LAPORAN PRAKTIKUM
KIMIA ANALISIS I
PERCOBAAN 3
ARGENTOMETRI
DISUSUN OLEH:
1. INAYATUN ILAAHIYAH (G1F010023)
2. MAYANI (G1F010024)
3. REZA RAHMAWATI (G1F010025)
4. SUCI RAHMAYANTI NAJJAH (G1F010026)
5. ADIBAH (G1F010027)
GOLONGAN : II
KELOMPOK : 2
HARI/TANGGAL : RABU, 30 NOVEMBER 2011
ASISTEN : WINDA ARIYANI
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN FARMASI
PURWOKERTO
2011
A. JUDUL PERCOBAAN
ARGENTOMETRI
B. TUJUAN PERCOBAAN
Menetapkan kadar suatu senyawa obat dalam sampel menggunakan prinsip reaksi
pengendapan
C. ALAT DAN BAHAN
a. Alat
Alat – alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah labu ukur 500 ml dan
100 ml, buret, erlenmeyer 100 ml dan 250 ml, pipet ukur, pipet tetes, batang
pengaduk, statif, corong kaca, beaker glass, timbangan, gelas ukur, dan filler.
b. Bahan
Bahan – bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah Perak Nitrat
(AgNO3) 0,096 N, Garam dapur (Natrium Klorida), Indikator Kalium Kromat 5%
(K2CrO4), Kalium Tiosianat (K2SCN), Indikator Besi (III) Amonium Sulfat 0,1 N,
Kalium Klorida, Vitamin B1 / Tiamin HCl, Kalium Iodida, Asam nitrat encer, Asam
asetat 6%, Indikator eosin, dan Aquades.
D. DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
a. Penetapan kadar Kalium Klorida
Perlakuan Pengamatan
50 mg kalium klorida dilarutkan
dalam 25 mL aquades. Ditambahkan
indikator 0,5 mL kalium kromat
Dititrasi dengan larutan perak nitrat
dan diulang sebanyak 3 kali
Volume titran AgNO3
larutan berwarna kuning jernih
Terbentuk endapan merah dalam latar
belakang endapan putih
Labu I: 7,8 mL
Labu II: 7,7 mL
Labu III: 7,9 mL
b. Penetapan kadar Natrium Klorida
Perlakuan Pengamatan
50 mg Natrium klorida dilarutkan larutan berwarna kuning jernih
dalam 25 mL aquades. Ditambahkan
indikator 0,5 mL kalium kromat
Dititrasi dengan larutan perak nitrat
dan diulang sebanyak 3 kali
Volume titran AgNO3
Terbentuk endapan merah dalam latar
belakang endapan putih
Labu I: 10 mL
Labu II: 13,5 mL
Labu III: 10 mL
c. Penetapan kadar Vitamin B1/ Tiamin HCl
Perlakuan Pengamatan
50 mg vitamin B1 dilarutkan dalam 10
mL aquades. Diasamkan dengan
nitrat encer dan ditambahkan 5 mL
AgNO3.
Ditambahkan indikator besi (III)
amonium sulfat
Dititrasi dengan kalium tiosianat dan
diulang sebanyak 3 kali
Volume titran kalium tiosianat
Larutan berwarna putih keruh
Larutan berwarna putih keruh
Terbentuk endapan berwarna merah
Labu I: 1,5 mL
Labu II: 1,7 mL
Labu III: 1,6 mL
d. Penetapan kadar Kalium Iodida
Perlakuan Pengamatan
50 mg Kalium Iodida dilarutkan
dalam 12,5 mL air, ditambahkan 1,5
mL asam asetat 6%, ditambahkan 2
tetes indikator eosin.
