LEMBAR PENGESAHAN
Semarang, 30 Mei 2013
Praktikan
Nadia Mandasari Nur Farida Grafiana
24030111130074 240301111 40076
Niken Eka Putri Agnestia Jati Agusti
240301111140077 240301111140078
Sholihah Novitasari Jordy Armand Kaswanda
24030111140079 24030111140081
Mengetahui,
Asisten
Ika Rissanti
J2C009024
1
ABSTRAK
Telah dilakukan percobaan yang berjudul “Isolasi Trimiristin dari Biji
Buah Pala” dengan tujuan untuk memahami beberapa aspek dasar dalam isolasi
senyawa bahan alam khususnya trimiristin. Metode yang digunakan dalam
percobaan ini adalah soxheltasi, maserasi, kristalisasi dan rekristalisasi. Prinsip
dari percobaan ini adalah soxhlet dimana merupakan suatu ekstraksi dengan
pelarut yang selalu baru. Hasil dari percobaan ini adalah bahwa trimiristin dapat
diisolasi dengan metode soxheltasi dan kristalisasi rekristalisasi dengan bentuk
fisik trimiristin adalah padatan kristal putih dengan berat kristal yaitu 5,11 gram
dan kadar presentase yang didapat 13,81% dalam berat per berat. Selama
pengujian 6 siklus diperoleh rata-rata waktu adalah 7’09”. Pengujian titik leleh
juga dilakukan dan diperoleh titik leleh trimiristin adalah dalam rentang 45-50 ºC.
Dimana hasilnya cukup dekat pada literatur yang menyebutkan titik lelehnya
sebesar 50-57 ºC.
Kata kunci : Trimiristin, biji buah pala, soxhlet, kristalisasi, rekristalisasi
2
ABSTRACT
Experiments had been done entitled "Isolation Trimiristin of Nutmeg
Seed" . The aim of this experiments to understand some basic aspect in insulating
compound of natural ingredients specially trimiristin. The principe of this
experiment is soxhlet extraction with a solvent that is always new. The method
used in this experiment are soxhlet, maceration, crystallization and
recrystallization. The result is trimiristin can be isolated by crystallization and
recrystallization method soxhelt with trimiristin physical shape is a white
crystalline solid with a gram weight of the crystal that is 5,11 gram and 13,81%
levels obtained percentage in weight per weight. 6 cycles obtained during testing
average testing time is 7’09”. Melting point well made and obtained trimiristin
melting point is in the range of 45-50 º C. Where the results are quite close to the
melting point of the literature mentions at 50-57 º C.
Keyword : Trimiristin, nutmeg seed, soxhlet, crytallization, recrystallization
3
PERCOBAAN II
ISOLASI TRIMIRISTIN DARI BIJI PALA
I. TUJUAN
Memahami beberapa aspek dasar dalam isolasi senyawa bahan alam khususnya
trimiristin
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanama Pala
2.1.1 Taksonomi Biji Buah Pala
Dunia/Regnum : Plantae
Devisi/Devisio : Spermatophyta
Kelas/Classic : Dicotyledonae
Bangsa/Ordo : Polycarprcae
Suku/Familia : Myristicaceae
Marga/Genus : Myristica
Spesies : Myristica fragrans
(Wilcox, 1995)
2.1.2 Morfologi
Bentuk pohon pala, berpenampilan indah tinggi 10-20 m, menjulang tinggi
ke atas dan ke pinggir, mahkota pohonnya meruncing, berbentuk pyramidal
(kerucut), lonjong (silindris) dan bulat dengan percabangan relatif teratur.
Dedaunan yang rapat dengan letak daun yang berselang seling. Di dalam bakal
buah terdapat bakal kulit biji dan bakal biji. Bentuk bunga jantan agak berbeda
dengan bunga betina walaupun warna bunganya juga kuning, dengan diameter 1,5
mm dan panjang ± 3 mm. Mahkota dari bunga jantan bersatu dari pangkal pada
5/8 bagian dan kemudian terbagi menjadi 3 bagian. Kelopak berkembang tidak
sempurna, bentuknya seperti cincin yang malingkar pada bagian pangkal mahkota.
Benang sari berbentuk silindris merupakan tangkai bersatu, panjangnya ± 2 mm.
sari melekat pada tangkai tersebut membentuk baris-baris yang jumlahnya 8 buah
4
dan berpasangan. Antar baris dibatasi oleh jalur kecil ± 1/10 mm lebarnya
(Wilcox, 1995).
2.1.3 Komposisi Biji Buah Pala
Menurut Albert Y. Leung, komposisi kimia biji pala sebagai berikut :
a. Minyak atsiri 2-16 % (rata-rata 10 %)
b. Fixed oil atau minyak kental 25-30%, terdiri dari beberapa jenis asam organik
misalnya asam palmiat, stearat, dan miristat
c. Karbohidrat ± 30% , protein ± 6%
d. Minyak pala mengandung 88% monoterpen hidrokarbon
e. Miristin ± 4-8% dan lain-lain, termasuk jenis alkohol, misalnya eugenol, metil
eugenol, biji buah pala juga mengandung zat-zat antioksidan.
(George,Hilman, 1964)
2.1.4 Sifat Biji Pala
a. Mengandung unsur-unsur psitropik (menimbulkan halusinasi)
b. Mengakibatkan muntah-muntah, kepala pusing, rongga mulut kering,
meningkatkan rasa muntah dan diakhiri dengan kematian.
c. Memiliki daya bunuh terhadap larva serangga
d. Tidak menimbulkan alergi jika dioleskan pada kulit manusia.
(Helmkamp, 1964)
2.1.5 Kegunaan
Biji pala diambil minyaknya dari daging buah dibuat manisan dan sirup. Biji
buah pala yang dimanfaatkan adalah yang telah masak dan kering. Digunakan
sebagai flavoring agent dalam bahan pangan, minuman dan obat. Kegunaan biji
pala yang lain adalah :
a. Sebagai rempah-rempah
b. Minyaknya untuk kosmetik atau pengobatan
c. Penambah aroma makanan
d. Membunuh larva serangga nyamuk dan insekta lainnya.
