LAPORAN SEMENTARA
PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI SISTEM ENDOKRIN DAN HORMON
PRAKTIKUM III
HORMON TIROID
Dosen Pengampu : Sri Susilowati, MSi., Apt
Halimatus S Zein
105010567
LABORATORIUM FARMAKOTERAPIFAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS WAHID HASYIMSEMARANG
2013
Halimatus S Zein (105010567)
LAPORAN SEMENTARA
PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI SISTEM ENDOKRIN DAN HORMON
PRAKTIKUM III
HORMON TIROID
I. TUJUAN
Mahasiswa mampu memahami dan mengevaluasi tatalaksana terapi pada penyakit
hormon tiroid.
II. DASAR TEORI
a. Anatomi
Kelenjar tiroid berwarna coklat dan konsistensi padat, terletak posterior dari otot
sternothyroid dan sternohyoid. Pada orang dewasa kelenjar tiroid yang normal beratnya
sekitar 30 gram, kelenjar tiroid lebih berat pada wanita daripada laki-laki dan dapat bervariasi
tergantung berat badan dan asupan yodium. Kelenjar tiroid terdiri dari dua lobus dan
terhubung di garis tengah oleh isthmus yang biasanya terletak lebih rendah dari tulang rawan
krikoid. Kelenjar tiroid berada pada vertebra servikalis V sampai vertebra toraks I. Kelenjar
tiroid memiliki kapsul jaringan ikat yang membentuk stroma organ. Bagian luar kapsul
adalah lapisan yang berkembang dari fasia pretracheal disebut juga selubung perithyroid atau
kapsul bedah. Bagian anterior dan lateral fasia berkembang dengan baik, bagian posterior
tipis dan longgar, memungkinkan pembesaran kelenjar tiroid posterior.
b. Embriologi
Kelenjar tiroid muncul sebagai kantong yang keluar dari foregut primitif pada minggu
ketiga kehamilan, asalnya di dasar lidah di sekitar foramen sekum. sel endoderm di dasar
anlage faring menebal membentuk anlage tiroid medial yang turun di depan leher dengan
struktur yang membentuk tulang hyoid dan laring. Selama perkembangannya, anlage tetap
terhubung ke foramen sekum melalui saluran berlapis epitel yaitu duktus thyroglossal. Sel-sel
epitel yang membentuk anlage merangsang perkembangan sel-sel folikel tiroid. anlages
lateral berasal dari kantong branchial keempat dan menyatu dengan anlage median pada
minggu kelima kehamilan. Anlages lateral berasal dari neuroectodermal dan mengaktivasi
kalsitonin memproduksi sel parafollicular atau C yang terletak di superoposterior kelenjar.
Folikel tiroid berkembang selama 8 minggu dan pembentukan koloid dimulai pada minggu ke
sebelas kehamilan.
Halimatus S Zein (105010567)
c. Histologi
Kelenjar tiroid ini dikelilingi oleh kapsul tiroid yang merupakan lapisan tipis jaringan ikat.
Dari kapsul, beberapa septa memperluas parenkim tiroid yang dibagi lagi menjadi beberapa
lobulus. Sel epitel (cuboidal atau skuamosa) membentuk folikel tiroid, dipisahkan oleh
stroma penghubung tipis yang banyak pembuluh getah bening dan darah. Koloid
dikumpulkan di dalam folikel. Setiap folikel memiliki dua jenis sel yaitu sel folikel dan
parafollicular atau C. Menurut Ross dan Reith, sel folikel berperan dalam sintesis
thyroglobulin, iodinasi, penyimpanan thyroglobulin, resorpsi dari thyroglobulin, hidrolisis
thyroglobulin, dan pelepasan hormon tiroid ke dalam darah dan limfatik. Sel parafollicular
atau C dapat ditemukan di stroma jaringan ikat antara folikel dalam epitel folikel. Khas epitel
folikel memiliki granul-granul sekretori.
d. Fisiologi
Sintesis hormon tiroid terdiri dari beberapa tahapan. Langkah pertama, penjeratan
iodida, melibatkan transpor aktif iodida (ATP-dependent) melintasi membran basement
thyrocyte melalui protein membran intrinsik, Na + / I-symporter (NIS). Thyroglobulin (Tg)
adalah glikoprotein (660-kDa) yang besar, masuk dalam folikel tiroid dan memiliki empat
residu tyrosyl. Langkah kedua dalam sintesis hormon tiroid melibatkan oksidasi iodida untuk
yodium dan iodinasi dari residu tirosin pada Tg, untuk membentuk monoiodotyrosines (MIT)
dan diiodotyrosines (DITs). Kedua proses ini dikatalisis oleh peroksidase tiroid. Langkah
ketiga, molekul diiodotyrosines membentuk tetraiodothyronine atau tiroksin (T4), dan satu
molekul diiodotyrosines dengan satu molekul monoiodotyrosines membentuk 3,5, 3'-
triiodothyronine (T3). Jika dirangsang oleh TSH, thyrocytes pseudopodia yang mengelilingi
bagian dari membran sel yang mengandung thyroglobulin menyatu dengan enzim lisosom.
