BAB I
I. STATUS PASIEN
IDENTITAS
Nama : Ny. Sutin
Umur : 47 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Koja, Jakarta Utara
ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesis pada hari Senin, tanggal 7 Oktober 2013, jam 07.00
Keluhan Utama
Tidak bisa membuka mulut 2 hari SMRS.
Riwayat Perjalanan Penyakit
Pasien datang dengan tidak bisa membuka mulut 2 hari SMRS. Pasien juga
merasa leher kaku dan sulit digerakan. Pusing (+), di rumah pasien mengatakan
sempat mengalami demam, namun sekarang sudah tidak demam lagi. Pasien juga
merasa gelisah bila ada cahaya masuk atau suara keras/ribut. Riwayat batuk atau
pilek disangkal. BAB dan BAK normal.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien belum pernah merasakan keluhan seperti ini sebelumnya. Pasien
mempunyai gigi yang berlubang dan beberapa gigi yang tanggal namun tidak
pernah pergi ke dokter gigi. Pasien memiliki riwayat hipertensi. Riwayat DM,
penyakit jantung, ginjal dan alergi disangkal.
Riwayat Pengobatan
Pasien mengkonsumsi obat warung untuk mengobati keluhan tersebut, namun
tidak memberikan hasil.
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluhan yang sama dalam keluarga disangkal oleh pasien.
Riwayat penyakit stroke, asma, jantung, hipertensi, DM, ginjal dalam keluarga
disangkal oleh pasien.
Riwayat penyakit keganasan dalam keluarga disangkal oleh pasien.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : tampak sakit berat
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 140/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 36,5 C
Status Generalis
Kepala : Normocephali, tandra trauma (-), jejas(-)
Mata : CA-/-, SI-/-
THT : telinga tidak ada kelainan, nafas cuping hidung (-),
tenggorokan tidak ada kelainan
Mulut : bibir pasien dapat dibuka namun gigi/ rahang pasien tidak
dapat dibuka (trismus)
Leher ; Leher pasien kaku , KGB tidak teraba membesar, tiroid tidak
teraba membesar
Paru :
- Simetris saat statis dan dinamis
- Vocal fremitus sama kuat di kedua lapang paru
- Sonor di kedua lapang paru
- Suara napas vesikular (+/+), wheezing (-/-), ronkhi -/-
Jantung :
- Ictus cordis tidak terlihat
- BJ I & II reg, m(-), g(-)
Abdomen :
- Datar, dilatasi vena (-)
- Bising usus (+) normal
- Nyeri Tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas
Oedema (-), akral hangat(+)
Status Lokalis
- Rahang
Inspeksi
Bibir pasien dapat membuka namun gigi/rahang tidak dapat dibuka
Pasien merasa nyeri di rahang bawah
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hb 15.3 13.7-17.5
Leukosit 9.200 4.200-9.100
Ht 44 40-51
Trombosit 277.000 163.000-337.000
GDS 228 60-120
Diagnosis Kerja
Tetanus score 15-16
Terapi
o Fotaram 3 x 1 gr
o Metronidazole 3 x 500 mg
o Ketopain 2 x1 ampul
o Pumpitor 2 x 1 ampul
o Diazepam
o ATS 1 X 20.000 IU/hari
o TT 1 x 1 cc
o Penisilin G 2 x 3.000.000 IU
o Pindah ICU dan konsul anastesi
Prognosis
Ad vitam: dubia
Ad Functionam: dubia ad bonam
Ad Sannnationam: dubia ad bonam
PATOFISIOLOGI
IV. Web of Caution (Hubungan Sebab Akibat)
Tonus otot Menempel pada Cerebral Mengenai Saraf SimpatisGangliosides
Menjadi kaku Kekakuan dan kejang khas -Keringat berlebihanpada tetanus -Hipertermi
-Hipotermi-Aritmia-Takikardi
Hipoksia berat
O2 di otak
Kesadaran
-Ggn. Eliminasi -Ketidakefektifan jalan -PK. Hipoksemia-Ggn. Nutrisi (< dr. kebut) jalan nafas -Ggn. Perfusi Jaringan
-Gangguan Komunikasi -Ggn. Pertukaran Gas Verbal -Kurangnya pengetahuan
Ortu-Dx,Prognosa, Perawatan
Terpapar kuman Clostridium tetani
Eksotoksin
Pengangkutan toksin melewati saraf motorik
Ganglion Sumsum Tulang Belakang Otak Saraf Otonom
Hilangnya keseimbangan tonus otot
Kekakuan otot
Sistem Sistem Pernafasan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Tetanus adalah Gangguan neurologis yang ditandai dengan meningkatnya tonus otot
dan spasme, yang disebabkan oleh tetanospasmin, suatu toksin protein yang kuat yang
dihasilkan oleh Clostridium tetani. Penyakit ini disebabkan oleh Clostridium tetani, merupakan
basil Gram positif anaerob. Bakteri ini nonencapsulated dan berbentuk spora, yang tahan panas,
pengeringan dan desinfektan. Spora adalah di mana-mana dan ditemukan di tanah, debu rumah, usus
hewan dan kotoran manusia. Spora ini akan memasuki tubuh penderita, lalu mengeluarkan toksin
yang bernama tetanospasmin. 1
Karakteristik Clostridium tetani
Clostridium tetani
C. tetani termasuk dalam bakteri Gram positif, anaerob obligat, dapat membentuk spora, dan
berbentuk drumstick. Spora yang dibentuk oleh C. tetani ini sangat resisten terhadap panas
dan antiseptik. Ia dapat tahan walaupun telah diautoklaf (1210C, 10-15 menit) dan juga
resisten terhadap fenol dan agen kimia lainnya. Bakteri Clostridium tetani ini banyak
ditemukan di tanah, kotoran manusia dan hewan peliharaan dan di daerah pertanian.
