1
Laporan Kasus
STEMI Inferior onset 4 hari KILLIP I TIMI RISK 2/14
PEMBIMBING : Prof.Dr. Sutomo Kasiman Sp.PD;Sp.JP(K)
PENYAJI : Gautham Suppiah 100100424
Selvambigai Mariappen 100100204
Thinagari Tambusamy 100100101
DEPARTEMEN KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP H. ADAM MALIK
MEDAN
201
2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini
dengan judul “STEMI Inferior onset 4 hari KILLIP I TIMI RISK 2/14 ”
Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen
Kardiologi, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing, dr. Sutomo Sp.JP yang telah meluangkan waktunya dan memberikan
banyak masukan dalam penyusunan laporan kasus ini sehingga penulis dapat
menyelesaikan tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis mengharapkan
saran dan kritik dari pembaca sebagai koreksi dalam penulisan laporan kasus
selanjutnya. Semoga makalah laporan kasus ini bermanfaat, akhir kata penulis
mengucapkan terima kasih.
Medan, 20 Januari 2015,
Penulis
DAFTAR ISI
3
Kata Pengantar...............................................................................................1
Daftar Isi..........................................................................................................2
BAB 1 Pendahuluan.......................................................................................3
1.1 Latar Belakang..................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................3
1.3 Tujuan Penulisan...............................................................................4
1.4 Manfaat Penulisan.............................................................................4
BAB 2 Pembahasan........................................................................................5
2.1 Definisi.............................................................................................5
2.2 Etilogi...............................................................................................6
2.3 Faktor Resiko...................................................................................6
2.4 Patogenesis Plak Aterosklerosis.......................................................10
2.5 Patofisiologi.....................................................................................12
2.6 Manifestasi Klinis............................................................................13
2.7 Diagnosa...........................................................................................14
2.8 Penatalaksanaan...............................................................................16
2.9 Prognosis..........................................................................................21
BAB 3 Laporan Kasus....................................................................................22
BAB 4 Penutup................................................................................................43
4.1 Kesimpulan......................................................................................43
Daftar Pustaka................................................................................................44
BAB 1
4
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab kematian paling umum di
dunia. Penyakit ini menyumbang hampir 40% kematian di negara maju dan 28%
di negara berkembang.1 Persentase mortalitas yang disebabkan penyakit
kardiovaskular di Amerika Serikat menunjukkan penyakit koroner memiliki
persentase mortalitas terbesar yaitu 53%, dibandingkan dengan penyakit stroke
sebesar 17%, dan gagal jantung dah hipertensi sebesar 6%.
Infark Miokard Akut (IMA) adalah salah satu diagnosa yang sering ditemui
pada pasien rawat inap di negara-negara industri. Di Amerika Serikat, sekitar
650.000 pasien muncul dengan kasus IMA baru dan 450.000 pasien mengalami
IMA berulang setiap tahunnya. Tingkat kematian yang disebabkan oleh kasus
IMA adalah sebesar 30%, dimana lebih dari setengah kematian tersebut terjadi
sebelum pasien mendapatkan penanganan di rumah sakit.2
Pembuluh darah koroner merupakan pembuluh darah yang mengantarkan
oksigen dan nutrisi untuk otot jantung agar dapat berfungsi dengan baik. Infark
miokard, yang umumnya dikenal sebagai serangan jantung, merupakan nekrosis
ireversibel dari otot jantung yang terjadi akibat iskemik yang berkepanjangan.
Selanjutnya terjadi ketidakseimbangan suplai oksigen dengan kebutuhan jaringan,
hal ini diakibatkan ruptur plak dan pembentukan trombus yang menyebabkan
berkurangnya suplai darah ke otot jantung.
Di negara berkembang seperti Indonesia, kasus infark miokard akut semakin
banyak. Kematian yang disebabkan infark miokardium sering dialami di Negara
maju, keadaan yang sama juga dialami di Indonesia khususnya diperkotaan
dimana pola penyakit infark miokardium sudah sama dengan negara-negara maju.
Penyakit jantung koroner merupakan penyebab kematian pertama dengan
angka mortalitas 26,4%, dan menjadi penyebab kematian utama pada pria usia
5
menengah sampai tua. Pada tahun 2011, sekitar 478.000 pasien di Indonesia
didiagnosa dengan penyakit jantung koroner. Saat ini, terjadi peningkatan
prevalensi kejadian STEMI dari 25% ke 40% dari presentasi infark miokard.3
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana temuan klinis dan penatalaksanaan STEMI pada pasien di Ruang
Rawat Inap RSUP H. Adam Malik Medan?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah:
1. Untuk mengintegrasikan ilmu kedokteran yang telah didapat terhadap kasus
STEMI.
2. Untuk mengetahui gambaran klinis, perjalanan penyakit, penatalaksanaan, dan
tindakan rehabilitasi pada pasien yang menderita penyakit STEMI.
1.4 Manfaat Penulisan
Beberapa manfaat yang didapatdari penulisan laporan kasus ini adalah:
1. Untuk mengetahui gejala klinis, perjalanan penyakit, penatalaksanaan, dan
rehabilitasi penderita STEMI.
2. Untuk lebih memahami dan memperdalam secara teoritis mengenai STEMI.
3. Untuk menambah informasi dan pengetahuan bagi pembaca mengenai
STEMI.
6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Pembuluh Koroner
Otot jantung diperdarahi oleh 2 pembuluh koroner utama, yaitu arteri koroner
kanan dan arteri koroner kiri. Kedua arteri ini keluar dari aorta. Arteri koroner kiri
kemudian bercabang menjadi arteri desendens anterior kiri dan arteri sirkumfleks kiri.
Arteri desendens anterior kiri berjalan pada sulkus interventrikuler hingga ke apeks
jantung. Arteri sirkumfleks kiri berjalan pada sulkus arterio-ventrikuler dan
mengelilingi permukaan posterior jantung. Arteri koroner kanan berjalan di dalam
sulkus atrio-ventrikuler ke kanan bawah.1 Anatomi pembuluh darah jantung dapat
dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1. Pembuluh korone
7
2.2 Sindroma Koroner Akut
2.2.1 Definisi
Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah suatu istilah atau terminologi yang
digunakan untuk menggambarkan suatu spektrum keadaan atau kumpulan proses
penyakit yang meliputi angina pektoris tidak stabil/APTS (unstable angina/UA), atau
infark miokard tanpa elevasi segmen ST (Non-ST elevation myocardial infarction/
NSTEMI), atau infark miokard dengan elevasi segmen ST (ST elevationmyocardial
infarction/STEMI).1
Infark miokard akut (IMA) didefinisikan sebagai nekrosis miokard yang
disebabkan berkurangnya pasokan darah ke jaringan otot jantung akibat sumbatan
akut pada arteri koroner.Sumbatan ini sebagian besar disebabkan oleh ruptur plak
ateroma pada arteri koroner yang kemudian diikuti oleh terjadinya trombosis,
vasokonstriksi, reaksi inflamasi dan mikroembolisasi distal.2
Menurut EHJ, definisi infark miokardium adalah terdeteksinya peningkatan
atau penurunan nilai biomarker jantung (troponin) dengan setidaknya satu nilai
berada diatas persentil 99 dari batas atas referensi dan setidaknya salah terdapat salah
satu dari kriteria seperti tanda-tanda iskemia, perubahan segmen ST-T yang baru atau
dianggap baru atau Left Bundle Branch Block yang baru, terdapatnya gelombang Q
patologis pada gambaran EKG, adanya bukti pencitraan yang membuktikan matinya
jaringan miokardium ataupun abnormalitas gerakan dinding jantung, maupun
identifikasi adanya trombus intrakoroner dari angiografi maupun autopsi.3
Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST pada gambaran EKG (STEMI)
merupakan bagian dari spektrum sindroma koroner akut yang terdiri dari angina
pektoris tak stabil, dengan elevasi segmen ST pada EKG. STEMI umumnya terjadi
jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak
aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya.3
8
2.2.2 Etiologi
STEMI umumnya disebabkan penurunan atau berhentinya aliran darah secara
tiba-tiba karena oklusi trombus pada arteri koroner yang sudah mengalami
arterosklerosis.Pada kebanyakan kasus, proses akut dimulai dengan ruptur atau fisur
dari plak arterosklerosis, dimana trombus mural timbul pada tempat ruptur dan
menyebabkan okulsi arteri koroner. Secara histologis, plak koroner yang lebih mudah
ruptur adalah yang intinya kaya dengan lemak dan yang mempunyai fibrous cap yang
tipis. Pada kasus yang jarang, STEMI dapat disebabkan okulsi arteri koroner yang
disebabkan oleh emboli koroner, kelainan kongenital, spasme koroner, dan penyakit
inflamasi sistemik.2
Kerusakan miokard yang disebabkan oklusi arteri koroner bergantung pada
beberapa faktor. Antaranya adalah bagian yang disuplai oleh pembuluh darah yang
rusak, apakah oklusinya total atau parsial, durasi oklusi koroner, kuantitas darah yang
disuplai oleh pembuluh darah koroner ke jaringan yang terganggu, kebutuhan oksigen
oleh miokard,dan apakah perfusi miokard pada daerah infark adekuat setelah pulih.