Pada langkah keempat, thyroglobulin dihidrolisis untuk melepaskan iodothyronines bebas
(T3 dan T4) dan mono-dan diiodotyrosines. Yang terakhir adalah deiodinasi pada langkah
kelima untuk menghasilkan iodida, yang digunakan kembali dalam thyrocyte tersebut.
Sekresi hormon tiroid dikendalikan oleh hipotalamus-hipofisis-tiroid. Hipotalamus
menghasilkan peptida, maka hormon thyrotropin-releasing (TRH) merangsang pituitari untuk
melepaskan TSH atau thyrotropin. TRH mencapai pituitari melalui sirkulasi portovenous.
TSH, sebuah glycopeptide 28-kDa, menengahi penjeratan iodida, sekresi, dan pelepasan
hormon tiroid, selain untuk meningkatkan cellularity dan vaskularisasi dari kelenjar tiroid.
Reseptor TSH memiliki G-reseptor protein-coupled yang memiliki tujuh domain
transmembran-rentang dan memanfaatkan cAMP dalam jalur transduksi sinyal. sekresi TSH
oleh hipofisis anterior juga diatur melalui umpan balik negatif oleh T4 dan T3. Karena
Halimatus S Zein (105010567)
pituitari memiliki kemampuan untuk mengubah T4 ke T3, yang terakhir ini dianggap lebih
penting dalam kontrol umpan balik. T3 juga menghambat pelepasan TRH.
Kelenjar tiroid juga mampu autoregulasi, yang memungkinkan untuk memodifikasi
fungsi independen terhadap TSH. Sebagai adaptasi terhadap asupan iodida rendah, kelenjar
mensintesis preferentially T3 daripada T4, sehingga meningkatkan efisiensi hormon
dilepaskan. Dalam situasi kelebihan yodium, transportasi iodida, generasi peroksida, sintesis,
dan sekresi hormon-hormon tiroid terhambat. Dosis besar iodida dapat mengakibatkan
peningkatan organification awal, diikuti dengan penekanan, fenomena yang disebut efek
Wolff-Chaikoff. Epinefrin dan gonadotrophin chorionic manusia (hCG) hormon tiroid
merangsang produksi hormon. Dengan demikian, peningkatan kadar hormon tiroid
ditemukan pada kehamilan dan dalam keganasan ginekologis seperti mola hidatidosa.
Sebaliknya, glukokortikoid menghambat produksi hormon tiroid. Pada pasien sakit parah,
hormon tiroid perifer dapat dikurangi, tanpa kompensasi kenaikan kadar TSH, sindrom sakit-
euthyroid T3 rendah. (1)
e. Fungsi Hormon Tiroid
Hormon tiroid free memasuki membran sel dengan difusi atau oleh reseptor tertentu dan
dibawa ke membran dengan mengikat protein tertentu. T4 deiodinated untuk T3 dan
memasuki inti melalui transpor aktif, di mana ia mengikat ke reseptor hormon tiroid. T3
reseptor mirip dengan reseptor nuklir untuk Glukokortikoid, mineralocorticoids, estrogen,
vitamin D, dan asam retinoat. Pada manusia, dua jenis gen reseptor T3 (dan) terletak pada
kromosom 3 dan 17. ekspresi reseptor Thyroid tergantung pada konsentrasi perangkat
hormon tiroid dan jaringan spesifik-bentuk yang melimpah di sistem saraf pusat, sedangkan
bentuk dominan dalam hati. Setiap produk gen memiliki domain, ligan-independen
aminoterminal, sebuah domain, ligan-mengikat carboxyterminal; dan daerah-mengikat DNA
terletak di pusat. Pengikatan hormon tiroid menyebabkan transkripsi dan translasi dari gen
spesifik hormon-responsif.
Hormon tiroid mempengaruhi hampir semua sistem dalam tubuh. Mereka adalah penting
untuk perkembangan otak janin dan pematangan kerangka. T3 meningkatkan konsumsi
oksigen, tingkat metabolisme basal dan produksi panas oleh stimulasi Na + / K + ATPase
dalam berbagai jaringan. Ini juga memiliki efek inotropik dan chronotropic positif pada
jantung dengan meningkatkan transkripsi ATPase + Ca2 dalam retikulum sarkoplasma dan
meningkatkan tingkat reseptor beta-adrenergik dan konsentrasi protein G. reseptor miokard
mengalami penurunan dan tindakan katekolamin diperkuat. Hormon tiroid bertanggung
Halimatus S Zein (105010567)
jawab untuk menjaga hipoksia dan hiperkapnia normal di pusat pernapasan otak. Mereka juga
meningkatkan motilitas gastrointestinal, yang menyebabkan diare pada hipertiroidisme dan
sembelit pada hipotiroidisme. hormon tiroid juga meningkatkan tulang dan pergantian protein
dan kecepatan kontraksi otot dan relaksasi. Mereka juga meningkatkan glikogenolisis,
glukoneogenesis hepatik, penyerapan glukosa usus, dan sintesis kolesterol dan degradasi. (1)
Fungsi Hormon Thyroid
- Meningkatkan basal metabolic rate (BMR) dan pemakaian oksigen
- Meningkatkan sintesis protein, lipolisis, glikogenolisis, glukoneogenesis
- Meningkatkan heart rate dan kontraktilitas
- Meningkatkan sensitivitas katekolamin
- Stimulasi pelepasan hormon steroid
- Stimulasi erythropoiesis dan produksi 2,3-diphosphoglycerate (DPG)
- Meningkatkan bone turnover
1. Struma
a) Definisi
Struma adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran kelenjar
tiroid. Pembesaran kelenjar tiroid dapat disebabkan oleh kurangnya diet iodium yang
dibutuhkan untuk produksi hormon tiroid. Terjadinya pembesaran kelenjar tiroid dikarenakan
sebagai usaha meningkatkan hormon yang dihasilkan.
