LAPORAN PENDAHULUAN
LANSIA DENGAN OSTEOARTRITIS
DI POLI GERIATRI RSUD ULIN BANJARMASIN
Tanggal 31 Agustus s/d 5 September 2015
Disusun Oleh
TITY RIEZKA RIANTHI, S.KepI4B110214
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2015
1. KONSEP LANSIA
A. Proses Menua
Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-
lahan kemamuan jaringan untuk memperbaiki diri / mengganti dengan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap
infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Constantinides, 1994).
Pengertian lansia (Lanjut Usia) adalah fase menurunnya kemampuan akal
dan fisik, yang di mulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagai
mana di ketahui, ketika manusia mencapai usia dewasa, ia mempunyai
kemampuan reproduksi dan melahirkan anak. Ketika kondisi hidup berubah,
seseorang akan kehilangan tugas dan fungsi ini, dan memasuki selanjutnya, yaitu
usia lanjut, kemudian mati. Bagi manusia yang normal, siapa orangnya, tentu
telah siap menerima keadaan baru dalam setiap fase hidupnya dan mencoba
menyesuaikan diri dengan kondisi lingkunganya (Darmojo, 2004 dalam
Psychologymania, 2013).
B. Batasan Lanjut Usia Lansia
Menurut organisasi kesehatan dunia WHO dalam psycologymania 2013
batasan lanjut usia meliputi :
1. Usia pertengahan (middle age) : usia 45-54 tahun
2. Lanjut suia (elderly) : antara 60-74 tahun
3. Lanjut usia tua (old) : antara 75-90 tahun
4. Usia sangat tua (very old) : di atas 90 tahun.
Seseorang dikatakan sebagai orang jompo atau usia lanjut setelah yang
bersangkutan mencapai usia 55 tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari
nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari, dan menerima nafkah dari
orang lain‖ (Santoso, 2009).
C. Karakteristik Lansia
Menurut Keliat dalam Maryam (2008), lansia memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan Pasal 1 ayat (2) UU No.13 tentang
kesehatan)
2. Kebutuan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari
kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif hingga
kondisi maladaptif
3. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi.
Karakteristik penyakit yang dijumpai pada lansia diantaranya:
1. Penyakit yang sering multipel, saling berhubungan satu sama lain
2. Penyakit bersifat degeneratif, serta menimbulkan kecacatan
3. Gejala sering tidak jelas, berkembang secara perlahan
4. Masalah psikologis dan sosial sering terjadi bersamaan
5. Lansia sangat peka terhadap penyakit infeksi akut
6. Sering terjadi penyakit yang bersifat iatrogenic
D. Teori Menua
Teori penuaan secara umum menurut Lilik Ma’rifatul (2011) dapat dibedakan
menjadi dua yaitu teori biologi dan teori penuaan psikososial
a. Teori Biologi
1) Teori seluler
Kemampuan sel hanya dapat membelah dalam jumlah tertentu dan kebanyakan
sel–sel tubuh “diprogram” untuk membelah 50 kali. Jika sel pada lansia dari tubuh
dan dibiakkan di laboratrium, lalu diobrservasi, jumlah sel–sel yang akan membelah,
jumlah sel yang akan membelah akan terlihat sedikit. Pada beberapa sistem, seperti
sistem saraf, sistem musculoskeletal dan jantung, sel pada jaringan dan organ dalam
sistem itu tidak dapat diganti jika sel tersebut dibuang karena rusak atau mati. Oleh
karena itu, sistem tersebut beresiko akan mengalami proses penuaan dan mempunyai
kemampuan yang sedikit atau tidak sama sekali untuk tumbuh dan memperbaiki diri
(Azizah, 2011)
2) Sintesis Protein (Kolagen dan Elastis)
Jaringan seperti kulit dan kartilago kehilangan elastisitasnya pada lansia. Proses
kehilangan elastiaitas ini dihubungkan dengan adanya perubahan kimia pada
komponen protein dalam jaringan tertentu. Pada lansia beberapa protein (kolagen dan
kartilago, dan elastin pada kulit) dibuat oleh tubuh dengan bentuk dan struktur yang
berbeda dari protein yang lebih muda. Contohnya banyak kolagen pada kartilago dan
elastin pada kulit yang kehilangan fleksibilitasnya serta menjadi lebih tebal, seiring
dengan bertambahnya usia (Tortora dan Anagnostakos, 1990). Hal ini dapat lebih
mudah dihubungkan dengan perubahan permukaan kulit yang kehilangan
elastisitanya dan cenderung berkerut, juga terjadinya penurunan mobilitas dan
kecepatan pada system musculoskeletal (Azizah, 2011).
3) Keracunan Oksigen
Teori tentang adanya sejumlah penurunan kemampuan sel di dalam tubuh untuk
mempertahankan diri dari oksigen yang mengandung zat racun dengan kadar yang
tinggi, tanpa mekanisme pertahan diri tertentu. Ketidakmampuan mempertahankan
diri dari toksink tersebut membuat struktur membran sel mengalami perubahan dari
rigid, serta terjadi kesalahan genetik (Tortora dan Anaggnostakos, 1990). Membran
sel tersebut merupakan alat untuk memfasilitas sel dalam berkomunikasi dengan
lingkungannya yang juga mengontrol proses pengambilan nutrisi dengan proses
ekskresi zat toksik di dalam tubuh. Fungsi komponen protein pada membran sel yang
sangat penting bagi proses di atas, dipengaruhi oleh rigiditas membran tersebut.
