LAPORAN PENELITIAN
DOSEN MUDA
ANALISIS RANTAI PASOK RUMPUT LAUT DI KECAMATAN NUSA
PENIDA, KABUPATEN KLUNGKUNG
Tim Peneliti
I Wayan Gede Sedana Yoga, S.TP.,M.Agb I Wayan Arnata, S.TP., M.Si.
Ir. Sri Mulyani, MP
Dibiayai dari Dana DIPA Universitas Udayana Tahun Anggaran 2014 dengan Surat
Perjanjian Kerja No. 822D/UN.14.1.26/HK.00.04.03 /2014
TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERITAS UDAYANA
TAHUN 2014
ii
HALAMAN PENGESAHAN 1. Judul Penelitian : ANALISIS RANTAI PASOK RUMPUT LAUT DI KECAMATAN
NUSA PENIDA, KABUPATEN KLUNGKUNG ------------------------------------------------------------------------------------------------------------‐‐‐‐‐ 2. Ketua Peneliti a. Nama lengkap dengan gelar : I Wayan Gede Sedana Yoga, STP., M.Agb b. Pangkat/Gol/NIP : Penata Muda / III-a/19800516 200502 1 006 c. Jabatan Fungsional : Asisten Ahli d. Pengalaman penelitian : (Terlampir dalam CV) e. Program studi : Teknologi Industri Pertanian f. Fakultas : Fakultas Teknologi Pertanian g. Alamat rumah/HP : Jl. Noja Gang Santaka No. 13 Denpasar, 80237
08124647979, 087860260100 h. e-mail : [email protected]
[email protected] ------------------------------------------------------------------------------------------------------------‐‐‐‐‐ 3. Jumlah tim Peneliti : 2 orang ------------------------------------------------------------------------------------------------------------‐‐‐‐‐ 4. Pembimbing
a. Nama lengkap dengan gelar : Prof. Dr. Ir. Bambang Ahmadi H. MP. b. Pangkat/Gol/NIP : c. Jabatan Fungsional : d. Pengalaman penelitian : (Terlampir dalam CV) e. Program studi : Teknologi Industri Pertanian f. Fakultas : Fakultas Teknologi Pertanian
------------------------------------------------------------------------------------------------------------‐‐‐‐‐ 5. Lokasi Penelitian : Baturiti dan Denpasar ------------------------------------------------------------------------------------------------------------‐‐‐‐‐ 6. Kerjasama
a. Nama Instansi : - b. Alamat : -
------------------------------------------------------------------------------------------------------------‐‐‐‐‐ 7. Jangka waktu penelitian : 8 (delapan) bulan ------------------------------------------------------------------------------------------------------------‐‐‐‐‐ 8. Biaya Penelitian : Rp. 7.500.000 (Tujuh juta lima ratus ribu rupiah) ------------------------------------------------------------------------------------------------------------‐‐‐‐‐ Mengetahui,
Ketua Jurusan Ketua Tim Pelaksana,
(Ir. Sri Mulyani, MP) (I Wayan Gede Sedana Yoga, STP., M.Agb) NIP. 19620526 198603 2 002 NIP. 19800516 200502 1 006
Mengetahui, Dekan Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Udayana
(Dr. Ir. Dewa Gede Mayun Permana, MP.) NIP. 19591107 198603 1 004
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa /
Tuhan Ynag Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya laporan penelitian
ini dapat diselesaikan dengan baik.
Penelitian ini berjudul “ANALISIS RANTAI PASOK KOMODITAS
RUMPUT LAUT DI KECAMATAN NUSA PENIDA, KABUPATEN
KLUNGKUNG”. Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah supaya para
pelaku dalam agribisnis rumput laut, serta mahasiswa dapat mengatahui dan
memahami: struktur rantai pasok, manajemen rantai pasok, pola aliran informasi
pada masing-masing rantai, proses penanganan pascapanen yang dilakukan pada
masing-masing rantai, kreasi nilai, nilai tambah pada masing-masing rantai, serta
share keuntungan yang diperoleh.
Kami menyadari bahwa laporan ini tidak sempurna sehingga pada
kesempatan ini kami mohon maaf dan dengan senang hati menerima kritik dan
saran untuk perbaikan penelitian selanjutnya. Akhir kata kami berharap semoga
laporan hasil penelitian ini berguna bagi yang memerlukannya.
Bukit Jimbaran, 16 Oktober 2014
Penulis
iv
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR IDENTITAS i
HALAMAN PENGESAHAN ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI iv
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2. Rumusan masalah ................................................................................. 3
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Rantai Pasokan Agribisnis.................................................................4
2.2. Analisis Nilai Tambah (Value Added) Rantai pasok Produk Segar Hortikultura............................................................................................6
III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
3.1. Tujuan penelitian .................................................................................8
3.2. Manfaat penelitian ..........................................................................................8
IV. METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan komoditi rumput laut target penelitian................................9
4.2. Jenis data….....................................................................................9
4.3. Metode Pengumpulan Data....................................................................10
4.4. Target Responden............................................................................10
4.5. Analisis Nilai Tambah dengan Metode Hayami...................................10
4.6. Tahapan Penelitian.................................................................................11
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Keadaan Geografis.....................................................................................13
5.2. Sistem Produksi.........................................................................................14
5.2.1. Lahan dan penyiapannya untuk produksi............................................14
5.2.2. Karakteristik Petani Rumput Laut.............................................................14
5.2.3. Penanaman.................................................................................................14
5.2.4. Pemanenan..........................................................................................15
5.3. Sistem Pascapanen Berdasarkan Pola Rantai pasokan…………………..15
5.3.1. Pencucian dengan air laut .........................................................................15
v
5.3.2. Penjemuran..........................................................................................16
5.3.3. Pengemasan..........................................................................................16
5.3.4. Penyimpanan .............................................................................................17
5.4. Rantai Pasok Rumput Laut.................................................................... …17
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan ...............................................................................................19
6.2. Saran ..........................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................20
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sistem distribusi komoditas pertanian saat ini dicirikan dengan perdagangan
yang tidak transparan yang lebih menguntungkan pedagang dan merugikan petani.