Dititrasi dengan AgNO3 dan diulang
sebanyak 3 kali
Volume titran AgNO3
Larutan berwarna merah tanpa
endapan
Larutan berwarna putih dan terbentuk
endapan merah
Labu I: 3,2 mL
Labu II: 3,5 mL
Labu III: 3,7 mL
PERHITUNGAN
a. Penetapan kadar Kalium Klorida
Replikasi Volume AgNO31 7,8 mL2 7,7 mL3 7,9 mL
Kadar I = ( mL titran x N titran x BE zat x 100 ) % b/b mg sampel
= ( 7,8 x 0,096 x 74,56 x 100 ) % b/b 50= 111,66 %
Kadar II = ( mL titran x N titran x BE zat x 100 ) % b/b mg sampel
= ( 7,7 x 0,096 x 74,56 x 100 ) % b/b 50
= 110,93 % Kadar III = ( mL titran x N titran x BE zat x 100 ) % b/b
mg sampel = ( 7,9 x 0,096 x 74,56 x 100 ) % b/b
50 = 113,09 %
Kadar rata-rata = 111,66 + 110,23 + 11 3,09 3 = 111,66 %
Standar Deviasi
X x d [ ( x−x )] d2
111,66 0 0
110,23 111,66 1,43 2,05
113,09 1,43 2,05
∑ = 2,86 ∑ = 4,1
SD = √ ∑d2
n−1
= √ 4,12
= 1,43
Jadi kadar Kalium Klorida 111,66 % ± 1,43
b. Penetapan kadar Natrium Klorida
Penetapan Kadar Natrium Klorida
Titrasi I : V AgNO3 = 10 ml
Titrasi II : V AgNO3 = 13,5 ml
Titrasi III : V AgNO3 = 10 ml
% kadar Kalium Klorida (I) = (ml titran x N titran x BE zatmg sampel )x 100 %b /b
= ( 10 x0,096 x 5850 ) x100 %b /b
= 111,36 % b /b
% kadar Kalium Klorida (II) = (ml titran x N titran x BE zatmg sampel )x 100 %b /b
= ( 13,5 x10 x5850 )x 100 %b /b
= 150,336 % b /b
% kadar Kalium Klorida (III) = (ml titran x N titran x BE zatmg sampel )x 100 %b /b
= ( 10 x0,096 x 5850 ) x100 %b /b
= 111,36 % b /b
% kadar rata-rata = 111,36 + 150,336 + 111,36 3
= 124,352 %
x x d [ ( x−x )] d2
111,36 12,992 168,79
150,336 124,352 25,984 675,17
111,36 12,992 168,79
∑ d=51,97 ∑ d2=1012,75
d=∑ d
n=
51,793
=17,32
SD=√∑ d2
n−1=√ 1012,75
2=22,50
Jadi, kadar natrium klorida adalah 124,352% ± 22,50
c. Penetapan kadar Vitamin B1 / Tiamin HCl
Titrasi Vitamin B1 / Tiamin HCl dengan kalium tiosianat
Re
plikasi
Volume KSCN N KSCN
1 1,5 mL 0,095 N
2 1,7 mL 0,095 N
3 1,6 mL 0,095 N
Rata-rata 1,6 mL 0,095 N
BE zat = 337,27
Perhitungan :
Kadar = (mLtitran x N titran x BE zatmg sampel
x100)%b /b
1. Kadar =(mLtitran x N titran x BE zatmg sampel
x100)%b /b
= ( 1,5 mL x 0,095 N x337,2750 mg
x100)% b/b
= 96,12 %
2. Kadar =(mLtitran x N titran x BE zatmg sampel
x100)%b /b
= ( 1,7 mL x 0,095 N x 337,2750 mg
x 100)% b/b
= 108,93 %
3. Kadar = (mLtitran x N titran x BE zatmg sampel
x100)%b /b
= ( 1,6 mL x 0,095 N x 337,2750 mg
x 100)% b/b
= 102,53 %
Jadi, xkadar = 102,53 %
x x d [ ( x−x )] d2
96,12 102,53 6,4 40,96
108,93 102,53 6,41 41,09
102,53 102,53 0,01 1x 10-4
∑ d=12,82 ∑ d2=82,05
d=∑ d
n=
12,823
=4,27
SD=√∑ d2
n−1=√ 82,05
2=6,405
Jadi, kadar vitamin B1 / Tiamin HCl adalah 102,52 % ± 6,405.
d. Penetapan kadar Kalium Iodida
Kadar = (mLtitran x N titran x BE zatmg sampel
x100)%b /b
Kadar I = [ 3,2 ml × 0,096 ×16350
× 100]%bb
= 100,147 %
Kadar II = [ 3,5 ml × 0,096 ×16350
×100]%bb
= 109,536%
Kadar III = [ 3,7 ml ×0,096 ×16350
×100]%bb
= 115,795 %
Kadar rata-rata = 100,147 + 109,536 + 115,795
3
= 108,493 %
Jadi, xKadar = 108,493 %
x x d [ ( x−x )] d2
100,147 8,346 69,656
109,536 108,493 1,043 1,088
115,795 7,302 53,319
Σ=16,691 Σ=124,063
SD = √ Σ d 2n−1
= √ 124,0632
= 7,876
Jadi kadar Kalium Iodida adalah 108,493 7,876
E. PEMBAHASAN
Praktikum yang dilakukan kali ini adalah Argentometri. Istilah Argentometri
diturunkan dari bahasa latin Argentum, yang berarti perak. Jadi, Argentometri merupakan
salah satu cara untuk menentukan kadar zat dalam suatu larutan yang dilakukan dengan titrasi
berdasar pembentukan endapan dengan ion Ag+. Pada titrasi argentometri, zat pemeriksaan
yang telah dibubuhi indikator dicampur dengan larutan standar garam perak nitrat (AgNO 3).
Dengan mengukur volume larutan standar yang digunakan sehingga seluruh ion Ag+ dapat
tepat diendapkan, kadar garam dalam larutan pemeriksaan dapat ditentukan
(Underwood,1992).
Ada tiga tipe titik akhir yang digunakan untuk titrasi dengan AgNO3 yaitu :
1. Indikator
2. Amperometri
3. Indikator kimia
Titik akhir potensiometri didasarkan pada potensial elektrode perak yang dicelupkan
kedalam larutan analit. Titik akhir amperometri melibatkan penentuan arus yang diteruskan
antara sepasang mikroelektrode perak dalam larutan analit. Sedangkan titik akhir yang
dihasilkan indikator kimia, biasanya terdiri dari perubahan warna/muncul tidaknya kekeruhan
dalam larutan yang dititrasi. Syarat indikator untuk titrasi pengendapan analog dengan
indikator titrasi netralisasi, yaitu :
1. Perubahan warna harus terjadi terbatas dalam range pada p-function dari reagen
/analit.
