LAPORAN KASUS
UPAYA PENDEKATAN KEDOKTERAN KELUARGA TERHADAP Nn.S
DALAM MENANGANI PERMASALAHAN PENYAKIT OBSERVASI NYERI
KOLIK ABDOMEN ET CAUSA GASTRITIS
Oleh :
M. Fathan Rasyid Al-Faruqi
209.121.0003
Pembimbing:
dr.Dina Mariyati
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2013
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan
hidayahNya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus Kedokteran Keluarga dalam
Kepaniteraan Klinik yang berjudul “Observasi nyeri kolik abdomen et causa gastritis
akut”. Tujuan penulisan laporan kasus ini untuk memenuhi persyaratan dalam
menyelesaikan tugas Kepaniteraan Klinik bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Islam Malang-Rumah Sakit Islam UNISMA. Selain itu, dengan
banyak ditemukannya kasus mengenai gastritis di Indonesia, diharapkan bahwa laporan
kasus ini dapat memberikan tambahan pengetahuan.
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada para pembimbing kami atas
bimbingan dalam penulisan laporan kasus ini.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini terdapat banyak kekurangan, baik dari
segi penulisan dan ilmu pengetahuan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran
dalam rangka penyempurnaan penulisan laporan kasus ini. Semoga laporan kasus ini
bermanfaat bagi penulis dan pembaca.
Malang, 17 Januari 2014
Penulis
2
DAFTAR ISI
Halaman Judul 1
Kata Pengantar 2
Daftar Isi 3
BAB 1 Pendahuluan 4
BAB II Laporan Kasus 6
BAB III Pendekatan Kedokteraan Keluarga 19
BAB IV Tinjauan Pustaka 26
BAB V Pembahasan 33
BAB VI Penutup 38
Daftar Pustaka 39
3
BAB IPENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung. Gastritsi
merupakan gangguan keshatan yang paling sering dijumpai di klinik, karena
diagnosisnya sering hanya berdasarkan gejala klinis bukan pemeriksaan histopatologi.
Secara histopastologi dapat dibuktikan dengan adanya infiltarsi sel-sel radang pada
daerah tersebut.
Gastritis merupakan penyakit yang sering kita jumpai dalam masyarakat maupun
dalam bangsa penyakit dalam. Kurang tahunya dan cara penanganan yang tepat
merupakan salah satu penyebabnya. Gastritis adalah proses inflamasi pada lapisan
mukosa dan sub mukosa pada lambung. Pada orang awam sering menyebutnya dengan
penyakit maag. Gastritis merupakan salah satu yang paling banyak dijumpai klinik
penyakit dalam pada umumnya. Masyarakat sering menganggap remeh panyakit gastritis,
padahal ini akan semakin besar dan parah maka inflamasi pada lapisan mukosa akan
tampak sembab, merah, dan mudah berdarah.
Penyakit gastritis sering terjadi pada remaja, orang-orang yang stres, karena stres
dapat meningkatkan produksi asam lambung, pengkonsumsi alkohol dan obat-obatan anti
inflamasi non steroid. Gejala yang timbul pada penyakit gastritis adalah rasa tidak enak
pada perut, perut kembung, sakit kepala, mual, lidah berlapis. Penyakit gastritis sangat
menganggu aktifitas sehari -hari, karena penderita akan merasa nyeri dan rasa sakit tidak
enak pada perut. Selain dapat menyebabkan rasa tidak enak, juga menyebabkan
peredaran saluran cerna atas, ulkus, anemia kerena gangguan absorbsi vitamin B12.
1.2 TUJUAN
1. Mengetahui dan memahami penyebab gastritis
2. Mengetahui dan memahami patofisiologi gastritis
3. Mengetahui dan memahami gejala dan tanda gastritis
4. Mengetahui dan memahami cara penanganan gastritis
4
1.3 MANFAAT
Makalah ini diharapkan memberikan tambahan ilmu pengetahuan tentang
berbagai diagnosa dengan keluhan vomiting, dan mengetahui tentang penyebab,
patofisiologi, gejala dan tanda gastritis serta bagaimana penangan gastritis
5
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1. Identitas Penderita
Nama : Nn. SL
Umur : 19
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Mahasiswa
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
Alamat : MT Haryono, Malang
Status Perkawinan : Belum Menikah
Suku : Jawa-Madura
Tanggal periksa : 12 Januari 2014
2.3 Anamnesis
1. Keluhan utama : Nyeri ulu hati
2. Keluhan tambahan : Mual, sakit kepala, diare sejak 2 hari yang lalu.
3. Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang ke IGD RSI dengan keluhan nyeri ulu hati sejak 1 hari yang lalu.
Nyeri dirasakan saat pasien telat makan, nyeri terus menerus disertai sakit kepala
dan mual. Derajat nyeri sekitar 8-9 (nyeri sekali). 2 hari yang lalu pasien
mengalami diare lebih dari 5 kali sehari dengan konsistensi cair.
4. Riwayat penyakit dahulu
Pasien mengalami sakit seperti ini sejak SMA, kadang-kadang kambuh. Pasien
juga pernah MRS karena Thypes.
5. Riwayat penyakit keluarga
- Kakak sepupu pernah sakit seperti ini
6
- Nenek menderita kencing manis
- Kakek menderita tekanan darah tinggi
6. Riwayat kebiasaan
Makan hanya 2 kali sehari, kadang telat makan karena kesibukan sebagai
mahasiswa. Pola tidur normal dengan durasi ± 8 jam/hari pada malam hari
7. Riwayat Sosial Ekonomi
Pendapatan keluarga dari bapak yang merupakan wiraswasta. Tergolong keluarga
menengah keatas
8. Riwayat gizi
Gizi cukup
9. Riwayat pengobatan
- Belum diobati, langsung dibawa ke RSI
- Pernah MRS karena Thypes
10. Riwayat vegetatif
a. BAK normal
b. BAB normal
11. Keadaan Lingkungan
Rumah sudah terbuat dari tembok, lantai sudah keramik, pencahayaan cukup.
