7/23/2019 lapkas bedah - kolesistolitiasis.docx
http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-bedah-kolesistolitiasisdocx 1/34
1
BAB I
PENDAHULUAN
Kolesistolitiasis atau batu kandung empedu adalah suatu gabungan
beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di
dalam kandung empedu dan duktus sistikus. Sebagian besar batu empedu,
terutama batu kolesterol, terbentuk di dalam kandung empedu.
Insidens batu empedu di negara barat adalah 20% dan banyak menyerang
orang dewasa dan lanjut usia. Di negara barat, 80% batu empedu adalah batu
kolesterol, tatapi angka kejadian batu pigmen meningkat akhir-akhir ini.
Sementara ini di dapat kesan bahwa meskipun batu kolesterol di Indonesia lebih
umum, angka kejadian batu pigmen lebih tinggi dibandingkan angka yang
terdapat di negara Barat, dan sesuai dengan angka di negara tetangga seperti
Singapura, Malaysia, Muangthai, dan Filipina.
Pada banyak pasien kolesistolitiasis dengan anamnesis dan pemeriksaan
fisik yang teliti ditambah dengan pemeriksaan laboratorium yang sederhana,
diagnosis dapat ditegakkan. Namun tidak jarang diagnosis pasti masih sukar
ditetapkan, sehingga perlu dipikirkan berbagai pemeriksaan lanjutan. Diagnosis
kolesisitolitiasis umumnya dapat ditegakkan dengan anamnesis lengkap,
pemeriksaan fisik yang teliti serta tes laboratorium. Walaupun demikian, sarana
penunjang imaging yang non-invasif seperti ultrasonografi (USG), CT-scan
abdomen dan pemeriksaan yang invasif seperti percutaneous transhepatic
cholangiography (PTC), endoscopic retrograde cholangio pancreatography
(ERCP) sering diperlukan untuk menentukan letak, kausa dan luas dari lesiobstruksinya.
7/23/2019 lapkas bedah - kolesistolitiasis.docx
http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-bedah-kolesistolitiasisdocx 2/34
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Definisi
Kolesistolitiasis atau batu kandung empedu adalah suatu gabungan
beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di
dalam kandung empedu dan duktus sistikus. Sebagian besar batu empedu,
terutama batu kolesterol, terbentuk di dalam kandung empedu. Kalau batu
kandung empedu ini berpindah ke dalam saluran empedu ekstrahepatik, disebut
batu saluran empedu sekunder atau koledokolitiasis sekunder.1
1.2 Insidens
Insidens batu empedu di negara barat adalah 20% dan banyak menyerang
orang dewasa dan lanjut usia. Kebanyakan batu empedu tidak bergejala atau
bertanda.2
Angka kejadian penyakit batu empedu dan penyakit saluran empedu di
Indonesia diduga tidak berbeda jauh dengan angka di negara lain di Asia
Tenggara dan sejak tahun 1980-an agaknya berkaitan erat dengan cara diagnosis
dengan ultrasonografi. 1
Dikenal 3 jenis batu empedu, yaitu batu kolesterol, batu pigmen atau batu
bilirubin, dan batu campuran. Di negara barat, 80% batu empedu adalah batu
kolesterol, tatapi angka kejadian batu pigmen meningkat akhir-akhir ini.
Sebaliknya di Asia Timur, lebih banyak batu pigmen dibanding dengan batu
kolesterol, tetapi angka kejadian batu kolesterol sejak 1965 makin meningkat.1,2
Sementara ini di dapat kesan bahwa meskipun batu kolesterol di Indonesia
lebih umum, angka kejadian batu pigmen lebih tinggi dibandingkan angka yangterdapat di negara Barat, dan sesuai dengan angka di negara tetangga seperti
Singapura, Malaysia, Muangthai, dan Filipina. Hal ini menunjukkan bahwa faktor
infeksi empedu oleh kuman gram negatif E. Coli ikut berperan penting dalam
timbulnya batu pigmen. Di wilayah ini insidens batu primer saluran empedu
adalah 40-50% dari penyakit batu empedu, sedangkan di dunia Barat sekitar 5%.2
7/23/2019 lapkas bedah - kolesistolitiasis.docx
http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-bedah-kolesistolitiasisdocx 3/34
3
Perbedaan lain dengan negara Barat ialah batu empedu banyak ditemukan
mulai pada usia muda di bawah 30 tahun. meskipun usia rata-rata tersering ialah
40-50 tahun. Pada usia 60 tahun, insidens batu empedu meningkat. Jumlah
penderita perempuan lebih banyak daripada jumlah penderita laki-laki. Meskipun
batu empedu terbanyak ditemukan di dalam kandung empedu, tetapi sepertiga
dari batu saluran empedu merupakan batu duktus koledukus. Oleh karena itu,
kolangitis di negara Barat ditemukan pada berbagai usia, dan merupakan sepertiga
dari jumlah dari kolesistitis. Batu intrahepatik dan batu primer saluran empedu juga
cukup sering ditemukan.1
1.3 Anatomi kandung empedu
Kandung empedu adalah kantong berbentuk buah pear yang terletak pada
permukaan viseral hati. Kandung empedu dibagi menjadi fundus, korpus, dan
collum. Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol di bawah pinggir inferior
hati; dimana fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi
ujung rawan kosta IX kanan. Korpus bersentuhan dengan permukaan viseral hati
dan arahnya ke atas, belakang dan kiri. Collum dilanjutkan sebagai duktus
sistikus, yang berjalan di dalam omentum minus untuk bersatu dengan sisi kanan
duktus hepatikus komunis, membentuk duktus koledokus (Gambar 1).2
Peritoneum membungkus fundus kandung empedu dengan sempurna dan
menghubungkan corpus dan collum dengan permukaan viseral hati. Batas-batas
kandung empedu yaitu:
n pertama dan kedua duodenum.
