BAB I
TINJAUAN TEORI
A. KONSEP DASAR POST PARTUM
1. Pengertian Nifas
- Masa nifas (puerperium) adalah dimulai setelah partus selesai,
dan berakhir setelah kira-kira 6 minggu. Akan tetapi alat genital
baru pulih kembali sebelum ada kehamilan dalam waktu 3 bulan
(Sarwono. 2002 : 234)
- Masa nifas (puerperium) dimulai setelah plasenta lahir dan
berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan
sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6
minggu (Abdul Bari Saifuddin. 2002 : 122)
- Masa nifas (puerperium) adalah masa pulihnya kembali, mulai
dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan seperti pra
hamil. Lama masa nifas 6 – 8 minggu. (Rustam Mochtar. 1998 :
115)
- Masa nifas atau masa puerperium adalah masa setelah partus
selesai dan berakhir setelah kira-kira 6 minggu. ( Kapita
Selekta,2000)
2. Pembagian Masa Nifas
1. Nifas dibagi dalam 3 periode :
a. Puerperium dini yaitu kepulihan dimana ibu telah
diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan. Dalam agama islam,
dianggap telah bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari.
b. Puerperium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat
genetika yang lamanya 6 – 8 minggu.
c. Remote puerperium adalah waktu yang diperlukan untuk
pulih dan sehat sempurna terutama bila selama hamil atau
waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat
sempurna bisa bermingu – minggu, bulanan, atau tahunan.
2. Pada masa ini terjadi perubahan – perubahan fisiologi yaitu :
1. Perubahan fisik
2. Involusi uterus dan pengeluaran lochea
3. Laktasi/ pengeluaran ASI
4. Perubahan system tubuh lainnya
5. Perubahan psikis
3. Tujuan Asuhan Masa Nifas
1 Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun
psilologis.
2 Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendekteksi
masalah, mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada
ibu maupun bayinya.
3 Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan
kesehatan diri, nutrisi, keluarga berencana, menyusui,
pemberian imunisasi dan perawatan bayi sehat.
4 Memberikan pelayanan keluarga berencana.
5 Asuhan pada masa nifas diperlukan dalam periode ini karena
merupakan masa kritis baik ibu maupun bayinya diperkirakan
bahwa 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah
persalinan, 50% kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam
pertama. Masa neonatus merupakan masa kritis dari kehidupan
bayi, 2/3 kematian bayi terjadi dalam 4 minggu setelah
persalinan dan 60% kematian bayi baru lahir terjadi dalam
waktu 7 hari setelah lahir. Dengan pemantauan melekat dan
asuhan pada ibu dan bayi masa nifas dapat mencegah beberapa
kematian ini.
4. Involusi Alat-alat kandungan
1. Uterus
Secara berangsur – angsur menjadi kecil sehingga akhirnya kembali seperti sebelum
hamil.
Involusi Tinggi Fundus Uterus Berat Uterus
Bayi lahir
Uri lahir
1 minggu
Setinggi pusat
2 jari bawah pusat
Pertengahan pusat
1000 gram
750 gram
500 gram
2 minggu
6 minggu
8 minggu
simfisis
Tidak teraba diatas
simfisis
Bertambah kecil
Sebesar normal
350 gram
50 gram
30 gram
2. Bekas Implantasi
Bekas involusi uteri pada bekas implantasi plasenta terdapat
gambaran sebagai berikut:
a. Bekas implantasi plasenta segera setelah plasenta lahir
seluas 12 x 15 cm, permukaan kasar, dimana pembuluh dara
besar bermuara.
b. Pada pembuluh darah terjadi pembentukan trombose,
disamping pembuluh darah tertutup karena kontraksi otot
rahim.
c. Bekas luka implantasi dengan cepat mengecil pada minggu
ke 2 sebesar 6 – 8 cm, dan akhir puerperium sebesar 2 cm.
d. Lapisan endometrium dilepaskan dalam bentuk jaringan
nekrosis bersama dengan lochen.
e. Kesembuhan sempurna pada saat akhir dari masa
puerperium.
3. Luka – luka ada jalan lahir bila tidak disertai infeksi akan
sembuh dalam 6 – 7 hari.
4. Lochea
Adalah cairan yang dikeluarkan dari uterus melalui vagina
dalam masa nifas.
Lochea dibagi beberapa jenis.
a. Lochea rubra: berisi darah segar dan sisa-sisa selaput
ketuban, sel-sel desidua, verriks kaseasa, lanuga dan
mekoneum, selama 2 hari pasca persalinan.
b. Lochea sanguinolenta: berwarna merah kuning berisi darah
dan lender hari ke 3-7 pasca persalinan.
c. Lochea serosa: berwarna merah kuning berisi darah dan
lendir, hari ke 3-7 pasca persalinan.
d. Lochea alba : cairan putih kekuningan dan berisi selaput
lendir, leucocyten dan kuman penyakit yang telah mati,
setelah 12 minggu.
e. Lochea purulenta : terjadi infeksi, keluar cairan seperti
nanah berbau busuk.
f. Lochiostasis: lochea tidak lancar keluarnya.
5. Serviks
Setelah persalinan, bentuk serviks agak mengganggu
seperti corong berwarna merah kehitaman. Konsistensinya
lunak, kadang-kadang terdapat perlukaan-perlukaan kecil.