( Raphael, 1991)
5
2.2 Trimiristin
Merupakan salah satu senyawa bahan alam golongan lemak yang ditemukan
pada biji buah pala (Myristica fragrans). Trimiristin yang terkandung dalam biji
buah pala merupakan lemak yang juga dapat ditemukan beberapa jenis sayuran
yang kaya akan minyak dan lemak terutama pada biji-bijian. Trimiristin
merupakan bentuk kental dan tidak berwarna serta tidak larut dalam air. Beberapa
perbedaan trigliserida mungkin karena gliserol mempunyai tiga fungsi. Fungsi
hidroksil dan juga mengandung lemak alami yang mempunyai rantai panjang dan
sejumlah ikatan rangkap yang berhubungan satu sama lain. Trimiristin terkandung
sekitar 25% dari berat kering biji buah pala. Trimiristin adalah suatu bentuk ester
dari gliserol dan tidak larut dalam air serta merupakan bentuk kental yang tidak
berwarna yang terdapat pada biji buah pala (Wilcox, 1995).
Struktur trimiristin
(Wilcox, 1995)
2.2.1 Sruktur Trimiristin
Trimiristin merupakan ester yang larut dalam alkohol, eter, kloroform, dan
benzena. Kadar masing-masing komponen :
C : 74,73 %
H : 11,99 %
O : 12,27 %
Reaksi antara gliserol dan asam miristat menghasilkan trimiristin, berikut
reaksinya :
(Wilcox, 1995)
6
trimiristingliserol asam miristat
3CH3(CH2)12CO2H+
Struktur trimiristin secara 3D adalah sebagai berikut
(Chamdarw Ultra)
2.2.2 Teknik Isolasi Trimiristin
2.2.2.1 Ekstraksi Pelarut
Ekstraksi trimiristin pala yang merupakan biji dari tanaman yang relative
kaya akan trigliserida yaitu asam lemak ester gliseril. Banyak percobaan dari
trigliserida yang mungkin terjadi sejak gliserol memiliki tiga rantai hidrokarbon
dan juga mengandung asam lemak alami yang mempunyai rantai sangat panjang
dan sejumlah ikatan rangkap yang saling berhubungan satu sama lain. Biji buah
pala sangat luar biasa karena di dalamnya terkandung trigliserida terutama
estergliserol yaitu asam lemak tunggal dan asam yang disebut trimistin
(Cahyono,1991). Ekstraksi trimiristin dapat dicapai secara maksimal dari biji buah
pala dengan ekstraksi eter dalam alat refluks dan residunya dihablur dengan
aseton. Dengan cara ini senyawaan trimiristin yang terdapat dalam biji buah pala
tidak banyak tercampur dengan ester lain yang sejenis (Francis,1992).
2.2.2.2 Maserasi Merupakan proses perendaman sampel menggunakan pelarut organik
pada temperatur ruangan. Proses ini sangat menguntungkan dalam isolasi senyawa
bahan alam karena dengan perendaman sampel tumbuhan akan terjadi pemecahan
dinding dan membran sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar
sel, sehingga metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut dalam
pelarut organik dan ekstraksi senyawa akan sempurna karena dapat diatur lama
perendaman yang dilakukan. Pemilihan pelarut untuk proses maserasi akan
memberikan efektivitas yang tinggi dengan memperhatikan kelarutan senyawa
bahan alam dalam pelarut tersebut (Francis,1992).
7
Keuntungan metode maserasi :
a. Unit alat yang dipakai sederhana, hanya dibutuhkan bejana perendam
b. Beaya operasionalnya relatif rendah
c. Prosesnya relatif hemat penyari
d. Tanpa pemanasan
Kelemahan metode maserasi :
a. Proses penyariannya tidak sempurna, karena zat aktif hanya mampu
terekstraksi sebesar 50% saja
b. Prosesnya lama, butuh waktu beberapa hari.
(Francis,1992)
2.2.2.3 Soxhlet
Ekstraktor soxlet adalah salah satu instrumen yang digunakan untuk
mengekstraksi suatu senyawa. Umumnya metode yang digunakan untuk
instrumen ini adalah mengekstrak senyawa yang kelarutannya terbatas dalam
suatu pelarut jika suatu senyawa mempunyai kelarutan yang tinggi dalam suatu
pelarut tertentu, maka biasanya metode filtrasi biasa sapat digunakan untuk
memisahkan senyawa tersebut dari suatu sampel. Prinsip dari soxhlet adalah suatu
model ekstraksi yang menggunakan pelarut selalu bari dalam mengekstraknya
sehingga terjadi secara kontinu dengan adanya jumlah pelarut konstan yang juga
dibantu dengan pendinginan balik (kondensor) (Fieser, 1957).
Gambar rangkaian soxhlet
8
a. Cara Kerja Ekstraktor Soxhlet
Untuk cara kerja hal yang pertama dilakukan adalah penghalusan sampel
(mempercepat proses ekstraksi), luas permukaan lebih luas, laju reaksi semakin
cepat). Kemudian pengbungkusan sampel dengan kertas saring (agar sampel tidak
ikut dalam labu alas bulat ketika diekstraksi). Selanjutnya kertas saring dan
sampel dimasukkan dalam timbel, timbel kemudian dimasukkan dalam ekstraktor,
kemudian dilakukkan penuangan pelarut dalam timbel dan disana akan langsung
menuju labu alas bulat. Kemudian dilakukan pemanasan pada pelarut denga acuan
pada titi didihnya (agar pelarut menguap). Uap yang terbentuk akan melalui pipa
F dan akan menabrak dinding kondensor hingga akan terjadi proses kondensasi.
Kemudian pelarut akan bercampur dengan sampel dan terjadi proses ekstraksi.
