OPTIMASI PROSES HIDROLISIS DAN FERMENTASIPADA PEMBUATAN BIOETANOL DARI
TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT
LAPORAN TUGAS AKHIR
Diajukan untuk memenuhi salah satu syaratguna memperoleh gelar Diploma Tiga (D-3)
pada Politeknik Negeri Ujung Pandang
Oleh
KHAIRUNNISA
331 10 031
PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA
JURUSAN TEKNIK KIMIA
POLITEKNIK NEGERI UJUNG PANDANG
MAKASSAR
2013
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING
Sesuai dengan Surat Tugas Direktur Politeknik Negeri Ujung Pandang Nomor :
….../PL10/Ak –US/2012 dengan ini menyatakan menerima dan menyetujui Tugas
Akhir dengan judul “Optimasi Proses Hidrolisis Dan Fermentasi Pada
Pembuatan Bioetanol Dari Tandan Kosong Kelapa Sawit” oleh Khairunnisa,
nomor induk mahasiswa 331 10 031.
Makassar, 15 Oktober 2012
Menyetujui,
PENERIMAAN PANITIA UJIAN
Pada hari ini, tanggal 15 Oktober 2012 Panitia Ujian Tugas Akhir
menerima dengan baik Tugas Akhir oleh mahasiswa Herman, nomor induk
331 09 035 dengan judul “Optimasi Proses Hidrolisis Dan Fermentasi Pada
Pembuatan Bioetanol Dari Tandan Kosong Kelapa Sawit”.
Makassar, 15 Oktober 2012
ABSTRAK
(St. Asiah Syarif), “Optimasi Proses Hidrolisis Dan Fermentasi Pada Pembuatan Bioetanol Dari Tandan Kosong Kelapa Sawit” (Pembimbing : HR.Fajar, S.T.,M.Eng dan Lasire, S.T.).
Ketergantungan terhadap bahan bakar fosil seperti minyak bumi dan batu bara menjadi masalah besar dan perlu solusi yang mendesak.Terbatasnya sumber energi fosil menyebabkan perlunya pengembangan energi alternatif. Bioetanol merupakan salah satu sumber energi alternatif yang dapat dibuat dari biomassa. Salah satu biomassa yang bersumber dari limbah kelapa sawit berupa Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) yang banyak mengandung haloselulosa. Komponen holoselulosa ini dapat dihidrolisis sehingga menghasilkan glukosa yang dapat difermentasi menjadi bioetanol. Penelitian ini bertujuan membuat bioetanol dari TKKS melalui metode hidrolisis asam encer pada temperatur tinggi dan dilanjutkan dengan fermentasi.
Pada penelitian ini dilakukan metode hidrolisis asam encer dengan menggunakan asam sulfat 0,5%. Proses hidrolisis dilakukan optimasi temperatur tahap I dan tahap II untuk mendapatkan temperatur optimum berdasarkan jumlah gula yang dihasilkan. Tahap I dilakukan dengan empat variabel yaitu 180, 190,
195 dan 200oC dan pada tahap II dilakukan lima variabel yaitu 210, 220, 225, 230
dan 235oC. Setelah diperoleh temperatur optimum hidrolisis tahap I dan tahap II,
selajutnya kondisi ini dipakai untuk menentukan perbandingan TKKS dengan larutan asam sulfat yang paling optimal dalam menghasilkan gula, dalam hal ini jumlah TKKS dibuat tetap yakni 100 gram dan penambahan asam sulfat 0,5% divariasikan berturut-turut 400, 500, 600, 700 dan 800 ml. Gula yang dihasilkan dari tahap optimasi ini difermentasi menggunakan ragi Sacharomyces cerevisiae dengan variasi waktu dari 1, 2, 12, 18, 24, 48, 72, 96, 120, 144 dan 168 jam. Selanjutnya hasil fermentasi dianalisis untuk menentukan waktu fermentasi yang optimal berdasarkan kadar bioetanol yang dihasilkan.
Hasil analisis menunjukkan bahwa kondisi optimum hidrolisis tahap I
adalah temperatur 195oC dengan % recovery gula 9,4836% dan tahap II pada
temperatur 230oC dengan % recovery gula 1,9677%, dengan perbandingan
pereaksi 1 bagian TKKS dan 6 bagian larutan asam sulfat 0,5%. Proses selanjutnya adalah fermentasi menggunakan ragi Sacharomyces cerevisiae dengan waktu fermentasi optimum selama 144 jam dengan kadar bioetanol 12,21%.
ABSTRACT
(St. Asiah Syarif), “The Optimization of Hydrolysis and Fermentation Process InMaking Bioethanol from Oil Palm Empty Stem” (Supervised : HR.Fajar, ST, M.Eng and Lasire, S. T).
Dependence on fossil fuels such as petroleum and coal become a main problem and immediately need a solution. The limited of fossil energy sources causing the need of alternative energy development. Bioethanol is the one of alternative sources that can be made from biomassa. One of biomassa is sourced from palm oil waste such Oil Palm Empty Stem which contains halocellulose. This haloceccllose components can be hydrolyzed to produce glucose that can be fermented become bioethanol. This study aims to makes bioethanol from Oil Palm Empty Stem used a two-stage hydrolysis process at high temperature, followed by fermentation.
In this research was performed hydrolysis method of dilute acid by using sulfuric acid of 0.5%. Hydrolysis process by doing optimization temperature in both phase I and II to obtain the optimum temperature based on total sugar produced. Phase I was done by four variables, namely 180, 190,195 and 2000C and phase II was done in five variables, namely 210, 220, 225, 230 and 235°C. After obtained optimum temperature of hydrolysis in phase I and II, then this condition is used to determine the ratio of Oil Palm Empty Stem with sulfuric acid solution which most optimal to produce sugar, in this case the total Oil Palm Empty Stem made is remain of 100 grams and addition sulfuric acid of 0.5% and varied of 400, 500, 600, 700 and 800 ml respectively. Sugar produced of this optimization phase is fermented using Sacharomyces cerevisiae yeast with time variation of 1, 2, 12, 18, 24, 48, 72, 96, 120, 144 and 168 hours. Then, the results of fermentation was analyzed to determine the optimal fermentation time based on bioethanol level produced.
The result of analysis showing that the optimum conditions of hydrolysis in phase I are 195°C in temperature with % sugar recovery of 9.4836% and phase II are 230°C in temperature with % sugar recovery of 1.9677%, by reagent comparison 1 part of Oil Palm Empty Stem and 6 parts sulfuric acid solution of 0.5%. The next process is fermentation by using Sacharomyces cerevisiae yeast with optimum fermentation time for 144 hours with bioethanol level of 12.21 %.
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa Penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat
dan hidayah yang diberikan selama ini kepada Penulis sehingga Penulis dapat
menyelesaikan satu tugas berat dalam rangka penyelesaian studi di Politeknik
Negeri Ujung Pandang.
Sebagai manusia biasa, Penulis sangat menyadari bahwa Tugas Akhir
yang sederhana ini masih banyak terdapat kekeliruan dan masih memerlukan
perbaikan secara menyeluruh, hal ini tidak lain disebabkan karena keterbatasan
ilmu dan kemampuan yang dimiliki oleh Penulis dalam menyelesaikan tugas yang
bagi Penulis dirasakan cukup berat, karenanya berbagai masukan dan saran yang
sifatnya membangun sangatlah diharapkan demi sempurnanya Tugas Akhir ini.
Penulis menyadari bahwa dalam proses awal hingga selesainya Tugas
Akhir ini, banyak sekali pihak yang telah terlibat dan berperan serta untuk
mewujudkan selesainya Tugas Akhir ini, karena itu pada tempatnyalah Penulis
ingin menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya
kepada mereka yang secara moril maupun materil telah banyak membantu Penulis
untuk merampungkan Tugas Akhir ini hingga selesai.
Pertama-tama ucapan terima kasih Penulis haturkan secara khusus
kepada orang tua yang Penulis hormati dan cintai ayanda dan ibunda yang telah
membesarkan Penulis dengan penuh kesabaran hingga Penulis dapat berhasil
menyelesaikan studi pada jenjang yang lebih tinggi juga kepada seluruh saudara
Penulis, yang dengan semangatnya selama ini.
Selanjutnya ucapan terima kasih Penulis haturkan terima kasih kepada
Bapak Dr. Firman, M.Si selaku Direktur Politeknik dan Bapak Drs. Abdul Azis,
M.T selaku Ketua Jurusan Teknik Kimia yang selama ini telah membantu Penulis
hingga dapat menyelesaikan studi di Politeknik Negeri Ujung pandang.
Selanjutnya ucapan terima kasih Penulis haturkan kepada kedua
pembimbing Penulis Bapak HR.Fajar, S.T,. M.Eng selaku Pembimbing I dan
Bapak Lasire, Bsc selaku Pembimbing II yang mana keduanya dengan penuh
kesabaran memberikan bimbingannya dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.
Juga kepada semua sahabat Penulis yang banyak memberikan semangat
agar cepat selesai dan ikut membantu Penulis mencari data selama penelitian ini
dilakukan, dan orang-orang yang tidak dapat Penulis sebutkan satu per satu pada
kesempatan ini, harapan Penulis semoga bantuan yang selama ini diberikan secara
moril maupun materil mendapatkan imbalan amal dari Allah SWT dan semoga
Tugas Akhir ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Akhirnya, semoga Allah SWT, memberikan perlindungan kepada kita
semua, Wassalamu Alaikum WrWb.