Konsekuensi dari kesalahan genetik adalah adanya penurunan reproduksi sel oleh
mitosis yang mengakibatkan jumlah sel anak di semua jaringan dan organ berkurang.
Hal ini akan menyebabkan peningkatan kerusakan sistem tubuh (Azizah, 2011).
4) Sistem Imun
Kemampuan sistem imun mengalami kemunduran pada masa penuaan. Walaupun
demikian, kemunduran kemampuan sistem yang terdiri dari sistem limfatik dan
khususnya sel darah putih, juga merupakan faktor yang berkontribusi dalam proses
penuaan. Mutasi yang berulang atau perubahan protein pasca tranlasi, dapat
menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh mengenali dirinya
sendiri. Jika mutasi isomatik menyebabkan terjadinya kelainan pada antigen
permukaan sel, maka hal ini akan dapat menyebabkan sistem imun tubuh
menganggap sel yang mengalami perubahan tersebut sebagai selasing dan
menghancurkannya. Perubahan inilah yang menjadi dasar terjadinya peristiwa
autoimun. Disisi lain sistem imun tubuh sendiri daya pertahanannya mengalami
penurunan pada proses menua, daya serangnya terhadap sel kanker menjadi menurun,
sehingga sel kanker leluasa membelah-belah (Azizah, 2011).
5) Teori Menua Akibat Metabolisme
Menurut MC Kay et all., (1935) yang dikutip Darmojo dan Martono (2004),
pengurangan “intake” kalori pada rodentia muda akan menghambat pertumbuhan dan
memperpanjang umur. Perpanjangan umur karena jumlah kalori tersebut antara lain
disebabkan karena menurunnya salah satu atau beberapa proses metabolisme. Terjadi
penurunan pengeluaran hormon yang merangsang pruferasi sel misalnya insulin dan
hormon pertumbuhan.
b. Teori Psikologis
1) Aktivitas atau Kegiatan (Activity Theory)
Seseorang yang dimasa mudanya aktif dan terus memelihara keaktifannya setelah
menua. Sense of integrity yang dibangun dimasa mudanya tetap terpelihara sampai
tua. Teori ini menyatakan bahwa pada lanjut usia yang sukses adalah meraka yang
aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial (Azizah, 2011).
2) Kepribadian berlanjut (Continuity Theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia. Identity pada
lansia yang sudah mantap memudahkan dalam memelihara hubungan dengan
masyarakat, melibatkan diri dengan masalah di masyarakat, kelurga dan hubungan
interpersonal (Azizah, 2011).
3) Teori Pembebasan (Disengagement Theory)
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara pelan
tetapi pasti mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya atau menarik diri dari
pergaulan sekitarnya (Azizah, 2011).
E. Tugas Perkembangan Lansia
Menurut Patricia Gonce Morton dkk, 2011 tugas perkembangan keluarg yaitu:
Memutuskan dimana dan bagaimana akan menjalani hidup selama sisa
umurnya.
Memelihara hubungan yang suportif, intim dan memuaskan dengan pasangan
hidupnya, keluarga, dan teman.
Memelihara lingkungan rumah yang adekuat dan memuaskan terkait dengan
status kesehatan dan ekonomi
Menyiapkan pendapatan yang memadai
Memelihara tingkat kesehatan yang maksimal
Mendapatkan perawatan kesehatan dan gigi yang komprehensif
Memelihara kebersihan diri
F. Perubahan-perubahan yang Terjadi Pada Lansia
Semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses penuaan secara
degeneratif yang akan berdampak pada perubahan-perubahan pada diri manusia,
tidak hanya perubahan fisik, tetapi juga kognitif, perasaan, sosial dan sexual (Azizah,
2011).
a. Perubahan Fisik
1) Sistem Indra
Sistem pendengaran; Prebiakusis (gangguan pada pendengaran) oleh
karena hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam, terutama
terhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit
dimengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas 60 tahun.
2) Sistem Intergumen
Pada lansia kulit mengalami atropi, kendur, tidak elastis kering dan
berkerut. Kulit akan kekurangan cairan sehingga menjadi tipis dan berbercak.
Kekeringan kulit disebabkan atropi glandula sebasea dan glandula sudoritera,
timbul pigmen berwarna coklat pada kulit dikenal dengan liver spot.
3) Sistem Muskuloskeletal
Perubahan sistem muskuloskeletal pada lansia antara lain sebagai berikut:
Jaringan penghubung (kolagen dan elastin). Kolagen sebagai pendukung utama
kulit, tendon, tulang, kartilago dan jaringan pengikat mengalami perubahan
menjadi bentangan yang tidak teratur.
4) Kartilago
Jaringan kartilago pada persendian lunak dan mengalami granulasi dan
akhirnya permukaan sendi menjadi rata, kemudian kemampuan kartilago untuk
regenerasi berkurang dan degenerasi yang terjadi cenderung kearah progresif,
konsekuensinya kartilago pada persendiaan menjadi rentan terhadap gesekan.