Setelah itu maka pelarutnya akan memenuhi sifon dan ketika sifon penuh akan
disalurkan kembali kepada labu alas bulat, proses ini dinamakan satu siklus
(Fieser, 1957).
b. Syarat Penggunaan Soxhlet
1. Titik didih pelarut harus lebih rendah dari senyawa yang kita ambil dari
sampel karena akan berpengaruh pada struktur senyawanya (ditakutkan
strukturnya akan rusak oleh pemanasan)
2. Pelarut harus inert (tidak mudah bereaksi dengan senyawa yang
diekstrak)
3. Posisi sifon harus lebih tinggi dari sampelnya (karena ditakutkan,
nantinya pada sampel yang berada di posisi atas tidak terendam oleh
pelarut).
(Fieser, 1957)
c. Kelebihan dan Kekurangan Metode Soxhlet
Metode soxhlet ini dipilih karena memiliki kelebihan yaitu pelarut yang
digunakan lebih sedikit (efesiensi bahan) dan larutan sari yang dialirkan melalui
sifon tetap tinggal dalam labu, sehingga pelarut yang digunakan untuk
mengekstrak sampel selalu baru dan meningkatkan laju ekstraksi. Kekurangan
metode ini ialah pelarut yang digunakan harus mudah menguap dan hanya
digunakan untuk ekstraksi senyawa yang tahan panas, waktu yang dibutuhkan untuk
ekstraksi cukup lama sampai beberapa jam sehingga dibutuhkan energi yang cukup
9
tinggi. Ekstraksi sempurna ditandaidengan cairan di wadah gelas tidak berwarna (bening)
yaitu ± 5-6 jam (Voight, 1996).
2.2.2.4 Rekristalisasi dan Kristalisasi
Suatu produk kristal yang terpisah dari campuran reaksi, biasanya
terkontaminasi dengan zat-zat yang tidak murni. Pemurnian dilakukan dengan
cara kristalisasi, dari sebuah pelarut yang tepat. Secara garis besar, proses
kristalisasi terdiri dari beberapa tahap :
Melarutkan zat dalam pelarut pada suhu tinggi.
Menyaring larutan yang tidak larut.
Menambahkan larutan panas dengan melewatkannya pada kristal
(penambahan hanya sedikit atau tetes demi tetes)
Mencuci kristal untuk menghilangkan cairan asli yang
masih melekat.
Mengeringkan kristal untuk menghilangkan bekas akhir
dari pelarut.
Rekristalisasi hanyalah sebuah proses lanjutan dari kristalisasi.
Rekristalisasi hanya efektif apabila digunakan pelarut yang tepat. Ada beberapa
faktor yang harus diperhatikan dalam memilih pelarut yang cocok untuk
kristalisasi dan rekristalisasi. Pelarut yang baik adalah pelarut yang akan
melarutkan jumlah zat yang agak besar pada suhu tinggi, namun akan melarutkan
dengan jumlah sedikit pada suhu rendah dan harus mudah dipisahkan dari kristal
zat yang dimurnikan. Selain itu, pelarut tidak bereaksi dengan zat yang akan
dimurnikan dengan cara apapun (Fieser, 1957).
2.4 Penentuan Titik Leleh
Jumlah terendah terakhir dari temperatur dimana kristal terakhir meleleh
disebut titik leleh. Pemurnian titik leleh oleh pengotor adalah konsentrasi dari efek
yang berbeda dalam tekanan uap dari campuran padat dan larutan. Titik leleh dari
substansi murni adalah temperatur padatan dan cairan memiliki tekanan uap yang
sama. Metode yang sering digunakan adalah melting point aparatus. Sampel
10
diletakkan pada kaca, lalu diatas penangas otomatis, titik leleh akan diukur dengan
termometer yang ada disebelahnya (Gibson, 1956).
Titik leleh dicapai saat pola molekul pecah dan padatan berubah menjadi
cair. Senyawa Kristal murni biasanya memiliki titik leleh tajam, yaitu meleleh
pada suhu yang sangat kecil 0,5-1ºC. Titik leleh suatu kristal adalah suhu dimana
padatan mula-mula menjadi cair, di bawah 1 atm. Senyawa murni keadaan padat
menjadi cair sangat tajam (0,5ºC) sehingga suhu ini berguna untuk identifikasi
(Wilcox,1995).
2.6 Resume Jurnal International
2.6.1 Isolation of Artemisinin as Antimalarial Drugs from Artemisia
annua L. Cultivated in Indonesia (Isolasi Artemisinin sebagai Obat
Antimalaria dari Artemisia annua L. yang Dibudidayakan di Indonesia)
Malaria merupakan penyakit menular yang endemik di Indonesia dan juga
merupakan penyakit yang menyebabkan masalah kesehatan serius bagi
masyarakat dan dunia terutama yang berada di daerah tropis dan subtropis.
Diperkirakan 300-500.000.000 orang di seluruh dunia terinfeksi malaria dan
sekitar 1 - 1,5 juta orang meninggal setiap tahun menurut WHO pada tahun 2003.
Artemisia annua L. adalah tanaman dari daerah subtropis, tetapi dapat
dikembangkan di daerah tropis melalui pemuliaan (Seleksi hibridisasi dan
adaptasi). Artemisinin adalah obat antimalaria baru yang telah berbeda struktur
kimia dan memiliki khasiat yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan obat
antimalaria konvensional lainnya yang telah resisten terhadap Plasmodium
falciparum. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami isolasi artemisinin
sebagai obat anti malaria. Metode yang digunakan adalah ekstraksi pelarut,
kromatografi kolom, TLC, FTIR, spektrofotometer UV, dan spektroskopi NMR.