2. Perubahan Warna harus terjadi dalam bagian dari kurva titrasi untuk analit.
(skogg,1965).
Berdasarkan pada indikator yang digunakan, argentometri dapat dibedakan atas :
1. Metode Mohr (pembentukan endapan berwarna)
Metode Mohr dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida dan bromida
dalam suasana netral dengan larutan standar AgNO3 dan penambahan K2CHO4
sebagai indikator. Titrasi dengan cara ini harus dilakukan dalam suasana netral atau
dengan sedikit alkalis, pH 6,5 – 9,0. Dalam suasana asam, perak kromat larut karena
terbentuk dikromat dan dalam suasana basa akan terbentuk endapan perak hidroksida.
Reaksi yang terjadi adalah :
Asam : 2CrO42- + 2H- ↔ CrO7
2- + H2O
Basa : 2 Ag+ + 2 OH- ↔ 2 AgOH
2AgOH ↔ Ag2O + H2O
Larutan dapat diukur dengan natrium bikorbonat atau kalsium karbonat.
Larutan alkalis diasamkan dulu dengan asam asetat atau asam borat sebelum
dinetralkan dengan kalsium karbonat. Meskipun menurut hasil kali kelarutan iodida
dan tiosianat mungkin untuk ditetapkan kadarnya dengan cara ini. Namun karena
perak lodida maupun tiosanat sangat kuat menyerang kromat, maka hasilnya tidak
memuaskan. Perak juga tidak dapat ditetapkan dengan titrasi menggunakan NaCl
sebagai titran karena endapan perak kromat yang mula-mula terbentuk sukar bereaksi
pada titik akhir. Larutan klorida atau bromida dalam suasana netral atau agak katalis
dititrasi dengan larutan titer perak nitrat menggunakan indikator kromat. Apabila ion
klorida atau bromida telah habis diendapkan oleh ion perak, maka ion kromat akan
bereaksi membentuk endapan perak kromat yang berwarna coklat/merah bata sebagai
titik akhir titrasi.
Sebagai indikator digunakan larutan kromat K2CrO4 0,003M atau 0,005M
yang dengan ion perak akan membentuk endapan coklat merah dalam suasana netral
atau agak alkalis. Kelebihan indikator yang berwarna kuning akan menganggu warna,
ini dapat diatasi dengan melarutkan blanko indikator suatu titrasi tanpa zat uji dengan
penambaan kalsium karbonat sebagai pengganti endapan AgCl.
2. Model Valhard (Penentu zat warna yang mudah larut).
Metode ini digunakan dalam penentuan ion Cl+, Br-, dan I- dengan penambahan
larutan standar AgNO3. Indikator yang dipakai adalah Fe3+ dengan titran NH4CNS, untuk
menentralkan kadar garam perak dengan titrasi kembali setelah ditambah larutan standar
berlebih. Kelebihan AgNO3 dititrasi dengan larutan standar KCNS, sedangkan indikator yang
digunakan adalah ion Fe3+ dimana kelebihan larutan KCNS akan diikat oleh ion Fe3+
membentuk warna merah darah dari FeSCN.
3. Motode Fajans (Indikator Absorbsi)
Titrasi argenometri dengan cara fajans adalah sama seperti pada cara Mohr, hanya
terdapat perbedaan pada jenis indikator yang digunakan. Indikator yang digunakan dalam
cara ini adalah indikator absorbsi seperti cosine atau fluonescein menurut macam anion yang
diendapkan oleh Ag+. Titrannya adalah AgNO3 hingga suspensi violet menjadi merah. pH
tergantung pada macam anion dan indikator yang dipakai. Indikator absorbsi adalah zat yang
dapat diserap oleh permukaan endapan dan menyebabkan timbulnya warna. Pengendapan ini
dapat diatur agar terjadi pada titik ekuivalen antara lain dengan memilih macam indikator
yang dipakai dan pH. Sebelum titik ekuivalen tercapai, ion Cl - berada dalam lapisan primer
dan setelah tercapai ekuivalen maka kelebihan sedikit AgNO3 menyebabkan ion Cl - akan
digantikan oleh Ag+ sehingga ion Cl- akan berada pada lapisan sekunder. (Khopkhar, 1990).
Seperti sistem asam, basa dapat digunakan sebagai suatu indikator untuk titrasi asam-
basa. Pembentukan suatu endapan lain dapat digunakan untuk menyatakan lengkapnya suatu
titrasi pengendapan. Dalam hal ini terjadi pula pada titrasi Mohr, dari klorida dengan ion
perak dalam mana digunakan ion kromat sebagai indikator. Pemunculan yang permanen dan
dini dari endapan perak kromat yang kemerahan itu diambil sebagai titik akhir (TE).