Makassar, Oktober 2012
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL.................................................................................... iHALAMAN PENGESAHAN...................................................................... iiHALAMAN PENERIMAAN...................................................................... iiiABSTRAK................................................................................................... ivABSTRACT................................................................................................. vKATA PENGANTAR................................................................................... viDAFTAR ISI................................................................................................ viiiDAFTAR TABEL........................................................................................ xDAFTAR GAMBAR................................................................................... xiDAFTAR LAMPIRAN................................................................................ xiiBAB I PENDAHULUAN......................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah............................................................................... 1B. Rumusan Masalah........................................................................................ 3C. Tujuan Penelitian......................................................................................... 3D. Manfaat Penelitian....................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................. 5A. Limbah Industri Perkebunan.................................................... 5B. Karakteristik Lignoselulosa..................................................... 6
1. Lignoselulosa...................................................................... 6 2. Selulosa................................................................................ 7 3. Hemiselulosa........................................................................ 8C. Hidrolisis.................................................................................. 9
1. Hidrolisis Asam............................................................................................ 102. Hidrolisis Enzimatik.................................................................................... 12
D. Fermentasi................................................................................ 13E. Bioetanol.................................................................................. 15
1. Sifat Bioetanol.................................................................... 152. Kegunaan Bioetanol........................................................... 16
BAB III METODE PENELITIAN............................................................... 18A. Waktu dan Tempat Penelitian.................................................. 18B. Bahan....................................................................................... 18C. Alat.......................................................................................... 19 D. Prosedur Percobaan.................................................................. 19
1. Pengambilan sampel.................................................................................... 192. Perlakuan awal sampel dan analisa.............................................................. 203. Analisa kandungan holoselulosa pada bahan baku...................................... 204. Proses hidrolisis........................................................................................... 215. Proses Fermentasi Hasil hidrolisis............................................................... 25
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...................................................... 26A. Hasil Analisis Kandungan Holoselulosa.................................. 26B. Hasil Analisis Kadar Gula Pada Optimasi Temperatur............ 27
C. Hasil Analisis Kadar Gula Pada Perbandingan Larutan Asam Dalam Proses Hidrolisis................................................ 29
D. Hasil Analisis Optimasi Waktu Fermentasi............................. 34BAB V PENUTUP..................................................................................... 37
A. Kesimpulan ............................................................................................37B. Saran 38
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 39LAMPIRAN................................................................................................. 41
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Kandungan tandan kosong kelapa sawit ...................... 6
Tabel 2 Hasil komponen tandan kosong kelapa sawit............... 26
Tabel 3 Hasil % recovery gula pada temperatur hidrolisis
tahap I............................................................................ 27
Tabel 4 Hasil % recovery gula pada temperatur hidrolisis
tahap II........................................................................... 28
Tabel 5 Hasil % recovery gula dengan perbandingan pereaksi
hidrolisis tahap I............................................................ 30
Tabel 6 Hasil % recovery gula dengan perbandingan pereaksi
hidrolisis tahap II........................................................... 31
Tabel 7 Hasil analisis % recovery proses hidrolisis
tahap I dan II................................................................. 33
Tabel 8 Data densitas dari larutan standar etanol....................... 34
Tabel 9 Hasil perhitungan % bioetanol dari persamaan garis
lurus............................................................................... 35
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Struktur Selulosa.................................................................. 7
Gambar 2 Struktur Hemiselulosa.......................................................... 9
Gambar 3 Struktur Glukosa................................................................... 12
Gambar 4 Kurva hubungan temperatur dengan % recovery gula
hidrolisis tahap I................................................................... 27
Gambar 5 Kurva hubungan temperatur dengan % recovery gula
hidrolisis tahap II.................................................................. 28
Gambar 6 Kurva hubungan jumlah pereaksi dengan % recovery gula
hidrolisis tahap I................................................................... 30
Gambar 7 Kurva hubungan jumlah pereaksi dengan % recovery gula
hidrolisis tahap II.................................................................. 31
Gambar 8 Kurva hubungan waktu fermentasi dengan kadar
bioetanol .............................................................................. 35
Gambar 9 Kurva standarisasi bioetanol berdasarkan berat jenis.......... 49
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Diagram Alir.................................................................. 42
Lampiran 2 Pengolahan data............................................................. 43
Lampiran 2 Gambar dokumentasi..................................................... 52
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pengembangan bahan bakar nabati (BBN) sebagai pengganti bahan
bakar fosil di Indonesia semakin meningkat. Pemerintah juga memberikan
perhatian dengan diterbitkannya Instruksi Presiden No.1 Tahun 2006
tertanggal 25 Januari 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar
Nabati (biofuel) sebagai Bahan Bakar Alternatif. Potensi Indonesia untuk
menghasilkan BBN masih sangat besar namun belum dioptimalkan. Hal ini
disebabkan kurangnya riset bioteknologi dan infrastruktur untuk produksi
BBN skala industri.
Biobutanol merupakan bahan bakar nabati yang berpotensi besar untuk
dikembangkan sebagai substitusi bensin. Beberapa kelebihan biobutanol
sebagai biofuel adalah dapat dengan mudah ditambahkan sebagai campuran
premium dan solar, dapat dicampur pada tingkat konsentrasi tinggi pada
penggunaan standar mesin kendaraan tanpa membutuhkan adaptasi khusus.
Biobutanol merupakan hasil fermentasi gula sederhana oleh bakteri Clostridia.
Gula sederhana sendiri dapat diperoleh dari bahan baku berbasis gula (tebu,
bit, dsb) atau berbasis tepung (singkong, jagung, sorgum, dsb.) atau berbasis
serat (kayu, limbah tani, dsb.). Oleh karena itu, biobutanol diharapkan dapat
menjadi bahan bakar terbarukan sebagai pengganti bensin yang mendukung
keberlanjutan energi di dunia, khususnya Indonesia.
13
Di Indonesia, penelitian mengenai biobutanol sebagai bahan bakar
belum berkembang. Hal ini ditunjukkan dengan minimnya literatur mengenai
penelitian butanol yang dilakukan di Indonesia. Selama ini pengembangan
BBN sebagai pengganti bensin masih berfokus pada produksi etanol dengan
bahan baku pangan.
Proses pengolahan TKKS menjadi bioetanol terdiri atas proses
pencacahan, hidrolisis, fermentasi dan pemurnian (destilasi). Dengan metode
hidrolisis TKKS hanya dengan satu tahap sebagai bahan baku bioetanol
menghasilkan yield etanol yang sangat rendah (Musdalifah dan Melista,2007).
Menurut Taherzadeh, M.j. dan Karimi, K (2007) pada hidrolisis
holoselulosa menjadi larutan gula akan terbentuk senyawa inhibitor (asam
karbosilik, senyawa furan dan senyawa fenol) yang dapat bertindak sebagai racun
pada proses fermentasi larutan gula menjadi etanol. Untuk meminimalkan
terbentuknya senyawa inhibitor tersebut maka hidrolisis holoselulosa harus
dilakukan dua tahap. Tahap pertama, menghidrolisis hemiselulosa menjadi
monomer gula, dilakukan pada temperatur rendah. Tahap kedua, menghidrolisis
selulosa menjadi monomer gula tetapi temperatur lebih tinggi (Chandel,A.K
dkk,2007).
Seletah mempertimbangkan penelitian sebelumnya yang telah dijelaskan
diatas, maka pada penelitian ini akan dilakukan hidrolisis holoselulosa TKKS dua
tahap. Selain itu penelitian ini juga akan dilakukan optimasi suhu pada proses
hidrolisis tahap pertama dan tahap ke dua, optimasi jumlah pereaksi serta waktu
optimal pada proses fermentasi agar didapatkan bioetanol yang maksimal.
14
B. Rumusan Masalah
1. Berapa banyak kandungan holoselulosa TKKS yang dapat diolah
menjadi bioetanol?
2. Berapa temperatur optimal pada proses hidrolisis tahap pertama untuk
mendapatkan % recovery gula yang optimal, temperatur divariasikan dari
180, 190, 195 dan 200oC?
3. Berapa temperatur optimal pada proses hidrolisis tahap ke dua untuk
mendapatkan % recovery gula yang optimal, temperatur divariasikan dari
210, 220, 225, 230 dan 235oC?
4. Berapa jumlah pereaksi optimal pada proses hidrolisis tahap pertama dan
kedua untuk mendapatkan % recovery gula yang optimal, perbandingan
sampel dengan jumlah peraksi divariasikan 1:4, 1:5, 1:6, 1:7 dan 1:8?
5. Berapa waktu optimal pada proses fermentasi larutan gula untuk
mendapatkan kadar bioetanol tertinggi, waktu divariasikan dari 1, 2, 12,
18, 48, 60, 80, 92, 100, 120, 144 dan 168 jam?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa tujuan, yaitu :
1. Menentukan kandungan holoselulosa TKKS yang dapat diolah menjadi
bioetanol.
2. Menentukan temperatur yang optimal pada proses hidrolisis tahap pertama
untuk mendapatkan % recovery gula yang optimal.
15
3. Menentukan temperatur yang optimal pada proses hidrolisis tahap kedua
untuk mendapatkan % recovery gula yang optimal.
4. Menentukan jumlah pereaksi optimal pada proses hidrolisis tahap pertama
dan kedua untuk mendapatkan % recovery gula yang optimal.
5. Menentukan waktu optimal pada proses fermentasi larutan gula untuk
mendapatkan kadar bioetanol tertinggi.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat :
1. Menyediakan data kandungan holoselulosa pada TKKS yang dapat
digunakan sebagai dasar evaluasi lebih lanjut.
2. Menyediakan data temperatur optimal pada hidrolisis tahap pertama dan
tahap kedua TKKS untuk mendapatkan yield etanol yang optimal.
3. Menyediakan data waktu optimal pada proses fermentasi larutan gula hasil
hidrolisis tahap pertama dan kedua.
4. Menyediakan informasi bagi Perusahaan kelapa sawit dan masyarakat di
Kabupaten Mamuju dalam pemanfaatan limbah TKKS yang selama ini
dinilai belum efisien.
16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Limbah Industri Perkebunan
Tandan kelapa sawit merupakan bagian dari pohon kelapa sawit yang
berfungsi sebagai tempat untuk buah kelapa sawit. Setiap tandan mengandung 62 –
70% buah dan sisanya adalah tandan kosong yang belum termanfaatkan secara
optimal (Naibaho, PM. 1998).