Prinsip ektraksi pelarut adalah distribusi zat pelarut dengan perbandingan
tertentu antara dua pelarut yang tidak saling bercampur. Prinsip kromatografi
kolom dan TLC adalah pemisaham campuran senyawa atas komponen-komponen
berdasarkan perbedaan kecepatan migrasi masing-masing komponen diantara dua
fasa yaitu fasa diam dan fasa gerak. Prinsip FTIR adalah ketika sampel
11
berinteraksi dengan sinar (radiasi elektromagnetik), maka ikatan kimia pada
panjang gelombang tertentu akan menyerap sinar ini dan akan bervibrasi. Prinsip
spektrofotometer UV-Vis adalah interaksi yang terjadi antara energi yang berupa
sinar monokromatis dari sumber sinar dengan materi yang berupa molekul.
Prinsip NMR adalah penyerapan energi oleh partikel yang sedang berputar di
dalam medan magnet yang kuat sehingga nantinya medan magnet yang sesuai
dengan molekul akan dikonversi menjadi spektra NMR sehingga struktur
senyawa/rumus bangun molekul senyawa organik dapat teridentifikasi. Bahan
baku yang digunakan adalah tanaman Artemisia annua L. yang dikeringkan dan
dihaluskan menjadi bubuk. Bubuk herbal Artemisia annua L. dimaserasi
menggunakan pelarut metanol. Ekstrak kemudian diuapkan menggunakan
rotaryevaporator pada suhu 40°C sampai volume ekstrak 100 mL. Kemudian
larutan ekstrak dipartisi menggunakan heksana 50 ml, partisi dilakukan berkali-
kali dan berhenti sampai lapisan etil asetat tidak berwarna. Setelah itu, ekstrak
yang mengandung artemisinin difraksinasi dengan kromatografi kolom. Hasil
isolat dianalisis dengan menggunakan TLC, FTIR, UV spektrofotometer, dan
HNMR spektroskopi. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah senyawa
artemisinin sebanyak 2,0 mg (0,016% b/b) dan kandungan artemisinin dalam
tanaman Artemisia annua L. sangat kecil yaitu 0,01-1,4%. Jadi dapat disimpulkan
bahwa senyawa artemisinin dapat menghentikan penyakit malaria karena
memiliki lakton dan senyawa tersebut dapat diperoleh dengan cara ekstraksi
pelarut dan kromatografi kolom.
2.6.2 Identification of Compounds in the Essential Oil of Nutmeg Seeds
(Myristica fragrans Houtt.) That Inhibit Locomotor Activity in Mice
(Identifikasi Senyawa Minyak pada Pala (Myristica fragrans Houtt.) untuk
Menghambat Sistem Gerak pada Aktivitas Tikus)
Salah satu efek dari kandungan pala adalah efek sedatif yang kuat. Salah
satu sifat itu digunakan untuk menghambat aktivator tikus, sehingga tikus mudah
untuk ditangkap. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi senyawa pada
minyak dalam pala yang berfungsi untuk menghambat aktivitas tikus. Metode
yang digunakan adalah HPLC (High Performance Liquid Chromatography) dan
12
injeksi pada tikus secara langsung. Prinsip yang digunakan adalah pemberian zat
tertentu pada tikus dan prinsip HPLC adalah pemisahan analit-analit berdasarkan
kepolaran. Hasil yang diperoleh dari metode HPLC menunjukkkan bahwa
kandungan minyak pada pala terdiri dari 4-terpenoid, “safrole”, miristin, metil
miristin, metil palmiat, asam palmiat, metil oktadeka-10-oat, metil oleat, metil
stearat. Sedangkan hasil minyak yang diinjeksikan pada tikus menunjukkan
bahwa 4-terpenoid, “safrole” dan miristin merupakan bahan penghambat aktivitas
sistem gerak pada aktivitas tikus. Jadi dapat disimpulkan bahwa kandungan
senyawa pada minyak pala adalah 4-terpenoid, “safrole”, miristin, metil miristin,
metil palmiat, asam palmiat, metil oktadeka-10-oat, metil oleat, metil stearat dan
senyawa yang dapat menghambat sistem gerak pada aktivitas tikus adalah
4-terpenoid, “safrole” dan miristin (Mustarichie, 2010).
2.6.3 Isolation and Characterization of n-Docosane From Heartwood Of
Berberista Aristata ( Isolasi dan Karakterisasi n-docosena Dari Batang
Kayu Berberis Aristata)
Berberista Aristata (Berberidaceaea) ditemukan di nepal dan tumbuh di
nilgiris pada ketinggian 1000 – 2400 m dan semua himalaya pada ketinggian 1000
– 3000 m, bunga kuning, daun bergerigi, dan memiliki beri berwarna merah.
Berberin (bertanggung jawab pada aktifitas hematoproktetif) memiliki konstituen
alkaloid dan lain-lainnya seperti berbamin, aromolin, palmatin, oksikantin, dan
oksiberin. Pada kulit dan batang terisolasi kalumbamin, umbaliatin, jatorrhizin,
dan hidrastin. Buah nya memiliki asam sitrat dan asam maleat. Asam kafeik,
kuersetin, asam klorogenik, dan meratin biasa nya rutin diambil dari daun berberis
aristata. Berbagai macam bagian pada berberis aristata telah diisolasi dan
dikarakterisasi dan berguna untuk aktifitas anti karsinogenik, anti hepatotoksik,
anti diare, anti inflamasi, anti mikroba, anti piretik, anti oksidan, anti malaria,dan
anti tuberkulostatik. Sehingga pada percobaan kali ini bertujuan untuk
penyelidikan fitokimia hasil ekstrak etanol pada batang kayu Berberista Aristata.