Titrasi Mohr terbatas untuk larutan dengan perak dengan pH antara 6,0 – 10,0. Dalam
larutan asam konsentrasi ion kromat akan sangat dikurangi karena HCrO4- hanya terionisasi
sedikit sekali. Lagi pula dengan hidrogen kromat berada dalam kesetimbangan dengan
dikromat terjadi reaksi :
2H+ + 2CrO4- ↔ 2HCrO4 ↔ Cr2O72- + 2H2O
Mengecilnya konsentrasi ion kromat akan menyebabkan perlunya menambah ion
perak dengan sangat berlebih untuk mengendapkan ion kromat dan karenanya menimbulkan
galat yang besar. Pada umumnya garam dikromat cukup dapat larut. Proses argentometri
termasuk dalam titrasi yang menghasilkan endapan dan pembentukan ion kompleks. Proses
argentometri menggunakan AgNO3 sebagai larutan standar. Proses ini biasanya digunakan
untuk menentukan garam-garam dari halogen dan sianida. Karena kedua jenis garam ini
dapat membentuk endapan atau senyawa kompleks dengan ion Ag+ sesuai dengan persamaan
reaksi sebagai berikut :
NaCl + Ag+ → AgCl ↓ + Na+
KCN + Ag+ → AgCl ↓ + K+
KCN + AgCN ↓ → K [Ag(CN)2 ]
Karena AgNO3 mempunyai kemurnian yang tinggi maka garam tersebut dapat
digunakan sebagai larutan standar primer. Dalam titrasi argentometri terhadap ion CN -
tercapai untuk garam kompleks K [Ag(CN)2 ] karena proper tersebut dikemukakan pertama
kali oleh Lieberg, cara ini tidak dapat dilakukan dalam suasana amoniatial karena garam
kompleks dalam larutan akan larut menjadi ion komplek diamilum. (Harizul, 1995).
Monografi bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah ( Anonim, 1995 ) :
1. Aquades /air suling
Nama resmi : AQUA DESTILLATA
Nama lain : Air suling
RM : H2O
BM : 18,02
Kelarutan : larut dalam etanol dan gliser
Pemerian : cairan jernih, tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat .
Struktur : H-O-H
2. Perak nitrat
Nama resmi : ARGENTI NITRAS
Nama lain : Perak nitrat
RM : AgNO3
BM : 169,87
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air ;larut dalam etanol (95%)P.
Pemerian : Hablur transparan atau serbuk hablur berwarna putih, tidak berbau,menjadi
gelap jika kena cahaya.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik ,terlindung dari cahaya.
3. K2CRO4
Nama resmi : KALII KROMAT
Nama lain : kalium kromat
RM : K2CrO4
BM : 194,2
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air,larutan jernih
Pemerian : Massa hablur ,berwarna kuning
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
4. NH4SCN
Nama lain : Amonium tiosulfat
RM : NH4SCN
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air,mudah larut dalam etanol (95%)P.
Pemerian : Hablur ,tidak berwarna
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
5. NaCl
Nama resmi : NATRII CHLORIDUM
Nama lain : Natrium klorida
RM : NaCL
BM : 58,44
Kelarutan : Larut dalam 2,8 bagian air,dalam 2,7 bagian air mendidih,dan dalam
kurang lebih 10
bagian gliserol P.,sukar larut dalam etanol (95%) P.
Pemerian : Hablur heksahedral tidak berwarna atau serbuk hablur putih, tidak berbau,
dan rasa asin .
Penyimpanan : Dalam wadah ntertutup baik .
6. (NH4 )2(SO4)2. 6.H2 O
Nama lain : Besi (III)ammonium sulfat
RM : (NH4)2(SO4 )2 6.H2O
Pemerian : Hablur atau serbuk hablur ,biru kehijauan pucat .
Kelarutan : Larut dalam air bebas akrbondioksida P.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
7. HNO3
Nama resmi : ACIDUM NITRAS
Nama lain : Asam nitrat
RM : HNO3
Kandungan : Tidak kurang dari 69 % dan tidak lebih dari 71% HNO3
Pemerian : cairan berasap, jernih,tidak berwarna
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
8. Kalium Klorida
Pemerian : Hablur bentuk memanjang, prisma atau kubus, tidak berwarna, atau
serbuk granul putih, tidak berbau, rasa garam, stabil di udara, larutan bereaksi netral
terhadap lakmus.
Kelarutan : mudah larut dalam air, lebih mudah larut dalam air mendidih, tidak larut
dalam etanol
9. Kalium Iodida
Pemerian: Hablur heksahedral, transparan atau tidak berwarna atau agak buram dan
putih atau serbuk granul putih; agak higroskopik. Larutan menunjukkan reaksi netral
atau basa terhadap lakmus .
Kelarutan: Sangat mudah larut dalam air, terlebih dalam air mendidih; mudah larut
dalam gliserin; larut dalam etanol .
10. Vitamin B1
Pembakuan larutan
Semua perhitungan dalam titrimerti didasarkan pada konsentrasi titran sehingga
konsentrasi titran harus dibuat secara teliti. Titran semacam ini disebut dengan larutan baku
(standar). Konsentrasi larutan dapat dinyatakan dengan normalitas, molaritas, atau bobot per
volume (Gandjar, 2007).
