i
LUAS PADA GEOMETRI HIPERBOLIK
MENGGUNAKAN MODEL SETENGAH BIDANG ATAS ℍ
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh :
DEDY LUCKY
121414121
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2016
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
SKRIPSI
LUAS PADA GEOMETRI HIPERBOLIK
MENGGUNAKAN MODEL SETENGAH BIDANG ATAS ℍ
Oleh :
Dedy Lucky
NIM : 121414121
Telah disetujui oleh :
Dosen Pembimbing,
Beni Utomo, M.Sc. Kamis, 18 Agustus 2016
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
SKRIPSI
LUAS PADA GEOMETRI HIPERBOLIK
MENGGUNAKAN MODEL SETENGAH BIDANG ATAS ℍ
Dipersiapkan dan ditulis oleh :
Dedy Lucky
NIM : 121414121
Telah dipertahankan di depan panitia penguji
pada tanggal 31 Agustus 2016
dan dinyatakan memenuhi syarat
Susunan Panitia Penguji
Nama Lengkap Tanda Tangan
Ketua : Dr. Marcellinus Andy Rudhito, S.Pd. ...................................
Sekretaris : Dr. Hongki Julie, M.Si. ...................................
Anggota : 1. Beni Utomo, M.Sc. ...................................
2. Dra. Haniek Sri Pratini, M.Pd. ...................................
3. Febi Sanjaya, M.Sc ...................................
Yogyakarta, 31 Agustus 2016
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sanata Dharma
Dekan,
Rohandi, Ph.D.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
PERSEMBAHAN
“ Berbagai hal ada di luar sana,
hanya menunggu untuk
ditemukan... ” (Anonymous)
Untuk Tuhan, Keluarga, Para Pendidik, Teman, Ilmu Pengetahuan, Pembaca & Almamaterku
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta,
Dedy Lucky
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :
Nama : Dedy Lucky
NIM : 121414121
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma sebuah karya ilmiah yang berjudul :
LUAS PADA GEOMETRI HIPERBOLIK
MENGGUNAKAN MODEL SETENGAH BIDANG ATAS ℍ
Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata
Dharma untuk menyimpannya, mengalihkan dalam bentuk media lain,
mengolahnya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan
mempublikasikan di internet atau media lain demi kepentingan akademis tanpa
meminta jin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Yogyakarta, 18 Agustus 2016
Yang menyatakan,
Dedy Lucky
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
ABSTRAK
Dedy Lucky, 2016. Luas pada Geometri Hiperbolik Menggunakan Model
Setengah Bidang Atas ℍ. Skripsi. Program Studi Pendidikan Matematika,
Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Geometri hiperbolik dibangun dari postulat kesejajaran yang menyatakan
bahwa “Diberikan suatu garis hiperbolik ℓ dan titik p di luar garis ℓ, maka terdapat
minimal dua garis hiperbolik yang melalui p dan sejajar ℓ”. Model setengah bidang
atas ℍ adalah model yang dapat merepresentasikan objek-objek pada bidang
hiperbolik ke bidang datar.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan objek-objek geometri
hiperbolik serta luas geometri hiperbolik pada model bidang setengah atas ℍ. Penelitian ini menggunakan metode studi pustaka dari beberapa bahasan seperti
Geometri Euclides, Geometri Hiperbolik, dan Transformasi M��bius.
Titik dan sudut hiperbolik di ℍ didefinisikan sama dengan titik dan sudut pada
geometri Euclides. Titik ideal adalah titik di tak hingga, atau titik pada sumbu real.
Garis hiperbolik di ℍ berupa garis Euclides tegak lurus sumbu real atau busur
lingkaran dengan pusat di sumbu real. Poligon hiperbolik dibatasi oleh segmen
garis hiperbolik, sinar garis hiperbolik, atau garis hiperbolik. Terdapat empat jenis
segitiga hiperbolik yang ditentukan berdasarkan letak titik sudutnya.
Panjang hiperbolik di ℍ ditentukan oleh elemen panjang busur yaitu 1
𝐼𝑚(𝑧) |𝑑𝑧|.
Luas hiperbolik suatu daerah 𝑋 di ℍ didefinisikan sebagai hasil integral dari
𝑎𝑟𝑒𝑎ℍ(𝑋) = ∫1
(𝐼𝑚(𝑧))2 𝑑𝑥 𝑑𝑦
𝑋
.
Luas segitiga hiperbolik ditentukan oleh defeknya, dengan defek segitiga hiperbolik
adalah selisih antara 𝜋 dengan jumlah sudut segitiga hiperbolik. Luas poligon
hiperbolik P konvek (sudut dalam poligon tak lebih dari 𝜋) dengan besar sudut
𝛼1, … , 𝛼𝑛 dapat diperoleh dari
𝑎𝑟𝑒𝑎ℍ(𝑃) = (𝑛 − 2)𝜋 − ∑ 𝛼𝑘
𝑛
𝑘=1
.
Kata kunci : Luas Hiperbolik, Setengah Bidang Atas, Segitiga Hiperbolik, Poligon
Hiperbolik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
ABSTRACT
Dedy Lucky, 2016. Hyperbolic Geometry Area with Upper Half Plane Model ℍ.
Thesis. Mathematics Education Study Program, Mathematics and Science
Education Deparment, Faculty of Teacher Training and Education, Sanata
Dharma University, Yogyakarta.
Hyperbolic geometry built from parallel postulate states that "Given a
hyperbolic line ℓ and a point 𝑝 outside the line ℓ, then there is a minimum of two
hyperbolic lines through 𝑝 and parallel ℓ". The upper half plane ℍ is a model that
can represent the objects in the field of hyperbolic onto a flat surface.
This study aimed to describe the objects of hyperbolic geometry and the area
of hyperbolic geometry on the upper half plane ℍ. This research was conducted by
literature study of some discussion as Euclidean Geometry, Hyperbolic Geometry,
and Transformation M��bius.
Hyperbolic point and angle in ℍ defined with the point and angle in Euclidean
geometry. Ideal point is the point at infinity, or points on the real axis. Hyperbolic
lines in ℍ is a Euclides line perpendicular to the real axis or arc of a circle with its
center at the real axis. Hyperbolic polygons bounded by hyperbolic line segments,
rays hyperbolic lines, or lines hyperbolic. There are four types of hyperbolic
triangle defined by the location of the vertex.
Hyperbolic length in ℍ determained by element of arc length 1
𝐼𝑚(𝑧) |𝑑𝑧|.
Hyperbolic area of a region 𝑋 in ℍ is given by integrating
𝑎𝑟𝑒𝑎ℍ(𝑋) = ∫1
(𝐼𝑚(𝑧))2 𝑑𝑥 𝑑𝑦
𝑋
.
Hyperbolic triangle area defined by the defect, the defect hyperbolic triangle is the
difference between 𝜋 by the sum of angle hyperbolic triangles. 𝑃 is hyperbolic
convex polygon (angles in polygons less than π) with interior angles 𝛼1, … , 𝛼𝑛, then
area of P is
𝑎𝑟𝑒𝑎ℍ(𝑃) = (𝑛 − 2)𝜋 − ∑ 𝛼𝑘
𝑛
𝑘=1
.
Keywords: Hyperbolic Area, Upper Half Plane, Hyperbolic Triangle, Hyperbolic
Polygons
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala
berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Luas
Geometri Hiperbolik Menggunakan Model Setengah Bidang Atas ℍ” ini dengan
baik.
Banyak masalah dan hambatan yang penulis temui selama dinamika
penyusunan skripsi ini. Namun, dengan dukungan, bantuan, dan doa dari berbagai
pihak telah memberikan motivasi berlebih kepada penulis untuk terus bersemangat
dalam menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan kali ini, tak lupa penulis
mengucapkan terima kasih dengan sepenuh hati kepada beberapa pihak, di
antaranya:
1. Pemerintahan Kabupaten Kutai Barat yang telah memberikan penulis
kesempatan untuk berkuliah di Universitas Sanata Dharma.
2. Dinas Pendidikan Kabupaten Kutai Barat yang telah membiayai
perkuliahan, dan akomodasi penulis selama ini.
3. Bapak Rohandi, Ph.D. selaku dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.
4. Bapak Dr. Hongki Julie, M.Si. selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Matematika, Universitas Sanata Dharma.
5. Bapak Beni Utomo, M.Sc. selaku dosen pembimbing dan wali penulis di
prodi Pendidikan Matematika yang telah banyak memberikan masukan dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
nasihat kepada penulis selama menyusun skripsi maupun selama penulis
berkuliah.
6. Bapak Prof. Dr. St. Suwarsono selaku dosen pembimbing akademik yang
telah banyak membimbing dan memberikan nasihat kepada penulis.
7. Bapak Febi Sanjaya, M.Sc. yang sering menjadi tempat bertanya masalah-
masalah seputar matematika dan selalu bisa meluangkan waktu untuk
membantu penulis.
8. Seluruh dosen Pendidikan Matematika yang telah memberikan ilmu selama
penulis berkuliah di Universitas Sanata Dharma.
9. Seluruh staf sekretariat JPMIPA, Ibu Tari, Bapak Sugeng, Mas Arif, dan
Mas Made yang telah banyak membantu memberikan pelayanan
kesekretariatan selama ini.
10. Bapak, Ibu, Kakak, dan Keluarga yang selalu mendukung, memberi
semangat, dan berdoa untuk penulis.
11. Teman-teman seperjuangan Dennis, Anton, Yopek, Edith, Winda, Grace,
Riris, Sasi, Selly, Dian, Asri, Selpa, Tya, dan Yosep yang selama ini
memberi dukungan, semangat, motivasi, serta hal-hal luar biasa lainnya
yang akan selalu diingat penulis.
12. Teman-teman Pendidikan Matematika Kelas C yang sudah berproses,
berbagi suka dan duka bersama selama empat tahun ini.
13. Teman-teman Pendidikan Matematika angkatan 2012 yang sudah berproses
bersama selama empat tahun ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
14. Teman mencari Pokemon, Devi, Rian, Santo, dan Ocha yang selama ini
membantu mengurangi kejenuhan penulis.
15. Teman-teman Kos Kantil yang telah menjadi teman main, ngumpul, dan
mengomentari hal-hal yang kurang penting bersama.
16. Semua pihak yang telah membantu dan tidak dapat disebutkan satu persatu.
Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat dan wawasan kepada setiap
pembaca.
Yogyakarta, 18 Agustus 2016
Penulis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................................i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING.......................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................ iv
HALAMAN KEASLIAN KARYA ........................................................................ v
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .......................... vi
ABSTRAK ............................................................................................................ vii
ABSTRACT ........................................................................................................... viii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ix
DAFTAR ISI ......................................................................................................... xii
DAFTAR SIMBOL .............................................................................................. xiv
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 6
C. Pembatasan Masalah ................................................................................... 6
D. Batasan Istilah ............................................................................................. 7
E. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 8
F. Manfaat Penelitian ....................................................................................... 8
G. Metode Penelitian ........................................................................................ 9
H. Sistematika Penulisan ................................................................................ 10
BAB II LANDASAN TEORI ............................................................................... 11
A. Dasar-Dasar Geometri Euclides ................................................................ 11
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
B. Bidang Kompleks ℂ................................................................................... 14
C. Garis dan lingkaran Euclides dalam bidang kompleks ℂ .......................... 19
D. Elemen Panjang dalam bidang kompleks ℂ .............................................. 20
E. Sudut pada Bidang Kompleks ℂ ................................................................ 22
F. Transformasi Konformal pada Bidang Kompleks ℂ ................................. 28
G. Riemann Sphere ℂ ..................................................................................... 31
H. Inversi ........................................................................................................ 32
I. Transformasi M𝒐bius dan Cross Rasio ..................................................... 38
BAB III MODEL BIDANG HIPERBOLIK ......................................................... 42
A. Setengah Bidang Atas (ℍ)......................................................................... 42
B. Hubungan Geometri Euclides dan Geometri Hiperbolik .......................... 44
C. Kesejajaran dalam geometri hiperbolik ..................................................... 49
D. Jarak Hiperbolik ........................................................................................ 54
E. Transformasi M𝒐bius di ℍ ........................................................................ 58
BAB IV LUAS PADA GEOMETRI HIPERBOLIK
MENGGUNAKAN MODEL SETENGAH BIDANG ATAS H .......................... 64
A. Definisi Konvek pada Geometri Hiperbolik ............................................. 64
B. Segitiga Hiperbolik dan Poligon Hiperbolik ............................................. 68
C. Definisi Luas Hiperbolik ........................................................................... 84
D. Luas Poligon Hiperbolik ........................................................................... 90
BAB V PENUTUP .............................................................................................. 102
A. Kesimpulan .............................................................................................. 102
B. Saran ........................................................................................................ 104
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 105
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
DAFTAR SIMBOL
ℝ : Himpunan semua bilangan real.
ℂ : Himpunan semua bilangan kompleks.
~ : pendekatan atau aprokmasi.
∞ : notasi tak hingga.
𝑅𝑒(𝑧) : 𝑥, bagian real dari bilangan kompleks 𝑧 = 𝑥 + 𝑖𝑦.
𝐼𝑚(𝑧) : 𝑦, bagian imajiner dari bilangan kompleks 𝑧 = 𝑥 + 𝑖𝑦.
𝑧 : 𝑥 − 𝑖𝑦, konjugat dari bilangan kompleks 𝑧 = 𝑥 + 𝑖𝑦.
|𝑧| : √(𝑅𝑒(𝑧))2
+ (𝐼𝑚(𝑦))2, modulus dari bilangan kompleks z.
ℍ : {𝑧 ∈ ℂ| 𝐼𝑚(𝑧) > 0}, setengah bidang atas di ℂ.
ℂ : ℂ ∪ {∞}, Riemann sphere.
ℝ3 : {(𝑥, 𝑦, 𝑧) ∈ ℝ3|𝑥, 𝑦, 𝑧 ∈ ℝ}, ruang dimensi tiga.
𝕊2 : Bola satuan di ℝ3.
ℝ : ℝ ∪ {∞}, sumbu real yang diperpanjang.
𝑙𝑒𝑛𝑔𝑡ℎ(𝑓) : panjang lintasan f.
|𝑑𝑧| : √(𝑥′(𝑡))2
+ (𝑦′(𝑡))2
𝑑𝑡, elemen panjang busur pada ℂ.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
𝑧, 𝑣, 𝑐, 𝑑, … : titik-titik pada bidang kompleks ℂ.
𝑇, 𝑋, 𝐿, … : garis-garis Euclides pada bidang kompleks ℂ.
ℓ, 𝓂, 𝓀, … : garis-garis hiperbolik pada setengah bidang atas ℍ.
𝑇𝑧1𝑧2 : segmen garis Euclides dengan pangkal di 𝑧1 dan ujung di 𝑧2.
𝑇𝑧1 : sinar garis Euclides dengan pangkal di 𝑧1.
ℓ𝑧1𝑧2 : segmen garis hiperbolik dengan pangkal di 𝑧1 dan ujung di 𝑧2.
ℓ𝑧1 : sinar garis hiperbolik dengan pangkal di 𝑧1.
∠(𝐶1, 𝐶2) : sudut antara kurva 𝐶1 dan 𝐶2.
∠𝑧1𝑧2𝑧3 : sudut 𝑧1𝑧2𝑧3.
𝑙𝑒𝑛𝑔𝑡ℎℍ(𝑓) : panjang hiperbolik lintasan f di setengah bidang atas ℍ.
𝑑(𝑧1, 𝑧2) : jarak Euclides dari titik 𝑧1 ke 𝑧2.
𝑑ℍ(𝑧1, 𝑧2) : jarak hiperbolik dari titik 𝑧1 ke 𝑧2 di setengah bidang atas ℍ.
𝑎𝑟𝑒𝑎ℍ(𝑋) : luas hiperbolik dari himpunan 𝑋 di ℍ.
Φ : defek segitiga.
QED : Quod Erat Demonstrandum, artinya “sudah terbukti”.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Tablet Babilonia, Plimpton 322...........................................................1
Gambar 2.1 Ilustrasi Proposisi 2.1........................................................................12
Gambar 2.2 Ilustrasi Proposisi 2.2........................................................................13
Gambar 2.3 Ilustrasi Proposisi 2.3........................................................................13
Gambar 2.4 Representasi Bilangan Kompleks ke Titik pada Bidang Kompleks...17
Gambar 2.5 Bilangan Kompleks z dalam Koordinat Polar....................................18
Gambar 2.6 Ilustrasi Definisi 2.4...........................................................................22
Gambar 2.7 Ilustrasi Proposisi 2.5........................................................................24
Gambar 2.8 Ilustrasi Sudut Tipe I..........................................................................26
Gambar 2.9 Ilustrasi Sudut Tipe II........................................................................27
Gambar 2.10 Ilustrasi Sudut Tipe III.....................................................................28
Gambar 2.11 Proyeksi Stereografi........................................................................32
Gambar 3.1 Model Bidang pada Geometri Hiperbolik..........................................42
Gambar 3.2 Garis Hiperbolik di ℍ........................................................................46
Gambar 3.3 Garis Hiperbolik melalui Dua Titik Berbeda.....................................47
Gambar 3.4 Sudut antara Dua Garis Hiperbolik....................................................48
Gambar 3.5 Dua Garis Sejajar pada Geometri Euclides........................................49
Gambar 3.6 Garis-garis Hiperbolik yang Sejajar melalui Sebarang Titik..............51
Gambar 3.7 Ilustrasi Sejajar untuk Kasus Pertama................................................52
Gambar 3.8 Ilustrasi Sejajar untuk Kasus Kedua...................................................53
Gambar 3.9 Jarak Hiperbolik dari Dua Titik Berbeda...........................................57
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvii
Gambar 4.1 Segmen-segmen Garis pada X di ℍ....................................................65
Gambar 4.2 (a) Garis Hiperbolik di ℍ, (b) Sinar Garis Hiperbolik di ℍ, dan
(c) Segmen Garis Hiperbolik di ℍ.....................................................66
Gambar 4.3 (a) Contoh Poligon Hiperbolik Konkaf; (b) Contoh Poligon
Hiperbolik Konvek ...........................................................................67
Gambar 4.4 Jenis-jenis Segitiga Hiperbolik di ℍ..................................................68
Gambar 4.5 (a) Segitiga Hiperbolik pada Posisi Standar; (b) Ilustrasi Segitiga
Hiperbolik Kasus I Proposisi 4.4; (c) Ilustrasi Segitiga Hiperbolik
Kasus II Proposisi 4.4; (d) Ilustrasi Segitiga Hiperbolik Kasus III
Proposisi 4.4......................................................................................70
Gambar 4.6 Ilustrasi Segitiga Hiperbolik Siku-siku di i........................................74
Gambar 4.7 Tinggi dari Sembarang Segitiga Hiperbolik.......................................76
Gambar 4.8 Ilustrasi dari Teorema 4.7..................................................................78
Gambar 4.9 Ilustrasi Poligon Hiperbolik Berdasarkan Definisi............................84
Gambar 4.10 Ilustrasi Contoh 4.1..........................................................................89
Gambar 4.11 Segitiga Hiperbolik dengan 𝑣1 di ∞................................................91
Gambar 4.12 Ilustrasi Teorema 4.12.....................................................................93
Gambar 4.13 Segitiga Hiperbolik P pada Contoh 4.3............................................95
Gambar 4.14 Ilustrasi Teorema 4.13.....................................................................97
Gambar 4.15 Poligon Hiperbolik pada Contoh 4.4................................................99
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu pengetahuan adalah salah satu cipta manusia dalam rangka
memahami, mengolah, mengeksplorasi, dan memprediksi segala fenomena
yang terjadi di alam semesta. Perkembangan ilmu pengetahuan terus
berlangsung dari awal peradaban manusia sampai kelak berakhirnya
peradaban itu sendiri. Sebagai bentuk nyata dari perkembangan ilmu
pengetahuan adalah dengan munculnya berbagai macam disiplin ilmu, mulai
dari ilmu tentang manusia, gejala fenomena alam, sampai ilmu tentang
galaksi dan alam semesta. Salah satu cabang ilmu tertua yang dipelajari
manusia adalah matematika, hal ini terbukti dengan ditemukannya tulisan
matematika tertua berupa tablet tanah liat yang disebut Plimpton 322
(Gambar 1.1) sekitar 1900 SM di Babilonia (Burton, 2011: 74).
Pada masa silam matematika sering digunakan untuk mengatasi
persoalan-persoalan sehari-hari, seperti yang dilakukan oleh bangsa Mesir
dalam menentukan batas-batas tanah yang hilang tersapu banjir sungai Nil.
Gambar 1.1 Tablet Babilonia, Plimpton 322
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
Bangsa Mesir menggunakan teknik-teknik tertentu dalam menentukan batas
bidang tanah yang terhapus. Salah satu cabang ilmu matematika yang mampu
menjawab permasalahan ini adalah geometri. Kata “geometri” berasal dari
kata Yunani yaitu “geometrien” (geo berarti bumi, dan metrein berarti
ukuran) yang memiliki arti ilmu ukur bumi (Burton, 2011: 53).
Euclides (325-265 SM), seorang matematikawan bangsa Yunani yang
dianggap sebagai pelopor pembentuk geometri aksiomatis membawa
perubahan besar terhadap bidang kajian geometri. Buku yang berjudul The
Elements adalah salah satu buku karya Euclides yang paling fenomenal
karena telah berhasil menyusun dasar-dasar geometri secara sistematis dan
tetap digunakan sebagai acuan hingga saat ini. Buku tersebut memuat 23
definisi, 5 aksioma, dan 5 postulat. Euclides menggunakan istilah postulat
yang merupakan aksioma khusus digunakan pada bidang geometri. Lima
postulat Euclides yang telah dinyatakan dengan arti yang sama oleh Kline
(1972) dalam buku Hyperbolic Geometry karya James W. Cannon sebagai
berikut.
1. Each pair of points can be joined by one and only one straight line
segment.
2. Any straight line segment can be indefinitely extended in either
direction.
3. There is exactly one circle of any given radius with any given center.
4. All right angles are congruent to one another.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
5. If a straight line falling on two straight lines makes the interior angles
on the same side less than two right angles, the two straight lines, if
extended indefinitely, meet on that side on which the angles are less
than two right angles.
Diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan makna kurang lebih sebagai
berikut.
1. Sepasang titik dapat dihubungkan dengan tepat satu segmen garis lurus.
2. Setiap segmen garis lurus dapat diperpanjang tanpa batas pada kedua
arah.
3. Terdapat tepat satu lingkaran dari sebarang jari-jari yang diberikan
dengan sebarang titik pusat yang diberikan.
4. Semua sudut siku-siku memiliki besar sudut yang sama.
5. Jika sebuah garis lurus memotong dua garis yang lain, maka akan
terbentuk sudut dalam pada sisi-sisinya besarnya kurang dari dua sudut
siku-siku, kedua garis lurus tersebut jika diteruskan sampai tak hingga
akan bertemu pada sisi yang sudutnya kurang dari dua sudut siku-siku.
Kelima postulat tersebut adalah fondasi dari berbagai teorema dalam
geometri Euclides. Dari kelima postulat tersebut, postulat kelima adalah yang
paling rumit dan tidak wajar. Postulat tersebut sebenarnya ekuivalen dengan
postulat kesejajaran yaitu “ Diberikan sebuah garis dan sebuah titik di luar
garis, ada tepat satu garis yang melalui titik tersebut dan sejajar dengan
garis yang diberikan”. Para matematikawan memandang bahwa postulat
kelima Euclides bukanlah suatu postulat melainkan teorema yang dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
dibuktikan. Selama dua ribu tahun banyak matematikawan mencoba untuk
membuktikan postulat tersebut namun tidak dapatkan hasil yang memuaskan.
“Out of nothing I have created a strange new universe”, merupakan
potongan kalimat yang diambil dari salah satu surat János Bolyai (1802-1860)
untuk ayahnya ketika ia mencoba memecahkan pembuktian postulat kelima
Euclides (Greenberg, M.J. 1980: 140). “Alam semesta baru yang aneh” yang
dimaksudkan oleh János Bolyai merupakan cabang ilmu geometri baru yang
sering disebut Geometri non-Euclid atau Geometri Hiperbolik. Salah satu
dasar utama geometri hiperbolik adalah negasi dari postulat kesejajaran
beserta keempat postulat Euclides sebelumnya. Tokoh lain dari munculnya
geometri hiperbolik adalah Carl Friedrich Gauss (1777-1855), dan Nikolai
Ivanovich Lobachevsky (1792-1856). Dilihat dari kemunculannya, geometri
hiperbolik merupakan kajian ilmu yang relatif baru dan terus berkembang
hingga saat ini. Selain geometri hiperbolik, ada beberapa cabang geometri
lainnya seperti geometri netral, geometri eliptik, hingga geometri fraktal yang
dikembangkan dengan merubah maupun membentuk postulat-postulat baru
dari geometri Euclides.
