1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kita ketahui bahwa belajar adalah rangkaian proses yang
dilakukan oleh semua orang untuk menjadi lebih baik lagi dan tentunya
menjadi manusia yang dapat berguna bagi nusa dan bangsa. Proses
belajar tidak hanya dilakukan dilingkungan sekolah, melainkan dapat
dilakukan disetiap saat dan dimanapun kita berada. Serangkaian
pembelajaran dapat membuat kita lebih mengetahui mana yang baik dan
mana yang buruk sehingga dapat menuntun kita menjadi pribadi yang
dapat diandaikan serta memiliki karakter yang baik.
Menurut Slavin (2000:143) belajar merupakan akibat adanya
interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus bisa disebut juga dengan
semua yang diajarkan oleh guru kepada muridnya dan dari stimulus
tersebut kemudian muncullah sebuah respon dari muridnya. Dari
penjelasan diatas ini membuktikan bahwa antara stimulus dan respon itu
saling berhubungan satu sama lain. Dimana didalam belajar ada yang
memberikan aksi dan ada pula yang memberikan reaksi.
Ada banyak teori-teori belajar, salah satunya adalah teori
behavioristik. Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang
dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku
sebagai hasil dari pengalaman. Teori behavioristik dengan model
hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai
individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan
metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan
semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai
hukuman.
2
Tokoh-tokoh aliran behavioristik di antaranya adalah Thorndike,
Watson, Clark Hull, Edwin Guthrie, dan Skinner. Namun pada makalah
kali ini, kami akan membahas tentang teori belajar Koneksionisme,
Guthrie, Hull, serta penerapannya dalam pembelajaran fisika.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penulisan kali ini, adalah sebagai
berikut:
1. Apa pengertian dari teori belajar koneksionisme?
2. Apa saja hukum-hukum yang ada dalam teori belajar koneksionisme?
3. Apa pengertian dari teori belajar Guthrie?
4. Apa pengertian dari teori belajar Hull?
5. Apa contoh dari penerapannya dalam pembelajaran fisika?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Dapat mengetahui pengertian dari teori belajar koneksionisme.
2. Dapat mengetahui dan menjelaskan hokum-hukum yang ada dalam
teori belajar koneksionisme.
3. Dapat menjelaskan pengertian dari teori belajar Guthrie.
4. Dapat menjelaskan pengertian dari teori belajar Hull.
5. Dapat menjelaskan contoh dari penerapan teori-teori belajar dalam
pembelajaran fisika.
3
1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai pengertian
teori belajar Koneksionisme, Guthrie, dan Hull.
2. Dapat mengetahui hukum-hukum dalam teori belajar koneksionisme.
3. Dapat mengetahui contoh penerapan teori-teori belajar tersebut dalam
pembelajaran fisika.
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Teori Belajar Koneksionisme
Teori belajar koneksionisme atau bisa disebut dengan teori aosiasi
dikemukakan oleh Thorndike. Menurut Thorndike, belajar merupakan
peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang
disebut stimulus (S) dengan respon (R ). Stimulus adalah suatu
perubahan dari lingkungan eksternal yang menjadi tanda untuk
mengaktifkan organisme untuk beraksi atau berbuat sedangkan respon
dari adalah sembarang tingkah laku yang dimunculkan karena adanya
perangsang.
Koneksionisme merupakan teori yang paling awal dari rumpun.
Teori belajar koneksionisme dikembangkan oleh Edward L. Thorndike
(1874-1949), berdasarkan eksperimen yang ia lakukan pada tahun 1890-
an. Eksperimen Thorndike ini menggunakan hewan-hewan terutama
kucing untuk mengetahui fenomena belajar. Eksperimennya belajar pada
binatang yang juga berlaku bagi manusia tersebut, disebut Thorndike
dengan “trial and error”
Menurut teori trial and error ( mencoba-coba dan gagal) yaitu
setiap makhluk hidup yang dihadapkan dengan suatu keadaan atau
situasi yang memaksanya untuk melakukan suatu tindakan yang terlalu
berlebihan untuk mendapatkan sesuatu misalnya atau untuk tujuan
sesuatu hal lainnya yang dilakukan dengan jalan usaha yang berlebihan.
