MAKALAH
KELAHIRAN (FERTILITAS)
Dibuat untuk
Memenuhi Tugas Mata Kuliah Studi Kependudukan Lingkungan Hidup
Tahun Akademik 2014-2015
Disusun Oleh :
Lugina Fitriani Khaerunnisa 170803130003
Dinny Silviani 170803130016
Rd. Firman Prawira 170803110029
Dosen Pembimbing :
Drs. H. Herry Suharyadi, M.Si
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS PADJADJARAN
1
Kata Pengantar
Segala puji kami panjatkan kepada Allah SWT, karena dengan ridho-Nya,
kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini berisi data tentang Kelahiran (Fertilisasi). Makalah ini disusun
dalam rangka pengerjaan tugas yang diberikan oleh dosen Studi Kependudukan
Lingkungan Hidup.
Makalah ini tidak mungkin dapat selesai tanpa bantuan, do’a dan saran yang
terlibat dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini kami menyampaikan terima
kasih kepada :
1. Dosen Studi Kependudukan Lingkungan Hidup.
2. Orang tua kami yang telah mencurahkan seluruh kasih sayang, cinta dan
do’a.
3. Serta pihak-pihak yang terlibat dalam pengerjaan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu
segala bentuk kritik dan saran yang membangun akan kami terima. Kami berharap
makalah ini dapat memenuhi tugas kami dan bermanfaat untuk kita semua.
Bandung, Oktober 2014
Penulis
i
2
Daftar Isi
Kata Pengantar .................................................................................. i
Daftar Isi ........................................................................................... ii
BAB I Pendahuluan
Latar Belakang ...................................................................... 1
Rumusan Masalah ................................................................. 2
Tujuan ................................................................................... 3
BAB II Pembahasan
Pengertian Kelahiran (Fertilitas) .......................................... 4
Konsep terkait Kelahiran (Fertilitas) ................................... 6
Ukuran – ukuran Kelahiran (Fertilitas) ................................ 8
Faktor yang mempengaruhi Kelahiran (Fertilitas) ............... 15
Grafik Survey Kelahiran di Indonesia .................................. 27
Strategi Pengentasan Meningkatnya Kelahiran (Fertilitas) .. 39
Dampak Meningkatnya Jumlah Kelahiran bagi Indonesia ... 42
BAB III Penutup
Kesimpulan .......................................................................... 47
Komentar .............................................................................. 48
Saran ..................................................................................... 49
Daftar Pustaka .................................................................................. 50
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Fertilitas merupakan kajian yang menarik untuk di bahas, karena
dari fertilitas inilah pemerintah dapat menentukan tindakan
pembangunan untuk masa yang akan datang dengan
memperhitungkan angka kelahiran yang terjadi di Indonesia secara
berkala, entah diperhitungkan per tahun, per 10 tahun, bahkan lebih
dari hitungan-hitungan tersebut dan mempersentasekan tingkat
kelahiran secara berkala tersebut.
Penduduk Indonesia adalah mereka yang tinggal di Indonesia
pada saat dilakukan sensus dalam kurun waktu minimal 6 bulan.
Masalah kependudukan merupakan masalah umum yang dimiliki oleh
setiap negara di dunia ini. Secara umum, masalah kependudukan di
berbagai negara dapat dibedakan menjadi dua, yaitu dalam hal
kuantitas atau jumlah penduduk dan kualitas penduduknya. Data
tentang kualitas dan kuantitas penduduk tersebut dapat diketahui
melalui beberapa cara, diantaranya melalui metode sensus, registrasi,
dan survei penduduk.
Masalah kependudukan di Indonesia adalah jumlah penduduk
yang besar dan distribusi yang tidak merata. Hal itu dilengkapi dengan
masalah lain yang lebih spesifik, yaitu angka fertilitas dan angka
4
mortalitas yang relatif tinggi. Kondisi ini dianggap tidak menguntungkan
dari sisi pembangunan ekonomi.. Hal itu diperkuat dengan kenyataan
bahwa kualitas penduduk masih rendah sehingga penduduk lebih
diposisikan sebagai beban daripada modal pembangunan. Apalagi
kualitas di bidang pendidikan di beberapa daerah masih relatif sangat
rendah sehingga pemerintah cukup kesulitan untuk memberdayakan
sumber daya manusia yang ada.
Pada awalnya masalah fertilitas lebih dipandang sebagai
masalah kependudukan, dan treatment terhadapnya dilakukan dalam
rangka untuk mencapai sasaran kuantitatif. Hal ini sangat jelas dari
target atau sasaran di awal program keluarga berencana dilaksanakan
di Indonesia yaitu menurunkan angka kelahiran total (TFR) menjadi
separuhnya sebelum tahun 2000. Oleh karena itu, Indonesia sedang
terus-menerus meningkatkan keberhasilan program Keluarga
Berencana guna mengurangi peningkatan jumlah kelahiran di
Indonesia.
1.2Rumusan Masalah
Adapun beberapa rumusan masalah yang akan kami angkat yaitu
sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan Kelahiran (Fertilitas)?
2. Konsep terkait Kelahiran (Fertilitas)?
3. Ukuran – ukuran Kelahiran (Fertilitas)?
5
4. Faktor yang mempengaruhi Kelahiran (Fertilitas)?
5. Grafik Survey Kelahiran (Fertilitas) di Indonesia?
6. Strategi Pengentasan Meningkatnya Kelahiran (Fertilitas) di
Indonesia?
7. Dampak dari Meningkatnya Kelahiran (Fertilitas) bagi Indonesia?
1.3Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini yaitu :
1. Mengetahui pengertian kelahiran (fertilitas).
2. Mengetahui konsep terkait kelahiran (fertilitas).
3. Mengetahui ukuran-ukuran kelahiran (fertilitas).
4. Mengetahui faktor yang mempengaruhi kelahiran (fertilitas).
5. Mengetahui grafik survey kelahiran (fertilitas) di Indonesia
6. Mengetahui strategi pengentasan meningkatnya kelahiran
(fertilitas)
7. Mengetahui dampak meningkatnya kelahiran (fertilitas) bagi
Indonesia.
6
BAB II
PEMBAHASAN
2.1Pengertian Kelahiran (Fertilitas)
Fertilitas sebagai istilah demografi diartikan sebagai hasil
reproduksi yang nyata dari seorang wanita atau sekelompok wanita
yang menyangkut banyaknya bayi yang lahir hidup. Kelahiran yang
dimaksud disini hanya mencakup kelahiran hidup, dengan kata lain
bayi yang dilahirkan harus menunjukkan tanda-tanda hidup meskipun
ketika dilahirkan bayi tersebut hanya menghirup udara sekian detik
saja tetapi bayi itu bisa dikatakan lahir karena sudah terlepas dari
kandungan ibunya.
Menurut Kamus Kesehatan Fertilitas adalah kemampuan alami
untuk memberikan keturunan. Sebagai ukuran, tingkat fertilitas adalah
jumlah anak lahir per pasangan, orang, atau populasi. Fertilitas bersifat
nyata, bukan potensi, sehingga berbeda dengan fekunditas, yang
7
didefinisikan sebagai potensi untuk bereproduksi. Kurangnya
fekunditas disebut sterilitas. Fertilitas tergantung pada faktor gizi,
perilaku seksual, budaya, naluri, endokrinologi, waktu, ekonomi, cara
hidup, dan emosi.
Ada istilah lain yang berkaitan dengan Fertilitas yakni
Fekunditas. Fekunditas merupakan jumlah sel telur yang dihasilkan
oleh wanita per tahun jadi dapat diartikan sebagai potensi fisik yang
dimiliki wanita untuk melahirkan anak. Fekunditas adalah lawan kata
dari Sterilitas yang berarti ketidakmampuan untuk berkembangbiak
secara kawin atau secara singkatnya dikatakan mandul. Selain
Sterilitas lawan dari Fekunditas antara lain infekunditas dan/atau
infertilitas fisiologis. Istilah yang memiliki arti sama dengan Fertilitas
adalah Natalitas hanya saja dalam hal ruang lingkup agak sedikit
berbeda. Fertilitas hanya mencakup peranan kelahiran pada
perubahan penduduk sedangkan Natalitas mencakup peranan
kelahiran pada perubahan penduduk dan reproduksi manusia.
Istilah fertilitas sering disebut dengan kelahiran hidup, yaitu
terlepasnya bayi dari rahim seorang wanita dengan adanya tanda-
tanda kehidupan, seperti bernapas, berteriak, bergerak, jantung
berdenyut dan lain sebagainya. Sedangkan Paritas merupakan jumlah
anak yang telah dipunyai oleh wanita. Apabila waktu lahir tidak ada
tanda-tanda kehidupan, maka disebut dengan lahir mati yang di dalam
demografi tidak dianggap sebagai suatu peristiwa kelahiran. Adanya
8
fenomena lahir mati ini tercatat dalam pencatatan sipil. Pencatatan
lahir mati merupakan pencatatan yang diatur dalam Pasal 33 Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2006 dan Pasal 66 Peraturan Presiden
Nomor 25 Tahun 2008, yang berisi sebagai berikut :
a. Setiap peristiwa lahir mati wajib dilaporkan oleh penduduk kepada
Instansi Pelaksana paling lambat 30 hari kerja sejak lahir mati,
untuk diterbitkan Surat Keterangan Lahir Mati;
b. Pelaporan peristiwa lahir mati bagi penduduk WNI melalui
desa/kelurahan, sedangkan bagi orang asing pelaporan dilakukan
ke Instansi Pelaksana;
c. Pejabat yang berwenang menandatangani Surat Keterangan Lahir
Mati untuk orang asing adalah Kepala Instansi Pelaksana,
sedangkan untuk penduduk WNI adalah Kepala Desa/Lurah.