Pembuluh darah arteri kandung empedu biasanya berasal dari arteri
sistikus yang merupakan cabang dari arteri hepatik dekstra yang berjalan
transversal melewati Triangle Calot, di bagi menjadi dua cabang. Satu cabang
berjalan sepanjang permukaan peritoneal kandung empedu dan cabang lainnya
berjalan di antara fossa vesica fellea dan hati sedangkan vena sistikus berjumlah
7/23/2019 lapkas bedah - kolesistolitiasis.docx
http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-bedah-kolesistolitiasisdocx 4/34
4
banyak yang berasal dari permukaan hati melewati fossa vesika fellea dan masuk
ke dalam lobus quadratrus. Vena yang berada di bawah permukaan peritoneum
dapat mencapai kollum kandung empedu dan masuk ke dalam lobus quadratus
secara langsung atau berjalan bersama pleksus disekeliling duktus biliaris,
kemudian vena-vena tersebut bergabung bersama vena hepatik ,tapi bukan ke
vena porta. Vena yang berasal dari bagian bawah duktus biliaris komunis yang
mengalir ke dalam vena porta.3
Kandung empedu dipersarafi oleh sistem saraf simpatis dan parasimpatis
yang keduanya melalui pleksus seliakus. Saraf simpatis preganglionik berasal
darti level T8 dan T9 sedangkan saraf parasimpatis postganglionik berada pada
pleksus seliakus dan berjalan sepanjang arteri hepatis dan vena porta menuju
kandung empedu. Saraf parasimpatis berasal dari trunkus vagal, tidak seperti
cabang posteriornya yang melewati pleksus seliakus, cabang anteriornya
mencapai kandung empedu melewati ligamentum gastrohepatis.3,4
Limfe dari kandung empedu melewati nodus hepatikus via nodus sistikus
dekat dengan kollum kandung empedu, alirannya menuju limfonodus seliakus.3
Gambar 1. Kandung Empedu dan Duktus Ekstrahepatik
(Hansen JT, Lambert DR. Netter’s Clinical Anatomy. USA: MediMedia 2005 )
7/23/2019 lapkas bedah - kolesistolitiasis.docx
http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-bedah-kolesistolitiasisdocx 5/34
5
1.4 Fisiologi kandung empedu
Fungsi utama kandung empedu adalah menyimpan dan memekatkan
empedu. Kandung empedu mampu menyimpan sekitar 45 ml empedu yang
dihasilkan hati. Empedu yang dihasilkan hati setiap hari sekitar 500 – 1000 ml,
tidak langsung masuk ke duodenum, akan tetapi setelah melewati duktus
hepatikus, empedu masuk ke duktus sistikus dan disimpan di kandung empedu.4
Di dalam kandung empedu, air, natrium, klorida, dan kebanyakan
elektrolit secara terus-menerus diabsorbsi oleh mukosa kandung empedu. Selain
itu juga terjadi pemekatan zat-zat empedu lainnya, termasuk garam empedu,
kolesterol, lesitin dan bilirubin. Kebanyakan absorbsi ini disebabkan oleh transpor
aktif natrium melalui kandung empedu, dan keaadaan ini diikuti oleh absorbsisekunder ion klorida, air, dan kebanyakan zat-zat terlarut lainnya. Empedu secara
normal dipekatkan sebanyak 5 kali lipat dengan cara ini, tetapi dapat dipekatkan
sampai maksimal 20 kali lipat.3
Secara berkala kandung empedu akan mengosongkan isinya ke dalam
duodenum melalui kontraksi simultan lapisan ototnya dan relaksasi sfingter Oddi
(Gambar 2). Rangsang normal kontraksi dan pengosongan kandung empedu
adalah masuknya kimus asam dalam duodenum. Pengosongan tersebut
dipengaruhi oleh faktor neural, humoral dan rangsang kimiawi. Rangsang vagal
meningkatkan sekresi empadu, sedangkan saraf splennikus menurunkan sekresi
empedu. Hormon kolesistikinin (CCK) juga memperantarai kontraksi, hormon ini
disekresi oleh mukosa usus halus akibat pengaruh makanan berlemak atau
produksi lipolitik dapat merangsang nervus vagus. Asam hidroklorik, sebagai
digesti protein dan asam lemak yang ada di duodenum merangsang peningkatan
sekresi empedu.3,4
7/23/2019 lapkas bedah - kolesistolitiasis.docx
http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-bedah-kolesistolitiasisdocx 6/34
6
Gambar 2. Sfingter Oddi
(Andersen DK, Billiar TR, Brunicardi FC, Dunn DL, Hunter JG, Pollock RE. Schwartz’s
Principles of Surgery. New York: McGraw-Hill 2007)
Substansi terbanyak yang disekresi pada empedu adalah garam-garamempedu, yang merupakan setengah dari total solut empedu, juga disekresi dan
diekskresi dalam konsentrasi besar adalah bilirubin, kolesterol, lesitin dan
elektrolit plasma.5
(Tabel 1).
Tabel 1. Komposisi Empedu di Hepar dan Kandung Empedu
Sumber: Beauchamp, et al (2004)6
Karekteristik Hepar Kandung Empedu
Na 160,0 270,0K 5 10
Cl 90 15
HCO3 45 10
Ca 4 25
Mg 2 -
Bilirubin 1,5 15
Protein 150 -
Asam Empedu 50 150
Fosfolipid 8 40
Kolesterol 4 18
Total solid - 125
Ph 7,8 7,2* Semua nilai yang tercantum, kecuali Ph, satuannya miliequivalen per liter
Fungsi empedu yang lain adalah membuang limbah tubuh tertentu
(terutama pigmen hasil pemecahan sel darah merah dan kelebihan kolesterol)
7/23/2019 lapkas bedah - kolesistolitiasis.docx
http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-bedah-kolesistolitiasisdocx 7/34
7
serta membantu proses pencernaan dan penyerapan lemak. Garam empedu
menyebabkan meningkatnya kelarutan kolesterol, lemak dan vitamin larut lemak,
sehingga membantu penyerapan dari usus. Hemoglobin yang berasal dari
penghancuran sel darah merah dirubah menjadi bilirubin (pigmen utama dalam
empedu) dan dibuang ke dalam empedu. Berbagai protein yang memegang
peranan penting dalam fungsi empedu juga disekresi dalam empedu.6
1.5 Metabolisme bilirubin
Gambar 3. Metabolisme bilirubin
1.5.1 Fase Prahepatik
- Pembentukan biliburin : sekitar 250 sampai 350 mg biliburin atau sekitar 4 mg
per kg berat badan terbentuk setiap harinya, 70-80% berasal dari pemecahan
sel darah merah yang matang. Sedangkan sisanya 20-30% (early labeled
bilirubin) datang dari protein heme lainnya yang berada terutama di dalam
sumsum tulang dan hati. Sebagian dari protein heme dipecah menjadi besi dan
produk antara biliverdin dengan perantara enzim heme oksigenasi. Enzim lain,
biliverdin reduktase, mengubah biliverdin menjadi bilirubin. Pembentukan
early labeled bilirubin meningkat pada beberapa kelainan dengan eritropoiesis
yang tidak efektif.
7/23/2019 lapkas bedah - kolesistolitiasis.docx
http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-bedah-kolesistolitiasisdocx 8/34
8
- Transport plasma : bilirubin tidak larut dalam air, karenanya bilirubin tak
terkonjugasi ini transportnya dalam plasma terikat dengan albumin dan tidak
dapat melalui membran glomerulus, karenanya tidak muncul dalam air kemih.
Ikatan melemah dalam beberapa keadaan seperti asidosis, dan pemakaian
antibiotika tertentu.7
1.5.2 Fase Intrahepatik
Liver uptake : proses pengambilan bilirubin tak terkonyugasi oleh hati
memerlukan protein sitoplasma atau protein penerima, yang diberi symbol
sebagai protein Y dan Z.
