LAPORAN KINERJA
(LAKIN) Direktorat Perlindungan Perkebunan
Direktorat Jenderal Perkebunan
Kementerian Pertanian
i
KATA PENGANTAR
Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Perkebunan Tahun 2017 disusun dalam rangka
pelaksanaan pertanggungjawaban Direktorat Perlindungan Perkebunan sesuai dengan
Tugas Pokok dan Fungsi seperti yang diamanatkan dalam Peraturan Menteri Pertanian
Republik Indonesia Nomor 43/Permentan/OT.010/8/2015 tanggal 3 Agustus 2015 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian.
Beberapa aturan yang mendasari Laporan Kinerja yaitu Peraturan Presiden Nomor 29
Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Instansi Pemerintah, Peraturan Menteri Pertanian
Republik Indonesia Nomor 50 tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Sistem
Akuntabilitas Kinerja Kementerian Pertanian dan Peraturan MenPAN dan RB Nomor 53
tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara
Reviu atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah. Materi yang disajikan dalam Laporan
Akuntabilitas Kinerja Direktorat Perlindungan Perkebunan Tahun 2017 ini merupakan
kegiatan pelaksanaan tugas dan fungsi (Tusi) Direktorat Perlindungan Perkebunan secara
garis besar.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada seluruh jajaran lingkup Direktorat
Perlindungan Perkebunan dan pihak terkait lainnya yang telah memberikan dukungan dan
kerjasamanya, sehingga tugas-tugas yang dibebankan kepada Direktorat Perlindungan
Perkebunan dapat diselesaikan dengan baik seperti tertuang pada Laporan Kinerja
Direktorat Perlindungan Perkebunan.
Kiranya laporan ini dapat dipergunakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan dan sebagai
bahan untuk kelanjutan kegiatan di masa yang akan datang.
Jakarta, Januari 2018
Direktur Perlindungan Perkebunan,
Drs. Dudi Gunadi, B.Sc., M.Si.
ii
IKHTISAR EKSEKUTIF
Sebagai penjabaran tugas dan fungsi Direktorat Perlindungan Perkebunan, serta
memperhatikan perubahan lingkungan strategis domestik maupun internasional, Renstra
Pembangunan Perkebunan dan Renstra Ditjen Perkebunan, maka dirumuskan Visi
Direktorat Perlindungan Perkebunan yaitu “Menjadikan Direktorat Perlindungan
Perkebunan sebagai institusi terdepan dalam memberikan layanan di bidang
perlindungan terhadap pekebun dari risiko kerugian akibat OPT dan dampak
perubahan iklim serta Gangguan Usaha Perkebunan”.
Untuk mendukung pencapaian tujuan pembangunan perkebunan 2015 – 2019
sebagaimana telah ditetapkan dalam Renstra Direktorat Jenderal Perkebunan, maka
Direktorat Perlindungan Perkebunan mempunyai tujuan sebagai berikut:
1) Menurunkan risiko kerugian hasil akibat serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan
(OPT), dampak perubahan iklim dan gangguan usaha
2) Melakukan pembinaan, bimbingan dan pendampingan kepada pekebun dalam
menerapkan teknologi perlindungan perkebunan, pengamatan dan pengendalian OPT,
pencegahan kebakaran lahan dan kebun, penanganan DPI dan gangguan usaha
3) Fasilitasi kegiatan pemberdayaan perangkat dan pengamatan kelembagaan kelompok
tani perlindungan perkebunan (KTPA, SL-PHT, Regu Pengendali Hama dan Desa
Organik)
Sasaran yang ingin dicapai oleh Direktorat Perlindungan Perkebunan dalam rangka
mendukung pencapaian sasaran pembangungan perkebunan tahun 2015-2019 adalah :
Menurunnya Luas Areal yang Terserang OPT dan Terfasilitasinya Pencegahan Kebakaran
Lahan dan Kebun, Bencana Alam, Dampak Perubahan Iklim dan Gangguan Usaha
Perkebunan. Sasaran tersebut dicapai melalui kegiatan 1) Penanganan OPT perkebunan
berbasis pada penerapan PHT di tingkat petani; 2) Pemberdayaan perangkat perlindungan
perkebunan dalam rangka penerapan PHT; 3) Penanganan DPI melalui mitigasi dan
adaptasi; 4) Peningkatan kapasitas dalam pengendalian OPT dan kesiapsiagaan dalam
pencegahan kebakaran lahan dan kebun, serta gangguan usaha; dan 5) Pembinaan dan
sertifikasi desa pertanian organik berbasis komoditas perkebunan.
Pengukuran kinerja tahun 2017 untuk kegiatan Dukungan Perlindungan Perkebunan
diperoleh capaian realisasi keuangan 92,86% dan fisik 98,31%. Untuk kegiatan daerah
yang tersebar di 31 Provinsi, diperoleh capaian fisik sebesar 96,61% dengan realisasi
keuangan sebesar 92,52%, sedangkan untuk pengukuran kinerja lingkup Direktorat
Perlindungan Perkebunan tahun 2017, realisasi keuangan sebesar 94,94% dengan capaian
fisik 100%.
Hasil analisis atas efisiensi penggunaan sumber daya untuk kegiatan Dukungan
Perlindungan Perkebunan diperoleh nilai efisiensi 57,81%. Mengacu pada Peraturan
Menteri Keuangan No. 249 tahun 2011 maka kegiatan Dukungan Perlindungan
Perkebunan termasuk kategori efisien.
Pelaksanaan kegiatan Dukungan Perlindungan Perkebunan tidak terlepas dari
permasalahan, hambatan dan kendala, namun dengan upaya percepatan dan penanganan
serta langkah-langkah strategis permasalahan tersebut dapat diminimalisir dampaknya bagi
pembangunan perkebunan.
iii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR i
IKHTISAR EKSEKUTIF ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR TABEL iv
DAFTAR LAMPIRAN v
BAB I. PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Organisasi 1
BAB II. PERENCANAAN KINERJA 4
2.1. Perencanaan Strategis Direktorat Perlindungan Perkebunan Tahun 2015-2019 4
2.1.1. Visi Direktorat Perlindungan Perkebunan Tahun 2015-2019 4
2.1.2. Misi Direktorat Perlindungan Perkebunan Tahun 2015-2019 4
2.1.3. Tujuan Direktorat Perlindungan Perkebunan Tahun 2015-2019 5
2.1.4. Sasaran Direktorat Perlindungan Perkebunan Tahun 2015-2019 6
2.1.5. Arah Kebijakan Direktorat Perlindungan Perkebunan Tahun 2015-2019 7
2.1.6. Program Kegiatan Direktorat Perlindungan Perkebunan Tahun 2015-2019 9
2.1.7. Fokus Kegiatan Direktorat Perlindungan Perkebunan Tahun 2015-2019 9
2.1.8. Strategi Direktorat Perlindungan Perkebunan Tahun 2015-2019 9
2.2 Perjanjian Kinerja 10
BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA 12
3.1. Capaian Kinerja Organisasi 12
3.1.1. Capaian Kinerja Terhadap Perjanjian Kinerja Direktorat Perlindungan
Perkebunan 12
3.1.2. Capaian Kinerja Terhadap Capaian Beberapa Tahun Sebelumnya
Direktorat Perlindungan Perkebunan 14
3.1.3. Capaian Kinerja Terhadap Target Jangka Menengah pada Renstra
Direktorat Perlindungan Perkebunan 16
3.1.4. Analisis Penyebab Keberhasilan/Kegagalan atau Peningkatan Penurunan
Kinerja serta Alternatif Solusi yang telah Dilakukan 18
3.1.5. Analisis atas Efisiensi Penggunaan Sumber Daya 20
3.1.6. Analisis Program/Kegiatan yang Menunjang Keberhasilan ataupun
Kegagalan Pencapaian Pernyataan Kinerja 22
3.2. Realisasi Anggaran 23
3.2.1. Akuntabilitas Terhadap Target Serapan Direktorat Perlindungan
Perkebunan 23
3.2.2. Akuntabilitas Terhadap Capaian Fisik Direktorat Perlindungan Perkebunan 23
BAB IV. PENUTUP 26
4.1. Kesimpulan 26
4.2. Saran dan Rekomendasi 27
LAMPIRAN 28
iv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 : PK Direktorat Perlindungan Perkebunan Tahun 2017 11
Tabel 2 : PK Revisi Direktorat Perlindungan Perkebunan Tahun 2017 11
Tabel 3 : Capaian Kinerja Dukungan Perlindungan Perkebunan tahun
2017 terhadap Perjanjian Kinerja Direktorat Perlindungan
Perkebunan 12
Tabel 4 : Capaian Kinerja Kegiatan Direktorat Perlindungan Perkebunan
terhadap Capaian Beberapa Tahun Sebelumnya 14
Tabel 5 : Capaian Kinerja Kegiatan Direktorat Perlindungan Perkebunan
Berdasarkan Target Renstra 2015-2019 16
Tabel 6 : Nilai Efisiensi Pencapaian Kinerja Kegiatan Direktorat
Perlindungan Perkebunan tahun 2017 20
Tabel 7 : Capaian Serapan Keuangan dan Fisik Kegiatan Dukungan
Perlindungan Perkebunan 23
v
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Perjanjian Kinerja APBN dan APBN-P Direktorat Perlindungan
Perkebunan Tahun 2017
Lampiran 2 : Pengukuran Nilai Efisiensi Berdasarkan PMK Nomor 249 Tahun 2011
Lampiran 3 : Realisasi Keuangan Kegiatan Dukungan Perlindungan Perkebunan Pusat
dan Daerah Tahun 2017
Lampiran 4. : Realisasi Keuangan Kegiatan Fasilitasi Teknis Dukungan Perlindungan
Perkebunan di Pusat Tahun 2017
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam rangka mewujudkan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas pokok dan
fungsi serta pengelolaan sumberdaya, kebijakan dan program bagi instansi pemerintah,
maka diperlukan sistem akuntabilitas yang memadai. Penyusunan Laporan Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah (Lakip) didasarkan atas Rencana Strategis (Renstra) dan
Penetapan Kinerja (PK). Laporan ini disusun sesuai dengan Instruksi Presiden RI No.77
Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dan dalam penyusunannya
mengacu pada Pedoman Penyusunan dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah sebagaimana yang ditetapkan dalam Keputusan Kepala Lembaga Administrasi
Negara (LAN) RI No.239/IX/6/8/2003 tanggal 25 Maret 2003 yang disempurnakan dengan
Peraturan Menteri Negara Pendayaagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
(MENPAN & RB) No.29 Tahun 2010 tanggal 31 Desember 2010 dan Peraturan Menteri
Negara Pendayaagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MENPAN & RB)
No.53 Tahun 2014 tanggal 1 Desember 2014.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian RI 43/Permentan/OT.010/8/2015 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian, Tugas Direktorat Perlindungan
Perkebunan adalah melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di
bidang pengendalian hama penyakit dan perlindungan perkebunan.