Istilah toksik dan non toksik dipakai karena adanya perubahan dari segi fungsi
fisiologis kelenjar tiroid seperti hipertiroid dan hipotiroid, sedangkan istilah nodusa dan
diffusa lebih kepada perubahan bentuk anatomi. Berdasarkan patologinya, pembesaran tiroid
umumnya disebut struma. Struma adalah suatu keadaan dimana kelenjar tiroid membesar.
Struma merupakan salah satu penyakit endokrin terbanyak di Indonesia, sehingga struma
cukup banyak ditemukan dalam pelayanan kesehatan di bagian penyakit dalam.
b) Penyebab
Adanya struma atau pembesaran kelenjar tiroid dapat oleh karena ukuran sel-selnya
bertambah besar atau oleh karena volume jaringan kelenjar dan sekitarnya yang bertambah
dengan pembentukan struktur morfologi baru. Yang mendasari proses itu ada 4 hal utama.
Halimatus S Zein (105010567)
1. Gangguan perkembangan, seperti terbentuknya kista (kantongan berisi cairan) atau
jaringan tiroid yang tumbuh di dasar lidah (misalnya pada kista tiroglosus atau tiroid
lingual).
2. Proses radang atau gangguan autoimun seperti penyakit Graves dan penyakit tiroiditis
Hashimoto.
3. Gangguan metabolik (misal, defisiensi iodium) serta hyperplasia, misalnya pada struma
koloid dan struma endemik.
4. Pembesaran yang didasari oleh suatu tumor atau neoplasia meliputi adenoma – sejenis
tumor jinak – dan adenokarsinoma, suatu tumor ganas.
d) Klasifikasi
1. Berdasarkan fisiologisnya :
a. Eutiroid : aktivitas kelenjar tiroid normal
b. Hipotiroid : aktivitas kelenjar tiroid yang kurang dari normal
c. Hipertiroid : aktivitas kelenjar tiroid yang berlebihan
2. Berdasarkan klinisnya :
a. Non-Toksik (eutiroid dan hipotiroid)
Difusa : endemik goiter, gravida
Nodusa : neoplasma
b. Toksik (hipertiroid)
Difus : grave, tirotoksikosis primer
Nodusa : tirotoksikosis skunder
3. Berdasarkan morfologinya :
a. Struma Hyperplastica Diffusa
Suatu stadium hiperplasi akibat kekurangan iodine (baik absolut ataupun
relatif). Defisiensi iodine dengan kebutuhan excessive biasanya terjadi selama
pubertas, pertumbuhan, laktasi dan kehamilan. Karena kurang iodine kelenjar
menjadi hiperplasi untuk menghasilkan tiroksin dalam jumlah yang cukup banyak
untuk memenuhi kebutuhan supply iodine yang terbatas. Sehingga terdapat vesikel
pucat dengan sel epitel kolumner tinggi dan koloid pucat. Vaskularisasi kelenjar juga
Halimatus S Zein (105010567)
akan bertambah. Jika iodine menjadi adekuat kembali (diberikan iodine atau
kebutuhannya menurun) akan terjadi perubahan di dalam struma koloides atau
kelenjar akan menjadi fase istirahat.
b. Struma Colloides Diffusa
Ini disebabkan karena involusi vesikel tiroid. Bila kebutuhan excessive akan
tiroksin oleh karena kebutuhan yang fisiologis (misal, pubertas, laktasi, kehamilan,
stress, dsb.) atau defisiensi iodine telah terbantu melalui hiperplasi, kelenjar akan
kembali normal dengan mengalami involusi. Sebagai hasil vesikel distensi dengan
koloid dan ukuran kelenjar membesar.
c. Struma Nodular
Biasanya terjadi pada usia 30 tahun atau lebih yang merupakan sequelae dari
struma colloides. Struma noduler dimungkinkan sebagai akibat kebutuhan excessive
yang lama dari tiroksin. Ada gangguan berulang dari hiperplasi tiroid dan involusi
pada masing-masing periode kehamilan, laktasi, dan emosional (fase kebutuhan).
Sehingga terdapat daerah hiperinvolusi, daerah hiperplasi dan daerah kelenjar
normal. Ada daerah nodul hiperplasi dan juga pembentukan nodul dari jaringan
tiroid yang hiperinvolusi.
