LAPORAN DISKUSI KELOMPOK
PEMICU 3
MODUL REPRODUKSI
Disusun oleh:
Kelompok Diskusi 4
1. Agung Priasmoyo I11112003
2. Tia Aditya Rini I11112082
3. Daniel Rychard’s Watopa I1011131023
4. Bella Faradiska Yuanda I1011131041
5. Arif Padillah I1011131045
6. Metha Husada Persiwi I1011131047
7. Andi Wijaya I1011131051
8. Deby Wahyu Putriana I1011131052
9. Abidah Bazlinah Dermawan I1011131055
10. Cindy Christianti I1011131077
11. Febriska Taradipa I1011131084
12. Egy Septiansyah I1011131088
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Pemicu
Seorang wanita usia 28 tahun dibawa ke IGD oleh suaminya dengan
keluhan nyeri perut kanan bawah. Nyeri dirasakan sejak 3 jam sebelum
masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan semakin kuat. Terdapat pusing, badan
lemas, mual dan muntah. Terdapat perdarahan yang keluar sedikit-sedikit
dari kemaluan sejak 1 jam terakhir. Pasien terlambat haid sekitar 6 minggu.
1.2 Klasifikasi dan Definisi
-
1.3 Keyword
1. Wanita 28 tahun
2. Nyeri perut kanan bawah
3. Pusing, mual, badan lemas, muntah
4. Perdarahan pervaginam
5. Terlambat haid 6 minggu
1.4 Data Tambahan:
1. KU : Compos Mentis
2. Tekanan Darah : 90/60 mmHg
3. Nadi : 108 kali/menit
4. Suhu : 37,2 0C
5. RR : 24 kali/menit
6. Hb : 8,8
7. HCG : positif (+)
8. Palpasi abdominal : tidak ada pembesaran
9. Cavum Douglas : menonjol
10. Nyeri goyang : positif (+)
1.5 Rumusan Masalah
Wanita 28 tahun dengan keluhan nyeri perut kanan bawah, pusing, lemas,
mual, muntah, perdarahan pervaginam dan terlambat haid 6 minggu.
1.6 Analisis Masalah
1.7 Hipotesis
Wanita 28 tahun mengalami gangguan kehamilan ektopik.
Wanita, 28 tahun
Triad Classic:Nyeri pada perut kanan bawahPerdarahan pervaginamTerlambat haid
Keluhan utama:PusingMual MuntahLemas
Pemeriksaan Fisik
DD:AbortusKehamilan EktopikMola Hidatidosa
Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis
Tatalaksana
1.8 Pertanyaan Diskusi
1. Abortus, Kehamilan Ektopik dan Molla Hidatidosa
a) Definisi
b) Epidemiologi
c) Faktor resiko
d) Manifestasi Klinis
e) Klasifikasi
f) Patofisiologi
g) Diagnosis
h) Tatalaksana
i) Edukasi
j) Prognosis
2. Apa yang menyebabkan wanita tersebut nyeri pada perut bagian kanan
bawah?
3. Apa yang menyebabkan wanita tersebut mual dan muntah?
4. Apa hubungan perdarahan pervaginam dengan kasus?
5. Bagaimana tatalaksana kegawatdaruratan pada kasus pemicu?
6. Bagaimana edukasi untuk menjaga kesehatan janin?
7. Bagaimana pemeriksaan fisik yang dilakukan pada kehamilan normal?
8. Apa saja infeksi yang dapat mempengaruhi kehamilan?
9. Apa saja kegawatdaruratan yang terjadi pada saat kehamilan?
10. Bagaimana tatalaksana kegawatdaruratan pada kehamilan?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Abortus
2.1.a. Definisi Abortus
Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum janin dapat
hidup di dunia luar, tanpa mempersoalkan penyebabnya.Bayi baru
mungkin hidup di dunia luar bila berat badannya telah mencapai >
500gr atau umur kehamilan > 20 minggu.1
2.1.b. Epidemiologi Abortus
Insidensi dari aborsi bervariasi tergantung dari variabel yang
digunakan untuk menentukan status aborsi dari suatu kehamilan.
Menurut penelitian yang dilakukan Aan Guttmacher Institute,
angka kejadian aborsi di Amerika Serikat adalah 1.287.000 kasus
pada tahun 2003 dengan rasio 20.8 per 1000 kelahiran pada wanita usia
produktif (15-49 tahun).2
Di Indonesia sendiri, sebuah penelitian menunjukkan angka kejadian
aborsi sebesar 2.000.000 kasus pada tahun 2000 dengan rasio 37 per 1000
kelahiran pada wanita usia produktif (15-49 tahun). Penelitian ini dilakukan
pada fasilitas kesehatan dari 6 wilayah. Dari penelitian yang telah dilakukan,
terbukti sebagian besar perempuan yang melakukan aborsi
memiliki profil khusus yaitu mereka cenderung sudah menikah dan hampir
dua pertiga sudah pernah duduk di bangku Sekolah Menengah Atas.2
Hal ini bertentangan dengan kenyataan bahwa hanya38%
dari perempuan pernah kawin yang pernah duduk di bangku Sekolah
Menengah. Selanjutnya ditemukan bahwa hampir setiap klien yang
melakukan aborsi berusia lebih dari 20 tahun (58% berusia lebih dari 30
tahun). Dan hampir separuh dari perempuan-perempuan tersebut sudah
memiliki paling sedikit dua anak. Hampir sebagian besar dari mereka
yang melakukan praktek aborsi mengaku karena sudah tidak ingin
memiliki anak lagi.2
2.1.c. Faktor resiko Abortus
Abortus pada wanita hamil bisa terjadi karena beberapa sebab
diantaranya :3,4,5,6
a. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi. Kelainan inilah yang
paling umum menyebabkan abortus pada kehamilan sebelum
umur kehamilan 8 minggu. Beberapa faktor yang
menyebabkan kelainan ini antara lain : kelainan
kromoson/genetik, lingkungan tempat menempelnya hasil
pembuahan yang tidak bagus atau kurang sempurna dan
pengaruh zat-zat yang berbahaya bagi janin seperti radiasi,
obat obatan, tembakau, alkohol dan infeksi virus.
b. Kelainan pada plasenta. Kelainan ini bisa berupa gangguan
pembentukan pembuluh darah pada plasenta yang disebabkan
oleh karena penyakit darah tinggi yang menahun.
c. Faktor ibu seperti penyakit penyakit khronis yang diderita oleh
sang ibu seperti radang paru paru, tifus, anemia berat,
keracunan dan infeksi virus toxoplasma.
d. Kelainan yang terjadi pada organ kelamin ibu seperti gangguan
pada mulut rahim, kelainan bentuk rahim terutama rahim yang
lengkungannya ke belakang (secara umum rahim melengkung
ke depan), mioma uteri, dan kelainan bawaan pada rahim.
2.1.d. Manifestasi Klinis Abortus
Beberapa manifestasi klinis yang terdapat pada abortus adalah:7
Perdarahan pervaginam dari bercak hingga berjumlah banyak
Perut nyeri dan kaku
Pengeluaran sebagian produk konsepsi
Serviks dapat tertutup maupun terbuka
Ukuran uterus lebih kecil dari yang seharusnya
2.1.e. Klasifikasi Abortus
1. Berdasarkan prosesnya1
A. Abortus spontan
Keluarnya hasil konsepsi tanpa intervensi medis atau
mekanis.
B. Abortus buatan (Abortus provocatus)
I. Abortus buatan menurut kaidah ilmu (Abortus
provocatus artificialis/therapeuticus)
Abortus yang dilakukan oleh tim medis, demi
kepentingan ibu. Indikasinya seperti penyakit jantung,
hipertensi esensial, dan karsinoma serviks.
II. Abortus buatan criminal (Abortus provocatus criminalis)
Pengguguran kehamilan tanpa alasan medis yang sah
atau oleh orang yang tidak berwenang dan dilarang oleh
hukum atau dilakukan oleh yang tidak berwenang.
2. Berdasarkan gambaran klinis1
A. Abortus iminens (keguguran mengancam)
Abortus ini baru mengancam dan masih ada harapan untuk
mempertahankannya.
B. Abortus insipiens (keguguran berlangsung)
Abortus yang sedang berlangsung dan tidak dapat dicegah
lagi.
C. Abortus inkompletus (keguguran tidak lengkap)
Sebagian buah kehamilan telah dilahirkan, tetapi sebagian
(biasanya jaringan plasenta) masih tertinggal di rahim.
D. Abortus kompletus (keguguran lengkap)
Seluruh buah kehamilan telah dilahirkan
E. Abortus tertunda (missed abortion0
Keadaan di mana janin telah mati sebelum minggu ke-20
tetapi bertahan di dalam rahim selama beberapa minggu
setelah janin mati.
F. Abortus habitualis
Abortus yang telah berulang dan berturut-turut terjadi,
sekurang-kurangnya 3 kali berturut-turut.
2.1.f. Patofisiologi Abortus
Patofisiologi terjadinya keguguran mulai dari terlepasnya sebagian
atau seluruh jaringan plasenta, yang menyebabkan perdarahan
sehingga janin kekurangan nutrisi dan O2. Pengeluaran tersebut
dapat terjadi spontan seluruhnya atau sebagian masih tertinggal,
yang menyebabkan berbagai penyulit. Oleh karena itu keguguran
memberikan gejala umum sakit perut karena kontraksi rahim,
terjadi perdarahan, dan disertai pengeluaran seluruh atau sebagian
hasil konsepsi. Bentuk perdarahan bervariasi diantaranya :3,4,5,6
a. Sedikit-sedikit dan berlangsung lama.
b. Sekaligus dalam jumlah besar dapat disertai gumpalan.
c. Akibat perdarahan, dapat menimbulkan syok, nadi meningkat,
tekanan darah turun, tampak anemis dan daerah ujung (akral)
dingin.