Sistem terlalu dipengaruhi kepentingan para pemodal dan banyak mata rantai,
sehingga posisi tawar petani lemah dan hanya mendapat bagian terkecil dari usaha
tani yang dikembangkan. Posisi tawar petani lemah akibat terlalu dominannya peran
para pemilik modal dan pihak-pihak yang menjadi penghubung antara petani dengan
pasar atau biasa dikenal dengan sebutan tengkulak. Mata rantai sistem agribisnis yang
terlalu panjang juga menjadikan posisi tawar petani lemah. Lemahnya posisi tawar
tersebut membuat petani tidak berdaya dalam menentukan harga berbagai komoditas
tanaman. Fenomena yang terjadi selama ini, harga semua komoditas ditentukan oleh
tengkulak. Petani ditekan sedemikian rupa dan berada dalam poisi terjepit. Guna
meningkatkan posisi tawar petani, perlu dilakukan pemangkas mata rantai dalam
sistem agribisnis. Untuk dapat memangkas rantai tersebut, maka petani perlu
melakukan penambahan nilai berupa: proses produksi yang baik, penanganan
pascapanen yang baik, serta pemasaran yang baik. Sebagai penunjang, perlu adanya
pemberdayaan kelembagaan usaha, baik di tingkat petani maupun pedagang, yang
keduanya mengarah pada posisi kesetaraan, sehingga kedua belah pihak sama-sama
merasakan manfaat keuntungan dalam melaksanakan usaha hortikultura (Dirjen
Hortikultura, 2008).
Secara umum, sistem distribusi komoditas pertanian terdiri atas produsen –
middleman – supermarket, pasar tradisional, atau hotel. Masing-masing pelaku bisnis
tersebut akan memperoleh besaran nilai tambah dan mengeluarkan biaya yang
berbeda-beda. Besarnya nilai tambah bersih yang didapat oleh masing-masing pelaku
bisnis tergantung pada posisi tawar, efisiensi bisnis dan keadilan (fairness) di dalam
pembagian total nilai tambah kepada setiap pelaku bisnis yang terkait (Widia, 2010).
Konsep nilai tambah adalah suatu perubahan nilai yang terjadi karena adanya
perlakuan terhadap suatu input pada suatu proses produksi (Marimin, 2010). Arus
peningkatan nilai tambah komoditas pertanian terjadi di setiap mata rantai, dari hulu
2
ke hilir, yang berawal dari petani dan berakhir pada konsumen akhir. Nilai tambah
dalam pertanian adalah terbentuk ketika terjadi perubahan dalam bentuk fisik produk
pertanian, adopsi metode produksi, atau proses penanganan yang bertujuan untuk
meningkatkan basis konsumen bagi produk tersebut serta mendapatkan porsi yang
lebih besar dari pengeluaran pembelanjaan konsumen yang tumbuh untuk produsen
(Perdana, 2009). Pemberian nilai tambah pada komoditas pertanian biasanya meliputi
pembersihan, sortasi, grading, pengemasan, transport, dan keamanan pangan. Collins
(2009) mengatakan bahwa penanganan pascapanan adalah merupakan domain dalam
proses penciptaan nilai. Pascapanen hortikultura melibatkan transformasi sederhana
dari suatu produk, sehingga produk siap dikonsumsi oleh konsumen. Penanganan
pascapanen yang tidak baik akan menyebabkan tingginya loss pada produk.
Tingginya loss pada produk akan menyebabkan harga produk menjadi tinggi di
tingkat konsumen, karena konsumenlah yang pada akhirnya menanggung seluruh loss
yang terjadi pada rantai pasok.
Rantai pasok atau Supply Chain Management (SCM) adalah suatu jejaring
organisasi yang saling tergantung dan bekerjasama secara menguntungkan melalui
pengembangan sistem manajemen untuk perbaikan sistem penyaluran produk,
informasi, pelayanan dan dana dari pemasok ke pengguna akhir (konsumen).
Pendekatan rantai pasokan didasarkan pada; (a) Proses budidaya untuk menghasilkan
produk (komoditas pertanian), (b) Mentransformasikan bahan mentah (penanganan
panen dan pascapanen), dan (c) Pengiriman produk ke konsumen melalui sistem
distribusi. Rantai pasokan tidak dapat berdiri dengan baik sendiri tanpa diserta
dengan rantai permintaan yang baik pula. Hover (2001) berpendapat bahwa “Ketika
demand dan supply chain bekerja bersama dengan baik, dapat dikatakan bahwa
supply beroperasi dengan baik bersama demand, atau suplier menyediakan konsumen
servis penambahan nilai”. Dalam rantai permintaan, terdapat informasi yang
diinginkan konsumen terhadap suatu produk, yang harus dipenuhi produsen. Jika
aliran informasi berjalan dengan baik, apa yang diinginkan konsumen dapat
ditangkap dengan baik oleh masing-masing rantai, sehingga proses pemuasan
kebutuhan konsumen dapat dimulai dari produsen, yang dianggap sebagai rantai
pertama. Proses pemuasan kebutuhan konsumen dapat diterjemahkan salah satunya
3
dengan penanganan pascapanen yang baik. Kurangnya penanganan pascapanen yang
baik pada masing-masing rantai juga menimbulkan loss yang tinggi, sehingga terjadi
marjin yang tinggi pada masing-masing rantai. Imbas dari semua itu, masing-masing
rantai mengharapkan marjin harga yang tinggi, sedangkan konsumen mengharapkan
harga yang semurah-murahnya.
Penelitian dari World Bank menunjukkan bahwa petani mendapatkan share
nilai tambah yang sangat kecil dibandingkan dengan middleman dan ritel, sedangkan
biaya yang dilekuarkan relatif sama jika dibandingkan dengan rantai yang lain.