Metode yang digunakan dalam percobaan adalah maserasi, soxhlet, kromatografi
dan spektroskopi. Prinsip percobaan adalah pada maserasi adalah pemisahan zat
13
dari gugus aktif nya, pada soxhlet adalah pemisahan komponen menggunakan
pelarut yang selalu baru, pada kromatografi adalah pemisahan komponen
menggukanan dua fasa yaitu fasa gerak dan fasa diam berdasarkan “like dissolve
like”, pada spektroskopi adalah transisi elektron akibat penembakan cahaya
dimana cahaya yang diteruskan direkam pada detektor dan cahaya yang diserap
dianggap sebagai absorbansi senyawa. Pada percobaan tanaman dikeringkan dan
dilakukan ekstraksi dengan soxhlet menggukan etanol 95% sehingga minyak atsiri
akan terisolasi kemudian dilakukan kromatografi dan dilakukan spektroskopi pada
untuk mengetahui kandungannya. Hasil percobaan adalah diperoleh ekstrak etanol
berupa kering dan coklat gelap dengan massa 50 gram (2,77%), pada kromatografi
menggunakan fasa diam silika gel dan fasa gerak variasi kombinasi dari
kloroform dan pretroleum eter dan hasil nya direkristalisasi menggunakan aseton
dan metanol (1:1) diperoleh 100 mg (0,20%), pada spektroskopi IR didapatkan
absorbansi pada bilangan gelombang 762 cm-1 yang menunjukkan hidrokarbon
alifatik, pada spektroskopi masa dihasilkan peak dengan m/z 310 yang konsisten
dengan rumus molekul jenuh dari hidrokarbon C22H46. Kesimpulannya percobaan
adalah berberis aristata yang diektrak menggunakan etanol 95% dengan metode
soxhlet dan kromatografi kolom dipersiapkan dengan peningkatan polarisitas pada
fasa gerak dan dilakukan analisis spektroskopi didapatkan hidrokarbon alifatik
yaitu n-docosena (Katiyar, 2011).
2.6.4 Phytochemistryical & Anthelmintic Studies on Blumea Lacera. (Fitokimia
Studi Antelmintik pada Tanaman Blumea Lacera. )
Semakin hari penyakit yang di sebabkan oleh infeksi cacing semakin
meningkat,oleh sebab itu banyak dilakukan penelitian untuk membuat obat cacing
yang ampuh untuk mencegah dan membasmi infeksi cacing tersebut. Dan telah
ditemukan tanaman yang telah diperkirakan dapat menjadi obat cacing yaitu
tanaman Blumea lacera. Tujuan dari percobaan ini yaitu merupakan upaya untuk
mencari tahu, untuk mengevaluasai dan untuk membuktikan aktivitas
anthelminthic dari tanaman Blumea lacera. Metode yang digunakan dalam
percobaan ini adalah ekstraksi dan maserasi. Prinsip kerja pada percobaan ini
adalah pemisahan senyawa dari tanaman yang didasarkan oleh perbedaan sifat
14
pelarut. Ekstraksi menggunakan pelarut alkohol dan air, selanjutnya disiapkan
ekstrak pertama kali yang digunakan untuk penyelidikan fotokimia dan kemudian
disaring untuk kegiatan anthelmintik in-vitro terhadap cacing Ascaris
lumbricoides dan Pheritema postuma dengan menggunakan piperazine sitrat
sebagai larutan standar. Hasil dari penelitian menemukan dan menunjukan bahwa
tanaman Blumea lacera memiliki aktivitas anthelmintic yang baik
(Pattewar,2012).
2.6.5 Isolation of Natural Products (Isolasi Produk Alami)
Tanaman telah digunakan sebagai obat di zaman kuno. Sekarang
Perusahaan farmasi hari mulai memproses tanaman obat dan aromatik dalam
formulasi mereka dengan menggunakan ekstraksi komponen aktif. Oleh sebab itu
dilakukanlah percobaan ini. Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengolah
tanamab menjadi sebuah obat. Metode yang digunakan dalam percobaan ini
adalah ekstraksi, maserasi, destilasi dan ekspresi. Metode Ekspresi adalah metode
lain yang digunakan untuk mengekstrak senyawa atsiri. Prinsip dari percobaan ini
tergantung pada pasrtisi, konperhensi antar fasa dan pelarut residu padat
bergantung pada difusi isolasi nisht. Hasil yang di peroroleh dalam percobaaan ini
yaitu menghasilkan obat obat dengan pengolahan tanaman aromatik.
(Visth, 2012)
2.6.6 Chemistry, Antioxidant and Antimicrobial Potential of Nutmeg (Myristica
fragrans Houtt) (Kimia , Potensi Antioksidan dan Anti Microbial pada pala
(Myristica fragrans Houtt) )
Latar belakang dibuatnya percobaan ini adalah, melihat potensi yang ada
pada biji buah pala belum teridentifikasi secara lanjut. Tujuan dari percobaan ini
adalah percobaan untuk melihat adanya potensi timbulnya berbagai penyakit dari
radikal bebas seperti hidrokal dan anion super oksida, maka para peneliti mencoba
mencari penghambat radikal bebas masuk kedalam tubuh . Peneliti meneliti
tentang kandungan pala yang bertujuan untuk mengetahui adanya potensi kimia,
antimikroba dan antioksidan pada tanaman tersebut. Prinsip dari prcobaan ini
15
adalah pengisolasian dan pengamatan beberapa senyawa pada pala. Metode yang
digunakan dalam percobaan ini adalah ekstraksi dengan aseton, etanol, metanol,
butanol dan air,setelah itu pengamatan hasilnya di dilihat menggunakan GC-MS.