Pengetahuan yang cukup dapat dipercaya mengenai proporsi
dari wanita yang tergolong subur dan tidak subur belum tersedia. Ada
petunjuk bahwa di beberapa masyarakat yang dapat dikatakan semua
wanita kawin dan ada tekanan sosial yang kuat terhadap wanita atau
pasangan untuk mempunyai anak, hanya sekitar satu atau dua persen
saja dari mereka yang telah menjalani perkawinan beberapa tahun
tetapi tidak mempunyai anak. Seorang wanita dikatakan subur jika
wanita tersebut pernah melahirkan paling sedikit seorang bayi.
2.2 Konsep Terkait Kelahiran (Fertilitas)
9
Dalam buku Dasar-dasar Demografi terbitan FE UI, dijelaskan
konsep-konsep penting yang harus dipegang dalam mengkaji
fenomena fertilitas, diantaranya:
1. Lahir hidup (Life Birth), menurut WHO, Lahir Hidup (Life Birth)
adalah suatu kelahiran seorang bayi tanpa memperhitungkan
lamanya di dalam kandungan, dimana si bayi menunjukkan tanda-
tanda kehidupan, misalnya bernafas, jantung terdeteksi berdenyut,
adanya, gerakan-gerakan otot yang aktif.
2. Lahir mati (Still Birth) adalah kelahiran seorang bayi dari
kandungan yang berumur paling sedikit 28 minggu, tanpa
menunjukkan tanda-tanda kehidupan seperti yang diutarakan pada
fenomena fertilitas yang pertama. Artinya bayi dalam kondisi lahir
mati adalah bayi yang sebelum dilahirkan sudah tidak memiliki
tanda kehidupan.
3. Abortus adalah kematian bayi dalam kandungan dengan umur
kurang dari 28 minggu. Ada dua macam abortus yaitu disengaja
(induced) dan tidak disengaja (spontaneus). Abortus yang
disengaja mungkin lebih sering kita kenal dengan istilah aborsi
namun seringkali aborsi ini bukan atas dasar anjuran dari dokter
melainkan orangtua sang bayi yang tidak menginginkan kelahiran
10
anaknya dan biasanya dilakukan oleh orang-orang yang
mengandung bayi di luar pernikahan yang sah, sedangkan yang
tidak disengaja lebih sering kita kenal dengan istilah keguguran
yang dipicu oleh beberapa faktor misalnya kelelahan, faktor gen,
organ dalam sang ibu yang tidak baik, dan faktor-faktor lain yang
biasanya lebih mempengaruhi mental dan fisik sang ibu dan bayi.
4. Masa reproduksi (Childbearing age) adalah masa dimana
perempuan melahirkan, yang disebut juga usia subur (15-49
tahun). Dalam usia ini sel telur dalam rahim perempuan masih aktif
diproduksi sehingga memungkinkan untuk melahirkan seorang bayi
ketika terjadi pembuahan sangat relative besar.
Namun, Tim Kompre Angkatan 51 memiliki konsep yang agak
berbeda terkait kematian bayi, yakni :
Kematian bayi intra uterin (di dalam kandungan ibu), terdiri dari:
1. Abortus yaitu kematian janin menjelang dan sampai pada
kandungan berumur 16 minggu.
2. Immatur yaitu kematian janin antara umur kandungan di
atas 16 minggu sampai 28 minggu.
3. Prematur yaitu kematian janin di dalam kandungan pada
umur kandungan di atas 28 minggu sampai waktu lahir
11
Kematian bayi extra uterin (di luar kandungan ibu), terdiri dari:
1. Lahir mati (still birth) adalah jika bayi yang lahir setelah
cukup masanya, tetapi tidak ada tanda-tanda kehidupan
2. Kematian baru lahir (neonatal death) atau kematian endogen
adalah kematian sebelum bayi berumur 1 bulan yang
biasanya disebabkan oleh faktor-faktor yang dibawa bayi
sejak lahir.
3. Kematian lepas baru lahir (post neonatal death) adalah
kematian bayi setelah berumur 1 bulan tetapi kurang dari 1
tahun yang biasanya disebabkan oleh faktor-faktor yang
berkaitan dengan lingkungan luar.
2.3Ukuran – Ukuran Kelahiran
1. Tingkat Kelahiran Kasar (Crude Birth Rate)
Tingkat kelahiran kasar adalah banyaknya kelahiran hidup pada
suatu tahun tertentu tiap 1.000 penduduk pada pertengahan tahun.
Dalam ukuran CBR, jumlah kelahiran tidak dikaitkan secara
langsung dengan penduduk wanita, melainkan dengan penduduk
secara keseluruhan.
CBR = Crude Birth Rate atau Tingkat Kelahiran Kasar
12
Rounded Receangle : CBR = BP
x k P = P0+P1
2
B = Jumlah kelahiran
P = Jumlah penduduk pertengahan tahun
k = Bilangan konstan (1.000)
P0 = Jumlah penduduk awal tahun
P1 = Jumlah penduduk akhir tahun
Kelemahan dalam perhitungan CBR yaitu tidak memisahkan
antara penduduk laki-laki dengan penduduk perempuan baik yang
masih kanak-kanak ataupun yang telah berumur 50 tahun ke atas.
Jadi angka yang dihasilkan sangat kasar. Sedangkan kelebihan
dalam penggunaan ukuran CBR adalah perhitungannya sederhana,
karena hanya memerlukan keterangan tentang jumlah anak yang
dilahirkan dan jumlah penduduk pada pertengahan tahun.
2. Tingkat Fertilitas Umum (General Fertility Rate)
Tingkat fertilitas umum mengandung pengertian sebagai jumlah
kelahiran (lahir hidup) per 1.000 wanita usia produktif (15-49 tahun)
pada tahun tertentu. Pada tingkat fertilitas kasar masih terlalu kasar
karena membandingkan jumlah kelahiran dengan jumlah penduduk
pertengahan tahun. Tetapi pada tingkat fertilitas umum ini pada
penyebutnya sudah tidak menggunakan jumlah penduduk pada
pertengahan tahun lagi, tetapi jumlah penduduk wanita
pertengahan tahun umur 15-49 tahun.
13
Rounded Recceangle : GFR = BP f
x k
GFR = General Fertility Rate atau Tingkat Fertilitas Umum
B = Jumlah kelahiran
Pf (15-49) = Jumlah penduduk wanita umur 15-49 tahun pada
pertengahan tahun
k = Bilangan konstanta yang bernilai 1.000
Kelemahan dari penggunaan ukuran GFR adalah ukuran ini
tidak membedakan kelompok umur, sehingga wanita yang berumur
40 tahun dianggap mempunyai resiko melahirkan yang sama besar
dengan wanita yang berumur 25 tahun. Namun kelebihan dari
penggunaan ukuran ini ialah ukuran ini lebih cermat daripada CBR
karena hanya memasukkan wanita yang berumur 15-49 tahun atau
sebagai penduduk yang “exposed to risk”.
3. Tingkat Fertilitas menurut Umur (Age Specific Fertility Rate)
Menurut Mantra (2000:34), umur merupakan karakteristik
penduduk yang dirasa penting dikarenakan struktur umur tersebut
dapat sangat mempengaruhi perilaku demografi yang meliputi
jumlah, pertambahan, dan mobilitas penduduk, maupun sosial
ekonomi rumah tangga yang meliputi tingkat pendidikan, angkatan
kerja, pembentukan, dan perkembangan keluarga. Usia-usia muda
14
sangat berpengaruh terhadap jumlah dan pertambahan penduduk
melalui fertilitas.
Diantara kelompok wanita reproduksi (15-49 tahun) terdapat
variasi kemampuan melahirkan, karena itu perlu dihitung tingkat
fertilitas wanita pada tiap-tiap kelompok umur. Dengan mengetahui
angka-angka ini dapat pula dilakukan perbandingan fertilitas antar
penduduk dari daerah yang berbeda.
ASFRi = Age Specific Fertility Rate atau Tingkat Fertilitas menurut
Umur
Bi = Jumlah kelahiran bayi pada kelompok umur i
Pfi = Jumlah wanita kelompok umur i pada pertengahan tahun
k = Angka konstanta bernilai 1.000
Berdasarkan dua kondisi di atas dapatlah disebutkan beberapa
masalah atau kekurangan (terkait dengan SDM) sebagai berikut :
1. Jika fertilitas semakin meningkat maka akan menjadi beban
pemerintah dalam hal penyediaan aspek fisik misalnya fasilitas
kesehatan ketimbang aspek intelektual.
2. Fertilitas meningkat maka pertumbuhan penduduk akan semakin
meningkat tinggi akibatnya bagi suatu negara berkembang akan
15
ASFRi = BiP fi
x k
menunjukan korelasi negatif dengan tingkat kesejahteraan
penduduknya.
3. Jika ASFR 20-24 terus meningkat maka akan berdampak
kepada investasi SDM yang semakin menurun.