2.1.g. Diagnosis Abortus
a. Anamnesa8
Tiga gejala utama (postabortion triad) pada abortus adalah nyeri
di perut bagian bawah terutamanya di bagian suprapubik yang
bisa menjalar ke punggung,bokong dan perineum, perdarahan
pervaginam dan demam yang tidak tinggi. Gejala ini
terutamanya khas pada abortus dengan hasil konsepsi yang
masih tertingal di dalam rahim.
b. Pemeriksaan Fisik8
Bercak darah diperhatikan banyak, sedang atau sedikit. Palpasi
abdomen dapat memberikan gambaran keberadaan hasil
konsepsi dalam abdomen dengan pemeriksaan bimanual. Yang
dinilai adalah uterus membesar sesuai usia gestasi, dan
konsistensinya. Pada pemeriksaan pelvis, dengan menggunakan
spekulum keadaan serviks dapat dinilai samaada terbuka atau
tertutup , ditemukan atau tidak sisa hasil konsepsi di dalam
uterus yang dapat menonjol keluar, atau didapatkan di liang
vagina.
c. Pemeriksaan Penunjang8
Pemeriksaan laboratorium berupa tes kehamilan, hemoglobin,
leukosit, waktu bekuan, waktu perdarahan, trombosit, dan GDS.
Pada pemeriksaan USG ditemukan kantung gestasi tidak utuh,
ada sisa hasil konsepsi dalam uterus.
2.1.h. Tatalaksana Abortus
Dibedakan menurut jenis abortus yang dialami, antara lain :3,4,5,6
a. Abortus Komplet
Tidak memerlukan penanganan penanganan khusus, hanya
apabila menderita anemia ringan perlu diberikan tablet besi dan
dianjurkan supaya makan makanan yang mengandung banyak
protein, vitamin dan mineral.
b. Abortus Inkomplet
Bila disertai dengan syok akibat perdarahan maka pasien diinfus
dan dilanjutkan transfusi darah. Setelah syok teratasi, dilakukan
kuretase, bila perlu pasien dianjurkan untuk rawat inap.
c. Abortus Insipiens
Biasanya dilakukan tindakan kuretase bila umur kehamilan
kurang dari 12 minggu yang disertai dengan perdarahan.
d. Abortus Iminens
Istirahat baring, tidur berbaring merupakan unsur penting dalam
pengobatan karena cara ini akan mengurangi rangsangan
mekanis dan menambah aliran darah ke rahim. Ditambahkan
obat penenang bila pasien gelisah.
e. Missed Abortion
Dilakukan kuretase. harus hati hati karena terkadang plasenta
melekat erat pada rahim.
f. Abortus Habitualis
Cari penyebab
Transfusi leukosit / Heparin.
g. Abortus Infeksius- Abortus Septik
Infus
Anti Biotika Spektrum Luas
Kultur – Sensitivity Test
Bila keadaan sudah layak Kuret
Kalau Tetanus :
1. Inj. ATS
2. Irigasi H2O2
3. Histerektomi
Terapi untuk perdarahan yang tidak mengancam nyawa
adalah dengan Macrodex, Haemaccel, Periston, Plasmagel,
Plasmafundin (pengekspansi plasma pengganti darah) dan
perawatan di rumah sakit. Terapi untuk perdarahan yang
mengancam nyawa (syok hemoragik) dan memerlukan anestesi,
harus dilakukan dengan sangat hati-hati jika kehilangan darah
banyak. Pada syok berat, lebih dipilih kuretase tanpa anestesi
kemudian Methergin. Pada abortus pada demam menggigil,
tindakan utamanya dengan penisilin, ampisilin, sefalotin, rebofasin,
dan pemberian infus.
2.1.i. Edukasi Abortus
Edukasi pada kasus abortus adalah:8
1. Istirahat berbaring.
Tidur terbaring merupakan unsur penting dalam pengobatan
karena cara ini menyebabkan bertambahnya aliran darah ke
uterus dan berkurangnya rangsang mekanis.
2. Coitus dilarang selama dua minggu setelah perdarahan
berhenti.
3. Berikan obat penenang bila perlu, biasanya fenobarbital 3x30
mg.
4. Diet tinggi protein dan tambahan vitamin C.
5. Periksa denyut nadi dan suhu badan 2 kali sehari bila pasien
tidak mengalami peningkatan suhu dan 4 jam sekali bila pasien
demam.
6. Bersihkan vulva minimal 2 kali sehari.
7. Pemeriksaan USG dan tes HCG pada abortus imminens.
2.1.j. Prognosis Abortus
Prognosis keberhasilan kehamilan tergantung dari etiologi
aborsi spontan sebelumnya. Perbaikan endokrin yang abnormal
pada wanita dengan abortus yang rekuren mempunyai prognosis
yang baik sekitar >90 %. Pada wanita keguguran dengan etiologi
yang tidak diketahui, kemungkinan keberhasilan kehamilan sekitar
40-80 %. Sekitar 77 % angka kelahiran hidup setelah pemeriksaan
aktivitas jantung janin pada kehamilan 5 sampai 6 minggu pada
wanita dengan 2 atau lebih aborsi spontan yang tidak jelas.8
2.2. Molla Hidatidosa
2.2.a. Definisi Molla Hidatidosa
Mola Hidatidosa adalah kehamilan abnormal ditandai
dengan villi korialis yang mengalami perubahan hidrofobik
membentuk kelompok-kelompok menyerupai buah anggur.10,11,12
Mola Hidatidosa ( MH ) merupakan salah satu tipe penyakit
trofoblas gestasional (Gestational Trophoblast Disease, GTD),
yakni penyakit berasal dari sel yang pada keadaan normal
berkembang menjadi plasenta pada masa kehamilan, meliputi
berbagai penyakit yang berasal dari sel-sel trofoblast yang
diklasifikasikan World Health Organization sebagai mola
hidatidosa parsial (Partial Mola Hydatid, PMH), mola hidatidosa
komplit ( Complete Mola Hydatid, CMH), koriokarsinoma, mola
invasif, dan placental site trophoblastic tumors. Molahidatidosa
adalah tipe GTD tersering ditemukan dan merupakan neoplasma
jinak dari sel trofoblast.10,11,13,14 Mola dianggap sebagai lesi
prakanker karena 15-20% dari mola hidatidosa lengkap (CMH) dan
1% dari mola hidatidosa parsial (PMH) mengalami transformasi
maligna.10,11,15
2.2.b. Epidemiologi Molla Hidatidosa
Mola hidatidosa terbagi atas dua tipe, yakni mola hidatidosa
komplet (CMH) dan mola hidatidosa parsial (PMH). Mola
hidatidosa komplet dapat terjadi sebagai hasil dari fertilisasi oleh 1
atau 2 sel sperma terhadap sel telur yang tidak memiliki DNA ( an
empty egg cell ) sehingga uterus tidak berisi jaringan fetus. Semua
kromosom nya berasal dari paternal. Pada mola hidatidosa komplet,
vili khoriales memiliki ciri khas menyerupai buah anggur dan
secara total mengganti jaringan yang semestinya terbentuk sebagai
plasenta serta ditemukan hiperplasia tropoblastik. Sebanyak 1 dari
5 wanita akan mengalami persistensi jaringan mola dimana
kebanyakan menjadi mola invasif, tetapi dapat pula menjadi
koriokarsinoma, suatu bentuk ganas (kanker) dari GTD.10,11
Mola hidatidosa parsial terbentuk dari fertilisasi sel ovum
normal oleh 2 sel sperma dengan kariotipe triploid sehingga dapat
ditemukan adanya jaringan fetus yang selanjutnya bertumbuh
menjadi janin dengan multiple anomali dan biasanya dapat
bertahan hidup selama beberapa minggu dan abortus yang tejadi
kemudian selalu disertai adanya jaringan janin. Hanya sebagian vili
khoriales yang mengalami perubahan hidrofobik sedangkan
sebagian masih berupa jaringan placenta yang normal.11,16
Insidensi MH disebutkan sebesar 1,1 per 1000 kehamilan,
akan tetapi ada juga literature yang mengatakan lebih spesifik
untuk tiap 1000 kelahiran hidup. Insidensi tersebut tidak dapat pula
menjelaskan angka pasti untuk CMH maupun untuk PMH.
Penyebab kesulitan tersebut adalah masih sulitnya membedakan
degenerasi hidrofobik parsial atau komplit. Penyebab lainnya juga
oleh karena adanya kerancuan terhadap kemungkinan kelainan
kromosom bawaan janin.3 Insidensi GTD secara umum yang
pernah dipublikasikan mulai dari yang terendah yaitu 0,5 per 1000
kehamilan di Amerika Serikat sampai yang tertinggi di Taiwan.
Walaupun insidensi secara pastinya bervariasi antara satu
penelitian terhadap penelitian lainnya, insidensi pada populasi Asia
tetap selalu yang tertinggi dibandingkan dengan etnik lainnya.