Setelah bayi lahir tangan masih bisa masuk rongga rahim,
setelah 2 jam dapat dilalui oleh 2 – 3 jari dan setelah 7 hari
hanya dapat dilalui 1 jari.
6. Ligamen – ligamen
Ligamen, fasia, dan diafragma peluis yang meregang pada
waktu persalinan, setelah bayi lahir, secara berangsur-angsur
menjadi ciut dan pulih kembali sehingga tidak jarang uterus
jatuh ke belakang dan menjadi retrofleksi karena ligamentum
rotundum menjadi kendor.
5. Kebutuhan Dasar pada Ibu Nifas
1. Nutrisi dan cairan
a. Mengkonsumsi tambahan kalori 500 mg / hari
b. Makan dengan diet berimbang mudah dicerna
c. Minum 3 liter per hari
d. Fe selama 40 hari pasca salin
e. Minum kapsul vitamin A (200.000)
2. Ambulasi
a. Menggerakkan kaki miring ke kanan/miring ke kiri duduk.
b. Turun dari tempat tidur secepatnya sesuai kondisi ibu.
3. Eliminasi dan BAK / BAB
a. Buang air kecil secepatnya dapat dilakukan sendiri.
b. BAB harus ada dalam 3 hari postpartum.
4. Kebersihan diri/parineum
a. Anjurkan kebersihan seluruh tubuh
b. Anjurkan cara membersihkan vulva
c. Ganti pembalut 2 kali sehari
d. Cuci tangan sesudah dan sebelum cebok
e. Bila ada luka laserasi/epis. Sarankan pada ibu untuk tidak
menyentuh luka.
5. Istirahat
a. Anjurkan untuk istirahat cukup untuk mencegah kelelahan
berlebihan.
b. Kembali melakukan kegiatan rumah tangga, tidur siang atau
beristirahat pada saat bayi tidur.
c. Bila kurang istirahat dapat menyebabkan :
a. Mengurangi jumlah ASI yang diproduksi
b. Memperlambat proses involusi
c. Depresi.
6. Seksual
a. Secara fisik dapat melakukan senggama begitu darah merah
berhenti dan ibu dapat memasukkan ½ jarinya kedalam
vagina tanpa rasa nyeri.
b. Banyak budaya, yang mempunyai tradisi menunda hubungan
suami istri sampai masa waktu tertentu misalnya setelah 40
hari atau 6 minggu setelah persalinan.
7. Latihan/senam nifas
a. Membantu memperlancar peredaran darah ibu
b. Menguatkan otot-otot rahim dan otot dasar panggul
c. Menguatkan otot organ seksual
d. Menguatkan otot perut
e. Menggurangi bengkak pada kaki
f. Mencegah inkontinensia urine dan retensio urine (mudah
ngompol dan sulit kencing)
g. Mencegah varises
h. Mencegah prolap uteri (kandungan melorot atau turun)
8. Laktasi
ASI mengandung semua bahjan yang diperlukan bayi,
mudah dicerna, memberi perlindungan terhadap infeksi, selalu
segar, bersih, dan siap untuk diminum. Bila bayi mulai disusui,
isapan pada putting susu merupakan rangsangan psikis yang
secara reflek mengakibatkan oksitosia dikeluarkan oleh hipofise.
Sebagai efek positif adalah involusi uteri akan lebih sempurna.
(Sinopsis Jilid I.1998.116)
6. Program dan Kebijakan Teknis
1. 6 – 8 jam setelah persalinan
Tujuan : - Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia
uteri
- Mendektesi dan merawat penyebab lain
perdarahan : rujuk bila perdarahan berlanjut.
- Memberikan konseling pada ibu atau salah satu
anggota keluarga bagaimana mencegah perdarahan
masa nifas karena atonia uteri
- Pemberian ASI awal.
- Melakukan hubungan antara ibu dan bayi baru lahir
- Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah
hipotermia
- Jika petugas esehatan menolong persalinan, ia harus
tinggal dengan ibu dan bayi baru lahir untuk 2 jam
pertama setelah kelahiran atau ibu dan bayi dalam
keadaan stabil.
2. 6 hari setelah persalinan
Tujuan : - Memastikan involusi uterus berjalan normal :
uterus berkontraksi, fundus dibawah umbilicus,
tidak ada perdarahan abnormal, tidak ada bau.
- Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau
perdarahan abnormal.
- Memastikan ibu mendapatkan cukup makanan,
cairan, dan istirahat.
- Memastikan ibu menyusuhi dengan baik dan tidak
memperlihatkan tanda-tanda penyulit.
- Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan
pada bayi, tali pusat, menjaga bayi tetap hangat dan
merawat bayi sehari-hari.
3. 2 minggu setelah persalinan
Tujuannya : Sama seperti diatas ( 6 hari setelah persalinan )
4. 6 minggu setelah persalinan
Tujuan : - Menanyakan pada ibu tentang penyulit-penyulit
yang ia atau bayi alami.
- Memberikan konseling untuk KB secara dini.
