NAMA : SONY ANDIK PRATAMA
NIM : 1413010045
IMUNISASI
A. Definisi
Imunisasi adalah pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit
dengan memasukkan sesuatu kedalam tubuh agar tubuh tahan terhadap
penyakit yang sedang mewabah atau berbahaya bagi seseorang (Wong, 2008)
Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten. Anak diimunisasi
berarti diberikan kekebalan terhadap penyakit tertentu. Anak kebal atau
resisten terhadap suatu penyakit, tetapi belum tentu kebal terhadap penyakit
yang lain (Hidayat, 2005).
Dengan banyaknya analisa dari para ahli, peneliti mengambil kesimpulan
bahwa imunisasi adalah suatu usaha untuk memberikan kekebalan pada anak
atau seseorang terhadap penyakit tersebut.
Gambar 1. Jadwal Imunisasi Tahun 2011-2012
B. Tujuan Pemberian Imunisasi
Tujuan pemberian imunisai adalah untuk mencegah terjadinya infeksi
penyakit yang dapat menyerang anak-anak. Hal ini dapat dicegah dengan
pemberian imunisasi sedini mungkin kepada bayi dan anak-anak.
Tujuan dekat adalah pencegahan penyakit pada individu, sedangkan
tujuan akhir adalah eliminasi dan sedapat mungkin eradiksi.
C. Manfaat Imunisasi
1. Bagi Anak
Mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit dan kemungkinan
cacat atau kematian.
2. Bagi Keluarga
Menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak sakit.
Mendorong pembentukkan keluarga apabila orang tua yakin bahwa
anaknya akan menjalani masa kanak-kanak yang nyaman (Atikah, 2010).
D. Jenis-Jenis Imunisasi
1. Imunisasi Aktif
Imunisasi aktif adalah kekebalan tubuh yang didapat seseorang
karena tubuh yang secara aktif yang membentuk zat antibodi. Imunisasi
aktif terdiri dari :
a. Imunisasi aktif alamiah, yaitu kekebalan tubuh yang secara otomatis
diperoleh setelah sembuh dari suatu penyakit.
b. Imunisasi aktif buatan, yaitu kekebalan tubuh yang berasal dari
vaksinasi yang diberikan untuk mendapatkan perlindungan dari suatu
penyakit.
2. Imunisasi Pasif
Imunisasi pasif adalah kekbalan tubuh yang dapat diperoleh
seseorang yang zat kekebalan tubuhnya didapat dari luar. Adapun
pembagian dari imunisasi pasif yaitu :
a. Imunisasi pasif alamiah
adalah antibodi yang didapat seseorang karena diturunkan oleh ibu
yang merupakan orang tua kandung.
1) Kekebalan pasif yaitu tubuh anak tidak membuat zat anti body
sendiri tetapi kekebalan tersebut diperoleh dari luar setelah
memperoleh zat penolakan, sehingga proses cepat tetapi tidak
tahan lama.
2) Kekebalan pasif ini terjadi dengan 2 cara :
a) Kekebalan pasif alamiah/ kekebalan pasif bawaan kekebalan
yang diperoleh bayi sejak lahir dari ibunya. Kekebalan ini
tidak berlangsung lama (kira-kira hanya sekitar 5 bulan
setelah bayi lahir) misalnya difteri, morbili dan tetanus.
b) Kekebalan pasif buatan dimana kekebalan ini diperoleh
setelah mendapat suntikan zat penolakan (Hidayat, 2005).
E. Syarat Pemberian Imunisasi
1. Bayi dalam keadaan sehat
2. Bayi umur 0-11 bulan
F. Macam – Macam Imunisasi
Pemerintah melalui Program Pengembangan Imunisasi (PPI),
mewajibkan lima jenis imunisasi dasar pada anak dibawah usia satu tahun,
antara lain :
1. Pengertian Imunisasi BCG ( Bacillus Calmette Guerin )
a. Diskripsi
BCG adalah vaksin bentuk beku kering yang mengandung
mycobacterium bovis hidup yang sudah dilemahkan dari strain Paris no.
1173.P2.
b. Indikasi
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap TBC (Tuberculosa).
c. Cara Pemberian dan Dosis :
1) Sebelum disuntikkan vaksin BCG harus dilarutkan dengan 4 ml
pelarut NaCl 0,9%. Melarutkan dengan menggunakan alat suntik
steril dengan jarum panjang.
2) Dosis pemberian 0,05 ml, sebanyak 1 kali, untuk bayi.
d. Kontra indikasi :
Adanya penyakit kulit yang berat / menahun seperti : eksim,
furunkulosis dan sebagainya. Mereka yang sedang menderita TBC.
e. Efek samping :
Imunisasi BCG tidak menyebabkan reaksi yang bersifat umum seperti
demam. 1-2 minggu kemudian akan timbul indurasi dan kemerahan di
tempat suntikkan yang berubah menjadi pustule, kemudian pecah
menjadi luka. Luka tidak perlu pengobatan, akan sembuh secara
spontan dan meninggalkan tanda parut. Kadang-kadang terjadi
pembesaran kelenjar regional di ketiak dan / atau leher, terasa padat,
tidak sakit dan tidak menimbulkan demam. Reaksi ini normal, tidak
memerlukan pengobatan dan akan menghilang dengan sendirinya.
2. Pengertian Imunisasi DPT – Hepatitis B
a. Diskripsi
Vaksin mengandung DPT berupa toxoid difteri dan toxoid tetanus yang
dimurnikan dan pertusis yang inaktifasi serta vaksin hepatitis B yang
merupakan sub unit vaksin virus yang mengandung HbsAg murni dan
bersifat non-infectious. Vaksin hepatitis B ini merupakan vaksin DNA
rekombinan yang berasal dari HbsAg yang diproduksi melalui
teknologi DNA rekombinan pada sel ragi.
b. Indikasi
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit difteri, tetanus,
pertusis dan hepatitis B.
c. Cara pemberian dan dosis :
Pemberian dengan cara intra muskuler 0,5 ml sebanyak 3 dosis.
Dosis pertama pada usia 2 bulan, dosis selanjutnya dengan interval
minimal 4 minggu (1 bulan). Dalam pelayanan di unit statis, vaksin
yang sudah dibuka dapat dipergunakan paling lama 4 minggu dengan
penyimpanan sesuai ketentuan :
1) vaksin belum kadaluarsa
2) vaksin disimpan dalam suhu 2 derajat Celcius sampai dengan 8
derajat Celcius
3) tidak pernah terendam air
4) sterilitasnya terjaga
5) VVM (Vaksin Vial Monitor) masih dalam kondisi A atau B
6) Efek samping
Reaksi lokal seperti rasa sakit, kemerahan dan pembengkakan di
sekitar tempat penyuntikan. Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan
biasanya hilang setelah 2 hari.