Alasan tingginya insidensi pada populasi Asia belum sepenuhnya
dapat dipahami tetapi kemungkinan erat kaitannya dengan basis
genetik, kondisi sosioekonomi dan basis lingkungan. Distribusi
usia yang sering dilaporkan adalah kehamilan pada usia sebelum 20
tahun dan setelah 40 tahun.13
2.2.c. Faktor resiko Molla Hidatidosa
Faktor-faktor yang mungkin dapat menyebabkan dan mendukung
terjadinya mola, antara lain:3,4,5,6
a. Faktor ovum, di mana ovum memang sudah patologik
sehingga mati, tetapi terlambat dikeluarkan
b. Imunoselektif dari trofoblast
c. Keadaan sosioekonomi yang rendah
d. Paritas tinggi
e. Kekurangan protein
f. Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas
2.2.d. Manifestasi Klinis Molla Hidatidosa
Tahap awal perkembangannya kehamilan mola
menunjukkan karakteristik klinis yang sulit dibedakan dengan
gejala kehamilan normal. Kemudian pada trimester 1 dan terutama
selama trimester ke-2 sejumlah perubahan terjadi, yang paling
umum adalah perdarahan pervaginam berwarna kecoklatan yang
sering disertai dengan jaringan-jaringan menyerupai buah anggur,
pembesaran ukuran uterus biasanya lebih besar untuk usia
kehamilan terutama pada kasus CMH (4 minggu lebih tua), dan
denyut jantung janin tidak ditemukan. Anemia terjadi pada kasus-
kasus prolonged bleeding yang ditandai dengan gejala fatique dan
sesak nafas, preeklampsi yang ditandai dengan hipertensi dapat
terjadi sebelum usia kehamilan kurang dari 24 minggu. Tanda
lainnya yang dapat ditemukan pada kehamilan mola adalah
hipertiroid dan terbentuknya kista ovarium yang disebabkan
tingginya kadar β-hCG perdarahan terutama pada CMH.10,14,16
2.2.e. Klasifikasi Molla Hidatidosa
a. Mola hidatidosa sempurna3,4,5,6
Villi korionik berubah menjadi suatu massa vesikel – vesikel
jernih. Ukuran vesikel bervariasi dari yang sulit dilihat,
berdiameter sampai beberapa sentimeter dan sering
berkelompok-kelompok menggantung pada tangkai kecil.
Temuan Histologik ditandai oleh adanya, antara lain:
1) Degenerasi hidrofobik dan pembengkakan stroma vilus
2) Tidak adanya pembuluh darah di vilus yang membengkak
3) Proliferasi epitel tropoblas dengan derajat bervariasi
4) Tidak adanya janin dan amnion.
Mola sempurna tidak memiliki jaringan fetus. 90% merupakan
genotip 46XX dan sisanya 46XY. Vili korionik berubah menjadi
suatu massa vesikel-vesikel jernih. Mola sempurna dapat dibagi
atas 2 jenis, yaitu:
1) Mola Sempurna Androgenetic
Homozygous
Merupakan 80% dari kejadian mola sempurna. Dua
komplemen kromosom paternal identik, didapatkan dari
duplikasi kromosom haploid seluruhnya dari ayah. Selalu
perempuan; 46,YY tidak pernah ditemukan.
Heterozygous
Merupakan 20% dari kejadian mola sempurna. Dapat laki-
laki atau perempuan. Semua kromosom berasal dari kedua
orang tua, kemungkinan besar terjadi karena pembuahan
dua sperma.
2) Mola Sempurna Biparental
Genotip ayah dan ibu terlihat, tetapi gen maternal gagal
mempengaruhi janin sehingga hanya gen paternal yang
terekspresi. Mola sempurna biparental jarang ditemukan.
Bentuk rekuren mola biparental (yang merupakan familial
dan sepertinya diturunkan sebagai autosomal resesif) pernah
ditemukan. Telah ditemukan daerah kromosom yang
menjadi calon yaitu 19q13. Presentasi klinis yang tipikal
pada kehamilan mola sempurna dapat didiagnosis pada
trimester pertama sebelum onset gejala dan tanda muncul.
Gejala yang paling sering terjadi pada mola sempurna yaitu
perdarahan vagina. Jaringan mola terpisah dari desidual
dan menyebabkan perdarahan. Uterus dapat menjadi
membesar akibat darah yang jumlahnya besar dan cairan
merah gelap dapat keluar dari vagina. Gejala ini terjadi pada
97% kasus mola hidatidosa. Pasien juga melaporkan mual
dan muntah yang hebat. Ini diakibatkan peningkatan kadar
human chorionic gonadotropin (HCG). Sekitar 7% pasien
juga datang dengan takikardia, tremor, dan kulit hangat.
b. Mola hidatidosa parsial3,4,5,6
Apabila perubahan hidatidosa bersifat fokal dan kurang
berkembang, dan mungkin tampak sebagai jaringan janin.
Terjadi perkembangan hidatidosa yang berlangsung lambat pada
sebagian villi yang biasanya avaskular, sementara villi-villi
berpembuluh lainnya dengan sirkulasi janin plasenta yang masih
berfungsi tidak terkena. Pasien dengan mola parsial tidak
memiliki manifestasi klinis yang sama pada mola sempurna.
Pasien ini biasanya datang dengan tanda dan gejala yang mirip
dengan aborsi inkomplit atau missed abortion yakni Perdarahan
vagina dan hilangnya denyut jantung janin, Pada mola parsial,
jaringan fetus biasanya didapatkan, eritrosit dan pembuluh darah
fetus pada villi merupakan penemuan yang seringkali ada.
Komplemen kromosomnya yaitu 69,XXX atau 69,XXY. Ini
diakibatkan dari fertilisasi ovum haploid dan duplikasi
kromosom haploid paternal atau akibat pembuahan dua sperma.
Tetraploidi juga biasa didapatkan. Seperti pada mola sempurna,
ditemukan jaringan trofoblastik hyperplasia dan pembengkakan
villi chorionic.
2.2.f. Patofisiologi Molla Hidatidosa
Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis
dari penyakit trofoblast :3,4,5,6
a. Teori missed abortion
Mudah mati pada kehamilan 3 – 5 minggu karena itu terjadi
gangguan peredaran darah sehingga terjadi penimbunan cairan
masenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah gelembung-
gelembung.
b. Teori neoplasma dari Park
Sel-sel trofoblast adalah abnormal dan memiliki fungsi yang
abnormal dimana terjadi reabsorbsi cairan yang berlebihan ke
dalam villi sehigga timbul gelembung.
c. Studi dari Hertig
Studi dari Hertig lebih menegaskan lagi bahwa mola hidatidosa
semata-mata akibat akumulasi cairan yang menyertai
degenerasi awal atau tiak adanya embrio komplit pada minggu
ke tiga dan ke lima. Adanya sirkulasi maternal yang terus
menerus dan tidak adanya fetus menyebabkan trofoblast
berproliferasi dan melakukan fungsinya selama pembentukan
cairan.
2.2.g. Diagnosis Molla Hidatidosa
a. Anamnesis/keluhan :17
1) Amenorhea
2) Gejala-gejala hamil muda kadang-kadang lebih dari
kehamilan biasa.
3) Kadangkala ada tanda toxemia gravidarum
4) Perdarahan : sedikit/banyak, tidak teratur warna tengguli tua
atau kecoklatan seperti bumbu rujak
5) Pembesaran uterus tidak sesuai (lebih besar) dengan umur
kehamilan seharusnya
6) Keluar jaringan molla seperti buah anggur atau mata ikan
(tidak selalu ada);merupakan diagnosis pasti
7) Tirotoksikosis
b. Inspeksi17
1) Muka dan kadang-kadang badan kelihatan pucat kekuning-
kuningan, disebut muka molla (molla face)
2) Kalau gelembung molla keluar dapat dilihat jelas
c. Palpasi17
1) Uterus membesar tidak sesuai dengan umur kehamilan,
teraba lembek
2) Tidak teraba bagian-bagian janin, balotement negatif, tidak
dirasakan gerakan janin
3) Adanya fenomena harmonika : darah dan gelembung molla
keluar, fundus uteri turun, kemudian naik lagi karena
terkumpulnya darah baru
a. Auskultasi17
Tidak terdengar bunyi denyut jantung janin
b. Pemeriksaan Dalam17
Konfirmasi besarnya rahim, lembek, tidak ada bagian-bagian
janin, perdarahan dan jaringan dalam canalis cervikalis dan
vagina, dan evaluasi keadaan cervik
c. Pemeriksaan Penunjang17
1) Reaksi kehamilan
Kadar HCG serum yang sangat tinggi pada hari ke 100 atau
lebih sesudah periode menstruasi terakhir sangat sugestif
untuk mendiagnosis molla hidatidosa. Karena kadar HCG
yang tinggi maka uji biologik dan uji imunologik (Galli
Mainini dan planotetst) akan positif setelah pengenceran
(titrasi) :
Galli Mainini 1/300 (+) suspek mollahidatidosa
Galli Mainini 1/200 (+) kemungkinan mollahidatidosa atau
hamil kembar. Bahkan pada molla atau koriokarsinoma uji
biologik atau imunologik cairan serebro-spinal dapat
menjadi positif
2) Uji Sonde
Uji sonde menurut Hanifa, sonde masuk tanpa tahanan dan
dapat diputar 360 derajat dengan deviasi sonde kurang dari
10 derajat. Sonde (penduga rahim) dimasukkan pelan-pelan
dan hati-hati kedalam kanalis cervikalis dan cavum uteri, bila
tidak ada tahanan sonde diputar setelah ditarik sedikit, juga
tidak ada tahanan.
2.2.h. Tatalaksana Molla Hidatidosa
Evakuasi3,4,5,6
a. Perbaiki keadaan umum.
b. Bila mola sudah keluar spontan dilakukan kuret atau kuret
isap. Bila Kanalis servikalis belum terbuka dipasang laminaria
dan 12 jam kemudian dilakukan kuret.
c. Memberikan obat-obatan antibiotik, uterotonika dan perbaiki
keadaan umum penderita.
d. 7 – 10 hari setelah kerokan pertama, dilakukan kerokan ke dua
untuk membersihkan sisa-sisa jaringan.
e. Histerektomi total dilakukan pada mola resiko tinggi usia lebih
dari 30 tahun, paritas 4 atau lebih, dan uterus yang sangat besar
yaitu setinggi pusat atau lebih.