(Pelayanan Kesehatan Maternal & Neonatal.2002.hal : 123)
B. KONSEP DASAR LETAK SUNGSANG
1. Definisi
- Letak sungsang dimana janin yang memanjang (membujur)
dalam rahim kepala di fundus (Mochtar, 1998, 1998 : 350)
- Letak sungsang pada persalinan justru kepala yang merupakan
bagian terbesar bayi akan lahir terakhir (Manuaba, 1998 : 360)
- Letak sungsang adalah letak memanjang dengan bokong
sebagai bagian yang terendah (presentasi bokong).
Kejadiannya ± 3 %, pada kehamilan setelah 37 minggu,
didapatkan 5-7% letak sungsang, pada kehamian trimester ke-2
(21-24 minggu) 33%, pada awal trimester ke-3 (29-32 minggu)
14%.
2. Etiologi
Letak sungsang dapat terjadi akibat dari :
a. Fiksasi kepala pada pintu atas panggul tidak baik atau tidak
ada, misalnya pada panggul sempit, hidrosefalus, plasenta
previa, tumor – tumor pelvis dan lain – lain.
b. Janin mudah bergerak,seperti pada hidramnion, multipara, janin
kecil (prematur).
c. Gemeli (kehamilan ganda)
d. Kelainan uterus, seperti uterus arkuatus ; bikornis, mioma uteri.
e. Janin sudah lama mati.
f. sebab yang tidak diketahui
g. Kehamilan prematur
h. Hidramnion , Oligohidramnion
i. Tumor panggul ( kista ovarium )
j. Plasentasi Previa
k. Grandemultipara
l. Panggul sempit
m. Lilitan tali pusat , tali pusat pendek
n. Hidrosepalus, anensepalus
3. Manifestasi Klinis
a. Pergerakan anak terasa oleh ibu dibagian perut bawah dibawah
pusat dan ibu sering merasa benda keras (kepala) mendesak
tulang iga.
b. Pada palpasi teraba bagian keras, bundar dan melenting pada
fundus uteri.
c. Punggung anak dapat teraba pada salat satu sisi perut dan
bagian-bagian kecil pada pihak yang berlawanan. Diatas
sympisis teraba bagian yang kurang budar dan lunak.
d. Bunyi jantung janin terdengar pada punggung anak setinggi
pusat.
4. Jenis dan Klasifikasi
Jenis
a. Letak bokong murni : prensentasi bokong murni (Frank Breech).
Bokong saja yang menjadi bagian terdepan sedangkan kedua
tungkai lurus keatas.
b. Letak bokong kaki (presentasi bokong kaki) disamping bokong
teraba kaki (Complete Breech). Disebut letak bokong kaki
sempurna atau tidak sempurna kalau disamping bokong teraba
kedua kaki atau satu kaki saja.
c. Letak lutut (presentasi lutut)
d. Letak kaki (presentasi kaki)
Tergantung pada terabanya kedua kaki atau lutut atau hanya
teraba satu kaki atau lutut disebut letak kaki atau lutut
sempurna dan letak kaki atau lutut tidak sempurna. Dari letak-
letak ini letak bokong murni paling sering dijumpai. Punggung
biasanya terdapat di kiri depan. Frekuensi letak sungsang lebih
tinggi pada kehamilan muda dibandingkan dengan kehamilan
aterm dan lebih banyak pada multigravida daripada
primigravida (Sulaeman, 1984).
Letak sungsang merupakan keadaan dimana bokong janin atau
kaki berada di bagian bawah kavum uteri (rongga rahim)
(haryoga, 2008).
Klasifikasi
a. Letak bokong (Frank Breech) : Letak bokong dengan kedua
tungkai terangkat keatas (75%).
b. Letak sungsang sempurna (Complete Breech): Letak bokong
dimana kedua kaki ada disamping bokong (letak bokong kaki
sempurna/lipat kejang)
c. Letak Sungsang tidak sempurna (incomplete Breech) : Letak
sungsang dimana selain bokong bagian yang terendah juga kaki
dan lutut, terdiri dari :
- Kedua kaki : Letak kaki sempurna
- Satu kaki : Letak kaki tidak sempurna
- Kedua lutut : Letak lutut sempurna
- Satu lutut : Letak lutut tidak sempurna
Posisi bokong ditentukan oleh sakrum, ada 4 posisi :
- Left sacrum anterior (sakrum kiri depan)
- Right sacrum anterio (sakrum kanan depan)
- Left sacrum posterior (sakrum kiri belakang)
- Right sacrum posterior (sakrum kanan belakang)
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan foto rontgen : bayangan kepala di fundus
b. X-ray:
- Dapat membedakan dengan presentasi kepala dan
pemeriksaan ini penting untuk menentukan jenis presentasi
sungsang dan jumlah kehamilan serta adanya kelainan
kongenital lain
- Pemeriksaan radiologi yang menunjukkan adanya presentasi
sungsang dengan jenis Frank Breech.
c. Ultrasonografi: Pemeriksaan USG yang dilakukan oleh operator
berpengalaman dapat menentukan :
- Presentasi janin
- Sikap
- Ukuran
- Jumlah kehamilan
- Lokasi plasenta
- Jumlah cairan amnion
- Malformasi jaringan lunak atau tulang janin
6. Penatalaksanaan
Sewaktu Hamil
Yang terpenting ialah usaha untuk memperbaiki letak sebelum
persalinan terjadi dengan versi luar. Tehnik :
a. Sebagai persiapan :
1) Kandung kencing harus dikosongkan
2) Pasien ditidurkan terlentang
3) Bunyi jantung anak diperiksa dahulu
4) Kaki dibengkokan pada lutu dan pangkal paha supaya
dinding perut kendor.
b. Mobilisasi : bokong dibebaskan dahulu
c. Sentralisasi : kepala dan bokong anak dipegang dan didekatkan
satusama lain, sehingga badan anak membulat dengan demikian
anak mudah diputar.
d. Versi : anak diputar sehingga kepala anak terdapat dibawah.