Kelebihan dari penggunaan ukuran ASFR antara lain :
1. Ukuran lebih cermat dari GFR karena sudah membagi penduduk
yang “exposed to risk” ke dalam berbagai kelompok umur.
2. Dengan ASFR dimungkinkan pembuatan analisa perbedaan
fertilitas (current fertility) menurut berbagai karakteristik wanita.
3. Dengan ASFR dimungkinkan dilakukannya studi fertilitas.
4. ASFR ini merupakan dasar untuk perhitungan ukuran fertilitas
dan reproduksi selanjutnya (TFR, GRR, dan NRR).
Namun dalam pengukuran ASFR masih terdapat beberapa
kelemahan diantaranya yaitu:
1. Ukuran ini membutuhkan data yang terperinci yaitu banyaknya
kelahiran untuk tiap kelompok umur sedangkan data tersebut
belum tentu ada di tiap negara/daerah, terutama negara yang
sedang berkembang. Jadi pada kenyataannya sukar sekali
mendapatkan ukuran ASFR.
2. Tidak menunjukkan ukuran fertilitas untuk keseluruhan wanita
umur 15-49 tahun.
16
3. Tingkat Fertilitas menurut Urutan Kelahiran (Birth Order Specific
Fertility Rate).
Tingkat fertilitas menurut urutan kelahiran sangat penting untuk
mengukur tinggi rendahnya fertilitas suatu negara. Kemungkinan
seorang istri menambah kelahiran tergantung pada jumlah anak
yang telah dilahirkannya. Seorang istri mungkin menggunakan alat
kontrasepsi setelah mempunyai jumlah anak tertentu dan juga umur
anak yang masih hidup.
4. Tingkat Fertilitas menurut Urutan Kelahiran (Birth Order Specific
Fertility Rate)
Tingkat fertilitas menurut urutan kelahiran sangat penting untuk
mengukur tinggi-rendahnya fertilitas suatu negara. Seorang wanita
dalam menambah kelahiran memiliki kemungkinan yang
bergantung pada jumlah anak yang telah dilahirkannya. Hal ini
disebabkan karena wanita tersebut kemungkinan menggunakan
alat kontrasepsi setelah mempunyai jumlah anak tertentu dan umur
anaknya yang masih hidup.
17
BOSFR = B0i
P f x k
BOSFR = Birth Order Specific Fertility Rate atau Tingkat Fertilitas
menurut Urutan Kelahiran
B0i = Jumlah kelahiran urutan ke i pada tahun tertentu
Pf (15-49) = Jumlah penduduk perempuan usia 15-49 tahun pada
pertengahan tahun
k = angka konstanta bernilai 1000
5. Tingkat Fertilitas Total (Total Fertility Rate)
Tingkat Fertilitas Total merupakan rata-rata jumlah anak yang
dilahirkan seorang wanita sampai masa akhir reproduksinya,
dengan catatan :
a. tidak ada wanita yang meninggal sebelum mengakhiri masa
reproduksi.
b. tingkat fertilitas menurut umur tidak berubah pada periode
tertentu.
TFR = Total Fertility Rate atau Tingkat Fertilitas Total
ASFR = Age Specific Fertility Rate atau Tingkat Fertilitas
menurut Umur
6. Angka Reproduksi Bruto (Gross Reproduction Rate)
18
TFR = 5 x ∑ASFR
Angka Reproduksi Bruto adalah angka yang menunjukkan rata-rata
jumlah anak perempuan yang dilahirkan oleh seorang wanita
selama masa hidupnya dengan mengikuti pola fertilitas dan
mortalitas yang sama dengan ibunya, tetapi tidak memperhitungkan
unsur kematian.
Menggunakan TFR dengan rasio jenis kelamin pada saat lahir,
dengan ketentuan sebagai berikut :
GRR = Gross Reproduction Rate atau Tingkat Fertilitas Total
TFR = Total Fertility Rate atau Tingkat Fertilitas Total
Menggunakan ASFR bagi perempuan dengan ketentua sebagai
berikut :
GRR = Gross Reproduction Rate atau Angka Reproduksi
Bruto
ASFRfi = Angka kelahiran menurut umur untuk bayi perempuan
pada kelompok umur i
7. Angka Reproduksi Netto (Net Reproduction Rate)
19
GRR = Jmlkelahiran bayiwanita
Jml kelahiranbayilaki−lakidanwanita x TFR
GRR = 5 x ∑ ASFRfi
Angka Reproduksi Netto adalah angka yang menunjukkan rata-rata
jumlah anak perempuan yang dilahirkan oleh seorang wanita
selama hidupnya dan akan tetap hidup sampai dapat menggantikan
kedudukan ibunya, dengan mengikuti pola fertilitas dan mortalitas
yang sama seperti ibunya. Berbeda dengan Gross Reproduction
Rate, Net Reproduction Rate justru memperhitungkan unsur
kematian.
2.4Faktor yang Mempengaruhi Kelahiran (Fertilitas)
Ada beragam faktor yang mempengaruhi dan menentukan
fertilitas baik yang berupa faktor demografi maupun faktor non-
demografi. Yang berupa faktor demografi diantaranya adalah struktur
umur, umur perkawinan, lama perkawinan, paritas, distrupsi
perkawinan dan proporsi yang kawin sedangkan faktor non-demografi
dapat berupa faktor sosial, ekonomi maupun psikologi.
Beberapa faktor yang lebih detail yang mempengaruhi kelahiran
antara lain sebagai berikut :
a. Kebijakan pro-natalis dan anti-natalis dari pemerintah
b. Tingkat aborsi
c. Struktur usia dan jenis kelamin yang ada
d. Kepercayaan dari segi sosial dan keagamaan yang dikhususkan
pada penggunaan alat kontrasepsi
e. Tingkat buta aksara terutama pada para wanita
20
f. Kemakmuran secara ekonomi
g. Tingkat kemiskinan
h. Angka kematian bayi
i. Urbanisasi
j. Homoseksualitas
k. Usia pernikahan
l. Usia pensiun dan kebijakan pemerintah mengenai hal tersebut
m.Konflik
1. Teori Sosiologi tentang Fertilitas (Davis dan Blake: Variabel
Antara)
Kajian tentang fertilitas pada dasarnya bermula dari disiplin
sosiologi. Sebelum disiplin lain membahas secara sistematis
tentang fertilitas, kajian sosiologis tentang fertilitas sudah lebih
dahulu dimulai. Sudah amat lama kependudukan menjadi salah
satu sub-bidang sosiologi. Sebagian besar analisa kependudukan
(selain demografi formal) sesungguhnya merupakan analisis
sosiologis. Davis and Blake (1956), Freedman (1962), Hawthorne
(1970) telah mengembangkan berbagai kerangka teoritis tentang
perilaku fertilitas yang pada hakekatnya bersifat sosiologis.
Dalam tulisannya yang berjudul “The Social structure and
fertility: an analytic framework (1956)”2 Kingsley Davis dan Judith
Blake melakukan analisis sosiologis tentang fertilitas. Davis and
21
Blake mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi fertilitas
melalui apa yang disebut sebagai “variabel antara” (intermediate
variables).
Menurut Davis dan Blake faktor-faktor sosial, ekonomi dan
budaya yang mempengaruhi fertilitas akan melalui “variabel
antara”. Ada 11 variabel antara yang mempengaruhi fertilitas, yang
masing-masing dikelompokkan dalam tiga tahap proses reproduksi
sebagai berikut:
1. Intermediate Variables Of Fertilitas
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya hubungan kelamin
(intercouse variables) adalah :
a. Faktor-faktor yang mengatur tidak terjadinya hubungan
kelamin:
1. Umur mulai hubungan kelamin
2. Selibat permanen yaitu proporsi wanita yang tidak
pernah mengadakan hubungan kelamin
3. Lamanya masa reproduksi sesudah atau diantara masa
hubungan kelamin:
a) Bila kehidupan suami istri cerai atau pisah
b) Bila kehidupan suami istri berakhir karena suami
meninggal dunia
b. Faktor-faktor yang mengatur terjadinya hubungan kelamin
1. Abstinensi sukarela
22
2. Berpantang karena terpaksa (oleh impotensi, sakit, pisah
sementara)
3. Frekuensi hubungan seksual
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya konsepsi
(conception variables) :
1. Kesuburan atau kemandulan yang dipengaruhi oleh faktor-
faktor yang tidak disengaja
2. Menggunakan atau tidak menggunakan metode
kontrasepsi:
a) Menggunakan cara-cara mekanik dan bahan-bahan
kimia
b) Menggunakan cara-cara lain
3. Kesuburan atau kemandulan yang dipengaruhi oleh faktor-
faktor yang disengaja (sterilisasi, subinsisi, obat-obatan dan
sebagainya)
d. Faktor-faktor yang mempengaruhi kehamilan dan kelahiran
dengan selamat (gestation variables) :
1. Mortalitas janin yang disebabkan oleh faktor-faktor yang
tidak disengaja
2. Mortalitas janin oleh faktor-faktor yang disengaja
2. Teori Ekonomi tentang Fertilitas
23
Pandangan bahwa faktor-faktor ekonomi mempunyai
pengaruh yang kuat terhadap fertilitas bukanlah suatu hal yang
baru. Dasar pemikiran utama dari teori ‘transisi demografis’ yang
sudah terkenal luas adalah bahwa sejalan dengan diadakannya
pembangunan sosial-ekonomi, maka fertilitas lebih merupakan
suatu proses ekonomis dari pada proses biologis.