Henri Poincaré (1854-1912) adalah salah satu tokoh dalam
perkembangan geometri hiperbolik yang berkontribusi menemukan model
bidang hiperbolik yang disebut Model Poincaré (Greenberg, 1980: 187).
Model Poincaré digunakan untuk merepresentasikan objek-objek geometri
seperti titik, sudut, garis, dan bentuk-bentuk poligon. Selain model Poincaré,
ada model lain dalam merepresentasikan objek-objek geometri yaitu model
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
setengah bidang atas, dan model Beltrami-Klein. Model-model tersebut
memiliki sifat, definisi, dan teorema-teorema yang berbeda serta memiliki
kekhasannya masing-masing.
Wicaksono (2015) telah membedah secara teoritis mengenai geometri
hiperbolik terutama pada bagian luas hiperbolik. Teori yang digunakan
beracu pada postulat-postulat pada geometri Euclides dan postulat
kesejajaran untuk geometri hiperbolik. Pada tugas akhir ini telah dijelaskan
tentang bangun-bangun datar pada geometri hiperbolik seperti jumlah sudut
dalam segitiga kurang dari 𝜋 serta luas segitiga yang ternyata diperoleh dari
selisih 𝜋 dengan jumlah sudut dalam segitiga hiperbolik. Hal-hal yang belum
dibahas pada tugas akhir ini adalah belum ditampilkannya bentuk-bentuk
objek geometri hiperbolik di suatu bidang datar sehingga teori tersebut dapat
didukung dengan lebih mendalam. Belum adanya bidang yang
mempresentasikan bangun datar pada geometri hiperbolik juga berdampak
pada sukarnya abstraksi atau penghitungan dalam aplikasi langsung, seperti
menghitung luas sembarang segitiga hiperbolik, mengukur sudut di antara
dua garis hiperbolik berpotongan, menghitung jarak dua titik berbeda, dan
adakah transformasi dalam geometri hiperbolik. Kekurangan ini dapat
dilengkapi dengan menambahkan suatu model bidang hiperbolik yang sesuai
untuk model tersebut serta menyajikan proposisi-proposisi yang berlaku pada
model tersebut untuk memahami konsep luas pada geometri hiperbolik lebih
mendalam.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas, peneliti meyakini bahwa
geometri terus berkembang dan layak untuk dipelajari. Salah satunya adalah
mengenai geometri hiperbolik yang merupakan dunia baru dalam geometri.
Dengan berbagai bentuk model berbeda dalam merepresentasikan objek
geometri pada geometri hiperbolik, akan menjadi menarik untuk mengetahui
bentuk-bentuk poligon pada suatu model bidang hiperbolik. Area atau luas
dari setiap bentuk poligon pada geometri hiperbolik juga merupakan hal yang
menarik untuk diteliti. Selain itu, juga dapat melengkapi konsep pada luas
hiperbolik jika disajikan dalam bidang hiperbolik. Oleh karena itu, peneliti
ingin melakukan penelitian mengenai luas pada geometri hiperbolik
menggunakan model setengah bidang atas.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana objek-objek geometri hiperbolik direpresentasikan pada
model setengah bidang atas ℍ?
2. Bagaimana konsep-konsep dasar seperti panjang, jarak, dan sudut
hiperbolik yang disajikan pada model setengah bidang atas ℍ?
3. Bagaimana luas pada geometri hiperbolik dan luas hiperbolik untuk
poligon hiperbolik yang disajikan pada model setengah bidang atas ℍ?
C. Pembatasan Masalah
Penelitian ini dibatasi pada model setengah bidang atas ℍ dan hanya
membahas mengenai objek-objek bidang datar untuk geometri hiperbolik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
D. Batasan Istilah
Berdasarkan latar belakang, untuk menghindari kesalahpahaman dalam
memahami hasil penelitian ini, maka diperlukan batasan istilah sebagai
berikut.
1. Aksioma adalah suatu pernyataan yang nilai kebenarannya mutlak
sebagai suatu kejelasan ataupun asumsi.
2. Postulat adalah aksioma khusus pada bidang geometri.
3. Teorema adalah suatu pernyataan yang nilai kebenarannya masih perlu
untuk dibuktikan.
4. Proposisi adalah suatu pernyataan yang diturunkan langsung dari suatu
aksioma atau postulat dan nilai kebenarannya masih perlu untuk
dibuktikan.
5. Geometri Euclides adalah ranah kajian matematika yang berkaitan
dengan studi geometri berdasarkan definisi dan aksioma yang ditetapkan
dalam buku Euclides “The Element”.
6. Geometri hiperbolik adalah ranah kajian matematika yang berkaitan
dengan studi geometri berdasarkan definisi, postulat Euclides dan
postulat kesejajaran hiperbolik.
7. Setengah bidang atas adalah bagian dari bidang kompleks yang
memenuhi 𝑦 = 𝐼𝑚(𝑧) > 0.
8. Tititk ideal adalah titik di tak hingga yang terdapat pada sumbu real
dalam setengah bidang atas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
9. Panjang hiperbolik adalah ukuran panjang yang digunakan untuk
mengukur panjang suatu kurva pada setengah bidang atas ℍ.
10. Jarak hiperbolik adalah jarak antara dua titik pada setengah bidang atas
ℍ.
11. Sudut hiperbolik adalah ukuran sudut antara dua kurva pada setengah
bidang atas ℍ.
12. Luas hiperbolik adalah luas suatu daerah pada setengah bidang atas ℍ.
13. Poligon hiperbolik adalah bangun segi banyak yang terdapat pada
setengah bidang atas ℍ.
E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mendeskripsikan objek-objek geometri hiperbolik yang
direpresentasikan pada model setengah bidang atas ℍ.
2. Mendeskripsikan konsep-konsep dasar seperti panjang, jarak, dan sudut
hiperbolik yang disajikan pada model setengah bidang atas ℍ.
3. Menentukan luas pada geometri hiperbolik dan luas hiperbolik untuk
poligon hiperbolik yang disajikan pada model setengah bidang atas ℍ.
F. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Bagi Pembaca
Pembaca dapat menambah pengetahuan tentang model bidang hiperbolik
dan luas poligon hiperbolik pada geometri hiperbolik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
2. Bagi Penulis
Penulis dapat menambah pengetahuan tentang model bidang hiperbolik
dan luas poligon hiperbolik pada geometri hiperbolik.
3. Bagi Universitas
Universitas dapat menambah koleksi skripsi dalam bidang geometri.
G. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode
studi pustaka, yaitu dengan membaca referensi-referensi mengenai geometri
hiperbolik. Pembahasan dalam skripsi ini banyak mengacu pada buku
Hyperbolic Geometry Second Edition, karangan James W. Anderson (2005)
dan buku A Gateway to Modern Geometry: The Poincare Half-Plane,
karangan Saul Stahl (1993).
Langkah-Langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
1. Membaca berbagai referensi mengenai topik geometri hiperbolik dan
model bidang hiperbolik.
2. Menyajikan kembali definisi, proposisi, postulat, dan teorema yang
menjadi dasar dalam merepresentasikan geometri hiperbolik ke dalam
model bidang hiperbolik, khususnya model setengah bidang atas ℍ
dengan bahasan luas hiperbolik.
3. Menyusun seluruh materi yang telah dikumpulkan secara runtut agar
memudahkan pembaca dalam memahaminya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
H. Sistematika Penulisan
Bab pertama berupa pendahuluan. Pendahuluan ini berisi tentang latar
belakang, rumusan masalah, pembatasan masalah, batasan istilah, tujuan,
manfaat, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab dua berisi tentang dasar-dasar yang akan digunakan dalam
membahas model bidang hiperbolik dan luas hiperbolik seperti: dasar-dasar
geometri Euclides, bidang kompleks ℂ, garis dan lingkaran dalam bidang
kompleks ℂ, elemen panjang dalam bidang kompleks ℂ, sudut pada bidang
kompleks ℂ, transformasi konformal, Riemann sphere, inversi, transformasi
M��bius, dan cross ratio.
Bab tiga membahas tentang model bidang hiperbolik, yaitu setengah
bidang atas ℍ. Selanjutnya dibahas mengenai hubungan geometri Euclides
dan geometri hiperbolik berdasarkan objek-objek dasarnya (titik, garis, dan
sudut). Pada bab ini juga dibahas mengenai postulat kesejajaran dalam
geometri hiperbolik, jarak hiperbolik, dan transformasi M��bius pada
setengah bidang atas ℍ.
Bab empat membahas tentang kekonvekan, segitiga hiperbolik dan
poligon hiperbolik, definisi luas hiperbolik, serta luas poligon hiperbolik.
Materi yang dibahas mengenai definisi, teorema, dan sifat-sifat terkait
kekonvekan, poligon hiperbolik, dan luas hiperbolik di setengah bidang atas
ℍ, serta dilengkapi contoh soal untuk memperjelas materi yang dibahas.
Bab lima membahas tentang kesimpulan terkait pembahasan pada bab
sebelumnya dan saran kepada pembaca tentang keberlanjutan penelitian.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Dasar-Dasar Geometri Euclides
Pada skripsi ini akan mengacu pada beberapa teori yang terdapat pada
geometri Euclides antara lain sebagai berikut.
1. Common Notions (Pengertian Umum)
Euclides mengasumsikan Common Notions (Pengertian Umum)
sebagai dasar atau syarat tak tertulis dari berbagai objek geometris seperti
panjang, luas, volume, dan ukuran sudut (Stahl, 1993: 8). Euclides
menuangkan Common Notions pada buku pertama The Elements sebagai
berikut.
a. Benda-benda (ukuran-ukuran) sama terhadap benda (ukuran) yang
sama adalah sama antara yang satu terhadap yang lain.
b. Jika benda-benda (ukuran-ukuran) sama, ditambah dengan benda-
benda (ukuran-ukuran) sama, semuanya adalah sama.
c. Jika benda-benda (ukuran-ukuran) sama, dikurangi benda-benda
(ukuran-ukuran) sama, semua sisanya adalah sama.
d. Benda-benda (ukuran-ukuran) yang serupa satu sama lain adalah
sama antara yang satu terhadap yang lain.
e. Keseluruhan lebih besar daripada bagian.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
2. Kekongruenan segitiga
Kekongruenan segitiga yang dikemukakan Euclides dalam buku
pertama The Elements digunakan sebagai dasar acuan untuk menentukan
kekongruenan segitiga hiperbolik. Syarat kekongruenan segitiga terbagi
dalam beberapa Proposisi sebagai berikut.
Proposisi 2.1 (Stahl, 1993: 13)
Jika dua segitiga mempunyai dua sisi yang bersesuaian sama panjang, dan
sudut yang diapit sisi tersebut sama besar, maka sisi bersesuaian yang
tersisa sama panjang dan sudut-sudut lain yang lain bersesuaian sama
besar sehingga dua segitiga tersebut sama.
Proposisi 2.1 lebih dikenal sebagai syarat kekongruenan segitiga yang
mengacu pada sisi-sudut-sisi (SS, SD, SS).
Gambar 2.1 Ilustrasi Proposisi 2.1
Proposisi 2.2 (Stahl, 1993: 15)
Jika dua segitiga mempunyai tiga sisi yang bersesuaian sama panjang,
sehingga sudut-sudut yang bersesuaian sama besar, maka segitiga tersebut
sama.
Proposisi 2.2 lebih dikenal sebagai syarat kekongruenan segitiga yang
mengacu pada sisi-sisi-sisi (SS, SS, SS).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
Gambar 2.2 Ilustrasi Proposisi 2.2
Proposisi 2.3 (Stahl, 1993: 19)
Jika dua segitiga mempunyai dua sudut yang bersesuaian sama besar, dan
sebuah sisi yang diapit dua sudut tersebut sama panjang, maka panjang
sisi-sisi yang bersesuaiannya sama panjang, maka segitiga tersebut sama.
Proposisi 2.3 lebih dikenal sebagai syarat kekongruenan segitiga yang
mengacu pada sudut-sisi-sudut (SD, SS, SD).
Gambar 2.3 Ilustrasi Proposisi 2.3
Dasar teori yang diambil dari geometri Euclides akan digunakan untuk
membuktikan proposisi-proposisi pada geometri hiperbolik dalam model
bidang hiperbolik. Sebelum membahas model bidang untuk geometri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
hiperbolik akan terlebih dahulu akan dibahas mengenai model bidang untuk
geometri Euclides.
B. Bidang Kompleks ℂ
Brown dan Churchill (1990) menyatakan bilangan kompleks 𝑧
didefinisikan sebagai
𝑧 = 𝑥 + 𝑖𝑦 (2.1)
atau dapat pula didefinisikan sebagai pasangan bilangan real yaitu
𝑧 = (𝑥, 𝑦) (2.2)
dengan x dan y adalah bilangan real, dan 𝑖 adalah bilangan imajiner murni
(√−1). Pada persamaan (2.1) dan persamaan (2.2), x dan y berturut-turut
disebut bagian real dan imajiner dari z, dan dapat dituliskan sebagai
𝑅𝑒(𝑧) = 𝑥, dan 𝐼𝑚(𝑧) = 𝑦.
Sifat aljabar pada bilangan kompleks sama dengan sifat aljabar pada
bilangan real. Selanjutnya akan ditunjukkan beberapa sifat aljabar pada
bilangan kompleks sebagai berikut (Brown dan Churchill, 1990: 2):
1. Sifat komutatif
Misalkan 𝑧1 = 𝑥1 + 𝑖𝑦1, 𝑧2 = 𝑥2 + 𝑖𝑦2
a. 𝑧1 + 𝑧2 = 𝑧2 + 𝑧1
b. 𝑧1𝑧2 = 𝑧2𝑧1
2. Sifat asosiatif
Misalkan 𝑧1 = 𝑥1 + 𝑖𝑦1, 𝑧2 = 𝑥2 + 𝑖𝑦2, dan 𝑧3 = 𝑥3 + 𝑖𝑦3, diperoleh
a. (𝑧1 + 𝑧2) + 𝑧3 = 𝑧1 + (𝑧2 + 𝑧3)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
b. (𝑧1𝑧2) 𝑧3 = 𝑧1(𝑧2𝑧3)
3. Sifat distributif
Misalkan 𝑧1 = 𝑥1 + 𝑖𝑦1, 𝑧2 = 𝑥2 + 𝑖𝑦2, dan 𝑧 = 𝑥 + 𝑖𝑦, maka
𝑧(𝑧1 + 𝑧2) = 𝑧𝑧1 + 𝑧𝑧2
4. Sifat identitas
Misalkan 𝑧 = 𝑥 + 𝑖𝑦, 0 ∈ ℝ merupakan unsur identitas pada
penjumlahan, dan 1 ∈ ℝ adalah unsur identitas pada perkalian maka
a. 𝑧 + 0 = 𝑧
b. 𝑧. 1 = 𝑧
Pada bilangan kompleks terdapat beberapa konsep yang tidak terdapat
pada bilangan real yaitu modulus dan konjugat kompleks (Brown, 1990: 7).
Definisi modulus atau disebut sebagai nilai mutlak pada bilangan kompleks
𝑧 = 𝑥 + 𝑖𝑦 adalah bilangan real tak negatif √𝑥2 + 𝑦2 dengan notasi |𝑧|
sehingga
|𝑧| = √𝑥2 + 𝑦2 ; (2.3)
Sedangkan konjugat kompleks atau disebut konjugat dari bilangan kompleks
𝑧 = 𝑥 + 𝑖𝑦 adalah bilangan kompleks 𝑥 − 𝑖𝑦 dengan notasi 𝑧 sehingga
𝑧 = 𝑥 − 𝑖𝑦. (2.4)
Berdasarkan persamaan (2.3) dan persamaan (2.4) diperoleh bahwa |𝑧| = |𝑧|
dan 𝑧 = 𝑧 untuk setiap z. Jika 𝑧1 = 𝑥1 + 𝑖𝑦1 dan 𝑧2 = 𝑥2 + 𝑖𝑦2 maka
𝑧1 + 𝑧2 = (𝑥1 + 𝑖𝑦1) + (𝑥2 + 𝑖𝑦2) = (𝑥1 + 𝑥2) + 𝑖(𝑦1 + 𝑦2)
= (𝑥1 + 𝑥2) − 𝑖(𝑦1 + 𝑦2)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
= (𝑥1 − 𝑖𝑦1) + (𝑥2 − 𝑖𝑦2)
= 𝑧1 + 𝑧2
sehingga konjugat dari penjumlahan sama dengan jumlahan konjugat.
Dengan cara serupa dapat ditunjukkan bahwa untuk 𝑧1 = 𝑥1 + 𝑖𝑦1 dan 𝑧2 =
𝑥2 + 𝑖𝑦2 maka
a. 𝑧1 − 𝑧2 = (𝑥1 + 𝑖𝑦1) + (𝑥2 + 𝑖𝑦2) = (𝑥1 − 𝑥2) + 𝑖(𝑦1 − 𝑦2)
= (𝑥1 − 𝑥2) − 𝑖(𝑦1 − 𝑦2)
= (𝑥1 − 𝑖𝑦1) − (𝑥2 − 𝑖𝑦2)
= 𝑧1 − 𝑧2
b. 𝑧1𝑧2 = (𝑥1𝑥2 − 𝑦1𝑦2) + 𝑖(𝑥1𝑦2 + 𝑥2𝑦1)
= (𝑥1𝑥2 − 𝑦1𝑦2) + 𝑖(𝑥1𝑦2 + 𝑥2𝑦1)
= (𝑥1 − 𝑖𝑦1)(𝑥2 − 𝑖𝑦2)
= 𝑧1𝑧2
c. Untuk 𝑧2 ≠ 0 maka dapat diperoleh
(𝑧1
𝑧2)
= (
𝑥1 + 𝑖𝑦1
𝑥2 + 𝑖𝑦2)
= (
(𝑥1 + 𝑖𝑦1)(𝑥2 − 𝑖𝑦2)
(𝑥2 + 𝑖𝑦2)(𝑥2 − 𝑖𝑦2))
= ((𝑥1𝑥2 + 𝑦1𝑦2 + 𝑖(−𝑥1𝑦2 + 𝑥2𝑦1))
𝑥22 + 𝑦2
2 )
= ((𝑥1𝑥2 + 𝑦1𝑦2 − 𝑖(−𝑥1𝑦2 + 𝑥2𝑦1))
𝑥22 + 𝑦2
2 )
=(𝑥1 − 𝑖𝑦1)(𝑥2 + 𝑖𝑦2)
(𝑥2 + 𝑖𝑦2)(𝑥2 − 𝑖𝑦2)=
𝑧1
𝑧2.
Salah satu relasi penting antara konjugat bilangan kompleks 𝑧 = 𝑥 + 𝑖𝑦
dengan modulusnya adalah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
𝑧𝑧 = (𝑥 + 𝑖𝑦)(𝑥 − 𝑖𝑦) = 𝑥2 − 𝑖2𝑦2 = 𝑥2 + 𝑦2 = |𝑧|2.
Selain itu juga terdapat sifat yang menarik dari dua bilangan kompleks dan
konjugatnya. Misalkan 𝑧1 = 𝑥1 + 𝑖𝑦1 dan 𝑧2 = 𝑥2 + 𝑖𝑦2 diperoleh
𝑧1𝑧2 + 𝑧1𝑧2 = (𝑥1 + 𝑖𝑦1)(𝑥2 + 𝑖𝑦2) + (𝑥1 − 𝑖𝑦1)(𝑥2 − 𝑖𝑦2)
= 𝑥1𝑥2 + 𝑖𝑥1𝑦2 + 𝑖𝑦1𝑥2 − 𝑦1𝑦2 + 𝑥1𝑥2 − 𝑖𝑥1𝑦2 − 𝑖𝑦1𝑥2 + 𝑦1𝑦2
= 2𝑥1𝑥2 = 2𝑅𝑒(𝑧1𝑧2) .
Jadi diperoleh
𝑧1𝑧2 + 𝑧1𝑧2 = 2𝑅𝑒(𝑧1𝑧2) (2.5)
Setiap bilangan kompleks berkorespondensi dengan satu titik pada
bidang datar, seperti bilangan −2 + 𝑖 dapat direpresentasikan sebagai titik
dengan koordinat (−2,1). Bilangan z juga dapat dianggap sebagai vektor dari
titik asal (0,0) ke titik (𝑥, 𝑦) (Gambar 2.4).
Gambar 2.4 Representasi Bilangan Kompleks ke Titik pada Bidang
Kompleks
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
Bidang yang digunakan digunakan untuk merepresentasikan bilangan
kompleks tersebut disebut bidang xy, bidang z atau bidang kompleks.
Himpunan semesta bilangan kompleks atau bidang kompleks dinotasikan
dengan ℂ. Sumbu x disebut sumbu real dan sumbu y disebut sumbu imajiner
(Brown dan Churchill, 1990: 6-7).
Gambar 2.5 Bilangan Kompleks z dalam Koordinat Polar
Letak titik (𝑥, 𝑦) dapat disajikan dalam koordinat polar (𝑟, 𝜃), sehingga
untuk bilangan kompleks z dapat disajikan dalam bentuk polar. Misalkan r dan
𝜃 adalah koordinat polar yang dari titik (𝑥, 𝑦) yang berkorespondensi dengan
bilangan kompleks 𝑧 = 𝑥 + 𝑖𝑦 (Gambar 2.5), diperoleh
𝑥 = 𝑟 cos 𝜃 dan 𝑦 = 𝑟 sin 𝜃
Sehingga z direpresentasikan dalam bentuk polar sebagai
𝑧 = 𝑟 (cos 𝜃 + 𝑖 sin 𝜃), (2.6)
dengan r tak negatif. Nilai 𝜃 disebut sebagai argumen dari z, dan ditulis sebagai
𝜃 = arg 𝑧 (Brown dan Churchill, 1990: 12). Selain dalam bentuk polar,
bilangan kompleks z dapat dibentuk dalam bentuk eksponensial menggunakan
formula Euler sebagai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
𝑒𝑖𝜃 = cos 𝜃 + 𝑖 sin 𝜃.
Berdasarkan persamaan (2.6) maka z dapat direpresentasikan dalam bentuk
eksponensial sebagai
𝑧 = 𝑟𝑒𝑖𝜃. (2.7)
Setelah membahas bilangan kompleks dan bidang kompleks ℂ, akan
dilanjutkan dengan membahas persamaan garis dan lingkaran Euclides pada
bidang datar disajikan dalam bidang kompleks ℂ.
C. Garis dan lingkaran Euclides dalam bidang kompleks ℂ
Purcell dan Varberg (1987) menyatakan bahwa persamaan garis Euclides
dalam koordinat kartesius dapat dibentuk sebagai
𝑎𝑥 + 𝑏𝑦 + 𝑐 = 0. (2.8)
Pada persamaan (2.8), x dan y dapat dinyatakan dalam z dan 𝑧. Diberikan 𝑧 =
𝑥 + 𝑖𝑦 dan 𝑧 = 𝑥 − 𝑖𝑦 diperoleh
𝑥 = 𝑅𝑒(𝑧) =1
2(𝑧 + 𝑧) (2.9)
𝑦 = 𝐼𝑚(𝑧) = −𝑖
2(𝑧 − 𝑧) (2.10)
Subsitusikan persamaan (2.9) dan (2.10) ke persamaan (2.8) diperoleh
𝑎 (1
2(𝑧 + 𝑧)) + 𝑏 (−
𝑖
2(𝑧 − 𝑧)) + 𝑐 = 0
1
2(𝑎 − 𝑖𝑏)𝑧 +
1
2(𝑎 + 𝑖𝑏)𝑧 + 𝑐 = 0
Misalkan 𝛽 =1
2(𝑎 − 𝑖𝑏) maka
𝛽𝑧 + ��𝑧 + 𝑐 = 0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
Sehingga persamaan garis Euclides dalam bidang kompleks adalah
𝛽𝑧 + ��𝑧 + 𝑐 = 0 (2.11)
dengan 𝛽 ∈ ℂ dan 𝑐 ∈ ℝ (Anderson, 2005: 217).