Arah pemutaran hendaknya kearah yang lebih mudah yang
paling sedikit tekanannya. Kalau ada pilihan putar kearah perut
anak supaya tidak terjadi defleksi. Setelah versi berhasil bunyi
jantung anak diperiksa lagi dan kalau tetap buruk anak diputar
lagi ketempat semula.
e. Setelah berhasil pasang gurita, observasai tensi, DJJ, serta
keluhan.
Sewaktu Persalinan
a. Cara berbaring :
- Litotomi sewaktu inpartu
- Trendelenburg
b. Melahirkan bokong :
- Mengawasi sampai lahir spontan
- Mengait dengan jari
- Mengaik dengan pengait bokong
- Mengait dengan tali sebesar kelingking.
c. Ekstraksi kaki
Ekstraksi pada kaki lebih mudah. Pada letak bokong janin dapat
dilahirkan dengan cara vaginal atau abdominal (seksio sesarea)
C. KONSEP DASAR SECTIO CAESAREA
1. Definisi
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin
dengan membuka dinding perut dan dinding uterus. (Sarwono ,
2005). Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan
membuat sayatan pada dinding uterus melalui depan perut atau
vagina. Atau disebut juga histerotomia untuk melahirkan janin dari
dalam rahim. (Mochtar, 1998).
2. Etiologi
Indikasi SC :
Indikasi klasik yang dapat dikemukakan sebagai dasar section
caesarea adalah :
a. Prolog labour sampai neglected labour
b. Ruptura uteri imminen
c. Fetal distress
d. Janin besar melebihi 4000 gr
e. Perdarahan antepartum
(Manuaba, I.B, 2001)
Sedangkan indikasi yang menambah tingginya angka persalinan
dengan sectio adalah :
a. Malpersentasi janin
1) Letak lintang : Bila terjadi kesempitan panggul, maka sectio
caesarea adalah jalan /cara yang terbaik dalam melahirkan
janin dengan segala letak lintang yang janinnya hidup dan
besarnya biasa. Semua primigravida dengan letak lintang
harus ditolong dengan sectio caesarea walaupun tidak ada
perkiraan panggul sempit. Multipara dengan letak lintang
dapat lebih dulu ditolong dengan cara lain.
2) Letak belakang : Sectio caesarea disarankan atau dianjurkan
pada letak belakang bila panggul sempit, primigravida, janin
besar dan berharga.
b. Plasenta previa sentralis dan lateralis
c. Presentasi lengkap bila reposisi tidak berhasil
d. Gemeli menurut Eastman, sectio cesarea dianjurkan bila janin
pertama letak lintang atau presentasi bahu, bila terjadi interior
(looking of the twins), distosia karena tumor, gawat janin dan
sebagainya.
e. Partus lama
f. Partus tidak maju
g. Pre-eklamsia dan hipertensi
h. Distosia serviks
3. Tujuan
Tujuan melakukan sectio caesarea (SC) adalah untuk
mempersingkat lamanya perdarahan dan mencegah terjadinya
robekan serviks dan segmen bawah rahim. Sectio caesarea
dilakukan pada plasenta previa totalis dan plasenta previa lainnya
jika perdarahan hebat. Selain dapat mengurangi kematian bayi
pada plasenta previa, sectio caesarea juga dilakukan untuk
kepentingan ibu, sehingga sectio caesarea dilakukan pada placenta
previa walaupun anak sudah mati.
4. Klasifikasi
a. Abdomen (SC Abdominalis)
1) Sectio Caesarea Transperitonealis
- Sectio caesarea klasik atau corporal : dengan insisi
memanjang pada corpus uteri.
- Sectio caesarea profunda : dengan insisi pada segmen
bawah uterus.
2) Sectio caesarea ekstraperitonealis
Merupakan sectio caesarea tanpa membuka peritoneum
parietalis dan dengan demikian tidak membuka kavum
abdominalis.
b. Vagina (sectio caesarea vaginalis)
Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat
dilakukan apabila :
1) Sayatan memanjang (longitudinal)
2) Sayatan melintang (tranversal)
3) Sayatan huruf T (T Insisian)
c. Sectio Caesarea Klasik (korporal)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus
uteri kira-kira 10cm.
Kelebihan :
- Mengeluarkan janin lebih memanjang
- Tidak menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik
- Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan :
- Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak
ada reperitonial yang baik.
- Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri
spontan.
- Ruptura uteri karena luka bekas SC klasik lebih sering terjadi
dibandingkan dengan luka SC profunda. Ruptur uteri karena
luka bekas SC klasik sudah dapat terjadi pada akhir
kehamilan, sedangkan pada luka bekas SC profunda biasanya
baru terjadi dalam persalinan.
