MAKALAH HUKUM WARIS
PEMBAGIAN WARISAN MENURUT BURGELIJK WETBOEK
(BW)
DANIEL PANCA PUTRA
NIM : 08341002
FAKULTAS ILMU HUKUM
UNIVERSITAS KRISTEN CIPTA WACANA
(UKCW)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dari seluruh hukum yang ada dan berlaku dewasa ini di samping hukum
perkawinan, maka hukum kewarisan merupakan bagian dari hukum kekeluargaan,
hukum waris memegang peranan sangat penting, bahkan menentukan dan
mencerminkan sistem kekeluargaan yang berlaku dalam masyarakat. Hal ini
disebabkan, hukum kewarisan tersebut sangat erat kaitannya dengan ruang lingkup
kehidupan manusia. Bahkan setiap manusia pasti akan mengalami peristiwa hukum dan
yang lazim yakni meninggal dunia. Dengan terjadinya peristiwa tersebut maka
memunculkan suatu akibat hukum, yaitu bagaimana kelanjutan pengurusan hak dan
kewajiban yang dimiliki. Penyelesaian dan pengurusan hak dan kewajiban seseorang
sebagai akibat peristiwa hukum, karena meninggalnya seseorang diatur pada hukum
kewarisan.
Dalam penulisan kali ini akan mengambil penyelesaian hak dan kewajiban
tersebut menurut hukum waris berdasarkan hukum perdata barat yang bersumber pada
BW(Burgelijk Wetboek). Hukum kewarisan menurut pengertian hukum perdata barat
yang bersumber pada BW (Burgelijk Wetboek), merupakan bagian dari hukum harta
kekayaan. Oleh karena itu, hanyalah hak dan kewajiban yang berwujud harta kekayaan
yang merupakan warisan dan yang akan diwariskan. Ciri khas hukum waris menurut
BW antara lain adanya hak mutlak dari para ahli waris masing-masing untuk sewaktu-
waktu menuntut pembagian dari harta warisan.
B. Rumusan Masalah
Dengan latar belakang tersebut maka dapat ditarik sebuah permasalahan
1. Bagaimana pembagian warisan menurut hukum waris berdasarkan hukum perdata
barat ?
1
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah
1. Mahasiswa dapat meresume mengenai pengertian hukum waris berdasarkan atas
hukum perdata yang bersumber pada BW(Burgelijk Wetboek)
2. Mahasiswa serta mengetahui pasal dalam BW (Burgelijk Wetboek ) mengenai
hukum kewarisan.
D. Metodologi Penelitian
Metodologi yang digunakan dalam penulisan ini adalah :
1. Studi Kepustakaan
Yaitu pengumpulan data dengan jalan membaca, mengkaji dan mempelajari
buku-buku, dokumen-dokumen laporan dan peraturan perundang-undanganserta dari
bahan-bahan media online yang berlaku dan berkaitan dengan penelitian.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hukum Waris
Hukum waris ( erfrecht ) yaitu seperangkat norma atau aturan yang mengatur
mengenai berpindahnya atau beralihnya hak dan kewajiban ( harta kekayaan ) dari
orang yang meninggal dunia ( pewaris ) kepada orang yang masih hidup ( ahli waris)
yang berhak menerimanya. Atau dengan kata lain, hukum waris yaitu peraturan yang
mengatur perpindahan harta kekayaan orang yang meninggal dunia kepada satu atau
beberapa orang lain.
Menurut Mr. A. Pitlo, hukum waris yaitu
“suatu rangkaian ketentuan – ketentuan, di mana, berhubung engan meninggalnya
seorang, akibat- akibatnya di dalam bidang kebendaan, diatur, yaitu : akibat dari
beralihnya harta peninggalan dari seorang yang meninggal, kepada ahli waris, baik di
dalam hubungannya antara mereka sendiri, maupun dengan pihak ketiga”.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Hukum waris adalah hukum yang
mengatur tentang peralihan harta kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang
meninggal serta akibatnya bagi para ahli warisnya. Dan didalam undang-undang ada
dua cara untuk mendapatkan warisan, yaitu:
1. Secara ab intestato(ahli waris menurut ketentuan undang-undang). Menurut
ketentuan undang-undang ini yang berhak menerima warisan yaitu para keluarga
sedarah, baik sah maupun di luar kawin, dan suami istri.