Pengawasan Lanjutan3,4,5,6
a. Ibu dianjurkan untuk tidak hamil dan dianjurkan memakai
kontrasepsi pil oral.
b. Mematuhi jadwal periksa ulang selama 2-3 tahun, yaitu setiap
minggu pada Triwulan pertama, setiap 2 minggu pada
Triwulan kedua, setiap bulan pada 6 bulan berikutnya, setiap 2
bulan pada tahun berikutnya, dan selanjutnya setiap 3 bulan
c. Setiap pemeriksaan ulang perlu diperhatikan :
1. Gejala klinis: keadaan umum, perdarahan.
2. Pemeriksaan dalam: keadaan serviks, uterus bertambah
kecil atau tidak.
3. Laboratorium: Reaksi biologis dan imunologis : 1x
seminggu sampai hasil negatif, 1x per 2 minggu selama
Triwulan selanjutnya, 1x sebulan dalam 6 bulan
selanjutnya, 1x per 3 bulan selama tahun berikutnya. Kalau
hasil reaksi titer masih (+) maka harus dicurigai adanya
keganasan.
4. Sitostatika Profilaksis :Metoreksat 3x 5mg selama 5 hari.
2.2.i. Edukasi Molla Hidatidosa
Ibu dianjurkan untuk tidak hamil dan dianjurkan memakai
kontrasepsi oral pil. Mematuhi jadwal periksa ulang selama 2-3
tahun, yaitu setiap minggu pada Triwulan pertama, setiap 2 minggu
pada Triwulan kedua, setiap bulan pada 6 bulan berikutnya, setiap
2 bulan pada tahun berikutnya, dan selanjutnya setiap 3 bulan.3,4,5,6
2.2.j. Prognosis Molla Hidatidosa
Kematian pada molla hidatidosa disebabkan karena
perdarahan, infeksi, eklampsia, payah jantung, dan tirotoksikosis.
Di negara maju, kematian karena molla hampir tidak ada lagi,
tetapi di negara-negara berkembang masih cukup tinggi yaitu
berkisar antara 2,2% dan 5,7%. Sebagian besar dari pasien molla
akan segera sehat kembali setelah jaringannya dikeluarkan, tetapi
ada sekelompok wanita yang kemudian menderita degenerasi
keganasan menjadi koriokarsinoma. Presentase keganasan yang
dilaporkan oleh berbagai klinik sangat berbeda-beda, berkisar
antara 5,56%.17
Terjadinya proses keganasan bisa berlangsung antara 7 hari
sampai 3 tahun pasca molla, tetapi yang paling banyak dalam 6
bulan pertama. Ada wanita yang pernah menderita molla
hidatidosa, kemudian pada kehamilan berikutnya mendapat molla
lagi, kejadian molla berulang ini agak jarang. Ada yang
mengatakan bahwa molla berulang mempunyai resiko lebih tinggi
untuk menjadi koriokarsinoma, tetapi pengalaman tidak
menunjukan hal demikian. Untuk menentukan kapan kembalinya
fungsi reproduksi setelah molla hidatidosa sebetulnya agak sukar,
karena umumnya mereka diharuskan memakai kontrasepsi.
Walaupun demikian banyak yang tidak mematuhi, karena ternyata
banyak wanita pasca molla telah hamil lagi dalam jangka waktu
satu tahun. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa
kemampuan reproduksi pasca molla, tidak banyak berbeda dari
kehamilan lainnya. Anak-anak yang dilahirkan setelah molla
hidatidosa ternyata umumnya normal.17
2.3. Kehamilan Ektopik
2.3.a. Definisi Kehamilan Ektopik
Kehamilan ektopik adalah kehamilan di mana sel telur yang
dibuahi berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium kavum
uterus. Kehamilan ektopik dapat terjadi di luar rahim misalnya
dalam tuba, ovarium atau rongga perut, tetapi dapat juga terjadi di
dalam rahim di tempat yang luar biasa misalnya dalam cervik, pars
intertistialis atau dalam tanduk rudimeter rahim.18 Kehamilan
ektopik merupakan kehamilan yang berbahaya karena tempat
implantasinya tidak memberikan kesempatan untuk tumbuh
kembang mencapai aterm.18 Kehamilan ektopik terganggu (KET)
adalah keadaan di mana timbul gangguan pada kehamilan tersebut
sehingga terjadi abortus maupun ruptur yang menyebabkan
penurunan keadaan umum pasien.19
2.3.b. Epidemiologi Kehamilan Ektopik
Kehamilan ektopik belum terganggu sulit diketahui, karena
biasanya penderita tidak menyampaikan keluhan yang khas,
kehamilan ektopik baru memberikan gejala bila kehamilan tersebut
terganggu.18 Sehingga insidens kehamilan ektopik yang
sesungguhnya sulit ditetapkan. Meskipun secara kuantitatif
mortalitas akibat KET berhasil ditekan, persentase insidens dan
prevalensi KET cenderung meningkat dalam dua dekade ini.
Dengan berkembangnya alat diagnostik canggih, semakin banyak
kehamilan ektopik yang terdiagnosis sehingga semakin tinggi pula
insidens dan prevalensinya. Keberhasilan kontrasepsi pula
meningkatkan persentase kehamilan ektopik,karena keberhasilan
kontrasepsi hanya menurunkan angka terjadinya kehamilan
uterin,bukan kehamilan ektopik, terutama IUD dan mungkin juga
progestagen dosis rendah. Meningkatnya prevalensi infeksi tuba
juga meningkatkan keterjadian kehamilan ektopik. Selain itu,
perkembangan teknologi di bidang reproduksi, seperti fertilisasi in
vitro, ikut berkontribusi terhadap peningkatan frekuensi kehamilan
ektopik. Kehamilan ektopik lebih sering di temukan pada wanita
kulit hitam dari pada wanita kulit putih. Perbedaan ini diperkirakan
karena peradangan pelvis lebih banyak ditemukan pada golongan
wanita kulit hitam.20 Kehamilan ektopik banyak terdapat bersama
dengan keadaan gizi buruk dan keadaan kesehatan yang rendah,
maka insidennya lebih tinggi di Negara sedang berkembang dan
pada masyarakat yang berstatus sosio-ekonomi rendah daripada di
Negara maju dan pada masyarakat yang berstatus sosio-ekonomi
tinggi. Di Amerika Serikat, kehamilan ektopik terjadi pada 1 dari
64 hingga 1 dari 241 kehamilan, kejadian ini dipengaruhi oleh
faktor sosial, mungkin karena pada golongan pendapatan rendah
lebih sering terdapat gonorrhoe karena kemungkinan berobat
kurang.18,20
2.3.c. Faktor resiko Kehamilan Ektopik
Faktor-faktor yang memegang peranan dalam hal ini ialah
sebagai berikut :3,4,5,6
a. Faktor tuba,yaitu salpingitis,perlekatan tuba,kelainan
konginetal tuba, pembedahan sebelumnya, endometriosis,
tumor yang mengubah bentuk tuba dan kehamilan ektopik
sebelumnya.
b. Kelainan zigot, yaitu kelainan kromosomdan malformasi.
c. Faktor ovarium, yaitu migrasi luar ovum dan pembesaran
ovarium.
d. Penggunaan hormon eksogen.
e. Faktor lain, antara lain aborsi tuba dan pemakaian IUD
2.3.d. Manifestasi Klinis Kehamilan Ektopik
Kehamilan ektopik belum terganggu sulit diketahui, karena
biasanya penderita tidak menyampaikan keluhan yang khas. Pada
umumnya penderita menunjukkan gejala-gejala seperti pada
kehamilan muda yakni mual, pembesaran disertai rasa agak sakit
pada payudara yang didahului keterlambatan haid. Disamping
gangguan haid, keluhan yang paling sering ialah nyeri di perut
bawah yang tidak khas, walaupun kehamilan ektopik belum
mengalami ruptur. Kadang-kadang teraba tumor di samping uterus
dengan batas yang sukar ditentukan.20
Gejala dan tanda kehamilan ektopik terganggu sangat
berbeda-beda, dari perdarahan banyak yang tiba-tiba dalam rongga
perut sampai terdapatnya gejala yang tidak jelas, sehingga sukar
membuat diagnosisnya. Gejala dan tanda bergantung pada lamanya
kehamilan ektopik terganggu, abortus atau ruptur tuba, tuanya
kehmilan, derajat perdarahan yang terjadi, dan keadaan umum
penderita sebelum hamil. Nyeri abdomen merupakan keluhan
utama pada kehamilan ektopik. Nyeri dapat unilateral atau bilateral,
pada abdomen bagian bawah, seluruh abdomen, atau hanya di
bagian atas abdomen. Umumnya diperkirakan, bahwa nyeri perut
yang sangat menyiksa pada suatu ruptur kehamilan ektopik,
disebabkan oleh darah yang keluar ke dalam kavum peritoneum.
Tetapi karena ternyata terdapat nyeri hebat, meskipun
perdarahannya sedikit, dan nyeri yang tidak berat pada perdarahan
yang banyak, jelas bahwa darah bukan satusatunya sebab timbul
nyeri. Darah yang banyak dalam kavum peritoneal dapat
menyebabkan iritasi peritoneum dan menimbulkan rasa nyeri yang
bervariasi. Amenorea atau gangguan haid merupakan tanda yang
penting pada kehamilan ektopik. Lamanya amenorea tergantung
pada kehidupan janin, sehingga dapat bervariasi. Sebagian
penderita tidak mengalami amenorea karena kematian janin terjadi
sebelum haid berikutnya. Bercak darah (spotting) atau perdarahan
vaginal merupakan juga tanda yang penting pada kehamilan
ektopik terganggu. Hal ini menunjukkan kematian janin, dan
berasal dari uteri karena pelepasan desidua. Perdarahan biasanya
sedikit, berwarna coklat tua, dan dapat intermiten atau terus
menerus. Pada pemeriksaan dalam ditemukan bahwa usaha
menggerakkan serviks uteri menimbulkan rasa nyeri dan kavum
Doglas teraba menonjol, berkisar dari diameter 5 sampai 15 cm,
dengan konsistensi lunak dan elastis.20
2.3.e. Klasifikasi Kehamilan Ektopik
Klasifikasi kehamilan ektopik berdasarkan tempat
terjadinya implantasi dari kehamilan ektopik, dapat dibedakan
menurut:21
1. Kehamilan tuba adalah kehamilan ektopik pada setiap bagian
dari tuba fallopi. Sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi
di tuba (95%). Konseptus dapat berimplantasi pada ampulla
(55%),isthmus (25%), fimbrial (17%), atau pun pada
interstisial (2%) dari tuba. Tuba fallopi mempunyai
kemampuan untuk berkembang yang terbatas, sehingga
sebagian besar akan pecah (ruptura) pada umur kehamilan 35-
40 hari.