Anamnesis Sistem
1. Kulit : warna kulit kuning, pucat (-), gatal (-), kulit kering (-).
2. Kepala : rambut hitam,migren (-), luka (-), benjolan (-), sakit kepala (+)
3. Mata : pandangan mata berkunag-kunang (-), penglihatan kabur (-), ketajaman
penglihatan (-)/ dalam batas normal
4. Hidung : tersumbat (-), mimisan (-)
5. Telinga : pendengaran berkurang (-), berdengung (-), keluar cairan (-)
6. Mulut : sariawan (-), mulut kering (-)
7. Tenggorokan : sakit menelan (-), serak (-)
8. Pernafasan : sesak nafas (-), batuk (-)
9. Kadiovaskuler : nyeri dada (-), berdebar-debar (-)
7
10. Gastrointestinal : mual (+), muntah (-), diare (-), nyeri perut (+)
11. Genitourinaria : BAK lancar, warna dan jumlah dalam batas normal
12. Neurologik : kejang (-), lumpuh (-), kesemutan dan rasa tebal (-)
13. Muskuloskeletal : kaku sendi (-), nyeri otot (-)
14. Ekstremitas :
- Atas kanan : bengkak (-), sakit (-), luka (-)
- Atas kiri : bengkak (-), sakit (-), luka (-)
- Bawah kanan : bengkak (-), sakit (-), luka (-)
- Bawah kiri : bengkak (-), sakit (-), luka (-)
2.4 Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum : tampak sakit sedang, pasien menunjukkan mimik kesakitan
sambil tangannya memegangi ulu hatinya, GCS 456, composmentis
2. Antropometri
a. BB :60 kg
b. TB : 159 cm
a. BMI : 23.7
3. Tanda Vital
c. Tensi :100/60 mmHg
d. Nadi : 88 x/menit
e. Pernafasan : 20 x/menit
f. Suhu :36,8 C
4. Mata
Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), reflek cahaya (+/+ ), katarak (-/-)
5. Hidung
Nafas cuping hidung (-/-), secret (-/-), epistaksis (-/-), deformitas (-/-),
hiperpigmentasi (-/-)
6. Mulut
Bibir pucat (-), bibir kering (-), lidah kotor (-), tremor (-)
8
7. Telinga
Nyeri tekan mastoid (-/-), secret (-/-), pendengaran berkurang (-/-)
8. Tenggorokan
Tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-)
9. Leher
trakea ditengah, pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran kelenjar limfe (-), lesi
pada kulit (-)
10. Toraks : normochest, simetris
Cor : Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis kuat angkat
Perkusi : batas kiri atas : SIC II LPSS
Batas kanan atas : SIC II LPSD
Batas kiri bawah : SIC V 1 cm lateral LMCS
Batas kanan bawah : SIC IV LPSD
Batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : bunyi jantung I-II intensitas normal, regular
Pulmo :
Inspeksi : pengembangan dada kanan sama dengan dada kiri
Palpasi : fremitus taktil kiri sama dengan kanan
Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : + + - - - -
suara dasar vesikuler + wheezing - ronkhi basah & kering -
+ + - - - -
11. Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dengan dinding dada
Auskultasi : bising usus 2x/menit
Perkusi : timpani seluruh lapang perut
9
Palpasi : meteorismus (+), nyeri tekan ulu hati (+), hepar dan lien tidak teraba
12. Sistem Collumna Vertebralis :
Inspeksi : skoliosis (-), kifosis (-), lordosis (-)
13. Ekstremitas : palmar eritem (-)
Akral hangat Oedem
14. Pemeriksaan neurologik :
Kesadaran : GCS 456 composmentis
Fungsi sensorik
Fungsi motorik
2.5 Pemeriksaan Penunjang
1. Serologi : Spesimen Darah
Thypi O : negatif
Thypi H : (+) 1/320
Parathypi OA : Negatif
10
+ +
+ +
- -
- -
N N
N N
N N
N N
Ref. Fisiologis
- -
- -
Ref.Patologis
N N
N N
Tonus
5 5
5 5
Kekuatan
Parathypi OB : Negatif
2. Darah Lengkap
Hb : 14,6 g/dL
Leukosit : 8,05 ribu/uL
Trombosit : 269 ribu/uL
Eritrosit : 4,77 juta/uL
Ht : 44,3 %
PDW : 14,0 fL
MPV : 8,32 fL
PCT : 0,2 %
MCV : 93,0 fL
MCH : 30,6 pg
MCHC : 32,9 %
Basofil : 0,0 %
Eosinofil : 2,0 %
Limfosit : 28,0 %
Monosit : 6,0 %
Netrofil : 64 %
Large imm. Cell : 0,9 %
Atyp. Limfosit : 0,1%
LED : 7
Usulan pemeriksaan tambahan: endoskopi
2.7 Resume
Pasien datang ke IGD RSI dengan keluhan nyeri ulu hati sejak 1 hari yang lalu. Nyeri
dirasakan saat pasien telat makan, nyeri terus menerus disertai sakit kepala dan mual.
Derajat nyeri sekitar 8-9 (nyeri sekali). 2 hari yang lalu pasien mengalami diare lebih dari
5 kali sehari dengan konsistensi cair. Pernah MRS karena demam tifoid. Sudah sering
11
merasakan nyeri ulu hati sejak SMA. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum
pasien tampak sakit sedang, mimik pasien menunjukan kesakitan sambil memegangi ulu
hatinya. nyeri tekan epigastrium, meteorismus (+). Pada pemeriksaan laboratorium
didapatkan peningkatan PDW dan Limfosit serta Thypi H (+) 1/320. Perlu dilakukan
pemeriksaan endoskopi untuk mendapatkan diagnosis pasti.
2.8 Diagnosa Holistik
1. Aspek Personal
Keluhan : Nyeri ulu hati sejak 1 hari yang lalu, disertai mual dan sakit
kepala, diare sejak 2 hari yang lalu
Harapan : Penyakitnya bisa sembuh sehingga bisa beraktivitas normal.
Kekhawatiran : Takut terjadi apa-apa sehingga langsung ke RSI
2. Aspek Klinis
Diagnosis dari Nn.S adalah Observasi nyeri kolik abdomen et causa gastritis akut
3. Faktor Resiko Internal
Riwayat kebiasaan Nn.S makan 2 kali sehari, terkadang telat makan karena
kesibukannya sebagai mahasiswa.
Sudah sering mengalami nyeri ulu hati sejak SMA
Pernah MRS karena demam tifoid, sehingga diduga sebagai karier
4. Faktor Resiko Eksternal :
Tidak semua masalah kesehatan pada keluarga Nn. S dibawa ke pelayanan
kesehatan, terkadang ke pengobatan alternatif
5. Aspek Fungsional
Kondisi fisik Nn.S yang menurun mengakibatkan aktivitas hanya berbaring pasif.
2.9 Penatalaksanaan
Medikamentosa
R/ Inj. Ceftriaxone 2x1 gr. iv
Indikasi
12
Untuk mengobati berbagai jenis bakteri, termasuk keadaan parah atau
mengancam nyawa seperti meningitis
Dosis
1-2 gr IM atau IV, lakukan setiap 24 jam dibagi menjadi setiap 12 jam. Dosis
maksimum 4 gr/hari
Efek samping :
1. Reaksi hipersensitivitas, efek GI (diare, radang usus besar)
2. Dosis tinggi dihubungkan dengan efek CNS (encephalopathy, convulsion),
pengaruh terhadap ginjal dan hati
R/ Inj. Ondansetron 8mg 2x1 amp. iv
Farmakologi:
Ondansetron adalah antagonis reseptor 5HT3 yang poten dan selektif yang dapat
menghambat kejadian mual dan/atau muntah yang disebabkan karena pemberian obat
atau tindakan yang bersifat emetogenik serta mual dan/atau muntah pasca operasi.