2. Secara testameinteir(ahli waris karena ditunjuk dalam surat wasiat)
Di Indonesia terdapat aneka Hukum Waris yang berlaku bagi warga negara
Indonesia, dalam pengertian bahwa di bidang Hukum Waris dikenal adanya tiga
macam Hukum Waris, yaitu:
a. Hukum Waris Barat
Tertuang di dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
b. Hukum Waris Islam
Merupakan Ketentuan Alquran dan Hadist. Penggunaan hukum waris Islam
tergantung pada keimanan seseorang, dengan demikian maka keyakinan akan iman
3
seseorang, dengan demikian maka keyakinan akan ke-Imanan merupakan factor
utama.
c. Hukum Waris Adat
Beraneka peraturan, tergantung di lingkungan mana masalah warisan itu
terbuka.Sebagaimana diketahui di Indonesia faktor etnis mempengaruhi berlakunya
aneka hukum adat yang tentunya dalam masalah warisan pun mempunyai corak
sendiri-sendiri. Dalam masalah hukum waris mana yang akan diberlakukan dalam
penyelesaian kewarisan yang timbul di lingkungan keluarga, hukum waris BW,
hukum waris Islam ataupun hukum waris Adat diserahkan pada kehendak yang
bersangkutan.
B. Pengaturan Hukum Waris dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata
Sifat dari hukum waris menurut hukum perdata itu sendiri adalah :
1. Sistem pribadi.
Yaitu ahli waris adalah perseorangan bukan kelompok ahli waris.
2. Sistem bilateral.
Yaitu mewaris dari pihak ibu atau bapak.
3. Sistem perderajatan.
Yaitu ahli waris yang derajatnya lebih dekat dengan si pewaris menutup ahli waris
yang lebih jauh derajatnya.
Berdasarkan pasal528 KUH Perdata, hak mewarisi diidentikkan dengan hak
kebendaan, sedangkan ketentuan Pasal584 KUH Perdata menyebutkan hak waris
sebagai salah satu cara untuk memperoleh hak kebendaan. Oleh karenanya dalam
penempatannya dimasukkan dalam Buku II KUH Perdata (tentang benda).
Penempatan Hukum Waris dalam Buku II KUH Perdata ini menimbulkan
reaksi di kalangan para ahli hokum karena mereka berpendapat bahwa dalam Hukum
Waris tidak hanya tampak sebagai hokum benda saja, artinya aspek-aspek hokum
lainnya pun tersangkut dalam Hukum Waris ini.
Harta peninggalan selain berupa hak-hak kebendaan yang nyata ada, dapat juga
berupa tagihan-tagihan atau piutang-piutang dan dapat juga berupa sejumlah hutang-
4
hutang yang melibatkan pihak ketiga. Dalam hal inilah tersangkut aspek Hukum Harta
Kekayaan tentang Perikatan.
Menurut undang-undang syarat utama untuk tampil sebagai ahli waris adalah
adanya hubungan darah, dengan demikian maka berarti pula bahwa aspek Hukum
Keluarga ikut menentukan dalam Hukum Waris. Oleh karenanya sementara ahli hokum
berpendapat untuk menempatkan Hukum Waris sebagai bagian tersendiri, tidak
tercakup dalam Hukum Harta Kekayaan atau pun Hukum Keluarga.
Menurut ketentuan pasal 131 IS,HukumWaris yang diatur dalam Kitab
Undang-undang Hukum Perdata berlakubagi orang-orang Eropa dan mereka yang
dipersamakan dengan orang-orang Eropa tersebut.
Dengan Staatsblad 1917 No. 129 jo Staatsblad 1924 No. 557 Hukum Waris
dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata berlaku bagi orang-orang Timur Asing
Tionghoa. Dan berdasarkanStaatsblad 1917 No. 12 tentang penundukan diri terhadap
Hukum Eropa, maka bagi orang-orang Indonesia dimungkinkan pula menggunakan
HukumWaris yang tertuang dalam KitabUndang-undang Hukum Perdata. Hukum Waris
KUH Perdata berlaku bagi:
1. Orang Eropa dan mereka yang dipersamakan dengan orang Eropa.
2. Timur Asing Tionghoa
3. Timur Asing lainnya dan pribumi yang menundukkan diri
C. Hak dan Kewajiban Pewaris dan Ahli Waris
1. Hak dan kewajiban Pewaris
Hak pewaris timbul sebelum terbukanya harta peninggalan dalam arti bahwa
pewaris sebelum meninggal dunia berhak menyatakan kehendaknya dalam sebuah
testament/wasiat. Isi dari testament/wasiat tersebut dapat berupa:
a. Erfstelling, yaitu suatu penunjukan satu/beberapa orang menjadi ahli waris untuk
mendapatkan sebagian atau seluruh harta peninggalan. Orang yang ditunjuk
dinamakan testament airerfgenaam (ahli waris menurut wasiat).