Untuk mengurangi kemungkinan ruptura uteri, dianjurkan
supaya ibu yang telah mengalami SC jangan terlalu lekas
hamil lagi. Sekurang -kurangnya dapat istirahat selama 2
tahun. Rasionalnya adalah memberikan kesempatan luka
sembuh dengan baik. Untuk tujuan ini maka dipasang akor
sebelum menutup luka rahim.
d. Sectio Caesarea (Ismika Profunda)
Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada
segmen bawah rahim kira-kira 10cm
Kelebihan :
- Penjahitan luka lebih mudah
- Penutupan luka dengan reperitonialisasi yang baik
- Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk
menahan isi uterus ke rongga perineum
- Perdarahan kurang
- Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri
spontan lebih kecil
Kekurangan :
- Luka dapat melebar ke kiri, ke kanan dan bawah sehingga
dapat menyebabkan arteri uteri putus yang akan
menyebabkan perdarahan yang banyak.
- Keluhan utama pada kandung kemih post operatif tinggi.
5. Komplikasi
a. Infeksi Puerperalis
Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama
beberapa hari dalam masa nifas atau dapat juga bersifat berat,
misalnya peritonitis, sepsis dan lain-lain. Infeksi post operasi
terjadi apabila sebelum pembedahan sudah ada gejala - gejala
infeksi intrapartum atau ada faktor - faktor yang merupakan
predisposisi terhadap kelainan itu (partus lama khususnya setelah
ketuban pecah, tindakan vaginal sebelumnya). Bahaya infeksi dapat
diperkecil dengan pemberian antibiotika, tetapi tidak dapat
dihilangkan sama sekali, terutama SC klasik dalam hal ini lebih
berbahaya daripada SC transperitonealis profunda.
b. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika
cabang arteria uterina ikut terbuka atau karena atonia uteri
c. Komplikasi - komplikasi lain seperti :
a) Luka kandung kemih
b) Embolisme paru – paru
d. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang
kuatnya perut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan
berikutnya bisa terjadi ruptura uteri. Kemungkinan hal ini lebih
banyak ditemukan sesudah sectio caesarea klasik.
6. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan / hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan,
misalnya plasenta previa sentralis dan lateralis, panggul sempit,
disproporsi cephalo pelvic, rupture uteri mengancam, partus lama,
partus tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi
janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan
pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan
menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan
menimbulkan masalah intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan
sementara dan kelemahan fisik akan menyebabkan pasien tidak
mampu melakukan aktivitas perawatan diri pasien secara mandiri
sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan,
dan perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas
pada pasien. Selain itu, dalam proses pembedahan juga akan
dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen sehingga
menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh darah,
dan saraf - saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang
pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan
rasa nyeri (nyeri akut). Setelah proses pembedahan berakhir,
daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post op, yang bila
tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan masalah risiko
infeksi.
7. Pemeriksaaan Penunjang
a. Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan
dari kadar pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah
pada pembedahan.
b. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
c. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
d. Urinalisis / kultur urine
e. Pemeriksaan elektrolit
8. Pentalaksanaan
a. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka
pemberian cairan perintavena harus cukup banyak dan
mengandung elektrolit agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi,
atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa
diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara
bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila
kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.
b. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah
penderita flatus lalu dimulailah pemberian minuman dan
makanan peroral. Pemberian minuman dengan jumlah yang
sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca operasi,
berupa air putih dan air teh.
c. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
a) Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah
operasi.
b) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur
telentang sedini mungkin setelah sadar.
c) Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama
5 menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu
menghembuskannya.
d) Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi
setengah duduk (semifowler).
e) Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien
dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan
kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke 5
pasca operasi.
d. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak
enak pada penderita, menghalangi involusi uterus dan
menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48
jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan
penderita.
e. Pemberian obat-obatan
1) Antibiotik : Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat
berbeda-beda setiap institusi.
2) Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran
pencernaan
- Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam
- Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
- Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila
perlu
3) Obat-obatan lain: Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan
umum penderita dapat diberikan caboransia seperti
neurobian I vit. C
b. Perawatan luka : Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post
operasi, bila basah dan berdarah harus dibuka dan diganti
c. Perawatan rutin : Hal-hal yang harus diperhatikan dalam
pemeriksaan adalah suhu, tekanan darah, nadi,dan pernafasan.
(Manuaba, 1999)
D. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Dilakukan dengan mengumpulkan semua data baik data
subyektif maupun obyektif data subyektif disertai hari/tanggal dan
jam pada saat dilakukan pengkajian, tanggal masuk rumah sakit,
jam masuk rumah sakit, nomer register.