Umumnya, spora bakteri ini terdistribusi pada tanah dan saluran penceranaan serta feses dari
kuda, domba, anjing, kucing, tikus, babi, dan ayam. Ketika bakteri tersebut berada di dalam
tubuh, ia akan menghasilkan neurotoksin (sejenis protein yang bertindak sebagai racun yang
menyerang bagian sistem saraf). C. tetani menghasilkan dua buah eksotoksin, yaitu
tetanolysin dan tetanospasmin. Fungsi dari tetanolysin tidak diketahui dengan pasti, namun
juga dapat menyebabkan lisis dari sel-sel darah merah. Tetanospasmin merupakan toksin
yang cukup kuat. Tetanospasmin merupakan protein dengan berat molekul 150.000 Dalton,
larut dalam air, labil pada panas dan cahaya, rusak dengan enzim proteolitik2,3
Bentuk vegetative tidak tahan terhadap panas dan beberapa antiseptic. Kuman tetanus tumbuh
subur pada suhu 17o C dalam media kaldu daging dan media agar darah. Demikian pula
media bebas gula karena kuman tetanus tidak dapat mengfermentasi glukosa.
Patogenesis dan Patofisiologi
Tetanus disebabkan neurotoksin (tetanospasmin) dari bakteri Gram positif anaerob,
Clostridium tetani, dengan mula-mula 1 hingga 2 minggu setelah inokulasi bentuk spora ke
dalam tubuh yang mengalami cedera/luka (masa inkubasi). Penyakit ini merupakan 1 dari 4
penyakit penting yang manifestasi klinis utamanya adalah hasil dari pengaruh kekuatan
eksotoksin (tetanus, gas ganggren, dipteri, botulisme). Tempat masuknya kuman penyakit ini
bisa berupa luka yang dalam yang berhubungan dengan kerusakan jaringan lokal,
tertanamnya benda asing atau sepsis dengan kontaminasi tanah, lecet yang dangkal dan kecil
atau luka geser yang terkontaminasi tanah, trauma pada jari tangan atau jari kaki yang
berhubungan dengan patah tulang jari dan luka pada pembedahan dan pemotonga tali pusat
yang tidak steril. 1,5,6
Pada keadaan anaerobik, spora bakteri ini akan bergerminasi menjadi sel vegetatif bila dalam
lingkungan yang anaerob, dengan tekanan oksigen jaringan yang rendah. Selanjutnya, toksin
akan diproduksi dan menyebar ke seluruh bagian tubuh melalui peredaran darah dan sistem
limpa. Toksin tersebut akan beraktivitas pada tempat-tempat tertentu seperti pusat sistem
saraf termasuk otak. Gejala klinis timbul sebagai dampak eksotoksin pada sinaps ganglion
spinal dan neuromuscular junction serta syaraf autonom. Toksin dari tempat luka menyebar
ke motor endplate dan setelah masuk lewat ganglioside dijalarkan secara intraaxonal ke
dalam sel saraf tepi, kemudian ke kornu anterior sumsum tulang belakang. Akhirnya
menyebar ke SSP. Gejala klinis yang ditimbulakan dari eksotoksin terhadap susunan saraf
tepi dan pusat tersebut adalah dengan memblok pelepasan dari neurotransmiter sehingga
terjadi kontraksi otot yang tidak terkontrol/ eksitasi terus menerus dan spasme. Neuron ini
menjadi tidak mampu untuk melepaskan neurotransmitter. Neuron, yang melepaskan gamma
aminobutyric acid (GABA) dan glisin, neurotransmitter inhibitor utama, sangat sensitif
terhadap tetanospasmin, menyebabkan kegagalan penghambatan refleks respon motorik
terhadap rangsangan sensoris. Kekakuan mulai pada tempat masuknya kuman atau pada otot
masseter (trismus), pada saat toxin masuk ke sumsum tulang belakang terjadi kekakuan yang
berat, pada extremitas, otot-otot bergari pada dada, perut dan mulai timbul kejang. Bilamana
toksin mencapai korteks serebri, menderita akan mulai mengalami kejang umum yang
spontan. Karakteristik dari spasme tetani ialah menyebabkan kontraksi umum kejang otot
agonis dan antagonis. Racun atau neurotoksin ini pertama kali menyerang saraf tepi
terpendek yang berasal dari system saraf kranial, dengan gejala awal distorsi wajah dan
punggung serta kekakuan dari otot leher.1,7,8
Tetanospasmin pada system saraf otonom juga verpengaruh, sehingga terjadi gangguan
pernapasan, metabolism, hemodinamika, hormonal, saluran cerna, saluran kemih, dan
neuromuscular. Spasme larynx, hipertensi, gangguan irama janjung, hiperflexi, hyperhidrosis