Faktor persipitasi untuk STEMI adalah latihan fisik yang kuat, stress emosional,
penyakit medis atau bedah dan penyalahgunaan kokain atau pun narkoba lain seperti
amfetamin.2
2.2.3 Faktor Resiko
Faktor risiko seseorang untuk menderita SKA ditentukan melalui interaksi
dua atau lebih faktor risiko antara lain: faktor yang tidak dapat dikendalikan
(nonmodifiable factors) dan faktor yang dapat dikendalikan (modifiable factors).3
Faktor risiko biologis yang tidak dapat dimodifikasi, yaitu:
9
A. Usia
Risiko terjadinya penyakit arteri koroner meningkat dengan bertambahnya umur,
diatas 45 tahun pada pria dan diatas 55 tahun pada wanita. Dengan riwayat keluarga
yang memiliki penyakit jantung juga merupakan faktor resiko, termasuk penyakit
jantung pada ayah dan saudara pria yang didiagnosa sebelum umur 55 tahun, dan
pada ibu atau saudara perempuan yang didiagnosa sebelum umur 65 tahun.
Pasien usia lanjut lebih sering dari pada usia muda mengalami perubahan
abnormalitas anatomi dan fisiologi kardiovaskular, termasuk respon simpatis beta
yang terbatas, peningkatan afterload jantung karena penurunan compliance arteri dan
hipertensi arterial, hipotensi ortostatik, hipertropi jantung, dan disfungsi ventrikular
terutama disfungsi diastolik.
B. Jenis kelamin
Laki-laki memiliki resiko lebih tinggi dari pada perempuan. Walaupun setelah
menopause, tingkat kematian perempuan akibat penyakit jantung meningkat, tapi
tetap tidak sebanyak tingkat kematian laki-laki akibat penyakit jantung.
C. Riwayat keluarga
Anak-anak dengan orang tua yang memiliki riwayat penyakit jantung, lebih
berisiko untuk terkena penyakit jantung itu sendiri.Afrika Amerika memiliki tekanan
darah yang lebih tinggi daripada Kaukasian, dan memiiki resiko lebih tinggi pada
penyakit jantung. Resiko tinggi juga terdapat pada orang Mexican Amerika,
American India, native Hawaiians dan Asian Amerika. Hal ini juga berhubungan
dengan tingginya angka orang yang obesitas dan diabetes.4
D. Ras/Suku
10
Insidensi kematian pada penyakit jantung koroner pada orang Asia yang tinggal di
inggris lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk lokal, sedangkan angka yang
rendah terdapat pada RAS apro-karibia.4
E. Geografi
Tingkat kematian akibat penyakit jantung koroner lebih tinggi di Irlandia Utara,
Skotlandia,dan bagian inggris utara dan dapat merefleksikan perbedaan diet,
kemurnian air, merokok, struktur sosio-ekonomi, dan kehidupan urban.
F. Kelas sosial
Tingkat kematian akibat penyakit jantung koroner tiga kali lebih tinggi pada
pekerja kasar laki-laki terlatih dibandingkan dengan kelompok pekerja pofesi (misal
dokter, pengacara dll).Selain itu frekuensi istri pekerja kasar ternyata dua kali lebih
besar untuk mengalami kematian dini akibat penyakit jantung koroner dibandingkan
istri pekerja profesional/non-manual.
Faktor risiko yang dapat dimodifikasi:
A. Merokok
Peran rokok dalam penyakit jantung koroner antara lain: menimbulkan
aterosklerosis; peningkatan trombogenesis dan vasokonstriksi; peningkatan tekanan
darah; pemicu aritmia jantung, meninkatkan kebutuhan oksigen jantung, dan
penurunan kapasitas pengangkutan oksigen. Merokok 20 batang rokok atau lebih
dalam sehari bisa meningkatkan risiko 2-3 kali dibandingkan yang tidak merokok.
B. Konsumsi alkohol
Meskipun ada dasar teori mengenai efek protektif alkohol dosis rendah hingga
moderat, dimana ia bisa meningkatkan tromolisis endogen, mengurangi adhesi
platelet, dan meningkatkan kadar HDL dalam sirkulasi, akan tetapi semuanya masih
11
kontroversial tidak semua literatur mendukung konsep ini, bahkan peningkatan dosis
alkohol dikaitkan dengan peningkatan mortalitas kardiovaskular karena aritmia,
hipertensi sistemik dan kardiomiopati dilatasi.4
C. Hipertensi
Hipertensi menyebabkan meningkatnya afterload yang secara tidak langsung
akan meningkatkan beban kerja jantung. Kondisi seperti ini akan memicu hipertropi
ventrikel kiri sebagai kompensasi dari meningkatnya afterload yang padaakhirnya
meningkatkan kebutuhan oksigen jantung.4
D. Dislipidemia
Kolesterol merupakan prasyarat terjadi penyakit koroner pada jantung. Kolesterol
akan berakumulasi di lapisan intima dan media pembuluh arteri koroner. Jika hal
tersebut terus berlangsung, akan membentuk plak sehingga pembuluh arteri koroner
yang mengalami inflamasi atau terjadi penumpukan lemak akan mengalami
aterosklerosis.5
E. Obesitas
Beberapa perubahan metabolisme lemak sering kali dijumpai pada individu obes.
Perubahan-perubahan ini berkaitan erat dengan jumlah lemak viseral dibandingkan
dengan total lemak tubuh. Pada umumnya, obesitas cenderung meningkatkan kadar
kolesterol total dan trigliserida dan menurunkan kadar HDL. Meskipun kolesterol
LDL tetap meningkat sedikit atau normal, partikel small dense LDL yang aterogenik
cenderung meningkat, terutama pada pasien dengan resistensi insulin yang berkaitan
dengan adipositas viseral. Perubahan-perubahan ini meningkatkan risiko terjadinya
aterosklerosis.
F. Kurang olahraga
12
Aktivitas aerobik yang teratur akan menurunkan risiko terkena penyakit jantung
koroner, yaitu sebesar 20-40 %.
G. Diabetes mellitus
Diabetes mellitus sudah dikenal sebagai faktor resiko utama penyakit
kardiovaskular.Data dari penelitian klinis menunjukkan sebagian besar pasien DM
meninggal karena penyakit kardiovaskular dan lebih dari tiga perempat pasien DM
yang meninggal penyebabnya dikaitkan dengan aterosklerosis, sebagian besar kasus
(75%) karena PJK.
Diabetes mellitus tipe 2 meningkatkan risiko PJK, 2 sampai 4 kali pada populasi
secara keseluruhan.Pasien DM tanpa riwayat PJK mempunyai risiko infark miokard
yang sama seperti pasien PJK yang bukan DM. National Cholesterol Education
Program memasukkan DM sebagai coronary risk equivalent pada pedoman
tatalaksana lipid. Risiko PJK tersebut bahkan lebih tinggi pada wanita.Pasien DM
wanita mempunyai laju kematian 5-8 kali lebih tinggi daripada wanita non-diabetes.5
2.2.4 Patogenesis plak aterosklerosis
Pada keadaan normal, aliran laminar membolehkan sel endotel
mengekspresikan NO (nitric oxide) yaitu vasodilator endogen yang berperan dalam
menghambat agregasi platelet dan sebagai anti-inflamasi. NO juga berperan dalam
menekan produksi antioxidant enzyme superoxide dismutase, yang memproteksi dari
reactive oxygen species yang diproduksi karena iritan kimia atau iskemia transien.