5) Tulang
Berkurangnya kepadatan tualng setelah di obserfasi adalah bagian dari
penuaan fisiologi akan mengakibatkan osteoporosis lebih lanjut mengakibatkan
nyeri, deformitas dan fraktur.
6) Otot
Perubahan struktur otot pada penuaan sangat berfariasi, penurunan jumlah
dan ukuran serabut otot, peningkatan jaringan penghubung dan jaringan lemak
pada otot mengakibatkan efek negatif.
7) Sendi
Pada lansia, jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon, ligament dan fasia
mengalami penuaan elastisitas.
8) Sistem kardiovaskuler
Massa jantung bertambah, vertikel kiri mengalami hipertropi dan
kemampuan peregangan jantung berkurang karena perubahan pada jaringan ikat
dan penumpukan lipofusin dan klasifikasi Sa nude dan jaringan konduksi berubah
menjadi jaringan ikat.
9) Sistem respirasi
Pada penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru, kapasitas total paru
tetap, tetapi volume cadangan paru bertambah untuk mengompensasi kenaikan
ruang rugi paru, udara yang mengalir ke paru berkurang. Perubahan pada otot,
kartilago dan sendi torak mengakibatkan gerakan pernapasan terganggu dan
kemampuan peregangan toraks berkurang.
10) Pencernaan dan Metabolisme
Perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan, seperti penurunan
produksi sebagai kemunduran fungsi yang nyata :
a) Kehilangan gigi,
b) Indra pengecap menurun,
c) Rasa lapar menurun (sensitifitas lapar menurun),
d) Liver (hati) makin mengecil dan menurunnya tempat penyimpanan,
berkurangnya aliran darah.
11) Sistem perkemihan
Pada sistem perkemihan terjadi perubahan yang signifikan. Banyak fungsi
yang mengalami kemunduran, contohnya laju filtrasi, ekskresi, dan reabsorpsi
oleh ginjal.
12) Sistem saraf
Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan atropi yang
progresif pada serabut saraf lansia. Lansia mengalami penurunan koordinasi dan
kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari.
13) Sistem reproduksi
Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan menciutnya ovary dan
uterus. Terjadi atropi payudara. Pada laki-laki testis masih dapat memproduksi
spermatozoa, meskipun adanya penurunan secara berangsur-angsur.
b. Perubahan Kognitif
1) Memory (Daya ingat, Ingatan)
2) IQ (Intellegent Quocient)
3) Kemampuan Belajar (Learning)
4) Kemampuan Pemahaman (Comprehension)
5) Pemecahan Masalah (Problem Solving)
6) Pengambilan Keputusan (Decission Making)
7) Kebijaksanaan (Wisdom)
8) Kinerja (Performance)
9) Motivasi
c. Perubahan mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental :
1) Pertama-tama perubahan fisik, khsusnya organ perasa.
2) Kesehatan umum
3) Tingkat pendidikan
4) Keturunan (hereditas)
5) Lingkungan
6) Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian.
7) Gangguan konsep diri akibat kehilangan kehilangan jabatan.
8) Rangkaian dari kehilangan , yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan
famili.
9) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran diri,
perubahan konsep diri.
d. Perubahan spiritual
Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya (Maslow,
1970). Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaanya, hal ini terlihat dalam
berfikir dan bertindak dalam sehari-hari (Murray dan Zentner, 1970)
e. Kesehatan Psikososial
1) Kesepian
Terjadi pada saat pasangan hidup atau teman dekat meninggal terutama jika
lansia mengalami penurunan kesehatan, seperti menderita penyakit fisik berat,
gangguan mobilitas atau gangguan sensorik terutama pendengaran.
2) Duka cita (Bereavement)
Meninggalnya pasangan hidup, teman dekat, atau bahkan hewan kesayangan
dapat meruntuhkan pertahanan jiwa yang telah rapuh pada lansia. Hal tersebut
dapat memicu terjadinya gangguan fisik dan kesehatan.
3) Depresi
Duka cita yang berlanjut akan menimbulkan perasaan kosong, lalu diikuti
dengan keinginan untuk menangis yang berlanjut menjadi suatu episode
depresi. Depresi juga dapat disebabkan karena stres lingkungan dan
menurunnya kemampuan adaptasi.
4) Gangguan cemas
Dibagi dalam beberapa golongan: fobia, panik, gangguan cemas umum,
gangguan stress setelah trauma dan gangguan obsesif kompulsif, gangguan-
gangguan tersebut merupakan kelanjutan dari dewasa muda dan berhubungan
dengan sekunder akibat penyakit medis, depresi, efek samping obat, atau
gejala penghentian mendadak dari suatu obat.
5) Parafrenia
Suatu bentuk skizofrenia pada lansia, ditandai dengan waham (curiga), lansia
sering merasa tetangganya mencuri barang-barangnya atau berniat
membunuhnya. Biasanya terjadi pada lansia yang terisolasi/diisolasi atau
menarik diri dari kegiatan sosial.
6) Sindroma Diogenes
Suatu kelainan dimana lansia menunjukkan penampilan perilaku sangat
mengganggu. Rumah atau kamar kotor dan bau karena lansia bermain-main
dengan feses dan urin nya, sering menumpuk barang dengan tidak teratur.
Walaupun telah dibersihkan, keadaan tersebut dapat terulang kembali.