Efek anti-muntahnya dapat terjadi akibat penghambatan reseptor serotonin baik pada
perifer maupun sentral.
Indikasi:
Penanganan mual dan/atau muntah yang disebabkan oleh kemoterapi dan radioterapi
yang emetogenik dan dapat juga digunakan untuk pencegahan mual dan/atau muntah
pasca operasi.
Kontraindikasi:
Hipersensitif terhadap ondansetron
Peringatan dan Perhatian:
13
Kehamilan, ondansetron sebaiknya tidak digunakan pada kehamilan, terutama pada
trimester pertama, kecuali bila manfaat yang didapat melebihi dari risiko yang
mungkin terjadi.
Wanita menyusui, Percobaan pada hewan coba menunjukkan adanya ekskresi
ondansetron pada air susu tikus. Oleh sebab itu selama pemberian ondansetron
dianjurkan untuk tidak menyusui.
Efek samping
Efek samping yang mungkin terjadi adalah sakit kepala, demam, menggigil,
konstipasi, sensasi panas pada daerah kepala, nyeri epigastrium, nyeri
muskuloskeletal, nyeri dada, rasa lemas, ansietas, hipotensi, gatal, parestesia, sedasi
dan diare. Efek samping yang jarang dilaporkan dan biasanya hanya bersifat
sementara adalah peningkatan aminotransferase yang bersifat asimptomatik.
R/ Ranitidin 150 mg tab 2x1. p.o
Indikasi:
- Tukak lambung dan usus 12 jari
- Hipersekresi patologik sehubungan dengan sindrom Zollinger-Ellison"
Kontra Indikasi:
- Penderita gangguan fungsi ginjal
- wanita hamil dan menyusui
Komposisi:
- Tiap tablet salut selaput mengandung Ranitidine hidroklorida setara dengan
ranitidine basa 150 mg.
Farmakologi :
14
Ranitidine menghambat kerja histamin pada reseptor-H2 secara kompotitif, serta
menghambat sekresi asam lambung.
Dosis :
- Dosis yang biasa digunakan adalah 150mg, 2 kali sehari
- Dosis penunjang dapat diberikan 150mg pada malam hari
- Untuk sindrom Zollinger-Ellison : 150mg, 3 kali sehari, dosis dapat bertambah
menjadi 900mg.
- Dosis pada gangguan fungsi ginjal:
Bila bersihan kreatinin (50ml/menit): 150mg tiap 24 jam, bila perlu tiap 12 jam.
Karena Ranitidine ikut terdialisis, maka waktu pemberian harus disesuaikan sehingga
bertepatan dengan akhir hemodialisis.
Efek Samping :
- Efek samping ranitidine adalah berupa diare, nyeri otot, pusing, dan timbul ruam
kulit, malaise,nausea.
- Konstipasi
- Penurunan jumlah sel darah putih dan platelet ( pada beberapa penderita ).
- Sedikit peningkatan kadar serum kreatinin ( pada beberapa penderita)
- Beberapa kasus ( jarang ) reaksi hipersensitivitas (bronkospasme, demam, ruam,
urtikaria, eosinofilia.
R/ Paracetamol 500 mg tab 3x1. p.o
Efek analgesik parasetamol serupa dengan salisilat yaitu menghilngkan atau
mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Efek anti-inflamasinya sangat lemah.
Parasetamol merupakan penghambat biosentesis prostaglandin yang lemah. Efek
15
iritasi, erosi dan lambung tidak terlihat, demikian juga gangguan pernafasan dan
keseimbangan asam basa.
Parasetamol diabsorpsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna. Konsentrasi
tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu ½ jam dan masa paruh plasma antara 1-3
jam. Obat ini tersebar ke seluruh cairan tubuh.
Indikasi parasetamol digunakan sebagai analgesik dan antipiretik. Sebagai
analgesik, parasetamol sebaiknya tidak digunakan terlalu lama karena kemungkinan
mengakibatkan nefropati analgesik.
Efek samping yang ditimbulkan seperti reaksi alergi terhadap derivate para-
aminofenol jarang terjadi. Manifestasinya berupa eritema atau urtikaria dan gejala
yang lebih berat berupa demam dan lesi pada mukosa.
Parasetamol tersedia sebagai obat tunggal, berbentuk tablet 500 mg atau sirup
yang mengandung 120 mg/5 mL. Dosis parasetamol untuk dewasa 300 mg-1 gr
perkali, dengan makimum 4 gr per hari. Penggunaanya diberikan maksimal 6 hari.
R/ Infus RL 20 tpm
Rumus dosis maintenance cairan:
30 cc x 60 kg = 1800cc/kg
Total Kebutuhan Cairan = 1800 cc
(1800 cc x 20 tetes) / 1440 menit = 25 tetes/menit
Non Medikamentosa
o KIE
Menjaga pola makan agar teratur walaupun hanya 2 kali sehari
Menjaga kebersihan serta kesehatan diri dan lingkungan, khusunya
menjaga kebersihan rumah/kontrakan.
Menjaga higienitas makanan dan asupan cairan dan nutrisi yang
sehat dan cukup.
Istirahat dan perawatan yang intensif untuk mempercepat
pemulihan dan mencegah komplikasi
16
FOLLOW UP
Tanggal Subjective Objective Assesment Planning
12/01 2014
Nyeri ulu hati terus menerus, mual, sakit kepala. Perut terasa kembung
GCS 456TD : 100/60N : 88x/menitT : 36,8ºC-Abdomen :Aus: bising usus 2x/menitPalp : nyeri tekan, meteorismusThypi H : (+) 1/320PDW : 14,0 fLLimfosit : 28,0%
Observasi nyeri kolik abdomen et causa gastritis akut
Planning Terapi:R/Ring Laktat 20
tetes/ menitR/ Ceftriaxone inj 2x1
gr. ivR/ Ondansetron 8 gr
2x1 amp. ivR/ Ranitidin 150 mg
tab 2x1. p.oR/ Paracetamol 500
mg tab 3x1. p.oPlanning Pemeriksaan DL Endoskopi Serologi
13/01
2014
Sakit kepala
berkurang,
perut masih
terasa kembung
GCS 456TD : 110/80N : 76x/menitT : 36,5ºC
Abdomen :
palpasi :
meteorismus
Observasi nyeri
kolik abdomen et
causa gastritis
akut
Planning Terapi:R/Ring Laktat 20
tetes/ menitR/ Ceftriaxone inj 2x1
gr. ivR/ Ondansetron 8 gr
2x1 amp. ivR/ Ranitidin 150 mg
tab 2x1. p.oR/ Paracetamol 500
mg tab 3x1. p.oPlanning Pemeriksaan Endoskopi
14/01
2014
Keluhan
berangsur-
angsur
membaik
GCS 456TD : 120/80N : 86x/menitT : 36ºC
Sembuh Planning Terapi:R/ Ranitidin 150 mg
tab 2x1. p.oR/ Paracetamol 500
mg tab 3x1. p.oo Rawat jalan,
sebelum pulang injeksi ceftriaxon
17
18
BAB III
PENDEKATAN KEDOKTERAN KELUARGA
3.1 Identifikasi Keluarga
A. Karakteristik Demografi
a. Nama Kepala Keluarga : Tn. A
b. Nama Pasien : Nn.S (19 tahun)
c. Alamat : Probolinggo
d. Bentuk Keluarga : Extended Family
Tabel 3.1 Daftar anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah
No Nama Kedudukan L/P Umur Pendidikan PekerjaanPasien
klinikKet.