merupakan penyulit akibat gangguan saraf ototnom, yang dulu jarang karena penderita sudah
meninggal sebelum gejala timbul. Dengan penggunaan diazepam dosis tinggi dan pernapasan
mekanik, kejang dapat diatasi namun gangguan saraf otonom harus dikenali dan di kelola
dengan teliti.
Tetanospasmin adalah toksin yang menyebabkan spasme, bekerja pada beberapa level dari
susunan syaraf pusat, dengan cara :
Toksin menghalangi neuromuscular transmission dengan cara menghambat pelepasan
acethyl-choline dari terminal nerve di otot.
Karakteristik spasme dari tetanus terjadi karena toksin mengganggu fungsi dari
refleks synaptik di spinal cord.
Kejang pada tetanus, mungkin disebabkan pengikatan dari toksin oleh cerebral
ganglioside.
Beberapa penderita mengalami gangguan dari Autonomik Nervous System (ANS ) dengan
gejala : berkeringat, hipertensi yang fluktuasi, periodisiti takikhardia, aritmia jantung,
peninggian cathecholamine dalam urine.
Timbulnya kegagalan mekanisme inhibisi yang normal, yang menyebabkan meningkatnya
aktifitas dari neuron yang mensarafi otot masetter sehingga terjadi trismus. Oleh karena otot
masetter adalah otot yang paling sensitif terhadap toksin tetanus tersebut. Stimuli terhadap
afferen tidak hanya menimbulkan kontraksi yang kuat, tetapi juga dihilangkannya kontraksi
agonis dan antagonis sehingga timbul spasme otot yang khas .
Ada dua hipotesis tentang cara bekerjanya toksin, yaitu:9
1. Toksin diabsorbsi pada ujung syaraf motorik dari melalui sumbu silindrik dibawa
kekornu anterior susunan syaraf pusat
2. Toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk kedalam sirkulasi darah arteri
kemudian masuk kedalam susunan syaraf pusat.
Akibat dari tetanus adalah rigid paralysis (kehilangan kemampuan untuk bergerak) pada
voluntary muscles (otot yang geraknya dapat dikontrol), sering disebut lockjaw karena
biasanya pertama kali muncul pada otot rahang dan wajah. Kematian biasanya disebabkan
oleh kegagalan pernafasan dan rasio kematian sangatlah tinggi.
Epidemiologi
Di negara yang telah maju seperti Amerika Serikat kejadian tetanus yang dilaporkan telah
menurun secara substansial sejak pertengahan 1940 karena meluasnya penggunaan imunisasi
terhadap tetanus (lihat grafik di bawah). Selain itu sanitasi lingkungan yang bersih,
(Penurunan kasus tetanus di AS karena ada program imunisasi nasional)
Namun berbeda dengan yang terjadi di negara berkembang seperti Indonesia, insiden dan
angka kematian akibat tetanus masih cukup tinggi, hal ini disebabkan karena tingkat
kebersihan masih sangat kurang, mudah terjadi kontaminasi, perawatan luka yang kurang
diperhatikan, kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kebersihan dan kekebalan
terhadap tetanus. Oleh karena itu tetanus masih menjadi masalah kesehatan, terutama
penyebab kematian neonatal tersering oleh karena tetanus neonatorum. Akhir- akhir ini
dengan adanaya penyebarluasan program imunisasi di seluruh dunia, maka angka kesakitan
dan kematian menurun secara drastis. 1
Mortalitas dan morbiditas
Secara keseluruhan, tingkat kematian sekitar 45%. Klinis tetanus bergantung terhadap pernah atau
tidaknya seseorang mendapatkan vaksin tetanus toksoid pada waktu selama hidup mereka. Yang
pernah mendapatkan vaksin klinisnya tidak begitu berat berbeda dengan yang tidak cukup divaksinasi
atau tidak divaksinasi sama sekali. Angka kematian di AS 6% bagi mereka yang telah menerima 1-2
dosis toksoid tetanus, dibandingkan dengan 15% bagi mereka yang tidak divaksinasi. Angka kematian
di Amerika Serikat adalah 18% 1998-2000 dan 11% tahun 1995-1997, tingkat kematian sebesar 91%
dilaporkan pada tahun 1947. Angka kematian yang tertinggi bagi orang-orang berusia 60 (40%)
dibandingkan dengan mereka yang berusia 20 sampai 59 tahun (8%). Dari tahun 1998 hingga 2000,
75% kematian di Amerika Serikat adalah di antara pasien yang lebih tua dari 60 tahun.