A. Data Subyektif
1. Biodata
a. Nama ibu dan suami
Nama ibu dan suami untuk mengenal, memanggil, dan
menghindari terjadinya kekeliruan (Cristina,2000:41)
b. Umur
Umur ibu menjadi faktor predisposisi dilakukannya suatu
tindakan
c. Suku Bangsa
Untuk mengetahui dari suku mana ibu berasal dan
menentukan cara pendekatan serta pemberian asuhan.
d. Agama
Ditanyakan untuk mengetahui kemungkinan pengaruhnya
terhadap kebiasaan kesehatan pasien/klien. Dengan
diketahuinya agama pasien akan memudahkan bidan
melakukan pendekatan didalam melaksanakan asuhan
kebidanan. (Depkes RI,2002:14)
e. Pendidikan
Untuk mengetahui tingkat pengetahuan sebagai dasar
dalam memeberikan asuhan.
f. Pekerjaan
Untuk mengetahui bagaimana taraf hidup dan sosial
ekonomi klien dan apakah pekerjaan ibu/suami dapat
mempengaruhi kesehatan klien atau tidak.
g. Penghasilan
Untuk mengetahui status ekonomi penderita dan
mengetahui pola kebiasaan yang dapat mempengaruhi
kesehatan klien.
h. Alamat
Untuk mengetahui tempat tinggal klien, dan menilai
apakah lingkungan cukup aman bagi kesehatan.
2. Alasan Masuk Rumah Sakit
Apa alasan ibu sehingga datang ke Rumah Sakit.
3. Alasan Masuk Recoveri Room
Mengetahui penyebab apa yang menimbulkan ibu masuk
RR.
4. Keluhan Utama
Keluhan ibu yang dirasakan atau yang dialami pada masa nifas
dengan riwayat eklamsi dan histeriraphy et causa ruptura
uteri, terdapat keluhan antara lain :
- Ibu mengatakan nyeri pada luka bekas operasi.
- Ibu mengatakan perut ibu mules yang dikarenakan
involusi.
- Ibu mengatakan kepala ibu pusing yang diakibatkan dari
riwayat eklamsi.
5. Riwayat Kesehatan Yang Lalu
Ditanyakan untuk mengetahui riwayat penyakit darh tinggi
mungkin sebelum hamil ibu sudah mempunyai tekanan darah
tinggi atau darah tinggi yang disebabkan kehamilannya.
Sebab penyakit yang telah dialami ibu bisa timbul kembali
karena keadaan ibu yang lemah pada waktu nifas.
6. Riwayat Kesehatan Sekarang
Untuk mengetahui apakah ibu sekarang masih menderita
penyakit darah tinggi atau penyakit lain yang dapat
mempengaruhi masa nifasnya.
7. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ditanyakan mengenai latar belakang keluarga terutama :
- Anggota keluarga yang mempunyai penyakit tertentu
terutama penyakit menular seperti TBC, hepatitis.
- Penyakit keluarga yang diturunkan seperti kencing manis,
tekanan darah tinggi, asma.
8. Riwayat Haid
Ditanyakan mengenai :
a. Menarche adalah terjadi haid yang pertama kali.
Menarche terjadi pada usia pubertas, yaitu sekitar 12-16
tahun.
b. Siklus haid pada setiap wanita tidak sama. Siklus haid
yang normal/ dianggap sebagia siklus adalah 28 hari,
tetapi siklus ini bisa maju sampai 3 hari atau mundur
sampai 3 hari. Panjang siklus haid yang biasa pada wanita
adalah 25-32 hari
c. Lamanya haid, biasanya antara 2-5 hari, ada yang1-2 hari
diikuti darah sedikit-sedikit dan ada yang sampai 7-8 hari
pada wanita biasanya lama haid ini tetap
d. Banyaknya darah yang keluar dan konsistensinya encer
e. Disminore dapat terjadi pada saat menjelang menstruasi
atau pada saat menstruasi, dan pada saat setelah
menstruasi.
f. Hari pertama haid terakhir ditanyakan untuk mengetahui
usia kehamilan dan apakah tafsiran rersalinannya sudah
sesuai dengan keadaan klien. (Sarwono, 2007 : 103).
9. Riwayat Pernikahan
Ditanyakan tentang : Ibu menikah berpa kali, lamanya, umur
pertama kali menikah
a. Jika lama menikah ≥ 4 tahun tetapi belum hamil bisa
menyebabkan masalah pada kahamilannya pre eklamsi.
b. Lama menikah ≤ 2 tahun, sudah punya lebih dari 1 anak.
Bahanya perdarahan setelah bayi lahir karena kondisi ibu
masih lemah.
c. Umur pertama kali menikah < 18 tahun, pinggulnya belum
cukup pertumbuhan sehingga resiko pada waktu
melahirkan.
d. Jika hamil umur > 35 tahun bahanyanya bisa terjadi
hipertensi, pre eklamsi.
10. Riwayat Kehamilan, Persalinan, dan Nifas yang lalu
- Ditanyakan pada ibu yang pernah hamil
Apakah kehamilan yang dulu keadaannya biasa sampai
saat anak dilahirkan ataukah pernah mengalami kelainan.
- Ditanyakan persalinan pada ibu tentang persalinan yang
pernah dialaminya.
Apakah persalinannya lancar, biasa atau tidak pernah
mengganggu keadaan umum ibu, apakah ibu tidak pernah
mengalami kelainan.
- Dinyatakan keadaan masa nifas yang dulu-dulu
Apakah masa nifas yang lau itu dalam keadaan normal
ataukah ada kelainan.
11. Riwayat Kehamilan, Persalinan dan Nifas Sekarang
- Untuk mengetahui perasaan ibu sekarang, apakah mual,
muntah, apakah pusing, badan lemas.