Limbah padat kelapa sawit merupakan lignoselulosa yang dihasilkan dari
industri perkebunan. limbah padat dari perkebunan kelapa sawit terdiri dari
TKKS, serat, tempurung, batang pohon dan pelepah daun. Dari kelima bahan
tersebut, bahan yang paling besar kandungan selulosanya adalah TKKS sebesar
45,95%, disusul oleh batang pohon sebesar 45,7% dan serat sebesar 39,9%
(Musdalifah dan Melista, 2007). Batang pohon sekalipun mengandung selulosa
yang cukup tinggi tetapi tidak ekonomis untuk dijadikan bahan baku bioetanol
karena hanya dihasilkan saat peremajaan tanaman sawit. Komposisi kandungan
tandan kosong kelapa sawit dilihat pada tabel 1. Dalam proses produksi CPO,
1 ton TBS menghasilkan 200 kg CPO dan limbah padat TKKS 250 kg. Menurut
Dirjenbun (2010), Produksi CPO Indonesia pada tahun 2010 sebesar 19,84 juta
17
ton dengan luas area perkebunan 7.321 ribu Ha, sedangkan produksi CPO
Sulawesi Barat sebesar 321.671 ton dengan luas area perkebunan 6.365 Ha
(BPS sulbar, 2010). Hasil produksi TBS kelapa sawit pada tahun 2010 di
Kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi Barat, mencapai 6.533,54 ton (BPS
sulbar,2010). Diperkirakan jumlah limbah padat kelapa sawit tahun 2010 di
Indonesia adalah 20,75 juta ton sedangkan limbah padat kelapa sawit di
Kabupaten Mamuju diperkirakan adalah 1,6 juta ton.
Tabel 1 Kandungan tandan kosong kelapa sawit
No.
Komponen Tandan Kosong Kelapa Sawit Komposisi (%)
1. Selulosa 45,95
2. Hemiselulosa 22,84
3. Lignin 16,49
4. Abu 1,23
5. Nitrogen 0,53
6. Minyak 2,41
Sumber : Darnoko, 1993
B. Karakteristik Lignoselulosa Sebagai Bahan Baku Bioetanol
Biomassa lignoselulosa sebagian besar terdiri dari campuran polimer
karbohidrat, lignin, ekstraktif, dan abu. Kadang-kadang disebutkan holoselulosa,
istilah ini digunakan untuk menyebutkan total karbohidrat yang dikandung
di dalam biomassa dan meliputi selulosa dan hemiselulosa. (Isroi, 2008)
1. Lignoselulosa
18
Pada dasarnya, lignoselulosa terdiri dari holoselulosa dan lignin. Selulosa
dan hemiselulosa TKKS harus dihidrolisis terlebih dahulu agar dapat difermentasi
menjadi etanol. Proses hidrolisis ini perlu dilakukan untuk memecah senyawa-
senyawa selulosa dan hemiselulosa menjadi monomer gula. Monomer gula yang
dimaksud disini adalah pentosa dan hexosa. Campuran semua selulosa dan
hemiselulosa disebut dengan holoselulosa, yang bebas dari lignin dan memiliki
pengaruh besar dalam pembentukan yield etanol (Fajar,HR. 2011). Lignin adalah
salah satu penyusun tanaman yang berfungsi sebagai bahan pengikat komponen
penyusun lainnya, sehingga pohon berdiri tegak.
2. Selulosa
Selulosa adalah polimer glukosa (hanya glukosa) yang tidak bercabang
terdiri dari 2.000-26.000 atau lebih unit D-glukosa. Bentuk polimer ini
memungkinkan selulosa saling menumpuk/terikat menjadi bentuk serat yang
sangat kuat. Panjang molekul selulosa ditentukan oleh jumlah unit D-glukosa di
dalam polimer, disebut dengan derajat polimerisasi. Derajat polimerisasi selulosa
tergantung pada jenis tanaman dan umumnya dalam kisaran 2000 – 27000 unit D-
glukosa. Polimer selulosa terdiri dari rantai glukosa tidak bercabang dengan
ikatan α-1,4 glikosida. Selulosa dapat dihidrolisis menjadi glukosa dengan
menggunakan asam atau enzim. Selanjutnya glukosa yang dihasilkan dapat
difermentasikan menjadi bioetanol. (Isroi, 2008).
Gambar 1. Struktur selulosa (Sumber : Ghozi Faisol,M. 2009)
19
2. Hemiselulosa
Hemiselulosa mirip dengan selulosa yang merupakan polimer gula.
Namun, berbeda dengan selulosa yang hanya tersusun dari glukosa, hemiselulosa
tersusun dari bermacam-macam jenis gula. Hemiselulosa terdiri dari rantai pendek
bercabang gula. Monomer gula penyusun hemiselulosa terdiri dari monomer gula
berkarbon 5 (C-5) dan 6 (C-6) misalnya: xylosa, mannose, glukosa, galaktosa,
arabinosa, dan sejumlah kecil rhamnosa, asam glukoroat, asam metal glukoronat,
dan asam galaturonat. Xylosa adalah salah satu gula C-5 dan merupakan gula
terbanyak kedua di biosfer setelah glukosa. Kandungan hemiselulosa di dalam
biomassa lignoselulosa berkisar antara 11% hinga 37% (berat kering biomassa).
Hemiselulosa lebih mudah dihidrolisis daripada selulosa, tetapi gula C-5 lebih
sulit difermentasi menjadi etanol dari pada gula C-6 (Isroi, 2008).
Hemiselulosa umumnya dikelompokkan berdasarkan residu gula utama
yang menyususun rangkanya, seperti: xylan, mannan, galactan, dan glucan,
dengan xylan dan mannan adalah gugus utama dari hemiselulosa. Hemiselulosa
umumnya dilaporkan berasosiasi secara kimia atau terikat-silang dengan
polisakarida, protein, atau lignin. Xylan kemungkinan sebagai wilayah ikatan
utama antara lignin dan karbohirat lain. Hemiselulosa lebih mudah larut dari pada
selulosa, dan dapat diisolasi dari kayu dengan ekstraksi.
Hemiselulosa berfungsi sebagai pendukung dinding sel dan berlaku
20
sebagai perekat antar sel tunggal yang terdapat didalam batang pisang dan
tanaman lainnya. Hemiselulosa memiliki sifat non-kristalin dan bukan serat,
mudah mengembang, larut dalam air, sangat hidrofolik, serta mudah larut dalam
alkali. Kandungan hemiselulosa yang tinggi memberikan kontribusi pada ikatan
antar serat, karena hemiselulosa bertindak sebagai perekat dalam setiap serat
tunggal. Pada saat proses pemasakan berlangsung, hemiselulosa akan melunak,
dan pada saat hemiselulosa melunak, serat yang sudah terpisah akan lebih mudah
menjadi berserabut (Indrainy, 2005).
Gambar 2. Struktur Hemiselulosa (Sumber : Hardyanto, Agus,2010)
Proses pembuatan bioetanol dari bahan lignoselulosa dalam persamaan
kimia sederhana adalah sebagai berikut (Scheper, T.,2007) :
Selobiosa + H2O(aq) C6H12O6 (aq) + C6H12O6 (aq)
C6H12O6 (aq) C2H5OH(aq) + 2 CO2 (g)
C. Hidrolisis
Hidrolisis meliputi proses pemecahan polisakarida di dalam biomassa
lignoselulosa, yaitu: selulosa dan hemiselulosa menjadi monomer gula
penyusunnya. Hidrolisis sempurna selulosa menghasilkan glukosa, sedangkan
hemiselulosa menghasilkan beberapa monomer gula pentosa (C5) dan heksosa
(C6). Hidrolisis dapat dilakukan secara kimia (asam) atau enzimatik.
Faktor yang berpengaruh pada hidrolisis selulosa antara lain waktu reaksi,
21
pencampuran, suhu reaksi, jumlah dan konsentrasi pereaksi serta jenis katalisator.
1. Hidrolisis asam
Di dalam metode hidrolisis asam, biomassa lignoselulosa dipaparkan
dengan asam pada suhu dan tekanan tertentu selama waktu tertentu, dan
menghasilkan monomer gula dari polimer selulosa dan hemiselulosa. Beberapa
asam yang umum digunakan untuk hidrolisis asam antara lain adalah asam sulfat
(H2SO4), asam perklorat, dan HCl. Asam sulfat merupakan asam yang paling
banyak diteliti dan dimanfaatkan untuk hidrolisis asam. Hidrolisis asam dapat
dikelompokkan menjadi hidrolisis asam pekat dan hidrolisis asam encer
(Taherzadeh, M.J. dan Karimi, K.,2007).
Hidrolisis asam pekat merupakan teknik yang sudah dikembangkan cukup
lama. Braconnot di tahun 1819 pertama menemukan bahwa selulosa bisa
dikonversi menjadi gula yang dapat difermentasi dengan menggunakan asam
pekat (Taherzadeh, M.J. dan Karimi, K.,2007). Hidrolisis asam pekat
menghasilkan gula yang tinggi (90% dari hasil teoritik) dibandingkan dengan
hidrolisis asam encer, dan dengan demikian akan menghasilkan etanol yang lebih
tinggi (Hamelinck dkk., 2005). Hidrolisis asam encer dapat dilakukan pada suhu
rendah. Namun demikian, konsentrasi asam yang digunakan sangat tinggi (30 –
70%). Proses ini juga sangat korosif karena adanya pengenceran dan pemanasan
asam. Proses ini membutuhkan peralatan metal yang mahal atau dibuat secara
khusus. Di sisi lain, jika menggunakan asam sulfat, dibutuhkan proses netralisasi
yang menghasilkan limbah gypsum/kapur yang sangat banyak. Dampak
lingkungan yang kurang baik dari proses ini membatasi penggunaan asam
22
perklorat dalam proses ini. Hidrolisis asam pekat juga membutuhkan biaya
investasi dan pemeliharaan yang tinggi, hal ini mengurangi ketertarikan untuk
komersialisasi proses ini (Taherzadeh, M.J. dan Karimi, K.,2007).