Apabila terdapat stress fisikal dan lingkungan kimia “toksik” seperti merokok,
dislipidemia dan diabetes, hal ini akan mengganggu aliran arterial yang menyebabkan
disfungsi endotel. Dimana sel endotel akan meningkatkan produksi reactive oxygen
species yang mempengaruhi fungsi metabolik dan sintesis dari sel endotel, sehingga
sel tersebut berperan dalam proses proinflamasi. Ini menyebabkan (1) rusaknya
person endotel sebagai permeability barrier, (2) melepaskan sitokin inflamasi, (3)
13
meningkatkan produksi molekul adhesi yang merekrut leukosit, (4) mengganggu
pelepasan substansi vasoaktif (prostasiklin, NO), dan (5) mengganggu antitrombus.1
Disfungsi endothelium menyebabkan endotel lebih permeabel sehingga low
density lipoprotein (LDL) dapat masuk ke intima. Di dalam tunika intima, LDL ini
berakumulasi di ruang subendotelial dengan berikatan dengan matiks ekstraselular
yaitu proteoglikan. LDL tersebut akan dioksidasi oleh reactive oxygen species (ROS)
danpro enzyme yang dihasilkan oleh makrofag dan sel otot pembuluh darah sehingga
membentuk mLDL (modified LDL). mLDL ini akan merangsang rekrutmen dari
leukositt ke ruang sub intima (terutama monosit dan limfosit T) melalui dua cara
yaitu (1) ekspresi LAM (leukocyte adhesion molecule) pada permukaan endotel non
adhesi (2) sinyal kemoatraktan (MCP-1, IL-8).6
Masuknya monosit ke dalam ruang sub intima, monosit berdiferensiasi
menjadi makrofag dan memfagosit mLDL melalui reseptor scavenger (pada
makrofag) dan membentuk sel busa (foam cell). Sel busa menghasilkan beberapa
faktor yang dapat merekrut sel otot. Sebagai contoh sel busa menghasilkan platelet
derived growth factor (PDGF) yang menyebabkan terjadinya migrasi sel otot dari
internal elastis lamina ke ruang sub intima, tempat dimana sel otot bereplikasi. Sel
busa juga melepaskan sitokin (IL-1, TNF-α), dan faktor pertumbuhan (fibroblast
growth factor, TGF-β) yang akan menstimulasi sel otot berproliferasi dan
menghasilkan protein matriks ekstraseluler (kolagen dan elastin) dan lebih lanjut
mencetuskan pelepasan sitokin yang mendorong dan mempertahankan inflamasi pada
lesi. Adanya sel otot yang menghasilkan kolagen akan membentuk fibrous cap.
Pembentukan fibrous capdan deposisi matriks ekstraseluer ini sebenarnya merupakan
proses sintesis dan degradasi yang saling bergantian yaitu dimana (1) sintesis yaitu
sel otot merangsang kolagen melalui TGF-β dan PDGF, dan (2) degradasi yaitu
lymphocyte-T derived cytokine IFN-γ menghambat sintesis kolagen dan lebih lanjut
sitokin akan merangsang sel busa untuk menghasilkan MMP (matrix
metalloproteinase) yang akan melemahkan fibrous cap sehingga mudah ruptur.
14
Proses sintesis dan degradasi ini terus berlanjut tanpa menyebabkan gejala. Kematian
dari sel otot dan sel busa baik karena stimulasi inflamasi yang berlebihan maupun
karena apoptosis menyebabkan lemak dan debris seluler membentuk lipid core.
Ukuran dari lipid core memiliki peranan biomekanikal untuk stabilnya plak. Selain
itu, deposisi dan distribusi fibrous cap merupakan hal yang penting dalam intergritas
plak, jika fibrous cap tebal maka plak tersebut akan jarang ruptur yang sering kita
sebut plak stabil, tetapi apabila fibrous cap tipis ia akan cenderung ruptur dari plak.6
2.2.5 Patofisiologi
Kejadian infark miokard diawali dengan terbentuknya aterosklerosis yang
kemudian ruptur dan menyumbat pembuluh darah. Penyakit aterosklerosis ditandai
dengan formasi bertahap fatty plaque di dalam dinding arteri. Lama-kelamaan plak
ini terus tumbuh ke dalam lumen, sehingga diameter lumen menyempit. Penyempitan
lumen mengganggu aliran darah ke distal dari tempat penyumbatan terjadi.Faktor-
faktor seperti usia, genetik, diet, merokok, diabetes mellitus tipe II, hipertensi,
reactive oxygen species dan inflamasi menyebabkan disfungsi dan aktivasi endotelial.
Pemaparan terhadap faktor-faktor di atas menimbulkan injury bagi sel endotel. Akibat
disfungsi endotel, sel-sel tidak dapat lagi memproduksi molekul-molekul vasoaktif
seperti nitric oxide. Sebaliknya, disfungsi endotel justru meningkatkan produksi
vasokonstriktor, endotelin-1, dan angiotensin II yang berperan dalam migrasi dan
pertumbuhan sel.7
Leukosit yang bersirkulasi menempel pada sel endotel teraktivasi. Kemudian
leukosit bermigrasi ke sub endotel dan berubah menjadi makrofag. Di sini makrofag
berperan sebagai pembersih dan bekerja mengeliminasi kolesterol LDL. Sel makrofag
yang terpajan dengan kolesterol LDL teroksidasi disebut sel busa (foam cell). Faktor
pertumbuhan dan trombosit menyebabkan migrasi otot polos dari tunika media ke
dalam tunika intima dan proliferasi matriks. Proses ini mengubah bercak lemak
menjadi ateroma matur. Lapisan fibrosa menutupi ateroma matur, membatasi lesi dari
15
lumen pembuluh darah. Perlekatan trombosit ke tepian ateroma yang kasar
menyebabkan terbentuknya trombosis. Ulserasi atau ruptur mendadak lapisan fibrosa
atau perdarahan yang terjadi dalam ateroma menyebabkan oklusi arteri.7
Menurut American Heart Association, tipe plak diklasifikasikan dengan tampilan
klinis dan histologi.
a. Tipe I (lesi awal)
Terdiri dari makrofag dan sel busa, berlaku pada dekade pertama dan
asimptomatik
b. Tipe II (fatty streak)
Terdiri dari akumulasi lipid, berlaku pada dekade pertama, dan asimptomatik
c. Tipe III (lesi intermediate)
Sedikit berbeda dari tipe II. Terdiri dari kumpulan lipid ekstraseluler, berlaku
pada dekade tiga dan asimptomatik
d. Tipe IV (atheroma)
Intinya terdiri dari lipid ekstraseluler dan berlaku pada dekade ketiga. Pada
awalnya asimptomatik dan menjadi simptomatik.
e. Tipe V (fibroatheroma)
Berinti lipid dan terdapat lapisan fibrosis, atau beinti lipid multiple dan
lapisan fibrosis atau terdiri dari kalsifikasi terutama atau fibrosis.Terdapat
pertumbuhan otot polos dan kolagen. Biasanya berlaku pada dekade keempat
dan bisa simptomatik atau asimptomatik
16
f. Tipe VI (complicate lesion)
Adanya defek permukaan,hematoma-hemorrhage, dan trombus. Biasanya
berlaku pada dekade keempat dan bisa simptomatik atau asimptomatik.6
2.2.6 DIAGNOSA
a. Anamnesa
Pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada perlu ditelaah secara cermat
apakah nyeri dada yang timbul tipikal berasal dari arteri koroner atau bukan. Riwayat
nyeri dada sebelumnya juga perlu ditanyakan, selain faktor-faktor risiko PJK
(Penyakit Jantung Koroner) yang dapat dimodifikasi seperti hipertensi, diabetes
melitus, dislipidemia, merokok, obesitas, stres serta aktivitas fisik. Selain itu riwayat
keluarga sakit jantung koroner perlu ditanyakan.
Pada hampir setengah kasus, terdapat faktor pencetus sebelum terjadi STEMI,
seperti aktivitas fisik berat, stres emosional atau penyakit medis atau tindakan
pembedahan. Walaupun STEMI bisa terjadi hampir sepanjang hari atau malam,
variasi sirkadian dilaporkan pada pagi hari dalam beberapa jam setelah bangun tidur.
Sifat nyeri dada/angina tipikal antara lain:
Lokasi nyeri: substernal, retrosternal, dan prekordial.
Sifat nyeri: rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat,
seperti ditusuk, rasa diperas,dan dipelintir.
Penjalaran: biasanya lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah, gigi,
punggung/interscapular, perut, dan dapat juga ke lengan kanan.
Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat, atau dengan obat golongan nitrat.
Faktor pencetus : latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah makan.
Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin, cemas
dan lemas.
17
b. Pemeriksaan Fisik
Sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa istirahat (gelisah). Seringkali
dijumpai ekstremitas pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada subternal
>30 menit dan banyak keringat dicurigai kuat adanya STEMI. Sekitar seperempat
pasien infark anterior mempunyai manifestasi hiperaktivitas saraf simpatis (takikardia
dan/atau hipotensi) dan hampir setengah pasien infark inferior menunjukkan
hiperaktifitas parasimpatis (bradikardia dan/atau hipotensi).