Berbagai metode pengendalian fertilitas seperti penundaan
perkawinan, senggama terputus dan kontrasepsi dapat digunakan
oleh pasangan suami istri yang tidak menginginkan mempunyai
keluarga besar, dengan anggapan bahwa mempunyai banyak
anak berarti memikul beban ekonomis dan menghambat
peningkatan kesejahteraan sosial dan material. Bahkan sejak awal
pertengahan abad ini, sudah diterima secara umum bahwa hal
inilah yang menyebabkan penurunan fertilitas di Eropa Barat dan
Utara dalam abad 19. Leibenstein dapat dikatakan sebagai peletak
dasar dari apa yang dikenal dengan “teori ekonomi tentang
fertilitas”. Menurut Leibenstein tujuan teori ekonomi fertilitas
adalah:
“untuk merumuskan suatu teori yang menjelaskan faktor-faktor
yang menentukan jumlah kelahiran anak yang dinginkan per
keluarga. Tentunya, besarnya juga tergantung pada berapa
banyak kelahiran yang dapat bertahan hidup (survive). Tekanan
yang utama adalah bahwa cara bertingkah laku itu sesuai dengan
24
yang dikehendaki apabila orang melaksanakan perhitungan-
perhitungan kasar mengenai jumlah kelahiran anak yang
dinginkannya. Dan perhitungan perhitungan yang demikian ini
tergantung pada keseimbangan antara kepuasan atau kegunaan
(utility) yang diperoleh dari biaya tambahan kelahiran anak, baik
berupa uang maupun psikis. Ada tiga macam tipe kegunaan yaitu
(a) kegunaan yang diperoleh dari anak sebagai suatu ‘barang
konsumsi’ misalnya sebagai sumber hiburan bagi orang tua; (b)
kegunaan yang diperoleh dari anak sebagai suatu sarana
produksi, yakni, dalam beberapa hal tertentu anak diharapkan
untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu dan menambah
pendapatan keluarga; dan (c) kegunaan yang diperoleh dari anak
sebagai sumber ketentraman, baik pada hari tua maupun
sebaliknya”.
Menurut Leibenstein anak dilihat dari dua aspek yaitu aspek
kegunaannya (utility) dan aspek biaya (cost). Kegunaannya adalah
memberikan kepuasan, dapat memberikan balas jasa ekonomi
atau membantu dalam kegiatan berproduksi serta merupakan
sumber yang dapat menghidupi orang tua di masa depan.
Sedangkan pengeluaran untuk membesarkan anak adalah biaya
dari mempunyai anak tersebut. Biaya memiliki tambahan seorang
anak dapat dibedakan atas biaya langsung dan biaya tidak
langsung. Yang dimaksud biaya langsung adalah biaya yang
25
dikeluarkan dalam memelihara anak seperti memenuhi kebutuhan
sandang dan pangan anak sampai ia dapat berdiri sendiri. Yang
dimaksud biaya tidak langsung adalah kesempatan yang hilang
karena adanya tambahan seoarang anak. Misalnya, seoarang ibu
tidak dapat bekerja lagi karena harus merawat anak, kehilangan
penghasilan selama masa hamil, atau berkurangnya mobilitas
orang tua yang mempunyai tanggungan keluarga besar
(Leibenstein, 1958).
Menurut Leibenstein, apabila ada kenaikan pendapatan maka
aspirasi orang tua akan berubah. Orang tua menginginkan anak
dengan kualitas yang baik. Berarti sangat memungkinkan adannya
kenaikan biaya sesuai keperluan anak tersebut. Pengembangan
lebih lanjut tentang ekonomi fertiitas dilakukan oleh Gary S. Becker
dengan artikelnya yang cukup terkenal yaitu “An Economic
Analysis of Fertility”.
Menurut Becker anak dari sisi ekonomi pada dasarnya dapat
dianggap sebagai barang konsumsi (a consumption good,
consumer’s durable) yang memberikan suatu kepuasan (utility)
tertentu bagi orang tua. Bagi banyak orang tua, anak merupakan
sumber pendapatan dan kepuasan (satisfaction). Secara ekonomi
fertilitas dipengaruhi oleh pendapatan keluarga, biaya memiliki
anak dan selera. Meningkatnya pendapatan (income) dapat
meningkatkan permintaan terhadap anak.
26
Karya Becker kemudian berkembang terus antara lain dengan
terbitanya buku A Treatise on the Family. Perkembangan
selanjutnya analisis ekonomi fertilitas tersebut kemudian
membentuk teori baru yang disebut sebagai ekonomi rumah
tangga (household economics). Analisis ekonomi fertilitas yang
dilakukan oleh Becker kemudian diikuti pula oleh beberapa ahli
lain seperti Paul T. Schultz, Mark Nerlove, Robert J. Willis dan
sebagainya. Dalam tulisannya yang berjudul Economic growth and
population: Perspective of the new home economics6 Nerlove
mengemukakan:
“Ekonomi rumah tangga terdiri dari empat unsur utama, yaitu (a)
suatu fungsi kegunaan. Yang dimaksud kegunaan disini bukanlah
dalam arti komoditi fisik melainkan berbagai kepuasan yang
dihasilkan rumah tangga; (b) suatu teknologi produksi rumah
tangga; (c) suatu lingkungan pasar tenaga kerja yang
menyediakan sarana untuk merubah sumber-sumber daya rumah
tangga menjadi komoditi pasar; dan (d) sejumlah keterbatasan
sumber-sumber daya rumah tangga yang terdiri dari harta warisan
dan waktu yang tersedia bagi setiap anggota rumah tangga untuk
melakukan produksi rumah tangga dan kegiatankegiatan pasar.
Waktu yang tersedia dapat berbeda-beda kualitasnya, dan dalam
hal ini tentunya termasuk juga sumberdaya manusia (human
capital) yang diwariskan dan investasi sumberdaya manusia
27
dilakukan oleh suatu generasi baik untuk kepentingan tingkah laku
generasi-generasi yang akan datang maupun untuk kepentingan
tingkah laku sendiri”
Dalam analisis ekonomi fertilitas dibahas mengapa permintaan
akan anak berkurang bila pendapatan meningkat dan apa yang
menyebabkan harga pelayanan anak berkaitan dengan pelayanan
komoditi lainnya meningkat jika pendapatan meningkat. New
household economics berpendapat bahwa orang tua mulai lebih
menyukai anak-anak yang berkualitas lebih tinggi dalam jumlah
yang hanya sedikit sehingga “harga beli” meningkat dan bila
pendapatan dan pendidikan meningkat maka semakin banyak
waktu (khususnya waktu untuk ibu) yang digunakan untuk
merawat anak. Dengan kata lain anak yang mereka miliki dengan
kualitas terbaik akan bernilai lebih mahal dibandingkan anak
lainnya yang tidak memiliki kualitas sebaik itu.
Di dalam setiap kasus, semua pendekatan ekonomi melihat
fertilitas sebagai hasil dari suatu keputusan rasional yang
didasarkan atas usaha untuk memaksimalkan fungsi utility
ekonomis yang cukup rumit yang tergantung pada biaya langsung
dan tidak langsung, keterbatasan sumberdaya, selera. Topik-topik
yang dibahas dalam ekonomi fertilitas antara berkaitan dengan
pilihan-pilihan ekonomi seseorang dalam menentukan fertilitas dari
segi kuantitas maupun kualitas sang anak. Pertimbangan ekonomi
28
dalam menentukan fertilitas terkait dengan income, biaya langsung
maupun biaya tidak langsung, selera, modernisasi dan
sebagainya.
Sejalan dengan apa yang telah dikemukakan Becker, Bulatao
menulis tentang konsep demand for children dan supply of
children. Konsep demand for children dan supply of children
dikemukakan dalam kaitan menganalisis economic determinan
factors dari fertilitas. Bulatao mengartikan konsep demand for
children sebagai jumlah anak yang dinginkan. Termasuk dalam
pengertian jumlah adalah jenis kelamin anak, kualitas, waktu
memliki anak dan sebagainya.
Konsep demand for children diukur melalui pertanyaan survei
tentang “jumlah keluarga yang ideal atau diharapkan atau
diinginkan”. Pertanyaannya, apakah konsep demand for children
berlaku di negara berkembang? Apakah pasangan di negara
berkembang dapat memformulasikan jumlah anak yang
dinginkan? Menurut Bulato, jika pasangan tidak dapat
memformulasikan jumlah anak yang dinginkan secara tegas maka
digunakan konsep latent demand di mana jumlah anak yang
dinginkan akan disebut oleh setiap pasangan ketika mereka
ditanya.
Menurut Bulatao, modernisasi berpengaruh terhadap demand
for children dalam kaitan membuat latent demand menjadi efektif.
29
Menurut Bulatao, demand for children dipengaruhi oleh berbagai
faktor seperti biaya anak, pendapatan keluarga dan selera. Dalam
artikel tersebut Bulatao membahas masing-masing faktor tersebut
dari mulai biaya yang dibutuhkan anak, pendapatan orangtua, dan
selera keluarga secara lebih detail. Termasuk didalamnya dibahas
apakah anak bagi keluarga di negara berkembang merupakan “net
supplier“ atau tidak. Sedang supply of children diartikan sebagai
banyaknya anak yang bertahan hidup dari suatu pasangan jika
mereka tidak berpisah atau bercerai pada suatu batas tertentu.
