LAPORAN KASUS INFEKSI
INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT
Oleh :
INDAH TRIAYU IRIANTI 110207018
FARADILA KILKODA 110206063
Pembimbing :
dr. DAHLIA, MARS
BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR 2013
LAPORAN KASUS INFEKSI
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn.B
Umur : 21 tahun
Jenis kelamin : Laki-Laki
Bangsa/suku : Indonesia / Bugis
Agama : Islam
Pekerjaan : Mahasiswa UMI makassar
Alamat : Jln. Sukaria no.28 makassar
Tanggal Pemeriksaan : 1 April 2013
II. ANAMNESIS
Keluhan utama : Batuk
Anamnesis terpimpin :
Dialami sejak 4 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit, terus menerus, Pasien
juga mengeluh batuk berdahak, lendir (+) berwarna hijau, nyeri tenggorokan
(+),suara parau (+), nyeri dada ketika batuk (-), Pilek (+) sejak 4 hari yang lalu.
Pasien pernah mengalami demam sejak 2 hari yang lalu, tidak terus menerus, sakit
kepala (+) sejak 2 hari yang lalu, terasa berdenyut-denyut dan menjalar sampai ke
leher. Demam turun sewaktu meminum obat penurun panas berupa paracetamol.
Nyeri ulu hati tidak ada, sesak napas tidak ada,mual dan muntah tidak ada, nafsu
makan berkurang. Riwayat sakit yang sama sebelumnya sekitar 3 bulan yang lalu,
dan membaik setelah diberikan pengobatan oleh dokter. Riwayat merokok tidak ada.
Riwayat minum alkohol tidak ada.
BAB = biasa
BAK = lancar
Riwayat penyakit sebelumnya :
Riwayat kontak dengan orang yang bergejala sama (-).
1
Riwayat alergi obat (-)
Riwayat penyakit keluarga :
Riwayat hipertensi (-)
Riwayat hiperkolesterol/hiperlipidemia (-)
Riwayat penyakit saluran pencernaan (-)
Riwayat diabetes mellitus (-)
Riwayat penyakit jantung (-)
Riwayat alergi (-)
III. PEMERIKSAAN FISIS
Tanda vital :
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 82 x/menit
Pernapasan : 22 x/menit
Suhu : 37 0C
Pemeriksaan fisis
Kepala : anemis (-), sianosis (-), ikterus (-)
Leher : Tidak ada kelainan
Thorax : vesikuler, Rh -/-, Wh -/-
Cor : SI/II reguler, murni
Abdomen : Nyeri tekan (-)
Peristaltik (+) kesan normal
Ekstremitas : Tidak ada kelainan
IV. PENUNJANG
Tidak dilakukan pemeriksaan
V. DIAGNOSIS
ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut)
2
VI. PENATALAKSANAAN
1. Pengobatan farmakologi yang diberikan adalah :
Cefadroksil 2 x 1 500 mg
Ambroksol 3 x 1 tab
CTM
2. Pengobatan nonfarmakologi berupa saran kepada pasien untuk :
1. Istirahat di rumah 1-2 hari minimal 8 jam sehari
2. Makan secara teratur, mengurangi makanan yang bersantan, berbumbu
pedas,dan memperbanyak minum air putih.
3. Menjaga kebersihan rumah, cara penyediaan makanan dan pembelian
makanan dari sumber yang bersih.
4. Meningkatkan daya tahan tubuh dengan olahraga secara teratur, dan
mengkonsumsi vitamin.
5. Mengontrol kesehatan secara teratur.
VII. HASIL KUNJUNGAN RUMAH
Kunjungan rumah dilaksanakan untuk melihat keadaan lingkungan sekitar
pasien dan hubungan antara lingkungan dengan penyakit yang diderita. Dengan
demikian pasien dan keluarga dapat memahami bagaimana pengaruh lingkungan
terhadap suatu penyakit dan sebaliknya bagaimana suatu penyakit dapat
mempengaruhi lingkungan.
