LAPORAN PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN
TRIWULAN I TAHUN 2019
DIREKTORAT INDUSTRI KIMIA HULU DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI KIMIA, TEKSTIL DAN ANEKA
2019
i
KATAPENGANTAR
Laporan Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan merupakan wujud kewajiban suatu instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan pencapaian misi dan tujuan instansi pemerintah dalam rangka perwujudan penyelenggaraan tugas umum pemerintah dan pembangunan secara baik dan benar (goodgovernance).
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan, diinstruksikan agar setiap instansi pemerintah setiap tahun anggaran menyampaikan Laporan Triwulanan yang bertujuan untuk meningkatkan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi pemerintahan yang lebih berdaya guna, bersih, dan bertanggung jawab dalam rangka pencapaian visi, misi, dan tujuan organisasi.
Dengan berakhirnya triwulan I tahun 2019, Direktorat Industri Kimia Hulu menyusun Laporan Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Triwulan I Tahun 2019 yang mencakup Tugas Pokok dan Fungsi, Program/Kegiatan, Sasaran dan Indikator Kinerja, serta Analisis Capaian Kinerja yang menggambarkan tugas pokok dan fungsi dalam rangka pencapaian visi dan misi yang telah ditetapkan. Disamping itu, Laporan ini disusun sebagai bahan masukan bagi Direktorat Industri Kimia Hulu guna meningkatkan kinerja di masa mendatang.
Jakarta , April 2019 Direktur Industri Kimia Hulu
ttd.
FridyJuwono
Laporan Triwulan I Tahun 2019
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Tugas Pokok dan Fungsi Direktorat Industri Kimia Hulu
Berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 35 Tahun 2018tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perindustrian, Direktorat Industri Kimia
Hulu mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan rencana induk
pembangunan industri nasional, kebijakan industri nasional, penyebaran industri,
pembangunan sumber daya industri, pembangunan sarana dan prasarana industri,
pemberdayaan, pengamanan dan penyelamatan industri, perizinan industri,
penanaman modal dan fasilitas industri, serta kebijakan teknis pengembangan
industri di bidang industri kimia hulu.
Dalam rangka melaksanakan tugas pokok tersebut, Direktorat Industri Kimia Hulu
menyelenggarakan fungsi:
1. Penyusunan rencana, program, anggaran, evaluasi dan pelaporan
pengembangan industri kimia hulu.
2. Pelaksanaan pengumpulan dan pengolahan data serta penyajian informasi
industri kimia hulu.
3. Penyiapan perumusan dan pelaksanaan rencana induk pembangunan industri
nasional, kebijakan industri nasional, penyebaran industri, pembangunan
sumber daya industri, pembangunan sarana dan prasarana industri,
pemberdayaan, pengamanan dan penyelamatan industri, penanaman modal
dan fasilitas industri serta kebijakan teknis pengembangan industri di bidang
industri kimia hulu.
4. Penyiapan penyusunan dan pelaksanaan norma, standar, prosedur, kriteria di
bidang perencanaan, perizinan, data dan informasi industri kimia hulu.
5. Penyiapan pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi di bidang
perencanaan, perizinan, data dan informasi industri kimia hulu.
Laporan Triwulan I Tahun 2019
2
6. Pelaksanaan pengawasan Standar Nasional Indonesia, standar industri hijau,
Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia pada industri kimia hulu
7. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga direktorat
1.2 Latar Belakang Kegiatan
Berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 35 Tahun 2018 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perindustrian, Direktorat Industri Kimia
Hulu sebagai unit kerja Pembina sektor industri kimia Hulu mempunyai tugas
melaksanakan Penyusunan rencana, program, anggaran, evaluasi dan pelaporan
pengembangan industri kimia hulu, pelaksanaan pengumpulan dan pengolahan
data serta penyajian informasi industri kimia hulu, penyiapan perumusan dan
pelaksanaan rencana induk pembangunan industri nasional, kebijakan industri
nasional, penyebaran industri, pembangunan sumber daya industri, pembangunan
sarana dan prasarana industri, pemberdayaan, pengamanan dan penyelamatan
industri, penanaman modal dan fasilitas industri serta kebijakan teknis
pengembangan industri di bidang industri kimia hulu, Penyiapan penyusunan dan
pelaksanaan norma, standar, prosedur, kriteria di bidang perencanaan, perizinan,
data dan informasi industri kimia hulu, penyiapan pelaksanaan bimbingan teknis
dan supervisi di bidang perencanaan, perizinan, data dan informasi industri kimia
hulu, pelaksanaan pengawasan Standar Nasional Indonesia, standar industri hijau,
Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia pada industri kimia hulu.
Dalam mengemban tugas tersebut Direktorat Industri Kimia Hulu menetapkan
sasaran sesuai Tujuan Pembangunan Industri Tahun 2015-2019 adalah
Terbangunnya industri yang tangguh dan berdaya saing, melalui:
1. Penguatan struktur Industri nasional
2. Peningkatan nilai tambah di dalam negeri
3. Membuka kesempatan berusaha dan perluasan kesempatan kerja;
4. Pemerataan pembangunan Industri ke seluruh wilayah Indonesia guna
memperkuat dan memperkukuh ketahanan nasional.
Laporan Triwulan I Tahun 2019
3
Dalam rangka mencapai sasaran dan pelaksanaan program pengembangan
industri prioritas, diperlukan prasyarat sebagai berikut:
1) Iklim investasi dan pembiayaan yang mendorong peningkatan investasi di
sektor industri;
2) Ketersediaan infrastruktur yang dapat mendukung peningkatan produksi
dan kelancaran distribusi;
3) Kualitas dan kompetensi SDM industri berkembang dan mendukung
peningkatan penggunaan teknologi dan inovasi di sektor industri;
4) Kebijakan terkait sumber daya alam yang mendukung pelaksanaan program
hilirisasi industri secara optimal; dan
5) Koordinasi antar kementerian/lembaga dan peran aktif pemerintah daerah
dalam pembangunan industri.
1.3. Struktur Organisasi
Dalam menjalankan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi yang tertuang dalam
Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 35 Tahun 2018 Direktorat Industri Kimia
Hulu terdiri dari :
1. Subdirektorat Program Pengembangan Industri Kimia Hulu
a. Seksi Program
b. Seksi Evaluasi dan Pelaporan
2. Subdirektorat Industri Kimia Anorganik
a. Seksi Sumber Daya Industri dan Sarana Prasarana Industri
b. Seksi Pemberdayaan Industri
3. Subdirektorat Industri Kimia Organik
a. Seksi Sumber Daya Industri dan Sarana Prasarana Industri
b. Seksi Pemberdayaan Industri
4. Subdirektorat Industri Kimia Hulu lainnya
a. Seksi Sumber Daya Industri dan Sarana Prasarana Industri
b. Seksi Pemberdayaan Industri
5. Sub bagian Tata Usaha
Laporan Triwulan I Tahun 2019
4
BAB II RENCANA KEGIATAN
A. Kegiatan Tahun 2019
1. Program Penumbuhan dan Pengembangan Industri Kimia Hulu
Tahun 2019 Direktorat Industri Kimia Hulu melaksanakan Program Penumbuhan dan
Pengembangan Industri Kimia Hulu dengan kegiatan Prioritas Nasional sebagai
berikut :
1. Implementasi Inisiatif Perbaikan Alur Aliran Material Sektor Industri Kimia -
Implementasi Making Indonesia 4.0
2. Otoritas Nasional Senjata Kimia
3. Fasilitasi Investor Dalam Rangka Penumbuhan dan Pengembangan Industri
Petrokimia di Teluk Bintuni
4. Rancangan Standar Nasional Indonesia Sektor Industri Kimia Hulu
5. Regulasi SNI Wajib Sektor Industri Kimia Hulu
6. Rancangan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (RSKKNI) Sektor
Industri Kimia Hulu
7. Promosi Investasi Dalam Rangka Penumbuhan dan Pengembangan Industri
Kimia Hulu Nasional
8. Fasilitasi Industri Kimia Hulu Nasional Dalam Rangka Efisiensi dan Diversifikasi
Energi
9. Penumbuhan dan Pengembangan Industri Pupuk dan Pestisida
10. Penumbuhan dan Pengembangan Industri Garam Industri
11. Penumbuhan dan Pengembangan Industri Bahan Baku Obat
12. Penumbuhan dan Pengembangan Industri Petrokimia
2. Indikator Kinerja
Program ini memiliki 2 (dua) indikator kinerja utama, yaitu: Terwujudnya
pengembangan industri kimia hulu yang berdaya saing tinggi, meningkatnya
utilitasi kapasitas industri kimia hulu berwawasan lingkungan dan mandiri dengan
struktur industri yang kokoh, baik secara vertikal maupun horizontal.
Laporan Triwulan I Tahun 2019
5
Direktorat Industri Kimia Hulu pada tahun 2019 memperoleh alokasi anggaran
sebesar Rp. 14.416.971.000 yang terdiri dari anggaran untuk 12 (dua belas) output
yaitu:
1) Implementasi Inisiatif Perbaikan Alur Aliran Material Sektor Industri Kimia -
Implementasi Making Indonesia 4.0, dengan anggaran sebesar Rp.
4.700.000.000,-
2) Otoritas Nasional Senjata Kimia, dengan anggaran sebesar Rp. 1.503.218.000,-
3) Fasilitasi Investor Dalam Rangka Penumbuhan dan Pengembangan Industri
Petrokimia di Teluk Bintuni, dengan anggaran sebesar Rp. 751.609.000,-
4) Rancangan Standar Nasional Indonesia Sektor Industri Kimia Hulu, dengan
anggaran sebesar Rp. 551.180.000,-
5) Regulasi SNI Wajib Sektor Industri Kimia Hulu, dengan anggaran sebesar Rp.