Purcell dan Varberg (1987) menyatakan bahwa persamaan lingkaran
Euclides dalam koordinat kartesius dengan jari-jari r dan pusat di (ℎ, 𝑘) dapat
dibentuk sebagai
(𝑥 − ℎ)2 + (𝑦 − 𝑘)2 = 𝑟2. (2.12)
Pada persamaan (2.12), x dan y dapat dinyatakan dalam z dan 𝑧, serta (ℎ, 𝑘)
diwakili oleh suatu bilangan kompleks tertentu. Diberikan 𝑧0 = ℎ + 𝑖𝑘 adalah
titik pusat lingkaran maka dapat dibentuk
𝑧 − 𝑧0 = (𝑥 + 𝑖𝑦) − (ℎ + 𝑖𝑘) = (𝑥 − ℎ) + 𝑖(𝑦 − 𝑘),
sehingga diperoleh
(𝑥 − ℎ)2 + (𝑦 − 𝑘)2 = |𝑧 − 𝑧0|2 = 𝑟2,
dengan fakta bahwa |𝑧|2 = 𝑧𝑧 maka
|𝑧 − 𝑧0|2 = (𝑧 − 𝑧0)(𝑧 − 𝑧0) = 𝑧𝑧 − 𝑧0𝑧 − 𝑧0𝑧 + |𝑧0|2 = 𝑟2. (2.13)
Misalkan 𝛼 ∈ ℝ, 𝛽 = −𝛼𝑧0 dan 𝛾 = 𝛼(|𝑧|2 − 𝑟2) persamaan (2.13) dapat
dibentuk menjadi
𝛼𝑧𝑧 + 𝛽𝑧 + ��𝑧 + 𝛾 = 0 (2.14)
dengan 𝛽 ∈ ℂ dan 𝛾 ∈ ℝ (Anderson, 2005: 217).
D. Elemen Panjang dalam bidang kompleks ℂ
Pada bagian ini akan dibahas mengenai elemen panjang pada bidang
kompleks ℂ, namun sebelumnya akan diberikan definisi mengenai busur pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
bidang kompleks ℂ. Himpunan titik 𝑧 = (𝑥, 𝑦) pada bidang kompleks ℂ
disebut sebagai busur jika
𝑥 = 𝑥(𝑡), dan 𝑦 = 𝑦(𝑡)
dengan 𝑡 pada interval [𝑎, 𝑏], serta 𝑥(𝑡) dan 𝑦(𝑡) adalah fungsi kontinu pada
parameter real 𝑡, sehingga sebuah busur 𝐶1 pada bidang kompleks ℂ dapat
disajikan dengan persamaan sebagai
𝑧(𝑡) = 𝑥(𝑡) + 𝑖𝑦(𝑡) (2.15)
(Brown, 1990: 89). Jika 𝑥′(𝑡) dan 𝑦′(𝑡) untuk persamaan (2.15) ada dan
kontinu maka turunan dari persamaan (2.15) adalah sebagai berikut:
𝑧′(𝑡) = 𝑥′(𝑡) + 𝑖𝑦′(𝑡). (2.16)
Sebuah busur yang memenuhi syarat dari persamaan (2.15) dan persamaan
(2.16) disebut busur deferensiabel (Brown, 1990: 90).
Setelah membahas mengenai busur deferensiabel pada bidang kompleks
ℂ, akan dilanjutkan untuk elemen panjang busur pada bidang kompleks ℂ.
Misalkan f adalah busur deferensiabel pada bidang kompleks ℂ dalam interval
[𝑎, 𝑏], berdasarkan persamaan (2.15) dan persamaan (2.16) diperoleh
𝑓(𝑡) = 𝑥(𝑡) + 𝑖𝑦(𝑡), dan 𝑓′(𝑡) = 𝑥′(𝑡) + 𝑖𝑦′(𝑡). Modulus untuk 𝑓′(𝑡) adalah
|𝑓′(𝑡)| = √(𝑥′(𝑡))2
+ (𝑦′(𝑡))2, sehingga panjang Euclides f adalah
𝑙𝑒𝑛𝑔𝑡ℎ(𝑓) = ∫ √(𝑥′(𝑡))2
+ (𝑦′(𝑡))2
𝑑𝑡𝑏
𝑎
= ∫ |𝑓′(𝑡)|𝑏
𝑎
𝑑𝑡
atau biasanya dinotasikan sebagai
𝑙𝑒𝑛𝑔𝑡ℎ(𝑓) = ∫ |𝑓′(𝑡)|𝑏
𝑎
𝑑𝑡 = ∫ |𝑑𝑧|𝑓
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
dengan |𝑑𝑧| = |𝑓′(𝑡)|𝑑𝑡 adalah elemen panjang-busur pada ℂ (Anderson,
2005: 74).
E. Sudut pada Bidang Kompleks ℂ
Sudut antar kurva 𝐶1 dan 𝐶2 pada bidang kompleks ℂ yang berpotongan
di 𝑧0 diperoleh dari sudut antara garis singgung kurva 𝐶1 dan 𝐶2 di 𝑧0 . Definisi
untuk sudut antar kurva di bidang kompleks ℂ didefinisikan sebagai berikut.
Definisi 2.4 (Anderson, 2005: 53)
Diberikan dua kurva smooth 𝐶1 dan 𝐶2 di ℂ yang berpotongan di 𝑧0,
didefinisikan ∠(𝐶1, 𝐶2) sudut antara 𝐶1 dan 𝐶2 di 𝑧0 adalah sudut antara garis
singgung 𝐶1 dan 𝐶2 di 𝑧0, besar sudut diukur dari 𝐶1 ke 𝐶2 (Gambar 2.6).
Gambar 2.6 Ilustrasi Definisi 2.4
Pengukuran sudut yaitu dengan berlawanan arah jarum jam untuk sudut positif
dan searah jarum jam untuk sudut negatif. Berdasarkan definisi diperoleh
bahwa
∠(𝐶1, 𝐶2) = −∠(𝐶1, 𝐶2).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
Berdasarkan definisi 2.4 maka dapat dicari besar sudut antar dua kurva
menggunakan garis singgung pada titik perpotongan. Besar sudut antara dua
garis singgung dapat dicari menggunakan selisih antara arctan dari tiap
kemiringan garisnya.
Misalkan 𝑋1 dan 𝑋2 adalah dua garis Euclides di ℂ yang berpotongan di sebuah
titik 𝑧0, misalkan 𝑧𝑘 adalah titik di 𝑋𝑘 dan bukan 𝑧0, dan misalkan kemiringan
garis (gradien) 𝑋𝑘 adalah 𝑠𝑘. Gradien garis 𝑋𝑘 dapat diperoleh dari
𝑠𝑘 =𝐼𝑚(𝑧𝑘 − 𝑧0)
𝑅𝑒(𝑧𝑘 − 𝑧0)
Misalkan 𝜃𝑘 adalah sudut yang terbentuk antara garis 𝑋𝑘 dan sumbu real, maka
diperoleh
𝑠𝑘 = tan(𝜃𝑘)
Secara khusus besar sudut yang terbentuk antara 𝑋1 dan 𝑋2 adalah
𝑎𝑛𝑔𝑙𝑒(𝑋1, 𝑋2) = arctan(𝑠2) − arctan(𝑠1) = 𝜃2 − 𝜃1
Berikut akan diberikan proposisi mengenai sudut antar busur lingkaran
berpusat di sumbu real pada bidang kompleks ℂ :
Proposisi 2.5 (Stahl, 1993: 95)
Diberikan sembarang titik z, misalkan X adalah sinar garis Euclides dan
misalkan 𝑋1, 𝑋2, 𝑋3 adalah lingkaran Euclides yang berpusat di 𝑐1, 𝑐2, 𝑐3
(Gambar 2.7), maka
∠(𝑋1, 𝑋2) = ∠(𝑇𝑐1𝑧 , 𝑇𝑐2𝑧) (tipe I),
∠(𝑋3, 𝑋1) = 𝜋 − ∠(𝑇𝑐1𝑧 , 𝑇𝑐3𝑧) (tipe II),
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
dan
∠(𝑋, 𝑋1) = ∠𝑑𝑐1𝑧 (tipe III).
Gambar 2.7 Ilustrasi untuk Proposisi 2.5
Bukti:
Misalkan X adalah sinar garis Euclides tegak lurus sumbu real dan melalui d.
Misalkan 𝑋1, 𝑋2, 𝑋3 adalah lingkaran Euclides berpusat di 𝑐1, 𝑐2, 𝑐3 dan
𝑐1, 𝑐2, 𝑐3 berada pada sumbu real. Misalkan z adalah titik potong
𝑋, 𝑋1, 𝑋2, dan 𝑋3. Misalkan 𝑇1 dan 𝑇2 adalah garis singgung Euclides dari 𝑋1
dan 𝑋2 terhadap z. Terdapat fakta bahwa garis singgung lingkaran tegak lurus
terhadap jari-jari lingkaran pada titik singgung lingkaran, sehingga
∠(𝑋1, 𝑋2) = ∠(𝑇1, 𝑇2) = ∠(𝑇1, 𝑇𝑐1𝑧) − ∠(𝑇2, 𝑇𝑐2𝑧) =𝜋
2− ∠(𝑇2, 𝑇𝑐1𝑧)
= ∠(𝑇2, 𝑇𝑐2𝑧) − ∠(𝑇2, 𝑇𝑐1𝑧) = ∠(𝑇𝑐1𝑧, 𝑇𝑐2𝑧)
dengan cara yang sama
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
∠(𝑋, 𝑋1) = ∠(𝑋, 𝑇1) = 𝜋 − ∠(𝑇1, 𝑇𝑐1𝑧) − ∠(𝑇𝑐1𝑧, 𝑋)
=𝜋
2− ∠(𝑇𝑐1𝑧, 𝑋) = ∠𝑑𝑐1𝑧
dan
∠(𝑋3, 𝑋1) = ∠(𝑋3, 𝑋) + ∠(𝑋, 𝑋1) = ∠𝑧𝑐3𝑑 + ∠𝑑𝑐1𝑧 = 𝜋 − ∠(𝑇2, 𝑇𝑐1𝑧).
Terbukti untuk Proposisi 2.5. QED.
Berikut akan diberikan cara untuk menghitung besar sudut menurut
Proposisi 2.5 :
a. Tipe I
Misalkan dua lingkaran 𝐶1 dan 𝐶2 memiliki pusat di 𝑐1dan 𝑐2dengan jari-
jari 𝑟1 dan 𝑟2 berpotongan di 𝑧0(Gambar 2.8). Misalkan ∠(𝐶1, 𝐶2) = 𝜃
adalah sudut antara dua lingkaran 𝐶1 dan 𝐶2.
Berdasarkan Proposisi 2.5 maka ∠(𝐶1, 𝐶2) = ∠(𝑟2, 𝑟1) sehingga
∠(𝑟2, 𝑟1) = 𝜃.
Menggunakan aturan kosinus sudut 𝜃 dapat ditentukan yaitu
|𝑐1 − 𝑐2|2 = 𝑟12 + 𝑟2
2 − 2𝑟1𝑟2 cos 𝜃
cos 𝜃 =𝑟1
2 + 𝑟22 − |𝑐1 − 𝑐2|2
2𝑟1𝑟2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
sehingga sudut 𝜃 dapat ditentukan dari arccos 𝜃.
Gambar 2.8 Ilustrasi sudut tipe I
b. Tipe II
Misalkan dua lingkaran 𝐶1 dan 𝐶2 memiliki pusat di 𝑐1dan 𝑐2dengan jari-
jari 𝑟1 dan 𝑟2 berpotongan di 𝑧0(Gambar 2.9). Misalkan ∠(𝐶1, 𝐶2) = 𝜃
adalah sudut antara dua lingkaran 𝐶1 dan 𝐶2.
Berdasarkan Proposisi 2.5 maka ∠(𝐶1, 𝐶2) = 𝜋 − ∠(𝑟2, 𝑟1) sehingga
∠(𝑟2, 𝑟1) = 𝜋 − 𝜃.
Menggunakan aturan kosinus sudut (𝜋 − 𝜃) dapat ditentukan yaitu
|𝑐1 − 𝑐2|2 = 𝑟12 + 𝑟2
2 − 2𝑟1𝑟2 cos(𝜋 − 𝜃)
cos(𝜋 − 𝜃) = − cos 𝜃 =𝑟1
2 + 𝑟22 − |𝑐1 − 𝑐2|2
2𝑟1𝑟2
cos 𝜃 = −𝑟1
2 + 𝑟22 − |𝑐1 − 𝑐2|2
2𝑟1𝑟2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
sehingga sudut 𝜃 dapat ditentukan dari arccos 𝜃.
Gambar 2.9 Ilustrasi Tipe II
c. Tipe III
Misalkan garis 𝑋1 adalah garis yang melalui di 𝑐1 dan tegak lurus X.
Misalkan lingkaran 𝐶1 memiliki pusat di 𝑐1 dengan jari-jari 𝑟1, dan garis
𝑋1 tegak lurus garis X berpotongan di 𝑑1. Lingkaran 𝐶1 berpotongan
dengan garis X di 𝑧0 (Gambar 2.10).
Misalkan ∠(𝐶1, 𝑋) adalah sudut antara lingkaran 𝐶1 dan garis X dengan
besar sudut 𝜃. Berdasarkan Proposisi 2.5 maka ∠(𝐶1, 𝑋) = ∠𝑧0𝑐1𝑑1
sehingga ∠𝑧0𝑐1𝑑1 memiliki besar sudut 𝜃. Karena titik 𝑐1, 𝑑1, dan 𝑧0
membentuk segitiga siku-siku di 𝑑1, sehingga sudut 𝜃 dapat diperoleh dari
cos 𝜃 =𝑟1
|𝑑1 − 𝑐1|
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
sehingga sudut 𝜃 dapat ditentukan dari arccos 𝜃.
Gambar 2.10 Ilustrasi Tipe III
F. Transformasi Konformal pada Bidang Kompleks ℂ
Terdapat beberapa transformasi dalam bidang kompleks ℂ yang memiliki
sifat konformal yaitu transformasi yang mempertahankan sudut. Transformasi
affine adalah salah satu transformasi konformal. Transformasi ini adalah
komposisi dari beberapa transformasi sederhana seperti dilatasi, rotasi, dan
translasi dalam bidang kompleks ℂ (Olsen, 2010: 2). Dilatasi, rotasi, dan
translasi sederhana dalam bidang kompleks ℂ didefinisikan sebagai berikut.
i. Dilatasi : 𝑓(𝑧) = 𝑐𝑧, dengan 𝑐 ∈ ℝ
ii. Translasi : 𝑓(𝑧) = 𝑧 + 𝛽, dengan 𝛽 ∈ ℂ
iii. Rotasi : 𝑓(𝑧) = 𝛼𝑧, dengan 𝛼 = 𝑒𝑖𝜃.
Olsen (2010) menyatakan transformasi affine didefinisikan sebagai
berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
Definisi 2.6 (Olsen, 2010: 2)
Transformasi affine adalah kombinasi dari (i), (ii), dan (iii) dengan pemetaan
𝑇(𝑧) = 𝛼𝑧 + 𝛽 dengan 𝛼, 𝛽 ∈ ℂ dan 𝛼 ≠ 0.
Sifat-sifat dalam transformasi affine seperti mempertahankan garis dan
lingkaran Euclides, serta sudut, ditunjukkan oleh beberapa teorema berikut.
Teorema 2.7 (Olsen, 2010: 3)
Transformasi affine mempertahankan lingkaran dan garis Euclides.
Bukti:
Misalkan diberikan suatu transformasi affine 𝑇(𝑧) = 𝐴𝑧 + 𝐵 dan persamaan
garis Euclides 𝛽𝑧 + ��𝑧 + 𝑐 = 0 dengan 𝐴, 𝐵, 𝛽 ∈ ℂ dan 𝑐 ∈ ℝ. Menggunakan
cara substitusi diperoleh
𝛽(𝐴𝑧 + 𝐵) + ��(𝐴𝑧 + 𝐵) + 𝑐 = 0
𝛽𝐴𝑧 + 𝛽𝐵 + 𝛽𝐴 𝑧 + ���� + 𝑐 = 0
𝛽𝐴𝑧 + 𝛽𝐴 𝑧 + (𝛽𝐵 + ����) + 𝑐 = 0 (2.17)
Kita tahu bahwa 𝛽𝐵 + ���� = 2𝑅𝑒(𝛽𝐵) sehingga persamaan (2.17) merupakan
persamaan garis.
Dengan transformasi yang sama dan misalkan diberikan persamaan lingkaran
Euclides 𝛼𝑧𝑧 + 𝛽𝑧 + ��𝑧 + 𝛾 = 0 dengan 𝛼, 𝛾 ∈ ℝ. Menggunakan cara yang
sama diperoleh
𝛼(𝐴𝑧 + 𝐵)(𝐴𝑧 + 𝐵) + 𝛽(𝐴𝑧 + 𝐵) + ��(𝐴𝑧 + 𝐵) + 𝛾 = 0
𝛼𝐴��𝑧𝑧 + (𝐴�� + 𝛽𝐴)𝑧 + (��𝐵 + 𝛽𝐴 )𝑧 + 𝛽𝐵 + ���� + 𝛾 = 0
misalkan 𝐷 = 𝐴�� + 𝛽𝐴 maka diperoleh
𝛼𝐴��𝑧𝑧 + 𝐷𝑧 + ��𝑧 + 𝛽𝐵 + ���� + 𝛾 = 0 (2.18)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
Persamaan (2.18) merupakan persamaan lingkaran. Jadi Teorema 2.7 terbukti.
QED.
Teorema 2.8 (Olsen, 2010: 4)
Transformasi affine adalah konformal.
Bukti:
Misalkan 𝑋1 dan 𝑋2 adalah dua garis Euclides di ℂ yang berpotongan di sebuah
titik 𝑧0. Misalkan 𝑇(𝑧) = 𝛼𝑧 + 𝑏 dengan 𝛼, 𝑏 ∈ ℂ, 𝛼 ≠ 0, dan 𝛼 = 𝜌𝑒𝑖𝛽.
Misalkan ∠(𝑋1, 𝑋2) = 𝜃2 − 𝜃1 dengan 𝜃1 dan 𝜃2 adalah sudut kemiringan
garis 𝑋1 dan 𝑋2.
Berdasarkan Teorema 2.6 maka 𝑇(𝑋1) dan 𝑇(𝑋2) adalah garis Euclides juga.
Karena 𝑇(𝑋𝑘) melalui 𝑇(𝑧0) dan 𝑇(𝑧𝑘) sehingga kemiringan 𝑡𝑘 dari garis
𝑇(𝑋𝑘) adalah
𝑡𝑘 =𝐼𝑚(𝑇(𝑧𝑘) − 𝑇(𝑧0))
𝑅𝑒(𝑇(𝑧𝑘) − 𝑇(𝑧0))=
𝐼𝑚(𝛼(𝑧𝑘 − 𝑧0))
𝑅𝑒(𝛼 (𝑧𝑘 − 𝑧0))
=𝐼𝑚 (𝑒𝑖𝛽(𝑧𝑘 − 𝑧0))
𝑅𝑒 (𝑒𝑖𝛽(𝑧𝑘 − 𝑧0))= tan(𝛽 + 𝜃𝑘),
secara khusus diperoleh bahwa
∠(𝑇(𝑋1), 𝑇(𝑋2)) = arctan(𝑡2) − arctan(𝑡1)
= (𝛽 + 𝜃2) − (𝛽 + 𝜃1)
= 𝜃2 − 𝜃1 = ∠(𝑋1, 𝑋2).
Teorema 2.8 terbukti. QED.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
G. Riemann Sphere ℂ
Bidang lengkung atau permukaan lengkung sukar bila disajikan ke
dalam bidang datar, misalkan permukaan bola atau permukaan hiperbolik.
Salah satu cara untuk memproyeksikan permukaan bola adalah dengan
menggunakan proyeksi stereografi. Proyeksi tersebut memungkinkan untuk
memetakan permukaan bola ke dalam suatu bidang datar (Olsen, 2010: 7).
Misalkan diberikan bola satuan 𝕊2 di ℝ3dengan 𝕊2 = {(𝑢, 𝑣, 𝑤) ∈ ℝ3|𝑢2 +
𝑣2 + 𝑤2 = 1} berpusat di 𝑂(0,0,0), 𝑁 adalah kutub utara dengan koordinat
di (0,0,1), dan bidang kompleks ℂ adalah bidang yang terbentuk saat 𝑤 = 0.
Untuk setiap titik 𝑃 ∈ 𝕊2, terdapat tepat satu segmen garis yang
menghubungkan N ke P. Garis tersebut menembus bidang kompleks ℂ tepat di
satu titik z (Gambar 2.11). Titik P yang merupakan titik tembus segmen garis
terhadap bola satuan disebut proyeksi stereografi dari titik z. Oleh karena itu,
proyeksi stereografi dari titik di tak hingga {∞} bersesuaian dengan kutub utara
N dari bola. Dengan demikian bidang kompleks ℂ ditambahkan dengan titik
ditak hingga {∞} “sebenarnya” merupakan bola dan disebut sebagai Reimaan
sphere (Krantz, 1999: 83).
Reimaan sphere atau disebut juga sebagai bidang kompleks yang diperluas,
didefinisikan sebagai himpunan
ℂ = ℂ ∪ {∞},
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
dengan kata lain adalah bidang kompleks yang ditambahkan sebuah titik yang
tak terdapat di ℂ yang dinotasikan dengan ∞. (Anderson, 2005: 9).
Gambar 2.11 Proyeksi Stereografi
Lingkaran pada 𝕊2 yang melalui 𝑁 diproyeksikan menjadi garis Euclides
pada bidang kompleks ℂ dan sebuah titik di tak hingga ∞, sedangkan untuk
lingkaran yang tidak melalui 𝑁 diproyeksikan menjadi lingkaran Euclides pada
bidang ℂ. Pada Riemann sphere lingkaran didefinisikan sebagai berikut.
Definisi 2.9 (Anderson, 2005: 12)
Lingkaran pada ℂ adalah lingkaran Euclides di ℂ atau gabungan garis Euclides
di ℂ dengan {∞}.
Setelah didefinisikannya Riemann sphere ℂ dan lingkaran di dalamnya, akan
diberikan suatu transformasi yang terdapat pada Riemann sphere ℂ.
H. Inversi
Inversi adalah salah satu transformasi dalam bidang kompleks ℂ dan
merupakan transformasi pula dalam bidang kompleks ℂ yang didefinisikan
sebagai berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
Definisi 2.10 (Anderson, 2005: 26)
Inversi didefinisikan sebagai fungsi 𝐽 ∶ ℂ → ℂ dengan syarat
𝐽(𝑧) =1
𝑧, 𝐽(0) = ∞, 𝐽(∞) = 0
untuk 𝑧 ∈ ℂ − {0}.
Beberapa sifat tentang inversi disajikan dalam teorema berikut:
Teorema 2.11 (Olsen, 2010:9)
Inversi mempertahankan lingkaran di ℂ.
Bukti:
Berdasarkan definisi 2.9, lingkaran di ℂ dapat disajikan sebagai
�� = {𝛽𝑧 + ��𝑧 + 𝑐 = 0} ∪ {∞}
atau
𝐴 = {𝛼𝑧𝑧 + 𝛽𝑧 + ��𝑧 + 𝛾 = 0}
dengan 𝛼, 𝑐, 𝛾 ∈ ℝ dan 𝛽 ∈ ℂ.
Misalkan suatu inversi 𝐽 ∶ ℂ → ℂ dengan 𝐽(𝑧) =1
𝑧, 𝐽(0) = ∞, 𝐽(∞) = 0
a. Kasus pertama untuk garis Eulides di ℂ dengan {∞} serta melewati 𝑧 = 0,
diperoleh
�� = {𝛽𝑧 + ��𝑧 = 0} ∪ {∞}.
Inversi 𝐽(��) menjadi
𝛽1
𝑧+ ��
1
𝑧= 0
𝛽𝑧 + ��𝑧 = 0
serta 𝐽(0) = ∞, 𝐽(∞) = 0 sehingga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
𝐽(��) = {𝛽𝑧 + ��𝑧 = 0} ∪ {0} ∪ {∞}
Akibatnya 𝐽(��) adalah garis Euclides di ℂ dengan {∞}, sehingga 𝐽(��)
lingkaran di ℂ.
b. Kasus kedua untuk garis Eulides di ℂ dengan {∞} serta melewati 𝑧 ≠ 0,
diperoleh
�� = {𝛽𝑧 + ��𝑧 + 𝑐 = 0} ∪ {∞}.