2. Kehamilan ovarial merupakan bentuk yang jarang (0,5%) dari
seluruh kehamilan ektopik dimana sel telur yang dibuahi
bernidasi di ovarium. Meskipun daya akomodasi ovarium
terhadap kehamilan lebih besar daripada daya akomodasi tuba,
kehamilan ovarium umumnya mengalami ruptur pada tahap
awal.
3. Kehamilan servikal adalah bentuk dari kehamilan ektopik yang
jarang sekali terjadi. Nidasi terjadi dalam selaput lendir
serviks. Dengan tumbuhnya telur,serviks mengembang.
Kehamilan serviks jarang melewati usia gestasi 20 minggu
sehingga umumnya hasil konsepsi masih kecil dan dievakuasi
dengan kuretase.
4. Kehamilan Abdominal kehamilan ini terjadi satu dalam 15.000
kehamilan, atau kurang dari 0,1% dari seluruh kehamilan
ektopik. Kehamilan Abdominal ada 2 macam :
a. Primer , dimana telur dari awal mengadakan implantasi
dalam rongga perut.
b. Sekunder, yaitu pembentukan zigot terjadi ditempat yang
lain misalnya di dalam saluran telur atau ovarium yang
selanjutnya berpindah ke dalam rongga abdomen oleh
karena terlepas dari tempat asalnya. Hampir semua kasus
kehamilan abdominal merupakan kehamilan ektopik
sekunder akibat rupture atau aborsi kehamilan tuba atau
ovarium ke dalam rongga abdomen. Walaupun ada kalanya
kehamilan abdominal mencapai umur cukup bulan, hal ini
jarang terjadi, yang lazim ialah bahwa janin mati sebelum
tercapai maturitas (bulan ke 5 atau ke 6) karena
pengambilan makanan kurang sempurna.
5. Kehamilan Heterotopik adalah kehamilan ektopik yang dapat
terjadi bersama dengan kehamilan intrauterin. Kehamilan
heterotipik ini sangat langka, terjadi satu dalam 17.000-30.000
kehamilan ektopik. Kehamilan heterotopik dapat di bedakan
atas:
a. Kehamilan kombinasi (Combined Ectopik Pregnancy) yaitu
kehamilan yang dapat berlangsung dalam waktu yang sama
dengan kehamilan intrautrin normal.
b. Kehamilan ektopik rangkap (Compound Ectopic
Pregnancy) yaitu terjadinya kehamilan intrauterin setelah
lebih dahulu terjadi kehmilan ektopik yang telah mati atau
pun ruptur dan kehmilan intrauterin yang terjadi kemudian
berkembang seperti biasa.
6. Kehamilan interstisial yaitu implantasi telur terjadi dalam pars
interstitialis tuba. Kehamilan ini juga disebut sebagai
kehamilan kornual (kahamilan intrauteri,tetapi implantasi
plasentanya di daerah kornu, yang kaya akan pembuluh darah).
Karena lapisan myometrium di sini lebih tebal maka ruptur
terjadi lebih lambat kira-kira pada bulan ke 3 atau ke 4.18
Kehamilan interstisial merupakan penyebab kematian utama
dari kehamilan ektopik yang pecah.
7. Kehamilan intraligamenter berasal dari kehamilan ektopik
dalam tuba yang pecah. Konseptus yang terjatuh ke dalam
ruangan ekstra peritoneal ini apabila lapisan korionnya melekat
dengan baik dan memperoleh vaskularisasi di situ fetusnya
dapat hidup dan berkembang dan tumbuh membesar. Dengan
demikian proses kehamilan ini serupa dengan kehmilan
abdominal sekunder karena keduanya berasal dari kehamilan
ektopik dalam tuba yang pecah.
8. Kehamilan tubouteina merupakan kehamilan yang semula
mengadakan implantasi pada tuba pars interstitialis, kemudian
mengadakan ekstensi secara perlahan-lahan ke dalam kavum
uteri.
9. Kehamilan tuboabdominal berasal dari tuba, dimana zigot yang
semula megadakan implantasi di sekitar bagian fimbriae tuba,
secara beangsur mengadakan ekstensi ke kavum peritoneal.
10. Kehamilan tuboovarial digunakan bila kantung janin sebagian
melekat pada tuba dan sebagian pada jaringan ovarium.
2.3.f. Patofisiologi Kehamilan Ektopik
Karena tuba bukan tempat untuk pertumbuhan hasil kosepsi
tidak mungkin janin tumbuh secara utuh seperti dalam
uterus.sebagian besar kehamilan tuba terganggu pada umur
kehamilan antara 6-10 minggu. Mengenai nasib kehamilan tuba
terdapat beberapa kemungkinan, yaitu :3,4,5,6
a. Hasil kosepsi mati dan direarbsorbsi
Pada implantasi secara kolumner,ovum yang dibuahi cepat
mati karena vaskularisasi kurang dan dengan mudah terjadi
resorbsi total.dalam keadaan ini penderita tidak mengeluh apa-
apa hanya haidnya terlambat untuk beberapa hari.
b. Abortus ke dalam lumen tuba
Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh darah
oleh villi koriales pada dinding tuba di tempat implantasi dapat
melepaskan mudigah dari dinding tersebut sama-sama dengan
robeknya pseudokapsularis.pelepasan ini dapat terjadi sebagian
atau seluruhnya tergantung pada derajat perdarahan perdarahan
yang timbul.
c. Ruptur dinding tuba
Rupture tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus
dan biasanya ada kehamilan muda, sebaiknya rupture pada
pars interstisialis terjadi pada kehamilan yang lebih
lanjut.faktor utama yang menyebabkan rupture ialah
penembusan villi koriales ke dalam lapisan muskularis tuba
terus ke perineum. Rupture dapat terjadi secara spontan atau
karena trauma ringan seperti coitus dan pemeriksaan vaginal.
2.3.g. Diagnosis Kehamilan Ektopik
a. Anamnesis8
Amenore dan kadang terdapat tanda hamil muda, nyeri perut
bagian bawah, nyeri bahu, tenesmus, dan perdarahan
pervaginam setelah nyeri perut bagian bawah.
b. Pemeriksaan umum8
Penderita tampak kesakitan dan pucat : pada perdarahan dalam
rongga perut dapat ditemukan tanda-tanda syok.
c. Pemeriksaan ginekologi8
Ditemukan tanda-tanda kehamilan muda, rasa nyeri pada
pergerakan serviks ; uterus dapat teraba agak membesar dan
kadang teraba tumor di samping uterus dengan batas yang
sukar ditentukan; kavum Douglasi menonjol, berisi darah, dan
nyeri bila diraba.
d. Pemeriksaan laboratorium8
Hemoglobin menurun setelah 24 jam dan jumlah sel darah
merah dapat meningkat.
2.3.h. Tatalaksana Kehamilan Ektopik
Penanganan Kehamilan Ektopik Terganggu (KET):3,4,5,6
a. Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah
laparotomi.
b. Pada laparotomi perdarahan selekas mungkin dihentikan
dengan menjepit bagian dari adneksa yang menjadi sumber
perdarahan.
c. Keadaan umum penderita terus diperbaiki dan darah dalam
rongga perut sebanyak mungkin dikeluarkan.
Dalam tindakan demikian, beberapa hal yang harus
dipertimbangkan yaitu :3,4,5,6
a. Kondisi penderita pada saat itu,
b. Keinginan penderita akan fungsi reproduksinya,
c. Lokasi kehamilan ektopik.
d. Hasil ini menentukan apakah perlu dilakukan salpingektomi
(pemotongan bagian tuba yang terganggu) pada kehamilan
tuba. Dilakukan pemantauan terhadap kadar HCG (kuantitatif).
Peninggian kadar HCG yang berlangsung terus menandakan
masih adanya jaringan ektopik yang belum terangkat.
Penanganan pada kehamilan ektopik dapat pula dengan :3,4,5,6
a. Transfusi, infus, oksigen,
b. Atau kalau dicurigai ada infeksi diberikan juga antibiotika dan
antiinflamasi. Sisa-sisa darah dikeluarkan dan dibersihkan
sedapat mungkin supaya penyembuhan lebih cepat dan harus
dirawat inap di rumah sakit
Terapi untuk gangguan ini adalah dengan infuse ekspander
plasma (Haemaccel, Macrodex) 1000 ml atau merujuk ke rumah
sakit secepatnya.