1 Tn. A Ayah L 41 SMA Wiraswasta - -
2 Ny. S Ibu P 37 SMA IRT - -
3 Nn. S Anak ke-1 P 19 SMA Mahasiswa Ya Suspect TF
4 An. U Anak k-2 P 5 - - - -
5 Ny. M Bibi P 50 SMA - - -
6 Ny. H Nenek P 70 SD - - -
Sumber: data primer, 14 Januari 2014
Kesimpulan: Nn.S tinggal inde kost di malang dan orangtuanya tinggal bersama adik
perempuan, nenek (ibu dari ibu Nn. S), dan Bibinya
19
B. Genogram Keluarga
Alamat lengkap : Probolinggo
Bentuk keluarga : Extended family
Keterangan:
: meninggal dunia : tinggal dalam satu rumah
: laki-laki : pasien
: perempuan
C. Fungsi Keluarga
1. Fungsi Biologis
Nn.S mengalami keluhan nyeri ulu hati sejak 1 hari yang lalu, disertai mual dan
sakit kepala, diare sejak 2 hari yang lalu. Hal ini mengakibatkan Nn.S tampak kesakitan
sehingga diantar oleh teman-temannya ke IGD RSI Unisma untuk dilakukan penanganan
yang adekuat. Diagnosis dari keluhan penyakit yang diderita Nn.S adalah observasi nyeri
kolik abdomen et causa gastritis.
2. Fungsi Psikologis
Hubungan Nn.S dengan anggota keluarga baik, dimana satu sama lain saling
berkomunikasi dengan baik dan berbagi cerita apabila ada masalah. Hubungan dengan
keluarga lain dan masyarakat lingkungan tempat tinggal juga berjalan dengan baik.
3. Fungsi Sosial
Nn.S memiliki hubungan dengan tetangganya berjalan dengan sangat baik.
20
Kesimpulan : Berdasarkan data pada fungsi-fungsi diatas, pasien memiliki masalah pada
fungsi biologis
D. Fungsi Fisiologis dengan APGAR Score
Untuk menilai fungsi fisiologis digunakan APGAR score. APGAR score adalah
skor yang digunakan untuk menilai fungsi keluarga ditinjau dari sudut pandang setiap
anggota keluarga terhadap hubungan dengan anggota keluarga yang lain. APGAR score
meliputi:
Adaptation
Kemampuan anggota keluarga tersebut beradaptasi dengan anggota keluarga
yang lain, serta penerimaan, dukungan dan saran dari anggota keluarga yang lain.
Partnership
Menggambarkan komunikasi, saling membagi, saling mengisi antara anggota
keluarga dalam segala masalah yang dialami oleh keluarga tersebut
Growth
Menggambarkan dukungan keluarga terhadap hal-hal baru yang dilakukan
anggota keluarga tersebut
Affection
Menggambarkan hubungan ksih saying dan interaksi antar anggota keluarga
Resolve
Menggambarkan kepuasan anggota keluarga tentang kebersamaan dan waktu
yang dihabiskan bersama anggota keluarga yang lain.
21
APGAR Sering
/selalu
Kadang
-kadang
Jarang/
Tidak
A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga saya bila saya menghadapi masalah
√
P Saya puas dengan cara keluarga saya membahas dan membagi masalah dengan saya
√
G Saya puas dengan cara keluarga saya menerima dan mendukung keinginan saya untuk melakukan kegiatan baru atau arah hidup yang baru
√
A Saya puas dengan cara keluarga saya mengekspresikan kasih sayangnya dan merespon emosi saya seperti kemarahan, perhatian dll
√
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya membagi waktu bersama-sama
√
Tabel 3.2 APGAR Score
22
Kesimpulan: total 9 (APGAR baik)
E. Fungsi Patolosis dengan SCREEM Score
Tabel 3.3 SCREEM keluarga penderita
SUMBERPATOLOGI
S
Social Hubungan dengan teman-teman kampus dan teman-teman kontrakan Nn.S berjalan lancer, tidak ada hambatan yang berarti
-
Culture Menggunakan adat-istiadat Jawa dan Madura, bahasa Jawa dan madura, serta bahasa Indonesia secara sopan dengan sesama anggota keluarga dan orang lain dikehidupan sehari-hari
-
Religious Keluarga Tn.A memiliki agama yang kuat -
Economic Penghasilan keluarga yang relatif cukup dan tergolong cukup.
-
Educational Tingkat pendidikan keluarga kurang, pendidikan terakhir orang tua Nn. S adalah SMA. Oleh karena itu keluarga tidak begitu mengetahui penyakit yang dialami anaknya.
+
Medical Dalam mencari pelayanan kesehatan, keluarga Nn. S pergi ke RSI hanya pada saat tidak bisa menangani permasalahan kesehatan sendiri. Orang tua berkemampuan cukup untuk membiayai pelayanan kesehatan sehingga proses pembayaran secara mandiri. Namun terkadang dalam mencari pelayanan kesehatan keluarga pasien pergi ke pengobatan alternative.
+
Kesimpulan: Keluarga Nn. S memiliki fungsi patologis dalam bidang edukasi dan
medical
23
Tn. A
Ny. S Ny. H
Ny. M An. UNy. S
Pola Interaksi Keluarga
Keterangan:
: hubungan baik : laki-laki
: hubungan kurang baik : perempuan
: pasien
3.2 Identifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan
Diagram faktor perilaku dan non perilaku
24
Pengetahuan
Pengetahuan keluarga dalam membantu Nn.S menangani penyakitnya masih kurang. Tampak dari pemahaman tentang pentingnya untuk keteraturan minum obat..