100.215.000,-
6) Rancangan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (RSKKNI) Sektor
Industri Kimia Hulu, dengan anggaran sebesar Rp. 300.000.000,-
7) Promosi Investasi Dalam Rangka Penumbuhan dan Pengembangan Industri
Kimia Hulu Nasional, dengan anggaran sebesar Rp. 928.081.000,-
8) Fasilitasi Industri Kimia Hulu Nasional Dalam Rangka Efisiensi dan
Diversifikasi Energi, dengan anggaran sebesar Rp. 200.000.000,-
9) Penumbuhan dan Pengembangan Industri Pupuk dan Pestisida, dengan
anggaran sebesar Rp. 1.027.199.000,-
10) Penumbuhan dan Pengembangan Industri Garam Industri, dengan anggaran
sebesar Rp. 751.609.000,-
11) Penumbuhan dan Pengembangan Industri Bahan Baku Obat, dengan
anggaran sebesar Rp. 1.252.681,-
12) Penumbuhan dan Pengembangan Industri Petrokimia, dengan anggaran
sebesar Rp. 351.179.000,-
Laporan Triwulan I Tahun 2019
6
Tabel 2.1
Base line, Output dan Anggaran Tahun 2019
kode uraian jumlah
1877 Penumbuhan dan Pengembangan Industri Kimia Hulu 14.116.971.000
1877.026 Otoritas Nasional Senjata Kimia 1.503.218.000
1877.026.001 Fasilitasi terkait kesekretariatan Otoritas Nasional Senjata Kimia 171.840.000
051 Sekretariat Otoritas Nasional Senjata Kimia 171.840.000
1877.026.002 Database Otoritas Nasional Senjata Kimia 135.689.000
051 Database Otoritas Nasional Senjata Kimia 135.689.000
1877.026.003 Inspeksi Otoritas Nasional Senjata Kimia 494.399.000
051 Pembentukan UPT - Tim Inspeksi Nasional 494.399.000
1877.026.004 Deklarasi Otoritas Nasional Senjata Kimia 204.890.000
051 Penyusunan Deklarasi Tahunan 170.680.000
052 Diseminasi Konsep Deklarasi Tahunan 21.770.000
053 Identifikasi OCPF DOC-PSF 10.370.000
054 Monitoring dan Evaluasi Data terkait Needs Assesment and Best Practices on Integrated Chemical Management
2.070.000
1877.026.005 Capacity Building Otoritas Nasional Senjata Kimia 496.400.000
051 Pelaksanaan Kegiatan Chemical Inventory Management System 42.960.000
052 Penyusunan Database bahan kimia daftar dan non daftar terkait distribusi dan produksi
408.410.000
053 Workshop terkait Chemical Safety and Security - Integrated Chemical Management
2.070.000
054 Pelaksanaan Kegiatan Industrial Attachment of the Associate Programme 2018
42.960.000
1877.030 Rancangan Standar Nasional Indonesia Sektor Industri Kimia Hulu (Prioritas Nasional) [Base Line]
551.180.000
1877.030.001 RSNI Industri Kimia Anorganik 183.860.000
051 Menyusun Rancangan Standar Nasional Indonesia Komoditi Anorganik 1 183.860.000
1877.030.002 RSNI Industri Kimia Organik 183.385.000
051 Menyusun Rancangan Standar Nasional Indonesia Komoditi Organik 1 183.385.000
1877.030.003 RSNI Industri Kimia Hulu Lainnya 183.935.000
051 Menyusun Rancangan Standar Nasional Indonesia Komoditi Hulu Lainnya 1 183.935.000
1877.031 Regulasi SNI Wajib Sektor Industri Kimia Hulu (Prioritas Nasional) [Base Line]
100.215.000
1877.031.001 Regulasi SNI Wajib Produk Industri Kimia Hulu 100.215.000
051 Mengevaluasi Regulasi SNI Wajib Produk Industri Kimia Hulu 100.215.000
1877.041 Penumbuhan dan Pengembangan Industri Pupuk dan Pestisida 1.027.199.000
1877.041.001 Penumbuhan Industri Pupuk 1.027.199.000
051 Melakukan Koordinasi Pembangunan atau Revitalisasi Industri Pupuk 226.330.000
052 Melakukan Koordinasi Pengamanan Pasokan Bahan Baku dan Produksi Industri Pupuk
307.630.000
Laporan Triwulan I Tahun 2019
7
053 Melakukan koordinasi Optimalisasi Pabrik Pupuk Organik 197.500.000
054 Melaksanakan Penyusunan Baseline Potensi Penurunan Emisi GRK Industri Petrokimia dan Penyusunan Rancangan Kebijakan Penurunan Emisi GRK Industri Pupuk
295.739.000
1877.042 Penumbuhan dan Pengembangan Industri Garam Industri (Prioritas Nasional) [Base Line]
751.609.000
1877.042.001 Penumbuhan dan Pengembangan Industri Garam Industri 751.609.000
051 Penyusunan Skema Usaha Industri Garam Industri 238.339.000
052 Penyusunan neraca garam nasional dalam rangka pengembangan dan pembangunan industri garam industri
257.505.000
053 Mengembangkan sistem informasi nasional terkait iklim masa pengolahan garam industri
255.765.000
1877.043 Penumbuhan dan Pengembangan Industri Bahan Baku Obat (Prioritas Nasional) [Base Line]
1.252.681.000
1877.043.001 Penumbuhan industri berbasis migas (kimia) di Masela, Bintuni, Donggisenoro, Mesuji, Muara Enim, Berau
1.252.681.000
051 Melaksanakan Koordinasi Rencana Pembangunan Pabrik Petrokimia di Masela
1.252.681.000
1877.044 Penumbuhan dan Pengembangan Industri Petrokimia (Prioritas Nasional) [Output Baru - Perubahan Kebijakan]
351.179.000
1877.044.001 Perencanaan dan Persiapan Operasional Otoritas Nasional Senjata Kimia 351.179.000
051 Pembentukan Sekretariat Otoritas Nasional 351.179.000
1877.045 Dokumen Program, Evaluasi, Pelaporan dan Tata Usaha [Output Baru - Perubahan Kebijakan]
8.579.690.000
1877.045.001 Dokumen Program 7.810.165.000
051 Penyusunan Rencana, Program dan Anggaran 7.350.026.000
052 Evaluasi dan Pelaporan 460.139.000
1877.045.002 Layanan Tata Usaha 769.525.000
051 Penerapan Budaya 5K 373.625.000
052 Tata Usaha dan Rumah Tangga 395.900.000
4911 Peningkatan Kompetensi SDM Industri Kimia Hulu 300.000.000
4911.001 Fasilitasi Penyusunan RSKKNI Industri Kimia Hulu [Base Line]
300.000.000
4911.001.001 Fasilitasi Penyusunan RSKKNI 300.000.000
051 Fasilitasi Penyusunan RSKKNI Industri Kimia Hulu 300.000.000
Laporan Triwulan I Tahun 2019
8
B. Sasaran kegiatan dan Indikator Kinerja Kegiatan
Sasaran kegiatan Dit. Industri Kimia Hulu dapat dijabarkan melalui output per
komponen dan Hasil Indikator Kinerja kegiatan dilihat dari Penetapan Kinerja IKHu
2019 dibawah ini.
Tabel 2.2.
PENETAPAN KINERJA UNIT ORGANISASI : DIREKTORAT INDUSTRI KIMIA HULU TAHUN ANGGARAN : 2019
Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target Realisasi TW - I
Meningkatnya Peran industri dalam perekonomian nasional
Laju pertumbuhan PDB industri kimia hulu
6,90 Persen 1,25 Persen
Kontribusi PDB Industri kimia hulu terhadap PDB Nasional
2,10 Persen 0,45 Persen
Meningkatnya penguasaan padar di dalam dan luar negeri
Kontribusi ekspor produk industri kimia hulu terhadap ekspor nasional
2,94 Persen 0,89 Persen
Pangsa pasar produk industri kimia hulu nasional terhadap total permintaan pasar dalam negeri
56,92 Persen 13,47 Persen
Meningkatnya penyerapan tenaga kerja di sektor industri Industri
Jumlah penyerapan tenaga kerja di sektor industri
0,29 Juta orang 0,04 Juta Orang
Meningkatnya produktivitas tenaga kerja di Industri Kimia hulu
700 Ribu Rupiah / Orang
123 Ribu Rupiah / Orang
Menguatnya struktur industri
Share Impor Bahan Bku Industri Kimia hulu terhadap PDB Industri Pengolahan Non-Logam
13,77 Persen 4,48 Persen
Meningkatnya daya saing industri melalui pengembangan standardisasi industri
Jumlah Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) pada tahun tersebut
6 RSNI 0 RSNI
Jumlah regulasi teknis pemberlakuan SNI, ST dan/atau PTC secara wajib pada tahun tersebut
2 Regulasi 0 Regulasi
Laporan Triwulan I Tahun 2019
9
Meningkatnya investasi sektorindustri melaluifasilitasi pemberian insentif fiskal dan non-fiskal
Nilai investor di sektor Industri Kimia hulu
10 Rp triliun 2,94 Rp triliun
Tumbuhnya industri strategis berbasisi sumber daya alam (nikel, tembaga, migas)
Jumlah industri strategis yang difasilitasi
1 Perusahaan 1 Perusahaan
Meningkatkan Kualitas Perencanaan dan Penganggaran
Tingkat Kesesuaian Rencana Kegiatan dengan Dokumen Perencanaan
90 Persen 22,5 Persen
Menigkatkan kualitas pelaporan pelaksanaan kegiatan dan anggaran
Tingkat ketepatan Waktu Penyampaian Laporan
90 Persen 22,5 Persen
Untuk mencapai sasaran strategis diatas dilakukan kegiatan Revitalisasi dan
penumbuhan industri kimia hulu dengan 14 output. Base Line pada kegiatan
Revitalisasi dan Penumbuhan Industri Kimia hulu adalah:
Tabel. 2.3.
Base Line kegiatan Revitalisasi dan Penumbuhan Industri Kimia hulu
Nomor Kode dan Nama Output Satuan (Unit)
001 Revitalisasi/penumbuhan Industri Pupuk 3 Dokumen
002 Pabrik Pupuk Organik Revitalisasi 2 Pabrik
003 Fasilitasi Penumbuhan dan Pengembangan Industri Garam
2 Unit
004 Rancangan SNI 6 RSNI
005 Penerapan SNI Wajib Industri Kimia Hulu 3 SNI Wajib
006 Peningkatan kerjasama, iklim usaha, promosi dan investasi
5 Laporan
007 Penyusunan RSKKNI IKHU 1 RSKKNI
008 Peningkatan Kompetensi SDM Industri 85 Orang
009 Fasilitasi Otoritas Nasional Senjata Kimia 3 Dokumen
010 Fasilitasi Pengembangan Industri Petrokimia di Papua Barat
2 Industri
Laporan Triwulan I Tahun 2019
10
011 Fasilitasi Pengembangan Industri Petrokimia Berbasis Migas
1 Komoditi
012 Pengoperasian Center of Excellence Petrokimia 1 CoE
013 Penyusunan Program dan Evaluasi Kinerja Industri Kimia Hulu
3 Dokumen
014 Bantuan Peralatan/Mesin dalam rangka Optimalisasi Pupuk Organik
2 Pabrik
Sesuai dengan tabel indikator Base Line diatas, pada tahun ini Direktorat Industri Kimia
Hulu melakukan kegiatan sebagai berikut:
1. Revitalisasi/penumbuhan Industri Pupuk.
1.1 Fasilitasi Pembangunan./Revitalisasi 5 Pabrik Pupuk Urea
Program ketahanan pangan nasional menjadi salah satu prioritas utama
Pemerintah. Berkaitan dengan hal ini, program revitalisasi industri pupuk
termasuk ke dalam salah satu program prioritas nasional Pemerintahan Kabinet
Indonesia Bersatu Jilid II dan dilanjutkan oleh Kabinet Kerja.
Revitalisasi/penumbuhan industri pupuk diperlukan karena sebagian besar pabrik
pupuk sudah berusia tua, rata-rata diatas 20 tahun. Dari 14 pabrik urea, sebanyak
8 pabrik berusia di atas 20 tahun dengan tingkat konsumsi gas bumi per ton urea
rata-rata diatas 30 MMBTU. Disamping itu kebutuhan pupuk dimasa datang akan
terus meningkat terutama dalam rangka mendukung keberhasilan program
ketahanan pangan nasional. Diperkirakan kebutuhan urea pada tahun 2017
mencapai 9,3 juta ton, sementara itu kemampuan pasokan pabrik existing saat ini
hanya sebesar 7,3 juta ton dengan tingkat utilisasi sekitar 91,08 %.
Program Revitalisasi/penumbuhan industri pupuk dimaksudkan untuk mengganti
pabrik pupuk yang sudah tua dengan pabrik berteknologi maju yang lebih hemat
tingkat konsumsi bahan baku maupun energi serta ramah lingkungan. Guna
mewujudkan hal ini, beberapa langkah telah diambil diantaranya dengan
melakukan fasilitasi pembangunan revitalisasi 5 pabrik pupuk.
Pelaksanaan program Revitalisasi/penumbuhan industri pupuk sangat tergantung
pada beberapa aspek, antara lain yang berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut:
Laporan Triwulan I Tahun 2019
11
• Pengamanan ketersediaan pasokan bahan baku gas bumi
• Ketersediaan sumber-sumber pendanaan dan dukungan perbankan untuk
pembiayaan program Revitalisasi/penumbuhan industri pupuk,
• Sinergi antar BUMN dalam rangka mendukung program revitalisasi industri
pupuk,
• Serta pemilihan teknologi industri pupuk yang hemat bahan baku, energi
dan ramah lingkungan.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, pelaksanaan Fasilitasi
Pembangunan/Revitalisasi 5 Pabrik Pupuk Urea ini dilakukan dalam lingkup
koordinasi progress pelaksanaan revitalisasi pabrik urea. Dengan pelaksanaan
kegiatan ini, diharapkan target pembangunan pabrik pupuk urea revitalisasi dapat
tercapai dimana pabrik beroperasi sesuai target Road Map pengembangan
industri pupuk sehingga mendukung penyediaan pupuk untuk mendukung
program ketahanan pangan.
1.2 Pengamanan Pasokan Bahan Baku untuk Industri Pupuk
Gas bumi memegang peranan vital dalam mendukung operasional industri pupuk.
Dalam hal ini, gas bumi tidak saja berfungsi sebagai bahan baku namun juga
sebagai sumber energi. Selama ini gas bumi sebagian besar masih diekspor sebagai
sumber penerimaan negara. Industri pupuk pada umumnya memperoleh kontrak
pasokan gas bumi dalam jangka waktu yang terbatas dengan harga yang semakin
tinggi. Dengan semakin bertambahnya penggunaan gas bumi untuk sektor dalam
negeri, maka diperlukan kebijakan pengalokasian gas bumi untuk industri pupuk.