2.3.i. Edukasi Kehamilan Ektopik
Pencegahan tersier meliputi program rehabilitasi (pemulihan
kesehatan) yang ditujukan terhadap penderita yang baru pulih dari
Kehamilan Ektopik meliputi rehabilitasi mental dan social yakni
dengan memberikan dukungan moral bagi penderita terutama
penderita yang infertile akibat Kehamilan Ektopik agar tidak
berkecil hati, mempunyai semangat untuk terus bertahan hidup dan
tidak putus asa sehingga dapat menjadi anggota masyarakat yang
berdaya guna.22
2.3.j. Prognosis Kehamilan Ektopik
Kematian karena kehamilan ektopik cenderung turun dengan
diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup. Sebagian wanita
menjadi steril setelah mengalami kehamilan ektopik atau
mengalami kehamilan ektopik lagi pada tuba sisi lain. Angka
kehamilan ektopik berulang dilaporkan 0-14,6 %.8
2.4. Penyebab wanita tersebut nyeri pada perut bagian kanan bawah
Nyeri perut atau abdomen disebabkan kehamilan di tuba yang
pecah. Rasa nyeri dapat menjalar keseluruh abdomen tergantung dari
perdarahan didalamnya. Bila rangsangan darah dalam abdomen mencapai
diafragma, dapat terjadi nyeri di daerah bahu. Bila darahnya membentuk
hematokel yaitu timbunan di daerah kavum douglas akan terjadi rasa nyeri
di bagian bawah dan saat buang air besar.23
2.5. Penyebab wanita tersebut mual dan muntah
Pengaruh estrogen dan progesteron terjadi pengeluaran asam
lambung yang berlebihan menyebabkan mual dan muntah. Mual dan
muntah merupakan gejala umum, mulai dari rasa tidak enak sampai
muntah yang berkepanjangan. Dalam kedokteran sering di kenal morning
sickness karena munculnya seringkali pagi hari. Mual dan muntah
diperberat oleh makanan yang baunya menusuk dan juga oleh emosi
penderita yang tidak stabil. Untuk mengatasinya penderita perlu di beri
makan-makanan yang ringan, mudah di cerna dan jangan lupa
menerangkan bahwa keadaaan ini dalam batas normal orang hamil. 8
Selama kehamilan terjadi perubahan pada sistem gastrointestinal
ibu hamil. Tingginya kadar progesterone mengganggu keseimbangan
cairan tubuh, meningkatkan kolesterol darah. Selain itu sekresi saliva
menjadi lebih asam, lebih banyak dan asam lambung menurun.8
Dapat terjadi penurunan tonus dan motilitas saluran gastrointestinal
yang menimbulkan pemanjangan waktu pengosongan lambung dan transit
usus. Ini mungkin akibat jumlah progesterone tinggi selama kehamilan,
menurunnya kadar motalin yang merupakan suatu peptida yang diketahui
mempunyai efek terhadap perangsangan otot-otot halus. Perbesaran uterus
menekan diafragma, lambung dan intestine.8
Menurunnya gerakan peristaltic tidak hanya menyebabkan mual
tetapi juga konstipasi. Konstipasi juga disebabkan oleh tekanan uterus
pada usus bagian bawah pada awal kehamilan dan kembali pada masa
akhir kehamilan.8
Perubahan gastrointestinal lainnya adalah pirosis. Pirosis mungkin
disebabkan refluks asam esofagus bagian bawah, selain itu posisi lambung
yang berubah mungkin ikut menyumbang terjadinya pirosis. Tonus
esofagus dan lambung berubah selama kehamilan, dengan tekanan
intraesofagus menjadi lebih rendah dan tekanan lambung menjadi lebih
tinggi, maka akan memicu terjadinya refluks esophageal.8
2.6. Hubungan perdarahan pervaginam dengan kasus
Perdarahan pervaginam dalam kehamilan jarang yang
normal/fisiologis. Pada masa awal sekali kehamilan, ibu mungkin akan
mengalami perdarahan sedikit/spotting disekitar waktu pertama terlambat
haidnya. Perdarahan ini adalah perdarahan implantasi dan itu normal
terjadi. Pada waktu yang lain dalam kehamilan perdarahan ringan mungkin
pertanda dari serviks yang rapuh(erosi). Perdarahan semacam ini mungkin
normal atau mungkin suatu tanda infeksi yang tidak membahayakan
nyawa ibu hamil dan janinnya. Perdarahan pada masa kehamilan yang
patologis dibagi menjadi dua, yaitu:6
1. Perdarahan pada Awal Masa Kehamilan
Yaitu perdarahan yang terjadi pada masa kehamilan kurang dari 22
minggu. Perdarahan pervaginam dikatakan tidak normal bila ada tanda-
tanda :6
a. keluar darah merah
b. perdarahan yang banyak
c. perdarahan dengan nyeri
Perdarahan semacam ini perlu dicurigai terjadinya abortus, Kehamilan
Ektopik, atau kehamilan Mola.
2. Perdarahan pada Masa Kehamilan Lanjut
Yaitu perdarahan yang terjadi pada kehamilan setelah 22 minggu
sampai sebelum persalinan. Perdarahan tidak normal bila ada tanda-
tanda :6
a. Keluar darah merah segar atau kehitaman dengan bekuan
b. Perdarahan banyak kadang-kadang / tidak terus menerus
c. Perdarahan disertai rasa nyeri
Perdarahan semacam ini bisa berarti plasenta previa, solutio placenta,
ruptur uteri. Selain itu perlu dicurigai adanya gangguan pembekuan
darah.
2.7. Tatalaksana kegawatdaruratan pada kasus pemicu
a. Tatalaksana Umum7
Restorasi cairan tubuh dengan cairan kristaloid NaCl 0,9% atau
Ringer Laktat (500 mL dalam 15 menit pertama) atau 2 L dalam 2
jam pertama.
Segera rujuk ibu ke rumah sakit.
b. Tatalaksana Khusus7
Segera uji silang darah dan persiapan laparotomi.
Saat laparotomi, lakukan eksplorasi kedua ovarium dan tuba fallopii:
Jika terjadi kerusakan berat pada tuba, lakukan salpingektomi
(eksisi bagian tuba yang mengandung hasil konsepsi)
Jika terjadi kerusakan ringan pada tuba, usahakan melakukan
salpingostomi untuk mempertahankan tuba (hasil konsepsi
dikeluarkan, tuba dipertahankan)
Sebelum memulangkan pasien, berikan konseling untuk penggunaan
kontrasepsi. Jadwalkan kunjungan ulang setelah 4 minggu. Atasi
anemia dengan pemberian tablet besi sulfas ferosus 60 mg/hari
selama 6 bulan.
2.8. Edukasi untuk menjaga kesehatan janin
Untuk menghindari risiko komplikasi pada kehamilan dan
persalinan, ibu hamil dianjurkan untuk melakukan kunjungan antenatal
komprehensif yang berkualitas minimal 4 kali, termasuk minimal 1 kali
kunjungan diantar suami/pasangan atau anggota keluarga, sebagai
berikut.24
Ibu harus memahami hal-hal berikut: 24
Persiapan persalinan, termasuk:
- Siapa yang akan menolong persalinan
- Diamana akan melahirkan
- Siapa yang akan membantu dan menemani dalam persalinan
- Kemungkinan kesiapan donor darah bila timbul permasalahan
- Metode transportasi bila diperlukan rujukan
- Dukungan biaya
Pentingnya peran suami dan keluarga selama kehamilan dan
persalinan
Tanda-tanda bahaya yang perlu diwaspadai:24
- Sakit kepala lebih dari biasa
- Perdarahan per vaginam
- Gangguan penglihatan
- Pembengkakan pada wajah/tangan
- Nyeri abdomen (epigastrium)
- Mual dan muntah berlebihan
- Demam
- Janin tidak bergerak sebanyak biasanya
Penyakit yang dapat mempengaruhi kesehatan ibu dan janin
misalnya hipertensi, TBC, HIV, serta infeksi menular seksual
lainnya.
Perlunya menghentikan kebiasaan yang berisiko bagi kesehatan,
seperti merokok dan minum alcohol.
Kesehatan ibu termasuk kebersihan, aktivitas dan nutrisi.
2.9. Pemeriksaan fisik pada kehamilan normal
1) Pengaturan posisi tubuh
Pengaturan posisi tubuh sangat penting saat melakukan
pemeriksaan abdomen ibu hamil di samping pemberian waktu
tambahan dan perhatian yang diperlukan untuk melakukan palpasi
uterus serta mendengarkan detak jantung janin. Posisi setengah duduk
dengan kedua lutut ditekuk, seperti diperlihatkan di bawah ini akan
memberikan kenyamanan paling besar bagi pasien selain
melindunginya terhadap efek negatif yang ditimbulkan oleh berat
uterus yang gravid pada organ-organ abdomen dan pembuluh darah. 25
2) lnspeksi Umum
Lakukan inspeksi terhadap keadaan kesehatan secara
keseluruhan status gizi, koordinasi neuromuskular, dan kondisi
emosional pasien pada saat dia berjalan masuk ke dalam kamar
periksa serta menaiki meja periksa. Pembicaraan tentang prioritas
pasien dalam menjalani pemeriksaan responsnya terhadap
kehamilannya dan keadaan kesehatannya secara umum akan
memberikan informasi yang berguna dan membantu menimbulkan
perasaan nyaman dalam diri pasien. 25
3) Tanda Vital dan Berat Badan
Pengukuran tekanan darah. Hasil pengukuran dasar (baseline)
akan membantu menentukan kisaran tekanan darah yang lazim
dimiliki oleh ibu hamil atau pasien. Pada pertengahan masa
kehamilan, normalnya tekanan darah lebih rendah daripada tekanan
darah dalam keadaan tidak hamil. 25
Penimbangan berat badan. Penurunan berat pada trimester
pertama yang di sebabkan nausea dan vomitus sering dijumpai, tetapi
penurunan ini tidak boleh melebihi 2,5 kg (5 pounds).