Hidrolisis asam encer juga dikenal dengan hidrolisis asam dua tahap dan
merupakan metode hidrolisis yang banyak dikembangkan dan diteliti saat ini.
Hidrolisis asam encer pertama kali dipatenkan oleh H.K. Moore pada tahun 1919.
Potongan (chip) kayu dimasukkan ke dalam tangki kemudian diberi uap panas
pada suhu 300oF selama satu jam. Selanjutnya dihidrolisis dengan menggunakan
asam fosfat. Hidrolisis dilakukan dalam dua tahap. Hidrolisat yang dihasilkan
kemudian difermentasi untuk menghasilkan etanol. Hidrolisis selulosa dengan
menggunakan asam telah dikomersialkan pertama kali pada tahun 1898
(Hamelinck dkk., 2005). Tahap pertama dilakukan dalam kondisi yang lebih
‘lunak’ dan akan menghidrolisis hemiselulosa (konsentrasi H2SO4 0,7%,
temperatur 190oC). Tahap kedua dilakukan pada suhu yang lebih tinggi, tetapi
dengan konsentrasi asam yang lebih rendah untuk menghidrolisis selulosa
(konsentrasi H2SO4 0.4%, temperatur 215oC) (Hamelinck dkk., 2005).
Secara teoritis, hidrolisis hemiselulosa dan selulosa dapat menghasilkan
reaksi samping yang bersifat racun (senyawa inhibitor) pada proses fermentasi.
Beberapa senyawa inhibitor yang dapat terbentuk selama proses hidrolisis asam
encer adalah furfural, 5-hydroxymethylfurfural (HMF), asam levulinik, asam
asetat, asam format, asam uronat, asam 4-hydroxybenzoic, asam vanilik, vanillin,
phenol, cinnamaldehyde, formaldehida, dan beberapa senyawa lain (Taherzadeh,
M.J. dan Karimi, K.,2007). Untuk meminimalkan terbentuknya senyawa inhibitor
23
pada proses hidrolisis dibutuhkan prototype autoklaf yang dapat bekerja pada
kondisi tekanan 29 bar dan temperatur 190-2100C dengan waktu tinggal 3-10
menit (Chandel dkk., 2007).
Glukosa
Glukosa (C6H12O6) adalah gula sederhana (monosakarida). Glukosa juga
merupakan penyusun dalam beberapa polisakarida, misalnya pati dan selulosa.
Polisakarida ini bila dihidrolisis akan menghasilkan glukosa. Glukosa merupakan
gula C-6 yang memiliki beberapa bentuk, tetapi umumnya digambarkan sebagai
cincin karbon seperti gambar di bawah ini.
Gambar 3. Struktur Glukosa (Sumber : Hardyanto, Agus. 2010)
2. Hidrolisis enzimatik
Hidrolisis enzimatik mirip dengan proses di atas yaitu dengan mengganti
asam dengan enzim. Teknik ini dikenal dengan teknik Hidrolisis dan Fermentasi
Terpisah Separated Hydrolysis and Fermentation (SHF). Hidrolisis dengan enzim
tidak membuat atau menghasilkan kondisi lingkungan yang kurang mendukung
proses biologi/fermentasi seperti pada hidrolisis dengan asam, kondisi ini
memungkinkan untuk dilakukan tahapan hidrolisis dan fermentasi secara
bersamaan yang dikenal dengan Simultaneuos Saccharification and Fermentation
(SSF).
Teknik ini menggunakan kombinasi enzim selulosa dan mikroorganisme
24
fermentasi, gula yang dihasilkan dari hidrolisis enzim selulase dapat secara segera
diubah menjadi bioetanol oleh mikroba. Tiga fraksi enzim selulosa dihasilkan dari
fungi mesofilik misalnya Trichoderma resei atau dari bakteri termofil selulolitik
seperti Themotoga, Anaerocellum, Rhodothermus, Clostridium, Thermoascus,
Thermophilum, Acremonium (Scheper, T.2007).
D. Fermentasi
Fermentasi merupakan suatu proses hidrolisa komponen organik anaerob
atau aerob sebagian oleh aktivitas mikroorganisme.
Reaksi yang terjadi dalam proses fermentasi pembuatan bioetanol adalah :
C6H12O6 2 C2H5OH + 2 CO2
Proses fermentasi dimaksudkan untuk mengubah glukosa menjadi
bioetanol dengan menggunakan yeast. Bioetanol yang diperoleh dari proses
fermentasi ini, biasanya bioetanol dengan kadar 8% sampai 10% volume.
Bioetanol yang dihasilkan proses fermentasi tersebut perlu ditingkatkan
kualitasnya dengan membersihkannya dari zat-zat yang tidak diperlukan.
Bioetanol yang dihasilkan dari proses fermentasi biasanya masih mengandung
gas–gas antara lain CO2 yang ditimbulkan dari pengubahan glukosa menjadi
bioetanol dan aldehid yang perlu dibersihkan. Gas CO2 pada hasil fermentasi
tersebut biasanya mencapai 35 persen volume, sehingga untuk memperoleh
bioetanol yang berkualitas baik, bioetanol tersebut harus dibersihkan dari gas
tersebut. Proses pembersihan (washing) CO2 dilakukan dengan menyaring
bioetanol yang terikat oleh CO2, sehingga dapat diperoleh bioetanol yang bersih
dari gas CO2. Kadar bioetanol yang dihasilkan dari proses fermentasi, biasanya
25
hanya mencapai 8 sampai 10% saja, sehingga untuk memperoleh bioetanol yang
berkadar 95% diperlukan juga proses lainnya, yaitu proses distilasi dan dehidrasi.
Saccharomyces cerevisiae memiliki sel berbentuk ellips atau silindir.
Ukuran sel antara 5-20 mikron, biasanya 5-10 kali lebih besar dari ukuran bakteri
dan merupakan mikroorganisme bersel tunggal, tidak bergerak sehingga tidak
memiliki struktur tambahan di bagian luarnya seperti flagella (Buckle, 1987).
Saccharomyces cerevisiae termasuk khamir uniseluler. Khamir ini bersifat
nonpatogenik dan nontoksik, sehingga sejak dahulu banyak digunakan dalam
berbagai proses fermentasi seperti pada pembuatan roti, asam laktat, dan alkohol
(Lee, J.1992).
Saccharomyces cerevisiae memerlukan kondisi lingkungan yang cocok
untuk pertumbuhannya, yaitu nutrisi sebagai sumber energi terutama gula, pH
optimum 4-5, temperatur optimum 28ºC - 30ºC serta kebutuhan akan oksigen
terutama pada awal pertumbuhan. Saccharomyces cerevisiae merupakan
organisme fakultatif anaerob yang dapat digunakan baik sistem aerob maupun
anaerob untuk memperoleh energi dari pemecahan glukosa.
Saccharomyces cerevisiae dapat menghasilkan etanol dalam jumlah yang besar.
Selain itu juga memiliki toleransi yang tinggi terhadap etanol, toleransi terhadap
etanol pada variasi strain berbeda.
E. Bioetanol
Bioetanol merupakan etanol yang diperoleh melalui proses fermentasi
biomassa dengan bantuan mikroorganisme. Bioetanol yang mengandung 35%
26
oksigen dapat meningkatkan efisiensi pembakaran dan mengurangi emisi gas
rumah kaca. Keuntungan lain dari bioetanol adalah nilai oktannya lebih tinggi dari
premium sehingga dapat menggantikan fungsi bahan aditif seperti MTBE
(Methylen Tetra Buthyl Ether). Bioetanol dapat langsung dicampur dengan
premium pada berbagai komposisi sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan
emisi gas buang yang lebih ramah lingkungan dan bioetanol merupakan bahan
bakar yang bersih, hasil pembakaran menghasilkan CO2 dan H2O. Penambahan
bahan yang mengandung oksigen pada sistem bahan bakar akan mengurangi emisi
gas CO yang sangat beracun.
1. Sifat bioetanol
Bioetanol merupakan produk fermentasi yang dapat dibuat dari substrat
yang mengandung karbohidrat ( gula, pati atau selulosa )
Sifat-sifat dari bioetanol adalah :
Merupakan cairan yang tidak berwarna (jernih) seperti air
Mudah larut dalam air dan eter
Berbau khas
Volatile (mudah menguap)
Berat molekul = 46,07 g/mol
Berat jenis = 0,7905 g/mol (suhu 20 oC)
Viskositas = 0,0122 poise (suhu 20 oC)
Titik didih = 78,9 oC
Titik leleh = -122 oC
Panas laten penguapan = 204 kal/g
27
(sumber : Fluka Chemika – Bio Chemika)
2. Kegunaan bioetanol
Adapun kegunaan bioetanol antara lain :
Sebagai bahan dasar untuk pembuatan pereaksi-pereaksi kimia lainnya,
seperti: asetaldehida, ethyl asetat dan lain-lain.
Sebagai pelarut, terutama dalam industri farmasi, fernis, desinfektan,
plastik, dan sebagainya
Sebagai bahan bakar
Kegunaan bioetanol sebagai bahan bakar mempunyai pengaruh untuk
meningkatkan nilai oktan dan peniadaan tambahan zat-zat yang diperlukan agar
mesin dapat berjalan lebih halus. Pengujian pada kendaraan roda empat di
laboratorium Badan Penelitian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menunjukkan
bahwa tingkat emisi karbon dan hidrokarbon Gasohol E-10 yang merupakan
campuran bensin dan etanol 10% lebih rendah dibandingkan dengan premium dan
pertamax. Pengujian karakteristik untuk unjuk kerja yaitu daya dan torsi
menunjukkan bahwa sebagian besar premium konvensionil dapat beroperasi
secara normal dengan bahan bakar bioetanol (kemurnian 95%) sebanyak 10%
(E 10) dicampur premium 90% cenderung lebih baik daripada pertamax.