Berdasarkan hal-hal di atas, maka untuk mendukung pengembangan industri
pupuk nasional khususnya menyangkut alokasi pasokan gas untuk pabrik pupuk
perlu dibicarakan dengan seluruh stakeholders yang terkait dengan permasalahan
perpupukan, dengan demikian dapat terbentuk pemahaman yang sama dan sinergi
yang kuat untuk saling mendukung pengembangan industri pupuk di masa
mendatang. Selain itu, koordinasi pengamanan pasokan bahan baku gas bumi
untuk industri pupuk dimaksudkan sebagai sarana koordinasi/komunikasi seluruh
Laporan Triwulan I Tahun 2019
12
Stakeholder terkait dalam rangka untuk mengetahui potensi lapangan gas yang
dapat dialokasikan untuk pemenuhan kebutuhan gas bumi industri pupuk.
Melalui pelaksanaan kegiatan ini, diharapkan industri pupuk akan mendapatkan
alokasi pasokan gas bumi dalam jangka panjang, sehingga dapat beroperasi
dengan lancar sehingga penyediaan pupuk untuk sektor pertanian dapat
terpenuhi sesuai dengan kebutuhan.
1.3 Pengamanan Produksi Pupuk Dalam Mendukung Ketahanan Pangan
Kebijakan pengembangan sektor pertanian ke depan mengacu pada program
revitalisasi pertanian dengan sasaran pada peningkatan produktifitas hasil
pertanian, khususnya dalam mendukung program ketahanan pangan nasional.
Untuk meningkatkan produktivitas dan produksi pangan, pupuk merupakan
sarana produksi yang sangat vital. Berkaitan dengan peningkatan produktivitas
sektor pertanian dalam mendukung ketahanan pangan, Pemerintah melalui
Kementerian Pertanian menetapkan jumlah kebutuhan pupuk untuk sektor
pertanian setiap tahunnya.
Penyediaan pupuk dituntut memenuhi prinsip “6-tepat”, sehingga perlu
perencanaan yang baik sejak dari penentuan target produksi/areal, kebutuhan
dan penyediaan saprodi, sistem distribusi, pengendalian harga dan
pematauan/pengawasan kebijakan.
Kementerian Perindustrian selaku pembina teknis industri pupuk, bertanggung
jawab dalam menjamin ketersediaan pupuk sesuai kebutuhan khususnya
menjelang masa tanam. Dalam menjalankan fungsi ini, Direktorat Industri Kimia
hulu perlu berkoordinasi dengan Stakeholder terkait dalam rangka monitoring
operasional industri pupuk untuk menjamin ketersediaan pupuk untuk sektor
pertanian.
2. Pabrik Pupuk Organik Revitalisasi
2.1 Optimalisasi Pengoperasian Bantuan Peralatan Proses Pupuk Organik
Laporan Triwulan I Tahun 2019
13
Dalam rangka mendukung program ketahanan pangan, kebijakan pemupukan di
sektor pertanian dimasa mendatang tidak hanya terfokus pada pengembangan
pupuk tunggal namun juga mengarah pada penggunaan pupuk majemuk dan
pupuk organik. Oleh karena itu selain melakukan program revitalisasi terhadap
pabrik pupuk urea, dalam Renstra Kementerian Perindustrian tahun 2010-2014
program revitalisasi industri pupuk tidak hanya diarahkan pada pengembangan
dan pembangunan pabrik pupuk tunggal saja, melainkan juga mencakup
pengembangan industri pupuk majemuk dalam hal ini pupuk NPK serta
pengembangan industri pupuk organik.
Kemampuan pengembangan pupuk organik saat ini masih sangat terbatas, oleh
karena itu dibutuhkan dukungan pemerintah untuk mengembangkan industri
pupuk organik, dimana pengembangan industri pupuk organik diprioritaskan pada
daerah-daerah yang memiliki potensi bahan baku dan diharapkan dapat
memenuhi kebutuhan akan pupuk organik.
Dalam rangka menginisiasi pengembangan dan penggunaan pupuk organik,
Pemerintah dapat mengambil peran diantaranya melalui pemberian bantuan
pabrik pupuk organik. Pengembangan industri pupuk organik di arahkan ke
daerah-daerah yang memiliki potensi bahan baku yang cukup serta adanya
komitmen Pemda setempat untuk berpartisipasi dalam mendukung
pengembangan industri pupuk organik di daerah yang bersangkutan.
Direktorat Industri Kimia hulu mulai tahun 2010 sampai dengan tahun 2014, sudah
dilakukan pemberian bantuan peralatan proses pupuk organik kepada 30
Kabupaten/Kota. Pemilihan lokasi kabupaten/kota yang mendapat bantuan
peralatan pabrik pupuk organik berdasarkan Hasil Pemetaan Potensi Bahan Baku
Pupuk Organik yang dilakukan pada periode 2010-2011. Pada TA 2017
direncanakan untuk dilakukan optimalisasi bantuan peralatan pabrik pupuk
organik kepada 2 Kab/Kota yaitu Kabupaten Karawang Jawa Barat dan Kabupaten
Sragen Jawa Tengah.
3. Fasilitasi Penumbuhan dan Pengembangan Industri Garam
Laporan Triwulan I Tahun 2019
14
3.1 Forum Komunikasi Pengembangan Industri Garam
Forum komunikasi pengembangan industri garam dilaksanakan sebagai tindak
lanjut dari pelaksanaan Keputusan Presiden No. 69/1994 tentang Pengadaan
garam beryodium yang diperkuat dengan Keputusan Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian No. KEP-11/M.EKON/03/2011 tentang Tim Koordinasi
Swasembada Garam Nasional.
Forum ini dilaksanakan sebagai sarana komunikasi dan koordinasi antar
Stakeholder terkait upaya meningkatkan pasokan garam bahan baku dan garam
beryodium, serta memperlancar koordinasi, penyelesaian masalah dalam
pelaksanaan kegiatan garam nasional. Forum Komunikasi Pengembangan Industri
Garam direncanakan akan diselenggarakan di pusat pengembangan regional
pengembangan industri garam yang meliputi daerah di Jawa Barat, Jawa tengah,
Jawa Timur dan Kupang. Selain itu juga akan dilaksanakan Focus Group Discussion
untuk membahas isu aktual terkait pengembangan industri garam yang akan
dilaksanakan di Jakarta.
4. Penyusunan Program dan Evaluasi Kinerja IKHU
4.1 Penyusunan Program, Evaluasi dan Pelaporan Direktorat Industri Kimia hulu
Dalam Renstra Direktorat Industri Kimia hulu telah ditentukan baik program
prioritas nasional maupun prioritas kementerian secara berkelanjutan, untuk itu
dalam penyusunan program kerja harus menyesuaikan dengan target telah
ditetapkan dan dalam pelaksanaannya harus di evaluasi sehingga di peroleh
masukan untuk penyusunan program yang lebih terarah kedepannya. Kegiatan
Penyusunan Program dan Rencana Kerja dan Evaluasi Kinerja Industri Kimia hulu
perlu dilaksanakan untuk menyusun program/kegiatan yang sesuai dengan arahan
Kebijakan Industri Nasional dan Renstra Direktorat Industri Kimia hulu.
4.2 Penyusunan Kinerja Industri Kimia hulu
Laporan Triwulan I Tahun 2019
15
Kegiatan Penyusunan Kinerja Industri Kimia hulu perlu dilaksanakan untuk
menyusun program/kegiatan yang sesuai dengan arahan Kebijakan Industri
Nasional dan Renstra Direktorat Industri Kimia hulu. Dalam Renstra Direktorat
Industri Kimia hulu telah ditentukan baik program prioritas nasional maupun
prioritas kementerian secara berkelanjutan, untuk itu dalam penyusunan program
kerja harus menyesuaikan dengan target telah ditetapkan dan dalam
pelaksanaannya harus di evaluasi sehingga di peroleh masukan untuk penyusunan
program yang lebih terarah kedepannya.
4.3 Manajemen Kinerja Direktorat Industri Kimia hulu
Terselenggaranya pemerintahan yang baik merupakan prasyarat bagi setiap
pemerintahan untuk mewujudkan aspirasi masyarakat dan mencapai tujuan serta
cita-cita dalam berbangsa dan bernegara. Dalam mewujudkan cita-cita berbangsa
dan bernegara tersebut, Direktorat Industri Kimia hulu membutuhkan dukungan
berbagai sumber daya dan komitmen dari semua pihak, baik pemerintah, dunia
usaha, maupun masyarakat. Disamping itu Direktorat Industri Kimia hulu
mengupayakan kinerja yang transparan dan akuntabel dalam penyelenggaraan
pemerintahan, sehingga benar-benar dapat diwujudkan penyelenggaraan
pemerintahan yang baik.
Upaya mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik tersebut,
diperlukan suatu sistem manajemen kinerja yang mampu mengukur kinerja dan
keberhasilan instansi pemerintah, dengan demikian akan tercipta legitimasi dan
dukungan publik terhadap penyelenggaraan pemerintahan. Tanpa adanya sistem
manajemen kinerja sektor publik (pemerintah) yang baik niscaya akan dapat
menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggaraan
pemerintahan, yang pada gilirannya juga akan menghambat terwujudnya
pemerintahan yang baik (good governance).
4.4 Forum Komunikasi Industri Pestisida
Laporan Triwulan I Tahun 2019
16
Pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus
digunakan untuk memberantas hama atau penyakit yang membunuh tanaman
atau mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian tanaman,
memberantas atau mencegah hama-hama air, memberantas atau mencegah
binatang dan jasad renik dalam rumah, alat-alat angkutan, dan alat-alat pertanian.
Pestisida mempunyai beberapa jenis antara lain insektisida, fungisida, rodentisida,
herbisida, akarisida dan bakterisida.
Perkembangan industri pestisida akhir-akhir ini mengalami kendala yang cukup
serius terutama masalah pengadaan bahan baku, 80% bahan aktif pestisida masih
diimpor sehingga mengakibatkan harga yang kalah bersaing dengan produk
pestisida impor. Selain itu, perkembangan industri pestisida terkait erat dengan
isu kesehatan, keamanan dan keselamatan lingkungan khususnya dalam
penggunaan bahan aktif. Pada tanggal 23 Mei 2001 Pemerintah Indonesia ikut
serta menandatangani Stockholm Convention on Persistent Organic Pollutants
(Konvensi Stockholm tentang Bahan Pencemar Organik yang Persisten (POPs)),
yang bertujuan melindungi kesehatan manusia dan lingkungan hidup dari bahan
pencemar organik yang persisten diantaranya jenis bahan aktif pestisida yang
telah dilarang digunakan yaitu Dichloro-diphenyl-trichloroethane (DDT), Aldrin,
Endrin, Dieldrin, Chlordane, Heptachlor, Mirex, dan Toxaphene.
Dalam perkembangannya, seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan riset,
bahan kimia yang masuk dalam daftar POPs bertambah dalam setiap tahun. Hal
ini perlu mendapatkan perhatian serius untuk mencari bahan baku alternatif
pengganti yang lebih aman dari sisi kesehatan dan lingkungan untuk industri
pestisida melalui pengembangan teknologi bio pestisida.
Pelaksanaan forum komunikasi industri pestisida dimaksudkan sebagai sarana
komunikasi dan koordinasi seluruh Stakeholder industri pestisida nasional untuk
menggali informasi sebagai dasar penyusunan kebijakan untuk mengembangkan
industri pestisida nasional dan teknologi bio pestisida. Pada tahun 2014
direncanakan untuk dilakukan Koordinasi pengembangan industri pestisida
Laporan Triwulan I Tahun 2019
17
nasional dengan melibatkan Stakeholder industri pestisida yang akan
diselenggarakan di Jakarta sebanyak 5 (lima) kali.
4.4 Penyusunan Roadmap Pengembangan Industri Bahan Baku Obat
Kebijakan obat nasional menyatakan bahwa pembangunan di bidang nobat
bertujuan untuk menjamin ketersediaan dan keterjangkauan obat yang aman,
berkhasiat dan bermutu bagi masyarakat dengan jenis dan jumlah yang sesuai
dengan kebutuhan.
Obat merupakan salah satu komponen yang tidak tergantikan dalam pelayanan
kesehatan. Obat merupakan komponen penting dan strategis dalam pelayanan
kesehatan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Obat adalah bahan
atau paduan bahan-bahan yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki
sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan
diagnosa,pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan
kontrasepsi termasuk produk biologi. Dalam upaya pelayanan kesehatan,
ketersediaan obat dalam jenis yang lengkap, jumlah yang cukup, terjamin
keamanan, mutu dan manfaatnya dengan harga yang terjangkau serta mudah
diakses adalah sasaran yang harus dicapai.