Inversi 𝐽(��) menjadi
𝛽1
𝑧+ ��
1
𝑧+ 𝑐 = 0
𝛽𝑧 + ��𝑧 + 𝑐𝑧𝑧 = 0
Persamaan tersebut akan menjadi persamaan lingkaran Eucllides di ℂ jika
digabung dengan {0}. Karena 𝐽(∞) = 0 sehingga
𝐽(��) = {𝛽𝑧 + ��𝑧 + 𝑐𝑧𝑧 = 0} ∪ {0}
Akibatnya 𝐽(��) adalah lingkaran Euclides di ℂ sehingga 𝐽(��) lingkaran di
ℂ.
c. Kasus ketiga untuk lingkaran Euclides di ℂ serta melewati 𝑧 = 0,
diperoleh
𝐴 = {𝛼𝑧𝑧 + 𝛽𝑧 + ��𝑧 = 0}.
Inversi 𝐽(𝐴) menjadi
𝛼1
𝑧
1
𝑧 + 𝛽
1
𝑧+ ��
1
𝑧 = 0
𝛼 + 𝛽𝑧 + +��𝑧 = 0
Karena 𝛼 ∈ ℝ serta 𝐽(0) = ∞ sehingga
𝐽(𝐴) = {𝛽𝑧 + ��𝑧 + 𝛼 = 0} ∪ {∞}.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
Akibatnya 𝐽(𝐴) adalah garis Euclides di ℂ dengan {∞}, sehingga 𝐽(𝐴)
lingkaran di ℂ.
d. Kasus empat untuk lingkaran Euclides di ℂ dengan 𝑧 ≠ 0, diperoleh
𝐴 = {𝛼𝑧𝑧 + 𝛽𝑧 + ��𝑧 = 0}
Inversi 𝐽(𝐴) menjadi
𝛼1
𝑧
1
𝑧 + 𝛽
1
𝑧+ ��
1
𝑧+ 𝛾 = 0
𝛼 + 𝛽𝑧 + +��𝑧 + 𝛾𝑧𝑧 = 0
Karena 𝛼, 𝛾 ∈ ℝ sehingga
𝐽(𝐴) = {𝛾𝑧𝑧 + 𝛽𝑧 + ��𝑧 + 𝛼 = 0}.
Akibatnya 𝐽(𝐴) adalah lingkaran Euclides di ℂ, sehingga 𝐽(𝐴) lingkaran
di ℂ.
Berdasarkan kasus pertama sampai empat maka Teorema 2.11 terbukti. QED.
Inversi merupakan transformasi konformal atau mempertahankan besar
sudut. Hal tersebut termuat dalam teorema berikut:
Teorema 2.12 (Olsen, 2010: 4)
Inversi adalah konformal.
Bukti:
Berdasarkan definisi 2.9, lingkaran di ℂ dapat disajikan sebagai
�� = {𝛽𝑧 + ��𝑧 + 𝑐 = 0} ∪ {∞}
atau
𝐴 = {𝛼𝑧𝑧 + 𝛽𝑧 + ��𝑧 + 𝛾 = 0}
dengan 𝛼, 𝑐, 𝛾 ∈ ℝ dan 𝛽 ∈ ℂ.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
Misalkan suatu inversi 𝐽 ∶ ℂ → ℂ dengan 𝐽(𝑧) =1
𝑧, 𝐽(0) = ∞, 𝐽(∞) = 0
Akan ditunjukkan bahwa lingkaran yang berpotongan dalam ℂ akan tetap
berpotongan bila diinversikan.
a. Dua garis Euclides di ℂ berpotongan di 𝑧0 = 0.
Berdasarkan pembuktian Teorema 2.7, J memetakan garis Euclides yang
melalui titik 𝑧0 menjadi garis Euclides yang melalui titik 𝑧0 juga,
sehingga kedua garis tetap berpotongan.
b. Dua garis Euclides di ℂ berpotongan di 𝑧0 = 𝑎, 𝑎 ≠ 0.
Berdasarkan pembuktian Teorema 2.7, J memetakan garis Euclides yang
melalui titik 𝑧0 menjadi lingkaran Euclides yang melalui titik 𝐽(𝑧0) =1
𝑎
, sehingga kedua garis tetap berpotongan.
c. Garis Euclides dan lingkaran Euclides di ℂ berpotongan di 𝑧0 = 0 dan
𝑧1 = 𝑎, 𝑎 ≠ 0.
Berdasarkan pembuktian Teorema 2.7, J memetakan garis Euclides yang
melalui titik 𝑧0 menjadi garis Euclides yang melalui titik 𝑧0 juga, dan
memetakan lingkaran Euclides yang melalui titik 𝑧0 menjadi garis
Euclides. kedua garis tersebut berpotongan di 𝐽(𝑧1) =1
𝑎 sehingga kedua
garis tetap berpotongan.
d. Garis Euclides dan lingkaran Euclides di ℂ berpotongan di 𝑧0 = 𝑎 dan
𝑧1 = 𝑏, 𝑎, 𝑏 ≠ 0, 𝑎 ≠ 𝑏.
Menggunakan alasan yang sama kedua garis tetap berpotongan di
𝐽(𝑧0) =1
𝑎
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
e. Dua lingkaran Euclides di ℂ berpotongan di 𝑧0 = 0 dan 𝑧1 = 𝑎, 𝑎 ≠ 0.
Menggunakan alasan yang sama kedua garis tetap berpotongan di
𝐽(𝑧1) =1
𝑎
f. Dua lingkaran Euclides di ℂ berpotongan di 𝑧0 = 𝑎 dan 𝑧1 = 𝑏, 𝑎, 𝑏 ≠
0, 𝑎 ≠ 𝑏.
Menggunakan alasan yang sama kedua garis tetap berpotongan di
𝐽(𝑧1) =1
𝑎 .
Berdasarkan Definisi 2.9 dan fakta yang telah ditunjukkan sebelumnya, maka
hanya akan ditunjukkan bahwa inversi mempertahankan sudut antar dua garis
berpotongan.
Misalkan 𝑋1 dan 𝑋2 adalah dua garis Euclides di ℂ yang berpotongan di sebuah
titik 𝑧0. Misalkan 𝐽(𝑧) =1
𝑧. Misalkan ∠(𝑋1, 𝑋2) = 𝜃2 − 𝜃1 dengan 𝜃1 dan 𝜃2
adalah sudut kemiringan garis 𝑋1 dan 𝑋2.
Misalkan 𝑧𝑘 = 𝑟1(cos 𝛼 + 𝑖 sin 𝛼) dan 𝑧0 = 𝑟2(cos 𝛽 + 𝑖 sin 𝛽) diperoleh
𝑧𝑘 − 𝑧0 = 𝑟1(cos 𝛼 + 𝑖 sin 𝛼) − 𝑟2(cos 𝛽 + 𝑖 sin 𝛽)
= (𝑟1 cos 𝛼 − 𝑟2 cos 𝛽) + 𝑖(𝑟1 sin 𝛼 − 𝑟2 sin 𝛽).
Untuk 1
𝑧𝑘= 𝑟1(cos 𝛼 − 𝑖 sin 𝛼) dan
1
𝑧0= 𝑟2(cos 𝛽 − 𝑖 sin 𝛽)
1
𝑧𝑘 −
1
𝑧0= 𝑟1(cos 𝛼 − 𝑖 sin 𝛼) − 𝑟2(cos 𝛽 − 𝑖 sin 𝛽)
= (𝑟1 cos 𝛼 − 𝑟2 cos 𝛽) − 𝑖(𝑟1 sin 𝛼 − 𝑟2 sin 𝛽)
sehingga kemiringan yang dibentuk garis yang melalui 𝑧𝑘 dan 𝑧0 adalah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
𝑠𝑘 =𝐼𝑚(𝑧𝑘 − 𝑧0)
𝑅𝑒(𝑧𝑘 − 𝑧0)=
𝑟1 sin 𝛼 − 𝑟2 sin 𝛽
𝑟1 cos 𝛼 − 𝑟2 cos 𝛽= tan(𝜃𝑘).
Berdasarkan Teorema 2.5, maka 𝐽(𝑋1) dan 𝐽(𝑋2) adalah garis Euclides atau
lingkaran Euclides. Karena 𝐽(𝑋𝑘) tetap melalui 𝐽(𝑧0) dan 𝐽(𝑧𝑘) maka
kemiringan 𝑡𝑘 dari garis 𝐽(𝑋𝑘) adalah
𝑡𝑘 =𝐼𝑚(𝐽(𝑧𝑘) − 𝐽(𝑧0))
𝑅𝑒(𝐽(𝑧𝑘) − 𝐽(𝑧0))=
𝐼𝑚 (1𝑧𝑘
−1𝑧0
)
𝑅𝑒 (1𝑧𝑘
−1𝑧0
)
= −𝐼𝑚(𝑟1 sin 𝛼 − 𝑟2 sin 𝛽)
𝑅𝑒 (𝑟1 cos 𝛼 − 𝑟2 cos 𝛽)
= − tan(𝜃𝑘) = tan(−𝜃𝑘).
Secara khusus diperoleh bahwa
∠(𝑇(𝑋1), 𝑇(𝑋2)) = arctan(𝑡2) − arctan(𝑡1)
= −𝜃2 + 𝜃1 = −(𝜃2 − 𝜃1)
= −∠(𝑋1, 𝑋2) = ∠(𝑋1, 𝑋2)
Teorema 2.12 terbukti. QED.
Bersama dengan transformasi affine, inversi merupakan komposisi dari
transformasi M��bius pada Riemann sphere ℂ.
I. Transformasi M��bius dan Cross Rasio
Transformasi M��bius adalah suatu transformasi yang juga disebut linear
fractional transformations atau transformasi bilinear. Transformasi ini
definisikan sebagai suatu fungsi pada Riemann sphere ℂ. Definisi transformasi
M��bius di ℂ adalah sebagai berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
Definisi 2.13 (Olsen, 2010: 11)
Transformasi M��bius adalah pemetaan 𝑓: ℂ → ℂ yaitu
𝑓(𝑧) =𝑎𝑧 + 𝑏
𝑐𝑧 + 𝑑
dengan 𝑎, 𝑏, 𝑐, 𝑑 ∈ ℂ dan 𝑎𝑑 − 𝑏𝑐 ≠ 0.
Sifat-sifat transformasi M��bius disajikan dalam teorema berikut.
Teorema 2.14 (Olsen, 2010: 11)
Misalkan f sembarang transformasi M��bius, maka
i. 𝑓 dapat diubah dalam komposisi transformasi affine dan inversi
ii. 𝑓 memetakan lingkaran di ℂ ke lingkaran di ℂ
iii. 𝑓 konformal.
Bukti:
i. Diberikan f sebagai
𝑓(𝑧) =𝑎𝑧 + 𝑏
𝑐𝑧 + 𝑑, 𝑎, 𝑏, 𝑐, 𝑑 ∈ ℂ, 𝑎𝑑 − 𝑏𝑐 ≠ 0
Jika dimisalkan 𝑤1, 𝑤2, dan 𝑤3 dengan 𝑤1 = 𝑐𝑧 + 𝑑, 𝑤2 =1
𝑤1, dan
𝑤3 = (𝑏 −𝑎𝑑
𝑐) 𝑤2 +
𝑎
𝑐. Kita tahu bahwa 𝑤1, dan 𝑤3 adalah
transformasi affine dan 𝑤2 adalah inversi. Akan ditunjukkan bahwa f
adalah komposisi dari 𝑤1, 𝑤2, dan 𝑤3.
𝑤3 ∘ 𝑤2 ∘ 𝑤1 =𝑎
𝑐+
𝑏 −𝑎𝑑𝑐
𝑐𝑧 + 𝑑=
𝑎𝑐
(𝑐𝑧 + 𝑑) −𝑎𝑑𝑐
+ 𝑏
𝑐𝑧 + 𝑑
=
𝑎𝑐𝑧 + 𝑎𝑑 − 𝑎𝑑 + 𝑏𝑐𝑐
𝑐𝑧 + 𝑑=
𝑎𝑧 + 𝑏
𝑐𝑧 + 𝑑= 𝑓(𝑧).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
ii. Transformasi affine mempertahankan lingkaran dan garis di ℂ serta
transformasi affine memetakan {∞} ke {∞} , sehingga Transformasi
affine mempertahankan lingkaran di ℂ. Inversi juga mempertahankan
lingkaran di ℂ. Berdasarkan (i) maka transformasi M��bius
mempertahankan lingkaran di ℂ.
iii. Karena transformasi affine dan inversi konformal, maka Berdasarkan
(i) transformasi M��bius konformal.
Teorema 2.14 terbukti. QED.
Selanjutnya akan diberikan definisi tentang cross ratio di ℂ yang
dinyatakan Olsen (2010) sebagai berikut.
Definisi 2.15 (Olsen, 2010: 15)
Misalkan 𝑧, 𝑧1, 𝑧2, dan 𝑧3 adalah titik-titik di ℂ dan dapat dibentuk menjadi
(𝑧, 𝑧1, 𝑧2, 𝑧3) =(𝑧 − 𝑧1)(𝑧2 − 𝑧3)
(𝑧 − 𝑧3)(𝑧2 − 𝑧1). (2.19)
Persamaan (2.19) disebut cross ratio dari empat titik 𝑧, 𝑧1, 𝑧2, dan 𝑧3.
Misalkan dua lingkaran 𝐶1 dan 𝐶2 dipilih titik-titik 𝑧1, 𝑧2, 𝑧3 pada 𝐶1 dan
𝑤1, 𝑤2, 𝑤3 pada 𝐶2, maka dapat ditentukan suatu transformasi M��bius h
sehingga
ℎ(𝑧1) = 𝑤1, ℎ(𝑧2) = 𝑤2, ℎ(𝑧3) = 𝑤3, (2.20)
dan h akan memetakan 𝐶1 ke 𝐶2. Cara untuk mencari h adalah dengan
memetakan 𝐶1 ke sumbu real dan memetakan sumbu real ke 𝐶2. Untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
memetakan 𝐶1 ke sumbu real, maka penyelesaian persamaan (2.20) adalah
𝑤1 = 0, 𝑤2 = 1, dan 𝑤3 = ∞.
Jika titik 𝑧𝑖 ≠ ∞ diberikan transformasi M��bius f yaitu
𝑓(𝑧) =(𝑧 − 𝑧1)(𝑧2 − 𝑧3)
(𝑧 − 𝑧3)(𝑧2 − 𝑧1),
sehingga diperoleh 𝑓(𝑧1) = 0, 𝑓(𝑧2) = 1, 𝑓(𝑧3) = ∞. Jika satu dari tiga titik
tersebut 𝑧𝑖 = ∞ (𝐶1 merupakan garis) diperoleh persamaan sebagai berikut:
𝑓(𝑧) =𝑧2 − 𝑧3
𝑧 − 𝑧3
(𝑧1 = ∞), 𝑓(𝑧) =𝑧 − 𝑧1
𝑧 − 𝑧3
(𝑧2 = ∞),
𝑓(𝑧) =𝑧 − 𝑧1
𝑧2 − 𝑧1
(𝑧3 = ∞)
sehingga diperoleh 𝑓(𝑧1) = 0, 𝑓(𝑧2) = 1, 𝑓(𝑧3) = ∞. Misalkan g adalah
transformasi M��bius yang membawa 𝑔(𝑤1) = 0, 𝑔(𝑤2) = 1, 𝑔(𝑤3) = ∞,
maka diperoleh pemetean ℎ = 𝑔−1 ∘ 𝑓 sehingga
ℎ(𝑧1) = 𝑔−1 ∘ 𝑓(𝑧1) = 𝑔−1(0) = 𝑤1
ℎ(𝑧2) = 𝑔−1 ∘ 𝑓(𝑧2) = 𝑔−1(1) = 𝑤2
ℎ(𝑧3) = 𝑔−1 ∘ 𝑓(𝑧3) = 𝑔−1(∞) = 𝑤3.
Perhatikan bahwa ℎ(𝑧) = 𝑤 dapat dibentuk sebagai
𝑔−1(𝑓(𝑧)) = 𝑤 ⇔ 𝑔(𝑤) = 𝑓(𝑧)
yang berarti
(𝑧 − 𝑧1)(𝑧2 − 𝑧3)
(𝑧 − 𝑧3)(𝑧2 − 𝑧1)=
(𝑤 − 𝑤1)(𝑤2 − 𝑤3)
(𝑤 − 𝑤3)(𝑤2 − 𝑤1) (2.22)
persamaan tersebutlah yang disebut cross ratio.
(2.21)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
BAB III
MODEL BIDANG HIPERBOLIK
Berdasarkan yang telah dibahas sebelumnya bahwa bidang lengkung seperti
permukaan bola dapat diproyeksikan pada bidang datar, maka memungkinkan
untuk membentuk suatu model bidang datar, sehingga objek-objek geometri
hiperbolik dapat direpresentasikan pada bidang tersebut. Berikut akan dibahas
mengenai model bidang hiperbolik, objek-objek geometri pada model tersebut,
serta transformasi yang berlaku pada model tersebut.
A. Setengah Bidang Atas (ℍ)
Pada bagian ini akan dibahas mengenai model bidang datar dari geometri
hiperbolik. Berbeda dengan geometri Euclides yang pada umumnya
menggunakan bidang kartesius sebagai model bidang datar, geometri
hiperbolik memiliki banyak model yang digunakan dalam merepresentasikan
bidang datarnya.
Klein disk Poincare disk Setengah bidang atas
Gambar 3.1 Model Bidang pada Geometri Hiperbolik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
Pada gambar 3.1, salah satu model yang sering digunakan adalah Poincare disk
yaitu suatu bidang datar yang dibatasi lingkaran dengan garis-garis pada bidang
tersebut adalah busur lingkaran. Garis lurus dapat terbentuk jika garis tersebut
melalui titik pusat dari lingkaran batas. Model kedua adalah Klein disk, serupa
dengan model Poincare disk, Klein disk juga dibatasi oleh lingkaran, namun
terdapat perbedaan yaitu garis-garis pada model ini adalah garis lurus bukan
lagi busur lingkaran. Model terakhir adalah setengah bidang atas atau disebut
juga setengah bidang Poincare, model ini berbeda dengan kedua model
sebelumnya karena hanya memuat setengah bidang kompleks ℂ.
Pada skripsi ini, model bidang yang digunakan untuk menyajikan objek-
objek bidang datar adalah model setengah bidang atas. Model ini adalah bagian
dari bidang kompleks ℂ dengan sumbu x disebut sumbu real (𝑅𝑒(𝑧)), dan
sumbu y disebut sumbu imajiner (𝐼𝑚(𝑧)). Seperti namanya, model setengah
bidang atas terbentuk dari setengah bidang kompleks bagian atas yaitu di atas
sumbu real atau tak memuat sumbu imajiner negatif. Model setengah bidang
atas ℍ pada bidang kompleks ℂ, didefinisikan sebagai berikut (Anderson,
2005: 2)
ℍ = {𝑧 ∈ ℂ|𝐼𝑚(𝑧) > 0}.
Lingkaran pada Riemann sphere ℂ mempunyai dua komponen,
contohnya adalah lingkaran satuan 𝕊1 = {𝑧 ∈ ℂ||𝑧| = 1} memiliki komponen
disk 𝔻 = {𝑧 ∈ ℂ||𝑧| < 1} dan 𝔻 = {𝑧 ∈ ℂ||𝑧| > 1} ∪ {∞}, sedangkan untuk
lingkaran ℝ di ℂ memiliki komponen setengah bidang atas ℍ dan setengah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
bidang bawah {𝑧 ∈ ℂ| 𝐼𝑚(𝑧) < 0}. Lingkaran pada Riemann sphere ℂ dan dua
komponennya didefinisikan sebagai berikut.
Definisi 3.1 (Anderson, 2005: 18)
Suatu disk D di ℂ merupakan salah satu komplemen dari komponen lingkaran
A di ℂ. Pada disk D dan lingkaran A, terlihat bahwa A adalah lingkaran yang
menentukan disk D.
Berdasarkan definisi tersebut, untuk setiap disk di ℂ ditentukan oleh lingkaran
di ℂ dan setiap lingkaran di ℂ ditentukan oleh disk di ℂ.
Model setengah bidang atas ℍ adalah disk di ℂ yang ditentukan oleh
lingkaran ℝ. Model setengah bidang atas ℍ memiliki batas di tak hingga
yaitu ℝ. Titik-titik pada ℝ disebut titik di tak hingga atau titik ideal pada model
setengah bidang atas ℍ. Hal ini mengakibatkan jarak hiperbolik sembarang
titik ke titik pada ℝ adalah tak hingga, dasar untuk argumen ini akan dibahas
dalam subbab D. Sebelum membahas mengenai jarak hiperbolik, akan terlebih
dahulu dibahas mengenai hubungan objek-objek geometri Euclides dan
geometri hiperbolik.
B. Hubungan Geometri Euclides dan Geometri Hiperbolik
Pada bagian ini akan dibahas tentang persamaan dan perbedaan objek-
objek sederhana pada geometri seperti titik, garis, dan sudut, antara geometri
Euclides dan geometri hiperbolik serta representasinya dalam setengah bidang
atas ℍ. Uraian lebih rinci mengenai titik, garis dan sudut dalam geometri
hiperbolik pada model setengah bidang atas ℍ adalah sebagai berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
1. Titik pada geometri hiperbolik
Titik pada geometri hiperbolik dideskripsikan sama seperti titik pada
geometri Euclides yaitu objek geometri yang tidak memiliki panjang dan
tebal. Pada setengah bidang atas ℍ, titik direpresentasikan dengan
koordinat 𝑧 = 𝑥 + 𝑖𝑦. Titik-titik pada ℝ atau ketika 𝐼𝑚(𝑧) = 0 disebut
titik ideal atau titik di tak hingga, sehingga terdapat dua jenis titik pada
geometri hiperbolik yaitu titik hiperbolik dengan 𝐼𝑚(𝑧) > 0 dan titik ideal
untuk 𝐼𝑚(𝑧) = 0 atau 𝑧 = ∞.
2. Garis hiperbolik dalam model setengah bidang atas ℍ
Setengah bidang atas ℍ adalah disk pada ℂ sehingga garis pada setengah
bidang atas ℍ adalah lingkaran di ℂ. Garis hiperbolik di ℍ adalah
perpotongan lingkaran di ℂ terhadap setengah bidang atas ℍ. Berdasarkan
fakta tersebut garis hiperbolik dalam setengah bidang atas ℍ memiliki dua
jenis garis dalam representasinya yaitu berupa garis Euclides tegak lurus
sumbu real dan busur setengah lingkaran Euclides dengan pusat lingkaran
di sumbu real.
Garis lurus pada geometri hiperbolik disebut geodesik yang selanjutnya
akan disebut sebagai garis hiperbolik. Garis hiperbolik pada setengah
bidang atas ℍ didefinisikan sebagai berikut:
Definisi 3.2 (Anderson, 2005: 2)
Ada dua jenis garis hiperbolik pada setengah bidang atas ℍ, keduanya
didefinisikan sebagai objek Euclides pada ℂ. Salah satunya adalah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
perpotongan dari setengah bidang atas ℍ dengan garis Euclides pada ℂ
tegak lurus ke sumbu real ℝ pada ℂ. Lainnya adalah perpotongan dari ℍ
dengan lingkaran Euclides yang berpusat di sumbu real ℝ (Gambar 3.2).
Gambar 3.2 Garis Hiperbolik di ℍ
Berdasarkan definisi 3.2, maka terdapat dua hasil representasi garis
hiperbolik pada setengah bidang atas ℍ yaitu garis Euclides tegak lurus
terhadap sumbu real ℝ dan setengah busur lingkaran Euclides dengan
pusat di sumbu real ℝ.
Dua sembarang titik pada setengah bidang atas ℍ dijamin dapat termuat
pada satu garis hiperbolik tertentu oleh proposisi berikut ini :
Proposisi 3.3 (Anderson, 2005: 3)
Untuk setiap pasangan titik berbeda p dan q pada ℍ, terdapat sebuah garis
hiperbolik ℓ pada ℍ yang melalui p dan q.