Bioetanol sebagai pengganti bahan bakar cair untuk mesin dengan
pembakaran internal, dapat juga digunakan sebagai sumber bahan pembuatan
dalam pembuatan senyawa-senyawa kimia, sebagai bahan bakar mesin turbin,
pemanas ketel di pabrik-pabrik, untuk lampu-lampu dan kompor masak sederhana
28
sebagai bahan bakar, bioetanol memiliki beberapa kelebihan, seperti ramah
lingkungan dan dapat diperbaharui.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian ini memerlukan waktu selama 5 bulan terhitung dari bulan
Februari 2012 sampai dengan Juli 2012 di Laboratorium Jurusan Teknik Kimia
Politeknik Negeri Ujung Pandang.
29
B. Bahan
Bahan yang digunaka pada penelitian ini :
Bahan baku limbah TKKS yang diperoleh dari Mamuju
Larutan Fehling A
Larutan Fehling B
Indikator Methylen Blue
Glukosa monohidrat
Ragi Saccaromyces cereviseae
Urea
NPK
NaOH 0,1 N
H2SO4 98 %
Etanol Absolut
Aquades
C. Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini :
Reaktor hidrolisis
Tabung berskala
Rangkaian alat distilasi
Seperangkat alat pengukuran yang terdiri dari Gelas Kimia, Erlenmeyer,
Pipet ukur, Pipet volume, Labu ukur, Neraca analitik, dan lain-lain.
Alat pendukung lainnya yang diperlukan dalam penelitian
30
D. Prosedur Percobaan :
Pada penelitian ini ada 5 (lima) tahapan yaitu pengambilan sampel,
perlakuan awal sampel, analisa kandungan holoselulosa pada bahan baku,
proses hidrolisis dan fermentasi hasil hidrolisis.
1. Pengambilan sampel
Pengambilan sampel untuk analisa dilakukan di Mamuju propinsi
Sulawesi Barat. Metode pengambilan bahan limbah padat kelapa sawit
dilakukan secara acak yang berasal dari Mamuju. Setelah itu dilakukan
klasifikasi berdasarkan jenis limbahnya yaitu: TKKS, serat, tempurung,
ranting pohon dan pelepah daun. Limbah TKKS diambil, dibersihkan,
dipotong kecil kira-kira 2-5 cm. Selanjutnya di masukkkan kedalam karung
goni dan dibawa ke laboratorium.
2. Perlakuan awal sampel dan analisa
Serbuk kasar limbah padat kelapa sawit dikeringkan hingga kadar
airnya di bawah 10 %. Selanjutnya, analisa kadar selulosa dan
hemiselulosa ditentukan dengan cara Datta, R (1981). Analisis kandungan
holoselulosa.
3. Analisa kandungan holoselulosa pada bahan baku
a. Dari 1 gr TKKS (A) ditambahkan 150 mL H2O kemudian direfluks
selama 2 jam pada temperatur 100oC.
31
b. Campuran tersebut disaring kemudian di pisahkan antara residu
dengan larutan air (Larutan air panas mengandung B Pectins dan
oligosakarida).
c. Residu dikeringkan dalam oven dan di timbang berat konstan residu
kering(C).
d. Residu kering (C) ditambahkan 150 mL 0,5 M H2SO4, kemudian
direfluks selama 2 jam pada temperatur 100oC.
e. Campuran tersebut disaring kemudian di pisahkan antara residu
dengan larutan H2SO4 0,5 M (Larutan mengandung D Hemiselulosa),
setelah itu residu dibilas dengan aquades.
f. Residu dikeringkan dalam oven dan di timbang berat konstan residu
kering( E).
g. Residu kering (E) direndam dengan 10 mL H2SO4 72 % (v/v) pada
temperatur ruangan selama 4 jam.
h. Kemudian dilarutkan hingga konsentrasinya menjadi 0,5 M H2SO4
i. Kemudian direfluks selama 2 jam pada temperatur 100oC (Larutan
mengandung F Selulosa)
j. Campuran tersebut disaring kemudian di pisahkan antara residu
dengan larutan H2SO4 0,5 M, setelah itu residu dibilas dengan aquades.
k. Residu dikeringkan dalam oven dan di timbang berat konstan residu
kering (G).
Dari prosedur fraksinasi lignoselulosa dapat diperoleh persamaan :
a) Fraksi hemiselulosa (D) =
32
b) Fraksi selulosa (F) =
c) Fraksi lignin =
4. Proses hidrolisis
Pada proses hidrolisis ini dilakukan optimasi temperatur dan optimasi jumlah
pereaksi kemudian dilakukan analisis hasil hidrolisis.
a.Optimasi temperatur
Variable percobaan
1). Variabel tetap :
Konsentrasi H2SO4 encer adalah 0,5%. Perbandingan jumlah sampel
TKKS dengan volume H2SO4 encer adalah 1:6.
2). Variabel Peubah :
Penentuan temperatur optimum hidrolisis tahap pertama dan tahap
kedua dilakukan dengan cara temperatur hidrolisis tahap pertama
divariasikan yaitu: 180, 190, 195, 2000C dan temperatur hidrolisis tahap
kedua divariasikan yaitu: 210, 220, 225, 230, dan 2350C.
b. Prosedur optimasi temperatur pemanasan
Bahan baku dari TKKS mengalami dua tahapan hidrolisis. Percobaan
untuk hidrolisis I diawali dengan memasukkan 100 gram bahan baku limbah
TKKS dan 600 ml larutan H2SO4 0,5% ke dalam autoklaf (perbandingan
bahan baku limbah TKKS dengan larutan larutan H2SO4 0,5% adalah 1 : 6),
kemudian reactor ditutup dengan sempurna dan pemanas disetting hingga
33
temperatur 2000C serta motor pengaduk dinyalakan. Ketika mencapai
temperatur 180, 190, 195 dan 2000C diambil sampel kira-kira 10 ml.
Masing-masing sampel tiap temperatur dianalisis dengan metode
fehling untuk mengetahui kadar gula dalam sampel. Selanjutnya menentukan
temperatur optimal untuk hidrolisis pertama.
Setelah pengambilan sampel pada temperatur 2000C, hidrolisis tahap
pertama dihentikan. Reaktor didinginkan dan dibuka untuk mengambil
residunya. Residu kemudian dibilas menggunaka air temperatur 600C hingga
netral dan dikeringkan hingga kadar airnya dibawah 10%. Residu yang
diperoleh selanjutnya menjadi bahan baku pada hidrolisis II. Perbandingan
residu dengan larutan H2SO4 0,5% adalah 1 : 6. Perlakuan hidrolisis pertama
sama dengan hidrolisis kedua disetting hingga temperatur 2350C. Ketika
mencapai temperatur 210, 220, 225, 230, dan 2350C diambil sampel kira-kira
10 ml. Masing-masing sampel tiap temperatur dianalisis dengan metode
fehling untuk mengetahui kadar gula dalam sampel. Setelah pengambilan
sampel pada temperatur 2350C, hidrolisis tahap kedua dihentikan.
c. Optimasi jumlah pereaksi
1) Variabel tetap
Konsentrasi H2SO4 encer adalah 0,5% dan temperatur hidrolisis pertama dan
kedua adalah temperatur optimal hasil optimasi yang diperoleh pada
perlakuan optimasi temperatur.
2) Variabel peubah
Penentuan jumlah pereaksi yang optimal dilakukan dengan variasi kadar
34
pereaksi (perbadingan berat TKKS : volume H2SO4 0,5%) adalah 1:4, 1:5,
1:6, 1:7 dan 1:8.
d. Proses optimasi jumlah pereaksi
Proses diawali dengan memasukkan berat 100 gram limbah TKKS
dalam larutan asam sulfat 0,5% dengan volume 600 ml dan (perbandingan
berat TKKS : volume H2SO4 encer adalah 1: 6) ke dalam reaktor (autoclave).
Kemudian reaktor ditutup dengan sempurna dan pemanas disetting hingga
temperatur optimum yang telah diperoleh serta motor pengaduk dinyalakan.
Ketika pemanasan telah mencapai temperatur optimum diambil sampel kira-
kira 10 ml. kemudian konsentrasi gula dalam sampel dianalisis dengan
metode fehling. Percobaan diulangi pada berbagai nilai variabel perbandingan
pereaksi (1:4, 1:5, 1:6, 1:7 dan 1:8). Percobaan menghasilkan konsentrasi
gula pada berbagai perbandingan pereaksi optimal untuk hidrolisis limbah
TKKS.
e. Analisa hasil hidrolisis
1) Standarisasi fehling (A+B) dengan glukosa monohidrat
Standarisasi ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi fehling.
Pertama ditimbang glukosa monohidrat dengan berat tertentu dan
diencerkan sampai volume 100 ml dalam labu ukur. Kemudian larutan
glukosa monohidrat dimasukkan ke dalam buret 50 ml. Fehling A dan
fehling B masing-masing ditambahkan dengan aquades 5 ml. Larutan
fehling A + B dipanaskan sampai mendidih, kemudian dititrasi dalam
35
keadaan tetap mendidih dengan larutan glukosa monohidrat dan
ditambahkan indikator methylen blue. Titrasi dihentikan sampai warna
bening dan muncul endapan merah bata.
2) Analisa gula reduksi hasil hidrolisis
Analisa diawali dengan memipet sejumlah volume tertentu sampel
dengan pipet volume dan dinetralkan lalu diencerkan dalam labu ukur 100
ml, kemudian dimasukkan ke dalam buret 50 ml sebagai larutan penitar.
Fehling A dan fehling B (yang sudah distandarisasi) masing-masing
sebanyak 1 ml dimasukkan ke dalam erlenmenyer 250 ml dan
ditambahkan dengan aquades 10 ml lalu dipanaskan. Titrasi dilakukan
dalam keadaan mendidih sampai terjadi perubahan warna dari biru
menjadi coklat bening dan muncul endapan merah bata.