Kondisi ini menimbulkan ketimpangan, khususnya bagi pertani. Penelitian ini
berusaha untuk menjawab permasalahan tersebut, yaitu: bagaimana kondisi objektif
rantai pasok, berapakah nilai tambah yang diterima pada masing-masing mata rantai,
apakah adil perlakuan pascapanen yang dilakukan dengan share yang diterima petani,
serta bagaimanakah respon masing-masing rantai terhadap issue-issue yang
berkembang tentang keamanan pangan. Proses pencarian jawaban tersebut dilakukan
dengan melakukan penelitian pada rantai pasok rumput laut di Kecamatan Nusa
Penida, Kabupaten Klungkung dengan menggunakan metode CSAM (A Commoditi
System Assessment Methodology), analisis rantai pasok, dan analisia nilai tambah.
1.2. Perumusan Masalah
Perumusan masalah: (1) Bagaimanakah pola struktur rantai pasokan rumput laut?; (2)
Bagaimanakah praktik penanganan pascapanen dan sumber-sumber apa sajakah yang
menjadi penyebab kehilangan pada masing-masing rantai?; (3) Berapakah nilai
tambah yang diperoleh pada masing-masing rantai?
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Rantai Pasokan Agribisnis
Beberapa tulisan ilmiah mendefinisikan manajemen rantai pasokan agribisnis
sebagai berikut: (1) Roekel et al. (2002) menyatakan bahwa manajemen rantai
pasokan menghubungkan berbagai pelaku bisnis mulai dari petani di lahan pertanian,
industri hasil pertanian, rantai-rantai distribusi sampai kepada konsumen dengan
tujuan untuk mencapai efektivitas rantai pasokan dan aliran barang yang berorientasi
kepada konsumen. (2) Baulakis dan Weightman, 2004 dalam Perdana (2009)
mendefinisiskan manajemen rantai pasokan sebagai suatu kumpulan perusahaan yang
independen yang bekerjasama erat untuk mengelola aliran produk dan jasa sepanjang
rantai pasok tambah produk pertanian dan pangan dalam upaya mewujudkan nilai
konsumen yang unggul pada tingkat harga yang terjangkau. (3) Woods (2004),
manajemen rantai pasokan merupakan manajemen secara keseluruhan dari proses
produksi, distribusi dan pemasaran hasil pertanian untuk memasok konsumen produk
yang diinginkan.
Manajemen rantai pasokan dalam agribisnis memiliki karakteristik unik.
Menurut Bailey et al. (2002) dalam Perdana (2009) karakteristik unik dari manajemen
rantai pasokan agribisnis adalah sebagai berikut :
1. Konsumen
Permintaan konsumen produk pangan menekankan pada aspek kesehatan,
keragaman, dan kenyamanan. Pemilihan produk pangan dipengaruhi oleh
karakteristik konsumen pada setiap negara. Selain itu, konsumsi pangan didorong
oleh kebutuhan konsumen yang unik seperti nutrisi, keamanan pangan, kepekaan
dan kebutuhan sosial. Faktor-faktor tersebut dipengaruhi oleh budaya konsumen
dan lingkungan sosial.
2. Distribusi produk pertanian
Tidak hanya konsumen yang berbeda pada setiap negara, tetapi juga karakteristik
produk seperti pengemasan, pelabelan, dan sistim distribusi juga berbeda. Para
pelaku usaha harus menghadapi perubahan-perubahan aturan dan regulasi serta
harus mengakomodasi keinginan konsuman.
5
3. Peranan pemasaran dalam solusi rantai pasokan
Rantai pasokan pangan agribisnis harus mampu memberikan solusi optimal untuk
ketepatan produk, ketempatan tempat dan ketepatan waktu dalam memenuhi
kebutuhan pasar pada setiap negara. Solusi optimal pemasaran hanya dapat
dicapai apabila dikaitkan dengan isu rantai pasokan yang menjadi penjamin dalam
penyampaian produ ke konsumen.
4. Karakteristik produk pertanian
Sifat yang mudah rusak pada produk pertanian meningkatkan pentingnya
penyimpanan, penanganan dan transportasi. Seperti contoh: tantangan industri
produk segar adalah ketersediaan transportasi yang cepat dan berpendingin.
Dengan globalisasi perdagangan dan pengembangan teknologi penanganan dan
penyimpanan baru, rantai pasokan agribisnis pangan telah mentransformasikan
faktor produk musiman menjadi mekanisme stabilisasi untuk menjamin pasokan
produk yang stabil sepanjang tahun.
5. Isu kesinambungan material
Rantai pasokan harus mampu menjamin ketersediaan pasokan yang berkelanjutan
dari suatu produk pertanian dalam memenuhi prakiraan permintaan konsumen.
Dalam rantai pasokan pangan, ketersediaan bahan baku pertanian harus
diperhatikan dalam proses prakiraan. Hal tersebut terjadi karena sifat produk
pertanian yang mudah rusak dan ketidak pastian pasokan karena jumlah panen
yang tidak menentu.
Tujuan pengembangan manajemen rantai pasokan pada negara berkembang
adalah untuk membangun kapasitas produsen lokal sehingga mampu menghasilkan
produk yang sesuai dengan kebutuhan pasar domestik dan ekspor. Tujuan lainnya
adalah sebagai upaya membantu petani di negara berkembang untuk mengambil
keuntungan dari peluang pertumbuhan kebutuhan konsumsi pangan dunia (Woods,
2004). Menurut Perdana (2009), manajemen rantai pasokan dapat menurunkan biaya
transaksi dan marjin yang terjadi antar rantai. Hal tersebut dikarenakan oleh
banyaknya aktivitas dan berbagai aspek yang terkait di dalamnya.
Kegunaan dari pendekatan pendekatan manajemen rantai pasokan dalam bidang
pertanian didaftar dibawah ini (Roekel et al., 2002) :
6
1. Mengurangi kehilangan produk dalam transportasi dan penyimpanan.
2. Meningkatkan penjualan.
3. Diseminasi teknologi, teknik lanjutan, modal dan pengetahuan diantara mitra
dalam rantai pasokan.