3. Pengertian Imunisasi Polio
a. Diskripsi
Vaksin Oral Polio hidup adalah Vaksin Polio trivalent yang terdiri dari
suspensi virus poliomyelitis tipe 1,2 dan 3 (strain sabin) yang sudah
dilemahkan, dibuat dalam biakan jaringan ginjal kera dan distabilkan
dengan sukrosa.
b. Indikasi
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap Poliomyelitis.
c. Cara pemberian dan dosis
1) Sebelum digunakan pipet penetes harus dipasangkan pada vial
vaksin.
2) Diberilan secara oral, 1 dosis adalah 2 (dua) tetes sebanyak 4 kali
(dosis) pemberian, dengan interval setiap dosis minimal 4 minggu.
3) Setiap membuka vial baru harus menggunakan penetes (dropper)
yang baru.
4) Di unit pelayanan statis, vaksin polio yang telah dibuka hanya
boleh digunakan selama 2 minggu dengan ketentuan :
5) vaksin belum kadaluarsa
6) vaksin disimpan dalam suhu 2 derajat Celcius sampai dengan 8
derajat Celcius
7) tidak pernah terendam air
8) sterilitasnya terjaga
9) VVM (Vaksin Vial Monitor) masih dalam kondisi A atau B
d. Sedangkan di posyandu vaksin yang sudah terbuka tidak boleh
digunakan lagi untuk hari berikutnya.
e. Efek samping
Pada umumnya tidak terdapat efek samping. Efek samping berupa
paralysis yang disebabkan oleh vaksin sangat jarang terjadi (kurang dari
0,17 : 1.000.000).
f. Kontraindikasi
Pada individu yang menderita “immune deficiency”. Tidak ada efek
yang berbahaya yang timbul akibat pemberian OPV pada anak yang
sedang sakit. Namun jika ada keraguan, misalnya sedang menderita
diare, maka dosis ulangan dapat diberikan setelah sembuh. Bagi
individu yang terinfeksi oleh HIV (Human Immunodefisiency Virus)
baik yang tanpa gejala maupun dengan gejala, imunisasi OPV harus
berdasarkan standar jadwal tertentu.
4. Pengertian Imunisasi Hepatitis B
a. Diskripsi
Hepatitis B rekombinan adalah vaksin virus rekombinan yang telah
diinaktivasikan dan bersifat non-infeksiosus, berasal dari HBsAg yang
dihasilkan dalam sel ragi (Hansenula polymorpha) menggunakan
teknologi DNA rekombinan.
b. Indikasi
1) Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap infeksi yang disebabkan
oleh virus Hepatitis B.
2) Tidak dapat mencegah infeksi virus lain seperti virus Hepatitis A
atau C atau yang diketahui dapat menginfeksi hati.
c. Cara pemberian dan dosis
1) Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar
suspensi menjadi homogen.
2) Sebelum disuntikkan, kondisikan vaksin hingga mencapai suhu
kamar.
3) Vaksin disuntikkan dengan dosis 0,5 ml atau 1 (buah) HB.
4) Vaksin disuntikkan dengan dosis 0,5 ml atau 1 (buah) HB ADS
PID, pemberian suntikkan secara intra muskuler, sebaiknya pada
anterolateral paha.
5) Pemberian sebanyak 3 dosis.
6) Dosis pertama diberikan pada usia 0-7 hari, dosis berikutnya
dengan interval minimum 4 minggu (1 bulan).
7) Di unit pelayanan statis, vaksin HB yang telah dibuka hanya boleh
digunakan selama 4 minggu.Sedangkan di posyandu vaksin yang
sudah terbuka tidak boleh digunakan lagi untuk hari berikutnya.
5. Pengertian Imunisasi Campak
a. Diskripsi
Vaksin Campak merupakan vaksin virus hidup yang dilemahkan.
Vaksin ini berbentuk vaksin beku kering yang harus dilarutkan dengan
aquabidest steril.
b. Indikasi
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit Campak.
c. Cara pemberian dan dosis
1) Sebelum disuntikkan vaksin Campak terlebih dahulu harus
dilarutkan dengann pelarut steril yang telah tersedia yang berisi 5
ml cairan pelarut aquabidest.
2) Dosis pemberian 0,5 ml disuntikkan secara subkutan pada lengan
atas, pada usia 9-11 bulan. Dan ulangan (booster) pada usia 6-7
tahun (kelas 1 SD) setelah cath-up campaign Campak pada anak
Sekolah Dasar kelas 1-6.
3) Vaksin campak yang sudah dilarutkan hanya boleh digunakan
maksimum 6 jam.
d. Efek samping
Hingga 15% pasien dapat mengalami demam ringan dan kemerahan
selama 3 hari yang dapat terjadi 8-12 hari setelah vaksinasi.
e. Kontraindikasi
Individu yang mengidap penyakit immuno deficiency atau individu
yang diduga menderita gangguan respon imun karena leukemia,
lymphoma (Dikes Provinsi Jatim, 2005).
Tabel : Jadwal Pemberian Imunisasi Rekomendasi Ikatan Dokter
Anak Indonesia (IDAI)
No Vaksin Keterangan
1 BCG Diberikan sejak lahir. Apabila umur > 3 bulan
harus dialkukan uji tuberkulin terlebih dahulu,
BCG diberikan apabila uji tuberkulin negatif.
2 Hepatitis B HB diberikan dalam waktu 12 jam setelah
lahir, dilanjutkan pada umur 1 dan 3-6 bulan.
Interval dosis minimal 4 minggu.
3 Polio Polio-0 diberikan saat kunjungan pertama.
Untuk bayi yang lahir di RB/RS OPV
diberikan saat bayi dipulangkan (untuk
menghindari transmisi virusnvaksin kepada
bayi lain).
4 DPT Diberikan pada umur6 minggu, DTwP atau
DtaP atau secara kombinasi dengan Hep B
program BIAS SD kelas VI, atau Hib. Ulangan
DPT umur
5 Campak Campak-1 umur 9 bulan, campak-2 diberikan
program BIAS pada SD kelas 1, umur 6 tahun
6 Vaksin Keterangan
7 Hib Diberikan mulai umur 2 bulan dengan interval
2 bulan. Diberikan terpisah atau kombinasi
8 Pneumococus
(PCV)
Pada anak yang belum mendapat PCV pada
umur > 1 tahun PCV diberikan 2 kali dengan
interval 2 bulan. Pada umur 2-5 tahun PCV
diberikan 1 kali
9 Influenza Umur < 8 tahun yang mendapat vaksin
influenza trivalen (TIV) pertama kalinya harus
mendapat 2 dosis dengan interval minimal 4
minggu
10 MMR MMR dapat diberikan pada umur 12 bulan,
apabila belum mendapat campak 9 bulan.
Umur 6 tahun diberikan untuk ulangan MMR
maupun cach-up immunization.
11 Tifoid Tifoid polisakarida injeksi diberikan pada umur
2 tahun, diulang setiap 3 tahun.
12 Hepatitis A Hepatitis A diberikan pada umur > 2 tahun, 2
kali dengan interval 6-12 bulan.
13 HPV Vaksin HPV diberikan pada umur > 10 tahun
dengan jadwal 0, (1-2) dan 6 bulan.