Sikap
Sikap keluarga ini cukup peduli terhadap kesehatan penderita. Dimana keluarga langsung memeriksakan pasien ke dokter atau pelayanan kesehatan lainnya ketika pasien menderita nyeri ulu hati. Walaupun terkadang dalam keadaan tertentu dalam mendapatkan
Lingkungan Luar Rumah
Jarak antar rumah satu dengan yang lainnya cukup berdekatan. Rumah tidak memiliki halaman
3.3. Daftar Masalah Medis atau Non Medis
a. Masalah Medis
Nyeri ulu hati sejak 1 hari yang lalu
Mual dan sakit kepala
b. Masalah Non Medis
Sering terlambat makan karena sibuk sebagai mahasiswa
c. Diagram Permasalahan Keluarga
25
Sikap
Sikap keluarga ini cukup peduli terhadap kesehatan penderita. Dimana keluarga langsung memeriksakan pasien ke dokter atau pelayanan kesehatan lainnya ketika pasien menderita nyeri ulu hati. Walaupun terkadang dalam keadaan tertentu dalam mendapatkan
Tindakan
Keluarga terkadang pergi ke pengobatan alternative untuk mendapatkan pelayanan kesehatan
Lingkungan Dalam Rumah
Rumah sudah terbuat dari tembok/batu bata, lantai sudah dari keramik, pencahayaan dalam rumah cukup
Keluarga
Nn. S
Masalah Medis
Nyeri ulu hati sejak 1 hari
yang lalu
Mual dan sakit kepala
Masalah Non Medis
Sering terlambat makan karena
sibuk sebagai mahasiswa
26
Nyeri ulu hati sejak 1 hari
yang lalu
Mual dan sakit kepala
Masalah Kesehatan pada
Nn.S
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
4.1 ANATOMI GASTERGaster terletak oblik dari kiri ke kanan menyilang di abdomen atas tepat di bawah
diafragma. Dalam keadaan kosong lambung menyerupai bentuk J, dan bila penuh,
berbentuk seperti buah pir raksasa. Kapasitas normal lambung adalah 1 sampai 2 liter.
Secara anatomi lambung terdiri atas fundus, korpus, dan antrum pilorikum atau pylorus.
Sebelah kanan atas lambung terdapat cekungan kurvatura minor, dan bagian kiri bawah
lambung terdapat kurvatura mayor. Sfingter pada kedua ujung lambung mengatur
pengeluaran dan pemasukan yang terjadi. Sfingter kardia atau sfingter esophagus bawah ,
mengalirkan makanan masuk ke dalam lambung dan mencegah refluks isi lambung
memasuki esophagus kembali. Daerah lambung tempat pembukaan sfingter kardia
dikenal dengan nama daerah kardia. Di saat sfingter pilorikum berelaksasi, makanan
masuk ke dalam duodenum, dan ketika berkontraksi sfingter ini akan mencegah
terjadinya aliran balik isi usus ke dalam lambung (Price dan Wilson, 2006).
Sfingter pylorus memiliki arti klinis yang penting karena dapat mengalami
stenosis (penyempitan pylorus yang meyumbat) sebagai penyulit penyakit ulkus
peptikum. Abnormalitas sfingter pylorus dapat pula terjadi pada bayi. Stenosis pylorus
terjadi bila serabut otot di sekelilingnya mengalami hipertrofi atau spasme sehingga
sfingter gagal berelaksasi untuk mengalirkan makanan dari lambung ke dalam duodenum
(Price dan Wilson, 2006).
Gaster tersusun juga atas 4 lapisan , yakni :
1. Tunika Serosa (Lapisan luar), merupakan bagian dari peritonium viseralis. Dua
lapisan peritonium viseralis menyatu pada kurvatura minor lambung dan
duodenum kemudian terus memanjang ke hati, membentuk omentum minus.
Lipatan peritonium yang keluar dari satu organ menuju organ lain disebut
ligamentum. Pada kurvatura mayor, peritonium terus ke bagian bawah
membentuk omentum majus yang menutupi usus halus dari depan seperti sebuah
27
apron besar. Sakus omentum minus adalah tempat yang sering terjadi penimbunan
cairan (pseudokista pankreatikum) akibat penyakit pankreatitis akut.
2. Muskularis
Terdiri dari 3 lapisan yaitu lapisan longitudinal (bagian luar), lapisan sirkular
(bagian tengah), dan lapisan oblik (bagian dalam). Susunan serabut otot yang
unik ini memungkinkan berbagai macam kontraksi yang diperlukan untuk
memecah makanan menjadi partikel – partikel yang kecil, mengaduk, dan
mencampur makanan tersebut dengan cairan lambung, dan mendorongnya ke
arah duodenum.
3. Submukosa
Tersusun atas areolar longgar yang menghubungkan lapisan mukosa dengan
lapisan muskularis. Jaringan ini memungkinkan mukosa bergerak peristaltik.
Lapisan ini juga mengandung pleksus saraf, pembuluh darah, dan saluran limfe.
4. Mukosa
Tersusun atas lipatan – lipatan longitudinal disebut rugae, yang
memungkinkan terjadinya distensi lambung sewaktu diisi makanan. Terdapat
beberapa kelenjar pada lapisan ini, yakni :
Kelenjar kardia, berada di dekat orifisium kardia dan menyekresiakn
mucus.
Kelenjar fundus atau gastric,terletak di fundus dan pada hamper seluruh
korpus lambung. kelenjar gastri memiliki tiga tipe utama sel. Sel-sel
parietal menyekresikan HCl dan faktor intrinsik. Factor intrinsik diperlukan
untuk absorbsi vitamin B12 di dalam usus halus. Kekurangan factor intrinsic
akan mengakibatkan terjadinya anemia pernisiosa. Sel-sel mukus (leher)
ditemukan di leher kelenjar fundus dan menyekresikan mukus.
Persyarafan lambung sepenuhnya berasal dari sistem saraf otonom. Suplai saraf
parasimpatis untuk lambung dan duodenum dihantarkan ke dan dari abdomen melalui
saraf vagus. Trunkus vagus mencabangkan ramus gastrika, pilorika, hepatika, dan
seliaka. Persarafan simpatis melalaui saraf splanchnicus major dan ganglia seliaka.
Serabut-serabut aferen menghantarkan impuls nyeri yang diransang oleh peregangan,
28
kontraksi otot, serta peradangan, dan dirasakan di daerah epigastrium abdomen. Serabut-
serabut aferen simpatis menghambut motilitas dan sekresi lambung. Pleksus saraf
mienterikus (Auerbach) dan submukosa (Meisner) membentuk persarafan intrinsik
dinding lambung dan mengoordianasi aktivitas motorik dan sekresi mukosa lambung
(Price dan Wilson, 2006).