- Untuk mengethui kronologis persalinan yang pernah
dialami oleh ibu.
12. Riwayat KB
Untuk menngetahui apakah ibu cocok menggunakan jenis KB
yang dipilihnya sesuai dengan keadaan dan umur ibu, mulai
kapan menggunakan KB dan kapan lepasnya.
13. Pola Kebiasaan Sehari-hari
Untuk mengetahui kesenjangan atau perbedan jauh tidaknya
kebiasaan antara dirumah dan di rumah sakit sehingga
menimbulkan masalah :
a. Nutrisi (untuk mengetahui pola dan porsi makan ibu
apakah menurun atau tetap).
b. Eliminasi (untuk mengetahui output ibu, seberapa yang
keluar apakah seimbang dengan yang masuk).
c. Aktifitas (untuk mengetahui apa saja yang dilakukan ibu).
d. Kebiasaan (untuk mengetahui apakah kebiasaan ibu pada
dirinya sendiri).
e. Personal hygiene (untuk mengetahui tingkat kebersihan
pada dirinya sendiri).
14. Riwayat psikososial dan budaya
a. Psikososial : Untuk mengetahui apakh ibu menerima
kehamilan dan tindakan medis yang akan
dilakukan. Selain itu juga mengetahui siapa
saja yang nantinya merawat bayi dan ibunya
dirumah. Untuk mengetahui hubunga ibu
dengan lingkunga sekitar (keluarga dan
tetangga) dan dengan petugas kesehatan
dirumah sakit.
b. Budaya : Untuk mengetahui kebiasaan ibu dalam
kepercayaan yang dijalani ibu dan keluarga,
untuk meluruskan apa bila ada kebiasaan ibu
yang kurang baik dalam medis.
15. Pola spiritual
Untuk mengetahui kebiasaan ibu dan keluarga dalam
beribadah, untuk memudahkan petugas kesehatan dalam
pendekatan terapeutik.
B. Data Obyektif
1. Pemeriksaan Umum
- Keadaan umum : Baik
- Kesadaran : Composmentis
- Tanda-tanda vital :
Tekanan darah : 90/60 - 130/90mmHg
Nadi : 60 - 100 x/menit
Suhu : 36,1 - 37,6 oC
Pernafasan : 16 - 24 x/menit
2. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
-Kepala : Bersih, rambut tidak bercat, tidak
tampak ketombe dan tidak tampak kusam.
-Wajah : Ibu tampak menyeringai karena sakit
pada luka bekas operasi dan untuk
mengetahui muka pucat atau tidak,
odema/tidak, terdapat cloasma
gravidarum/tidak.
-Mata : Simetris/tidak, konjungtiva
anemis/tidak, skera kuning/tidak.
-Hidung : Simetris, bersih, tidak ada polip, tidak
ada perdarahan yang keluar dari hidung
dan tidak ada sekret.
-Mulut : Bibir tampak pucat/tidak sianosis/tidak
-Telinga : Simetris, bersih, tidak ada serumen,
tidak terdapat perdarahan pada telinga
dan pendengaran baik.
-Leher : pada riwayat eklamsi ada pembesaran
kelenjar limfe, ada pembesaran kelenjar
tiroid/tidak.ada pembesaran vena
jugularus/tidak.
-Payudara : Sumetris/tidak, puting susu menonjol/
tidak, ada hiperpigmentasi pada areola
mama/tidak. Dan ASI sudah keluar/tidak.
-Abdomen : Luka bekas operasi dan drain apakah
bersih/tidak, apakah terdapat tanda-tanda
infeksi merah, panas, bengkak.
-Genetalia : Ada varises/tidak, ada/tidak cairan yang
abnormal.
-Ekstermitas :
Atas :Simetris/tidak, odema pada kedua
tangan/ sebagian, pucat pada kuku
jari/tidak.
Bawah :Simetris/tidak, odema pada kedua
tangan/ sebagian, pucat pada kuku
jari/tidak.
b. Palpasi
- Leher :Adanya pembesaran pada kelenjar limfe,
tiroid dan vena jugularis/tidak.
- Payudara :Tidak teraba benjolan abnormal, payudara
teraba kenyal, tidak ada nyeri tekan,
keluar colostrum (Tim PP-ASI 2001 : 17).
- Abdomen :TFU 2 jari dibawah pusat, nyeri tekan
pada daerah bekas luka operasi.
- Ekstremitas : Oedema pada ekstremitas atas dan
bawah.
c. Auskultasi
- Dada : Paru-paru terdengar wheezing, dan
ronchi atau tidak.
- Abdomen : Pada klien post Op hari ke-3 bising usus
+
d. Perkusi : Ada reflek patela.