Sumber : Hidayat, 2005
Umur yang tepat pemberian imunisasi yaitu :
1. Sebelum bayi mendapat infeksi dari penyakit yang dapat dicegah
dengan imunisasi. Berilah imunisasi sedini mungkin segara setelah
bayi lahir dan usahakan melengkapi imunisasi sebelum bayi
berumur 1 tahun.
2. Khusus untuk campak dimulai segara setelah anak berumur 9
bulan. Pada usia dibawah 9 bulan, kemungkinan besar
pembentukan zat kekebalan tubuh anak dihambat karena masih
adanya zat kekebalan yang berasal dari ibunya.
Jadwal pemberian imunisasi secara umum dapat disesuaikan
dengan keadaan lapangan, dengan ketentuan bahwa antara suntikan
ke-1 dan ke-2, serta suntikan ke-2 dan ke-3 selang waktunya
minimal 4 minggu (1 bulan).
Tabel : Jumlah Interval Waktu Pemberian Imunisasi
No VaksinJumlah
PemberianInterval
Waktu
Pemberian
1 BCG 1 kali - 0-11 bulan
2 DPT 3 kali - 2-11 bulan
3 Hepatitis B 3 kali 4 minggu 0-11 bulan
4 Polio 4 kali 4 minggu 0-11 bulan
5 Campak 1 kali 4 minggu 9-11 bulan
Sumber : Depkes RI, 2005
G. Pemberian Dua Atau Lebih Vaksin Pada Hari Yang Sama
Pemberian vaksin-vaksin yang berbeda pada umur yang sesuai, boelh
diberikan pada hari yang sama. Vaksin inactivated dan vaksin virus hidup,
khususnya vaksin yang dianjurkan dalam jadwal imunisasi, pada umumnya
dapat diberikan pada lokasi yang berbeda saat hari kunjungan yang sama.
Misalnya pada kesempatan yang sama dapat diberikan vaksin-vaksin DPT,
Hib, hepatitis B, dan polio.
Lebih dari satu macam vaksin virus hidup dapat diberikan pada hari yang
sama, tetapi apabila hanya satu macam yang diberikan, vaksin virus hidup
yang kedua tidak boleh diberikan kurang dari 2 minggu dari vaksin yang
pertama, sebab respons terhadap vaksin yang kedua mungkin telah banyak
berkurang. Vaksin-vaksin yang berbeda tidak boleh dicampur dalam satu
semprit. Vaksin-vaksin yang berbeda yangdiberikan pada seseorang pada hari
yang sama harus disuntikkan pada lokasi yang berbeda dengan menggunakan
semprit yang berbeda.
H. Imunisasi Wajib (PPI)
1. BCG
Bacille Calmete-Guerin adalah vaksin hidup yang dibuat dari
Mycobacterium Bovis yang dibiak berulang selama 1-3 tahun sehingga
didapatkan basil yang tidak virulen teatapi masih mempunyai
imunogenitas. Vaksinasi BCG menimbulkan sensitivitas terhadap
tuberculin.
Imunisasi BCG diberikan pada umur sebelum 3 bulan. Namun untuk
mencapai cakupan yang lebih luas, Departemen Kesehatan menganjutkan
pemberian imunisasi BCG pada umur antara 0-12 bulan.
Dosis 0,05 ml untuk bayi kurang dari 1 tahun dan 0,1 ml untuk anak
(>1 tahun). Vaksin BCG diberikan secara intrakutan di daerah lengan
kanan atas pada insersio M.Deltoideus sesuai anjuran WHO, tidak
ditempat lain (bokong, paha).
Vaksin BCG tidak dapat mencegah infeksi tuberculosis, namun dapat
mencegah komplikasinya. Apabila BCG diverikan pada umur lebih dari 3
bulan, sebaiknya dilakukan uji tuberculin terlebih dahulu. Vaksin BCG
diberikan apabila uji tuberculin negatif.
Efek proteksi timbul 8-12 minggu setelah penyuntikkan. Berhubungan
dengan beberapa factor yaitu mutu vaksin yang dipakai, lingkungan
dengan Mycobacterium atipik atau factor pejamu (umur, keadaan gizi dan
lain-lain.
Vaksin BCG tidak boleh terkena sinar matahari, harus disimpan pada
suhu 2-80C, tidak boleh beku. Vaksin yang telah dienccerkan harus
dipergunakan dalam waktu 8 jam.
a. Kejadian Pasca Imunisasi Vaksinasi BCG
Penyuntikan BCG intradermal akan menimbulkan ulkus local
yang superficial 3 minggu setelah penyuntikkan. Ulkus tertutup
krusta, akan sembuh dalam 2-3 bulan, dan meninggalkan parut bulat
dengan diameter 4-8 mm, apabila dosis terlalu tinggi maka ulkus
yang timbul lebih besar, namun apabila penyuntikkan terlalu dalam
maka parut yang terjadi tertarik ke dalam.
1) Limfadenitis
Limfadenitis supuratif di aksila atau di leher kadang-kadang
dijumpai setelah penyuntikan BCG. Limfadenitis akan sembuh
sendiri, jadi tidak perlu diobati. Apabila limfadenitis melekat
pada kulit atau timbul fistula maka dapat dibersihkan (drainage)
dan diberikan obat anti tuberculosis oral. Pemberian obat anti
tuberculosis sistemik tidak efektif.
2) BCG-itis diseminasi
Jarang terjadi, seringkali berhubungan dengan imunodefisiensi
berat. Komplikasi lainnya adalah eritema nodosum, iritis, lupus
vulgaris dan osteomielitis. Komplikasi ini harus diobati dengan
kombinasi obat anti tuberculosis.
b. Kontra Indikasi BCG
1) Reaksi uji tuberculin >5 mm.
2) Menderita infeksi HIV atau dengan resiko tinggi infeksi HIV,
imunokompromais akibat penggunaan kortikosteroid, obat
imunosupresif, mendapat pengobatan radiasi, penyakit
keganasan yang mengenai sumsum tulang atau system limfe.
3) Menderita gizi buruk.
4) Menderita demam tinggi.
5) Menderita infeksi kulit yang luas.
6) Pernah sakit tuberculosis.
7) Kehamilan
c. Rekomendasi
1) BCG diberikan pada bayi < 2 bulan.
2) Pada bayi yang kontak erat dengan penderita TB denagn BTA
+3 sebaiknya diberikan INH profilaksis dulu, apabila pasien
kontak sudah tenang bayi dapat diberi BCG.
2. Hepatitis B
Vaksin hepatitis B (hep B) harus segera diberikan setelah lahir,
mengingat vaksinasi hepB merupakan upaya pencegahan yang sangat
efektif untuk memutuskan rantai penularan melalui transmisi maternal
dari ibu kepada bayinya.
Vaksin diberikan secara intramuscular dalam. Pada neonatus dan bayi
diberikan di anterolateral paha, sedangkan pada anak besar dan dewasa,
diberikan di region deltoid
a. Imunisasi Aktif
1) Imunisasi hepB-1 diberikan sedini mungkin (dalam waktu 12
jam) setelah lahir.