Larutan baku dapat dibuat dengan cara penimbangan zatnya lalu dilarutkan dalam
sejumlah pelarut (air). Larutan baku ini sangat bergantung pada jenis zat yang
ditimbangnya/dibuat. Larutan yang dibuat dari zat yang memenuhi syarat-syarat tertentu
disebut larutan baku primer. Syarat agar suatu zat menjadi larutan baku primer adalah
( Gandjar, 2007 ) :
1. Mudah diperoleh, dimurnikan, dikeringkan (jika mungkin pada suhu 110-1200C) dan
disimpan dalam keadaan murni.
2. Tidak bersifat higroskopis dan tidak berubah berat dalam penimbangan di udara.
3. Zat tersebut dapat diuji kadar pengotornya dengan uji kualitatif dan kepekaan tertentu.
4. Sedapat mungkin mempunyai massa relatif dan massa ekivalen yang besar, sehingga
kesalahan karena penimbangan dapat diabaikan.
5. Zat tersebut harus mudah larut dalam pelarut yang dipilih
6. Reaksi yang berlangsung dengan pereaksi tersebut harus bersifat stoikiometrik dan
langsung. kesalahan titrasi harus dapat diabaikan atau dapat ditentukan secara tepat
dan mudah.
Baku Primer dan Kegunaannya
7. (Sumber: Watson, 1999)
Baku Primer Kegunaan
Kalium biftalatPembakuan larutan natrium hidoksida
Pembakuan larutan asam perklorat
Kalium iodatPembakuan larutan natrium tiosulfat melalui
pembentukan iodium
Natrium karbonat anhidrat Pembakuan asam klorida
Logam Zn Pembakuan larutan EDTA
Pembakuan pada praktikum kali ini tidak dilakukan karena larutan baku sudah
tersediaa. Secara teoritis, pembuatan larutan baku dilakukan dengan cara :
A. Pembakuan Larutan AgNO3.
Pembakuan larutan perak nitrat dilakukan dengan menimbang natrium klorida P
kurang lebih 125 mg yang dikeringkan pada suhu 100 – 120 0C kemudian dilarutkan dalam
25 ml aquades. Kemudian dititrasi dengan menggunakan larutan perak nitrat yang telah
dibuat dengan 1 ml indikator kalium kromat 5 %, hingga terbentuk warna coklat merah
lemah. Pernitungan :
Normalitas AgNO3 = mg NaCl
ml AgNO3 x BE NaCl
Reaksi yang terjadi : Ag+ + Cl- AgCl (s)
2 Ag+ + CrO4 Ag2CrO4 (s)
(Gandjar, 2009).
B. Pembakuan Larutan Kalium Tiosianat
Kalium tiosianat bereaksi dengan perak nitrat dalam lingkungan asam nitrat menurut
reaksi :
AgNO3 + CNS- AgCNS + NO3-
Karena asam nitrat pekat akan menghambat pembentukan kompleks besi (III) tiosianat, maka
larutan asam nitrat yang ditambahkan pada reaksi kalium tiosianat dengan larutan perak nitrat
harus asam nitrat 0,5 - 1,5N.
Asam nitrat juga harus bebas dari nitrit, karena asam nitrit dengan tiosianat
membentuk warna merah. Titik akhir ditunjukan dengan indikator besi (III) amonium sulfat
yang berwarna merah dengan kelebihan ion tiosianat. Suhu larutan supaya dijaga dibawah 25 0C sebab warna merah dari besi tiosianat pada suhu tinggi warnanya menjadi pucat
(Mursyidi, 2006).
Pembakuan larutan kalium tiosianat dilakukan dengan memasukkan 25 ml perak nitrat
0,1 N yang ditakar seksama dalam labu erlenmeyer kemudian diencerkan dengan 50 ml
aquades. Setelah itu, ditambahkan 1 ml asam nitrat P. Selanjutnya dititrasi dengan larutan
kalium tiosianat yang telah dibuat dengan indikator 2 ml besi (III) amonium sulfat LP, hingga
terjadi warna coklat merah. Perhitungan :
Normalitas KCNS = ml AgNO3 x N AgNO3
ml KCNS
Reaksi yang terjadi : Ag+ + CNS- AgCNS (s)
Fe3+ + 6 CNS Fe (CNS)63-
( Gandjar, 2009 ).
Penetapan Kadar Kalium Klorida
Sebanyak 50 mg kalium klorida dilarutkan dengan 25 mL akuades, kadar KCl murni
yang terkandung dalam 100 mg sample dapat ditentukan dengan menentukan ion Cl - nya
menggunakan titrasi argentometri dan AgNO3 sebagai larutan standar. Indikator yang
digunakan adalah kalium kromat ( K2CrO4 ) 0,5 ml.
Hasil titrasi dengan 3 kali repiklasi didapatkan volume AgNO3 yang diperlukan
adalah 7,8 mL, 7,7 mL, 7,9 mL. Penetapan kadar dihitung menggunakan rumus:
ml AgNO3 x N AgNO3 x BEmg Sampel
x 100 % ( Gandjar, 2009 ).