4. Informasi yang lebih baik mengenai arus produk, pasar, dan teknologi.
5. Transparansi rantai pasokan.
6. Penjejakan dan penelusuran sumber pasokan suatu produk.
7. Pengendalian yang lebih baik dari kualitas dan keamanan produk.
8. Investasi dan resiko yang besar dibagi diantara mitra dalam rantai pasokan.
2.2. Analisis Nilai Tambah (Value Added) Rantai pasok Produk Segar Hortikultura
Produk pertanian memiliki sifat yang mudah rusak (perishable), sehingga
diperlukan proses penanganan yang tepat, sehingga produk tersebut sampai ke tangan
konsumen sesuai dengan mutu yang diinginkan. Dalam perjalanannya menuju ke
tangan konsumen, komoditas tersebut akan mengalami beberapa proses perlakuan,
seperti pengolahan, pengawetan, dan pemindahan untuk menambahkan kegunaan
atau untuk menimbulkan nilai tambah. Nilai tambah komoditas pertanian di sektor
hulu dapat dilakukan dengan menyediakan bahan baku berkualitas dan
berkesinambungan yang melibatkan para pelaku pada seluruh mata rantai, antara lain
petani, penyedia sarana dan prasarana pertanian, serta penyedia teknologi (Marimin,
2010).
Ada dua cara untuk menghitung nilai tambah, yaitu nilai tambah untuk
pengolahan dan nilai tambah untuk pemasaran. Faktor-faktor yang mempengaruhi
nilai tambah untuk pengolahan dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu faktor teknis
dan faktor pasar. Faktor teknis yang berpengaruh adalah kapasitas produksi, jumlah
bahan baku yang digunakan, dan tenaga kerja. Sedangkan faktor pasar yang
berpengaruh adalah harga output, upah tenaga kerja, harga bahan baku, dan input
lainnya.
Besar nilai tambah dari proses pengolahan didapat dari pengurangan biaya
bahan baku dan input lainnya terhadap nilai produksi yang dihasilkan, serta tidak
7
termasuk tenaga kerja. Dengan kata lain, nilai tambah menggambarkan imbalan bagi
modal dan manajemen yang secara matematika dinyatakan sebagai berikut.
Nilai tambah = f{K, B, T, U, H, h, L}
Keterangan: K = kapasitas produksi B = bahan baku yang digunakan T = tenaga kerja yang digunakan U = upah tenaga kerja H = harga output h = harga bahan baku L = nilai input lain (nilai semua pengorbanan yang terjadi
selama proses perlakuan untuk menambah nilai)
Kelebihan dari analisis nilai tambah metode Hayami adalah: (1) Dapat
diketahui besarnya nilai tambah; (2) Dapat diketahui besarnya balas jasa terhadap
pemilik faktor produksi; dan (3) Dapat diterapkan di luar subsistem pengolahan,
misalnya pada kegiatan pemasaran (Marimin 2010).
Langkah-lagkah yang dilakukan adalah: (1) Membuat arus komoditas yang
menunjukkan bentuk-bentuk komoditas, lokasi, lamanya penyimpanan, dan berbagai
perlakuan yang diberikan; (2) Mengidentifikasikan setiap transaksi yang terjadi
menurut perhitungan parsial; dan (3) Memilih dasar perhitungan, yaitu satuan input
bahan baku, bukan satuan output, (Marimin 2010).
Konsep pendukung dalam analisis nilai tambah metode Hayami untuk
subsistem pengolahan adalah sebagai berikut: (1) Faktor konversi, merupakan jumlah
output yang dihasilkan satu satuan output; (2) Koefisien tenaga kerja langsung,
menunjukkan jumlah tenaga kerja langsung yang diperlukan untuk mengolah satu
satuan input; dan (3) Nilai output, menunjukkan nilai output yang dihasilkan dari satu
satuan input (Marimin 2010).
8
III. TUJUAN DAN MANFAAT
3.1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah: identifikasi struktur rantai pasokan rumput laut,
menganalisis penanganan pascapanen dan sumber-sumber penyebab kehilangan pada
masing-masing rantai, serta menganalisis nilai tambah yang diperoleh pada masing-
masing rantai, sehingga diperoleh distribusi nilai tambah pada masing-masing rantai.
3.2. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah supaya para pelaku dalam
agribisnis rumput laut, serta mahasiswa dapat mengatahui dan memahami: struktur
rantai pasok, manajemen rantai pasok, pola aliran informasi pada masing-masing
rantai, proses penanganan pascapanen yang dilakukan pada masing-masing rantai,
kreasi nilai, nilai tambah pada masing-masing rantai, serta share keuntungan yang
diperoleh.
9
IV. METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan komoditi rumput laut target penelitian
Penelitian dilakukan pada berbagai pelaku agribisnis rumput laut, dengan
lokasi utama adalah petani di Kecamatan Nusa Penida Kabupaten Klungkung.
Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (Purposive Sampling) yang diambil
berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Kecamatan Nusa Penida dipilih,
karena kecamatan Nusa Penida secara statistik adalah sentra penghasil rumput laut
besar terbesar di Bali. Rumput laut yang dipilih untuk penelitian adalah rumput laut
jenis spinosum (eucheuma spinosum) dan jenis katoni (eucheuma cottoni).
4.2. Jenis Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer mencakup pemetaan proses bisnis dan rantai pasok, yang
meliputi: harga pembelian dan penjualan, sistem transportasi, data jumlah nilai
harian, data jenis dan jumlah biaya yang dikeluarkan masing-masing lembaga
pemasaran, serta data tentang hubungan kemitraan antara pemasok dan distributor.
Data sekunder yang digunakan meliputi data-data hasil penelitian terdahulu yang
dilakukan, serta publikasi dari lembaga-lembaga yang terkait.