2. LANSIA DENGAN OSTEOARTRITIS
1. Definisi
Osteoartritis yang dikenal sebagai penyakit sendi degenaeratif atau
osteoartritis (sekalipun terdapat inflamasi) merupakan kelainan sendi yang
paling sering ditemukan dan kerapkali menimbulkan ketidakmampuan
(disabilitas) (Nanda Nic Noc,2012).
Osteoartritis adalaha kondisi dimana sendi terasa nyeri akibat
inflamasi ringan yang timbul karena gesekan ujung- ujung tulang penyusun
sendi ( Soenarwo, 2011)
Osteoartritis adalah kondisi dimana sendi terasa nyeri akibat inflamasi
ringan yang timbul karena gesekan ujung- ujung tulang penyusun sendi.
Jadi osteoartritis merupakan kelainan yang bersifat progresif lambat
yang mengenai rawan sendi.
2. Epidemiologi
Angka kejadian OA sering dijumpai pada orang dengan usia 45 thn keatas
dengan angka kejadian pada wanita lebh banyak daripada pria. Diseluruh
dunia, diperkirakan 9,6% pria dan 18% wanita berumur 60 thn keatas, terkena
OA. Insiden OA pada umur kurang dari 20 tahun sekitar 10% dan meningkat
lebh dari 80% pada umur lebih dari 55 tahun.
3. Penyebab
a. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor pencetus dari Osteoartritis yang banyak meyebabkan
gejala, meliputi:
1) Umur
Perubahan fisik dan biokimia yang terjadi sejalan dengan bertambahnya
usia dengan penurunan jumlah kolagen dan kadar air, dan endapannya
berbentuk pigmen yang berwarna kuning.
2) Pengausan
Pemakaian sendi yang berlebihan secara teoritis dapat merusak rawan
sendi melalui 2 mekanisme yaitu pengikisan dan proses degenerasi karena
bahan yang harus dikandungnya.
3) Kegemukan
Faktor kegemukan akan menambah beban pada sendi penopang berat
badan, sebaliknya nyeri atau cacat yang disebabkan oleh osteoartritis
mengakibatkan seseorang menjadi tidak aktif dan dapat menambah
kegemukan
4) Trauma
Kegiatan fisik yang dapat menyebabkan osteoartritis adalah trauma yang
menimbulkan kerusakan pada integritas struktur dan biomekanik sendi
tersebut.
5) Keturunan
Herbeden node merupakan salah satu bentuk osteortritis yang biasa
ditemukan pada pria yang kedua orang tuanya terkena osteoartritis
sedangkan wanita, hanya salah satu dari orang tuanya yang terkena.
6) Akibat penyakit radang sendi lain
Infeksi (artritis rematoid, infeksi akut, infeksi kronis) menimbulkan reaksi
peradangan dan pengeluaran enzim perusak matrik rawan sendi oleh
membran synovial dan sel- sel radang.
7) Joint mallignment
Pada akromegali karena pengaruh hormone pertumbuhan, maka rawan
sendi akan menebal dan menyebabkan sendi menjadi tidak stabil/
seimbang sehingga memperceat proses degenerasi
8) Penyakit Endokrin
Pada hipertiroidisme terjadi produksi air dan garam- garam proteglikan
yang berlebihan pada seluruh jaringan penyokong sehinggga merusak sifat
fisik rawan sendi, ligament. Tendon, synovial, dan kulit pada diabetes
melitus, glukosa akan menyebabkan produksi proteaglandin menurun.
9) Deposit pada rawan sendi
Hemokromatosis,penyakit wilson, akronotis, kalsium pirofosfat dapat
mengendapkan homosiderin, tembaga polimer, asam hemogentisis, kristal
monosodium urat/ pirofosfat dalam rawan sendi.
b. Faktor Presipitasi
Demografi
Mereka yang terdiagnosis osteoartritis, sangatlah diperlukan adanya
perhatian lebih mengenai keadaan lingkungan. Ketika lingkungan
sekitarnya yang tidak mendukung. Maka kemungkinan besar klien akan
merasakan gejala penyakit ini. Banyak diantaranya ketika keadaan suhu
lingkungan sekitar klien yang cukup dingin, maka klien akan merasa ngilu,
kekakuan sendi pada area- area yang biasa terpapar, sulit untuk mobilisasi
dan bahkan kelumpuhan.
4. Patofisiologi
Penyakit sendi degeneratif merupakan suatu penyakit kronik, tidak
meradang, dan progresif lambat, yang seakan-akan merupakan proses
penuaan, rawan sendi mengalami kemunduran dan degenerasi disertai dengan
pertumbuhan tulang baru pada bagian tepi sendi. Proses degenerasi ini
disebabkan oleh proses pemecahan kondrosit yang merupakan unsur penting
rawan sendi. Pemecahan tersebut diduga diawali oleh stress biomekanik
tertentu. Pengeluaran enzim lisosom menyebabkan dipecahnya polisakarida
protein yang membentuk matriks di sekeliling kondrosit sehingga
mengakibatkan kerusakan tulang rawan. Sendi yang paling sering terkena
adalah sendi yang harus menanggung berat badan, seperti panggul lutut dan
kolumna vertebralis. Sendi interfalanga distal dan proksimasi.