Manifestasi klinik
Masa inkubasi 5-14 hari, tetapi bisa lebih pendek (1 hari atau lebih lama 3 atau beberapa
minggu). Makin pendek masa inkubasi makin jelek prognosisnya. Terdapat hubungan antara
jarak tempat invasi Clostridium tetani dengan susunan saraf pusat dan interval antara luka
dan permulaan penyakit, dimana makin jauh tempat invasi maka masa inkubasi makin
panjang.
Ada tiga bentuk tetanus yang dikenal secara klinis, yakni:
1. Localited tetanus ( Tetanus Lokal )
2. Cephalic Tetanus
3. Generalized tetanus (Tetanus umum)
Dan ada Neonatal tetanus.
Karakteristik dari tetanus
• Kejang bertambah berat selama 3 hari pertama, dan menetap selama 5 -7 hari.
• Setelah 10 hari kejang mulai berkurang frekuensinya
• Setelah 2 minggu kejang mulai hilang.
• Biasanya didahului dengan ketegangaan otot terutama pada rahang dari leher. Kemudian
timbul
kesukaran membuka mulut ( trismus, lockjaw ) karena spasme Otot masetter.
• Kejang otot berlanjut ke kuduk kaku ( opistotonus , nuchal rigidity )
• Risus sardonicus karena spasme otot muka dengan gambaran alis tertarik keatas, sudut
mulut
tertarik keluar dan ke bawah, bibir tertekan kuat .
• Gambaran Umum yang khas berupa badan kaku dengan opistotonus, tungkai dengan
eksistensi,
lengan kaku dengan mengepal, biasanya kesadaran tetap baik.
• Karena kontraksi otot yang sangat kuat, dapat terjadi asfiksia dan sianosis, retensi urin,
bahkan
dapat terjadi fraktur collumna vertebralis ( pada anak ).
1. Tetanus lokal (lokalited Tetanus)
Pada lokal tetanus dijumpai adanya kontraksi otot yang persisten, pada daerah tempat
dimana luka terjadi (agonis, antagonis, dan fixator). Hal inilah merupakan tanda dari tetanus
lokal. Kontraksi otot tersebut biasanya ringan, bisa bertahan dalam beberapa bulan tanpa
progressif dan biasanya menghilang secara bertahap.
Lokal tetanus ini bisa berlanjut menjadi generalized tetanus, tetapi dalam bentuk yang
ringan dan jarang menimbulkan kematian. Bisajuga lokal tetanus ini dijumpai sebagai
prodromal dari klasik tetanus atau dijumpai secara terpisah. Hal ini terutama dijumpai
sesudah pemberian profilaksis antitoksin.
2. Chepalic Tetanus
Cephalic tetanus adalah bentuk yang jarang dari tetanus. Masa inkubasi berkisar 1 –2
hari, yang berasal dari otitis media kronik (seperti dilaporkan di India ), luka pada daerah
muka dan kepala, termasuk adanya benda asing dalam rongga hidung. Tetanus cephalic
dicirikan oleh lumpuhnya saraf kranial VII paling sering terlibat. Tetanus Ophthalmoplegic
ialah tetanus yang berkembang setelah menembus luka mata dan luka dalam dengan
kelumpuhan dari safar kranial III dan adanya ptosis. Selain itu bisa juga kelumpuhan dari N.
IV, IX, X, XI, dapat sendiri-sendiri maupun kombinasi dan menetap dalam beberapa hari
bahkan berbulan-bulan.
Tetanus chepalic dapat berkembang menjadi tetanus umum. Pada umumnya
prognosanya jelek.