Tanda fisik lainnya pada disfungsi ventrikel adalah S4 dan S3 gallop,
penurunan intensitas bunyi jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung
kedua. Dapat ditemukan murmur midsistolik atau late sistolik apikal yang bersifat
sementara karena disfungsi apparatus katup mitral dan pericardial friction rub.
Peningkatan suhu sampai 380C dapat dijumpai dalam minggu pertama pasca STEMI.
c. Elektrokardiogram (EKG)
Diagnosis STEMI ditegakkan berdasarkan EKG yaitu adanya elevasi ST ≥
2mm, minimal pada 2 sadapan prekondrial yang berdampingan atau ≥ 1mm pada 2
sadapan ekstremitas. Pemeriksaan EKG 12 sandapan harus dilakukan pada semua
pasien dengan nyeri dada atau keluhan yang dicurigai STEMI. Pemeriksaan ini harus
dilakukan segera dalam 10 menit sejak kedatangan di Instalasi Gawat Darurat (IGD).
Pemeriksaan EKG di IGD menjadi landasan dalam menentukan keputusan terapi
karena bukti kuat dalam menunjukkan gambaran elevasi segmen ST dapat
mengidentifikasikan pasien yang bermanfaat untuk dilakukan terapi reperfusi. Jika
pemeriksaan EKG awal tidak diagnostik untuk STEMI tetapi pasien tetap simtomatik
18
dan terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG serial dengan interval 5-10 menit atau
pemantauan EKG 12 sadapan secara kontinyu harus dilakukan untuk mendeteksi
potensi perkembangan elevasi ST. Sebagian besar pasien dengan presentasi awal
elevasi segmen ST mengalami evolusi menjadi gelombang Q pada EKG yang
akhirnya didiagnosis infark miokard gelombang Q. Apabila obstruksi yang terjadi
tidak total, bersifat sementara atau ditemukan banyak kolateral, biasanya tidak akan
ditemukan elevasi segmen ST. Pasien tersebut biasanya mengalami angina pektoris
tak stabil atau non STEMI.
Lokasi Lokasi Elevasi
Segmen ST
Perubahan
Resiprokal
Arteri Koroner
Anterior V3,V4 V7,V8,V9 Arteri koroner
kiri,cabang
LAD/Diagona
l
Anteroseptal V1,V2,V3 V7,V8,V9 Arteri koroner
kiri,cabang LAD
diagonal cabang
LAD septal
Anteroekstensif I,aVL,V2-V6 I,III,aVF Arteri koroner
kiri,proksimal
19
LAD
Anterolateral I,aVL,V3,V4,V5,V6 II,III,aVF,V7,V8,V9 Arteri koroner kiri
Cabang LAD-diagonal
dan cabang sirkumfleks
Inferior II,III,aVF I,aVL,V2,V3 Arteri koroner kanan
cabang decendens
posterior dan cabang
arteri koroner kiri
sirkumfleks
Lateral I,aVL,V5,V6 II,III,aVF Arteri koroner kiri
Cabang LAD- diagonal
dan cabang sirkumfleks
Septum V1,V2 V7,V8,V9 Arteri koroner kiri
cabang LAD-septal
Posterior V7,V8,V9 V1,V2,V3 Arteri koroner kanan/
sirkumfleks
Ventrikel kanan V3R-V4R I,Avl Arteri koroner kanan
proksimal
d.Labotarium
Petanda (biomarker) kerusakan jantung. Pemeriksaan yang dianjurkan adalah
creatinine kinase (CK)MB dan cardiac specific troponin (cTn) T atau cTn I dan
dilakukan secara serial. cTn harus digunakan sebagai penanda optimal untuk pasien
STEMI yang disertai kerusakan otot skeletal, karena pada keadaan ini juga akan
diikuti peningkatan CKMB. Pada pasien dengan elevasi ST dan gejala IMA, terapi
reperfusi diberikan sesegera mungkin dan tidak tergantung pemeriksaan biomarker.
20
Peningkatan enzim dua kali di atas nilai batas atas normal menunjukkan ada nekrosis
jantung (infark miokard).
CKMB: meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai
puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi jantung,
miokarditis dan kardioversi elektrik dapat meningkatkan CKMB
cTn: ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn I. enzim ini meningkat setelah 2 jam bila
infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih dapat
dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari
Pemeriksaan lainnya: mioglobin, creatinine kinase (CK) dan lactic
dehidrogenase (LDH)
Reaksi nonspesifik terhadap lesi miokard adalah leukositosis PMN yang dapat
terjadi dalam beberapa jam setelah onset nyeri dan menetap selama 3-7 hari.
Leukosit dapat mencapai 12.000-15.000/uL.10
d. Angiografi Koroner (Coronary angiography)
Angiografi koroner merupakan pemeriksaan khusus dengan sinar x pada
jantung dan pembuluh darah yang sering dilakukan selama serangan untuk
menentukan letak sumbatan pada arteri koroner. Jika ditemukan sumbatan, tindakan
lain yang dinamakan angioplasty, dapat dilakukan untuk memulihkan aliran darah
21
pada arteri tersebut. Terkadang akan ditempatkan stent (pipa kecil yang berpori)
dalam arteri.
2.2.1. Penatalaksanaan
Tatalaksana Pra Rumah Sakit
Prognosis STEMI sebagian besar tergantung adanya 2 kelompok komplikasi
umum yaitu : komplikasi elektrikal (aritmia) dan komplikasi mekanik (pump failure).
Sebagian besar kematian di luar Rumah Sakit pada STEMI disebabkan adanya
fibrilasi ventrikel mendadak, yang sebagian besar terjadi pada jam pertama.
Elemen utama tatalaksana pra rumah sakit pada pasien yang dicurigai STEMI
antara lain:
Penanganan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis
Segera memanggil tim medis emergensi yang dapat melakukan tindakan
resusitasi
Transportasi pasien ke rumah sakit yang mempunyai fasilitas ICCU/ ICU
serta staf medis dokter dan perawat yang terlatih.
Melakukan terapi reperfusi
Keterlambatan terbanyak yang terjadi pada penanganan pasien biasanya bukan
selama transportasi ke rumah sakit, namun karena lama waktu mulai onset nyeri dada
sampai keputusan pasien untuk meminta pertolongan. Hal ini bisa ditanggulangi
dengan cara edukasi kepada masyarakat.
a. Tatalaksana Umum
Oksigen
Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri
<90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen
selama 6 jam pertama.10
Nitrogliserin
22
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg dan
dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain mengurangi nyeri
dada, nitrogliserin juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan
menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara
dilatasi pembuluh koroner yang terkena infark atau pembuluh kolateral. Jika
nyeri dada terus berlangsung dapat diberikan nitrogliserin intravena. Nitrogliserin
intravena juga diberikan untuk mengendalikan hipertensi atau edema paru.
Morfin
Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik pilihan
dalam tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan dosis 2-4
mg dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit dengan dosis total 20 mg.
Mengurangi dan menghilangkan nyeri dada sangat penting karena nyeri dikaitkan
dengan aktivasi simpatis yang menyebabkan vasokontriksi dan meningkatkan
beban jantung.8
Aspirin
Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan
efektif pada spektrum sindrom koroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenase
trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan
absorpsi aspirin bukal dengan dosis 160-325 mg diruang emergensi. Selanjutnya
aspirin diberikan oral dengan dosis 75-162 mg.
Penyekat Beta
Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian penyekat beta IV,
selain nitrat mungkin efektif. Regimen yang biasa diberikan adalah metoprolol 5
mg setiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi jantung >60
menit, tekanan darah sistolik >100 mmHg. Lima belas menit setelah dosis IV
23
terakhir dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam
selama 48 jam, dan dilanjutkan 100 mg tiap 12 jam. 10
ACE Inhibitor
ACE Inhibitor harus segera diberikan jika tekanan darah stabil dan tetap di atas
100 mmHg. Keuntungan ACE Inhibitor terutama terlihat pada pasien dengan
gagal jantung, infark miokard, disfungsi ventrikel kiri. ACE Inhibitor seperti
captopril 6,25 mg diberikan 3 dosis, target 25-50 mg.
Antagonis Kalsium
Tidak terdapat bukti yang mendukung penggunaan antagonis kalsium secara
rutin. Namun golongan obat ini dapat digunakan sebagai terapi tambahan pada
penderita dengan nyeri dada iskemik yang berlanjut walaupun telah mendapatkan
nitrat dan penyekat beta.