4) Kepala dan Leher
Berdiri dengan posisi menghadap pasien yang sedang duduk dan
lakukan pengamatan terhadap kepala serta lehernya yang meliputi
bagian-bagian berikut ini. 25
Wajah
Gambaran kloasma gravidarum (the mask of pregnancy)
merupakan keadaan yang normal. Gambaran ini terdiri atas bercak
kecokelatan yang tidak teratur di sekeliling mata dan melintasi
pangkal hidung
Rambut
Meliputi tekstur, kelembapan dan distribusinya.Rambut yang
kering, berminyak, dan kadang-kadang sedikit rontok dengan
distribusi yang menyeluruh dapat ditemukan.
Mata
Perhatikan warna konjungtiva.
Hidung
Meliputi membran mukosa dan septum nasi.Kongesti nasalis sering
dijumpai selama kehamilan.
Mulut
Khususnya gusi dan gigi.
Kelenjar tiroid
Lakukan inspeksi dan palpasi pada kelenjar tersebut. Pembesaran
yang simetris diperkirakan terjadi selama kehamilan
5) Toraks dan Paru
Lakukan inspeksi toraks untuk menentukan pola pernapasan
pasien.Meskipun para wanita dengan kehamilan yang lanjut kadang-
kadang mengeluhkan kesulitan bernapas, biasanya mereka tidak
mempunyai tanda-tanda fisik yang abnormal. 25
6) Jantung
Lakukan palpasi iktus kordis.Pada kehamilan yang lanjut, letak
iktus kordis mungkin sedikit lebih tinggi daripada lokasi normal dan
keadaan ini terjadi karena dekstrorotasi jantung akibat letak diafragma
yang lebih tinggi. 25
Lakukan auskultasi jantung, bising seperti tiupan halus (soft-
blowing murmur) sering terdengar selama masa kehamilary
menggambarkan adanya peningkatan aliran darah pada pembuluh
darah yang normal.
7) Payudara
Lakukan inspeksi payudara dan puting untuk memeriksa
kesimetrisan dan warnanya.Corakan pembuluh darah vena dapat
terlihat lebih nyata, puting serta areola mammae berwarna lebih gelap,
dan kelenjar Montgomery tampak menonjol. Lakukan palpasi untuk
menemukan massa. Selama kehamilan payudara terasa nyeri ketika
disentuh dan bersifat noduler (berbenjol-benjol). 25
Lakukan kompresi pada tiap-tiap puting di antara jari telunjuk
dan ibu jari Anda. Manuver ini dapat menyebabkan kolostrum keluar
dari puting susu.25
8) Abdomen
Atur tubuh ibu hamil dalam posisi setengah duduk dengan kedua
lutut ditekuk Iakukan inspeksi untuk menemukan setiap sikatriks atau
stria, bentuk serta kontur abdomen dan tinggi fundus uteri.Gambaran
stria yang berwama keunguan dan linea nigra merupakan keadaan
yang normal pada kehamilan.Bentuk dan kontur abdomen dapat
menunjukkan ukuran kehamilan.25
Lakukan palpasi abdomen untuk menemukan:25
Organ atau massa
Massa pada kehamilan yang diharapkan.
Gerakan janin
Biasanya gerakan janin (yang sering pula disebut dengan istilah
goyang janin) dapat dirasakan oleh pemeriksa pada kehamilan
sesudah 24 minggu (dan oleh ibu pada usia kehamilan 18-10
minggu).
Kontraktilitas uterus
Uterus berkontraksi tidak teratur sesudah kehamilan 12 minggu dan
kontraksi uterus ini sering kali terjadi sebagai respons terhadap
palpasi selama trimester ketiga. Kemudian, pemeriksa akan
merasakan abdomen yang tegang atau kencang dan mengalami
kesulitan untuk meraba bagian tubuh janin. Jika tangan pemeriksa
dibiarkan berada pada daerah fundus uteri, jari-jarinya akan
merasakan relaksasi otot rahim.
Lakukan pengukuran tinggi fundus uteri dengan pita
pengukur jika usia kehamilan lebih dari 20 minggu. Dengan
memegang pita dan mengikuti garis tengah abdomen seperti yang
diilustrasikan, lakukan pengukuran dari puncak simfisis pubis
hingga puncak fundus uteri.sesudah usia kehamilan 20 minggu,
pengukuran yang dilakukan dalam satuan sentimeter secara kasar
harus sama dengan usia kehamilan dalam minggu
Lakukan auskultasi detak jantung janin (DJJ) dengan
memperhatikan frekuensi lokasi, dan iramanya. Gunakan alat:
b) Dopton dengan alat ini, DJJ dapat didengar sesudah usia
kehamilan 12 minggu, atau
c) Fetoskop, dengan alat ini, DJJ dapat didengar sesudah usia
kehamilan 18 minggu.
9) Genitalia, Anus, dan Rektum25
Lakukan inspeksi genitalia eksterna dengan memperhatikan
distribusi rambut kemaluary warna genitalia, dan setiap sikatriks
yang ada.Relaksasi introitus vagina dan pembesaran yang nyata pada
labia serta klitoris merupakan keadaan yang normal.sikatriks bekas
episiotomi-insisi perineum unfuk memudahkan pelahiran bayi atau
laserasi perineum dapat ditemukan pada wanita multipara.
Lakukan inspeksi anus untuk menemukan hemoroid.]ika
terdapat hemoroid, perhatikan ukuran dan lokasinya.
Lakukan palpasi keleniar Bartholini dan skene.Pada keadaan
normal tidak boleh ditemukan sekret atau nyeri tekan.Lakukan
pemeriksaan untuk menemukan sistokel atau rektokel.
Pemeriksaan dengan Spekulum.Lakukan inspeksi serviks
untuk menentukan warna, bentuk, dan laserasi yang sudah
sembuh.serviks dapat terlihat tidak teratur karena laserasi.
Lakukan Pap smears dan, jika diindikasikan, ambil spesimen
dari vagina dan serviks. Serviks mungkin mudah berdarah ketika
disentuh dan keadaan ini terjadi karena vasokongesti yang timbul
pada kehamilan.
Lakukan inspeksi dinding aagina untuk melihat warna, sekret
rugae, dan relaksasinya. Warna yang kebiruan atau ungu, rugae yang
dalam, dan peningkatan sekret berwama putih susu yang merupakan
leukore adalah tanda tanda normal.
10) Ekstremitas
Inspeksi umum dapat dikerjakan dengan posisi ibu hamil
duduk atau berbaring pada sisi kiri tubuhnya.Lakukan inspeksi kedua
tungkai untuk menemukan vena varikosa.Lakukan inspeksi tangan
dan kaki untuk menemukan edema.Lakukan palpasi untuk meraba
edema pretibial, pergelangan kaki, dan pedis.Edema diberi nilai
dengan skala 0 hingga +4.Edema fisiologik lebih sering ditemukan
pada kehamilan lanjut, cuaca yang panas, dan pada wanita yang
banyak berdiri.Lakukan pemeriksaan refleks sendi lutut dan
pergelangan kaki.25
2.10. Infeksi yang dapat mempengaruhi kehamilan
Infeksi bakteri yang dapat menyerang pada saat kehamilan adalah:26
1. Grup B Streptococcus
Grup B Streptococcus (GBS; Streptococcus agalactiae) adalah
penyebab paling umum dari infeksi yang mengancam jiwa pada bayi
baru lahir dan juga dapat mempengaruhi ibu. GBS merupakan flora
normal yang berada pada vagina dan rektum. Pada wanita hamil, GBS
menyebabkan sistitis, amnionitis, endometritis, dan lahir mati.
Kadang-kadang, GBS bakteremia menyebabkan endokarditis atau
meningitis. Pada wanita postpartum, GBS bisa menyebabkan infeksi
saluran kemih (ISK) dan abses panggul. Pada bayi baru lahir, awal-
awal infeksi GBS terjadi sebelum usia 7 hari (rata-rata usia pada
presentasi adalah usia 12 jam) dan terutama bermanifestasi sebagai
sepsis nonfocal, pneumonia, atau meningitis. Penyakit akhir-onset
pada neonatus terjadi pada usia 7-89 hari (rata-rata usia, 36 hari), dan
bakteremia nonfocal dan meningitis adalah presentasi yang paling
umum. Bayi yang bertahan penghinaan awal menghadapi
kemungkinan pendengaran atau kehilangan penglihatan,
ketidakmampuan belajar, dan gejala sisa neurologis lainnya.
2. Listeriosis
Listeriosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Listeria monocytogenes. Sekitar sepertiga dari semua kasus yang
dilaporkan dari listeriosis terjadi selama kehamilan, biasanya selama
trimester ketiga. Infeksi terutama akibat konsumsi makanan yang
terkontaminasi, tapi kasus yang jarang terjadi setelah kontak langsung
dengan hewan yang terinfeksi dan penularan nosokomial. Presentasi
klinis yang paling umum pada pasien hamil dengan listeriosis adalah
bakteremia, seringkali tanpa gejala. Infeksi SSP Listeria jarang, tidak
seperti di populasi lain. Pasien hamil gejala sering memiliki penyakit
demam mirip dengan influenza dengan demam, nyeri otot dan
kadang-kadang, mual atau diare selama fase bakteremik penyakit.
Meskipun gejala ibu mungkin ringan, listeriosis dapat menyebabkan
amnionitis dan menghasilkan baik aborsi septik spontan atau
persalinan prematur dengan pengiriman bayi yang terinfeksi, atau
bahkan lahir mati. Infeksi janin dapat bermanifestasi sebagai
septikemia, meningoencephalitis, atau lesi granulomatosa
disebarluaskan dengan mikroabses.
3. Sifilis
Penyakit ini dapat menyebabkan bayi lahir mati; akhir aborsi; atau
penyakit, kematian, atau infeksi laten neonatal. Neurosifilis dapat
terjadi pada setiap tahap, sehingga CNS atau presentasi mata.