b. Legaat, yaitu pemberian hak kepada seseorang atas dasar testament/wasiat yang
khusus. Pemberian itu dapat berupa :
1) hak atas satu atau beberapa benda tertentu
5
2) hak atas seluruh dari satu macam benda tertentu
3) Hak vruchtgebruik atas sebagian/seluruh warisan (pasal 957 KUH Perdata).
Orang yang menerima legaat dinamakan legataris.Bentuk testament ada tiga
macam, yaitu :
1. Openbaar testament, yaitu testament yang dibuat oleh seorang notaries dengan
dihadiri oleh dua orang saksi.
2. Olographis testament, yaitu testament yang ditulis oleh sicalon pewaris sendiri,
kemudian diserahkan kepada seorang notaries untuk disimpan dengan disaksikan
oleh dua orang saksi.
3. Testament rahasia, dibuat oleh calon pewaris tidak harus ditulis tangan, kemudian
testament tersebut disegel dan diserahkan kepada seorang notaries dengan
disaksikan oleh empat orang saksi.
Kewajiban sipewaris adalah merupakan pembatasan terhadap haknya yang
ditentukan undang-undang. Ia harus mengindahkan legitiemieportie, yaitu suatu bagian
tertentu dari harta peninggalan yang tidak dapat dihapuskan oleh orang yang
meninggalkan warisan (pasal 913 KUH Perdata).Jadi Legietimeportie adalah
pembatasan terhadap hak si pewaris dalam membuat testament/wasiat.
2. Hak dan Kewajiban Ahli Waris
Setelah terbukanya warisan ahli waris mempunyai hak atau diberi hak untuk
menentukan sikapnya, antara lain, menerima warisan secara penuh, menerima dengan
hak untuk mengadakan pendaftaran harta peninggalan atau menerima dengan bersyarat,
dan hak untuk menolak warisan.
Hak Ahli waris dapat di perinci sebagai berikut :
1. Menerima secara penuh, yang dapat dilakukan secara tegas atau secara lain.
Dengan tegas yaitu jika penerimaan tersebut dituangkan dalam suatu akte yang
memuat penerimaannya sebagai ahli waris. Secara diam-diam, jika ahli waris
tersebut melakukan perbuatan penerimaannya sebagai ahli waris dan perbuatan
tersebut harus mencerminkan penerimaan terhadap warisan yang meluang, yaitu
dengan mengambil, menjual atau melunasi hutang-hutang pewaris.
6
2. Menerima dengan reserve (hak untuk menukar). Hal ini harus dinyatakan pada
Panitera Pengadilan Negeri di tempat warisan terbuka. Akibat yang terpenting dari
warisan secara beneficiare ini adalah bahwa kewajiban untuk melunasi hutang-
hutang dan beban lain si pewaris dibatasi sedemikian rupa sehingga pelunasannya
dibatasi menurut kekuatan warisan, dalam hal ini berarti si ahli waris tersebut tidak
usah menanggung pembayaran hutang dengan kekayaan sendiri, jika hutang
pewaris lebih besar dari harta bendanya.
3. Warisan dalam hal ini mungkin,jika ternyata jumlah harta kekayaan yang berupa
kewajiban membayar hutang lebih besar daripada hak untuk menikmati harta
peninggalan. Penolakan wajib dilakukan dengan suatu pernyataan kepada Panitera
Pengadilan Negeri setempat.
Adapun kewajiban dari seorang ahli waris, antara lain, memelihara keutuhan
harta peninggalan sebelum harta peninggalan itu dibagi, mencari cara pembagian sesuai
ketentuan, melunasi hutang – hutang pewaris jika pewaris meninggalkan hutang, dan
melaksanakan wasiat jika pewarismeninggalkan wasiat.
D. Pembagian Waris menurut BW
Adapun pembagian warisan menurut hukum perdata dapat dibedakan menjadi
5 golongan. Berikut golongan beserta penjelasan.
