam, “Kemudian sujudlah kamu sampai kamu tuma’ninah dalam sujud.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
8. Duduk di antara dua sujud dengan thuma’ninah. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam, “Allah tidak akan melihat kepada shalat seseorang yang tidak menegakkan tulang
17
punggungnya di antara ruku’ dan sujudnya.” (HR. Ahmad, dengan isnad shahih)
9. Duduk dengan tumaninah serta Membaca tasyahhud akhir dan shawalat nabi ; Ada-pun tasyahhud akhir itu, maka berdasarkan perkataan Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu yang bunyinya, “Dahulu kami membaca di dalam shalat sebelum diwajibkan membaca tasyahhud adalah ‘Kesejahteraan atas Allah, kesejahteraan atas malaikat Jibril dan Mikail.’ Maka bersabdalah Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam, ‘Janganlah kamu membaca itu, karena sesungguhnya Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Mulia itu sendiri adalah Maha Sejahtera, tetapi hendaklah kamu membaca, “Segala penghormatan, shalawat dan kalimat yang baik bagi Allah. Semoga kesejahteraan, rahmat dan berkah Allah dianugerahkan kepadamu wahai Nabi. Semoga kesejahteraan dianugerahkan kepada kita dan hamba-hamba yang shalih. Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang hak melainkan Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan rasulNya.” (HR. An-Nasai, Ad-Daruquthni dan Al-Baihaqi dengan sanad shahih)
Dan sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam, “Apabila salah seorang di antara kamu duduk (tasyah-hud), hendaklah dia mengucapkan: ‘Segala penghormatan, shalawat dan kalimat-kalimat yang baik bagi Allah’.” (HR. Abu Daud, An-Nasai dan yang lainnya, hadits ini shahih dan diriwayatkan pula dalam dalam”. (Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim)
Adapun duduk untuk tasyahhud itu termasuk rukun juga karena tasyahhud akhir itu termasuk rukun
10. Membaca salam; Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam, “Pembuka shalat itu adalah bersuci, pembatas antara perbuatan yang boleh dan tidaknya dilakukan waktu shalat adalah takbir, dan pembebas dari keterikatan shalat adalah salam.” (HR. Abu Daud, At-Tirmidzi dan lainnya, hadits shahih )
11. Tertib (Melakukan rukun-rukun shalat secara ber-urutan) Oleh karena itu janganlah seseorang membaca surat Al-Fatihah sebelum takbiratul ihram dan jangan-lah ia sujud sebelum ruku’. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam, “Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihatku shalat.” (HR. Al-Bukhari)
Maka apabila seseorang menyalahi urutan rukun shalat sebagaimana yang sudah ditetapkan oleh Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam, seperti mendahulukan yang semestinya diakhirkan atau sebaliknya, maka batallah shalatnya.
18
Hal-Hal Yang Membatalkan Shalat
Shalat seseorang akan batal jika melakukan salah satu hal dibawah ini :
1. Makan dan minum dengan sengaja. Hal ini ber-dasarkan sabda Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam, “Sesungguhnya di dalam shalat itu ada kesibukkan tertentu.” (Muttafaq ‘alaih) (1) Dan ijma’ ulama juga mengatakan demikian.