Dengan BE kalium klorida adalah 74,56 maka didapatkan % kadar (b/b) adalah 111,66 %,
110,23 %, 113,09 %. Rata-rata % kadar adalah 111,66 %.
Percobaan ini diperoleh
kadar kalium klorida 1 11,66%± 1,43
.
Menurut literature, Kalium klorida mengandung tidak kurang dari 99,0 % dan tidak
lebih dari 100,5 % KCl, dihitung terhadap zat yang telah kering ( Anonim,1995 ).
Penggunaan indikator kalium kromat berhubungan langsung dengan sifat kalium kromat,
digunakan pada titrasi dengna metode Mohr. Indikator ini digunakan pada titrasi ion klorida
pada suasana yang larutannya netral, dan pada waktu titik akhir tercapai akan memberikan
endapan merah dari Ag2CrO4. Peristiwa ini merupakan suatu pengendapan bertingkat dari
sepasang garam yang sedikit larut (Mursyidi, 2006).
Permulaan titrasi menghasilkan endapan perak klorida dan setelah tercapai titik
ekivalen, maka penambahan sedikit perak nitrat akan bereaksi dengan kromat dengan
membentuk endapan perak kromat yang berwarna merah.
Cl- + Ag+ AgCl putih
CrO42- + Ag+ Ag2CrO4 merah
( Mursyidi, 2006 ).
Pada awal penambahan, ion Cl- dan KCl yang tergantung dalam larutan bereaksi
dengan ion Ag+ yang ditambah sehingga membentuk endapan AgCl yang berwarna putih.
Sedangkan larutan pada awalnya berwarna kuning karena penambahan indikator K2CrO4.
Saat terjadi tiik ekuivalen yaitu saat ion Cl- tepat bereaksi dengan ion Ag+ yang berarti ion Cl-
habis dalam sistem. Dengan penambahan AgNO3 yang sedikit berlebih menyebabkan ion Ag+
bereaksi dengan ion CrO42- dalam indikator kalium kromat membentuk endapan putih dengan
warna merah bata.
Reaksi-reaksi yang terjadi sebagai berikut :
Saat sebelum TE sampai saat TE
AgNO3 (aq) + KCl (aq) → AgCl↓ (putih) + KNO3 (aq)
Saat setelah TE
2 Ag+ (aq)+ CrO4 2- (aq) → Ag2CrO4 (s) ↓ (endapan putih berwarna merah bata)
( Sudjadi, 2004).
Kadar KCl murni dalam literatur adalah 99,0% dan tidak lebih dari 100,5% KCl.
Dalam percobaan ini masih terdapat hasil yang tidak sesuai dengan literatur. Hal tersebut
mungkin disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :
1. Adanya perbedaan persepsi tentang perubahan warna antara teori dengan praktikan.
2. Adanya kesalahan - kesalahan teknis dalam titrasi semisal volume penetesan larutan
standar terlalu berlebih.
Penetapan Kadar Natrium Klorida
Sebanyak 50 mg kalium klorida dilarutkan dengan 25 mL akuades, kadar NaCl murni
yang terkandung dalam 100 mg sample dapat ditentukan dengan menentukan ion Cl - nya
menggunakan titrasi argentometri dan AgNO3 sebagai larutan standar. Indikator yang
digunakan adalah kalium kromat ( K2CrO4 ).
Hasil titrasi dengan 3 kali repiklasi didapatkan volume AgNO3 yang diperlukan
adalah 10 mL, 13,5 mL, 10 mL. Penetapan kadar dihitung menggunakan rumus:
ml AgNO3 x N AgNO3 x BEmg Sampel
x 100 % ( Gandjar, 2009 ).
Dengan BE Natrium klorida adalah 58 maka didapatkan % kadar (b/b) adalah 111,36 %,
150,336 %, 111,36 %. Rata-rata % kadar adalah 124,352 %.
Perc
obaan ini diperoleh kadar Natrium klorida 124,352 %± 22,50
.
Menurut literature, natrium klorida mengandung tidak kurang dari 99,0 % dan tidak
lebih dari 100,5 % KCl, dihitung terhadap zat yang telah kering ( Anonim,1995 ).
Penggunaan indikator kalium kromat berhubungan langsung dengan sifat kalium kromat
yaitu indikator ini dibuat dengan kadar 5% ( 5 gr kalium kromat dalam 100 ml air ) dan
digunakan pada titrasi dengna metode Mohr. Indikator ini digunakan pada titrasi ion klorida
pada suasana yang larutannya netral, dan pada waktu titik akhir tercapai akan memberikan
endapan merah dari Ag2CrO4. Peristiwa ini merupakan suatu pengendapan bertingkat dari
sepasang garam yang sedikit larut (Mursyidi, 2006).
Permulaan titrasi menghasilkan endapan perak klorida dan setelah tercapai titik
ekivalen, maka penambahan sedikit perak nitrat akan bereaksi dengan kromat dengan
membentuk endapan perak kromat yang berwarna merah.
Cl- + Ag+ AgCl putih
CrO42- + Ag+ Ag2CrO4 merah
( Mursyidi, 2006 ).
Pada awal penambahan, ion Cl- dan NaCl yang tergantung dalam larutan bereaksi
dengan ion Ag+ yang ditambah sehingga membentuk endapan AgCl yang berwarna putih.