3. Generalized Tetanus
Bentuk ini yang paling banyak dikenal. Sering menyebabkan komplikasi yang tidak
dikenal beberapa tetanus lokal oleh karena gejala timbul secara diam-diam. Trismus
merupakan gejala utama yang sering dijumpai ( 50 %), yang disebabkan oleh kekakuan otot-
otot masseter, bersamaan dengan kekakuan otot leher yang menyebabkan terjadinya kaku
kuduk dan kesulitan menelan. Gejala lain berupa Risus Sardonicus (Sardonic grin) yakni
spasme otot-otot muka, opistotonus ( kekakuan otot punggung), kejang dinding perut.
Spasme dari laring dan otot-otot pernafasan bisa menimbulkan sumbatan saluran nafas,
sianose asfiksia. Bisa terjadi disuria dan retensi urine,kompressi frak tur dan pendarahan
didalam otot. Kenaikan temperatur biasanya hanya sedikit, tetapi begitupun bisa mencapai 40
C. Bila dijumpai hipertermi ataupun hipotermi, tekanan darah tidak stabil dan dijumpai
takhikardia, penderita biasanya meninggal. Diagnosa ditegakkan hanya berdasarkan gejala
klinis.
Menurut berat ringannya tetanus dibagi atas:
1. Tetanus ringan : Trismus lebih dari 3 cm, tidak disertai kejang umum walaupun
dirangsang.
2. Tetanus sedang : trismus kurang dari 3 cm dan disertai kejang umum bila dirangsang.
3. Tetanus berat : trismus kurang 1 cm dan disertai kejang umum yang spontan.
Cole dan Youngman (1969) membagi tetanus umum atas :
Grade I: ringan
- Masa inkubasi lebih dari 14 hari.
- Period of onset > 6 hari
- Ttrismus positif tapi tidak berat
- Sukar makan dan minum tetapi disfagi tidak ada
Lokalisasi kekakuan dekat dengan luka berupa spasme disekitar luka dan kekakuan umum
terjadi beberapa jam atau hari.
Grade II: sedang
- Masa inkubasi 10-14 hari
- Period of onset 3 hari atau kurang
- Trismus dan disfagi ada
- Kekakuan umum terjadi dalam beberapa hari tetapi dispnoe dan sianosis tidak ada
Grade III: berat
- Masa inkubasi < 10 hari
- Period of onset < 3 hari
- Trismus dan disfagia berat
Kekakuan umum dan gangguan pernapasan asfiksia, ketakutan, keringat banyak dan
takikardia.
4. Neonatal tetanus
Biasanya disebabkan infeksi C. tetani, yang masuk melalui tali pusat sewaktu proses
pertolongan persalinan. Spora yang masuk disebabkan oleh proses pertolongan persalinan
yang tidak steril, baik oleh penggunaan alat yang telah terkontaminasi spora C.tetani, maupun
penggunaan obat-obatan untuk tali pusat yang telah terkontaminasi.
Kebiasaan menggunakan alat pertolongan persalinan dan obat tradisional yang tidak
steril,merupakan faktor yang utama dalam terjadinya neonatal tetanus.
Menurut penelitian E.Hamid.dkk, Bagian Ilmu Kesehatan Anak RS Dr.Pringadi Medan, pada
tahun 1981, ada 42 kasus dan tahun 1982 ada 40 kasus tetanus biasanya ditolong melalui
tenaga persalianan tradisional ( TBA =Traditional Birth Attedence ). 56 kasus ( 68,29 % ),
tenaga bidan 20 kasus ( 24,39 % ) , dan selebihnya melalui dokter 6 kasus ( 7, 32 %) ).
Berikut ini tabel. Yang memperlihatkan instrument Untuk memotong tali pusat.
Diagnosis
Diagnosis tetanus dapat diketahui dari pemeriksaan fisik pasien sewaktu istirahat, berupa :
1.Gejala klinik
- Kejang tetanic, trismus, dysphagia, risus sardonicus ( sardonic smile ).
2. Adanya luka yang mendahuluinya. Luka adakalanya sudah dilupakan.
3. Kultur: C. tetani (+).
4. Lab : SGOT, CPK meninggi serta dijumpai myoglobinuria.
Diagnosis banding
Untuk membedakan diagnosis banding dari tetanus, tidak akan sukar sekali dijumpai dari
pemeriksaan fisik, laboratorium test (dimana cairan serebrospinal normal dan pemeriksaan
darah rutin normal atau sedikit meninggi, sedangkan SGOT, CPK dan SERUM aldolase
sedikit meninggi karena kekakuan otot-otot tubuh), serta riwayat imunisasi yang lengkap atau
tidak lengkap, kekakuan otot-otot tubuh), risus sardinicus dan kesadaran yang tetap normal.