1. Golongan I
Merupakan ahli waris dalam garis lurus ke bawah dari pewaris, yaitu anak,
suami / duda, istri / janda dari si pewaris. Ahli waris golongan pertama mendapatkan
hak mewaris menyampingkan ahli waris golongan kedu, maksudnya, sepanjang ahli
waris golongan pertama masih ada, maka, ahli waris golongan kedua tidak bisa tampil.
Pasal 852 :Seorang anak biarpun dari perkawinan yang berlain – lainan atau waktu
kelahiran, laki atau perempuan, mendapat bagian yang sama ( mewaris kepala demi
kepala ). Anak adopsi memiliki kedudukan yang sama seperti anak yang lahir di dalam
perkawinannya sendiri .
Berbicara mengenai anak, maka, kita dapat menggolongkannya sebagai berikut :
a. Anak sah, yaitu anak yang dilahirkan atau ditumbuhkan sepanjang perkawinan
dengan tidak mempermasalahkan kapan anak itu dibangkitkan oleh kedua suami
7
istri atau orang tuanya. Anak sah mewaris secara bersama – sama dengan tidak
mempermasalahkan apakah ia lahir lebih dahulu atau kemudian atau apakah ia laki
– laki atau perempuan.
b. Anak luar perkawinan, yaitu anak yang telah dilahirkan sebelum kedua suami istri
itu menikah atau anak yang diperoleh salah seorang dari suami atau istri dengan
orang lain sebelum mereka menikah. Anak luar perkawinan ini terbagi atas :
1) Anak yang disahkan, yaitu anak yang dibuahkan atau dibenihkan di luar
perkawinan, dengan kemudian menikahnya bapak dan ibunya akan menjadi sah,
dengan pengakuan menurut undang – undang oleh kedua orang tuanya itu sebelum
pernikahan atau atau dengan pengakuan dalam akte perkawinannya sendiri.
2) Anak yang diakui, yaitu dengan pengakuan terhadap seorang anak di luar kawin,
timbullah hubungan perdata antara si anak dan bapak atau ibunya tau dengan kata
lain, yaitu anak yang diakui baik ibunya saja atau bapaknya saja atau kedua –
duanya akan memperoleh hubungan kekeluargaan dengan bapak atau ibu yang
mengakuinya. Pengakuan terhadap anak luar kawin dapat dilakukan dalam akte
kelahiran anak atau pada saat perkawinan berlangsung atau dengan akta autentik
atau dengan akta yang dibuat oleh catatan sipil.Menurut Pasal 693, hak waris anak
yang diakui; 1/3 bagian sekiranya ia sebagai anak sah, jika ia mewaris bersama –
sama dengan ahli waris golongan pertama, ½ dari harta waris jika ia mewaris
bersama – sama dengan golongan kedua, ¾ dari harta waris jika ia mewaris
bersama dengan sanak saudara dalam yang lebih jauh atau jika mewaris dengan ahli
waris golongan ketiga dan keempat, mendapat seluruh harta waris jika si pewaris
tidak meninggalkan ahli wari yang sah. Jika anak diakui ini meninggal terlebih
dahulu, maka anak dan keturunannya yang sah berhak menuntut bagian yang
diberikan pada merka menurut pasal 863, 865.
3) Anak yang tidak dapat diakui, terdiri atas anak zina ( anak yang lahir dari orang laki
– laki dan perempuan, sedangkan salah satu dari mereka itu atau kedua – duanya
berada dalam ikatan perkawinan dengan orang lain ), anak sumbang ( anak yang
lahir dari orang laki – laki dan perempuan, sedangkan diantara mereka terdapat
larangan kawin atau tidak boleh kawin karena masih ada hubungan kekerabatan
8
yang dekat. Untuk kedua anak ini tidak mendapatkan hak waris, mereka hanya
mendapatkan nafkah seperlunya.