Profil Keluarga :
Pasien tersebut (Tn. B) adalah seorang laki-laki yang tinggal secara kos-kosan
didaerah sukaria, Tn B tinggal sekamar dengan temannya (Tn. R/ 21 thn), Rumah
kos-kosan tersebut terdiri atas 5 kamar dan berdampingan dengan rumah ibu pemilik
kos tersebut, satu kamar di huni paling banyak 3 orang. Rumah kos-kosan tersebut
seluruhnya berpenghuni kaum laki-laki.
Status Sosial dan Kesejahteraan Keluarga
3
Pekerjaan sehari-hari pasien adalah seorang mahasiswa. Pasien ini tinggal di
rumah kos-kosan yang terletak di Jln.Sukaria no.28. Rumah pasien dalam kondisi
baik, terawat, tertata rapi, dan kurang bersih. Rumah kos-kosan ini terdiri dari atas 5
kamar dan 2 kamar mandi. Ventilasi di rumah baik. Peralatan rumah tangga cukup
lengkap, dan terdapat beberapa kendaraan bermotor yang terparkir di halaman rumah.
1. Pola Konsumsi Makanan
Pola konsumsi makanan pasien tersebut kurang teratur dan kebutuhan asupan
gizi yang kurang. Pasien mengaku bahwa mereka pada umumnya hampir selalu
mengkonsumsi makanan instant seperti indomie, yang dimana makanan instant
ini kurang ditunjang oleh zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh seperti protein.
2. Psikologi Dalam Hubungan Antar Sesama
Pasien memiliki hubungan yang baik dengan sesama temannya, baik yang tinggal
didalam rumah maupun yang tidak. Dengan teman-temannya terjalin komunikasi
yang baik dan cukup lancar.
3. Kebiasaan
Pasien jarang berolahraga secara teratur, pasien banyak disibukkan oleh kegiatan
ekstrakurikuler dikampusnya yang membuat pasien selalu pulang larut malam.
4. Lingkungan
Lingkungan pemukiman disekitar rumah pasien kurang bersih dan tampak
pemukiman warga sekitarnya agak berdekatan. Tempat sampah disediakan
disetiap lorong rumah. Hubungan dengan masyarakat di lingkungan tempat
tinggal baik.
4
Gambar 1. Lorong rumah pasien
Gambar 2. Lokasi kamar pasien tampak samping
5
Gambar 3. Ruang Tamu
Gambar 4. Kamar Tidur
Gambar 5. Dapur
Gambar 6. Kamar Mandi
6
DISKUSI
Tn.B adalah seorang penderita ISPA. Hal ini diketahui setelah pasien
memeriksakan dirinya ke Poliklinik Ibnu Sina. Tn.B datang dengan keluhan batuk
yang dialami sejak 4 hari yang lalu. Ada lendir yang berwarna hijau. Pasien juga
merasakan nyeri tenggorokan, suara parau, dan Pilek yang dirasakan sejak 4 hari
yang lalu. Pasien pernah mengalami demam sejak 2 hari yang lalu, tidak terus
menerus, juga pasien merasakan sakit kepala sejak 2 hari yang lalu, terasa berdenyut-
denyut dan menjalar sampai ke leher. Demam turun sewaktu meminum obat penurun
panas berupa paracetamol, nafsu makan berkurang. Riwayat sakit yang sama
sebelumnya sekitar 3 bulan yang lalu, dan membaik setelah diberikan pengobatan
oleh dokter.
Saat ini Tn.B tidak menderita demam, tetapi 2 hari yang lalu dia menderita
demam namun tidak terus menerus dan menurun setelah diberikan obat penurun
panas berupa paracetamol. Kecurigaan bahwa Tn. B menderita ISPA berawal dari
keluhan – keluhan yang dialami oleh Tn.B yang relevan dengan gejala – gejala
timbulnya ISPA, yakni berupa demam, batuk, nyeri tenggorokan serta pilek.