Antitrombotik
Heparin dapat diberikan dalam bentuk unfractionated heparin atau low molecular
weight heparin. Unfractionated heparin diberika 5000 unit bolus dilanjutkan
dengan 1000 unit/jam. Dosis heparin kemudian diteruskan sesuai pemeriksaan
aPTT (target aPTT 1,5-2 x nilai normal).
Antagonis Reseptor Glykoprotein IIb/IIIa
Golongan obat ini sedang diuji pada uji klinik sebagai terapi adjuvant
trombolitik. Penggunaannya pada primary PTCA terbukti memperbaiki angka
harapan hidup
Kontraindikasi fibrinolitik:
Kontraindikasi absolut: Kontraindikasi relatif:
Riwayat perdarahan intrakranial Riwayat hipertensi kronik dan berat yang
24
apapun. tidak terkontrol.
Lesi struktural cerebrovaskular. Riwayat stroke iskemik > 3 bulan, demensia,
atau kelainan intrakranial selain yang
disebutkan pada kontraindikasi absolut.
Tumor intrakranial (primer ataupun
metastasis).
Resusitasi jantung paru traumatic atau lama
> 10 menit atau operasi besar < 3 minggu.
Stroke iskemik dalam 3 bulan atau
dalam 3 jam terakhir.
Perdarahan internal dalam2-4 minggu
terakhir.
Dicurigai adanya suatu diseksi
aorta.
Terapi antikoagulan oral.
Adanya trauma/ pembedahan/
trauma kepala dalam 3 bulan
terakhir.
Kehamilan.
Adanya perdarahan aktif (termasuk
menstruasi).
Khusus untuk streptokinase/ anistreplase :
riwayat pemaparan sebelumnya (>5hari) atau
riwayat alergi terhadap zat-zat tersebut.
;
25
Pemberian terapi trombolitik tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan enzim
jantung, karena penundaan yang tidak perlu ini dapat mengurangi miokardium yang
seharusnya dapat terselamatkan. Jika keluhan pasien sesuai dengan IMA dan kadar
enzim jantung yang meningkat, namun tidak terdapat ST elevasi pada EKG, maka
diagnosisnya adalah infark non ST elevasi (NSTEMI). Pasien harus mendapat terapi
heparin, aspirin, dan obat-obat anti-angina. Terapi trombolitik tidak boleh diberikan
pada infark non ST-elevasi.
Pemberian trombolitik harus dilakukan sesegera mungkin, karena semakin
cepat diberikan semakin banyak miokardium yang terselamatkan. Sebaiknya dicapai
dalam waktu kurang dari 30 menit.10
Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan
derajat disfungsi dan dilatasi ventrikel dan mengurangi kemungkinan pasien STEMI
berkembang menjadi pump failure atau takiaritmia ventrikular yang maligna.
26
Indikasi terapi trombolitik adalah sebagai berikut:10
Gejala yang sesuai dengan IMA
Perubahan EKG berupa ST elevasi > 0,1 mm pada minimal 2 sandapan yang
berdekatan, gambaran bundle branch block baru
Onset nyeri dada:
< 6 jam : sangat bermanfaat
6-12 jam : bermanfaat
>12 jam : tidak bermanfaat, kecuali dengan penderita dengan iskemia lanjut,
yang terbukti berlanjutnya nyeri dada dan ST elevasi pada EKG
Jenis Obat Trombolitik
1. Streptokinase
Regimen 1,5 juta unit dalam 100 NaCl 0,9% atau dekstrose 5% diberikan
dalam 1 jam.10
2. Tissue Plasminogen Activator (tPA)
Penggunaan tPA harus dipertimbangkan pada pasien-pasien yang telah
mendapatkan streptokinase dalam 2 tahun terakhir, alergi terhadap
streptokinase, hipotrensi (TDS < 90 mmHg).
3. Kegagalan trombolisis
Ditandai dengan berlanjutnya nyeri dada dan menetapnya ST elevasi.
Komplikasi berupa gagal jantung, aritmia lebih banyak terjadi, untuk itu
rescue PTCA harus dipertimbangkan. Jika tidak memungkinkan, sebaiknya
trombolisis diulangi dengan dosis yang sama.10
4. Primary PTCA
Primary PTCA terbukti memiliki keberhasilan membuka dan
mempertahankan patensi arteri koroner yang tersumbat lebih baik
27
dibandingkan trombolitik. Namun tindakan ini masih terbatas pada beberapa
rumah sakit. Primary PTCA dipertimbangkan sebagai alternatif tindakan
reperfusi, tindakan ini tidak dianjurkan jika pemberian trombolitik melebihi
60-90 menit.
pasien yang memiliki kontraindikasi absolut untuk tindakan trombolitik,
pasien dengan syok kardiogenik.
a. Terapi Jangka Panjang
Mengingat sifat PJK sebagai penyakit kronis dan risiko tinggi bagi pasien yang
telah pulih dari STEMI untuk mengalami kejadian kardiovaskularselanjutnya dan
kematian premature, perlu dilakukan berbagai intervensi untuk meningkatkan
prognosis pasien. Terapi jangka panjang yang disarankan setelah pasien pulih dari
STEMI adalah4
1. Kendalikan faktor risiko seperti hipertensi, diabetes, dan terutama merokok.
2. Terapi antiplatelet dengan aspirin dosis rendah (75-100 mg) diindikasikan
tanpa henti.
3. DAPT (aspirin dengan penghambat reseptor ADP) seperti clopidogrel (75
mg setiap hari) diindikasikan hingga 12 bulan setelah STEMI.
4. Pengobatan oral dengan penyekat beta (β-blocker) diindikasikan untuk
pasien-pasien dengan gagal ginjal atau disfungsi ventrikel kiri.
5. Profil lipid puasa harus didapatkan pada setiap pasien STEMI sesegera
mungkin sejak datang.
6. Statin dosis tinggi perlu diberikan atau dilanjutkan segera setelah pasien
masuk rumah sakit bila tidak ada indikasi kontra atau riwayat intoleransi,
tanpa memandang nilai kolesterol inisial.
7. ACE-I diindikasikan sejak 24 jam untuk pasien-pasien STEMI dengan gagal
ginjal, disfungsi sistolik ventrikel kiri, diabetes, atau infark anterior. Sebagai
alternative dari ACE-I, ARB dapat digunakan.
28
8. Antagonis aldosterone diindikasikan bila fraksi-fraksi ejeksi≤40% dengan
syarat tidak terdapat gagal ginjal (kreatinin >2,5 mg/dl) atau hiperkalemia
2.9 Prognosis
Kelas Definisi Proporsi pasien Mortalitas(%)
ITidak ada tanda gagal jantung
kongestif40-50% 6
II+ S3 dan/atau ronki basah di basal
paru30-40% 17
III Edema paru akut 10-15% 30-40
IV Syok kardiogenik 5-10% 60-80
Terdapat beberapa sistem dalam menentukan prognosis pasca miokardium
akut (IMA). Prognosis IMA dengan melihat derajat disfungsi ventrikel kiri secara
klinis dinilai menggunakan klasifikasi Kill
Tabel 2 Klasifikasi Killip
TIMI Risk Score untuk Infark Miokard dengan elevasi ST
Faktor risiko (bobot) Mortalitas 30 hari (%)
Usia 65-74 tahun (2 poin) 0,8
Usia > 75 tahun (3 poin) 1,6
Diabetes mellitus/hipertensi atau angina (1 poin) 2,2
TDS <100mmHg (3 poin) 4,4
Frekuensi jantung > 100mmHg (2 poin) 7,3
Klasifikasi Killip II-IV (2 poin) 12,4
Berat < 67 kg (1 poin) 16,1
Elevasi ST anterior atau LBBB (1poin) 23.4
29
Waktu ke reperfusi > 4 jam (1 poin) 26,8
Skor risiko = total poin (0-14) 35,9
BAB 3
LAPORAN KASUS
Nama pasien : Aripin Ginting
No. RM : 00.62.92.41
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 46 tahun
30
Pekerjaan : Wiraswasta
Masuk tanggal : 8 Februari 2015
Keluhan Utama : Nyeri dada
Anamnesa :
- Nyeri dirasakan os ±4 hari yang lalu saat os beristirahat. Hal ini baru pertama
kali dialami os. Nyeri dada dirasakan seperti ditusuk-tusuk dan nyeri
dirasakan menjalar sampai ke punggung kiri. Nyeri dirasakan selama lebih
dari 30 menit. Keluhan mual muntah pada saat nyeri tidak jumpai. Keluhan
keringat dingin pada saat nyeri dijumpai.
- Sesak napas tidak dialami os saat timbulnya nyeri dada. Riwayat sesak napas
sebelumnya disangkal os. Riwayat terbangun tengah malam karena sesak
nafas disangkal, sesak nafas yang timbul akibat aktifitas di sangkal. Riwayat
menggunakan 2-3 bantal di sangkal Riwayat kaki bengkak disangkal os.