Jika dalam usahanya tersebut berjalan dengan lancer atau berhasil ia
lakukan, maka perbuatan kebetulan cocok itu kemudian “dipegangnya.
Adapun ciri-ciri belajar dengan trial and error, yaitu:
5
1. Ada motif pendorong aktivitas, maksudnya adalah adanya suatu
tujuan atau latar belakangn yang mendorong suatu makhluk hidup itu
untuk melakukan aktifitas tertentu.
2. Ada berbagai respon terhadap situasi, yaitu adanya hasil-hasil reaksi
terhadap suatu keadaan yang ia hadapi tersebut.
3. Ada aliminasi respon-respon yang gagal atau salah, maksudnya
adalah ketika dalam suatu tindakan yang kita lakukan kemungkinan
ada yang membuat kita gagal, atau ada tindakan-tindakan yang
mungkin salah atau tidak berhasil kita lakukan, tetapi kita tidak
menyerah dalam melakukan sesuatu itu, melainkan tetap mencobanya
lagi. Jadi respon yang gagal tersebut memberi motivasi atau memberi
rasa penasaran ingin terus memecahkan masalah tertentu.
4. Ada kemajuan reaksi-reaksi mencapai tujuan dari penelitiannya itu,
setelah kita mencoba dan terus mencoba dengan cara berlebihan dan
usaha yang terbilang luar biasa, hingga akhirnya akan mencapai
tujuan dari yang kita pecahkan tersebut yang tentunya harus melewati
beberapa tahap terlebih dahulu.
Dapat disimpulkan bahwa teori koneksionisme menurut Torndike
terjadi melalui proses:
1. Trial and Error (mencoba-coba dan mengalami kegagalan)
2. Law of effect; yang berarti bahwa segala tingkah laku yang
berakibatkan suatu keadaan yang memuaskan (cocok dengan
tuntutan situasi) akan diingat dan dipelajari dengan sebaik-baiknya.
2.2 Hukum-Hukum dalam Teori Belajar Koneksionisme
Torndike juga mengemukakan beberapa hukum dalam teori belajar
koneksionisme melalui percobaannya yang kedua. Adapaun hukum-
hukum yang dikemukakannya adalah:
6
1) Hukum Kesiapan (Law of Readiness) yaitu semakin siap suatu
organisme memperoleh suatu perubahan tingkah laku, maka
pelaksanaan tingkah laku tersebut akan menimbulkan kepuasan
individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat.
Prinsip pertama teori koneksionisme adalah belajar suatu kegiatan
membentuk asosiasi(connection) antara kesan panca indera dengan
kecenderungan bertindak. Misalnya, jika anak merasa senang atau
tertarik pada kegiatan jahit-menjahit, maka ia akan cenderung
mengerjakannya. Apabila hal ini dilaksanakan, ia merasa puas dan
belajar menjahit akan menghasilkan prestasi memuaskan. Prinsip
pertama teori koneksionisme adalah belajar suatu kegiatan
membentuk asosiasi(connection) antara kesan panca indera dengan
kecenderungan bertindak. Misalnya, jika anak merasa senang atau
tertarik pada kegiatan jahit-menjahit, maka ia akan cenderung
mengerjakannya. Apabila hal ini dilaksanakan, ia merasa puas dan
belajar menjahit akan menghasilkan prestasi memuaskan.
Masalah pertama hukum law of readiness adalah jika
kecenderungan bertindak dan orang melakukannya, maka ia akan
merasa puas. Akibatnya, ia tak akan melakukan tindakan lain.
Masalah kedua, jika ada kecenderungan bertindak, tetapi ia tidak
melakukannya, maka timbullah rasa ketidakpuasan. Akibatnya, ia
akan melakukan tindakan lain untuk mengurangi atau meniadakan
ketidakpuasannya.