Jadi biji buah pala terbukti sebagai antioksidan yang baik dan penangkal radikal
bebas (Gupta, 2012)
2.7 Analisa Bahan
1. Biji Buah Pala
Sifat fisik :
Sifat kimia :
(Arsyad, 2001)
2. Aseton (CH3COCH3)
Sifat fisik :
Sifat kimia :
(Pudjaatmaka, 1993)
3. Eter
Sifat fisik :
16
titik didih 35,6 ºC
titik beku – 11,3 ºC
densitas 0,708 g/cm3
cairan encer tidak berwarna, jernih, berbau, rasanya aneh
mudah menguap dan mudah terbakar, mudah meledak
senyawa organik yang mudah menguap, mudah
terbakar, berbau khas, dan agak manis
merupakan gugus fungsi keton, larut dalam air, alkohol,
eter, kloroform, dan minyak
biasa digunakan sebagai pelarut lemak, minyak, plastik,
dan lilin
berat molekul : 58,08 g/mol
densitas : 0,792 g/cm3
titik lebur : -94,6 ºC
titik didih : 56,5 ºC
mengandung unsur-unsur psikotropik
mengakibatkan muntah-muntah dan kepala pusing
minyak atsiri 2-16 % rata-rata 10 %, 25-40 % terdiri
asam polimetrik
asam stearat dan asam miristat
karbohidrat ± 30, protein ± 60 %, miristat ± 48 %.
merupakan minyak kental mempunyai daya bunuh terhadap serangga
Sifat kimia :
(Wilcox, 1995)
III. Metode Percobaan
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
- Penangas air - Gelas Beker
- Labu alas bulat 250 mL - Erlenmeyer
- Kertas Saring - Cawan penangas
- Corong Bunchner - Pipet Tetes
- Pengaduk
3.1.2 Bahan
- Biji buah pala
- Aseton
- Eter
3.2 Skema Kerja
a. SoxhletSerbuk biji pala 37 gram
plastik Pembungkusan dengan kertas saring Pengikatan dengan benang Pemasukan pada timbel Pemasangan soxhlet dengan labu alas
bulat perisi pelarut eter, kondensor dengan selang water in-out air dingin
Maserasi Soxhletasi 6 siklus Evaporasi eter, pemisahan eter
dengan minyak
Residu eter Filtrat penyaringan
17
bereaksi dengan HI
bereaksi dengan PCl5 pada pemanasan
tidak bereaksi dengan logam Na
Gelas beker
b. Pemurnian trimiristin
Filtrat minyak palaGelas beker
Pendinginan bertahap dan spontan dengan air es
Pendinginan kristal
Residu kristal FiltratKertas saring Gelas beker
Penghabluran kristal denganaseton (pencucian)
Pelarutan pada aseton Pengadukan Pendinginan pada air es Penyaringan
Residu kristal FiltratKertas saring Gelas
beker Pengeringan kristal Penimbangan kristal perhitungan kadar
presentase trimiristin Pengujian titik leleh
Hasil
3.3 HipotesisPercobaan berjudul “Isolasi Trimiristin dari Biji Pala” bertujuan untuk
memahami beberapa aspek dasar dalam isolasi senyawa bahan alam khususnya
trimiristin. Metode yang digunakan dalam percobaan ini adalah soxheltasi,
maserasi, kristalisasi dan rekristalisasi. Prinsip dari percobaan ini adalah
soxhletasi merupakan suatu ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru. Hasil yang
diperoleh adalah kristal putih yang mengandung trimiristin, titik leleh dan kadar
dari trimiristin.
18
IV. DATA PENGAMATANNo Perlakuan Hasil1 Serbuk biji pala dibungkus
kertas saring dan diberi tali,
sampel dimasukan delam timbel
soxhlet, perangkaian soxhlet
Pembungkusan dibentuk tabung
agar mudah masuk timbel dengan
benang disisakan menjuntai keluar
2 Penambahan pelarut eter dalam
labu alas bulat dan batu didih.
Penambahan eter sebagai pelarut
dan maserasi hingga larutan pada
timbel menjadi kuning
3 Perlakuan ekstraksi soxhlet, , Penguapan langsung dengan
soxhlet hingga pelarut terpisah dari
minyak
4 Hasil dipindahkan dalam gelas
beaker
5 Pendinginkan
6 Penyaringan, pelarutan hasil
isolasi dalam 50ml aseton
dengan dipanaskan
Rekristalisasi padatan menjadi
putih
7 Krisalisasi pada erlenmayer
250ml (didinginkan)
Didinginkan menjadi kristal putih
8 Pemisahan produk dengan
corong buchener
Berat kristal 5, 11 gram, kadar
presentase 13,81%, titik leleh ± 47
ºC
Tabel Waktu Siklus
19
No SiklusWaktu (menit)
Waktu rata-rata (menit)
1 I 8’28”
7’09”
2 II 7’3 III 6’34”4 IV 6’45”5 V 7’22”6 VI 7’30”
VI. PEMBAHASAN
Telah dilakukan percobaan yang berjudul “Isolasi Trimiristin dari Biji
Pala”. Tujuan dari percobaan ini adalah untuk memahami beberapa aspek dasar
dalam isolasi senyawa bahan alam khususnya trimiristin. Prinsip dari percobaan
ini adalah soxhletasi dimana merupakan suatu ekstraksi dengan pelarut yang
selalu baru. Metode yang digunakan dalam percobaan ini adalah soxheltasi,
maserasi, kristalisasi dan rekristalisasi. Soxhletasi merupakan ekstraksi senyawa
yang kelarutannya terbatas dalam satu pelarut dengan menggunakan pelarut yang
selalu baru sehingga terjadi ekstraksi yang kontinu dengan jumlah pelarut yang
konstan dan dibantu pendinginan balik berdasarkan prinsip like disolve like. Pada
maserasi merupakan proses perendaman sampel menggunakan pelarut organik
pada temperatur ruangan (Oxtoby, 2001). Pada kristalisasi adalah pembentukan
kristal kemudian dilanjutkan rekristalisasi dengan pelarut yang tepat (dalam
percobaan ini adalah aseton) untuk membentuk kristal kembali dengan jumlah
yang lebih banyak (Fessenden, 1983).
Pada percobaan ini, digunakan biji pala sebagai sumber trimiristin yang
akan diisolasi. Dipilih bahan biji buah pala karena minyak pala yang dihasilkan
dari ekstraksi mengadung trimiristin yang tidak terlalu banyak tercampur dengan
ester lain yang sejenis. Disamping itu kadar trimiristin pada biji buah pala cukup
tinggi dibanding pada bahan lain yaitu sekitar 20-25% dari berat kering biji pala
(Wilcox, 1995).