Riwayat perut membesar di sangkal.
- Riwayat mudah lelah (-). Riwayat jantung berdebar-debar tidak dijumpai.
- Riwayat menderita darah tinggi disangkal os.
- Riwayat sakit gula disangkal os.
- Riwayat merokok (+) sejak 25 tahun yang lalu sebanyak 1 bungkus per hari.
- Riwayat keluarga menderita penyakit jantung koroner/meninggal mendadak di
sangkal os.
Faktor risiko PJK : Laki-laki usia > 45 tahun, merokok
Riwayat penyakit terdahulu: -
Riwayat pemakaian obat: -
31
Status Presens :
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
HR : 82 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36.5 oC
Sianosis (-), ortopnu (-), dispnu (-), ikterus (-), edema (-), pucat (-)
Pemeriksaan Fisik :
Kepala : Mata : Anemis (-/-), Ikterik (-/-)
Leher : TVJ : R+2 cm H2O
Dinding toraks : Inspeksi : Simetris fusiformis
Palpasi : SF kanan=kiri, kesan: normal
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi
Jantung : S1 (N) S2 (N) S3 (-) S4 (-) reguler
Murmur (-)
Paru : Suara pernafasan : vesikuler
Suara tambahan : tidak dijumpai
32
Abdomen : Palpasi : Soepel, hepar/lien tidak teraba. Asites (-)
Ekstremitas : Superior : sianosis (-) clubbing (-)
Inferior : edema (-) pulsasi arteri (+)
Akral : hangat
TB : 167cm BB : 60kg IMT : 21.51 (Kesan: Normal)
Elektrokardiografi ( tanggal 8 Januari 2015)
33
Sinus Ritme, QRS rate: 66x/i, axis normal. P wave(+) normal, PR interval 0,2”, QRS durasi: 0,08”, ST elevasi Lead I, II, V2, V3, T inversi Lead III, aVR, aVF, Q patologis Lead III, aVR, aVF, LVH(-), VES(-)
Foto Thoraks:
34
Interpretasi foto toraks ( AP ) : (Inspirasi maksimal)
CTR 50%, Segmen Aorta: N , Segmen pulmonal: N, Pinggang Jantung : + , Apeks: downward, Kongesti:(-), Infiltrat:(-)
Kesan :dalam batas normal
Hasil Laboratorium:
Hemoglobin : 13,8 ( 13,2 – 17,3)
Eritrosit : 4,75 X 106 (4,20 – 4,87)
Leukosit : 9,98 x 103 (4,5 – 11,0)
Hematokrit : 40,30% (43 – 49)
Trombosit : 274 x 103(150 – 450)
35
Ginjal
Ureum : 15,00 mg/dL (<50)
Kreatinin : 0,82 mg/dl ( 0,70 – 1,20)
Elektrolit
Natrium (Na) : 140 mEq/dL (131- 135)
Kalium (K) : 4,1 mEq/dl (3,6 -5,5)
Klorida (Cl) :103 mEq/dl (96 – 100)
Enzim Jantung
CK – MB : 19 U/L (7 – 25)
Troponin T : 1,3 (0 – 0,1)
Diagnosa kerja : STEMI Inferior onset 4 hari KILLIP I TIMI RISK 2/14
1. Fungsional : STEMI
2. Anatomi : Arteri Koroner
3. Etiologi : Aterosklerosis
Differensial Diagnosa :
1. Unstable angina pectoris
2. Non ST-Elevation Myocard Infarct (NSTEMI)
3. Pericarditis akut
Pengobatan :
Bed Rest
O2 2-4 liter/i nasal canule
IVFD NaCl 0,9% 10 gtt/i (mikro)
Inj. Fondaparinux 2,5mg/24jam
36
Loading Aspilet 160mg → Aspilet 1 x 80mg
Loading Clopidogrel 300mg →1 x 75mg
Inj Arixtra 2,5mg/24jam
Simvastatin 1 x 40mg
Laxadin Syrup 1 x CI
Rencana pemeriksaan lanjutan :
1. EKG serial
2. Lipid profile
3. Angiografi koroner
Prognosis :
Klasifikasi Killip
Kelas DefinisiProporsi pasien
Mortalitas
(%)
I Tidak ada tanda gagal jantung kongestif 40-50% 6
II + S3 dan/atau ronki basah di basal paru 30-40% 17
III Edema paru akut 10-15% 30-40
IV Syok kardiogenik 5-10% 60-80
37
TIMI Risk Score untuk Infark Miokard dengan elevasi ST
Faktor risiko (bobot) Mortalitas 30 hari (%)
Usia 65-74 tahun (2 poin) 0,8
Usia > 75 tahun (3 poin) 1,6
Diabetes mellitus/hipertensi atau angina (1 poin) 2,2
TDS <100mmHg (3 poin) 4,4
Frekuensi jantung > 100mmHg (2 poin) 7,3
Klasifikasi Killip II-IV (2 poin) 12,4
Berat < 67 kg (1 poin) 16,1
Elevasi ST anterior atau LBBB (1poin) 23.4
Waktu ke reperfusi > 4 jam (1 poin) 26,8
Skor risiko = total poin (0-14) 2/14
38
FOLLOW UP
Hari/tanggal S O A P
09/01/2015
sd
12/01/2015
Nyeri
Dada (-)
Sens: CM
TD: 120/70mmHg
HR: 68x/i
RR: 20x/i
Kepala:Mata: anemis (-/-)
Leher:TVJ (R+2 cmH20)
Thorax: S1S2 N, murmur
(-), gallop (-)
Pulmo: SP vesikuler,
ronki basah basal (-/-)
Abdomen: simetris,
supel, H/L ttb
Extremitas : edema (-/-), ,
akral hangat
STEMI inferior
onset 4 hari Kilip I
TIMI Risk 2/14
Bed rest
02 2-4L/I
IVFD Nacl
0,9% 10 gtt/I
mikro
Plavix 1 x 75
mg
Aspilet 1 x 80
mg
Inj.Arixtra
2.5mg/24jam
Simvastatin 1 x
40 mg
Alprazolam 1x
0,5 mg
Laxadyn syr 1 x
ci
Bisoprolol
1x1,25mg
13/01/2015 Nyeri
dada (-)
Sens: CM
TD: 120/80mmHg
STEMI inferior
onset 4 hari Kilip I
Bed rest
02 2-4L/I
39
HR: 68x/i
RR: 20x/i
Kepala:Mata: anemis (-/-)
Leher:TVJ (R+2 cmH20)
Thorax: S1S2 N, murmur
(-), gallop (-)
Pulmo: SP vesikuler,
ronki basah basal (-/-)
Abdomen: simetris,
supel, H/L ttb
Extremitas : edema (-/-), ,
akral hangat
TIMI Risk 2/14 IVFD Nacl
0,9% 10 gtt/I
mikro
Plavix 1 x 75
mg
Aspilet 1 x 80
mg
Simvastatin 1 x
40 mg
Alprazolam 1x
0,5 mg
Laxadyn syr 1 x
ci
Bisoprolol
1x1,25mg
R/ cek lab hari
ini
R/ besok CATH
14/01/2015 Nyeri
dada (-)
Sens:CM
TD:120/70 mmHg
HR:80x/i
RR:18x/i
Kepala:Mata: anemis (-/-)
STEMI inferior
onset 4 hari Kilip I
TIMI Risk 2/14
Bed rest
02 2-4L/I
IVFD Nacl
0,9% 10 gtt/I
mikro
Plavix 1 x 75
40
Leher:TVJ (R+2 cmH20)
Thorax: S1S2 N, murmur
(-), gallop (-)
Pulmo: SP vesikuler,
ronki basah basal (-/-)
Abdomen: simetris,
supel, H/L ttb
Extremitas : edema (-/-), ,
akral hangat
mg
Aspilet 1 x 80
mg
Simvastatin 1 x
40 mg
Alprazolam 1x
0,5 mg
Laxadyn syr 1 x
ci
Bisoprolol
1x1,25 g
ISDN 3x1
15/01/2015
sd
18/01/2015
Nyeri
dada (-)
Sens:CM
TD:130/90mmHg
HR: 84x/i
RR: 16x/i
Kepala:Mata: anemis (-/-)
Leher:TVJ (R+2 cmH20)
Thorax: S1S2 N, murmur
(-), gallop (-)
Pulmo: SP vesikuler,
ronki basah basal (-/-)
Abdomen: simetris,
STEMI inferior
onset 4 hari Kilip I
TIMI Risk 2/14
Bed rest
02 2-4L/I
IVFD Nacl
0,9% 10 gtt/I
mikro
Plavix 1 x 75
mg
Aspilet 1 x 80
mg
Simvastatin 1 x
40 mg
41
supel, H/L ttb
Extremitas : edema (-/-), ,
akral hangat
Alprazolam 1x
0,5 mg
Laxadyn syr 1 x
CI
Bisoprolol
1x1,25 g
ISDN 3x10mg
Inj Levenox 0.6
cc/ 12 jam
19/01/2015 Nyeri
dada (-)
Sens:CM
TD:130/80 mmHg
HR: 72x/i
RR: 20x/i
Kepala: Mata: anemis
(-/-)
Leher: TVJ (R+2 cmH20)
Thorax: S1S2 N, murmur
(-), gallop (-)
Pulmo: SP vesikuler,
ronki basah basal (-/-)
Abdomen: simetris,
supel, H/L ttb
STEMI inferior
onset 4 hari Kilip I
TIMI Risk 2/14
Bed rest
02 2-4L/I
IVFD Nacl
0,9% 10 gtt/I