Masalah ketiganya adalah bila tidak ada kecenderungan bertindak
padahal ia melakukannya, maka timbullah ketidakpuasan. Akibatnya,
ia akan melakukan tindakan lain untuk mengurangi atau meniadakan
ketidakpuasannya.
2) Hukum Latihan (Law of Exercise), yaitu semakin sering tingkah laku
diulang/ dilatih (digunakan) , maka asosiasi tersebut akan semakin
kuat. Hukum ini menjelaskan kemungkinan kuat dan lemahnya
7
hubungan stimulus dan respons. Implikasi dari hukum ini adalah
makin sering suatu pelajaran diulang, maka akan semakin dikuasainya
pelajaran itu.
Prinsip law of exercise adalah koneksi antara kondisi (yang
merupakan perangsang) dengan tindakan akan menjadi lebih kuat
karena latihan-latihan, tetapi akan melemah bila koneksi antara
keduanya tidak dilanjutkan atau dihentikan. Prinsip menunjukkan
bahwa prinsip utama dalam belajar adalah ulangan. Makin sering
diulangi, materi pelajaran akan semakin dikuasai.
3) Hukum Akibat (Law of Effect). Yaitu hubungan stimulus respon
cenderung diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan cenderung
diperlemah jika akibatnya tidak memuaskan. Hukum ini menunjuk
kepada kuat atau lemahnya hubungan stimulus dan respons
tergantung kepada akibat yang ditimbulkannya. Implikasi dari hukum
ini adalah apabila mengharapkan agar seseorang dapat mengulangi
respons yang sama, maka harus diupayakan agar menyenangkan
dirinya. Belajar akan bersemangat apabila mengetahui dan
mendapatkan hasil yang lebih baik.. Contohnya dengan memberikan
hadiah atau pujian. Sebaliknya, apabila yang diharapkan dari
seseorang adalah untuk tidak mengulangi respons yang diberikan,
maka harus diberi sesuatu yang tidak menyenangkannya, contohnya
dengan memberi hukuman.
Selanjutnya Thorndike menambahkan hukum tambahan sebagai
berikut:
a. Hukum Reaksi Bervariasi (multiple response)
Hukum ini mengatakan bahwa pada individu diawali oleh
proses trial dan eror yang menunjukan adanya bermacam-macam
respon sebelum memperoleh respon yang tepat dalm
memecahkan masalah yang dihadapi.
b. Hukum Sikap ( Set/Attitude)
8
Hukum ini menjelaskan bahwa prilaku belajar seseorang
tidak hanya ditentukan oleh hubungan stimulus dengan respon
saja, tetapi juga ditentukan keadaan yang ada dalam diri individu
baik kognitif, emosi, sosial, maupun psikomotornya.
c. Hukum Aktifitas Berat Sebelah (Prepotensi of Element).
Hukum ini mengatakan bahwa individu dalam proses belajar
memberikan respon pada stimulus tertentu saja sesuai dengan
persepsinya terhadap keseluruhan situasi (respon selektif).
d. Hukum Respon by Analogy.
Hukum ini mengatakan bahwa individu dalam melakukan
respon pada situasi yang belum pernah dialami karena individu
sesungguhnya dapat menghubungkan situasi yang belum pernah
dialami dengan situasi lama yang pernah dialami sehingga terjadi
transfer atau perpindahan unsur-unsur yang telah dikenal ke
situasi baru. Makin banyak unsur yang sama maka transfer akan
makin mudah.
e. Hukum perpindahan Asosiasi (Associative Shifting)
Hukum ini mengatakan bahwa proses peralihan dari situasi
yang dikenal ke situasi yang belum dikenal dilakukan secara
bertahap dengan cara menambahkan sedikit demi sedikit unsur
baru dan membuang sedikit demi sedikit unsur lama.