ISPA dapat disebabkan oleh infeksi bakteri maupun virus namun demikan
pathogen tersering yang menyebabkan ISPA adalah virus atau infeksi gabungan virus
bakteri. Keluhan Tn.B berupa batuk produktif dengan sputum yang berwarna hijau
dapat kita jumpai pada beberapa pasien ISPA namun hal ini tidak dapat membedakan
secara spesifik penyebab ISPA tersebut bakteri atau virus. Untuk mengetahui lebih
jelas penyebab dari ISPA perlu di lakukan pemeriksaan sputum.
Tn.B adalah seorang mahasiswa jurusan hukum UMI. Karena tidak mempunyai
keluarga di Makassar, Tn.B tinggal di sebuah kost Di jalan sukaria. Layaknya anak
kost pada umunya, pola makan Tn.B tidaklah teratur apalagi ditambah dengan
kesibukannya sebagai mahasiswa yang disertai banyaknya kegiatan ekstrakurikuler
yang dia ikuti. Makanan yang dikonsumsi hamper selalu adalah makanan instant
seperti indomie, yang kurang memenuhi kebutuhan gizi. Di kost Tn.B terdapat 1 buah
7
jendela di dalam kamar yang membuat kamar tersebut sedikit terang oleh penerangan
dengan sinar matahari. Lingkungan tempat tinggal Tn.B tidak dapat dikatakan bersih
Seperti mahasiswa yang sibuk pada umumnya Tn.B sangat jarang membersihkan
kamarnya dan sangat jarang membuka jendela kamarnya sehingga sirkulasi udara
dalam kamar tidak berjalan dengan baik. Bagian luar kamar tersebut (lorong kamar)
cukup berdebu. Dari uraian yang singkat ini dapat kita ketahui bahwa status gizi,
kekebalan tubuh serta kondisi lingkungan yang buruk menjadi salah satu faktor resiko
Tn.B menderita ISPA.
Obat yang diminum oleh Tn.B adalah cefadroksil, ambroksol dan CTM. Karena
belum adanya pemeriksaan kultur yang dilakukan maka antibiotik yang diberikan
adalah antibiotik spectrum luas. Tn.B diberikan cefadroksil yang termasuk golongan
sefalosporin generasi pertama. Sefalosporin generasi pertama memperlihatkan
spektrum antimikroba yang terutama aktif terhadap kuman gram positif. Streptococus
pneumonia yang termasuk kuman gram positif, di banyak negara merupakan
penyebab paling umum terjadinya ISPA. Sedangkan di Indonesia dalam kepustakaan
Pneumonia Komuniti: Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia tahun
2003 disebutkan bahwa laporan 5 tahun terakhir dari beberapa pusat paru di
Indonesia didapatkan hasil pemeriksaan bahwa Klebsiella pneumonia menempati
urutan pertama penyebab disusul oleh Streptococcus pneumonia.
Dari penelitian dr. Pratiwi Sudarmono PhD di Departemen Mikrobiologi Klinik
FKUI, didapatkan Klebsiella pneumoniae memiliki sensitivitas 95% terhadap
imipenem dan meropenem, 80% terhadap sefepim, 85% terhadap amikasin, dan 60-
70% terhadap kuinolon. Streptococcus pneumoniae 100% resisten terhadap penisilin,
sefotaksim dan seftriakson; 100% sensitif terhadap sulbenisilin, sefepim, sefuroksim,
gentamisin, ofloksasin, dan levofloksasin; sedangkan untuk antibiotik lainnya
sensitivitasnya berkisar antara 80-95%.