Tiap folikel normal melalui suatu siklus sekresi dan istirahat untuk
memberikan kebutuhan akan tiroksin tubuh. Saat satu golongan sekresi, golongan
lain istirahat untuk aktif kemudian. Pada struma nodular, kebanyakan folikel
berhenti ambil bagian dalam sekresi sehingga hanya sebagian kecil yang mengalami
hiperplasi, yang lainnya mengalami hiperinvolusi (involusi yang
berlebihan/mengecil)
2. Struma Difusa Non-Toksik
2.1. Goiter
a. Definisi
Goiter adalah pembesaran pada kelenjar tiroid. Pembesaran ini dapat memiliki fungsi
kelenjar yang normal (eutirodisme), pasien tyroid (hipotiroidisme) atau kelebihan produksi
hormon (hipetiroidisme). Terlihat pembengkakan atau benjolan besar pada leher sebelah
depan (pada tenggorokan) dan terjadi akibat pertumbuhan kelenjar tiroid yang tidak normal.
b. Klasifikasi Goiter
1. Goiter kongenital
Halimatus S Zein (105010567)
Hampir selalu ada pada bayi hipertiroid kongenital, biasanya tidak besar dan sering terjadi
pada ibu yang memiliki riwayat penyakit graves.
2. Goiter endemik dan kretinisme
Biasa terjadi pada daerah geografis dimana detistensi yodium berat, dekompensasi dan
hipotiroidisme dapat timbul karenanya, goiter endemik ini jarang terjadi pada populasi yang
tinggal disepanjang laut.
3. Goiter sporadis
Goiter yang terjadi oleh berbagai sebab diantaranya tiroiditis fositik yang terjadi lazim
pada saudara kandung, dimulai pada awal kehidupan dan kemungkinan bersama dengan
hipertiroidisme yang merupakan petunjuk penting untuk diagnosa. Digolongkan menjadi 3
(tiga) bagian yaitu :
Goiter yodium
Goiter akibat pemberian yodium biasanya keras dan membesar secara difus, dan pada
beberapa keadaan, hipotirodisme dapat berkembang.
Goiter sederhana (Goiter kollot)
Yang tidak diketahui asalnya. Pada pasien bistokgis tiroid tampak normal atau menunjukan
berbagai ukuran follikel, koloid dan epitel pipih.
Goiter multinodular
Goiter keras dengan permukaan berlobulasi dan tunggal atau banyak nodulus yang dapat
diraba, mungkin terjadi perdarahan, perubahan kistik dan fibrosis.
4. Goiter intratrakea
Tiroid intralumen terletak dibawah mukosa trakhea dan sering berlanjut dengan tiroid
ekstratrakea yang terletak secara normal.
Klasifikasi Goiter menurut WHO :
(a) Stadium O – A: tidak ada goiter.
(b) Stadium O – B: goiter terdeteksi dari palpasi tetapi tidak terlihat walaupun leher
terekstensi penuh.
(c) Stadium I : goiter palpasi dan terlihat hanya jika leher terekstensi penuh.
(d) Stadium II: goiter terlihat pada leher dalam Potersi.
(e) Stadium III : goiter yang besar terlihat dari Darun.
d. Patofisiologi
Aktifitas utama kelenjar tiroid adalah untuk berkonsentrasi yodium dari darah untuk
membuat hormon tiroid. Kelenjar tersebut tidak dapat membuat hormon tiroid cukup jika
tidak memiliki cukup yodium. Oleh karena itu, dengan defisiensi yodium individu akan
Halimatus S Zein (105010567)
menjadi hipotiroid. Akibatnya, tingkat hormon tiroid terlalu rendah dan mengirim sinyal ke
tiroid. Sinyal ini disebut thyroid stimulating hormone (TSH). Seperti namanya, hormon ini
merangsang tiroid untuk menghasilkan hormon tiroid dan tumbuh dalam ukuran yang besar
Pertumbuhan abnormal dalam ukuran menghasilkan apa yang disebut sebuah gondok
Kelenjar tiroid dikendalikan oleh thyroid stimulating hormone (TSH) yang juga
dikenal sebagai thyrotropin. TSH disekresi dari kelenjar hipofisis, yang pada gilirannya
dipengaruhi oleh hormon thyrotropin releasing hormon (TRH) dari hipotalamus. Thyrotropin
bekerja pada reseptor TSH terletak pada kelenjar tiroid. Serum hormon tiroid levothyroxine
dan triiodothyronine umpan balik ke hipofisis, mengatur produksi TSH. Interferensi dengan
sumbu ini TRH hormon tiroid TSH menyebabkan perubahan fungsi dan struktur kelenjar
tiroid. Stimulasi dari reseptor TSH dari tiroid oleh TSH, TSH reseptor antibodi, atau agonis
reseptor TSH, seperti chorionic gonadotropin, dapat mengakibatkan gondok difus. Ketika
sebuah kelompok kecil sel tiroid, sel inflamasi, atau sel ganas metastasis untuk tiroid terlibat,
suatu nodul tiroid dapat berkembang.
Kekurangan dalam sintesis hormon tiroid atau asupan menyebabkan produksi TSH
meningkat. Peningkatan TSH menyebabkan peningkatan cellularity dan hiperplasia kelenjar
tiroid dalam upaya untuk menormalkan kadar hormon tiroid. Jika proses ini berkelanjutan,
maka akan mengakibatkan gondok. Penyebab kekurangan hormon tiroid termasuk kesalahan
bawaan sintesis hormon tiroid, defisiensi yodium, dan goitrogens.
Gondok dapat juga terjadi hasil dari sejumlah agonis reseptor TSH. Pendorong
reseptor TSH termasuk antibodi reseptor TSH, resistensi terhadap hormon tiroid hipofisis,
adenoma kelenjar hipofisis hipotalamus atau, dan tumor memproduksi human chorionic
gonadotropin.