Sebagai acuan dalam pelaksananaan tugas direktorat dan arahan dalam
pengembangan perlindungan perkebunan adalah Rencana Strategis (Renstra) Direktorat
Perlindungan Perkebunan Tahun 2015-2019 yang disusun berdasarkan analisis dan
pencermatan lingkungan strategis atas potensi, kelemahan, peluang dan tantangan terkini
yang dihadapi dalam peningkatan dukungan perlindungan selama kurun waktu 2010-2014.
Renstra Direktorat Perlindungan Perkebunan memberikan dukungan dan memfasilitasi
kegiatan Penanganan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) Perkebunan,
Pemberdayaan Perangkat Perangkat Perlindungan Perkebunan, Pemberdayaan Petugas
Pengamat OPT, Antisipasi Dampak Perubahan Iklim, Kesiapsiagaan Pencegahan
Kebakaran Lahan dan Kebun, Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu Perkebunan,
Pembinaan dan Sertifikasi Desa Pertanian Organik Berbasis Komoditas Perkebunan,
Penanganan Gangguan Usaha Perkebunan dan Fasilitasi Teknis Dukungan Dukungan
Perlindungan Perkebunan.
1.2. Organisasi
Sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia No.
43/Permentan/OT.010/8/2015 tanggal 3 Agustus 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Pertanian telah ditetapkan bahwa unit kerja Eselon II lingkup Direktorat
2
Jenderal Perkebunan terdiri dari 6 (enam) unit yaitu: Sekretariat Direktorat Jenderal
Perkebunan, Direktorat Perbenihan Perkebunan, Direktorat Tanaman Semusim dan
Rempah, Direktorat Tanaman Tahunan dan Penyegar, Direktorat Perlindungan Perkebunan
serta Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan.
Organisasi Direktorat Perlindungan Perkebunan terbagi dalam 4 (empat) Sub
Direktorat dan delapan Seksi, Sub Bagian Tata Usaha serta Kelompok Jabatan Fungsional
yaitu :
1) Sub Direktorat Data dan Kelembagaan Pengendalian Organisme Pengganggu
Tumbuhan (OPT), membawahi Seksi Data dan Informasi OPT serta Seksi
Kelembagaan Pengendalian OPT;
2) Sub Direktorat Pengendalian OPT Tanaman Semusim dan Rempah, membawahi
Seksi Teknologi Pengendalian Hama Terpadu (PHT) Tanaman Semusim dan Rempah
serta Seksi Sarana Pengendalian OPT Tanaman Semusim dan Rempah;
3) Sub Direktorat Pengendalian OPT Tanaman Tahunan dan Penyegar, membawahi
Seksi Teknologi PHT Tanaman Tahunan dan Penyegar serta Seksi Sarana
Pengendalian OPT Tanaman Tahunan dan Penyegar;
4) Sub Direktorat Gangguan Usaha, Dampak Perubahan Iklim dan Pencegahan
Kebakaran, membawahi Seksi Gangguan Usaha dan Pencegahan Kebakaran dan
Seksi Dampak Perubahan Iklim;
5) Sub Bagian Tata Usaha;
6) Kelompok Jabatan Fungsional.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian No. 43/Permentan/OT.010/8/2015, tugas
Direktorat Perlindungan Perkebunan adalah “melaksanakan penyiapan perumusan dan
pelaksanaan kebijakan di bidang pengendalian hama penyakit dan perlindungan
perkebunan”.
Dalam melaksanakan tugas di atas, Direktorat Perlindungan Perkebunan
menyelenggarakan fungsi sebagai berikut :
1) Pengelolaan data dan informasi organisme pengganggu tumbuhan;
2) Peningkatan kapasitas kelembagaan pengendalian organisme pengganggu tumbuhan;
3) Penyiapan perumusan kebijakan di bidang pengendalian organisme pengganggu
tumbuhan tanaman semusim dan rempah, tanaman tahunan dan penyegar, serta
penanggulangan gangguan usaha, dampak perubahan iklim dan pencegahan
kebakaran;
4) Pelaksanaan kebijakan di bidang pengendalian organisme pengganggu tumbuhan
tanaman semusim dan rempah, tanaman tahunan dan penyegar, serta penanggulangan
gangguan usaha, dampak perubahan iklim dan pencegahan kebakaran;
5) Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengendalian organisme
pengganggu tumbuhan tanaman semusim dan rempah, tanaman tahunan dan
3
penyegar, serta penanggulangan gangguan usaha, dampak perubahan iklim dan
pencegahan kebakaran;
6) Pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang pengendalian organisme
pengganggu tumbuhan tanaman semusim dan rempah, tanaman tahunan dan
penyegar, serta penanggulangan gangguan usaha, dampak perubahan iklim dan
pencegahan kebakaran;
7) Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan kegiatan di bidang pengendalian organisme
pengganggu tumbuhan tanaman semusim dan rempah, tanaman tahunan dan
penyegar, serta penanggulangan gangguan usaha, dampak perubahan iklim dan
pencegahan kebakaran; dan
8) Pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat Perlindungan Perkebunan.
4
BAB II
PERENCANAAN KINERJA
2.1. Perencanaan Strategis Direktorat Perlindungan Perkebunan Tahun 2015-2019
Rencana Strategis (Renstra) Direktorat Perlindungan Perkebunan Tahun 2015-2019
disusun berdasarkan analisis dan pencermatan lingkungan strategis atas potensi,
kelemahan, peluang dan tantangan terkini yang dihadapi dalam peningkatan dukungan
perlindungan selama kurun waktu 2010-2014. Renstra Direktorat Perlindungan
Perkebunan memberikan dukungan dan memfasilitasi kegiatan Penanganan Organisme
Pengganggu Tumbuhan (OPT) Perkebunan, Pemberdayaan Perangkat Perlindungan
Perkebunan, Pemberdayaan Petugas Pengamat OPT, Antisipasi Dampak Perubahan Iklim,
Kesiapsiagaan Pencegahan Kebakaran Lahan dan Kebun, Sekolah Lapang Pengendalian
Hama Terpadu Perkebunan, Pembinaan dan Sertifikasi Desa Pertanian Organik Berbasis
Komoditas Perkebunan, Penanganan Gangguan Usaha Perkebunan, dan Fasilitasi Teknis
Dukungan Perlindungan Perkebunan.
2.1.1. Visi Direktorat Perlindungan Perkebunan Tahun 2015-2019
Sebagai penjabaran tugas dan fungsi Direktorat Perlindungan Perkebunan, serta
memperhatikan perubahan lingkungan strategis domestik maupun internasional dan
Renstra Direktorat Jenderal Perkebunan 2015- 2019 maka dirumuskan visi Direktorat
Perlindungan Perkebunan yaitu “Menjadikan Direktorat Perlindungan Perkebunan
sebagai institusi terdepan dalam memberikan layanan di bidang perlindungan terhadap
pekebun dari risiko kerugian akibat OPT dan dampak perubahan iklim serta Gangguan
Usaha Perkebunan”.
2.1.2. Misi Direktorat Perlindungan Perkebunan Tahun 2015-2019
Mengacu pada misi Direktorat Jenderal Perkebunan, maka misi Direktorat
Perlindungan Perkebunan adalah sebagai berikut :
1) Mewujudkan sistem perlindungan perkebunan dan penanganan dampak perubahan
iklim serta gangguan usaha yang terpadu terintegrasi dan berkelanjutan;
2) Mendorong upaya pemberdayaan perangkat perlindungan dalam perendalian OPT dan
penanganan OPT:
3) Memfasilitasi penyediaan teknologi spesifik lokasi dalam pengendalian OPT dan
penanganan DPI;
4) Mewujudkan sumber daya manusia perlindungan yang handal;
5) Mewujudkan sistem perkebunan berkelanjutan melalui pengembangan SL-PHT dan
desa pertanian organik berbasis komoditas perkebunan;
5
6) Mewujudkan pelayanan prima dan berkualitas di bidang perlindungan perkebunan.
2.1.3. Tujuan Direktorat Perlindungan Perkebunan Tahun 2015-2019
Untuk mendukung pencapaian tujuan pembangunan nasional dan pembangunan
pertanian 2015-2019 pada periode jangka menengah tahun 2015-2019, maka Direktorat
Jenderal Perkebunan menetapkan tujuan Direktorat Jenderal Perkebunan dalam
pembangunan perkebunan tahun 2015-2019 yang akan dicapai sesuai dengan penetapan
visi, misi serta tugas pokok dan fungsi organisasi sebagai berikut :
1) Meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman perkebunan melalui rehabilitasi,
intensifikasi, ekstensifikasi dan diversivikasi yang didukung oleh penyediaan benih
unggul, bermutu dan bersertifikat, sarana produksi dan alat mesin pertanian/
pengolahan/pascapanen serta pembangunan kebun sumber benih tanaman
perkebunan.
2) Memberikan pelayanan perencanaaan, program, anggaran, kerjasama teknis,
administrasi keuangan, aset, umum, organisasi, tata laksana, kepegawaian, hukum,
humas, administrasi perkantoran, evaluasi pelaksanaan kegiatan, layanan rekomendasi
teknis dan penyediaan data serta informasi yang berkualitas.
3) Memfasilitasi penyediaan/pengadaan alat pascapanen dan alat pengolahan tanaman
semusim dan rempah serta tanaman tahunan dan penyegar yang spesifik lokasi dan
fungsi yang didukung penyediaan teknologi berkualitas dan aplikatif bagi pekebun.
4) Melakukan upaya strategis dalam memfasilitasi penerapan pembinaan usaha
perkebunan berkelanjutan, perizinan usaha perkebunan, penilaian usaha perkebunan
serta inventarisasi, identifikasi dan penanganan kasus gangguan usaha dan konflik
perkebunan.
5) Memfasilitasi ketersediaan teknologi perlindungan perkebunan, pengamatan,
pemantauan dan pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT), pencegahan
kebakaran lahan/kebun dan penanganan dampak perubahan iklim;
6) Melakukan pengembangan komoditas unggulan perkebunan pada lahan-lahan
eksisting dan lahan bukaan baru sesuai potensi kearifan lokal, kebutuhan
pengembangan kawasan dan kesiapan daerah pengembangan melalui pendekatan
kawasan yang terintegrasi antar sektor dan memperhatikan kelayakan ekonomi,
agroekosistem, sosial, pasar dan pengembangan/potensi berkelanjutan;
7) Memberikan fasilitasi kegiatan pemberdayaan pekebun dan penguatan kelembagaan
kelompok petani tanaman semusim dan rempah, tanaman tahunan dan penyegar
melalui pelatihan penumbuhan kebersamaan/dinamika kelompok, pelatihan penguatan
kelembagaan, penyuluhan dan pendampingan, pengembangan sistem dan sarana
prasarana budidaya, dukungan penyediaan fasilitasi pembiayaan dan permodalan serta
kemudahan akses ilmu pengetahuan dan teknologi informasi.
6
8) Melakukan pembinaan, bimbingan teknis dan pendampingan kepada pekebun dalam
mendorong usaha agribisnis perkebunan dibudidayakan melalui sistem budidaya
perkebunan yang baik, berkelanjutan dan memperhatikan isu-isu lingkungan terutama
dalam penggunaan benih dan sarana produksi (pupuk dan pestisida).