1. Meningitis bacterial
Pada penyakit ini trismus tidak ada da kesadaran penderita biasanya menurun.
Diagnosis ditegakkan dengan melakukan lumbal pungsi, dimana adanya kelainan
cairan serebrospinal yaitu jumlah sel meningkat, kadar protein meningkat dan glukosa
menurun.
2. Poliomyelitis
Didapatkan adanya paralisis flaksid dengan tidak dijumpai adanya trismus.
Pemeriksaan cairan serebrospinalis menunjukan lekositosis. Virus polio diisolasi dari
tinja dan pemeriksaan serologis, titer antibody meningkat.
3. Rabies
Sebelumnya ada riwayat gigitan anjing atau hewan lain. Trismus jarang ditemukan,
kejang bersifat klonik.
4. Keracunan strychnine
Pada keadaan ini trismus jarang, gejala berupa kejang tonik umum.
5. Tetani
Timbul karena hipokalsemia dan hipofosfatemia dimana kadar kalsium dan fosfat
dalam serum rendah. Yang khas bentuk spasme otot ialah karpopedal spasme dan
biasanya diikuti dengan laringospasme, jarang dijumpai trismus.
6. Retropharyngeal abses
Trismus selalu ada pada penyaikit ini, tetapi kejang umum tidak ada.
7. Tonsillitis berat
Pada penderita panas tinggi, kejang tidak ada tapi trismus ada.
8. Efek samping fenotiasin
Adanya riwayat minum obat fenotiasin. Kelainan berupa sindrom ektrapiramidal.
Adanya reaksi distonik akut, torsicolis dan kekakuan otot.
9. Kaku kuduk juga dapat terjadi pada mastoiditis, pneumonia lobaris atas, miositis leher
dan spondilitis leher.
Berikut ini Tabel 3 yang memperlihatkan differential diagnosis Tetanus :
Penatalaksanaan
A. Umum
Tujuan terapi ini berupa mengeliminasi kuman tetani, menetralisirkan peredaran toksin,
mencegah spasme otot dan memberikan bantuan pemafasan sampai pulih. Dan tujuan
tersebut dapat diperinci sbb : 1,10
1. Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya, berupa:
- Membersihkan luka, irigasi luka, debridement luka (eksisi jaringan nekrotik),
membuang benda asing dalam luka serta kompres dengan H202 ,dalam hal ini penata
laksanaan, terhadap luka tersebut dilakukan 1 -2 jam setelah ATS dan pemberian
Antibiotika. Sekitar luka disuntik ATS.
2. Diet cukup kalori dan protein, bentuk makanan tergantung kemampuan membuka mulut
dan menelan. Bila ada trismus, makanan dapat diberikan personde atau parenteral.
3. Isolasi untuk menghindari rangsang luar seperti suara dan tindakan terhadap penderita
4. Oksigen, pernafasan buatan dan trachcostomi bila perlu.
5. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.
B. Obat- obatan
Antibiotika :
Diberikan parenteral Peniciline 1,2juta unit / hari selama 10 hari, IM. Sedangkan
tetanus pada anak dapat diberikan Peniciline dosis 50.000 Unit / KgBB/ 12 jam secafa IM
diberikan selama 7-10 hari. Bila sensitif terhadap peniciline, obat dapat diganti dengan
preparat lain seperti tetrasiklin dosis 30-40 mg/kgBB/ 24 jam, tetapi dosis tidak melebihi 2
gram dan diberikan dalam dosis terbagi ( 4 dosis ). Bila tersedia Peniciline intravena, dapat
digunakan dengan dosis 200.000 unit /kgBB/ 24 jam, dibagi 6 dosis selama 10 hari.
Antibiotika ini hanya bertujuan membunuh bentuk vegetatif dari C.tetani, bukan
untuk toksin yang dihasilkannya. Bila dijumpai adanya komplikasi pemberian antibiotika
broad spektrum dapat dilakukan.
Tetrasiklin, Eritromisin dan Metronidazole
Diberikan terutama bila penderita alergi penisilin.
Tertasiklin : 30-50 mg/kgbb/hari dalam 4 dosis
Eritromisin : 50 mg/kgbb/hari dalam 4 dosis, selama 10 hari.
Metronidazole loading dose 15 mg/KgBB/jam selanjutnya 7,5 mg/KgBB tiap 6 jam
Anti tetanus toksin
Selama infeksi, toksin tetanus beredar dalam 2 bentuk:
- Toksin bebas dalam darah
- Toksin bergabung dengan jaringan saraf
Yang dapat dinertalisir adalah toksin yang bebas dalam darah. Sedangkan yang telah
bergabung dengan jaringan saraf tidak dapat dinetralisir oleh antioksidan. Sebelum
pemberian antitoksin harus dilakukan : anamnesa apakah ada riwayat alergi, tes kulit
dan mata, dan harus sedia adrenalin 1:1000. Ini dilakukan karena antitoksin berasal
dari serum kuda, yang bersifat heterolog sehingga mungkin terjadi syok anafilaktik.