Supply tergantung pada banyaknya kelahiran dan kesempatan
untuk bertahan hidup. Supply of children berkaitan dengan konsep
kelahiran alami (natural fertility).
Menurut Bongart dan Menken fertilitas alami dapat
diidentifikasi melalui lima hal utama, yaitu:
a. Ketidak-suburan setelah melahirkan (postpartum
infecundibality)
b. Waktu menunggu untuk konsepsi (waiting time to conception)
c. Kematian dalam kandungan (intraurine mortality)
d. Sterilisasi permanen (permanent sterility)
e. Memasuki masa reproduksi (entry into reproductive span)
Analisis ekonomi tentang fertilitas juga dikemukakan oleh
Richard A. Easterlin. Menurut Easterlin permintaan akan anak
sebagian ditentukan oleh karakteristik latar belakang individu
30
seperti agama, pendidikan, tempat tinggal, jenis atau tipe keluarga
dan sebagainya. Setiap keluarga mempunyai norma-norma dan
sikap fertilitas yang dilatarbelakangi oleh karakteristik diatas.
Easterlin juga mengemukakan perlunya menambah seperangkat
determinan ketiga di samping dua determinan lainnya --permintaan
anak dan biaya regulasi fertilitas--, yaitu mengenai pembentukan
kemampuan potensial dari anak. Hal ini pada gilirannya tergantung
pada fertilitas alami (natural fertility) dan kemungkinan seorang
bayi dapat tetap hidup hingga dewasa.
Fertilitas alami sebagian tergantung pada faktor-faktor
fisiologis atau biologis, dan sebagian lainnya tergantung pada
praktek-praktek budaya. Apabila pendapatan meningkat maka
terjadilah perubahan “suplai” anak karena perbaikan gizi,
kesehatan dan faktor-faktor biologis lainnya. Demikian pula
perubahan permintaan disebabkan oleh perubahan pendapatan,
harga dan “selera”. Pada suatu saat tertentu, kemampuan suplai
dalam suatu masyarakat bisa melebihi permintaan atau
sebaliknya.
Easterlin berpendapat bahwa bagi negara-negara
berpendapatan rendah permintaan mungkin bisa sangat tinggi
tetapi suplainya rendah, karena terdapat pengekangan biologis
terhadap kesuburan. Hal ini menimbulkan suatu permintaan
“berlebihan” (excess demand) dan juga menimbulkan sejumlah
31
besar orang yang benar-benar tidak menjalankan praktek-praktek
pembatasan keluarga. Di pihak lain, pada tingkat pendapatan yang
tinggi, permintaan adalah rendah sedangkan kemampuan
suplainya tinggi, maka akan menimbulkan suplai “berlebihan” (over
supply) dan meluasnya praktek keluarga berencana. John C.
Caldwell juga melakukan analisis fertilitas dengan pendekatan
ekonomi sosiologis.
Tesis fundamentalnya adalah bahwa tingkah laku fertilitas
dalam masyarakat pra-tradisional dan pasca-transisional itu dilihat
dari segi ekonomi bersifat rasional dalam kaitannya dengan tujuan
ekonomi yang telah ditetapkan dalam masyarakat, dan dalam arti
luas dipengaruhi juga oleh faktor-faktor biologis dan psikologis.
Teori Caldwell menekankan pada pentingnya peranan
keluarga dalam arus kekayaan netto (net wealth flows) antar
generasi dan juga perbedaan yang tajam pada regim demografis
pra-transisi dan pasca-transisi. Caldwell mengatakan bahwa “sifat
hubungan ekonomi dalam keluarga” menentukan kestabilan atau
ketidak-stabilan penduduk. Jadi pendekatannya lebih menekankan
pada dikenakannya tingkah laku fertilitas terhadap individu oleh
suatu kelompok keluarga yang lebih besar bahkan jika tidak satu
wilayah sekalipun daripada oleh norma-norma yang sudah
diterima masyarakat. Seperti yang diamati oleh Caldwell, di dalam
keluarga selalu terdapat tingkat eksploitasi yang besar oleh suatu
32
kelompok atau generasi terhadap kelompok atau generasi lainnya,
sehingga jarang dilakukan usaha pemaksimalan manfaat antar
individu.
2.5. Grafik Survey Kelahiran di Indonesia
Grafik survei kelahiran membahas mengenai pencatatan
kelahiran yang tidak akan pernah terlepas dari tingkat kepemilikan akta
kelahiran. Menurut laporan SUSENAS 2001 hanya sekitar 40% anak-
anak di Indonesia yang berusia di bawah lima tahun yang tercatat
kelahirannya dan memiliki akta kelahiran. Bahkan di era 80-90an para
orangtua yang baru melahirkan anak dengan sengaja mengubah
tanggal lahir yang sebenarnya, entah itu dimajukan atau dimundurkan
dari tanggal asli kelahiran sang anak. Tak tanggung-tanggung para
orangtua memajukan atau memundurkan tanggalnya tidak lagi dalam
hitungan minggu melainkan dalam hitungan tahun. Tidak hanya dalam
ukuran waktu kelahiran, bukan tidak mungkin seorang bayi memiliki
dua akta kelahiran dengan nama yang berbeda dan salah satunya
belum dihanguskan oleh orangtuanya. Hal ini terjadi karena tidak
adanya kesadaran dari masyarakat yang bersangkutan bahwa hal
yang diperbuatnya adalah salah dan membingungkan pemerintah, tak
hanya pihak masyarakat tetapi pihak pemerintah daerah yang
mengurusi akta kelahiran tersebut bisa dikatakan terlalu menunda-
nunda pengurusan akta kelahiran sehingga salah satu akta yang
33
seharusnya dihanguskan atau dibatalkan masih tersimpan dan tercatat
sebagai warga negara aktif dan masih hidup.
Meskipun ada masyarakat yang ternyata memiliki akta kelahiran
ganda dengan nama berbeda, tetapi sayangnya angka kepemilikan
akta kelahiran yang rendah ini menempatkan Indonesia dalam
kelompok negara-negara di dunia yang terendah dalam pencatatan
kelahiran. Secara universal, akta kelahiran adalah dokumen resmi
yang dikeluarkan oleh negara yang membuktikan adanya identitas
seorang anak. Maka beberapa anak yang tidak tercatat kelahirannya
dalam dokumen negara bahkan hingga tidak memiliki akta kelahiran
dapat disebut sebagai non existent individual, dengan kata lain anak
tersebut tidak memperoleh hak-hak perlindungan yang justru sangat
diperlukan dalam anggota masyarakat.
Data yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Administrasi
Kependudukan mencantumkan bahwa prosentase kepemilikan akta
kelahiran per Desember 2007 diperkirakan hanya dimiliki oleh sekitar
60% anak yang berusia di bawah lima tahun. Partisipasi masyarakat
yang kurang peduli terhadap pentingnya akta kelahiran bagi sang anak
adalah sebagai berikut :
a. Mekanisme pelayanan yang terkonsentrasi di kabupaten/kota
dengan jarak tempuh yang jauh sehingga biaya transportasi yang
harus dikeluarkan oleh masyarakat yang jauh dari pusat
pemerintahan daerah cukup mahal sedangkan masyarakat
34
pedesaan tidak memiliki cukup biaya untuk pergi ke pusat
pemerintahan daerah dan khawatir untuk meninggalkan rutinitas
sehari-harinya di desa meskipun hanya terhitung hari saja.
b. Keterlambatan pelaporan kelahiran bayi bahkan sampai satu tahun
lebih menyebabkan harus adanya siding di pengadilan dan
masalah biaya di pengadilan pun lagi-lagi menjadi masalah yang
relatif besar bagi masyarakat sehingga menimbulkan faktor
keengganan pada masyarakat yang bersangkutan untuk mengurus
akta kelahiran anaknya lebih lanjut lagi dan menyelesaikannya.
Dalam kurun waktu per dua tahun atau per tiga tahun sebenarnya
telah dilakukan Konferensi Regional Asia Pasifik tentang Pencatatan
Kelahiran Universal atau biasa dikenal dengan istilah Asia Pasific
Conference on Universal Birth Registration karena persoalan
pencatatan kelahiran telah mendapatkan perhatian yang cukup
signifikan. Dalam Konferensi tersebut masing-masing negara
mengirimkan delegasinya yang merupakan perwakilan dari pengambil
kebijakan pencatatan kelahiran tingkat nasional, pelaksana unsur
legislatif, dan masyarakat. Tanpa pencatatan kelahiran maka penilaian
terhadap HAM tidak mungkin dapat dilakukan terutama dalam hal
kepemilikan identitas berdasarkan Pasal 7 Konvensi Hak Anak bahwa
seorang anak harus dicatatkan segera identitasnya setelah
kelahirannya dan atas hal itulah sang anak memiliki hak atas nama,
35
hak status kewarganegaraan, dan hak untuk mengetahui orangtuanya
dan dirawat oleh orangtuanya.