3. Data Penunjang
a. Hasil Laboratorium :
Darah Lengkap :
- Hemoglobin bertujuan untuk mendeteksi adanya anemi,
penyakit ginjal. Terjadi peningkatan dapat
diindikasikan adanya dehidrasi, penyakit paru obtruksi
menahun, gagal jantung kongestif dll. (Praktek Klinik
Kebidanan.A. Aziz A.2002: 202)
- Hematokrit bertujuan untuk mengukur konsentrasi sel-
sel darah marah dalam darah, yang dapat mendeteksi
adanya anemia, kehilangan darah, gagl ginjal kronis,
defisiensi vitamin B dan C. Apabila terjadi peningkatan
kadar hematrokrit dapat diindikasikan adanya
dehidrasi, asidosis, trauma, pembedahan dll. (Praktek
Klinik Kebidanan.A. Aziz A.2002: 202)
- Trombosit bertujuan untuk mendeteksi adanya
trombositopenia yang berhubungan denagn
perdarahan, dan trombositosis yang menyebabkan
peningkatan pembekuan (Praktek Klinik Kebidanan.A.
Aziz A.2002: 202)
Kimia Darah :
- Albumin bertujuan untuk mendeteksi kemampuan
albumin yang disintesis oleh hepar. Pemeriksaan ini
digunakan untuk menentukan adanya gangguan hepar
seperti serosis, luka bakar, gangguan ginjal atau
kehilangan protein dalam jumlah yang banyak. (Praktek
Klinik Kebidanan.A. Aziz A.2002: 200)
b. Terapi Dokter : Pemberian advis dokter pada pasien untuk
memenuhi kebutuhan pasien.
c. Laporan Operasi : Menjelaskan kronologis dari operasi
d. Data Bayi : Bayi dalam keadaan sehat dengan
ditunjang data dari bayi.
b. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan otot dan
system saraf yang di tandai dengan keluhan nyeri, ekpresi wajah
menyeringai.
2) Gangguan eleminasi urine berhubungan dengan trauma
mekanik , manipulasi pembedahan adanya edema pada jaringan
sekitar dan hematom, kelemahan pada saraf sensorik dan
motorik.
3) Kurang pengetahuan tentang efek pembedahan dan
perawatan selanjutnya berhubungan dengan salah dalam
menafsirkan imformasi dan sumber imformasi yang kurang
benar.
4) Resiko Infeksi dengan faktor resiko luka post operasi.
c. Perencanaan
a) Intervensi keperawatan pada diagnose Nyeri berhubungan
dengan kerusakan jaringan otot dan system saraf. :
1) Kaji tingkat rasa tidak nyaman sesuai dengan tingkatan nyeri.
2) Beri posisi fowler atau posisi datar atau miring kesalah satu
sisi.
3) Ajarkan teknik releksasi seperti menarik nafas dalam,
bimbing untuk membayangkan sesuatu.Kaji tanda vital :
tachicardi,hipertensi, pernafasan cepat.
4) Motivasi klien untuk mobilisasi didni setelah pembedahan
bila sudah diperbolehkan.
5) Laksanakan pengobatan sesuai indikasi seperti analgesik
intravena.
6) Observasi efek analgetik (narkotik )
7) Obervasi tanda vital : nadi ,tensi, pernafasan, suhu.
b) Intervensi keperawatan pada diagnose keperawatan gangguan
eleminasi urine berhubungan dengan trauma mekanis,
manipulasi pembedahan, oedema jaringan setempat, hemaloma,
kelemahan sensori dan kelumpuhan saraf.
1) Catat poal miksi dan minitor pengeluaran urine
2) Lakukan palpasi pada kandung kemih , observasi adanya
ketidaknyamanan dan rasa nyeri.
3) Lakukan tindakan agar klien dapat miksi dengan pemberian
air hangat, mengatur posisi, mengalirkan air keran.
4) Jika memakai kateter, perhatikan apakah posisi selang
kateter dalam keadaan baik, monitor intake autput, bersihkan
daerah pemasangan kateter satu kali dalamsehari, periksa
keadaan selang kateter (kekakuan,tertekuk )
5) Perhatikan kateter urine : warna, kejernihan dan bau.
6) Kolaborasi dalam pemberian dalam pemberian cairan
perperental dan obat obat untuk melancarkan urine.
7) Ukur dan catat urine yang keluar dan volume residual urine
750 cc perlu pemasangan kateter tetap sampai tonus otot
kandung kemih kuat kembali.
c) Intervensi keperawatan pada diagnosa keperawatan Kurangnya
pengetahuan tentang perawatan luka operasi, tanda-tanda
komplikasi, batasan aktivitas, dan perawatan selanjutnya
berhubungan dengan terbatasnya imformasi.
1) Jelaskan bahwa tindakan seksio sesarea mempunyi
kontraindikasi yang sedikit tapi membutuhkan waktu yang
lama untuk pulih, mengguanakan anatesi yang banyak dan
memberikan rasa nyeri yang sangat setelah operasi.
2) Jelaskan dan ajarkan cara perawatan luka bekas operasi yang
tepat
3) Motivasi klien melakukan aktivitas sesuai kemampuan.
4) Jelaskan aktivitas yang tidak boleh dilakukan.
d) Intervensi keperawatan pada diagnosa keperawatan resiko
Infeksi dengan faktor resiko luka post operasi.
1) Kaji kondisi keluaran/dischart yang keluar ; jumlah, warna,
dan bau dari luka operasi
2) Terangkan pada klien pentingnya perawatan luka selama
masa post operasi
3) Lakukan pemeriksaan biakan pada dischart
4) Lakukan perawatan luka
5) Terangkan pada klien cara mengidentifikasi tanda inveksi
Top Related