5. RSNI dan Pemberlakuan SNI Wajib Produk IKHU
5.1 RSNI dan Pemberlakuan SNI Wajib Produk IKHU
Dengan telah banyak diterapkannya kebijakan Free Trade Agreement, dimana tarif
bea masuk sudah tidak efektif di dalam membendung masuknya barang impor ke
dalam pasar dalam negeri maka kebijakan penerapan non tarif barrier diantaranya
melalui kebijakan penerapan standar menjadi salah satu instrument di dalam
membendung masuknya barang impor. Selain itu, kebijakan penerapan standar
juga berperan di dalam meningkatkan mutu serta mendukung peningkatan daya
saing industri kimia hulu dalam memasuki pasar global maupun di pasar dalam
negeri dan terciptanya iklim usaha yang kondusif dan persaingan usaha yang
Laporan Triwulan I Tahun 2019
18
sehat, serta terjaminnya perlindungan konsumen dalam segi keamanan,
keselamatan, kesehatan dan lingkungan.
Kebijakan penerapan standar produk industri merupakan salah satu program
prioritas Kementerian Perindustrian. Direktorat Industri Kimia hulu dalam
mendukung kebijakan kementerian pada tahun 2017 dalam salah satu
kegiatannya bermaksud untuk melakukan penyusunan kebijakan standar untuk
produk industri kimia hulu. Pada tahun 2017, direncanakan untuk melakukan
penyusunan 13 RSNI / SNI Wajib produk industri kimia hulu.
Penyusunan RSNI / SNI Wajib ini dilakukan melalui 3 kali rapat teknis dan 1 kali rapat
konsensus untuk masing-masing komoditi. Selanjutnya RSNI yang dihasilkan akan
ditetapkan menjadi SNI melalui Pembahasan di Badan Standarisasi Nasional (BSN).
6. Peningkatan Kerjasama Iklim Usaha, Promosi dan Investasi
6.1 Partisipasi Direktorat Industri Kimia hulu dalam Fora Kerjasama Internasional
Kegiatan ini dilaksanakan untuk mengantisipasi persaingan yang semakin terbuka
dan bebas akibat dari konsekuensi kesepakatan international tentang
perdagangan bebas. Beberapa lingkup kerjasama perdagangan bebas adalah antar
Negara ASEAN, Kerjasama Bilateral, seperti antara Indonesia dengan Jepang,
Pakistan, India, Afrika Selatan, Kerjasama Regional seperti kerjasama ASEAN dan
Kerjasama Multilateral antara Indonesia dengan Negara Asia, Negara D-8, Eropa,
forum kerjasama ASEAN dan mitra dagangnya antara lain dengan India, China,
Jepang, Australia dan New Zealand, Korea dsb. Oleh karena itu perlu dilakukan
kegiatan dalam rangka mendapatkan informasi tentang posisi produk industri
kimia hulu pada lingkup kerjasama bilateral, regional maupun multilateral.
Penelusuran informasi posisi komoditi industri kimia hulu dalam negeri dilakukan
dengan menghadiri forum kerjasama internasional, working group/sidang
kerjasama internasional, seminar, dan pameran/promosi investasi baik di
Indonesia maupun di manca Negara. Direktorat Industri Kimia hulu selama ini
diantaranya aktif dalam beberapa forum/fora kerjasama internasional antara lain
forum APEC Chemical Dialogue, OPCW, Renpap, Montreal Protocol, D8, dll.
Disamping itu kehadiran delegasi Indonesia dalam pertemuan Kerjasama
Laporan Triwulan I Tahun 2019
19
Internasional yang merupakan forum pejabat Pemerintah dan industri/dunia
usaha perlu dilakukan dalam rangka mengembangkan kerjasama industri dan
perdagangan di kawasan Asia-Pasific (APEC). Agar wawasan kalangan usaha dalam
negeri bertambah, maka perlu diadakan pertemuan dengan Nara Sumber dan
Praktisi sebagai upaya sharing informasi. Sebagai pelaksanaan kegiatan perlu
dibentuk Tim Teknis untuk mendapatkan masukan posisi produk komoditi industri
kimia hulu yang diusulkan dalam rangka kerjasama internasional.
Pada tahun 2017, dilakukan pertemuan teknis kerjasama internasional di Jakarta
sebanyak 6 (enam) kali dan rapat Konsinyering di Jakarta sebanyak 2 (dua) kali.
6.2 Koordinasi dan Sinkronisasi Kebijakan Iklim Usaha Industri Kimia hulu
Selain mendorong investasi melalui kerjasama tingkat regional maupun regional,
penciptaan iklim usaha yang sehat menjadi kunci awal pembangunan daya saing
industri nasional. Dalam rangka menciptakan dan menjaga iklim usaha industri
yang kondusif, pemerintah melalui berbagai kementerian dan lembaga telah
mengeluarkan peraturan perundang-undangan dalam rangka pembentukan
kebijakan pendukung iklim usaha industri nasional. Peraturan/kebijakan tersebut
baik berupa Kebijakan Insentif Fiskal dan Non-fiskal; Kebijakan Disinsentif dalam
rangka Pengamanan Industri Nasional; dan Kebijakan Lain yang Mempengaruhi
Iklim Usaha yang secara langsung dan tidak langsung ikut membentuk iklim usaha
industri nasional yang kondusif dan berdaya saing .
Dalam rangka perumusan maupun evaluasi atas kebijakan yang telah diambil
Pemerintah perlu dilakukan koordinasi dengan melibatkan seluruh Stakeholder
agar dapat diperoleh kebijakan yang efektif dalam mendukung peningkatan
investasi dan daya saing industri, khususnya sektor industri kimia hulu serta
sekaligus melindungi industri dalam negeri dari dampak negatif penerapan
perdagangan bebas.
Diantara salah satu kebijakan yang menjadi kunci adalah kebijakan di bidang
impor. Pemenuhan kebutuhan bahan kimia sebagian masih dipenuhi melalui
impor sehingga diperlukan kebijakan terkait persetujuan impor dengan
Laporan Triwulan I Tahun 2019
20
mempertimbangkan segala aspek pendukungnya. Sebagai upaya untuk
pencegahan penyalahgunaan penggunaan bahan kimia, perlu mengatur kembali
kebijakan yang berkaitan dengan aspek pengadaan, pengedaran, penjualan dan
pengawasan bahan kimia yang berasal dari dalam negeri dan impor.
6.3 Penyusunan GRK untuk Sektor Industri Kimia hulu
Dalam kaitannya dengan peranan Indonesia di tingkat global dalam kaitannya
dengan perubahan iklim, Indonesia telah meratifikasi Konvensi Perubahan Iklim
pada bulan Agustus 1994 melalui UU Nomor 6 Tahun 1994 dan Protokol Kyoto
melalui UU Nomor 17 Tahun 2004. Dan Indonesia telah berkomitmen untuk
menurunkan emisi GRK sebesar 26 % pada tahun 2020 dibandingkan dengan
kondisi saat ini BAU, dan diharapkan dapat mencapai 41% dengan bantuan
internasional. Komitmen tersebut saat ini membutuhkan usaha dan tindakan
nyata yang menyeluruh, mencakup seluruh sektor pengemisi gas rumah kaca tidak
terkecuali sektor industri.
Sebagai tindak lanjut dari komitmen pemerintah dalam pengurangan emisi Gas
Rumah Kaca (GRK), BAPPENAS telah menerbitkan Peraturan Presiden No 61 Tahun
2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Nasional
yang mengamanatkan pemerintah pusat dan daerah untuk melakukan
perencanaan, pelaksanaan, serta monitoring dan evaluasi rencana aksi nasional
penurunan emisi GRK. Dalam pelaksanaannya, diperlukan adanya pedoman
perhitungan emisi GRK yang mencakup prosedur dan tata cara perencanaan,
pelaksanaan, monitoring serta evaluasi RAN-GRK termasuk di dalamnya adalah
prosedur pemantauan dan pengumpulan data aktivitas sumber emisi dan serapan
GRK termasuk simpanan karbon, serta penetapan faktor emisi dan perhitungan
emisi GRK. Kebijakan Pemerintah ini kemudian dilanjutkan dengan Penerbitan
Peraturan Presiden No 71 Tahun 2011 tentang Sistem Inventarisasi Gas rumah
kaca Nasional.
Menindaklanjuti Peraturan Presiden No 71 Tahun 2011 tentang Sistem
Inventarisasi Gas Rumah Kaca Nasional, industri pupuk dan petrokimia harus
Laporan Triwulan I Tahun 2019
21
memiliki inventori yaitu tata cara pengukuran, dan tata cara perhitungan emisi
GRK untuk mencapai target yang telah ditentukan dalam Peraturan Presiden No
61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca
Nasional.
7. Tersusunnya RSKKNI IKHU
7.1 Penyusunan RSKKNI Sektor Industri Kimia hulu
Proses operasional produksi di sektor industri kimia hulu umumnya melibatkan
tenaga kerja yang sangat banyak dan bervariasi disiplin ilmu, keahlian, ketrampilan
serta pengalamannya.
Standar Kompetensi diperlukan untuk setiap jabatan kerja dalam lingkup nasional,
regional, maupun internasional yang berbasis pada pasar tenaga kerja maupun
sistem manajemen sumber daya manusia, termasuk kebutuhan perusahaan untuk
mengisi semua level jabatan kerja dalam sektor Industri Kimia hulu.
Dalam rangka menghadapi diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN pada
tahun 2017, khususnya mengantisipasi adanya mobilisasi tenaga kerja diantara
sesama negara ASEAN diperlukan peningkatan daya saing/kompetensi bagi SDM
industri di dalam negeri.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas khususnya dalam rangka meningkatkan
daya saing SDM industri kimia hulu nasional, pada tahun 2017 direncanakan untuk
menyusun 1 (satu) Rancangan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia
(RSKKNI). Tersusunnya RSKKNI untuk sektor industri kimia hulu yang berlaku
secara nasional diharapkan dapat digunakan sebagai acuan bagi penyelenggaraan
pendidikan dan pelatihan profesi, uji kompetensi dan sertifikasi profesi sebagai
upaya peningkatan SDM industri.
Penyusunan Rancangan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia
(RSKKNI) untuk sektor industri kimia hulu diharapkan dapat memberikan
manfaat bagi SDM industri untuk meningkatkan kompetensinya dalam
menghadapi persaingan bebas dengan tenaga kerja asing serta industri
nasional secara umum yang memperoleh SDM industri yang berkompeten.
Laporan Triwulan I Tahun 2019
22
8. Fasilitasi Otoritas Nasional Senjata Kimia
8.1 Fasilitasi Otoritas Nasional Senjata Kimia
Kegiatan Forum Komunikasi Pengelolaan bahan kimia disusun untuk pelaksanaan
program dalam Otoritas Nasional Senjata Kimia, mengingat saat ini Perpres dan
Keppres tentang Kelembagaan Otnas Senjata Kimia sedang dalam persetujuan.
Otoritas Nasional Senjata Kimia merupakan Lembaga Pemerintah sebagaimana
diamanatkan dalam UU No. 9/2008, khususnya dalam pengaturan bahan kimia
daftar dan penggunaan bahan kimia sebagai senjata kimia di Indonesia. Otoritas
Nasional diketuai oleh Menteri Perindustrian dan beranggotakan instansi terkait
antara lain Kem. Perdagangan, Kem Luar Negri, Kem Pertahanan, Kem. Hukum dan
Ham, dsb. Untuk mendukung pelaksanaan operasional Otoritas Nasional, dibentuk
Sekretaris Otoritas Nasional.
Untuk melaksanakan seluruh kewajiban Indonesia sebagai negara pihak dalam
Kenvensi Senjata Kimia maka perlu dilaksanakan program pelaksanaan Otoritas
Nasional Senjata Kimia sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 9 Tahun 2008,
Otoritas Nasional membutuhkan dukungan semua pihak yang terkait baik
Lembaga Pemerintah dan Non Pemerintah. Seluruh biaya pelaksana tugas Otoritas
Nasional dibebankan kepada APBN dan sumber lain yang sesuai dengan peraturan
perundang-undangan, sebagaimana disebutkan pada pasal 18 UU No. 9 Tahun
2008. Kegiatan yang akan dilakukan adalah Program Pelaksanaan Otoritas
Nasional Senjata Kimia; meliputi seluruh kegiatan Otnas senjata kimia
sebagaimana yang diamanatkan dalam UU No. 9 Tahun 2008 serta ikut hadir
dalam sidang OPCW Belanda.