Konjugasi : bilirubin bebas yang terkonsentrasi dalam sel hati mengalami
konyugasi dengan asam glukoronik membentuk bilirubin diglukuronida atau
bilirubin konyugasi atau bilirubin direk. Reaksi ini yang dikatalisasi oleh
enzim mikrosomal glukoronil transferase menghasilakn bilirubin yang larut
air. Dalam beberapa keadaan reaksi ini hanya menghasilkan bilirubin
monoglukorida, dengan bagian asam glukoronik kedua ditambahkan dalam
satuan empedu melalui sistem enzim yang berbeda, namun reaksi ini tidak
dianggap fisiologik. Bilirubin konyugasi lainnya selain diglukuronid juga
terbentuk namun kegunaannya tidak jelas.7
1.5.3 Fase Pascahepatik
Ekskresi bilirubin : bilirubin konyugasi dikeluarkan ke dalam kanalikulus
bersama bahan lainnya. Di dalam usus flora bakteri men”dekonyugasi” dan
mereduksi bilirubin menjadi sterkobilinogen dan mengeluarkannya sebagian
besar ke dalam tinja yang memberi warna coklat. Sebagian diserap dan
dikeluarkan kembali ke dalam empedu, dan dalam jumlah kecil mencapai air
seni sebagai urobilinogen. Ginjal dapat mengeluarkan diglukuronida tetapi
tidak bilirubin unkonyugasi. Hal ini menerangkan warna air seni yang gelap
yang khas pada gangguan hepatoseluler atau kolestasis intrahepatik. Bilirubin
tak terkonyugasi bersifat tidak larut dalam air namun larut dalam lemak.
7/23/2019 lapkas bedah - kolesistolitiasis.docx
http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-bedah-kolesistolitiasisdocx 9/34
9
Karenanya bilirubin tak terkonyugasi dapat melewati barier darah-otak atau
masuk ke dalam plasenta. Dalam sel hati, bilirubin tak terkonyugasi
mengalami proses konyugasi melalui enzim glukoniltransferase dan larut
dalam empedu cair.7
1.6 Patofisiologi batu empedu
Komponen-komponen organik penting dalam batu empedu antara lain
bilirubin, garam empedu, fosfolipid, dan kolesterol. Batu empedu dikelompokkan
berdasarkan kandungan kolesterolnya, yaitu batu kolesterol dan batu pigmen.
Batu pigmen dapat dikelompokkan lagi menjadi batu hitam dan coklat. Di negara-
negara Barat, sekitar 80% batu empedu adalah batu kolesterol dan sekitar 15-20%
merupakan batu pigmen hitam. Batu pigmen cokelat sendiri persentasenya hanya
sedikit. Kedua tipe batu pimen ini lebih umum dijumpai di Asia.8
a. Batu Kolesterol Batu kolesterol murni tidak sering dijumpai dan hanya sekitar 10% dari
total jumlah batu empedu yang ada. Biasanya batu ini muncul sebagai batu
tunggal yang besar dengan permukanaan yang halus. Sebagian besar batu
kolesterol juga mengandung sejumlah pigmen empedu dan kalsium, tapi jumlah
kolesterol didalamnya selalu lebih dari 70% berat batu. Batu jenis ini biasanya
multipel, memiliki ukuran yang bervariasi, keras, ireguler, faset, berbentuk seperti
mulberry, atau halus. Warna batu bervariasi dari putih kekuning-kuningan, hijau,
hingga hitam. Kebanyakan batu empedu bersifat radioluscent; kurang dari 10%
bersifat radiopaque.6
Proses pembentukan batu kolesterol melalui empat tahap, yaitu
penjenuhan empedu oleh kolesterol, pembentukan nidus, kristalisasi, dan
pertumbuhan batu. Derajat penjenuhan empedu oleh kolesterol dapat dihitung
melaui kapasitas daya larut. Penjenuhan ini dapat disebabkan oleh bertambahnya
sekresi kolesterol atau penurunan relatif asam empedu atau fosfolipid.9
Penjenuhan kolesterol yang berlebihan tidak dapat membentuk batu,
kecuali bila ada nidus atau ada proses lain yang menimbulkan kristalisasi. Nidus
dapat berasal dari pigmen empedu, mukoprotein, lendir, protein lain, bakteria atau
7/23/2019 lapkas bedah - kolesistolitiasis.docx
http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-bedah-kolesistolitiasisdocx 10/34
10
benda asing lain. Setelah kristalisasi meliputi suatu nidus akan terjadi
pembentukan batu. Pertumbuhan batu terjadi karena pengendapan kristal
kolesterol di atas matriks inorganik.5
Batu empedu baru dapat memberikan gejala jika memiliki ukuran yang
cukup untuk menyebabkan cedera pada kandung empedu atau obstruksi traktus
biliaris. Pertumbuhan batu melewati 2 tahap: 1) pembesaran yg progresif dari satu
kristal atau batu melalui deposisi presipitat insoluble tambahan pada permukaan
batu empedu atau 2) penggabungan beberapa kristal atau batu individual
membentuk batu yang besar. Selain itu, gangguan pada motilitas kandung empedu
dapat meningkatkan lamanya waktu empedu di dalam kandung empedu. Hal ini
juga turut berperan dalam pembentukan batu empedu.8
b. Batu Pigmen
Batu pigmen mengandung kurang dari 20% kolesterol dan berwarna gelap
oleh karena adanya kalsium bilirubinat. Baik batu berwarna hitam maupun coklat
hanya memiliki sedikit kesamaan.
Batu pigmen hitam biasanya kecil, rapuh, berwarna hitam, dan tidak
beraturan. Batu ini terbentuk dari penjenuhan kalsium bilirubinat, karbonat, dan
fosfat yang biasanya terdapat sekunder pada kelainan hemolitik dan pada sirosis.
Seperti halnya batu kolesterol, batu ini hampir selalu terbentuk di dalam kandung
empedu. Di negera-negara Asia seperti Jepang, batu pigmen hitam memiliki
persentase yang lebih tinggi dibandingkan dunia Barat.
Batu coklat biasanya berdiameter kurang dari 1 cm, berwarna coklat
kekuning-kuningan, lembut, dan sering lunak. Batu jenis ini dapat terbentuk di
kandung empedu atau saluran empedu, biasanya sekunder akibat infeksi bacterial
yang menyebabkan stasis empedu. Presipitat kalsium karbonat dan bakteri-bakteri
membentuk bagian utama batu. Bakteri seperti Escherichia coli mensekresikan
beta-glukoronidase, yaitu suatu enzim yang membantu bilirubin glukoronidase
menghasilkan bilirubin tak terkonjugasi yang tidak larut. Presipitat ini bersama
dengan kalsium dan sel-sel bakteri yang telah mati akan membentuk batu coklat
lembut pada traktus biliaris. Batu coklat biasanya ditemukan pada traktus biliaris
orang Asia dan dihubungkan dengan stasis sekunder akibat infeksi parasit. Pada
7/23/2019 lapkas bedah - kolesistolitiasis.docx
http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-bedah-kolesistolitiasisdocx 11/34
11
populasi Barat, batu coklat muncul sebagai batu duktus biliar primer pada pasien
dengan striktura biliar atau batu di duktus yang lebih umum yang dapat
menyebabkan stasis dan kontaminasi bakteri.6
1.7 Patofisiologi Ikterus
Terdapat 4 mekanisme umum dimana hiperbilirubinemia dan ikterus dapat
terjadi yaitu, pembentukan bilirubin secara berlebihan, gangguan pengambilan
bilirubin tak terkonjugasi oleh hati, gangguan konjugasi bilirubin, penurunan
ekskresi bilirubin terkonyugasi dalam empedu akibat faktor intrahepatik dan
ekstrahepatik yang bersifat obstruksi fungsional atau mekanik.