4.3. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara:
1. Pengumpulan data primer :
Pengumpulan data dilakukan dengan instrumen kuisioner serta survei dan
wawancara langsung, dengan komponen-komponen dalam rantai pasok.
2. Pengumpulan data sekunder :
Pengambilan data sekunder diperlukan untuk memperkuat dan mendukung
penelitian, yakni berupa: (1) Hasil-hasil penelitian atau studi lainnya mengenai
rantai pasok; (2) Data profil komoditas rumput laut; (3) Data perkembangan
demografi (kependudukan); dan (4) Data lainnya yang mendukung penelitian
10
seperti kebijakan pemerintah, program-program pembangunan daerah, peranan
institusi dan data/ informasi lainnya.
4.4. Target Responden
Pengambilan sampel dilakukan secara proporsional terhadap jumlah populasi
yang ada. Pengambilan sampel desa penelitian dilakukan dengan metode purpossive
sampling. Sampel petani diambil dengan teknik pengambilan sampel acak (random
sampling), besarnya sampel diambil menggunakan tabel Slovin. Pengambilan sampel
pada middleman dan supermarket/pasar tradisional/hotel digunakan digunakan
metode snowball sampling.
4.5. Analisis Nilai Tambah dengan Metode Hayami
Nilai tambah adalah besarnya peningkatan kegunaan dan kepentingan akibat
dilakukannya satu atau lebih proses pada suatu produk (Christopher dalam
Wahyuningsih, 2004). Secara umum, ukuran nilai adalah mutu dan layanan dibagi
dengan biaya dan waktu. Nilai tambah di tingkat produsen (petani) dihitung
berdasarkan selisih harga jual petani dengan ongkos-ongkos produksi yang meliputi
ongkos tenaga kerja (labour cost), ongkos input pertanian (agri. input cost) dan sewa
tanah (land rent), mengadopsi metodologi analisis yang dikembangkan oleh ACIAR
(Australian Centre for International Agricultural Research). Sedangkan nilai tambah
bersih pada setiap kelembagaan pemasaran dihitung berdasarkan selisih harga jual
dan harga beli dikurangi dengan ongkos-ongkos yang relevan pada setiap lembaga
pemasaran (Widia, 2010). Nilai tambah diukur secara matematik menggunakan
metode Hayami. Adapun prosedur penghitungan nilai tambah dapat dilihat pada tabel
berikut :
Prosedur Perhitungan Nilai Tambah Metode Hayami
No. Variabel Nilai Output, input, dan harga 1. Output (kg) (1) 2. Bahan baku (kg) (2) 3. Tenaga kerja (HOK) (3) 4. Faktor konversi (4) = (1)/(2) 5. Koefisien tenaga kerja (HOK/kg) (5) = (3)/(2)
11
6. Harga output (Rp/kg) (6) 7. Upah tenaga kerja langsung
(Rp/HOK) (7)
Penerimaan dan keuntungan 8. Harga bahan baku (Rp/kg) (8) 9. Harga input lain (Rp/kg) (9) 10. Nilai output (Rp/kg) (10) = (4)x(6) 11. a. Nilai tambah (Rp/kg) (11a) = (10) - (9) - (8) b. Rasio nilai tambah (%) (11b) = (11a)/(10) x 100% 12. a. Pendapatan tenaga kerja (Rp/kg) (12a) = (5) x (7) b. Pangsa tenaga kerja (%) (12b) = (12a)/(11a) x 100% 13. a. Keuntungan (Rp/kg) (13a) = (11a) – (12a) b. Tingkat keuntungan (%) (13b) = (13a)/(10) x 100% Balas jasa pemilik faktor produksi 14 Marjin keuntungan (14) = (10) – (8) Pendapatan tenaga kerja (%) (14a) = (12a)/(14) x 100% Sumbangan input lain (%) (14b) = (9)/(14) x 100% Keuntungan perusahan (%) (14c) = (13a)/(14) x 100% Sumber: Marimin, 2010
4.6. Tahapan Penelitian
Tahap pertama adalah menjelaskan profil komoditas rumput laut, yaitu
menggambarkan potensi usaha rumput laut di suatu daerah. Bagian ini
mendeskripsikan perkembangan suatu komoditas dalam tiga tahun terakhir.
Tahap kedua adalah menggambarkan kondisi obyektif rantai pasok. Kondisi
objektif rantai termasuk pola aliran produk, aliran income, serta aliran informasi.
Tahap ketiga adalah analisis rantai pasok. Tahapan ketiga ini terdiri dari tiga
analisis yaitu penentukan aliran produk, aliran income dan aliran informasi. Aliran
produk menjelaskan pelaku yang berperan dalam pengadaan bahan baku, pengolahan
sampai dengan pemasaran produk. Aliran income menggambarkan transaksi dalam
bentuk uang. Aliran informasi menjelaskan kemampuan setiap pelaku serta lembaga
yang langsung maupun tidak langsung terlibat dalam mata rantai untuk memberikan
dan memperoleh informasi baik mengenai harga, jumlah dan kualitas produk, serta
kontinyuitas produk dalam upaya memperlancar pasokan bahan baku/produk.
Tahap keempat adalah analisis nilai tambah. Dengan menggunakan metode
Hayami, maka akan diperoleh: nilai tambah, rasio nilai tambah, pendapatan tenaga
kerja, keuntungan, persentase tingkat keuntungan , marjin keuntungan, persentase
12
pendapatan tenaga kerja, persentase sumbangan input lain, serta persentase
keuntungan perusahan.
Tahap kelima yaitu pembahasan hasil penelitian. Tahap ini menguraikan
tentang permasalahan yang dihadapi oleh masing-masing rantai, serta kemungkinan
solusi yang dapat diberikan dikaitkan dengan teori-teori yang cocok.
Tahap keenam yaitu kesimpulan dan saran. Pada tahapan ini, disarikan
pembahasan menjadi kesimpulan, serta saran-saran yang nantinya akan diberikan
kepada pihak-pihak terkait seperti produsen, middleman, konsumen, serta pemerintah.