Osteoartritis pada beberapa kejadian akan mengakibatkan terbatasnya
gerakan. Hal ini disebabkan oleh adanya rasa nyeri yang dialami atau
diakibatkan penyempitan ruang sendi atau kurang digunakannya sendi
tersebut. Perubahan-perubahan degeneratif yang mengakibatkan karena
peristiwa-peristiwa tertentu misalnya cedera sendi infeksi sendi deformitas
congenital dan penyakit peradangan sendi lainnya akan menyebabkan trauma
pada kartilago yang bersifat intrinsik dan ekstrinsik sehingga menyebabkan
fraktur ada ligamen atau adanya perubahan metabolisme sendi yang pada
akhirnya mengakibatkan tulang rawan mengalami erosi dan kehancuran,
tulang menjadi tebal dan terjadi penyempitan rongga sendi yang
menyebabkan nyeri, kaki kripitasi, deformitas, adanya hipertropi atau
nodulus.
5. Klasifikasi
Osteoartritis diklasifikasikan menjadi:
a. Tipe primer (idiopatik) tanpa kejadian atau penyakit sebelumnya yang
berhubungan dengan osteoartritis.
b. Tipe skunder seperti akibat trauma, infeksi dan pernah mengalami
fraktur.
6. Gejala Klinis
a. Nyeri sendi, keluhan utama
b. Hambatan gerak sendi, gangguan ini biasanya semakin berat dengan
pelan- pelan sejalan dengan bertambahnya rasa nyeri.
c. Kaku pagi
d. Krepitasi, rasa gemeretak (kadang- kadang dapat terdengar) pada sendi
yang sakit.
e. Pembesaran sendi (deformitas)
f. Perubahan gaya berjalan
g. Tanda- tanda peradangan, tanda- tanda peradangan pada sendi ( nyeri
ekan, gangguan gerak, rasa hangat yang merata dan warna kemerahan)
7. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi bila osteoartritis tidak ditangani yaitu
terjadi deformitas atau kerusakan struktur penunjang sendi dengan perjalanan
penyakit. Pergeseran ulnar atau jari, subluksasi sendi metakarpofalangeal,
deformitas bautonmere dan leher angsa pada kaki terdapat protrusi (tonjolan)
kaput metatarsal yang timbul sekunder dari subluksasi metatarsal.
Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan
ulkus peptikum yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat anti
inflamasi nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit
(disease modifying antirhematoid drugs, DMARD) yang menjadi faktor
penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada arthritis reumatoid.
Komplikasi saraf yang terjadi memberikan gambaran jelas, sehingga
sukar dibedakan antara akibat lesi artikuler dan lesi neuropatik. Umumnya
berhubungan dengan mielopati akibat ketidakstabilan vertebra servikal dan
neuropati iskemik akibat vaskulitis.
8. Pemeriksaan diagnostik (Penunjang)
a. Foto sinar X pada sendi- sendi yang terkena. Perubahan-perubahan
yang dapat ditemukan adalah
Pembengkakan jaringan lunak
Penyempitan rongga sendi
Erosi sendi
Osteoporosis juksta artikuler
b. Tes Serologi
BSE Positif
Darah, bisa terjadi anemia dan leukositosis
c. Pemeriksaan radiologi
Periarticular osteopororsis, permulaan persendian erosi
Kelanjutan penyakit: ruang sendi menyempit, sub luksasi dan
ankilosis
d. Aspirasi sendi
Cairan sinovial menunjukkan adanya kekurangan serta proses radang
aseptik, cairan dari sendi dikultur dan bisa diperiksa secara
makroskopik.
9. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan umum yang lengkap perlu dilakukan. Disamping menilai
adanya sinovasi pada setiap sendi, perhatikan juga hal- hal berikut ini:
a. Keadaan umum: komplikasi steroid, berat badan.
b. Tangan: meliputi vaskulitasi dan fungsi tangan
c. Lengan: Siku dan sendi bahu, nodul rematoid dan pembesaran kelenjar
limfe aksila.
d. Wajah: periksa mata untuk sindroma sjorgen, skleritis, episkelritis,
skleromalasia perforans, katarak anemia dan tanda- tanda
hiperviskositas pada fundus. Kelenjar parotis membesar
e. Mulut: (Kring, karies dentis, ulkus) catatan: artritis rematoid tidak
menyeababkan iritasi.
f. Leher: adanya tanda- tanda terkenanya tulang servikal.
g. Toraks: Jantung (adanya perikarditis, defek konduksi, inkompetensi
katup aorta dan mitral).Paru- paru (aadanya efusi pleura, fibrosis,
nodul infark, sindroma caplan)
h. Abdomen: andanya splenomegali dan nyeri tekan epigastrik
i. Panggu dan lutut: tungkai bawah danya ulkus, pembengkakan betis
(kista baker yang ruptur) neuropati, mononeuritis multipleks dan
tanda- tanda kompresi medula spinalis.
j. Kaki: efusi lutut, maka cairan akan mengisi cekungan medial dan
kantong suprapatelar mengakibatkan pembengkakan diatas dan sekitar
patela yang berbentuk seperti ladam kuda dan efusi sendi pergelangan
kaki akan terjadi pembengkakan pada sisi anterior.
k. Urinalisis: untuk protein dan darah, serta pemeriksaan rektum untuk
menentukan adanya darah.