Penelitian serupa juga dilakukan dr. Dewi Lesthiowaty di Rumah Sakit
Persahabatan Jakarta. Dalam presentasi posternya yang berjudul "Pola Sensitivitas
Mikroorganisme Aerob terhadap Beberapa Antibiotika di Rumah Sakit Persahabatan
8
Tahun 2005" pada acara yang sama, beliau mengungkapkan bahwa Klebsiella
pneumonia memiliki sensitivitas 98,4% terhadap meropenem, 98,2% terhadap
imipenem, 92,5% terhadap amikasin, 88,7% terhadap gentamisin, 81,6% terhadap
kloramfenikol, dan 80,0% terhadap siprofloksasin, akan tetapi untuk ampisilin hanya
2%. Streptococcus pneumoniae memiliki sensitivitas 100% terhadap seftriakson dan
linezolil, 85,7% terhadap sefotaksim dan 81,8% terhadap kloramfenikol.
Ambroksol merupakan suatu metabolit bromheksin yang diduga sama cara
kerja dan penggunaannya. Ambroksol merupakan mukolitik yaitu obat yang dapat
mnegencerkan secret saluran napas dengan jalan memecah benang-benang
polisakarida dan mukoprotein dari sputum.
CTM (Chlorpheniramine Maleatalkilamin) yang merupakan salah satu dari
alkilamin yang merupakan golongan antihistamin penghambat reseptor H1 (AH1).
Antihistamin dapat menyebabkan relaksasi otot polos saluran napas dan
menurunkan produksi mucus. Efek samping yang paling sering ditimbulkan adalah
efek sedasi, yang justru menguntungkan bagi pasien yang dirawat di RS atau pasien
yang memerlukan banyak istirahat. Antihistamin juga dapat menurunkan sekresi
mucus.
Selain terapi farmakologis, diperlukan terapi non farmakologis berupa saran-
saran kepada Tn.B, misalnya menjaga pola hidup sehat, makan yang bergizi dan
teratur dan istirahat yang cukup.
INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT
DEFINISI
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernapasan
atas atau bawah, biasanya menular, yang dapat menimbulkan berbagai spektrum
penyakit yang berkisar dari penyakit tanpa gejala atau infeksi ringan sampai penyakit
yang parah dan mematikan, tergantung pada patogen penyebabnya, faktor
lingkungan, dan faktor pejamu.1
9
INSIDEN
ISPA adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di
dunia. Hampir empat juta orang meninggal akibat ISPA setiap tahun, 98%-nya
disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan bawah. Tingkat mortalitas sangat tinggi
pada bayi, anak-anak, dan orang lanjut usia, terutama di negara-negara dengan
pendapatan per kapita rendah dan menengah. Begitu pula, ISPA merupakan salah satu
penyebab utama konsultasi atau rawat inap di fasilitas pelayanan kesehatan terutama
pada bagian perawatan anak.1
Populasi yang memiliki risiko tertinggi kematian akibat penyakit pernapasan
adalah pada usia muda dan usia lanjut, serta orang dengan penurunan kekebalan
tubuh. Sementara infeksi saluran pernapasan atas sering terjadi namun tidak
berbahaya, infeksi saluran pernapasan bawah lebih sering menyebabkan kematian.
Insiden dari infeksi saluran pernapasan akut pada anak-anak di bawah 5 tahun
diperkirakan 29 % dan 5 % kejadian pada anak-anak di negara berkembang dan
industry. Kebanyakan kasus terjadi di India (43 juta kasus), Cina (21 juta kasus),
Pakistan (10 juta kasus), Bangladesh, Indonesia dan Nigeria (masing-masing 56
kasus). 21 % dari seluruh kematian pada anak-anak di bawah lima tahun disebabkan
oleh pneumonia, yang diperkirakan dari setiap 1000 kelahiran hidup, 12-20 akan
meninggal sebelum umur lima tahun.2
Menurut Departemen kesehartan Republik Indonesia pada akhit tahun 2000,
diperkirakan kematian akibat pneumonia sebagai penyebab utama infeksi saluran
pernapasan akut di Indonesia mencapoai 6 kasus di antara 1000 bayi dan balita.