mikro
Plavix 1 x 75
mg
Aspilet 1 x 80
mg
Simvastatin 1 x
40 mg
Alprazolam 1x
0,5 mg
Laxadyn syr 1 x
42
Extremitas : edema
pretibial (+/+), , akral
hangat
CI
Bisoprolol
1x1,25 g
ISDN 3x10mg
Inj Levenox 0.6
cc/ 12 jam
(STOP)
PCT 3x500mg
R/ cek lab hari
ini
Hasil Laboratorium: Tanggal 13 Januari 2015
Hemoglobin : 15,10 ( 13,2 – 17,3)
43
Eritrosit : 5,27 X 106 (4,20 – 4,87)
Leukosit : 5,99 x 103 (4,5 – 11,0)
Hematokrit : 44,10% (43 – 49)
Trombosit : 291 x 103(150 – 450)
Ginjal
Ureum : 20,60 mg/dL (<50)
Kreatinin : 0,77 mg/dl ( 0,70 – 1,20)
Elektrolit
Natrium (Na) : 142 mEq/dL (131- 135)
Kalium (K) : 4,4 mEq/dl (3,6 -5,5)
Klorida (Cl) :105 mEq/dl (96 – 100)
FAAL Hemolisis
INR+PT
Waktu Prothrombin
Pasien : 13,5
Kontrol : 13,70
INR : 0,98
APTT
Pasien : 29,2
Kontrol : 36,0
Waktu Thrombin
Pasien : 11,9
Kontrol : 13,3
2D Echo- Doppler Report (09-01-2015)
44
Hasil:
Fungsi sistolik LV baik EF 59%
Fungsi diastolic LV baik E/A >1 (normal)
Wallmotion : hipokinetik inferior
: normokinetik segmen lainnya
Ruang jantung : baik
Katup-katup : baik
Kontraktilitas RV baik TAPSE 21mm
Laporan Angiograf Koroner (14-01-2015)
45
Keterangan :
LM : baik
LAD : baik
LCx : stenosis 90% setelah OM
RCA : Total stenosis proximal, thrombus (+)
distal RCA mendapat aliran dari LAD
Kesan : CAD 2 VD
Anjuran : heparinisasi
: PCI
DISKUSI KASUS
46
a. Anamnesis
Teori:
Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan kumpulan sindroma klinis nyeri
dada yang disebabkan oleh kerusakan miokard yang diistilahkan dengan infark
miokard. SKA adalah suatu istilah atau terminologi yang digunakan untuk
menggambarkan suatu spektrum keadaan atau kumpulan proses penyakit yang
meliputi angina pektoris tidak stabil/APTS (unstable angina/UA), infark miokard
gelombang non-Q atau infark miokard tanpa elevasi segmen ST (Non-ST elevation
myocardial infarction/ NSTEMI), dan infark miokard gelombang Q atau infark
miokard dengan elevasi segmen ST (ST elevation myocardial infarction/STEMI).
Ketiga keadaan tersebut merupakan keadaan kegawatdaruratan kardiovaskular dan
memerlukan tatalaksana yang adekuat untuk menghindari terjadinya sudden death.12
STEMI umumnya disebabkan penurunan atau berhentinya aliran darah secara
tiba-tiba karena oklusi trombus pada arteri koroner yang sudah mengalami
arterosklerosis. Pada kebanyakan kasus, proses akut dimulai dengan ruptur atau fisur
dari plak arterosklerosis, dimana trombus mural timbul pada tempat ruptur dan
menyebabkan oklusi arteri koroner. Secara histologis, plak koroner yang lebih mudah
ruptur adalah yang intinya kaya dengan lemak dan yang mempunyai fibrous cap yang
tipis. Pada kasus yang jarang, STEMI dapat disebabkan okulsi arteri koroner yang
disebabkan oleh emboli koroner, kelainan kongenital, spasme koroner, dan penyakit
inflamasi sistemik.
Pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada perlu dilakukan anamnesis secara
cermat apakah nyeri dada berasal jantung atau dari luar jantung. Jika dicurigai nyeri
dada dari jantung perlu dibedakan apakah nyeri berasal dari koroner atau bukan,
apakah ada riwayat infark miokard sebelumnya serta faktor-faktor resiko antara lain
hipertensi, diabetes melitus, dislipidemia, merokok, stres serta riwayat sakit jantung
koroner pada keluarga.12
47
Manifestasi klinis : nyeri dada, sesak napas, mual dan muntah, palpitasi, sinkop
dari aritmia ventrikel, dan iskemia ekstremitas.
Pasien :
Anamnesa dijumpai:
Nyeri dada tipikal infark miokard (seperti tertusuk-tusuk, menjalar sampai ke
punggung kiri, durasi > 30 menit, keringat dingin).
Faktor Risiko
Faktor risiko biologis yang tidak dapat dimodifikasi, yaitu:
A. Usia
Risiko terjadinya penyakit arteri koroner meningkat dengan bertambahnya umur,
diatas 40 tahun pada pria dan diatas 50 tahun pada wanita. Pasien usia lanjut lebih
sering dari pada usia muda mengalami perubahan abnormalitas anatomi dan fisiologi
kardiovaskular, termasuk respon simpatis beta yang terbatas, peningkatan afterload
jantung karena penurunan compliance arteri dan hipertensi arterial, hipotensi
ortostatik, hipertropi jantung, dan disfungsi ventrikular terutama disfungsi diastolik.20
B. Jenis kelamin
Laki-laki memiliki resiko lebih tinggi dari pada perempuan. Walaupun setelah
menopause, tingkat kematian perempuan akibat penyakit jantung meningkat, tapi
tetap tidak sebanyak tingkat kematian laki-laki akibat penyakit jantung.20
C. Riwayat keluarga
Dengan riwayat keluarga yang memiliki penyakit jantung juga merupakan faktor
resiko, termasuk penyakit jantung pada ayah dan saudara pria yang didiagnosa
sebelum umur 55 tahun, dan pada ibu atau saudara perempuan yang didiagnosa
sebelum umur 65 tahun.20
48
Pasien:
Laki-laki, umur 46 tahun, riwayat keluarga (-)
Faktor risiko yang dapat dimodifikasi
A. Merokok
Peran rokok dalam penyakit jantung koroner antara lain: menimbulkan
aterosklerosis; peningkatan trombogenesis dan vasokonstriksi; peningkatan tekanan
darah; pemicu aritmia jantung, meningkatkan kebutuhan oksigen jantung, dan
penurunan kapasitas pengangkutan oksigen. Merokok 20 batang rokok atau lebih
dalam sehari bisa meningkatkan risiko 2-3 kali dibandingkan yang tidak merokok.
Pasien:
Riwayat Merokok diakui oleh pasien
b. Pemeriksaan Fisik
Teori :
Sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa istirahat (gelisah). Seringkali
ekstremitas pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada subternal >30 menit
dan banyak keringat dicurigai kuat adanya STEMI. Sekitar seperempat pasien infark
anterior mempunyai manifestasi hiperaktivitas saraf simpatis (takikardia dan/atau
hipotensi) dan hampir setengah pasien infark inferior menunjukkan hiperaktifitas
parasimpatis (bradikardia dan/atau hipotensi).21
Tanda fisik lainnya pada disfungsi ventrikular adalah S4 dan S3 gallop,
penurunan intensitas bunyi jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung
kedua. Dapat ditemukan murmur midsistolik atau late sistolik apikal yang bersifat
sementara karena disfungsi apparatus katup mitral dan pericardial friction rub.