Selain menambahkan hukum-hukum baru, dalam perjalanan
penyampaian teorinya Thorndike mengemukakan revisi Hukum
Belajar antara lain :
1. Hukum latihan ditinggalkan karena ditemukan pengulangan
saja tidak cukup untuk memperkuat hubungan stimulus respon,
sebaliknya tanpa pengulanganpun hubungan stimulus respon
belum tentu diperlemah.
2. Hukum akibat direvisi. Dikatakan oleh Thorndike bahwa yang
berakibat positif untuk perubahan tingkah laku adalah hadiah,
sedangkan hukuman tidak berakibat apa-apa.
9
3. Syarat utama terjadinya hubungan stimulus respon bukan
kedekatan, tetapi adanya saling sesuai antara stimulus dan
respon.
4. Akibat suatu perbuatan dapat menular baik pada bidang lain
maupun pada individu lain.
2.3 Teori Belajar Guthrie
Menurut teori contiguous conditioning, belajar itu adalah suatu
proses perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat (conditions)
yang kemudian menimbulkan reaksi (respons). Guthrie mengemukakan
bahwa tingkah laku manusia itu secara keseluruhan dapat dipandang
sebagai deretan-deretan tingkah laku yang terdiri dari unit-unit. Unit-unit
tingkah laku ini merupakan reaksi dari stimulus sebelumnya, dan
kemudian unit tersebut menjadi stimulus untuk tingkah laku yang
berikutnya. Demikianlah seterusnya sehingga membentuk deretan-
deretan tingkah laku yang terus menerus. Jadi pada proses conditioning
ini terjadi asosiasi antara unit-unit tingkah laku secara berurutan.
Guthrie menegaskan dengan hukumnya yaitu “The Law of
Association”, yang berbunyi : “A combination of stimuli which has
accompanied a movement will on its recurrence tend to be followed by
that movement” (Guthrie, 1952 :13). Secara sederhana dapat diartikan
bahwa gabungan atau kombinasi suatu kelas stimuli yang menyertai atau
mengikuti suatu gerakan tertentu, maka ada kecenderungan bahwa
gerakan itu akan diulangi lagi pada situasi/stimuli yang sama. Teori
behaviorisme yang menekankan adanya hubungan antara stimulus (S)
dengan respons (R) secara umum dapat dikatakan memiliki arti yang
penting bagi siswa untuk meraih keberhasilan belajar. Caranya, guru
10
banyak memberikan stimulus dalam proses pembelajaran, dan dengan
cara ini siswa akan merespons secara positif apa lagi jika diikuti dengan
adanya reward yang berfungsi sebagai reinforcement (penguatan
terhadap respons yang telah ditunjukkan).
Pandangan Guthrie tentang Motivasi, Lupa, Hukuman,
Niat, Transfer Trainingsebagai berikut:
1. Lupa
Menurut Guthrie, lupa disebabkan oleh munculnya respons
alternatif dalam satu pola stimulus. Setelah pola stimulus menghasilkan
respons alternatif, pola stimulus itu kemudian akan cenderung
menghasilkan respons baru. Jadi menurut Guthrie, lupa pasti melibatkan
proses belajar baru. Contohnya sebagai berikut: Seseorang yang belajar
tugas A dan kemudian belajar tugas B lalu diuji untuk tugas A. satu orang
lainnya belajar tugas A, tetapi tidak belajar tugas B, dan kemudian diuji
pada tugas A. secara umum akan ditemukan bahwa orang pertama
mengingat tugas A lebih sedikit ketimbang orang kedua. Jadi, tampak
bahwa mempelajari hal baru (tugas B) telah mencampuri retensi dari apa
yang dipelajari sebelumnya (tugas A). Pendapatnya adalah bahwa setiap
kali mempelajari hal yang baru, maka proses itu akan menghambat
sesuatu yang lama. Dengan kata lain, lupa disebabkan oleh intervensi.
Tak ada intervensi, maka lupa tidak akan terjadi.