2) Imunisasi hepB-2 diberikan setelah 1 bulan (4 minggu) dari
imunisasi hepB-1 yaitu saat bayi berumur 1 bulan. Untuk
mendapat respon imun optimal, interval imunisasi hepB-2 dengan
hepB-3 minimal 2 bulan, terbaik 5 bulan. Maka imunisasi hepB-3
diberikan pada umur 3-6 bulan.
3) Bila sesudah dosis pertama, imunisasi terputus, segera berikan
imunisasi kedua. Sedangkan imunisasi ketiga diberikan dengan
jarak terpendek 2 bukan dari imunisasi kedua.
4) Bila dosis ketiga terlambat, diberikan segera setelah
memungkinkan.
5) Bayi lahir dari ibu dengan Hbs-Ag yang tidak diketahui, hepB-1
harus diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir dan dilanjutkan
pada umur 1 bulan dan 3-6 bulan. Apabila semula status Hbs-Ag
ibu tidak diketahui dan ternyata dalam perjalanan selanjutnya
diketahui ibu dengan Hbs-Ag positif, maka ditambahkan hepatitis
B immunoglobulin (HBIg) 0,5 ml sebelum bayi berumur 7 hari.
6) Bayi lahir dari ibu dengan Hbs-Ag positif, diberikan vaksin hepB-
1 dan HBIg 0,5 ml secara bersamaan dalam waktu 12 jam setelah
lahir.
7) Anak dari ibu pengidap hepatitis B, yang telah memperoleh
imunisasi dasar 3x pada masa bayi, maka pada saat usia 5 tahun
tidak perlu imunisasi ulang (booster). Hanya dilakukan
pemeriksaan kadar anti HBs
8) Apabila sampai dengan usia 5 tahun anak belum pernah
memperoleh imunisasi hepatitis B, maka secepatnya diberikan
imunisasi Hep B dengan jadwal 3x pemberian (catch up
vaccination).
9) Catch up vaccination merupakan upaya imunisasi pada anak atau
remaja yang belum pernah di imunisasi atau terlambat > 1 bulan
dari jadwal yang seharusnya. Khusus pada imunisasi hepatitis B,
imunisasi catch up ini diberikan dengan interval minimal 4
minggu antara dosis pertama dan kedua, sedangkan interval
antara dosis kedua dan ketiga minimal 8 minggu atau 16 minggu
sesudah dosis pertama.
10) Ulangan imunisasi (hepB-4) dapat dipertimbangkan pada umur
10-12 tahun, apabila kadar pencegahan belum tercapai (anti Hbs<
10µg/ml).
b. Imunisasi Pasif
Hepatitis B immune globulin (HBIg) dalam waktu singkat akan
memeberikan proteksi meskipun hanya untuk jangka pendek (3-6
bulan).
HBIg hanya diberikan pada kondisi pasca paparan. Sebaiknya
HBIg diberikan bersama vaksin VHB sehingga proteksinya
berlangsung lama. Pada needle stick injury maka diberikan HBIg 0,06
ml/kg maksimum 5 ml dalam 48 jam pertama setelah kontak. Pada
penularan dengan cara kontak seksual HBIg diberikan 0,06 ml/kg
maksimum 5 ml dalam waktu <14 hari sesudah kontak terakhir.
c. Efek Samping
Umumnya berupa reaksi local yang ringan dan bersigat
sementara. Kadang-kadang dapat menimbulkan demam ringan untuk
1-2 hari.
d. Kontra Indikasi
Tidak ada kontra ondikasi yang absolute.
3. DTwP (whole-cell pertussis) dan DTap (acelluler pertussis)
Imunisasi DTP primer diberikan 3 kali sejak umur 2 bulan (DTP tidak
boleh diberikan sebelum umur 6 minggu) dengan interval 4-8 minggu.
Interval terbaik diberikan 8 minggu, jadi DTP-1 diberikan pada umur 2
bulan, DTP-2 pada umur 4 bulan dan DTP-3 padaumur 6 bulan. Ulangan
booster DTP selanjutnya diberikan satu tahun setelah DTP-3 yaitu pada
umur 18-24 bulan dan DTP-5 pada saat masuk sekolah umur 5 tahun.
Pada booster umur 5 tahun harus tetap diberikan vaksin dengan
komponen pertusis (sebaiknya diberikan DTaP untuk mengurangi demam
pasca imunisasi) mengingat kejadian pertusis pada dewasa muda
meningkat akibat ambang proteksi telah sangat rendah sehingga dapat
menjadi sumber penularan pada bayi dan anak.
DT-5 diberikan pada kegiatan imunisasi di sekolah dasar. Ulangan
DT-6 diberikan pada 12 tahun, mengingat masih dijumpai kasus difteria
pada umur lebih dari 10 tahun.
Dosis DTwP atau DTaP atau DT adalah 0,5 ml, intramuscular, baik
untuk imunisasi dasar maupun ulangan.
Jadwal untuk imunisasi rutin pada anak, dianjurkan pemberian 5 dosis
pada usia 2,4,6,15-18 bulan dan usia 5 tahun atau saat masuk sekolah.
Dosis ke 4 harus diberikan sekurang-kurangnya 6 bulan setelah dosis ke
3. kombinasi toksoid difteria dan tetanus(DT) yang mengandung 10-12 Lf
dapat diberikan pada anak yang memiliki kontra indikasi terhadap
pemberian yang pertusis.
a. Kejadian Pasca Imunisasi DTP
1) Reaksi local kemerahan, bengkak dan nyeri pada lokasi injeksi
terjadi pada separuh penerima DTP.
2) Proporsi Demam ringan dengan reaksi local sama dan
diantaranya dapat mengalami hiperpireksia.
3) Anak gelisah dan menangis terus menerus selama beberapa jam
paska suntikan (inconsolable crying).
4) Dari suatu penelitian ditemukan adanya kejang demam sesudah
vaksinasi yang dihubungkan dengan demam yang terjadi.
5) Kejadian ikutan yang paling serius adalah terjadinya
ensefalopati akut atau reaksi anafilaksis dan terbukti disebabkan
oleh pemberian vaksin pertusis.
b. Kontra Indikasi
Saat ini didapatkan dua hal yang diyakini sebagai kontra
indikasi mutlak terhadap pemberian vaksin pertusis baik whole cell
maupun acelular, yaitu :
1) Anafilaksis pada pemberian vaksin sebelumnya.
2) Ensefalopati sesudah pemberian vaksin pertusis sebelumnya.
3) Keadaan lain dapat dinyatakan sebagai perhatian khusus
(precaution). Misalnya pemberian vaksin pertusis berikutnya
bila pada pemberian pertama dijumpai riwayat hiperpireksia,
keadaan hipotonik-hiporesponsif dalam 48 jam, anak menangis
terus menerus selama 3 jam dan riwayat kejang dalam 3 hari
sesudah imunisasi DTP.
4) Riwayat kejang dalam keluarga dan kejang yang tidak
berhubungan dengan pemberian vaksin sebelumnya, kejadian
ikutan paska imunisasi atau alergi terhadap vaksin bukanlah
suatu indikasi kontra terhadap pemberian vaksin DTaP.