Hiperbilirubinemia tak terkonyugasi terutama disebabkan oleh tiga
mekanisme yang pertama, sedangkan mekanisme yang keempat terutama
menghakibatkan hiperbilirubinemia terkonyugasi.
Pada ikterus obstruksi, terjadi penurunan ekskresi bilirubin terkonyugasi.
Gangguan ekskresi bilirubin, baik yang disebabkan oleh faktor-faktor fungsional
maupun obstruktif, terutama mengakibatkan hiperbilirubinemia terkonyugasi.
Karena bilirubin terkonyugasi larut dalam air, maka bilirubin ini dapat
diekskresi ke dalam kemih, sehingga menimbulkan bilirubinuria dan menjadikan
urin berwarna gelap.
Urobilinogen feses dan urobilinogen kemih sering berkurang sehingga
feses-feses terlihat pucat. Peningkatan kadar bilirubin terkonyugasi dapat di sertai
bukti-bukti kegagalan ekskresi hati lainnya, seperti peningkatan kadar fosfatase
alkali dalam serum, AST, kolesterol, dan garam-garam empedu. Peningkatan
garam-garam empedu dalam darah menimbulkan gatal-gatal pada ikterus. Ikterus
yang diakibatkan oleh hiperbilirubinemia terkonyugasi biasanya lebih kuning
dibandingkan dengan hiperbilirubinemia tak terkonyugasi. Perubahan warna
berkisar dari kuning-jingga muda atau tua sampai kuning-hijau bila terjadi
obstruksi total aliran empedu.8,9
7/23/2019 lapkas bedah - kolesistolitiasis.docx
http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-bedah-kolesistolitiasisdocx 12/34
12
1.8 Etiologi Ikterus
a. Ikterus Obstruktif (Kolestasis) Intrahepatik
Aliran empedu dapat terganggu pada tingkat mana saja dari mulai sel hati
(kanalikulus), sampai ampula Vateri. Penyebab ikterus obstruktif intrahepatik
antara lain :
1. Virus Hepatitis, peradangan intrahepatik mengganggu transport bilirubin
terkonyugasi dan menyebabkan ikterus. Hepatitis A merupakan penyakit self
limited dan dimanifestasikan dengan adanya ikterus yang timbul secara akut.
Hepatitis B dan C akut sering tidak menimbulkan pada tahap awal (akut),
tetapi bisa berjalan kronik dan menahun dan mengakibatkan gejala hepatitis
menahun atau bahkan sudah menjadi sirosis hati.
2. Alkohol, bisa mempengaruhi gangguan pengambilan empedu dan
sekresinya, dan mengakibatkan kolestasis. Pemakaian alkohol secara terus
menerus bisa menimbulkan perlemakan (steatosis), hepatitis, dan sirosis
dengan berbagai tingkat ikterus. Hepatitis karena alkohol biasanya member
gejala ikterus sering timbul akut dan dengan keluhan dan gejala yang lebih
berat. Jika ada nekrosis sel hati ditandai dengan peningkatan transaminase
yang tinggi.
3. Infeksi bakteri Entamoeba histolitica, terjadi reaksi radang dan akhirnya
terjadi nekrosis jaringan hepar.
4. Adanya tumor hati maupun tumor yang telah menyebar ke hati dari bagian
tubuh lain.10
b. Ikterus Obstruktif (Kolestasis) Ekstrahepatik
Efek patofisiologis mencerminkan efek backup konsituen empedu (yang
terpenting bilirubin, garam empedu, dan lipid) ke dalam sirkulasi sistemik dan
kegagalannya untuk masuk usus halus untuk ekskresi. Retensi bilirubin
menghasilkan campuran hiperbilirubinemia dengan kelebihan bilirubin
konyugasi masuk ke dalam urin. Tinja sering berwarna pucat karena lebih
sedikit yang bisa mencapai saluran cerna usus halus. Peningkatan dalam
empedu dalam sirkulasi selalu di perkirakan sebagai penyebab keluhan gatal
7/23/2019 lapkas bedah - kolesistolitiasis.docx
http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-bedah-kolesistolitiasisdocx 13/34
13
(pruritus), walaupun sebenarnya hubungannya belum jelas sehingga
pathogenesis gatal masih belum bisa di ketahui dengan pasti.9
Garam empedu di butuhkan untuk penyerapan lemak dan vitamin K,
gangguan ekskresi garam empedu dapat di akibatkan steatorrhea dan
hipoprotombinemia. Pada keadaan kolestasis yang berlangsung lama
( primary, biliary,cyrosis) gangguan penyerapan Ca dan vitamin D serta
vitamin lain yang larut lemak dapat terjadi dan dapat menyebabkan
osteoporosis dan osteomalasia. Retensi kolesterol dan fospolipid
mengakibatkan hiperlipidemia, walaupun sintesis di hati dan esterifikasi yang
berkurang dalam darah kolesterol turut berperan kadar trigliserida tidak
terpengaruh. Lemak beredar dalm darah sebagai lipoprotein densitas rendah
yang unik dan abnormal yang di sebut lipoprotein X . Penyebab ikterus
obstruktif ekstrahepatik antara lain, kolelitiasis, kolesistitis, atresia bilier, kista
duktus kholedokus, tumor Pankreas.9,11
1.9 Faktor predisposisi batu empedu
a. Batu kolesterol
Faktor demografik/genetik yaitu prevalensi di Eropa Utara dan
Amerika Utara lebih besar dibandingkan dengan di Asia. Obesitas
menyebabkan sekresi dan simpanan garam empedu normal namun sekresi
kolesterol biliar meningkat. Kehilangan berat badan menyebabkan
perpindahan kolesterol di jaringan yang diikuti peningkatan sekresi
kolesterol biliar sementara sirkulasi enterohepatik asam empedu
menurun.10
Hormon sex perempuan menyebabkan estrogen menstimulasi
reseptor lipoprotein hepatik, meningkatkan pengambilan kolesterol
makanan, dan meningkatkan sekresi kolesterol biliar. Estrogen alami,
estrogen lainnya, kontrasepsi oral menyebabkan penurunan sekresi garam
empedu dan menurunkan konversi kolesterol menjadi ester kolesterol.9
7/23/2019 lapkas bedah - kolesistolitiasis.docx
http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-bedah-kolesistolitiasisdocx 14/34
14
Peningkatan usia dapat meningkatkan sekresi kolesterol biliar,
menurunkan ukuran simpanan asam empedu, penurunan sekresi garam
empedu. Terapi clofibrate dapat meningkatkan sekresi kolesterol biliar.7
b. Batu pigmen
Faktor demografik/genetic misalnya asia, keadaan rural, hemolisis kronik,
anemia pernisiosa, cystic fibrosis, infeksi traktus biliaris kronik, infeksi parasit,
peningkatan usia, penyakit usus halus, reseksi usus halus, atau bypass.