Bukti :
Pengandaian pertama yaitu Re(p) = Re(q). Kemudian diberikan garis
Euclides 𝐿 = {𝑧 ∈ ℂ | 𝑅𝑒(𝑧) = 𝑅𝑒 (𝑝)} tegak lurus terhadap aksis real
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
dan melalui p dan q, sehingga membentuk garis hiperbolik ℓ = ℍ ∩ 𝐿.
Garis hiperbolik ℓ adalah garis hiperbolik yang melalui p dan q.
Pengandaian kedua yaitu Re(p) ≠ Re(q). Garis Euclides yang melalui p dan
q tidak lagi tegak lurus terhadap ℝ, dibuatlah lingkaran Euclides dengan
pusat lingkaran pada aksis real ℝ melalui p dan q (Gambar 3.3).
Gambar 3.3 Garis Hiperbolik melalui Dua Titik Berbeda
Misalkan 𝐿𝑝𝑞 adalah segmen garis Euclides yang menghubungkan p dan
q, dan misalkan K garis berat tegak lurus terhadap 𝐿𝑝𝑞. Kemudian, setiap
lingkaran Euclides yang melewati p dan q akan berpusat pada K.
Berdasarkan pengandaian kedua p dan q mempunyai bagian real yang tak
sama, sehingga garis Euclides K tidak sejajar terhadap ℝ, dan K
berpotongan dengan ℝ tepat pada suatu titik c.
Misalkan A adalah lingkaran Euclides berpusat di c dengan radius |𝑐 − 𝑝|,
sehingga A melalui p. Kita tahu bahwa c terdapat pada K, sehingga
|𝑐 − 𝑝| = |𝑐 − 𝑞| mengakibatkan A melewati q. Diperoleh garis
hiperbolik ℓ = ℍ ∩ 𝐴. Garis hiperbolik ℓ adalah garis hiperbolik yang
melalui p dan q.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
Berdasarkan pengandaian pertama dan kedua maka Proposisi 3.3 terbukti.
QED.
3. Sudut pada geometri hiperbolik
Pada setengah bidang atas ℍ sudut yang terbentuk dari dua garis
hiperbolik didefinisikan sebagai sudut antara garis singgung lingkaran
Euclides. Misalkan ℓ adalah garis hiperbolik dengan pusat lingkaran
Euclides pada 𝑐1dan 𝓂 adalah garis hiperbolik dengan pusat lingkaran
Euclides pada 𝑐2. Garis hiperbolik ℓ dan 𝓂 berpotongan di titik p sehingga
sudut ∠(𝓂, ℓ) dapat ditentukan dengan membuat garis singgung lingkaran
melalui titik p. Misalkan K dan N adalah garis singgung lingkaran Euclides
tersebut, sehingga sudut ∠(𝓂, ℓ) = ∠(𝑁, 𝐾) (Gambar 3.4).
Gambar 3.4 Sudut antara Dua Garis Hiperbolik
Sudut pada geometri hiperbolik memenuhi tiga tipe sudut menurut
Proposisi 2.5, sehingga besar sudut pada dua garis hiperbolik yang
berpotongan dapat dicari dengan metode yang telah dibahas pada Bab II.
Dua garis hiperbolik yang berpotongan pada sumbu real ℝ atau dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
kata lain berpotongan di tak hingga, maka besar sudut yang terbentuk dari
kedua garis hiperbolik tersebut adalah 0. Hal ini mudah ditunjukkan
karena garis yang berpotongan di tak hingga sebenarnya tidak berpotongan
sehingga tidak ada sudut yang terbentuk.
Setelah membahas objek-objek dasar pada geometri hiperbolik,
selanjutnya akan dibahas satu topik yang juga menjadi dasar munculnya
geometri hiperbolik yaitu kesejajaran garis.
C. Kesejajaran dalam geometri hiperbolik
Pada geometri Euclides, dua garis sejajar selalu berjarak sama, dengan
kata lain jika L dan K adalah garis-garis sejajar pada geometri Euclides dan
misalkan a dan b adalah titik pada garis L, sehingga jarak titik a ke garis K akan
sama dengan jarak titik b ke garis K (Gambar 3.5).
Gambar 3.5 Dua Garis Sejajar pada Geometri Euclides
Sedangkan pada geometri hiperbolik dua garis sejajar tidak selalu harus
berjarak sama, dua garis sejajar dalam geometri hiperbolik hanya disyaratkan
untuk saling lepas (tidak berpotongan). Pada model setengah bidang atas ℍ dua
garis hiperbolik sejajar didefinisikan sebagai berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
Definisi 3.4 (Anderson, 2005: 5)
Dua garis hiperbolik pada ℍ dikatakan sejajar jika kedua garis tersebut saling
lepas.
Dua garis hiperbolik yang saling lepas dalam geometri hiperbolik dipandang
sebagai garis yang mutlak tidak berpotongan atau dapat pula berpotongan di
tak hingga, sehingga garis hiperbolik yang berpotongan di tak hingga dianggap
sejajar.
Dasar utama yang membedakan geometri Euclides dengan geometri
hiperbolik adalah dari postulat kelima Euclides atau disebut juga sebagai
postulat kesejajaran. Postulat kesejajaran yang berbunyi “Diberikan sebuah
garis 𝐿 dan sebuah titik p di luar garis L, maka ada tepat satu garis yang melalui
p dan sejajar terhadap L” (Stahl, 1993: 28). Pada geometri hiperbolik postulat
kesejajaran menggunakan salah satu kontradiksi dari postulat kesejajaran
Euclides seperti berikut.
Aksioma 3.5 (Greenberg, 1980: 148)
Diberikan sebuah garis dan sebuah titik di luar garis, ada setidaknya dua garis
yang melalui garis tersebut dan sejajar dengan garis yang diberikan.
Pada model setengah bidang atas dapat ditunjukkan bahwa memang terdapat
setidaknya terdapat dua garis sejajar yang melalui sembarang titik di luar garis.
Misalkan ℓ adalah garis hiperbolik pada ℍ dan titik p tidak pada ℓ akan
diperlihatkan bahwa ada setidaknya dua garis hiperbolik yang melalui p dan
sejajar ℓ. Kasus pertama untuk garis hiperbolik ℓ adalah garis yang tegak lurus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
sumbu real, dan kasus kedua untuk garis hiperbolik ℓ adalah busur lingkaran
yang berpusat di ℍ. Maka akan ada garis hiperbolik 𝓃 dan 𝓀 seperti Gambar
3.6.
Pada geometri hiperbolik terdapat teorema yang memuat perumuman
mengenai postulat kesejajaran. Teorema ini menjelaskan bahwa ada tak hingga
garis sejajar yang bisa dibuat melalui titik di luar garis. Pada model setengah
bidang atas ℍ teorema tersebut dinyatakan sebagai berikut.
Teorema 3.6 (Anderson, 2005: 5)
Misalkan ℓ adalah garis hiperbolik di ℍ, dan p adalah titik di ℍ tidak terletak
pada ℓ. Ada tak hingga banyak garis hiperbolik berbeda yang melalui p dan
sejajar terhadap ℓ.
Bukti:
Ada dua kasus yang mungkin. Kasus pertama, misalkan garis hiperbolik ℓ
termuat pada garis Euclides L. p tidak pada L, terdapat garis Euclides K yang
melalui p dan sejajar terhadap L. Garis Euclides L tegak lurus terhadap ℝ,
Kasus pertama Kasus kedua
Gambar 3.6 Garis-garis Hiperbolik yang Sejajar melalui Sembarang Titik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
sehingga garis Euclides K tegak lurus terhadap ℝ juga. Jadi, satu garis
hiperbolik pada ℍ melalui p dan sejajar terhadap ℓ adalah irisan dari ℍ ∩ 𝐾.
Untuk membuat garis hiperbolik lain yang melalui p dan sejajar terhadap ℓ,
ambil sebuah titik x pada ℝ diantara K dan L, dan misalkan A adalah lingkaran
berpusat di ℝ dan melaui x dan p. kita tahu bahwa terdapat lingkaran A karena
Re(x) ≠ Re(p).
A saling lepas terhadap L, dan juga garis hiperbolik ℍ ∩ 𝐴 saling lepas terhadap
ℓ. Dengan demikian ℍ ∩ 𝐴 adalah garis hiperbolik kedua yang melalui p dan
sejajar terhadap ℓ. Terdapat tak hingga banyak titik pada ℝ diantara K dan L,
ini mengakibatkan tak hingga banyak garis hiperbolik yang dapat dibuat
melalui p dan sejajar ℓ. (Gambar 3.7)
Gambar 3.7 Ilustrasi Sejajar untuk Kasus Pertama
Kasus kedua, mengandaikan garis hiperbolik ℓ terletak pada lingkaran Euclides
A. Misalkan D adalah lingkaran konsentris (berpusat pada titik yang sama)
terhadap A dan melalui p. Dua lingkaran yang konsentrasi akan saling lepas,
sehingga garis yang melalui p dan sejajar terhadap ℓ adalah perpotongan ℍ ∩
𝐷.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
Untuk membuat garis hiperbolik lain yang melalui p dan sejajar terhadap ℓ,
ambil sembarang titik x dalam ℝ di antara A dan D. Misalkan E adalah
lingkaran berpusat pada ℝ dan melalui x dan p. E dan A saling lepas, dan ℍ ∩
𝐸 adalah garis hiperbolik yang melalui p dan sejajar terhadap ℓ (Gambar 3.8).
Seperti di atas, karena ada tak hingga banyak titik dalam ℝ di antara A dan D,
ada tak hingga banyak garis hiperbolik berbeda yang melalui p dan sejajar
terhadap ℓ. QED.
Setelah membahas mengenai kesejajaran pada geometri hiperbolik untuk
model setengah bidang atas ℍ, akan dilanjutkan untuk membahas bagaimana
jarak hiperbolik pada model setengah bidang atas ℍ didefinisikan.
Gambar 3.8 Ilustrasi Sejajar untuk Kasus Kedua
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
D. Jarak Hiperbolik
Hal yang menjadi perbedaan utama antara setengah bidang atas ℍ dan
bidang Euclides adalah pada konsep panjang. Jarak ke sumbu real ℝ
dipengaruhi oleh sumbu imajiner positif (𝐼𝑚(𝑧) > 0) sehingga panjang suatu
lintasan pada geometri hiperbolik untuk model setengah bidang atas ℍ
didefinisikan sebagai berikut.
Definisi 3.7 (Anderson, 2005: 86)
Lintasan 𝐶1 dengan 𝑓: [𝑎, 𝑏] → ℍ, panjang hiperbolik 𝑓 didefinisikan
𝑙𝑒𝑛𝑔𝑡ℎℍ(𝑓) = ∫1
𝐼𝑚(𝑧)𝑓
|𝑑𝑧| = ∫1
𝐼𝑚(𝑓(𝑡))
𝑏
𝑎
|𝑓′(𝑡)|𝑑𝑡.
Berdasarkan definisi tersebut dapat dilihat bahwa jika titik pada sumbu real ℝ
(𝐼𝑚(𝑧) = 0) akan mengakibatkan nilai integral menjadi tak hingga {∞}
sehingga titik-titik pada sumbu real disebut titik di tak hingga.
Jika membicarakan jarak, hal yang paling sederhana adalah menghitung
jarak dari dua titik berbeda. Jarak pada geometri Euclides untuk dua titik
berbeda 𝑧1 = 𝑥1 + 𝑖𝑦1 dan 𝑧2 = 𝑥2 + 𝑖𝑦2 dapat dengan mudah dicari dengan
menggunakan teorema pythagoras sebagi berikut.
𝑑(𝑧1, 𝑧2) = √(𝑥1 − 𝑥2)2 + (𝑦1 − 𝑦2)2.
Pada geometri hiperbolik untuk setengah bidang atas ℍ, jarak dua titik
disajikan dalam proposisi berikut ini :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
Proposisi 3.8 (Anderson, 2007: 102)
Jarak hiperbolik dari titik 𝑧1 = 𝑥1 + 𝑖𝑦1 dan 𝑧2 = 𝑥2 + 𝑖𝑦2, untuk 𝑥1 = 𝑥2
adalah
𝑑ℍ(𝑧1, 𝑧2) = |ln (𝑦2
𝑦1)|,
sedangkan untuk 𝑥1 ≠ 𝑥2 adalah
𝑑ℍ(𝑧1, 𝑧2) = |ln |𝑦2(𝑥1 − 𝑐 − 𝑟)
𝑦1(𝑥2 − 𝑐 − 𝑟)||
dengan c dan r adalah pusat dan jari-jari lingkaran Euclides yang melalui 𝑧1
dan 𝑧2.
Bukti:
Untuk 𝑥1 = 𝑥2 maka garis hiperbolik yang melalui 𝑧1 dan 𝑧2 berupa garis
Euclides yang tegak lurus dengan sumbu real. Misalkan lintasan 𝑓 adalah
fungsi 𝑓(𝑡) = 𝑥1 + 𝑖𝑡 dengan t dalam interval [𝑦1, 𝑦2]. Lintasan f adalah
segmen garis hiperbolik melalui 𝑧1 dan 𝑧2, sehingga 𝑑ℍ(𝑧1, 𝑧2) =
𝑙𝑒𝑛𝑔ℎ𝑡ℍ(𝑓).
Diperoleh 𝐼𝑚(𝑓(𝑡)) = 𝑡 dan |𝑓′(𝑡)| = 1 sehingga
𝑑ℍ(𝑧1, 𝑧2) = 𝑙𝑒𝑛𝑔ℎ𝑡ℍ(𝑓) = ∫1
𝑡
𝑦2
𝑦1
𝑑𝑡 = ln (𝑦2
𝑦1),
ln (𝑦2
𝑦1) bernilai positif untuk 𝑦2 > 𝑦1 dan bernilai negatif untuk 𝑦1 > 𝑦2, maka
diperoleh
𝑑ℍ(𝑧1, 𝑧2) = |ln (𝑦2
𝑦1)|.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
Untuk 𝑥1 ≠ 𝑥2, sehingga garis hiperbolik yang melalui 𝑧1 dan 𝑧2 berupa busur
lingkaran dengan pusat c dengan jari-jari r. Misalkan 𝜃𝑘 adalah argumen dari
𝑧𝑘.
Dipandang lintasan 𝑓 adalah fungsi 𝑓(𝑡) = 𝑐 + 𝑟𝑒𝑖𝑡 dengan 𝑡 pada interval
[𝜃1, 𝜃2]. Lintasan f adalah segmen garis hiperbolik melalui 𝑧1 dan 𝑧2, sehingga
𝑑ℍ(𝑧1, 𝑧2) = 𝑙𝑒𝑛𝑔ℎ𝑡ℍ(𝑓). Diperoleh 𝐼𝑚(𝑓(𝑡)) = 𝑟 sin 𝑡 dan |𝑓′(𝑡)| = 𝑟
sehingga
𝑑ℍ(𝑧1, 𝑧2) = 𝑙𝑒𝑛𝑔ℎ𝑡ℍ(𝑓) = ∫1
𝑟 sin 𝑡
𝜃2
𝜃1
𝑟𝑑𝑡 = ∫1
sin 𝑡
𝜃2
𝜃1
𝑑𝑡
= [ln|csc 𝑡 − cot 𝑡|]𝜃1
𝜃2
= ln |csc 𝜃2 − cot 𝜃2
csc 𝜃1 − cot 𝜃1|
Perhatikan bahwa sudut 𝜃𝑘 adalah sudut dari segitiga siku-siku dengan tinggi
𝑦𝑘 dan alas 𝑥𝑘 − 𝑐, dan hipotenusa r, akibatnya
csc 𝜃𝑘 =𝑟
𝑦𝑘, dan cot 𝜃𝑘 =
𝑥𝑘 − 𝑐
𝑦𝑘,
sehingga diperoleh
|csc 𝜃𝑘 − cot 𝜃𝑘| = |𝑟 + 𝑐 − 𝑥𝑘
𝑦𝑘|,
dan
𝑑ℍ(𝑧1, 𝑧2) = ln |csc 𝜃2 − cot 𝜃2
csc 𝜃1 − cot 𝜃1| = ln |
𝑦2(𝑥1 − 𝑐 − 𝑟)
𝑦1(𝑥2 − 𝑐 − 𝑟)|.
ln |𝑦2(𝑥1−𝑐−𝑟)
𝑦1(𝑥2−𝑐−𝑟)| bernilai positif untuk 𝑥1 > 𝑥2 dan bernilai negatif untuk 𝑥2 >
𝑥1 sehingga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
𝑑ℍ(𝑧1, 𝑧2) = |ln |𝑦2(𝑥1 − 𝑐 − 𝑟)
𝑦1(𝑥2 − 𝑐 − 𝑟)||
Proposisi 3.8 terbukti. QED.
Berikut diberikan contoh untuk penggunaan Proposisi 3.8 sebagai berikut.
Contoh 3.1
Tentukan jarak hiperbolik titik 𝑧1 = 8 + 4𝑖 dan 𝑧2 = 8𝑖 jika 𝑧1, 𝑧2 ∈ ℍ !
Penyelesaian:
Gambar 3.9 Ilustrasi Contoh 3.1
Gradien dari ruas garis Euclides yang menghubungkan 𝑧1 dan 𝑧2 adalah
4 − 8
8 − 0= −
1
2
Titik tengah antara 𝑧1 dan 𝑧2 mempunyai koordinat
(0 + 8
2,8 + 4
2) = (4,6) atau 4 + 6𝑖.
Garis Euclides yang melalui titik tengah 𝑧1 dan 𝑧2 dan tegak lurus ruas garis
Euclides yang menghubungkan 𝑧1 dan 𝑧2 adalah
𝑦 − 6 = 2(𝑥 − 4),
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
sehingga diperoleh titik pusat lingkaran Euclides yang melalui 𝑧1 dan 𝑧2 adalah
𝑐 = 1 (Gambar 3.9).
Karena panjang garis Euclides yang menghubungkan c ke 𝑧1dan c ke 𝑧2 adalah
jari-jari lingkaran Euclides, maka
𝑟 = 𝑑(𝑐, 𝑧1) = 𝑑(𝑐, 𝑧2) = √(8 − 1)2 − (4 − 0)2 = √65
Berdasarkan Proposisi 3.9 jarak hiperbolik antara titik 𝑧1 dan 𝑧2 adalah
𝑑ℍ(𝑧1, 𝑧2) = |ln |𝑦2(𝑥1 − 𝑐 − 𝑟)
𝑦1(𝑥2 − 𝑐 − 𝑟)|| = |ln |
8(8 − 1 − √65)
4(−1 − √65)||
~|−1.450| = 1,450
Jadi jarak hiperbolik antara 𝑧1 dan 𝑧2 adalah sekitar 1,450.
Setelah membahas mengenai jarak hiperbolik, akan dilanjutkan tentang
transformasi M��bius pada bidang setengah atas ℍ.
E. Transformasi M��bius di ℍ
Pada geometri Euclides transformasi yang mempertahankan panjang serta
sudut adalah translasi, rotasi, dan refleksi; sedangkan pada geometri hiperbolik,
transformasi yang digunakan adalah transformasi M��bius. Transformasi
M��bius pada geometri hiperbolik adalah transformasi yang dapat
mempertahankan jarak atau panjang hiperbolik, serta besar sudut hiperbolik.
Transformasi M��bius pada setengah bidang atas ℍ, didefinisikan sama seperti
transformasi M��bius pada Riemann sphere ℂ yang akan diberikan pada
Teorema 3.10. Sebelum mendefinisikan transformasi M��bius di ℍ, terlebih
dahulu akan dibuktikan proposisi berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
Proposisi 3.9 (Olsen, 2010: 20)
Transformasi M��bius 𝑓(𝑧) =𝑎𝑧+𝑏
𝑐𝑧+𝑑 dengan 𝑎𝑑 − 𝑏𝑐 ≠ 0 memetakan ℝ ke ℝ
jika dan hanya jika koefisien a, b, c, dan d ∈ ℝ.
Bukti:
Misalkan sumbu real ℝ dengan (ℝ = ℝ ∪ {∞}). Diasumsikan 𝑓(ℝ) = ℝ. Ini
berimplikasi untuk f memetakan tiga titik di ℝ (𝑞1, 𝑞2, 𝑞3) ke tiga titik di ℝ
(𝑟1, 𝑟2, 𝑟3), diasumsikan ketiganya berhingga. Sehingga dua cross ratio untuk f
adalah
(𝑤, 𝑟1, 𝑟2, 𝑟3) = (𝑧, 𝑞1, 𝑞2, 𝑞3),
maka diperoleh
(𝑧 − 𝑞1)(𝑞2 − 𝑞3)
(𝑧 − 𝑞3)(𝑞2 − 𝑞1)=
(𝑤 − 𝑟1)(𝑟2 − 𝑟3)
(𝑤 − 𝑟3)(𝑟2 − 𝑟1).
Elemen transformasi M��bius yaitu 𝑤 = 𝑓(𝑧) diperoleh dengan mengubah
kedua ruas hingga membentuk 𝑤 = 𝑓(𝑧) dengan koefisien real karena
𝑞1, 𝑞2, 𝑞3,𝑟1, 𝑟2, dan 𝑟3 ∈ ℝ.
Salah satu titik (𝑞1, 𝑞2, 𝑞3) adalah titik ∞ maka f dapat dilihat pada persamaan
(2.21).
Proposisi 3.9 terbukti. QED.
Selanjutnya, diberikan teorema tentang transformasi M��bius di setengah
bidang atas ℍ yang digunakan sebagai definisi. Teorema ini adalah kekhususan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
dari definisi transformasi M��bius secara umum. Teorema tentang transformasi
M��bius pada setengah bidang atas ℍ disajikan sebagai berikut.
Teorema 3.10 (Olsen, 2010: 20)
Transformasi M��bius pada setengah bidang atas ℍ didefinisikan sebagai
fungsi 𝑚: ℍ → ℍ sebagai berikut.
𝑚(𝑧) =𝑎𝑧 + 𝑏
𝑐𝑧 + 𝑑
dengan 𝑎, 𝑏, 𝑐, 𝑑 ∈ ℝ dan 𝑎𝑑 − 𝑏𝑐 > 0.
Bukti:
Karena ℝ adalah batas di tak hingga dari ℍ dan berdasarkan Proposisi 3.11
bahwa f memetakan ℝ ke ℝ maka dapat dipilih
𝑓(𝑧) =𝑎𝑧 + 𝑏
𝑐𝑧 + 𝑑, 𝑎, 𝑏, 𝑐, 𝑑 ∈ ℝ,
sehingga diperoleh
𝑓(𝑧) =𝑎𝑧 + 𝑏
𝑐𝑧 + 𝑑
=𝑎𝑧 + 𝑏
|𝑐𝑧 + 𝑑|2(𝑐𝑧 + 𝑑)
=1
|𝑐𝑧 + 𝑑|2(𝑎𝑐|𝑧|2 + 𝑏𝑑 + 𝑏𝑐𝑧 + 𝑎𝑑𝑧),
serta diperoleh
𝐼𝑚(𝑓(𝑧)) = 𝐼𝑚 (𝑎𝑧 + 𝑏
𝑐𝑧 + 𝑑) = 𝐼𝑚 (
1
|𝑐𝑧 + 𝑑|2(𝑎𝑐|𝑧|2 + 𝑏𝑑 + 𝑏𝑐𝑧 + 𝑎𝑑𝑧))
= 𝐼𝑚 (1
|𝑐𝑧 + 𝑑|2(𝑏𝑐(−𝑦) + 𝑎𝑑(𝑦)))
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
=𝑎𝑑 − 𝑏𝑐
|𝑐𝑧 + 𝑑|2𝐼𝑚(𝑧). (3.1)
Persamaan 3.1 berlaku dalam ℍ jika dan hanya jika 𝑎𝑑 − 𝑏𝑐 > 0.
Jadi, Teorema 3.10 terbukti. QED.
Selanjutnya akan diberikan teorema-teorema lain yang menunjukkan sifat-sifat
transformasi M��bius pada setengah bidang atas ℍ sebagai berikut.
Teorema 3.11 (Anderson, 2005: 57)
Setiap elemen transformasi M��bius pada setengah bidang atas ℍ memetakan
garis hiperbolik di ℍ ke garis hiperbolik di ℍ.