8.1 Finalisasi Penyusunan RUU tentang Bahan Kimia
Adopsi peraturan internasional pengelolaan bahan kimia menjadi kewajiban
setiap negara di dunia. Beberapa peraturan internasional yang terkait dengan
pengaturan bahan kimia tersebut antara lain Konvensi Stockholm, Konvensi
Rotterdam, Konvensi Basel, Konvensi Montreal, dll melalui Strategic Approach to
Laporan Triwulan I Tahun 2019
23
International Chemicals Management (SAICM). Kepatuhan terhadap peraturan
internasional diwujudkan dengan keberadaan peraturan setingkat undang –
undang yang berisi substansi sesuai dengan peraturan internasional. Keberadaan
Undang-undang tersebut diharapkan dapat meningkatkan citra negara Indonesia
dalam ingkungan global pemanfaatan bahan kimia dengan tujuan damai yang
senantiasa mengutamakan keselamatan dan kemajuan umat manusia.
Indonesia sampai saat ini belum mempunyai sistem pengaturan bahan kimia
setingkat Undang-Undang yang komprehensif, efektif dan efisien. Dengan
kegiatan Finalisasi Penyempurnaan RUU Bahan Kimia ini , maka diharapkan
pengaturan bahan kimia di Indonesia mempunyai dasar hukum yang kuat serta
mampu mengeliminasi overlapping berbagai peraturan di bawah Undang-Undang.
Berdasarkan UU no. 10 Tahun 2004, maka pembentukan RUU dilakukan oleh
Pemerintah bersama DPR RI. Agar pembahasan bersama legislatif dapat berjalan
dengan baik, efektif, dan efisien maka diperlukan kegiatan Finalisasi
Penyempurnaan RUU Bahan Kimia. Draft RUU yang akan disampaikan dan dibahas
dengan DPR (legislative) yaitu draft final yang telah mempertimbangkan masukan
para stakeholder bahan kimia. Diharapkan Undang-Undang tentang Bahan Kimia
nantinya memenuhi kebutuhan pengaturan, memberikan kepastian hukum dan
perlindungan, meningkatkan kemudahan akses bahan kimia, mewujudkan iklim
investasi industri kimia yang kondusif, dan pada akhirnya dapat meningkatkan
pertumbuhan sektor industri.
Pada tahun 2017, dianggarkan untuk pelaksanaan pembahasan Undang-Undang
tentang Bahan Kimia sekaligus untuk penyusunan peraturan pelaksanaannya.
Laporan Triwulan I Tahun 2019
24
9. Pengembangan Industri Petrokimia
9.1 Forum Komunikasi Pengembangan Industri Petrokimia
Pada output Klaster Industri Berbasis Migas dihasilkan 2 output dokumen yaitu
Forum Komunikasi Pengembangan Industri Petrokimia, Koordinasi
Pengembangan Industri Petrokimia di Papua Barat dan Pengoperasian Center of
Excellence Industri Petrokimia.
Berdasarkan Perpres Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional,
pengembangan industri petrokimia akan dilakukan dengan pendekatan klaster,
dimana pengembangan industri petrokimia dikelompokkan dalam 3 (tiga)
kelompok utama yaitu olefin, aromatik, dan methane-based. Fokus
pengembangan klaster olefin berada di Banten, Aromatik berada di Tuban, dan
Methane based berada di Kalimantan Timur. Salah satu kegiatan dalam klaster
industri petrokimia adalah forum komunikasi industri petrokimia yang menjadi
sarana diskusi dan pertemuan stakeholder industri petrokimia. Pada tahun
sebelumnya, telah dilakukan kegiatan dalam pengembangan klaster industri
petrokimia yaitu berupa kegiatan Working Group yang sudah berjalan pada tahap
konsolidasi antar stakeholder. Pelaksanaan forum komunikasi industri petrokimia
dilaksanakan untuk memperkuat konsolidasi dan koordinasi diantara stakeholder
industri petrokimia agar rencana aksi yang telah dituangkan dalam road map
pengembangan klaster industri petrokimia dapat tercapai dan terlaksana sesuai
jadwal yang telah ditetapkan. Pada tahun 2014, pelaksanaan Forum Komunikasi
industri petrokimia akan dilaksanakan di 2 lokasi berbeda yakni di Banten dan
Surabaya. Selain itu juga akan dilakukan 5 (lima) kali Rapat Teknis untuk
membahas isu aktual terkait pengembangan industri petrokimia nasional.
Selain 3 klaster diatas, Direktorat Industri Kimia hulu juga melakukan fasilitasi
pengembangan industri petrokimia di Papua Barat.
Laporan Triwulan I Tahun 2019
25
9.2 Koordinasi Pengembangan Industri Perokimia di papua Barat
Pengembangan Komplek Industri Petrokimia di Papua Barat merupakan
implementasi dari Perpres No. 65 Tahun 2011 Tentang Percepatan Pembangunan
Propinsi Papua dan Papua Barat, serta Perpres No. 28 Tahun 2008 Tentang
Kebijakan Industri Nasional melalui pemanfaatan sumber daya alam Gas Bumi
untuk pembangunan industri petrokimia, supaya dapat menghasilkan nilai tambah
yang lebih tinggi dan dampak ganda yang lebih besar bagi kesejahteraan daerah
Papua Barat maupun nasional.
Pada tahun 2014, kegiatan Fasilitasi Pengembangan Industri Petrokimia di Papua
Barat dimaksudkan untuk pelaksanaan koordinasi antar Stakeholder baik di
tingkat pusat maupun dengan melibatkan instansi terkait di daerah perihal
pengembangan industri petrokimia di Teluk Bintuni khususnya menindaklanjuti
hal-hal yang telah dicapai di tahun 2013 diantaranya:
• Penyiapan kajian bersama mengenai pengembangan komplek industri
petrokimia di Papua Barat (berdasarkan hasil kajian yang telah disiapkan oleh
Kem. Perindustrian dengan kajian dari pihak Kem ESDM dan SKK Migas)
• Pembahasan untuk mematangkan penyusunan Peraturan Presiden tentang
Percepatan Pengembangan Industri Petrokimia di Teluk Bintuni Papua Barat
• Pematangan rencana investasi dengan pihak instansi terkait di daerah
Koordinasi tersebut dilakukan baik di Jakarta maupun di lokus pengembangan di
Kab. Teluk Bintuni Prop. Papua Barat.
Melalui pelaksanaan kegiatan ini diharapkan diperolehnya kepastian alokasi gas
bumi jangka panjang baik untuk industri pupuk maupun petrokimia, kepastian
mengenai penyiapan lahan, pengelolaan kawasan industri dan penyiapan
dukungan infrastruktur yang diperlukan untuk mendukung realisasi investasi
pengembangan industri petrokimia di Teluk Bintuni Papua Barat.
Laporan Triwulan I Tahun 2019
26
9.3 Pengoperasian Center of Excellence Industri Petrokimia
Pengembangan industri petrokimia selama ini masih menghadapi beberapa
kendala utama diantaranya tidak adanya jaminan pasokan bahan baku berupa
condensate dan naphta. Dari sisi pendanaan/moneter, belum ada skema
pendanaan dari Pemerintah berupa : Share Holder Loan, Konsorsium Bank Dalam
Negeri dan Soft Loan berupa Kredit Ekspor dengan jaminan dari Pemerintah.
Sementara dari segi insentif belum efektif keringanan pajak (tax holiday) untuk
investasi baru atau penambahan kapasitas.
Selain kendala tersebut di atas, industri petrokimia nasional juga menghadapi
kendala di sektor pengembangan teknologi dan pengembangan SDM di sektor
petrokimia. Sebagai upaya optimalisasi pengembangan SDM dan teknologi maka
diperlukan pembangunan badan independen sebagai pusat kegiatan
pembangunan SDM dan teknologi industri petrokimia dalam bentuk Centre of
Excellence industri petrokimia nasional yang terkoordinasi dengan instansi
terkait.
Pengembangan Centre of Excellence industri petrokimia dapat diarahkan
sebagai pusat riset, pusat informasi, pusat inkubasi teknologi serta pusat
akreditasi dan standarisasi bagi seluruh Stakeholder industri petrokimia
nasional. Centre of Excellence Industri Petrokimia Nasional merupakan wahana
pengembangan klaster industri khususnya yang terkait dengan aspek krusial
industri petrokimia sebagaimana disebutkan diatas. Centre of Excellence
berfungsi sebagai pusat kegiatan pengembangan klaster industri petrokimia
terpadu. Fungsi centre of excellence industri petrokimia nasional adalah
pengembangan teknologi proses dan produk, standarisasi produk dan proses,
strategi investasi, pemasaran, dan informasi, sistem logistik dan rantai nilai,
forum lintas instansi untuk menyelesaikan permasalahan aktual, keselamatan
kerja dan lingkungan, serta berbagai aspek industri petrokimia lainnya.
Pada tahun 2017, penganggaran difokuskan pada fasilitasi pemanfaatan CoE
melalui kegiatan penyusunan program kerja CoE dengan melibatkan instansi
terkait dan pelaksanaan pelatihan SDM industri petrokimia hulu.
Laporan Triwulan I Tahun 2019
27
9.4 Pembangunan Pabrik Metanol Berbasis Gasifikasi Batubara
Gasifikasi adalah konversi bahan bakar karbon menjadi produk gas – gas yang
memiliki nilai kalor yang berguna. Pengertian ini tidak memasukkan istilah
pembakaran (combustion) sebagai bagian daripadanya, karena gas buang (flue
gas) yang dihasilkan dari pembakaran tidak memiliki nilai kalor yang signifikan
untuk dimanfaatkan. Karena proses ini merupakan konversi material yang
mengandung karbon, maka semua hidrokarbon seperti batubara, minyak,
vacuum residue, petroleum coke atau petcoke, Orimulsion, bahkan gas alam
dapat digasifikasi untuk menghasilkan gas sintetik (syngas).
Pada dasarnya, terdapat 3 cara untuk memproduksi gas sintetik dari batubara,
yaitu pirolisis, hidrogenasi, dan oksidasi sebagian (partial oxidation). Meskipun
produksi gas sintetik pada awalnya memanfaatkan teknologi pirolisis, tapi saat
ini pirolisis lebih banyak diaplikasikan untuk memproduksi bio-oil dari bahan
baku biomassa. Adapun hidrogenasi yang dimaksud disini adalah hidrogasifikasi
yang bertujuan memproduksi gas metana langsung dari batubara.
Pembangunan Pabrik Metanol Berbasis Gasifikasi Batubara dapat memberikan
manfaat yang siginifikan bagi ketersediaan bahan baku kimia hulu, dalam hal ini
metanol. Dengan harga yang relatif murah dibandingkan dengan bahan bakar
fosil lainnya, kemudian ketersediaannya yang melimpah, serta penyebaran
cadangan yang relatif merata di seluruh dunia, batubara merupakan sumber
energi primer yang menjanjikan. Apabila selama ini pemanfaatan batubara
terkesan terbatas untuk pembangkitan listrik saja, maka gasifikasi batubara
memberikan harapan yang besar untuk pemanfaatan batubara secara optimal di
masa mendatang. Dari paparan di atas dapat pula disimpulkan bahwa batubara
memiliki kekuatan yang besar untuk menarik roda perekonomian suatu bangsa
melalui teknologi gasifikasi.
Pada tahun 2017, penganggaran difokuskan pada penyusunan Feasibility Study
terkait dengan teknis pembangunan pabrik serta penyusunan kelompok kerja
bersama dengan pemangku kepentingan di sektor industri Petrokimia pada
umumnya.
Laporan Triwulan I Tahun 2019
28
9.5 Pembangunan Pabrik Bahan Baku Obat Berbasis Migas
Kebijakan obat nasional menyatakan bahwa pembangunan di bidang obat
bertujuan untuk menjamin ketersediaan dan keterjangkauan obat yang aman,
berkhasiat dan bermutu bagi masyarakat dengan jenis dan jumlah yang sesuai
dengan kebutuhan. Obat merupakan salah satu komponen yang tidak
tergantikan dalam pelayanan kesehatan. Obat merupakan komponen penting
dan strategis dalam pelayanan kesehatan untuk meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat.