Berikut grafik prosentase angka kelahiran di Indonesia pada
tahun 2004-2013
Sumber : Statistik Indonesia (BPS) Tahun 2014
36
Grafik Jumlah Penduduk dan Laju Pertumbuhan Penduduk
Indonesia pada Tahun 2004-2013
Sumber : Statistik Indonesia (BPS) tahun 2014
37
Grafik Angka Kelahiran menurut kelompok umur ibu pada Tahun
1971-2010
Kualitas kehidupan seseorang dapat diukur dari kesejahteraannya
selama ia hidup dan salah satu cara untuk mengukur kesejahteraan
penduduk suatu negara adalah dengan menggunakan PQLI atau
Physical Quality of Life Index yang diperkenalkan oleh Moris yang
38
mengukurnya melalui tiga indikasi antara lain rata-rata harapan hidup
sesudah umur satu tahun, rata-rata jumlah kematian bayi, dan rata-
rata prosentase buta dan melek huruf.
Grafik Harapan Hidup menurut jenis kelamin di Indonesia Tahun
2011
Grafik angka kelahiran kasar dan angka kematian kasar 1950-
2050
39
Jumlah Penduduk Indonesia berdasarkan hasil sensus Tahun
1971-2010
40
1971 1980 1990 2000 20100
50,000,000
100,000,000
150,000,000
200,000,000
250,000,000
Jml. Penduduk
Jml. Penduduk
Pencatatan kelahiran diatur dalam Pasal 27 s.d. Pasal 32 UU
Nomor 23 Tahun 2006 dan Pasal 51 s.d. Pasal 65 PP Nomor 25
Tahun 2008, yang berisi :
a. Ruang lingkup pencatatan kelahiran meliputi pencatatan kelahiran
di Indonesia, pencatatan kelahiran di atas kapal laut atau pesawat
terbang, dan pencatatan kelahiran yang melampaui batas waktu;
b. Pencatatan kelahiran di Indonesia :
1) Pencatatan peristiwa kelahiran di Indonesia memperhatikan hal-
hal sebagai berikut : a) tempat domisili Ibunya bagi penduduk
WNI; b) di luar tempat domisili Ibunya bagi penduduk WNI; c)
tempat domisili Ibunya bagi penduduk orang asing; d) di luar
domisili Ibunya bagi penduduk orang asing; e) orang asing yang
memiliki izin kunjungan; f) anak yang tidak diketahui asal-usulnya
atau keberadaan orangtuanya;
2) Dalam hal pelaporan kelahiran tidak disertai Kutipan Akta
Perkawinan/Akta Nikah orangtua, pencatatan dilakukan dengan
mencantumkan nama ibu (nama ayah tidak bisa dicantumkan
karena tidak ada Akta Perkawinannya);
3) Setiap kelahiran di Indonesia wajib dilaporkan oleh penduduk
kepada Instansi Pelaksana atau UPTD Instansi Pelaksana paling
lambat 60 hari kerja sejak kelahiran;
4) Bagi penduduk WNI pelaporan dilakukan melalui desa/kelurahan
dengan membawa persyaratan yang ditentukan, Kepala
41
Desa/Lurah menandatangani Formulir Surat Keterangan
Kelahiran, selanjutnya diteruskan ke UPTD Instansi Pelaksana
untuk dicatat dalam Register Akta Kelahiran dan diterbitkan
Kutipan Akta Kelahiran oleh Pejabat Pencatatan Sipil. Tapi jika
UPTD tidak ada di Kecamatan tersebut, maka Formulir Surat
Keterangan Kelahiran tersebut diteruskan ke kecamatan dan
dilanjutkan ke Instansi Pelaksana untuk dilakukan pencatatan
sipil.
Bagi orang asing pelaporan dilakukan langsung ke Instansi
Pelaksana atau UPTD Instansi Pelaksana, dengan membawa
persyaratan yang ditentukan, selanjutnya Pejabat Pencatatan
Sipil mencatat dalam Register Akta Kelahiran dan Menerbitkan
Kutipan Akta Kelahiran;
5) Untuk pencatatan kelahiran bayi WNI di luar domisili Ibunya,
pelaporannya tidak melalui desa/kelurahan dan kecamatan tetapi
langsung ke Instansi Pelaksana atau UPTD Instansi Pelaksana
dan persyaratannya cukup Surat Kelahiran dari
dokter/bidan/penolong kelahiran dan menunjukkan KTP
Ibu/Bapaknya dii Instansi Pelaksana, selanjutnya Pejabat
Pencatatan Sipil mencatat pada Register Akta Kelahiran dan
menerbitkan Kutipan Akta Kelahiran;
6) Pencatatan kelahiran bagi anak yang tidak diketahui asal-
usulnya atau keberadaan orangtuanya, didasarkan pada laporan
42
orang yang menemukan dilengkapi Berita Acara Pemeriksaan
dari Kepolisian, berdasarkan laporan tersebut Pejabat
Pencatatan Sipil mencatat dalam Register Akta Kelahiran dan
menerbitkan Kutipan Akta Kelahiran, salanjutnya Kutipan Akta
Kelahiran tidak diberikan kepada pelapor tetapi disimpan oleh
Instansi Pelaksana atau UPTD Instansi Pelaksana diserahkan
kepada yang bersangkutan setelah dewasa yaitu setelah
berumur 18 tahun;
c. Pencatatan kelahiran di Luar Wilayah RI :
1) Kelahiran WNI di luar wilayah RI wajib dicatatkan pada instansi
yang berwenang di negara setempat dan dilaporkan kepada
Perwakilan RI;
2) Apabila negara setempat tidak menyelenggarakan pencatatan
kelahiran bagi orang asing termasuk WNI yang berada di negara
tersebut, pelaporan dilakukan di Perwakilan RI. Berdasarkan
laporan tersebut Pejabat Konsuler pada Perwakilan RI mencatat
pada Register Akta Kelahiran dan menerbitkan Kutipan Akta
Kelahiran;
3) Apabila yang bersangkutan telah kembali ke Indonesia hasil
pencatatan di luar wilayah RI tersebut wajib dilaporkan kepada
Instansi Pelaksana dalam hal ini Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil paling lambat 30 hari kerja sejak yang
bersangkutan kembali ke Indonesia. Dalam hal ini Instansi
43
Pelaksana tidak mencatat dalam Register Akta dan menerbitkan
Kutipan Akta Kelahiran tetapi hanya melakukan perekaman data
penduduk dalam Database Kependudukan;
d. Pencatatan kelahiran di atas Kapal Laut atau Pesawat Terbang :
1) Pencatatan kelahiran WNI di atas kapal laut atau pesawat
terbang wajib dilaporkan oleh penduduk kepada Instansi
Pelaksana atau UPTD Instansi Pelaksana di tempat tujuan atau
tempat singgah berdasarkan keterangan kelahiran dari nahkoda
kapal laut atau kapten pesawat terbang;
2) Dalam hal tempat tujuan atau tempat singgah berada di wilayah
NKRI, kelahiran dilaporkan kepada Instansi Pelaksana atau
UPTD Instansi Pelaksana setempat untuk dicatat dalam Register
Akta Kelahiran dan diterbitkan Kutipan Akta Kelahiran. Dalam hal
ini Nahkoda Kapal Laut/Kapten Pesawat Terbang menerbitkan
Surat Keterangan Kelahiran. Selanjutnya dalam pemberian
pelayanan penerbitan Akta Kelahiran berlaku ketentuan
pencatatan kelahiran di luar domisili Ibunya;
3) Dalam hal tempat tujuan atau tempat singgah berada di luar
wilayah RI, kelahiran dilaporkan kepada negara tempat tujuan
atau tempat singgah. Dalam kaitan ini diberlakukan ketentuan
yang sama dengan pencatatan kelahiran di luar wilayah RI.
e. Pencatatan kelahiran yang melampaui batas waktu :
44
1) Pencatatan kelahiran yang melampaui batas waktu 60 hari kerja
sampai dengan 1 (satu) tahun sejak tanggal kelahiran,
pencatatan dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan
Kepala Instansi Pelaksana setempat;
2) Pencatatan kelahiran yang malampaui batas waktu 1 (satu)
tahun dilaksanakan berdasarkan penetapan Pengadilan Negeri.
Pemerintah dalam permasalahan masa transisi memberlakukan
UU Nomor 23 Tahun 2006 dan Menteri Dalam Negeri telah
mengeluarkan beberapa kebijakan antara lain :
Surat Menteri Dalam Negeri Nomor 474.1/1274/SJ, pada tanggal
11 Juni 2008, perihal Dispensasi Pelayanan Pencatatan Kelahiran
Dalam Masa Transisi berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2006, yang ditujukan kepada Bupati/Walikota seluruh Indonesia.
Dalam surat ini tercantum bahwa Penduduk WNI yang lahir
sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 akan
diberikan dispensasi pelayanan tanpa adanya penetapan
pengadilan, tetapi dalam implementasinya dilakukan dengan
penerbitan Peraturan Bupati/Walikota sebagai landasan hukum dan
45
berlaku dengan batas selama 1 (satu) tahun sejak berlakunya
Peraturan Bupati/Walikota;
Surat Menteri Dalam Negeri Nomor 474.1/3827/MD, pada tanggal
11 September 2008, perihal Dispensasi Pelayanan Pencatatan
Kelahiran Dalam Masa Transisi berlakunya Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2006, yang ditujukan kepada Bupati/Walikota seluruh
Indonesia.dalam surat ini tercantum bahwa pemerintah
kabupaten/kota yang belum melaksanakan program dispensasi
diminta untuk segera melaksanakan dengan berpedoman pada
surat sebelumnya dan harus berakhir pada tahun 2010.