PATHWAY OSTEOARTHRITIS
Proses Penuaan
Pemecahan
kondrosit
Perubahan Komponen sendiKolagenProgteogtikasiJaringan sub
kondrialProses penyakit degeneratif
yang panjang
Pengeluaran enzim lisosomMK:
Kerusakan
Penatalaksanaa
n lingkungan
Kerusakan matrik kartilago
Penebalan tulang sendi
Penyempitan rongga sendi
Penurunan Kekuatannyeri
MK: Kurang perawatan diri
TraumaIntrinsikEkstrinsik
Perubahan
metabolisme
sendi
Kurang kemampuan mengingat
Kesalahan interpretasi
MK: Kurang pengetahuan
Perubahan fungsi sendi
Deformitas sendi
MK: Kerusakan mobilytas fisik
Kontraktur
MK: Gangguan Citra tubuh
Hipertrofi
Distensi Cairan
MK: Nyeri akut
10. Terapi/ Tindakan Penanganan
Prinsip utama pengobatan penyakit osteoartritis adalah dengan
mengistirahatkan sendi yang terserang. Karena jika sendi yang terserang terus
digunakan akan memperparah peradangan. Dengan mengistiratakan sendi
secara rutin dapat mengurangi rasa nyeri yang ditimbulkan. Embidaian bisa
digunakan untuk imobilisasi dan mengistiratkan satu atau beberapa sendi.
Tetapi untuk mencegah kekakuan dapat dilakukan beberapa gerakkan yang
sistematis. Obat- obat yang digunakan untuk mengobati penyakit ini adalah:
1. Obat anti peradangan non steroid, yang paling sering digunakan adalah
aspirin dan ibuprofen. Obat ini mengurangi pembengkakan sendi dan
mengurangi nyeri.
2. Obat slow-acting. Obat ini ditambahkan jika terbukti obat anti peradangan
non steroid tidak efektif setelah diberikan selama 2-3 bulan atau diberikan
segera jika penyakitnya berkembang cepat.
3. Kortikosteroid, misalnya prednison merupakan obat paling efektif untuk
mengurangi peradangan dibagian tubuh manapun. Kortikosteroid efektif
digunakan pada pemakaian jangka pendek, dan kurang efektif bila
digunakan dalam jangka panjang. Obat ini tidak memperlambat perjalanan
pnyakit ini dan pemakaian jangka panjang mengakibatkan berbagai efek
samping., yang melibatkan hampir setiap orang.
4. Obat Imunosupresif (contoh metotreksat,azatioprin, dan
cyclophosphamide) efektif unuk mengatasi artritis yang berat. Obat ini
menekan peradangan sehingga pemakaian kortikosteroid bisa dihindari
atau diberikan dengan dosis rendah.
Ada sejumlah cara penatalaksanaan yang sengaja dirancang untuk
mencapai tujuan- tujuan ini. Pendidikan, istirahat, latihan fisik dan
termoterapi, gizi dan obat- obatan.
a. Langkah pertama dari program penatalaksanaan ini adalah memberikan
pendidikan yang cukup tentang penyakit kepada pasien, keluarganya dan
siapa saja yang berhubungan dengan pasien. Pendidikan yang di berikan
meliputi pengertian tentang patofisiologis, penyebab, dan prognosis
penyakit ini, semua kompnen program penatalaksanaan termasuk regimen
obat yang kompleks, sumber- sumber bantuan untuk mengatasi penyakit
ini, dan metode-metode efektif tentang penatalaksanaan yang diberikan
oleh tim kesehatan. Proses pendidikan ini harus dilakukan secara terus
menerus. Bantuan dapat diperoleh melalui club penderita. Badan- badan
kemasyarakatan dan dari orang- orang lain yang juga pendeita artritis
reumatoid serta keluarga mereka.
b. Istirahat penting karena osteartiritis biasanya disertai rasa lelah yang
hebat. Walaupun rasa lelah dan kekakuan sendi itu bisa timbul setiap hari,
tetapi ada masa- masa ketika pasien merasa lebih baik atau lebih berat.
Kekakuan dan rasa tidak nyaman dapat meningkat apabila beristirahat, hal
ini berarti bahwa pasien dapat mudah terbangun dari tidurnya pada malam
hari karena nyeri.
c. Latihan- latihan spesifik dapat bermanfaat dalam mempertahankan fungsi
sendi. Latihan ini mencakup gerakan aktif dan pasif pada semua sendi
yang sakit, sedikitnya dua kali sehari. Kompres panas pada sendi- sendi
yang sakit dan bengkak mungkin dapat mengurangi nyeri. Mandi parafin
dengan suhu yang bisa diatur dan mandi dengan suhu panas dan dingin
dapat dilakukan di rumah.
d. Tindakan operatif dapat dilakukan apabila tindakan diatas sudah tidak
dapat menolong pasien lagi. Penggantian engsel (artoplasti) dilakukan
dengan mengganti engsel yang rusak dan diganti dengan alat lain yang
terbuat dari plastik atau metal yang disebut prostesis. Pembersihan
sambungan (debridemen) dapat dilakukan dengan mengangkat serpihan
tulang rawan yang rusak yang mengganggu pergerakan dan menyebabkan
nyeri saat pergerakan tulang. Penataan tulang dapat dipilih jika artroplasti
tidak dipilih pada kondisi tertentu, seperti osteoartritis pada anak dan
remaja. Penataan ini dilakukan agar sambungan/ engsel tidakmenerima
beban saat melakukan pergerakan.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
1) Pengkajian fisik
a) Identitas
b) Keluhan utama
Klien mengeluh nyeri pada persendian, bengkak, dan terasa kaku.
c) Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang dengan keluhan sakit pada persendian, bengkak, dan terasa kaku.
d) Pola fungsi Gordon
Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan
Kaji pengetahuan klien tentang penyakitnya, saat klien sakit tindakan yang
dilakukan klien untuk menunjang kesehatannya.