Ada tiga stake holder utama yang memiliki peran sentral dalam pengembangan
dan penyedian bahan baku obat. Pertama industri farmasi yang memiliki
tanggung jawab dalam hal pengembangan bahan baku obat dalam negeri. Kedua
peneliti dan akademisi yang memiliki kapasitas untuk pengembangan bahan
baku obat. Ketiga adalah pemerintah yang harus memiliki “political will” untuk
melaksanakan peningkatan kemandirian bahan baku obat ini. Pemerintah harus
memberikan insentif dan membuat kebijakan yang kondusif bagi industri untuk
mengembangkan bahan baku obat, serta menciptakan berbagai skema
pendanaan penelitian untuk mendorong kolaborasi riset antara peneliti dan
industri. Pada saat ini ada beberapa pendapat untuk memasukan lembaga
pembiayaan keuangan seperti bank, koperasi dan lain lain sebagai salah satu
stake holder penting dalam pengembangan industri bahan baku obat.
Pembangunan Pabrik Bahan Baku Obat Berbasis migas perlu diupayakan dalam
rangka mendukung pembangunan kesehatan nasional. Kegiatan pengembangan
bahan baku obat merupakan kegiatan prioritas yang tercantum dalam RPJMN
Pembangunan Kesehatan 2010-2014 dan akan difokuskan pada upaya untuk
mewujudkan kemandirian industri farmasi dalam memproduksi bahan baku obat
baik bahan baku aktif maupun pembantu (eksipien) dengan semaksimal mungkin
menggunakan bahan baku lokal.
Laporan Triwulan I Tahun 2019
29
9.6 Pembangunan Pilot Plant Propylene Berbasis CPO
Peningkatan harga polypropylene di pasar Asia terus berlanjut mengikuti
peningkatan harga propylene sebagai bahan baku. Peningkatan tersebut
didorong oleh peningkatan harga minyak bumi, yang terus meningkat hingga
pada Agustus dan September tahun 2014 hampir mencapai US$ 80 per barel.
Keterbatasan jumlah industri hulu petrokimia di regional Asean mengakibatkan
perubahan kinerja salah satu produsen saja di salah satu negara akan
mempengaruhi harga ditingkat Asean maupun Asia.
Kelangkaan pasokan propylene di Indonesia terjadi akibat beberapa produsen
propylene domestik mengurangi produksi untuk melakukan pemeliharaan,
sehingga beberapa perusahaan polypropylene di Indonesia terpaksa menambah
impor pembelian bahan baku propylene di pasar Asia yang otomatis meningkat
harganya akibat pengurangan produksi dari dua produsen tersebut. Terhentinya
perkembangan kapasitas produksi polypropylene selama lebih dari 10 tahun,
tidak terlepas dari karakteristik industri petrokimia yang sangat tergantung pada
minyak bumi, yang harganya sangat fluktuatif tergantung kondisi pasar dunia,
sehingga ketersediaan bahan baku menjadi faktor penting perkembangan di
industri ini.
Selain faktor bahan baku dan teknologi yang tergantung pada pihak lain, industri
petrokimia juga merupakan industri yang sangat padat modal, karena selain
fasilitas produksinya yang membutuhkan investasi yang sangat besar, industri ini
juga membutuhkan fasilitas pendukung yang juga menelan investasi yang besar
terutama pembangunan infrastruktur. Beberapa faktor diatas menjelaskan
penyebabnya lambatnya perkembangan industri polypropylene di indonesia.
Pembangunan Pilot Plant Propylene Berbasis CPO bertujuan untuk mendorong
kemampuan produksi Propylene melalui sumber daya alternatif, dalam hal ini
minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO). Pilot Plant tersebut akan
difokuskan kepada aspek teknis mengenai energi yang dipakai dan dihasilkan
serta jumlah Propylene yang dapat diproduksi.
9.7 Pembangunan Pilot Plant Polimer Enhanced Oil Recovery
Laporan Triwulan I Tahun 2019
30
Operasi pengambilan minyak (recovery process) pada awalnya terbagi menjadi
tiga tingkatan: primer, sekunder, dan tersier, berdasarkan urutan
kronologis penggunaannya. Produksi primer, tingkatan paling awal dari operasi
ini, terjadi akibat pemindahan energi yang secara alami ada pada reservoir
minyak. Produksi sekunder, tahap kedua dari recovery minyak, biasanya
dilaksanakan setelah produksi dari tingkatan primer berkurang. Produksi
sekunder terdiri dari waterflooding, pressure maintenance, dan gas/steam
injection, meskipun sekarang istilah produksi sekunder mengacu kepada
waterflooding. Produksi tersier dilakukan setelah waterflooding (atau produksi
sekunder lainnya). Proses tersier menggunakan gas-gas yang saling melarut,
bahan kimia, dan/atau energi termal untuk memindahkan sisa minyak setelah
proses sekunder menjadi tidak ekonomis lagi.
Pada kenyataannya, tidak semua reservoir minyak menggunakan ketiga proses
di atas secara berturut-turut. Misalnya saja, pengambilan minyak berat yang
dilakukan pada banyak tempat. Bila minyak mentah yang hendak diambil amat
viscous, minyak tersebut tidak akan mengalir dengan pemindahan energi alami,
sehingga produksi primer menjadi sia-sia. Dengan demikian, penggunaan energi
termal menjadi satu-satunya cara untuk mengambil sejumlah minyak. Pada
kasus ini, metode yang seharusnya produksi tersier, bisa menjadi produksi
primer, atau bahkan produksi final dari recovery.
Cairan kimia yang digunakan pada EOR adalah polimer, surfaktan, dan larutan
hidrokarbon. Sedangkan proses termal terdiri dari penggunaan kukus atau air
panas dan penggunaan energi termal yang dihasilkan dari pembakaran minyak
pada reservoir batu.
Dengan demikian, Pembangunan Pilot Plant Polimer Enhanced Oil Recovery akan
memacu lini produksi untuk memproduksi minyak lebih cepat, lebih banyak dan
lebih berkualitas, sehingga akan memacu tingkat pertumbuhan ekonomi
nasional.
Laporan Triwulan I Tahun 2019
30
BAB III PELAKSANAAN KEGIATAN
A. Progress pelaksanaan kegiatan s/d Triwulan I.
3.1 Dokumen Program/Revitalisasi/Penumbuhan Industri Pupuk
3.1.1 Fasilitasi Pembangunan/Revitalisasi 5 Pabrik Pupuk Urea
Realisasi Fisik: 5,00 % Keuangan: 5,18 %
Pelaksanaan kegiatan Fasilitasi Pembangunan/Revitalisasi 5 Pabrik Pupuk Urea
terdiri dari 3 kegiatan meliputi Rapat Pertemuan Teknis 2 (dua) kali, Pertemuan
Teknis sebanyak 3 (tiga) kali dan Rapat Koordinasi sebanyak 2 (dua) kali.
Adapun perkembangan kegiatan Fasilitasi Pembangunan Revitalisasi Pabrik
Pupuk Urea sampai dengan Triwulan I 2017 adalah sebagai berikut:
• Peresmian pembangunan pabrik Kaltim-5 dan direncanakan akan beroperasi
pada 2016. Pada tahap awal akan dilaksanakan uji coba produksi dalam
jumlah terbatas dan akan dilakukan survei lapangan oleh beberapa
stakeholder terkait.
• Progres proyek Pusri IIB pada B12 yang ditargetkan sebesar 97% telah
dilampaui. Pembangunan pabrik Pusri IIB sampai dengan September 2015
telah mencapai 98.42%.
• Target progres proyek Ammoniak-Urea II PT. Petrokimia Gresik (PKG) pada
B12 adalah progres proyek sebesar 28%. Pelaksanaan pekerjaan
Engineering, Procurement & Construction sampai dengan Desember 2015
mencapai 29.36%.Target proses Commisioning direncanakan pada Februari
2016 and target operasional pada Maret 2016.
• Saat ini PKC sedang menyusun Dokumen Perencanaan Pengadaan Lahan
untuk Kujang 1C sebagai syarat kelengkapan pengajuan surat permohonan
penetapan lokasi kawasan pabrik PT Pupuk Kujang di Kab. Bojonegoro.
Laporan Triwulan I Tahun 2019
31
3.1.2 Pengamanan Pasokan Bahan Baku untuk Industri Pupuk
Realisasi Fisik: 97,68 % Keuangan: 86,16 %
Pelaksanaan kegiatan pengamanan pasokan bahan baku untuk industri pupuk
terdiri dari 2 kegiatan meliputi Rapat Pertemuan Teknis 5 (lima) kali dan Rapat
Koordinasi sebanyak 2 (dua) kali.
Adapun perkembangan kegiatan pengamanan pasokan bahan baku untuk
industri pupuk sampai dengan Triwulan I 2017 adalah sebagai berikut:
• Sudah ada Nota Kesepahaman terkait dengan perpanjangan PJBG antara
PKC dengan Pertamina EP untuk periode pasokan 2017-2022.
• Menteri Perindustrian telah menyampaikan surat kepada Menteri ESDM
perihal usulan harga gas bumi sebagai bahan baku dan energi bagi industri.
• SKK Migas sudah menginstruksikan pengaliran gas dari wilayah kerja
offshore North West Jawa
3.1.3 Pengamanan Produksi Pupuk dalam Mendukung Ketahanan Pangan
Realisasi Fisik: 4,00 % Keuangan: 2,78 %
Pelaksanaan kegiatan pengamanan pasokan bahan baku untuk industri pupuk
terdiri dari 2 kegiatan meliputi Rapat Pertemuan Teknis 4 (empat) kali dan Rapat
Koordinasi sebanyak 1 (satu) kali.
Adapun perkembangan kegiatan pengamanan pasokan bahan baku untuk industri
pupuk sampai dengan Triwulan I 2017 adalah sebagai berikut:
• Sudah terpenuhinya produksi pupuk untuk mendukung ketahanan pangan
nasional sampai dengan semester II 2015 .
• Pemenuhan kebutuhan pupuk nasional berasal dari produksi pupuk dalam
negeri dan pembelian impor.
• Menteri Pertanian akan mengadakan pertemuan dengan instansi terkait
perihal kebutuhan pupuk nasional untuk tahun 2016 di pertengahan Januari
2016.
Laporan Triwulan I Tahun 2019
32
3.2 Pabrik Pupuk Organik Revitalisasi
3.2.1 Optimalisasi Pengoperasian Bantuan Peralatan Proses Pupuk Organik
Realisasi Fisik: 4,70 % Keuangan: 3,06 %
Pelaksanaan kegiatan optimalisasi pengoperasian bantuan peralatan proses
pupuk organik terdiri dari 2 kegiatan meliputi Pengadaan Peralatan Untuk Pabrik
Pupuk Organik 3 (tiga) kali dan 2 Rapat Koordinasi sebanyak 2 (dua) kali.
Adapun perkembangan optimalisasi pengoperasian bantuan peralatan proses
pupuk organik sampai dengan Triwulan I 2017 adalah sebagai berikut:
• Kab. Sragen dan Karawang merupakan daerah penerima bantuan peralatan
pupuk organik dengan kapasitas 1.250 kg/jam pada tahun anggaran 2012
dan 2013. Dua daerah tersebut merupakan daerah yang memiliki potensi
pertanian yang sangat besar. Sragen memiliki luas wilayah 941 km2 yang
43%-nya merupakan lahan persawahan dengan kebutuhan pupuk organik
mencapai 40 ribu ton/th. Sedangkan di Karawang, pengelola peralatan yang
dimaksud juga mendapatkan kontrak dengan PT. Pupuk Kujang sebesar
6.800 ton di 2015
• Sudah terselesaikannya uji coba alat di Kab. Sragen dan Kab. Karawang.
• Peralatan sudah diinspeksi dan di ujicoba dengan hasilnya sesuai spesifikasi
yang diajukan.
• Akan diadakannya monitoring untuk melihat perkembangan penggunaan
peralatan untuk pabrik pupuk organik di Kab. Sragen dan Kab. Karawang.