5. Fermentasi hasil hidrolisis
Percobaan fermentasi secara anaerob ini dilakukan pada pH 4,8 – 5,5
kemudian ditimbang urea 0,1 gram dalam 100 mL hidrolisat, NPK 0,2 gram
dalam 100 mL hidrolisat dan ragi Saccaromyces cereviseae 2 gram dalam 100 mL
hidrolisat. Kemudian dimasukkan kedalam botol fermentor dan fermentasi
dilakukan selama 7 hari, dengan pengambilan sampel pada jam ke 1, 2, 12, 18, 48,
60, 80, 92, 100, 120, 144 dan 168 jam. Gas CO2 sebagai hasil samping fermentasi
bioetanol dialirkan dalam botol yang berisi air.
36
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Analisis Kandungan Tandan Kosong Kelapa Sawit
Analisis kandungan tandan kosong kelapa sawit ini bertujuan menentukan
kadar holoselulosa yang terkandung pada tandan kosong kelapa sawit dengan cara
gravimetri menggunakan metode Rathin Datta (1981) pada masing-masing
komponen dan hasilnya ditunjukkan pada tabel 2.
Tabel 2 Hasil komponen tandan kosong kelapa sawit
Komponen TKKS
Komposisi (%) Menurut
Komposisi (%) Menurut Darnoko 1993, dalam Haryati 2003.
37
PenelitianSelulosa 38,95 45,95Hemiselulosa
31,08 22,84
Lignin 17,73 16,49
Dari tabel 2 terlihat bahwa kandungan TKKS memiliki senyawa
kompleks lignoselulosa karena mengandung hemiselulosa, selulosa dan lignin,
sehingga berpotensi untuk dihidrolisis menjadi gula. Dari ketiga komponen TKKS
diperoleh bahwa komponen selulosa merupakan komponen terbesar dari TKKS.
Akan tetapi kisaran kandungan lignoselulosa berdasarkan penelitian Darnoko
(1993) yang diperoleh dalam literatur terdapat perbedaan yang signifikan
meskipun bahan baku TKKS yang digunakan sama namun secara kimia akan
berbeda. Hal ini d buktikan oleh Palqvist dan Hagerdal (2000) bahwa untuk
sumber karbohidrat yang berbeda maka kandungan hemiselulosanya juga berbeda.
B. Hasil Analisis Kadar Gula Setelah Hidrolisis
Proses hidrolisa pada lignoselulosa memiliki tujuan untuk memecah ikatan
hemisellulosa dan menghilangkan kandungan lignin serta merusak struktur
selulosa menjadi senyawa gula sederhana (Sun, Y. dan J. Cheng. 2002). Pada
hidrolisis tahap I bertujuan untuk mengubah hemiselulosa menjadi monomer gula
sedangkan hidrolisis II bertujuan untuk mengubah selulosa menjadi glukosa.
Penentuan kadar gula setelah hidrolisis dianalisis dengan metode fehling. Hasil
analisis kadar gula diperoleh data dan dapat dihitung seperti pada lampiran, hasil
ditunjukkan pada tabel 3.
Tabel 3 Hasil perhitungan % recovery gula hidrolisis tahap I
38
Suhu % recovery gula
1800C 1,7808
1900C 4,1119
1950C 9,4835
2000C 6,6312
Dari hasi % recovery gula hidrolisis tahap I maka dapat dibuat kurva
seperti dibawah ini.
Gambar 4. Kurva hubungan temperatur dengan % recovery gula hidrolisis tahap I
Tabel 4 Hasil % recovery gula hidrolisis tahap II
Suhu % recovery gula
2100C 0,4117
2200C 0,5004
2250C 1,1063
2300C 2,2099
2350C 0,6931
Dari hasi % recovery gula hidrolisis tahap II maka dapat dibuat kurva
seperti dibawah ini.
Gambar 5. Kurva hubungan temperatur dengan % recovery gula hidrolisis tahap II
39
Penentuan kadar gula pada hidrolisis tahap I dan tahap II pada berbagai
variasi temperatur dianalisis dengan metode fehling. Selanjutnya penentuan
temperatur optimal untuk hidrolisis tahap I dan tahap II didasarkan pada hasil %
recovery gula optimal yang dihasilkan. Hasil hidrolisis tahap I ditunjukkan pada
gambar 4 terlihat bahwa % recovery gula optimal diperoleh pada temperatur
1950C sedangkan hidrolisis tahap II ditunjukkan pada gambar 5 terlihat bahwa
% recovery gula optimal diperoleh pada temperatur 2300C. Pada temperatur
tersebut larutan asam bekerja maksimal dalam mengkatalisis pemecahan
hemiselulosa dan selulosa menjadi monomernya melalui reaksi hidrolisis. Pada
temperatur yang lebih tinggi reaksi total tidak lagi mengarah pada pembentukan
monomer gula sehingga terlihat pada gambar 4 dan 5, % recovery gula pada
temperatur di atas temperatur optimal cenderung turun. Reaksi-reaksi secara
khusus terjadi selama perlakuan panas terhadap polisakarida. Pada hidrolisis tahap
I dan tahap II setelah temperatur optimal didapatkan maka naiknya temperatur
selanjutnya terjadi penurunan konversi gula. Padahal pada dasarnya reaksi kimia,
semakin tinggi suhu maka kecepatan reaksi dan konversi semakin meningkat,
seperti yang diberikan oleh persamaan Arhenius. Hal ini tidak terjadi apabila
waktunya di perpanjang karena terjadi reaksi lebih lanjut dimana adanya glukosa
yang pecah membentuk senyawa lain yaitu senyawa asam karboksilat, senyawa
furan, dan senyawa fenol (Rina.H., dkk, 2009).
C. Hasil Analisis Kadar Gula pada Perbandingan Pereaksi dalam Proses
Hidrolisis
40
Salah satu faktor yang mempengaruhi proses hidrolisis adalah
penambahan jumlah pereaksi sehingga dilakukan variasi jumlah pereaksi agar
didapatkan % recovery gula optimal untuk fermentasi. Penentuan kadar gula
setelah hidrolisis dianalisis dengan metode fehling. Hasil analisis kadar gula
diperoleh data dan dapat dihitung seperti pada lampiran, hasil ditunjukkan pada
tabel 5.
Tabel 5 Hasil Perhitungan % recovery gula proses hidrolisis tahap I pada perbandingan jumlah sampel dengan larutan asam
Perbandingan Jumlah Sampel dengan Larutan Asam
% recovery gula
1 : 4 0,1486
1 : 5 3,2818
1 : 6 9,4835
1 : 7 1,4527
1 : 8 0,6293
Dari hasil perhitungan % recovery gula proses hidrolisis tahap I pada
perbandingan jumlah sampel dengan larutan asam maka dapat dibuat kurva
dibawah ini :
Gambar 6. Kurva hubungan jumlah pereaksi dengan % recovery gula pada tahap I
41
Tabel 6 Hasil perhitungan % recovery gula proses hidrolisis tahap II pada perbandingan jumlah sampel dengan larutan asam
Perbandingan Jumlah Sampel dengan Larutan Asam
% recovery gula
1 : 4 0,3881
1 : 5 1,3771
1 : 6 3,1227
1 : 7 0,9180
1 : 8 0,6645
Dari hasil perhitungan % recovery gula proses hidrolisis tahap II pada
perbandingan jumlah sampel dengan larutan asam maka dapat dibuat kurva
dibawah ini :
Gambar 7. Kurva hubungan jumlah pereaksi dengan % recovery gula tahap II
Hidrolisis dengan larutan asam biasanya menggunakan larutan asam
encer, dimana kecepatan reaksinya sebanding dengan konsentrasi asam (Groggins,
P.H., 1958).
Pada penelitian ini konsentrasi asam yang digunakan sama yaitu asam
encer yang berbeda adalah jumlah pereaksinya, karena sifat asam hanyalah
katalisator untuk mempercepat reaksi, sesuai dengan persamaan Arhenius,
semakin tinggi konsentrasi asam yang dipakai maka makin cepat pula reaksi pada
proses hidrolisis dan dalam waktu tertentu jumlah glukosa akan meningkat. Tetapi
penggunaan asam pekat pada proses hidrolisis menyebabkan terjadinya korosi
pada bahan material yang dipakai. Oleh karena itu, membutuhkan desain peralatan
42
yang spesial dan mahal, seperti keramik atau material yang dilapisi karbon
(Taherzadeh., M.J. dan Karimi, K. 2007).
Penentuan kadar gula pada hidrolisis tahap I dan tahap II pada berbagai
variasi perbandingan jumlah pereaksi dianalisis dengan metode fehling.
Selanjutnya penentuan jumlah pereaksi optimal untuk hidrolisis tahap I dan tahap
II didasarkan pada % recovery gula optimal yang dihasilkan. Hasil hidrolisis tahap
I dan tahap II yang ditunjukkan pada gambar 6 dan 7 terlihat bahwa % recovery
gula optimal diperoleh pada perbandingan jumlah pereaksi dan sampel yang
dihidrolisis yaitu 1 : 6 dimana TKKS 100 gram dan larutan asam encernya 600 ml.
Perbandingan antara lignoselulosa dengan air yang tepat akan membuat reaksi
hidrolisis berjalan cepat (Rina.H., dkk, 2009). Seperti yang terlihat pada gambar 6
dan 7 dimana air yang terlalu banyak menyebabkan menurunnya gula yang
dihasilkan. Karena penggunaan air yang berlabihan akan memperbesar
penggunaan energi untuk pemekatan hasil. Sebaliknya, jika jumlah air sedikit
maka kekentalan suspensi menjadi tinggi, sehingga zat-zat pereaksi tidak bisa
bergerak dengan leluasa karena gerakan zat-zat pereaksi yang lamban, maka
tumbukan antara zat pereaksi akan berkurang sehingga memperlambat jalannya
reaksi.