ETIOLOGI
Bakteri adalah penyebab utama infeksi saluran pernapasan bawah, dan
Streptococcus pneumoniae di banyak negara merupakan penyebab paling umum
pneumonia yang didapat dari luar rumah sakit yang disebabkan oleh bakteri. laporan
5 tahun terakhir dari beberapa pusat paru di Indonesia (Medan, Jakarta, Surabaya,
Malang, Makasar) didapatkan hasil pemeriksaan sputum sebagai berikut Klebsiella
10
pneumoniae 45,18 %,Streptococcus pneumoniae 14,04 %, Streptococcus
viridans 9,21 %, Staphylococcus aureus 9 %, Pseudomonas aeruginosa 8,56
%, Streptococcus haemoliticus 7.89 %, Enterobacter 5,26 %, dan Pseudomonas
spp 0,9 %.Laporan 5 tahun terakhir dari beberapa pusat paru di Indonesia (Medan,
Jakarta, Surabaya, Malang, Makasar) didapatkan hasil pemeriksaan sputum sebagai
berikut Klebsiella pneumoniae 45,18 %,Streptococcus pneumoniae 14,04
%, Streptococcus viridans 9,21 %, Staphylococcus aureus 9 %, Pseudomonas
aeruginosa 8,56 %, Streptococcus haemoliticus 7.89 %, Enterobacter 5,26 %,
dan Pseudomonas spp 0,9 % .Namun demikian, patogen yang paling sering
menyebabkan ISPA adalah virus, atau infeksi gabungan virus-bakteri. Respiratory
Synctial Virus (RSV) merupakan penyebab penyakit yang serius pada anak-anak.
Selain pada anak-anak, RSV juga memiliki peranan penting penyebab penyakit pada
orang tua dan orang dewasa. Hampir semua infeksi RSV simptomatik dan cenderung
menyebabkan morbiditas dan mortalitas serta penggunaan pelayanan kesehatan. 2,4
FAKTOR RESIKO
Terjadinya ISPA tertentu bervariasi menurut beberapa faktor. Penyebaran dan
dampak penyakit berkaitan dengan:
kondisi lingkungan (misalnya, polutan udara, kepadatan anggota keluarga),
kelembaban, kebersihan, musim, temperatur);
ketersediaan dan efektivitas pelayanan kesehatan dan langkah pencegahan
infeksi untuk mencegah penyebaran (misalnya, vaksin, akses terhadap fasilitas
pelayanan kesehatan, kapasitas ruang isolasi);
faktor pejamu, seperti usia, kebiasaan merokok, kemampuan pejamu
menularkan infeksi,
status kekebalan, status gizi, infeksi sebelumnya atau infeksi serentak yang
disebabkan oleh
11
patogen lain, kondisi kesehatan umum; dan karakteristik patogen, seperti cara
penularan, daya tular, faktor virulensi (misalnya, gen penyandi toksin), dan
jumlah atau dosis mikroba (ukuran inokulum).1
Faktor pejamu yang spesifik juga mempengaruhi risiko infeksi dengan mikroba
spesifik. Misalnya perokok dan penderita PPOK lebih memiliki risiko tinggi
terinfeksi oleh S.pneumoniae, H.influenzae, Moraxella catarrhalis, dan
Legionella.5
KLASIFIKASI ISPA
Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA sebagai berikut:
• Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada
kedalam (chest indrawing).
• Pneumonia, terbagi dua yaitu community acquired pneumonia (pneumonia
komunitas) dan hospital acquired pneumonia (pneumonia nosokomial)
• Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai
demam, tanpa tarikan dinding dada kedalam. Rinofaringitis, faringitis dan
tonsilitis tergolong bukan pneumonia.6
GEJALA KLINIK
Gejalanya meliputi demam, batuk, dan sering juga nyeri tenggorok, coryza
(pilek), sesak napas, mengi, atau kesulitan bernapas. Infeksi saluran pernapasan akut
dapat terjadi dengan berbagai gejala klinis. Gejala klinik yang membedakan apakah
penyebab dari ISPA adalah virus atau bakteri sulit dibedakan.6,7
PENGOBATAN
• Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral,
oksigendan sebagainya.