Pemasukan iodium yang kurang, gangguan berbagai enzim dalam tubuh, hiposekresi
TSH, glukosil goitrogenik (bahan yang dapat menekan sekresi hormone tiroid), gangguan
pada kelenjar tiroid sendiri serta factor pengikat dalam plasma sangat menentukan adekuat
tidaknya sekresi hormone tiroid. Bila kadar – kadar hormone tiroid kurang maka akan terjadi
mekanisme umpan balik terhadap kelenjar tiroid sehingga aktifitas kelenjar meningkat dan
terjadi pembesaran (hipertrofi).
Dampak goiter terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid yang dapat
mempengaruhi kedudukan organ-organ lain di sekitarnya. Di bagian posterior medial kelenjar
tiroid terdapat trakea dan esophagus. Goiter dapat mengarah ke dalam sehingga mendorong
trakea, esophagus dan pita suara sehingga terjadi kesulitan bernapas dan disfagia yang akan
Halimatus S Zein (105010567)
berdampak terhadap gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan elektrolit.
Penekanan pada pita suara akan menyebabkan suara menjadi serak atau parau.
Bila pembesaran keluar, maka akan memberi bentuk leher yang besar dapat simetris
atau tidak, jarang disertai kesulitan bernapas dan disfagia. Tentu dampaknya lebih ke arah
estetika atau kecantikan. Perubahan bentuk leher dapat mempengaruhi rasa aman dan konsep
diri klien.
f. Manifestasi klinis
Gejala utama :
1. Pembengkakan, mulai dari ukuran sebuah nodul kecil untuk sebuah benjolan besar, di
bagian depan leher tepat di bawah Adam’s apple.
2. Perasaan sesak di daerah tenggorokan.
3. Kesulitan bernapas (sesak napas), batuk, mengi (karena kompresi batang
tenggorokan).
4. Kesulitan menelan (karena kompresi dari esofagus).
5. Suara serak.
6. Distensi vena leher.
7. Pusing ketika lengan dibangkitkan di atas kepala
8. Kelainan fisik (asimetris leher)
Dapat juga terdapat gejala lain, diantaranya :
1. Tingkat peningkatan denyut nadi
2. Detak jantung cepat
3. Diare, mual, muntah
4. Berkeringat tanpa latihan
5. Goncangan
6. Agitasi
II.2. Gravida
Sebuah hormon yang disekresi selama kehamilan Chorionic manusia (gonadotropin) dapat
menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid.
1. Tiroiditis
Peradangan dari kelenjar tiroid sendiri dapat mengakibatkan pembesaran kelenjar tiroid. Hal
ini dapat mengikuti penyakit virus atau kehamilan.
Halimatus S Zein (105010567)
3. Struma Difusa Toksik
3.1. Grave Disease
3.2. 1. Definisi
Graves disease berasal dari nama Robert J. Graves, MD, circa tahun1830, adalah
penyakit autoimun yang ditandai dengan hipertiroidisem (produksi berlebihan dari kelenjar
tiroid) yang ditemukan dalam sirkulasi darah. Graves disease lazim juga disebut penyakit
Basedow. Penyakit ini lebih sering ditemukan pada orang muda usia 20 –40 tahun terutama
wanita, tetapi penyakit ini dapat terjadi pada segala umur
3.2.2. Etiologi
Struma difusa toksik/penyakit Graves dipandang sebagai penyakit autoimun dengan
terjadi peningkatan pelepasan hormone tiroid, yaitu thyroid-stimulating immunoglobulin
(TSI), suatu IgG yang sepertinya “mirip” reseptor TSH. Predisposisi familial kuat pada
sekitar 15% pasien Graves mempunyai keluarga dekat dengan kelainan sama dan kira-kira
50% keluarga pasien dengan penyakit Graves mempunyai autoantibodi tiroid yang berada di
darah. Hipertiroidisme dapat terjadi secara primer maupun sekunder.
3.2.3. Epidemiologi
Struma diffusa toksik lebih sering terjadi pada penderita yang telah berusia di atas 50
tahun. Laki-laki berisiko ;ebih tinggi untuk menghidap morbus Graves dibanding wanita.
Insidens puncak penyakit ini terjadi pada decade ketiga dan keempat kehidupan. Penderita
penyakit ini akan mempunyai tanda-tanda kardiovaskular yang seringkali menutupi gejala-
gejala dan tanda-tanda adrenergik akibat hipertiroidisme.