Bukti:
Berdasarkan fakta bahwa transformasi M��bius di ℂ mempertahankan lingkaran
di ℂ, serta bahwa garis hiperbolik di ℍ adalah perpotongan lingkaran di ℂ
dengan ℍ, dan Teorema 3.11. maka setiap elemen transformasi M��bius pada
setengah bidang atas ℍ memetakan garis hiperbolik di ℍ ke garis hiperbolik di
ℍ.
Jadi dapat disimpulkan bahwa transformasi M��bius di ℍ mempertahankan
garis hiperbolik di ℍ. QED.
Teorema 3.12 (Chang, 2010: 2)
Transformasi M��bius pada setengah bidang atas ℍ mempertahankan panjang
hiperbolik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
Bukti:
Diberikan sebarang titik 𝑧 ∈ ℍ dan transformasi M��bius di ℍ yaitu 𝑚(𝑧) =
𝑤 =𝑎𝑧+𝑏
𝑐𝑧+𝑑 dengan 𝑎, 𝑏, 𝑐, 𝑑 ∈ ℝ dan 𝑎𝑑 − 𝑏𝑐 > 0. Akan ditunjukkan bahwa
|𝑑𝑤|
𝐼𝑚(𝑤)=
|𝑑𝑧|
𝐼𝑚(𝑧) atau
|𝑑𝑤|
|𝑑𝑧|=
𝐼𝑚(𝑤)
𝐼𝑚(𝑧) diperoleh dari definisi jarak hiperbolik.
|𝑑𝑤|
|𝑑𝑧|=
|(𝑐𝑧 + 𝑑)𝑎 − (𝑎𝑧 + 𝑏)𝑐
(𝑐𝑧 + 𝑑)2 |
1= |
𝑎𝑑 − 𝑏𝑐
(𝑐𝑧 + 𝑑)2| =
𝑎𝑑 − 𝑏𝑐
|𝑐𝑧 + 𝑑|2. (3.2)
Kita juga mendapatkan
𝑤 =𝑎𝑧 + 𝑏
𝑐𝑧 + 𝑑.𝑐𝑧 + 𝑑
𝑐𝑧 + 𝑑
=(𝑎𝑧 + 𝑏)(𝑐𝑧 + 𝑑)
|𝑐𝑧 + 𝑑|2
=𝑎𝑐|𝑧|2 + 𝑏𝑑 + 𝑎𝑑𝑧 + 𝑏𝑐𝑧
|𝑐𝑧 + 𝑑|2,
sehingga
𝐼𝑚(𝑤) =(𝑎𝑑 − 𝑏𝑐)𝑦
|𝑐𝑧 + 𝑑|2,
dan
𝐼𝑚(𝑤)
𝐼𝑚(𝑧)=
(𝑎𝑑 − 𝑏𝑐)𝑦|𝑐𝑧 + 𝑑|2
𝑦=
𝑎𝑑 − 𝑏𝑐
|𝑐𝑧 + 𝑑|2 (3.3)
Persamaan (3.2) dan (3.3) sama maka Teorema 3.12 terbukti. QED.
Teorema 3.13
Transformasi M��bius pada setengah bidang atas ℍ konformal.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
Bukti:
Berdasarkan Teorema 3.12, serta sudut hiperbolik adalah sudut antara dua
lingkaran di ℂ, dan transformasi M��bius di ℂ, maka Transformasi M��bius pada
setengah bidang atas ℍ juga konformal. QED.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
BAB IV
LUAS PADA GEOMETRI HIPERBOLIK
MENGGUNAKAN MODEL SETENGAH BIDANG ATAS ℍ
A. Definisi Konvek pada Geometri Hiperbolik
Suatu daerah geometri Euclides diartikan sebagai daerah konvek jika
untuk setiap segmen garis yang menghubungkan sembarang titik pada area
tersebut tidak memuat titik lain di luar area tersebut. Pada bidang kompleks ℂ,
kekonvekan dapat disajikan sebagai berikut.
Z adalah suatu daerah konvek jika untuk setiap pasang titik berbeda 𝑧0 dan
𝑧1 pada Z, maka titik 𝑧𝑡 = (1 − 𝑡)𝑧0 + 𝑡𝑧1 untuk 0 ≤ 𝑡 ≤ 1 juga pada Z
(Anderson, 2005: 146).
Namun, untuk poligon Euclides konvek memiliki besar sudut dalam tidak lebih
dari 𝜋.
Pada geometri hiperbolik di setengah bidang atas ℍ juga mencoba
memuat ide tersebut namun dengan penyesuaian. Kekonvekan pada geometri
hiperbolik di setengah bidang atas ℍ menggunakan pendekatan ruas garis dalam
suatu wilayah yang didefinisikan sebagai berikut.
Definisi 4.1 (Anderson, 2005: 146)
Suatu himpunan X pada bidang hiperbolik adalah konvek jika untuk setiap
pasang titik berbeda x dan y dalam X, maka segmen garis hiperbolik ℓ𝑥𝑦 yang
menghubungkan x dan y juga termuat dalam X (Gambar 4.1)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
Gambar 4.1 Segmen-segmen Garis pada X di ℍ
Titik-titik pada segmen garis dalam geometri Euclides dapat ditentukan oleh
suatu parameter seperti yang telah disajikan sebelumnya, namun hal tersebut
sukar dilakukan pada model geometri hiperbolik. Pada setengah bidang atas ℍ
menemukan parameter yang bagus dari segmen garis hiperbolik yang
menghubungkan sembarang dua titik amat sulit dilakukan.
Berdasarkan definisi 4.1 kekonvekan dapat ditentukan berdasarkan segmen garis
hiperbolik, hal ini berakibat kekonvekan dipertahankan oleh suatu transformasi
yang mempertahankan panjang garis dan sudut; sehingga, jika X adalah
himpunan konvek dalam bidang hiperbolik dan jika 𝛾 adalah sebuah suatu
transformasi yang mempertahankan panjang garis dan sudut di bidang
hiperbolik, maka 𝛾(𝑋) juga konvek.
Berikut akan diberikan suatu postulat yang menyatakan bahwa garis-
garis hiperbolik adalah konvek. Kekonvekan terjadi baik untuk segmen garis,
sinar garis, dan garis hiperbolik di bidang hiperbolik termasuk juga di setengah
bidang atas ℍ. Proposisi tersebut disajikan sebagai berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
Proposisi 4.2 (Anderson, 2005: 146)
Garis hiperbolik, sinar garis hiperbolik, dan segmen garis hiperbolik adalah
konvek.
Gambar 4.2 : (a) garis hiperbolik di ℍ, (b) sinar garis hiperbolik di ℍ,
(c) segmen garis hiperbolik di ℍ
Bukti:
Misalkan ℓ adalah garis hiperbolik dan misalkan x dan y adalah dua titik pada
ℓ (Gambar 4.2a). Berdasarkan Proposisi sebelumnya yang menyatakan bahwa
untuk setiap dua titik berbeda di ℍ terdapat garis hiperbolik tertentu yang
melalui dua titik tersebut, x dan y dilalui suatu garis hiperbolik, yaitu ℓ , dan
sehingga segmen garis ℓ𝑥𝑦 menghubungkan x ke y termuat dalam ℓ. Oleh karena
itu ℓ konvek.
(a) (b)
(c)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
Misalkan ℓ𝑎 adalah sinar garis hiperbolik dengan pangkal di a, dan x dan y
adalah dua titik pada ℓ𝑎 (Gambar 4.2b). Sesuai dengan alasan sebelumnya, maka
terdapat segmen garis ℓ𝑥𝑦 yang menghubungkan x ke y termuat dalam ℓ. Oleh
karena itu k konvek
Misalkan ℓ𝑎𝑏 adalah segmen garis hiperbolik yang menghubungkan titik a ke
titik b dan misalkan titik c dan d terdapat pada segmen garis ℓ𝑎𝑏 (Gambar 4.2c).
Sesuai dengan alasan sebelumnya, maka terdapat segmen garis ℓ𝑐𝑑 yang
menghubungkan titik c ke d termuat dalam ℓ𝑎𝑏. Oleh karena itu ℓ𝑎𝑏 konvek.
QED.
Selanjutnya, bila dilihat dari definisi kekonvekan pada geometri
hiperbolik, cukup sukar untuk menentukan suatu bangun datar tersebut konvek
atau tidak. Hal ini juga berlaku pada geometri Euclides. Pada geometri Euclides,
poligon konvek memiliki besar sudut interior tidak lebih dari 𝜋. Hal tersebut juga
dipakai pada poligon hiperbolik, sehingga poligon hiperbolik konvek memiliki
besar sudut interior tidak lebih dari 𝜋. Berikut diberikan beberapa contoh poligon
hiperbolik konvek dan poligon hiperbolik konkaf.
Gambar 4.3 (a) Contoh Poligon Hiperbolik Konkaf, dan
(b) Contoh Poligon Hiperbolik Konvek.
(a) (b)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
B. Segitiga Hiperbolik dan Poligon Hiperbolik
Pada bagian ini akan dibahas mengenai bangun datar yang ada pada
geometri hiperbolik. Dimulai dengan bangun datar yang paling sederhana yaitu
segitiga. Segitiga hiperbolik adalah bangun datar yang dibatasi oleh tiga segmen
garis hiperbolik, sinar garis hiperbolik, ataupun garis hiperbolik yang saling
berhimpit pada titik sudut maupun pada titik ideal.
Gambar 4.4 Jenis-jenis Segitiga Hiperbolik di ℍ
Terdapat empat jenis segitiga hiperbolik berdasarkan dari titik sudut
maupun sisi-sisinya (Gambar 4.4). Rincian dari jenis-jenis segitiga hiperbolik
yang disajikan pada setengah bidang atas ℍ adalah sebagai berikut.
1. Pada gambar 4.4.a adalah segitiga hiperbolik yang ketiga sisinya
merupakan segmen garis hiperbolik dan ketiga titik sudutnya bukan titik
sudut ideal.
2. Pada gambar 4.4.b nampak bahwa segitiga tersebut memiliki satu titik
sudut ideal dan dua titik sudut tak ideal, serta terbentuk dari satu segmen
(a) (b) (c) (d)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
garis hiperbolik dan dua sinar garis hiperbolik, segitiga hiperbolik
tersebut disebut segitiga omega.
3. Pada gambar 4.4.c adalah segitiga yang memiliki dua titik sudut ideal dan
satu titik sudut tak ideal, serta terbentuk dari dua sinar garis hiperbolik
dan garis hiperbolik.
4. Pada gambar 4.4.d adalah segitiga yang memiliki tiga titik sudut ideal
yang disebut sebagai segitiga hiperbolik ideal.
Segitiga hiperbolik pada setengah bidang atas ℍ yang tidak memiliki titik
sudut ideal dapat diubah ke posisi standar, misalkan segitiga hiperbolik P dengan
tiga titik sudut 𝑣1, 𝑣2, 𝑣3 dikatakan pada posisi standar jika titik sudut segitiga
hiperbolik P memiliki koordinat (𝑣1 = 𝑘𝑖), (𝑣2 = 𝑠 + 𝑡𝑖), (𝑣3 = 𝑖) di mana 𝑘 >
1 dan 𝑠 > 0 (Gambar 4.5.a). Segitiga hiperbolik dalam posisi standar dibahas
pada proposisi berikut ini.
Proposisi 4.4 (Stahl, 1993: 93)
Setiap segitiga hiperbolik (tidak memiliki titik sudut ideal) dapat diubah ke
dalam posisi standar dengan transformasi M��bius hiperbolik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
Gambar 4.5 (a) Segitiga Hiperbolik pada Posisi Standar
(b) Ilustrasi Segitiga Hiperbolik Kasus 1 Proposisi 4.4
(c) Ilustrasi Segitiga Hiperbolik Kasus 2 Proposisi 4.4
(d) Ilustrasi Segitiga Hiperbolik Kasus 3 Proposisi 4.4
Bukti :
Diberikan transformasi M��bius di setengah bidang atas ℍ yaitu
𝑚(𝑧) =𝑎𝑧 + 𝑏
𝑐𝑧 + 𝑑, 𝑎𝑑 − 𝑏𝑐 > 0, 𝑎, 𝑏, 𝑐, 𝑑 ∈ ℝ
(a) (b)
(c) (d)
P
P
P
P
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
a. Kasus 1: Jika segitiga hiperbolik 𝑃 dengan titik-titik sudut (𝑣1 = 𝑘𝑖),
(𝑣2 = 𝑠 + 𝑡𝑖), (𝑣3 = 𝑖) di mana 0 < 𝑘 < 1 dan 𝑠 > 0 (Gambar 4.5.b).
Dipilih transformasi M��bius 𝑚1(𝑧) =𝑧
|𝑧|2 , sehingga diperoleh
𝑚1(𝑘𝑖) =𝑘𝑖
|𝑘|2=
𝑖
𝑘,
dengan 1
𝑘> 1, karena 0 < 𝑘 < 1,
𝑚1(𝑠 + 𝑡𝑖) =𝑠 + 𝑡𝑖
|√𝑠2 + 𝑡2|2 =
𝑠
𝑠2 + 𝑡2+
𝑡
𝑠2 + 𝑡2𝑖,
dengan 𝑠
𝑠2+𝑡2 > 0, dan
𝑚1(𝑖) =𝑖
|1|2= 𝑖.
Jadi, segitiga hiperbolik tersebut telah dalam posisi standar.
b. Kasus 2: Jika segitiga hiperbolik 𝑃 dengan titik-titik sudut (𝑣1 = 𝑘𝑖),
(𝑣2 = −𝑠 + 𝑡𝑖), (𝑣3 = 𝑝𝑖) di mana 𝑝, 𝑘 > 0 dan 𝑠 > 0 (Gambar 4.5.c).
Dengan memilih transformasi M��bius 𝑚2(𝑧) = 𝑧 − 2𝑅𝑒(𝑧) diperoleh
(𝑚2(𝑣1) = 𝑘𝑖), (𝑚2(𝑣2) = 𝑠 + 𝑡𝑖), (𝑚2(𝑣3) = 𝑝𝑖) , selanjutnya dipilih
transformasi M��bius 𝑚3(𝑧) =𝑝𝑧
|𝑧|2 diperoleh
𝑚3(𝑘𝑖) =𝑝𝑘𝑖
|𝑘|2=
𝑝𝑖
𝑘
dengan 𝑝
𝑘> 0,
𝑚3(𝑠 + 𝑡𝑖) =𝑝(𝑠 + 𝑡𝑖)
|√𝑠2 + 𝑡2|2 =
𝑝𝑠
𝑠2 + 𝑡2+
𝑝𝑡
𝑠2 + 𝑡2𝑖
dengan 𝑝𝑠
𝑠2+𝑡2> 0, dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
𝑚3(𝑝𝑖) =𝑝2𝑖
|𝑝|2 = 𝑖.
Jika 𝑝
𝑘> 1, maka segitiga hiperbolik tersebut telah dalam posisi standar. Jika
𝑝
𝑘< 1, maka sama dengan kasus 1 sehingga segitiga hiperbolik tersebut juga
dapat dibawa ke posisi standar.
c. Kasus 3: Jika segitiga hiperbolik 𝑃 dengan titik-titik sudut sembarang.
Diasumsikan salah satu sisi segitiga hiperbolik 𝑃 berada pada busur
lingkaran Euclides atau berada pada garis hiperbolik ℓ. Misalkan titik ideal
garis ℓ di 𝜔1 dan 𝜔2 dengan 𝜔1 ≠ 𝜔2 ≠ 0 maka dengan transformasi
M��bius 𝑚4(𝑧) = 𝑧 + 𝑡, 𝑡 ∈ ℝ dapat ditransformasikan salah satu titik ideal
garis ℓ menjadi sama dengan 0.
Diperoleh 𝑚4(ℓ) adalah garis hiperbolik dengan titik ideal di 𝜔1 = 0, dan
𝜔2 = 𝑞, maka dengan transformasi M��bius 𝑚5(𝑧) =𝑞|𝑧|2
|𝑧|2−𝑞𝑧 akan
membawa garis hiperbolik 𝑚4(ℓ) menjadi sumbu imajiner. Kita tahu
bahwa garis hiperbolik 𝑚4(ℓ) adalah busur lingkaran Euclides dengan
pusat di 1
2𝑞 dan dengan jari-jari
1
2𝑞, sehingga dapat diambil sembarang titik
di garis hiperbolik 𝑚4(ℓ) yaitu (𝑧𝑘 = (1
2𝑞 + 𝑎) + 𝑐𝑖) dengan 𝑎2 + 𝑐2 =
1
4𝑞2. Ditunjukkan 𝑚5(𝑧𝑘) berada di sumbu imajiner sebagai berikut :
|𝑧𝑘|2 = (1
2𝑞 + 𝑎)
2
+ 𝑐2 =1
4𝑞2 + 𝑞𝑎 + 𝑎2 + 𝑐2 =
1
2𝑞2 + 𝑎𝑞
sehingga,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
𝑚5(𝑧𝑘) = 𝑞
12 𝑞2 + 𝑎𝑞
12 𝑞2 + 𝑎𝑞 − 𝑞 ((
12 𝑞 + 𝑎) + 𝑐𝑖)
= 𝑞
12 𝑞2 + 𝑎𝑞
12 𝑞2 + 𝑎𝑞 −
12 𝑞2 − 𝑎𝑞 − 𝑞𝑐𝑖
= 𝑞
12 𝑞2 + 𝑎𝑞
−𝑞𝑐𝑖=
(12 𝑞2 + 𝑎𝑞)
𝑐𝑖
Karena (
1
2𝑞2+𝑎𝑞)
𝑐∈ ℝ dan
(1
2𝑞2+𝑎𝑞)
𝑐> 0 maka 𝑚5(𝑧𝑘) berada di sumbu
imajiner positif. Akibatnya garis hiperbolik ℓ berubah menjadi sumbu
imajiner. Dengan begitu segitiga hiperbolik pada kasus 3 dapat dibentuk
pada posisi standar.
Jadi Proposisi 4.4 terbukti. QED.
Selanjutnya, akan dibuktikan salah satu teorema yang paling umum
dalam geometri hiperbolik yaitu yang menyatakan bahwa jumlah sudut dalam
segitiga hiperbolik kurang dari 𝜋. Pertama akan diberikan Proposisi 4.5 yang
digunakan untuk membantu membuktikan teorema tersebut.
Proposisi 4.5 (Stahl. 1993: 98)
Setiap segitiga siku-siku hiperbolik mempunyai jumlah sudut kurang dari 𝜋
Bukti:
Misalkan segitiga hiperbolik P dengan tiga titik 𝑣1, 𝑣2, 𝑣3 dengan besar sudut
bersesuaian 𝜃1, 𝜃2, 𝜃3, dan misalkan segitiga hiperbolik P siku-siku di 𝑣1
sehingga 𝜃1 =𝜋
2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
Gambar 4.6 Ilustrasi Segitiga Hiperbolik Siku-Siku di i
a. Kasus pertama untuk sudut di titik 𝑣2, dan 𝑣3 merupakan titik ideal,
sehingga 𝜃2 = 𝜃3 = 0, dan diketahui bahwa 𝜃1 =𝜋
2. Jadi, jumlah sudut
segitiga hiperbolik ∆𝐴𝐵𝐶
𝜃1 + 𝜃2 + 𝜃3 =𝜋
2< 𝜋
b. Kasus kedua untuk salah satu sudut 𝑣2 atau 𝑣3 merupakan titik ideal
misalkan titik 𝑣2 ideal maka 𝜃2 = 0 dan 𝜃3 <𝜋
2 karena jika 𝜃3 ≥
𝜋
2 maka
tidak terbentuk suatu segitiga hiperbolik. Jadi, jumlah sudut segitiga
hiperbolik 𝑃
𝜃1 + 𝜃2 + 𝜃3 =𝜋
2+ 0 + 𝜃3 <
𝜋
2+
𝜋
2= 𝜋
c. Kasus ketiga untuk segitiga hiperbolik 𝑃 yang tidak memiliki titik sudut
ideal. Berdasarkan Proposisi 4.4 segitiga hiperbolik 𝑃 dapat
ditransformasikan ke posisi standar dengan (𝑚(𝑣1) = 𝑖), (𝑚(𝑣2)𝑘𝑖), dan
(𝑚(𝑣3) = 𝑠 + 𝑡𝑖) seperti gambar 4.6. Diketahui 𝑣1 =𝜋
2, garis hiperbolik ℓ
P
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
yang melalui 𝑣1 dan 𝑣3 adalah busur lingkaran Euclides dengan pusat di 0,
dan garis hiperbolik 𝓀 yang melalui 𝑣2 dan 𝑣3 adalah busur lingkaran
Euclides dengan pusat di −𝑑 dan garis hiperbolik 𝓀 yang melalui 𝑣1 dan
𝑣2 berada adalah sumbu imajiner. Berdasarkan Proposisi 2.5 diperoleh
bahwa besar sudut pada titik sudut −𝑑 adalah 𝜃2 (tipe III), dan besar sudut
antar jari-jari lingkaran pada titik sudut 𝑣3 adalah 𝜃3.
Akan ditunjukkan bahwa 𝜃2 <𝜋
2− 𝜃3. Bukti dengan kontradiksi,
diasumsikan 𝜃2 ≥𝜋
2− 𝜃3benar, karena 𝜃2 dan 𝜃3 adalah sudut lancip maka
sin 𝜃2 ≥ sin (𝜋
2− 𝜃3) = cos 𝜃3
sin 𝜃2 ≥ cos 𝜃3
𝑘
𝑟≥
𝑟2 + 1 − 𝑑2
2𝑟=
𝑘2 + 1
2𝑟
2𝑘 ≥ 𝑘2 + 1
0 ≥ 𝑘2 − 2𝑘 + 1 = (𝑘 − 1)2
Karena 𝑘 > 1 maka (𝑘 − 1)2 > 0. Terjadi kontradiksi, sehingga asumsi
salah. Jadi benar untuk 𝜃2 <𝜋
2− 𝜃3atau 𝜃2 + 𝜃3 <
𝜋
2 . Dapat disimpulkan
jumlah sudut segitiga hiperbolik siku-siku adalah
𝜃2 + 𝜃3 +𝜋
2<
𝜋
2+
𝜋
2= 𝜋.
Berdasarkan kasus 1, 2, dan 3 maka Proposisi 4.5 terbukti. QED.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
Teorema 4.6 (Stahl. 1993: 99)
Jumlah sudut untuk sebarang segitiga hiperbolik kurang dari 𝜋.
Bukti:
Misalkan segitiga hiperbolik P dengan tiga titik 𝑣1, 𝑣2, 𝑣3 dengan besar sudut
bersesuaian 𝜃1, 𝜃2, 𝜃3.
Pertama akan ditunjukkan bahwa setiap segitiga hiperbolik memiliki tinggi
internal. Misalkan ℓ𝑣1𝑡 adalah tinggi eksternal dari titik 𝑣1 pada segitiga
hiperbolik 𝑃 (Gambar 4.7 (a)), sehingga diperoleh
𝜃2 >𝜋
2 atau 𝜃3 >
𝜋
2.
Misalkan tinggi dari titik 𝑣2 juga external, maka salah satu sudut 𝜃1 dan 𝜃3
haruslah tumpul, maka dari itu dua sudut yang lain haruslah lancip, dan
akibatnya tinggi dari titik sudut tumpul tersebut haruslah internal.
(b)
(a)
Gambar 4.7 Tinggi dari Sembarang Segitiga Hiperbolik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
Asumsikan sembarang segitiga hiperbolik 𝑃 memiliki tinggi internal ℓ𝑣1𝑡
(Gambar 4.7 (b)). Misalkan 𝛼1 dan 𝛼2 adalah sudut yang terbentuk dari tinggi
internal ℓ𝑣1𝑡 terhadap sudut 𝜃1. Berdasarkan Proposisi 4.5 diperoleh
𝜃2 + 𝛼1 <𝜋
2 dan 𝜃3 + 𝛼2 <
𝜋
2,
akibatnya
𝜃1 + 𝜃2 + 𝜃3 = 𝛼1 + 𝜃2 + 𝛼2 + 𝜃3
<𝜋
2+
𝜋
2= 𝜋.
Segitiga hiperbolik yang memiliki titik sudut ideal juga memiliki tinggi internal
sehingga terbukti bahwa jumlah sudut segitiga hiperbolik tersebut juga kurang
dari 𝜋. Sedangkan, segitiga hiperbolik ideal memiliki jumlah sudut 0, sehingga
kurang dari 𝜋. Teorema 4.6 terbukti. QED.