2. Berbicara dengan sengaja, bukan untuk kepentingan pelaksanaan shalat. “Dari Zaid bin Arqam radhiallaahu anhu, ia berkata, “Dahulu kami berbicara di waktu shalat, salah seorang dari kami berbicara kepada temannya yang berada di sampingnya sampai turun ayat: ‘Dan hendaklah kamu berdiri karena Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu’, maka kami pun diperintahkan untuk diam dan dilarang berbicara.” (Muttafaq ‘alaih)
Dan juga sabda Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam, “Sesungguhnya shalat ini tidak pantas ada di dalamnya percakapan manusia sedikit pun.” (HR. Muslim)
Adapun pembicaraan yang maksudnya untuk membetulkan pelaksanaan shalat, maka hal itu diperbolehkan seperti membetulkan bacaan (Al-Qur’an) imam, atau imam setelah memberi salam kemudian bertanya apakah shalatnya sudah sempurna, apabila ada yang menjawab belum, maka dia harus menyempurnakannya. Hal ini pernah terjadi terhadap Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam , kemudian Dzul Yadain bertanya kepada Beliau, “Apakah Anda lupa ataukah sengaja meng-qashar shalat, wahai Rasulullah?’ Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam menjawab, ‘Aku tidak lupa dan aku pun tidak bermaksud meng-qashar shalat.’ Dzul Yadain berkata, ‘Kalau begitu Anda telah lupa wahai Rasulullah.’ Beliau bersabda, ‘Apa-kah yang dikatakan Dzul Yadain itu betul?’ Para sahabat menjawab, ‘Benar.’ Maka beliau pun menambah shalatnya dua rakaat lagi, kemudian melakukan sujud sahwi dua kali.” (Muttafaq ‘alaih)
3. Meninggalkan salah satu rukun shalat atau syarat shalat yang telah disebutkan di muka, apabila hal itu tidak ia ganti/sempurnakan di tengah pelaksanaan shalat atau sesudah selesai shalat beberapa saat. Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam terhadap orang yang shalatnya tidak tepat, “Kembalilah kamu melaksanakan shalat, sesungguhnya kamu belum melaksanakan shalat.” (Muttafaq ‘alaih)
Lantaran orang itu telah meninggalkan tuma’ninah dan i’tidal. Padahal kedua hal itu termasuk rukun.
19
4. Banyak melakukan gerakan, karena hal itu bertentangan dengan pelaksanaan ibadah dan membuat hati dan anggota tubuh sibuk dengan urusan selain ibadah. Adapun gerakan yang sekadarnya saja, seperti memberi isyarat untuk menjawab salam, membetulkan pakaian, menggaruk badan dengan tangan, dan yang semisalnya, maka hal itu tidaklah membatalkan shalat.
5. Tertawa sampai terbahak-bahak. Para ulama sepakat mengenai batalnya shalat yang disebabkan tertawa seperti itu. Adapun tersenyum, maka kebanyakan ulama menganggap bahwa hal itu tidaklah merusak shalat seseorang.
6. Tidak berurutan dalam pelaksanaan shalat, seperti mengerjakan shalat Isya sebelum mengerjakan shalat Maghrib, maka shalat Isya itu batal sehingga dia shalat Maghrib dulu, karena berurutan dalam melaksanakan shalat-shalat itu adalah wajib, dan begitulah perintah pelaksanaan shalat itu.
7. Kelupaan yang fatal, seperti menambah shalat menjadi dua kali lipat, umpamanya shalat Isya’ delapan rakaat, karena perbuatan tersebut merupakan indikasi yang jelas, bahwa ia tidak khusyu’ yang mana hal ini merupakan ruhnya shalat.
20
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Beberapa pelajaran mengenai pengertian sholat, ma’na sholat dan
hal-hal lain yang menerangkan tentang sholat telah teruraikan dalam
makalah ini walau mungkin tak sempurna dan masih banyak kesalahan di
dalammya.
Sholat sebagai suatu tarbiyyah yang begiu luar biasa yang mengajarkan
kebaikan dalam segala aspek kehidupan, sebagai pencegah
kemungkaran dan kemaksiatan, sebagai pembeda antara orang yang
beriman dan orang yang kafir, sholat sebagai syariat dari Allah dalam
kehidupan,semoga dapat difahami, diamalkan dan diaplkasikan dengan
benar dalam kehidupan kita.
Kebenaran datang dari Allah semata dan kesalahan-kesalahan
takkan lepas dari kami sebagai manusia yang menmiliki banyak
kekurangan.
21
1. Shalat merupakan penyerahan diri secara talalitas untuk menghadap
Tuhan, dengan perkataan dan perbuatan menurut syarat dan rukun
yang telah ditentukan syara
2. Shalat merupakan kewajiban bagi kaum muslimin yang mukallaf tanpa
kecuali
3. Hikmah mendidirkan shalat yaitu:
a. Shalat mencegah perbuatan keji dan munkar
b. Shalat mendidik perbuatan baik dan jujur
c. Shalat akan membangun etos kerja
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Al-Qur'an dan terjemahnya
2. Drs.Sidi Gazalba Asas Agama Islam,Bulan Bintang, Jakarta,1997
3. Hasbi Asy Syidiqi, Pedoman Shalat, Bulan Bintang,1976
4. Imam Basori Assuyuti Bimbingan Shalat Lengkap, Mitra Umat,1998
5. Mimbar Ulama, Edisi September 2004
23