3.2.4. Patofisiologi struma diffusa toksik
Morbus Graves adalah suatu gangguan autoimun; pada gangguan tersebut terdapat beragam
antibodi dalam serum. Antibodi ini mencakup antibodi terhadap reseptor TSH, perisoksom
tiroid dan tiroglobulin. Dari ketiganya reseptor TSH adalah antigen terpenting yang
menyebabkan terbentuknya antibodi. Efek antibodi yang terbentuk berbeda-beda tergantung
pada epitop reseptor TSH mana yang menjadi sasarannya. Sebagai contoh, salah satu antibodi
yang disebut thyroid growth-stimulating immunoglobulin (TSI), mengikat reseptor TSH
untuk merangsang jalur adenilat siklase/AMP siklik yang menyebabkan peningkatan
pembebasan hormon tiroid. Golongan antibodi lain yang juga ditujukan pada reseptor TSH
dilaporkan menyebabkan proliferasi epitel folikel tiroid (thyroid growth-stimulating
immunoglobulin atau TGI). Ada juga antibodi lain yang disebut TSH-binding inhibitor
immunoglobulin (TBII), yang menghambat pengikatan normal TSH ke reseptornya pada sel
epitel tiroid. Dalam prosesnya sebagian bentuk TBII bekerja mirip dengan TSH sehingga
Halimatus S Zein (105010567)
terjadi stimulasi aktifitas sel epitel tiroid sementara bentuk yang lain menghambat fungsi sel
tiroid. Tidak jarang ditemukan secara bersamaan immunoglobulin yang merangsang dan
menghambat dalam serum pasien yang sama. Temuan ini menjelaskan mengapa sebagian
pasien dengan morbus Graves secara spontan mengalami episode hipotiroidisme.
Sekresi antibodi oleh sel B dipicu oleh sel T helper CD4+ banyak di antaranya terdapat di
dalam kelenjar tiroid. Sel T helper intratiroid juga tersentisisasi ke reseptor dan akan
mengeluarkan factor larut seperti interferon-γ dan faktor nekrosis tumor (TNF). Faktor ini
pada gilirannya akan memicu ekspresi molekul HLA kelas II dan molekul konstimulatorik sel
T pada sel epitel tiroid yang memungkinkan antigen tersaji ke sel T lain.
Kemungkinan besar autoantibodi terhadap reseptor TSH berperan dalam timbulnya
oftalmopati infiltrate yang khas untuk morbus Graves. Mekanisme serupa diperkirakan
bekerja pada dermopati Graves dengan fibroblas pretibia yang mengandung reseptor TSH
mengeluarkan glikosaminoglikan sebagai respon terhadap stimulasi autoantibodi dan sitokin.
3.2.5. Manifestasi klinik
Pada trias klasik hipertiroidisme akan ditemukan :
(i) Eksoftalmus (50%)
(ii) Tremor
(iii) Goiter
Gradasi Perez/Derajat pembesaran kelenjar :
Derajat 0-a : kelenjar tiroid tidak teraba atau bila teraba tidak lebih besar dari
ukuran normal
Derajat 0-b : kelenjar tiroid jelas teraba, tapi tidak terlihat bila kepala dalam
posisi normal
Derajat I : mudah dan jelas teraba, terlihat dengan kepala dalam posisi normal,
dan terlihat nodulus
Derajat II : jelas terlihat pembesaran
Derajat III : tampak jelas dari jauh
Derajat IV : sangat besar
(a) Metabolisme energi
Metabolisme energi tubuh akan meningkat sehingga meningkatkan metabolisme panas,
proteolisis, lipolisis, dan penggunaan oksigen oleh tubuh. Metabolisme basal hampir
mendekati dua kalinya menyebabkan pasien tidak tahan terhadap hawa panas lalu akan
mudah berkeringat. Pada satu sisi, lipolisis akan menyebabkan penurunan berat badan dan
pada sisi yang lain menyebabkan hiperlipidasidemia dan peningkatan enzim proteolitik
Halimatus S Zein (105010567)
sehingga menyebabkan proteolisis yang berlebihan dengan peningkatan pembentukan dan
ekskresi urea. Hal ini menyebabkan penurunan massa otot dan menyebabkan otot melemah.
Pelepasan hormon tiroid berlebihan juga dapat menyebabkan perangsangan glikogenolisis
dan glukoneogenesis sehingga kadar gula darah juga naik, bahkan terkadang menjadi
glukosuria. Sementara itu, kosentrasi VLDL, LDL, dan kolestrol berkurang. Pengaruhnya
pada metabolisme karbohidrat memudahkan pembentukan diabetes mellitus (reversible). Bila
diberikan glukosa (tes toleransi glukosa), konsentrasi glukosa dalam plasma akan meningkat
secara cepat dan lebih nyata daripada orang sehat; peningkatan akan diikuti oleh penurunan
yang cepat.
(b) Sistem saraf
Peningkatan eksitabilitas neuromuscular akan menimbulkan hiperrefleksia saraf tepi
oleh karena hiperaktifitas dari saraf dan pembuluh darah akibat aktifitas T3 dan T4.
Gangguan sirkulasi ceberal juga terjadi oleh karena hipervaskularisasi ke otak, menyebabkan
pasien lebih mudah terangsang. Nervous, gelisah depresi dan mencemaskan hal-hal yang
sepele. Kadang-kadang pasien menggerakkan tangannya tanpa tujuan tertentu, timbul tremor
halus pada tangan, dan insomnia.
(c) Kardiovaskular
Penderita mengeluh berdebar-debar dan terasa berat pada bagian jantung akibat kerja
perangsangan jantung, sehingga curah jantung dan tekanan darah sistolik akan meningkat.