9) Melakukan upaya pengembangan komoditas perkebunan sumber bio-energy, sistem
pertanian polikultur serta penerapan integrasi tanaman perkebunan dalam mendukung
pengembangan sistem pertanian bio-industry melalui pendekatan zero waste
management.
10) Melakukan upaya dalam memfasilitasi pengembangan pemasaran produk unggulan
perkebunan yang meliputi bidang informasi, pemantauan dan stabilitas harga, sarana
dan kelembagaan pasar, jaringan pemasaran, analisis dan pengembangan ekspor,
pemasaran bilateral/regional/multilateral dan kerjasama komoditas.
Untuk mendukung pencapaian tujuan pembangunan perkebunan 2015-2019
sebagaimana telah ditetapkan dalam Renstra Direktorat Jenderal Perkebunan, maka
Direktorat Perlindungan Perkebunan mempunyai tujuan yaitu:
1) Menurunkan risiko kerugian hasil akibat serangan OPT, dampak perubahan iklim dan
gangguan usaha perkebunan.
2) Melakukan pembinaan, bimbingan dan pendampingan kepada pekebun dalam
menerapkan teknologi perlindungan perkebunan, pengamatan dan pengendalian OPT,
pencegahan kebakaran lahan dan kebun, penanganan DPI dan gangguan usaha
perkebunan.
3) Fasilitasi kegiatan pemberdayaan perangkat, pengamatan, dan kelembagaan kelompok
tani perlindungan perkebunan (KTPA, SL-PHT, Regu Pengendali Hama dan Desa
Pertanian Organik).
2.1.4. Sasaran Direktorat Perlindungan Perkebunan Tahun 2015-2019
Sasaran strategis utama Direktorat Jenderal Perkebunan tahun 2015-2019 adalah :
1) Pemenuhan penyediaan bahan baku tebu dalam rangka peningkatan produksi gula
nasional;
2) Peningkatan komoditas perkebunan bernilai tambah dan berorientasi ekspor dalam
mewujudkan daya saing sub sektor perkebunan yang difokuskan pada pengembangan
produk segar dan olahan dari 16 komoditas unggulan perkebunan;
3) Pemenuhan penyediaan bahan baku bio-energy dan pengembangan fondasi sistem
pertanian bio-industry dengan fokus pengembangan komoditas kelapa sawit baik
melalui kegiatan budidaya dalam rangka peningkatan produksi dan produktivitas
maupun melalui kegiatan integrasi tanaman perkebunan dengan ternak dan tumpang
sari dengan komoditas pertanian lainnya serta penyediaan benih kemiri sunan.
7
Adapun sasaran strategis pendukung Ditjen. Perkebunan tahun 2015 – 2019 adalah:
1) Peningkatan kualitas sumber daya insani perkebunan;
2) Penguatan kelembagaan pekebun dan kemitraan usaha perkebunan;
3) Akuntabilitas kinerja aparatur pemerintah yang baik dengan menerapkan prinsip
keterbukaan, akuntabilitas, efektivitas, efisiensi, supremasi hukum, keadilan,
integritas/komitmen, kejujuran, konsistensi dan bebas KKN di lingkungan organisasi
Ditjen. Perkebunan; dan
4) Peningkatan pendapatan keluarga pekebun yang merupakan resultan dari pencapaian
sasaran strategis lainnya.
Sasaran yang ingin dicapai oleh Direktorat Perlindungan Perkebunan dalam rangka
mendukung pencapaian sasaran pembangungan perkebunan tahun 2015-2019 adalah :
Menurunnya Luas Areal yang Terserang OPT dan Terfasilitasinya Pencegahan Kebakaran
Lahan dan Kebun, Bencana Alam, Dampak Perubahan Iklim dan Gangguan Usaha
Perkebunan. Sasaran tersebut akan dicapai melalui :
1) Penanganan OPT perkebunan berbasis pada penerapan PHT di tingkat petani.
2) Pemberdayaan perangkat perlindungan perkebunan dalam rangka penerapan PHT.
3) Penanganan DPI melalui mitigasi dan adaptasi.
4) Peningkatan kapasitas dalam pengendalian OPT dan kesiapsiagaan dalam pencegahan
kebakaran lahan dan kebun, serta gangguan usaha.
5) Pembinaan dan sertifikasi desa pertanian organik berbasis komoditas perkebunan.
2.1.5. Arah Kebijakan Direktorat Perlindungan Perkebunan Tahun 2015-2019
Arah kebijakan Umum Perlindungan Perkebunan tahun 2015-2019 meliputi :
1) Budidaya tanaman sehat.
2) Perlindungan Tanaman Perkebunan dilakukan melalui pemantauan, pengamatan dan
Pengendalian OPT.
3) Pengendalian OPT didasarkan pada prinsip Pengendalian Hama Terpadu (PHT), yaitu
memadukan semua cara dan teknis pengendalian OPT secara kompatibel dengan
mempergunakan bahan dan cara pengendalian yang aman dan ramah lingkungan.
4) Pemantauan, Pengamatan dan Pengendalian OPT dilakukan dengan cara peningkatan
sarana dan prasarana perlindungan, (LL/UPTD Perlindungan , Sub LAB, LUPH, LAP,
UPPT, Brigade Proteksi, Brigade Pengendalian Kebakaran Lahan dan Kebun UPT
Perlindungan Pusat) peningkatan SDM Perlindungan (POPT/Pengamat Hama
Penyakit dan Petani Pengamat Hama dan penyakit Perkebunan).
5) Peningkatan kemampuan mitigasi dan adaptasi dalam rangka menurunkan resiko
kegagalan produksi akibat dari faktor-faktor iklim.
8
6) Peningkatan kemampuan Brigade pengendalian kebakaran lahan perkebunan dalam
melakukan pengendalian kebakaran perkebunan.
7) Peningkatan kemampuan dan peran serta Pemerintah Daerah dalam menangani
gangguan usaha perkebunan.
8) Peningkatan kemampuan UPT Pusat sebagai Balai rujukan regional dalam identifikasi
OPT, penelusuran residu pestisida, pengembangan pengendali hayati dan penghasil
rakitan teknologi pengendalian OPT spesifik lokasi.
9) Mendukung pelaksanaan pengembangan 150 desa pertanian organik berbasis
komoditas perkebunan.
Arah Kebijakan Khusus Perlindungan Perkebunan adalah:
1) Pemantauan dan pengamatan diprioritaskan pada OPT utama komoditas tanaman
perkebunan unggulan nasional.
2) Pengendalian OPT dilakukan pada tanaman dengan intesitas serangan ringan/atau
secara ekonomis masih menguntungkan jika dikendalikan.
3) Pengendalian pada OPT yang bersifat eksplosif atau pada sumber-sumber serangan
sesuai dengan kemampuan, menjadi tanggung jawab pemerintah bersama-sama
dengan masyarakat.
4) Pengendalian OPT dengan menggunakan pestisida kimia merupakan pilihan terakhir
dan berdasarkan pada hasil pengamatan dan analisa ekosistem.
5) Penggunaan Musuh Alami dan APH menjadi pilihan utama dalam mengendalikan
OPT.
6) APH yang digunakan harus yang telah berizin dan terdaftar di komisi pestisida;
penggunaan APH yang belum terdaftar dapat dipergunakan dalam skala terbatas
seperti Percobaan, Demplot dan Demfarm.
7) Mendorong pengembangan dan perakitan teknologi spesifik lokasi oleh UPTP
perlindungan dan UPTD Perlindungan.
8) Mendorong UPT Pusat untuk mampu memiliki APH yang terdaftar.
9) Pembinaan perangkat perlindungan diprioritaskan pada peningkatan kemampuan
dalam menyediakan standar pelayanan minimum dalam bidang perlindungan
(teknologi pengendalian OPT spesifik lokasi, pengembangan dan penyediaan MA dan
APH, pengendalian OPT yang bersifat eksposif, pengembangan dan penerapan
mitigasi dan adaptasi iklim serta penanganan kebakaran lahan dan kebun).
10) Pembinaan SDM petani perkebunan dilakukan melalui kegiatan SL-PHT dengan
memperhatikan keterlibatan gender minimum sebesar 25 persen dan Pembentukan
Kelompok Tani Perduli Api (KTPA).
11) Pemantauan kesiapsiagaan pengendalian kebakaran lahan perkebunan pada
provinsi/kabupaten rawan kebakaran. Pemantauan sistem sarana dan prasarana
pengendalian kebakaran lahan perkebunan di perusahaan perkebunan.
9
12) Mitigasi dan adaptasi dampak perubahan iklim dilaksanakan pada provinsi/
kabupaten/kota sentra perkebunan rawan kekeringan semaksimal mungkin
memanfaatkan APBD.
13) Penanganan gangguan usaha dan konflik perkebunan.
14) Penyediaan standar pelayanan minimum pengendalian OPT dan penanganan
kebakaran lahan dan kebun.
15) Pelaksanaan penugasan baru untuk mengembangkan 150 desa pertanian organik
berbasis tanaman perkebunan.
2.1.6. Program Kegiatan Direktorat Perlindungan Perkebunan Tahun 2015-2019
Untuk mendukung program Direktorat Jenderal Perkebunan, Direktorat Perlindungan
Perkebunan mempunyai tanggung jawab terhadap pelaksanaan kegiatan yaitu “Dukungan
Perlindungan Perkebunan”.
2.1.7. Fokus Kegiatan Direktorat Perlindungan Perkebunan Tahun 2015-2019
Fokus kegiatan Dukungan Perlindungan Perkebunan adalah :
1) Penanganan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) Perkebunan;
2) Pemberdayaan Perangkat Perlindungan Perkebunan;
3) Pemberdayaan Petugas Pengamat OPT;
4) Antisipasi Dampak Perubahan Iklim;
5) Kesiapsiagaan Pencegahan Kebakaran Lahan dan Kebun;
6) Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT) Tanaman Perkebunan;
7) Pembinaan dan Sertifikasi Desa Pertanian Organik Berbasis Komoditas Perkebunan;
8) Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik Perkebunan;
9) Fasilitasi Teknis Dukungan Perlindungan Perkebunan.
2.1.8. Strategi Direktorat Perlindungan Perkebunan Tahun 2015-2019
Memperhatikan strategi Direktorat Jenderal Perkebunan tahun 2015-2019 maka
strategi yang akan ditempuh Direktorat Perlindungan Perkebunan adalah :
1) Fasilitasi Peningkatan kemampuan teknis petugas dan petani melalui magang petugas
dan Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT).
2) Fasilitasi Peningkatan sistem pengamatan, pemantauan, dan pengendalian OPT
melalui Pemberdayaan Petugas Pengamat OPT dan Penanganan Organisme
Pengganggu Tumbuhan (OPT) Tanaman Perkebunan.