Walaupun demikian keputusan untuk pemberian vaksin pertusis
harus dipertimbangkan secara individual dengan
memperhitungkan keuntungan dan resiko pemberiannya.
5) Vaksin Pertusis A-Seluler
Vaksin pertusis aseluler adalah vaksin pertusis yang berisi
komponen spesifik toksin dari Bordetellapertusis yang dipilih
sebagai dasar yang berguna dalam patogenesis pertusis dan perannya
dalam memicu antibody yang berguna untuk pencegahan terhadap
pertusis secara klinis.
4. Polio
Poliomielitis atau polio, adalah penyakit paralisis atau lumpuh yang
disebabkan oleh virus. Agen pembawa penyakit ini, sebuah virus yang
dinamakan poliovirus (PV), masuk ke tubuh melalui mulut, mengifeksi
saluran usus. Virus ini dapat memasuki aliran darah dan mengalir ke
sistem saraf pusat menyebabkan melemahnya otot dan kadang
kelumpuhan (paralisis).
Poliovirus adalah virus RNA kecil yang terdiri atas tiga strain berbeda
dan amat menular. Virus akan menyerang sistem saraf dan kelumpuhan
dapat terjadi dalam hitungan jam. Polio menyerang tanpa mengenal usia,
lima puluh persen kasus terjadi pada anak berusia antara 3 hingga 5 tahun.
Masa inkubasi polio dari gejala pertama berkisar dari 3 hingga 35 hari.
Anak-anak kecil yang terkena polio seringkali hanya mengalami
gejala ringan dan menjadi kebal terhadap polio. Karenanya, penduduk di
daerah yang memiliki sanitasi baik justru menjadi lebih rentan terhadap
polio karena tidak menderita polio ketika masih kecil. Vaksinasi pada saat
balita akan sangat membantu pencegahan polio di masa depan karena
polio menjadi lebih berbahaya jika diderita oleh orang dewasa. Orang
yang telah menderita polio bukan tidak mungkin akan mengalami gejala
tambahan di masa depan seperti layu otot; gejala ini disebut sindrom post-
polio. Jenis polio : Polio non-paralisis, Polio paralisis spinal, Polio bulbar
a. Imunisasi Polio
Vaksin efektif pertama dikembangkan oleh Jonas Salk. Salk
menolak untuk mematenkan vaksin ini karena menurutnya vaksin ini
milik semua orang seperti halnya sinar matahari. Namun vaksin yang
digunakan untuk inokulasi masal adalah vaksin yang dikembangkan
oleh Albert Sabin. Inokulasi pencegahan polio anak untuk pertama
kalinya diselenggarakan di Pittsburgh, Pennsylvania pada 23 Februari
1954. Polio hilang di Amerika pada tahun 1979.
Belum ada pengobatan efektif untuk membasmi polio. Penyakit
yang dapat menyebabkan kelumpuhan ini, disebabkan virus
poliomyelitis yang sangat menular. Penularannya bias lewat
makanan/minuman yang tercemar virus polio. Bisa juga lewat
percikan ludah/air liur penderita polio yang masuk ke mulut orang
sehat. Imunisasi polio memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit
poliomielitis. Polio bisa menyebabkan nyeri otot dan kelumpuhan
pada salah satu maupun kedua lengan/tungkai. Polio juga bisa
menyebabkan kelumpuhan pada otot-otot pernafasan dan otot untuk
menelan. Polio bisa menyebabkan kematian.
Terdapat 2 macam vaksin polio yaitu :
1) IPV (Inactivated Polio Vaccine, Vaksin Salk), mengandung virus
polio yang telah dimatikan dan diberikan melalui suntikan.
2) OPV (Oral Polio Vaccine, Vaksin Sabin), mengandung vaksin
hidup yang telah dilemahkan dan diberikan dalam bentuk pil atau
cairan.
Di Indonesia umumnya diberikan vaksin Sabin. Vaksin ini
diberikan sebanyak 2 tetes (0,1 mL) langsung ke mulut anak atau
dengan menggunakan sendok yang berisi air gula. Dosis pertama dan
kedua diperlukan untuk menimbulkan respon kekebalan primer,
sedangkan dosis ketiga dan keempat diperlukan untuk meningkatkan
kekuatan antibody sampai pada tingkat yang tertinggi. Kepada orang
yang pernah mengalami reaksi alergi hebat (anafilaktik) setelah
pemberian IPV, streptomisin, polimiksin B atau neomisin, tidak boleh
diberikan IPV. Sebaiknya diberikan OPV. Kepada penderita gangguan
sistem kekebalan (misalnya penderita AIDS, infeksi HIV, leukemia,
kanker, limfoma), dianjurkan untuk diberikan IPV. IPV juga diberikan
kepada orang yang sedang menjalani terapi penyinaran, terapi kanker,
kortikosteroid atau obat imunosupresan lainnya. IPV bisa diberikan
kepada anak yang menderita diare.
Jika anak sedang menderita penyakit ringan atau berat, sebaiknya
pelaksanaan imunisasi ditunda sampai mereka benar-benar pulih. IPV
bisa menyebabkan nyeri dan kemerahan pada tempat penyuntikan,
yang biasanya berlangsung hanya selama beberapa hari. Masa
inkubasi virus antara 6-10 hari. Setelah demam 2-5 hari, umumnya
akan mengalami kelumpuhan mendadak pada salah satu anggota
gerak. Namun tak semua orang yang terkena virus polio akan
mengalami kelumpuhan, tergantung keganasan virus polio yang
menyerang dan daya tahan tubuh si anak. Imunisasi polio akan
memberikan kekebalan terhadap serangan virus polio.
b. Usia Pemberian
Saat lahir (0 bulan), dan berikutnya di usia 2, 4, 6 bulan.
Dilanjutkan pada usia 18 bulan dan 5 tahun. Kecuali saat lahir,
pemberian vaksin polio selalu dibarengi dengan vaksin DTP.
c. Cara Pemberian
Bisa lewat suntikan (Inactivated Poliomyelitis Vaccine/IPV), atau
lewat mulut (Oral Poliomyelitis Vaccine/OPV). Di tanah air, yang
digunakan adalah OPV.
d. Efek Samping
Hampir tak ada. Hanya sebagian kecil saja yang mengalami pusing,
diare ringan, dan sakit otot. Kasusnya pun sangat jarang. Dapat
mungkin terjadi berupa kelumpuhan dan kejang-kejang.
e. Tingkat Kekebalan
Dapat mencekal hingga 90%.
f. Indikasi Kontra
Tak dapat diberikan pada anak yang menderita penyakit akut atau
demam tinggi (di atas 380C); muntah atau diare; penyakit kanker atau
keganasan; HIV/AIDS; sedang menjalani pengobatan steroid dan
pengobatan radiasi umum; serta anak dengan mekanisme kekebalan
terganggu.