2.6. Strategi Pengentasan Meningkatnya Kelahiran
Kelahiran di Indonesia yang menurut data per tahun semakin
meningkat pertumbuhannya membutuhkan pembatas agar jumlah
penduduk Negara Indonesia dapat terprediksi dan disesuaikan dengan
jumlah lapangan pekerjaan yang ada. Cara untuk mengatasinya
adalah dengan lebih memprioritaskan program Keluarga Berencana
(KB) dan menunda masa perkawinan terlebih lagi di usia-usia muda.
Mungkin bagi setiap individu hal seperti ini adalah hal yang sepele dan
merasa bahwa dia tidak memberikan pengaruh besar terhadap
perubahan lingkungan sekitarnya. Tetapi semakin banyak individu
46
yang berfikiran seperti ini justru akan membuat pengaruh yang sudah
jelas besar menjadi semakin besar.
Sejauh ini masyarakat belum paham betul dengan dua kebijakan
di atas meskipun mereka sebenarnya sudah mengetahui tentang
kebijakan yang pemerintah berlakukan. Karena cukup sulit maka
pemerintah pun harus menyiapkan penyeimbang tingkat kelahiran
yang semakin tidak terkontrol tiap tahunnya dengan cara :
a. Penambahan dan penciptaan lapangan pekerjaan
Tidak sembarang pemerintah menyiapkan lapangan
pekerjaan. Penciptaan lapangan pekerjaan ini harus disesuaikan
dengan kualitas yang dimiliki penduduk Indonesia, apakah lebih
cenderung di bidang industri, perkantoran, lapangan, politik, pasar,
atau bidang lain yang benar-benar mendukung dari lahan Indonesia
sampai kualitas sumber daya manusianya. Penambahan dan
penciptaan lapangan kerja dengan meningkatnya taraf hidup
masyarakat maka diharapkan hilangnya kepercayaan bahwa ketika
keluarga memiliki banyak anak maka keluarga tersebut akan
banyak rejekinya. Di samping itu pula diharapkan akan
meningkatkan tingkat pendidikan yang akan merubah pola pikir
dalam bidang kependudukan.
b. Meningkatkan kesadaran dan pendidikan kependudukan
Pendidikan merupakan proses pengembangan pengetahuan,
keterampilan, dan sikap seseorang yang dilaksanakan secara
47
terencana sehingga diperoleh berbagai perubahan-perubahan
untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat di suatu wilayah.
Masyarakat sekitaran perkotaan telah mengerti betul tentang
pendidikan yang harus dilampaui oleh seluruh individu dalam
keluarga, bahkan di pedesaan pun sudah cukup mengerti akan
pentingnya pendidikan. Hanya saja di pedesaan belum sepenuhnya
terfasilitasi dengan baik. Mungkin keinginan para penduduk
pedesaan untuk bersekolah amat sangat tinggi untuk melanjutkan
kehidupan mereka kelak, namun fasilitas gedung sekolah dan
sarana prasarana yang seharusnya ada di beberapa daerah ini
masih belum memadai seolah-olah ada kesenjangan sosial antara
perkotaan dan pedesaan. Masyarakat pedesaan pada akhirnya
berfikiran bahwa pemerintah lebih mementingkan potensi yang ada
di perkotaan karena mungkin memandang dari materi yang dimiliki,
padahal bukan hal yang tidak mungkin potensi yang dimiliki
masyarakat pedesaan lebih menonjol hanya karena tidak diasah
dan tidak difasilitasi akhirnya potensi mereka stuck dalam satu titik.
Seharusnya fasilitas di bidang pendidikan disamaratakan agar
potensi yang akan dikembangkan pun seimbang. Dengan semakin
sadar akan dampak dan efek dari laju pertumbuhan yang tidak
terkontrol, maka diharapkan masyarakat umum secara sukarela
turut mensukseskan gerakan keluarga berencana.
48
Berbicara tentang hubungan tingkat pendidikan dengan
fertilitas, Bollen Kenneth AJ dan Glanville Stecklov (2002:27)
mengatakan bahwa tingkat pendidikan antara laki-laki dan wanita
merupakan prediktor yang kuat terhadap permanent income dan
fertilitas. Berdasarkan hal tersebut, tingkat pendidikan berkolerasi
positif terhadap income namun berkolerasi negative terhadap
fertilitas. Menurut Balk dalam buku Bollen Kenneth AJ dan Glanville
Stecklov (2002:36) bila tingkat pendidikan laki-laki lebih kuat
dibandingkan tingkat pendidikan perempuan maka dapat dipastikan
kekuatan penguasaan dalam rumah tangga akan lebih besar
sehingga pada akhirnya pasangan tersebut memiliki kemampuan
untuk mengatur kelahiran. Sebaliknya jika pendidikan wanita lebih
besar dibandingkan pendidikan laki-laki maka yang terjadi adalah
autonomi wanita untuk mengontrol kelahiran akan lebih tinggi
dibandingkan laki-laki.
c. Mengurangi kepadatan penduduk dengan program transmigrasi
Transmigrasi untuk mengurangi kepadatan penduduk dapat
digunakan dalam hal pemindahan kerja yang sesuai dengan
potensi yang dimiliki penduduk. Transmigrasi merupakan bentuk
migrasi yang direncanakan, diseleksi dari penduduk di pulau yang
padat ke pulau yang penduduknya jarang.. Transmigrasi adalah
satu bentuk migrasi internal di Indonesia, yaitu perpindahan
49
penduduk dari tempat tinggal permanen di Jawa ke luar pulau
Jawa. Karena pulau Jawa termasuk pulau dengan tingkat kelahiran
tertinggi sehingga jumlah penduduknya bisa dibilang padat.
Program ini dimulai pada masa Hindia Belanda dengan nama
kolonisasi. Pada tahun 1905 dengan daerah tujuan Lampung terjadi
pertama kali pemindahan penduduk dari Jawa Tengah. Dan setelah
Indonesia merdeka (1946), nama program ini berubah menjadi
transmigrasi. Dengan menyebar penduduk pada daerah-daerah
yang memiliki kepadatan penduduk rendah diharapkan mampu
menekan laju pengangguran akibat tidak sepadan antara jumlah
penduduk dengan jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia.
Istilah transmigrasi tidak hanya dikenakan pada migrasi yang
disponsori pemerintah, tetapi juga migrasi atas inisiatif sendiri.
Keberhasilan program ini sangat dipengaruhi oleh informasi
keberhasilan migran terdahulu. Kekuatan sentripetal migran dapat
menarik penduduk dari daerah asal untuk bermigrasi. Dalam hal ini
transmigran pionir memegang peranan penting dalam
meningkatnya jumlah transmigran swakarsa (transmigrasi atas
swadaya sendiri). Karena selain mendapat informasi keberhasilan,
migran baru juga ditampung dan dicukupi kebutuhan makannya
oleh migran lama, dan dibantu untuk memperoleh sebidang tanah
pertanian (jual beli).
d. Meningkatkan produksi dan pencairan sumber makanan
50
Banyak lahan pertanian yang berubah menjadi gedung-
gedung pencakar langit terutama di daerah perkotaan. Ini
menyebabkan lahan sumber makanan semakin berkurang, apalagi
lahan persawahan yang secara umum adalah bahan makanan
pokok penduduk Indonesia. Jika lahannya berkurang maka bahan
makanannya pun berkurang, belum lagi kemunculan makanan-
makanan cepat saji yang semakin marak di lidah penduduk
Indonesia di daerah perkotaan membuat bahan pokok makanan
semakin tersingkirkan. Setiap daerah diharapkan mengusahakan
swasembada pangan agar tidak ketergantungan dengan daerah
lainnya.
2.7. Dampak Meningkatnya Kelahiran bagi Indonesia
Meningkatnya tingkat kelahiran di negara Indonesia sudah
barang tentu berdampak terhadap berbagai hal, antara lain :
1. Kurangnya lapangan pekerjaan. Semakin meningkat jumlah
manusia dari tahun ke tahun maka kebutuhan lapangan pekerjaan
pun akan semakin meningkat. Sementara sumber daya manusia
yang ada kualitasnya semakin menurun karena masyarakat
Indonesia lebih mendahulukan kuantitas dibandingkan kualitas.
Sulitnya mendapatkan pekerjaan yang layak di era modernisasi ini
membuat setiap individu harus memutar otak lebih cepat untuk
menghidupi keluarganya, bahkan bukan hal yang tidak mungkin
51
terjadinya berbagai kejahatan karena keterpaksaan keadaan.
Sementara pembangunan lapangan pekerjaan terkadang tidak
sesuai dengan kebutuhan orang-orang sekitar pembangunan
lapangan pekerjaan tersebut. Tak jarang sebuah lapangan
pekerjaan dalam bidang A justru orang-orang yang ada di sekitar
wilayahnya tidak meminati sama sekali hingga pada akhirnya
orang-orang luar wilayahlah yang masuk ke wilayah tersebut dan
menggantikan posisi orang-orang asli yang ada di suatu daerah.
Hal ini menyebabkan hilangnya keaslian dan kekhasan penduduk
suatu daerah. Karena dirasa tidak cocok dan tidak ada pekerjaan
yang sesuai kemampuannya, pada akhirnya beberapa individu
memilih untuk migrasi ke wilayah lain demi mendapatkan
pekerjaan yang benar-benar ia minati.