10
3) Fasilitasi antisipasi dampak perubahan iklim dan pencegahan kebakaran lahan dan
kebun melalui fasilitasi kesiapsiagaan pencegahan kebakaran lahan dan kebun,
mitigasi dan adaptasi dampak perubahan iklim, dan operasional brigade pencegahan
kebakaran lahan dan kebun.
4) Pemantapan jejaring dan kerjasama di bidang perlindungan dengan Puslit/Balit,
Perguruan Tinggi, BBPPTP, BPTP, UPTD, Dinas Perkebunan, dan pihak terkait
lainnya melalui Pemberdayaan Perangkat Perlindungan Perkebunan.
5) Fasilitasi Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik Perkebunan melalui fasilitasi,
inventarisasi serta penanganan kasus gangguan usaha dan konflik perkebunan dan
pertemuan koordinasi/rapat fasilitasi penanganan gangguan usaha perkebunan.
6) Pengembangan Desa Pertanian Organik Berbasis Komoditas Perkebunan melalui
Pembinaan dan sertifikasi Desa Pertanian Organik Berbasis Komoditas Perkebunan.
7) Penguatan sistem perlindungan perkebunan melalui Koordinasi pelaksanaan
Dukungan Perlindungan Perkebunan.
2.2. Perjanjian Kinerja
Dokumen Perjanjian Kinerja merupakan suatu dokumen pernyataan
kinerja/kesepakatan kinerja/Penetapan Kinerja antara atasan dengan bawahan untuk
mewujudkan suatu capaian kinerja pembangunan dari sumber daya yang tersedia melalui
target kinerja serta indikator kinerja yang menggambarkan keberhasilan pencapaiannya
berupa hasil (outcome) dan keluaran (output).
Penyusunan penetapan kinerja Direktorat Perlindungan Perkebunan tahun 2017
disusun setelah DIPA Direktorat Jenderal Perkebunan diterima pada bulan Januari 2017
dengan mengikuti format sesuai Pedoman Permen-PAN dan RB No. 29 Tahun 2010 dan
Permen-PAN dan RB No. 53 Tahun 2014. Penetapan Kinerja Direktorat Perlindungan
Perkebunan ditandatangani oleh Direktur Perlindungan Perkebunan dan Direktur Jenderal
Perkebunan pada bulan Januari 2017.
Dukungan Perlindungan Perkebunan mendapat alokasi anggaran APBN tahun 2017
sebesar Rp.19.193.362.000,-. Namun pada tahun 2017 terjadi revisi sehingga anggaran
Dukungan Perlindungan Perkebunan menjadi Rp. 37.792.262.000,- Anggaran tersebut
untuk mendukung kegiatan Perlindungan Perkebunan di pusat dan daerah yaitu
Penanganan OPT Perkebunan, Pemberdayaan Perangkat Perlindungan Perkebunan,
Antisipasi Dampak Perubahan Iklim, SLPHT Tanaman Perkebunan, Penanganan
Gangguan Usaha dan Konflik Perkebunan, Pembinaan dan Sertifikasi Desa Pertanian
Organik Berbasis Komoditas Perkebunan dan Fasilitasi Teknis Dukungan Perlindungan
Perkebunan.
Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja serta target yang telah disusun dalam
Penetapan Kinerja (PK) Direktorat Perlindungan Tahun 2017 (Tabel 1.) dan PK revisi
(Tabel 2.). Adapun PK Direktorat Perlindungan Perkebunan (awal dan revisi) yang telah
11
ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perkebunan dan Direktur Perlindungan Perkebunan
seperti pada Lampiran 1.
Tabel 1. PK Direktorat Perlindungan Perkebunan Tahun 2017
Tabel 2. PK Revisi Direktorat Perlindungan Perkebunan Tahun 2017
No. Sasaran Strategis Indikator Kinerja Komponen Kegiatan Target
1 Menurunnya luas
areal yang terserang
OPT dan
terfasilitasinya
pencegahan
kebakaran lahan dan
kebun, bencana
alam serta dampak
perubahan iklim
1 Penanganan organisme pengganggu tanaman perkebunan 800 Ha
2 Pemberdayaan Perangkat Perlindungan Perkebunan 66 unit
3 Antisipasi Dampak Perubahan Iklim 8 KT
4 SLPHT Tanaman Perkebunan 8 KT
5 Penanganan gangguan usaha dan konflik perkebunan 9 kasus
6 Pembinaan dan sertifikasi desa pertanian organik
berbasis komoditas perkebunan
135 Desa
7 Fasilitasi teknis dukungan perlindungan perkebunan 12 bulan
No. Sasaran Strategis Indikator Kinerja Komponen Kegiatan Target
1 Menurunnya luas
areal yang
terserang OPT dan
terfasilitasinya
pencegahan
kebakaran lahan
dan kebun,
bencana alam serta
dampak perubahan
iklim
1 Penanganan organisme pengganggu tanaman perkebunan 800 Ha
2 Pemberdayaan Perangkat Perlindungan Perkebunan 59 unit
3 Antisipasi Dampak Perubahan Iklim 8 KT
4 Kesiapsiagaan Pencegahan Kebakaran Lahan dan Kebun 7 dok
5 SLPHT Tanaman Perkebunan 8 KT
6 Penanganan gangguan usaha dan konflik perkebunan 9 kasus
7 Pembinaan dan sertifikasi desa pertanian organik
berbasis komoditas perkebunan
136 Desa
8 Fasilitasi teknis dukungan perlindungan perkebunan 12 bulan
12
BAB III
AKUNTABILITAS KINERJA
3.1. Capaian Kinerja Organisasi
3.1.1. Capaian Kinerja Terhadap Perjanjian Kinerja Direktorat Perlindungan
Perkebunan
Capaian kinerja kegiatan Dukungan Perlindungan Perkebunan tahun 2017 terhadap
Perjanjian Kinerja Direktorat Perlindungan Perkebunan tahun 2017 disajikan pada Tabel
3.
Tabel 3. Capaian Kinerja Dukungan Perlindungan Perkebunan tahun 2017 terhadap
Perjanjian Kinerja Direktorat Perlindungan Perkebunan
No. Sasaran Strategis Indikator Kinerja Komponen Kegiatan Target Realisasi %
1 Menurunnya luas
areal yang
terserang OPT dan
terfasilitasinya
pencegahan
kebakaran lahan
dan kebun,
bencana alam serta
dampak perubahan
iklim
1 Penanganan organisme pengganggu tanaman
perkebunan
800 Ha 800 Ha 100
2 Pemberdayaan Perangkat Perlindungan
Perkebunan
66 unit 64 unit 96,97
3 Antisipasi Dampak Perubahan Iklim 8 KT 8 KT 100
4 SLPHT Tanaman Perkebunan 8 KT 8 KT 100
5 Penanganan gangguan dan konflik usaha
perkebunan
9 kasus 8 kasus 88,89
6 Pembinaan dan sertifikasi desa pertanian
organik berbasis komoditas perkebunan
135 Desa 135 Desa 100
7 Fasilitasi teknis dukungan perlindungan
perkebunan
12 bulan 12 bulan 100
Rincian capaian kinerja terhadap perjanjian kinerja diuraikan sebagai berikut :
1) Penanganan OPT Tanaman Perkebunan dengan target 800 Ha untuk 4 komoditas
secara keseluruhan terealisasi 100% dengan rincian sebagai berikut :
a. Demfarm Penerapan PHT Tanaman Kopi seluas 200 Ha terealisasi 200 Ha (100%).
Kegiatan dilaksanakan di 5 provinsi yaitu Jawa Barat (50 Ha), NTB (25 Ha),
Bengkulu (25 Ha), Bali (50 Ha) dan Aceh (50 Ha).
b. Demfarm Penerapan PHT Tanaman Karet seluas 175 Ha terealisasi 175 Ha
(100%). Kegiatan dilaksanakan di 4 provinsi yaitu Banten (25 Ha), Kalimantan
Selatan (50 Ha), Riau (50 Ha), dan Jambi (50 Ha).
c. Demfarm Penerapan PHT Tanaman Kelapa seluas 225 Ha terealisasi 225 Ha
(100%) dilaksanakan di 5 provinsi yaitu Jawa Tengah (50 Ha), Sulawesi Tengah
(50 Ha), Sulawesi Selatan (50 Ha), Kalimantan Barat (50 Ha), dan Bali (25 Ha).
d. Demfarm Penerapan PHT Tanaman Pala dilaksanakan di satu provinsi yaitu
Provinsi Aceh seluas 200 Ha terealisasi 200 Ha (100%).
2) Pemberdayaan Perangkat Perlindungan secara keseluruhan mencapai 96,97%, yang
terdiri dari :
13
a. Operasional Laboratorium Lapangan dari target 28 unit terealisasi 28 unit atau
mencapai 100%. Kegiatan ini dilaksanakan di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah,
DIY, Aceh, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung,
Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara,
Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Bali, NTB, NTT (2 Unit),
Papua (2 unit), Bengkulu, Banten, Kepulauan Bangka Belitung, Gorontalo, Papua
Barat dan Sulawesi Barat.
b. Operasional Brigade Proteksi Tanaman dari target 31 unit terealisasi 30 unit atau
96,77%. Kegiatan ini dialokasikan ke Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY,
Jawa Timur, Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera
Selatan, Lampung, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur,
Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku,
Bali, NTB, NTT, Papua, Bengkulu, Maluku Utara, Banten, Kepulauan Bangka
Belitung, Gorontalo, Papua Barat dan Sulawesi Barat. Provinsi Kalimantan Barat
tidak melaksanakan karena adanya perubahan SOPD.
c. Kesiapsiagaan Pencegahan Kebakaran Lahan dan Kebun/Operasional Brigade
Pengendalian Kebakaran Lahan dan Kebun dari target 7 unit terealisasi 6 unit atau
85,71%. Kegiatan dilaksanakan di Provinsi Jambi, Riau, Sumatera Selatan,
Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan sedangkan
provinsi yang tidak melaksanakan kegiatan yaitu Kalimantan Barat karena adanya
perubahan SOPD shingga petugas pemadam kebakaran banyak berpindah.
3) Antisipasi Dampak Perubahan Iklim
Terdiri dari 2 kegiatan :
a. Mitigasi dan adaptasi perubahan iklim dari target 4 KT terealisasi 4 KT atau
mencapai 100%. Kegiatan ini dilaksanakan untuk 1 KT di masing-masing
provinsi yaitu Jawa Tengah, DIY, NTB, dan Banten.
b. Penerapan Model Perkebunan Rendah Emisi Karbon pada Perkebunan Kopi
Rakyat dari target 4 KT terealisasi 4 KT atau mencapai 100%. Kegiatan ini
dilaksanakan untuk 1 KT di masing-masing provinsi yaitu NTT, Bali, Jawa
Tengah, dan NTB.
4) Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT) Tanaman Perkebunan.
SL-PHT Tanaman Perkebunan dari target 8 kelompok tani terealisasi 8 kelompok
tani atau mencapai 100%. SLPHT dilaksanakan di 4 provinsi yaitu Sulawesi
Selatan (1 KT), DIY (1 KT), Aceh (1 KT), dan Sulawesi Tenggara (1 KT).
5) Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik Perkebunan yaitu Fasilitasi,
Inventarisasi, Identifikasi serta Penanganan Kasus Gangguan Usaha Perkebunan
sejumlah 9 kasus dan terealisasi 8 kasus (88,89%). Kegiatan dilaksanakan masing –
masing di Provinsi Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung,
Kalimantan Tengah, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Barat. Provinsi Jawa
14
Tengah tidak melaksanakan kegiatan ini karena padatnya jadwal kegiatan APBN
dan APBD di Provinsi tersebut.
6) Pembinaan dan Sertifikasi Desa Pertanian Organik Berbasis Komoditas
Perkebunan.
Kegiatan ini dilaksanakan di 135 desa di 23 provinsi dan terealisasi 100%. Alokasi
desa organik di masing-masing provinsi adalah Banten (3 desa), Sumatera Utara (8
desa), Jawa Timur (8 desa), Kalimantan Barat (6 desa), Maluku (6 desa), Aceh (2
desa), Sumatera Barat (2 desa), Lampung (3 desa), Bali (14 desa), Sulawesi Selatan
(5 desa), Sumatera Selatan (3 desa), Bengkulu (5 desa), Jambi (3 desa), Jawa Barat
(8 desa), Jawa Tengah (5 desa), NTB (5 desa), NTT (13 desa), Sulawesi Tengah (5
desa), Sulawesi Utara (6 desa), Sulawesi Tenggara (5 desa), Sulawesi Barat (2
desa), Maluku Utara (13 desa) dan Papua Barat (5 desa).
7) Fasilitasi Teknis Dukungan Perlindungan
Fasilitasi Teknis Dukungan Perlindungan Perkebunan merupakan kegiatan yang
berada di pusat berupa Layanan Perkantoran, pengawalan kegiatan di daerah dan
pertemuan/koordinasi, capaian kinerja mencapai 100%.
3.1.2. Capaian Kinerja Terhadap Capaian Beberapa Tahun Sebelumnya Direktorat
Perlindungan Perkebunan
Capaian kinerja kegiatan Direktorat Perlindungan Perkebunan terhadap capaian
beberapa tahun sebelumnya disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Capaian Kinerja Kegiatan Direktorat Perlindungan Perkebunan terhadap Capaian
Beberapa Tahun Sebelumnya
Indikator Kinerja
Kinerja Tahun Capaian Kinerja
2017 Terhadap
(%) 2015 2016 2017
Target Realisasi % Target Realisasi % Target Realisasi % 2015 2016
1
Penanganan organisme
pengganggu tanaman
perkebunan (Ha)
33.363 32.738 98,13 6.859 6.859 100 800 800 100 101,91 100
2
Pemberdayaan
Perangkat Perlindungan
Perkebunan (Unit)
135 128 94,81 76 76 100 59 58 98,31 103,69 98,31
3 Pemberdayaan Petugas
Pengamat OPT (Orang) 989 989 100 995 995 100 1.050 1.050 100 100 100
4 Antisipasi Dampak
Perubahan Iklim (KT) 172 147 85,47 29 29 100 8 8 100 117 100
5
Kesiapsiagaan
Pencegahan Kebakaran
Lahan dan Kebun
(Dok)
18 15 83,33 18 18 100 7 6 85,71 102,86 85,71
6 SLPHT Tanaman
Perkebunan (KT) 223 219 98,21 87 87 100 8 8 100 101,82 100
7
Penanganan gangguan
usaha dan konflik
perkebunan (Kasus)
- - - 2 2 100 9 8 88,89 - 88,89
8
Pembinaan dan
sertifikasi desa
pertanian organik
berbasis komoditas
perkebunan (Desa)
- - - 120 120 100 135 135 100 - 100
9
Fasilitasi teknis
dukungan perlindungan
perkebunan
20 Dok 20 Dok 100 12 bulan 12 bulan 100 12 bulan 12 bulan 100 100 100
15
Capaian kinerja kegiatan Direktorat Perlindungan tahun 2017 terhadap capaian 2
tahun sebelumnya yaitu tahun 2015 dan 2016 dapat diuraikan sebagai berikut :
1) Capaian kinerja penanganan organisme pengganggu tanaman perkebunan tahun 2017
jika dibandingkan dengan kinerja tahun 2015 yaitu sebesar 101,91% atau naik sebesar
1,91%, sedangkan dengan tahun 2016 kinerjanya sama yaitu 100%.
2) Capaian kinerja pemberdayaan perangkat perlindungan perkebunan pada tahun 2017
jika dibandingkan dengan tahun 2015 yaitu sebesar 103,69 atau naik 3,69%, sedangkan
jika dibandingkan dengan tahun 2016 capaian kinerja sebesar 98,31% atau mengalami
penurunan sebesar 1,69%.
3) Kinerja pemberdayaan petugas pengamat OPT dibandingkan tahun 2015 dan 2016
tetap yakni sebesar 100%. Kegiatan ini tidak tercantum di dalam PK APBN maupun
PK Revisi tahun 2017, namun kegiatan tetap dilaksanakan seperti tahun – tahun
sebelumnya karena merupakan insentif bagi petugas pengamat di daerah.
4) Kinerja antisipasi dampak perubahan iklim tahun 2017 jika dibandingkan dengan tahun
2015 sebesar 117%, mengalami kenaikan sebesar 17% dan jika dibandingkan dengan
kinerja tahun 2016 sama yakni mencapai 100%.
5) Kinerja kesiapsiagaan pencegahan kebakaran lahan dan kebun yaitu operasional
brigade pengendalian kebakaran lahan dan kebun tahun 2017 mengalami kenaikan
2,86% jika dibandingkan dengan tahun 2015 dan mengalami penurunan sebesar
14,29% jika dibandingkan dengan tahun 2016. Pada Penetapan Kinerja (PK) revisi
2017, operasional brigade pengendalian kebakaran lahan dan kebun dimasukkan ke
dalam Pemberdayaan perangkat perlindungan perkebunan.
6) Capaian kinerja SLPHT tanaman perkebunan tahun 2017 dibandingkan dengan tahun
2015 sebesar 101,82% atau naik 1,82%. Jika dibandingkan dengan tahun 2016 kinerja
tetap yaitu sebesar 100%.
7) Kinerja penanganan gangguan usaha dan konflik perkebunan tahun 2017 tidak bisa
dibandingkan dengan tahun 2015 karena pada tahun tersebut kegiatan penanganan
gangguan usaha dan konflik perkebunan belum menjadi tupoksi Direktorat
Perlindungan Perkebunan. Kinerja kegiatan penanganan gangguan usaha dan konflik
perkebunan tahun 2017 jika dibandingkan dengan tahun 2016 sebesar 88,89% atau
turun sebesar 11,11%.
8) Capaian kinerja pembinaan dan sertifikasi desa pertanian organik berbasis komoditas
perkebunan tahun 2017 tidak bisa dibandingkan dengan tahun 2015 karena
penganggaran kegiatan pembinaan dan sertifikasi desa pertanian organik berbasis
komoditas perkebunan dimulai tahun 2016. Kinerja pada tahun 2017 dibandingkan
dengan tahun 2016 sama yaitu sebesar 100%.
9) Capaian kinerja fasilitasi teknis dukungan perlindungan perkebunan tahun 2017
dibandingkan dengan tahun 2015 dan 2016 sama, yaitu sebesar 100%.
16
3.1.3. Capaian Kinerja terhadap Target Jangka Menengah pada Renstra Direktorat
Perlindungan Perkebunan
Pencapaian kinerja tahun 2017 jika dibandingkan terhadap sasaran Renstra
Direktorat Perlindungan Perkebunan Tahun 2015 – 2019 ditunjukkan pada Tabel 5.
Tabel 5. Capaian Kinerja Kegiatan Direktorat Perlindungan Perkebunan Berdasarkan
Target Renstra 2015-2019
Indikator Kinerja Kegiatan Akumulasi
2015-2019
Tahun
2015 2016 2017 2018 2019
A. Target Renstra
1 Penanganan organisme pengganggu
tanaman perkebunan (Ha) 78.560 33.366 11.459 11.245 11.245 11.245
2 Pemberdayaan Perangkat
Perlindungan Perkebunan (Unit) 135 77 75 75 75
3 Pemberdayaan Petugas Pengamat
OPT (Orang) 994 995 1.050 1.050 1.050
4 Antisipasi Dampak Perubahan
Iklim (KT) 198 77 94 9 9 9
5 Kesiapsiagaan Pencegahan
Kebakaran Lahan dan Kebun (Dok) 161 18 26 39 39 39
6 SLPHT Tanaman Perkebunan (KT) 569 224 93 84 84 84
7 Penanganan gangguan usaha dan
konflik perkebunan (Kasus) 210 42 42 42 42 42
8
Pembinaan dan sertifikasi desa
pertanian organik berbasis
komoditas perkebunan (Desa)
- 150 150 150 150
9
Fasilitasi teknis dukungan
perlindungan perkebunan
(Dok/Bulan)
60 12 12 12 12 12
B. Realisasi s.d. 2017
1 Penanganan organisme pengganggu
tanaman perkebunan (Ha) 40.433 32.738 6.895 800 - -
2 Pemberdayaan Perangkat
Perlindungan Perkebunan (Unit) 128 76 58 - -
3 Pemberdayaan Petugas Pengamat
OPT (Orang) 989 995 1.050 - -
4 Antisipasi Dampak Perubahan
Iklim (KT) 184 147 29 8 - -
5 Kesiapsiagaan Pencegahan
Kebakaran Lahan dan Kebun (Dok) 39 15 18 6 - -
6 SLPHT Tanaman Perkebunan (KT) 314 219 87 8 - -
7 Penanganan gangguan usaha dan
konflik perkebunan (Kasus) 10 - 2 8 - -
8
Pembinaan dan sertifikasi desa
pertanian organik berbasis
komoditas perkebunan (Desa)
- 120 135 - -
9
Fasilitasi teknis dukungan
perlindungan perkebunan
(Dok/Bulan)
44 20 12 12 - -
C. Persentase Realisasi terhadap Target Renstra (%)
1 Penanganan organisme pengganggu
tanaman perkebunan 51,47 98,12 60,17 7,11 - -
2 Pemberdayaan Perangkat
Perlindungan Perkebunan 94,81 98,70 77,33 - -
3 Pemberdayaan Petugas Pengamat
OPT 99,50 100 100 - -
4 Antisipasi Dampak Perubahan
Iklim 92,93 190,91 30,85 88,89 - -
5 Kesiapsiagaan Pencegahan
Kebakaran Lahan dan Kebun 24,22 83,33 69,23 15,38 - -
17
Indikator Kinerja Kegiatan Akumulasi
2015-2019
Tahun
2015 2016 2017 2018 2019
6 SLPHT Tanaman Perkebunan 55,18 97,77 93,55 9,52 - -
7 Penanganan gangguan usaha dan
konflik perkebunan 4,76 - 4,76 19,05 - -
8
Pembinaan dan sertifikasi desa
pertanian organik berbasis
komoditas perkebunan
- 80 90 - -
9 Fasilitasi teknis dukungan
perlindungan perkebunan 73,33 166,67 100 100 - -
Berdasarkan Tabel 5. capaian kinerja Direktorat Perlindungan Perkebunan
terhadap sasaran Renstra Direktorat Perlindungan Perkebunan 2015-2019 dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1) Luas areal pengendalian OPT perkebunan sampai dengan tahun 2017 mencapai 40.433
Ha atau mencapai 51,47% dari target yang direncanakan sampai dengan tahun 2019
yaitu 78.560 Ha.