12
Pneumonia: diberi obat sesuai dengan organism penyebab.
Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotic, terapinya berupa terapi
simptomatik. Diberikan perawatan di rumah, untuk batuk dapat digunakan obat
batuk yang tidak mengandung zat yang merugikan seperti
kodein,dekstrometorfan dan, antihistamin. Bila demam diberikan obat penurun
panas yaitu parasetamol. Uji klinik dari manfaat Zinc, Vitamin C, dan terapi
alternative lain tidak mempunyai manfaat yang konsisten untuk terapi.6,7
Pemberian antibiotic yang tidak sesuai untuk infeksi saluran pernapasan akut
dapat menyebabkan peningkatan prevalensi dari resistensi antibiotic. Lebih
dari setengah dari seluruh pemberian resep antibiotic untuk ISPA tiadk perlu
karena infeksi ini lebih sering disebabkan oleh virus dan tidak memerlukan
antibiotic. Mengetahui apakah ISPA yang terjadi ini karena infeksi bakteri
atau virus sangatlah penting untuk menentukan jenis pengobatan yang akan
diberikan nantinya.8
Sebelum hasil kultur keluar, maka antibiotic yang dapat diberikan adalah
antibiotic spectrum luas, yang kemudian sesuai hasil kultur diubah menjadi kltur
sempit. Lama pemberian terapi ditentukan berdasarkan adanya penyakit penyerta
dan/atau bakteriemi, beratnya penyakit pada onset terapi dan perjalanan penyakit
pasien. Umumnya terapi diberikan selama 7-10 hari. Ketentuan untuk memberikan
makrolid pada pasien pneumonia komunitas berat di daerah Asia perlu penelitian
lebih lanjut. Penelitian di Malaysia terhadap pasien pneumonia komuniatas yang
diberikan makrolod dan tidak diberika makrolid tidak didapta perbedaan manfaat
yang bermakna.Hal ini berkaitan dengan perbedaan jenis dan kepekaan patogen
penyebab pneumonia komunitas.10
PENCEGAHAN
Landasan pencegahan dan pengendalian infeksi untuk perawatan pasien ISPA
meliputi pengenalan pasien secara dini dan cepat, pelaksanaan tindakan pengendalian
13
infeksi rutin untuk semua pasien , tindakan pencegahan tambahan pada pasien
tertentu (misalnya, berdasarkan diagnosis presumtif), dan pembangunan prasarana
pencegahan dan pengendalian infeksi bagi fasilitas pelayanan kesehatan untuk
mendukung kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi.
Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan
umumnya didasarkan pada jenis pengendalian berikut ini:1
Reduksi dan Eliminasi
Pasien yang terinfeksi merupakan sumber utama patogen di fasilitas
pelayanan kesehatan dan penyebaran agen infeksius dari sumbernya harus
dikurangi/dihilangkan. Contoh pengurangan dan penghilangan adalah promosi
kebersihan pernapasan dan etika batuk dan tindakan pengobatan agar pasien tidak
infeksius.
Pengendalian administrative
Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan harus menjamin sumber daya yang
diperlukan untuk pelaksanaan langkah pengendalian infeksi. Ini meliputi
pembangunan prasarana dan kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi yang
berkelanjutan, kebijakan yang jelas mengenai pengenalan dini ISPA yang dapat
menimbulkan kekhawatiran, pelaksanaan langkah pengendalian infeksi yang sesuai ,
persediaan yang teratur dan pengorganisasian pelayanan (misalnya, pembuatan sistem
klasifikasi dan penempatan pasien). Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan juga
harus melakukan perencanaan staf untuk mempromosikan rasio pasien-staf yang
memadai, memberikan pelatihan staf, dan mengadakan program kesehatan staf
(misalnya, vaksinasi, profilaksis) untuk meningkatkan kesehatan umum petugas
kesehatan.