Setelah memperoleh data-data optimasi untuk proses hidrolisis TKKS
selanjutnya melakukan hidrolisis limbah TKKS sebagai bahan baku untuk proses
fermentasi. Selanjutnya % recovery dari proses hidrolisis yang didasarkan pada
data hasil optimasi variabel hidrolisis.
Tabel 7 Hasil analisis % recovery gula hasil hidrolisis tahap I dan II
43
Perbandingan jumlah sampel dan pereaksi
Temperatur
Hidrolisis% yield gula
1 : 6Tahap I Tahap II Tahap I Tahap II
1950C 2300C 9,4836 3,1227
Kandunagn TKKS yang berpotensi untuk dihidrolisis menjadi gula adalah
hemiselulosa dan selulosa. Pada hidrolisis tahap I hemiselulosa terkonversi
menjadi gula dan pada hidrolisis tahap II komponen selulosa yang terkonversi
menjadi gula. Perbandingan % recovery gula pada hidrolisis tahap I dan tahap II
yang terlihat pada tabel 7 menunjukkan bahwa % recovery gula yang dihasilkan
pada hidrolisis tahap I (9,4836) lebih besar dari pada % recovery gula yang
dihasilkan pada hidrolisis tahap II (3,1227). Hal ini menunjukkan bahwa
hemiselulosa lebih mudah terhidrolisis menjadi gula pada temperatur rendah
dibandingkan selulosa yang membutuhkan temperatur yang lebih tinggi. Pada
proses hidrolisis susunan ikatan pada hemiselulosa lebih mudah dipecah dari pada
selulosa (Fajar, H.R. 2011).
D. Hasil Analisis Optimasi Waktu Fermentasi
Proses fermentasi pada pembuatan bioetanol bertujuan untuk mengubah
monomer gula hasil hidrolisis menjadi bioetanol. Fermentasi dilakukan selama
168 jam dan pada jam ke 1, 2, 12, 18, 48, 60, 80, 92, 100, 120, 144 dan 168
dilakukan pengambilan sampel untuk analisa berat jenis yang digunakan untuk
menentukan kadar bioetanol yang dihasilkan.
44
Tabel 8 Data densitas dari konsentrasi larutan standar etanol
Konsentrasi % etanol Densitas
5 0,99910 0,98815 0,97920 0,969
Dengan membuat kurva standarisasi seperti pada lampiran gambar 9, maka
kadar bioetanol hasil fermentasi pada berbagai interval waktu dapat ditentukan.
Pada kurva kalibrasi diperoleh persamaan garis lurus :
Y = -0,00198x + 1,0085 …………………..(1)
Atau
X = (Y-1,0085)/-0,00198 ………………….(2)
Keterangan :
X = Konsentrasi bioetanol (%)
Y = berat jenis hasil fermentasi
Dengan menggunakan persamaan (2) maka % bioetanol pada variasi
waktu fermentasi dapat dihitung seperti pada lampiran dan hasil perhitungannya
ditunjukkan pada tabel 9 dibawah ini.
Tabel 9 Perhitungan % enatol dari rumus yang didapatkan dari persamaan (2)
Waktu (jam) Berat Jenis % etanol
48 1,0017 3,43
60 0,9987 4,94
80 0,9960 6,29
92 0,9941 7,32
45
100 0,9920 8,33
120 0,9906 9,05
144 0,9843 12,21
168 0,9902 9,22
Dengan menggunakan persamaan (2) maka % bioetanol pada variasi
waktu fermentasi dapat ditentukan dan hasilnya ditunjukkan pada gambar 8
dibawah ini.
Gambar 8. Kurva hubungan waktu dengan konsentrasi etanol hasil fermentasi
Pada awal fermentasi perlunya ditambahkan nutrien dan kofaktor yang
berperan penting agar pertumbuhan mikrorganisme bisa optimal. Fermentasi
dilakukan secara anaerob dalam botol tertutup dilengkapi dengan pipa
pengeluaran gas CO2 yang dihasilkan pada proses fermentasi. Proses fermentasi
akan terhenti setelah kadar etanol sebesar 12%. Hal ini karena etanol 12 % dapat
membunuh khamir yang merupakan mikrorganisme yang digunakan untuk
fermentasi (Rina.H., dkk, 2009).
Penentuan waktu optimal untuk fermentasi didasarkan pada hasil densitas
yang dihasilkan yang mendekati densitas etanol murni. Menurut Buckle, dkk.
(1987) pertumbuhan mikroba secara batch memiliki fase pertumbuhan untuk
populasi mikrorganisme yaitu fase lag kemudian fase exponensial, fase stasioner
dan terakhir ada fase perlambatan. Dan pada penelitian ini juga terjadi awal
pertumbuhan fase lag dimana sel-sel mikrorganisme melakukan penyesuaian pada
lingkungan baru seperti yang terjadi pada 1, 2, 12 dan 18 jam, sehingga pada fase
46
ini bioetanol belum terbentuk. Setelah fase awal selesai, fase exponensial
berlangsung dimana reproduksi mulai meningkat, perlahan-lahan makin lama
jumlah mikrorganisme makin meningkat. Dengan demikian laju pertumbuhan dan
laju reproduksi spesifik meningkat. Dari gambar 8 dapat dilihat bahwa fase ini
terjadi pada waktu 48, 60, 80, 92, 100 dan 120 jam, dimana konsentrasi bioetanol
semakin meningkat. Dan selanjutnya terjadi fase stasioner dimana sel
mikrorganisme tidak mengalami perumbuhan sehingga kadar bioetanol tetap.
Dapat dilihat pada gambar 8 dimana fase ini terjadi antara waktu 140-144 jam.
Kemudian terjadi fase kematian sehingga kadar bioetanol yang dihasilkan pada
fase ini mulai menurun seperti yang terjadi pada waktu 168 jam.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah melakukan penelitian optimasi perbandingan temperatur dan
perbandingan konsentrasi asam pada proses hidrolisis tandan kosong kelapa sawit
serta waktu fermentasi pada proses pembuatan bioetanol maka dapat disimpulkan:
Kandungan holoselulosa pada tandan kosong kelapa sawit sebanyak 70,03%
yang diolah menjadi bioetanol.
Pada hidrolisis tahap I temperatur optimal diperoleh pada temperatur 1950C
dengan % recovery gula yang optimal.
Pada hidrolisis tahap II temperatur optimal diperoleh pada temperatur 2300C
dengan % recovery gula yang optimal.
47
Pada hidrolisi jumlah pereaksi optimal diperoleh pada perbandingan 1: 6
(berat sampel : volume pereaksi) dengan % recovery gula yang optimal.
Pada proses fermentasi menghasilkan kadar bioetanol tertinggi diperoleh pada
waktu 144 jam atau 6 hari.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat diajukan beberapa
saran untuk perbaikan penelitian lanjutan di masa yang akan datang. Mengingat
hasil gula yang dihasilkan masih rendah, maka diperlukan penelitian lanjutan
untuk mendapatkan data kondisi optimum konversi tandan kosong kelapa sawit
menjadi bioetanol antara lain :
1. Dalam proses hidrolisis dibutuhkan H2SO4 yang berfungsi sebagai
katalis sekaligus sebagai pelarut sehingga perlu untuk menentukan
konsentrasi H2SO4 yang dapat menghasilkan % recovery yang maksimal.
2. Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme
adalah nutrisi untuk pertumbuhan sehingga perlu ditentukan jumlah
penambahan pupuk dan NPK yang optimun sebagai sumber nutrisi pada
waktu fermentasi serta pembuatan bioetanol.
48
DAFTAR PUSTAKA
BPPT. 2007. Pemanfaatan Biodiesel Dan Bioethanol Pada Sektor Transportasi. (online), (http://umar.wordpress.com/, diakses 19 Oktober 2011).
Buckle, dkk. 1987. Ilmu pangan. Dialihbahasakan oleh Hari Purnomo. Jakarta: Universitas indonesia .
Chandel, at all. 2007. Sugarcane bagasse and leaves: foreseeable biomass of biofuel and bio-products Sugarcane bagasse and leaves: foreseeable biomass of biofuel and bioproducts. (online) ,(http://onlinelibrary.wiley.com /doi/10. 1002/jctb.2742/pdf, diakses 26 september 2012).
Darnoko. 1993. Pembuatan kertas kraft dari tandan kosong kelapa sawit pada skala pilot plant .thesis S2 Universitas Borobudur.
David, M. 2008. Biofuels Biotechnology Chemistry and Suistainable Development. Perancis: Taylor and Francis Group.
Datta R.1981. Acidogenic Fermentation of Lignoselulosa-Acid Yield and Conversion of Component, Biotechnology and Bioengginering, Vol.XIII, Pp.2167-2170, Wiley Dan Sons, inc. (online), (http ://onlinelibrary.wiley. com/doi/10.1002 /bit.260230921/pdf , diakses 26 september 2012).
49
Deddy, M. 2009. Pangan dan Gizi. Bandung : Alfabeta.
Ditjenbun. 2006. Luas Areal Dan Produksi Perkebunan Seluruh Indonesia Menurut Pengusahaan.(online), (http://ditjenbun.deptan.go.id/,diakses 26 september 2012)
Fajar HR, 2011. Pengolahan Limbah Padat Kelapa Sawit Menjadi Bioetanol Sebagai Energi terbarukan. Laporan Penelitian research fund HEI-IU_I-MHERE”. Politeknik Negeri Ujung Pandang. Makassar
Fluka, 1993. Fluka Chemica Biochemika. Fluka Chemika AG.
Ghozi, Faizol. M. 2009. Selulosa dan Hemiselulosa. (online),(Http://www.Gambar selulosa dan Hemiselulosa.com.diakses 27 Desember 2011).
Hammelinck. At all.2005. Bioresource Technology, (online),
(http://www.journals .elsevier.com/bioresource-technology/ diakses 26 september 2012)
Hardiyanto, Agus. 2010. struktur Glukosa. (online), (Http://www.Agus Hardiyanto.blogspot.com diakses 27 desember 2011).