2) Antisipasi Dampak Perubahan Iklim telah dilaksanakan pada 184 KT atau sebesar
92,93% dari target Renstra. Hal ini berarti Direktorat Perlindungan Perkebunan masih
memiliki tanggung jawab sebesar 7,07% atau 14 KT untuk menyelesaikan target
Renstra hingga 2019.
3) Kesiapsiagaan Pencegahan Kebakaran Lahan dan Kebun yang telah terlaksana hingga
tahun 2017 adalah sebesar 39 dokumen atau sebesar 24,22% dari target Renstra 2015-
2019.
4) Pelaksanaan SLPHT telah dilaksanakan pada 314 KT atau sebesar 55,18% dari target
Renstra hingga tahun 2019.
5) Penanganan gangguan usaha dan konflik perkebunan telah dilaksanakan sebanyak 10
kasus atau sebesar 4,76% dari target Renstra 2015-2019.
6) Fasilitasi teknis dukungan perlindungan perkebunan hingga tahun 2017 telah
diselesaikan sebesar 73,33% dari target Renstra 2015-2019.
Kegiatan pembinaan dan sertifikasi desa pertanian organik berbasis komoditas
perkebunan karena target hingga 2019 dilaksanakan pada 150 desa. Demikian pula
dengan kegiatan pemberdayaan perangkat perlindungan perkebunan dan pemberdayaan
petugas pengamat OPT tidak dapat diakumulasikan karena merupakan insentif bagi
petugas dan bantuan operasional untuk perangkat perlindungan yang berada di daerah.
7) Pembinaan dan sertifikasi desa pertanian organik berbasis komoditas perkebunan
ditargetkan dilaksanakan pada 150 desa dari mulai tahun 2016 hingga 2019. Pada
tahun 2017, jumlah desa organik yang dilaksanakan sebanyak 135 desa atau 90%
dari target 150 desa.
8) Target Pemberdayaan Perangkat Perlindungan Perkebunan pada tahun 2016 sebanyak
135 unit karena termasuk dengan Operasional Brigade Pencegahan Kebakaran Lahan
dan Kebun. Pada tahun 2017 hingga 2019, Operasional Brigade Pencegahan
Kebakaran Lahan dan Kebun dimasukan ke kegiatan Kesiapsiagaan Pencegahan
18
Kebakaran Lahan dan Kebun sehingga target jumlah perangkat menjadi 77 unit pada
2016 dan 75 unit pada tahun 2017-2019. Pada tahun 2017, Pemberdayaan Perangkat
Perlindungan Perkebunan dilaksanakan pada 58 unit perangkat atau 77,33 dari target
Renstra Ditlinbun 2015-2019.
9) Kegiatan pemberdayaan petugas pengamat OPT pada tahun 2017 ditargetkan sebanyak
1.050 orang dan terealisasi 100%.
3.1.4. Analisis Penyebab Keberhasilan/Kegagalan atau Peningkatan Penurunan
Kinerja serta Alternatif Solusi yang telah Dilakukan.
Permasalahan, hambatan dan kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan
Dukungan Perlindungan Perkebunan adalah sebagai berikut :
1) Pedoman Teknis yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Perkebunan sebagai acuan
teknis dalam pelaksanaan kegiatan perlu dijabarkan ke dalam Petunjuk Pelaksanaan
(Juklak) dan Petunjuk Teknis (Juknis). Namun penyusunannya seringkali terlambat
atau bahkan tidak dibuat oleh penanggung jawab kegiatan. Penyusunan juklak/juknis
oleh Dinas seharusnya dilakukan sebelum kegiatan dimulai sehingga dapat
menjabarkan/mengakomodir hal-hal yang spesifik lokasi namun tidak bertentangan
dengan Pedoman Teknis Pusat.
2) Penetapan SK Pelaksana kegiatan Provinsi/Kabupaten seringkali terlambat, sehingga
pelaksanaan kegiatan pengawalan pengendalian OPT belum terkoordinir.
3) Keterlambatan penelaahan POK/DIPA oleh satker daerah sehingga ketika terdapat
ketidaksesuaian terlambat dilakukan revisi yang dapat menunda pelaksanaan kegiatan.
4) Proses pengadaan barang/jasa tidak tepat waktu sehingga pelaksanaan kegiatan tidak
tepat waktu dan sasaran. Untuk itu perlu pengawalan setiap tahapan proses pengadaan
barang dan jasa di ULP.
5) Jadwal pelaksanaan dan tahapan penarikan uang kegiatan belum sepenuhnya sesuai
dengan ROPAK yang telah disusun. Penarikan anggaran harus mengacu pada ROPAK
dan dilaksanakan secara konsisten.
6) Kegiatan yang telah selesai dilaksanakan tidak segera dilaporkan kepada Pusat tetapi
menunggu sampai akhir tahun anggaran. Bahkan ada beberapa kegiatan di daerah yang
sudah selesai dilaksanakan tetapi laporannya tidak dikirimkan ke pusat. Sebaiknya
penyelesaian dan penyampaian laporan dilakukan paling lambat dua minggu setelah
kegiatan dilaksanakan, tanpa harus menunggu akhir tahun.
7) Keterbatasan SDM yang menangani perlindungan perkebunan (Pemandu lapang,
Petugas Pengamat dan petugas laboratorium) mengakibatkan pelaksanaan kegiatan
perlindungan perkebunan tidak optimal.
8) Perubahan SDM di daerah misalnya di Provinsi Kalimantan Barat, petugas pemadam
kebakaran banyak yang berpindah karena adanya perubahan perubahan satuan
19
organisasi perangkat daerah (SOPD), sehingga provinsi tersebut tidak melaksanakan
kegiatan Operasional Brigade Pengendalian Kebakaran Lahan dan Kebun.
9) Pemahaman petani tentang konsep kegiatan desa pertanian organik berbasis komoditas
perkebunan masih kurang. Petani lebih fokus dalam pemeliharaan ternak, sedangkan
pemeliharaan kebun, sebagai kegiatan utama belum dilakukan.
10) Letak kandang dan rumah kompos yang kurang memenuhi syarat teknis antara lain
sulitnya akses menuju lokasi dan sulitnya pengawasan. Di beberapa lokasi ditemukan
kandang dan rumah kompos letaknya sangat jauh dari pemukiman. Hal tersebut
mempersulit akses menuju lokasi dan sulit untuk dilakukan pengawasan.
11) Pengadaan fisik input sarana produksi tidak diikuti dengan proses penyelesaian
administrasi (keuangan). Kondisi tersebut mengakibatkan terjadinya kesulitan terutama
pada saat terjadinya perubahan anggaran (APBN-P).
12) Belum semua provinsi menyelesaikan proses BAST input sarana produksi dengan
Direktorat Jenderal Perkebunan.
13) Bimbingan dan pembinaan pelaksanaan SL-PHT tidak dapat dilakukan di semua
provinsi pada awal kegiatan karena pencairan dana bertahap dan personil yang akan
ditugaskan untuk pelaksanaan bimbingan dan pembinaan SL-PHT terbatas. Hal
tersebut mengakibatkan waktu bimbingan dan pembinaan SL-PHT bervariasi dan
dilakukan pada saat persiapan, pelaksanaan, dan setelah kegiatan selesai.
14) Kelengkapan data monitoring dan evaluasi kegiatan SL-PHT saat kunjungan lapangan
belum dapat diperoleh karena kunjungan dilakukan secara bertahap sesuai jadwal
penarikan dana sehingga masih ada data yang harus diperoleh melalui surat/faximile,
e-mail, dan telepon dan sampai pada saat penyusunan laporan akhir belum semua data
diterima. Seharusnya kegiatan SL-PHT dilaporkan secara bertahap yaitu setiap bulan,
triwulan dan secara lengkap setelah selesainya pelaksanaan SL-PHT.
15) Terbatasnya waktu penyelesaian kegiatan APBNP karena kegiatan APBNP baru
dialokasikan pada Bulan Agustus 2017.
Solusi terhadap permasalahan, kendala dan hambatan dalam pelaksanaan kegiatan
Dukungan Perlindungan Perkebunan adalah sebagai berikut:
1. Untuk kegiatan tahun 2018 akan mempercepat sosialisasi pedoman teknis dan
ditindaklanjuti dengan petunjuk teknis serta petunjuk pelaksanaan kegiatan serta
disosialisasikan secara tepat serta pengawalan dan monev yang lebih ketat terhadap
pelaksanaan kegiatan di lapangan.
2. Mempercepat penetapan SK Pelaksana kegiatan di provinsi/kabupaten.
3. Meminimalisir revisi anggaran dengan mematangkan sistem perencanaan dan
penetapan CP/CL serta dukungan administrasi lainnya dengan penetapan dan
pelaksanaan lebih awal.
20
4. Terus melakukan monitoring dan pembinaan baik dalam bentuk kunjungan lapang
langsung maupun melalui pengiriman surat rekomendasi dari Direktur Perlindungan
Perkebunan.
5. Menegur penanggung jawab kegiatan tingkat provinsi yang dinilai lalai dalam
melakukan pengawalan kegiatan di lapangan.
6. Menyarankan kepada penanggung jawab kegiatan SLPHT tingkat provinsi untuk
memaksimalkan fungsi petugas yang telah mengikuti pelatihan dan memberdayakan
petugas purna bakti yang bersertifikat Pemandu Lapang.
7. Menyarankan kepada penanggung jawab desa organik tingkat provinsi untuk lebih
memberdayakan peran petugas pendamping desa organik.
8. Terus melakukan sosialisasi tentang konsep desa pertanian organik berbasis komoditas
perkebunan kepada seluruh pihak terkait tingkat provinsi/kabupaten/kota/kelompok
tani
9. Mengingatkan penanggung jawab kegiatan provinsi untuk berkoordinasi dengan
bagian keuangan pada satker masing-masing dinas yang membidangi perkebunan
provinsi untuk memproses BAST input sarana produksi.
10. Pendampingan yang lebih intensif kepada petani peserta desa pertanian organik
berbasis komoditas perkebunan berkenaan dengan konsep kegiatan desa organik serta
cara pengelolaan ternak, pembuatan kompos dan pemanfaatan pupuk
kompos/pestisida nabati/APH.