1.10 Gejala Klinis
Setengah sampai dua pertiga penderita batu kandung empedu adalah
asimtomatik. Keluhan yang mungkin timbul berupa dispepsia yang kadang
disertai intolerans terhadap makanan berlemak. Pada yang simtomatik, keluhan
utamanya berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran atas kanan atau
prekordium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang mungkin berlangsung
lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian.
Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan, tetapi pada sepertiga kasus timbul
tiba-tiba. Penyebaran nyeri dapat ke bagian tengah skapula, atau ke puncak bahu,
dan dapat disertai mual dan muntah.9
Keluhan nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik napas dalam
dan sewaktu kandung empedu tersentuh jari tangan sehingga pasien berhenti
menarik napas, yang merupakan tanda rangsangan peritoneum setempat (tanda
Murphy).7,9
Ikterus akan muncul apabila terjadi sumbatan pada aliran empedu
sehingga menyebabkan penurunan ekskresi bilirubin ke dalam empedu.
Penurunan ekskresi bilirubin salah satunya disebabkan oleh kelainan ekstrahepatik
yaitu batu empedu. Ekskresi bilirubin terkonjugasi oleh hepatosit akan menimbulkan
masuknya kembali bilirubin ke dalam sirkulasi sistemik sehingga timbul
hiperbilirubinemia/ikterus.7
Pasien dengan obstruksi pada saluran empedu juga bisa mengeluhkan urin
yang keluar seperti air teh dan tinja seperti dempul/pucat. Pada gangguan
pengeluaran empedu, kadar bilirubin terkonjugasi dalam darah akan meningkat
7/23/2019 lapkas bedah - kolesistolitiasis.docx
http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-bedah-kolesistolitiasisdocx 15/34
15
dan akan dikeluarkan melalui urin sehingga urin akan menjadi gelap seperti air
teh. Sebaliknya tinja akan menjadi pucat. Tinja sering berwarna pucat karena
bilirubin lebih sedikit yang bisa mencapai saluran cerna usus halus.7,9,10
1.11 Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punktum maksimum di
daerah letak anatomi kandung empedu. Tanda Murphy positif apabila nyeri tekan
bertambah sewaktu penderita menarik napas panjang karena kandung empedu
yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik
napas.7
1.12 Pemeriksaan laboratorium
Darah rutin. Pemeriksaan darah dilakukan unutk mengetahui adanya
suatu anemia dan juga keadaan infeksi.
Urinalisis. Dilakukan untuk melihat warna urin dan melihat apakah
terdapat bilirubin di dalam urin atau tidak.
Bilirubin. Penyebab ikterus yang tergolong prehepatik akan
menyebabkan peningkatan bilirubin indirek. Kelainan intrahepatik
dapat berakibat hiperbilirubin indirek maupun direk. Kelainan
posthepatik dapat meningkatkan bilirubin direk.10
Aminotransferase dan alkali fosfatase
Biopsi hati. Histologi hati tetap merupakan pemeriksaan definitive
untuk ikterus hepatoseluler dan beberapa kasus ikterus kolestatik
(sirosis biliaris primer, kolestasis intrahepatik akibat obat-obatan (drug
induced).8
7/23/2019 lapkas bedah - kolesistolitiasis.docx
http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-bedah-kolesistolitiasisdocx 16/34
16
1.13 Pemeriksaan Radiologi
a. Foto polos abdomen
Pada pemeriksaan ini diharapkan dapat melihat batu opak dikandung
empedu atau di duktus kholedekus. Kadang-kadang pemeriksaan ini dipakai untuk
skrening, melihat keadaan secara keseluruhan dalam rongga abdomen.
b. Ultrasonografi (USG)
Tes ini telah menggantikan kolesistogram oral sebagai prosedur terpilih
saat mengevaluasi pasien untuk batu empedu. Kemampuan dari ultrasonografi
abdomen dalam mendiagnosa kolesistitis akuttidak sebesar dalam mendiagnosa
batu. Ultrasonografi bermanfaat dalam mengidentifikasi dilatasi biliaris
intrahepatik dan ekstrahepatik.
c. Computer Tomography Scan (CT-Scan)
Tes ini tidak terlalu sensitid untuk mengidentifikasi kandung empedu tetapi
menyediakan informasi tentang sifat, luas, dan lokasi dilatasi biliaris dan adanya
massa di dalam dan di sekitar traktus biliaris.
d. Kolangiografi Transhepatik Perkutaneus (PTC)
Di bawah kontrol fluoroskopik dan anastesia lokal, dimasukkan jarum kecil
melalui dinding abdomen ke dalam duktus biliaris. Ini menyediakan suatu
kolangiogam dan memungkinkan intervensi terapeutik bila perlu, didasarkan pada
situasi klinis. Bermanfaat bagi pasien dengan masalah biliaris kompleks, mencakup
striktura dan tumor.
e. Kolangiopankreatografi Retrograd Endoskopik (ERCP)
Menggunakan endoskop pandangan samping, traktus biliaris dan duktus
pankreatikus dapat diintubasi dan dilihat. Keuntungannya adalah visualisasi langsung
dari daerah ampula dan jalur langsung ke duktus biliaris distal. Ini sangat bermanfaat
untuk pasien dengan penyakit duktus koledokus (jinak dan ganas).12
1.14 Penatalaksanaan
Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan. Jika
batu kandung empedu menyebabkan serangan nyeri berulang, maka dianjurkan untuk
menjalani pengangkatan kandung empedu (kolesistektomi). Pengangkatan kandung
7/23/2019 lapkas bedah - kolesistolitiasis.docx
http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-bedah-kolesistolitiasisdocx 17/34
17
empedu tidak menyebabkan kekurangan zat gizi dan setelah pembedahan tidak perlu
dilakukan pembatasan makanan.
Pilihan penatalaksanaan antara lain :
a. Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien dengan
kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi adalah
cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas yang
dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk
kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.
b. Kolesistektomi laparaskopi
Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan
sekarang ini sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopi. 80-90% batu
empedu di Inggris dibuang dengan cara ini karena memperkecil resiko kematian
17ocal17tt17t operasi normal (0,1-0,5% untuk operasi normal) dengan mengurangi
komplikasi pada jantung dan paru. Kandung empedu diangkat melalui selang yang
dimasukkan lewat sayatan kecil di dinding perut.