Seluruh suplai darah di lambung dan pankreas (serta hati, empedu dan limpa)
terutama berasal dari arteri seliaka atau trunkus seliakus, yang mempercabangkan
cabang-cabang yang menyuplai kurvatura minor dan mayor. Darah vena dari lambung
dan duodenum, serta yang berasal dari pankreas, limpa, dan bagian lain saluran
gastrointestinal, berjalan ke hati melalui vena porta (Price dan Wilson, 2006).
4.2 FISIOLOGI GASTER
Fungsi motorik lambung terdiri atas :
a. Menampung, menyimpan makanan sampai makanan tersebut sedikit demi
sedikit dicerna dan bergerak pada saluran cerna. Menyesuaikan peningkatan
volume tanpa menambah tekanan dengan relaksasi reseptif otot polos,
diperantarai oleh nervus vagus dan dirangsang oleh gastrin.
b. Mencampur, memecahkan makanan menjadi partikel – partikel kecil dan
mencampurnya dengan getah lambung melalui kontraksi otot yang
mengelilingi lambung. Kontraksi peristaltik diatur oleh suatu irama listrik
intrinsik dasar.
c. Pengosongan lambung, diatur oleh pembukaan spinter pilorus yang
dipengaruhi oleh viskositas, volume, keasaman, aktivitas osmotik, keadaan
fisik, serta oleh emosi, obat – obatan, dan olah raga.
Fungsi pencernaan dan sekresi
a. Pencernaan protein oleh pepsin dan HCl dimulai di gaster. Pencernaan
karbohidrat dan lemak oleh amilase dan lipase dalam lambung kecil
peranannya.
b. Sintetis dari pelepasan gastrin dipengaruhi oleh protein yang dimakan,
peregangan antrum, alkalinisasi, dan rangsangan vagus.
29
c. Sekresi faktor intrinsik
d. Sekresi mukus, membentuk selubung yang melindungi lambung serta
berfungsi sebagai pelumas sehingga makanan lebih mudah diangkut.
e. Sekresi bikarbonat, bersama dengan sekresi gel mukus, tampaknya berperan
sebagai barier dan asam lumen dan pepsin. .
Pengaturan sekresi lambung dapat dibagi menjadi fase sefalik, gastric, dan
intestinal.
a. Fase sefalik, sudah dimulai bahkan sebelum makanan masuk ke lambung,
yaitu akibat melihat, mencium, dan memikirkan, atau mengecap makanan.
Fase ini diperantarai seluruhnya oleh saraf vagus dan dihilangkan dengan
vagotomi. Sinyal neurogenik yang menyebabkan fase sefalik berasal dari
korteks serebsi atau pusat nafsu makan. Impuls eferen kemudian dihantarkan
melalui saraf vagus ke lambung. Hal ini mengakibatkan kelenjar gastric
terangsang untuk menyekresikan HCl, pepsinogen, dan menambah mucus.
Fase sefalik menghasilkan sekitar 10% dari sekresi lambung normal yang
berhubungan dengan makanan.
b. Fase gastric, dimulai saat makanan mencapai antrum pylorus. Distensi antrum
juga dapat menyebabkan terjadinya rangsangan mekanis dari reseptor-resptor
pada dinding lambung. Impuls tersebut berjalan menuju medulla melalui
aferen vagus dan kembali ke lambung melalui eferen vagus; impuls ini
merangsang pengeluaran hormone gastrin dan secara langsung juga
merangsang kelenjar-kelenjar lambung. Gastrin dilepas di antrum dan
kemudian dibawa oleh aliran darah menuju kelenjar lambung, untuk
merangsang sekresi. Pelepasan gastrin juga dirangsang oleh pH alkali, garam
empedu di antrum, dan terutama oleh protein makanan dan alcohol. Membrane
sel parietal di fundus dan korpus lambung mengandung reseptor untuk gastrin,
histamine, dan asetilkolin, yang merangsang sekresi asam. Setelah makan,
gastrin dapat beraksi dan juga dapat merangsang pelepasan histamine dari sel
enterokromafin dari mukosa untuk sekresi asam. Fase sekresi gastric
menghasilkan lebih dari duapertiga sekresi total lambung setelah makan,
30
sehingga merupakan bagian terbesar dari total sekresi lambung harian yang
berjumlah sekitar 2.000ml. fase gastric dapat terpengaruh oleh reseksi bedah
pada antrum pylorus, sebab disinilah pembentukan gastrin.
c. Fase intestinal, dimuali oleh gerakan kimus dari lambung ke duodenum. Fase
sekresi lambung diduga sebagian besar bersifat hormonal. Adanya protein
yang tercerna sebagian dalam duodenum merangsang pelepasan gastrin di
usus, suatu hormone yang menyebabkan lambung terus-menerus
menyekresikan sejumlah kecil cairan lambung. Distensi usus halus
menimbulkan refleks enterogastrik, diperantarai oleh pleksus mienterikus,
saraf simpatis, dan vagus, yang menghambat sekresi dan pengosongan
lambung. Adanya asam (pH kurang dari 2,5), lemak, dan hasil-hasil
pemecahan protein menyebabkan lepasnya beberapa hormone di usus.
Sekretin, koleksitokinin, dan peptida pengahambat gastric, semuanya memiliki
efek inhibisi terhadap sekresi lambung.
4.3 ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI GASTRITIS
Gastritis adalah suatu peradangan mukosa lambung yang bersifat akut, kronik
difus, atau lokal dengan karakteristik anoreksia, rasa penuh, tidak enak pada epigastrium,
mual dan muntah. Gastritis merupakan sutau keadaan peradangan atau perdarahan
mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronis, difus, atau lokal. Secara sederhana
gastritis berarti proses inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung. Gastritis
merupakan gangguan kesehatan yang sampai saat ini masih sering dijumpai (Hirlan dan
Tarigan, 2007).
Kasus gastritis dapat hanya superficial yang berarti belum begitu bahaya namun
bila berlangsung lama dapat menyebabkan atrofi mukosa lambung, dapat juga dalam
beberapa kasus menjadi sangat akut dan berat dengan ekskoriasi ulserativ mukosa
lambung oleh sekresi peptik lambung sendiri. Penelitian menunjukkan bahwa gastritis
banyak disebabkan oleh infeksi bakterial dan beberapa berasal dari bahan yang dimakan
yaitu alkohol dan aspirin. Hal ini bersifat sangat merusak sawar mukosa lambung, yaitu
31
mukosa kelenjar dan sambungan epitel yang rapat (tight junctions) diantara sel pelapis
lambung (Guyton dan Hall, 1997).