3.1.5. Analisis atas Efisiensi Penggunaan Sumber Daya
Dalam upaya pencapaian target kinerja, Direktorat Perlindungan Perkebunan
melakukan kegiatan pembinaan dan koordinasi dengan daerah di 32 provinsi yaitu Provinsi
Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur, Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau,
Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan
Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku,
Bali, NTB, NTT, Papua, Bengkulu, Maluku Utara, Banten, Kepulauan Bangka Belitung,
Gorontalo, Papua Barat, Kepulauan Riau, Sulawesi Barat dan untuk kegiatan pusat di DKI
Jakarta.
Analisis pencapaian kinerja kegiatan Direktorat Perlindungan Perkebunan tahun
2017 dengan mengacu pada PMK 249 tahun 2011 disajikan pada Tabel. 6.
Tabel 6. Nilai Efisiensi Pencapaian Kinerja Kegiatan Direktorat Perlindungan Perkebunan
tahun 2017
No Kegiatan
Target Realisasi Nilai
Efisiensi
(%) Keuangan
Rp.(000)
Fisik Keuangan
Rp.(000) (%)
Fisik
Vol Sat Vol Sat %
1 Penanganan OPT
Perkebunan 2.415.313 800 Ha 2.243.334 92,88 800 Ha 100,00 67,80
2 Pemberdayaan Perangkat Perlindungan Perkebunan
665.740 59 Unit 639.749 96,10 58 Unit 98,31 55,62
21
No Kegiatan
Target Realisasi Nilai
Efisiensi
(%) Keuangan
Rp.(000)
Fisik Keuangan
Rp.(000) (%)
Fisik
Vol Sat Vol Sat %
3 Pemberdayaan Petugas Pengamat OPT
1.995.000 1.050 Org 1.978.734 99,18 1.050 Org 100,00 52,04
4 Antisipasi Dampak
Perubahan Iklim 826.580 8 KT 787.585 95,28 8 KT 100,00 61,79
Mitigasi dan Adaptasi Dampak Perubahan Iklim
545.230 4 KT 519.962 95,37 4 KT 100,00 61,59
Penerapan Model
Perkebunan Rendah Emisi Karbon pada Perkebunan
Kopi Rakyat
281.350 4 KT 267.623 95,12 4 KT 100,00 62,20
5 Kesiapsiagaan Pencegahan
Kebakaran Lahan dan Kebun
13.018.450 7 Dok 11.782.873 90,51 6 Dok 85,71 36,02
6 Pengembangan Desa
Pertanian Organik Berbasis Komoditi Perkebunan
12.275.807 135 Desa 11.411.359 92,96 135 Desa 100,00 67,60
7 Sekolah Lapang
Pengendalian Hama
Terpadu (SL-PHT) Tanaman Perkebunan
877.600 8 KT 864.640 98,52 8 KT 100,00 53,69
8 Fasilitasi Teknis Dukungan
Perlindungan Perkebunan 5.319.522 12 Bulan 5.050.349 94,94 12 Bulan 100,00 62,65
9 Penanganan Gangguan dan Konflik Usaha
Perkebunan
398.250 9 Kasus 335.510 84,25 8 Kasus 88,89 63,06
TOTAL/RATA-RATA 37.792.262 35.094.133 92,86 57,81
Dari Tabel 6. diketahui nilai efisiensi kegiatan Dukungan Perlindungan
Perkebunan secara keseluruhan yaitu sebesar 57,81%. Peraturan Menteri Keuangan nomor
249 tahun 2011 menyebutkan bahwa suatu kegiatan dinyatakan efisien apabila memiliki
nilai efisiensi ≥50%. Oleh karena itu, kegiatan di Direktorat Perlindungan Perkebunan
termasuk kategori efisien. Formula untuk mengukur nilai efisiensi seperti pada Lampiran
2. Rincian pencapaian kegiatan sebagai berikut:
1. Kegiatan penanganan OPT perkebunan seluas 800 ha (100%) dengan penyerapan
anggaran 92,88% dari pagu anggaran dan nilai efisiensi 67,80 (efisien).
2. Kegiatan pemberdayaan perangkat perlindungan perkebunan sebanyak 58 unit
(98,31%) dengan penyerapan anggaran sebesar 96,10% dari pagu anggaran, dengan
nilai efisiensi sebesar 55,62% (efisien).
3. Kegiatan pemberdayaan petugas pengamat OPT sejumlah 1.050 orang (100%) dengan
penyerapan anggaran sebesar 99,18% dari pagu anggaran, dengan nilai efisiensi
sebesar 52,04% (efisien).
4. Kegiatan antisipasi dampak perubahan iklim pada 8 KT (100%) dengan penyerapan
anggaran sebesar 95,28% dari pagu anggaran, dengan nilai efisiensi sebesar 61,79%
(efisien).
5. Kegiatan kesiapsiagaan pencegahan kebakaran lahan dan kebun di 6 dok (85,71%)
dengan penyerapan anggaran sebesar 90,51% dari pagu anggaran, dengan nilai efisiensi
sebesar 36,02% (kurang efisien). Hal ini disebabkan satu provinsi yang dialokasikan
dana sebesar 0,4% dari total pagu kegiatan kesiapsiagaan pencegahan kebakaran lahan
dan kebun tidak melaksanakan kegiatan.
22
6. Kegiatan SLPHT tanaman perkebunan di 8 KT (100%) dengan penyerapan anggaran
sebesar 98,52% dari pagu anggaran, dengan nilai efisiensi sebesar 53,69% (efisien).
7. Kegiatan penanganan gangguan usaha dan konflik perkebunan sebanyak 8 kasus
(88,89%) dengan penyerapan anggaran sebesar 84,25% dari pagu anggaran, dengan
nilai efisiensi sebesar 63,06% (efisien).
8. Kegiatan pembinaan dan sertifikasi desa pertanian organik berbasis komoditas
perkebunan di 135 desa (100%) dengan penyerapan anggaran sebesar 92,96% dari
pagu anggaran, dengan nilai efisiensi sebesar 67,60% (efisien).
9. Kegiatan fasilitasi teknis dukungan perlindungan perkebunan selama 12 bulan (100%)
dengan penyerapan anggaran sebesar 94,94% dari pagu anggaran, dengan nilai efisiensi
sebesar 62,65% (efisien).
3.1.6. Analisis Program/Kegiatan yang Menunjang Keberhasilan ataupun
Kegagalan Pencapaian Pernyataan Kinerja.
Sebagian besar kegiatan Dukungan Perlindungan Perkebunan telah terealisasi,
dengan realisasi keuangan mencapai 92,86% dan fisik 98,31%. Beberapa kegiatan yang
tidak terlaksana yaitu Pada kegiatan di daerah terdapat dua provinsi yang tidak
melaksanakan kegiatan, sebagai berikut:
1) Kegiatan pemberdayaan perangkat perlindungan perkebunan di Provinsi Kalimantan
Barat.
2) Kegiatan kesiapsiagaan pencegahan kebakaran lahan dan kebun di Provinsi Kalimantan
Barat.
3) Kegiatan penanganan gangguan dan konflik usaha perkebunan di Provinsi Jawa
Tengah.
Penyebab tidak terlaksananya kegiatan pemberdayaan perangkat perlindungan
perkebunan serta kegiatan kesiapsiagaan pencegahan kebakaran lahan dan kebun di
Provinsi Kalimantan Barat karena SOPD. Perubahan tersebut mengakibatkan tidak
tesedianya petugas pemadam kebakaran karena berpindah/mutasi. Hal tersebut dapat
diantisipasi apabila satker menelaah DIPA/POK kegiatan. Kegiatan tersebut seharusnya
dapat direvisi ke kegiatan lain apabila terindikasi menjadi penyebab kegagalan penyerapan
anggaran.
Kegiatan penanganan gangguan dan konflik usaha perkebunan di Provinsi Jawa
Tengah tidak dilaksanakan karena padatnya kegiatan APBN dan APBD di provinsi
tersebut. Ke depan, diperlukan perencanaan jadwal sejak awal dengan menyusun ROPAK.
Pelaksanaan kegiatan sebaiknya mengacu pada ROPAK dan dilaksanakan secara konsisten
sehingga kegagalan pelaksanaan kegiatan karena padatnya kegiatan dapat dihindari.
Berdasarkan hal – hal tersebut di atas, maka diperlukan pengawalan sejak awal dan
selalu memantau serta mengingatkan daerah agar cepat melaksanakan kegiatannya.
23
Diharapkan untuk tahun – tahun berikutnya pelaksanaan kegiatan dapat dilaksanakan
sepenuhnya dan sesuai dengan yang direncanakan.
3.2. Realisasi Anggaran
3.2.1. Akuntabilitas Terhadap Target Serapan Direktorat Perlindungan Perkebunan
Direktorat Perlindungan Perkebunan pada tahun 2017 mendapat alokasi anggaran
untuk kegiatan Dukungan Perlindungan Perkebunan sebesar Rp. 37.792.262.000 dan
terserap sebesar Rp. 35.094.133.321 atau 92,86%. Realisasi anggaran kegiatan pusat
maupun daerah untuk kegiatan Dukungan Perlindungan Perkebunan tidak mencapai 100%,
hal tersebut disebabkan karena pada kegiatan Pusat terjadi efisiensi serta optimalisasi
dalam pelaksanaan kegiatan. Pada kegiatan di daerah terdapat dua provinsi yang tidak
melaksanakan kegiatan yaitu: 1) Provinsi Kalimantan Barat (kegiatan pemberdayaan
perangkat perlindungan perkebunan serta kegiatan kesiapsiagaan pencegahan kebakaran
lahan dan kebun); dan 2) Provinsi Jawa Tengah (kegiatan penanganan gangguan dan
konflik usaha perkebunan).
3.2.2. Akuntabilitas Terhadap Capaian Fisik Direktorat Perlindungan Perkebunan
Rincian capaian serapan keuangan dan fisik untuk output kegiatan utama Dukungan
Perlindungan Perkebunan dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Capaian Serapan Keuangan dan Fisik Kegiatan Dukungan Perlindungan
Perkebunan
No Kegiatan
Anggaran
Pagu Realisasi Fisik
Output
Rp. Rp. % %
1799 Dukungan Perlindungan
Perkebunan 37.792.262.000 35.094.133.321 92,86 98,31
DAERAH 32.472.740.000 30.043.783.832 92,52 96,61
1
Penanganan organisme
pengganggu tanaman
perkebunan
2.415.313.000 2.243.333.691 92,88 100
2 Pemberdayaan Perangkat
Perlindungan Perkebunan 665.740.000 639.749.440 96,10 98,31
3 Pemberdayaan Petugas
Pengamat OPT 1.995.000.000 1.978.733.625 99,18 100
4
Pembinaan dan Sertifikasi
Desa Pertanian Organik
Berbasis Komoditas
Perkebunan
12.275.807.000 11.411.359.474 92,96 100
5 Antisipasi Dampak Perubahan
Iklim 826.580.000 787.585.192 95,28 100
6 Kesiapsiagaan Pencegahan
Kebakaran Lahan dan Kebun 13.018.450.000 11.782.873.153 90,51 85,71
7 SLPHT Tanaman Perkebunan 877.600.000 864.639.625 98,52 100
24
No Kegiatan
Anggaran
Pagu Realisasi Fisik
Output
Rp. Rp. % %
8
Penanganan gangguan dan
konflik usaha perkebunan 398.250.000 335.509.632 84,25 88,89
PUSAT 5.319.522.000 5.050.349.489 94,94 100
1 Fasilitasi Teknis Dukungan
Perlindungan Perkebunan 5.319.522.000 5.050.349.000 94,94 100
Akuntabilitas terhadap capaian fisik kegiatan 2017 diuraikan sebagai berikut :
1) Penanganan organisme pengganggu tanaman perkebunan dari pagu anggaran Rp.