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya
kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah
mulai melakukan prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan pasien dengan
batu duktus koledokus. Secara teoritis keuntungan tindakan ini dibandingkan prosedur konvensional adalah dapat mengurangi perawatan di rumah sakit dan biaya
yang dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan
kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan adalah kemanan dari prosedur ini,
berhubungan dengan insiden komplikasi seperti cedera duktus biliaris yang mungkin
dapat terjadi lebih sering selama kolesistektomi laparaskopi.13
c. Kolesistotomi
Bila tindakan pembedahan tidak mngkin dilakukan untuk menghilangkan
penyebab sumbatan, dilakukan tindakan drainase yang bertujuan agar empedu yang
terhambat dapat dialirkan. 13
7/23/2019 lapkas bedah - kolesistolitiasis.docx
http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-bedah-kolesistolitiasisdocx 18/34
18
1.15 Kompikasi
Obstruksi duktus sistikus, kolik bilier, kolesistitis akut, perikolesistitis,
peradangan pankreas (pankreatitis), perforasi, kolesistitis kronis, hidrop kandung
empedu, empiema kandung empedu, fistel kolesistoenterik, batu empedu sekunder
(Pada 2-6% penderita, saluran menciut kembali dan batu empedu muncul lagi), ileus
batu empedu (gallstone ileus).7
1.16 Prognosis
Komplikasi yang serius dan kematian terkait tindakan operasi sendiri sangat
jarang. Tingkat mortalitas operasi sekitar 0,1% pada penderita dibawah usia 50 tahun
dan sekitar 0,5% pada penderita diatas usia 50 tahun. Kebanyakan kematian terjadi
pada penderita dengan risiko tinggi yang telah diketahui sebelum operasi. Tindakan
operasi dapat meringankan gejala pada 95% kasus batu empedu.12
7/23/2019 lapkas bedah - kolesistolitiasis.docx
http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-bedah-kolesistolitiasisdocx 19/34
19
BAB III
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama : Ny. S.L
Umur : 34 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Karombasan
Agama : Protestan
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Suku/Bangsa : Minahasa/Indonesia
Tanggal MRS : 8 Maret 2013, pukul 11:44 wita
Keluhan utama: Nyeri perut kanan atas disertai kuning seluruh tubuh
Riwayat Penyakit Sekarang:
Nyeri perut kanan atas dirasakan penderita sejak ± 2 tahun sebelum masuk
Rumah Sakit. Nyeri kemudian dirasakan menghebat sejak ± 3 minggu sebelum
masuk Rumah Sakit. Nyeri seperti ditusuk-tusuk dan menjalar hingga ke bahu
kanan. Nyeri bersifat hilang timbul. Pasien juga mengeluh kuning seluruh tubuh.
Demam( -), mual dan muntah (-), buang air kecil seperti air teh pekat (+), buang
air besar seperti dempul (+). Riwayat penurunan berat badan tidak ada.
Riwayat Penyakit Dahulu: tidak ada.
Riwayat Penyakit Keluarga: Cuma penderita yang sakit seperti ini
Riwayat sosial: kebiasaan megkonsumsi alkohol tidak ada
7/23/2019 lapkas bedah - kolesistolitiasis.docx
http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-bedah-kolesistolitiasisdocx 20/34
20
Pemeriksaan Fisik
Keadaaan umum : cukup Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 110/70 mmHg Nadi : 88 kali/menit
Respirasi : 20 kali/menit Suhu : 36,9 oC
Kepala
Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (+/+)
Leher
Inspeksi : trakea letak di tengah
Palpasi : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
Thoraks
Inspeksi : simetris kiri = kanan, retraksi (−)
Auskultasi : SP vesikuler kiri = kanan
Palpasi : SF kiri = kanan
Perkusi : sonor kiri = kanan
Abdomen
Inspeksi : datar, warna kulit kuning
Auskultasi : BU (+) normal
Palpasi : lemas, nyeri tekan kuadran kanan atas (+), murphy sign (+),
defans muscular (-)
Perkusi : timpani
Ekstremitas : tidak ada kelainan
Rektum/anal : tidak ada kelainan
Genitalia : tidak ada kelainan
7/23/2019 lapkas bedah - kolesistolitiasis.docx
http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-bedah-kolesistolitiasisdocx 21/34
21
Pemeriksaan penunjang
Laboratorium waktu masuk :
Hemoglobin : 12,8 g/dl Ureum : 17 mg/dl
Leukosit : 7.900 /mm3 Creatinine : 0,6 mg/dl
Eritrosit : 4,23 SGOT : 174
Hematokrit : 35,0 SGOT : 309
Trombosit : 271.000 /mm3 γ GT : 14 U/L
Bilirubin total : 15,23 mg/dl Alkalin fosfatase : 686 U/L
Bilirubin Direk: 14,41 mg/dl Na : 146
Bilirubin Indirek: 0,82 mg/dL K : 3,42
GDS : 143 Cl : 102,2
– Thorax : tidak tampak kelainan
Diagnosa : Kolesistolitiasis
Sikap : Pro Kolesistostomi
7/23/2019 lapkas bedah - kolesistolitiasis.docx
http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-bedah-kolesistolitiasisdocx 22/34
22
Laporan Operasi :
Operator : dr. Heber sapan, Sp.B-KBD
Ass OP : dr. Mulyoni, dr. Rudy, dr. Prabowo
Ahli anestesi : dr. Ido Posangi, Sp.An
Jenis anestesi : lokal anestesi
Diagnosis pra bedah : ikterus obstruksi ec. Kolesistolitiasis
Jenis operasi : kolesistostomi
Jam mulai : 19.00 wita
Jam selesai : 20.30 wita
- Pasien terlentang di meja operasi dengan spinal anestesi
- A & antisepsi lapangan operasi
- Insisi midline diperdalam sampai peritoneum
- Peritoneum dibuka identifikasi vesika fellea
- Dilakukan pungsi keluar cairan kuning kehijauan
- Dilakukan jahitan pada vesika felea
- Insisi lalu dimasukan kateter fr. 20
- Control perdarahan
- Luka ditutup lapis demi lapis
- Operasi selesai
- Diagnosis pasca bedah : post kolesistostomi ec. ikterus obstruksi ec.