4. Chlamydia
Infeksi Chlamydia trachomatis adalah bakteri yang paling umum
seksual penyakit menular di Amerika Serikat dan terus menjadi
penyebab utama komplikasi pada kehamilan dan penyakit transmisi
pada bayi baru lahir. C. trachomatis dapat menyebabkan endometritis,
servisitis, PID akut, dan sindrom uretra akut pada semua wanita dan
korioamnionitis, endometritis postpartum, dan perdarahan kehamilan
pada ibu hamil.
5. Gonorea
Kehamilan merupakan faktor predisposisi untuk perkembangan
infeksi gonokokal disebarluaskan, yang gejala klasik sebagai sindrom
artritis-dermatitis. Bayi yang baru lahir terkena gonore saat
melahirkan vagina dapat berkembang menjadi konjungtivitis akut
(Oftalmia neonatorum), sepsis, arthritis, dan / atau meningitis.
6. Bakteri Vaginosis
Infeksi dapat menyebabkan persalinan prematur tidak responsif
terhadap terapi tokolitik. Infeksi dapat ditularkan melalui plasenta ke
janin dan dapat menyebabkan kematian janin intrauterus.
2.11. Kegawatdaruratan pada saat kehamilan
Kegawatdaruratan yang dapat terjadi saat kehamilan adalah sebagai
berikut:3,4,5,6
a. Abortus
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi yang usia
kehamilannya kurang dari 20 minggu. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan adanya amenore, tanda-tanda kehamilan, perdarahan
hebat per vagina, pengeluaran jaringan plasenta dan kemungkinan
kematian janin. Pada abortus septik, perdarahan per vagina yang
banyak atau sedang, demam (menggigil), kemungkinan gejala iritasi
peritoneum, dan kemungkinan syok.
b. Mola hidatidosa
Mola Hidatidosa (Hamil Anggur) adalah suatu massa atau
pertumbuhan di dalam rahim yang terjadi pada awal kehamilan. Mola
Hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dimana seluruh villi
korialisnya mengalami perubahan hidrofobik. Mola hidatidosa juga
dihubungkan dengan edema vesikular dari vili khorialis plasenta dan
biasanya tidak disertai fetus yang intak. Secara histologist, ditemukan
proliferasi trofoblast dengan berbagai tingkatan hiperplasia dan
displasia. Vili khorialis terisi cairan, membengkak, dan hanya terdapat
sedikit pembuluh darah.
c. Kehamilan Ektopik
Kehamilan ektopik adalah implantasi dan pertumbuhan hasil
konsepsi diluar endometrium kavum uteri.Penyebab gangguan ini
adalah terlambatnya transport ovum karena obstruksi mekanis pada
jalan yang melewati tuba uteri. Kehamilan tuba terutama di ampula,
jarang terjadi kehamilan di ovarium.
d. Plasenta previa
Plasenta Previa adalah Plasenta yang letaknya abnormal, yaitu
pada segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau
seluruh pembukaan jalan lahir. Gambaran klinis plasenta previa
berupa:
1. Perdarahan tanpa nyeri
2. Perdarahan berulang
3. Warna perdarahan merah segar
4. Adanya anemia dan renjatan yang sesuai dengan keluarnya darah
5. Timbulnya perlahan-lahan
6. Waktu terjadinya saat hamil
7. His biasanya tidak ada
8. Rasa tidak tegang (biasa) saat palpasi
9. Denyut jantung janin ada
10. Teraba jaringan plasenta pada periksa dalam vagina
11. Penurunan kepala tidak masuk pintu atas panggul
12. Presentasi mungkin abnormal.
e. Solusio (Abrupsio) Plasenta
Solusio plasenta adalah lepasnya sebagian atau seluruh jaringan
plasenta yang berimplantasi normal pada kehamilan di atas 22 minggu
dan sebelum anak lahir. Gejala klinisnya berupa:
1. Perdarahan yang disertai nyeri, juga diluar his.
2. Anemi dan syok, beratnya anemi dan syok sering tidak sesuai
dengan banyaknya darah yang keluar.
3. Uterus keras seperti papan dan nyeri dipegang karena isi uterus
bertambah dengan darah yang berkumpul di belakang placenta
sehingga uterus teregang (uterus en bois).
4. Palpasi sukar karena rahim keras.
5. Fundus uteri makin lama makin naik
6. Bunyi jantung biasanya tidak ada
7. Pada toucher teraba ketuban yang tegang terus menerus (karena isi
uterus bertambah
8. Sering ada proteinuri karena disertai preeclampsia
f. Retensio Plasenta (Plasenta Inkompletus)
Adalah keadaan dimana plasenta belum lahir dalam waktu 1 jam
setelah bayi lahir. Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya plasenta
tidak lahir spontan dan tidak yakin apakah plasenta lengkap.
g. Ruptur Uteri
Ruptur uterus adalah robekan pada uterus, dapat meluas ke
seluruh dinding uterus dan isi uterus tumpah ke seluruh rongga
abdomen (komplet), atau dapat pula ruptur hanya meluas ke
endometrium dan miometrium, tetapi peritoneum di sekitar uterus
tetap utuh (inkomplet).
2.12. Tatalaksana kegawatdaruratan pada kehamilan
1) Hemostatis
Kauterisasi dengan besi III klorida atau kompres aseton tamponade
vagina yang padat (Fibrospum atau gelitta tampons).27
2) Normalisasi keadaan sirkulasi
Infus: macrodex, haemaccel, periston, plasmagel, plasmafudin.
Secepatnya berikan darah yang tersedia atau serum kering.27
3) Perawatan di rumah sakit
Tindakan tambahan: bila perdarahan berhenti; biarkan tampon pada
tempatnya selama beberapa hari, hemostatik. Bila perdarahan tidak
berhenti; implantasi sodium, coba mengikat arteria iliaka interna.27
BAB III
KESIMPULAN
Wanita 28 tahun mengalami gangguan kehamilan ektopik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sastrawinata S, dkk. Ilmu Kesehatan Reproduksi: Obstetri Patologi Edisi
kedua. Jakarta. EGC. 2004.
2. Guttmatcher Institute. Aborsi di Indonesia. Guttmatcher Institue. 2008.
3. Carpenito, Lynda Juall. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.
2001.
4. Hamilton, C. Mary. Dasar-dasar Keperawatan Maternitas, edisi 6. Jakarta:
EGC. 1995.
5. Mansjoer, Arif, dkk. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1. Media Jakart:
Aesculapius. 2001.
6. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kandungan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo : Jakarta. 2005.
7. World Health Organization. Buku Saku Pelayanan Kesehaan Ibu di Fasilitas
Kesehatan Dasar dan Rujukan. Pedoman Bagi Tenaga Kesehatan. Edisi 1.
2013.
8. Cunningham, Gary, F. dkk. Obstetri Williams Vol. 2. Jakarta: EGC.2006.
9. Manuaba IBG. Kegagalan Tumbuh Kembang Hasil Konsepsi. Dalam
Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC. 2007.
10. American Cancer Society. Gestational Trophoblastic Disease. Mar 2013.
Available from:www.cancer.org.
11. McLennan M.K. Molar pregnancy. Hydatidiform Mole; Gestational
Trophoblastic Disease. Jan 1999; 45: 49-62
12. Sellmyer MA, Desser TS, Maturen KE, Jeffrey B, Kamaya A. Physiologic,
Histologic, and Imaging Features of Retained Products of Conception.
RadioGraphics. 2013; 33:781–96
13. Zhou Q, Lei XY, Xie Q, Cardoza JD. Sonographic and Doppler Imaging in
the Diagnosis and Treatment of Gestational Trophoblastic Disease. J
Ultrasound Med. 2005; 24:15–24
14. Betel C, Atri M, Arenson AM, Khalifa M, MD, Osborne R, MD, Tomlinson
G. Sonographic Diagnosis of Gestational Trophoblastic Disease and
Comparison With Retained Products of Conception. J Ultrasound Med.
2006;25:985–93
15. Mott DD. Hydatidiform Mole Imaging. Mar 2013
16. Green CL, Angtuaco TL, Shah HR, Parmley TM. Gestational Trophoblastic
Disease: A Spectrum of Radiologic Diagnosis. RadioGraphics 1996;
16:1371-84.
17. Norwitz, Errol dan John O Schorge. At A Glance Obstetri & Ginekologi.
Jakarta : Penerbit Erlangga. 2008.
18. Wiknjosastro, H. Ilmu Kebidanan. Edisi Ketiga, Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawiroharjo. 1999.
19. Wiknjosastro, H. Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawiroharjo. 2000.
20. Arnolu, RI. Risk Factors for Ectopic Pregnancy in Logos, Nigeria. Jurnal
Obtetricia et Gynecologica Scandinavica. Vol 84, No 2. 1999; 184-188.
21. Satrawinata, S., Obstetri Patologi. Bagian Obstetri & Ginekologi FK
Universitas Padjajaran, Bandung. 1984.
22. Hakimi, M. Keadaan Darurat Ginekologi Umum Yogyakarta..: Yayasan
Essentia Medika 1999.
23. Wibowo B, Rachimhadhi T. Kehamilan Ektopik. Dalam: Ilmu Kebidanan
(Edisi Ketiga). Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2002.
24. Kementerian Kesehatan RI. Buku saku: Pelayanan kesehatan ibu di fasilitas
kesehatan dasar dan rujukan. 1st Ed. Jakarta: Depkes RI; 2013.
25. Bickley L S Bates' Guide To Physical Examination & History Taking. 8th Ed.
Lippincott Williams & Wilkins. 2003.
26. Darvin Scott Smith, MD, MSc, DTM&H; Chief Editor: Carl V Smith, MD.
Bacterial Infections and Pregnancy. Mar 27, 2014. Available from:
http://www.medscape.org/
27. Heller, Luzz. Gawat Darurat Ginekologi dan Obstetri. Jakarta: EGC.1997; 3-4