Pasal 852 a. : Bagian seorang isteri ( suami ), kalau ada anak dari perkawinannya
dengan yang meninggal dunia, adalah sama dengan bagiannya seorang anak. Jika
perkawinan itu bukan perkawinan yang pertama, dan dari perkawinan yang dahulu
ada juga anak – anak, maka bagian dari janda ( duda ) itu tidak boleh lebih dari
bagian terkecil dari anak – anak yang meninggal dunia. Bagaimanapun juga
seorang janda ( duda ) tidak boleh mendapat lebih dari ½ dari harta warisan. Di atas
disebut bahwa jika ada anak dari perkawinan yang dahulu, maka bagian dari
seorang janda ( duda ) tidak boleh lebih dari bagian terkecil dari anak – anak
peninggal warisan. Lebih dahulu telah ada ketentuan bahwa bagian dari seorang
anak adalah sama, meskipun dari lain perkawinan. Untuk dapat mengerti arti dari
kata ” terkecil ” itu, perlu diingat bahwa pasal ini adalah pasal yang disusulkan
kemudian yaitu dengan Stbld. 1935 No. 486, dengan maksud supaya memperbaiki
kedudukan seorang janda ( duda ) yang dengan adanya pasal itu bagiannya
dipersamakan dengan seorang anak.
2. Golongan II
Merupakan, ahli waris dalam garis lurus ke atas dari pewaris, yaitu, bapak, ibu
dan saudara – saudara si pewaris. Ahli waris ini baru tampil mewaris jika ahli waris
golongan pertama tidak ada sama sekali dengan menyampingkan ahli waris golongan
ketiga dan keempat.
a. Dalam hal tidak ada saudara tiri :
Pasal 854 : Jika golongan I tidak ada, maka yang berhak mewaris ialah : bapak,
ibu, dan saudara. Ayah dan ibu dapat : 1/3 bagian, kalau hanya ada 1 saudara; ¼
bagian, kalau ada lebihh dari saudara. Bagian dari saudara adalah apa yang terdapat
setelah dikurangi dengan bagian dari orang tua.
Pasal 855 : Jika yang masih hidup hanya seorang bapak atau seorang ibu, maka
bagiannya ialah : ½ kalau ada 1 saudara; 1/3 kalau ada 2 saudara; ¼ kalau ada lebih
dari 2 orang saudara. Sisa dari warisan, menjadi bagiannya saudara ( saudara –
saudara )
9
Pasal 856 : Kalau bapak dan ibu telah tidak ada, maka deluruh warisan menjadi
bagian saudara – saudara.
Pasal 857 : Pembagian antara saudara – saudara adalah sama, kalau mereka itu
mempunyai bapak dan ibu yang sama.
b. Dalam hal ada saudara tiri :
Sebelum harta waris dibagikan kepada saudara – saudaranya, maka harus
dikeluarkan lebih dulu untuk orang tua si pewaris, jika masih hidup. Kemudian
sisanya baru dibagi menjadi dua bagian yang sama. Bagian yang ke satu adalah
bagian bagi garis bapak dan bagian yang kedua adalah sebagai bagian bagi garis
ibu. Saudara – saudara yang mempunyai bapak dan ibu yang sama mendapat bagian
dari bagian bagi gariss bapak dan bagian bagi garis ibu. Saudara – saudara yang
hanya sebapak atau seibu dapat bagian dari bagian bagi garis bapak atau bagi garis
ibu saja.
3. Golongan III
Merupakan, keluarga sedarah si bapak atau ibu pewaris, yaitu kakek, nenek
baik pancer bapak atau ibu dari si pewaris. Dalam hal ini, ahli waris golongan ketiga
baru mempunyai hak mewaris, jika ahli waris golongan pertama dan kedua tidak ada
sama sekali dengan menyampingkan ahli waris golongan keempat.
Pasal 853 : 858 ayat 1 : Jika waris golongan 1 dan garis golongan 2 tidak ada, maka
warisan dibelah menjadi dua bagian yang sama.Yang satu bagian diperuntukkan bagi
keluarga sedarah dalam garis bapak lurus ke atas; yang lain bagian bagi keluarga
sedarah dalam garis ibu lurus ke atas. Waris yang terdekat derajatnya dalam garis lurus
ke atas. Waris yang terdekat derajatnya dalam garis lurus ke atas mendapat setengah
warisan yang jatuh pada garisnya ( pancernya ). Kalau derajatnya sama, maka waris itu
pada tiap garis pancer mendapat bagian yang sama ( kepala demi kepala ). Kalau di
dalam satu garis ( pancer ) ada keluarga yang terdekat derajatnya, maka orang itu
menyampingkan keluarga dengan derajat yang lebih jauh.Pasal ini menguraikan
keadaan jika anak ( dan keturunannya ), isteri orang tua, dan saudara tidak ada. Maka di
dalam hal ini warisan jatuh pada kakek dan nenek. Karena tiap orang itu mempunyai
bapak dan ibu, dan bapak dan ibu itu mempunyai bapak dan ibu juga, maka tiap orang
mempunyai 2 kakek dan 2 nenek. 1 kakek dan 1 nenek dari pancer bapak dan 1 kakek
10
dan 1 nenek dari pancer ibu. Dengan telah meninggalnya bapak dan ibu maka adalah
wajar jika warisan itu jatuh pada orang – orang yang menurunkan bapak dan ibu. Di
dalam hal ini maka warisan dibelah menjadi dua. Satu bagian diberikan kepada kakek
dan nenek yang menurunkan bapak dan bagian lain kepada kakek dan nenek yang
menurunkan ibu. Jika kakek dan nenek tidak ada maka warisan jatuh kepada orang
tuanya kakek dan nenek. Jika yang tidak ada itu hanya kakek atau nenek maka bagian
jatuh pada garisnya, menjadi bagian yang masih hidup.