Sebelum dilakukan soxhletasi, mula-mula dilakukan preparasi bahan. Biji
buah pala yang akan digunakan dihaluskan dengan cara ditumbuk. Hal ini
bertujuan agar zat-zat yang terkandung dalam biji buah pala mudah larut dalam
pelarut, karena semakin halus sampel maka luas permukaan bidang sentuh
semakin luas terhadap pelarut dan mempercepat terjadinya ekstraksi karena laju
20
CH3 O CH3
CH3 O CH3Persenyawaan Eter (Fessenden, 1989)
reaksi pelarutan terhadap pelarut menjadi lebih cepat (oxtoby, 2001).
Pembungkusan serbuk pala juga dilakukan dengan pembungkus kertas saring
yang diikat dengan benang. Fungsi pembungkusan ini adalah agar sampel tidak
ikut tercampur dengan hasil ekstraksi. Penggunaan benang adalah selain untuk
mengikat kertas saring, benang yang diikat disisakan keluar dari timbel agar
memudahkan pengeuaran sampel dari timbel (dengan diangkat pada benangnya).
Penggunaan pembungkus dipilih kertas saring, karena kertas saring mempunyai
dinding yang tipis dan berpori yang dapat mempermudah sirkulasi pelarut dan zat
yang terkandung dalam sampel tanpa membuat sampel ikut keluar dari kertas
saring karena porinya berukuran kecil.
Soxhlet sampel dipersiapkan, dilakukan maserasi terhadap sampel dengan
pelarut eter. Penggunaan pelarut eter ini karena eter dapat digunakan untuk
melarutkan trimiristin yang merupakan zat gliseral yang bersifat non polar.
Berdasarkan teori like-disolve-like, zat yang non polar akan didistribusikan pada
zat yang non polar, begitu pula pada zat yang bersifat polar. Senyawa eter
merupakan senyawa yang bersifat non polar, hal ini dikarenakan tidaknya ikatan
hidrogen antara senyawa yang sama selain itu adanya rantai C dapat juga
menyebabkan eter bersifat non polar.
Penggunaan eter juga dipilih karena perbedaan titik didih yang cukup jauh dari
trimiristin yaitu 35,6 ºC sedangkan
titik didih trimiristin berkisar antara
sebesar 50-56 ºC. Hal ini
dimaksutkan agar eter dapat
menguap tanpa membawa trimirisrin
yang ikut menguap. Maserasi
dilakukan unutuk mengeluarkan zat
pada biji pala dengan sistem menjenuhkan sampel terhadap penambahan eter.
Sampel yang direndam dengan eter akan mengeluarkan zat ekstraksi yang terbawa
oleh eter namun hanya sedikit karena ekstraksi maksimal akan dilakukan secara
soxhletasi. Selain itu, maserasi juga mempercepat proses pemisahan trimiristin
dari biji buah pala karena sudah mulai terdistribusi dalam eter yang sama-sama
bersifat non polar.
21
Penambahan batu didih pada labu alas bulat yang berisi eter berfungsi
untuk menjaga tekanan dan suhu larutan agar tetatp stabil. Proses soxhleti
dilakukan 6 siklus untuk menghasilkan ekstrask berupa larutan yang berwarna
kekuningan pada timbel yang menandakan ekstraksi sedang berlangsung. Pada
proses soxhlet terjadi suatu siklus yaitu ketika pelarut eter dalam labu alas bulat
menguap akibat pemanasan. Uap pelarut eter akan naik kemudian akan naik dan
terkondensasi oleh kondensor menjadi molekul-molekul yang berubah fasa
menjadi cairan dan yang jatuh ke tempat sampel (timbel) biji pala. Terjadinya
pengembunan ditandai dengan adanya tetes-tetesan pelarut eter ke dalam timbel.
Setelah volume timbel dipenuhi oleh pelarut, maka seluruh cairan (pelarut yang
telah membawa solut), akan turun kembali ke labu dasar pipa sifon, dan proses
inilah yang disebut dengan satu siklus.
Siklus pada soxhletasi terjadi secara berulang-ulang (kontinyu), pelarut
eter akan masuk kedalam timbel dengan membawa zat-zat yang bersifat non polar
yang terkandung dalam biji pala lalu akan turun kembali kedalam labu alas bulat
bersama-sama denga pelarut eter. Semakin banyak siklus yang terjadi maka akan
semakin banyak ekstrak yang didapat karena semakin banyak ekstrak yang
didapat karena semakin banyak zat-zat yang ikut terlarut didalam pelarut eter
sehingga hasil ekstrak akan semakin besar sampai pasa batas kandungan
zat/jumlah zat yan terkandung dalam sampel. Pada 6 siklus yang terjadi pada
percobaan ini percobaan ini memerlukan waktu masing-masing: 8’28’’, 7’, 6’34”,
6’45”, 7’22”, 7’30” dan waktu rata-ratanya adala 7’09”.
Selanjutnya, setelah didapat hasil dari soxhletasi dilakukan evaporasi
dengan mengangkat sampel dari timbel sehingga ekstraksi berhenti namun pelarut
eter masih diuapkan. Pemisahan secara evaporasi ini merupakan pemisahan
berdasarkan perbedaan titik didih dimana zat yang titik didihnya rendah akan
menguap terlatih dahulu. Dalam proses ini, pelarut eter akan menguap terlebih
dahulu akibatnya eter akan terpisah dari minyak pala. Pemisahan dilakukan
dengan menjaga pelarut agar tidak melewati dari sifon dan masuk kembali pada
labu alas bulat, sehingga sebelum itu terjadi, penguapan diberhentikan dan pelarut
dituang dalam wadah. Pemisahan ini dilakukan hingga pelarut habis dan
menyisakan minyak biji pala.