3.3 Fasilitasi Penumbuhan dan Pengembangan Industri Garam
3.3.1 Forum Komunikasi Pengembangan Industri Garam
Realisasi Fisik: 2,00 % Keuangan: 1,58 %
Pelaksanaan kegiatan forum komunikasi pengembangan industri garam terdiri
dari 5 kegiatan meliputi Rapat Pertemuan Teknis 5 (lima) kali, Rapat Koordinasi
sebanyak 3 (tiga) kali, Forum Group Discussion sebanyak 1 (satu) kali, Peningkatan
Kualitas Lahan Penggaraman sebanyak 1 (satu) kali dan Pengawasan Konstruksi
Pekerjaan Peningkatan Kualitas Lahan 1 (satu) kali.
Laporan Triwulan I Tahun 2019
33
Adapun perkembangan kegiatan forum komunikasi pengembangan industri
garam untuk industri pupuk sampai dengan Triwulan I 2017 adalah sebagai
berikut:
• Sudah ditetapkannya waktu masa panen raya garam yang dibahas bersama
beberapa Stakeholder terkait Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian, Kementerian Perdagangan, BMKG, dan Asosiasi Petani
Garam.
• Sudah tersusunnya rencana aksi industri pengembangan industri garam
beryodium .
3.4 Penyusunan Program dan Evaluasi Kinerja IKD
3.4.1 Penyusunan Program, Evaluasi dan Pelaporan Direktorat Industri Kimia hulu
Realisasi Fisik: 11,30 % Keuangan: 10,77 %
Pelaksanaan kegiatan Penyusunan Program, Evaluasi dan Pelaporan Direktorat
Industri Kimia hulu terdiri dari 2 kegiatan meliputi Rapat Evaluasi dan Monitoring
Kegiatan TA 2015 sebanyak 4 (empat) kali dan Konsinyering Pelaksanaan Kegiatan
TA 2015 sebanyak 2(dua) kali.
Adapun perkembangan kegiatan pengamanan penyusunan program, evaluasi dan
pelaporan direktorat industri kimia hulu sampai dengan Triwulan I 2017 adalah
sebagai berikut:
• Tidak tercapainya sasaran realisasi keuangan dan sasaran realisasi fisik
sampai dengan triwulan IV.
• Sudah terselesaikannya permasalahan PT. Indonesian Acids Industry
mengenai perizinan impor prekursor di Kementerian Perdagangan.
• Sudah terselesaikannya permasalahan PT. Sentana Adidaya perihal sisa
kuota impor prekursor yang hendak diperjualbelikan.
Laporan Triwulan I Tahun 2019
34
3.4.2 Manajemen Kinerja Direktorat Industri Kimia hulu
Realisasi Fisik: 39,22 % Keuangan: 26,50 %
Pelaksanaan kegiatan Manajemen Kinerja Direktorat Industri Kimia hulu terdiri
dari 2 kegiatan meliputi Rapat Koordinasi Internal sebanyak 24 (dua puluh empat)
kali dan Meeting Dalam Kota sebanyak 4 (empat) kali.
Adapun perkembangan kegiatan manajemen kinerja direktorat industri kimia hulu
sampai dengan Triwulan I 2017 adalah sebagai berikut:
• Dalam penilaian 5K, Direktorat Industri Kimia hulu telah mendapatkan
penilaian “Hijau” yang berarti pencapaian sudah baik dan perlu ditingkatkan
di beberapa bagian.
3.4.3 Penyusunan Roadmap Pengembangan Industri Pestisida
Realisasi Fisik: 8,50 % Keuangan: 7,33 %
Pelaksanaan kegiatan Penyusunan Roadmap Industri Pestisida terdiri dari 2
kegiatan meliputi Rapat Koordinasi sebanyak 8 (delapan) kali dan Konsinyering
sebanyak 1 (satu) kali.
Adapun perkembangan kegiatan pengamanan penyusunan program, evaluasi dan
pelaporan direktorat industri kimia hulu sampai dengan Triwulan I 2017 adalah
sebagai berikut:
• Berdasarkan rapat rancangan roadmap industri pestisida yang sudah
dibahas bersama Bapak Dirjen IKTA, perlu disempurnakan kembali beberapa
bagian yang kurang dijelaskan secara menyeluruh.
• Adanya pembahasan isu – isu internasional di dalam konvensi rotterdam
terkait bahan pestisida yang akan diawasi dan atau dilarang.
• Adanya perkembangan mengenai data industri pestisida.
3.4.4 Penyusunan Roadmap Pengembangan Industri Bahan Baku Obat
Realisasi Fisik: 4,00 % Keuangan: 3,56 %
Pelaksanaan kegiatan Penyusunan Roadmap Pengembangan Industri Bahan Baku
Obat terdiri dari 3 kegiatan meliputi Rapat Koordinasi sebanyak 8 (delapan)
kali,Konsinyering di Jawa Barat dan Rapat Finalisasi di Jakarta.
Laporan Triwulan I Tahun 2019
35
Adapun perkembangan kegiatan penyusunan roadmap pengembangan industri
bahan baku obat sampai dengan Triwulan I 2017 adalah sebagai berikut:
• Tersusunnya hasil pembahasan mengenai bahan baku obat yang akan dikaji
lebih lanjut sebagai bahan baku prioritas yang menjadi produk utama
industri bahan baku obat.
• Telah dibahas mengenai rencana aksi masing – masing instansi atau pihak
terkait dalam perannya dalam roadmap pengembangan industri bahan baku
obat.
3.4.5 Penyusunan Kinerja Industri Kimia hulu
Realisasi Fisik: 10,00 % Keuangan: 9,43 %
Pelaksanaan kegiatan Penyusunan Kinerja Industri Kimia hulu terdiri dari 3
kegiatan meliputi Rapat Koordinasi sebanyak 3 (delapan) kali, Evaluasi Kinerja
sebanyak 1 (kali) dan Sinkronisasi Penyusunan Kinerja Industri sebanyak 1 Kali.
Adapun perkembangan penyusunan kinerja industri kimia hulu sampai dengan
Triwulan I 2017 adalah sebagai berikut:
• Tercapainya sasaran target beberapa indikator kinerja diantaranya :
a) Laju pertumbuhan PDB industri kimia hulu
b) Pangsa pasar produk industri kimia hulu nasional terhadap total permintaan
pasar dalam negeri
c) Nilai investor di sektor Industri Kimia hulu
d) Jumlah industri strategis yang difasilitasi
• Tidak tercapainya sasaran target beberapa indikator kinerja diantaranya :
a) Kontribusi PDB Industri kimia hulu terhadap PDB Nasional
b) Kontribusi ekspor produk industri kimia hulu terhadap ekspor nasional
c) Jumlah penyerapan tenaga kerja di sektor industri
d) Meningkatnya produktivitas tenaga kerja di Industri Kimia hulu
e) Share Impor Bahan Bku Industri Kimia hulu terhadap PDB Industri Pengolahan
Non-Logam
Laporan Triwulan I Tahun 2019
36
f) Jumlah Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) pada tahun tersebut
g) Jumlah regulasi teknis pemberlakuan SNI, ST dan/atau PTC secara wajib pada
tahun tersebut
3.4.6 Koordinasi Pengembangan Industri Kimia Anorganik Non Logam
Realisasi Fisik: 20,00 % Keuangan: 14,92 %
Pelaksanaan kegiatan Koordinasi Pengembangan Industri Kimia Anorganik Non
Logam meliputi Rapat Koordinasi sebanyak 4 (empat) kali.
Adapun perkembangan penyusunan kinerja industri kimia hulu sampai dengan
Triwulan I 2017 adalah sebagai berikut:
• Telah dibahas bersama instansi dan stakeholder terkait mengenai kajian
komoditas dalam lingkup industri kimia anorganik non logam
• Akan dilakukan pertemuan bersama akademisi, instansi dan stake holder
terkait yang membahas mengenai pengembangan industri kimia anorganik
non logam
3.5 RSNI dan Pemberlakuan SNI Wajib Produk IKHu
Realisasi Fisik: 9,94 % Keuangan: 7,35 %
Pelaksanaan kegiatan RSNI dan Pemberlakuan SNI Wajib Produk IKD terdiri dari 7
Kegiatan meliputi Rapat Internal sebanyak 2 (dua) kali, Rapat Eksternal sebanyak
1 (satu) kali, Rapat Teknis sebanyak 18 (delapan belas) kali, Sosialisasi Penerapan
SNI Wajib sebanyak 1 (satu) kali, Rapat Penyusunan Regulasi sebanyak 3 (tiga) kali,
Penerapan SNI Wajib sebanyak 1 (satu) kali, dan Rapat Konsensus sebanyak 6
(enam) kali.
Adapun perkembangan kegiatan RSNI dan Pemberlakuan SNI Wajib Produk IKD
sampai dengan Triwulan I 2017 adalah sebagai berikut:
• Adanya 2 produk RSNI yang sudah menuju tahap konsensus yaitu Hidrogen
Peroksida dan Garam Beryodium.
• Akan dilakukan pertemuan bersama akademisi, instansi dan stake holder
terkait yang membahas mengenai 4 produk RSNI lainnya ( Gipsum, PVC,
Natrium Silikat dan PET Daur Ulang ).
Laporan Triwulan I Tahun 2019
37
3.6 Peningkatan Kerjasama, Iklim Usaha Promosi dan Investasi
3.6.1 Partisipasi Direktorat Industri Kimia hulu dalam Fora Kerjasama Internasional
Realisasi Fisik: 5,12 % Keuangan: 0,29 %
Pelaksanaan kegiatan Partisipasi Direktorat Industri Kimia hulu dalam Fora
Kerjasama Internasional terdiri dari 2 kegiatan meliputi Pertemuan Teknis
Kerjasama Internasional sebanyak 5 (lima) kali dan Rapat Konsinyering sebanyak
1 (satu) kali.
Adapun perkembangan kegiatan Partisipasi Direktorat Industri Kimia hulu dalam
Fora Kerjasama Internasional sampai dengan Triwulan I 2017 adalah sebagai
berikut:
• Telah disepakatinya beberapa tindak lanjut hasil pembahasan Diseminasi
ICCM (International Conference of Chemical Management) IV, diantaranya:
a) Akan dibentuknya database SIPOPS yang dikelola oleh BPPT.
b) Ke depan akan dibuat data nasional untuk semua jenis dan kategori
bahan kimia dengan melibatkan beberapa instasi terkait.
c) BPOM sedang menyusun kajian kandungan phthalate pada kemasan.
Untuk kemasan bayi ditentukan ketentuan Total Daily Intake (TDI)
yang diijinkan
3.6.2 Koordinasi dan Sinkronisasi Kebijakan Iklim Usaha Industri Kimia hulu
Realisasi Fisik: 8,90 % Keuangan: 7,53 %
Pelaksanaan kegiatan Koordinasi dan Sinkronisasi Kebijakan Iklim Usaha Industri
Kimia hulu terdiri dari 2 kegiatan meliputi Rapat Teknis sebanyak 5 (lima) kali dan
Rapat Koordinasi sebanyak 11 (sebelas) kali.
Adapun perkembangan kegiatan Koordinasi dan Sinkronisasi Kebijakan Iklim
Usaha Industri Kimia hulu sampai dengan Triwulan I 2017 adalah sebagai berikut:
• Tersusunnya 6 Peraturan Menteri mengenai deregulasi kebijakan
penerapan SNI (Asam Sulfat Teknis, Alumunium Sulfat, Kalsium Karbida,
Sodium Tripolifosafat, Seng Oksida, dan Pupuk Anorganik Tunggal)
Laporan Triwulan I Tahun 2019
38
3.6.3 Penyusunan GRK untuk Sektor Industri Kimia hulu
Realisasi Fisik: 8,52 % Keuangan: 5,63 %
Pelaksanaan kegiatan Penyusunan GRK untuk Sektor Industri Kimia hulu terdiri
dari 1 kegiatan yaitu Rapat Koordinasi sebanyak 10 (sepuluh) kali.
Adapun perkembangan kegiatan Penyusunan GRK untuk Sektor Industri Kimia
hulu sampai dengan Triwulan I 2017 adalah sebagai berikut:
a. International Consultations and Analysis (ICA) akan dilaksanakan untuk BUR.
b. Terselenggaranya sosialisasi sistem online inventarisasi data emisi Gas Rumah
Kaca sektor Industri Petrokimia.