5. Campak (Morbilli)
Penyakit Campak (Rubeola, Campak 9 hari, measles) adalah suatu
infeksi virus yang sangat menular, yang ditandai dengan demam, batuk,
konjungtivitis (peradangan selaput ikat mata/konjungtiva) dan ruam kulit.
Penyakit ini disebabkan karena infeksi virus campak golongan
Paramyxovirus.
Sebelum vaksinasi campak digunakan secara meluas, wabah campak
terjadi setiap 2-3 tahun, terutama pada anak-anak usia pra-sekolah dan
anak-anak SD. Jika seseorang pernah menderita campak, maka seumur
hidupnya dia akan kebal terhadap penyakit ini. Tidak ada pengobatan
khusus untuk campak. Anak sebaiknya menjalani tirah baring. Untuk
menurunkan demam, diberikan asetaminofen atau ibuprofen. Jika terjadi
infeksi bakteri, diberikan antibiotik. Vaksin campak merupakan bagian
dari imunisasi rutin pada anak-anak. Vaksin biasanya diberikan dalam
bentuk kombinasi dengan gondongan dan campak Jerman (vaksin
MMR/mumps, measles, rubella), disuntikkan pada otot paha atau lengan
atas. Jika hanya mengandung campak, vaksin diberikan pada umur 9
bulan.
Dalam bentuk MMR, dosis pertama diberikan pada usia 12-15 bulan,
dosis kedua diberikan pada usia 4-6 tahun. selain itu penderita juga harus
disarankan untuk istirahat minimal 10 hari dan makan makanan yang
bergizi agar kekebalan tubuh meningkat.
a. Imunisasi Campak
Sebenarnya, bayi sudah mendapat kekebalan campak dari
ibunya. Namun seiring bertambahnya usia, antibodi dari ibunya
semakin menurun sehingga butuh antibody tambahan lewat
pemberian vaksin campak. Apalagi penyakit campak mudah
menular, dan mereka yang daya tahan tubuhnya lemah gampang
sekali terserang penyakit yang disebabkan virus Morbili ini.
Untungnya, campak hanya diderita sekali seumur hidup. Jadi, sekali
terkena campak, setelah itu biasanya tak akan terkena lagi. Imunisasi
campak efektif untuk memberi kekebalan terhadap penyakit campak
sampai seumur hidup.
Penyakit campak yang disebabkan oleh virus yang ganas ini
dapat dicegah jika seseorang mendapatkan imunisasi campak,
minimal dua kali yakni semasa usia 6 – 59 bulan dan masa SD (6 –
12 tahun).
Upaya imunisasi campak tambahan yang dilakukan bersama
dengan imunisasi rutin terbukti dapat menurunkan kematian karena
penyakit campak sampai 48%.Tanpa imunisasi, penyakit ini dapat
menyerang setiap anak, dan mampu menyebabkan cacat dan
kematian karena komplikasinya seperti radang paru (pneumonia);
diare, radang telinga (otitis media) dan radang otak (ensefalitis)
terutama pada anak dengan gizi buruk.
Penularan campak terjadi lewat udara atau butiran halus air
ludah (droplet) penderita yang terhirup melalui hidung atau mulut.
Pada masa inkubasi yang berlangsung sekitar 10-12 hari, gejalanya
sulit dideteksi. Setelah itu barulah muncul gejala flu (batuk, pilek,
demam), mata kemerah-merahan dan berair, si kecil pun merasa
silau saat melihat cahaya. Kemudian, di sebelah dalam mulut muncul
bintik-bintik putih yang akan bertahan 3-4 hari. Beberapa anak juga
mengalami diare. Satu-dua hari kemudian timbul demam tinggi yang
turun naik, berkisar 38-40,5°C. Seiring dengan itu, barulah keluar
bercak-bercak merah yang merupakan ciri khas penyakit ini.
Ukurannya tidak terlalu besar, tapi juga tak terlalu kecil. Awalnya
hanya muncul di beberapa bagian tubuh saja seperti kuping, leher,
dada, muka, tangan dan kaki. Dalam waktu 1 minggu, bercakbercak
merah ini akan memenuhi seluruh tubuh. Namun bila daya tahan
tubuhnya baik, bercak-bercak merah ini hanya di beberapa bagian
tubuh saja dan tidak banyak.
Jika bercak merah sudah keluar, umumnya demam akan turun
dengan sendirinya. Bercak merah pun akan berubah jadi kehitaman
dan bersisik, disebut hiperpigmentasi. Pada akhirnya bercak akan
mengelupas atau rontok atau sembuh dengan sendirinya. Umumnya,
dibutuhkan waktu hingga 2 minggu sampai anak sembuh benar dari
sisa-sisa campak. Dalam kondisi ini, tetaplah meminum obat yang
sudah diberikan dokter. Jaga stamina dan konsumsi makanan bergizi.
Pengobatannya bersifat simptomatis, yaitu mengobati berdasarkan
gejala yang muncul. Hingga saat ini, belum ditemukan obat yang
efektif mengatasi virus campak. Jika tak ditangani dengan baik
campak bisa sangat berbahaya. Bisa terjadi komplikasi, terutama
pada campak yang berat. Ciri-ciri campak berat, selain bercaknya di
sekujur tubuh, gejalanya tidak membaik setelah diobati 1-2 hari.
Komplikasi yang terjadi biasanya berupa radang paru-paru (broncho
pneumonia) dan radang otak (ensefalitis). Komplikasi inilah yang
umumnya paling sering menimbulkan kematian pada anak.
b. Deskripsi
Vaksin campak merupakan vaksin virus hidup yang dilemahkan.
Setiap dosis (0,5ml) mengandung tidak kurang dari 1000 infective
unit virus strain CAM 70, dan tidak lebih dari 100 mcg residu
kanamycin dan 30 mcg residu erythromycin. Vaksin ini berbentuk
vaksin beku kering yang harus dilarutkan hanya dengan pelarut steril
yang tersedia secara terpisah untuk tujuan tersebut. Vaksin ini telah
memenuhi persyaratan WHO untuk vaksin campak.
c. Indikasi
Untuk Imunisasi aktif terhadap penyakit campak.
d. Komposisi
Tiap dosis vaksin yang sudah dilarutkan mengandung : Virus
Campak >= 1.000 CCID50, Kanamycin sulfat <= 100 mcg,
Erithromycin <= 30 mcg
e. Dosis dan Cara Pemberian
Imunisasi campak terdiri dari dosis 0,5 ml yang disuntikkan
secara SUBKUTAN, lebih baik pada lengan atas. Pada setiap
penyuntikan harus menggunakan jarum dan syringe yang steril.
Vaksin yang telah dilarutkan hanya dapat digunakan pada hari itu
juga (maksimum untuk 8 jam) dan itupun berlaku hanya jika vaksin
selama waktu tersebut disimpan pada suhu 2°-8°C serta terlindung
dari sinar matahari. Pelarut harus disimpan pada suhu sejuk sebelum
digunakan.