13
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Keadaan Geografis
Kabupaten Klungkung merupakan Kabupaten yang paling kecil dari 9
(sembilan) Kabupaten dan Kodya di Bali, terletak diantara 115 ° 27 ' - 37 '' 8 ° 49 ' 00
''. Lintang Selatan dengan batas-batas disebelah utara Kabupaten Bangli. Sebelah
Timur Kabupaten Karangasem, sebelah Barat Kabupaten Gianyar, dan sebelah
Selatan Samudra India, dengan luas : 315 Km ². Wilayah Kabupaten Klungkung
sepertiganya ( 112,16 Km ²) terletak diantara pulau Bali dan dua pertiganya ( 202,84
Km ² lagi merupakan kepulauan yaitu Nusa Penida, Nusa Lembongan dan Nusa
Ceningan.
Kecamatan Nusa Penida terdiri dari tiga kepulauan yaitu pulau Nusa Penida,
Pulau Lembongan dan Pulau Ceningan, terdiri dari 16 Desa Dinas, Dengan Jumlah
Penduduk 46,749 Jiwa (8.543 KK). Pulau Nusa Penida bisa ditempuh dari empat
tempat yaitu lewat Benoa dengan menumpang Quiksilver/Balihai ditempuh +1 jam
perjalanan, lewat Sanur dengan menumpang perahu jarak tempuh + 1,5 Jam
perjalanan. Lewat Kusamba dengan menumpang Jukung jerak tempuh +1,5 jam
perjalanan. sedangkan kalau lewat Padangbai dengan menumpang Kapal Boat yang
jarak tempuh + 1 jam perjalanan. Secara umum kondisi Topografi Nusa Penida
tergolong landai sampai berbukit. Desa - desa pesisir di sepanjang pantai bagian utara
berupa lahan datar dengan kemiringan 0 - 3 % dari ketinggian lahan 0 - 268 m dpl.
Semakin ke selatan kemiringan lerengnya semakin bergelombang. Demikian juga
pulau Lembongan bagian Utara merupakan lahan datar dengan kemiringan 0- 3% dan
dibagian Selatan kemiringannya 3-8 %. Sedangkan Pulau Ceningan mempunyai
kemiringan lereng bervariasi antara 8-15% dan 15-30% dengan kondisi tanah
bergelombang dan berbukit.
Mata pencaharian penduduk adalah pertanian dan sektor perikanan merupakan
mata pencaharian utama oleh 6,68% tersebar pada desa-desa pesisir yaitu Suana,
Batununggul, Kutampi Kaler, Ped dan Desa Toyapakeh. Di Pulau Lembongan
16,80% penduduk bergerak dibidang perikanan, dan Ceningan 12,88% mengingat
14
kondisi dan topografi daerah maka yang cocok dikembangkan adalah Sektor
Pertanian, dan Sektor Pariwisata.
5.2. Sistem Produksi
Untuk mendapatkan mutu rumput laut yang baik, maka budidaya menjadi
proses yang penting untuk diperhatikan. Pengolahan yang baik, akan mengkasilkan
rumput laut yang baik pula.
5.2.1. Karakteristik Petani Rumput Laut
Petani rumput laut di Kecamatan Nusa Penida sebagian besar menggarap
lahan sendiri. Dari 30 responden, 27 orang menggarap lahan sendiri, 2 orang
menyewa, dan 1 orang adalah buruh tanam rumput laut. Rata-rata umur petani
penggarap adalah 40,37 tahun, dengan sebaran usia dari 23 – 60 tahun. Rata-rata luas
area yang dikelola adalah 4,2 are.
5.2.2. Penanaman
Kualitas rumput laut yang dihasilkan tidak hanya dipengaruhi oleh teknik
budidaya yang digunakan tetapi juga dipengaruhi oleh umur tanaman, cara panen dan
keadaan cuaca pada saat panen. Rumput laut siap dipanen pada umur 1 – 1,5 bulan
setelah ditanam. Apabila dipanen sebelum umur tersebut maka kualitas rumput laut
yang dihasilkan menjadi rendah karena kandungan agar/karaginannya rendah dan
kekuatan gel dari agar/karaginan juga rendah tetapi kadar airnya tinggi.
5.2.3. Pemanenan
Pemanenan rumput laut di nusa Penida dilakukan pada pagi hari, mulai pukul
07.00 – pukul 10.00 WITA. Hal ini bertujuan untuk mengurangi kerusakan kualitas
sebelum dijemur kembali pada keeseokan harinya. Proses pemanenan rumput laut
yang dilakukan di Nusa Penida: (1) Pembersihhan rumput laut dari kotoran atau
tanaman lain yang melekat sebelum dipanen; (2) Pelepasan tali ris yang dengan ikatan
rumput laut dari tali utamanya; (3) Peletakan gulungan tali ris yang penuh rumput laut
tersebut kedalam sampan atau perahu; serta (4) Rumput laut dibawa ke daratan untuk
selanjutnya dilakukan pemetikan rumput-rumput laut dari tali ris (panen keseluruhan)
dan petik thallus muda untuk dijadikan bibit pada tanaman berikutnya.
15
Teknik panen keseluruhan (full harvest) dinilai lebih cepat dan lebih praktis bila
dibandingkan dengan teknik memetik /memotong rumput laut secara langsung di
tengah laut. Keuntungan lainnya apabila menggunakan teknik panen keseluruhan,
adalah dapat sekaligus memilih thallus muda yang akan dijadikan sebagai bibit untuk
penanaman berikutnya.
Frekuensi penanaman rumput laut di Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten
Klungkung rata-rata adalah 13 kali per tahun, dengan rata-rata volume produksi 5520
kg/tahun pada luas area tanam 121 are.
5.3. Sistem Pascapanen Berdasarkan Pola Rantai pasokan
Penanganan pascapanen rumput laut yang dilakukan pada rantai pasok rumput
laut di Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung adalah:
5.3.1. Pencucian dengan air laut
Rumput laut yang sudah dipanen, dicuci dengan menggunakan air laut sampai
bersih kemudian dijemur hingga 2 – 3 hari tergantung kondisi cuaca saat itu.