2. Hukuman
Guthrie mengatakan efektivitas punishment (hukuman) ditentukan
oleh apa penyebab tindakan yang dilakukan oleh organisme yang
dihukum itu. Hukuman bekerja baik bukan karena rasa sakit yang dialami
oleh individu terhukum, tetapi karena hukuman mengubah cara individu
merespons stimuli tertentu. Hukuman akan efektif jika menghasilkan
respons baru terhadap stimuli yang sama.Hukuman berhasil mengubah
perilaku yang tidak diinginkan karena hukuman menimbulkan perilaku
yang tidak kompatibel dengan perilaku yang dihukum. Hukuman akan
11
gagal jika perilaku yang disebabkan oleh hukuman selaras dengan
perilaku yang dihukum. Misalnya, seorang guru yang melihat siswanya
ramai, siswa tersebut diingatkan, jika masih tetap ramai, guru
menghukum siswa untuk menyanyi di depan kelas.
3. Motivasi
Motivasi fisiologis merupakan apa yang oleh Guthrie
dikatakan maintaining stimuli (stimuli yang mempertahankan) yang
menjaga organisme tetap aktif sampai tujuan tercapai. Misalnya, rasa
lapar menghasilkan stimuli internal yang terus ada sampai makanan
dikonsumsi. Ketika makan diperoleh, maintaining stimuli akan hilang, dan
karenanya kondisi yang menstimulasi telah berubah. Misalnya, seorang
siswa yang mendapat nilai jelek saat ulangan, guru tidak boleh
memarahinya. Menurut Guthrie, guru seharusnya memberi dorongan agar
siswa tersebut lebih rajin belajar.
4. Niat
Respons yang dikondisikan ke maintaining
stimuli dinamakan intentions (niat). Respons tersebut dinamakan niat
karena maintaining stimuli dari dorongan biasanya berlangsung selama
periode waktu tertentu (sampai dorongan berkurang).Gambarannya,
ketika seorang siswa sudah paham dengan materi yang disampaikan oleh
guru maka dia akan langsung mengerjakan soal yang diberikan. Tetapi
jika dia belum paham maka dia akan mengacungkan tangan untuk
bertanya kepada guru mengenai materi yang belum dipahaminya.
Perilaku yang dipicu oleh maintaining stimuli inilah yang tampak
purposive atau intensional (diniatkan).
5. Transfer Training
Guthrie dalam hal ini kurang terlalu berharap. Karena pada
dasarnya seseorang akan menunjukkan respons yang sesuai dengan
stimuli jika pada kondisi yang sama. Guthrie selalu mengatakan pada
mahasiswa universitasnya, jika anda ingin mendapat manfaat terbesar
dari studi anda, anda harus berlatih dalam situasi yang persis sama-
12
dalam kursi yang sama-di mana anda akan diuji. Jika anda belajar
sesuatu di kamar, tidak ada jaminan pengetahuan yang diperoleh disitu
akan ditransfer ke kelas.Saran Guthrie adalah selalu mempraktikkan
perilaku yang persis sama yang akan diminta kita lakukan nanti, selain itu,
kita harus melatihnya dalam kondisi yang persis sama dengan kondisi
ketika nanti kita diuji. Gagasan mengenai pemahaman, wawasan dan
pemikiran hanya sedikit, atau tidak ada maknanya bagi Guthrie. Satu-
satunya hukum belajar adalah hukum kontiguitas, yang menyatakan
bahwa ketika dua kejadian terjadi bersamaan, keduanya akan dipelajari.
Beberapa metode dipergunakan Guthrie dalam mengubah tingkah
laku, ialah:
1. Metode Reaksi Berlawanan (Incompatible Response Method)
Metode ini menganggap manusia adalah suatu organisme
yang selalu mereaksi kepada stimulus-stimulus tertentu. Jika suatu
reaksi terhadap stimulus tertentu telah menjadi kebiasaan, maka
cara untuk mengubahnya adalah dengan cara menghubungkan
stimulus dengan reaksi yang berlawanan dengan reaksi yang
hendak dihilangkan.