Sedangkan larutan pada awalnya berwarna kuning karena penambahan indikator K2CrO4.
Saat terjadi tiik ekuivalen yaitu saat ion Cl- tepat bereaksi dengan ion Ag+ yang berarti ion Cl-
habis dalam sistem. Dengan penambahan AgNO3 yang sedikit berlebih menyebabkan ion Ag+
bereaksi dengan ion CrO42- dalam indikator kalium kromat membentuk endapan putih dengan
warna merah bata.
Reaksi-reaksi yang terjadi sebagai berikut :
Saat sebelum TE sampai saat TE
AgNO3 (aq) + NaCl (aq) → AgCl↓ (putih) + NaNO3 (aq)
Saat setelah TE
2 Ag+ (aq)+ CrO4 2- (aq) → Ag2CrO4 (s) ↓ (endapan putih berwarna merah bata)
( Sudjadi, 2004).
Kadar NaCl murni dalam literatur adalah 99,0% dan tidak lebih dari 100,5% NaCl.
Dalam percobaan ini masih terdapat hasil yang tidak sesuai dengan literatur. Hal tersebut
mungkin disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :
1. Adanya perbedaan persepsi tentang perubahan warna antara teori dengan praktikan.
2. Adanya kesalahan - kesalahan teknis dalam titrasi semisal volume penetesan larutan
standar terlalu berlebih.
Penetapan Kadar Vitamin B1 / Tiamin HCl
Percobaan dilakuan mula-mula dengan menggerus tablet vitamin B dengan mortir dan
stamper. Penggerusan dilakukan untuk menghomogenkan senyawa vitamin B saat dilarutkan.
Setelah digerus selanjtnya + 50 mg serbuk vitamin B ditimbang seksama lalu dilarutkan
dalam 10 ml air. Larutan diasamkan dengan asam nitrat encer dan ditambahkan 5 ml AgNO3.
Selanjutnya ditetesi dengan indikator Kalium kromat 5 % sebanyak 3 tetes dan dititrasi
dengan kalium tiosianat hingga terbentuk endapan berwarna putih susu yang kemudian
berubah jadi merah.
Hasil titrasi dengan 3 kali repiklasi didapatkan volume Kalium tiosianat yang
diperlukan adalah 1,5 mL, 1,7 mL, 1,6 mL. Penetapan kadar dihitung menggunakan rumus:
ml Kalium tiosianat x N Kalium tiosianat x BEmg Sampel
x100 % ( Gandjar, 2009 ).
Dengan BE Vitamin B1 adalah 337,27 maka didapatkan % kadar (b/b) 96,12 %, 108,93 %,
dan 102,53 %. Rata-rata % kadar adalah 102,53 %.
Percobaan ini diperoleh kadar Vitamin B1 adalah 102,53 %± 6,405. Menurut
literatur, Vitamin B1 mengandung tidak kurang dari 98,0 % dan tidak lebih dari 102,0 %
C12H17ClN4OS. HCl dihitung terhadap zat anhidrat (Anonim, 1995).
Struktur thiamin merupakan gabungan antara pirimidin dan thiazole yang
dihubungkan dengan jembatan metilene. Penetapan kadar Vitamin B1 dilakukan dengan
titrasi argentometri metode Volhard. Prinsip dari metode Volhard digunakan untuk
menetapkan kadar bromida, klorida, iodida dilakukan dalam suasana asam. Caranya dengan
menambahkan larutan baku perak nitrat berlebihan, kemudian kelebihan larutan baku perak
nitrat tersebut dititrasi kembali dengan larutan baku tiosianat ( Gandjar, 2009).
Penetapan kadar vitamin B1 dilakukan sebanyak tiga kali replikasi. Pelarut yang
digunakan adalah air, karena sifat vitamin B1 yang mudah larut dalam air. Titran yang
digunakan adalah Kalium tiosianat.
Penetapan kadar vitamin B1 dengan metode Volhard harus dilakukan dalam suasana
asam. Hal tersebut dilakukan jika suasananya basa maka akan terjadi reaksi antara perak
nitrat dengan basa membentuk Ag ( OH ) yang pada tahap selanjutnya akan membentuk
endapan putih Ag2O akibatnya perak nitrat tidak hanya bereaksi dengan sampel tetapi juga
dengan basa ( Sudjadi, 2004 ).
Pemilihan indikator Fe ( III ) amonium sulfat berkaitan langsung dengan sifat
indikator ini yang merupakan larutan jenuh ( kurang lebih 40 % ) ferri amonium sulfat dalam
air dan ditambah beberapa tetes asam nitrat 6N. Indikator ini digunakan dalam metode
Volhard. Ferri amonium sulfat akan membentuk warna merah dari kompleks Fe ( III )
tiosianat dalam lingkungan asam nitrat 0,5 – 1,5N. Perubahan warna terjadi 0,7 – 1 %
sebelum titik akhir dalam titrasi ini (Mursyidi, 2006).
Reaksi yang terjadi adalah :
2Fe 3+ + 6CNS- Fe3+ [ Fe (SCN)]63-
merah
( Mursyidi,2006 ).