14
Pengendalian lingkungan dan teknis
Pengendalian ini mencakup metode untuk mengurangi konsentrasi aerosol
pernapasan infeksius (misalnya, droplet nuklei) di udara dan mengurangi keberadaan
permukaan dan benda yang terkontaminasi sesuai dengan epidemiologi infeksi.
Contoh pengendalian teknis primer untuk aerosol pernapasan infeksius adalah
ventilasi lingkungan yang memadai (≥ 12 ACH) dan pemisahan tempat (>1m) antar
pasien. Untuk agen infeksius yang menular lewat kontak, pembersihan dan disinfeksi
permukaan dan benda yang terkontaminasi merupakan metode pengendalian
lingkungan yang penting.
Alat Pelindung Diri (APD)
Semua strategi di atas mengurangi tapi tidak menghilangkan kemungkinan
pajanan terhadap risiko biologis. Karena itu, untuk lebih mengurangi risiko ini bagi
petugas kesehatan dan orang lain yang berinteraksi dengan pasien di fasilitas
pelayanan kesehatan, APD harus digunakan bersama dengan strategi di atas dalam
situasi tertentu yang menimbulkan risiko penularan patogen yang lebih besar.
Penggunaan APD harus didefinisikan dengan kebijakan dan prosedur yang secara
khusus ditujukan untuk pencegahan dan pengendalian infeksi (misalnya,
kewaspadaan isolasi). Efektivitas APD tergantung pada persediaan yang memadai
dan teratur, pelatihan staf yang memadai, membersihkan tangan secara benar, dan
yang lebihpenting, perilaku manusianya.
Semua jenis pengendalian di atas sangat saling berkaitan. Semua jenis
pengendalian tersebut harus diselaraskan untuk menciptakan budaya keselamatan
kerja institusi, yang menjadi landasan bagi perilaku yang aman
DAFTAR PUSTAKA
15
1) WHO. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yang Cenderung Menjadi Epidemi dan Pandemi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.2007.
2) WHO. Acute Respiratory Infections (Update September 2009). [serial online]. 2009. [cited 2013 maret 26]. Available from: www.who.int/vaccine_research/diseases/ari/en/print.html
3) Wahyono Dj, Hapsari I, Astuti IWB. Pola Pengobatan Infeksi Saluran Napas Akk Usia Bawah Lima Tahun (Balita) Rawat Jalan di Puskesmas I Purwareja Klampok Kabupaten Banjarnegara Tahun 2004.[serial online]. 2008. [cited 2013 maret 26]. Available from: http://mfi.farmasi.ugm.ac.id
4) Falsey, Ann R et al. respiratory Synctial Virus Infection in Elderly and High Risk Adults. 2005. [cited 2013 maret 26]. Availabele from : www.nejm.org.
5) Goldman, Lee and Aussielo, Dennis. Cecil Medicine 23rd Edition.USA : Elsevier Inc. 2008.
6) Rasmaliah. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dan Penanggulangannya. 2004. [cited 2013 maret 26].Available from : http://library.usu.ac.id/
7) Rubin, Michael A, et al. Harrison’s Principle of Internal Medicine. USA : McGraw Hill. 2005.
8) Deasy,JoAnn and Werner, Karen. Acute Respiratory Tract Infections ; When Are Antibiotics Indicated?[serial online]. 2009. [cited 2013 maret 26] Available from: www.jaapa.com.
9) McPhee, Stephen J and Papadakis, Maxin A. Current Medical Diagnosis & Treatment 2008. San Fransisco : McGraw Hill.
10) Dahlan Z. Pneumonia. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
16
Top Related