Nutrisi/metabolic
Kaji makanan yang dikonsumsi oleh klien, porsi sehari, jenis makanan, dan
volume minuman perhari, makanan kesukaan.
Pola eliminasi
Kaji frekuensi BAB dan BAK, ada nyeri atau tidak saat BAB/BAK dan
warna
Pola aktivitas dan latihan
Kaji kemampuan klien saat beraktivitas dan dapat melakukan mandiri,
dibantu atau menggunakan alat
Pola tidur dan istirahat
Kaji pola istirahat, kualitas dan kuantitas tidur, kalau terganggu kaji
penyebabnya
Pola kognitif-perseptual
Status mental klien, kaji nyeri dengan Provokasi (penyebab), Qualitas
9nyerinya seperti apa), Reqion (di daerah mana yang nyeri), Scala (skala
nyeri 1-10), Time (kapan nyeri terasa bertambah berat).
Pola persepsi diri
Pola persepsi diri perlu dikaji, meliputi; harga diri, ideal diri, identitas diri,
gambaran diri.
Pola seksual dan reproduksi
kaji manupouse, kaji aktivitas seksual
Pola peran dan hubungan
Kaji status perkawinan, pekerjaan
Pola manajemen koping stress
Sistem nilai dan keyakinan
b. Fungsional klien
1) Indeks Barthel yang dimodifikasi
Penilaian didasarkan pada tingkat bantuan orang lain dalam meningkatkan
aktivitas fungsional. Penilaian meliputi makan, berpindah tempat, kebersihan diri,
aktivitas di toilet, mandi, berjalan di jalan datar, naik turun tangga, berpakaian,
mengontrol defikasi dan berkemih. Cara penilaian:
NO KRITERIA BANTUAN MANDIRI
1 Makan 5 10
2 Minum 5 10
3 Berpindah dari kursi roda ketempat tidur/sebaliknya 5-10 15
4 Personal toilet (cuci muka, menyisir rambut, menggosok gigi) 0 5
5 Keluar masuk toilet (mencuci pakaian, menyeka tubuh, menyiram)
5 10
6 Mandi 5 15
7 Jalan di permukaan datar 0 5
8 Naik turun tangga 5 10
9 Menggunakan pakaian 5 10
10 Kontrol bowel (BAB) 5 10
11 Kontrol Bladder (BAK) 5 10
Total skor
Cara penilaian:
< 60 : ketergantungan penuh/total65-105 : ketergantungan sebagian110 : mandiri
2) Indeks Katz
Pengkajian menggunakan indeks kemandirian katz untuk aktivitas kehidupan
sehari-hari yang berdasarkan pada evaluasi fungsi mandiri atau bergantung
dari klien dalam hal: makan, kontinen (BAB/BAK), berpindah, ke kamar
mandi, mandi dan berpakaian. Indeks Katz adalah pemeriksaan disimpulkan
dengan system penilaian yang didasarkan pada tingkat bantuan orang lain
dalam melakukan aktivitas fungsionalnya. Salah satukeuntungan dari alat ini
adalah kemampuan untuk mengukur perubahan fungsi aktivitas dan latihan
setiap waktu, yang diakhiri evaluasi dan aktivitas rehabilitasi. Pengukuran
pada kondisi ini meliputi:
Termasuk kategori manakah klien?
A. Mandiri dalam makan, kontinensia (BAB/BAK), menggunakan pakaian,
pergi ke toilet, berpindah dan mandi
B. Mandiri semuanya kecuali salah satu dari fungsi diatas
C. Mandiri kecuali mandi dan salah satu fungsi lain
D. Mandiri kecuali mandi, berpakaian dan salah satu fungsi diatas
E. Mandiri kecuali mandi, berpakaian, ke toilet dan salah satu fungsi yang
lain
F. Mandiri kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, berpindah dan satu fungsi
yang lain
G. Ketergantungan untuk semua fungsi diatas
Keterangan :
Mandiri berarti tanpa pengawasan, pengarahan atau bantuan efektif dari
orang lain, seseorang yang menolak untuk melakukan suatu fungsi dianggap
tidak melakukan fungsi, meskipun ia dianggap mampu.
c. Status mental dan kognitif gerontik
Short Portable Mental Status Questioner (SPMSQ)
Digunakan untuk mendeteksi adanya tingkat kerusakan intelektual. Pengujian
terdiri atas 10 pertanyaan yang berkenan dengan orientasi, riwayat pribadi,
memori dalam hubungannya dengan kemampuan perawatan diri, memori jangka
panjang dan kemampuan matematis atau perhitungan (Pfeiffer, 2002).