Penambahan larutan tiosianat itu menghasilkan mula-mula endapan perak tiosianat (Ksol 7,1
x 10 -13) :
Ag+ + SCN- AgSCN ( Vogel, 1994 )
Bila reaksi ini telah lengkap, kelebihan tiosianat yang paling sedikitpun akan menghasilkan
pewarnaan merah disebabkan oleh terbentuknya suatu ion komplek :
Fe3+ + SCN- [ FeSCN]2+
( Vogel, 1994 )
Vitamin B1 mengandung tidak kurang dari 98,0 % dan tidak lebih dari 102,0 %
C12H17ClN4OS. HCl dihitung terhadap zat anhidrat (Anonim, 1995).
Perbedaan hasil kadar dari percobaan yang dilakukan dengan literatur disebabkan oleh
beberapa faktor, antara lain:
1. Adanya perbedaan persepsi tentang perubahan warna antara teori dengan praktikan.
2. Adanya kesalahan - kesalahan teknis dalam titrasi semisal volume penetesan larutan
standar terlalu berlebih.
Penetapan Kadar Kalium Iodida
Pada percobaan, lebih kurang 50 mg sampel ditimbang dilarutkan dalam 12,5
ml air, kemudian ditambahkan 1,5 ml asam asetat 6 % dan ditambahkan indikator eosin yang
menyebabkan larutan berwarna merah. Titrasi dengan perak nitrat 0,096 N. Setelah dititrasi
dengan AgNO3, maka warna merah berangsur - angsur terdapat endapan berwarna merah
muda. Pada saat itulah tercapai titik akhir. Hasil titrasi dengan 3 kali repiklasi didapatkan
volume AgNO3 yang diperlukan kelompok 3 adalah 3,2 mL, 3,5 mL, 3,7 mL. Penetapan
kadar dihitung menggunakan rumus:
ml AgNO3 x N AgNO3 x BEmg Sampel
x 100 %
Dengan BE kalium iodida adalah 163 maka didapatkan % kadar (b/b) adalah 100,147 %,
109,536 %, 115,795 %. Rata-rata % kadar adalah 108,493 %.
Percobaan ini diperoleh kadar kalium iodida 108,493 %± 7,876.
Kalium iodida mengandung tidak kurang dari 99,0 % dan tidak lebih dari 101,5 % KI,
dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan (Anonim,1995). Penetapan kadar kalium iodida
dengan indikator adsorbsi yaitu eosin. Metode ini disebut dengan metode fajans. Metode ini
menggunakan adsorbsi yaitu merupakan zat yang dapat diserap pada permukaan endapan,
sehingga dapat menimbulkan warna.
Reaksi yang terjadi adalah :
AgNO3 (aq) + KI (aq) → AgI ↓ + KNO3 (aq) ( Sudjadi, 2004).
Endapan berwarna merah muda dengan endapan berwarna orange karena pengaruh warna
eosin yang mempunyai struktur berikut :
Eosin
Dibandingkan dengan literatur yang menyatakan bahwa kalium iodida mengandung
tidak kurang dari 99,0 % dan tidak lebih dari 101,5 % KI (Anonim, 1995). Hasil percobaan
yang didapat sesuai. Jadi pada percobaan ini juga terjadi perbedaan dengan literature.
Perbedaan hasil kadar dari percobaan yang dilakukan dengan literatur disebabkan oleh
beberapa faktor, antara lain :
1. Adanya perbedaan persepsi tentang perubahan warna antara teori dengan praktikan.
2. Adanya kesalahan - kesalahan teknis dalam titrasi semisal volume penetesan larutan
standar terlalu berlebih.
F. KESIMPULAN
Argentometri adalah titrasi pengendapan dengan larutan standar AgNO3. Ada 4 metode
argentometri yaitu metode Mohr, Volhard, Fajans, Liebig.
Kadar Kalium klorida sebesar 104,867 % ±11,65%
Kadar Natrium Klorida sebesar
Kadar Vitamin B1 sebesar 18,80 %± 12,69%
Kadar Kalium iodida sebesar 109,43 %± 13,58 % dan107,72 %± 3,14 %
G. DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1995. Farmakope Indonesia edisi IV. Departemen Kesehatan : Jakarta.
Day RA. Jr dan Al Underwood.1992. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi Kelima. Jakarta :
Erlangga
Ganjar, I.G dan Abdul Rohman. 2009. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar : Yogyakarta.
Harizul, Rivai. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta : UI Press
Khopkhar, SM. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI Press
Mursyidi, Achmad dan Abdul Rohman. 2006. Pengantar Kimia Farmasi Analisis Volumetri
dan Gravimetri. Pustaka Pelajar : Yogyakarta.
Rohman, Abdul. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar : Yogyakarta.
Skogg. 1965. Analytical Chemistry. Edisi keenam. Florida : Sounders College Publishing
Sudjadi, Rohman. 2004. Analisis Obat dan Makanan. Pustaka Pelajar : Yogyakarta.
Vogel. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik Edisi 4. Penerbit Buku
Kedokteran EGC : Jakarta.