Misalnya seorang murid yang merasa ketakutan saat disuruh
gurunya maju untuk mengerjakan soal di papan tulis, untuk
menghilangkan perasaan takut siswa tersebut, guru bisa menyuruh
siswa maju terus menerus tiap ada soal yang hendak dikerjakan di
papan tulis.
2. Metode Membosankan (Exhaustion Method)
Hubungan antara stimulus dan reaksi yang buruk itu
dibiarkan saja sampai pelakunya merasa bosan.
Sebagai contoh, misalnya seorang siswa yang suka membuat
catatan kecil untuk mencontek, maka untuk menghentikan perilaku
13
buruk itu, seorang guru bisa menyuruh siswa tersebut membuat
catatan berlembar-lembar secara terus menerus sehingga ia akan
bosan dengan sendirinya. Contoh lain, seorang siswa yang suka
mengobrol dengan temannya ketika pelajaran berlangsung, guru
dapat memberi efek jera pada siswa tersebut dengan menyuruh
siswa tersebut berbicara selama 1 jam pelajaran sehingga siswa
tersebut akan bosan dan berhenti dengan sendirinya.
3. Metode Mengubah Lingkungan (Change of EnvironmentMethod)
Suatu metode yang dilakukan dengan jalan memutuskan
atau memisahkan hubungan antara Stimulus (S) dan Reaksi (R)
yang buruk yang akan dihilangkan, yakni dengan mengubah
stimulusnya. Sebagai contoh, misalnya kita akan mengubah
tingkah laku/ kebiasaan-kebiasaan buruk yang dilakukan seorang
anak di sekolahnya, dengan memindahkan anak itu ke sekolah
lain. Contoh lain, seorang siswa yang suka ramai di belakang
kelas, untuk menghentikan kebiasaan ramai siswa tersebut, guru
dapat memindahkan tempat duduknya ke baris depan.
Pendapat Guthrie Tentang Pendidikan
Seperti halnya Thorndike, Guthrie menyarankan proses
pendidikan dimulai dengan menyatakan tujuan, yakni menyatakan
respons apa yang harus dibuat untuk stimuli. Dia menyarankan
lingkungan belajar yang akan memunculkan respons yang
diinginkan bersama dengan adanya stimuli yang akan diletakkan
padanya. Jadi motivasi dianggap tidak terlalu penting, yang
diperlukan adalah siswa mesti merespons dengan tepat dalam
kehadiran stimuli tertentu.Latihan (praktik) adalah penting karena
ia menimbulkan lebih banyak stimuli untuk menghasilkan perilaku
yang diinginkan.karena setiap pengalaman adalah unik, seseorang
harus “belajar ulang” berkali-kali. Guthtrie mengatakan bahwa
belajar 2 ditambah 2 di papan tulis tidak menjamin siswa bisa 2
14
ditambah 2 ketika dibangku. Karena memungkinkan siswa akan
belajar meletakkan respons pada setiap stimuli (di dalam atau di
luar kelas).
2.4 Teori Belajar Hull
Clark Hull (1943) mengemukakan konsep pokok teorinya yang
sangat dipengaruhi oleh teori evolusinya Charles Darwin, yaitu
mengembangkan sebuah teori dalam versi behavioristisme. Ia
menyatakan bahwa stimulus (S) mempengaruhi organisme (O) dan
menghasilkan respon itu tergantung pada karakteristik O dan S. Dengan
kata lain, Hull telah berminat terhadap studi yang mempelajari variable
intervening yang mempengaruhi perilaku seperti dorongan atau
keinginan, insentif, penghalang, dana kebiasaan.