Satu dosis vaksin campak cukup untuk membentuk kekebalan
terhadap infeksi.Di negara-negara dengan angka kejadian dan
kematian karena penyakit campak tinggi pada tahun pertama setelah
kelahiran, maka dianjurkan imunisasi terhadap campak dilakukan
sedini mungkin setelah usia 9 bulan (270 hari). Di negara-negara
yang kasus campaknya sedikit, maka imunisasi boleh dilakukan
lebih dari usia tersebut.
Vaksin campak tetap aman dan efektif jika diberikan bersamaan
dengan vaksin-vaksin DT, Td, TT, BCG, Polio, (OPV dan IPV),
Hepatitis B, dan Yellow Fever.
f. Usia & Jumlah Pemberian
Sebanyak 2 kali; 1 kali di usia 9 bulan, 1 kali di usia 6 tahun.
Dianjurkan, pemberian campak ke-1 sesuai jadwal. Selain karena
antibodi dari ibu sudah menurun di usia 9 bulan, penyakit campak
umumnya menyerang anak usia balita. Jika sampai 12 bulan belum
mendapatkan imunisasi campak, maka pada usia 12 bulan harus
diimunisasi MMR (Measles Mumps Rubella).
g. Efek Samping
Umumnya tidak ada. Pada beberapa anak, bisa menyebabkan
demam dan diare, namun kasusnya sangat kecil. Biasanya demam
berlangsung seminggu. Kadang juga terdapat efek kemerahan mirip
campak selama 3 hari.
h. Kontraindikasi
Terdapat beberapa kontraindikasi yang berkaitan dengan
pemberian vaksin campak. Walaupun berlawanan penting untuk
mengimunisasi anak yang mengalami malnutrisi. Demam ringan,
infeksi ringan pada saluran nafas atau diare, dan beberapa penyakit
ringan lainnya jangan dikategorikan sebagai kontraindikasi.
Kontraindikasi terjadi bagi individu yang diketahui alergi berat
terhadap kanamycin dan erithromycin.
Karena efek vaksin virus campak hidup terhadap janin belum
diketahui, maka wanita hamil termasuk kontraindikasi. Individu
pengidap virus HIV (Human Immunodficiency Virus). Vaksin
Campak kontraindikasi terhadap individu-individu yang mengidap
penyakit immune deficiency atau individu yang diduga menderita
gangguan respon imun karena leukimia, lymphoma atau generalized
malignancy. Bagaimanapun penderita HIV, baik yang disertai gejala
ataupun tanpa gejala harus diimunisasi vaksin campak sesuai
i. Jadwal Yang Ditentukan.
Bagi anak-anak yang sedang sakit berat seperti diare dan demam
tinggi, menurut Jane, diinstruksikan tidak perlu diimunisasi campak.
Para petugas cukup mencatat namanya. Apabila anak tersebut telah
sembuh, petugas akan mendatangi rumahnya untuk diberi imunisasi.
j. Kemasan
Vaksin tersedia dalam kemasan vial 10 dosis + 5 ml pelarut dalam
ampul.
I. Imunisasi Yang Dianjurkan
1. Imunisasi HIB
Sesuai namanya, imunisasi ini bermanfaat untuk mencekal kuman
HiB (Haemophyllus influenzae type B). Kuman ini menyerang selaput
otak sehingga terjadilah radang selaput otak yang disebut meningitis.
Meningitis sangat berbahaya karena dapat merusak otak secara permanen
sampai kepada kematian. Selain mengakibatkan radang selaput otak,
kuman ini juga dapat menyebabkan radang paru dan radang epiglotis.
Terdapat dua jenis vaksin Hib konjungat yang beredar di Indonesia
yaitu vaksin Hib yang berisi PRP-T (capsular polysaccharide polyriibosyl
ribitol phosphate- konjugasi dengan protein tetanus) dan PRP-OMP (PRP
berkonjugasi outer membrane protein complex).
a. Jadwal Imunisasi
1) Vaksin Hib yang berisi PRT-P diberikan umur 2,4, dan 6 bulan.
2) Vaksin Hib yang berisi PRP-OMP diberikan pada umur 2 dan 4
bulan, dosis ketiga (6 bulan) tidak diperlukan.
3) Vaksin Hib dapat diberikan dalam bentuk vaksin kombinasi
(DTwP/Hib, DTaP/Hib/IPV)
b. Dosis
1) Satu dosis Hib berisi 0,5 ml, diberikan secara intramuscular.
2) Tersedia vaksin kombinasi (DTwP/Hib, DTaP/Hib, DTaP/Hib/IPV
(vaksin kombinasi yang beredar berisi vaksin Hib PRT-P) dalam
kemasan prefilled syringe 0,5 ml.
c. Ulangan
1) Vaksin Hib baik PRT-P ataupun PRP-OMP perlu diulang pada
umur 18 bulan.
2) Apabila anak datang pada umur 1-5 tahun, Hib hanya diberikan
satu kali.
2. Imunisasi PCV
Jenis imunisasi ini tergolong baru di Indonesia. PCV atau
Pneumococcal Vaccine alias imunisasi pneumokokus memberikan
kekebalan terhadap serangan penyakit IPD (Invasive Peumococcal
Diseases), yakni meningitis (radang selaput otak), bakteremia (infeksi
darah), dan pneumonia (radang paru). Ketiga penyakit ini disebabkan
kuman Streptococcus Pneumoniae atau Pneumokokus yang penularannya
lewat udara. Gejala yang timbul umumnya demam tinggi, menggigil,
tekanan darah rendah, kurang kesadaran, hingga tak sadarkan diri.
Penyakit IPD sangat berbahaya karena kumannya bisa menyebar lewat
darah (invasif) sehingga dapat memperluas organ yang terinfeksi.
Diperlukan imunisasi Pneumokukus untuk mencekal penyakit ini.
Terdapat 2 jenis vaksin pneumokokus yang beredar di Indonesia, yaitu
vaksin pneumokokus polisakarida berisi polisakarida murni, 23 serotipe
disebut pneumococus polysaccharide vaccine (PPV23). Vaksin
pneumokokus generasi kedua berisi vaksin polisakarida konjungasi, 7
serotipe disebut pneumococcal conjungate vaccine (PCV7).
Vaksin PCV7 dikemas dalam prefilled syringe 5 ml dieberikan
intramuskular.
1) Dosis pertama tidak berikan sebelum umur 6 minggu
2) Untuk bayi BBLR (<1500 gram) vaksin diberikan setelah umur
kronologik 6-8 minggu, tanpa memperhatikan umur atau apabila
berat badan telah mencapai.>2000 gram
3) Dapat diberikan bersama vaksin lain. Untuk setiap vaksin pada sisi
badan yang berbeda
3. Imunisasi MMR
Memberikan kekebalan terhadap serangan penyakit Mumps
(gondongan/parotitis), Measles (campak), dan Rubella (campak Jerman).
Terutama buat anak perempuan, vaksinasi MMR sangat penting untuk
mengantisipasi terjadinya rubela pada saat hamil. Sementara pada anak
lelaki, nantinya vaksin MMR mencegah agar tak terserang rubella dan
menulari sang istri yang mungkin sedang hamil. Penting diketahui, rubela
dapat menyebabkan kecacatan pada janin.