Pencucian rumput laut setelah dipanen dengan air laut ini dimaksudkan untuk
membersihkan rumput laut dari kotoran-kotoran yang menempel. Petani melakukan
pencucian rumput laut dengan air laut dimaksudkan agar supaya warna rumput laut
tidak memudar sebab apabila rumput laut dicuci dengan air tawar akan menyebabkan
perubahan warna. Selain itu hal ini dilakukan karena para pembeli biasanya
kebanyakan meminta kondisi rumput laut kering dalam kondisi kering tanpa
pencucian dengan air tawar.
5.3.2. Penjemuran
Proses selanjutnya adalah pengeringan atau penjemuran. Pengeringan adalah
suatu metode untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan
dengan cara menguapkan air pada bahan tersebut dengan menggunakan energy panas.
Pengeringan atau penjemuran yang dilakukan oleh petani adalah dengan
menggunakan panas dari sinar matahari. Pengeringan hasil panen dilakukan di bawah
sinar matahari langsung dengan menggunakan anjangan dari bambu agar hasil panen
tidak tercampur dengan pasir, tanah atau benda-benda lainya. Pengeringan
16
dilaksanakan selama siang hari pada cuaca cerah dan pada malam hari atau waktu
hujan, hasil panen ditutup supaya tidak tercampur dengan air hujan maupun embun.
Pengeringan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan cara
menggunakan alat pengering (oven) atau secara alami dengan menjemur dengan sinar
matahari. Yang murah dan praktis adalah dengan cara dijemur dengan sinar matahari
selama 2 - 3 hari, tergantung kondisi panas matahari. Dalam penjemuran ini harus
menggunakan alas, seperti para-para, terpal plastik dan lain-lain untuk menghindari
tercampurnya rumput laut hasil panen dengan kotoran seperti pasir atau kerikil dan
lain-lain. Setelah kering dan bersih dari segala macam kotoran maka rumput laut
dimasukkan kedalam karung plastik untuk kemudian siap dijual atau disimpan di
gudang. Pada waktu penyimpanan hindari kontaminasi dengan minyak atau air tawar.
5.3.3. Pengemasan
Rumput laut yang sudah kering dan bersih kemudian dimasukkan ke dalam
karung plastic maupun karung bekas dan dipadatkan. Jarum dan tali rafia
dipergunakan untuk menutup karung plastik bagian atas dengan cara disulam. Bila
pengemasan telah selesai maka rumput laut segera di jual ke pengepul kecil. Tujuan
dari pengemasan sendiri antara lain: (1) Membuat umur simpan bahan pangan
menjadi panjang; (2) Menyelamatkan produksi bahan pangan yang berlimpah; (3)
Mencegah rusaknya nutrisi/gizi bahan pangan; (4) Menjaga dan menjamin tingkat
kesehatan bahan pangan; (5) Memudahkan distribusi/ pengangkutan bahan pangan;
(6) Mendukung perkembangan makanan siap saji; serta (7) Menambah estetika dan
nilai jual bahan pangan.
Berdasarkan pengamatan pada saat praktek kerja lapang, dapat diketauhi bahwa
kegiatan pengemasan yang dilakukan oleh petani rumput laut tidak
memperhatikan hal-hal di atas. Kebanyakan karung-karung plastik yang
digunakan sebagai bahan pengemas tidak memenuhi ketentuan, misalnya ada
karung plastic yang berlubang, warnanya sudah pudar dan terkadang pula bagian
luar kotor bekas tanah. Di tempat penjualan rumput laut, karung plastic berisi
rumput kering ditimbang dengan menggunakan timbangan duduk. Rumput laut
dihitung berdasarkan harga per kg.
5.3.4. Penyimpanan
17
Rumput laut milik petani-petani Desa Sidomulyo yang sudah dibeli oleh pengepul
kecil selanjutnya ditampung pada gudang penyimpanan milik kelompok tani
Tawang Sari dimana pengepul tersebut melaukan system penyewaan tempat
kepada kelompok tani tersebut. Hal ini dilakukan karena pengepul sendiri tidak
mempunyai gudang dalam jumlah besar untuk menampung hasil panen milik
petani serta memudahkan pengepul sendiri dalam membeli rumput laut karena
ditempat inilah para petani lebih mudah ditemui. Selanjutnya pengepul hanya
akan melakukan penimbangan saja sebelum rumput laut di jual ke pengepul besar
maupaun ke pabrik-pabrik.
5.4. Rantai Pasok Rumput Laut
Rantai pasok rumput laut yang ada di Kecamatan Nusa Penida Kabupaten
Klungkung ada satu rantai, yaitu Petani Rumput Laut – Pedagang Pengumpul –
Pedagang Besar Surabaya.
Petani melakukan pembibitan rumput laut dengan cara mengikat bibit pada
tali. Bibit diperoleh dari tanaman rumput laut muda, hasil panen sebelumnya.
Penanaman dan pemanenan rumput laut pada areal sepanjang pantai Nusa Penida.
Umur rumput laut dari penanaman hingga siap dipanen mencapai satu bulan. Dalam
setahun, petani dapat melakukan maksimal 13 kali pemanenan. Pemanenan dilakukan
dengan melepaskan tali pengikat tambatan rumput laut dan selanjutnya ditaruh pada
wadah keranjang. Rumput laut selanjutnya dipetik di darat, untuk memudahkan
pemanenan, dan mempercepat penjemuran rumput laut. Setelah kering, rumput laut
selanjutnya dikemas menggunakan karung plastik, dan dijual kepada pedagang
pengumpul. Kehilangan selama pemanenan pada tingkat petani adalah sebesar 20%.