Indrainy. 2005. Teknologi Proses Produksi Bio-Ethanol, (online), (Http://indrainy. Wordpress.com.diakses 5 Agustus 2011).
Isroi. 2008. Analisis Kandungan Selulosa dan Lignin dengan Metode Chesson, (Online), (http://isroi.wordpress,com diakses 12 Februari 2012).
Isroi. 2008 . Produksi Bioetanol Berbahan baku biomassa lignoselulosa , (Online), (http://isroi.wordpress,com diakses 12 Februari 2012)
Lee, J. 1992, Biological conversion of lignocellulosic biomass to ethanol, Journal of Biotechnology,vol.56,pp.1-24 , Elsevier. (online), (http://www .ingentaconnect.com/content/els/01681656/1997/00000056/00000001/art00073,diakses 25 september 2012).
Musdalifah dan Melista, 2007, Pemanfaatan Tandan Kosong Kelapa Sawit Sebagai Bahan Baku Etanol, S1 Skripsi Universitas Sumatra Utara. (Online), (http://Skripsi_tkks bahan baku etanol.com diakses 12 Desember 2012).
Naibaho, PM. 1998.Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit. (online), (Http://Rina-H- Pemanfaatan tandan kosong kelapa sawit-IPB.com, diakses 5 juni 2012)
50
Palqvist dan hagerdal. 2000. Fermentation of lignocellulosic hydrolysates. I: inhibitionanddetoxification,vol.74,pp25-33,Elsevier.(online),
(http://.sciencedirect.com/scienc/article/pii. diakses 26 september 2012)
Rina.H, dkk. 2009. Pemanfaatan Tandan Kosong Kelapa Sawit Menjadi Bioetanol Sebagai Bahan Bakar Masa Depan yang Ramah Lingkungan. (online), (Http://Rina-H-GT- Pemanfaatan tandan kosong kelapa sawit-IPB.com, diakses 5 juni 2012)
Santoso, I. ([email protected]). 19 Desember 2011. Luas Perkebunan Kelapa Sawit Menurut Jenis Tanaman. E-mail kepada [email protected])
Santoso, I. ([email protected]). 19 Desember 2011. Hasil Produksi Tanaman Perkebunan. E-mail kepada [email protected]).
Scheper, T. 2007. Advances in Biochemical Enginering/Biotechnology. Berlin : Springer press. (Online) (http:/springer.com/series/10 diakses 25 september 2012).
Sun, Y. and J. Cheng. 2002. Hydrolysis of lignocellulosic materials for ethanol production:A review. Bioresour. Technol. 83:1–11.
Taherzadeh, M.J. and Karimi, K., 2007, Acid-Based Hydrolysis Processes for Ethanol from Lignocelulosic Materials ; A Review, Bioresources 2(3), p. 476. (Online) ( http://Hidrolisis Asam.com diakses 27 Desember 2011.
LAMPIRAN I. DIAGRAM ALIR
51
LAMPIRAN II. PENGOLAHAN DATA
A. Menghitung Kandungan Holoselulosa
Dik : Berat sampel (A) = 1,0001 g
Berat residu kering setelah refluks I (C) = 0,8777 g
Berat residu kering setelah refluks II (E) = 0,5669 g
Berat residu kering setelah refluks III (G) = 0,1773 g
Dit : a. Fraksi hemiselulosa .....?
b. Fraksi selulosa .....?
c. Total holoselulosa .....?
52
d. Fraksi lignin .....?
Peny :
Fraksi hemiselulosa =
= %
= 31,08 %
Fraksi selulosa =
=
= 38,95 %
Total holoselulosa = fraksi hemiselulosa +
fraksi selulosa
= 31,08 % + 38,95 %
= 70,03 %
Fraksi lignin =
=
= 17,73 %
B. Standarisasi Larutan Fehling (A + B) dengan Glukosa Monohidrat
Dik : Berat glukosa monohidrat = 1,0016 g
Volume glukosa monohidrat= 3,10 ml
Volume fehling (A + B) = 10 ml = 0,1 liter
BM glukosa monohidrat = 198,17 gr/mol
53
Dit : Mfehling
.....?
Peny :
Mglukosa monohidrat
=
=
= 0,0505 M
Mfehling
x Vfehling
= Mglukosa monohidrat
x Vglukosa monohidrat
10 ml x Mfehling
= 3,1 ml x 0,0505 M
= 0,01565 M
C. Menghitung Kadar Gula Hasil Hidrolisis Dengan Optimasi Suhu
1. Hidrolisis tahap I
Untuk suhu 1800C
Simplo
Dik : Vfehling
= 2 ml
Mfehling
= 0,01565 M
Vpenitar (gula)
= 6,70 ml
Vlarutan hasil hidrolisis
= 600 ml = 0,600 L
Berat sampel = 100 gram
54
Dit : Mgula
.....?
Vfehling
x Mfehling
= Vgula
x Mgula
2 ml x 0,01565
= 6,70 ml x Mgula
= 0,0047 M
Duplo
Dik : Vfehling
= 2 ml
Mfehling
= 0,01565 M
Vpenitar (gula)
= 6,00 ml
Vlarutan hasil hidrolisis
= 600 ml = 0,600 L
Dit : Mgula
.....?
Vfehling
x Mfehling
= Vgula
x Mgula
2 ml x 0,01565 = 6,00 ml x M
gula
= 0,0076 M
% recovery gula
0,00615 mol/L x 0,600 L = 0,00349 mol
0,00349 mol x 150 gr/mol (BM gula C5) = 0,5535 gr
% recovery gula =
55
=
= 1,7808 %
Untuk hasil perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada tabel 3.
2. Hidrolisis tahap II
Untuk Suhu 2100C
Simplo
Dik : Vfehling
= 2 ml
Mfehling
= 0,01565 M
Vpenitar (gula)
= 21,30 ml
Vlarutan hasil hidrolisis
= 567,6 ml = 0,5676 L
Berat sampel = 94,6 gram
Dit : Mgula
.....?
Vfehling
x Mfehling
= Vgula
x Mgula
2 ml x 0,01565 = 21,30 ml x M
gula
= 0,0014 M
Duplo
Dik : Vfehling
= 2 ml
56
Mfehling
= 0,01565 M
Vpenitar (gula)
= 20,9 ml
Vlarutan hasil hidrolisis
= 567,6 ml = 0,5676 L
Dit : Mgula
.....?
Vfehling
x Mfehling
= Vgula
x Mgula
2 ml x 0,01565 = 20,9 ml x M
gula
= 0,0014 M
% recovery gula
0,0014 mol/L x 0,5676 L = 0,000843 mol
0,000843 mol x 180 gr/mol (BM glukosa) = 0,1517 gr
% recovery gula =
=
= 0,4117 %
Untuk hasil perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada tabel 4.
D. Menghitung Kadar Gula Reduksi Hasil Hidrolisis Menggunakan Suhu
57
Optimal untuk menentukan Optimal Kadar Suspensi
1. Hidrolisis Tahap I
Untuk Konsentrasi 1:4
Simplo
Dik : Vfehling
= 2 ml
Mfehling
= 0,01565 M
Vpenitar (gula)
= 40,60 ml
Vlarutan hasil hidrolisis
= 400 ml = 0,400 L
Berat sampel = 100 gram
Dit : Mgula
.....?
Vfehling
x Mfehling
= Vgula
x Mgula
2 ml x 0,01565 = 40,60 ml x M
gula
= 0,00077 M
Duplo
Dik : Vfehling
= 2 ml
Mfehling
= 0,01565 M
Vpenitar (gula)
= 40,65 ml
58
Dit : Mgula
.....?
Vfehling
x Mfehling
= Vgula
x Mgula
2 ml x 0,01565
= 40,65 ml x Mgula
= 0,00076 M
% recovery gula
0,000765 mol/L x 0,400 L = 0,000308 mol
0,000308 mol x 150 gr/mol (BM gula C5) = 0,0462 gr
% recovery gula =
=
= 0,1486 %
Untuk hasil perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada tabel 5.
2. Hidrolisis Tahap II
Untuk Konsentrasi 1:4
Dik : Vfehling
= 2 ml
Mfehling
= 0,01565 M
Vpenitar (gula)
= 14,90 ml
Vlarutan hasil hidrolisis
= 400 ml = 0,400 L
Berat sampel = 100 gam
59
Dit : Mgula
.....?
Vfehling
x Mfehling
= Vgula
x Mgula
2 ml x 0,01565 = 14,90 ml x M
gula
= 0,0021 M
% recovery gula
0,0021 mol/L x 0,3784 L = 0,000795mol
0,000795 mol x 180 gr/mol (BM glukosa) = 0,1430 gr
% recovery gula =
=
= 0,3881 %
Untuk hasil perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada tabel 6.
D. Menghitung % etanol hasil fermentasi
Dengan membuat kurva standarisasi dimana data pada tabel 8 maka kadar
bioetanol hasil fermentasi pada berbagai interval waktu dapat ditentukan.
Gambar 9. Kurva standarisasi bioetanol berdasarkan berat jenis
Dapat pula dihitung % enatol dari rumus yang didapatkan dari kurva standar.
60
y = - 0,0098x + 1,0085
x =
Dik :
Berat Jenis = 1,0017
x =
x =
= 3,43 %
Untuk hasil perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada tabel 9.
Lampiran III. Gambar Dokumentasi
61
Gambar Proses refluks pada penentuan kandungan holoselulosa
Gambar Proses penyaringan pada penentuan kandungan holoselulosa
62
Gambar sampel sebelum di hidrolisis
Gambar Penunjukan suhu pada proses hidrolisis tahap I dan II
63
Gambar Proses hidrolisis
Gambar proses pengambilan hasil hidrolisis TKKS
64
Gambar proses pemanasan campuran fehling untuk analisis kadar gula hasil
hidrolisis TKKS sebelum di titrasi
Gambar analisis kadar gula setelah di titrasi dengan hasil hidrolisis TKKS
65
Gambar proses fermentasi
66