Bila akhirnya penyakit ini menghebat, bias timbul fibrilasi atrial dan akhirnya gagal jantung
kongestif. Tekanan nadi hampir selalu dijumpai meningkat (pulsus celer) Pulsus celer
biasanya terdapat pada peyakit 3A, 3B dan IN (anemia gravis, arterioveneus shunt, aorta
insufficiency, botali persisten, beri-beri, basedow dan nervositas. Pembuluh darah di perifer
akan mengalami dilatasi. Laju filtrasi glomerulus, aliran plasma ginjal, serta traspor tubulus
akan meningkat di ginjal, sedangkan di hati pemecahan hormone steroid dan obat akan
dipercepat.
(d) Gastrointestinal
Perangsangan usus halus akan meningkatkan peristaltik usus sehingga terjadi diare.
Dengan demikian banyak kalsium yang dikeluarkan bersama feses. Lagi pula pada hipertiroid
terjadi mobilisasi kalsium tiroid keluar dari tulang akibat meningkatnya metabolisme tulang
dan ditambah dengan faktor diare akan menyebabkan tulang-tulang menjadi osteoporosis.
Halimatus S Zein (105010567)
Kehilangan kalsium ini perlu diperhitungkan, karena pasca tiriodektomi mungkin timbul
tetani akibat terganggunya hormon-hormon paratiroid.
(e) Mata
Gejala mata terdapat pada tirotoksikosis primer, pada tirotoksikosis yang sekunder,
gejala mata tidak selalu ada dan kalaupun ada tidak seberapa jelas. Pada hipertiroidisme
imunogenik (morbus Graves) eksoftalmus dapat ditambahkan terjadi akibat retensi cairan
abnormal di belakang bola mata; penonjolan mata dengan diplopia, aliran air mata yang
berlebihan, dan peningkatan fotofobia. Penyebabnya terletak pada reaksi imun terhadap
antigen retrobulbar yang tampaknya sama dengan reseptor TSH. Akibatnya, terjadi inflamasi
retrobulbar dengan pembengkakan bola mata, infiltrasi limfosit, akumulasi asam
mukopolisakarida, dan peningkatan jaringan ikat retrobulbar.
(f) Kulit
Kulit penderita hipertiroid akan menjadi lebih halus karena perubahan metabolisme dan
hormonal tubuh dan juga basah akibat hipersekresi ke permukaan tubuh.
(g) Komplikasi
Penyakit jantung hipertiroid
Gangguan pada jantung terjadi akibat dari perangsangan berlebihan pada jantung oleh
hormon tiroid dan menyebabkan kontratilitas jantung meningkat dan terjadi takikardi sampai
dengan fibrilasi atrium jika menghebat. Pada pasien yang berumur di atas 50 tahun, akan
lebih cenderung mendapat komplikasi payah jantung.
Oftalmopati Graves
Oftalmopati Graves seperti eksoftalmus, penonjolan mata dengan diplopia, aliran air mata
yang berlebihan, dan peningkatan fotofobia dapat mengganggu kualitas hidup pasien
sehinggakan aktivitas rutin pasien terganggu.
Dermopati Graves
Dermopati tiroid terdiri dari penebalan kulit terutama kulit di bagian atas tibia bagian
bawah (miksedema pretibia), yang disebabkan penumpukan glikosaminoglikans. Kulit sangat
menebal dan tidak dapat dicubit.
4.1. Tirotoksikosis Primer
Halimatus S Zein (105010567)
a. Definisi
Tirotoksikosis merupakan tampilan klinis hiperfungsi kelenjar tiroid. Keadaan ini
dikarenakan stimulasi tiroid oleh suatu globulin darah yang memiliki aktivitas
TSH. Selain itu disebabkan adanya benjolan kecil didalam kelenjar, yang secara
otanom membentuk hormone berlebih diluar sistem H-H. Biasanya diderita oleh
penderita yang kelebihan minum obat yang mengandung iod / iodide atau makan
makanan dengan kadar iod tinggi, dalam hal ini penyakit tsb disebut iod-struma
atau iod-Basedow.
b. Penyebab
Penyakit Graves
Gondok multinodul toksik (yang berkembang sebagai respon terhadap keadaan tubuh,
yaitu kehamilan)
Kanker tiroid
Tiroiditis post partum (onset 2 – 6 bulan post partum) dalam bentuk ringandan jangka
pendek
c. Gambaranklinis
- Umumnya penderita merasa sukar tidur, gelisah, rasa takut, menurunya berat badan akibat
penggunaan energi, palpitasis, tremor, transpirasi dan diare akibat peningkatan pristaltik.
- Gejala terpenting efek jantung (takikardi, atriumfibrilasi), struma serta bola mata menonjol
secara abnormal, sirkulasi yang hiperkinetik.
- Pemeriksaan laboratorium penunjang yang menunjukkan kadar T3 dan T4 meningkat dan
Indeks Tiroksin Bebas.
d.Diagnosis
Diagnosis tirotoksikosis sering dapat ditegakkan secara klinis tanpa pemeriksaan
laboratorium, namun pemeriksaan ini perlu untuk menilai kemajuan terapi. Ukur TSH (dapat
menurun) dan kadar tiroksin (T4) (mungkin meningkat)
C. Penatalaksanaan
1. Medikamentosa
Halimatus S Zein (105010567)
Obat Antitiroid
Secara umum, terapi dengan obat antitiroid paling berguna pada pasien-pasien muda dengan
kelenjar yang kecil dan penyakit ringan.