Toksin MMR diberikan pada umur 15 -18 bulan minimal interval 6
bulan antara imunisasi campak (9 bulan) dan MMR. Dosis satu kali 0,5
ml secara sub kutan. MMR diberikan minimal satu bulan sebelum atau
setelah penyuntikan imunisasi lain. Apabila seorang anak telah mendapat
imunisasi MMR pada umur 12 -18 bulan dan 6 tahun, imunisasi campak
tambahan pada umur 5-6 tahun tidak perlu diberikan. Ulangan imunisasi
MMR diberikan pada umur 6 tahun.
4. Imunisasi Influenza
Influenza merupakan penyakit infeksi saluran napas yang disebabkan
virus. Penyakit ini dapat menular dengan mudah karena virusnya bisa
menyebar lewat udara yang bila terhirup dan masuk ke saluran
pernapasan kita langsung tertular. Sebenarnya, influenza tergolong ringan
karena sifatnya yang self-limiting disease alias bisa sembuh sendiri tanpa
diobati. Penderita hanya perlu beristirahat, banyak minum air putih, dan
meningkatkan daya tahan tubuh dengan konsumsi makanan bergizi
seimbang.
a. Jadwal Imunisasi
1) Vaksin influenza diberikan pada anak umur 6 sampai 23 bulan,
baik anak sehat maupun dengan risiko (asma, penyakit jantung,
penyakit sel sickle, HIV, dan Diabetes).
b. Dosis tergantung umur anak,
1) Umur 6-35 bulan 0,25 ml.
2) Umur ≥3 tahun 0,5 ml
3) Umur ≤8 tahun: untuk pemberian pertama kali diperlukan 2 dosis
dengan interval minimal 4 -6 minggu, pada tahun beriktunya hanya
diberikan satu dosis
4) Vaksin influenza diberikan secara intramuskular pada paha antero
lateral atau deatoid
5. Imunisasi Tifoid
Ada 2 jenis vaksin tifoid yang bisa diberikan ke anak, yakni vaksin
oral (Vivotif) dan vaksin suntikan (TyphimVi). Keduanya efektif mencekal
demam tifoid alias penyakit tifus, yaitu infeksi akut yang disebabkan
bakteri Salmonella typhi. Bakteri ini hidup di sanitasi yang buruk seperti
lingkungan kumuh, dan makanan-minuman yang tidak higienis. Dia
masuk melalui mulut, lalu menyerang tubuh, terutama saluran cerna.
Gejala khas terinfeksi bakteri tifus adalah suhu tubuh yang berangsur-
angsur meningkat setiap hari, bisa sampai 400c. Basanya di pagi hari
demam akan menurun tapi lalu meningkat di waktu sore/malam. Gejala
lainnya adalah mencret, mual berat, muntah, lidah kotor, lemas, pusing,
dan sakit perut, terkesan acuh tak acuh bahkan bengong, dan tidur pasif
(tak banyak gerak). Pada tingkat ringan atau disebut paratifus (gejala
tifus), cukup dirawat di rumah. Anak harus banyak istirahat, banyak
minum, mengonsumsi makanan bergizi, dan minum antibiotik yang
diresepkan dokter. Tapi kalau berat, harus dirawat di rumah sakit.
Penyakit ini, baik ringan maupun berat, harus diobati hingga tuntas untuk
mencegah kekambuhan. Selain juga untuk menghindari terjadi komplikasi
karena dapat berakibat fatal.
a. Jenis vaksin
1) Vaksin kapsuler Vi polisakarida
a) Diberikan pada umur lebih dua tahun, ulangan dilakukan setiap
3 tahun.
b) Kemasan dalam prefilled syringe 0,5 ml pemberian secara
intramuskular.
2) Tifoid oral Ty21a
a) Diberikan pada umur lebih dari 6 tahun.
b) Dikemas dalam kapsul, diberikan 3 dosis dengan interval
selang sehari (hari 1,3,5).
c) Imunisasi ulangan diberikan setiap 3-5 tahun.
6. Imunisasi Hepatitis A
Penyebaran virus hepatitis A (VHA) sangat mudah. Penderita akan
mengeluarkan virus ini saat meludah, bersin, atau batuk. Bila virus ini
menempel di makanan, minuman, atau peralatan makan, kemudian
dimakan atau digunakan oleh anak lain maka dia akan tertular. Namun,
untuk memastikan apakah anak mengidap VHA atau tidak, harus
dilakukan tes darah.
Vaksin Hep A diberikan pada umur lebih dari 2 tahun. Vaksin
kombinasi HepB atau HepA diberikan pada bayi kurang dari 12 bulan.
Maka vaksin kombinasi di indikasikan pada anak umur lebih dari 12
bulan terutama catch-up immunization yaitu mengejar imunisasi pada
anak yang belum pernah mendapatkan imunisasi Hep B sebelumnya atau
imunisasi Hep B yang tidak lengkap.
Kemasan liquid satu dosis/vial prefilled syringe 0,5 ml. Dosis
pediatrik 720 ELISA units diberikan 2 kali dengan interval 6-12 bulan,
intramuskular di daerah deltoid. Kombinasi HepB/HepA (berisi Hep B
10µg dan Hep A 720 ELISA units) dalam kemasan prefilled syringe 0,5
ml intramuskular. Dosis HDosis Hep A untuk dewasa (≥19 tahun) 1440
ELISA units dosis 1 ml, 2 dosis, interval 6-12 bulan.
7. Imunisasi Varisela
Memberikan kekebalan terhadap cacar air atau chicken pox,
penyakit yang disebabkan virus varicella zooster. Termasuk penyakit akut
dan menular, yang ditandai dengan vesikel (lesi/bintik berisi air) pada
kulit maupun selaput lendir. Penularannya sangat mudah karena virusnya
bisa menyebar lewat udara yang keluar saat penderita meludah, bersin,
atau batuk. Namun yang paling potensial menularkan adalah kontak
langsung dengan vesikel, yaitu ketika mulai muncul bintik dengan cairan
yang jernih. Setelah bintik-bintik itu berubah jadi hitam, maka tidak
menular lagi.
Munisasi varisela diberikan pada anak umur lebih dari 5 tahun.
Untuk anak yang mengalami kontak dengan pasien varisela, imunisasi
dapat mencegah apabila diberikan dalam kurun 72 jam setelah kontak.
Dosis 0,5 ml subkutan satu kali. Untuk umur lebih dari 13 tahun atau
dewasa, diberikan 2 kali dengan jarak 4-8 minggu.
DAFTAR PUSTAKA
Dinas Kesehatan Provinsi Jatim. (2005). Buku Pegangan Kader Posyandu.
Surabaya.
Hidayat, Alimul A. (2005). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak, Edisi 1.Jakarta:
Salemba Medika
Ranuh IGN. Hariyono S. (2008). Pedoman Imunisasi di Indonesia Edisi 3,
Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia
Wong, Et al. (2008). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Ed.6. Jakarta: EGC
Yupi Supartini. (2004). Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta :
EGC.