Dua jenis gastritis yang paling sering terjadi adalah gastritis superficialis akut dan
gastritis atrofik kronis (Price dan Wilson, 2006).
a. Gastritis Superficialis Akut
Gastritis akut biasanya bersifat jinak dan swasirna; merupakan respons
mukosa lambung terhadap berbagai iritan local. Endotoksin bakteri (setelah
manelan makanan terkontaminasi), kafein, alcohol, dan aspirin merupakan agen
pencetus yang lazim. Infeksi H.pylori lebih sering dianggap sebagai penyebab
gastritis akut. Organisme tersebut melekat pada epitel lambung dan
menghancurkan lapisan mukosa pelindung, meninggalkan daerah epitel yang
telah rusak. Penyebab penyakit ini adalah endotoksin bakteri, kafein, alkohol, dan
aspirin (OAINS). Destruksi sawar mukosa lambung diduga merupakan
mekanisme patogenik yang menyebabkan cedera.
Pada gastritis superficialis didapatkan gambaran mukosa tampak memerah,
edema, ditutupi oleh mukus yang melekat serta sering disertai erosi kecil dan
perdarahan. Manifestasi klinis gastritis akut dapat bervariasi dari keluhan
abdomen yang tidak jelas, seperti anoreksia, bersendawa, mual sampai gejala
yang lebih berat seperti nyeri epigastrium, muntah, perdarahan, hematemesis.
Pada beberapa kasus bila gejala menetap dan resisten terhadap pengobatan,
seperti endoskopi, biopsy mukosa, analisis cairan lambung untuk memperjelas
diagnosis.
b. Gastritis Atrofik Kronis
Gastritis atrofi kronis ditandai oleh atrofi epitel kelenjar disertai kehilangan
sel parietal dan chief cell. Dinding lambung menjadi tipis dan permukaan mukosa
menjadi rata. Ada dua jenis, pertama gastritis kronis tipe A, merupakan penyakit
autoimun yang disebabkan oleh autoantibodi terhadap sel parietal kelenjar
lambung dan faktor intrinsik. Tidak adanya sel parietal dan chief cell dapat
menurunkan sekresi asam dan meningkatnya kadar gastrin. Kedua adalah gastritis
kronik tipe B atau disebut juga gastritis antral karena umumnya mengenai daerah
32
antrum dan lebih sering terjadi dibandingkan gastritis kronis tipe A. Penyebab
utamanya adalah Helicobacter pylori. Selain itu dapat juga disebabkan oleh
alkohol, merokok, dan refluk empedu dengan kofaktor H.pylori.
Gastritis atrofik kronik dapat mencetuskan terjadinya ulkus peptikum dan
karsinoma. Insidensi kanker lambung terutama tinggi pada penderita anemia
pernisiosa. Gejala gastritis atrofik kronis umumnya bervariasi dan tidak jelas
yaitu rasa penuh, anoreksia dan distress epigastrik yang tidak jelas.
Pada gastritis tipe ini juga didapatkan adanya tanda-tanda peradangan,
mukosa tampak kemerahan, edema, dan tampak sebukan sel-sel radang. Sering
pula terjadi erosi dan perdarahan. Faktor yang mempengaruhi terjadinya gastritis
dan tukak pada lambung adalah ketidakseimbangan antara faktor agresif dan
faktor defensif. Faktor agresif meliputi asam lambung, pepsin, refluks asam
empedu, nikotin, OAINS, kotikosteroid, dan kuman Helicobacter pylori. Sedang
yang dimaksud dengan faktor defensif yaitu aliran darah mukosa, sel epitel
permukaan, prostaglandin, fosfolipid/surfaktan, musin, mukus, bikarbonat,
motilitas, impermeabilitas mukosa terhadap ion hidrogen, dan regulasi pH intrasel
(Simadibrata, 2005).
4.4 KOMPLIKASI GASTRITIS
Gastritis yang terjadi menahun dapat menyebabkan beberapa komplikasi seperti
ulkus peptikum, bahkan dapat menyebabkan terjadinya karsinoma lambung. Ulkus
peptikum adalah putusnya kontinuitas mukosa lambung yang meluas sampai di bawah
epitel yang disebabkan karena sekresi bikarbonat mukosa, genetik dan stres. Karsinoma
lambung merupakan bentuk neoplasma yang sering terjadi. Salah satu faktor predisposisi
yang paling penting adalah adanya gastritis atofik kronis atau anemia pernisiosa yang
telah dijelaskan sebelumnya.
33
BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Dasar Penegakan Diagnosa
Dari anamnesis diperoleh pasien dengan keluhan nyeri ulu hati sejak 1 hari yang
lalu. Nyeri dirasakan saat pasien telat makan, nyeri terus menerus disertai sakit kepala
dan mual. Derajat nyeri sekitar 8-9 (nyeri sekali). 2 hari yang lalu pasien mengalami
diare lebih dari 5 kali sehari dengan konsistensi cair. Pernah MRS karena demam tifoid.
Sudah sering merasakan nyeri ulu hati sejak SMA.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak sakit sedang,
mimik pasien menunjukan kesakitan sambil memegangi ulu hatinya. nyeri tekan
epigastrium, meteorismus (+).
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan PDW dan Limfosit serta
Thypi H (+) 1/320. Dari data-data tersebut, kami mendiagnosis observasi nyeri kolik
abdomen et causa gastritis. Untuk mendapatkan diagnosis pasti, perlu dilakukan
pemeriksaan tambahan endoskopi untuk menegakkan diagnosis pasti.
5.2 Dasar Rencana Penatalaksanaan
Medikamentosa
R/ Inj. Ceftriaxone 2x1 gr. iv
Indikasi
Untuk mengobati berbagai jenis bakteri, termasuk keadaan parah atau
mengancam nyawa seperti meningitis
Dosis
1-2 gr IM atau IV, lakukan setiap 24 jam dibagi menjadi setiap 12 jam. Dosis
maksimum 4 gr/hari
Efek samping :
1. Reaksi hipersensitivitas, efek GI (diare, radang usus besar)
34
2. Dosis tinggi dihubungkan dengan efek CNS (encephalopathy, convulsion),
pengaruh terhadap ginjal dan hati
R/ Inj. Ondansetron 8mg 2x1 amp. iv
Farmakologi:
Ondansetron adalah antagonis reseptor 5HT3 yang poten dan selektif yang dapat
menghambat kejadian mual dan/atau muntah yang disebabkan karena pemberian obat
atau tindakan yang bersifat emetogenik serta mual dan/atau muntah pasca operasi.
Efek anti-muntahnya dapat terjadi akibat penghambatan reseptor serotonin baik pada
perifer maupun sentral.
Indikasi:
Penanganan mual dan/atau muntah yang disebabkan oleh kemoterapi dan radioterapi
yang emetogenik dan dapat juga digunakan untuk pencegahan mual dan/atau muntah
pasca operasi.
Kontraindikasi:
Hipersensitif terhadap ondansetron
Peringatan dan Perhatian:
Kehamilan, ondansetron sebaiknya tidak digunakan pada kehamilan, terutama pada
trimester pertama, kecuali bila manfaat yang didapat melebihi dari risiko yang
mungkin terjadi.