2. Prophyltiurasil (PTU)
- Dosis awal : 300-600 mg/hari
- Dosis maksimal : 2000 mg/hari
- Mekanisme kerja menghambat konversi T4 menjadi T3
- Bekerja pada extratirodial dan intra tiroidial
- Lebih banyak efek sampaing seperti menekan eritrosit, leukosit, dan trombosit.
3. Metimazol
- Dosis awal 20-30 mg/hari
- Indikasi :
(i) Mendapatkan remisi yang menetap atau memperpanjang remisi pada
pasien muda dengan struma ringan – sedang dan tirotoksikosis.
(ii) Untuk mengendalikan tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan atau
sesudah pengobatan yodium radioaktif
(iii) Persiapan tiroidektomi
(iv) Pasien hamil dan lanjut usia
(v) Krisis tiroid
Obat antitiroid yang sering digunakan :
Karbimazol 30-60 5-20
Metimazol 30-60 5-20
Propiltourasil 300-600 5-200
Obat golongan Penyekat beta
4. Propranolol
Propranolol diberi untuk mengendalikan gejala-gejala adrenegik seperti takikardi dan
hipertensi. Bila hipertensi di mana penyekat beta saja tidak mampu, maka diberikan bersama
kaptopril (ACE inhibitor).
Untuk pengobatan Oftalmopati Graves (OG) yang disebut juga sebagai thyroid associated
opthalmopathy (TAO). Terapi hanya berhasil apabila diberikan pada puncak akivitas
penyakitnya.(10)
Pengobatan OG meliputi :
Halimatus S Zein (105010567)
(i) OG ringan :
- cukup diberikan pengobatan lokal seperti air mata artificial dan salep,
tetes mata obat penghambat beta
(ii) OG yang berat
- pemberian glukokortikoid (oral, intravena, lokal)
- radioterapi supravoltase
- pemberian analog somatostatin (oktreotid, lanreotid) dan immunoglobulin
** keduanya masih dalam tahap pengembangan.
Yodium Radioaktif
Di Amerika Serikat, terapi dengan natrium iodide I131 adalah terapi terpilih untuk
kebanyakan pasien di atas 21 tahun. Komplikasi utama terapi radioaktif adalah
hipotiroidisme, yang akhirnya terjadi pada 80% atau lebih pasien yang diobati secara adekuat.
Hal ini tidak perlu dianggap betul-betul sebagai komplikasi dan bahkan hal inilah yang
merupakan jaminan terbaik bahwa pasien tidak akan mengalami kekambuhan
hipertiroidisme.
Penatalaksanaan bedah
Untuk penatalaksanaan bedah, tiroidektomi subtotal adalah terapi pilihan untuk pasien
dengan kelenjar yang sangat besar atau goiter multinodular. Pasien dipersiapkan dengan obat
antitiroid sampai eutitoid (kira-kira 6 minggu). Antara operasi rehabilitatif yang dilakukan
adalah seperti dekompresi orbita, operasi otot mata atau operasi kelopak mata. Dekompresi
orbita biasanya dilakukan dengan mengangkat dinding medial dan inferior melalui
pendekatan etmoidal. Dekompresi apeks orbita perlu dilakukan agar hasil akhir baik.
Dekompresi bedah orbita bertujuan menghilangkan tekanan intraorbita.
Pembedahan pada otot-otot yang menggerakkan bola mata mungkin perlu dilakukan untuk
meluruskan pandangan pada penderita yang sudah lama mengidap diplopia.
Non-Medikamentosa
(i) Diet tinggi protein dan pemberian suplemen vitamin
(ii) Meningkatkan konsumsi buah dan sayuran
(iii) Tidur dengan posisi kepala terangkat
Halimatus S Zein (105010567)
D. Pencegahan
Grave Disese :
(i) Berhenti merokok jika merokok
(ii) Memakai kaca mata hitam untuk menghindari cahaya terang
terutama di siang hari
(iii) Menutup mata di waktu malam
(iv) Menghindari debu
Penggunaan yodium yang cukup, makan makanan yang banyak mengandung yodium, seperti
ikan laut, ganggang-ganggangan dan sayuran hijau. Untuk penggunaan garam beryodium
dalam masakan perlu diperhatikan. Garam yodium bisa ditambahkan setelah masakan
matang, bukan saat sedang memasak sehingga yodium tidak rusak karena panas.
1. Pada ibu hamil dianjurkan agar tidak menggunakan obat-obatan yang beresiko untuk
ketergantungan goiter kongenital.
2. Hindari mengkonsumsi secara berlebihan makanan-makanan yang mengandung
goitrogenik glikosida agent yang dapat menekan sekresi hormone tiroid seperti ubi
kayu, jagung, lobak, kankung, dan kubis.
III. DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Ruswana, 2005, Fungsi dan Kelainan Kelenjar Tiroid, Subbagian Fertilitas Dan
Endokrinologi Reproduksi Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran
UNPAD, Bandung.
Haqiqi, S. H., 2008, Biosintesis Hormon Tiroid dan Paratiroid, Fakultas Peternakan
Universitas Brawijaya, Malang.
Schwinghammer, T. L., Koehler, J. M., 2008, Pharmacotherapy Casebook, 7th edition,
MCGRAW-HILL Inc., NewYork, page 388 – 389.
Halimatus S Zein (105010567)
Top Related