3.7 Tersusunnya RSKKNI IKD
3.7.1 Penyusunan RSKKNI Sektor Industri Kimia hulu
Realisasi Fisik: 9,56 % Keuangan: 8,44 %
Pelaksanaan kegiatan Penyusunan RSKKNI Sektor Industri Kimia hulu terdiri dari 3
kegiatan meliputi Rapat Eksternal (Inisiasi Pengembangan SKKNI) sebanyak 1
(satu) kali, Rapat Teknis (Perumusan dan Verifikasi) sebanyak 3 (tiga) kali dan
Rapat Pra Konvensi dan Konvensi sebanyak 2 (dua) kali.
Adapun perkembangan kegiatan Penyusunan RSKKNI Sektor Industri Kimia hulu
sampai dengan Triwulan I 2017 adalah sebagai berikut:
• Telah tersusunnya peta kompetensi standar kompetensi kerja untuk sektor
Industri Petrokimia
3.8. Fasilitasi Otoritas Nasional Senjata Kimia
3.8.1 Fasilitasi Otoritas Nasional Senjata Kimia
Realisasi Fisik: 8,40 % Keuangan: 6,27 %
Pelaksanaan kegiatan Fasilitasi Otoritas Nasional Senjata Kimia terdiri dari 2
kegiatan meliputi Rapat Teknis sebanyak 3 (tiga) kali dan Rapat Koordinasi
sebanyak 13 (tiga belas) kali.
Adapun perkembangan kegiatan Fasilitasi Otoritas Nasional Senjata Kimia sampai
dengan Triwulan I 2017 adalah sebagai berikut:
Laporan Triwulan I Tahun 2019
39
a) Adanya tindak lanjut Kepres dan Perpres mengenai Otoritas Nasional
Senjata Kimia.
b) Dideklarasikannya 2 Perusahaan ke OPCW.
c) Tersusunnya draft SIINAS (Sistem Informasi Industri Nasional).
3.8.2 Finalisasi Penyusunan RUU tentang Bahan Kimia
Realisasi Fisik: 8,70 % Keuangan: 5,53 %
Pelaksanaan kegiatan Finalisasi Penyusunan RUU tentang Bahan Kimia terdiri
dari 2 kegiatan meliputi Rapat Teknis sebanyak 3 (tiga) kali dan Rapat Koordinasi
sebanyak 13 (tiga belas) kali.
Adapun perkembangan kegiatan Finalisasi Penyusunan RUU tentang Bahan
Kimia sampai dengan Triwulan I 2017 adalah sebagai berikut:
a) Telah diselenggarakannya sosialisasi RUU Bahan Kimia kepada pihak –
pihak terkait seperti akademisi, stake holder dan asosiasi – asosiasi.
b) RUU Bahan Kimia telah disetujui oleh Kemenkumham dan dimasukan ke
dalam Prolegnas 2016-2019 DPR.
3.9 Pengembangan Industri Petrokimia
3.9.1 Forum Komunikasi Pengembangan Industri Petrokimia
Realisasi Fisik: 9,64 % Keuangan: 9,58 %
Pelaksanaan kegiatan Forum Komunikasi Pengembangan Industri Petrokimia
terdiri dari 2 kegiatan meliputi Rapat Teknis sebanyak 4 (empat) kali dan Forum
Komunikasi sebanyak 2 (dua) kali.
Adapun perkembangan kegiatan Forum Komunikasi Pengembangan Industri
Petrokimia sampai dengan Triwulan I 2017 adalah sebagai berikut:
a) Telah diselenggarakannya Forum Komunikasi mengenai Investasi di Sektor
Industri Petrokimia yang dihadiri oleh BKPM, Disperindag Provinsi Banten,
BPPT dan LIPI.
Laporan Triwulan I Tahun 2019
40
b) Akan diadakannya Rapat Koordinasi di tingkat Menteri yang akan
dikoordinasikan oleh Kemenko Perekonomian mengenai Investasi sektor
Industri Petrokimia.
3.9.2 Pengembangan Industri Perokimia di papua Barat
Realisasi Fisik: 8,00 % Keuangan: 7,83 %
Pelaksanaan kegiatan Koordinasi Pengembangan Industri Perokimia di papua
Barat terdiri dari 3 kegiatan meliputi Rapat Koordinasi Tim Pengembangan
Industri Petrokimia di Papua Barat sebanyak 5 (lima) kali.
3.9.3 Pengoperasian Center of Excellence Industri Petrokimia
Realisasi Fisik: 8,05 % Keuangan: 7,17 %
Pelaksanaan kegiatan Pengoperasian Center of Excellence Industri Petrokimia
terdiri dari 3 kegiatan meliputi Rapat Koordinasi Pengelolaan CoE sebanyak 4
(empat) kali, Koordinasi Penerapan dan pengembangan Teknologi Industri Kimia
hulu di Banten dan Pelatihan SDM Industri Petrokimia.
Adapun perkembangan kegiatan Pengoperasian Center of Excellence Industri
Petrokimia sampai dengan Triwulan I 2017 adalah sebagai berikut:
a) Telah diselenggarakannya Pelatihan I dan II untuk operator Boiler.
b) Sedang dilakukan rekrutmen Sumber Daya Manusia untuk menjalankan
dan mengoperasikan Center Of Excellence Industri Petrokimia.
3.9.4 Pembangunan Pabrik Bahan Baku Obat Berbasis Migas
Realisasi Fisik: 9,00 % Keuangan: 7,20 %
Pelaksanaan kegiatan Pembangunan Pabrik Bahan Baku Obat Berbasis Migas
meliputi penyusunan FS dan Perancangan serta Kajian Teknis Pembangunan.
Laporan Triwulan I Tahun 2019
41
3.9.5 Pembangunan Pilot Plant Propylene Berbasis CPO
Realisasi Fisik: 9,00 % Keuangan: 8,45 %
Pelaksanaan kegiatan Pembangunan Pilot Plant Propylene Berbasis CPO meliputi
penyusunan FS dan Perancangan serta Kajian Teknis Pembangunan.
3.9.6 Pembangunan Pabrik Methanol Berbasis Gasifikasi Batubara
Realisasi Fisik: 20,00 % Keuangan: 12,27 %
Pelaksanaan kegiatan Pembangunan Pabrik Methanol Berbasis Gasifikasi
Batubarameliputi penyusunan FS dan Perancangan serta Kajian Teknis
Pembangunan.
3.9.7 Pembangunan Pilot Plant Polimer Enhanced Oil Recovery
Realisasi Fisik: 9,00 % Keuangan: 7,00 %
Pelaksanaan kegiatan 3.9.7 Pembangunan Pilot Plant Polimer Enhanced Oil
Recovery meliputi penyusunan FS dan Perancangan serta Kajian Teknis
Pembangunan.
B. Analisis Capaian Kinerja dan Anggaran
Total anggaran yang dialokasikan untuk Direktorat Industri Kimia hulu adalah sebesar
Rp. 15.565.738.000,- yang terbagi atas; Kegiatan Pihak III sebesar Rp. 3.525.000.000,-
(16,10%) dan Kegiatan Swakelola sebesar Rp. 12.040.738.000,- (83,90%). Sampai
dengan Triwulan I Tahun 2017 telah direalisasikan sebesar Rp. 856.115.590,- atau
sebesar 5,5 %.
C. Realisasi Anggaran Kegiatan
Berikut ini kami sajikan tabulasi realisasi anggaran kegiatan sampai dengan Triwulan
I Tahun 2017 Direktorat industri Kimia hulu secara rinci.
Laporan Triwulan I Tahun 2019
42
S R S R S R S R S R S R
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
025 - - - - 14,05 1,81 16,16 8,79 14,05 1,81 16,16 8,79
029 - - - - 18,65 6,36 29,71 12,25 18,65 6,36 29,71 12,25
030 - - - - 24,60 16,45 26,00 17,24 24,60 16,45 26,00 17,24
031 - - - - 10,31 5,66 9,33 9,33 10,31 5,66 9,33 9,33
035 - - - - 23,31 8,49 26,00 21,00 23,31 8,49 26,00 21,00
036 - - - - - - - - - - - -
040 - - - - - - 5,25 - - - 5,25 -
951 - - - - 29,24 17,16 24,37 16,80 29,24 17,16 24,37 16,80
- - - - 16,63 5,50 20,86 10,81 16,63 5,50 20,86 10,81
Rancangan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia
SDM Industri Kimia Hulu Yang Disertifikasi
PRODUK INDUSTRI KIMIA HULU YANG TERSERTIFIKASI
Layanan Internal (Overhead)
Jumlah
Fisik
1
Rekomendasi Kebijakan Dalam Rangka Mendorong Investasi
Rekomendasi Kebijakan Dalam Rangka Peningkatan Daya
Rancangan Standar Nasional Indonesia Industri Kimia Hulu
SNI Wajib Industri Kimia Hulu
Output
S.D. Triwulan Lalu (%) Triwulan Ini (%) S.D. Triwulan Ini (%)
Keuangan Fisik Keuangan Fisik Keuangan
Tabel 3.1. Target dan Realisasi Per Output Dit. Industri Kimia hulu Tahun 2017
a. Hambatan dan Kendala Pelaksanaan Kegiatan
Pelaksanaan Kegiatan Direktorat Industri Kimia hulu Tahun 2017 dilihat dari sisi
realisasi fisik maupun dari sisi realisasi anggaran masih di bawah target yang
ditetapkan. Hal ini dikarenakan masih terdapat beberapa kendala dalam pelaksanaan
kegiatan yang cukup menghambat proses pelaksanaan kegiatan sehingga tidak sesuai
rencana yang telah disusun.
b. Langkah Tindak Lanjut
Dalam rangka optimalisasi capaian realisasi keuangan maupun fisik di tahun anggaran
2017 perlu dilakukan langkah tindak lanjut untuk mengantisipasi kendala yang ada,
antara lain:
• Penjadwalan pelaksanaan kegiatan yang belum dilaksanakan.
• Koordinasi lebih awal dalam perencanaan kegiatan konsinyering, sosialisasi, dan
Pertemuan Teknis lintas kementerian.
• Koordinasi dengan daerah penerima bantuan mesin peralatan pupuk organik
untuk penyediaan bangunan dan infrastruktur pendukung.
• Koordinasi dan monitoring secara berkala untuk pelaksanaan kegiatan pihak
ketiga.
43
BAB IV PENUTUP
Progress pelaksanaan DIPA Direktorat Industri Kimia Hulu hingga Triwulan I 2019
dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Sebagian besar kegiatan swakelola sudah dilaksanakan. Sementara untuk
pelaksanaan paket lelang pekerjaan pihak ketiga belum dilakukan.
2. Realisasi keuangan hingga Triwulan I Tahun 2019 sebesar Rp. 856.115.590,-atau 5,5
%. Realisasi keuangan maupun fisik lebih rendah dari target. Namun realisasi fisik
lebih besar dari pada realisasi keuangan, hal ini dikarenakan beberapa hal sebagai
berikut :
a) Kegiatan pihak ketiga Direktorat Industri Kimia Hulu pada Tahun 2019
mayoritas dimulai setelah APBNP disahkan. Terlambatnya pengesahan APBNP
mengakibatkan perlunya dilakukan revisi dokumen pelaksanaan pihak III
disesuaikan dengan waktu yang tersedia.
b) Beberapa kegiatan swakelola yang dilakukan penghematan perlu dilakukan
revisi anggaran setelah APBNP disahkan. Hal ini menyebabkan beberapa
kegiatan dilakukan pada pertengahan sampai dengan akhir tahun 2019.
c) Pelaksanaan kegiatan terutama kegiatan swakelola tidak dilaksanakan sesuai
rencana sehingga pelaksanaan masih tumpah tindih dengan kegiatan
swakelola lainnya.
d) Kurangnya kelengkapan data dukung dalam penyusunan kegiatan sehingga
dapat menghambat revisi anggaran tahun 2019.
e) pelaksanaan kegiatan sudah selesai namun administrasi pencairannya sedang
dalam proses.
Laporan Triwulan I Tahun 2019
44
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, untuk mencapai target yang telah
ditetapkan diperlukan koordinasi dari seluruh komponen Direktorat Industri Kimia Hulu
agar target tersebut dapat terlaksana tidak saja dari sisi penyerapan anggaran, namun
juga dari sisi manfaat bagi pengembangan industri kimia hulu.
Demikian laporan ini disusun untuk dijadikan sebagai bahan evaluasi dan indikator
pelaksanaan seluruh kegiatan Direktorat Industri Kimia Hulu pada Triwulan I Tahun
Anggaran 2019.
Top Related