Wanita menyusui, Percobaan pada hewan coba menunjukkan adanya ekskresi
ondansetron pada air susu tikus. Oleh sebab itu selama pemberian ondansetron
dianjurkan untuk tidak menyusui.
Efek samping
35
Efek samping yang mungkin terjadi adalah sakit kepala, demam, menggigil,
konstipasi, sensasi panas pada daerah kepala, nyeri epigastrium, nyeri
muskuloskeletal, nyeri dada, rasa lemas, ansietas, hipotensi, gatal, parestesia, sedasi
dan diare. Efek samping yang jarang dilaporkan dan biasanya hanya bersifat
sementara adalah peningkatan aminotransferase yang bersifat asimptomatik.
R/ Ranitidin 150 mg tab 2x1. p.o
Indikasi:
- Tukak lambung dan usus 12 jari
- Hipersekresi patologik sehubungan dengan sindrom Zollinger-Ellison"
Kontra Indikasi:
- Penderita gangguan fungsi ginjal
- wanita hamil dan menyusui
Komposisi:
- Tiap tablet salut selaput mengandung Ranitidine hidroklorida setara dengan
ranitidine basa 150 mg.
Farmakologi :
Ranitidine menghambat kerja histamin pada reseptor-H2 secara kompotitif, serta
menghambat sekresi asam lambung.
Dosis :
- Dosis yang biasa digunakan adalah 150mg, 2 kali sehari
- Dosis penunjang dapat diberikan 150mg pada malam hari
- Untuk sindrom Zollinger-Ellison : 150mg, 3 kali sehari, dosis dapat bertambah
menjadi 900mg.
36
- Dosis pada gangguan fungsi ginjal:
Bila bersihan kreatinin (50ml/menit): 150mg tiap 24 jam, bila perlu tiap 12 jam.
Karena Ranitidine ikut terdialisis, maka waktu pemberian harus disesuaikan sehingga
bertepatan dengan akhir hemodialisis.
Efek Samping :
- Efek samping ranitidine adalah berupa diare, nyeri otot, pusing, dan timbul ruam
kulit, malaise,nausea.
- Konstipasi
- Penurunan jumlah sel darah putih dan platelet ( pada beberapa penderita ).
- Sedikit peningkatan kadar serum kreatinin ( pada beberapa penderita)
- Beberapa kasus ( jarang ) reaksi hipersensitivitas (bronkospasme, demam, ruam,
urtikaria, eosinofilia.
R/ Paracetamol 500 mg tab 3x1. p.o
Efek analgesik parasetamol serupa dengan salisilat yaitu menghilngkan atau
mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Efek anti-inflamasinya sangat lemah.
Parasetamol merupakan penghambat biosentesis prostaglandin yang lemah. Efek
iritasi, erosi dan lambung tidak terlihat, demikian juga gangguan pernafasan dan
keseimbangan asam basa.
Parasetamol diabsorpsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna. Konsentrasi
tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu ½ jam dan masa paruh plasma antara 1-3
jam. Obat ini tersebar ke seluruh cairan tubuh.
Indikasi parasetamol digunakan sebagai analgesik dan antipiretik. Sebagai
analgesik, parasetamol sebaiknya tidak digunakan terlalu lama karena kemungkinan
mengakibatkan nefropati analgesik.
37
Efek samping yang ditimbulkan seperti reaksi alergi terhadap derivate para-
aminofenol jarang terjadi. Manifestasinya berupa eritema atau urtikaria dan gejala
yang lebih berat berupa demam dan lesi pada mukosa.
Parasetamol tersedia sebagai obat tunggal, berbentuk tablet 500 mg atau sirup
yang mengandung 120 mg/5 mL. Dosis parasetamol untuk dewasa 300 mg-1 gr
perkali, dengan makimum 4 gr per hari. Penggunaanya diberikan maksimal 6 hari.
R/ Infus RL 20 tpm
Rumus dosis maintenance cairan:
30 cc x 60 kg = 1800cc/kg
Total Kebutuhan Cairan = 1800 cc
(1800 cc x 20 tetes) / 1440 menit = 25 tetes/menit
Non Medikamentosa
o KIE
Menjaga pola makan agar teratur walaupun hanya 2 kali sehari
Menjaga kebersihan serta kesehatan diri dan lingkungan, khusunya
menjaga kebersihan rumah/kontrakan.
Menjaga higienitas makanan dan asupan cairan dan nutrisi yang
sehat dan cukup.
Istirahat dan perawatan yang intensif untuk mempercepat
pemulihan dan mencegah komplikasi
38
BAB VI
PENUTUP
6.1 DIAGNOSA HOLISTIK
1. Diagnosis dari segi biologis :
Working diagnostic : Observasi nyeri kolik abdomen et causa gastritis akut
(perlu pemeriksaan endoskopi untuk diagnosis pasti
Diagnosis dari segi psikologis :
Nn.S ingin segera sembuh agar bisa kembali beraktivitas normal, namun Nn.S
menyadari penyakitnya kembali kambuh.
2. Diagnosis dari segi sosial dan ekonomi :
Hubungan dengan keluarga dan tetanga cukup baik.
6.2 SARAN KOMPREHENSIF
Menjaga pola makan agar teratur walaupun hanya 2 kali sehari
Menjaga kebersihan serta kesehatan diri dan lingkungan, khusunya menjaga
kebersihan rumah/kontrakan.
Menjaga higienitas makanan dan asupan cairan dan nutrisi yang sehat dan cukup.
Istirahat dan perawatan yang intensif untuk mempercepat pemulihan dan
mencegah komplikasi
39
Daftar Pustaka
1. Gordon Y, Carl G. Postoperative Nausea and Vomiting (update in anesthesia )
world anesthesia issue 17, article 2;2003.pp 1-7
2. Guyton dan Hall. 1997. Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta: EGC
3. Guyton AC, Hall JE. Fisiologi Gastrointestinal. Dalam Buku Ajar FISIOLOGI
KEDOKTERAN Edisi 11. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;2007.hal
811-866
4. Hirlan dan Tarigan P . 2006. Buku Aja Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat
Penerbitan IPD FK UI
5. Junqueira L. E. dan Carneiro J. 1995. Histologi Dasar. Alih Bahasa: Adj Dharma. Jakarta: EGC
6. Moore KL, Agur AMR. Anatomi klinis dasar. Jakarta: Hipokrates; 2002.
7. Price S. A. dan Wilson L. M. 2006. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit. Jakarta : EGC
8. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2001.
9. Silbernagl S. and Lang F. 2000. Color Atlas of Pathophysiology. 5th ed. Stuttgart:
Thieme,
10. Simadibrata, M. 2005. Kelainan saluran cerna sebagai efek samping obat anti inflamasi non steroid. Acta Medica Indonesiana.
40
Top Related