Dosis ATS yang diberikan ada berbagai pendapat. Berhrmann (1987) dan Grossman
(1987) menganjurkan dosis 50.000-100.000 u yang diberikan setengah lewat i.v. dan
setengahnya i.m. pemberian lewat i.v.diberikan selama 1-2 jam. Di FKUI , ATS
diberikan dengan dosis 20.000 u selama 2 hari. Di Manado, ATS diberikan dengan
dosis i.m, sekali pemberian.
Antitoksin lainnya
Antitoksin dapat digunakan Human Tetanus Immunoglobulin ( TIG) dengan dosis
3000-6000 U, satu kali pemberian saja, secara IM tidak boleh diberikan secara
intravena karena TIG mengandung "anti complementary aggregates of globulin ",
yang mana ini dapat mencetuskan reaksi allergi yang serius.
Tetanus toksoid
Pemberian Tetanus Toksoid (TT) yang pertama,dilakukan bersamaan dengan pemberian
antitoksin tetapi pada sisi yang berbeda dengan alat suntik yang berbeda. Pemberian
dilakukan secara I.M. Pemberian TT harus dilanjutkan sampai imunisasi dasar terhadap
tetanus selesai.
Antikonvulsan
Tabel 5 : JENIS ANTIKONVULSAN
___________________________________________________________
Jenis Obat Dosis Efek Samping
________________________________________________________
Diazepam 0,5 – 1,0 mg/kg Berat badan / 4 jam (IM) Stupor, Koma
Meprobamat 300 – 400 mg/ 4 jam (IM) Tidak Ada
Klorpromasin 25 – 75 mg/ 4 jam (IM) Hipotensi
Fenobarbital 50 – 100 mg/ 4 jam (IM) Depressi pernafasan
________________________________________________________
Obat yang lazim digunakan ialah :
- Diazepam. Bila penderita datang dalam keadaan kejang maka diberikan dosis 0,5
mg/kgbb/kali i.v. perlahan-lahan dengan dosis optimum 10mg/kali diulang setiap
kali kejang. Kemudian diikuti pemberian diazepam peroral- (sonde lambung)
dengan dosis 0,5/kgbb/kali sehari diberikan 6 kali.
- Dosis maksimal diazepam 240mg/hari. Bila masih kejang (tetanus yang sangat
berat), harus dilanjutkan dengan bantuan ventilasi mekanik, dosis diazepam dapat
di tingkatkan sampai 480mg/hari dengan bantuan ventilasi mekanik, dengan atau
tenpa kurarisasi. Dapat pula dipertimbangkan penggunaan magnesium sulfat, dila
ada gangguan saraf otonom.
- Fenobarbital. Dosis awal : 1 tahun 50 mg i.m.; 1 tahun 75 mg i.m. Dilanjutkan
dengan dosis oral 5-9 mg/kgbb/hari dibagi dalam 3 dosis.
- Largactil. Dosis yang dianjurkan 4 mg/kgbb/hari dibagi dalam 6 dosis.
Komplikasi
- Pada saluran pernapasan
Oleh arena spasme otot-otot pernapasan dan spasme otot laring dan seringnya
kejang menyebabkan terjadinya asfiksia. Karena akumulasi sekresi saliva serta
sukar menelan air liur dan makanan dan minuman sehingga sering terjadi
pneumonia aspirasi, atelektasis akibat obstruksi oleh secret. Pneumothoraks dan
mediastinal emfisema biasanya terjadi akibat dilakukannya trakeostomi.
- Pada kardiovaskular
Komplikasi berupa aktivitas simpatis meningkat antara lain berupa takikardia,
hipertensi, vasokonstriksi perifer dan rangsangan miokardium.
- Pada tulang dan otot
- Pada otot karena spasme yang berkepanjangan bisa terjadi perdarahan dalam otot.
Pada tulang dapat terjadi fraktur columna vertebralis akibat kejang yang terus
menerus terutama pada anak dan orang dewasa, beberapa peneliti melaporkan
juga dapat miositis ossifikans sirkumskripta.
- Komplikasi yang lain :
1. Laserasi lidah akibat kejang
2. Dekubitus karena penderita berbaring satu posisi saja
3. Panas yang tinggi karena infeksi sekunder atau toksin yang menyebar luas dan
mengganggu pusat oengatur suhu.