Pedagang pengumpul selanjutnya menjemur kembali rumput laut. Pada proses
penjemuran, dilakukan juga pembersihan rumput laut dari kotoran yang masih ada,
18
seperti karang, plastik, batu, dan lainnya. Setelah kering, maka rumput laut
selanjutnya dikemas menggunakan karung plastik dan ditimbang, kemudian disimpan
untuk selanjutnya dikirim ke pedagang besar di Surabaya. Alat transportasi yang
digunakan adalah Truk terbuka. Transportasi menggunakan truk menyebabkan
kehilangan pada saat transportasi sebesar 10%.
Petani menjual rumput laut kering kepada pedagang pengumpul rata-rata
seharga Rp 3.944,44. Harga jual tertinggi pada tingkat petani adalah Rp 7.000 dan
harga terendah adalah Rp 3.500. Dari harga tersebut, petani mendapat keuntungan
rata-rata Rp 1.273, dengan keuntungan tertinggi Rp 1.754 dan kruntungan terendah
Rp 968.
19
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
1. Identifikasi struktur rantai pasokanan rumput laut yaitu: Petani Rumput Laut
Pedagang Pengumpul Pedagang Besar Surabaya.
2. Sumber-sumber penyebab kehilangan pada rantai pasokan yaitu: pada Petani
Rumput Laut Pedagang Pengumpul, kehilangan terbesar terjadi pada rumput
laut yang terserang hama. Total kehilangan rata-rata sebesar 20%. Pada Pedagang
Pengumpul Pedagang Besar Surabaya, kerusakan terjadi saat rumput laut
berjamur akibat dari kekurangan sinar matahari pada proses pengeringan.
Kehilangan pada rantai ini mencapai 10%.
3. Rantai pasokan memberikan share keuntungan sebesar Rp 1.273 bagi petani dan
Rp 1.754 bagi pedagang pengumpul.
6.2. Saran
Jika petani mampu membuat kelompok tani, dan menjual langsung ke
Pedagang Besar Surabaya, maka keuntungan yang didapatkan oleh petani akan
semakin besar.
20
DAFTAR PUSTAKA
Arda, G., M. Wijaya, G.S. Yoga, dan M.S. Utama. 2009. Baseline Survey dan Analisisnya dalam Rangka Pengembangan Agribisnis Holtikultura UD. SILA ARTHA. Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana.
Badan Pusat Statistik. 2009. Data Bali Membangun. Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah. Pemerintah Provinsi Bali. Badan Pusat Satistik Kabupaten Klungkung. 2009. Kecamatan Nusa Penida Dalam
Angka 2009. ISSN no. 0852-0494 CIRDAP. 2010. Reduction of Post Harvest Losses by Improving Storage Methods
and Technologies. Agricultural and Rural Development Planning and Economic Research Institute (ARDPERI). Tehran. Iran.
Directorate of Research (Agri) Assam Agricultural University. 2005. Post Harvest
Practices and Loss Assessment of Some Commercial Horticultural Crops of Assam. Jorhat. India
Direktorat Jendral Hortikultura Departemen Pertanian. 2008. Membangun
Hortikultura Berdasarkan Enam Pilar Pengembangan. Jakarta. FAO. 2003. Selected Indicators of Food and Agriculture Development in Asia-
Pacific Region 1992-2002. Food and Agriculture Organization of The United Nations Regional Office for Asia and The Pacific. Bangkok October 2003, diunduh dari http://www.fao.org/DOCREP/004/AD452E/ad452e1y.htm pada 17 Desember 2011.
Hindarwati, 2007, Departemen Pertanian Republik Indonesia, Pusat Perlindungan
Varietas Tanaman, Panduan Pengujian Individual Kebaruan, Keunikan, Keseragaman dan Kestabilan Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.).
La Gra, J. 1999. A Comodity Systems Assessment Methodology for Problem and
Project Identification. Postharvest Institue for Perishables. Collage of Agriculture University of Idaho. Moscow.
Marimin, N. dan Maghfiroh. 2010. Aplikasi Teknik Pengambilan Keputusan dalam
Manajemen Rantai Pasokan. IPB Press. Bogor. Mutiarawati, T. 2007. Penanganan Pasca Panen Hasil Pertanian. makalah
Workshop Pemandu Lapangan I (PL-1) Sekolah Lapangan Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (SL-PPHP) Departemen Pertanian.
21
Pemerintah Kabupaten Klungkung, 2013, http://www.klungkungkab.go.id/index.php/profil/15/Kondisi-Geografis
Perdana, T. 2009. Pemodelan Dinamika Sistem Rancangbangun Manajemen Rantai Pasokan Industri Teh Hijau. Disertasi tidak dipublikasikan. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Poerwanto, R. 2009. Dasar-Dasar Hortikultura. Bahan Ajar. Departemen
Agronomi dan Hortikultura. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Setiawan, A. 2009. Studi Peningkatan Kinerja Manajemen Rantai Pasokan Sayuran
Dataran Tinggi Terpilih di Jawa Barat. Tesis tidak dipubikasikan. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
Sutrisno. 1996. Peranan Teknologi Pascapanen dalam Agroindustri. Agrimedia hal:
28-30. Volume 2 No.2 September 1996 ISSN: 0853-8468. The World Bank. 2007. Horticultural Producers and Supermarkaet Development in
Indonesia. The World Bank report No. 38543-ID. Widia, W., dan K.B. Susrusa. 2010. Pemetaan Proses Bisnis dan Analisis Rantai
Nilai Komoditi Cabe Merah di Provinsi Bali. disampaikan pada Seminar Nasional Hortikultura. PERHORTI, 25-26 November 2010.
Worinu, M. 2007. The Operation and Effectiveness of Formal and Informal Supply
Chains for Fresh Produce in the Papua New Guinea Highlands. Unpublished thesis. Lincoln University
Woods, J. E. 2004. Supply Chain Management: Understanding the Concept and Its
Implications in Developing Countries. 18-26 Proceedings of a workshop” Agriproduct Supply-Chain Management in Developing Countries” held in Bali, Indonesia. 19–22 August 2003.
Top Related