2. Kemiskinan. Negara Indonesia memiliki pembangunan yang luar
biasa yang hanya terpusat pada satu pulau, pulau Jawa. Dengan
kata lain, penduduk asli di wilayah luar pulau Jawa merasa
terasingkan dengan pemusatan globalisasi tersebut dan seperti
sudah menjadi hal yang wajar bahwa penduduk yang tidak hidup
di wilayah perkotaan tidak akan memiliki kekayaan lebih untuk
menghidupi keluarganya. Namun jika pembangunan dilakukan
secara merata pun dikhawatirkan akan menimbulkan kesenjangan
sosial, ketika sebagian orang dalam suatu wilayah tersebut tidak
mampu mengikuti perkembangan yang secara paksa dibuat untuk
52
memajukan negara. Hal ini inilah yang membuat pertumbuhan
ekonomi di negara Indonesia amat sangat lambat untuk
menambah kenaikannya. Banyaknya pertumbuhan di Indonesia
membuat pengelolaan pemerintah terhadap perekonomian negara
Indonesia pun akan terhambat dan sulit diretaskan.
3. Pendidikan rendah. Meskipun semakin banyak generasi yang
bermunculan setiap tahunnya bukan berarti tingkat pendidikan
secara otomatis meningkat. Justru dengan banyaknya jumlah anak
yang lahir maka fasilitas gedung sekolah, sarana, dan prasarana
lain yang dibutuhkan dunia pendidikan harus semakin bertambah
dan diperbaharui. Namun masyarakat Indonesia belum
sepenuhnya bisa mengikuti perkembangan dunia pendidikan yang
dijalankan oleh pemerintah. Belum lagi dengan adanya Kurikulum
2013 yang memiliki sistem membuat siswa/i lebih aktif
dibandingkan pengajar. Ada kelebihan dan kekurangannya di balik
kebijakan yang diberlakukan pemerintah baru-baru ini, antara lain
siswa/i akan lebih terlatih untuk belajar dan memahami sendiri
setiap pembelajaran yang ada tanpa harus dicekoki oleh pengajar
melainkan hanya diberi arahan oleh pengajar bagaimana cara
memahaminya, tetapi di sisi lain setiap siswa/i yang belum bisa
beradaptasi untuk belajar dengan sistem seperti justru akan
kesulitan mengikuti pembelajaran semudah apapun materi yang
disampaikan. Maka pemerintah pun seharusnya memperhitungkan
53
segal aspek dalam menjalankan suatu kebijakan, apalagi ini
sangat berkaitan dengan kualitas generasi Indonesia.
4. Lahan berkurang. Pembangunan yang sedang dijalankan oleh
pemerintah memiliki kelebihan tersendiri untuk mengurangi angka
pengangguran namun sayangnya lahan yang dipakai untuk
pembangunan adalah lahan untuk bertempat tinggal dan bercocok
tanam. Secara otomatis akan mengurangi harapan hidup
seseorang karena kebutuhan primer mereka terjajah oleh orang
lain yang mencari keuntungan semata.
5. Banyaknya polusi yang disebabkan limbah dari rumah tangga,
pabrik, industri, perusahaan, peternakan, dan lain-lain. Limbah
telah menjadi masalah pemerintah sejak lama. Proses
penanggulangannya bisa terbilang sulit karena tidak adanya
peralatan yang memadai yang mampu menanggulangi limbah
tersebut secara langsung dan bersamaan, jika pun ada limbah-
limbah yang tertanggulangi hanya sekitar 10%-15% saja
sedangkan limbah yang muncul lagi di saat yang bersamaan bisa
mencapai 50%-60%, jelas saja limbah yang dihasilkan lebih
banyak dibandingkan yang ditanggulangi pemerintah.
6. Pengangguran meningkat karena lapangan pekerjaan yang
dibutuhkan mungkin tidak sesuai atau masih kurang karena
pembangunan yang dilaksanakan tidak seimbang dengan
54
kelahiran yang semakin meningkat. Sehingga persaingan dalam
bidang pekerjaan semakin meningkat.
7. Angka kesehatan masyarakat menurun karena kurangnya
perhatian dari pemerintah maupun masyarakat sendiri terutama
bagi masyarakat-masyarakat yang berada di sekitar lingkungan
pedesaan dan padat penduduk.
8. Sulitnya ketersediaan pangan karena pemerintah melaksanakan
pembangunan di atas tanah yang menghasilkan bahan makanan
pokok bagi masyarakat, sehingga masyarakat beralih ke makanan
instan yang belum tentu terjamin keaslian dan kehigienisannya
bahkan tak jarang masyarakat banyak yang teracuni dan
terkontaminasi oleh makanan-makanan siap saji.
9. Kebijakan yang semakin kompleks. Berbagai masalah yang
datang di sekitar masyarakat karena kebijakan pemerintah dan
semakin timbul pro-kontra di antara masyarakat sendiri akan hal
tersebut justru membuat pemerintah harus lebih banyak membuat
kebijakan baru untuk menetralkan permasalahan di masyarakat.
55
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Fertilitas merupakan hasil reproduksi yang nyata dari seorang
wanita atau sekelompok wanita yang menyangkut banyaknya bayi
yang lahir hidup. Konsep dari fertilitas antara lain lahir hidup, lahir
mati, abortus, dan masa reproduksi. Fertilitas memiliki cara tersendiri
untuk mengukur kelahiran baik secara tahunan atau perhitungan yaitu
Tingkat Kelahiran Kasar (Crude Birth Rate), Tingkat Fertilitas Umum
(General Fertility Rate), Tingkat Fertilitas menurut Umur (Age Specific
Fertility Rate), Tingkat Fertilitas menurut Urutan Kelahiran (Birth Order
Specific Fertility Rate), Tingkat Fertilitas Total (Total Fertility Rate),
Angka Reproduksi Bruto (Gross Reproduction Rate), Angka
Reproduksi Netto (Net Reproduction Rate). Faktor-faktor yang
56
mempengaruhi kelahiran meliputi faktor demografi dan faktor non-
demografi yang diuraikan melalui Teori Sosiologi dan Teori Ekonomi
dan dicatat melalui Pencatatan Kelahiran mengacu pada Pasal 27
sampai dengan Pasal 32 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 dan
Pasal 51 sampai dengan Pasal 65 Nomor 25 Tahun 2008, serta
pengeluaran kebijakan Menteri Dalam Negeri dalam masa transisi
kependudukan. Fertilitas digunakan untuk memperhitungkan angka
kelahiran yang terjadi di Indonesia maupun di negara lain agar negara
yang bersangkutan dapat memprediksi kualitas dan kuantitas yang
kelak akan dimiliki oleh negara tersebut.
3.2. Komentar
Masalah fertilitas di Indonesia telah menjadi topic pembicaraan
pemerintah sejak lama. Dari mulai penanggulangan tingkat kelahiran
yang semakin meningkat setiap tahunnya dngan memberlakukan
sistem Keluarga Berencana (KB) hingga sosialisasi mendalam
sekaligus pencatatan yang merata bi berbagai wilayah untuk
mendeteksi tingkat pertumbuhan penduduk per wilayah. Berbagai
strategi telah dilakukan untuk menanggulangi peningkatan kuantitas
penduduk di Indonesia namun strategi yang dimutakhirkan tersebut
justru berdampak pada kemunculan masalah lain yang lebih kompleks
dan membutuhkan strategi lain untuk menanggulangi kemunculan
masalah tersebut.
57
Dengan adanya makalah ini, diharapkan pembaca dapat
mengetahui tentang pentingnya membatasi angka kelahiran di setiap
keluarga. Dengan kata lain setiap keluarga harus mengacu pada
kebijakan pemerintah tentang penekanan angka kelahiran yang
semakin membludak. Masyarakat harus mulai beranggapan bahwa
memiliki anak satu adalah kurang, memiliki anak dua adalah cukup,
dan memiliki anak melebihi jumlah dua orang adalah berlebihan. Jika
setiap masyarakat telah beranggapan demikian, maka masalah
kenaikan jumlah penduduk akan sangat mudah diretaskan. Namun
sayangnya masyarakat masih memandang alot tentang pemahaman-
pemahaman tersebut.
3.3 Saran
Kami berharap dengan dibuatnya makalah ini kami dapat lebih
mengetahui tentang segala aspek yang mencakup Kependudukan
dan Lingkungan Hidup, khususnya dalam hal Fertilitas. Kami juga
berharap adanya kritik dan saran yang membangun dari Dosen
Pembimbing maupun para pembaca makalah ini agar ke depannya
kami memiliki acuan untuk membuat makalah yang lebih baik lagi
serta menjadi pribadi yang jauh lebih profesional lagi.
58
DAFTAR PUSTAKA
Budiman, Arief, Dr (1994). Teori Pembangunan Dunia Ketiga. Salatiga: PT
Gramedia Pustaka Utama.
Davis, Kingsley & Judith Blake (1974). Struktur Sosial dan Fertilitas.
Yogyakarta: Lembaga Kependudukan Universitas Gadjah Mada.
Hartono, Andry, Dr (2002). Kamus Kesehatan Inggris-Indonesia.
Surabaya: Penerbit EGC.
59
Soemartono, Triyuni, Hj, Dr, Ir, MM & Hendrastuti, Sri, SH, MM (2011).
Administrasi Kependudukan Berbasis Registrasi. Jakarta: Yayasan Bina
Profesi Mandiri.
http://www.academia.edu
http://fertilitas.blogspot.com/2012/10/fertilitas.html
60