22
Hasil ekstrak kental evaporasi kemudian didinginkan pada suhu ruang
yang sesekali didinginkan pada air dingin. Terjadi perbedaan hasil ketika
dilakukan pendinginan dengan dua kondisi ini yaitu suhu ruang. Pendinginan
terjadi dengan penurunan suhu terhadap kecepatan pertumbuhan kristal lebih
lambat daripada kecepatan pertumbuhan inti kristal sehingga kristal yang
diperoleh kecil, rapuh, dan banyak. Pada pendinginan secara spontan dengan
menggunakan air es, penurunan suhu terjadi sangat cepat sehingga kecepatan
pertumbuhan kristal lebih cepat daripada kecepatan pertumbuhan inti kristal
sehingga krital yang terbentuk besar-besar, liat dan elastis (Austin, 1986).
Kristal hasil kristalisasi disaring dengan kertas saring dan
ditambahkan/dilarutkan pada aseton. Penambahan aseton ini untuk mencuci
padatan sehingga padatan kristal yang tadinya berwarna kekuningan menjadi lebih
putih (menghablurkan). Setelah kristal terbentuk bersih, kristal kembali dilarutkan
dengan aseton. Pelarutan kembali pada pelarut bersuhu tinggi akan meningkatkan
kelarutan kristal sehingga akan didapat hasil kristal yang lebih banyak ketika
setelah pelarutan dilakukan pendinginan. Proses ini disebut rekristalisasi. Dalam
proses ini digunakan aseton sebagai pelarut, hal ini dikarenakan pelarut ini tidak
bereaksi dengan zat yang terkandung pada minyak biji pala. Selain itu kriteria
pelarut yang baik dalam proses rekristalisasi adalah pelarut yang tidak memiliki
titik didih melebihi titik leleh zat padatnya, kemudian pelarut hanya sedikit
melarutkan zat padat pada suhu kamar, tetapi sangat mudah melarutkan pada suhu
didihnya (Cahyono, 1998). Pemilihan aseton dilakukan berdasarkan titik didihnya
jauh lebih rendah yaitu 56,2 ºC dibandingkan titik didih trimiristin 311 ºC
sehingga dipilih aseton yang menjadi pelarut (Winarno, 1991). Saat dilakukan
rekristalisasi, penambahan aseton tidak berfungsi untuk melarutkan pengotor,
melainkan melarutkan zat padat sehingga memisahkan zat padatan tadi dari
pengotor-pengotor. Setelah dilakukan pelarutan, dilakukan penyaringan pada
campuran tersebut untuk memisahkan zat murni dari zat pengotornya. Proses
berikutnya dilakukan pendinginan. Pendinginan ini berfungsi untuk membentuk
kristal kembali yang dilakukan pada suhu ruang dengan penurunan suhu bertahap
dan pendinginan secara spontan. Setelah dilakukan pendinginan secara spontan
terbentuk kristal yang lebih besar. Dilakukan penyaringan kembali pada kristal
23
untuk memisahkan zat pengotor dan dicuci kristal hasil penyaringan dengan
aseton agar zat-zat polar dapat melarut bersama aseton karena sifat aseton yang
polar juga. Hasil akhir yang didapat adalah kristal putih sedikit kekuningan yang
merupakan senyawa trimiristin.
Identifikasi senyawa trimiristin adalah dilakukan pembandingan sifat
fisiknya terhadap literatur, antara lain :
1. berbentuk kristal putih
2. berat molekul 728,18 g/mol
3. titik leburnya 56,5 ºC
4. titik didihnya 311 ºC
5. tidak larut dalam air
6. larut dalam alkohol, eter, kloroform dan benzena
(Winarno, 1991)
Berat trimiristin kering dari percobaan ini adalah 5,11 gram dari berat
sampel biji pala 37 gram (Wilcox, 1995). Kristal yang diperoleh dilakukan
pengujian titik leleh menggunakan melting poin aparatus. Proses ini dimaksudkan
untuk menguji apakah dari kristal yang terbentuk merupakan benar-benar
trimiristin. Berdasarkan percobaan, diperoleh bahwa titik leleh dari kristal adalah
45-50 ºC, sedangkan pada literatur, trayek titik leleh dari trimiristin adalah
50-57 ºC. Dari hasil pengukuran tersebut telah memasukin trakyek titik leleh
sesuai pada literatur, maka kristal yang didapat adalah trimiristin. kadar presentase
yang diperoleh sebagai krital trimiristin dalam berat per berat adalah 13, 81%.
Hasil yang diperoleh sedikit dimungkinkan 6 siklus kurang untuk mengekstraksi
keseluruhan trimiristin, selain itu ukuran serbuk (sampel biji pala yang ditumbuk)
yang kurang halus.
VII. PENUTUP
7.1 Kesimpulan
24
a. Isolasi tirimistin dari biji pala dapat dilakukan dengan metode soxhletasi,
maserasi, kristalisasi dan rekristalisasi
b. Berat kristal yang diperoleh 5,11 gram
c. Kadar prosentase trimiristin yang diperoleh adalah 13,81%
d. Titik leleh trimiristin pada percobaan ini adalah 45-50 ºC
e. Kristal trimiristin yang diperoleh dengan penampakan berwarna putih
7.2 Saran
a. Dilakukan soxhletasi dengan memperbanyak siklus agar trimiristin yang
didapat lebih banyak
b. Dilakukan isolasi dengan metode lain
c. Metode isolasi selain soxhletasi seperti reflux, ekstraksi dan destilasi
25
LAMPIRANPerhitungan
1. % kadar
Diketahui : berat sampel (serbuk biji pala) = 37 gram
berat kristal trimiristin = 5,11 gram
Ditanya : kadar presentase (%)
Jawab :
% = berat kristal trimiristin
berat sampel (serbuk biji pala)× 100 %
= 5,11gram37 gram
× 100 %
= 13,81 %
2. Waktu rata-rata siklus
Diketahui : data = 8’28’’ , 7’, 6’34” , 6’45” , 7’22” , 7’30”
Ditanya : t
Jawab :
t=8 ’28 ’ ’+7 ’+6 ’ 34 ”+6 ’45 ”+7 ’22 ”+7 ’30 ”6
t=42' 59 } over {6 ¿
t=7' 09
26
27
Top Related