Selanjutnya diberikan teorema mengenai tiga sudut dengan jumlah kurang dari
𝜋 maka dapat terbentuk suatu segitiga hiperbolik. Teorema tersebut diberikan
sebagai berikut.
Teorema 4.7 (Stahl, 1993: 101)
Diberikan sebarang tiga sudut dengan jumlah kurang dari 𝜋, ketiga sudut tersebut
adalah sudut suatu segitiga hiperbolik.
Bukti:
Misalkan 𝛼, 𝛽, 𝛾 adalah tiga sudut positif yang berbeda dan memenuhi 𝛼 + 𝛽 +
𝛾 < 𝜋.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
Gambar 4.8 Ilustrasi dari Teorema 4.7
a. Kasus pertama, bila 𝛼 = 𝛽 = 𝛾 = 0, jelas bahwa dapat bentuk suatu
segitiga hiperbolik ideal.
b. Kasus kedua, salah satu dari 𝛼, 𝛽, 𝛾 tidak nol, misalkan 𝛼 ≠ 0, jelas bahwa
dapat dibentuk suatu segitiga hiperbolik dengan dua titik ideal.
c. Kasus ketiga, salah satu dari 𝛼, 𝛽, 𝛾 adalah nol, misalkan 𝛼 = 0, jelas bahwa
dapat dibentuk suatu segitiga hiperbolik dengan satu titik ideal atau segitiga
omega.
d. Kasus empat, untuk 𝛼, 𝛽, 𝛾 > 0.
Misalkan 𝛼, 𝛽, 𝛾 adalah tiga sudut positif sembarang dan memenuhi 𝛼 +
𝛽 + 𝛾 < 𝜋. Misalkan akan dilihat suatu kondisi yang harus dipenuhi untuk
suatu segitiga hiperbolik 𝑃 (tidak memiliki titik ideal) pada posisi standar,
(𝑣1 = 𝑖), (𝑣2 = 𝑘𝑖), dan (𝑣3 = 𝑧0) dengan 𝑅𝑒(𝑧0) > 0, serta sudut-sudut
∠𝑣1 = 𝛼, ∠𝑣2 = 𝛽, dan ∠𝑣3 = 𝛾. Seperti Gambar 4.8, misalkan u dan
P
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
−𝑑 adalah pusat lingkaran Euclides dari sisi ℓ𝑣1𝑣3 dan sisi ℓ𝑣2𝑣3
serta r dan
s sebagai jari-jarinya. Berdasarkan Proposisi 2.5 diperoleh besar sudut di
titik sudut u adalah 𝛼, besar sudut di titik sudut –d adalah 𝛽, dan besar sudut
antara jari-jari s dan r adalah 𝛾.
Menggunakan trigonometri dari segitiga Euclides diperoleh
𝑢 = 𝑟 cos 𝛼
𝑑 = 𝑠 cos 𝛽
(𝑢 + 𝑑)2 = 𝑟2 + 𝑠2 − 2𝑟𝑠 cos 𝛾.
Berdasarkan Teorema Pythagoras didapatkan 𝑟2 = 𝑢2 + 1, sehingga
menghasilkan
𝑟 = csc 𝛼 , dan 𝑢 = cot 𝛼.
Ketika nilai u, r, dan d disubsitusikan ke (3) diperoleh
(cot 𝛼 + 𝑠 cos 𝛽)2 = csc2 𝛼 + 𝑠2 − 2𝑠 cos 𝛾 csc 𝛼
cot2 𝛼 + 2𝑠 cos 𝛽 cot 𝛼 + 𝑠2 cos2 𝛽 = csc2 𝛼 + 𝑠2 − 2𝑠 cos 𝛾 csc 𝛼
𝑠2(1 − cos2 𝛽) − 2𝑠(cos 𝛽 cot 𝛼 + cos 𝛾 csc 𝛼) + csc2 𝛼 − cot2 𝛼 = 0,
dengan fakta bahwa sin2 𝜃 = 1 − cos2 𝜃 maka
𝑠2(sin2 𝛽) − 2𝑠(cos 𝛽 cot 𝛼 + cos 𝛾 csc 𝛼) + 1 = 0. (4.1)
Persamaan (4.1) merupakan persamaan kuadrat, sehingga segitiga
hiperbolik 𝑃 ditentukan dari nilai diskriminan persamaan kuadrat tersebut.
Diskriminan dari persamaan (4.1) adalah
4(cos 𝛽 cot 𝛼 + cos 𝛾 csc 𝛼)2 − 4 sin2 𝛽.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
Kita akan tunjukkan bahwa diskriminan tersebut positif, sehingga
persamaan (4.1) memiliki penyelesaian di s. Kita tahu bahwa 𝛼 + 𝛽 + 𝛾 <
𝜋
2 sehingga diperoleh
𝛽 + 𝛼 <𝜋
2− 𝛾.
Fungsi cosinus adalah monoton turun di kuadran I dan kuadran II sehingga
diperoleh
cos(𝛽 + 𝛼) > cos (𝜋
2− 𝛾) = − cos 𝛾
cos 𝛽 cos 𝛼 − sin 𝛼 sin 𝛽 > − cos 𝛾
cos 𝛽 cos 𝛼 + cos 𝛾 > sin 𝛼 sin 𝛽 > 0
cos 𝛽 cot 𝛼 + cos 𝛾 csc 𝛼 > sin 𝛽 > 0
(cos 𝛽 cot 𝛼 + cos 𝛾 csc 𝛼)2 > sin2 𝛽 > 0 (4.2)
Persamaan (4.2) telah menjamin bahwa persamaan (4.1) memiliki
diskriminan positif, sehingga persamaan kuadrat (4.1) tersebut mempunyai
dua akar real untuk 𝛼, 𝛽, 𝛾.
Teorema 4.7 terbukti. QED.
Pada bagian ini akan disajikan salah satu perbedaan mengenai segitiga
Euclides dan segitiga hiperbolik salah satunya adalah konsep segitiga kongruen
yang ada pada geometri Euclides dan geometri hiperbolik. Syarat kongruen
untuk segitiga yang dikemukakan oleh Euclides seperti yang telah dibahas pada
Bab II akan digunakan untuk menentukan kekongruenan segitiga hiperbolik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
Teorema 4.8 (Greenberg, 1980: 151)
Pada geometri hiperbolik jika dua segitiga sebangun, maka dua segitiga tersebut
kongruen.
Bukti:
Misalkan 𝑃 dan 𝑄 adalah sembarang segitiga hiperbolik yang saling sebangun.
Misalkan besar tiga sudut 𝑃 adalah 𝛼, 𝛽, 𝛾. Akan dibuktikan bahwa segitiga
tersebut saling kongruen.
a. Kasus pertama, 𝛼, 𝛽, 𝛾 = 0 maka segitiga tersebut merupakan segitiga
hiperbolik ideal, sehingga sisi-sisinya merupakan garis hiperbolik dengan
panjang ∞. Akibatnya 𝑃 ≅ 𝑄 (SS, SS, SS).
b. Kasus kedua, salah satu sudut 𝛼, 𝛽, 𝛾 tak nol, misal 𝛼 ≠ 0. Segitiga tersebut
adalah segitiga hiperbolik dengan dua titik sudut ideal. Sisi-sisi segitiga
tersebut adalah dua sinar garis hiperbolik dan satu garis hiperbolik, dan fakta
bahwa panjang sinar garis hiperbolik adalah ∞. Akibatnya 𝑃 ≅ 𝑄 (SS, SD,
SS) dari dua sinar garis hiperbolik mengapit sudut 𝛼 maka segitiga tersebut
kongruen.
c. Kasus ketiga, Kasus kedua, salah satu sudut 𝛼, 𝛽, 𝛾 adalah nol, misal 𝛼 =
0. Segitiga tersebut adalah segitiga hiperbolik dengan satu titik sudut ideal.
Sisi-sisi segitiga tersebut adalah dua sinar garis hiperbolik dan satu segmen
garis hiperbolik, dan fakta bahwa panjang sinar garis hiperbolik adalah ∞.
Akibatnya 𝑃 ≅ 𝑄 (SD, SS, SD) dari sudut 𝛼 dan sudut 𝛽 mengapit satu sinar
garis hiperbolik maka segitiga tersebut kongruen.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
d. Kasus empat, untuk segitiga hiperbolik yang tidak memiliki titik sudut ideal.
Misalkan segitiga hiperbolik 𝑃 pada posisi standar (Gambar 4.7) dengan
𝑣1 = 𝑖 dan 𝑣2 = 𝑖 (𝑠1 sin 𝛽), sehingga panjang hiperbolik sisi ℓ𝑣1𝑣2 adalah
|ln (𝑠1 sin 𝛽
1)| = |ln(𝑠1 sin 𝛽)|.
Misalkan segitiga hiperbolik 𝑄 pada posisi standar (Gambar 4.7) dengan
𝑤1 = 𝑖 dan 𝑤2 = 𝑖 (𝑠2 sin 𝛽), sehingga panjang hiperbolik sisi ℓ𝑤1𝑤2
adalah
|ln (𝑠2 sin 𝛽
1)| = |ln(𝑠2 sin 𝛽)|.
Karena 𝑠1 dan 𝑠2 diperoleh dari penyelesaian persamaan kuadrat (4.1) yang
koefisiennya hanya dipengaruhi oleh 𝛼, 𝛽, 𝛾, maka 𝑠1 dan 𝑠2 adalah akar-
akar persamaan (4.1) sehingga diperoleh
𝑠1𝑠2 =1
sin2 𝛽
𝑠2 sin 𝛽 =1
𝑠1 sin 𝛽,
dengan fakta bahwa |ln (1
𝑥)| = |ln 𝑥| sehingga
|ln(𝑠2 sin 𝛽)| = |ln (1
𝑠1 sin 𝛽)| = |ln(𝑠1 sin 𝛽)|
atau panjang hiperbolik sisi ℓ𝑤1𝑤2 sama dengan panjang hiperbolik sisi
ℓ𝑣1𝑣2. Akibatnya 𝑃 ≅ 𝑄 (SD,SS,SD). QED.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
Setelah membahas tentang segitiga hiperbolik, akan dilanjutkan untuk
bangun datar lain yang juga terdapat pada geometri Euclides yaitu poligon.
Segitiga merupakan bentuk paling sederhana dari poligon karena hanya dibatasi
oleh tiga segmen garis (dalam segitiga hiperbolik dapat dibatasi oleh sinar garis
ataupun garis). Dengan batas atau sisi yang lebih banyak, akan diselidiki poligon
dalam geometri hiperbolik dengan mengambil sifat-sifat dalam geometri
Euclides.
Pada geometri Euclides, poligon merupakan salah satu objek dasar yang
dipelajari. Alexander dan Koeberlein (2014) menyatakan bahwa poligon adalah
bangun tertutup yang sisi-sisinya berpotongan hanya pada titik ujung. Menurut
Moise (1990) poligon didefinisikan sebagai berikut.
Definisi 4.9 (Moise, 1990: 184)
Suatu daerah poligon adalah bangun bidang yang dapat diekspresikan sebagai
gabungan dari daerah segitiga yang terbatas jumlahnya, sehingga jika dua daerah
segitiga beririsan, irisannya adalah suatu batas atau titik sudut dari daerah
segitiga tersebut.
Definisi 4.9 juga digunakan dalam geometri hiperbolik dalam
mendefinisikan poligon hiperbolik. Pada Gambar 4.9 nampak bahwa poligon
hiperbolik dapat dibentuk dari daerah-daerah segitiga hiperbolik yang berbeda,
di mana segitiga hiperbolik tersebut saling berhimpitan pada sisinya atau saling
berhimpitan di titik sudutnya. Ketika melakukan pembagian daerah poligon
hiperbolik ke dalam segitiga-segitiga hiperbolik tidak ada langkah khusus yang
mengaturnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
Gambar 4.9 Ilustrasi Poligon Hiperbolik Berdasarkan Definisi
Pada skripsi ini hanya akan dibahas mengenai poligon hiperbolik konvek,
sehingga besar sudut dalam tiap titik sudut poligon hiperbolik kurang dari 𝜋.
Namun akan tetap dibahas mengenai definisi luas hiperbolik untuk sembarang
area pada setengah bidang atas ℍ.
C. Definisi Luas Hiperbolik
Pada setengah bidang atas ℍ panjang suatu lintasan 𝐶1 ditentukan oleh
elemen panjang busur 1
𝐼𝑚(𝑧)|𝑑𝑧|. Luas hiperbolik pada setengah bidang ℍ
mengambil pendekatan integral dari persegi menggunakan elemen panjang
busur. Pada setengah bidang ℍ luas daerah X didefinisikan sebagi berikut:
Definisi 4.10 (Anderson, 2005: 164)
Luas hiperbolik 𝑎𝑟𝑒𝑎ℍ(𝑋) dari himpunan X di ℍ diberikan
𝑎𝑟𝑒𝑎ℍ(𝑋) = ∫1
𝐼𝑚(𝑧)2 𝑑𝑥 𝑑𝑦
𝑋
= ∫1
𝑦2𝑑𝑥 𝑑𝑦
𝑋
dengan 𝑧 = 𝑥 + 𝑖𝑦.
Apakah definisi tersebut dapat digunakan sebagai ukuran luas suatu daerah
atau tidak?. Hal tersebut akan diuji dengan beberapa aksioma mengenai luas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
suatu daerah. Pada geometri Euclides terdapat beberapa aksioma dalam
mendefinisikan konsep luas yaitu (Stahl, 1993: 110):
1. Keberadaan : Setiap poligon memiliki luas yang tak negatif.
2. Invarian : Poligon kongkruen dengan daerah tertutup memiliki luas yang
sama
3. Additiviti : Jika daerah poligon R adalah gabungan dari dua daerah
poligon S dan T yang berhimpitan pada batasnya, maka luas R sama
dengan hasil jumlahan luas S dan T.
4. Persegi panjang : Luas persegi panjang adalah hasil kali dari panjang
dan lebar.
Namun, pada aksioma-aksioma tersebut terdapat konsep persegi yang tidak
dapat disajikan dalam geometri hiperbolik, sehingga aksioma tersebut tidak
dapat diterapkan pada geometri hiperbolik.
Definisi yang lebih umum dan logis untuk setiap daerah termuat secara
aksiomatis dalam Pengertian Umum (Bab II). Euclides mengasumsikan bahwa
gagasan yang logis untuk luas itu ada, dengan kelogisan gagasan tersebut dibuat
tepat dengan persyaratan Pengertian Umum. Aksioma inilah yang digunakan
untuk mendasari ketepatan definisi luas hiperbolik pada setengah bidang atas ℍ.
Pembuktian definisi luas hiperbolik pada model setengah atas ℍ memenuhi
kaidah Pengertian Umum diberikan sebagai berikut.
a. Pengertian Umum 1 hanya mensyaratkan bahwa dua daerah yang memiliki
luas hiperbolik yang sama dengan daerah ketiga memiliki luas hiperbolik
yang sama satu sama lain. Hal ini jelas karena bila R, S, T adalah suatu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
daerah sehingga 𝑎𝑟𝑒𝑎(𝑅) = 𝑎𝑟𝑒𝑎(𝑇) dan 𝑎𝑟𝑒𝑎(𝑆) = 𝑎𝑟𝑒𝑎(𝑇) maka
dengan kaidah logika dasar diperoleh bahwa 𝑎𝑟𝑒𝑎(𝑅) = 𝑎𝑟𝑒𝑎(𝑆).
b. Pengertian Umum 2 menetapkan bahwa ketika sesuatu yang sama
ditambahkan dengan sesuatu yang sama maka hasilnya akan sama. Dapat
dijelaskan bahwa yang dimaksudkan oleh Euclides, penambahan adalah di
mana dua poligon dijajarkan sehingga saling berhimpitan pada batas-
batasnya. Jika R dan S adalah dua daerah dan 𝑅 ∪ 𝑆 adalah gabungannya,
maka persamaan umum integralnya adalah
𝑎𝑟𝑒𝑎(𝑅 ∪ 𝑆) = ∫𝑑𝑥 𝑑𝑦
𝑦2𝑅∪𝑆
= ∫𝑑𝑥 𝑑𝑦
𝑦2𝑅
+ ∫𝑑𝑥 𝑑𝑦
𝑦2𝑆
= 𝑎𝑟𝑒𝑎(𝑅) + 𝑎𝑟𝑒𝑎(𝑆).
c. Pengertian Umum 3 yang menyatakan bahwa ketika sesuatu yang sama
dikurangkan dengan sesuatu yang sama maka hasilnya akan sama. Dapat
didapatkan dengan cara yang sama dengan Pengertian Umum 2. Jika R dan
S adalah dua daerah dan 𝑅 − 𝑆 adalah selisihnya, dengan R tidak lebih kecil
daripada S maka persamaan umum integralnya adalah
𝑎𝑟𝑒𝑎(𝑅 − 𝑆) = ∫𝑑𝑥 𝑑𝑦
𝑦2𝑅−𝑆
= ∫𝑑𝑥 𝑑𝑦
𝑦2𝑅
− ∫𝑑𝑥 𝑑𝑦
𝑦2𝑆
= 𝑎𝑟𝑒𝑎(𝑅) − 𝑎𝑟𝑒𝑎(𝑆).
d. Pengertian Umum 4 menetapkan bahwa daerah yang kongruen memiliki
luas yang sama. Hal ini dapat ditunjukkan dengan kenyataan bahwa daerah
hiperbolik invarian (panjang dan sudut tetap) terhadap transformasi M��bius
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
sehingga mempertahankan bentuknya. Misalkan R adalah sebarang daerah
hiperbolik dan R’ adalah hasil transformasi dari R. Misalkan sembarang titik
di R adalah 𝑧 = 𝑥 + 𝑖𝑦 dengan transformasi M��bius 𝑚(𝑧) =𝑎𝑧+𝑏
𝑐𝑧+𝑑, dengan
𝑎, 𝑏, 𝑐, 𝑑 ∈ ℝ dan 𝑎𝑑 − 𝑏𝑐 = 1 maka
𝑚(𝑧) =𝑎𝑧 + 𝑏
𝑐𝑧 + 𝑑=
(𝑎𝑧 + 𝑏)(𝑐𝑧 + 𝑑)
(𝑐𝑧 + 𝑑)(𝑐𝑧 + 𝑑)
=𝑎𝑐𝑥2 + 𝑎𝑐𝑦2 + 𝑏𝑑 + 𝑏𝑐𝑥 + 𝑎𝑑𝑥
(𝑐𝑥 + 𝑑)2 + 𝑐2𝑦2+ 𝑖
𝑦
(𝑐𝑥 + 𝑑)2 + 𝑐2𝑦2.
Misalkan 𝑚(𝑧) = 𝑓(𝑥, 𝑦) + 𝑖𝑔(𝑥, 𝑦) maka akan di cari 𝑑𝑚(𝑧)
𝑑𝑥𝑑𝑦.
Menggunakan Jacobian diperoleh
𝑑𝑚(𝑧)
𝑑𝑥𝑑𝑦=
𝜕𝑓
𝜕𝑥
𝜕𝑔
𝜕𝑦−
𝜕𝑓
𝜕𝑦
𝜕𝑔
𝜕𝑥=
((𝑐𝑥 + 𝑑)2 − 𝑐2𝑦2)2 + 4𝑐2𝑦2(𝑐𝑥 + 𝑑)
((𝑐𝑥 + 𝑑)2 + 𝑐2𝑦2)4
=(𝑐𝑥 + 𝑑)4 − 2𝑐2𝑦2(𝑐𝑥 + 𝑑) + 𝑐4𝑦4 + 4𝑐2𝑦2(𝑐𝑥 + 𝑑)
((𝑐𝑥 + 𝑑)2 + 𝑐2𝑦2)4
=(𝑐𝑥 + 𝑑)4 + 2𝑐2𝑦2(𝑐𝑥 + 𝑑) + 𝑐4𝑦4
((𝑐𝑥 + 𝑑)2 + 𝑐2𝑦2)4
=((𝑐𝑥 + 𝑑)2 + 𝑐2𝑦2)2
((𝑐𝑥 + 𝑑)2 + 𝑐2𝑦2)4
=1
((𝑐𝑥 + 𝑑)2 + 𝑐2𝑦2)2,
sehingga diperoleh
𝑑𝑚(𝑧) =1
((𝑐𝑥 + 𝑑)2 + 𝑐2𝑦2)2𝑑𝑥 𝑑𝑦.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
Berdasarkan uraian di atas dapat ditentukan luas R’ yaitu
𝑎𝑟𝑒𝑎(𝑅′) = ∫𝑑𝑚(𝑧)
𝐼𝑚(𝑚(𝑧))2
𝑅′
= ∫((𝑐𝑥 + 𝑑)2 + 𝑐2𝑦2)2
𝑦2𝑑𝑚(𝑧)
𝑅′
= ∫((𝑐𝑥 + 𝑑)2 + 𝑐2𝑦2)2
𝑦2.
1
((𝑐𝑥 + 𝑑)2 + 𝑐2𝑦2)2𝑅
𝑑𝑥 𝑑𝑦
= ∫𝑑𝑥 𝑑𝑦
𝑦2𝑅
= 𝑎𝑟𝑒𝑎(𝑅),
sehingga nampak bahwa definisi tersebut memenuhi Pengertian Umum 4.
Akibat dari Pengertian Umum 4 ini adalah bahwa transformasi M��bius
mempertahankan luas daerah hiperbolik.
e. Pengertian Umum 5 menetapkan bahwa keseluruhan lebih besar daripada
bagian. Jika 𝑅 ∪ 𝑆 adalah suatu daerah, maka berdasarkan Pengertian
Umum 3 diperoleh
𝑎𝑟𝑒𝑎(𝑅 ∪ 𝑆) = 𝑎𝑟𝑒𝑎(𝑅) + 𝑎𝑟𝑒𝑎(𝑆)
karena luas daerah tidak negatif maka diperoleh
𝑎𝑟𝑒𝑎(𝑅 ∪ 𝑆) > 𝑎𝑟𝑒𝑎(𝑆), 𝑎𝑟𝑒𝑎(𝑅 ∪ 𝑆) > 𝑎𝑟𝑒𝑎(𝑅)
Terbukti bahwa keseluruhan lebih besar dari pada bagian.
Setelah terbukti bahwa definisi luas hiperbolik memenuhi Pengertian Umum,
maka definisi tersebut valid untuk digunakan. Berikut adalah contoh penggunaan
definisi luas hiperbolik untuk mencari luas hiperbolik pada suatu daerah di ℍ.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
Contoh 4.1:
Area X di ℍ dibatasi oleh tiga garis Euclides {𝑧 ∈ ℍ |𝑅𝑒(𝑧) = −1},
{𝑧 ∈ ℍ |𝑅𝑒(𝑧) = 1}, dan {𝑧 ∈ ℍ |𝐼𝑚(𝑧) = 1} (Gambar 4.1). Perhatikan bahwa
{𝑧 ∈ ℍ |𝐼𝑚(𝑧) = 1} bukan garis hiperbolik , daerah X bukan poligon
hiperbolik, meskipun konvek.
Gambar 4.10 Ilustrasi Contoh 4.1
Jawab:
Luas hiperbolik X adalah
𝑎𝑟𝑒𝑎ℍ(𝑋) = ∫1
𝑦2 𝑑𝑥 𝑑𝑦
𝑋
= ∫ ∫1
𝑦2𝑑𝑦
∞
1
1
−1
𝑑𝑥 = ∫ (0 − (−1)1
−1
𝑑𝑥
= ∫ 11
−1
𝑑𝑥 = 2
Jadi luas hiperbolik daerah X adalah 2.
Contoh 4.2:
Untuk 𝑠 > 0, misalkan 𝑋𝑠 adalah daerah di ℍ yang dibatasi oleh tiga garis
Euclides {𝑧 ∈ ℍ |𝑅𝑒(𝑧) = −1}, {𝑧 ∈ ℍ |𝑅𝑒(𝑧) = 1}, dan {𝑧 ∈ ℍ |𝐼𝑚(𝑧) = 𝑠}.
Hitunglah luas 𝑎𝑟𝑒𝑎ℍ(𝑋𝑠)!