NO PERTANYAAN BENAR SALAH
1 Tanggal berapa hari ini
2 Hari apa sekarang
3 Apa nama tempat ini
4 Alamat anda?
5 Berapa umur anda?
6 Kapan anda lahir (minimal tahun lahir)
7 Siapa presiden indonesia sekarang?
8 Siapa presiden ndonesia sebelumnya?
9 Siapa nama ibu anda?
10 Kurangi 3 dari 20 dan tetap pengurangan 3 dari setiap angka baru, semua secara menurun
Jumlah
Interpretasi hasil :
1) Salah 0-3 : fungsi intelektual utuh2) Salah 4-5 : kerusakan intelektual ringan3) Salah 6-8 : kerusakan intelektual sedang4) Salah 9-10 : kerusakan intelektual berat
MiniMental Status Exam (MMSE)
Mini mental status exam (MMSE) menguji aspek kognitif dari fungsi
mental: orientasi, registrasi, perhatian dan kalkulasi, mengingat kembali
dan bahasa. Nilai kemungkinan ada 30, dengan nilai 21 atau kurang
biasanya indikasi adanya kerusakan kognitif yang memerlukan
penyelidikan lanjut. Pemeriksaan memerlukan hanya beberapa menit untuk
melengkapi dan dengan mudah dinilai, tetapi tidak dapat digunakan sendiri
untuk tujuan diagnostic. karena pemeriksaan MMSE mengukur beratnya
kerusakan kognitif dan mendemonstrasikan perubahan kognitif pada waktu
dan dengan tindakan. Ini merupakan suatu alat yang berguna untuk
mengkaji kemajuan klien yang berhubungan dengan intervensi. Alat
pengukur status afektif bdigunakan untuk membedakan jenis depresi serius
yang mempengaruhi fungsi-fungsi dari suasana hati. Depresi adalah umum
pada lansia dan sering dihubungkan dengan kacau mental dan disorientasi,
sehingga seorang lansia depresi sering disalah artikan dengan dimensia.
Pemeriksaan status mental tidak dengan jelas membedakan antara depresi
dengan demensia, sehingga pengkajian afektif adalah alat tambahan yang
penting.
2. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri akut/kronis berhubungan dengan agen cedera biologis, distensi
jaringan oleh akumulasi cairan/proses inflamasi, distruksi sendi.
b. Hambatan Mobilitas Fisik berhubungan dengan deformitas skeletal, nyeri,
ketidaknyamanan, penurunan kekuatan otot
3. Perencanaan
No Diagnosa Keperawatan
Rencana KeperawatanTujuan Intervensi
1. Nyeri b.d agen cedera biologis, distensi jaringan oleh akumulasi cairan, destruksi sendi
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan nyeri berkurang/terkontrol dengan kriteria hasil :
Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
Tanda vital dalam rentang normal
Pain Management
Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
Kurangi faktor presipitasi nyeri
Ajarkan tentang teknik non farmakologi relaksasi nafas dalam dan kompres air
hangat atau dingin
Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
Tingkatkan istirahat
2. Gangguan/kerusakan mobilitas fisik b/d deformitas skeletal, nyeri, ketidaknyamanan, penurunan .kekuatan otot
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam, diharapkanhambatan mobilisasi fisik dapat diatasi dengan kriteria :
Klien meningkat dalam aktivitas fisik
Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas
Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah
Memperagakan penggunaan alat Bantu untuk mobilisasi (walker)
Exercise therapy : ambulation Monitoring vital
sign sebelm/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan
Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADLs ps.
Berikan alat Bantu jika klien memerlukan
Ajarkan klien latihan ROM
Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan
DAFTAR PUSTAKA
1. Azizah, Lilik M. 2011. Keperawatan Lanjut Usia edisi 1. Yogyakarta: Graha
Ilmu
2. Carpenito, Lynda Juall, 2000, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Alih
Bahasa oleh Monica Ester, (Ed. 8), EGC, Jakarta.
3. Ganang, William, F, 2002, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, (Ed.20), Alih
bahasa oleh Brahm U Panit (et.al), EGC : Jakarta.
4. Isselbacher, Kurt, 2000, Horison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam, EGC :
Jakarta.
5. Nugroho, Wahyudi SKM, 2000, Keperawatan Gerontik (edisi 2), penerit buku
Kedokteran EGC : Jakarta
6. Potter dan Perry. 2005. Fundamental keperawatan : Konsep, Proses, dan
Praktik. Jakarta: EGC.
7. Price, Sylvia Anderson dan Wilson, Lorraine Mc. Carty, 1995, Patofisiologi
Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, (ed.4, buku 2), Terjemahan oleh :
Peter Anugrah, EGC : Jakarta.
8. Smeltzer, Suzanne C dan Bare, Brenda, 2001, Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah : Brunner dan Suddarth (ed.8, vol.2), Terjemahan oleh Agung
Waluyo, (et,all), EGC : Jakarta.
9. Soenarwo, Briliantono M. 2011. Penanganan Praktis Osteoartritis. Jakarta :
AL-MAWARDI.
10. Wilkinson, Judith. 2012. Buku Saku Diagnosa Keperawatan : Doagnosa
NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC, ed 9. Alih Bahasa, Esty
Wahyuningsih; editor edisi bahasa Indonesia ; Dwi Widiarti. Jakarta : EGC.
Top Related