kolesistolitiasis
Intruksi Post operasi:
- Observasi vital sign
- IVFD RL 30 gtt/m
- Ceftriaxone 2x1 gr iv
- Ranitidin 2x1 amp iv
- Ketorolac 3x1 amp iv
- As. Tranexamat 3x1 amp iv
- Vit C 2x1 amp iv
- Vit K 1x1 amp iv
7/23/2019 lapkas bedah - kolesistolitiasis.docx
http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-bedah-kolesistolitiasisdocx 23/34
23
Follow Up Post operasi
9-3 2013
S: nyeri luka operasi (+)
O: vs :dbn
Kep: konj. an -/-, skl ict +/+,
Abd: datar, lemas, luka operasi terawat, perdarahan (-),
kateter kolesistostomi produksi ± 600 cc/12 jam warna kuning kehijauan
A: post kolesistostomi ec. Ikterus obstruksi (H-1)
P: IVFD RL:D5% 2:1/ 24 jam
Ceftriaxone 2x1 gr iv
Ranitidin 2x1 amp iv
Ketorolac 3% 3x1 amp drips
Diet bebas rendah lemak
Rawat Luka
10, 11 Maret 2013
Terapi lanjut, rawat luka
12-3-2013
Terapi lain lanjut, rawat luka, cek bilirubin direk, indirek, total
13-3-2013
Terapi lanjut, rawat luka, R/ CT-scan abdomen
Hasil lab :
Leu: 11500 Cr: 0,5 K: 2,92
Erit: 3,53 Ur: 14 Cl: 101,9
Hb: 10,6 Alb: 3,5 Bilirubin total : 0,95
Ht: 29,9 Glob: 3,0 Bilirubin direk : 0,21
7/23/2019 lapkas bedah - kolesistolitiasis.docx
http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-bedah-kolesistolitiasisdocx 24/34
24
Tromb: 283 SGOT: 27
Prot tot: 6,5 SGPT: 87
GDS: 59 Na: 154
14-3-2013
Terapi Lanjut, rawat luka, R/ CT-Scan abdomen
15-3-2013
Terapi lanjut, rawat luka, R/ CT-scan abdomen, cek gamma GT, alkalin fosfat
16,17,18 Maret 2013
Terapi lanjut, rawat luka CT-scan abdomen
19-3-2013
terapi lanjut, rawat luka, hasil CT-scan : kolesistolitiasis, R/ operasi eksplorasi
CBD
20,21,22 Maret 2013
Terapi lanjut, rawat luka, R/ operasi eksplorasi CBD
23-3-2013
Terapi lanjut, rawat luka, R/ operasi eksplorasi CBD, X-foto thorax, periksa ulanglab lengkap
24-3-2013
Terapi lanjut, rawat luka, R/ operasi eksplorasi CBD, Lab lengkap menunggu
hasil
25-3-2013
Terapi lanjut, R/ operasi eksplorasi CBD
Hasil lab :
Leu: 5300 Cr: 0,6 GDS: 92 K: 2,77
Erit: 3,76 Ur: 10 SGOT: 23 Cl: 114,8
Hb: 11,3 Alb: 4,3 SGPT: 20 Na: 151
7/23/2019 lapkas bedah - kolesistolitiasis.docx
http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-bedah-kolesistolitiasisdocx 25/34
25
Ht: 32,1 Glob: 2,6 Gamma GT: 64
Tromb: 293 Prot tot: 6,9 Alkalin fosfat: 136
26,27 Maret 2013
Terapi lanjut, rawat luka, R/ operasi eksplorasi CBD, Konsul anastesi
28-3-2013
Rencana operasi hari ini
Laporan operasi:
Operator : dr. Heber sapan, Sp.B-KBD
Ass OP : dr. Prabowo, dr. jelita, dr. mulyoni
Ahli anestesi : dr. Ido Posangi, Sp.An
Jenis anestesi : general anestesi
Diagnosis pra bedah : batu vesika fellea
Jenis operasi : eksplorasi CBD, kolesistektomi, laparotomi
- Penderita terlentang di meja operasi dengan narkose
- A & antisepsis lapangan operasi
- Insisi midline diperdalam sampai peritoneum
- Peritoneum dibuka, identifikasi tampak perlengketan usus halus
- Identifikasi kandung empedu, dibebaskan dari hepatic bed, kemudian duktus
sistikus diidentifikasi, arteri sistikus di ligasi
- Dilakukan kolesistektomi
- Kemudian dilakukan eksplorasi CBD, disonde ke proksimal 25ocal25 distal,
di spool dengan NaCl 0,9 % dengan dispo 50 cc, sonde ke proksimal dan
distal lancer
- Dipasang T-tube modifikasi dengan kateter fr 10
- Pasang drain
- Luka operasi ditutup lapis demi lapis
- Operasi selesai.
- Kandung empedu di buka tampak batu ukuran 1,5 cmx2 cm kirim ke PA
7/23/2019 lapkas bedah - kolesistolitiasis.docx
http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-bedah-kolesistolitiasisdocx 26/34
26
- Diagnosis pasca bedah : post laparotomi + eksplorasi CBD + kolesistektomi
ec. kolesistolitiasis
Instruksi Post op :
IVFD RL:D5% = 2:2 = 28 gtt/m
Ceftriaxone 2x1gr iv
Ranitidine 2x1 amp iv
Ketorolac 3x1 amp iv
Vit K 3x1 amp iv
Vit C 5 amp drips
Kalnex 3x1 amp
Puasa sampai instruksi selanjutnya
Observasi tanda vital, drain, NGT
Cek DL post op
Rawat luka
Hasil Lab post op:
Leu: 9100
Erit: 3,98
Hb: 12,9
Ht: 36,0
Tromb: 305
29, 30 Maret 2013
S: nyeri luka operasi (+)
O: vs : dbn
Abd: Luka operasi terawat, perdarahan (-), pus (-),
NGT produksi ± 5cc, warna kehijauan
7/23/2019 lapkas bedah - kolesistolitiasis.docx
http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-bedah-kolesistolitiasisdocx 27/34
27
T-Tube produksi 300cc/24 jam
Drain produksi ± 100 cc
A: post laparotomi + eksplorasi CBD + kolesistektomi ec. Kolesistolitiasis (H-1)
P: IVFD RL:D5% = 2:2
Ceftriaxone 2x1 gr iv
Ranitidine 2x1 amp
Ketorolac 3x1 amp
Vit K 3x1 amp
Vit C 5 amp drips
Kalnex 3x1 amp
Puasa
Rawat luka
31-3-2013
S: nyeri luka operasi (+), pasien suda flatus
O: vs : dbn
Abd: Luka operasi terawat, perdarahan (-), pus (-),
NGT produksi ± 50 cc, warna kehijauan
T-Tube produksi 100cc/24 jam
Drain produksi ± 50 cc/24 jam
A: post laparotomi + eksplorasi CBD + kolesistektomi ec. Kolesistolitiasis (H-3)
P: IVFD RL:D5%:aminofusin = 2:2:2
Terapi lain lanjut
Rawat luka
1-4-2013
As. Tranexamat 3x1 amp
7/23/2019 lapkas bedah - kolesistolitiasis.docx
http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-bedah-kolesistolitiasisdocx 28/34
28
Terapi lain lanjut
Rawat luka
Hasil Lab :
Leu: 6800 Na: 136
Erit: 3,24 K: 3,0
Hb: 10,5 Cl: 105
Ht: 29,2
Trom: 265
2-4-2013
Terapi lanjut
Rawat luka
3-4-2013
Terapi lain lanjut
Vit K stop
As. Tranexamat stop
Rawat luka
4-4-2013
Terapi lanjut
Diet lunak
Rawat luka
8-4-2013
Terapi lanjut
Aff T-tube
Rawat Luka
Drain pertahankan 2 hari lagi
7/23/2019 lapkas bedah - kolesistolitiasis.docx
http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-bedah-kolesistolitiasisdocx 29/34
29
9-4-2013
Aff infus
Cefadroxyl 2x1 tab
Ranitidin 3x1 tab
Antalgin 3x1 tab
Diet bebas
Rawat luka
11-4-2013
Terapi lanjut, aff drain
12-4-2013
Cefadroxyl 2x1 tab
Ranitidine 2x1 tab
Antalgin 3x1 tab
R/ rawat jalan
7/23/2019 lapkas bedah - kolesistolitiasis.docx
http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-bedah-kolesistolitiasisdocx 30/34
30
BAB IV
PEMBAHASAN
Diagnosis pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Pada penderita batu kandung empedu yang simtomatik, keluhan utamanya
berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas atau prekordium.