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
Jawab:
Luas hiperbolik Xs adalah
𝑎𝑟𝑒𝑎ℍ(𝑋𝑠) = ∫1
𝑦2 𝑑𝑥 𝑑𝑦
𝑋𝑠
= ∫ ∫1
𝑦2𝑑𝑦
∞
𝑠
1
−1
𝑑𝑥 = ∫ (0 − (−1
𝑠)
1
−1
𝑑𝑥
= ∫1
𝑠
1
−1
𝑑𝑥 =2
𝑠
Jadi luas hiperbolik daerah 𝑋𝑠 adalah 2
𝑠.
Definisi luas hiperbolik beserta contoh penggunaannya telah dibahas pada
bagian ini. Selanjutnya akan dibahas luas poligon hiperbolik serta contoh dalam
mencari luas poligon hiperbolik pada setengah bidang atas ℍ.
D. Luas Poligon Hiperbolik
Pada pembahasan sebelumnya diketahui bahwa transformasi M��bius
mempertahankan luas suatu daerah pada setengah bidang atas ℍ, sehingga untuk
menghitung luas hiperbolik untuk himpunan daerah yang lebih sederhana seperti
poligon hiperbolik akan lebih mudah. Akan dibahas secara bertahap dari bentuk
poligon hiperbolik paling sederhana yaitu segitiga hiperbolik, serta dilanjutkan
untuk poligon yang lebih umum.
1. Luas Segitiga Hiperbolik
Sebelum membahas lebih lanjut mengenai luas dari segitiga hiperbolik
akan diberikan suatu istilah pada geometri hiperbolik khususnya pada
segitiga hiperbolik yaitu defek. Defek adalah selisih antara 𝜋 dan jumlah
sudut dalam segitiga. Misalkan suatu segitiga memiliki sudut 𝛼, 𝛽, 𝛾 maka
defek segitiga tersebut adalah Φ = 𝜋 − (𝛼 + 𝛽 + 𝛾). Berdasarkan Teorema
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
4.6 maka defek dari sembarang segitiga hiperbolik adalah positif. Proposisi
yang membahas luas segitiga hiperbolik disajikan sebagai berikut :
Proposisi 4.11 (Anderson, 2005: 170)
Misalkan P adalah segitiga hiperbolik dengan satu titik sudut ideal, dan
misalkan 𝛼2 dan 𝛼3 adalah sudut interior di dua titik sudut lainnya, yang
kemungkinan adalah titik sudut ideal maupun tidak. Sehingga,
𝑎𝑟𝑒𝑎ℍ(𝑃) = 𝜋 − (𝛼2 + 𝛼3).
Bukti:
Gambar 4.11 Segitiga Hiperbolik dengan 𝑣1 di ∞
Diberikan P adalah segitiga hiperbolik dengan satu titik sudut ideal 𝑣1, dan
dua titik sudut lainnya 𝑣2 dan 𝑣3 yang bisa saja ideal atau tidak dengan sudut
𝜃 dan 𝜔. Misalkan 𝑚(𝑧) adalah transformasi M��bius yang membawa 𝑣1 ke
∞ (Gambar 4.11) dan membuat ℓ𝑣2𝑣3 adalah garis hiperbolik yang dimuat
dalam lingkaran satuan, sehingga 𝑣2 = ei(π−θ) dan 𝑣3 = eiω. Sehingga luas
segitiga P adalah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
𝑎𝑟𝑒𝑎ℍ(𝑃) = ∫1
𝑦2𝑃
𝑑𝑦 𝑑𝑥 = ∫ ∫1
𝑦2
∞
√1−𝑥2
𝑑𝑦cos (𝜔)
−cos (𝜃)
𝑑𝑥
= ∫1
√1 − 𝑥2𝑑𝑥
cos (𝜔)
cos (𝜋−𝜃)
.
Disubstitusikan terhadap 𝑥 = cos (𝛽) , maka 𝑑𝑥 = − sin(𝛽) 𝑑𝛽, sehingga
diperoleh
∫1
√1 − 𝑥2𝑑𝑥
cos(𝜔)
cos(𝜋−𝜃)
= ∫ −sin(𝛽)
√1 − cos2(𝛽)
𝜔
𝜋−𝜃
𝑑𝛽
= ∫ −1𝜔
𝜋−𝜃
𝑑𝛽 = 𝜋 − 𝜔 − 𝜃
Dapat diperhatikan bahwa sudut interior di P pada titik sudut ideal 𝑣1 = ∞
adalah 𝛼1 = 0, sudut interior pada titik sudut 𝑣2 = ei(π−θ) adalah 𝛼2 = 𝜃,
dan sudut interior pada titik sudut 𝑣3 = eiω adalah 𝛼3 = 𝜔. Sehingga
𝑎𝑟𝑒𝑎ℍ(𝑃) = 𝜋 − (𝛼2 + 𝛼3)
Proposisi 4.11 terbukti. QED.
Berdasarkan proposisi tersebut dapat dikatakan bahwa segitiga
hiperbolik ideal memiliki luas 𝜋 karena setiap sudut segitiga hiperbolik ideal
bernilai 0. Berdasarkan Teorema 4.6 tentang jumlah sudut segitiga
hiperbolik akan disajikan teorema tentang luas segitiga hiperbolik yang
dapat mencakup semua jenis segitiga hiperbolik.
Teorema 4.12 (Stahl, 1993: 114)
Luas segitiga hiperbolik sama dengan defeknya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
Bukti:
Misalkan P adalah segitiga hiperbolik dengan sudut interior 𝛼, 𝛽, dan 𝛾.
Akan dibuktikan
𝑎𝑟𝑒𝑎ℍ(𝑃) = Φ = 𝜋 − (𝛼 + 𝛽 + 𝛾)
Misalkan P adalah segitiga hiperbolik padat dengan titik sudut 𝑣1, 𝑣2, dan
𝑣3. Misalkan 𝛼𝑘 adalah sudut interior di P pada 𝑣𝑘. Misalkan ℓ𝑣1 adalah
sinar garis hiperbolik dari 𝑣1melalui 𝑣2, dan misalkan x adalah titik ujung
di batas tak hingga di l. (Gambar 4.12)
Gambar 4.12 Ilustrasi Teorema 4.12
Segitiga hiperbolik T dengan titik sudut 𝑣1, 𝑣3, dan x memiliki satu titik
sudut ideal di x dan dua titik sudut tak ideal yaitu 𝑣1 dan 𝑣3. Sudut interior
di T pada 𝑣1 adalah 𝛼1 dan pada 𝑣3 adalah 𝛿 dengan 𝛿 > 𝛼3. Sehingga
berdasarkan Proposisi 4.11, luas dari T adalah
𝑎𝑟𝑒𝑎ℍ(𝑇) = 𝜋 − (𝛼1 + 𝛿). (4.3)
Segitiga hiperbolik T’ dengan titik sudut 𝑣2, 𝑣3, dan x memiliki satu titik
sudut ideal di x dan dua titik sudut tak ideal yaitu 𝑣2 dan 𝑣3. Sudut interior
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
di T pada 𝑣2 adalah 𝜋 − 𝛼2 dan pada 𝑣3 adalah 𝛿 − 𝛼3. Sehingga
berdasarkan Proposisi 4.11, luas dari T’ adalah
𝑎𝑟𝑒𝑎ℍ(𝑇′) = 𝜋 − (𝜋 − 𝛼2 + 𝛿 − 𝛼3). (4.4)
Karena T adalah gabungan dari T’ dan P, dan karena T’ dan P saling
berhimpitan pada salah satu sisi maka,
𝑎𝑟𝑒𝑎ℍ(𝑇) = 𝑎𝑟𝑒𝑎ℍ(𝑇′) + 𝑎𝑟𝑒𝑎ℍ(𝑃). (4.5)
Subsitusi dari persamaan (4.5), (4.4), dan (4.3) diperoleh
𝑎𝑟𝑒𝑎ℍ(𝑃) = 𝑎𝑟𝑒𝑎ℍ(𝑇) − 𝑎𝑟𝑒𝑎ℍ(𝑇′)
= 𝜋 − (𝛼1 + 𝛿) − (𝜋 − (𝜋 − 𝛼2 + 𝛿 − 𝛼3))
= 𝜋 − (𝛼1 + 𝛼2 + 𝛼3)
Teorema 4.12 telah terbukti. QED.
Akibat Teorema 4.12
Segitiga hiperbolik kongruen memiliki luas yang sama.
Bukti:
Berdasarkan Teorema 4.8 bahwa segitiga kongruen ditentukan oleh sudut-
sudutnya, maka Segitiga hiperbolik kongruen memiliki luas yang sama.
QED.
Setelah diberikan Teorema 4.12 maka akan lebih mudah dalam mencari luas
segitiga hiperbolik. Diberikan sebuah contoh untuk mencari luas suatu
segitiga hiperbolik sebagai berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
Contoh 4.3
Diberikan sebuah segitiga hiperbolik P di ℍ dengan titik-titik sudut di i, 4 +
𝑖, 2 + 2𝑖. Hitung luas daerah hiperbolik P dengan menggunakan sudut-
sudut interiornya (Gambar 4.13).
Gambar 4.13 Segitiga Hiperbolik P pada Contoh 4.3
Jawab:
Diketahui 𝑣1 = 𝑖, 𝑣2 = 2 + 2𝑖, dan 𝑣3 = 4 + 𝑖. Misalkan 𝓈𝑗𝑘 adalah sisi di
P yang menghubungkan 𝑣𝑗 dan 𝑣𝑘, misalkan ℓ𝑗𝑘 adalah garis hiperbolik
yang memuat 𝓈𝑗𝑘, dan misalkan 𝐶𝑗𝑘 adalah lingkaran Euclides yang memuat
ℓ𝑗𝑘. Didapatkan bahwa 𝐶12 memiliki pusat di 7
4 dan jari-jari Euclides
√65
4,
𝐶23 memiliki pusat di 9
4 dan jari-jari Euclides
√65
4, dan 𝐶13 memiliki pusat di
2 dan jari-jari Euclides √5.
Sudut 𝛼 antara 𝐶12 dan 𝐶13 adalah tipe I sehingga diperoleh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
cos(𝛼) =
6516 + 5 − |
74 − 2 |
2
2√65
4 √5
=18
√325 ,
maka
𝛼~0.0555.
Sudut 𝛽 antara 𝐶23 dan 𝐶13 adalah tipe I sehingga diperoleh
cos(𝛽) =
6516 + 5 − |
94 − 2 |
2
2√65
4 √5
=18
√325 ,
maka
𝛽~0.0555.
Sudut 𝛾 antara 𝐶12 dan 𝐶23 adalah tipe II sehingga diperoleh
− cos(𝛾) = −
6516 +
6516 − |
74 −
94 |
2
2√65
4√65
4
= −126
130 ,
maka
𝛾 ~2.8929.
Oleh karena itu, berdasarkan teorema 4.16 didapatkan
𝑎𝑟𝑒𝑎ℍ(𝑃) = 𝜋 − (𝛼 + 𝛽 + 𝛾)
~ 𝜋 − (0.0555 + 0.0555 + 2.8929)
~ 0.1377.
Jadi, luas segitiga hiperbolik P di ℍ adalah sekitar 0.1377.
2. Luas Poligon Hiperbolik
Poligon hiperbolik dapat dibagi ke dalam beberapa segitiga hiperbolik,
hal ini identik dengan poligon di geometri Euclides. Berdasarkan Teorema
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
4.12 dapat dengan dengan mudah ditemukan rumus untuk menghitung luas
poligon hiperbolik. Berikut adalah teorema tentang luas sembarang poligon
hiperbolik konvek.
Teorema 4.13 (Anderson, 2005: 172)
Diberikan P adalah poligon hiperbolik konvek (sudut dalam poligon tak
lebih dari 𝜋) dengan titik-titik sudut dan titik-titik sudut ideal 𝑣1, … , 𝑣𝑛.
Misalkan 𝛼𝑘 adalah sudut interior di 𝑣𝑘. Maka,
𝑎𝑟𝑒𝑎ℍ(𝑃) = (𝑛 − 2)𝜋 − ∑ 𝛼𝑘
𝑛
𝑘=1
.
Bukti:
Gambar 4.14 Ilustrasi Teorema 4.13
Langkah yang digunakan dalam membuktikan teorema ini adalah dengan
membagi poligon P ke dalam segitiga hiperbolik, menggunakan Teorema
4.12 untuk menghitung setiap segitiga hiperbolik, dan dijumlahkan untuk
mendapat luas poligon P.
Pilih sebuah titik x pada interior P (Gambar 4.14). Karena P konvek,
terdapat segmen garis (atau sinar garis bila 𝑣𝑘 adalah titik sudut ideal) ℓ𝑥𝑣𝑘
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
menghubungkan x ke 𝑣𝑘 yang termuat dalam P. Segmen garis hiperbolik
ℓ𝑥𝑣1, … , ℓ𝑥𝑣𝑛
membagi P menjadi n segitiga 𝑇1, … , 𝑇𝑛.
Segitiga hiperbolik 𝑇𝑘 mempunyai titik sudut x, 𝑣𝑘, dan 𝑣𝑘+1 untuk 1 ≤ 𝑘 ≤
𝑛, di mana terjadi sedikit kurang tepat pada penotasian, sehingga 𝑣𝑛+1 = 𝑣1
dan 𝑇𝑛+1 = 𝑇1.
Misalkan 𝜇𝑘 adalah sudut interior pada 𝑇𝑘 di x, sehingga
∑ 𝜇𝑘
𝑛
𝑘=1
= 2𝜋
Misalkan 𝛽𝑘 adalah sudut interior pada 𝑇𝑘 di 𝑣𝑘, dan misalkan 𝛿𝑘 adalah
sudut interior pada 𝑇𝑘 di 𝑣𝑘+1.
𝛼𝑘+1 = 𝛿𝑘 + 𝛽𝑘+1
Menggunakan Teorema 4.12 didapatkan
𝑎𝑟𝑒𝑎ℍ(𝑇𝑘) = 𝜋 − (𝜇𝑘 + 𝛿𝑘 + 𝛽𝑘)
Karena gabungan 𝑇1 ∪ … ∪ 𝑇𝑛 sama dengan P dan karena segitiga
hiperbolik 𝑇1 ∪ … ∪ 𝑇𝑛 berhimpit tepat pada sisi-sisinya, sehingga
didapatkan
𝑎𝑟𝑒𝑎ℍ(𝑃) = ∑ 𝑎𝑟𝑒𝑎ℍ(𝑇𝑘)
𝑛
𝑘=1
= ∑[𝜋 − (𝜇𝑘 + 𝛿𝑘 + 𝛽𝑘)]
𝑛
𝑘=1
= 𝑛𝜋 − [∑ 𝜇𝑘
𝑛
𝑘=1
+ ∑ 𝛿𝑘
𝑛
𝑘=1
+ ∑ 𝛽𝑘
𝑛
𝑘=1
]
Karena 𝛼𝑘+1 = 𝛿𝑘 + 𝛽𝑘+1 untuk setiap k, didapatkan
∑ 𝛿𝑘
𝑛
𝑘=1
+ ∑ 𝛽𝑘
𝑛
𝑘=1
= ∑ 𝛼𝑘.
𝑛
𝑘=1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
Oleh karena itu,
𝑎𝑟𝑒𝑎ℍ(𝑃) = ∑ 𝑎𝑟𝑒𝑎ℍ(𝑇𝑘)
𝑛
𝑘=1
= (𝑛 − 2)𝜋 − ∑ 𝛼𝑘
𝑛
𝑘=1
.
Terbukti. QED.
Setelah diberikan Teorema 4.13 maka akan lebih mudah dalam mencari luas
poligon hiperbolik. Diberikan sebuah contoh untuk mencari luas suatu
poligon hiperbolik sebagai berikut.
Contoh 4.4
Diberikan sebuah poligon hiperbolik P di ℍ dengan titik-titik sudut di i, 1 +
3𝑖, 2 + 3𝑖, dan 4 + 𝑖 (Gambar 4.15). Hitung luas daerah hiperbolik P
dengan menggunakan sudut-sudut interiornya
Gambar 4.15 Poligon Hiperbolik contoh soal 4.4
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
Jawab:
Diketahui 𝑣1 = 𝑖, 𝑣2 = 1 + 3𝑖, 𝑣3 = 2 + 3𝑖, dan 𝑣4 = 4 + 𝑖. Misalkan 𝑠𝑗𝑘
adalah sisi di P yang menghubungkan 𝑣𝑗 dan 𝑣𝑘, misalkan 𝑙𝑗𝑘 adalah garis
hiperbolik yang memuat 𝑠𝑗𝑘, dan misalkan 𝐶𝑗𝑘 adalah lingkaran Euclides
yang memuat 𝑙𝑗𝑘. Didapatkan bahwa 𝐶12 memiliki pusat di 9
2 dan jari-jari
Euclides √85
2, 𝐶23 memiliki pusat di
3
2 dan jari-jari Euclides
√37
2, 𝐶34 memiliki
pusat di 1 dan jari-jari Euclides √10, dan 𝐶41 memiliki pusat di 2 dan jari-
jari Euclides √5
Sudut 𝛼 antara 𝐶12 dan𝐶41 adalah tipe I sehingga diperoleh
cos(𝛼) =
854 + 5 − |
92 − 2 |
2
2√85
2 √5
=20
5√17 ,
maka
𝛼~0.2449.
Sudut 𝛽 antara 𝐶12 dan 𝐶23 adalah tipe II sehingga diperoleh
− cos(𝛽) = −
854 +
374 − |
92 −
32 |
2
2√85
2√37
2
= −43
√3145 ,
maka
𝛽~2.4446.
Sudut 𝛾 antara 𝐶23 dan 𝐶34 adalah tipe II sehingga diperoleh
− cos(𝛾) = −
374 + 10 − |
32 − 1 |
2
2√37
2 √10
= −19
√370 ,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
maka
𝛾~2.9850.
Sudut 𝜔 antara 𝐶14 dan 𝐶34 adalah tipe I sehingga diperoleh
cos(𝜔) =5 + 10 − |2 − 1 |2
2√5√10=
7
5√2 ,
maka
𝜔~0.1419.
Oleh karena itu, berdasarkan Teorema 4.16 didapatkan
𝑎𝑟𝑒𝑎ℍ(𝑃) = 2𝜋 − (𝛼 + 𝛽 + 𝛾 + 𝜔)
~ 2𝜋 − (0.2449 + 2.4446 + 2.9850 + 0.1419)
~2𝜋 − 5.816~0.4668.
Jadi, luas poligon hiperbolik P di ℍ adalah sekitar 0.4668.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dibahas pada pembahasan Bab III
dan Bab IV mengenai model bidang pada geometri hiperbolik (setengah bidang
atas ℍ) dan konsep luas hiperbolik pada bidang tersebut, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut.
1. Objek-objek geometri hiperbolik yang direpresentasikan pada model
setengah bidang atas ℍ adalah sebagai berikut.
a. Titik hiperbolik pada setengah bidang atas ℍ direprsentasikan
sebagai titik Euclides pada bidang kompleks ℂ. Pada geometri
hiperbolik terdapat titik ideal yaitu titik-titik pada sumbu real dan
titik ∞.
b. Garis hiperbolik pada setengah bidang atas ℍ adalah garis Euclides
yang tegak lurus terhadap sumbu real atau setengah busur lingkaran
Euclides yang berpusat di sumbu real.
c. Segitiga hiperbolik pada setengah bidang atas ℍ direpresentasikan
sebagai suatu daerah yang dibatasi oleh ruas garis hiperbolik, sinar
garis hiperbolik atau garis hiperbolik. Segitiga hiperbolik memiliki
jumlah sudut kurang dari 𝜋.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
d. Poligon hiperbolik direpresentasikan seperti poligon pada geometri
Euclides yaitu gabungan dari daerah segitiga hiperbolik yang
terbatas jumlahnya.
2. Konsep-konsep dasar geometri hiperbolik yang disajikan pada model
setengah bidang atas ℍ adalah sebagai berikut.
a. Sudut hiperbolik pada setengah bidang atas ℍ didefinisikan sebagai
sudut Euclides yang terbentuk dari perpotongan dua garis singgung
lingkaran Euclides.. Dua garis hiperbolik yang berpotongan di titik
ideal memiliki sudut 0.
b. Panjang hiperbolik pada setengah bidang atas ℍ didefinisikan
berbeda dengan geometri Euclides. Lintasan 𝐶1 dengan 𝑓: [𝑎, 𝑏] →
ℍ, panjang hiperbolik 𝑓 didefinisikan
𝑙𝑒𝑛𝑔𝑡ℎℍ(𝑓) = ∫1
𝐼𝑚(𝑧)𝑓
|𝑑𝑧|.
c. Jarak hiperbolik dari sembarang dua titik 𝑧1 = 𝑥1 + 𝑖𝑦1 dan 𝑧2 =
𝑥2 + 𝑖𝑦2 pada setengah bidang atas ℍ dapat ditentukan
menggunakan
𝑑ℍ(𝑧1, 𝑧2) = |ln |𝑦2(𝑥1 − 𝑐 − 𝑟)
𝑦1(𝑥2 − 𝑐 − 𝑟)||.
3. Luas hiperbolik dari himpunan X di ℍ dapat ditentukan menggunakan
𝑎𝑟𝑒𝑎ℍ(𝑋) = ∫1
𝐼𝑚(𝑧)2 𝑑𝑥 𝑑𝑦
𝑋
,
sedangkan luas poligon hiperbolik P konvek (sudut dalam poligon tak
lebih dari 𝜋) dengan besar sudut 𝛼1, … , 𝛼𝑛 dapat diperoleh dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
𝑎𝑟𝑒𝑎ℍ(𝑃) = (𝑛 − 2)𝜋 − ∑ 𝛼𝑘
𝑛
𝑘=1
.
B. Saran
Berdasarkan pembahasan yang telah dibahas pada pembahasan Bab III
dan Bab IV mengenai model bidang pada geometri hiperbolik (setengah bidang
atas ℍ) dan konsep luas hiperbolik pada bidang tersebut, maka hal-hal yang
dapat disarankan peneliti kepada pembaca adalah sebagai berikut.
1. Untuk pembahasan selanjutnya dapat menggunakan model bidang
hiperbolik lain seperti model Poincare disk, model Klein disk, dan model
bidang hiperbolik lainnya.
2. Skripsi ini mengungkap aspek luas pada geometri hiperbolik. Sebenarnya
terdapat konsep-konsep lain yang menarik untuk dibahas, seperti
transformasi untuk objek-objek geometri hiperbolik, trigonometri untuk
geometri hiperbolik, atau kekonvekan objek hiperbolik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
DAFTAR PUSTAKA
Alexander, C. Daniel, dan Geralyn M. Koeberlein. 2014. Elementary Geometry for
College Students Sixth Edition. Boston : Cengage Learning.
Anderson, W. James. 2005. Hyperbolic Geometry Second Edition. London :
Springer-Verlag.
Brown, W. James, dan Ruel V. Churchill. 1990. Complex Variables and
Applications 5th Edition. New York: McGraw-Hill
Science/Engineering/Math.
Burton, M. David. 2011. The History of Mathematics: An Introduction, 7th Edition.
New York: McGraw-Hill Science/Engineering/Math.
Cannon, W. James, William J. Floyd, dkk. 1997. Hyperbolic Geometry. California:
MSRI Publisher.
Chang, Albert. 2010. Isometries of The Hyperbolic Plane.
Greenberg, Jay Marvin. 1980. Euclidean and Non-Euclidean Geometries. San
Fransisco : W. H. Freeman and Company.
Krantz, G. Steven. 1999. Handbook of Complex Variables. New York :
Springer+Business Media.
Olsen, John. 2010. The Geometry of M��bius Transformations. New York :
University of Rochester
Purcell, Edwin J. Alih bahasa oleh Drs. I Nyoman Susila, M. Sc., Bana Kartasasmita
Ph. D., Drs. Rawuh, Departemen Matematika Institut Teknilogi
Bandung (ITB) (1987).2001. Calculus with Analytic Geometry,
5𝑡ℎEdition. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Smart, R. James. 1997. Modern Geometries 5th Edition. California : Brooks/Cole
Publishing Company.
Stahl, Saul. 1993. A Gateway do Modern Geometry: The Poincare Half-Plane.
Sudbury : Jones & Bartlett Publisher.
Travers, J. Kenneth, Leroy C. Dalton, Katherine P. Layton. 1987. Geometry.
California: Laidlaw Brothers Publishers.
Wicaksono, Satriyo Singgih. 2015. Luas Pada Geometri Hiperbolik. Skripsi
Universitas Sanata Dharma
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Top Related