4. Golongan IV
Merupakan, sanak keluarga dalamgaris ke samping dari si pewaris, yaitu
paman, bibi.
Pasal 858 ayat 2 : Kalau waris golongan 3 tidak ada maka bagian yang jatuh pada tiap
garis sebagai tersebut dalam pasal 853 dan pasal 858 ayat 2, warisan jatuh pada seorang
waris yang terdekatpada tiap garis. Kalau ada beberapa orang yang derajatnya sama
maka warisan ini dibagi – bagi berdasarkan bagian yang sama.
Pasal 861 : Di dalam garis menyimpang keluarga yang pertalian kekeluargaannya
berada dalam suatu derajat yang lebih tinggi dari derajat ke – 6 tidak mewaris.
Kalau hal ini terjadi pada salah satu garis, maka bagian yang jatuh pada garis
itu,menjadi haknya keluarga yang ada di dalam garis yang lain, kalau orang ini
mempunyai hak kekeluargaan dalam derajat yang tidk melebihi derajat ke – 6.
Pasal 873 : Kalau semua orang yang berhak mewaris tidak ada lagi maka seluruh
warisan dapat dituntut oleh anak di luar kawin yang diakui.
Pasal 832 : Kalau semua waris seperti disebut di atas tidak ada lagi, maka seluruh
warisan jatuh pada Negara.
5. Ahli Waris berdasarkan Penggantian Tempat / Ahli Waris Pengganti
(Plaatsvervulling / representatie)
Adapun syarat – syarat untuk menjadi ahli waris pengganti adalah sebagai
berikut :
a. Orang yang digantikan tempatnya itu harus telah meninggal dunia terlebih dahulu
dari si pewaris.
b. Orang yang sudah meninggal dunia itu meninggalkan keturunan .
c. Orang yang digantikan tempat itu tidak menolak warisan.
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari materi masalah di atas dapat di simpulkan bahwa :
1. Hukum waris adalah hukum yang mengatur tentang peralihan harta kekayaan yang
ditinggalkan seseorang yang meninggal serta akibatnya bagi para ahli warisnya
2. Sifat dari hukum waris menurut hukum perdata itu sendiri adalah Sistem pribadi,
Sistem bilateral, Sistem perderajatan.
3. Hak dan kewajiban pewaris timbul sebelum terbukanya harta peninggalan dalam
arti bahwa pewaris sebelum meninggal dunia berhak menyatakan kehendaknya
dalam sebuah testament/wasiat.
4. Pembagian warisan dalam hukum perdata dapat digolongkan menjadi 5 golongan
yang telah diatur dalam Kitap Undang-undang Hukum Perdata (BW).
12
DAFATAR PUSTAKA
Muhammad, Basyir. 2012. Warisan dalam Hukum Perdata Atau Burgelijk Wetboek
(BW) (online), (http://basyir-accendio.blogspot.sg/2012/05/warisan-dalam-hukum-
perdata-atau.html)
Pratiwi , Yofika. 2013. Aneka Hukum WarisDi Indonesia (online),
(http://yofikapratiwi.blogspot.sg/2013/05/makalah-hukum-waris.html)
Danuswarna, Shandi. 2009. Hukum Waris berdasarkan BW (online), (http://hukum-
hukumkeseluruhan.blogspot.sg/2009/04/hukum-waris-berdasarkan-bw.html)
Efendi, Perangin. 2005. Hukum Waris,(Jakarta:PT Raja Grafindo Persada),hal 3
R.Subekti. 2010, Pokok-pokok Hukum Perdata, (PT Intermasa).
13
Top Related