2.415.313.000 terealisasi 2.243.333.691 (92,88%) dengan capaian fisik 100%.
Realisasi keuangan tidak mencapai 100%, namun fisik mencapai 100% disebabkan
adanya efisiensi dalam pelaksanaan kegiatan.
2) Pemberdayaan Perangkat Perlindungan Perkebunan dari pagu anggaran Rp.
665.740.000 terealiasi Rp. 639.749.440 (96,10%) dengan capaian fisik 98,31%.
Realisasi keuangan dan fisik tidak mencapai 100% karena Provinsi Kalimantan Barat
tidak melaksanakan kegiatan ini.
3) Pemberdayaan Petugas Pengamat OPT dari pagu Rp. 1.995.000.000 terealisasi Rp.
1.978.733.625 (99,18%) dengan capaian fisik 100%. Realisasi keuangan tidak
mencapai 100%, namun fisik mencapai 100% disebabkan adanya efisiensi dalam
pelaksanaan kegiatan.
4) Pembinaan dan Sertifikasi Desa Pertanian Organik Berbasis Komoditas Perkebunan
dari pagu anggaran Rp. 12.275.807.000 terealisasi Rp. 11.411.359.474 (92,96%)
dengan capaian fisik 100%. keuangan tidak mencapai 100%, namun fisik mencapai
100% disebabkan adanya efisiensi dalam pelaksanaan kegiatan.
5) Antisipasi Dampak Perubahan Iklim dari pagu anggaran Rp. 826.580.000 terealisasi
Rp. 787.585.192 (95,28%) dengan capaian fisik 100%. Realisasi keuangan tidak
mencapai 100%, namun fisik mencapai 100% disebabkan adanya efisiensi dalam
pelaksanaan kegiatan.
6) Kesiapsiagaan Pencegahan Kebakaran Lahan dan Kebun dari pagu Rp. 13.018.450.000
terealisasi Rp. 11.782.873.153 (90,51%) dengan capaian fisik 85,71%. Capaian
keuangan dan fisik tidak tercapai 100% karena Provinsi Kalimantan Barat tidak
melaksanakan kegiatan disebabkan adanya perubahan SOPD sehingga petugas
pemadam kebakaran banyak berpindah.
7) SLPHT Tanaman Perkebunan dari pagu Rp. 877.600.000 realisasi keuangan mencapai
Rp. 864.639.625 (98,52%) dengan dengan capaian fisik 100%. Realisasi keuangan
tidak mencapai 100%, namun fisik mencapai 100% disebabkan adanya efisiensi dalam
pelaksanaan kegiatan.
8) Penanganan Gangguan dan Konflik Usaha Perkebunan dari pagu anggaran Rp.
398.250.000 terealisasi Rp. 335.509.632 (84,25%) dengan dengan capaian fisik
25
88,89%. Realisasi keuangan dan fisik tidak mencapai 100% karena Provinsi Jawa
Tengah tidak melaksanakan kegiatan ini.
9) Untuk kegiatan pusat yaitu Fasilitasi Teknis Dukungan Perlindungan Perkebunan dari
pagu Rp. 5.319.522.000 terealisasi Rp. 5.050.349.489 (94,94%) dengan capaian fisik
100%. Realisasi keuangan tidak mencapai 100%, namun fisik mencapai 100%
disebabkan adanya efisiensi dalam pelaksanaan kegiatan.
10) Secara keseluruhan, kegiatan Dukungan Perlindungan Perkebunan tahun 2017 dari
pagu Rp.37.792.262.000 terealisasi Rp. 35.094.133.321 (92,86) dengan capaian fisik
98,31%. Rincian realisasi kegiatan Dukungan Perlindungan Perkebunan 2017 (pusat
dan daerah) seperti pada Lampiran 3 dan 4.
26
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Perkebunan tahun 2017 merupakan salah
satu bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan tugas dan fungsi yang diemban selama
periode tahun 2017. Kesemuanya merupakan penjabaran dari penyelenggaraan program
kerja Kementerian Pertanian yang dituangkan dalam Rencana Strategis (Renstra)
Pembangunan Perkebunan dan Renstra Direktorat Perlindungan Perkebunan Tahun 2015-
2019.
Untuk mendukung pencapaian tujuan pembangunan perkebunan 2015-2019
sebagaimana telah ditetapkan dalam Renstra Direktorat Jenderal Perkebunan, maka
Direktorat Perlindungan Perkebunan mempunyai tujuan yaitu: (1) Menurunkan risiko
kerugian hasil akibat serangan OPT, dampak perubahan iklim dan gangguan usaha; (2)
Melakukan pembinaan, bimbingan dan pendampingan kepada pekebun dalam menerapkan
teknologi perlindungan perkebunan, pengamatan dan pengendalian OPT, pencegahan
kebakaran lahan dan kebun, penanganan DPI dan gangguan usaha; (3) Fasilitasi kegiatan
pemberdayaan perangkat dan pengamatan kelembagaan kelompok tani perlindungan
perkebunan (KTPA, SL-PHT, Regu Pengendali Hama dan Desa Organik). Tujuan tersebut
dicapai melalui kegiatan (1) Penanganan Organisme Penggangu Tumbuhan, (2)
Pemberdayaan Perangkat Perlindungan Perkebunan, (3) Pemberdayaan Petugas Pengamat
OPT (4) Antisipasi Dampak Perubahan Iklim, (5) Kesiapsiagaan Pencegahan Kebakaran
Lahan dan Kebun, (6) SLPHT Tanaman Perkebunan, (7) Pembinaan dan Sertifikasi Desa
Pertanian Organik Berbasis Komoditas Perkebunan, (8) Penanganan Gangguan Usaha dan
Konflik Perkebunan, dan (9) Fasilitasi Teknis Dukungan Perlindungan Perkebunan.
Berdasarkan penilaian kinerja yang berpedoman pada Permenpan RB Nomor 29
Tahun 2010 tentang pedoman penyusunan penetapan kinerja dan pelaporan akuntabilitas
kinerja instansi pemerintah dan Permenpan RB Nomor 53 tahun 2014 tentang petunjuk
teknis perjanjian kinerja, pelaporan kinerja dan tata cara review atas laporan kinerja
instansi pemerintah, maka keluaran (outputs) capaian kinerja keuangan mencapai 92,86%
dari pagu dan realisasi fisik mencapai 98,31%.
Permasalahan dalam pelaksanaan kegiatan yang mempengaruhi kinerja perlindungan
secara keseluruhan adalah : (1) Pedoman Teknis yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal
Perkebunan sebagai acuan teknis dalam pelaksanaan kegiatan perlu dijabarkan ke dalam
Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) dan Petunjuk Teknis (Juknis). Penyusunan Juklak/Juknis
seringkali terlambat disusun atau bahkan tidak dibuat oleh penanggung jawab kegiatan; (2)
Proses pengadaan barang/jasa sering tidak tepat waktu sehingga berakibat pelaksanaan
kegiatan tidak tepat waktu dan sasaran; (3) Kegiatan yang telah selesai dilaksanakan tidak
segera dilaporkan kepada Pusat tetapi menunggu sampai akhir tahun anggaran. Bahkan ada
beberapa kegiatan di daerah yang sudah selesai dilaksanakan tetapi laporannya tidak
27
dikirimkan ke pusat; (4) Jadwal pelaksanaan dan tahapan penarikan uang kegiatan belum
sepenuhnya sesuai dengan ROPAK yang tealh disusun; (5) Keterbatasan SDM yang
menangani perlindungan perkebunan (Pemandu lapang dan Petugas Pengamat)
mengakibatkan pelaksanaan kegiatan perlindungan perkebunan tidak optimal; (6)
Pemahaman petani tentang konsep kegiatan desa pertanian organik berbasis komoditas
perkebunan masih kurang; (7) Letak kandang dan rumah kompos yang kurang memenuhi
syarat teknis antara lain sulitnya akses menuju lokasi dan sulitnya pengawasan; (8)
Pengadaan fisik input sarana produksi tidak diikuti dengan proses penyelesaian
administrasi (keuangan); (9) Belum semua provinsi menyelesaikan proses BAST input
sarana produksi dengan Direktorat Jenderal Perkebunan; (10) Bimbingan dan pembinaan
pelaksanaan SL-PHT tidak dapat dilakukan di semua provinsi pada awal kegiatan karena
pencairan dana bertahap dan personil yang akan ditugaskan untuk pelaksanaan bimbingan
dan pembinaan SL-PHT terbatas; (11) Kelengkapan data monitoring dan evaluasi kegiatan
SL-PHT saat kunjungan lapangan belum dapat diperoleh karena kunjungan dilakukan
secara bertahap sesuai jadwal penarikan dana sehingga masih ada data yang harus
diperoleh melalui surat/faximile, e-mail, dan telepon dan sampai pada saat penyusunan
laporan akhir belum semua data diterima; (12) Keterlambatan penelaahan POK/DIPA oleh
satker daerah; (13) Perubahan SOPD di daerah yang menyebabkan rotasi petugas yang
memerlukan keterampilan khusus; dan (14) Keterbatasan waktu penyelesaian APBNP.
4.2. Saran dan Rekomendasi
Saran rekomendasi yang perlu dilakukan antara lain :
1) Untuk kegiatan tahun 2018 akan mempercepat sosialisasi pedoman teknis dan
ditindaklanjuti dengan petunjuk teknis serta petunjuk pelaksanaan kegiatan serta
disosialisasikan secara tepat serta pengawalan dan monev yang lebih ketat terhadap
pelaksanaan kegiatan di lapangan.
2) Penyusunan juklak/juknis oleh Dinas seharusnya dilakukan sebelum kegiatan dimulai
sehingga dapat menjabarkan/mengakomodir hal-hal yang spesifik lokasi namun tidak
bertentangan dengan Pedoman Teknis Pusat.
3) Satker agar melaksanakan penelaahan sejak awal setelah diterimanya POK dan
Pedoman Teknis dan pengusulan revisi segera dilakukan pada awal tahun.
4) Perlu ada sinkronisasi perencanaan dan pengawalan sejak pengusulan sampai
penetapan DIPA.
5) Perlu pengawalan setiap tahapan proses pengadaan barang dan jasa di ULP.
6) Penarikan anggaran harus mengacu pada ROPAK dan dilaksanakan secara konsisten.
7) Sebaiknya penyelesaian dan penyampaian laporan dilakukan paling lambat dua
minggu setelah kegiatan dilaksanakan, tanpa harus menunggu akhir tahun anggaran.
Top Related