Penyebab kematian pada tetanus ialah akibat komplikasi yaitu : bronkopneumonia,
cardiac arrest, septicemia dan pneumothoraks.
Prognosa
Dipengaruhi oleh beberapa factor :
1. Masa inkubasi
Makin panjang masa inkubasinya makin ringan penyakitnya, sebaliknya makin
pendek masa inkubasi penyakit makin berat. Pada umumnya bila inkubasi < 7 hari
tergolong berat.
2. Umur
Makin muda umur penderita seperti pada neonatus maka prognosanya makin
jelek.
3. Period of onset
Period of onset adalah waktu antara timbulnya gejala tetanus, misalnya trismus
sampai terjadinya kejang umum. Kurang dari 48 jam, prognosanya jelek.
4. Panas
Pada tetanus tidak selalu ada febris. Adanya hiperpireksia prognosanya jelek.
5. Pengobatan
Pengobatan yang terlambat prognosanya jelek.
6. Ada tidaknya komplikasi
7. Frekusensi kejang
Semakin sering prognosanya makin jelek.
Pencegahan
Namun sampai pada saat ini pemberian imunisasi dengan tetanus toksoid merupakan satu-satunya
cara dalam pencegahan terjadinya tetanus. Pencegahan denganpemberian imunisasi telah dapat
dimulai sejak anak berusia 2 bulan, dengan cara pemberian imunisasi aktif ( DPT atau DT ).
Mencegah tetanus melalui vaksinasi adalah jauh lebih baik daripada mengobatinya. Pada
anak-anak, vaksin tetanus diberikan sebagai bagian dari vaksin DPT (difteri, pertusis, tetanus)
Bagi yang sudah dewasa sebaiknya menerima booster. Selain itu perawatan luka yang benar
dan anti tetanus serum untu profilaksis.
BAB III
KESIMPULAN
Angka kejadian penyakit tetanus sudah mulai berkurang di Negara maju, namun
berbeda dengan yang terjadi di negara berkembang seperti Indonesia, insiden dan angka
kematian akibat tetanus masih cukup tinggi, hal ini disebabkan karena tingkat kebersihan
masih sangat kurang, mudah terjadi kontaminasi, perawatan luka yang kurang diperhatikan,
kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kebersihan dan kekebalan terhadap
tetanus.
Tetanus adalah penyakit yang gejalanya adalah kekakuan dari otot, terutama otot
wajah dan leher. Hal ini disebabkan oleh masuknya spora dari kuman Clostridium tetani yang
masuk melalui luka pada tubuh walaupun luka itu kecil. Berat ringannya penyakit ini
tergantung dari masa inkubasi, period of onset, kejang local atau umum dan ada atau tidaknya
gangguan autonomic karena hal ini yang menyebabkan kematian pada tetanus.
Oleh karena itu tetanus masih menjadi masalah kesehatan, terutama penyebab
kematian neonatal tersering oleh karena tetanus neonatorum. Akhir- akhir ini dengan adanya
penyebarluasan program imunisasi di seluruh dunia, maka angka kesakitan dan kematian
menurun secara drastis.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidajat R, Jong Wd. Tetanus. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC; 2005.
2. Blackmore C, Janowski HT. 2000. Tetanus. (Online).
http://www.doh.state.fl.us/disease_ctrl/epi/htopics/reports/tetanus.pdf, diakses 10
Oktober 2013.
3. Ang J. 2003. Tetanus. (Online). www.chmkids.org/upload/docs/imed/TETANUS.pdf,
diakses 10 oktober 2013.
4. Dire DJ. Tetanus in Emergency Medicine. (Online).
http://emedicine.medscape.com/article/786414-overview, diakses 10 Oktober 2013.
5. Ismanoe G. Tetanus. Dalam: Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, K MS, Setiati S,
(editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI; 2007.
6. Edlich RF, Hill LG, Mahler CA, Cox MJ, Becker DG, Jed H. Horowitz M, et al.
Management and Prevention of Tetanus. Journal of Long-Term Effects of Medical
Implants. 2003;13(3):139-54.
7. Hinfey PB. Tetanus. (Online). http://emedicine.medscape.com/article/229594-
overview, diakses 10 Oktober 2013.
8. Cottle LE, Beeching NJ, Carrol ED, Parry CM. 2011. Tetanus. (Onine)
https://online.epocrates.com/u/2944220/Tetanus+infection, diakses 10 Oktober 2013.
9. Cook T, Protheroe R, Handel J. Tetanus: a review of the literature. British Journal of
Anaesthesia. 2001;87(3):477-87.
10. Ritarwan K. 2004. Tetanus. (Online).
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3456/1/penysaraf-kiking2.pdf,
diakses 10 Oktober 2013