Teori Hull ini disebut teori mengurangi dorongan (drive reduction
theory). Seperti teori-teori behavior lain, reinforcement merupakan factor
utama menentukan belajar dimana kebutuhan biologis dan pemuasan
kebutuhan biologis adalah penting. Suatu kebutuhan bilogis pada
makhluk hidup menghasilkan suatu dorongan (drive) untuk melakukan
aktivitas memenuhi kebutuhan tersebut, sehingga meningkatkan
kemungkinan bahwa makhluk hidup ini akan melakukan respon berupa
reduksi kebutuhan (need reduction response). Bedanya, dalam Drive
Reduction Theory pemenuhan dorongan atau kebutuhan lebih dikurangi
dan mempunyai peran yang sangat penting dalam perilaku daripada
dalam teori-teori belajar behaviorisme yang lain. Bagi Hull, tingkah laku
seseorang berfungsi untuk menjaga kelangsungan hidup. Dorongan
(motivators of performance) dan reinforcement bekerja bersama-sama
untuk membantu makhluk hidup mendapatkan respon yang sesuai
(Wortman, 2004).
15
Beberapa persamaan teori belajar Hull dengan teori belajar
sebelumnya adalah sebagai berikut:
a. Berdasarkan asosiasi S-R
b. Berdasarkan cara melangsungkan hidup.
c. Berdasarkan kebutuhan biologis dan pemenuhannya.
d. Orientasinya kepada teori Pavlov.
Selain itu, Hull juga mengembangkan beberapa definisi, antara
lain:
1. Kebutuhan (Need)
Kebutuhan merupakan keadaan organisme yang menyimpang
dari kondisi biologis optimum pada umumnya yang digunakan
untuk melangsungkan hidupnya. Jika kebutuhan tersebut timbul
maka organisme akan bertindak untuk memenuhi kebutuhannya,
hal tersebut dinamakan mereduksi kebutuhan dan teori belajarnya
disebut teori reduksi kebutuhan atau need reduction theory.
2. Dorongan (Drive)
Kondisi kekosongan ganda organisme sehingga mendorong
untuk melakukan sesuatu. Istilah lain dari dorongan adalah motiv.
Adakalanya seseorang merasa ingin melakukan sesuatu namun
orang tersebut tidak memiliki dorongan untuk melakukannya.
3. Perkuatan (Reinforcement)
Sesuatu yang dapat memperkuat hubungan S-R, dan respon
terhadap stimulus tersebut dapat mengurangi ketegangan
kebutuhan. Perkuatan biasanya berupa hadiah. Kebutuhan yang
timbul akan menyebabkan terbentuknya suatu perilaku yang akan
mereduksi kebutuhan secara berangsur-angsur yang dapat
dipelajari responnya. Stimulus yang dapat menimbulkan respon
adalah stimulus yang mengenai saraf sensoris atau reseptor
kemudian menimbulkan impuls yang masuk afferent, yaitu saraf
gerak dan dapat mengaktifkan otot-otot maskuler. S dengan huruf
besar merupakan stimulus dan obyeknya. S dengan huruf kecil
16
merupakan stimulus dalam organisme, stimulus yang sudah
berupa impuls. Impuls merupakan perangsang atau stimulus yang
sudah ada dan bekerja dalam saraf. Dalam teori kali ini yang akan
kita pakai s dengan huruf besar.
Hull membedakan tendensi untuk timbulnya R dan r. R untuk
respon yang nampak, faktual, dan r adalah predisposisi respon
yang masih dalam aktivitas saraf. r merupakan respon yang masih
ada didalam organisme, jadi tidak nampak, tapi mempengaruhi
tingkah laku. Hull mengganti S-R menjadi SHR, dimana H
merupakan habit.
Hull membedakan antara learning dengan performance.
Tindakan dipengaruhi oleh banyak hal, tetapi belajar hanya
dipengaruhi oleh faktor jumlah waktu, respon khusus terjadi karena
kontinu dengan perkuatan. Menurut Hull tingkah laku bersumber
pada kebutuhan yang merupakan tuntutan hidup.
2.5 Penerapannya dalam Pembelajaran Fisika
Dalam aplikasinya teori-teori ini dalam kegiatan pembelajaran
tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi
pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang
tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori-teori ini
memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak
berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar
adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah
memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar
atau pembelajar.