Peningkatan suhu sampai 380C dapat dijumpai dalam minggu pertama pasca STEMI.
Pasien:
49
nyeri dada seperti ditusuk-tusuk, >30 menit dan menjalar ke punggung
kiri.
keringat dingin
c. Pemeriksaan Penunjang
Teori :
Diagnosis STEMI ditegakkan berdasarkan EKG yaitu adanya elevasi ST ≥
2mm, minimal pada 2 sadapan prekondrial yang berdampingan atau ≥ 1mm
pada 2 sadapan ekstremitas.3
Lokasi Lokasi Elevasi
Segmen ST
Perubahan
Resiprokal
Arteri Koroner
Anterior V3,V4 V7,V8,V9 Arteri koroner
kiri,cabang
LAD/Diagonal
Anteroseptal V1,V2,V3 V7,V8,V9 Arteri koroner
kiri,cabang LAD
diagonal cabang
LAD septal
Anteroekstensif I,aVL,V2-V6 I,III,aVF Arteri koroner
kiri,proksimal
LAD
Anterolateral I,aVL,V3,V4,V5,V6 II,III,aVF,V7,V8,V9 Arteri koroner kiri
Cabang LAD-diagonal
dan cabang sirkumfleks
50
Inferior II,III,aVF I,aVL,V2,V3 Arteri koroner kanan
cabang decendens
posterior dan cabang
arteri koroner kiri
sirkumfleks
Lateral I,aVL,V5,V6 II,III,aVF Arteri koroner kiri
Cabang LAD- diagonal
dan cabang sirkumfleks
Septum V1,V2 V7,V8,V9 Arteri koroner kiri
cabang LAD-septal
Posterior V7,V8,V9 V1,V2,V3 Arteri koroner kanan/
sirkumfleks
Ventrikel kanan V3R-V4R I,Avl Arteri koroner kanan
proksimal
Pasien: QRS dengan ST elevasi V7, V8, dan V9
Kesan: STEMI posterior
Laboratorium
Pemeriksaan enzim jantung, terutama troponin T yang meningkat,
memperkuat diagnosis, namun keputusan untuk terapi revaskularisasi tak perlu
menunggu hasil pemeriksaan enzim, mengingat dalam tatalaksana infak miokard
akut, prinsip utama penatalaksanaan adalah time is muscle.12
51
Enzim troponin T memiliki keunggulan seperti modalitas yang kuat untuk
stratifikasi resiko, memiliki sensitivitas dan spesivisitas yang lebih tinggi daripada
pemeriksaan CKMB, dapat bertahan sampai dengan 14 hari, dalam darah.
Kekurangannya antara lain kurang sensitif pada awal kejadian IMA karena onsetnya
diatas 5 jam dan perlu penilaian ulang setiap 6-12 jam apabila hasilnya negatif, dan
lambat dalam menentukan kejadian infark berulang.8
Enzim CKMB memiliki keunggulan dapat mendeteksi awal terjadinya infark.
Kekurangannya, spesivitasnya berkurang pada penyakit otot jantung dan kerusakan
miokard akibat pembedahan, sensitivitas berkurang pada infark miokard akut minor
<6jam dan onset >36 jam. 12
Pasien:
Dijumpai hasil pemeriksaan enzim jantung yang meningkat yaitu:
Troponin T : 19 (0 – 0,1)
CK – MB : 1.23 U/L (7 – 25)
Tatalaksana Umum
A. Oksigen
Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri <90%.
Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam
pertama.1
Nitrogliserin
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,5 mg dan dapat
diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain mengurangi nyeri dada,
nitrogliserin juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan menurunkan
preload dan meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh
52
darah koroner yang terkena infark atau pembuluh kolateral. Jika nyeri dada terus
berlangsung dapat diberikan nitrogliserin intravena. Nitrogliserin intravena juga
diberikan untuk mengendalikan hipertensi atau edema paru.1
Morfin
Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik pilihan dalam
tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan dosis 2-4 mg dan dapat
diulang dengan interval 5-15 menit dengan dosis total 20 mg. Mengurangi dan
menghilangkan nyeri dada sangat penting karena nyeri dikaitkan dengan aktivasi
simpatis yang menyebabkan vasokontriksi dan meningkatkan beban jantung.7
Aspirin
Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan efektif
pada spektrum sindrom koroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang
dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi aspirin bukal
dengan dosis 160-325 mg diruang emergensi. Selanjutnya aspirin diberikan oral
dengan dosis 75-162 mg.7
Penyekat Beta
Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian penyekat beta IV, selain
nitrat mungkin efektif. Regimen yang biasa diberikan adalah metoprolol 5 mg setiap
2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi jantung >60 menit, tekanan
darah sistolik >100 mmHg. Lima belas menit setelah dosis IV terakhir dilanjutkan
dengan metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam selama 48 jam, dan
dilanjutkan 100 mg tiap 12 jam.7
ACE Inhibitor
ACE Inhibitor harus segera diberikan jika tekanan darah stabil dan tetap di atas 100
mmHg. Keuntungan ACE Inhibitor terutama terlihat pada pasien dengan gagal
53
jantung, infark miokard, disfungsi ventrikel kiri. ACE Inhibitor seperti captopril 6,25
mg diberikan 3 dosis, target 25-50 mg.7
Antagonis Kalsium
Tidak terdapat bukti yang mendukung penggunaan antagonis kalsium secara rutin.
Namun golongan obat ini dapat digunakan sebagai terapi tambahan pada penderita
dengan nyeri dada iskemik yang berlanjut walaupun telah mendapatkan nitrat dan
penyekat beta.7
Antitrombotik
Menurut John (2008) heparin dapat diberikan dalam bentuk unfractionated heparin
atau low molecular weight heparin. Unfractionated heparin diberikan 5000 unit bolus
dilanjutkan dengan 1000 unit/jam. Dosis heparin kemudian diteruskan sesuai
pemeriksaan aPTT (target aPTT 1,5-2 x nilai normal).7
Antagonis Reseptor Glykoprotein IIb/IIIa
Golongan obat ini sedang diuji pada uji klinik sebagai terapi adjuvant fibrinolitik.
Penggunaannya pada primary PTCA terbukti memperbaiki angka harapan hidup.7
Pada Pasien : dilakukan penatalaksanaan berupa : pemberian antiplatelet berupa
aspilet ditambah dengan clopidogrel, beta, statin berupa simvastatin, anti koagulan
Arixtra
BAB 4
54
Kesimpulan
AG, laki–laki berusia 46 tahun, datang dengan keluhan nyeri dada seperti ditusuk-
tusuk yang mempunyai faktor resiko, merokok dan sehingga mengalami STEMI
Inferior onset 4 hari KILLIP I TIMI RISK 2/14
dan diberi pengobatan:
• Bed rest
• 02 2-4L/i
• IVFD Nacl 0,9% 10 gtt/I mikro
• Plavix 1 x 75 mg
• Aspilet 1 x 80 mg
• Inj.Arixtra 2.5mg/24jam
• Simvastatin 1 x 40 mg
• Alprazolam 1x 0,5 mg
• Laxadyn syr 1 x ci
55
DAFTAR PUSTAKA
1. Rhee W.J, Sabattne S.M., Lily S.L., 2011. Acute Coronary Syndromes,161-
188, Pathophysiology of Heart Diseases, 5th edition, Philadelphia, Lippincott
Williams & Wilkins, a Wolters Kluwer business.
2. Antman E.M., Braunwald E., 2008. Disorders of cardiovascular system.ST-
segment Elevation Myocardial Infarction 1532-1544. Harrison’s Internal
Medicine, 17th edition, United States of America, The McGraw-Hill
Companies.
3. Tyroler H.A., Diseases and Health Probelms, 2000, Coronary Heart Disease
Epidemiology in the 21st Century, The Johns Hopkins University School of
Hygiene and Public Health
4. American Heart Association.Older Americans and Cardiovascular Diseases-
Statistics. 2013.Available from : http://www.american
heart.org/presenter.jhtml identifier_3000936
5. Fuster,at al. Hurst, The Heart Disease. 13th, 2011, Mc Graw Hill Publisher
6. Diego S., William W., Thygesen C., Management of acute myocardial
infarction in patients presenting with ST-segment elevation.2002. European
Society of Cardiology. Elsevier.
7. Kawai C., Pathognesis of Acute Myocardial Infarction, Novel Regulatory
System of Bioactive Substance in the Vessel Wall. 2012. American Heart
Association
8. Nawawi, RA., Fitriani., Rusli, B., Hardjoeno, Nilai Troponin T Penderita
Sindrom Koroner Akut. Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical
Laboratory 2006; 12: 123-126