Pada anamnesis penderita ini didapatkan penderita mengalami nyeri perut
kanan atas selama kurang lebih 2 tahun terakhir yang hilang timbul, namun baru
dirasakan menghebat dalam 3 minggu sebelum penderita masuk rumah sakit.
Nyeri bersifat tajam yang dirasakan menjalar hingga ke punggung kanan.
Penderita mengaku tidak pernah mengalami demam atau mual dan muntah.
Berdasarkan kepustakaan, sebagian penderita dengan batu yang
asimtomatik baru merasakan gejalanya membutuhkan intervensi setelah beberapa
tahun. Pada penderita ini, gejala telah dirasakan kurang lebih 2 tahun sebelum
akhirnya gejala bertambah berat dan penderita memutuskan untuk dilakukan
intervensi. Nyeri yang hilang timbul menandakan suatu nyeri kolik bilier yang
biasanya timbul jika batu menyumbat aliran empedu (obstruksi) atau karena batu
yang bergerak ke hilir dan tersangkut di saluran empedu. Nyeri yang bersifat
tajam pada kuadran kanan atas dan menjalar hingga ke bahu kanan menandakan
adanya rangsangan peritoneum fokal yang berasal dari organ yang berada di
kuadran tersebut.
Pada anamnesis juga didapatkan penderita mengeluh ikterus, warna urin
seperti teh, warna tinja seperti dempul. Berdasarkan kepustakaan ikterus obstruksi
pada pasien ini disebabkan oleh akibat penurunan eksresi bilirubin ke dalam empedu.
Gangguan ekskresi bilirubin pada pasien ini disebabkan oleh ekstrahepatik yaitu batu
empedu (kolelitiasis). Ekskresi bilirubin terkonjugasi oleh hepatosit akan
7/23/2019 lapkas bedah - kolesistolitiasis.docx
http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-bedah-kolesistolitiasisdocx 31/34
31
menimbulkan masuknya kembali bilirubin ke dalam sirkulasi sistemik sehingga
timbul hiperbilirubinemia/ikterus.
Pada gangguan pengeluaran empedu, kadar bilirubin terkonjugasi dalam
darah akan meningkat dan akan dikeluarkan melalui urin sehingga urin akan
menjadi gelap. Sebaliknya tinja akan menjadi pucat. Tinja sering berwarna pucat
karena bilirubin lebih sedikit yang bisa mencapai saluran cerna usus halus
Pemeriksaan fisik penderita batu kandung empedu terutama ditemukan
nyeri tekan dengan punktum maksimum di daerah letak anatomi kandung
empedu. Tanda Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita
menarik napas panjang karena kandung empedu yang meradang tersentuh ujung
jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik napas. Pada pemeriksaan
palpasi daerah abdomen pasien ini ditemukan adanya nyeri tekan pada daerah
kuadran kanan atas dan Murphy sign positif.
Pada dasarnya pentalaksanaan pasien dengan kolesistolitiasis bertujuan
untuk menghilangkan penyebab sumbatan atau mengalirkan aliran empedu.
Tindakan tersebut dapat berupa tindakan pembedahan pengangkatan batu
(kolesistektomi). Kolesistektomi dapat dilakukan baik dengan kolesistektomi
terbuka maupun kolesistektomi laparoskopik.
Bila tindakan pembedahan tidak mungkin dilakukan untuk menghilangkan
penyebab sumbatan, maka dilakukan tindakan drainase yang bertujuan agar
empedu yang terhambat dapat dialirkan. Drainase dilakukan keluar tubuh tubuh
yaitu dengan pemasangan pipa pada duktus koledokus atau kolesistostomi.
Prognosis pada pasien ini baik karena belum terdapat tanda-tanda
perforasi kandung empedu. Sekitar 95% kasus batu empedu gejalanya berkurang
setelah menjalani operasi, sehingga quality of life pasien juga meningkat.
7/23/2019 lapkas bedah - kolesistolitiasis.docx
http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-bedah-kolesistolitiasisdocx 32/34
32
DAFTAR PUSTAKA
1. M. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Kolelitiasis. Dalam: Buku Ajar Ilmu
Bedah. Jakarta: EGC 2004.
2. Hansen JT, Lambert DR. Netter’s Clinical Anatomy. USA: MediMedia
2005
3. Corazziari E, Shaffer EA, Hogan WJ, Sherman S, Toouli J. Anatomy and
physiology of the biliary tree and gallbladder. Gut 2006;45(suppl2):48 – 54.
4. M. Lamah Indkaghd. Anatomical Variations of the Extrahepatic Biliary.
Tree: Review of the World Literature. Clinical Anatomy 14; 2001. p.167-
172
5. Andersen DK, Billiar TR, Brunicardi FC, Dunn DL, Hunter JG, Pollock
RE. Schwartz’s Principles of Surgery. New York: McGraw-Hill 2007.
6. Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL, Townsend CM. Sabiston
Textbook of Surgery. 17th ed. Pennsylvania: Elsevier 2004.
7. Wilson L.M., Lester L.B., Hati, Empedu, dan Pankreas. Dalam :
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.Buku
1. Edisi 4.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1995. p.426-463.
8. Wolkoff A.W. The Hyperbilirubinemia in Kaspen et all. Harrison’s
Principles of Internal Medicine. 16th edition. Mc Graw Hill, Singapore;
2005. p.1817-1821.
7/23/2019 lapkas bedah - kolesistolitiasis.docx
http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-bedah-kolesistolitiasisdocx 33/34
33
9. Sulaiman A. Pendekatan Klinis pada Pasien Ikterus. Dalam Buku Ajar
IlmuPenyakit Dalam Jilid III edisi IV. Jakarta : Pusat penerbitan
Departemen IlmuPenyakit Dalam FKUI. 2006. 422-425
10. Sherlock S, Dooley J. Jaundice.Cholestasis.In : Disease of The Liver and
Billiary System. 11th
edition. Oxford : Blackwell Scientific Publ,2002,
pp.201-14.217-35
11. Davey P. Ikterus. Dalam : At a Glace Medicine. Jakarta : Erlangga
Medical Series, 2006.
12. Soetikno R. Imaging pada Ikterus Obstruksi. Bandung: Universitas
Padjadjara. 2007
13. Doherty GM, Way LW. Current Surgical Diagnosis & Treatment . 12th
ed. New York: McGraw-Hill 2006