Pembelajar diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama
terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh
pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid. Guru tidak
17
hanya memberi ceramah tetapi intruksi singkat yang diikuti contoh-contoh
baik dilakukan sendiri maupun melalui simulasi. Begitu juga dalam proses
evaluasi belajar diukur hanya pada hal-hal yang nyata dan dapat diamati
sehingga kesalahan dapat diperbaiki. Pengulangan dan latihan digunakan
supaya perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan selain itu untuk
memberikan perbaikan jika terjadi kesalahan dalam penyampaian materi
Telah disebutkan bahwa belajar adalah interaksi antara stimulus
dengan respons, sehingga penerapan teori-teori belajar diatas tentunya
ada penerapannya dalam pembelajaran disini, khususnya fisika. Didalam
fisika, stimulus dianggap sebagai aksi yang diberikan guru sedangkan
respons dianggap dengan reaksi . Dari situ telah membuktikan bahwa
teori-teori pembelajaran selalu ada hubungan antara aksi dan reaksi.
18
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa teori-teori diatas
yaitu koneksionisme, Guthrie, dan hull itu saling berhubungan satu sama
lain yang mana terdapat proses interaksi stimulus dan respons. Stimulus
adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran,
perasaan dan respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik
ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau
gerakan/tindakan. Jadi perubahan tingkah laku akibat kegiatan belajar
dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu
yang tidak dapat diamati.
Didalam teori koneksionisme terdapat hukum-hukum yang ia
kemukakan dalam percobaannya yang kedua, yaitu hukum kesiapan
(Law of Readiness), hukum latihan (Law of Exercise), hukum akibat (Law
of Effect), hukum reaksi bervariasi (multiple response), hukum sikap
( Set/Attitude), hukum aktifitas berat sebelah (Prepotensi of Element),
hukum respon by Analogy, hukum perpindahan asosiasi (Associative
Shifting).
Contoh penerapannya dalam pembelajaran fisika yaitu dalam
proses belajar mengajar yang tergantung dengan tujuan pembelajaran,
sifat materi pelajaran, karakteristik pembelajar, media dan fasilitas
pembelajaran yang tersedia. Interaksi antara stimulus dan respons
didalam fisika bisa disebut juga dengan aksi dan reaksi.
19
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Teori Belajar Guthrie. (http://pencariilmu-
pencariilmu.blogspot.com/2012/02/teori-belajar-guthrie.html).
Diakses pada tanggal 20 September 2013.
Amrikhan. 2012. Teori-Teori Belajar.
(http://amrikhan.wordpress.com/2012/06/27/131/ ) Diakses pada
tanggal 19 September 2013.
Budiningsih, C., Asri , Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: PT Rineka
Cipta, 2005
Ibrahim Lubis. 2012. Penerapan Teori Koneksionisme.
(http://makalahmajannaii.blogspot.com/2012/12/penerapan-teori-
koneksionisme.html) Diakses pada tanggal 19 September 2013.
Nana Sudjana, Teori Belajar, Jakarta: Lembaga Penerbit F. Ekonomi UI,
1991.
Wadira. 2010. Eksperimen Thorndike. (http://wadira358.blogspot.com/2010/08/eksperimen-thorndike-pemerhatian.html) Diakses pada tanggal 19 September 2013.
20
LAMPIRAN
Teori Pelaziman Operan - Thorndike
PEMERHATIAN BERDASARKAN EKSPERIMEN THORNDIKE
21
MELALUI EKSPERIMEN INI, THORNDIKE BERPENDAPAT BAHWA PEMBELAJARAN
BERLEKU HASIL DARI PADA GABUNGAN ANTARA S-R YAITU STIMULUS
(RANGSANGAN) DAN RESPON GERAK BALA
SEMAKIN BANYAK PERCOBAAN UNTUK MEMBUKA PINTU, SEMAKIN SINGKAT
MASSA YANG DIAMBIL OLEH KUCING TERSEBUT UNTUK KELUAR DARI
SARANG.